Up Kubis Bunga
-
Upload
asepmunajat -
Category
Documents
-
view
444 -
download
4
Transcript of Up Kubis Bunga
PENGUJIAN MOLUSKISIDA FENTIN ASETAT 60%TERHADAP PERKEMBANGAN SIPUT SEMAK (Bradybaena similaris ferussac) DAN PRODUKSI TANAMAN KUBIS BUNGA (Brassica oleracea Var. botrytis L )
USULAN PENELITIAN
Diajukan Untuk Menempuh Ujian SarjanaPada Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian
Universitas Subang
ASEP MUNAJATF1A.O6.024
FAKULTAS AGROBISNIS DAN REKAYASA PERTANIANUNIVERSITAS SUBANG
SUBANG2011
LEMBAR PENGESAHAN
USULAN PENELITIAN
Nama : ASEP MUNAJAT
NPM : F1A.06.024
Judul : PENGUJIAN MOLUSKISIDA FENTIN ASETAT 60% TER HADAP PERKEMBANGAN SIPUT SEMAK (Bradybaena similaris ferussac) DAN PRODUKSI TANAMAN KUBIS BUNGA (Brassica oleracea Var. botrytis L )
Lokasi : Balai Penelitian Tanaman Sayuran Cikole Lembang
Subang, Agustus 2011
Mengetahui,Dosen Pembingbing
Dr. Titin Supriatun, MS.NIP 195108241979032001
Mengesahkan,Ketua Program Studi Agroteknologi
Tita Kartika Dewi, STP.MP.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI………………………………………………………………. i
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... iii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. iv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……….…………………………………………………. 3
1.2 Identifikasi Masalah……..……………………………………………… 3
1.3 Maksud dan Tujuan………..……………………………………………. 3
1.4 Kegunaan Penelitian…………..………………………………………… 3
1.5 Kerangka Pemikiran…………………………………………………….. 3
1.6 Hipotesis………………………………………………………………… 5
1.7 Metodologi……………………………………………………………… 5
1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………………. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perkembangan Kubis bunga……………………………………. 6
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Kubis Bunga………………………….. 6
2.1.2 Syarat Tumbuh……………………………………………………. 8
2.2 Siput Semak…………………………………………………………….. 9
2.2.1 Morfologi…………………………………………………………. 10
2.2.2 Fisiologi…………………………………………………………... 10
2.3 Pestisida………………………………………………………………… 10
2.4 Pentin Asetat…………………………………………………………… 12
2.4 Bestnoid 60 WP………………………………………………………… 13
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan…………………………………………………………. 14
3.1.1 Alat……………………………………………………………….. 14
3.1.2 Bahan……………………………………………………………... 14
3.2 Metode Penelitian………………………………………………………. 14
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Persemaian………………………………………………………... 15
3.3.2 Pembentukan Bedengan dan pemasangan Mulsa..…….................. 15
3.3.3 Penanaman………………………………………………………... 15
3.3.4 Pemeliharaan……………………………………………………… 15
3.4 Pengamatan……………………………………………………………... 16
3.5 Analisa Data…………………………………………………………….. 18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 19
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel Perlakuan…………………………………………………. 5
Tabel 3.1 Tabel Perlakuan…………………………………………………. 14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Siput Semak………………………………………… 9
Gambar 2.2 Struktur Rumus Fentin Asetat………………………………. 13
Gambar 2.3 Gambar Bestnoid 60 WP……………………………………. 13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Plot Percobaan
Lampiran 2. Denah Pengambilan Sampel
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi di
Indonesia. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, kubis bunga juga
dipasarkan secara meluas keluar negeri antara lain Jepang, Singapura, Malaysia dan
Taiwan. Bahkan kubis bunga telah menduduki jajaran kelompok enam besar sayuran
segar yang menjadi andalan komoditi ekspor Indonesia ke beberapa negara (Cahyono,
2001).
Produksi kubis bunga di Indonesia masih terkendala oleh beberapa
permasalahan. Harga jual yang tidak stabil serta gangguan dari hama dan penyakit
merupakan kendala terpenting dalam budidaya kubis bunga ini. Beberap hama penting
tanaman kubis ini,yaitu ulat daun plutella xylostela, ulat tanah, Agrotis ipsilon, ulat
grayak Spodoptera litura, dan ulat krop Crocidolomia pavonata (Tindal, 1983).
