UPAYA MENINGKATKAN KOHESIVITAS ANGGOTA …eprints.uny.ac.id/30163/1/Skripsi_Aditya Wahyu... ·...
Transcript of UPAYA MENINGKATKAN KOHESIVITAS ANGGOTA …eprints.uny.ac.id/30163/1/Skripsi_Aditya Wahyu... ·...
UPAYA MENINGKATKAN KOHESIVITAS ANGGOTA KELOMPOK PENGURUS OSIS MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING
DI SMPN 3 SAMBIT PONOROGO
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Aditya Wahyu Hanggara
NIM 11104244028
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
JANUARI 2016
i
UPAYA MENINGKATKAN KOHESIVITAS ANGGOTA KELOMPOK
PENGURUS OSIS MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING
DI SMPN 3 SAMBIT PONOROGO
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Aditya Wahyu Hanggara
NIM 11104244028
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
JANUARI 2016
v
MOTTO
Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakin
kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik.
(Evelyn Underhill)
Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua.
(Aristoteles)
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapak, Ibu, dan Kakak tercinta, terimakasih atas kasih sayang dan
segalanya yang telah diberikan untukku.
2. Almamater tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta
3. Agama, Nusa dan Bangsa
vii
UPAYA MENINGKATKAN KOHESIVITAS ANGGOTA
KELOMPOK PENGURUS OSIS MELALUI
TEKNIK ROLE PLAYING
DI SMPN 3 SAMBIT PONOROGO
Oleh :
Aditya Wahyu Hanggara
NIM. 11104244028
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kohesivitas anggota
kelompok pengurus OSIS melalui teknik role playing di SMP Negeri 3 Sambit,
Ponorogo.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan
model Kemmis dan Mc Taggart. Subjek penelitian pada penelitian ini adalah
seluruh anggota OSIS SMP Negeri 3 Sambit dengan jumlah anggota 26 siswa.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah skala kohesivitas kelompok,
observasi, dan wawancara. Berdasarkan dari skala kohesivitas terdapat 12 dari 26
siswa memiliki kategori rendah dan sedang. Teknik analisis data yang digunakan
adalah deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Indikator keberhasilan yang
ditetapkan adalah semua siswa memiliki skor lebih dari sama dengan 108 dengan
kategori tinggi atau mempunyai skor rata-rata 75%.
Hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata skala kohesivitas kelompok
pada pra tindakan sebesar 106,1 dengan persentase 74%, setelah tindakan pada
siklus pertama mengalami peningkatan sebesar 5,6 atau 4% sehingga skor rata-
rata menjadi 111,7 dengan persentase 78%, dan pada tindakan siklus kedua
menjadi 116,4 atau 81% dengan peningkatan rata-rata sebesar 10,3 atau 7%. Hasil
tersebut juga didukung dengan hasil observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil
observasi menunjukkan adanya peningkatan dengan adanya kerjasama antar
anggota seperti menyelesaikan tugas bersama, saling menolong tanpa diminta
ketua OSIS atau teman lainnya, lebih menghargai atau toleransi terhadap pendapat
orang lain, dan komitmen dengan kelompok yang ditunjukkan dengan kehadiran
dan kenyamanan siswa dalam mengikuti kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara
semua anggota sudah mampu mengungkapkan alasan mereka tanpa malu-malu
mengenai pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, toleransi
dengan menghargai usaha dan pendapat orang lain, serta berkomitmen dengan
kelompok.
Kata kunci : kohesivitas kelompok, role playing
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat, dan karunia-
Nya peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Kohesivitas Kelompok Pengurus OSIS Melalui Teknik Role
Playing di SMPN 3 Sambit Ponorogo”. Proposal skripsi ini disusun untuk
memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada
Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu peneliti menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memberi
kesempatan bagi peneliti untuk menempuh dan menyelesaikan studi.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan ijin penelitian.
3. Bapak Fathur Rahman, M.Si. selaku Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan
dan Bimbingan yang yang telah memberikan ijin penelitian serta saran dan
masukan dalam pemilihan judul penelitian.
4. Bapak Sugiyatno, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan
baik hati meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing,
memberikan arahan, serta saran kepada saya dalam penyusunan proposal
skripsi ini.
ix
5. Seluruh Dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah
memberikan wawasan, ilmu, dan pengalamannya kepada penulis selama
perkuliahan hingga akhir.
6. Keluarga penulis, Bapak Sunarno dan Ibu Nunuk Sudarjati yang telah
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
proposal skripsi.
7. Semua pihak yang membantu penulis menyelesaika proposal skripsi ini
yang mungkin tidak dapat disebutkan satu persatu.
Demikian pengantar dari penulis, semoga proposal skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi pengembangan dunia pendidikan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya
ilmiah ini, maka dari itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan oleh
penulis guna perbaikan dalam karya selanjutnya.
Yogyakarta, 3 September 2015
Penulis,
Aditya Wahyu Hanggara
NIM. 11104244028
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
MOTTO .........................................................................................................
PERSEMBAHAN ..........................................................................................
ABSTRAK .....................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Lata Belakang Masalah ..........................................................................
B. Identifikasi Masalah ................................................................................
C. Batasan Masalah .....................................................................................
D. Rumusan Masalah ...................................................................................
E. Tujuan Penelitian ....................................................................................
F. Manfaat Penelitian ..................................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Kohesivitas Kelompok
1. Pengertian Kohesivitas Kelompok ..................................................
2. Aspek-aspek Kohesivitas Kelompok ...............................................
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kohesivitas Kelompok ............
4. Ciri-ciri Kelompok yang Kohesif ....................................................
5. Manfaat Kelompok yang Kohesif ....................................................
B. Tinjauan tentang Role Playing (Bermain Peran)
1. Pengertian Role Playing (Bermain Peran) .......................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xiii
xiv
xv
1
11
12
12
12
13
15
17
19
21
23
24
xi
2. Jenis-jenis Role Playing ...................................................................
3. Langkah-langkah Pembelajaran role playing .................................
4. Kelebihan Role Playing …...............................................................
5. Kelemahan Role Playing ….............................................................
C. Tinjauan tentang Perkembangan Anak SMP
1. Pengertian Remaja ...........................................................................
2. Ciri-ciri Masa Remaja .....................................................................
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja ................................................
D. Kerangka Berpikir ...................................................................................
E. Hipotesis Tindakan .................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian .............................................................................
B. Subjek Penelitian ....................................................................................
C. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................
D. Desain Penelitian.....................................................................................
E. Rencana Tindakan ...................................................................................
1. Pra Tindakan ....................................................................................
2. Pemberian tindakan (Siklus) ............................................................
a. Perencanaan ..............................................................................
b. Tindakan ...................................................................................
c. Observasi ..................................................................................
d. Refleksi .....................................................................................
F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data .............................................
G. Uji Validitas dan Reliabilitas …………..................................................
H. Teknik Analisis Data ..............................................................................
I. Kriteria Keberhasilan Tindakan ..............................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .......................................................................................
B. Pembahasan ............................................................................................
C. Keterbatasan Penelitian ...........................................................................
27
28
30
31
32
32
35
37
39
40
41
41
42
43
43
44
44
45
49
50
51
58
63
65
66
97
106
xii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................
107
108
110
112
xiii
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10.
Tabel 11.
Tabel 12.
Tabel 13.
Tabel 14.
Tabel 15.
Kisi-kisi Instrument Skala Kohesivitas …………………………...
Skor Skala Kohesivitas …………………………………………...
Kisi-kisi Pedoman Observasi ……………………………………..
Kisi-kisi Pedoman Wawancara …………………………………...
Kisi-kisi Skala Kohesivitas Kelompok Setelah Uji Coba ………...
Rangkuman Item sahih dan Item Gugur ………………………….
Rumus Kategori Skala ……………………………………………
Kategorisasi Skor Kohesivitas Kelompok Pengurus OSIS SMPN 3
Sambit …………………………………………………………….
Waktu Pelaksanaan Tindakan …………………………………….
Hasil Pre Test ……………………………………………………..
Daftar Anggota OSIS yang Akan Diberikan Tindakan …………...
Hasil Post Test I …………………………………………………..
Skor Perbandingan Pre Test dan Post Test I ……………………...
Hasil Post Test II ………………………………………………….
Skor Perbandingan Pre Test, Post Test I, dan Post Test II ……….
53
55
56
58
60
61
65
65
67
68
69
78
80
90
93
xiv
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1. Proses Penelitian Tindakan ............................................................. 42
Gambar 2. Gafik Peningkatan Skor Rata-rata ……………………………….. 96
Gambar 3. Grafik peningkatan kohesivitas kelompok ………………………... 125
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Surat Permohonan izin Penelitian FIP UNY …………………...
Lampiran 2. Rekomendasi Penelitian Badan KESBANGLINMAS ………...
Lampiran 3. Rekomendasi Penelitian BAKESBANGPOL Surabaya ……….
Lampiran 4. Rekomendasi Penelitian KESBANGPOLLINMAS Ponorogo ...
Lampiran 5. Surat Keterangan Penelitian SMPN 3 Sambit ………………….
Lampiran 6. Skala Kohesivitas Kelompok …………………………………..
Lampiran 7. Daftar Hadir Siklus I …………………………………………...
Lampiran 8. Daftar Hadir Siklus II …………………………………………..
Lampiran 9. Grafik Peningkatan Kohesivitas Anggota Kelompok ………….
Lampiran 10. Lembar Observasi Siklus I ……………………………………
Lampiran 10. Lembar Observasi Siklus II …………………………………...
Lampiran 11. Lembar Wawancara …………………………………………..
Lampiran 12. Materi role playing siklus I …………………………………...
Lampiran 13. Materi role playing siklus II ………………………………......
113
114
115
116
117
118
123
124
125
126
127
128
130
146
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial yang pada hakikatnya tidak
bisa untuk hidup sendiri. Serangkaian kegiatan yang dilakukan tentu
melibatkan orang lain. Bahkan, sejak lahir seseorang memerlukan bantuan
orang lain. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa manusia
memerlukan orang lain dalam rangka memenuhi kelangsungan hidupnya.
Dalam memenuhi kelangsungan hidupnya, manusia dituntut untuk mampu
beradaptasi dan bekerjasama dengan orang lain. Oleh karena itu,
diperlukan kemampuan bersosialisasi yang baik agar dapat terjalin
hubungan yang baik pula antar sesama. Untuk dapat memiliki kemampuan
bersosialisasi yang baik tentunya bukan merupakan suatu hal yang mudah.
Perlu adanya latihan atau proses yang lama untuk membentuknya.
Proses pembelajaran untuk membentuk kemampuan bersosialisasi
agar lebih efektif dapat dilakukan sejak dini terutama masa remaja.
Remaja merupakan masa yang sangat rawan. Sebab masa remaja
merupakan masa dimana emosi dan pikiran mereka masih labil. Sama
halnya yang dijelaskan oleh Hall (Santrock, 2007: 6) bahwa masa remaja
merupakan masa badai dan stress (strom and stress), yaitu masa
pergolakan yang penuh dengan konflik dan buaian suasana hati. Perasaan,
pikiran, tindakan mengenai kesombongan dan kerendahan hati, kebaikan
dan godaan, serta kegembiraan dan kesedihan. Oleh karna itu masa remaja
dapat dikatakan sebagai tahap perkembangan manusia yang paling labil.
2
Menurut Hurlock (1997: 206) masa remaja berlangsung antara usia
13 tahun sampai 16 atau 17 tahun. Ditinjau dari rentang kehidupan
manusia, remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa. Dalam tahap perkembangan sosialnya, seorang remaja
membutuhkan kondisi-kondisi yang dapat membuat dirinya mampu
menyalurkan kebutuhan sosialnya. Remaja dapat dikatakan labil karna
remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju
dewasa dan mempunyai tugas perkembangan yang cukup banyak.
Berdasarkan penjelasan diatas, proses pembelajaran untuk
membentuk kemampuan bersosialisasi lebih efektif jika dilakukan pada
masa remaja. Apabila masa yang begitu labil antara pikiran dan perasaan
dapat ditata rapi, tidak menutup kemungkinan proses sosialisasi remaja
dapat berjalan dengan efektif. Seperti yang sudah dipaparkan diatas, tahap
perkembangan sosial remaja menurut Hurlock membutuhkan kondisi yang
dapat membuat dirinya mampu menyalurkan kebutuhan sosialnya.
Menyalurkan kebuuhan sosial salah satunya adalah membina hubungan
baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis. Hal tersebut
menunjukkan bahwa remaja memiliki tugas perkembangan dalam menjalin
hubungan sosial dengan lingkungan disekitarnya. Seperti, interaksi dengan
keluarga, teman sebaya, masyarakat, serta interaksi dengan organisasinya.
Dengan kata lain, remaja diharuskan mampu untuk menjalin interaksi
sosial atau hubungan sosial yang baik dengan lingkungan disekitarnya.
3
Proses sosialisasi pada masa remaja ini perlu mendapat perhatian
lebih, sebab kemampuan remaja dalam bersosialisasi ini dapat menentukan
keberhasilan seorang remaja dalam beradaptasi dan bekerjasama di masa
selanjutnya. Keberhasilan remaja dalam menjalin hubungan sosial dapat
mempermudah remaja dalam melanjutkan tahan atau tugas perkembangan
selanjutnya. Oleh karena itu, sikap solid, saling menghargai, dan juga
menyayangi harus dapat tercipta didalam suatu kelompok. Sikap tersebut
dapat menggambarkan bahwa suatu kelompok itu dapat dikatakan
kelompok yang kohesif atau tidak. Menurut Abu Ahmadi (2002: 117)
kohesivitas kelompok yaitu perasaan bahwa orang bersama-sama dalam
kelompok. Hal tersebut dapat diwujudkan apabila setiap anggota
kelompok dapat bekerja bersama, saling membantu satu sama lain seperti
yang sudah dipaparkan diatas. Kohesivitas kelompok juga dipertegas oleh
Leon Festinger (Abu Ahmadi, 2002: 117) bahwa kohesi kelompok sebagai
kekuatan yang memelihara dan menjaga anggota dalam kelompok.
Sedangkan menurut Bimo Walgito (2007: 47) kohesi adalah saling
tertariknya atau saling senangnya anggota satu dengan yang lain dalam
kelompok. Berdasarkan beberapa pemaparan ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa kohesivitas kelompok merupakan daya rekat atau
tertariknya anggota kelompok untuk tetap berada dalam kelompok dan
merasa berat untuk meninggalkan kelompok tersebut.
Apabila kelompok tersebut memiliki tingkat kohesivitas tinggi
maka kelompok tersebut akan lebih produktif jika dibandingkan dengan
4
kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas rendah. Seperti yang
dipaparkan Bimo Walgito (2007: 51) bahwa kelompok dengan kohesi
tinggi lebih produktif dari pada kelompok dengan kohesi rendah dalam
mencapai tujuan kelompok. Kelompok yang kohesif akan mencoba
berbuat lebih baik daripada kelompok yang tidak kohesif. Menurut Cattel
(Bimo Walgito 2007: 51), kohesi menaikkan sinergi efektif pada
kelompok. Dengan naiknya sinergi efektif, kelompok dapat mencapai
tujuannya dengan lebih efisien.
Dalam bidang pendidikan, kelompok itu penting untuk membantu
siswa dalam proses belajar serta mengasah produktifitas kerja mereka
didalam kelompok-kelompok yang ada. Seperti, kelompok ektrakurikuler,
kelompok belajar, OSIS, dan sebagainya. Kohesivitas kelompok perlu
diwujudkan dalam kelompok-kelompok tersebut agar mempermudah
kinerja kelompok dan mengembangkan produktifitas kerja didalamnya.
Sebab pekerjaan didalam kelompok tentu tidak dapat dikerjakan secara
maksimal apabila pekerjaan tersebut dikerjakan secara individu. Namun,
dalam membangun kohesivitas kelompok tersebut menemui beberapa
kesulitan. Kesulitan tersebut bisa berupa kesulitan seorang remaja dalam
beradaptasi dengan orang-orang yang baru, norma atau aturan yang baru,
sistem kerja kelompok yang baru serta gaya kepemimpinan yang
dimungkinkan berbeda dari kelompok sosial sebelumnya. Selain itu,
kesulitan untuk membangun kohesivitas muncul dari pemimpin yang
kurang dipandang oleh anggotanya disebabkan rentang usia yang sama
5
antara anggota dengan pemimpin. Sehingga terkadang pemimpin
dipandang sebelah mata.
Permasalahan diatas menyebabkan permasalahan yang baru pada
diri siswa. Permasalahan yang timbul dapat berpengaruh terhadap
perkembangan sosialnya di masa mendatang. Seperti, siswa menutup diri
dan malu berbaur dengan temannya sehingga para siswa lebih bersikap
individualis dan kurang memiliki rasa kebersamaan didalam kelompok.
Komunikasi juga belum dapat terjalin dengan baik di lingkungan yang
baru, sehingga tujuan kelompok tidak dapat tercapai secara optimal. Hal
tersebut menyebabkan para anggota merasa kurang nyaman berada
didalam kelompok, juga mempengaruhi rasa bangga individu terhadap
kelompoknya semakin rendah. Dari permasalahan di atas dapat
disimpulkan bahwa kelompok memiliki tingkat kohesivitas kelompok
yang rendah.
Kohesivitas kelompok ini perlu diwujudkan di lingkungan sekolah
khususnya pada jenjang SMP. Pada jenjang SMP, seorang remaja
memiliki banyak kegiatan di sekolah maupun diluar sekolah. Remaja
dituntut aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diikutinya. Kohesivitas
kelompok harus diwujudkan dalam berbagai ekstrakurikuler terutama di
dalam pengurus OSIS. Sebab kebanyakan pengurus OSIS tidak
menginginkan jabatannya sebagai pengurus OSIS. Pengurus OSIS yang
tidak menginginkan jabatan sebagai pengurus adalah siswa yang ditunjuk
sebagai perwakilan dari kelas, sehingga siswa yang menjadi perwakilan
6
kelas tersebut merasa terpaksa untuk menjalani jabatan sebagai pengurus
OSIS.
Pengurus yang merasa terpaksa, menyebabkan banyak dari
pengurus merasa tidak nyaman dan bahkan beberapa dari mereka ingin
mengundurkan diri. Ditambah lagi dengan pengurus yang merasa senior
atau siswa yang sudah kelas 9, mereka merasa sudah lama sehingga
terkadang sikap mereka seperti pemimpin yang berkuasa dan efek yang
ditimbulkan adalah kerenggangan suatu hubungan antar anggota serta
pemimpin yang tidak dianggap lagi sebagai pemimpin. Pemimpin hanya
dijadikan sebagai simbol saja. Lebih sering lagi dalam pengurus OSIS itu
cenderung berkubu-kubu. Kelas 7 bergerombol dengan kelas 7 dan mereka
lebih pendiam, kelas 8 juga dengan kelas 8 dan kadang memerintah kelas
7, dan kelas 9 terkadang lebih memimpin dan melupakan tugas seorang
ketua OSIS. Hal tersebut yang membuat seorang remaja tidak betah dalam
suatu organisasi dan ingin meninggalkan kelompok tersebut. Hal tersebut
merupakan kelompok yang tidak kohesif.
Idealnya, suatu organisasi itu harus memiliki kerjasama, saling
membantu, sikap solid, saling menghargai, tanggung jawab, dan juga sikap
saling menyayangi antar anggota harus dapat tercipta didalam suatu
kelompok tersebut. Organisasi yang kohesif, dapat menghasilkan kinerja
yang produktif dibandingkan kelompok yang tidak kohesif. Namun
kejadian yang sering terjadi dilapangan, dalam kepengurusan OSIS di
berbagai sekolah masih menunjukkan ciri-ciri kelompok yang kurang
7
kohesif. Bahkan di SMP Negeri 3 Sambit, Ponorogo juga terdapat siswa
yang menjadi pengurus OSIS namun tidak menginginkan sepenuhnya
jabatan tersebut.
Hal ini diperkuat dari hasil observasi dan wawancara awal yang
dilakukan terhadap pengurus OSIS, kepala sekolah dan pembina OSIS
pada tanggal 18 April 2015. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
yang dilakukan, dapat dilihat penggunaan ruang OSIS kurang berjalan
efektif. Terlihat dari tidak adanya pengurus di ruang OSIS saat istirahat
dan kecenderungan pengurus untuk datang ke ruang OSIS hanya pada saat
rapat saja. Kehadiran yang kurang didukung oleh jadwal pertemuan rutin
anggota OSIS. OSIS memiliki jadwal pertemuan rutin setiap hari jumat
pukul 07.00-07.30 wib. Seharusnya dengan jadwal pertemuan rutin setiap
minggu sekali dapat sedikit demi sedikit meningkatkan kohesivitas
kelompok. Namun hal tersebut kurang dimanfaatkan anggota OSIS untuk
menjalin keeratan. Terdapat sebagian pengurus tidak menghadiri
pertemuan dan hanya duduk didepan ruangan bahkan ada yang ke kantin.
Pertemuan rutin ini dihadiri semua anggota OSIS jika Pembina OSIS ikut
hadir dalam pertemuan.
Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara yang dilakukan kepada
beberapa pengurus OSIS. Pengurus OSIS tersebut mengungkapkan bahwa
jika tidak ada program atau kegiatan yang akan dilakukan, pengurus OSIS
cenderung malas untuk datang atau sekedar mengurus ruang OSIS.
Apabila ada jadwal pertemuan rutin, ada anggota yang pergi ke kantin dari
8
pada menghadiri pertemuan. Berdasarkan pengakuan pengurus OSIS juga
menyebutkan bahwa pertemuan rutin dihadiri semua anggota jika Pembina
OSIS ikut masuk dan memimpin acara. Selain itu kepengurusan OSIS
tersebut terdapat siswa kelas 9 yang belum habis masa jabatannya, siswa
kelas 9 tersebut terkadang tidak menghargai jabatan yang disandang oleh
siswa kelas 8. Sebab mereka merasa labih senior atau lebih lama didalam
OSIS. Hal tersebut dapat diinterpretasikan secara menyeluruh bahwa
pengusus OSIS di SMP Negeri 3 Sambit Ponorogo belum memiliki
kohesivitas kelompok yang tinggi.
Oleh karena itu, perlu adanya kohesivitas yang baik agar kelompok
tetap kompak dan menjadi lebih produktif dalam menghasilkan program-
program kerja yang bermanfaat. Untuk itu diperlukan suatu upaya khusus
untuk meningkatkan kohesivitas kelompok pengurus OSIS di SMP Negeri
3 Sambit, Ponorogo. Dalam perkembangan remaja dengan kelompoknya,
terdapat beberapa metode untuk meningkatkan kohesivitas kelompok.
Cara yang paling efektif adalah dengan membentuk hubungan yang
kooperatif antar anggota kelompok. Dalam membangun suatu hubungan
yang baik, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang
dapat dilakukan dengan cara bermain peran (role playing).
Role Playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak
yang didalamnya ada tujuan, aturan, dan edutainment (Fogg dalam
Miftahul Huda, 2013: 208). Dalam Role Playing, siswa dikondisikan pada
situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di
9
dalam kelas. Menurut Miftahul Huda (2013: 209), Role Playing adalah
suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan
imajinasi dan penghayatan siswa. Pada Role Playing, titik tekannya
terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indra ke dalam suatu
situasi permasalahan yang secara nyata dihadapi. Sedangkan menurut
Fannie dan George Shaftel (Bruce Joyce, dkk, 2009: 328) mengatakan
bahwa dalam Role Playing siswa mengeksplorasi masalah-masalah tentang
hubungan antar manusia dengan cara memainkan peran dalam situasi
permasalahan kemudian mendiskusikan peraturan-peraturan. Secara
bersama-sama, siswa bisa mengungkapkan perasaan, tingkah laku, nilai,
dan strategi pemecahan masalah. Melalui role playing, siswa dapat
mengungkapkan perasaan dan dapat menjalin komunikasi serta kerjasama
yang baik antar anggota yang akan berakibat pada meningkatnya
kohesivitas kelompok tersebut.
Pemilihan teknik role playing didasarkan pada kegiatannya yang
berpengaruh positif terhadap kohesivitas suatu kelompok. Serangkaian
kegiatan dalam role playing menurut Bruce Joyce, dkk (2009: 329) adalah
menguraikan sebuah masalah, memeragakan, dan mendiskusikan masalah
tersebut, sehingga permasalahan yang dialami anggota kelompok dapat
diangkat menjadi bahan dalam pelaksanaan Role Playing dan diperagakan
kemudian didiskusikan secara bersama-sama.
Keunggulan yang diperoleh siswa dalam role playing (Miftahul
Huda, 2013: 210) adalah: 1) dapat memberi kesan pembelajaran yang kuat
10
dan tahan lama dalam ingatan siswa; 2) bisa menjadi pengalaman belajar
menyenangkan yang sulit untuk dilupakan; 3) membuat suasana kelas
menjadi lebih dinamis dan antusiastis; 4) membangkitkan gairah dan
semangat optimism dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa
kebersamaan; dan 5) memungkinkan siswa untuk terjun langsung
memerankan sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar. Berdasarkan
keunggulan diatas, kohesivitas kelompok dapat ditingkatkan melalui role
playing. Sebab role playing dapat membangkitkan gairah dan semangat
optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan.
Melalui role playing, diharapkan komunikasi antar pengurus dapat terjaga
dengan baik serta keakraban antar pengurus dapat lebih ditingkatkan.
Apabila kohesivitas kelompok meningkat setelah dipengaruhi, maka
produktifitas kerja kelompok tersebut akan meningkat pula.
Penggunaan teknik role playing ini telah terbukti efektif
sebelumnya pada penelitian yang dilakukan oleh Rita Hermawati (2012:
147) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar dengan Metode Role
Playing pada Mata Diklat Pelayanan Prima Kelas X Busana B di SMK
Ma’arif 2 Sleman”. Penelitian ini menghasilkan peningkatan pada setiap
siklus pada materi bekerja dalam satu tim. Hal ini dapat dibuktikan dengan
peningkatan pencapaian kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan yaitu
70, dari 39 siswa pencapaian hasil belajar pada pra siklus 43,6% siswa
atau 17 siswa sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, dan pada
siklus pertama setelah dikenai tindakan melalui metode role playing
11
pencapaian hasil belajar kognitif siswa meningkat menjadi 79,5% siswa
atau 31 siswa sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal dan pada
siklus kedua pencapaian hasil belajar kognitif siswa meningkat lagi
menjadi 100% atau seluruh siswa sudah memenuhi kriteria ketuntasan
minimal.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan teknik role playing
yang menekankan pada pencapaian tugas kelompok yang diharapkan dapat
berpengaruh terhadap tingkat kohesivitas kelompok pengurus OSIS SMP
Negeri 3 Sambit. Selain itu aspek yang akan dijadikan sebagai bahan
pembuatan skala, pedoman wawancara dan observasi berbeda dengan
penelitian sebelumnya. Adapun aspek yang dimaksud adalah kerjasama,
menolong, toleransi, dan berkomitmen.
