UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA
Transcript of UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA
GAMBARAN SISTEM PELAPORAN NEAR MISS, UNSAFE ACT DAN
UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA
(MRTJ) TOKYU-WIKA JOINT OPERATION TAHUN 2016
SKRIPSI
OLEH :
NURANI FITRI
NIM : 1111101000055
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar strata satu (S1) di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2016
Nurani Fitri
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Agustus 2015 – Juni 2016
Nurani Fitri, NIM : 1111101000055
Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek
Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016
xvii + 186 halaman, 5 tabel, 7 bagan, 20 gambar, 14 lampiran
ABSTRAK
Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) merupakan perusahaan kerjasama antara Tokyu
Construction Co., Ltd dengan DSU I WIKA yang bergerak di bidang konstruksi Mass Rapid
Transit Jakarta (MRTJ) Surface Section CP 101 & CP 102. Kasus kecelakaan kerja yang terjadi di
sektor konstruksi meliputi semua jenis pekerjaan proyek dan menimbulkan kerugian serius bagi
perusahaan. Melaporkan semua kejadian yang tidak diinginkan seperti near miss merupakan aspek
yang paling penting dari setiap program keselamatan. Semakin banyak near miss yang dilaporkan
maka semakin banyak kesempatan untuk menyelidiki, mengidentifikasi dan memperbaiki akar
penyebab sebelum kerugian serius terjadi. Sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition di TWJO belum memenuhi secara keseluruhan sistem pelaporan near miss (NEMIR
System).
Penelitian ini dimulai sejak bulan Agustus 2015 sampai dengan Juni 2016 untuk
mengetahui gambaran sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di Proyek
MRTJ TWJO Tahun 2016. Pendekatan sistem (input, proses, output) dan teori NEMIR system
digunakan untuk mengetahui sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition
perusahaan yang terdiri dari material, SDM, metode, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi
pelaksanaan pelaporan dan kemudian memperoleh laporan. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan mengumpulkan data primer melalui wawancara kepada informan, observasi dan
mengumpulkan data sekunder melalui telaah dokumen. Validasi data menggunakan triangulasi
sumber dan triangulasi metode.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition di Proyek MRTJ TWJO belum terlaksana dengan baik sesuai dengan NEMIR system.
Terdapat beberapa kekurangan pada masing-masing tahapan sistem input-proses-output
(komponen standar belum maksimal, belum terdapat amnesti dan laporannya belum tercatat dan
terdokumentasi dengan lengkap).
Rekomendasi diberikan kepada pihak Divisi SHE dan Top Manajemen perusahaan yaitu
membuat SOP terkait pelaporan dan form pelaporan unsafe act pada standar, memberlakukan
punishment dan reward berkaitan dengan aktivitas pelaporan. Sedangkan untuk konsultan
perusahaan rekomendasinya yaitu meningkatkan pemantauan dan pengawasan, memeriksa serta
mengevaluasi kembali laporan-laporan SHE perusahaan.
Daftar Bacaan : 59 (1990-2016)
Kata Kunci : Near Miss, Sistem Pelaporan, TWJO, Unsafe act, Unsafe Condition
iii
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
Undergraduate Thesis, June 2016
Nurani Fitri, NIM : 1111101000055
A Descriptive of Near miss, Unsafe Act and Unsafe Condition Reporting System in
Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Project TOKYU-WIKA Joint Operation 2016
xvi + 183 pages, 5 tables, 7 charts, 20 pictures, 14 attachments
ABSTRACT
Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) is a collaboration between Tokyu Construction Co.,
Ltd and DSU I WIKA company works in construction Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Project
Surface Section CP 101 and CP102. Cases of occupational accidents that occurred in construction
sector covering all types of project work and cause serious harm to the company. Reporting all
undesired incidents such as near miss is the most important aspect of any safety programs. The
more near miss are reported, the more opportunities to investigating, identifying and correcting
the root causes before serious loss occur. Near miss, unsafe act and unsafe condition reporting
system in TWJO wasn’t filled to the overall near miss reporting system (NEMIR System).
This research was began in August 2015 until June 2016 to find out a description of near
miss, unsafe act and unsafe condition reporting system in TWJO MRTJ Project 2016. The system
approach (input, process, output) and NEMIR System theory were used to determined near miss,
unsafe act and unsafe condition reporting system in the company consisting of material, human
resources, method, implementation, monitoring, evaluation and then to get a report. This research
is a qualitative research by collecting primary data through the interview with informants,
observation and then collecting secondary data through review of documents. Data validation was
using triangulation sources and methods.
The result showed that near miss, unsafe act and unsafe condition reporting system in
TWJO MRTJ Project 2016 hasn’t done well in implementation with NEMIR System. There are
some lack on each stage of the input-process-output system (standard document is not
maximized,there hasn’t been amnesty and the reports haven’t been recorded and full documented.
