Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika...
Transcript of Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika...
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 7-9)
merupakan suatu proses yang terjadi pada siswa dengan adanya kesadaran
pada siswa dengan memperoleh sesuatu melalui lingkungan sekitar. Dengan
demikian siswa merupakan bagian penting dalam proses belajar. Melalui
belajar siswa dapat memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar, baik
belajar mengenai gejala alam, hewan, tumbuhan maupun benda-benda yang
ada disekitar.
Mohamad Surya (1981: 32) mendefinisikan belajar merupakan sebuah
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara menyeluruh, sebagai pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian siswa
diharapkan untuk aktif dalam proses belajar guna memperoleh pengalaman
yang dapat merubah tingkah laku siswa ke arah yang lebih baik dan dengan
usaha yang dilakukan melalui belajar, siswa dapat membentuk dirinya untuk
memahami dan mendapat pengetahuan baru. Didukung oleh Skiner (Dimyati
dan Mudjiono, 2009: 9-10) yang berpendapat bahwa belajar merupakan
sebuah perubahan perilaku ke arah perubahan yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan belajar orang akan mengalami perubahan tingkah laku
dan dapat memberi respon yang lebih baik. Skiner juga menyebutkan adanya
beberapa hal yang ditemukan dalam belajar, yakni adanya kesempatan yang
diberikan kepada peserta didik untuk memberikan respon terhadap sesuatu
yang dipelajari, dan dengan ditandainya pertanggungjawaban atas respon
yang disampaikan.
Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 10-13) mengemukakan bahwa
belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dimana dengan belajar siswa
mendapat keterampilan khusus dan dapat memberikan respon yang baik. Oleh
karena itu proses belajar harus dapat membuat siswa memperoleh sesuatu
8
terkait dengan materi yang dipelajari dengan menggunakan beberapa strategi
agar dapat menyampaikan materi ajar dengan baik dan mencapai tujuan yang
ditentukan.
Menurut Winkel (Darsono, 2000: 4), belajar adalah semua aktivitas
mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif di lingkungan, yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman. Proses
yang membutuhkan keaktifan mental atau psikis dalam mencapai tujuan yang
diharapkan yakni peningkatan pemahaman. Thorndike (Asri Budiningsih,
2005: 21) berpendapat bahwa “belajar adalah proses interaksi antara stimulus
dan respon”. Melalui kegiatan belajar siswa dapat mendapat pengetahuan yang
diarahkan dengan pemberian respon. Respon yang diberikan oleh siswa dapat
berupa respon langsung maupun tidak langsung. Respon yang diberikan dapat
berupa pikiran, perasaan, ataupun tindakan. Ketika siswa belajar maka
diharapkan adanya perubahan dalam diri siswa, perubahan yang terjadi
tentunya harus dapat diukur. Dalam hal ini perubahan tingkah laku merupakan
contoh perubahan yang dapat diukur dan dibandingkan dengan perubahan
sebelumnya.
Dalam proses belajar, ada 3 hal yang harus diperhatikan yakni input,
proses, dan outputnya. Pada proses belajar input harus diperhatikan secara
seksama agar dapat diketahui tingkat kebutuhan anak akan hal yang
dipelajarai. Belajar merupakan sebuah proses oleh karena itu, proses belajar
juga perlu diperhatikan agar kegiatan belajar dapat mencapai tujuan yang
dikehendaki. Aaron Quinn Sartain (Darsono, 2000: 4) menyatakan bahwa
belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman Perubahan-perubahan yang dimaksud yakni meliputi perubahan
sikap maupun keterampilan terhadap suatu objek. Dari pendapat yang telah
dipaparkan oleh Aaron maka dapat diketahui bahwa pembelajaran yang
melalui pengalaman tentunya tidak memakan sedikit waktu. Proses belajar
bisa memakan waktu cukup lama atau bahkan sangat lama, hal tersebut
dipengaruhi input atau tingkatan setiap individu. Adapun output merupakan
keluaran atau hasil dari input yang telah mengalami proses dimana hasil
9
tersebut akan menunjukkan seberapa banyak perubahan yang terjadi. Setelah
mengetahui hasil dari proses belajar, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan
evaluasi guna mengetahui keefektifan dari sebuah model terhadap materi yang
dipelajari apakah memberi banyak pengaruh atau tidak.
Pada hakikatnya belajar merupakan sebuah proses, dimana dalam
proses tersebut akan memerlukan waktu. Proses tersebut tidak hanya
berlangsung di kelas maupun di sekolah saja, melainkan melalui pengalaman
sehari-hari di lingkungan yang lebih luas. Proses belajar sangat membantu
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dari pernyataan-pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu guna mencapai
tujuan yakni terdapat perubahan yang signifikan yang dapat diukur dan
dibedakan dari sebelum individu tersebut mengalami perubahan dalam kondisi
tertentu.