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan,
maka peneliti menganggap bahwa fenomena ini sangat perlu dikaji secara
ilmiah dengan melakukan penelitian tentang “Upaya Meningkatkan
Kohesivitas Kelompok Pengurus OSIS Melalui Teknik Role Playing Di
SMP Negeri 3 Sambit”.
B. Identifikasi Masalah
Dari paparan latar belakang terdapat beberapa masalah yang
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Beberapa pengurus OSIS merasa sulit beradaptasi dengan kelompok
yang baru dikarenakan proses komunikasi belum terjalin dengan baik.
12
2. Sebagian pengurus OSIS yang menjadi perwakilan kelas terkadang
ingin keluar dari kepengurusan karena merasa terpaksa menjalani
jabatan sebagai pengurus OSIS.
3. Sebagian pengurus OSIS baru cenderung belum saling mengenal satu
sama lain karena minimnya frekuensi bertemu serta rendahnya minat
berkumpul sehingga menimbulkan berbagai kubu didalam kelompok.
4. Program kerja OSIS kurang dapat berjalan dengan baik karena
kohesivitas antar anggota belum begitu terlihat.
C. Batasan Masalah
Beberapa masalah yang ada, peneliti membatasi pada masalah
kohesivitas kelompok para pengurus OSIS yang kurang, sehingga
membutuhkan teknik yang dapat menyatukan kebersamaan kelompok
yaitu dengan teknik Role Playing.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana upaya
meningkatkan kohesivitas kelompok pengurus OSIS melalui teknik Role
Playing di SMP Negeri 3 Sambit, Ponorogo?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kohesivitas anggota
kelompok pengurus OSIS melalui teknik Role Playing di SMP Negeri 3
Sambit, Ponorogo.
13
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik bagi
kepentingan teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk
perkembangan ilmu dalam bidang bimbingan dan konseling, serta
menambah pengetahuan tentang Role Playing untuk meningkatkan
kohesivitas anggota kelompok.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pengurus OSIS
Dengan kohesivitas kelompok yang baik sangat
mendukung kinerja para pengurus OSIS dalam praktek
kepengurusan OSIS secara optimal.
b. Bagi Pembina OSIS
Tugas Pembina OSIS lebih mudah dan lancar karena para
pengurus OSIS yang memiliki kohesivitas kelompok baik dapat
menjalankan tugasnya secara mandiri dan lebih optimal.
c. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Guru BK dapat menerapkan teknik role playing sebagai
salah satu media dalam memberikan layanan bimbingan pribadi
sosial.
14
d. Bagi Peneliti Lainnya
Peneliti lainnya diharapkan mampu meningkatkan
wawasan dan termotivasi untuk mengadakan penelitian lebih
lanjut mengenai upaya meningkatkan kohesivitas kelompok
melalui teknik role playing, atau dapat juga mengembangkan
teknik-teknik lain untuk meningkatkan kohesivitas kelompok.
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Kohesivitas Kelompok
1. Pengertian Kohesivitas Kelompok
Kelompok menurut Bales (Yusuf dalam buku Abu Huraerah
dan Purwanto, 2006: 3) mengatakan bahwa kelompok adalah sejumlah
individu yang berinteraksi dengan sesamanya secara tatap muka,
dimana masing-masing anggota tersebut saling menerima impresi atau
persepsi anggota lain dalam waktu tertentu dan menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan, yang membuat masing-masing anggota
bereaksi sebagai reaksi individual. Dalam definisi tersebut, Bales
menekankan bahwa kelompok itu merupakan kumpulan individu yang
saling berinteraksi dengan cara tatap muka atau dalam suatu
pertemuan. Selain itu, masing-masing anggota juga menerima impresi
atau persepsi anggota lain dalam waktu tertentu yang bertujuan
membuat masing-masing anggota bereaksi sebagai individual.
Menurut Sherif and Sherif (Abu Ahmadi, 2002: 94)
menyatakan bahwa kelompok adalah suatu unit sosial yang terdiri dari
dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang
cukup intensif dan teratur, sehingga di antara individu itu sudah
terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang
khas bagi kelompok itu. Ditambahkan lagi oleh Roland Freedman cs
(Abu Ahmadi, 2002: 94) bahwa kelompok adalah organisasi terdiri
16
atas dua atau lebih individu-individu yang tergantung oleh ikatan-
ikatan suatu sistem ukuran-ukuran kelakuan yang diterima dan
disetujui oleh semua anggota-anggotanya.
Berdasarkan pengertian kelompok dari berbagai tokoh diatas
dapat disimpulkan bahwa kelompok merupakan sekumpulan individu
yang saling berinteraksi satu sama lain yang cukup intensif dan juga
mempunyai daya tarik serta ikatan-ikatan antar individu. Daya tarik
dalam kelompok tersebut merujuk pada kohesivitas kelompok atau
suatu kekuatan untuk menjaga anggota kelompok agar terus berada
dalam kelompok tesebut. Kohesivitas kelompok merupakan kekuatan
yang memelihara dan menjaga individu untuk tetap berada dalam
kelompok (Leon Festinger dalam Abu Ahmadi, 2002: 117).
Sedangkan Shaw (Bimo Walgito, 2007: 46) menyatakan kohesi
kelompok ialah bagaimana para anggota kelompok saling menyukai
dan saling mencintai satu dengan lainnya. Tingkatan kohesi akan
menunjukkan seberapa baik kekompakan dalam kelompok
bersangkutan. Kemudian Carolina dan Jusman (Abu Huraerah dan
Purwanto, 2006: 44) mengungkapkan bahwa kohesi kelompok dapat
didefinisikan sebagai sejumlah faktor yang mempengaruhi anggota
kelompok untuk tetap menjadi anggota kelompok tersebut.
Dilihat dari berbagai pendapat para ahli mengenai kohesivitas
kelompok, dapat disimpulkan bahwa kohesivitas kelompok
merupakan kecenderungan anggota kelompok untuk tetap berada
17
didalam kelompok tersebut dengan membentuk ikatan sosial,
sehingga para anggota tetap bertahan dan bersatu dalam kelompok
untuk menuju suatu tujuan tertentu yang sudah disepakati.
2. Aspek-aspek Kohesivitas Kelompok
Carron dan Forsyth (Hertina Wulansari, dkk., 2013: 4)
mengatakan bahwa kohesivitas kelompok mencakup tindakan-
tindakan seperti:
a. Ketertarikan individu pada tugas kelompok. Setiap individu tidak
merasa keberatan jika mendapatkan tugas atau menjalankan tugas
yang diberikan dalam kelompok.
b. Ketertarikan individu pada kelompok secara sosial. Individu
merasa nyaman dengan situasi kelompok yang ada, dalam hal
interaksi sosial dengan anggota lainnya.
c. Kesatuan kelompok dalam tugas, yaitu saling mendukung antar
anggota demi membangun kelompok untuk menjadi lebih baik.
d. Kesatuan kelompok secara sosial. Saling menghargai dan merasa
saling membutuhkan satu sama lain dalam menjaga keutuhan dan
nama baik kelompok.
e. Kerjasama dalam berbagai hal demi perkembangan dan
produktivitas kerja kelompok.
Menurut Veroff dan Veroff (Saryanti dalam Teguh Kurnia
dan Arundati Shinta, 2015: 397) kelompok yang kohesivitasnya
18
tinggi dipersepsikan positif oleh anggota-anggotanya. Persepsi
tersebut mengandung lima aspek yaitu:
a. Setiap orang pada kelompok yang kohesif mempunyai rasa
memiliki terhadap kelompok. Anggota akan dengan senang hati
bekerja sama demi tercapainyatujuan kelompok.
b. Kesadaran diri seorang anggota bahwa dia merupakan bagian dari
kelompok. Hal itu menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh
seorang anggota kelompok akan dihayati sebagai perbuatan dari
dan untuk kelompok itu sendiri.
c. Toleransi yang tinggi dalam berhubungan antar individu dalam
kelompok akan memunculkan kerjasama yang terbina dengan
baik.
d. Pemimpin jarang memberikan hukuman. Hal ini dapat dilakukan
bila pemimpin memperhatikan hak dan kewajiban setiap anggota
sesuai dengan porsinya.
e. Anggota berkomitmen tinggi untuk menjaga keutuhan kelompok.
Komitmen anggota tersebut berdasarkan kesediaan anggota untuk
patuh pada norma kelompok.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat peneliti simpulkan
bahwa aspek-aspek dalam kohesivitas kelompok meliputi kerjasama,
menolong, toleransi, dan berkomitmen.
19
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kohesivitas Kelompok
Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suatu
kelompok berhasil menjadi kelompok dengan kohesivitas tinggi
maupun rendah. Tatiek Romlah (2006: 38) menyebutkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kohesivitas kelompok antara lain:
a. Bahasa dan proses berfikir yang sama. Keseragaman bahasa
mampu memudahkan komunikasi sehingga komunikasi dapat
terjalin lebih efektif. Apa yang disampaikan satu anggota dapat
dengan mudah dan tepat tersampaikan kepada kelompok yang
lain. Proses berfikir yang sejalan juga mendukung tercapainya
tujuan bersama dengan mudah.
b. Masalah-masalah dan tujuan-tujuan yang sama. Apabila para
anggota mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi kelompok
secara bersama-sama sesuai dengan tujuan kelompok maka
kohesivitas kelompok dapat terjalin.
c. Cara berkomunikasi serta saluran-saluran komunikasi yang jelas
antar sesama anggota. Para anggota melakukan kesepakatan
mengenai metode komunikasi yang sesuai, efektif dan dapat
diterima oleh seluruh anggota. Sehingga pesan-pesan atau hal-hal
yang perlu dikomunikasikan dengan seluruh anggota dapat
tersampaikan dengan baik.
20
d. Adanya rasa memiliki dan dimiliki oleh kelompok. Rasa bangga
para anggota memiliki dan dimiliki kelompok terlihat dari sikap
taat anggota terhadap norma yang berlaku dalam kelompok.
e. Frekuensi pertemuan. Kelompok memiliki jadwal petemuan yang
teratur dan dapat dihadiri oleh seluruh anggota. Dalam setiap
pertemuan diharapkan memiliki kebermanfaatan bagi kelompok.
f. Hubungan yang bersifat kerjasama antara anggotanya. Hubungan
yang anggota mampu menempatkan kepentingan kelompok diatas
kepentingan individu.
g. Organisasi yang mantap dimana para anggotanya mempunyai
tanggung jawab untuk bekerjasama untuk kepentingan kepuasan
kebutuhan masingmasing anggota.
Jadi dapat disimpulkan, faktor-faktor yang mempengaruhi
kohesivitas kelompok yaitu: bahasa dan proses berfikir yang sama,
masalah-masalah dan tujuan-tujuan yang sama, cara berkomunikasi
serta saluran-saluran komunikasi yang jelas antar sesama anggota,
adanya rasa memiliki dan dimiliki oleh kelompok, frekuensi
pertemuan, hubungan yang bersifat kerjasama antara anggotanya serta
organisasi yang mantap dimana para anggotanya mempunyai
tanggung jawab untuk bekerjasama untuk kepentingan kepuasan
kebutuhan masing-masing anggota.
21
4. Ciri-ciri Kelompok yang Kohesif
Menurut Shaw (Bimo Walgito, 2007: 46) dalam kelompok,
situasi interaksi para anggota kelompok dapat bervariasi, sehingga
situasi kelompok satu dengan yang lain dapat berbeda. Demikian pula
situasi interaksi anggota satu dengan anggota yang lain dapat berbeda-
beda pula. Suatu kelompok dapat solid, tetapi juga dapat kurang solid.
Hal demikian berkaitan dengan kohesi kelompok. Tingkatan kohesi
akan menunjukkan seberapa baik kekompakan dalam kelompok
bersangkutan.
Shaw (Sunarru Samsi Hariadi, 2011: 28) mengungkapkan
bahwa suatu kelompok memiliki kohesivitas yang tinggi dilihat dari
sikap para anggota kelompoknya. Anggota kelompok pada kelompok
yang kohesinya tinggi lebih energik didalam aktivitas kelompok,
jarang absen dalam pertemuan kelompok dan merasa senang apabila
kelompok berhasil dan bersedih apabila kelompoknya gagal. Shaw
juga menjelaskan bahwa kohesi kelompok yang tinggi ditandai dengan
curahan waktu untuk perencanaan kegiatan dan semua anggota
kelompok mengikuti rencana yang telah disetujuinya. Kelompok
dengan kohesi yang tinggi pemimpinnya berperilaku demokratik,
sedangkan pada kelompok dengan kohesi yang rendah pemimpinnya
berperilaku seperti “bos” dan cenderung autokratik.
Abu Huraerah dan Purwanto (2006: 47) menyebutkan bahwa
anggota kelompok yang kohesif lebih siap untuk berpartisispasi
22
didalam pertemuan-pertemuan kelompok. Mereka lebih setuju
terhadap tujuan kelompok, lebih siap menerima tugas-tugas dan
peranan serta lebih mentaati norma-norma kelompok. Mereka juga
memelihara dan mempertahankan norma-norma serta menolak orang
lain yang merasa tidak sesuai dengan norma kelompok. Kelompok
yang kohesif memiliki anggota yang loyal terhadap kelompok,
mempunyai rasa tanggung jawab, mempunyai motivasi yang tinggi
untuk melaksanakan tugas serta merasa puas atas pekerjaan kelompok.
Selanjutnya anggota kelompok tersebut lebih sering berkomunikasi
secara efektif.
Bimo Walgito (2007: 49) menambahkan bahwa pada anggota
kelompok dengan kohesi tinggi, komunikasi antar anggota tinggi dan
interaksinya berorientasi positif. Anggota kelompok dengan kohesi
tinggi bersifat kooperatif dan pada umumnya mempertahankan dan
meningkatkan integrasi kelompok
Dari pemaparan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri kelompok yang kohesif yaitu :
a. Anggota rajin menghadiri pertemuan kelompok
b. Anggota senang jika kelompok berhasil dan sedih ketika
kelompok gagal
c. Anggota siap mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
kepentingan kelompok
d. Memiliki pemimpin yang demokratis
23
e. Anggota mentaati dan menjaga norma dan nama baik kelompok
f. Anggota saling berkomunikasi secara efektif
5. Manfaat Kelompok yang Kohesif
Menurut Berg dan Landreth (Tatiek Romlah, 2006: 39)
mengemukakan bahwa individu-individu anggota kelompok yang
kohesif menunjukan perilaku sebagai berikut :
a. Lebih produktif. Kondisi yang nyaman dalam kelompok
memungkinkan para anggota kelompok lebih optimal dalam
menghasilkan suatu karya. Kebersamaan diantara kelompok juga
mendorong para anggota untuk dapat bekerjasama dan saling
membantu jika menemui masalah. Karena suatu masalah akan
terasa lebih ringan jika ditangani secara bersama-sama.
b. Tidak mudah kena pengaruh-pengaruh negatif dari luar. Adanya
rasa saling menyayangi dan menjaga satu sama lain membuat
anggota aman dari pengaruh yang kurang baik.
c. Lebih terbuka terhadap pengaruh dari anggota lain. Pada
kelompok yang kohesif, rasa percaya juga tertanam sangat erat,
sehingga para anggota mau menerima saran atau ajakan dari
anggota lain. Hal ini karena mereka percaya, anggota pengajak
tidak akan mengajak ke hal-hal yang merugikan baik anggota lain
maupun kelompok.
24
d. Mampu mengungkapkan hal-hal yang lebih pribadi. Keterbukaan
akan mudah terjalin pada kelompok yang kohesif bahkan
mungkin pada masalah atau hal-hal yang bersifat pribadi. Jika hal
itu sebuah masalah, maka anggota yang lain akan membantu, atau
paling tidak mampu menjaga rahasia.
e. Lebih mampu mengekspresikan perasaan-perasaan negatif dan
mengikuti norma-norma kelompok. Jika dalam kelompok salah
satu anggotanya ada yang merasa kurang cocok dengan sikap atau
keputusan, ia langsung menyampaikannya di depan forum. Tentu
saja dengan cara yang bijak dan sopan. Dengan demikian semua
aspirasi dapat tersampaikan.
f. Lebih mempunyai keinginan dan usaha untuk mempengaruhi
anggota lain.
Dapat disimpulkan bahwa anggota kelompok yang
mempunyai kohesivitas tinggi, mampu melanjutkan
keanggotaannya dalam kelompok lebih lama. Anggota kelompok
yang kohesif akan bertahan lebih lama dibanding dengan
kelompok yang tidak kohesif.
B. Tinjauan tentang Role Playing (Bermain Peran)
1. Pengertian Role Playing (Bermain Peran)
Andang Ismail (2006: 15) menjelaskan bahwa bermain peran
adalah suatu jenis simulasi yang umumnya digunakan untuk
pendidikan sosial dan hubungan antar sesama. Pada dasarnya, bermain
25
memiliki dua pengertian yang harus dibedakan. Bermain menurut
pengertian yang pertama dapat bermakna sebagai sebuah aktifitas
bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari menang dan
kalah (play). Sedangkan yang kedua disebut sebagai aktivitas bermain
yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan,
namun ditandai dengan adanya menang dan kalah (game). Pada
dasarnya setiap aktivitas bermain selalu didasarkan pada perolehan
kesenangan. Sebab fungsi utama bermain adalah untuk relaksasi dan
penyegaran kondisi fisik dan mental yang berada diambang
ketegangan. Peran (role) bisa diartikan sebagai cara seseorang
berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu. Role Playing merupakan
suatu tindakan pembelajaran yang dilakukan secara sadar dan disertai
diskusi tentang peran didalamnya untuk mencapai tujuan bersama.
Teknik role playing (bermain peran) adalah teknik
pembelajaran yang didalamnya menampakan adanya perilaku pura-
pura dari siswa yang terlihat atau peniruan atau situasi dari tokoh-
tokoh sedemikan rupa. Dengan demikian teknik bermain peran adalah
teknik yang melibatkan siswa untuk pura-pura memainkan
peran/tokoh yang terlibat dalam pengalaman kehidupan sehari-hari
(Bruce Joyce, 2009: 270).
Bermain peran (role playing) menurut Made Pidarta (1990: 81)
adalah melakukan permainan dengan peran tertentu, misalnya peran
sebagai orang tua, sebagai siswa, sebagai guru dan sebagainya yang
26
sedang melakukan kegiatan tertentu. Bermain peran (role playing) ini
dapat dipakai sebagai metode belajar mengajar di sekolah maupun
perguruan tinggi. Kegiatan yang dilakukan dalam bermain peran
adalah meminta anak atau siswa melaksanakan peran tertentu yang
sudah ditetapkan.
Hisyam Zaeni, dkk (2002: 92) mengungkapkan bahwa role
playing adalah suatu aktivitas pembelajaran yang terencana untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik. Role Playing
berdasar pada tiga aspek utama dari pengalaman peran dalam
kehidupan sehari-hari. Aspek utama tersebut adalah:
a. Mengambil peran (role-taking), yaitu tekanan ekspektasi-
ekspektasi sosial terhadap pemegang peran. Contoh: berdasar
pada hubungan keluarga (apa yang harus dikerjakan anak
perempuan), atau berdasar tugas jabatan (bagaimana agen polisi
harus bertindak), dalam situasi-situasi sosial.
b. Membuat peran (role-making) yaitu kemampuan pemegang peran
untuk berubah secara dramatis dari satu peran ke peran yang lain
dan menciptakan serta memodifikasi peran sewaktu-waktu
diperlukan.
c. Tawar-menawar peran (role-negotiation), yaitu tingkat dimana
peran-peran dinegosiasikan dengan pemegang peran-peran yang
lain dalam parameter dan hambatan interaksi sosial.
27
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-
bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan
siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan dengan
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini
pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung
kepada apa yang diperankan. Jadi role playing merupakan cara belajar
yang dilakukan dengan cara membagi siswa menjadi beberapa
kelompok dan setiap kelompok memerankan karakter sesuai dengan
naskah yang telah dibuat dan materi yang telah ditentukan, sehingga
siswa lebih mudah memahami dan mengingat materi yang akan
diperankan.
2. Jenis-jenis Role Playing
Menurut Adrian Doff (Ayu Fitriana, 2014: 20), ada dua jenis
dalam bermain peran yaitu:
a. Scripted Role Playing (Bermain peran berdasarkan naskah)
Dalam jenis ini, role playing dilakukan berdasarkan
naskah yang sudah dibuat sebelumnya dengan cara membaca dan
memerankan cerita yang sudah ada sehingga membentuk sebuah
percakapan. Jenis ini memberikan siswa sebuah gambaran
mengenai isi atau makna dari percakapan yang diperankan.
Fungsi utama dari semua teks yang disampaikan memiliki makna
yang mengesankan atau arti yang dapat diingat oleh pemerannya.
28
Dengan kata lain, pada jenis ini siswa memainkan peran
berdasarkan naskah yang sudah dibuat sebelumnya.
b. Unscripted Role Play (Bermain peran tanpa naskah)
Berbeda dengan bermain peran berdasarkan naskah, jenis
ini meminta siswa untuk memainkan peran dengan tidak
bergantung pada naskah. Hal ini dikenal sebagai bermain peran
bebas atau improvisasi. Siswa hanya mengetahui gambaran cerita
mengenai peran yang akan dimainkan.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kedua jenis bermain
peran yang dikemukakan oleh Adrian Doff. Pada siklus pertama,
peneliti mengunakan jenis Scripted Role Playing (Bermain peran
berdasarkan naskah). Pemeran membaca dan menghafalkan naskah
sebelum mempraktikkan. Pada siklus kedua peneliti menggunakan
jenis Unscripted Role Play (Bermain peran tanpa naskah). Pemeran
diberitahu alur cerita dan percakapan awal untuk memulainya.
Selanjutnya pemeran bebas untuk berperan sesuai alur yang ada.
3. Langkah-langkah pembelajaran role playing
Menurut Djamarah dan Zain (2002: 39), langkah-langkah
dalam pembelajaran role playing sebagai berikut
a. Pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang diangkat
dari kehidupan peserta didik agar mereka dapat merasakan
masalah itu dan terdorong untuk mencari penyelesaiannya.
29
b. Pemilihan peran, memilih peran yang sesuai dengan
permasalahan yang akan dibahas, mendeskripsikan karakter dan
apa yang harus dikerjakan oleh para pemain.
c. Menyusun tahap-tahap bermain peran, dalam hal ini guru telah
membuat dialog tetapi siswa dapat juga menambahkan dialog
sendiri.
d. Menyiapkan pengamat, pengamat dari kegiatan ini adalah semua
siswa yang tidak menjadi pemain atau pemeran.
e. Pemeranan, dalam tahap ini para peserta didik mulai bereaksi
sesuai dengan peran masing-masing yang terdapat pada skenario
bermain peran.
f. Diskusi dan evaluasi, mendiskusikan masalah-masalah serta
pertanyaan yang muncul dari siswa.
g. Pengambilan kesimpulan dari bermain peran yang telah
dilakukan.
Tahap-tahap bermain peran yang dikemukakan oleh Djamarah
dan Zain, lebih dijelaskan lagi oleh Sri Wahyuningsih, dkk (2012: 3)
dalam jurnal penelitian menjelaskan tahap persiapan. Langkah-
langkah penggunaan metode bermain peran yang dilakukan yaitu:
a. Menyampaikan pokok bahasan.
b. Menjelaskan kompetensi dasar yang ingin dicapai.
30
c. Mempersiapkan naskah skenario pelaksanaan metode ber-main
peran yang telah dibuat dan memba-gikan kepada siswa untuk
dibaca.
d. Membentuk kelompok bermain peran (4-6 siswa) secara
heterogen dan salah satu sis-wa menjadi ketua kelompok.
e. Membantu kelompok untuk menentukan peran yang akan
dimainkan.
f. Mempersiapkan media yang.
g. Menunjuk kelompok bermain peran yang telah berlatih untuk
tampil di depan kelas.
4. Kelebihan Role Playing
Djamarah dan Zain (2002: 42) mengemukakan bahwa terdapat
beberapa kelebihan dalam penerapan role playing. Kelebihan dari
teknik role playing adalah sebagai berikut:
a. Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan
yang akan diperankan. Sebagai pemain harus memahami,
menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi
yang harus diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan siswa
harus tajam dan tahan lama.
b. Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan kreatif. Pada waktu
bermain peran, para pemain dituntut untuk mengemukakan
pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.
31
c. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga
dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari
sekolah.
d. Kerjasama antar pemain dapat ditimbulkan dan dibina dengan
sebaik-baiknya.
e. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi
tanggung jawab dengan sesamanya.
f. Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik
agar mudah dipahami orang lain.
5. Kelemahan Role Playing
Dalam bukunya, Djamarah dan Zain (2002: 42) juga
mengemukakan kelemahan dalam penggunaan role playing.
Kelemahan dari teknik role playing adalah sebagai berikut:
a. Sebagian anak yang tidak ikut bermain peran menjadi kurang
aktif. Karena hanya sebagai pengamat saja.
b. Banyak memakan waktu.
c. Memerlukan tempat yang cukup luas.
d. Kelas lain merasa terganggu oleh suara para pemain dan tepuk
tangan penonton/pengamat. Jika pelaksanaan role playing ini
dilakukan saat jam pelajaran.
32
C. Tinjauan tentang Perkembangan Anak SMP
1. Pengertian Remaja
Masa remaja adalah masa yang unik, yang berbeda dari masa
sebelum dan sesudahnya. Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 123)
menjelaskan kata remaja diterjemahkan dari kata dalam bahasa inggris
adolescence atau adolecere (bahasa latin) yang berarti tumbuh untuk
masak, menjadi dewasa. Adolescence maupun remaja menggambarkan
seluruh perkembangan remaja baik perkembangan fisik, intelektual,
emosi dan sosial. Menurut Hurlock (1991: 206) istilah adolescence
seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas,
mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.