The recommendations are given to SHE Division and Top Management of company to make
SOP related to reporting and unsafe act reporting form on the standard, applying the punishment
and reward related to reporting activities. And recommendation for consulting firm is to improve
monitoring and observation, checking and re-evaluting SHE company reports.
References : 59 (1990-2016)
Keyword : Near Miss, Reporting System, TWJO, Unsafe act, Unsafe Condition
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Nurani Fitri
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Maret 1994
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Maluku Blok C72 No 19 RT 02/RW 08
Perumahan Sarua Permai Benda Baru Pamulang,
Tangerang Selatan.
Telp : 085693253949
Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
1998 - 1999 : TK Islam Al-Hilal, Ambon
1999 - 2000 : SD Negeri Bawakaraeng 03, Makassar
2000 - 2005 : SD Negeri Sarua 06
2005 - 2008 : SMP Negeri 1 Pamulang
2008 - 2011 : SMA Negeri 1Ciputat (1 Kota Tangerang Selatan)
2011 - Sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
Anggota KIR SMP Negeri 1 Pamulang : 2005 - 2007
Bendahara Mading SMA Negeri 1 Ciputat : 2009 - 2011
Anggota Paduan Suara FKIK (PASIFIK) UIN Jakarta : 2011 – Sekarang
Staff Public Relation, Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2012 – 2014
PELATIHAN
Peserta Orientasi Akademik dan Kebangsaan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2011
Peserta Workshop Paduan Suara FKIK (PASIFIK) UIN Jakarta “Satukan
Hati PASIFIK dengan Harmonisasi Musik” tahun 2011
Peserta Seminar “Lokakarya Nasional Rancangan UU Tenaga Kesehatan
2013” tahun 2012
Peserta Talkshow Nasional “Peringatan Hari AIDS se-Dunia 2012 Say Hi
to AIDS!” tahun 2012
Peserta Seminar Profesi Kesehatan Lingkungan “Eco Driving : Smart
Sollution to Reduce Poluttion” tahun 2012
vii
Peserta Seminar Profesi Gizi “Body Image : Bongkar Kebiasaan Lama
Ganti dengan Diet yang Tepat” tahun 2012
Peserta Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
“Gambaran Budaya K3 di Rumah Sakit tahun 2013” tahun 2013
Peserta Basic Fire Fighting FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2013
Peserta Workshop “Ergonomi di Tempat Kerja” tahun 2014
Peserta Workshop “Investigasi dan Pencegahan Kecelakaan Kerja” tahun
2014
Peserta Workshop “Manajemen Kebakaran dan Ledakan” tahun 2014
Peserta Workshop “Manajemen Risiko dan Pengendalian Kerugian” tahun
2014
Peserta Training “SMK3 Based on OHSAS 18001 dan PP No. 50 tahun
2012” tahun 2014
KEPANITIAAN
Penanggung Jawab Divisi Acara Bakti Sosial Pengobatan Gratis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012
Ketua Divisi Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi Workshop PASIFIK
UIN Jakarta ”Satu Melodi, Satu Irama Jiwa dalam Harmonisasi Suara”
tahun 2012
Panitia Ketok 1000 Pintu ”Aksi Tanggap Darurat Peduli Kesehatan
Keluarga” tahun 2012
Panitia Workshop PASIFIK UIN Jakarta Interpidezza tahun 2013
Panitia Seminar Profesi K3 “Optimalisasi Pemenuhan Regulasi Prasarana
Perlintasan Kereta Api Demi Stabilitas Transportasi Nasional” tahun 2014
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Alhamdulillah, karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act
dan Unsafe Condition di Proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-
WIKA Joint Operation Tahun 2016”. Shalawat beserta salam yang teriring doa
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang senantiasa atas
izin Allah SWT mengajarkan umatnya untuk terus memperoleh ilmu pengetahuan
yang kelak bermanfaat bagi sesamanya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir mahasiswa/i peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun di dalam proses
penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh banyak dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua saya yang tercinta Papa dan Mama (H. Rahim Laema dan
Hj. Hajerah Rahim), Kak Ari (Nurharij Apriani R. Laema) dan Fitrah (M.