Sedangkan penyakit yang umum menyerang tanaman kubis bunga adalah penyakit mati
bujang Phytium ultimum, busuk daun Xanthomonas campetris dan busukpangkal batang
Rhizoctonia solani (Ashari, 1995)
Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim
(El-Nino dan La-Nina) dan ketidak teraturan musim, Selama 30 tahun terakhir terjadi
peningkatan suhu global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2oC per dekade, Sepuluh
tahun terpanas terjadi pada periode setelah tahun 1990, Pertanian merupakan salah satu
sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas
tanaman dan pendapatan petani (Mosip, 2009).
Peningkatan kejadian iklim ekstrim yang ditandai dengan fenomena banjir dan
kekeringan, perubahan pola curah hujan yang berdampak pada pergeseran musim dan
pola tanam, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang
mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman
yang merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap
pertanian di Indonesia(Mosip, 2009).
.
Namun demikian, disentra tanaman sayur rejang lebong Bengkulu, diketahui
terjadi kerusakan kubis bunga yang cukup parah kibat serangan siput. Populasi siput
ditemukan lebih tinggi pada tanaman tua daripada tanaman muda. Sehingga bagi petani
setempat siput merupakan hama utama pada tanaman kubis bunga (Apriyanto,2003).
Siput juga dilaporkan banyak ditemukan di pegunungan tengger menyerang
pertanaman syur-sayuran dan menimbulkan kerusakan pada tanaman muda. Di Jawa
Tengah siput juga menyebabkan kerusakan pada persemaian milik rakyat seluas 1,5 ha
(Rahayu dkk, 2000).
Hasil pengamatan di lapangan dan wawancara petani sayuran yang dilkukan di
areal perkebunan Cikole, diperoleh bahwa terjadi serangan yang diakibatkan oleh siput
semak Bradybaena similaris. Siput semak banyak ditemukan pada tanaman kubis dan
kubis bunga. Bahkan petani setempat menyatakan siput semak merusak krop kubis
bunga sehingga menurunkan harga jual.
Dewasa ini untuk melindungi tanaman usahataninya dari serangan hama dan
penyakit, sebagian besar petani tanaman pangan masih mengandalkan penggunaan
pestisida kimia yang dapat diperoleh dengan mudah di pasaran. Sejak digulirkannya
kebijakan deregulasi di bidang pendaftaran pestisida pada tahun 2001, dimana jumlah
dan jenis pestisida yang beredar di pasaran semakin meningkat. Sampai tahun 2010
Jumlah pestisida yang terdaftar untuk pertanian mencapai 2.628 formulasi
sedangkanpestisida terdaftar untuk tanaman pangan sebanyak 1.872(Kementan, 2011)
Adapun pestisida yang ada dipasaran berdasarkan buku pedoman umum skrining
pestisida 2010, hanya ada satu macam pestisida yang biasa digunakan untuk
menanggulangi siput diarel tanaman holtikultura. Maka di cobalah pemakaian pestisida
berbahan aktif Fentin asetat 60% dengan merk dagang Betsnoid 60 WP yang biasa
digunakan di areal kolam dan tambak untuk menanggulangi serangan serangan hama
siput semak pada tanaman kubis bunga.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bawa keberadaan Bradybaena
similaris perussac pada tanaman kubis bunga ini cukup merugikan, namun informasi
dan pengendalian Bradybaena similaris ini belum ada. Oleh karena itu penelitian ini
juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh populsi Bradybaena similaris perussac dan
umur tanaman terhadap kerusakan dan produksi kubis bunga.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apakah moluskisida fentin asetat 60% berpengaruh dalam menekan populasi
siput semak dan kerusakan yang diakibatkan siput semak terhadap tanaman
kubis bunga.
2. Berapakah konsentrasi dosis yang tepat moluskisida fentin asetat 60% dalam
menekan populasi siput semak dan kerusakan yang diakibatkan siput semak
terhadap tanaman kubis bunga
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
moluskisida betsnoid 60 wp (fentin asetat 60%) dalam meningkatkan hasil panen kubis
bunga. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan konsentrasi yang terbaik
moluskisida fentin asetat 60% dalam menekan populasi siput semak, kerusakan yang
diakibatkan siput semak, dan untuk meningkatkan hasil panen kubis bunga.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai
konsetrasi pemakaian moluskisida fentin asetat 60% terhadap tanaman kubis bunga
yang terserang hama siput semak sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil panen
kubis bunga.
1.5 Kerangka Pemikiran
Organisme Penganggu Tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi
tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan.
Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama,
penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan tanaman secara fisik, dapat
disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata, moluska ( Wiyono, 2007 ).
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit
merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan tanaman kubis – kubisan di
Indonesia. Kehilangan hasil akibat serangan hama., dapat mencapai 100% bila tidak
terkendali. (Rukmana, 1994).