Kathryn Geldard (2011: 5) mengatakan bahwa periode remaja
adalah ketika seorang anak muda harus beranjak dari ketergantungan
menuju kemandirian, otonomi, dan kematangan. Lebih lanjut Mabey
dan Sorensen (Kathryn Geldard, 2011: 5) menjelaskan bahwa
seseorang pada tahap remaja akan bergerak dari sebagai bagian suatu
kelompok keluarga menuju menjadi bagian dari suatu kelompok
teman sebaya hingga akhirnya mampu berdiri sendiri sebagai orang
yang dewasa.
Dari beberapa uraian di atas mengenai pengertian remaja,
dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan dari anak-
anak ke masa dewasa yang ditandai dengan perubahan yang bersifat
biologis dan psikologis. Pada masa remaja, individu mulai melakukan
33
interaksi yang lebih banyak mengenai kehidupan sosialnya. Pada masa
remaja, bermain juga merupakan salah satu kegiatan yang disukai.
Maka melalui metode bermain, kohesivitas dalam kelompok dapat
lebih ditingkatkan.
2. Ciri-ciri Masa Remaja
Menurut Hurlock (1997: 206) awal masa remaja berlangsung
kira-kira dari 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir masa
remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia
matang secara hukum. Garis pemisah antara awal masa dan akhir
masa remaja terletak kira-kira di sekitar usia 17 tahun.
Hurlock (1991: 207) menyebutkan ciri-ciri khusus remaja yang
membedakan masa sebelum dan sesudahnya sebagai berikut :
1. Masa remaja sebagai masa yang penting, artinya setiap hal yang
terjadi pada masa remaja akan berakibat langsung pada sikap dan
perilaku serta fisik dan psikologisnya untuk jangka panjang.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja merupakan
peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, sehingga
mereka harus mampu meninggalkan sesuatu yang bersifat
kekanak-kanakan dan mulai mengenal pola perilaku dan sikap
baru.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan, artinya pada masa
remaja terjadi perubahan fisik, perilaku dan sikap yang
berlangsung pesat dan sebaliknya.
34
4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, artinya pada masa
ini remaja berusaha mencari identitas agar berbeda dengan yang
lain. Namun, pada beberapa kasus remaja ini juga mengalami
krisis identitas.
5. Usia bermasalah, artinya ketika mengalami masalah, remaja mulai
menyelesaikannya secara mandiri. Mereka menolak bantuan dari
orang tua dan guru lagi.
6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan kekuatan/kesulitan.
Artinya pada masa remaja sering timbul pandangan yang bersifat
negatif. Hal ini mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja
terhadap dirinya, sehingga sulit melakukan peralihan menuju
dewasa.
7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Pada masa ini
remaja cenderung memandang dirinya dan orang lain
sebagaimana yang diinginkan bukan sebagaimana adanya. Hal ini
menyebabkan emosi meninggi dan mudah marah bila yang
diinginkan tidak terpenuhi.
8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Pada masa ini remaja
sulit untuk meninggalkan usia belasan tahunnya. Mereka belum
cukup berperilaku sebagai orang dewasa, oleh karena itu mereka
mulai berperilaku sebagai status orang dewasa seperti cara
berpakaian, merokok dll, yang dipandang dapat memberikan citra
yang diinginkannya
35
Andi Mappiare (1982: 32) menyebutkan ciri-ciri remaja awal
sebagai berikut:
1. Ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi
2. Sikap dan moral yang menonjol pada masa akhir remaja awal
3. Pada masa remaja awal kemampuan mental dan kemampuan
berpikir mulai sempurna
4. Status remaja awal yang sulit ditentukan
5. Remaja awal mengalami banyak masalah
6. Masa remaja awal adalah masa yang kritis.
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja
usia SMP yang berkisar antara usia 12-17 tahun termasuk remaja awal
yang memiliki beberapa karakteristik, yaitu memiliki perasaan dan
emosi yang tidak menentu. Dari hal tersebut dapat mempengaruhi
hubungan didalam kelompok sosialnya. Kecenderungan emosi yang
masih labil, membuat hubungan remaja dalam kelompok ikut labil
juga. Baik keinginan remaja yang masih berubah-ubah tidak menentu
dan juga perasaan yang belum menentu pula. Karena apapun yang
terjadi ketika remaja dalam kelompoknya akan berdampak langsung
pada fisik dan psikologis serta sikap dan perilakunya di lingkungan
sosialnya. Peningkatan kohesivitas kelompok ini diperlukan agar siswa
dapat menjalin interaksi dengan baik di dalam kelompoknya.
Diharapkan melalui peningkatan kohesivitas kelompok, remaja tidak
melakukan perbuatan yang merugikan bagi dirinya dan orang lain.
3. Tugas Perkembangan Masa Remaja
Tugas perkembangan yang harus dilalui dalam masa remaja
menurut Havighurst (Hurlock 1997: 10) yaitu:
36
a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria maupun wanita.
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara
efektif.
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung
jawab.
e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang
dewasa lainnya.
f. Mempersiapkan karir ekonomi.
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan
untuk berperilaku mengembangkan ideology.
Perkembangan peran sosial juga dibutuhkan oleh remaja.
Dimana remaja ingin dilihat mandiri oleh orang disekitarnya. Dengan
kata lain remaja memiliki keinginan untuk mencari identitas diri. Hal
tersebut senada dengan pendapat Rudi Mulyatiningsih, dkk. (2004: 7)
yang mengatakan bahwa remaja dalam mencari identitas diri tersebut
didorong oleh rasa ingin diakui orang lain dengan menonjolkan diri
dalam kegiatan positif. Salah satu cara menonjolkan diri dalam hal
positif adalah melalui pengembangan kemampuan yang dimiliki
seperti kegiatan dalam organisasi dan juga sesuai dengan bakat yang
dimiliki. Perkembangan peran sosial remaja banyak dipengaruhi oleh
faktor dari luar diri, seperti teman sebaya, media masa, dan media
elektronik. Oleh sebab itu, perkembangan peran sosial remaja perlu
mendapat pengawasan. Tanpa pengawasan, remaja dapat menonjolkan
diri dalam hal yang negatif karena ingin dilihat oleh orang lain.
Seperti, mabuk-mabukan, kebut-kebutan, dan sebagainya.
Dari pemaparan di atas, yang termasuk aspek perkembangan
sosial remaja yaitu :
37
a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria maupun wanita.
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.
c. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung
jawab.
D. Kerangka Berpikir
Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Dalam tahap perkembangan sosialnya, seorang remaja
membutuhkan kondisi-kondisi yang dapat membuat dirinya mampu
menyalurkan kebutuhan sosialnya. Dengan mengikuti organisasi sosial
memberikan keuntungan bagi perkembangan sosial remaja. Banyak sekali
organisasi yang ditawarkan disekolah, salah satunya yaitu Organisasi
Siswa Intra Sekolah atau yang biasa disingkat OSIS.
Kenyataan di lapangan, tidak semua remaja mampu berinteraksi
dengan baik antara teman sebayanya terutama di lingkungan sosial yang
baru. Permasalahan itu antara lain siswa menutup diri dan malu untuk
berbaur dengan temannya. Hal ini menyebabkan para siswa tidak saling
mengenal, bersikap individualis dan kurangnya kebersamaan dalam
kelompok. Komunikasi yang belum efektif, seringkali terjadi pada
lingkungan yang baru. Ketidaknyamanan tersebut menyebabkan
rendahnya minat berkumpul para anggota dan dapat menimbulkan
berbagai kubu didalam kelompok. Hal tersebut juga mempengaruhi
38
kebanggaan anggota terhadap kelompoknya. Paparan permasalahan diatas,
mengindikasikan bahwa kelompok memiliki kohesivitas kelompok yang
rendah.
Kohesivitas kelompok merupakan kecenderungan anggota
kelompok untuk tetap membentuk ikatan sosial, sehingga para anggota
tetap bertahan dan bersatu dalam kelompok. Kelompok yang kohesi
memiliki ciri-ciri yaitu, anggota rajin menghadiri pertemuan kelompok,
anggota senang jika kelompok berhasil dan sedih ketika kelompok gagal,
anggota siap mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran untuk kepentingan
kelompok, memiliki pemimpin yang demokratis, anggota mentaati dan
menjaga norma dan nama baik kelompok, anggota saling berkomunikasi
secara efektif
Ciri-ciri diatas tidak akan terwujud pada suatu kelompok yang
kohesivitasnya rendah. Oleh karena itu diperlukan suatu cara yang mampu
mengupayakan peningkatan kohesivitas kelompok. Ada beberapa cara
yang dapat digunakan dalam peningkatan kohesivitas kelompok, salah
satunya adalah menggunakan teknik role playing. Melalui role playing,
siswa dilatih untuk lebih imajinatif dan kreatif agar siswa tidak lagi malu
untuk mengungkapkan pendapatnya. Selain itu, dalam role playing siswa
dapat melatih kerjasama, komunikasi antar anggota, saling menghargai
baik menghargai diri sendiri dan orang lain, serta memperoleh kebiasaan
untuk menerima dan membagi tanggung jawab dalam kelompok.
39
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa role playing
berpengaruh positif terhadap kohesivitas kelompok. Wujud dari pengaruh
positif tersebut yaitu role playing mampu mempengaruhi kohesivitas
kelompok menjadi lebih baik. Dari kohesivitas kelompok yang rendah
menjadi kohesivitas kelompok yang tinggi.
E. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah melalui teknik Role
Playing dapat meningkatkan kohesivitas anggota kelompok pengurus
OSIS di SMP Negeri 3 Sambit Ponorogo.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas
(Classroom Action Research). Suharsimi Arikunto (2010: 129)
mendefinisikan pengertian tindakan kelas dengan menggabungkan batasan
pengertian dari tiga kata yaitu penelitian, tindakan dan kelas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu
perencanaan terhadap kegiatan yang dimunculkan dan terjadi dalam
sebuah kelas.
Menurut Kemmis (Wina Sanjaya, 2011: 24), penelitian tindakan
adalah suatu bentuk penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan oleh
peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial
mereka. Pendapat lain dikemukakan oleh Elliot (Wina Sanjaya, 2011: 25),
penelitian tindakan adalah kajian tentang situasi sosial dengan maksud
untuk meningkatkan kualitas tindakan melalui proses diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan mempelajari pengaruh yang
ditimbulkannya.
Berdasarkan beberapa definisi penelitian di atas, dapat disimpulkan
bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dilakukan
didalam kelas dan memiliki serangkaian proses yaitu diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan mempelajari pengaruhnya.
Kegiatan penelitian tindakan ditekankan pada upaya peningkatan
41
pemahaman teori maupun praktik sosial pada setiap individu atau subjek
yang diteliti.
B. Subjek Penelitian
Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh
peneliti (Suharsimi Arikunto, 2010: 145). Subjek penelitian merupakan
sesuatu yang mempunyai peran sangat penting dalam sebuah penelitian,
karena data tentang variabel yang diteliti dan diamati oleh peneliti terdapat
pada subjek tersebut.
Subjek dalam penelitian ini adalah pengurus OSIS SMP Negeri 3
Sambit, Kabupaten Ponorogo. Subjek penelitian diambil melalui purposive
sampling yaitu pengambilan subjek bukan didasarkan atas strata, random
atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Suharsimi
Arikunto, 2010: 117).
Kriteria yang akan dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah
pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit yang memiliki skala kohesivitas
kelompok masuk ke dalam kategori rendah dan sedang.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 3 Sambit yang terletak
di Desa Wringinanom, Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo, Jawa
Timur.
42
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 17 September sampai dengan 31
Oktober 2015.
D. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian yang dikemukakan
oleh Stephen Kemmis dan Robin Mc Taggart yang menggunakan siklus
sistem spiral. Tiap siklus terdiri dari rencana, tindakan, observasi, dan
refleksi (Dede Rahmat & Aip Badrujaman, 2012:12). Ada empat
komponen penelitian yang terdapat pada model ini, yaitu:
1. Merumuskan masalah dan merencanakan tindakan.
2. Melaksanakan tindakan dan pengamata/monitoring.
3. Refleksi hasil pengamatan.
4. Perubahan/revisi perencanaan untuk pengembangan selanjutnya
Adapun visualisasi bagan model penelitian yang disusun oleh
Kemmis dan McTaggart adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Proses Penelitian Tindakan
43
Gambar 1 di atas terdiri dari siklus I dan II yang di dalamnya
memuat perencanaan, perlakuan dan pengamatan yang dilakukan pada saat
yang bersamaan dan diakhiri dengan refleksi. Refleksi dapat digunakan
untuk melihat hasil sejauh mana tindakan yang diberikan berhasil. Jika
hasil tindakan dirasa kurang, maka dilanjutkan pada siklus berikutnya.
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila terdapat hasil yang signifikan
merujuk pada perubahan perilaku siswa yang menunjukkan adanya
peningkatan kohesivitas kelompok.
Penelitian ini dilaksanakan secara kolaborasi antara peneliti
dengan guru guru BK. Bentuk kerjasama dalam penelitian ini guru BK
secara bersama-sama dengan peneliti sebagai pemberi tindakan.
E. Rencana Tindakan
1. Pra tindakan
Sebelum melakukan tindakan, peneliti terlebih dahulu
melakukan beberapa langkah pra tindakan yang akan mendukung
pelaksanaan tindakan agar dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan
yang diinginkan. Adapun langka-langkah dalam pra tindakan adalah
sebagai berikut:
a. Peneliti mewawancarai dan mendiskusikan dengan guru BK
terkait dengan permasalahan yang berkaitan dengan rendahnya
kohesivitas kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit
seperti kurangnya kemampuan siswa untuk menjalin hubungan
antar anggota, kurangnya minat anggota mengikuti jalannya rapat
44
dan mengemukakan pendapat serta sikap menghargai antar
anggota yang menuju pada kohesivitas kelompok rendah sehingga
dalam keanggotaan OSIS muncul berbagai kubu.
b. Peneliti melakukan observasi awal terhadap anggota OSIS SMP
Negeri 3 Sambit dan melakukan wawancara dengan beberapa
guru dan siswa.
c. Peneliti dan guru pembimbing berdiskusi mengenai tindakan yang
akan diberikan kepada siswa.
d. Peneliti berdiskusi dengan guru BK mengenai teknik role playing,
cara melakukan tindakan, dan peran yang dilakukan oleh guru BK
dalam melakukan tindakan penelitian.
e. Peneliti menyusun skala kohesivitas berdasarkan aspek-aspek
kohesivitas kelompok untuk diuji validitasnya dan reliabilitasnya.
f. Peneliti memberikan tes sebelum tindakan (pre test), untuk
mengetahui tingkat kohesivitas anggota OSIS sebelum diberikan
tindakan.
g. Peneliti mempersiapkan instrumen dan susunan teknik
pelaksanaan tindakan yang akan diberikan pada siswa untuk
mendukung kelancaran tindakan penelitian.
2. Pemberian tindakan (Siklus)
a. Perencanaan
Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti menyusun
rencana tindakan sebagai berikut:
45
1) Peneliti menyiapkan skala pre-test untuk mengetahui tingkat
kohesivitas kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit.
2) Peneliti melakukan pre-test untuk mengetahui tingkat
Kohesivitas kelompok pengurus OSIS.
3) Peneliti memberitahukan hasil pre-test kepada guru
pembimbing dan mendiskusikan rencana tindakan yang
sesuai.
4) Peneliti menyusun jadwal pelaksanaan teknik role playing
yang akan dilakukan. Pelaksanaan teknik ini akan melibatkan
guru pembimbing dan pengurus OSIS.
5) Peneliti menyiapkan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan
role playing.
b. Tindakan
Tindakan dalam penelitian ini menggunakan teknik role
playing, sehingga para siswa dapat bekerjasama antar anggota
dalam berperan serta meningkatkan keeratan atau kohesivitas
dalam kepengurusan OSIS. Adapun langkah-langkah tindakan
sebagai berikut:
1) Tindakan pertama
a) Peneliti memperkenalkan diri kepada pengurus OSIS agar
terjalin suasana yang akrab.
b) Guru BK menjelaskan tujuan, materi dan peraturan dalam
melakukan teknik role playing.
46
c) Peneliti bersama dengan guru BK memberikan materi
pengantar mengenai pengertian kohesivitas kelompok,
faktor yang mempengaruhi, dan manfaat kohesivitas
kelompok.
d) Peneliti bersama pengurus OSIS dan guru membentuk
kelompok untuk memainkan peran yang telah disiapkan
oleh peneliti.
e) Peneliti dan guru BK memastikan kesiapan kelompok yang
akan tampil mempraktikan role playing.
f) Pengurus OSIS pada kelompok pertama mepraktikkan role
playing dengan tema “Kerjasama”, pengurus lain yang
belum tampil atau berperan bertindak sebagai observer.
g) Mendiskusikan tentang peran yang sudah dilakukan dengan
tema “Kerjasama” dengan semua pengurus OSIS, serta
dilakukan sesi tanya jawab.
h) Guru BK membagikan naskah kepada kelompok
selanjutnya untuk dipelajari dan akan diperankan pada
pertemuan selanjutnya.
i) Penutupan dengan melakukan diskusi tentang kesan dan
manfaat dari kegiatan yang telah dilakukan.
47
2) Tindakan kedua
a) Pembukaan, dilakukan sedikit pemanasan dengan
membahas tindakan sebelumnya dan memastikan kesiapan
pengurus OSIS untuk mengikuti kegiatan selanjutnya.
b) Peneliti dan guru BK memastikan kesiapan kelompok yang
akan tampil mempraktikan role playing.
c) Pengurus OSIS pada kelompok kedua mepraktikkan role
playing dengan tema “Menolong”, pengurus lain yang
belum tampil atau berperan bertindak sebagai observer.
d) Mendiskusikan tentang peran yang sudah dilakukan dengan
tema “Menolong” dengan semua pengurus OSIS, serta
dilakukan sesi tanya jawab.
e) Guru BK membagikan naskah kepada kelompok
selanjutnya untuk dipelajari dan akan diperankan pada
pertemuan selanjutnya.
f) Penutupan dengan melakukan diskusi tentang kesan dan
manfaat dari kegiatan yang telah dilakukan.
3) Tindakan ketiga
a) Pembukaan, dilakukan sedikit pemanasan dengan
membahas tindakan sebelumnya dan memastikan kesiapan
pengurus OSIS untuk mengikuti kegiatan selanjutnya.
b) Peneliti dan guru BK memastikan kesiapan kelompok yang
akan tampil mempraktikan role playing.
48
c) Pengurus OSIS pada kelompok kedua mepraktikkan role
playing dengan tema “Toleransi”, pengurus lain yang belum
tampil atau berperan bertindak sebagai observer.
d) Mendiskusikan tentang peran yang sudah dilakukan dengan
tema “Toleransi” dengan semua pengurus OSIS, serta
dilakukan sesi tanya jawab.
e) Guru BK membagikan naskah kepada kelompok
selanjutnya untuk dipelajari dan akan diperankan pada
pertemuan selanjutnya.
f) Penutupan dengan melakukan diskusi tentang kesan dan
manfaat dari kegiatan yang telah dilakukan.
4) Tindakan keempat
a) Pembukaan, dilakukan sedikit pemanasan dengan
membahas tindakan sebelumnya dan memastikan kesiapan
pengurus OSIS untuk mengikuti kegiatan selanjutnya.
g) Peneliti dan guru BK memastikan kesiapan kelompok yang
akan tampil mempraktikan role playing.
h) Pengurus OSIS pada kelompok kedua mepraktikkan role
playing dengan tema “Komitmen”, pengurus lain yang
belum tampil atau berperan bertindak sebagai observer.
i) Mendiskusikan tentang peran yang sudah dilakukan dengan
tema “Komitmen” dengan semua pengurus OSIS, serta
dilakukan sesi tanya jawab.
49
j) Penutupan dengan melakukan diskusi tentang kesan dan
manfaat dari kegiatan yang telah dilakukan.
Tindakan di atas dilaksanakan dengan alokasi waktu 30
menit tiap pertemuan. Apabila tindakan pada siklus I belum
menunjukkan keberhasilan maka tindakan akan dilaksanakan pada
siklus ke II dengan mengacu pada kekuatan dan kelemahan yang
ada pada siklus I dan seterusnya
c. Observasi
Observasi dilakukan terhadap proses pemberian teknik role
playing dengan menggunakan lembar observasi. Peneliti mencatat
apa yang terjadi selama proses pemberian layanan pada setiap
siklus agar memperoleh data yang lengkap sebagai bahan untuk
memperbaiki layanan yang diberikan pada siklus berikutnya. Hal-
hal yang diamati pada saat pelaksanaan tindakan adalah
kepercayaan diri pengurus OSIS dalam memainkan peran dan
menangapi permasalahan yang ada di dalam proses role playing,
interaksi pengurus dengan pengurus lain serta kepada guru BK,
kemampuan pengurus dalam mengungkap dan memilih alternatif-
alternatif pemcahan masalah, dan keaktifan pengurus OSIS dalam
mengikuti kegiatan dan diskusi serta memilih alternatif pilihan.
Selain pengamatan terhadap proses role playing, peneliti
juga melakukan pengamatan terhadap hasil, antara lain
keberhasilan pengurus dalam menjalin interaksi sosial dengan
50
pengurus lainnya, kemampuan pengurus OSIS dalam berempati
dan menghargai teman, keberanian pengurus dalam berpendapat
dan membuat keputusan dalam role playing, kemampuan pengurus
dalam menjalin kerjasama, dan tanggung jawab atau komitmen
pengurus dalam melaksanakan alternatif pemecahan masalah yang
telah dibuat bersama.
Observasi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
kesesuaian pemberian tindakan dengan rancangan tindakan.
Observasi juga dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan tindakan
dapat mempengaruhi kohesivitas kelompok seperti yang
diharapkan di setiap kegiatan, yaitu meningkatkan kohesivitas
kelompok pengurus OSIS. Selanjutnya, hasil observasi akan
diakumulasikan dalam laporan hasil penelitian.
d. Refleksi
Refleksi dilakukan setelah berbagai macam data terkumpul
dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana teknik role
playing dapat berasil mengatasi masalah dalam meningkatkan
kohesivitas kelompok pengurus OSIS. Refleksi juga dilakukan
untuk memahami proses dan kendala yang terjadi selama proses
berlangsung. Peneliti menggunakan skala kohesivitas yang
diberikan kepada pengurus OSIS pada akhir siklus (post test), yang
bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan kohesivitas
pada kepengurusan OSIS setelah diberi tindakan, selain itu hasil
51
wawancara dan observasi juga menjadi hal yang penting dalam
mendukung penelitian.
Apabila siklus pertama sudah sesuai dengan tujuan yang
diharapkan, maka penelitian tidak dilanjutkan pada siklus
berikutnya atau diberhentikan. Namun jika siklus pertama belum
sesuai dengan yang diharapkan, maka dilakukan siklus yang kedua.
Refleksi dari tindakan pada siklus pertama akan digunakan sebagai
evaluasi untuk melakukan revisi pada tindakan yang kedua dengan
berdiskusi bersama guru BK dan tanggapan dari pengurus. Jika
hasil dari siklus kedua telah sesuai dengan tujuan penelitian yang
diharapkan, maka penelitian akan dihentikan.
F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
Suharsimi Arikunto (2010: 100) menyatakan teknik pengumpulan
data adalah cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan
data. Pengumpulan data menurut Sugiyono (2012: 224) dapat dilakukan
dalam berbagai setting, sumber, dan berbagai cara. Dilihat dari segi cara
atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya melalui observasi
(pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi
dan gabungan keempatnya. Dalam penelitian ini, pengumpulan data
meliputi skala kohesivitas (angket), observasi (pengamatan), dan interview
(wawancara).
52
Instrumen penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2006: 137)
yaitu alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan
data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti
lebih cermat, lengkap, serta sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah skala
kohesivitas, pedoman observasi dan pedoman wawancara.
Menurut Sugiyono (2012: 149), titik tolak dari penyusunan
instrumen adalah variabel-variabel penelitian yang ditetapkan untuk
diteliti, dari variable-variabel tersebut diberikan definisi operasionalnya,
dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Indikator ini
kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau pernyataan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti melakukan
penyususnan instrumen untuk meningkatkan kohesivitas kelompok
melalui teknik role playing pada pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit
sebagai berikut:
1. Skala Kohesivitas
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.
Pada skala Likert, responden diminta untuk menjawab suatu
pertanyaan atas pernyataan dengan alternatif pilihan jawaban yang
sudah disediakan.
Menurut Soehartono (Purwo Herlianto, 2013: 49) Skala Likert
terdiri atas sejumlah pernyataan yang semuanya menunjukan sikap
terhadap suatu objek tertentu atau menunjukkan ciri tertentu yang
53
akan diukur. Operasionalisasi variabel diterjemahkan melalui
indikator pengembangan instrumen. Alat pengumpul data tersebut
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan dengan
alternatif jawaban yang telah disediakan. Langkah-langkah untuk
membuat angket kohesivitas adalah sebagai berikut:
a. Membuat definisi operasional
Kohesivitas kelompok merupakan kecenderungan
anggota kelompok untuk tetap berada didalam kelompok
tersebut dengan membentuk ikatan sosial, sehingga para anggota
tetap bertahan dan bersatu dalam kelompok untuk menuju suatu
tujuan tertentu yang sudah disepakati.
b. Membuat kisi-kisi instrumen
Kisi-kisi penyusunan instrumen menunjukan kaitan
antara variabel yang diteliti dengan sumber data dari mana data
akan diambil (Suharsimi Arikunto, 2010: 205). Kisi-kisi
instrumen dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kisi-kisi Instrument Skala Kohesivitas
Variabel Sub Variabel Indikator
Nomor
Item ∑
(+) (-)
Kohesivitas 1. Kerjasama a. Melakukan kegiatan
bersama pengurus
lain demi tercapainya
tujuan bersama.
1,
23,
45
12,
34
5
b. Bertanggung jawab
terhadap tugas yang
diberikan.
2,
24
13,
35,
46
5
c. Saling bertukar ide
atau tenaga dengan
teman lain.
3,
25
14,
36
4
54
Variabel Sub Variabel Indikator
Nomor
Item ∑
(+) (-)
Kohesivitas 2. Menolong a. Membantu anggota
lain yang mengalami
kesulitan.
4,
26,
48
15,
37
5
b. Memberikan bantuan
tanpa diminta.