2.1.1 Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif
Asri Budingsih (2005: 34) memaparkan bahwa belajar menurut teori
kognitif yakni merupakan sebuah proses internal yang di dalamnya terkandung
unsur ingatan, pengolahan informasi dan unsur-unsur lainnya. Dalam hal ini
Budiningsih juga menambahkan bahwa proses belajar terjadi antara
pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur
kognitif yang sebelumnya sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran
seseorang yang berasal dari pemahaman dan pengalaman-pengalaman yang
sudah dimiliki sebelumnya. Dengan demikian, belajar dalam ranah kognitif
merujuk pada subjek belajar menyangkut pada kecerdasan yang dimiliki oleh
peserta didik.
Winkel (2004: 274) mengatakan bahwa pembelajaran dalam ranah
kognitif meliputi kegiatan yang menghubungkan pengetahuan atau pola pikir
peserta didik dengan pemahaman serta penerapannya. Dalam hal ini
pembelajaran dengan ranah kognitif mengarah kepada kecerdasan peserta
didik dimana peserta didik menggunakan pemikirannya untuk mengingat dan
memahami serta dihubungkan pula mengenai penerapannya. Dengan demikian
10
pembelajaran yang mengarah pada ranah kognitif akan melibatkan proses
mengingat hingga memahami suatu materi ajar. Belajar menurut teori kognitif
juga dipaparkan oleh Dahar (1988: 21) yang mengungkapkan bahwa proses
belajar yang meliputi proses berpikir atau menggunakan logika deduktif dan
induktif. Dalam hal ini Dahar juga menambahkan mengenai proses stimulus
dan respon dari belajar terkondisi. Dengan adanya stimulus-stimulus yang
diberikan maka akan berpengaruh pada respon yang akan diberikan oleh
peserta didik.
Penelitian ini diarahkan pada perkembangan kecerdasaan peserta didik.
Melalui beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa ranah
kognitif dalam pembelajaran mengandung unsur yang melibatkan
perkembangan kecerdasan seseorang, maka penelitian ini diarahkan untuk
mengembangkan aspek kognitif peserta didik. Dalam hal ini yang akan
dijadikan subjek penelitian yakni siswa kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo
melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT yang diharapkan dapat membantu
siswa dalam belajar Matematika pokok bahasan pecahan sehingga nantinya
dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
2.1.2 Pengertian Prestasi Belajar
Dalam pendidikan hasil akhir yang hendak dicapai yakni peserta didik
dapat mengalami ketuntasan belajar dari standar nilai yang ditentukan dengan
hasil yang signifikan. Nilai-nilai yang didapat oleh peserta didik harus dapat
diukur dan dibandingkan dari sebelum belajar dan setelah belajar sehingga
dapat diketahui prestasi belajar siswa tersebut. Menurut Abdulah (2008)
prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil proses belajar mengajar yakni
terkait dengan penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku
yang dapat diukur dengan tes tertentu. Dengan demikian akan nampak
perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dalam diri siswa baik secara
intelektual maupun emosionalnya. Perubahan-perubahan tersebut, akan
didukung dengan adanya proses belajar yang memadai dalam arti adanya
hubungan yang positif antara peserta didik dengan materi ajar sehingga hasil
yang diperoleh peserta didik juga memberikan hasil yang positif. Didukung
11
oleh Muhibbin Syah (2006) yang memaparkan bahwa prestasi belajar adalah
perubahan yang timbul akibat dari hasil belajar siswa yang didalamnya
termasuk aspek pemikiran dan perasaan. Sedangkan menurut Ilyas (2008)
belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah
melakukan beberapa kegiatan belajar yang diberikan berdasarkan atas
pengukuran tertentu.
Dari pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar adalah hasil akhir yang hendak dicapai setelah proses
pembelajaran dilakukan. Dalam penelitian ini, hasil akhir yang hendak dicapai
yakni adanya peningkatan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri 3
Karangrejo melalui upaya penerapan model cooperative learning tipe TGT.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Slameto (2003) secara garis besar faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar dapat dikelompokkan menjadi:
a. Faktor Internal
Faktor yang menyangkut seluruh pribadi termasuk kondisi fisik
maupun mental atau psikis. Faktor internal ini sering disebut faktor
instrinsik yang meliputi kondisi fisiologi dan kondisi psikologis yang
mencakup minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan lain-lain.
1) Kondisi Fisiologis Secara Umum
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan belajar seseorang. Orang yang ada dalam keadaan segar
jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang ada dalam keadaan
lelah. Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuannya berada
dibawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi. Anak- anak yang kurang
gizi mudah lelah, mudah mengantuk, dan tidak mudah menerima
pelajaran.
2) Kondisi Psikologis
Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologi. Oleh karena itu
semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar
seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor
12
lain seperti faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai
faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan
intensitas belajar seorang anak. Meski faktor luar mendukung, tetapi faktor
psikologis tidak mendukung maka faktor luar itu akan kurang signifikan.