Hama seperti mahluk hidup lainnya. Perkembangannya dipengaruhi oleh faktor
faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung. Temperatur, kelembaban udara
relatif dan foroperiodisitas berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian,
lama hidup, serta kemampuan diapause serangga (Wiyono, 2007 ).
Beberapa jenis siput merupakan hama bagi tanaman pertanian dan sebagian
merupakan hama utama, seperti siput raksasa dari Afrika yaitu Achatina fulica,
belicong Lamallaxis gracilis, siput kerucut pendek Bradybaena similaris dan lain
sebagainya. Mereka menghancurkan tumbuh-tumbuhan yang daunnya yang perlu
dipanen secara utuh, sayur-sayuran dan tanaman hias (Finando, 2009)
Tanaman sayuran yang banyak diserang hama siput adalah (kubis, bunga kol dan
sawi) cabe merah, tomat, wortel dan bawang daun. Petani sayur telah melakukan
pengendalian secara manual dengan mengumpulkannya pada malam hari (saat siput
aktif mencari makan) atau pada siang hari (saat siput istirahat dibawah serasah, gulma,
atau bongkahan tanah). Pengendalian secara kimia jarang dilakukan karena mahal dan
dianggap tidak epektif (Apriyanto dan Toha, 2003)
Di Houston Siput semak mengkonsumsi berbagai tanaman kebun yang luas,
sehingga terjadi gangguan pada tanamam hortikultura, banyak ter jadi kerusakan pada
bunga dan vegetasi, yang ditandai dengan daun lecet-lecet dan berlubang (Anton, 2010)
Pestisida sering digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas organisme
pengganggu tanaman. Sebab, pestisida mempunyai daya bunuh yang tinggi,
penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat untuk diketahui. Namun bila diaplikasikan
kurang bijaksana dapat membawa dampak pada pengguna, hama sasaran, maupun
lingkungan yang sangat berbahaya (Surbakti, 2008).
Siput merupakan binatang yang dapat mengeluarkan lendir dan mempunyai
kebiasaaan hidup bersembunyai di tempat teduh pada siang hari. Pada malam hari
moluska akan mencari makanan tanaman yang sudah membusuk ataupun yang masih
hidup. Berbagai jenis tanaman diserangnya , merusak persemaiaan dan tanaman yang
baru tumbuh. Dalam perjalanannya meningglkan jejak berupa lender yang mengkilat.
Karena sulit ditemukan disiang hari, maka pengendaliannya biasanya dengan
moluskisida yang berupa umpan beracun. (Laras, 2011)
Semakin tinggi jumlah siput pada fase generatif mengakibatkan produksi kubis
bunga menurun (Maryani Dkk, 2011)
Pemberian Ventin asetat sebanyak 0,2 sampai 0,9 kg/ha epektif membunuh siput
di areal persemaian padi (Pablico and Moody, 2003)
1.6 Hipotesis
1. Pemberian moluskisida fentin asetat 60% berpengaruh dalam menekan
populasi siput semak dan kerusakan yang diakibatkan siput semak terhadap
tanaman kubis bunga.
2. Terdapat Konsentrasi moluskisida fentin asetat 60% yang tepat dalam
menekan populasi siput semak dan kerusakan yang diakibatkan siput semak.
1.7 Metodologi
Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan Rancangan
Acak Kelompok satu faktor, yaitu Fentin Asetat 60 % dengan 5 taraf, 0, 1, 2, 3, 4 gr/l.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali, adapun parameter yang diamati
adalah kerusakan tanaman, populasi siput semak dan bobot hasil panen tanaman kubis
bunga.
Tabel 1.1 Tabel PerlakuanNo Macam Perlakuan Konsentrasi Formulasi1 Fentin Asetat 1 g/l2 Fentin Asetat 2 g/l3 Fentin Asetat 3g/l4 Fentin Asetat 4 g/l5 Kontrol -
Data yang terkumpul diuji melalui sidik ragam, apabila ada terjadi perbedaan
yang nyata, maka penghitungan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan.
1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dikebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Cikole. Sedangkan waktu percobaan dimulai pada bulan april 2011.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perkembangan Kubis Bunga
Kubis bunga diduga berasal dari Eropa, pertama kali ditemukan di Cyprus Italia
Selatan dan Mediterania. Beberapa spesies kubis bunga telah tumbuh di Mediterania
selama lebih dari 2000 tahun, dan selama beberapa ratus tahun terakhir banyak terjadi
perbaikan warna maupun ukuran bunga terutama di Denmark. Sekitar tahun 1660, di
Erfurt (Jerman) ditemukan sejenis kubis bunga kuno yang yang disebut “Erfurt”. Kubis
ini ukurannya sama dengan yang ditemukan di Mediterania,yaitu berdaun kecil,
pendek,massa bunga kecil dan berdaun hijau. Disamping itu ditemukan kubis bunga
berbunga kecil – kecil yang sejak lama tumbuh di India (Rukmana, 1994).