Fitrah Habibullah) karena atas doa dan dukungan yang tak henti-hentinya
sehingga saya mampu menyelesaikan, memperoleh dan menjalani
pendidikan hingga saat ini S1 di jenjang universitas;
2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta;
3. Ibu Fajar Ariyanti, M. Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat dan Para Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta;
4. Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu
Minsarnawati, S.KM, M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan
ix
berbagai arahan dan motivasi kepada penulis agar berupaya dengan
maksimal dalam melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik;
5. Ibu Dr. Iting Shofwati, S.T, M.KKK selaku Dosen Peminatan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) terima kasih atas motivasinya, ilmunya,
pengetahuan dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis;
6. Tokyu-WIKA Joint Operation (SHE Division dan semua yang terlibat) dan
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (QSHE Departemen Power Plant dan
Energi) yang telah memberikan kesempatan untuk memperoleh izin terkait
penelitian, memperoleh banyak informasi, dukungan, ilmu, pengalaman
maupun arahan selama proses penyusunan skripsi ini;
7. Semua Dosen Penguji, terima kasih atas kritik, saran dan kesediaan
waktunya telah menjadi penguji dalam skripsi ini;
8. Sahabat-sahabat tersayang (Nauval, Rika, Obin dan Urukucup; Ridwan,
Mumu, Aji, Ega, Farah, Bremi, Raya, Flo) yang selalu memberikan
dukungan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini dan atas keseruan
kalian hingga saat ini;
9. Kawan Sholihah, K3 2011 dan Kesehatan Masyarakat 2011 UIN Jakarta,
dsb yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, dengan doa dan harapan
bahwa segala kebaikan yang mereka berikan dapat bermanfaat bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar kelak dapat menjadi lebih baik lagi,
Aamiin.Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, Juni 2016
Nurani Fitri
(Penulis)
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................................... ii
ABSTRACT ............................................................................................................................. iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ xiv
DAFTAR BAGAN .................................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xvi
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 7
C. Pertanyaan Penelitian ............................................................................................... 8
D. Tujuan ...................................................................................................................... 9
1. Tujuan Umum ...................................................................................................... 9
2. Tujuan Khusus ...................................................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 10
1. Bagi Peneliti ....................................................................................................... 10
2. Bagi Institusi Pendidikan ................................................................................... 10
3. Bagi Perusahaan Tokyu-WIKA Joint Operation ................................................ 11
F. Ruang Lingkup ....................................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 13
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Pekerjaan Konstruksi ...................... 13
B. Program K3 ............................................................................................................ 14
C. Perilaku dan Kondisi Tempat Kerja ....................................................................... 20
1. Perilaku Aman .................................................................................................... 21
xi
2. Perilaku Tidak Aman ......................................................................................... 22
3. Kondisi Tempat Kerja ........................................................................................ 23
D. Near Miss ............................................................................................................... 24
E. Accident .................................................................................................................. 25
1. Teori Kecelakaan Kerja ...................................................................................... 25
F. Accident or Near Miss Incident Ratio .................................................................... 29
G. Definisi Sistem, Pendekatan Sistem dan Pelaporan ............................................... 30
1. Sistem ................................................................................................................. 30
2. Pendekatan Sistem .............................................................................................. 31
3. Pelaporan ............................................................................................................ 35
H. Definisi Near Miss Incident Report (NEMIR) System ........................................... 35
I. Kerangka Teori....................................................................................................... 40
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ........................................ 43
A. Kerangka Berpikir .................................................................................................. 43
B. Definisi Istilah ........................................................................................................ 48
BAB IV METODE PENELITIAN........................................................................................ 51
A. Jenis Penelitian ....................................................................................................... 51
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................. 51
C. Informan Penelitian ................................................................................................ 51
D. Instrumen Penelitian............................................................................................... 53
E. Metode Pengumpulan Data .................................................................................... 54
F. Validasi Data .......................................................................................................... 56
1. Triangulasi Sumber ............................................................................................ 56
2. Pendekatan Metode ............................................................................................ 57
G. Pengolahan dan Analisa Data................................................................................. 59
H. Penyajian Data ....................................................................................................... 61
BAB V HASIL ........................................................................................................................ 62
A. Gambaran Umum Perusahaan ................................................................................ 62
1. Lokasi dan Rute MRT Jakarta ........................................................................... 62
2. Jenis Kegiatan .................................................................................................... 63
3. Ruang Lingkup Pekerjaan .................................................................................. 64
4. Struktur Organisasi Perusahaan ......................................................................... 68
xii
B. Hasil Gambaran Tahap Input dalam Sistem Pelaporan Near Miss,
Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ............................... 69
1. Material .............................................................................................................. 69
2. Sumber Daya Manusia (SDM) ........................................................................... 97
3. Metode .............................................................................................................. 109
C. Hasil Gambaran Tahap Proses dalam Sistem Pelaporan Near Miss,
Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ............................. 111