Oleh karena itu minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan-
kemampuan kognitif adalah faktor psikologis yang utama mempengaruhi
proses danhasil belajar siswa (Djamara, 2008).
3) Kondisi Panca Indera
Disamping kondisi fisiologis umum, hal yang tak kalah pentingnya
adalah kondisi panca indera terutama penglihatan dan pendengaran.
Sebagian besar yang dipelajari manusia dipelari menggunakan penglihatan
dan pendengaran. Orang belajar dengan membaca, melihat contoh atau
model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen, mendengarkan
keterangan guru dan orang lain, mendengarkan ceramah, dan lain
sebagainya.
4) Intelegensi/Kecerdasan
Intelegensi adalah suatu kemampuan umum dari seseorang untuk
belajar dan memecahkan suatu permasalahan. Jika intelegensi seseorang
rendah bagaimanapun usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar, jika
tidak ada bantuan orang tua atau pendidik akan membuat usaha belajar
tidak akan berhasil.
5) Bakat
Bakat merupakan kemampuan yang menonjol disuatu bidang
tertentu misalnya bidang studi Matematika atau bahasa asing. Bakat
adalah suatu yang dibentuk dalam kurun waktu, sejumlah lahan dan
merupakan perpaduan taraf intelegensi. Pada umumnya komponen
intelegensi tertentu dipengaruhi oleh pendidikan dalam kelas, sekolah, dan
minat subjek itu sendiri. Bakat yang dimiliki seseorang akan tetap
tersembunyibahkanlama-kelamaanakan menghilang apabilatidak mendapat
kesempatan untuk berkembang.
13
6) Motivasi
Motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah,
semangat, dan rasa senang dalam belajar sehingga yang mempunyai
motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan
kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi sangat sedikit
yang tertinggal dalam belajarnya. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang
turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu motivasi belajar perlu
diusahakan terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik)
dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan
harus untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekat bulat dan selalu
optimis bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar. Bila ada siswa yang
kurang memiliki motivasi instrinsik diperlukan dorongan dari luar yaitu
motivasi ekstrinsik agar siswa termotivasi untuk belajar.
b. Faktor Eksternal
Faktor yang bersumber dari luar diri individu yang bersangkutan.
Faktor ini sering disebut dengan faktor ekstrinsik yang meliputi segala
sesuatu yang berasal dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi
prestasi belajarnya baik itu di lingkungan sosial maupun lingkungan lain
(Djamara, 2008).
1) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok,
yaitu:
a) Lingkungan Alami
Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembaban udara
berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Belajar pada keadaan udara
yang segar akan lebih baik hasilnya dari pada belajar pada suhu udara yang
lebih panas dan pengap.
b) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia dan representasinya
(wakilnya), walaupun yang berwujud hal yang lain langsung berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar. Seseorang yang sedang belajar
14
memecahkan soal akan terganggu bila ada orang lain yang mondar-mandir
di dekatnya atau keluar masuk kamar. Representasi manusia misalnya
memotret, tulisan, dan rekaman suara juga berpengaruh terhadap hasil
belajar.
2) Faktor Instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah yang penggunaannya dirancang
sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan
dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan yang telah
dirancang. Faktor-faktor ini dapat berupa :
a) Perangkat keras /hardware misalnya gedung, perlengkapan belajar, alat-
alat praktikum, dan sebagainya.
b) Perangkat lunak /software seperti kurikulum, program, dan pedoman
belajar lainnya.
Dari faktor-faktor yang telah dijabarkan di atas, maka faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dalam penelitian mengacu pada
faktor eksternal yang akan mempengaruhi faktor internal siswa. Adapun
faktor eksternal tersebut yaitu penyampaian materi yang dipadukan dengan
kesesuaian model pembelajaran. Dalam hal ini model pembelajaran yang
diterapkan yakni pembelajaran kooperatif tipe TGT. Dengan dipadukannya
model pembelajaran kooperatif tipe TGT diharapkan dapat memudahkan
siswa kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo dalam mempelajari materi dengan
pokok bahasan pecahan. Dengan demikian proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik, setelah diperhatikannya faktor yang
mempengaruhi siswa secara eksternal dan diharapkan dapat mempengaruhi
faktor internal siswa yakni pemahaman siswa terkait materi ajar, sehingga
prestasi belajar siswa dapat mengalami peningkatan.
2.2 Pengertian Matematika
Menurut Gagne (Hudojo, 1988: 23), dalam belajar Matematika
dipisahkan oleh beberapa fase. Fase-fase yang dimaksud antara lain fase
motivasi, fase pemahaman, fase penguasaan, fase ingatan, fase pengungkapan,
15
fase generalisasi, fase perbuatan, fase umpan balik. Dalam pembelajaran yang
baik khususnya pembelajaran Matematika proses pembelajaran harus
mencerminkan fase-fase tersebut. Tidak hanya berfokus kepada hasil akhir
tapi proses dalam pembelajaran harus diperhatikan.