Pada tahun 1866, Mc. Mahon seorang ahli benih dari Amerika mencatat bahwa
jenis-jenis kubis bunga sangat beragam; ada yang massa bunganya warna ungu, putih,
hijau dan merah kehitam-hitaman. Sejak saat itulah berkembang adanya kubis bunga
putih, hijau dan ungu, yang kemudian menyebar luas keseluruh dunia, terutama negara-
negara yang telah dikenal daerah pertaniannya. Mengenai masuknya kubis bunga ke
Indonesia tidak terdapat keterangan yang pasti, diduga terjadi pada abad XIX, yang
varietasnya berasal dari India. (Rukmana, 1994)
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Kubis Bunga
Menurut Rukmana (1994) taksonomi tanaman kubis bunga diklasifikasikan
sebagai berikut:
Divisi : Magnoliophyita
Kelas : Magnoliopsida
Famili : Cruciferae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica oleracea Var. botrytis L.
Kubis bunga termasuk tanaman yang mempunyai batang agak pendek, daunnya
berbentuk bujur telur atau panjang dan bergerigi , tangkai bunga dan pangkal menebal,
serta menghasilkan massa bunga yang berwarna putih dan lunak. Daun kubis bunga
umumnya lebih panjang dan lebih sempit disbanding kubis krop. Daun-daun yang
tumbuh sebelum terbentuk massa bunga, umumnya berukuran kecil dan melengkung
untuk melindungi bunga (Rukmana, 1994)
1. Akar
Sistem perakaran kubis bunga memiliki akar tunggang (Radix Primaria) dan
akar serabut. Akar tunggang tumbuh ke pusat bumi (kearah dalam), sedangkan akar
serabut tumbuh ke arah samping (horizontal), menyebar, dan dangkal (20 cm – 30 cm).
Dengan perakaran yang dangkal tersebut, tanaman akan dapat tumbuh dengan baik
apabila ditanam pada tanah yang gembur dan porous (
Cahyono, 2001).
2. Batang
Batang tanaman kubis bunga tumbuh tegak dan pendek (sekitar 30 cm). Batang
tersebut berwarna hijau, tebal, dan lunak namun cukup kuat dan batang tanaman ini
tidak bercabang.
3. Daun
Daun kubis bunga berbentuk bulat telur (oval) dengan bagian tepi daun
bergerigi, agak panjang seperti daun tembakau dan membentuk celah - celah
yangbmenyirip agak melengkung ke dalam (Cahyono, 2001).
Daun tersebut berwarna hijau dan tumbuh berselang - seling pada batang
tanaman. Daun memiliki tangkai yang agak panjang dengan pangkal daun yang menebal
dan lunak. Daun - daun yang tumbuh pada pucuk batang sebelum massa bunga tersebut
berukuran kecil dan melengkung ke dalam melindungi bunga yang sedang atau mulai
tumbuh (Sugeng, 1981).
4. Bunga
Massa bunga (curd) terdiri dari bakal bunga yang belum mekar, tersusun atas
lebih dari 5.000 kuntum bunga dengan tangkai pendek, sehingga tampak membulat
padat dan tebal berwarna putih bersih atau putih kekuning-kuningan. Diameter massa
bunga kubis bunga dapat mencapai lebih dari 20 cm, tergantung varietas dan kecocokan
tempat bertanam. Pada kondisi lingkungan yang sesuai, massa bunga kubis bunga dapat
tumbuh memanjang menjadi tangkai bunga yang penuh dengan kuntum bunga. Tiap
bunga terdiri atas empat helai daun kelopak (calyx) (Rukmana, 1994).
5.Buah dan biji
Biji kubis bunga mempunyai bentuk dan warna yang hampir sama, yaitu bulat
kecil yang berwarna coklat sampai kehitam-hitaman. Biji-biji tersebut dihasilkan
melalui penyerbukan sendiri ataupun silang dengan bantuan serangga lebah madu. Buah
yang terbentuk seperti polong-polongan, tetapi ukurannya kecil, ramping dan
panjangnya 3-5 cm (Rukmana,1994).
2.1.2 Syarat Tumbuh
1. Iklim
Kubis bunga dikenal sebagai tanaman sayuran daerah yang beriklim dingin (sub
tropis), sehingga di Indonesia cocok ditanam di daerah dataran tinggi antara 1000 –
2000 meter dari atas permukaan laut (dpl) yang suhu udaranya dingin dan lembab.