5,
27,
49
16,
38
5
c. Tidak mengharap
imbalan atau pujian
dari anggota lain
dalam menolong.
6,
28
17,
39,
50
5
3. Toleransi a. Mendengarkan
pendapat orang lain.
7,
29
18,
40
4
b. Menghargai usaha
orang lain tanpa
melihat hasil yang
dicapai.
8,
30
19,
41
4
4. Komitmen a. Keinginan tetap
bertahan di dalam
kelompok.
9,
31
20,
42
4
b. Mengutamakan
kepentingan
kelompok dari pada
kepentingan pribadi.
10,
32
21,
43,
47
5
c. Patuh terhadap
peraturan-peraturan
kelompok.
11,
33
22,
44
4
Jumlah Item 25 25 50
c. Menyusun item skala kohesivitas berdasarkan kisi-kisi
Skala yang dimodifikasi dari skala Likert digunakan
untuk mengukur keakraban, kerjasama dan komitmen anggota
dalam kelompok. Setiap pernyataan skala prososial dilengkapi
empat pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak
sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Skor untuk skala
perilaku prososial adalah sebagai berikut :
55
Tabel 2. Skor Skala Kohesivitas
Pilihan Jawaban Skor
Favourable (+) Unfavourable (-)
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
2. Observasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 156) observasi atau
pengamatan adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek
dengan menggunakan alat indera. Observasi terdiri dari dua jenis
yaitu:
a. Observas non sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan
tidak menggunakan instrumen pengamatan
b. Observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan
menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan.
Peneliti menggunakan jenis observasi sistematis untuk
memudahkan dalam melakukan pengamatan. Pedoman observasi
dalam penelitian ini berisi aspek-aspek yang berkaitan dengan
kohesivitas kelompok selama pemberian tindakan berlangsung. Hasil
observasi dapat dijadikan bahan refleksi peneliti untuk melakukan
perbaikan pada tindakan selanjutnya jika diperlukan serta sebagai data
pendukung. Kisi-kisi observasi dapat dilihat pada tabel 3.
56
Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Observasi
No Komponen Aspek yang diobservasi
Kemunculan
Ket Muncul
Tidak
Muncul
1 Kerjasama
a. Menyelesaikan
tugas bersama.
b. Bertanggung jawab
atas tugas yang
diberikan.
c. Mengungkapkan
pemikiran atau
bertukar pikiran
untuk berpendapat.
2 Menolong
a. Memberi bantuan
tanpa diminta.
b. Membantu anggota
lain yang
mengalami
kesulitan.
3 Toleransi
a. Menghargai usaha
orang lain.
b. Menerima keadaan
dan kondisi dalam
pengurus OSIS.
c. Menerima dan
mempertimbangkan
pendapat orang
lain.
3 Komitmen
a. Attending atau
sikap hadir anggota
dalam mengikuti
kegiatan.
b. Kenyamanan dalam
mengikuti kegiatan
dan merasa lebih
percaya diri.
3. Wawancara
Wawancara adalah kegiatan yang dilakukan peneliti dengan
mengadakan perbincangan secara terencana terhadap subjek yang
akan diteliti. Suharsimi Arikunto (2010: 198-199) menyatakan bahwa
57
wawancara digunakan untuk menilai keadaan seseorang. Ditinjau dari
pelaksanaannya, wawancara dibedakan atas:
a. Wawancara bebas, merupakan wawancara dimana pewawancara
bebas menanyakan apa saja (tidak menggunakan pedoman
wawancara) namun tetap mengingat data apa yang akan
dikumpulkan.
b. Wawancara terpimpin, merupakan wawancara dimana
pewawancara menggunakan sederetan pertanyaan lengkap dan
terperinci seperti yang dimaksud dalam wawancara terstruktur
serta menggunakan pedoman wawancara.
c. Wawancara bebas terpimpin, merupakan kombinasi antara
wawancara bebas dan wawancara terpimpin.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara terpimpin yaitu peneliti menggunakan sederetan
pertanyaan lengkap dan terperinci serta menggunakan pedoman
wawancara. Peneliti akan menyusun pedoman wawancara agar proses
wawancara dapat dilakukan dengan maksimal. Pertanyaan yang
diajukan merujuk pada peningkatan kohesivitas kelompok pengurus
OSIS setelah pemberian tindakan. Kisi-kisi pedoman wawancara
dapat dilihat di tabel 4.
58
Tabel 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancara
Indikator Sub Indikator Daftar Pertanyaan
Kerjasama Melakukan kegiatan dengan
anggota lain.
Terlampir
Menolong Memberikan pertolongan kepada
anggota yang mengalami
kesulitan.
Toleransi Menghargai usaha setiap anggota.
Komitmen Keinginan tetap bertahan di dalam
kelompok.
Apa kesulitan dalam mengikuti kegiatan role playing?
Bagaimana perasaan setelah mengikuti role playing?
G. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas Instrumen
Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 144) pengertian validitas
adalah suatu ukuran yang dapat menunjukkan tingkat-tingkat
kebenaran suatu instrumen. Semakin tinggi tingkat kebenarannya maka
instrumen tersebut semakin valid dan sebaliknya. Oleh karena itu,
diperlukan uji validitas instrumen untuk mengetahui seberapa jauh
instrumen penelitian mampu mencerminkan isi sesuai dengan hal dan
sifat yang diukur.
59
Uji instrument dilakukan dengan dua cara, yaitu uji dilakukan
oleh orang yang berkompeten di bidang yang bersangkutan atau sering
dikenal dengan istilah penilaian oleh ahlinya (expert judgement).
Instrument yang sudah dibuat dalam aspek-aspek berdasarkan kajian
teori tertentu selanjutnya dikonsultasikan kepada orang yang lebih ahli.
Kemudian uji instrumen yang kedua yaitu dengan uji coba yang
dilakukan kepada responden yang tidak terlibat dalam proses
pemberian tindakan dalam penelitian. Uji coba diberikan kepada
responden dengan karakter yang sama dengan subjek yang diteliti.
Data yang diperoleh diuji validitasnya dengan menggunakan
SPSS seri 16. Pengukuran validitas juga dapat menggunakan rumus
Poduct Moment dari Pearson. Rumusnya sebagai berikut (Burhan
Nurgiyantoro, 2009: 338):
rxy =
–
– –
Keterangan :
r xy = Koefisien korelasi suatu butir
N = Jumlah sampel
X Y = Produk dari X dan Y
X = Skor total butir pernyataan X
Y = Skor butir pernyataan Y
Uji coba instrument dilakukan kepada 25 responden yang tidak
terlibat dalam proses penelitian, namun responden ini mempunyai latar
60
belakang yang sama dengan subjek penelitian yaitu pengurus OSIS
SMP. Data yang diperoleh dari hasil uji coba, diuji validitasnya
menggunakan SPSS versi 16.
Hasil yang diperoleh dari uji coba, dianalisis menggunakan
rumus product moment dengan taraf signifikasi 5%. Jumlah sampel
(N)=25 dan dikonsultasikan dengan r-tabel 0,396. Instrument dapat
dikatakan valid jika r-hitung > r-tabel, jika r-hitung < r-tabel maka
instrument tersebut tidak valid. Berikut kisi-kisi skala kohesivitas
setelah uji validitas menggunakan SPSS versi 16:
Tabel 5. Kisi-kisi Skala Kohesivitas Kelompok Setelah Uji Coba
Variabel Sub Variabel Indikator
Nomor
Item Jumlah Item
(+) (-) Awal Valid
Kohesivitas 1. Kerjasama a. Melakukan
kegiatan bersama
pengurus lain demi
tercapainya tujuan
bersama.
1,
23,
45
12,
34
5 5
b. Bertanggung jawab
terhadap tugas
yang diberikan.
2,
24
13,
35,
46
5 5
c. Saling bertukar ide
atau tenaga dengan
teman lain.
3,
25
14,
36
4 2
2. Menolong a. Membantu anggota
lain yang
mengalami
kesulitan.
4,
26,
48
15,
37
5 4
b. Memberikan
bantuan tanpa
diminta.
5,
27,
49
16,
38
5 2
c. Tidak mengharap
imbalan atau pujian
dari anggota lain
dalam menolong.
6,
28
17,
39,
50
5 3
61
Variabel Sub Variabel Indikator
Nomor
Item
Jumlah Item
(+) ( - ) Awal Valid
Kohesivitas 3. Toleransi a. Mendengarkan
pendapat orang
lain.
7,
29
18,
40
4 4
b. Menghargai usaha
orang lain tanpa
melihat hasil yang
dicapai.
8,
30
19,
41
4 2
4. Komitmen a. Keinginan tetap
bertahan di dalam
kelompok.
9,
31
20,
42
4 1
b. Mengutamakan
kepentingan
kelompok dari pada
kepentingan
pribadi.
10,
32
21,
43,
47
5 4
c. Patuh terhadap
peraturan-peraturan
kelompok.
11,
33
22,
44
4 4
Jumlah Item 25 25 50 36
Berdasarkan kisi-kisi setelah uji coba, dapat disimpulkan
bahwa terdapat beberapa item gugur yaitu item yang bergaris bawah
dan dicetak tebal sebanyak 14 item. Dengan jumlah item sebanyak 50
yang telah diuji validitasnya, diperoleh 36 item valid yang dapat
digunakan sebagai instrumen skala kohesivitas kelompok. Berikut
rangkuman item sahih dan item gugur:
Tabel 6. Rangkuman Item Sahih dan Item Gugur
Variabel Jumlah item
semula
Jumlah item
gugur
Jumlah item
sahih
Kohesivitas
kelompok
50 14
(4,5,6,8,9,14,17,
19,25,27,31,42,
43,49)
36
(1,2,3,7,10,
11,12,13,15,16,
18,20,21,22,23,24
,26,28,29,30,32,3
3,34,35,36,37,38,
39,40,41,44,45,46
,47,48,50)
Item-item yang gugur disisihkan dan hanya pernyataan sahih
yang digunakan sebagai instrumen
62
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah keajegan atau konsistensi. Suatu instrument
dapat dikatakan baik jika memiliki tingkat konsistensi yang tinggi
dalam mengukur suatu penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto (2010:
154), reliabilitas suatu instrumen dapat dipercaya sebagai alat
pengumpul data sebab instrumen tersebut sudah baik.
Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang
dipercaya juga. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus
Alpha Cronbach (Burhan Nurgiyantoro, 2009: 350) sebagai berikut :
Keterangan:
= reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan
Σ i 2
= Jumlah varian butir
2 = Varian total
Setelah diperoleh koefisien reliabel kemudian dikonsultasikan
dengan harga kategori nilai r yaitu :
Antara 0,800 sampai 1,0 = sangat tinggi
Antara 0,600 sampai 0,799 = tinggi
63
Antara 0,400 sampai 0,599 = cukup tinggi
Antara 0,200 sampai 0,399 = rendah
Antara 0,00 sampai 0,199 = sangat rendah
Dari hasil uji yang dilakukan dengan Alpha Cronbach
diperoleh nilai koefisien 0,926. Angka tersebut menunjukkan bahwa
tingkat reliabilitas instrumen skala kohesivitas sangat tinggi. Dengan
demikian, instrumen tersebut dapat dikatakan reliable atau konsisten,
sehingga dapat digunakan sebagai instrumen.
H. Teknik Analisis Data
Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik tabulasi
data secara kuantitatif berdasarkan hasil tindakan di setiap siklus. Hasil
tindakan dideskripsikan dalam data konkrit, berdasarkan skor minimal,
dan skor maksimal sehingga dapat diperoleh nilai rata-rata.
Untuk mengetahui tingkat kohesivitas kelompok pengurus OSIS,
digunakan skala yang dimodifikasi untuk mengukur yaitu skala Likert.
Penentuan kategori kecenderungan dan tiap-tiap variabel didasarkan pada
norma atau ketentuan kategori. Merujuk pada penjelasan Saifuddin Azwar
(2007: 107-119) berikut ini adalah langkah-langkah pengkategorisasian
perilaku prososial dalam penelitian ini :
64
1. Menentukan skor tertinggi dan terendah
Skor tertinggi = 4 x jumlah item
= 4 x 36
= 144
Skor terendah = 1 x 36
= 36
2. Menghitung mean ideal (M) yaitu ½ (skor tertinggi + skor terendah)
M = ½ (skor tertinggi + skor terendah)
= ½ ( 144 + 36)
= ½ (180)
= 90
3. Menghitung standar deviasi (SD) yaitu 1/6(skor tertinggi – skor
terendah)
SD = 1/6 (skor tertinggi – skor terendah)
= 1/6 (144 - 36)
= 1/6 (108)
= 18
Jadi, dapat disimpulkan bahwa batas antara kategori tersebut adalah:
(M+1SD) = 90 + 18 = 108
(M-1SD) = 90 - 18 = 72
65
Tabel 7. Rumus Kategori Skala
Batas (interval) Kategorisasi
Skor < (M- 1SD) Rendah
(M-1SD) ≤ skor Sedang
Skor ≤ (M+1SD) Tinggi
Batas antara kategorisasi tersebut adalah:
Tabel 8. Kategorisasi Skor Kohesivitas Kelompok Pengurus OSIS SMP
Negeri 3 Sambit
Batas (interval) Kategori
Skor <72 Kohesivitas rendah
72 ≤ skor <108 Kohesivitas sedang
Skor ≥ 108 Kohesivitas tinggi
Siswa yang akan diberikan tindakan pada penelitian ini adalah
siswa yang memiliki kategori kohesivitas sedang dan rendah.
I. Kriteria Keberhasilan Tindakan
Suatu tindakan akan dikatakan berhasil jika sudah mencapai target
yang telah ditentukan. Penelitian ini terdiri dari empat tindakan dalam satu
siklus. Hasil penelitian diperkuat dengan munculnya kohesivitas kelompok
atau keakraban antar anggota melalui hasil observasi dan wawancara.
Peneliti akan menghentikan penelitian apabila skor rata-rata mencapai skor
minimal 108 atau dengan prosentase 75%, dan masuk dalam kategori
tinggi. Apabila belum mencapai target, penelitian akan dilanjutkan pada
siklus selanjutnya.
66
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Sambit, Kabupaten
Ponorogo. SMP Negeri 3 Sambit terletak di Desa Wringinanom,
Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo. Sekolah ini mempunyai
Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dengan jumlah anggota 26 siswa.
Kondisi fisik sekolah dapat dikatakan baik, keadaan sekolah
nampak bersih dan terawat. Fasilitas yang ada di SMPN 3 Sambit juga
sangat menunjang dalam pembelajaran, seperti perpustakaan, laboratorium
IPA, lapangan olahraga, koperasi sekolah, mushola, aula sekolah, kantin,
dan terdapat taman di halaman.
Peneliti mengambil setting penelitian pada pengurus OSIS.
Pengurus OSIS merupakan organisasi yang sangat berperan banyak dalam
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan sekolah, seperti kegiatan
lomba (class meeting), pentas seni, panitia Idul Adha, dan sebagainya.
Oleh karena itu, peneliti memilih penelitian tentang OSIS ini bertujuan
untuk meningkatkan kohesivitas pengurus OSIS agar dapat bekerja dengan
baik dan lebih produktif dalam melaksanakan tugas.
2. Deskripsi Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari tanggal 17-31 Oktober 2015, berikut
penjabaran dan tanggal pelaksanaan kegiatan dari penelitian ini:
67
Tabel 9. Waktu Pelaksanaan Tindakan
Siklus Pelaksanaan Tindakan Tanggal Pelaksanaan
Siklus I Pemberian Pre-Test 17 Oktober 2015
Tindakan I 19 Oktober 2015
Tindakan II 20 Oktober 2015
Tindakan III 21 Oktober 2015
Tindakan IV 22 Oktober 2015
Post-Test Siklus 1 24 Oktober 2015
Siklus II Tindakan V 26 Oktober 2015
Tindakan VI 27 Oktober 2015
Tindakan VII 28 Oktober 2015
Tindakan VIII 29 Oktober 2015
Post-Test Siklus 2 31 Oktober 2015
3. Deskripsi Data Awal dan Subjek Penelitian
Data pada penelitian ini diambil dengan menggunakan skala
kohesivitas kelompok, wawancara, dan observasi. Berdasarkan hasil
wawancara dapat disimpulkan bahwa ada beberapa anggota OSIS yang
memiliki tingkat kohesivitas kelompok sedang bahkan kurang dari tingkat
kohesivitas yang sudah ditentukan. Hal tersebut ditandai dengan adanya
beberapa anggota yang kurang dapat bekerjasama dengan anggota lain,
sedikitnya rasa tolong menolong antar anggota, bahkan ada anggota yang
merasa ingin keluar atau mengundurkan diri dari keanggotaan.
Data lain yang menunjukkan bahwa beberapa anggota OSIS
tersebut memiliki tingkat kohesivitas sedang dan rendah adalah hasil dari
skala kohesivitas kelompok. Skala yang digunakan untuk mengukur
tingkat kohesivitas kelompok ini terdiri dari 36 item pernyataan. Sebelum
pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan pre-test kepada seluruh anggota
68
OSIS dengan jumlah 26 anak. Pengukuran menggunakan skala ini
dilakukan untuk menentukan anggota OSIS yang memiliki kategori
tingkat kohesivitas rendah dan sedang yang akan diberikan tindakan.
Adapun hasil pre test disajikan dalam bentuk tabel, seperti yang
tercantum dibawah ini:
Tabel 10. Hasil Pre Test
No Subjek Skor Persentase Kategori
1 AF 122 85% Tinggi
2 YLP 70 49% Rendah
3 DPK 101 70% Sedang
4 ER 117 81% Tinggi
5 MKA 107 74% Sedang
6 TANS 117 81% Tinggi
7 DN 122 85% Tinggi
8 FP 108 75% Tinggi
9 DYA 99 69% Sedang
10 FA 109 76% Tinggi
11 SS 117 81% Tinggi
12 RMP 112 78% Tinggi
13 HP 109 76% Tinggi
14 AR 103 72% Sedang
15 DeYA 107 74% Sedang
16 SAJ 106 74% Sedang
17 VS 112 78% Tinggi
18 RHJ 103 72% Sedang
19 HA 118 82% Tinggi
20 PNE 116 81% Tinggi
21 DTS 98 68% Sedang
22 WBS 111 77% Tinggi
23 SM 108 75% Tinggi
24 DTA 99 69% Sedang
25 WTA 71 49% Rendah
26 WN 101 70% Sedang
Rata-rata 106,3 74%
Keterangan: Nama anggota dengan tanda warna ( ) adalah
anggota yang dijadikan subjek penelitian dengan kategori
rendah dan sedang.
69
Berdasarkan hasil pre test yang diberikan kepada 26 anggota
OSIS, terdapat 12 anggota yang memiliki tingkat kohesivitas rendah dan
sedang. Berikut adalah 12 anggota tersebut:
Tabel 11. Daftar Anggota OSIS yang Akan Diberikan Tindakan
No Subjek Skor Persentase Kategori
1 YLP 70 49% Rendah
2 DPK 101 70% Sedang
3 MKA 107 74% Sedang
4 DYA 99 69% Sedang
5 AR 103 72% Sedang
6 DeYA 107 74% Sedang
7 SAJ 106 74% Sedang
8 RHJ 103 72% Sedang
9 DTS 98 68% Sedang
10 DTA 99 69% Sedang
11 WTA 71 49% Rendah
12 WN 101 70% Sedang
Rata-rata 97,1 67%
4. Deskripsi Pelaksanaan dan Hasil Tindakan
a. Pelaksanaan Pra Tindakan
Sebelum melakukan tindakan, peneliti terlebih dahulu
melakukan persiapan sebagai berikut:
1) Peneliti mewawancarai dan mendiskusikan dengan guru BK
terkait dengan permasalahan yang berkaitan dengan rendahnya
kohesivitas kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit
seperti kurangnya kemampuan siswa untuk menjalin hubungan
antar anggota, kurangnya minat anggota mengikuti jalannya rapat
dan mengemukakan pendapat.
70
2) Peneliti mengikuti rapat pembentukan panitia Idul Adha untuk
melakukan observasi ulang mengenai kohesivitas terhadap
anggota OSIS SMP Negeri 3 Sambit dan melakukan wawancara
dengan beberapa anggota terkait.
3) Peneliti dan guru BK berdiskusi mengenai tindakan yang akan
diberikan kepada siswa yaitu menggunakan teknik role playing.
4) Peneliti berdiskusi dengan guru BK mengenai teknik role playing,
cara melakukan tindakan, dan peran yang dilakukan oleh guru BK
dalam melakukan tindakan penelitian.
5) Peneliti menyusun skala kohesivitas berdasarkan aspek-aspek
kohesivitas kelompok yang telah diuji validitasnya dan
reliabilitasnya kepada subjek yang berbeda dan tidak ada
hubungan dengan pengurus OSIS SMPN 3 Sambit tetapi
mempuunyai karakter yang sama yaitu di SMP Negeri 1 Mlati,
Sleman.
6) Peneliti memberikan tes sebelum tindakan (pre test), untuk
mengetahui tingkat kohesivitas anggota OSIS sebelum diberikan
tindakan.
7) Peneliti mempersiapkan instrumen dan susunan teknik
pelaksanaan tindakan yang akan diberikan pada OSIS untuk
mendukung kelancaran tindakan penelitian.
8) Mempersiapkan pedoman wawancara untuk mengetahui
perkembangan kohesivitas yang ada.
71
9) Mempersiapkan pedoman observasi untuk mengamati
perkembangan kohesivitas kelompok selama pemberian tindakan.
b. Siklus 1
1) Tahap Persiapan
a) Peneliti mempersiapkan materi yang akan disampaikan
berkaitan dengan kohesivitas kelompok.
b) Peneliti memberikan pre test pada tanggal 17 Oktober 2015
untuk mengetahui subjek yang mempunyai tingkat kohesivitas
rendah dan sedang untuk diberi tindakan. Hasil dari pre test ini
diperoleh 12 anggota yang masuk dalam kategori rendah dan
sedang.
c) Peneliti membuat naskah role playing berkaitan dengan aspek-
aspek kohesivitas kelompok. Naskah role playing ini diberikan
sebelum pelaksanaan dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar
siswa dapat berlatih dan memahami yang sudah diberikan,
sehingga pada waktu pelaksanaannya siswa dapat bermain
peran lebih menghayati.
d) Peneliti melakukan diskusi dengan observer yang akan
membantu proses pengamatan. Peneliti membagikan dan
menjelaskan lembar observasi yang akan dijadikan sebagai
acuan dalam proses pengamatan terhadap subjek yang
melakukan bermain peran.
72
2) Tahap Pelaksanaan dan Observasi
a) Pemberian tindakan I: Pengantar Materi tentang organisasi dan
kohesivitas kelompok serta Role Playing dengan tema
“Kerjasama”.
Pemberian materi pengantar sebelum melakukan
tindakan I pada hari Senin, 19 Oktober 2015. Pemberian
tindakan I pada siklus 1 ini dilaksanakan sekitar 40 menit dan
diikuti oleh 26 anggota namun yang mendapat perlakuan
khusus adalah anggota dengan tingkat kohesivitas rendah dan
sedang yaitu 12 siswa. Guru BK menyampaikan materi yang
telah peneliti susun. Materi disampaikan selama 10 menit
menggunakan media power point dengan isi bahasan
pengertian dan makna organisasi, pengertian kohesivitas,
aspek kohesivitas dan contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah materi sudah disampaikan oleh guru BK, kegiatan
dilanjutkan dengan praktik role playing dengan tema
“Kerjasama”. Sebelum pelaksanaan kegiatan, peneliti bersama
guru BK memandu dan memastikan kesiapan dari kelompok I
yang akan mempraktikkan role playing dengan tema
“Kerjasama”. Peneliti memberikan arahan kepada anggota lain
yang tidak tampil untuk menjadi pengamat selama
berlangsungnya role playing. Pemeran pada pertemuan ini
adalah DPK, DYA, dan AR.
73
Kelompok kerjasama memainkan peran yang sudah
ditentukan, kelompok pengamat mencoba untuk
mendengarkan dan memahami yang sedang dimainkan oleh
teman-temannya. Pengamat pada pertemuan ini masih ada
yang kurang serius, terlihat beberapa anggota sering
mengobrol dengan anggota lainnya dan sedikit membuat kelas
menjadi gaduh. Untuk para pemain belum terlihat sempurna
memainkan peran. Sebab masih terlihat malu-malu, kaku
karena tegang, dan ada yang terlihat berusaha mengingat
bahkan perlu membaca naskah kembali karena lupa apa yang
harus dilakukan. Role playing ini berlangsung selama 20
menit. Pada tindakan I masih banyak mengalami kendala
namun role playing dapat dilakukan sampai selesai.
Setelah selesai, diadakan diskusi untuk membahas
proses jalannya role playing yang sudah dimainkan. Peneliti
mengajukan beberapa pertanyaan kepada para pemain terlebih
dahulu mengenai perasaan mereka saat berperan seperti yang
digambarkan pada cerita tersebut serta kendala apa yang
dialami selama bermain peran. Masing-masing anak
menceritakan perasaan dan kendala mereka mengenai kegiatan
yang baru saja dilakukan. Peneliti kemudian memberikan
pertanyaan kepada kelompok pengamat mengenai kekurangan
atau kelebihan dalam proses role pleying. Bersama dengan
74
siswa peneliti berdiskusi mengenai perasaan mereka jika
bekerjasama atau tidak bekerjasama dalam cerita yang sudah
diperankan maupun kehidupan nyata.
Setelah proses pemberian tindakan I selesai, peneliti
membagikan naskah yang akan diperankan pada pertemuan
selanjutnya yaitu hari Selasa 20 Oktober 2015. Siswa yang
belum terpilih menjadi pemeran akan dipilih pada tindakan
selanjutnya.
b) Pemberian Tindakan II : Menolong
Pemberian tindakan II dilaksanakan pada hari Selasa
20 Oktober 2015 dengan tema “Menolong”. Pemberian
tindakan II ini bertujuan agar siswa mampu berempati terhadap
orang lain. Pemeran pada tindakan II ini berbeda dengan
pemeran pada tindakan I. Anggota lain yang tidak berperan,
bertindak sebagai pengamat. Pemeran pada pertemuan ini
adalah YKP, MKA dan WN.
Pertemuan kedua masih terlihat sedikit sama seperti
pada pertemuan pertama, yaitu masih tegang dan malu-malu.