Bruner (Heruman, 2008: 4) pembelajaran Matematika merupakan
pembelajaran yang mengarahkan kepada siswa untuk menemukan sendiri
berbagai pengetahuan yang terkait dengan materi ajar sesuai dengan
kebutuhannya. Dalam menemukan sendiri bukan berarti menemukan sesuatu
yang baru akan tetapi menemukan lagi sesuai dengan tingkat pemahaman
siswa.
Pembelajaran Matematika merupakan pembelajaran yang menuntut
pengajar dan peserta didik untuk aktif dan kreatif. Hal ini dimaksudkan agar
siswa dapat memahami materi ajar, untuk dapat mencapai tujuan tersebut
pengajar harus ekstra aktif agar saat proses belajar mengajar berlangsung tidak
membosankan. Untuk itu pengajar tidak hanya fokus terhadap matari ajar akan
tetapi juga fokus pada model pengajaran. Pemilihan model pengajaran juga
tidak sembarang memilih atau asal, pemilihan model pengajaran harus
memperhatikan karakteristik dan kebutuhan peserta didik dan ketepatan
dengan materi ajar. Fokus tersebut harus diperhatikan dengan seksama karena
pembelajaran Matematika adalah pembelajaran yang objeknya tergolong
abstrak. Guru harus berupaya membawakan sesuatu yang abstrak dengan
memberi contoh dengan sesuatu yang konkret.
Seperti yang dikemukakan oleh Dienes dalam Aisyah (2008),
perkembangan konsep Matematika dapat dicapai melalui pola berkelanjutan,
yang setiap seri dari rangkaian belajar dari konkret ke simbolik. Pola
keteraturan dalam pembelajaran Matematika sangat berpengaruh pada proses
mengajar, oleh karena itu diperlukan adanya suatu pendekatan khusus untuk
membuat pembelajaran Matematika dengan pola yang sangat ketat menjadi
pelajaran yang menyenangkan dan dipahami. Dalam hal ini, untuk
membangun pola keteraturan dalam pembelajaran Matematika dapat dimulai
dengan penanaman konsep kepada peserta didik, dimana konsep tersebut tidak
16
ditanamkan secara paksa dalam arti murid diminta menghafalkan rumus dan
materi ajar semata akan tetapi penanaman konsep dilakukan tanpa ada unsur
paksaan. Proses tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan cara
mengajar dan bagaimana pengajar membawakan suatu pelajaran dengan
menyenangkan dan dapat membuat peserta didik lebih aktif dan kreatif.
Matematika merupakan pelajaran yang harus diberikan disemua jenjang
pendidikan, karena pelajaran ini mempunyai banyak fungsi yang dapat
diterapkan dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan akan
hidup tidak sekedar hanya dengan kebutuhan akan kesehatan semata akan
tetapi diperlukan adanya kebutuhan tingkat pengetahuan yang harapannya
dapat diaplikasikan dengan dunia nyata untuk mencukupi kebutuhan hidup
sehari-hari.
Berdasarkan pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa ciri yang
sangat penting dalam Matematika adalah disiplin berpikir yang didasarkan
pada berpikir logis, konsisten, inovatif dan kreatif. Dengan demikian
pembelajaran Matematika yang akan diterapkan di SD Negeri 3 Karangrejo
pada kelas IV memperhatikan ciri penting pembelajaran Matematika yang
telah disebutkan di atas dan disesuaikan dengan penerapan model
pembelajaran yang akan digunakan. Dengan melihat permasalahan yang
muncul maka selain hal tersebut di atas juga perlu diperhatikan mengenai
fungsi dan tujuan dari matapelajaran Matematika.
Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menurunkan dan
mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur dan menggunakan
rumus Matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui
pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistik, kalkulus dan
trigonometri (Aisyah, 2008). Melalui pembelajaran Matematika yang
mempunyai fokus tujuan dalam hal perhitungan maka tahapan-tahapan yang
telah dikemukakan oleh Aisyah dipelajari secara urut mulai dari pengenalan
hingga perhitungan yang rinci.
Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan
mengkomunikasikan gagasan melalui model Matematika yang dapat berupa
17
kalimat Matematika dan persamaan Matematika, diagram, grafik atau tabel.
Tujuan umum pendidikan Matematika ditekankan kepada siswa untuk
memiliki:
1) Kemampuan yang berkaitan dengan Matematika yang dapat digunakan
dalam memecahkan masalah Matematika, pelajaran lain ataupun masalah
yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
2) Kemampuan menggunakan Matematika sebagai alat komunikasi.