1. Pelaksanaan Pelaporan ..................................................................................... 112
2. Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan ................................................................. 131
3. Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan ...................................................................... 135
D. Hasil Gambaran Tahap Output dalam Sistem Pelaporan Near Miss,
Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ............................. 142
1. Laporan Near Miss ........................................................................................... 142
2. Laporan Unsafe Act .......................................................................................... 145
3. Laporan Unsafe Condition ............................................................................... 147
BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................................... 154
A. Keterbatasan Penelitian ........................................................................................ 154
B. Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe
Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ................................................................... 154
C. Gambaran Tahap Input dalam Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act
dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ............................................... 156
1. Material ............................................................................................................ 157
2. Sumber Daya Manusia (SDM) ......................................................................... 163
3. Metode .............................................................................................................. 164
D. Gambaran Tahap Proses dalam Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe
Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ......................................... 166
1. Pelaksanaan Pelaporan ..................................................................................... 166
2. Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan ................................................................. 170
3. Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan ...................................................................... 171
E. Gambaran Output dalam Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan
Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ...................................................... 171
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 177
A. Simpulan .............................................................................................................. 177
B. Saran ..................................................................................................................... 178
xiii
1. Saran untuk Divisi SHE Perusahaan ................................................................ 179
2. Saran untuk Top Manajemen Perusahaan ........................................................ 180
3. Saran untuk Konsultan Perusahaan .................................................................. 180
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 182
LAMPIRAN ................................................................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Istilah .......................................................................................... 48
Tabel 4.1 Informan Penelitian .................................................................................. 53
Tabel 4.2 Matriks Triangulasi Sumber..................................................................... 57
Tabel 4.3 Matriks Triangulasi Metode ..................................................................... 58
Tabel 4.4 Daftar Dokumen ....................................................................................... 59
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Accident/Near Miss Ratio Study .............................................................. 30
Bagan 2.2 Diagram Alir Sederhana Elemen Sistem ................................................. 31
Bagan 2.3 Diagram Alir Elemen Sistem dengan Feedback ...................................... 33
Bagan 2.4 Kerangka Teori ........................................................................................ 42
Bagan 3.1 Kerangka Berpikir .................................................................................... 47
Bagan 5.1 Struktur Organisasi Tokyu-WIKA Joint Operation ................................. 68
Bagan 5.2 Struktur Organisasi Divisi SHE .............................................................. 104
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Teori Loss Causation Model ............................................................... 28
Gambar 2.2 Near Miss Reporting Form .................................................................. 37
Gambar 2.3 Teori Loss Causation Model ................................................................ 46
Gambar 5.1 Lokasi dan Rute MRT Jakarta .............................................................. 63
Gambar 5.2 Lokasi Proyek CP 101 dan CP 102 ...................................................... 65
Gambar 5.3 Daily Safety Patrol Form ..................................................................... 75
Gambar 5.4 Near Miss Form ................................................................................... 76
Gambar 5.5 Kebijakan K3 TWJO ............................................................................ 85
Gambar 5.6 Dokumentasi Kebijakan K3 TWJO ..................................................... 86
Gambar 5.7 Lampiran Standar Operasional Prosedur pada Dokumen Site
Safety Plan ............................................................................................. 89
Gambar 5.8 Unsafe Act pada Pekerjaan Fabrikasi Besi dan Pengelasan
(Penggunaan APD)............................................................................... 96
Gambar 5.9 Unsafe Condition (Penempatan Material Scaffolding dan
Kebersihan Lokasi Kerja ...................................................................... 97
Gambar 5.10 Statistic Safety record........................................................................ 102
Gambar 5.11 Monthly HSE Performance Report .................................................... 102
Gambar 5.12 Kebijakan Terhadap Pelanggaran Disiplin Pemakaian Alat
Pelindung Diri.................................................................................... 129
Gambar 5.13 Foto Site Inspection dari JMCMC ...................................................... 134
Gambar 5.14 Weekly Meeting SHE with Construction and Subcontractor ............. 139
Gambar 5.15 Tabel Kejadian Near Miss pada HSE Monthly Report
January-April 2016 ........................................................................... 144
Gambar 5.16 Record Kejadian Near Miss pada HSE Monthly Report .................... 145
Gambar 5.17 Daily Safety Patrol Record pada HSE Monthly Report ..................... 149
xvii
DAFTAR ISTILAH
APD
CP
DSM
DSU I
EPC
ILO
JMCMC
K3
K3L
LTI
MTI
MRTJ
NEMIR
NSC
OHSAS
OSHA
PAK
PM
QA
QSHE
SDM
SHE
SMK3
SO
TWJO
WIKA
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Alat Pelindung Diri
Contract Package
Deputy Safety Manager
Departemen Sipil Umum I
Engineering, Procurement and Construction
International Labour Organization
Jakarta Mass Rapid Transit Construction Management Consultant
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan
Lost Time Injury
Media Treatment Injury
Mass Rapid Transit Jakarta
Near Miss Reporting
National Safety Council
Occupational Health and Safety Advisory Services
Occupational Safety and Health Administration
Penyakit Akibat Kerja
Project Manager
Quality Assurance
Quality, Safety, Health and Environment
Sumber Daya Manusia
Safety, Health and Environment
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Safety Officer
Tokyu-WIKA Joint Operation
Wijaya Karya
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia perindustrian saat ini bergerak di berbagai bidang atau
sektor, sektor industri jasa konstruksi merupakan salah satunya. Pada
umumnya semua jenis pekerjaan melibatkan sejumlah pekerja dalam
melakukan proses pekerjaan, begitu pula dengan pekerjaan konstruksi.