Kisaran temperatur optimum untuk pertumbuhan dan produksi sayuran ini antara 150 C
– 180 C, dan maksimum 240 C (Rukmana, 1994).
Kubis bunga termasuk tanaman yang sangat peka terhadap temperatur terlalu
rendah ataupun terlalu tinggi, terutama pada periode pembentukan bunga. Bila
temperatur terlalu rendah, sering mengakibatkan terjadinya pembentukan bunga
sebelum waktunya. Sebaliknya pada temperatur yang terlalu tinggi, dapat menyebabkan
tumbuhnya daun - daun kecil pada massa bunga (curd) (Pracaya, 2000).
2. Tanah
Tanaman kubis bunga cocok ditanam pada tanah lempung berpasir, tetapi
toleran terhadap tanah ringan seperti andosol. Namun syarat yang paling penting
keadaan tanahnya harus subur, gembur dan mengandung banyak bahan organik. Tanah
tidak boleh kekurangan magnesium (Mg), molibdenum (Mo) dan Boron (Bo) kacuali
jika ketiga unsur hara mikro tersebut ditambahkan dari pupuk, kisaran pH antara 5,5 –
6,5 dengan pengairan dan drainase yang memadai.
3. Ketinggian Tempat
Di Indonesia, sebenarnya kubis bunga hanya cocok dibudidayakan di daerah
pegunungan berudara sejuk sampai dingin pada ketinggian 1.000-2.000 m dpl.
2. 2 Siput Semak
Siput semak Bradybaena similaris (Feussac), umumnya dikenal sebagai
trampsnail Asia, merupakan siput tanah asli Asia yang diperkenalkan ke daerah lain di
dunia melalui perdagangan pada tanaman. Di Brazil, populasi spesies ini dengan baik
dibudidayakan dan didistribusikan dari negara bagian Amapá di utara ke Rio Grande do
Sul di selatan (Camilla et all., 2008).
Kehidupan Bradybaena similaris dicirikan oleh kombinasi hidup yang pendek,
kematangan seksual dini dan beberapa peristiwa reproduksi, dengan upaya reproduksi
tinggi di setiap peristiwa dan kematian yang tinggi setelah reproduksi
pertama. Berdasarkan hal tersebut dikarenakan adanya hubungan antara pertumbuhan,
reproduksi dan umur panjang pola Bradybaena similaris. Hubungan ini disebabkan
alokasi perbedaan energi antara pertumbuhan somatik, rumah ostasis dan aktivitas
reproduksi yang menentukan sejarah pola hidup yang cenderung r-strategi (Camilla et
all., 2008).
Adapun klasifikasi dari siput semak adalah:
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : eupulmonata
Family : Bradybaeninae
Genus : Bradybaena
Spesies : Bradybaena similaris
Gambar 2.1 Gambar Siput Semak
2.2.1 Morfologi
Bentuk tubuhnya ramping dan terdapat bintik-bintik seperti kutil, warnanya
coklat putih, atau pucat berdaging, baris pedal sangat sedikit ditunjukkan dengan alur,
pedikel dan tentakel yang kelabu putih, cangkang kusam putih susu dengan sedikit
warna merah terang. Ketika hewan ini cukup segar total panjang kaki sama untuk
membentuk dua setengah sampai tiga diameter lebih lama dari kerang " (Stoliczka,
1873).
2.2.2 Fisiologi
Rahang Bradybaena similaris sekitar 1 mm, dengan tiga tulang rusuk pusat
yang kuat, diikuti dengan satu atau lebih luas di kedua sisinya, sedangkan berikutnya
hanya ditunjukkan dengan garis samar gelap. Radula ini bila dibandingkan dengan
ukuran hewan besar, sekitar 2,3 mm, dan luasnya lebih dari satu mm; itu terdiri dari
sekitar 90 baris melintang, dengan 67 gigi di masing-masing dari mereka. Pusat jauh
lebih kecil dari lateral yang berdampingan, dengan titik puncak melengkung
panjang. Para lateral agak cepat menurun dalam ukuran setelah 14 lempeng basal terluar
secara bertahap menghilang, sementara luasnya melebihi panjang gigi
mereka "(Stoliczka, 1873)
2.3 Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti
mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umum pestisida dapat
didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang
dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan
kepentingan manusia.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas
peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia
dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yangmerusak
tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
2. Memberantas rerumputan
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagiantanaman
tidak termasuk pupuk
5. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan
atauternak
6. Memberantas atau mencegah hama-hama air
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik
dalamrumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi denganpenggunaan
pada tanaman, tanah atau air
9. Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-
beda,karena itu dikenal banyak macam petisida.
Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada
kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan
cara kerja, berdasarkan struktur kimianya dan berdasarkan bentuknya. Penggolongan
pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu (Wudianto, 2001).
Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bias
mematikan semua jenis serangga.
1. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bias
digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.
2. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif
beracun yang bisa membunuh bakteri.
3. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
4. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau,
caplak, dan laba-laba.
5. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
6. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,
siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di
tambak.
7. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
Sedangkan jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama
dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu (Ekha, 1988):
1. Racun perut
Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi
serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut.
2. Racun kontak
Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke dalam
tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui saluran
nafas.
3. Racun gas
Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada
ruanganruangan tertutup.
2.4 Fentin Asetat
Nama umum : fentin asetat.
Nama Kimia : triphenyltin asetat.
Berat Molekul : 409
Rumus Molekul : C 20 H 18 O 2 Sn
Menurut Pablico and Moody (1991) Fentin asetat adalah senyawa organotin
yang berbentuk kristal padat putih digunakan sebagai fungisida, bakterisida, pengawet
kayu, Fungisida, industri; Herbisida, atraktan serangga, nyamuk dan Moluskisida.
Adapun sifat fisik Fentin Asetat adalah: H-Bond Donor: 0, H-Bond Penerima:
2, Obligasi Hitung rotatable: 5, Titik lebur: 118-122 ° C, Kepadatan: 1,55 g / cm3,
Penyimpanan Temp: Approx 4 ° C, Kelarutan air: 28 mg / L (20 ° C. (Pablico and
Moody, 1991).
Gambar 2.2 Gambar Struktur Rumus Ventin Asetat
Struktur rumus:
2.5 Bestnoid 60 WP
Bestnod 60 WP adalah moluskisida yang berbahan aktif fentin asetat 60% yang
diproduksi oleh PT. Dharma Guna Wibawa dengan nomor pendaftaran: RI.3102/3-
2008/T.
Bestnod 60 WP merupakan moluskisida racun lambung berbentuk tepung yang
dapat disuspensikan berwarna putih. Moluskisida tersebut untuk mengendalikan siput
trisipan pada budidaya udang dan ikan bandeng ditambak.
Gambar 2.3 Gambar Bestnoid 60 WP
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: cangkul, selang penyiraman,
ember kecil,ember besar, meteran, ajir bambu, cat, mulsa plastic, penyemprot
punggung semi otomatis, gelas ukur, pisau, timbangan mini, neraca analitik, kantong
plastik, alat tulis, buku.
3.1.2 Bahan
Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: bibit kubis bunga
yang telah disemaikan, moluskisida Fentin Asetat 60% dengan merk dagang Bestnoid
60 WP, pupuk kotoran ayam, pupuk mas hitam, pupuk NPK Ponska, pupuk organik
sidomuncul, Pestisida untuk membasmi ulat.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan Rancangan
Acak Kelompok satu faktor, yaitu Fentin Asetat 60 % dengan 5 taraf, 0, 1, 2, 3, 4 gr/l.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali, adapun parameter yang diamati
adalah kerusakan tanaman, populasi siput semak dan bobot hasil panen tanaman kubis
bunga.
Tabel 3.1 . Tabel Perlakuan
No Macam Perlakuan Konsentrasi Formulasi1 Fentin Asetat 1 g/l2 Fentin Asetat 2 g/l3 Fentin Asetat 3g/l4 Fentin Asetat 4 g/l5 Kontrol -
Data yang terkumpul diuji melalui sidik ragam, apabila ada terjadi perbedaan
yang nyata, maka penghitungan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Persemaian
Persemaian dilakukan di bumbung yang terbuat dari daun pisang dengan ukuran
diameter dan tinggi 5 cm dan tinggi 5 cm. Media penyemaian adalah campuran tanah
halus dengan pupuk kandang (2:1) sebanyak 90%.
3.3.2 Pembentukan Bedengan dan pemasangan Mulsa.
Lahan dibersihkan dari tanaman liar dan sisa-sisa akar, dicangkul sedalam 40-50
cm, lalu dibuat bedengan selebar 90 cm panjang 480 cm, tinggi 35 cm dengan jarak
antar bedengan 40 cm. Setelah bedengan terbentuk, di berikan pupuk dasar yang terdiri
dari pupuk kandang sebanyak 100 karung, dan NPK Ponska 100 kg. bedengan yang
telah diberikan pupuk dasar, ditutup dengan menggunakan mulsa plastik
3.3.3 Penanaman
Bibit di dalam bumbung daun pisang ditanam langsung tanpa membuang
bumbungnya ke dalam lubang tanam yang telah disediakan dengan jarak tanam 40 x 50
cm. Penanaman tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu menyiram bedengan melalui
lubang-lubang tanam yang telah dibuat pada mulsa plastik.