3) Kemampuan menggunakan Matematika sebagai cara bernalar yang dapat
dialih gunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis,
berpikir sistematis, bersifat objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam
memandang dan menyelesaikan suatu masalah.
Pemberian pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar bertujuan untuk
menyiapkan siswa di SD untuk dapat menjadi individu yang memiliki
keterampilan selain dalam bidang perhitungan. Pembelajaran Matematika
membutuhkan kecermatan, oleh karena itu dalam pembelajaran Matematika
siswa dituntut untuk cermat dan teliti sehingga dapat memberikan jawaban
yang tepat. Dari proses pembelajaran yang membutuhkan kecermatan, siswa
dapat dilatih untuk menjadi seorang yang teliti dalam mengerjakan sesuatu.
Heruman (2008: 1-5) mengungkapkan bahwa pembelajaran Matematika di SD
dapat mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa, namun
membutuhkan proses pembelajaran yang menyenangkan. Karena pada
dasarnya pembelajaran Matematika memiliki subjek yang abstrak sedangkan
siswa Sekolah Dasar berpikir pada objek yang konkret, maka dengan cara
belajar berkelompok, diharapkan siswa merasa lebih nyaman dan dapat saling
membantu dalam penguasaan materi. Oleh karena itu peneliti menerapkan
pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk membantu proses pembelajaran
siswa.
18
2.3 Pengertian Cooperative Learning
Slavin (2010) berpendapat bahwa cooperative learning merupakan
proses pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok dengan struktur
yang heterogen guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan belajar
secara berkelompok diharapkan siswa dapat lebih nyaman dalam belajar dan
dapat menyampaikan pendapat atau pengetahuan mereka dengan lebih leluasa.
Belajar dalam kelompok juga memudahkan siswa untuk saling berbagi dan
menghargai, dalam kelompok siswa dapat berbagi pengetahuan mereka, dan
sekaligus dapat saling menghargai pendapat yang diungkapkan oleh teman
mereka. Belajar secara berkelompok diharapkan dapat membantu guru dalam
mengelola kelas, tentunya tidak semudah ketika guru hanya menerangkan dan
siswa duduk mendengarkan. Pembelajaran dengan model guru ceramah akan
cenderung membuat siswa menjadi cepat bosan dan cenderung ingin mencari
kesibukan sendri. Slavin mengungkapkan bahwa dalam belajar berkelompok
juga membangkitkan tanggung jawab siswa secara individu, yakni dengan
mengeluarkan pendapat atau memberi respon terkait dengan materi ajar siswa
dituntut untuk bertanggung jawab atas respon yang telah diungkapkan.
Isjoni (2011: 14) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif yaitu
pembelajaran dengan strategi kelompok dengan anggota kelompok yang kecil
dengan kemampuan yang berbeda-beda, dimana setiap anggota bertanggung
jawab atas anggota lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dengan adanya tingkat kemampuan yang berbeda-beda diharapkan siswa
dapat saling membantu dan membagi pemahaman mereka dengan siswa
lainnya. Dengan demikian kemampuan setiap anggota kelompok dapat sama
dan tidak ada yang tertinggal. Didukung oleh Anita Lie (2008: 38) bahwa
pembelajaran dengan model kooperatif dapat mengembangkan niat untuk
bekerjasama dan berinterakasi antar siswa. Dengan demikian, siswa dapat
saling membantu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menuntut
adanya kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan peserta didik yang
berbeda satu dengan yang lain dan diharapkan setiap individu dalam kelompok
19
dapat saling bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guna
mencapai tujuan pembelajaran. Setiap anggota kelompok mempunyai tugas
yang sama dalam kelompok dan dengan adanya kerjasama dalam kelompok
diharapkan tugas yang diberikan dapat menjadi lebih ringan sekaligus dapat
mengembangkan tingkat pemahaman siswa melalui saling berbagi
pengetahuan. Melalui kelompok siswa dapat saling mengajari teman sebaya
dan menerima serta menambah wawasan yang diberikan oleh siswa lain dalam
menyelesaikan permasalahan (Widyatini, 2006).
Selanjutnya menurut menurut Sharan (Isjoni, 2011: 43) pembelajaran
kooperatif learning merupakan pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk
memiliki motivasi yang tinggi guna dapat meningkatkan pemahaman
mengenai materi yang dipelajari. Di dalam belajar kelompok siswa dapat
saling mendukung anggota lainnya sehingga dapat tercipta persahabatan dan
timbul sikap saling menghargai satu sama lain. Didukung oleh pendapat
Johnson (Isjoni, 2011: 23-25) yang mengatakan bahwa melalui pembelajaran
kooperatif siswa dapat belajar bersama dengan teman sebaya, saling bertukar
pemahaman sehingga dapat timbul sikap saling menghargai pendapat orang
lain. Dengan demikian pembelajaran menggunakan cooperatif learning dapat
menunjang sebuah pembelajaran dengan beraneka ragam materi ajar yang ada
di sekolah khususnya Matematika.