Kejadian yang banyak terjadi adalah kecelakaan kerja akibat belum
dilakukan penanganan terhadap pengawasan keselamatan dan kesehatan
kerja di tempat kerja secara mantap dan menyeluruh pada setiap
pekerjaan konstruksi bangunan.
Menurut International Labour Organization secara global
diperkirakan 337 juta kecelakaan kerja terjadi dan 2,3 juta kematian
akibat kerja terjadi setiap tahunnya (ILO, 2014). Di dunia, hampir setiap
tahunnya pada tempat kerja terdapat 250 juta pekerja yang mengalami
cidera, 150 juta pekerja yang terkena penyakit akibat kerja dan lebih dari
1,1 juta pekerja yang meninggal dunia (Titas, 2013).
Berdasarkan hasil perhitungan U.S BLS (United State Bureau of
Labour Statistics) yang dilaporkan menyebutkan bahwa kecelakaan kerja
fatal di konstruksi tahun 2011 yaitu sebanyak 4.383 kasus, naik sebesar
5% menjadi 4.628 kasus di tahun 2012 (BLS, 2014). Kecelakaan kerja
tersebut diantaranya adalah cidera fatal pada pekerja penuh kontraktor
2
yang menyebabkan 715 kematian (15,45%) dan pekerja kontrak
menyumbang sebanyak 15% (BLS, 2014). Sedangkan di tahun 2013
kecelakaan kerja mengalami penurunan menjadi 4.585 kasus dan
kemudian mengalami peningkatan kembali di tahun 2014 menjadi 4.679
kasus (BLS, 2015).
Angka kecelakaan kerja di Indonesia termasuk yang paling tinggi
di kawasan Asia Tenggara. Di tahun 2010, hampir 32% kasus
kecelakaan kerja yang ada terjadi di sektor konstruksi yang meliputi
semua jenis pekerjaan proyek gedung, jalan, jembatan, terowongan,
irigasi bendungan dan sejenisnya (Jamsostek, 2010). PT Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Persero) mencatat sepanjang tahun klaim terhadap
program jaminan kecelakaan kerja (JKK).
Klaim terhadap program jaminan kecelakaan kerja (JKK) di
tahun 2013 sebesar 563 miliar rupiah yaitu sebanyak 103.285 kasus yang
diantaranya berupa cacat fungsi, cacat sebagian, cacat total tetap,
sembuh dan meninggal dunia. Sedangkan di tahun 2014 kasus
kecelakaan yang terjadi sebanyak 105.383 kasus dan program JKK yaitu
sebesar 652 miliar rupiah (BPJS Ketenagakerjaan, 2015). Klaim
terhadap program JKK mengalami peningkatan dari tahun 2013 ke tahun
2014.
National Safety Council (2013) menyatakan bahwa insiden yang
terjadi setiap hari di tempat kerja dapat mengakibatkan cidera atau
kerusakan serius. Pelaporan near miss dapat membantu mencegah
3
insiden terjadi di kemudian hari dan perusahaan perlu membuat proses
pelaporan near miss semudah mungkin dapat dipahami.
Beberapa perusahaan mungkin tidak memiliki budaya pelaporan
dimana para pekerjanya didorong untuk melaporkan kejadian near miss.
Namun sejarah memperlihatkan bahwa setiap kerugian atau kecelakaan
kerja berulang kali terjadi dipicu oleh kejadian near miss. Maka dengan
mengenali dan melaporkan setiap kejadian near miss secara signifikan
dapat meningkatkan keselamatan pekerja dan meningkatkan budaya
keselamatan (NSC, 2013).
Menurut Bird dan Germain (1990), unsafe act, unsafe condition
dan near miss merupakan hal yang patut dipelajari dan dicegah agar
tidak terjadi kecelakaan kerja yang mampu mengakibatkan sejumlah
kerugian. McKinnon (2012) menyatakan bahwa banyak peristiwa yang
tampaknya tidak penting memiliki potensi untuk cidera dan kerugian
lainnya. Namun jika diakui, dilaporkan dan diperbaiki akar penyebab
kejadian near miss dapat mengeliminasi terjadinya cidera dan
kecelakaan kerja.