Namun ada peningkatan dibandingkan pertemuan pertama.
Siswa sudah mulai menghafal naskah dan sudah tidak melihat
naskah lagi. Kelompok pengamat masih terlihat ada beberapa
anak mengobrol dan kurang memperhatikan penampilan
temannya.
75
Selesai penampilan role playing dengan tema
menolong, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok.
Diskusi dipimpin oleh guru BK. Peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan kepada para pemain terlebih dahulu mengenai
perasaan mereka saat berperan. Diskusi pada pertemuan ini
berjalan lancar, karena terdapat beberapa perbedaan pendapat
dan semua anggota mampu menyampaikan pendapatnya
mengenai penampilan yang sudah dilakukan oleh temannya.
Setelah pertemuan selesai, peneliti membagikan naskah yang
akan diperankan pada pertemuan berikutnya. Anggota yang
belum dipilih akan tetap menjadi pengamat.
c) Pemberian Tindakan III : Toleransi
Pemberian tindakan III ini dilaksanakan pada hari Rabu
21 Oktober 2015 dengan tema “Toleransi”. Kegiatan role
playing ini membutuhkan pemahaman untuk para pemainnya
serta keseriusan bagi para kelompok pengamat. Karena tidak
semua kegiatan membutuhkan toleransi. Pemeran role playing
berbeda dari pemain pada pertemuan sebelumnya. Siswa yang
berperan yaitu DeYA, SAJ dan RHJ. Siswa yang tidak
berperan, bertindak sebagai pengamat seperti biasanya.
Kegiatan pada tindakan III ini terlihat semakin
membaik, pemeran sudah terlihat siap untuk tampil. Sebelum
ditanya mengenai kesiapan, mereka sudah menawarkan diri
76
untuk maju, khususnya SAJ. Dia mulai percaya diri dan
bersemangat. Jika dilihat dari peran SAJ saat menjadi
pengamat, dia terlalu banyak diam dan malu-malu.
Kelompok pengamat juga terlihat antusias. Dengan
adanya tepuk tangan dan teriakan yang menandakan bahwa
pengamat memperhatikan kegiatan. Namun masih ada sesekali
satu dua anak yang mengobrol sendiri. Tetapi untuk cerita
yang diperankan, semua anggota mampu memahami toleransi
itu seperti apa.
Guru BK memimpin diskusi mengenai toleransi.
Sebelum diskusi dimulai, seperti biasa peneliti menanyakan
perasaan pemeran setelah memerankan tokoh yang ada
dicerita. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang diikuti
dengan antusias oleh kelompok pengamat. Ditandai dengan
pendapat yang cukup berbeda dari satu anak dengan anak
lainnya. Kegiatan sudah dilaksanakan dengan baik, guru BK
bersama dengan peneliti mengajak para siswa untuk
menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan.
d) Pemberian Tindakan IV : Komitmen
Pemberian tindakan IV dilaksanakan pada hari Kamis
22 Oktober 2015 dengan tema “Komitmen”. Pemberian
tindakan IV ini bertujuan agar siswa mempunyai komitmen
tinggi untuk tetap berada dalam kelompok meskipun banyak
77
godaan untuk meningalkan kelompok tersebut. Pemeran pada
tindakan IV ini berbeda dengan pemeran pada tindakan
sebelumnya. Anggota lain yang tidak berperan, bertindak
sebagai pengamat. Pemeran pada pertemuan ini adalah DTS,
DTA dan WTA.
Pada pertemuan ini masih terlihat sedikit sama seperti
pada pertemuan pertama, yaitu masih tegang dan malu-malu.
Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh kelas yang berbeda.
DTS anggota OSIS dari kelas VII sedangkan dua rekannya
dalam berperan berasal dari kelas VIII. Namun perbedaan
tersebut dapat diatasi dengan baik dan kelompok ini mampu
menyelesaikan role playing yang dilakukan.
Selesai penampilan role playing dengan tema
komitmen, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok
yang dipimpin guru BK. Peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan kepada para pemain terlebih dahulu mengenai
perasaan mereka saat berperan. DTS benar merasa malu-malu
sebab lawan mainnya adalah kakak kelasnya. Diskusi pada
pertemuan ini berjalan lancar, semua anggota mampu
menyampaikan pendapatnya mengenai penampilan yang sudah
dilakukan.
78
3) Hasil Tindakan
Hasil tindakan dari keempat pertemuan dalam penelitian ini
dapat dilihat dari observasi, wawancara, dan post test. Pemberian
post test dilakukan pada hari Sabtu 24 Oktober 2015. Berikut hasil
post test terhadap 26 anggota OSIS setelah diberikan tindakan:
Tabel 12. Hasil Post Test I
No Subjek Skor Persentase Kategori
1 AF 120 83% Tinggi
2 YLP 88 61% Sedang
3 DPK 112 78% Tinggi
4 ER 126 88% Tinggi
5 MKA 117 81% Tinggi
6 TANS 110 76% Tinggi
7 DN 128 89% Tinggi
8 FP 120 83% Tinggi
9 DYA 105 73% Sedang
10 FA 109 76% Tinggi
11 SS 117 81% Tinggi
12 RMP 115 80% Tinggi
13 HP 110 76% Tinggi
14 AR 112 78% Tinggi
15 DeYA 114 79% Tinggi
16 SAJ 110 76% Tinggi
17 VS 112 78% Tinggi
18 RHJ 113 78% Tinggi
19 HA 114 79% Tinggi
20 PNE 118 82% Tinggi
21 DTS 102 71% Sedang
22 WBS 109 76% Tinggi
23 SM 110 76% Tinggi
24 DTA 106 74% Sedang
25 WTA 90 63% Sedang
26 WN 106 74% Sedang
Rata-rata 111,3 77%
79
Berdasarkan hasil pada post test I, peneliti menyimpulkan
bahwa terdapat peningkatan tingkat kohesivitas kelompok setelah
diberikan tindakan. Data setelah dilakukan post test dari 26
anggota OSIS diperoleh skor tertinggi adalah 128 dan skor
terendah adalah 88.
Peningkatan Kohesivitas didukung oleh hasil pengamatan
yang menunjukkan beberapa siswa mulai bekerjasama dan
menolong antar anggota tanpa diminta. Namun dalam aspek
toleransi masih belum muncul. Beberapa siswa masih ada yang
memotong pendapat anggota lain dalam memberikan komentar
saat selesai praktik role playing. Untuk aspek komitmen, siswa
sudah menunjukkan bahwa siswa ingin berada didalam kelompok.
Hal tersebut ditandai dengan kehadiran dan kenyamanan yang
ditunjukkan oleh siswa dalam mengikuti kegiatan.
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa siswa
yang sudah mampu mengungkapkan alasan mereka mengenai
pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, dan
berkomitmen didalam kelompok. Tetapi masih ada siswa yang
mengaku bahwa sulit untuk mengontrol diri agar tidak memotong
pendapat orang lain. Jika pendapat tersebut dirasa kurang sesuai,
secara tidak sadar siswa tersebut memotong dan menyanggah
pendapat orang tersebut.
80
4) Refleksi
Refleksi dilakukan dengan melalui diskusi antara peneliti
dan guru BK untuk mengetahui perkembangan dan kekurangan
mengenai tindakan yang sudah dilakukan pada siklus sebelumnya.
Pada dasarnya pelaksanaan teknik role playing pada siklus I ini
sudah menunjukkan adanya peningkatan kohesivitas pada pengurus
OSIS. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil pre test dan post
test I, seperti pada tabel berikut:
Tabel 13. Skor Perbandingan Pre test dan Post Test I
No Nama
Subjek
Pre Test Post Test I Pening-
katan %
Skor Kategori Skor Kategori
1 AF 122 Tinggi 120 Tinggi -2 -1%
2 YLP 70 Rendah 88 Sedang 18 13%
3 DPK 101 Sedang 112 Tinggi 11 8%
4 ER 117 Tinggi 126 Tinggi 9 6%
5 MKA 107 Sedang 117 Tinggi 10 7%
6 TANS 117 Tinggi 110 Tinggi -7 -5%
7 DN 122 Tinggi 128 Tinggi 6 4%
8 FP 108 Tinggi 120 Tinggi 12 8%
9 DYA 99 Sedang 105 Sedang 6 4%
10 FA 109 Tinggi 109 Tinggi 0 0%
11 SS 117 Tinggi 117 Tinggi 0 0%
12 RMP 112 Tinggi 115 Tinggi 3 2%
13 HP 109 Tinggi 110 Tinggi 1 1%
14 AR 103 Sedang 112 Tinggi 9 6%
15 DeYA 107 Sedang 114 Tinggi 7 5%
16 SAJ 106 Sedang 110 Tinggi 4 3%
17 VS 112 Tinggi 112 Tinggi 0 0%
18 RHJ 103 Sedang 113 Tinggi 10 7%
19 HA 118 Tinggi 114 Tinggi -4 -3%
20 PNE 116 Tinggi 118 Tinggi 2 1%
81
No Nama
Subjek
Pre Test Post Test I Pening-
katan %
Skor Kategori Skor Kategori
21 DTS 98 Sedang 102 Sedang 4 3%
22 WBS 111 Tinggi 109 Tinggi -2 -1%
23 SM 108 Tinggi 110 Tinggi 2 1%
24 DTA 99 Sedang 106 Sedang 7 5%
25 WTA 71 Rendah 90 Sedang 19 13%
26 WN 101 Sedang 106 Sedang 5 3%
Rata-rata 106,3 / 74% 111,3 / 77% 5 3%
Berdasarkan hasil pre test dan post test pada siklus I,
diperoleh hasil yaitu rata-rata skor pre test adalah 106,3 atau
dengan persentase 74% dan skor post test I adalah 111,3 atau
dengan persentase 77%. Pada siklus I sudah menunjukkan adanya
peningkatan sebesar 3% dengan peningkatan rata-rata skor 5.
Meskipun dalam pemberian post test I terdapat anggota dengan
total skor menurun, namun secara keseluruhan total skor rata-rata
mengalami peningkatan yang artinya tingkat kohesivitas anggota
kelompok mulai mengalami peningkatan. Hal tersebut didukung
oleh hasil observasi selama penelitian dan wawancara dengan
anggota maupun pihak terkait.
Hasil observasi juga sudah menunjukkan peningkatan.
Melalui pengamatan menunjukkan beberapa siswa mulai
bekerjasama dan menolong antar anggota tanpa diminta. Namun
dalam aspek toleransi masih belum muncul. Beberapa siswa masih
ada yang memotong pendapat anggota lain dalam memberikan
komentar saat selesai praktik role playing. Untuk aspek komitmen,
siswa sudah menunjukkan bahwa siswa ingin berada didalam
82
kelompok. Hal tersebut ditandai dengan kehadiran dan
kenyamanan yang ditunjukkan oleh siswa dalam mengikuti
kegiatan.
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa siswa yang
sudah mampu mengungkapkan alasan mereka mengenai
pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, dan
berkomitmen didalam kelompok. Tetapi masih ada siswa yang
mengaku bahwa sulit untuk mengontrol diri agar tidak memotong
pendapat orang lain. Jika pendapat tersebut dirasa kurang sesuai,
secara tidak sadar siswa tersebut memotong dan menyanggah
pendapat orang tersebut
Meskipun pada tindakan ini sudah mengalami peningkatan,
namun masih belum sesuai terget karena masih ada sebagian
anggota OSIS yang masih berada dalam kategori sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa perlu adanya peningkatan yang lebih baik
lagi. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, masih ada siswa
yang kurang mampu mengontrol diri untuk mendengarkan
pendapat orang lain dulu sebelum berkomentar.
Tindakan yang dilaksanakan juga masih terdapat kekurangan
seperti keterlibatan seluruh anggota OSIS yang terkadang membuat
gaduh suasana kelas, sehingga mengganggu jalannya pemberian
tindakan. Kesiapan siswa dalam melakukan role playing dirasa
kurang karena waktu yang cukup mepet. Pengelolaan waktu juga
83
kurang maksimal, karena pemberian tindakan dilakukan sepulang
sekolah.
Peneliti mengatasi kekurangan pada siklus I dengan
memberikan tindakan lanjutan dan melakukan perbaikan-
perbaikan. Perbaikan dilakukan antara lain dengan memperbaiki
teks role playing dengan kata-kata sederhana yang mudah
dipahami oleh siswa. Peneliti juga mengkondisikan kelas untuk
tetap tenang agar pemeran dapat melakukan perannya secara
maksimal. Sebelum kegiatan berlangsung peneliti akan
menanyakan terlebih dahulu kesiapan dari para pemeran untuk
memastikan bahwa para pemeran siap dan akan menampilkan yang
terbaik.
Berdasarkan hasil post test, wawancara, dan observasi yang
masih belum optimal, maka peneliti bersama dengan guru BK
memutuskan untuk melakukan tindakan lanjutan yaitu siklus II
sebagai upaya mengoptimalkan tindakan agar memperoleh hasil
yang optimal.
c. Siklus II
1) Tahap Persiapan
a) Peneliti mempersiapkan materi tentang role playing untuk
mengingatkan kembali materi yang telah disampaikan pada
siklus I.
84
b) Peneliti bersama guru BK berdiskusi mengenai kegiatan
selanjutnya dengan melihat refleksi pada siklus I.
c) Peneliti membuat naskah role playing berkaitan dengan aspek-
aspek kohesivitas kelompok. Kata dalam naskah role playing
ini dibuat lebih sederhana diberikan sebelum pelaksanaan
dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat berlatih dan
lebih mudah memahami yang sudah diberikan, sehingga pada
waktu pelaksanaannya siswa dapat bermain peran lebih
menghayati.
d) Peneliti kembali melakukan diskusi dengan observer yang akan
membantu proses pengamatan. Peneliti membagikan dan
menjelaskan lembar observasi yang akan dijadikan sebagai
acuan dalam proses pengamatan terhadap subjek yang
melakukan bermain peran. Secara teknis pengamatan pada
siklus ini sama dengan siklus sebelumnya.
2) Tahap Pelaksanaan dan Observasi
a) Pemberian tindakan V: Kerjasama
Materi pengantar kembali diberikan sebelum melakukan
tindakan. Tujuannya agar siswa mengingat kembali materi
tentang kohesivitas kelompok yang telah disampaikan oleh
guru BK pada siklus I, sehingga dalam pelaksanaan tindakan
siswa akan menjadi lebih paham dan lebih mendalami materi
tentang role playing.
85
Role playing pada tindakan V ini diperankan oleh DPK,
DYA, dan AR. Pemeran diberi kesempatan untuk berdiskusi
terlebih dahulu sebelum berperan, peneliti memberikan tugas
kepada kelompok pengamat agar memperhatikan dan
memberikan komentar pada akhir role playing. Kelompok I
memainkan peran tentang kerjasama cukup berhasil. Siswa
DYA dan AR yang sebelumnya malu-malu, pada tindakan V
ini sudah tampil dengan baik. Mereka berdua sudah tidak malu-
malu lagi dan hafal alur cerita. Untuk siswa DPK menunjukkan
peningkatan yang baik dengan berperan lebih santai.
Ditunjukkan oleh DPK dengan berperan penuh ekspresi dan
penghayatan.
Kelompok pengamat mencoba untuk mendengarkan dan
memahami yang sedang dimainkan oleh teman-temannya.
Pengamat pada pertemuan ini cukup serius, terlihat bahwa
pengamat sudah memperhatikan dan membuat kelas menjadi
lebih kondusif. Pengamat memberikan komentar dengan jelas
dan berbeda antar anggota. Ada pendapat yang sama namun
alasan yang diutarakan berbeda.
Setelah selesai, diadakan diskusi untuk membahas
proses jalannya role playing yang dipimpin oleh guru BK.
Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada para pemain
terlebih dahulu mengenai perasaan mereka saat berperan serta
86
kendala apa yang dialami selama bermain peran. Masing-
masing anak menceritakan perasaan dan kendala mereka
mengenai kegiatan yang baru saja dilakukan. Peneliti
kemudian memberikan pertanyaan kepada kelompok pengamat
mengenai kekurangan atau kelebihan dalam proses role
pleying. Bersama dengan siswa peneliti berdiskusi mengenai
perasaan mereka jika dituntut untuk menjalani peran
bekerjasama atau tidak dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah proses pemberian tindakan V selesai, peneliti
membagikan naskah yang akan diperankan pada pertemuan
selanjutnya yaitu dengan tema menolong. Siswa yang belum
terpilih menjadi pemeran akan dipilih pada tindakan
selanjutnya
b) Pemberian tindakan VI: Menolong
Tindakan VI dilaksanakan dengan tema “Menolong”.
Pemberian tindakan VI ini bertujuan agar siswa mampu
berempati dan mengerti pentingnya menolong orang lain.
Pemeran pada tindakan VI ini adalah YKP, MKA, dan WN.
Anggota yang tidak berperan, bertindak sebagai pengamat.
Pertemuan kedua juga mengalami peningkatan, seolah-
olah kelompok ini berlomba-lomba dengan kelompok lainnya.
Semua anggota sudah tidak merasa malu-malu lagi dalam
berperan dan ada yang mencoba berekspresi dalam berperan.
87
WN yang lebih antusias untuk menghayati dan berekspresi.
Pada awal cerita WN merasa peran yang dimainkan kurang,
kemudian dia meminta dilangi. Saat bermain peran diulangi
kelompok ini berjalan sangat baik. Anggota lain juga bermain
dengan penuh ekspresi dan menghayati cerita. Kelompok
pengamat cukup mudah memahami isi cerita dan bahkan
sangat mudah untuk memberikan komentar karena paham
dengan isi cerita.
Selesai penampilan role playing dengan tema
menolong, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok.
Diskusi dipimpin oleh guru BK. Peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan kepada para pemain terlebih dahulu mengenai
perasaan mereka saat berperan. Diskusi pada pertemuan ini
berjalan lancar, karena semua anggota mampu menyampaikan
pendapatnya mengenai penampilan yang sudah dilakukan oleh
temannya. Setelah pertemuan selesai, peneliti membagikan
naskah yang akan diperankan pada pertemuan berikutnya.
Anggota yang belum dipilih akan tetap menjadi pengamat.
c) Pemberian tindakan VII: Toleransi
Pemberian tindakan VII ini dilaksanakan pada tanggal
28 Oktober 2015 dengan tema “Toleransi”. Kegiatan role
playing ini diperankan oleh DeYA, SAJ, dan RHJ. Siswa yang
tidak berperan, bertindak sebagai pengamat seperti biasanya.
88
Kelompok pada tindakan VII ini terlihat semakin
membaik, pemeran sudah terlihat siap untuk tampil. Mereka
mulai percaya diri dan bersemangat. Jika dilihat dari
pemberian tindakan toleransi sebelumnya, pada tindakan kali
ini mereka seperti termotivasi oleh kelompok sebelumnya.
Kelompok ini mencoba menyajikan penampilan yang
sempurna. Pada tindakan sebelumnya SAJ sangat percaya diri.
Pada kesempatan ini anggota lain juga menunjukkan sikap
percaya diri tinggi dengan berperan lebih santai dan mampu
mengekspresikan peran yang dijalani.
Kelompok pengamat juga terlihat antusias. Dengan
adanya tepuk tangan dan teriakan yang meriah menandakan
bahwa pengamat memperhatikan kegiatan serta keberhasilan
pemeran dalam menjalankan tugas. Tetapi untuk cerita yang
diperankan, semua anggota mampu memahami toleransi itu
seperti apa.
Guru BK memimpin diskusi mengenai toleransi.
Sebelum diskusi dimulai, seperti biasa peneliti menanyakan
perasaan pemeran setelah memerankan tokoh yang ada
dicerita. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang diikuti
dengan antusias oleh kelompok pengamat. Kelompok
pengamat menyampaikan pendapat yang berbeda dari satu
anak dengan anak lainnya.
89
d) Pemberian tindakan VIII: Komitmen
Pemberian tindakan VIII dengan tema “Komitmen”.
Pemberian tindakan VIII ini bertujuan agar siswa mempunyai
komitmen tinggi untuk tetap berada dalam kelompok
meskipun banyak godaan atau konflik yang menyebabkan
anggota berpikiran untuk meningalkan kelompok tersebut.
Pemeran pada tindakan VIII ini adalah DTS, DTA, dan WTA.
Anggota lain yang tidak berperan, bertindak sebagai pengamat.
Pada pertemuan ini sudah terlihat adanya perubahan
dibanding dengan pemberian tindakan IV. Perubahan yang
menonjol adalah siswa DTS sudah merasa santai dan tidak
sungkan lagi untuk bermain peran dengan lawan main kakak
kelasnya. DTS sudah berani memberikan masukan atau
berdiskusi dengan kelompoknya. Berbeda pada tindakan
sebelumnya, DTS hanya diam dan malu-malu untuk
menanggapi pendapat anggota lain dalam briefing.
Selesai penampilan role playing dengan tema
komitmen, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok
yang dipimpin guru BK. Peneliti mengajukan beberapa
pertanyaan kepada pemeran terlebih dahulu mengenai perasaan
mereka saat berperan dan pentingnya komitmen dalam
organisasi. Diskusi pada pertemuan ini berjalan lancar, semua
anggota mampu menyampaikan pendapatnya mengenai
90
penampilan yang sudah dilakukan. Kegiatan sudah
dilaksanakan dengan baik, guru BK bersama dengan peneliti
mengajak para siswa untuk menyimpulkan kegiatan yang telah
dilakukan.
3) Hasil Tindakan
Hasil dari keempat tindakan yang diberikan dalam siklus II
ini dapat dilihat dari observasi, wawancara, dan post test.
Pemberian post test II dilakukan pada hari Sabtu 31 Oktober 2015.
Berikut hasil post test II terhadap 26 anggota OSIS setelah
diberikan tindakan:
Tabel 14. Hasil Post Test II
No Subjek Skor Persentase Kategori
1 AF 120 83% Tinggi
2 YLP 117 81% Tinggi
3 DPK 115 80% Tinggi
4 ER 118 82% Tinggi
5 MKA 122 85% Tinggi
6 TANS 117 81% Tinggi
7 DN 123 85% Tinggi
8 FP 116 81% Tinggi
9 DYA 114 79% Tinggi
10 FA 110 76% Tinggi
11 SS 117 81% Tinggi
12 RMP 121 84% Tinggi
13 HP 109 76% Tinggi
14 AR 119 83% Tinggi
15 DeYA 118 82% Tinggi
16 SAJ 117 81% Tinggi
17 VS 116 81% Tinggi
91
No Subjek Skor Persentase Kategori
18 RHJ 120 83% Tinggi
19 HA 114 79% Tinggi
20 PNE 126 88% Tinggi
21 DTS 111 77% Tinggi
22 WBS 120 83% Tinggi
23 SM 109 76% Tinggi
24 DTA 114 79% Tinggi
25 WTA 110 76% Tinggi
26 WN 114 79% Tinggi
Rata-rata 116,4 81%
Berdasarkan hasil pada post test II, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan yang lebih baik lagi
mengenai kohesivitas kelompok. Data setelah dilakukan post test II
dari 26 anggota OSIS diperoleh skor tertinggi adalah 126 dan skor
terendah adalah 109.
Peningkatan Kohesivitas didukung oleh hasil pengamatan
yang menunjukkan bahwa anggota OSIS saling bekerjasama dan
menolong antar anggota tanpa diminta. Hal tersebut terlihat
sebelum pemberian tindakan ke II dalam siklus II. Anggota OSIS
bekerjasama merapihkan meja dan kursi dalam ruangan tempat
role playing dilakukan. Sebagian anggota lagi membantu dengan
membersihkan lantai yang terdapat sobekan-sobekan kertas. Untuk
aspek toleransi baru muncul pada diskusi setelah tindakan ke III
pada siklus ke II. Siswa tersebut dapat mengontrol egonya dalam
mengemukakan pendapat dan memberi kesempatan orang lain
yang berpendapat supaya menyelesaikan apa yang sedang
92
diutarakan. Untuk aspek komitmen, siswa sudah tidak diragukan
lagi. Angota OSIS sudah menunjukkan bahwa mereka ingin berada
didalam kelompok. Hal tersebut ditandai dengan kenyamanan
siswa dalam mengikuti kegiatan.
Berdasarkan hasil wawancara, siswa sudah mampu
mengungkapkan alasan mereka mengenai pentingnya kerjasama,
saling menolong dalam bentuk apapun, toleransi, dan berkomitmen
didalam kelompok. Dalam proses wawancara, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa adanya peningkatan melalui jawaban dari
anggota OSIS yang berbeda-beda. Dalam wawancara, peneliti juga
menyoroti siswa SAJ dan DTS. Awalnya SAJ dan DTS malu-malu
dalam berperan maupun berpendapat dalam diskusi. Pada siklus II,
SAJ dan DTS sudah tidak malu-malu lagi dalam berpendapat
karena masih bersama teman-temannya. Ketika wawancara
ternyata SAJ dan DTS mampu mengutarakan pendapatnya dengan
jelas meskipun pada awalnya sedikit malu-malu. Pada dasarnya,
semua anggota OSIS mampu mengutarakan pendapatnya dengan
jelas dan tidak tegang.
4) Refleksi Akhir
Refleksi dilakukan peneliti dengan guru BK. Dengan tujuan
untuk mengetahui perkembangan dan kekurangan yang ada dalam
tindakan selama siklus II berlangsung. Pada dasarnya, siklus II
sudah berjalang dengan baik. Terdapat peningkatan kohesivitas
93
pengurus OSIS yang ditunjukkan. Peningkatan tersebut dapat
dilihat dari hasil pre test, post test I, dan post test II pada tabel
berikut:
Tabel 15. Skor Perbandingan Pre Test, Post test I, dan Post Test II.