Menurut Ibrahim, dkk (2000: 7-9) pembelajaran kooperatif memiliki
fokus tujuan yang hendak dipakai, tujuan tersebut antara lain:
1) Hasil belajar akademik
Dalam sebuah pembelajaran memiliki tujuan umum dan tujuan utama
yakni guna meningkatkan hasil belajar peserta didik. Berbagai model
pembelajaran dibuat dan diterapkan guna mencapai tujuan tersebut. Dengan
pembelajaran kooperative diharapkan siswa dapat belajar dengan nyaman
sehingga meteri yang disampaikan oleh guru dapat dipahami oleh siswa.
Dengan pemahaman terkait materi ajar, siswa dapat menyelesaikan persoalan
yang diberikan dan dapat memperoleh hasil belajar yang baik. Pembelajaran
kooperatif menerapkan model belajar kelompok, di dalam belajar kelompok
20
peserta didik dapat saling menolong satu sama lain dalam menjapai tujuan
pembelajaran.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Melalui pembelajaran kooperatif, siswa dapat saling menghargai satu
dengan yang lain dengan adanya kegiatan saling membantu untuk mencapai
tujuan. Kelompok yang dibentuk dalam pembelajaran kooperatif adalah
kelompok dengan anggota yang berbeda-beda. Tidak hanya tingkat
kecerdasaan yang berbeda melainkan dapat juga berbeda dalam agama, suku,
ras, dan lain sebagainya. Dengan beraneka ragam perbedaan siswa dapat
saling membantu sehingga dapat tercipta persahabatan yang baik dan timbul
sikap saling menghargai.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Melalui pembelajaran kooperatif, siswa dalam kelompok dibentuk
untuk saling menghargai. Timbulnya sikap saling menghargai akan
memunculkan keterampilan-keterampilan sosial. Keterampilan sosial yang
timbul dari pembelajaran kooperatif diantaranya siswa dapat bekerjasama dan
berkolaborasi dengan baik. Hal ini dikarenakan siswa merasakan situasi dan
kondisi yang sama serta menghadapi permasalahan yang sama sehingga di
dalam kelompok siswa harus saling bekerja sama untuk dapat menyelesaikan
tugas yang diberikan serta mencapai tujuan yang ditetapkan secara bersama.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif diharapkan dapat
membantu siswa dalam belajar Matematika, dengan model belajar kelompok.
Melalui belajar kelompok siswa dapat saling menyemangati, saling berbagi
pendapat guna memecahkan permasalahan, dan saling membantu agar dapat
mencapai tujuan sehingga selain diharapkan dapat meningkatkan prestasi
belajar juga siswa dapat saling menghargai satu dengan yang lain, serta dapat
bertanggung jawab atas hasil dari pekerjaan mereka.
2.3.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournament (TGT)
Model kooperatif tipe TGT merupakan salah satu model pembelajaran
kooperatif yang menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-
kuis dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai
21
wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya
setara seperti mereka (Slavin, 2010: 13).
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dikembangangkan oleh
DeVries, Edwards dan Robert Slavin pada tahun 1978 (Isjoni, 2010)
merupakan model pembelajaran kooperatif yang pertama dari John Hopkins.
Model pembelajaran ini menggunakan pelajaran yang sama yang disampaikan
dan tim kerja yang sama seperti dalam STAD, tetapi yang menggantikan kuis
dengan turnamen mingguan, dimana siswa memainkan game akademik
dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya.
Dalam pembelajaaran kooperatif tipe TGT terdapat langkah-langkah
kegiatan yang dikemukakan oleh Slavin (2010: 163-167), diantaranya:
1) Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam
pembelajaran yang biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau
dengan ceramah atau dengan ceramah yang dipimpin guru. Pada penyampaian
materi ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi
yang disampaikan karena akam membantu siswa bekerja lebih baik pada saat
kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor
kelompok. Pada kegiatan game, guru memantau perkembangan siswa
sekaligus menyiapkan materi yang akan digunakan sebagai perangkat dalam
pembelajaran.
2) Kegiatan Kelompok (Teams)
Jumlah anggota kelompok biasanya terdiri dari 3 sampai 4 orang siswa
yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan
ras ataupun etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi
bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota
kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game. Pada tahap
ini setiap anggota kelompok mempelajari bahan ajar dan latihan soal yang
diberikan oleh guru. Ada beraneka ragam kegiatan yang terdapat di dalam
kelompok diantarnya diskusi kelompok hingga diskusi antar kelompok, saling
membandingkan jawaban tugas yang diberikan, memeriksa serta mengoreksi
22
sesama anggota kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan
motivator dalam kegiatan setiap kelompok.
3) Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji
pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.