Di dalam penelitian Annishia (2011) pada pekerja konstruksi di
PT PP (Persero) menyatakan bahwa perilaku tidak aman (unsafe act)
memegang pengaruh yang besar terhadap terjadinya kecelakaan kerja
dibandingkan dengan kondisi tidak aman (unsafe condition). Hasil
penelitian lainnya menyatakan bahwa terdapat 52% pekerja yang
berperilaku tidak aman dibandingkan dengan pekerja yang berperilaku
aman di tempat kerja (Putri dkk., 2013). Selain itu, setiap perusahaan
4
harus memastikan bahwa setiap unsafe act dan unsafe condition
dilaporkan agar kemudian dapat ditindaklanjuti (Bird and Germain,
1990).
Terdapat dua alasan utama pekerja berperilaku tidak aman di
tempat kerja yaitu karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi
tentang keselamatan dan ketidakpedulian akan pentingnya keselamatan
(Titas, 2013). Peraturan yang terdapat di proyek dan ketersediaan APD
sangat memungkinkan pekerja konstruksi berperilaku dalam bekerja.
Adanya pengawasan dari pengawas dan SHE Officer juga memberikan
pengaruh terhadap perilaku pekerja konstruksi dalam bekerja, karena
pekerja selalu merasa diawasi saat bekerja (Annishia, 2011).
Kecelakaan yang terjadi di site konstruksi umumnya dapat
dikatakan sebagai kelemahan Sistem Manajemen K3 perusahaan yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor teknis, teknologi
(peralatan) dan organisasi (Titas, 2013). Organisasi atau manajemen
perusahaan melaksanakan program K3 disamping untuk memberikan
perlindungan terhadap kecelakaan kerja, juga untuk mencegah kerugian
yang besar bagi perusahaan (Riantiwi, 2012).
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk merupakan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) Indonesia yang bergerak di bidang Engineering,
Procurement & Construction (EPC) serta Investasi. Terdapat sejumlah
departemen yang bergerak di berbagai bidang konstruksi. Tokyu-WIKA
Joint Operation (TWJO) merupakan perusahaan kerjasama antara
Perusahaan Jepang (Tokyu Construction Co., Ltd) dengan Departemen
5
Sipil Umum I WIKA yang bergerak di bidang konstruksi Mass Rapid
Transit Jakarta (MRTJ). Bertanggung jawab pada pelaksanaan proyek
MRTJ Surface Section area CP101 dan CP102.
WIKA memiliki kebijakan K3 yang berkomitmen untuk
mencegah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan pencemaran
lingkungan, dengan sasaran tercapainya zero accident, efisiensi
penggunaan sumber daya dan pencegahan environmental incident.
Sedangkan TWJO memiliki kebijakan K3 yang berkomitmen untuk
mendorong praktik kerja yang aman pada Proyek Konstruksi MRT
Jakarta sesuai dengan undang-undang K3 serta aturan dan peraturan
Pemerintah Indonesia dan otoritas terkait yang memiliki kewenangan
hukum.
Menurut Data Statistik Kinerja Keselamatan PT Wijaya Karya
(Persero) Tbk selama kurun waktu 3 tahun terakhir, terdapat sejumlah
kecelakaan kerja. Di tahun 2012 terdapat kecelakaan kerja No Loses
Time Injury (NLTI) sebanyak 83 kasus. Meskipun di tahun 2013
mengalami penurunan menjadi 50 kasus, namun di tahun 2014
mengalami kenaikan menjadi 189 kasus (WIKA, 2015)
Sedangkan kejadian kecelakaan kerja yang membutuhkan
perawatan medis atau Medical Treatment Injury (MTI) di tahun 2012
sebanyak 12 kasus. Di tahun 2013 dan 2014 mengalami peningkatan
yaitu sebanyak 20 dan 38 kasus. Sejauh ini di perusahaan tidak terdapat
kecelakaan yang berakibat Loses Time Injury (LTI) maupun Fatality
atau Kematian (WIKA, 2015).
6
Berdasarkan Laporan Kecelakaan Kerja, Near miss dan Penyakit
Akibat Kerja (PAK) bulan Januari hingga Desember 2015 pada Proyek
MRTJ TWJO diperoleh bahwa terdapat sejumlah kecelakaan kerja yaitu
sebanyak 7 kasus, 4 kasus diantaranya merupakan kategori ringan dan 3
kasus lainnya merupakan kategori berat yang menyebabkan LTI dan
MTI. Selain itu, sepanjang tahun 2015 untuk pelaporan terkait Near miss
hanya terdapat satu kejadian yang dilaporkan, dan untuk pelaporan
terkait kondisi mekanik fisik berbahaya (unsafe condition) dan tindakan
berbahaya (unsafe act) yang terjadi diperusahaan tidak terdapat
rekapitulasi data pelaporannya (TWJO, 2015).