No Nama
Subjek
Pre Test Post Test I Post Test II Pening
katan %
Skor Kategori Skor Kategori Skor Kategori
1 AF 122 Tinggi 120 Tinggi 120 Tinggi -2 -1%
2 YLP 70 Rendah 88 Sedang 117 Tinggi 47 33%
3 DPK 101 Sedang 112 Tinggi 115 Tinggi 14 10%
4 ER 117 Tinggi 126 Tinggi 118 Tinggi 1 1%
5 MKA 107 Sedang 117 Tinggi 122 Tinggi 15 10%
6 TANS 117 Tinggi 110 Tinggi 117 Tinggi 0 0%
7 DN 122 Tinggi 128 Tinggi 123 Tinggi 1 1%
8 FP 108 Tinggi 120 Tinggi 116 Tinggi 8 6%
9 DYA 99 Sedang 105 Sedang 114 Tinggi 15 10%
10 FA 109 Tinggi 109 Tinggi 110 Tinggi 1 1%
11 SS 117 Tinggi 117 Tinggi 117 Tinggi 0 0%
12 RMP 112 Tinggi 115 Tinggi 121 Tinggi 9 6%
13 HP 109 Tinggi 110 Tinggi 109 Tinggi 0 0%
14 AR 103 Sedang 112 Tinggi 119 Tinggi 16 11%
15 DeYA 107 Sedang 114 Tinggi 118 Tinggi 11 8%
16 SAJ 106 Sedang 110 Tinggi 117 Tinggi 11 8%
17 VS 112 Tinggi 112 Tinggi 116 Tinggi 4 3%
18 RHJ 103 Sedang 113 Tinggi 120 Tinggi 17 12%
19 HA 118 Tinggi 114 Tinggi 114 Tinggi -4 -3%
20 PNE 116 Tinggi 118 Tinggi 126 Tinggi 10 7%
21 DTS 98 Sedang 102 Sedang 111 Tinggi 13 9%
22 WBS 111 Tinggi 109 Tinggi 120 Tinggi 9 6%
23 SM 108 Tinggi 110 Tinggi 109 Tinggi 1 1%
24 DTA 99 Sedang 106 Sedang 114 Tinggi 15 10%
25 WTA 71 Rendah 90 Sedang 110 Tinggi 39 27%
26 WN 101 Sedang 106 Sedang 114 Tinggi 13 9%
Rata-rata 106,3 / 74% 111,3 / 77% 116,4 / 81% 10,2 7%
94
Berdasarkan hasil pre test, post test I, dan post test II
menunjukkan adanya peningkatan kohesivitas anggota kelompok
dengan perolehan skor rata-rata 10,2 atau 7%. Semua anggota
OSIS sudah mencapai kategori tinggi pada siklus II dengan skor
terendah 109 dan skor tertinggi 126. Perbandingan antara hasil pre
test dengan post test II sudah mengalami peningkatan yang baik.
Meskipun terdapat beberapa anggota yang mengalami penurunan
skor, namun hal tersebut tidak mempengaruhi kohesivitas anggota
kelompok. Skor rata-rata kohesivitas anggota kelompok tetap
mengalami peningkatan dibandingkan hasil pre test dan post test I.
Artinya, skor terbesar dan terkecil dihitung berdasarkan jumlah
skor peningkatan menunjukkan bahwa seluruh anggota OSIS sudah
mengalami peningkatan skor dengan kategori tinggi yaitu skor
lebih tinggi atau sama dengan 108 dengan persentase 75%.
Hasil observasi menunjukkan adanya peningkatan
kohesivitas dalam pengurus OSIS. Peningkatan tersebut
ditunjukkan dengan adanya kerjasama antar anggota seperti
menyelesaikan tugas bersama, bertanggung jawab atas tugas, dan
bertukar pikiran untuk membangun OSIS lebih baik. Selain itu
sikap menolong dengan kesadaran diri sendiri tanpa diminta juga
ditunjukkan oleh anggota. Pada aspek toleransi terdapat
peningkatan yang cukup baik dengan saling menghargai pendapat
…
95
atau usaha orang lain selama pemberian tindakan.toleransi
ditunjukkan oeh pengurus saat pelaksanaan role playing dan
diskusi setelah tindakan. Untuk aspek komitmen, siswa sudah
menunjukkan bahwa siswa ingin berada didalam kelompok. Hal
tersebut ditandai dengan kehadiran dan kenyamanan yang
ditunjukkan oleh siswa dalam mengikuti kegiatan.
Berdasarkan hasil wawancara, semua anggota sudah mampu
mengungkapkan alasan mereka tanpa malu-malu mengenai
pentingnya kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun,
toleransi dengan menghargai usaha dan pendapat orang lain, serta
berkomitmen didalam kelompok. Meskipun pada awalnya ada satu
atau dua anak yang malu mengutarakan pendapat, tapi lama
kelamaan merasa nyaman dan dengan santai mengungkapkan
pendapatnya.
Grafik hasil penelitian terhadap 26 anggota OSIS setelah
pemberian tindakan dengan dua siklus menunjukkan adanya
peningkatan skor kohesivitas anggota kelompok berdasarkan hasil
pre test, post test I, dan post test II (grafik terlampir). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kohesivitas
anggota kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit.
Peningkatan kohesivitas dapat dilihat dari perbandingan hasil pre
test dengan post test I maupun post test II. Perbandingan hasil
96
peningkatan kohesivitas dapat dilihat dari pre test dengan post test
I maupun post test II berikut:
Gambar 2. Grafik Peningkatan Skor Rata-rata
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sudah sesuai
dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan oleh peneliti
yaitu skor kohesivitas anggota kelompok mencapai lebih dari sama
dengan 108 atau pada kategori tinggi dengan persentase rata-rata
75%. Setelah refleksi, didapat hasil yang baik dalam peningkatan
kohesivitas dengan tercapainya target yang sudah ditetapkan yaitu
dengan perolehan skor terendah 109 atau rata-rata skor secara
keseluruhan adalah 116,4 dengan persentase 81%. Sehingga
peneliti bersama guru BK bersepakat bahwa penelitian tindakan
dapat dihentikan. Dapat disimpulkan bahwa kohesivitas anggota
kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit telah mengalami
peningkatan setelah diberikan VIII tindakan menggunakan role
playing.
Pre Test Post Test I Post Test II
106.3
111.3
116.4
Grafik Peningkatan Skor Rata-rata
97
B. Pembahasan
Manusia merupakan makhluk sosial yang pada hakikatnya tidak bisa
untuk hidup sendiri. Serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka
memenuhi kelangsungan hidupnya tentu melibatkan orang lain. Manusia
dituntut untuk mampu beradaptasi dan bekerjasama dengan orang lain. Oleh
karena itu, diperlukan kemampuan bersosialisasi yang baik agar dapat terjalin
hubungan yang baik. Untuk dapat memiliki kemampuan bersosialisasi yang
baik tentunya bukan merupakan suatu hal yang mudah. Perlu adanya latihan
atau proses yang lama untuk membentuknya.
Membentuk kemampuan bersosialisasi lebih efektif jika dilakukan
pada masa remaja. Seperti yang sudah dijelaskan Hall (Santrock, 2007: 6)
bahwa masa remaja merupakan masa badai dan stress yaitu masa pergolakan
yang penuh dengan konflik dan buaian suasana hati. Perasaan, pikiran,
tindakan mengenai kesombongan dan kerendahan hati, kebaikan dan godaan,
serta kegembiraan dan kesedihan. Apabila masa yang begitu labil antara
pikiran dan perasaan dapat ditata rapi, tidak menutup kemungkinan proses
sosialisasi remaja dapat berjalan dengan efektif. Pembelajaran sosialisasi
perlu dipelajari di lingkungan keluarga, teman sebaya, atau lingkungan
sekitarnya. Sebab remaja memiliki perkembangan peran sosial dimana remaja
ingin diakui oleh orang lain. Peran sosial remaja dapat kearah positif maupun
negatif, mereka ingin menonjolkan diri agar diakui orang lain.
Pada remaja, paling mudah melatih kemampuan bersosialisasi pada
jenjang SMP khususnya pada organisasi atau ekstrakurikuler. Pada
98
organisasi, siswa dilatih bagaimana cara bersosialisasi. Hal tersebut perlu
mendapat pengawasan agar remaja mampu menonjolkan diri dalam rangka
mencari identitas diri dengan hal yang positif. Dalam sosialisasi pada suatu
kelompok tentu diperlukan juga keeratan antar anggota atau kohesivitas
kelompok. Apabila kohesivitas terjalin dengan baik, tidak menutup
kemungkinan proses sosialisasi akan berjalan dengan baik. Selain itu
kohesivitas juga dapat menjadikan kelompok tersebut menjadi tahan lama dan
lebih produktif dari sebelumnya.
Kohesivitas kelompok yang kurang, dialami oleh OSIS SMP Negeri 3
Sambit. Idealnya, suatu organisasi itu harus memiliki kerjasama, saling
membantu, sikap solid, saling menghargai, tanggung jawab, dan juga sikap
saling menyayangi antar anggota harus dapat tercipta didalam suatu
kelompok tersebut. Seperti yang telah diungkapkan Carolina dan Jusman
(Abu Huraerah dan Purwanto, 2006: 44) bahwa kohesivitas kelompok dapat
didefinisikan sebagai sejumlah faktor yang mempengaruhi anggota kelompok
untuk tetap menjadi anggota kelompok. Dalam membantu menumbuhkan
faktor dalam kohesivitas yang kurang pada pengurus OSIS SMP Negeri 3
Sambit, peneliti menggunakan teknik role playing.
Pemilihan teknik Role Playing didasarkan pada kegiatannya yang
berpengaruh positif terhadap kohesivitas suatu kelompok. Andang Ismail
(2006: 15) menjelaskan bahwa bermain peran adalah suatu jenis simulasi
yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antar
sesama. Serangkaian kegiatan dalam role playing menurut Bruce Joyce, dkk
99
(2009: 329) adalah menguraikan sebuah masalah, memeragakan, dan
mendiskusikan masalah tersebut. Sehingga permasalahan yang dialami
anggota kelompok dapat diangkat menjadi bahan dalam pelaksanaan role
playing dan diperagakan kemudian didiskusikan secara bersama-sama.
Teknik role playing pada penelitian ini digunakan untuk
meningkatkan kohesivitas kelompok pengurus OSIS. Pengurus OSIS
merupakan organisasi yang sangat berperan banyak dalam kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan sekolah, seperti kegiatan lomba (Class Meeting),
pentas seni, panitia idul adha, dan sebagainya. Subjek dalam penelitian ini
adalah semua pengurus OSIS dengan jumlah anggota 26 siswa. Namun
anggota yang diamati adalah anggota dengan kategori rendah dan sedang
yaitu sebanyak 12 anggota. Peneliti menentukan subjek melalui hasil pre test
(Tabel 10).
Penelitian ini membahas mengenai empat aspek kohesivitas kelompok
yaitu kerjasama, menolong, toleransi dan komitmen. Penelitian ini terdiri dari
dua siklus dan masing-masing siklus terdiri dari empat tindakan. Siklus
pertama pada tindakan I peneliti dan guru BK menyampaikan materi yang
telah peneliti susun dengan isi bahasan pengertian dan makna organisasi,
pengertian kohesivitas, aspek kohesivitas dan contoh dalam kehidupan sehari-
hari. Setelah materi sudah disampaikan oleh guru BK, kegiatan dilanjutkan
dengan praktik role playing dengan tema “Kerjasama”. Pemeran pada
pertemuan ini adalah DPK, DYA, dan AR. Anggota lain yang tidak tampil
untuk menjadi pengamat selama berlangsungnya role playing. Pada tindakan
100
I ini pengamat masih terlihat kurang serius, terlihat beberapa anggota ada
yang mengobrol dan membuat kelas menjadi gaduh. Pemeran masih sedikit
malu-malu dan tegang, namun semua itu dapat teratasi. Secara keseluruhan
siswa dapat mengikuti dengan baik walaupun terdapat beberapa kendala.
Tindakan II dilakukan dengan tema “Menolong”, pemeran pada
pertemuan ini adalah YKP, MKA, dan WN. Pemeran pada tindakan ini sudah
mengalami peningkatan dari pada pertemuan sebelumnya. Pada kegiatan ini
suasana masih sedikit gaduh, namun sudah sedikit mengalami peningkatan
yaitu setiap anak mampu mengutarakan pendapatnya. Tujuan dari pertemuan
ini adalah agar siswa mampu berempati terhadap orang lain, dan siswa
mampu untuk menolong orang yang membutuhkan.
Tindakan III dilakukan dengan tema “Toleransi”. Pemeran pada
pertemuan ini adalah DeYa, SAJ, dan RHJ. Pemeran sudah terlihat siap
melakukan role playing dan terlihat lebih percaya diri dibandingkan tindakan
sebelumnya. Kelompok pengamat juga terlihat antusias. Proses diskusi pun
berjalan lancar. Terdapat beberapa perbedaan pendapat dan semua anggota
dapat memahami tentang makna toleransi.
Tindakan IV dilakukan dengan tema “Komitmen”. Pemeran pada
pertemuan ini adalah DTS, DTA, dan WTA. Pertemuan ini terlihat seperti
pertemuan pertama, masih malu-malu dan tegang yang dialami salah satu
pemeran. Sebab pemeran itu merupakan adik kelas dari dua pemeran lainnya.
Namun pertemuan ini dapat berjalan hingga role playing selesai. Diskusi
101
pada pertemuan ini sudah cukup baik. Dilihat dari munculnya beberapa
pendapat yang berbeda dari tiap anak.
Peningkatan pada siklus I sudah baik, yaitu mencapai skor rata-rata
111,7 atau 78% dengan persentase peningkatan sebesar 4%, serta terdapat
peningkatan skor kohesivitas yang semula rendah menjadi sedang dan ada
beberapa yang mencapai kategori tinggi. Namun hasil tersebut belum
mencapai target karena masih ada siswa yang berada pada kategori sedang,
sehingga penelitian ini dilanjutkan pada siklus II. Tema dari siklus II ini sama
seperti siklus I yaitu membahas mengenai kerjasama, menolong, toleransi,
dan komitmen.
Tindakan V berlangsung sangat baik, pemeran pada pertemuan ini
sudah tidak malu-malu lagi dan hafal alur cerita. Untuk siswa DPK
menunjukkan peningkatan yang baik dengan berperan lebih santai.
Ditunjukkan oleh DPK dengan berperan penuh ekspresi dan penghayatan.
Untuk anggota lain sudah menunjukkan sikap kerjasama mereka untuk tenang
dan membantu pemeran agar lebih berkonsentrasi dalam berperan.
Tindakan VI berlangsung dengan baik, seolah-olah kelompok ini
berlomba-lomba dengan kelompok lainnya. Semua anggota sudah tidak
merasa malu-malu lagi dalam berperan. WN yang lebih antusias untuk
menghayati dan berekspresi. Kelompok pengamat cukup mudah memahami
isi cerita dan bahkan sangat mudah untuk memberikan komentar karena
paham dengan isi cerita. Kerjasama anggota semakin terlihat dengan saling
102
tolong menolong anggota dalam mempersiapkan kelas dan membersihkan
sebelum kegiatan dilakukan.
Tindakan VII berjalan sangat baik. Pemeran sudah terlihat siap untuk
tampil. Mereka mulai percaya diri dan bersemangat. Jika dilihat dari
pemberian tindakan toleransi sebelumnya, pada tindakan kali ini mereka
seperti termotivasi oleh kelompok sebelumnya. Peningkatan drastis
ditunjukkan oleh SAJ. Pada awalnya SAJ siswa yang malu-malu dan
cenderung diam dalam diskusi. Namun setelah pertemuan siklus I, SAJ mulai
berani berbicara dan pada siklus II mampu berperan dengan santai dan
nyaman serta penuh percaya diri.
Tindakan VIII sudah berjalan baik. Pada pertemuan ini sudah terlihat
adanya perubahan dibanding dengan pemberian tindakan IV. Perubahan yang
menonjol adalah siswa DTS sudah merasa santai dan tidak sungkan lagi
untuk bermain peran dengan lawan main kakak kelasnya. DTS sudah berani
memberikan masukan atau berdiskusi dengan kelompoknya. Berbeda pada
tindakan sebelumnya, DTS hanya diam dan malu-malu untuk menanggapi
pendapat anggota lain dalam briefing.
Hasil peningkatan dari empat tindakan pada siklus II ini mencapai
skor rata-rata 10,3 atau 7%. Skor rata-rata yang diperoleh pada siklus II ini
sebesar 116,4 dengan persentase 81%. Skor perbandingan pre test, post test I,
dan post test II dapat dilihat pada tabel 15. Hasil akhir dari pemberian
tindakan dengan teknik role playing telah menghasilkan skor yang meningkat
pada seluruh siswa dengan kategori tinggi pada masing-masing siswa dan
103
melampaui kriteria keberhasilan yaitu dengan skor lebih dari sama dengan
108 atau pada kategori tinggi dengan rata-rata lebih dari 75%.
Hasil observasi menunjukkan adanya peningkatan kohesivitas dalam
pengurus OSIS. Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan adanya kerjasama
antar anggota seperti menyelesaikan tugas bersama, bertanggung jawab atas
tugas, dan bertukar pikiran untuk membangun OSIS lebih baik. Selain itu,
kerjasama juga ditunjukkan dalam persiapan sebelum kegiatan. Anggota
OSIS kerjasama dalam mempersiapkan ruangan yang nyaman untuk
dilakukan tindakan.
Dalam sikap menolong juga ditunjukkan dengan kesadaran diri sendiri
tanpa diminta. Pada awal pemberian pre test mereka terlihat malas untuk
meminjamkan barang karena siswa laki-laki kebanyakan merusak atau
menghilangkan sesuatu seperti tutup bolpoin dan sebagainya. Namun
keikhlasan siswa dalam membantu juga ditunjukkan dengan saling membantu
dengan meminjamkan penghapus atau bolpoin dari siswa perempuan ke siswa
laki-laki selama kegiatan.
Pada aspek toleransi terdapat peningkatan yang cukup baik dengan
saling menghargai pendapat atau usaha orang lain selama pemberian
tindakan. Toleransi ditunjukkan oleh pengurus saat pelaksanaan role playing
dan diskusi setelah tindakan. Pengurus mampu menghargai pendapat orang
lain dalam diskusi dengan memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk
menyelesaikan pendapatnya terlebih dahulu. Toleransi juga diberikan kepada
anggota OSIS yang telat dalam mengikuti kegiatan karena dipanggil oleh
104
guru sebelumnya. Hal tersebut dapat membuat siswa yang telat menjadi lebih
bersemangat dalam mengikuti kegiatan, sebab siswa tersebut merasa dihargai
dengan kesibukan pada kegiatannya.
Untuk aspek komitmen, siswa sudah menunjukkan bahwa siswa ingin
berada didalam kelompok. Hal tersebut ditandai dengan kehadiran dan
kenyamanan yang ditunjukkan oleh siswa dalam mengikuti kegiatan. Hal
tersebut senada dengan pendapat Shaw (Sunarru Samsi Hariadi, 2011: 28)
yaitu kelompok yang tingkat kohesinya tinggi akn lebih energik dalam
aktivitas kelompok, jarang absen dalam pertemuan dan senang apabila
kelompok berhasil. Selain itu kenyamanan juga ditunjukkan anggota OSIS
dalam sesi diskusi setelah tindakan. Anggota OSIS mampu mengutarakan
pendapatnya dengan santai namun jelas maksud yang disampaikan.
Komitmen juga ditunjukkan dalam kehadiran. Pada awal tindakan di siklus I,
beberapa siswa masih merasa malas dan ingin cepat pulang. Beberapa kali
siswa tersebut melihat jam. Namun pada siklus II, anggota OSIS sudah tidak
mempermasalahkan waktu. Mereka tidak pernah lagi merasa ingin cepat
pulang. Pada kegiatan yang dilakukan setiap tindakan berjalan selama 40
menit.
Berdasarkan hasil wawancara, semua anggota sudah mampu
mengungkapkan alasan mereka tanpa malu-malu mengenai pentingnya
kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, toleransi dengan
menghargai usaha dan pendapat orang lain, serta berkomitmen didalam
kelompok. Selain itu, siswa juga mengaku bahwa mereka senang didalam
105
kelompok. Mereka khususnya anggota OSIS sebagai perwakilan kelas merasa
kelompok OSIS ini tidak sepenuhnya membosankan seperti kata orang-orang.
Sebagian pengurus OSIS dapat mengutarakan bahwa dia merasa lebih dapat
menghargai pendapat orang lain dengan adanya pengetahuan tentang
toleransi. Ketua OSIS mengungkapkan bahwa mungkin setelah kegiatan ini
kerja ketua menjadi lebih mudah, karena setiap anggota mampu
mengutarakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain dengan cara
mendengarkan terlebih dahulu.
Pemilihan teknik Role Playing didasarkan pada kegiatannya yang
berpengaruh positif terhadap kohesivitas suatu kelompok. Andang Ismail
(2006: 15) menjelaskan bahwa bermain peran adalah suatu jenis simulasi
yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antar
sesama. Serangkaian kegiatan dalam role playing menurut Bruce Joyce, dkk
(2009: 329) adalah menguraikan sebuah masalah, memeragakan, dan
mendiskusikan masalah tersebut. Sehingga permasalahan yang dialami
anggota kelompok dapat diangkat menjadi bahan dalam pelaksanaan role
playing dan diperagakan kemudian didiskusikan secara bersama-sama.
Teknik ini secara tidak langsung juga melatih kepercayan diri siswa dan
meningkatkan keeratan atau kohesivitas antar anggota.
Peran fasilitator juga sangat penting, terutama dalam pembuatan ide
naskah dan mengkondisikan siswa ketika kegiatan berlangsung agar
terlaksana dengan baik. Akhir pelaksanaan tindakan, penelti bersama guru
BK melakukan refleksi untuk mengetahui hasil dari tindakan, kekurangan
106
penelitian, perkembangan pada tingkat kohesivitas anggota, dan melakukan
perbaikan.
Skor rata-rata hasil pre test siswa sebelum dilakukan tindakan adalah
106,1 atau 74%. Setelah dilakukan penelitian siklus I yang terdiri dari empat
tindakan, skor rata-rata meningkat menjadi 111,7 atau 78%. Siklus II juga
terdiri dari empat tindakan dan skor rata-rata meningkat menjadi 116,4 / 81%.
Peningkatan skor kohesivitas kelompok dalam pelaksanaan tindakan ini serta
diperkuat dengan hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa teknik
role playing dapat meningkatkan kohesivitas kelompok pengurus OSIS. Hasil
penelitian ini telah sesuai dengan tujuan penelitian yaitu meningkatkan
kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS melalui teknik role playing di
SMP Negeri 3 Sambit, Kab. Ponorogo.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan tentunya masih memiliki keterbatasan.
Keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi peneliti selama penelitian
berlangsung adalah :
1. Waktu yang digunakan dalam penelitian kurang efektif, karena
pemberian tindakan dilakukan setelah pulang sekolah dan subjek
penelitian sudah merasa letih.
2. Peneliti sulit untuk mengkolaborasikan antara anggota OSIS dari kelas
yang berbeda dengan tingkatan yang berbeda pula.
107
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan
bahwa dengan menggunakan teknik role playing dapat meningkatkan
kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS SMP Negeri 3 Sambit.
Pemberian tindakan ini dilaksanakan melalui dua siklus. Setiap siklus terdiri
dari empat tindakan dengan tema yang berbeda setiap tindakannya. Pada
tindakan pertama pemberian role playing dengan tema kerjasama, tindakan
kedua dengan tema menolong, tindakan ketiga dengan tema toleransi,
tindakan keempat dengan tema komitmen. Hasil skala kohesivitas setelah
diberikan tindakan mengalami peningkatan dan didukung oleh hasil
wawancara serta observasi yang juga menunjukkan adanya peningkatan.
Hasil skala pre test diperoleh skor sebesar 106,3 dengan persentase
74%, pada post test siklus I diperoleh skor sebesar 111,3 dengan persentase
77%, terjadi peningkatan skor sebesar 5 dengan persentase 3%. Post test
siklus II diperoleh skor rata-rata sebesar 116,4 dengan persentase 81%,
sehingga dapat diperoleh peningkatan skor sebesar 10,2 dengan persentase
7% terhadap hasil pre test. Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan
kohesivitas anggota kelompok selalu meningkat tiap siklus. Hasil observasi
yang didapat juga mengalami peningkatan pada semua aspek, yaitu pada
aspek kerjasama, menolong, toleransi, dan komitmen.
108
Berdasarkan hasil observasi, anggota OSIS sudah menunjukkan sikap
kerjasama dalam membantu kelancaran pemberian tindakan, seperti
mempersiapkan ruangan untuk pelaksanaan tindakan dan membuat kelas
menjadi kondusif. Selain itu anggota OSIS mau untuk memberikan
pertolongan kepada anggota lain yang membutuhkan walaupun tidak diminta.
Toleransi juga diperlihatkan ketika diadakan diskusi dan juga pada siswa
yang telat mengikuti kegiatan. Komitmen setiap anggota untuk tetap berada
didalam kelompok OSIS ini juga sudah terbangun dengan baik. Ditandai
dengan kehadiran dan kenyamanan setiap anggota dalam mengikuti tindakan
yang diberikan selama kegiatan berlangsung.
Berdasarkan hasil wawancara, semua anggota sudah mampu
mengungkapkan alasan mereka tanpa malu-malu mengenai pentingnya
kerjasama, saling menolong dalam bentuk apapun, toleransi dengan
menghargai usaha dan pendapat orang lain, serta berkomitmen didalam
kelompok. Selain itu, siswa mengaku bahwa mereka senang didalam
kelompok. Peneliti berhasil melaksanakan penelitian sesuai dengan tujuan
penelitian, yaitu meningkatkan kohesivitas anggota kelompok pengurus OSIS
SMP Negeri 3 Sambit melalui teknik role playing.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, maka dapat dikemukakan
saran-saran sebagai berikut:
109
1. Bagi Pengurus OSIS
Kohesivitas kelompok pada pengurus OSIS telah mengalami
peningkatan setelah diberikan teknik role playing dan pengurus OSIS
mengetahui pentingnya kohesivitas kelompok. Diharapkan kepada
pengurus OSIS agar selalu menjaga kohesivitas kelompok yang dijalani
dalam kehidupan sehari-hari selain didalam kepengurusan.
2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Guru bimbingan dan konseling diharapkan dapat menggunakan
teknik role playing sebagai salah satu teknik bimbingan untuk
memberikan pengawasan terhadap perkembangan peran sosial siswa baik
dalam organisasi OSIS maupun siswa lainya.
3. Bagi peneliti selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian tentang
meningkatkan kohesivitas kelompok menggunakan teknik lain
yang lebih bervariatif.
b. Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan berbagai macam
metode layanan bimbingan dan konseling yang lebih kreatif dan
inovatif sesuai kebutuhan siswa.
110
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi. (2002). Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Abu Huraerah & Purwanto. (2006). Dinamika Kelompok. Bandung : PT Refika
Aditama.
Andang Ismail. (2006). Education Game (Menjadi Cerdas dan Ceria dengan
Permainan Edukasi). Yogyakarta: Pilar Media.