3.3.4 Pemeliharaan
3.3.4.1 Penyulaman
Penyulaman dilakukan Jika ada tanaman yang rusak atau mati. Adapun batas
waktu penyulaman sdilakukan sebelum tanaman berumur kira-kira 2 minggu
3.3.4.2 Penyiangan
Penyiangan pada parit-parit bedengan dilakukan pada saat populasi rumput
sekitar parit telah tumbuh tinggi, sedangkan penyiangan disekitar areal tanaman,
penyiangan dilakukan sebelum pemupukan, dan bila ditemukan populasi rumput yang
dapat mengganggu laju pertumbuhan tanaman. Penyiangan tersebut dilakukan dengan
pencabutan rumput secara langsung, ataupun dengan menggunakan cangkul.
3.3.4.3 Pemupukan
Pemupukan pada kubis bunga diberikan dengan cara pengecoran kedaerah
sekitar tanaman pada saat tanaman telah berumur 20 hari setelah tanam dengan
pemberian pupuk mas hitam sebanyak 5 Kg yang dilarutkan dengan air sebanyak 200
liter. Pupuk susulan diberikan 2 minggu setelah pemupukan pertama dengan pemberian
pupuk pupuk organic cair herbafarm, dan pemberian pupuk organic cair diulang setiap 2
minggu sekali.
3.3.4.4 Penyiraman
Pada fase pertumbuhan awal apabila tidak terjadi hujan Penyiraman dilakukan
setiap hari, sedangkan apabila tanaman sudah dewasa penyiraman dilakukan dengan
melihat kondisi tanah dibedengan. Waktu penyiraman diberikan pada pukul 01.00 atau
02.00.
3.3.5 Pengendalian Hama Penyakit
Hama utama tanaman kubis bunga adalah ulat, adapun pengendaliannya adalah
dengan membunuh langsung ulat yang berada di daun, dan dilakukan pemetikan
terhadap daun yang diidentifikasi banyak ulat dan telur-telur ulat. Pemberian aplikasi
pestisida dilakukan apabila serangan hama telah melewati batas ambang ekonomi.
3.4 Pengamatan
Jumlah tanaman contoh yang diamati adalah 10 tanaman per petak perlakuan,
adapun metode pengambilan contoh dilakukan secara sistematis dengan bentuk U (U-
shape).
a. Dihitung tingkat populasi siput pertanaman contoh
b. Kerusakan tanaman oleh serangan siput diamati dengan jalan menaksir nilai
scoring kerusakan tanaman dari tiap tanaman contoh, kemudian kerusakannya
dihitung dengan menggunakan rumus menurut Abbot (Ciba- Geigy 1981)
∑ n.v
P = X 100
Z.N
P, Adalah intensitas kerusakan tanaman (%)
N, Adalah jumlah tanaman yang memiliki skoring yang sama
V, Adalah nilai scoring yang menunjukan nilai kerusakan tanaman, yaitu
0= > Tanaman sehat (tidak ada serangan)
1= > 0 - ≤ 20 % bagian daun terserang
3= > 20 - ≤ 40 bagian daun terserang
5= > 40 - ≤ 60% bagian daun terserang
7= > 60 - ≤ 80% bagian daun terserang
9= > 80 - ≤ 100% bagian daun terserang
Z, Adalah scoring kerusakan tanaman tertinggi.
N, Adalah jumlah tanaman yang diamati
(Sastrosiswojo dkk, 1993)
c. Pengamatan pendahuluan pada tanaman kubis bunga dilakukan pada umur 13
hari setelah tanam dengan interval satu minggu, sampai ditemukan populasi atau
gejala serangan yang diakibatkan oleh siput.
d. Pengamatan selanjutnya dilakukan pada satu hari sebelum dan tiga hari setelah
penyemprotan, masing-masing diulang setiap minggu.
e. Diamati gejala fotoksisitas tanaman yang disebabkan oleh perlakuan
moluskisida yang diuji
f. Ditimbang bobot hasil panen bersih tiap petak perlakuan. Tingkat efikasi
moluskisida yang diuji terhadap hasil panen dihitung dengan menggunakan
rumus menurut Abbot (Ciba- Geigy 1981)
Hp - Hk
EP = = X 100%
Hk
EP : tingkat efikasi moluskisida yang diuji terhadap hasil panen (%)
HP: hasil panen pada petak perlakuan yang disemprot dengan moluskisida
Hk: Hasil panen pada petak control
(Sastrosiswojo dkk, 1993)
3.5 Analisis Data
Model analisis ragam yang digunakan pada percobaan ini menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 1 Faktor. Model linier yang digunakan
adalah :
Yij = µ + αi+ βj + εij
Dimana :
Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j
µ = Nilai Tengah Populasi
αi = Pengaruh aditif perlakuan ke-i
βj = Pengaruh aditif dari kelompok ke-j
εij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j.