Pada laporan bulanan proyek TWJO dan fakta yang diuraikan
sebelumnya menjelaskan bahwa masih terdapat sejumlah kasus
kecelakaan kerja pada site konstruksi MRTJ. Selain itu, masih terdapat
pekerja konstruksi yang berperilaku tidak aman (unsafe act) diantaranya
adalah memuat dan menempatkan secara tidak aman, menggunakan
peralatan yang tidak aman atau tanpa peralatan, mengambil posisi atau
sikap tubuh yang tidak ergonomi, tidak menggunakan APD, melakukan
pekerjaan tanpa wewenang serta tindakan berbahaya lainnya yaitu
merokok di area kerja.
Terdapat pula kondisi tidak aman (unsafe condition) berupa
penyimpanan dan peletakkan yang tidak aman, kondisi yang tidak
semestinya (licin, tajam, kasar, retak, dll), pengamanan yang tidak
sempurna, peralatan atau bahan yang tidak seharusnya dan kondisi
berbahaya lainnya. Hal-hal tersebut masih ditemukan saat dilakukan
7
inspeksi pada site konstruksi namun data pelaporan terkait unsafe act
belum dilaporkan dan minimnya data pelaporan terkait near miss dan
unsafe condition.
Perilaku, kondisi tidak aman dan kejadian near miss yang terjadi
dapat memberikan peluang kecelakaan kerja dapat terulang. TWJO
memiliki form pelaporan yang berkaitan dengan perilaku pekerja,
kondisi tidak aman dan kejadian near miss yang mengacu pada dokumen
Site Safety Plan (TWJO-PLN-0003-revD). Namun Divisi SHE belum
melakukan pencatatan dan pelaporan terkait unsafe act, minimnya data
unsafe condition dan data pelaporan near miss. Hal ini yang membuat
penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait “Gambaran Sistem
Pelaporan Near miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek Mass
Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO)
Tahun 2016”.
B. Rumusan Masalah
WIKA merupakan industri yang bergerak di bidang engineering,
procurement dan construction. Setiap departemen yang terdapat di
WIKA memiliki bahaya dan tingkat risiko yang berbeda-beda.
Komitmen WIKA untuk mencegah kecelakaan kerja, PAK dan
pencemaran lingkungan, dengan sasaran tercapainya zero accident,
efisiensi penggunaan sumber daya dan pencegahan environmental
incident masih belum optimal.
TWJO merupakan perusahaan kerjasama antara pihak jepang
(Tokyu) dengan Departemen Sipil Umum I WIKA yang bergerak di
8
bidang konstruksi Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ). Bertanggung
jawab pada pelaksanaan proyek MRTJ CP101 dan CP102. Berdasarkan
Laporan Kecelakaan Kerja, Near miss dan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
bulan Januari hingga Desember 2015 pada Proyek MRTJ TWJO
diperoleh bahwa terdapat sejumlah kecelakaan kerja yaitu sebanyak 7
kasus, 4 kasus diantaranya merupakan kategori ringan dan 3 kasus
lainnya merupakan kategori berat yang menyebabkan LTI dan MTI.
Sepanjang tahun 2015 untuk pelaporan near miss hanya terdapat satu
kejadian yang dilaporkan. Sedangkan untuk pelaporan terkait kondisi
mekanik fisik berbahaya (unsafe condition) dan tindakan berbahaya
(unsafe act) yang terjadi diperusahaan tidak terdapat rekapitulasi data
pelaporannya (TWJO, 2015).
Minimnya pelaporan near miss dan belum maksimalnya data
pelaporan terkait perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman pada
proyek serta adanya komitmen perusahaan demi mencegah terjadinya
kecelakaan kerja terulang, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe
Act dan Unsafe Condition di Proyek Mass Rapid Transit Jakarta
(MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) Tahun 2016”.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran input sistem pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition di proyek Mass Rapid Transit Jakarta
(MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) Tahun 2016?
9
2. Bagaimana gambaran proses sistem pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition di proyek Mass Rapid Transit Jakarta
(MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) Tahun 2016?