Andi Mappiare. (1982). Psikologi Remaja. Malang: Usaha Nasional.
Ayu Fitriana. (2014). The Effectiveness of Role Play on Students Speaking Skill.
Skripsi. Jakarta: Pendidikan Bahasa Inggris UIN.
Bimo Walgito. (2007). Psikologi Kelompok. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Burhan Nurgiyantoro. (2009). Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Joyce, Bruce., Weil, Marsha., & Calhoun, Emily. (2009). Models of Teaching.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Terjemahan Achmad Fawaid dan Ateilla
Mirza).
Dede Rahmat & Aip Badrujaman. (2012). Penelitian Tindakan dalam Bimbingan
dan Konseling. Jakarta : PT. Indek.
Hertina Wulansari, Tuti Hardjajani, & Arista Adi Nugroho. (2013). Hubungan
antara Komunikasi yang Efektif dan Harga Diri dengan Kohesivitas
Kelompok pada Pasukan Suporter Solo Sejati (Pasoepati). Seminar
Nasional. Surakarta: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret.
Hisyam Zaeni, Bermawy Munthe, & Sekar Ayu Aryani. (2002). Strategi
Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: ETSD IAIN
Sunan Kalijaga.
Hurlock, Elizabeth B. (1991). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. (Alih bahasa: Istiwidayanti &
Soedjarwo). Jakarta: Erlangga.
____________________. (1997). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Geldard, Kathryn. (2011). Konseling Remaja (Pendekatan Proaktif untuk Anak
Muda). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Made Pidarta. (1990). Cara Belajar Mengajar di Universitas Maju. Jakarta: Bumi
Aksara.
Miftahul Huda. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
111
Purwo Herlianto. (2013). Hubungan Antara Kohesivitas Kelompok Dengan
Dinamika Kelompok Dalam Proses Bimbingan Kelompok Pada Siswa
SMP Negeri 13 Semarang. Skripsi. Bimbingan dan Konseling UNES.
Rita Eka Izzaty, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY
Press.
Rita Hermawati. (2012). Peningkatan Hasil Belajar Dengan Metode Role Playing
Pada Mata Diklat Pelayanan Prima Kelas X Busana B Di SMK Ma’arif
2 Sleman. Skripsi. Pendidikan Teknik Boga dan Busana Fakultas
Teknik, UNY.
Rudi Mulyatiningsih, dkk. (2004). Bimbingan Pribadi-Sosial, Belajar, dan
Karier. Jakarta: PT Grasindo Anggota Ikapi.
Santrock, John W. (2007). Psikologi Remaja. Jakarta: Erlangga.
Sri Wahyuningsih, Wahyudi, Tri Saptuti Susiani. (2012). Metode Bermain Peran
Dalam Pembelajaran IPS Tentang Peristiwa Sekitar Proklamasi Siswa
Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian. Kebumen: PGSD FKIP
Universitas Sebelas Maret Kampus VI.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & R n D. Bandung :
Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
_________________. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sunarru Samsi Hariadi. (2011). Dinamika Kelompok. Yogyakarta: Sekolah
Pascasarjana UGM.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. (2002). Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rhineka Cipta.
Syaifuddin Azwar. (2007). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Tatiek Romlah. (2006). Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Teguh Kurnia dan Arundati Shinta. (2015). Hubungan antara Kohesivitas
Organisasi dengan Aktualisasi Diri pada Anggota Komunitas Pemuda
Gereja. Seminar Psikologi & Kemanusiaan. ISBN: 978-979-796-324-8.
Wina Sanjaya. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana.
112
LAMPIRAN
113
Lampiran 1
114
Lampiran 2
115
Lampiran 3
116
Lampiran 4
117
Lampiran 5
118
Lampiran 6
SKALA KOHESIVITAS KELOMPOK PENGURUS OSIS MELALUI
TEKNIK ROLE PLAYING DI SMPN 3 SAMBIT PONOROGO
KATA PENGANTAR
Berikut ini adalah skala kohesivitas kelompok, skala ini dibuat sebagai
instrumen penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kohesivitas yang
ada. Karena itu saya meminta bantuan kepada siswa untuk meluangkan waktu
untuk mengisi pernyataan-pernyataan di bawah ini. Setiap pernyataan memiliki
jawaban benar jika jawaban tersebut sesuai dengan kondisi yang anda alami saat
ini. Pernyataan ini tidak mempengaruhi nilai atau prestasi anda di sekolah dan
jawaban anda akan dijamin kerahasiaannya.
Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti
Aditya Wahyu Hanggara
119
PETUNJUK MENGERJAKAN
1. Bacalah setiap pernyataan di bawah ini dengan teliti, kemudian berilah
jawaban anda pada lembar jawab yang telah disediakan, yaitu disamping
pernyataan pada angket ini.
2. Jawablah semua pernyataan dengan seteliti mungkin dan jangan sampai
ada yang terlewatkan.
3. Setiap pernyataan dalam skala ini ada empat pilihan jawaban : Sangat
Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai
(STS).
4. Jawablah setiap pernyataan pada angket ini dengan memberikan tanda cek
(√) pada jawaban yang anda pilih.
Contoh :
No Pernyataan SS S TS STS
1. Saya belajar agar mendapatkan prestasi
yang memuaskan √
Nama
Jenis Kelamin
120
Instrumen Skala Kohesivitas Kelompok
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya merasa lebih mudah menyelesaikan
tugas secara bersama-sama atau kerjasama.
2
Saya tetap menyelesaikan tugas yang
diberikan meskipun itu dikerjakan secara
berkelompok.
3
Saya lebih suka mendiskusikan masalah yang dihadapi
bersama anggota lain dari pada memendamnya
sendiri.
4 Saat rapat saya selalu memperhatikan dan
menghargai anggota lain dalam berpendapat.
5 Saya tidak pernah membawa masalah pribadi
jika berada didalam kelompok.
6 Saya selalu tepat waktu dalam menghadiri
rapat.
7 Saya lebih suka berkelompok dengan teman
dekat saja.
8 Saya dapat mengandalkan teman yang pandai
dalam menyelesaikan tugas.
9 Menurut saya setiap anggota harus
menyelesaika tugas dengan mandiri.
10 Saya kurang ikhlas jika diminta membantu
orang yang kurang saya senangi.
11
Saya hanya menanggapi pendapat seseorang
jika pendapat tersebut tidak cocok dengan
pendapat saya.
12 Saya merasa tidak betah jika anggota
kelompok bukan teman dekat saya.
121
13 Saya lebih suka mengerjakan tugas yang saya
sukai.
14 Saya lebih suka telat datang rapat dari pada harus
menunggu anggota lain.
15
Saya tetap ingin berkelompok meskipun ada
orang yang tidak saya sukai didalam
kelompok tersebut.
16
Saya akan tetap mengerjakan tugas yang
diberikan meskipun saya kesulitan
mengerjakan tugas tersebut.
17 Saya menghentikan kegiatan jika ada orang
yang membutuhkan pertolongan saya.
18 Saya menolong orang tanpa melihat jabatan
orang tersebut.
19
Saya menanggapi pendapat orang lain setelah
orang itu selesai mengemukakan
pendapatnya.
20 Menurut saya suatu proses itu lebih penting
dari pada hasil.
21
Jika ada rapat, saya tidak melakukan kegiatan
apapun diluar pembahasan dan fokus pada
rapat.
22 Saya suka menghadiri rapat lebih awal agar tidak telat.
23 Saya tidak bisa bekerja dengan orang yang
tidak saya sukai.
24
Jika kelompok mengalami masalah, itu
semua tanggung jawab ketua sebagai
pimpinan kelompok.
25 Saya jarang berpendapat dalam rapat karena takut
pendapat saya akan ditolak nantinya.
122
26
Jika ada orang meminjam barang yang
sedang saya pakai, maka tidak akan saya
pinjamkan karena saya sedang
membutuhkannya.
27 Saya akan membantu anggota lain dalam
menyelesaikan tugas jika diminta oleh ketua.
28 Saya menolong orang jika saya kenal orang
itu.
29 Saya berusaha bagaimana caranya agar
pendapat saya bisa diterima.
30 Menurut saya usaha seseorang akan sia-sia
jika tidak memiliki hasil yang memuaskan.
31 Saya sering ngobrol dengan teman saat rapat.
32 Saya akan bertanya kepada teman jika saya
belum paham dengan tugas yang diberikan.
33 Saya merasa malas mengikuti rapat jika rapat
diadakan setelah pulang sekolah.
34
Saya tidak pusing memikirkan tugas
kelompok karena sudah ada teman yang
pandai.
35
Jika ada orang yang membutuhkan
pertolongan, saya akan membantu dengan
sungguh-sungguh.
36 Saya malas menolong orang yang tidak saya
sukai.
123
Lampiran 7
124
Lampiran 8
125
Lampiran 9
AF YLP DPK ER MKATAN
SDN FP DYA FA SS RMP HP AR
DeYA
SAJ VS RHJ HA PNE DTS WBS SM DTA WTA WN
Pre Test 122 70 101 117 107 117 122 108 99 109 117 112 104 103 107 106 112 103 118 116 98 111 108 99 71 101
Post Test I 120 88 112 126 117 120 128 120 105 109 117 115 110 112 114 110 112 113 114 118 102 109 110 106 90 106
Post Test II 120 117 115 118 122 117 123 116 114 110 117 121 109 119 118 117 116 120 114 126 111 120 109 114 110 114
0
20
40
60
80
100
120
140
Grafik Peningkatan Kohesivitas Anggota Kelompok
126
Lampiran 10
Lembar Observasi Siklus I
No Komponen Aspek yang diobservasi
Kemunculan
Ket Muncul
Tidak
Muncul
1 Kerjasama
a. Menyelesaikan
tugas bersama.
V
b. Bertanggung jawab
atas tugas yang
diberikan.
V
c. Mengungkapkan
pemikiran atau
bertukar pikiran
untuk berpendapat.
V
2 Menolong
a. Memberi bantuan
tanpa diminta.
V
b. Membantu anggota
lain yang
mengalami
kesulitan.
V
3 Toleransi
a. Menghargai usaha
orang lain.
V
b. Menerima keadaan
dan kondisi dalam
pengurus OSIS.
V
c. Menerima dan
mempertimbangkan
pendapat orang
lain.
V
3 Komitmen
a. Attending atau
sikap hadir anggota
dalam mengikuti
kegiatan.
V
b. Kenyamanan dalam
mengikuti kegiatan
dan merasa lebih
percaya diri.
V
127
Lampiran 11
Lembar Observasi Siklus II
No Komponen Aspek yang diobservasi
Kemunculan
Ket Muncul
Tidak
Muncul
1 Kerjasama
a. Menyelesaikan
tugas bersama.
V
b. Bertanggung jawab
atas tugas yang
diberikan.
V
c. Mengungkapkan
pemikiran atau
bertukar pikiran
untuk berpendapat.
V
2 Menolong
a. Memberi bantuan
tanpa diminta.
V
b. Membantu anggota
lain yang
mengalami
kesulitan.
V
3 Toleransi
a. Menghargai usaha
orang lain.
V
b. Menerima keadaan
dan kondisi dalam
pengurus OSIS.
V
c. Menerima dan
mempertimbangkan
pendapat orang
lain.
V
3 Komitmen
a. Attending atau
sikap hadir anggota
dalam mengikuti
kegiatan.
V
b. Kenyamanan dalam
mengikuti kegiatan
dan merasa lebih
percaya diri.
V
128
Lampiran 12
Lembar Wawancara
Indikator Sub Indikator Daftar Pertanyaan
Kerjasama Melakukan
kegiatan dengan
anggota lain.
1. Bagaimana sikap anda jika dalam
kepengurusan OSIS terdapat masalah
yang tidak bisa anda selesaikan sendiri?
2. Mengapa anda memilih melakukan
kerjasama dalam menyelesaikan masalah
yang sulit anda selesaikan sendiri?
Menolong Memberikan
pertolongan
kepada anggota
yang mengalami
kesulitan.
1. Ketika diberi tugas dalam kepengurusan,
anda dapat menyelesaikan dengan
mudah. Sedangkan ada teman anda yang
mengalami kesulitan. Apa yang akan
anda lakukan?
2. Kapan dan dalam situasi seperti apa
anda menolong anggota lain yang
mengalami kesulitan?
Toleransi Menghargai
usaha setiap
anggota.
1. Bagaimana perasaan anda jika kerja
teman anda tidak menghasilkan atau
gagal?
2. Dimana dan dalam situasi apa anda
menghargai teman?
129
Komitmen Keinginan tetap
bertahan di
dalam
kelompok.
1. Apa yang akan anda lakukan jika
kepengurusan OSIS ini gagal dalam
menjalankan tugas?
2. Jika dalam kepengurusan OSIS terdapat
sebuah agenda rapat, tetapi anda ada
acara keluarga dan tidak bisa hadir.
Meskipun dapat hadir dalam rapat,
kemungkinan besar rapat sudah di ujung
acara. Bagaimana sikap anda
menanggapi hal tersebut?
3. Seberapa sering anda melanggar
peraturan OSIS?
Apa kesulitan dalam mengikuti kegiatan role playing?
Bagaimana perasaan setelah mengikuti role playing?
130
Lampiran 13
Materi role playing siklus I
KERJASAMA
Ide cerita : Bekerjasama dalam situasi apapun akan lebih membantu dari
pada kerja sendiri-sendiri
Tokoh & watak :
Joni : Sombong, keras kepala, jail
Wahyu : Baik, bijaksana, sabar
Dika : Pemberani, baik
Di suatu sekolah, terdapat siswa bernama Joni. Joni merupakan siswa yang
sering mengganggu teman-temannya. Bahkan teman sekelasnya mempunyai
pikiran bahwa Joni adalah siswa yang jahat.
Dika : Hai Wahyu, lagi ngapain?
Wahyu : Hai, gak ngapa-ngapain. Lagi mainan rubik ni sambil nunggu bel
masuk..
Dika : Gak ke kantin?
Wahyu : Ntar aja lah, pas istirahat kedua. Kalo sekarang takut e telat. Tau
sendiri Bu Wiwit agak galak orang nya..
Dika : ya juga sih, aku ajarin lah mainan itu…
Ketika Wahyu hendak memberikan rubik ke Dika, tiba-tiba Joni
menyambar dan mengambil rubik itu.
Joni : Weis, mainan apaan ni..
Dika : Jon, balikin punya Wahyu.
Joni : Kalo gak emang kenapa?
Dika : Ok, kamu nantangin ni ceritanya. Ok ayo keluar sekarang..
Wahyu : Udah Dik, biarin aja dia…
Tidak lama kemudian, bel masukpun berbunyi, Ibu guru wali kelas masuk
dan mengatakan bahwa untuk ulangan tengah semester diganti dengan kegiatan
tengah semester, yaitu berkemah. Semua siswa di kelas itu sangat gembira dengan
diumumkannya hal tersebut. Pada waktu itu, langsung dipilih kelompok
131
berkemah. Setiap kelompok beranggotakan tiga orang. Kebetulan sekali Joni,
Wahyu, dan Dika berada dalam satu kelompok.
Joni : Sial, kenapa aku jadi sekelompok sama mereka (bicara sendiri
dengan muka tidak suka)
Sepulang sekolah…
Dika : Kenapa bisa kita sekelompok sama Joni…
Wahyu : Gak ada salahnya Dik, siapa tau Joni bisa merubah sikapnya.
Dika : Tapi kalo dia malah mengacau gimana?
Wahyu : Udah gak papa, nanti kita liat aja pas di perkemahan…
Setelah satu bulan berlatih dengan kaka Pembina, merekapun siap untuk
unjuk gigi, tetapi kelompok mereka masih mempunyai kekurangan yaitu
kekompakan dan kerja sama. Pada hari saat berkemah, mereka sudah siap
berangkat.
Dika : Kemana Joni, lama banget. Udah jam 8 ni… (sambil mengelap
keringat karena panas)
Wahyu : Sabar Dik, bentar lagi paling sampek sini. Kita tunggu aja, kan
dia juga kelompok kita. (menepuk pundak Dika)
Dika : Ya gak gitu juga, kasihan kelompok lain yang ikut nunggu…
Wahyu : Ya kita tunggu aja, paling bentar lagi sampek sini…
Tak lama kemudian Joni datang dengan barang bawaan yang lumayan banyak.
Dika : Jam berapa ini, lama banget…
Joni : Apaan, bawel banget kayak cewek aja. Baru telat bentar aja…
Wahyu : Udah Dik, penting udah kumpul semua…(melerai Dika dan Lina)
Pukul 08.20 mereka berangkat ke bumi perkemahan. Pukul 09.45 mereka
sampai ke bumi perkemahan dan langsung mendirikan tenda. Pukul 11.30 merka
selesai mendirikan tenda, itu termasuk waktu yang lama karena regu lain telah
selesai setengah jam yang lalu. Itu semua karena dari mereka belum kompak.
Wahyu : Joni, ayo sini bantuin diriin tenda biar cepet selesai…
Joni : Katanya pinter, masa diriin tenda aja minta bantuan…
Dika : Biasa aja ngomongnya kalo gak mau bantuin
Joni : Kamu yang biasa aja..!!
132
Wahyu : Udah Dik, biar aja. Biar aku yang diriin tenda, kita bagi tugas aja.
Kamu siapin perlengkapan buat besok…
Dika : Yaudah deh…
Setelah mendirikan tenda, mereka disuruh oleh kaka pembina untuk
mempersiapkan sholat berjamaah. Hari pertama, mereka melakukan semua
pekerjaan dengan tidak kompak.
Hari kedua ternyata ada perubahan jadwal, yaitu yang semula isoma sampai
pukul 07.00, diganti dengan persiapan wide game dimuali dari pukul 05.30.
beruntungnya Dika sudah mempersiapkan semua keperluan wide game setelah
membangu tenda, sehingga mereka tiba di aula paling awal.
Dika : Wah, kelompok kita sendiri yang ada disini. Kelompok lain
belum selesai siap-siap… hahaha
Wahyu : Iya, jadi kita gak telat deh. Ya ini berkat kamu Dika, udah nyiapin
perlengkapan kemarin..
Dika : Ya berkat kamu juga, kan kita kemarin bagi tugas. Coba kalo kita
gak bagi tugas, pasti telat juga. Kan kita cuma kerjasama
berdua… (sambil menyindir Joni)
Joni : Apa mau mu..!! (sambil ngajak berantem Dika)
Wahyu : udah..udah.. yang penting gak telat…
Kemudian setelah semua kelompok kumpul, masing-masing kelompok
diberi peta sebagai penunjuk jalan. Saat diperjalanan, Joni menganggap dirinya
paling benar dan sangat egois.
Joni : Sini petanya, biar aku yang baca peta (merebut peta dari Wahyu)
Dika : biasa aja bisa gak? Kita kan sekelompok
Joni : diem aja lah, aku bisa baca peta.
Wahyu : ya udah, terserah lah…
5 dari 10 pos sudah mereka lalui, ketika sedang mencari pos ke enam
mereka tersesat.
Joni : (merasa sedikit bingung)
Wahyu : Kenapa Jon?
Joni : Gak kenapa-kenapa
Dika : Ini ke kiri apa ke kanan…
Joni : Sabar, lagi dilihat ini..!! (sambil berpikir sejenak)
Kita ke kiri…
133
Setelah lebih kurang 15-30 menit, mereka baru tahu kalau mereka tersesat.
Wahyu : Jon, ini benar jalannya?
Joni : (diam dengan wajah sedikit kebingungan)
Dika : Benar ini jalannya Jon?
Perasaan ini jalannya muter sini-sini aja…(sambil melihat sekitar)
Pada saat itu Joni meminta maaf karena selama ini sudah jahat ke Wahyu.
Joni akhirnya jujur pada semuanya kalau dia bingung pada persimpangan jalan
tadi sehingga membuat kelompok tersebut tersesat. Wahyu pun memaafkan
mereka dan meminta peta itu serta meminta mereka bekerjasama layaknya sebuah
kelompok.
Joni : eee…eeeee….sebenarnya…kita tersesat sekitar 15 menit yang
lalu sampai sekarang Yu… (dengan sedikit bingung
mengutarakannya)
Dika : apa..!!! (sudah merasa kesal)
Joni : Iya, aku minta maaf. Aku yang salah, aku bingung
dipersimpangan tadi. Maafin aku ya…
Wahyu : Iya aku maafin…
Dika : Iya…iya… makanya jangan sok tau…
Wahyu : Kalo iya ya jangan gitu juga mukanya… (nyindir Dika)
Dika : yaa…udah, laa mau gimana coba…
Joni : iya…maaf ya…
Wahyu : Iya, sekarang sini petanya. Kita bagi tugas aja…
Dika, coba kamu cari tanda tali warna kuning di jalan yang tadi.
Tapi bawa kompas ya… Joni coba kamu naik pohon itu biar
kamu bisa liat Dika dan biar Dika tahu jalan ke tempat ini. Aku
cari jalan pake peta ini, siapa tau ketemu. Nanti sekitar 5 menit
kita kumpul lagi disini…
Joni : Iya, ini petanya…
Dika : Yaudah, nanti kalo ktemu duluan sebelum 5 menit teriak aja Yu...
Wahyu : Ok..ok…
Kerjasama mereka mulai terbangun. Berkat kerjasama, akhirnya mereka
menemukan pos ke enam dan pos-pos selanjutnya. Setelah wide game, Joni
mengerti bahwa tindakannya selama ini salah. Mulai saat itu, Joni berubah
menjadi orang baik. Joni merasa tidak bisa kalo menyelesaikan tugas sendiri.
Tugas seberat apapun lebih mudah kalo dikerjakan secara berkelompok.
134
INDAHNYA TOLONG MENOLONG
Tema : Tolong menolong.
Ide cerita : Mencari dan menyelamatkan seseorang yang tersesat di sebuah
tempat yang misterius.
Tokoh & watak :
- Sari : Pemberani, bijaksana.
- Vivi : Penakut.
- Rosi : Sok tahu.
Pada siang hari ,Vivi dan Rosi pergi ke suatu tempat dengan berjalan
kaki,tujuan mereka mencari tanaman langka yang akan digunakan untuk
praktikum mereka.
Vivi : Gimana ni Ros, aku bingung jalan yang bener yang mana? (dengan
muka cemas)
Rosi : Kalau menurut kamu enaknya gimana?, aku juga bingung nih..
Vivi : Ih, kamu gimana sih..
Ditanya malah balik tanya. Eh tapi kalau menurut nenek moyang, jika
terdapat batu diantara jalan yang bercabang lalu batu itu berlumut disalah
satu sisinya.. berarti kalau berlumut di kanan, kita harus kekiri..
Rosi : Masak sih Vi… hmm kalau kamu bilang ke kiri berarti kita ke kanan…
udah ayo!
Vivi : Yaudah deh… ngikut aja
Mereka terus melanjutkan perjalanan meski dengan perasaan ragu-ragu,
tapi mereka tidak menyerah demi mendapatkan tanaman yang mereka inginkan.
Vivi : Ros, apaan tuh… aku takut Ros… (Sambil menunjuk)
Rosi : Haalah… kamu ngapain sih, itu cuma hewan jinak… Udah tenang aja…
Vivi : Beneran gak papa nih… awas ya kalau sampe salah!
Rosi : Iya, gak papa. Ayo!
Vivi : Oke, tapi sekarang kamu yang di depan ya… (Muka berharap).
Rosi : Iya deh…
Tiba-tiba di pertengahan jalan, para hewan mengejar mereka. Lalu mereka
bersembunyi di dalam pohon yang berlubang sambil mencari pertolongan dengan
menelpon teman-teman mereka.
135
Vivi : Halo… Sari tolongin aku dong, aku tersesat di hutan!
Sari : Hah, tersesat? ada-ada aja kamu ni!
Vivi : Ih, sumpah aku tu kesesat sama Rosi. Ini semua tu gara-gara kamu juga
tahu!
Sari : Lah, kok bisa gara-gara aku?
Vivi : Ya iyalah, salah siapa gak mau nemenin buat nyari tanaman dihutan…
Udah deh buruan kesini, tempatnya misterius banget deh…
Rosi : (Langsung nyolot di telpon) Ini tu gak tempat misterius kok…
Sari : Udah-udah, sekarang kalian tu ada dimana kasih tahu tempatnya.
Rosi : Gini, nanti kamu menuju kota Waru, tempat terkenal dengan tanaman
langkanya. Jika di tengah jalan kalian menemukan jalan bercabang, pilih
yang kanan!! kami bersembunyi di pohon yang berlubang.
Sari : Oke, aku segera kesana…
Vivi : Yaudah buruan!!
Sari berangkat menuju kota Waru, dengan membawa perlengkapan
lengkap anak pecinta alam. Setelah lama berjalan, akhirnya Sari menemukan Vivi
dan Rosi.
Sari : Eh, itu kayaknya mereka deh… (Sambil menunjuk).
Rosi, Vivi buruan cepat keluar! (Berteriak).
Vivi : Sari makasih ya udah nolongin kita, aku dari tadi dah ketakutan sama
laper nih.
Rosi : Dari tadi kamu laper Vi, kok gak bilang? Nih aku dapet buah,
kelihatannya enak
Sari : Jangan dimakan! buah itu sangat beracun,satu buah saja dapat membunuh
satu ekor paus.
Rosi : Ye… suka suka gue dong!(Memalingkan muka).
Sari : Dibilangin gak percaya, sudah-sudah buruan pulang! kalian ni ngrepotin
aja.
Vivi : Kok pulang? gimana dengan tanamannya?
Sari : Halah… udah capek nih yaudah deh kalau gitu ayo buruan kita ambil!
Merekapun melanjutkan untuk mengambil tanaman,setelah itu mereka pulang.
Rosi : Ah… akhirnya sampai juga di tempat tanamanya.
Vivi : Iya nih lega banget rasanya.
Sari : Ayo buruan keburu malem…
136
Rosi : Ayo Vi, buruan ambil…
Vivi : Kok aku yang ambil, susah itu di tebing gitu… (menjawab dengan muka
malas)
Rosi : Laa, tadi katanya pengen ambil tanamannya…
Sari : Udah, ribut terus perasaan. Ayo kita ambil bareng-bareng…
Ni aku bawa tali juga, kita muter lewat atas lalu pasang talinya buat turun
Rosi : Siap komandan…
Tak lama kemudian mereka sampai di atas tebing yang ada tanaman itu
Sari : Ok, sekarang kita cari pohon yang kuat buat diikat
Vivi : Sari, ini kayaknya kuat deh?