Game dapat terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa
memilih kartu bernomor dan mencoba jawaban pertanyaan yang sesuai dengan
nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan akan mendapat skor. Skor
ini yang akan digunakan untuk mendapatkan reward.
4) Tournament
Tournament adalah suatu struktur dari sebuah game yang berlangsung.
Turnamen berlangsung setelah dilakukan pembelajaran sehingga pada saat
turnamen siswa sudah siap untuk saling bersaing secara positif. Pada kegiatan
ini meliputi kegiatan pembagian kelompok yang dilanjutkan dengan pemilihan
wakil-wakil kelompok yang akan ditempatkan pada meja turnamen yang telah
disiapkan. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan kelompok dimana
perturan yang diterapkan sama halnya dengan peratuaran pada kegiatan
kelompok yang telah disebutkan di depan, namun yang membedakan adalah
siswa di dalam kegiatan turnamen ini diharuskan untuk bekerja secara individu
dalam mewakili kelompoknya guna mendapat point.
2.3.2 Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Dengan Cooperative
Learning tipe Teams Game Tournament (TGT).
Pelaksanaan pembelajaran diatur oleh menteri pendidikan Nasional
Republik Indonesia nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses. Pelaksanaan
pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan
pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan
penutup.
a. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
1) menyiapkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran
23
2) mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mengaitkan pengetahuan
sebelumnya atau pengetahuan umum dengan materi yang akan dipelajari
melalui kegiatan apersepsi.
3) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai
4) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai
silabus.
b. Kegiatan Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
Kompetensi Dasar (KD) yang dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi peserta didik agar peserta didik
mampu mengembangkan kemandirian, kreativitas sesuai dengan bakat serta
minat yang dimiliki peserta didik. Kegiatan inti menggunakan model
pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata
pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1) melibatkan peserta didik dalam mencari informasi yang luas dan dalam
tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip
belajar dari aneka sumber;
2) menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran,
dan sumber belajar lain;
3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta
didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran
5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio,
atau lapangan.
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1) membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui
tugas-tugas tertentu yang bermakna;
24
2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-
lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
3) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan
masalah dan bertindak tanpa rasa takut;
4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan
prestasi belajar;
6) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan
baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
7) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual
maupun kelompok;
8) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival,
presentasi, serta produk yang dihasilkan;
9) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan
kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,
tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta
didik melalui berbagai sumber,
3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan,
4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna
dalam mencapai kompetensi dasar :
a) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab
pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengar
menggunakan bahasa yang baku dan benar;
b) Membantu menyelesaikan masalah;
c) Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil
eksplorasi;
25
d) Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
e) Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif.
c. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran;
b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran
perbaikan, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan
tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar
peserta didik;
e. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Sesuai dengan standar proses penerapan pembelajaran Matematika dengan
cooperative learning tipe TGT sebagai berikut:
a. Rencana Pelaksanaan
Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah:
1) Membuat skenario pembelajaran Matematika berupa RPP yang dipadukan
dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Sebelum melaksanakan
proses kegiatan belajar mengajar, guru membuat lembar observasi sesuai
dengan indikator yang sudah ditentukan yang bertujuan untuk meneliti
seberapa jauh pengajar melakukan pembelajaran.
2) Selain membuat RPP dan lembar observasi, guru menyiapkan media
pembelajaran guna mendukung berlangsungnya proses mengajar.
3) Menyiapkan perlengkapan evaluasi untuk mengetahui seberapa jauh siswa
menerima pelajaran.
4) Menyiapkan perlengkapan untuk refleksi diri.
26
b. Pelaksanaan
Kegiatan Awal
1) Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari sesuai RPP dengan
menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pokok bahasan
pecahan.
2) Guru menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar.
3) Guru memotivasi siswa agar siswa lebih senang dan berminat mengikuti
pembelajaran.
4) Memberikan apersepsi.
Kegiatan inti
Eksplorasi
1) Guru menjelaskan materi ajar dengan melakukan tanya jawab agar siswa
dapat berpartisipasi aktif serta untuk memantau pemahaman siswa.
2) Guru memberikan beberapa contoh soal dan meminta beberapa siswa
untuk menyelesaikannya dan dilanjutkan dengan melakukan pembahasan
bersama, hal ini dilakukan untuk menggali kemampuan siswa.
3) Guru membagi kelompok kecil untuk melakukan game tournament
dengan jumlah anggota 3-4 orang.
4) Guru memberikan penjelasan mengenai tugas setiap siswa di dalam
kelompok.
5) Siswa diminta untuk mengambil undian (undian berisikan nomor meja
ataupun soal)
6) Siswa melakukan aktivitas dalam game tournament
Elaborasi
1) Setiap kelompok yang telah mendapatkan soal, diminta untuk
mengerjakan soal di dalam kelompok.
2) Setelah setiap kelompok telah menyelesaikan tugasnya maka guru
mengkondisikan kelas ke dalam kegiatan presentasi dan diskusi bersama.
3) Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil dari tugas yang
telah diselesaikan.
27
Konfirmasi
1) Guru bersama siswa membahas hasil kegiatan kelompok.
2) Guru memberikan reward dengan kriteria tertentu (reward diberikan untuk
setiap kelompok tetapi setiap kelompok mendapatkan reward yang
berbeda-beda sesuai dengan jumlah skor yang diperoleh).
Kegiatan penutup
1) Guru membimbing siswa dalam menyimpulkan materi yang telah
dipelajari.
2) Guru memberikan penguatan dengan menanyakan beberapa soal secara
lisan.
3) Guru memberikan motivasi dengan memberikan beberapa pesan yang
menarik kepada siswa.
4) Guru memberikan tindak lanjut kepada siswa (tindak lanjut dapat berupa
pemberian tugas rumah atau kegiatan lainnya).
2.3.3 Pembelajaran Matematika Di SD
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik
mulai dari sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan. Hal ini berfungsi untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Hal-hal tersebut diperlukan
untuk membekali peserta didik agar memiliki kemampuan mengelola dan
memanfaatkan informasi yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu
dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan
Matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau
gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain
(Depdiknas, 2004).
Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu
dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model
Matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Dalam
Depdiknas (2004), mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
28
1) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh
4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.4 Hasil Penelitian yang relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Ayuk Septiana Dewi dengan judul
“KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT
(TEAMS GAME TOURNAMENT) TERHADAP HASIL BELAJAR
MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS V SD” menunjukkan adanya
pengaruh yang positif yaitu adanya kenaikan nilai hinga 82,06% dibanding
dengan cara pengajaran yang masih konvensional yakni 74,06%. Hal ini
menunjukkan bahwa pembelajaran yang menerapkan pembelajaran kooperatif
dengan tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran
Matematika di kelas V. Dengan demikian pembelajaran kooperatif dengan tipe
TGT lebih efektif daripada pembelajaran yang masih konvensional.
Rahmat Ari Subroto Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan telah
melakukan penelitian dengan judul “Upaya Penggunaan Teknik Team Game
Tournament (TGT) Untuk meningkatkan Prestasi Belajar IPS Tentang
Kegiatan Jual Beli Pada Siswa Kelas III SDN 1 Watukelir Kecamatan Ayah”
telah membuktikan adanya peningkatan prestasi belajar dengan menerapkan
29
TGT pada pembelajaran IPS di kelas III. Hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini adalah terjadi peningkatan ketuntasan hasil evaluasi siswa
terhadap pemahaman dengan kompetensi dasar dengan menggunakan uang.
Ketuntasan belajar siswa terjadi secara bertahap, dimana pada pra siklus
terdapat 4 siswa yang telah lulus dalam belajarnya. Pada siklus I ketuntasan
mencapai 64% sedangkan rata-rata kelas 66,64. Pada akhir siklus II ketuntasan
siswa mencapai 88% dengan rata-rata 77,24. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa teknik TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
kelas III SDN 1 Watukelir.
2.5 Kerangka Berpikir
Mengapa siswa harus menggunakan cooperative learning tipe Teams
Game Tournament, sebab dalam penelitian ternyata penggunaan cooperative
learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam hal ini telah
dibuktikan dari penelitian yang dilakukan beberapa tokoh yang ternyata
berhasil. Selain itu juga diperkuat dengan teori-teori yang dikemukakan oleh
para ahli dibidangnya yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini berdasarkan pada
prinsip pembelajaran kooperatif tipe TGT yang mengatur sebuah pembelajaran
dalam model belajar berkelompok sehingga apa yang menjadi permasalahan
salah satu peserta didik dapat terbantu dengan diadakannnya diskusi bersama
guna mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi. Sehingga secara tidak
langsung, maka penggunaan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat
membantu siswa dalam belajar sehingga akan berdampak pada hasil belajar.
Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan perubahan yang
positif terhadap perkembangan di dunia pendidikan. Adapun alur dari
kerangka berpikir digambarkan pada bagan berikut:
30
Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir
2.6 Hipotesis Tindakan
Dari kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan
hipotesis tindakan sebagai berikut: Model Cooperative Learning tipe TGT
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Matematika
terhadap materi ajar pecahan di kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo Kecamatan
Selomerto Kabupaten Wonosobo.
Dengan berpijak pada kerangka berpikir yang tersebutkan di depan,
diduga dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam
pembelajaran Matematika pada pokok bahasan pecahan akan meningkatkan
prestasi belajar siswa.
Prestasibelajar
Matematikapada pokok
bahasanpecahan
PembelajaranKooperatif tipe
TGT
Penyajian Kelas
Membentukkelompok diskusi.
Membuat gametournament
Membuat Kesimpulan
Penilaian
Prestasi belajarMatematika
pokok bahasanpecahan
meningkat