Dari model linier diatas dapat disusun daftar analisis ragam seperti tabel 3.2
berikut:
Tabel 3.2 Tabel Analisis Ragam
Sumber Ragam DB JK KT FhKelompok r - 1 JKK KTK KTP/KTGPerlakuan t - 1 JKP KTPGalat (r-1)(t-1) JKG KTGTotal rt - 1 JKT -
Untuk melihat perbedaan dua rata-rata antara perlakuan, dilakukan dengan
menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 % dengan rumus sebagai
berikut :
LSR ( α, dbG, p ) = SSR ( α, dbG, p ) × Sx
Galat Baku Standar Uji Jarak Berganda Duncan :
Sx = KTG
r
Keterangan :
LSR = Least Significant Ranges
SSR = Studentized Significant Ranges
α = Taraf nyata 5 %
dbG = Derajat Bebas Galat
KTG = Kuadrat Tengah Galat
r = Ulangan
S x = Galat Baku
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta.
Anton. M, 2010, Asia Tramp Siput, Bradybaena similaris (Férussac, 1821), Artikel
Molluskman.com, Diunduh 1 Agustus 2011.
Apriyanto, D. 2003. Konsoidensi 2 Spesies Respo di Sentra Produksi Sayur Rejang
Lebong, Bengkulu. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 5 (1):7–11.
Apriyanto, D., Toha.B, 2003. Ledakan Popopulasi Jenis Respo, Filicaulis Bleekeri di
Sentra Produksi Sayur Rejang Lebong, Bengkulu. Jurnal Perlindungan
Tanaman Indonesia. 9 (1):16–21.
Cahyono, B. 2001. Kubis Bunga dan Brocolli. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Camilla, M. C., Elisabeth. C.A.B, Sthefane. D., 2008, Life History Strategy Of
Bradybaena Similaris (Fèrussac, 1821), Mollusca, Pulmonata,
Bradybaenidae, Molluscan Research, 28(3): 171–174
Ekha. I., 1988. Dilema Pestisida Tragedi Revolusi Hijau . Kanisius. Yogyakarta.
Kementan, 2011. Pedoman Umum Skrining Pestisida. Direktorat Jendral Prasarana dan
Sarana Diroktorat Pupuk Dan Pestisida
Laras.P, 2011, Moluskisida. Blog pertanian ,http://www.pupukcair.co.cc/2010 /11/
moluskisida.html. Diunduh 20 Mei 2011
Mosip. E., 2009. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Serangan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) Serta Strategi Antisipasi Dan Adaptasi Dalam Upaya
Meningkatkan Produksi Pertanian. Artikel .Fakultas Pertanian Jember.
Pablico.P., Moody. K, 1991, Effect Of Fentin Acetate On Wet-Seeded Rice, Pistia
Stratiotes and Azolla pinnata, Crop protection, Pages 45-47
Pracaya, 2000. Kol alias kubis. Penebar swadaya. Jakarta.
Rukmana, R. 1994. Budidaya Kubis Bunga dan Broccoli. Kanisius. Yogyakarta.
Rahayu, B., S. Indarti & T. Harjaka. 2000. Beberapa Catatan Mengenai Hama Baru :
Penggulung Daun Teh Siput Tanpa Cangkang, Parmarion pupillaris. Jurnal
Perlindungan Tanaman. 6(1):61–64.
Sugeng, 1981. Bercocok tanam sayuran. Aneka ilmu. Semarang.
Stolicka, F. (1873). Pada Kerang Tanah Pulau Penang, Dengan Deskripsi Dari Hewan
Dan Anatomi Catatan; Bagian Kedua, Helicacea. Journal of Asiatic Society
of Bengal. 42, 11-38
Sastrosiswojo S. 1996. Sistem pengendalian hama terpadu dalam menunjang agribisnis
sayuran. Di dalam Duriat AS et al. Editor. Prosiding Seminar Nasional
Komoditas Sayuran. Balitsa Bekerjasama dengan PFI Komda Bandung dan
CIBA Plant Protection
Wiyono. S., 2007, Perubahan Iklim Dan Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman,
Seminar sehari tentang keanekaragaman hayati ditengah perubahan iklim,
Kehati, Jakarta
Wudianto. R., 2001. Petunjuk dan penggunaan pestisida, Penebar Swadaya Jakarta