Sari : Baiklah, kita ikat disitu aja…
Rosi : Ya terserah kalian aja, aku ngikut…
Setelah tali terpasang, mereka memilih siapa yang turun
Sari : Buruan yang mau ambil, nanti keburu malem
Vivi : Ayo Ros, kamu yang turun…
Rosi : Kok aku yang turun, kamu sana yang katanya mau ambil
Sari : Udah-udah terserah siapa yang turun, kan buat tugas kalian juga…
Vivi : Yaudah deh, aku yang turun. Tapi dipegangbeneran lo talinya…
Sari : Iya beres, gampang deh…
Vivi turun untuk mengambil tanaman itu
Vivi : Sari, sudah dapat ni. Ayo buruan tarik talinya…
Sari : Ok, tunggu aku tarik ni…(dengan muka kecapekan)
Vivi : Kok perasaan gan naik-naik…
Sari : Sabar, ini sudah aku tarik. Kamu berat banget…
Ros, ayo sini bantu tarik…
Rosi : Males ah, capek nanti. Terus tangan aku bisa lecet…
Sari : Ros, ini kan buat tugas kamu juga!
Bantu tarik biar cepet bisa pulang, kalo pulang kemaleman kita bisa
tersesat lagi kalian gak bisa nyelesaiin tugas, besok gak masuk dan dapet
hukuman. Padahal sudah capek-capek sampek sini kan?
Rosi : hmmm…hmmmm…. (sambil mikir)
Yaudah deh kalo gitu, sini aku bantu
137
Sari : Ikhlas gak ini bantunya…
Rosi : Iya..iya…
Ayo buruan tarik
Sari : Siap boss…
Akhirnya Vivi dapat ditarik dari tebing dengan membawa tanaman langka itu
Vivi : Hore, kita dapet tanamannya. Ayo buruan pulang, kita selesaiin tugasnya
Sari : Ok, aku beres-beres dulu ya…
Rosi : Vivi, maaf ya…
Vivi : Maaf buat apa?
Rosi : Maaf udah egois gak mau bantuin kamu buat dapetin tanaman tugas kita
Vivi : Udah gak papa, kan tadi udah bantuin narik aku. Yang penting udah
dapet tanamannya.. Yuk, kita pulang…
Tak lama kemudian Sari kembali setelah membereskan peralatannya dan
merekapun pulang sampai di rumah dengan selamat.
Sari : Semua sudah beres kan?
Rosi : Sudah, gak ada yang ketinggalan lagi…
Vivi : Ayo kita pulang…!!! (dengan muka senang sambil merangkul kedua
sahabatnya)
138
INDAHNYA SALING MENGHARGAI (TOLERANSI)
Tema : Toleransi
Ide Cerita : Saling menghargai kesibukan setiap orang yang ada disekitar kita.
Tokoh & watak :
Morgan : Sombong, sok ganteng
Rafael : Narsis, sok ganteng
Abdul : Taat beragama, sabar
Robi : Taat beragama, mudah marah
Di suatu hari yang cerah di sebuah kota kecil terdapat sebuah tempat kost
bagi para pelajar. Di tempat itu banyak terdapat para siswa dan siswi dari
berberapa suku dan agama yang bersekolah di tempat berbeda-beda pula. Di
kisahkan lah ada dua orang laki-laki yang baru saja tinggal dikost-kostan tersebut.
Mereka pindahan dari Jakarta, yang satu bernama morgan ia adalah laki-laki yang
selalu merasa dirinya paling keren diantara laki-laki mana pun. Morgan memiliki
sahabat yang bernama rafael, rafael adalah orang yang sama narsisnya dengan
morgan. Mereka berdua dahulu bercita-cita menjadi penyanyi namun karna
mereka tidak diterima disekolah musik mana pun akhirnya mereka berdua pindah
ke kota lain.
Saat di depan kos morgan dan rafael berbincang-bincang.
Morgan : Bro malam ini kita ngapain ya?
Rafael : Gimana kalo kita jalan?
Morgan : Jalan? Duit dari mana?? Akhir bulan gini ekonomi aku lagi labil
nih.
Rafael : Terus gimana dong masa anak keren kaya kita malam mingguan
di kost?
Apa kata dunia??
Morgan : Lah terus mau kaya gimana lagi? Gini aja aku punya ide, gimana
kalau kita malam ini nyanyi-nyanyi aja di kost? Yah hitung-
hitung abisin waktu lah…
Rafael : Wah ide bagus tuh! Aku setuju!
Akhirnya morgan dan rafael setuju akan malam mingguan dikost.
Disebelah kost-kostan mereka, tinggal anak muda bernama Abdul dan Robi.
139
Mereka adalah pemuda yang taat beragama. Saat sore hari tersebut Robi
memperhatikan tetangga barunya yaitu Morgan dan Rafael yang sedang
berbincang-bincang.
Abdul : Robi, kamu tau ga tetangga baru disebelah kita? Katanya
pindahan dari jakarta loh
Robi : Iya aku udah denger ko dari temen-temen yang lain katanya
mereka sok gaul gitu.
Abdul : hust ga boleh ngatain orang kaya gitu
Robi : hahaha iya iya khilaf…
Sore pun berganti malam, morgan dan rafael telah mempersiapkan segala
peralatan untuk acara mereka. Di tempat lain Abdul dan Robi yang sudah rutin
setiap malam untuk belajar mengaji bersama juga bersiap-siap untuk mengaji.
Di tempat morgan dan rafael…
Morgan : Sudah siap semua kan?
Rafael : Yoi broo!!
Morgan : Oke mari kita guncangkan dunia!! Musikkk!!!
Morgan dan rafael pun mulai menyalakan musik sekeras mungkin dan
bernyanyi dengan suka ria. Di tempat lain Abdul dan Robi yang juga sudah mulai
mengaji merasa terganggu dengan suara musik yang dimainkan oleh morgan dan
rafael.
Abdul : Astaga… suara apa ini? berisik banget
Robi : Pasti ini kerjaan anak baru di sebelah!! Ga tau apa orang lagi
ngaji? nyari masalah nih kayanya. Samperin yuk..
Abdul : Ayo… tapi gak usah pake emosi lo…
Abdul dan Robi pun geram dengan kelakuan morgan dan rafael sehingga
mereka berdua keluar dari kost-kostan dan menegur morgan.
Robi : Heh kalian berdua kalo mau nyalain musik jangan nyaring-
nyaring dong, kan yang lain pada terganggu? Ini kost-kostan
bukan studio musik tauu!!
Abdul : Sabar Rob, gak usah pake emosi…
140
Morgan dan rafael pun akhirnya mematikan musik mereka dan keluar
kamar. Mereka bingung dengan Robi yang menghampiri dan memarahi mereka.
Rafael : Weyy ada apaan nih datang ke kost-kostan orang terus langsung
marah aja… salah kami apa?
Robi : Masih ga tau salahnya apa? Astaga!! Sadar dong sadar!!
Abdul : Maaf, kalian tadi nyalain musik nyaring banget sampe
kedengeran keras di kost kami
Morgan : Terus masalah buat kalian? Yang lain aja gak ada yang protes
kenapa malah kalian yang protes?
Abdul : Kami protes karena kami merasa terganggu… (dengan nada
pelan)
Mereka semua pun beradu mulut merasa bahwa dirinya lah yang paling
benar. Akhirnya Abdul mengajak Robi untuk balik ke kost nya.
Abdul : Udah Rob, ayo kita balik ke kost aja…
Robi : Gak bisa Dul, mereka harus diberi pelajaran…
Morgan : Sini kalo berani!!
Robi : Ayo maju sini…
Rafael : Udah bro, ngapain ladenin orang kayak gini…
Abdul : udah Rob, ayo balik… (sambil menarik baju Robi)
Setelah mereka bubar, Morgan dan Rafael kembali menyalakan musik lagi.
Robi : Tuh kan Dul, mereka nyalain lagi musiknya..!!
Abdul : Udah, sabar..sabar…
Pada hari berikutnya, Morgan dan Rafael mengulangi perbuatannya lagi.
Tanpa diketahui Robi, Abdul pergi ke kost Morgan dan Rafael.
Abdul : permisi, maaf boleh ganggu sebentar?
Morgan : Eh, ni bocah lagi…
Abdul : maaf sebelumnya, saya minta tolong kalo bisa dengerin musik
keras-keras sore hari aja. Kalo malem kami lagi mengaji, kami
merasa keganggu
Morgan : Kamu yang punya acara, sini juga punya acara sendiri. Urus aja
acara masing-masing.
Abdul : Ya saya cuma kasih tau kalo kami lagi ibadah, apa kalian tidak
141
bisa hargai kami sedikit. Toh kalian juga baru disini. Kami kalo jd
kalian mungkin juga menghargai orang yang lebih dulu disini…
Rafael : Udah bro, kamu siapa namanya..Abdul, udah kamu pulang sana.
Jangan bikin ribut aja…
Abdul pulang ke kamar kost nya. Sementara itu, Rafael merasa tidak enak
setelah mendengar perkataan Abdul.
Rafael : Bro, malam ini kita libur dulu ya seneng-senengnya?
Morgan : Kenapa broo…jangan-jangan kamu sudah terpengaruh omongan
si Dul..dul.. itu ya… (sambil menunjuk kea rah kost Abdul)
Rafael : ya gak gitu juga bro, mereka kan lagi beribadah. Kata ibu aku ya,
kalo kita ganggu orang beribadah itu dosa…
Morgan : Terus mau gimana?
Rafael : ya mala mini kita gak usah muter musik dulu aja, kalo mau muter
musik besok-besok lagi aja sore hari..gimana?
Morgan : Yaudah deh, terserah kamu aja… (dengan nada sedikit tidak suka)
Pada malam hari, Robi merasa aneh. Kenapa mereka tidak mendengarkan
musik dengan keras lagi.
Robi : Dul, kenapa meraka tidak dengerin musik keras-keras lagi ya…
Abdul : Mana aku tau, kamu tu aneh. Mereka dengerin musik keras kamu
protes, mereka diem kamu kaya nyariin..
Robi : Ya gak gitu juga, ya aneh aja…Biasanya kan berisik banget…
Abdul : Udah lah, biarin aja. Ayo kita ngaji dulu…
Robi : Ya udah deh…
Besoknya Robi mengajak Abdul ke tempat Morgan dan Rafael.
Robi : Dul, ayo sekali-kali maen ke tempat mereka…
Abdul : Ya terserah kamu aja… (sambil berdiri dengan muka ngantuk)
Sampai di tempat Morgan dan Rafael
Robi : maaf ganggu, kamu Rafael ya…
Rafael : Iya, ada apa ya..
Robi : Kok kalian udah gak nyalain musik keras-keras lagi, ada apa ya…
Abdul : Kangen tu Robi apa jangan-jangan mau ikutan (sambil motong
pembicaraan Robi)
142
Rafael : ya gak ada apa-apa, ni baru mau dengerin lagi biar gak stress.
Robi : Jadi jadwal berisiknya pindah sore ni?
Rafael : yak an kalian malem lagi ibadah, jadi kami dengerinnya sore aja
lah…
Robi : Oh gitu, kami boleh dong maen-maen kesini…
Rafael : Ya maen kesini aja…
Morgan : iya kesini aja kalo mau kesini… (sambil tiduran dengan muka
tertutup buku)
Rafael : Weyyy, broo. Aku pikir tidur kau tadi…
Morgan : siapa yang tidur, lagi merenungi kesepian ini…
Rafael : ya udah, biar gak sepi aku nyalain musiknya ya..
Kalian berdua juga ikut aja nyanyi-nyanyi disini, lagi gak ada
kerjaan kan?
Robi : Ya siap kalo di paksa… hehee
Akhirnya permasalahan di antara Morgan, Rafael, Abdul dan Robi pun
telah selesai dan mereka menjadi teman. Ketika sore Abdul dan Robi sering maen
ke tempat Morgan dan Rafael. Ketika malam menjelang, Morgan dan Rafael
menghargai kegiatan Abdul dan Robi dengan membuat suasanya tenang dan tidak
membuat kebisingan lagi.
143
Organisasi atau Sahabat
Tema : Komitmen
Ide Cerita : Seorang siswa memiliki dua organisasi yang berbeda dan sempat
ingin meninggalkan salah satu organisasi dengan alasan
berbenturan jadwal
Tokoh & watak :
Farah : Mudah emosi, gampang panik
Ria : Lugu
Mawar : Baik, sabar
Di suatu sekolah, terdapat siswa bernama Farah. Dia memiliki sahabat
yang bernama Ria dan Mawar. Mereka bertiga selalu bersama-sama. Suatu ketika
guru mewajibkan semua siswa untuk memiliki organisasi minimal satu organisasi
atau ekstrakurikuler.
Farah : Waduh, guru minta kita masuk organisasi ni… kamu mau masuk
apa Ri?
Ria : Waduh, aku juga bingung. Paling aku bisanya masuk PMR aja…
Farah : Kalo kamu Mawar, mau masuk apa?
Mawar : Palingan ikut basket…
Ria : Kamu sendiri mau masuk apa Far?
Farah : aku juga bingung, mau masuk apa ya…
Mawar : Kamu kan bisa apa aja, suara kamu juga bagus. Masuk ke musik
aja…
Ria : Iya benar tu…
Farah : Tapi nanti kita gak bisa ketemu lagi dong…
Ria : Bisa, kita kan masih sekelas…
Akhirnya Farah memutuskan untuk masuk dua organisasi atau
ekstrakurikuler yaitu PMR dan Basket. Farah merasa tidak bisa tanpa sahabatnya
itu.
Farah : Aku punya ide, kata ibu guru kan minimal satu. Berarti kan boleh
lebih?
Mawar : Kamu mau masuk apa?
Farah : Aku masuk PMR sama Basket aja…
Ria & Mawar : Hahh….!!!
Mawar : Kamu yakin?
144
Ria : Iya, kamu yakin bisa ngatur waktu masuk dua organisasi?
Farah : Bisa, santai aja.. yuk pulang…
Selang beberapa minggu Farah merasa kerepotan dengan kesibukan dua
ekstrakurikuler tersebut ditambah lagi dengan tugas sekolah. Pagi hari di
sekolah…
Farah : Hahh!! Pusing…
Mawar : Pusing kenapa?
Farah : Tugas nanti abis istirahat belum aku kerjain
Ria : Lah kok bisa…
Farah : Capek aku kayak gini terus…waktu istirahat ku cuma bentar…
Ria : Kok bisa bentar? (dengan muka polosnya)
Farah : Udah deh, nanya terus…
Mawar : Udah Ia, biar Farah istirahat dulu. Nanti aku jelasin ke kamu…
Udah Farah, istirahat dulu aja. Nanti aku bantuin ngerjain
tugasnya…
Saat jam istirahat, Mawar dan Ria membantu Farah menyelesaikan tugas.
Akhirnya tugas Farah selesai juga. Setelah pulang sekolah, Farah bercerita kepada
sahabatnya mengenai masalah yang dialami.
Mawar : Jadi gimana Far, kok bisa kamu belum ngerjain tugas?
Farah : Jadi aku kan ikut dua ekstrakurikuler. Pulang sore terus kan…
Jadi aku capek kalo sampek rumah, pasti ngantuk kalo abis
mandi. Makanya kalo ada tugas sekolah aku susah buat ngerjain.
Tugas yang tadi itu, aku ngerjain tau-tau ketiduran. Makanya
belum selesai. Terus aku harus gimana ya, apa aku keluar dari
salah satu kegiatan??
Ria : ya keluar aja dari pada ganggu sekolah… (dengan nada yang
polos)
Mawar : Ya gak segampang itu dong, kan kamu sudah berkomitmen pada
kegiatan mu Far, masa keluar gitu aja… Kasihan temen yang
sudah percaya sama kamu…
Farah : Terus harus gimana dong, kalo gini terus aku gak bisa maen lagi
sama kalian…
Ria : bisa, kan kita sekelas. Nanti juga jam istirahat bisa maen, apa hari
minggu juga
Mawar : Benar tu kata Ria… tumben pinter… (sambil megang kepala Ria)
Ria : Wah, ya jelas dong…
145
Farah : Sekarang aku harus gimana dong?
Mawar : Ya enaknya kamu atur jadwal aja, jadi nanti kamu tau waktu
sibuk hari apa aja... Biar bisa merkirain waktu buat istirahat…
Farah : Harus gitu ya…
Mawar : Ya gimana lagi coba, kalo bisa apa yang kamu mulai harus kamu
selesaiin juga. Jangan ditinggalin gitu aja…
Farah : kalo gitu nanti bantuin ya temen-temen… (dengan muka
memelas)
Ria : siap, santai aja… Nanti malem aku maen ke rumah mu ya Far?
Farah : Beneran ya…
Mawar : Iya, sekarang kamu pulang aja sama Ria. Istirahat dulu, gak usah
ikut basket. Nanti aku ijin ke pak pelatih… hehee…
Farah : Ia, makasih War. Nanti malem ke rumah ku jangan lupa ya…
Mawar : Siap boss…
Akhirnya mereka menemukan jalan keluarnya, dan Farah dapat belajar
mengenai komitmen yang dia pilih untuk mengikuti dua ekstrakurikuler tanpa
mengeluh. Setelah menyusun jadwal bersama sahabatnya, Farah menjadi lebih
bisa mengatur waktu untuk istirahat maupun mengikuti dua kegiatan meskipun hal
tersebut menyita waktu bersama sahabatnya.
146
Lampiran 14
Materi role playing siklus II
SELAMAT DARI BADAI
Tema : Kerjasama
Ide Cerita : Tiga orang nelayan yang bekerjasama melawan badai agar
selamat sampai tujuan.
Tokoh & watak :
Pak Heru : Bijaksana
Budi : Keras kepala, penakut
Saipul : Pekerja keras
Dalam perjalanan mencari ikan, pak Heru ditemani oleh anaknya bernama
Budi dan keponakan yang bernama Saipul. Ketika ditengah laut, tiba-tiba cuaca
berubah. Awan mendung tiba-tiba menyelimuti laut, dan tidak lama kemudian
turun hujan.
Pak Heru : Waduh, cuaca kok jadi mendung gini..Bud, tolong jala ikan kamu
naikin ke perahu. Sepertinya mau turun hujan, kita pulang aja..
Budi : Saipul aja yang angkat, dia kan kuat…
Saipul : Saya aja yang naikin jalanya…
Pak Heru : Yaudah pul, cepet kamu naikin ke perahu
Saipul : Beres pak…
Tak lama kemudian turun hujan
Pak Heru : Walah hujan kan… buruan Bud bantu Saipul… (dengan nada
panik)
Budi : Kan sudah diurusin Saipul
Pak Heru : Sudah beres pul?
Saipul : Sudah pakde…
Pak Heru : Awas, angin semakin kencang. Sepertinya mau ada badai. Pul,
tolong pegangin tali layarnya…
Saipul : Iya siap…
Pak Heru : Bud, turunin layarnya… (dengan nada tinggi sedikit kesal
bercampur panik)
Budi : Laa itu tali layarnya dipegangin Budi kan..
147
Pak Heru : Kamu turunin layar satunya. Kalo kamu gak mau turun aja disini.
Kamu liat gak bentar lagi ada badai..!!
Akhirnya pak Heru kehabisan kesabaran. Perdebatan antara pak Heru
dengan Budi semakin meruncing. Ditambah lagi dengan adanya badai membuat
pak Heru tambah panik. Mereka harus bekerjasama dalam menyeimbangkan
perahu agar selamat sampai pantai.
LANJUTKAN DENGAN IDE KALIAN SENDIRI…
148
MENOLONG TANPA PAMRIH
Tema : Menolong
Ide cerita : Dua siswi menolong seorang nenek yang tuli setelah pulang
sekolah
Tokoh & watak :
Nenek : Tuli, mudah tersinggung
Fitri : Gampang marah
Lina : Sabar
Di sebuah sekolah, ada dua orang sahabat yang sudah menjalin
persahabatannya sejak sekolah dasar (SD). Mereka selalu bersama sampai kelas 3
SMP. Susah senang sudah mereka rasakan bersama-sama. Suatu ketika sepulang
sekolah, mereka melihat nenek-nenek terjatuh di pinggir jalan dengan barang
belanjaan yang berantakan. Mereka berdua berniat membantu nenek itu, ternyata
nenek yang terjatuh itu memiliki pendengaran yang sudah berkurang.
Fitri : Lin, ayo pulang…
Lina : Bentar, lagi beres-beres ni…
Fitri : Yaudah, aku tunggu diluar ya?
Lina : Iya…
Tak lama kemudian Lina keluar kelas
Lina : Dor, ayo pulang…melamun aja…
Fitri : Woiii, ngagetin aja. Ayo pulang..
Lina : kamu lagi mikirin apa?
Fitri : Gak ada, cuma lagi liatin pak kebon bersih-bersih
Lina : Woo, orang bersih-bersih bukannya dibantuin malah diliatin aja..
Fitri : Ya kan mau pulang, ntar kalo bantuin dulu gak jadi pulang dong..
Lina : Hmmm, ada aja alasannya
Tiba-tiba ditengah jalan, mereka melihat nenek-nenek sedang terjatuh
dengan barang bawaan yang cukup banyak.
Lina : Eh, itu ada orang jatuh. Ayo bantuin Fit.. (sambil menarik tangan
Fitri)
149
Fitri : Iya sabar…
Lina : Nenek gak apa-apa? (bertanya pada nenek itu)
Nenek : (diam sambil mengumpulkan barang bawaan yang tercecer)
Fitri : Wah Lin, nenek ini sepertinya gak mau dibantuin
Lina : Huss, mana ada orang dibantuin malah nolak
Fitri : Coba aku yang nanya ya..
Nek, ada yang bisa kami bantu?
Nenek : (masih diam)
Fitri : Nenek..!!! (Sambil teriak)
Nenek : Eh, iya dik ada apa? (sambil melihat kea rah Fitri dan Lina)
Lina : Ada yang bisa kami bantu nek?
Nenek : (diam sambil liatin mereka berdua)
Fitri : Wah, bener-bener ni nenek.. (sudah emosi)
LANJUTKAN DENGAN IDE KALIAN SENDIRI…
150
MENGHADIRI RAPAT
Tema : Toleransi
Ide cerita : Salah satu anggota kelompok telat dalam menghadiri rapat karena
ada urusan keluarga.
Tokoh & watak :
Bobi : Disiplin, keras
Tomi : Baik, sabar
Ridho : Penakut, lugu
Dalam suatu organisasi ekstrakurikuler, sedang berjalan rapat mingguan.
Rapat dihadiri oleh semua anggota. Dalam rapat tersebut, ada seseorang yang
datang terlambat dikarenakan ada urusan keluarga yaitu mengantar ibunya berobat
ke dokter. Tetapi salah satu anggota tidak suka dan marah-marah kepada anggota
yang telat itu.
Tomi : Untuk penggalangan dana ini lebih baik kita minta pendapat dari
semua anggota aja…
Bobi : Ya sebenarnya keputusan dari ketua aja sudah cukup, kita tinggal
ngikut aja gimana?
Tomi : Ya tidak bisa gitu, kita semua hadir pada rapat ini untuk apa kalo
cuma diam dan ikut pendapat ketua. Apa gunanya musyawarah
ini…
Tiba-tiba Ridho masuk ruangan dengan tergesa-gesa
Ridho : Permisi, maaf telat… (dengan terengah-engah)
Bobi : Ini sudah jam berapa, bisa liat jadwal apa tidak..!! (melampiaskan
marahnya kepada Ridho)
Ridho : Iya maaf, tadi ada urusan keluarga sebentar (dengan muka takut)
Tomi : Sudah, mungkin urusan keluarganya sangat mendesak. Ini juga
baru mulai, belum masuk pada musyawarah semua anggota…
LANJUTKAN DENGAN IDE KALIAN SENDIRI…
151
JANJI SEORANG ANAK
Tema : Komitmen
Ide cerita : Seorang anak yang memiliki komitmen untuk membantu ibu
mengurus keluarga setelah ayah meninggal.
Tokoh & watak :
Ibu : Sabar
Rini : Pemalas
Dwi : Adik Rini, suka mengadu ke ibu, cengeng
Di sebuah desa kecil, tinggal keluarga sederhana yang beranggotakan tiga
orang yaitu ibu dan dua orang anaknya. Ayah mereka sudah meninggal sewaktu
bertugas dimedan perang. Seorang kakak bernama Rini sudah berjanji kepada
ayah untuk membantu ibu mengurus keluarga dan menjadi contoh buat adiknya.
Pagi hari, Rini harus bangun pagi untuk membantu ibu.
Ibu : Rin, bangun sudah jam 5 lo…
Rini : Hmmm, masih ngantuk… (sambil menarik selimut)
Ibu : Nanti kalo udah bangun bantu ibu ya bangunin Dwi sama ajak
adikmu menyapu halaman depan
Rini : Hmmm…
Tak lama kemudian, Dwi bangun dan pergi ke dapur
Ibu : Eh, adik sudah bangun…mana kakak mu?
Dwi : Gak tau buk, paling masih tidur…
Ibu : Yaudah kalo gitu, ayo sini Dwi. Bantu ibu masak ya…
Dwi : Iya buk…
Tak lama Rini bangun dan pergi mandi. Setelah itu Rini bersama adik berangkat
sekolah.
Rini : Dwi, cepetan mandi. Kakak udah selesai ni, kalo gak mandi nanti
kakak tinggal..
Dwi : Iya, ini mau mandi…
Rini : Cepetan…
Ibu : Udah, jangan gitu sama adik kamu. Udah, sambil nunggu adik mu
mending sarapan dulu. Sudah matang ni sarapannya…
152
Setelah sarapan, Rini dan Dwi berangkat sekolah bersama. Sepulang
sekolah, Rini pulang untuk mengantar Dwi dan dia berangkat lagi ke sekolah
untuk mengikuti ekstrakurikuler. Sepulangdari ekstrakurikuler Rini langsung
mandi, makan, dan tidur. Rini seperti lupa akan komitmen dia selama ini. Setiap
hari Rini bangun siang dan tidak membantu ibunya. Setelah sekian lama akhirnya
ibu menegur Rini dan mengingatkan Rini akan komitmen yang dia ucapkan
dimakam ayah untuk menjadi contoh yang baik buat Dwi.
LANJUTKAN DENGAN IDE KALIAN SENDIRI…