3. Bagaimana hasil atau output dari sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition di proyek Mass Rapid Transit
Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) Tahun
2016?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition di proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-
WIKA Joint Operation (TWJO) Tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran input sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition di proyek Mass Rapid
Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation
(TWJO) Tahun 2016.
b. Diperolehnya gambaran proses sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition di proyek Mass Rapid
Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation
(TWJO) Tahun 2016.
c. Diperolehnya hasil atau output dari sistem pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe condition di proyek Mass Rapid
10
Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation
(TWJO) Tahun 2016.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Memperoleh pengetahuan, menambah wawasan dan
mengetahui bagaimana sistem pelaporan near miss,
pelaporan unsafe act dan unsafe condition dalam langkah
mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, mengamati
perilaku pekerja konstruksi dan kondisi di tempat kerja
serta membantu pelaksanaan SMK3 di proyek Mass Rapid
Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation
(TWJO).
b. Menerapkan ilmu K3 yang diperoleh pada bangku
perkuliahan ke dalam dunia pekerjaan atau tempat kerja.
c. Berkontribusi secara nyata pada perusahaan dan
memperoleh pengalaman di lapangan sebagai bentuk
kesiapan dalam menghadapi dunia kerja.
2. Bagi Institusi Pendidikan
a. Menjalin kerjasama yang baik antara pihak instansi
perusahaan dengan pihak institusi pendidikan.
b. Membuka peluang baru sebagai rekomendasi tempat
magang atau penelitian skripsi bagi para mahasiswa
kesehatan masyarakat khususnya K3.
11
c. Memperoleh referensi baru dari penelitian skripsi yang
dilakukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya
dan dapat dijadikan sebagai masukan atau saran dalam
meningkatkan kurikulum yang telah diterapkan.
3. Bagi Perusahaan Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO)
a. Memperoleh masukan dan rekomendasi yang positif
dalam mengevaluasi berbagai kekurangan terkait
pelaksanaan K3 yang ada di perusahaan dan yang
berkaitan dengan pencatatan dan pelaporan.
b. Menjalin kerjasama yang baik dengan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi
Kesehatan Masyarakat Peminatan K3 Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menerapkan
kemampuan dan meningkatkan kualitas SDM yang baik.
c. Penelitian atau skripsi dapat dijadikan sebagai bahan
referensi dalam mengevaluasi kebijakan dan prosedur
yang berkaitan dengan K3 di perusahaan sebagai upaya
peningkatan berkelanjutan.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode pendekatan
kualitatif deskriptif dalam memperoleh data-data dan menggali informasi
terkait sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di
proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint
Operation (TWJO). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2015
12
sampai dengan bulan Mei 2016. Pengambilan data yang diperlukan
untuk penelitian ini adalah memperoleh data primer dengan melakukan
wawancara (in-depth interview) kepada informan utama, kunci dan
pendukung, melakukan observasi dan memperoleh data sekunder dengan
melakukan telaah dokumen pada perusahaan terkait penelitian.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Pekerjaan
Konstruksi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
(PP RI No. 50, 2012). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) harus dimulai dari membuat suatu kebijakan yang dapat
dilaksanakan dan ditindaklanjuti oleh manajemen. Kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja adalah komitmen bahwa tim
manajemen dan karyawan setuju dalam menciptakan keselamatan
(McKinnon, 2012).
Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian
kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang
mencakup bangunan gedung, bangunan sipil, instalasi mekanikal dan
elektrikal serta jasa pelaksanaan lainnya untuk mewujudkan suatu
bangunan atau bentuk fisik lain dalam jangka waktu tertentu (PERMEN
PU No. 5, 2014).
Menurut Occupational Safety and Health Administration
(OSHA, 2016) konstruksi adalah industri dengan bahaya tinggi yang
terdiri dari berbagai kegiatan yang melibatkan pembangunan, perubahan,
14
dan atau perbaikan. Contoh pekerjaan konstruksi adalah pembangunan
perumahan, pembuatan jembatan dan jalan, penggalian, dll.
Tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang harus diberikan
perlindungan terhadap aspek K3 mengingat ancaman bahaya potensial
yang berhubungan dengan pekerjaan (PP RI No. 50, 2012). Pekerja
konstruksi terlibat dalam banyak kegiatan dengan bahaya yang serius
seperti jatuh dari ketinggian, mesin yang terjaga tanpa pelindung,
tersambar alat berat, bahaya listrik, paparan debu, dsb (OSHA, 2016)
Pada pekerjaan konstruksi sebagian besar bahaya-bahayanya
adalah nyata dan dapat ditemukan hampir setiap hari. Penyebab dari
kecelakaan-kecelakaan dapat diketahui dengan baik dan seringkali
terulang kembali. Maka tindakan yang dilakukan adalah dengan
mengontrol risiko-risiko yang timbul dalam setiap proses pekerjaan
(Rijanto, 2010).
Pekerjaan konstruksi di dalam pelaksanaannya terdapat kontrol
terhadap para pekerjanya. Standar peraturan yang dibuat oleh perusahaan
tidak memberikan jaminan bahwa pekerja akan bekerja dengan cara
yang aman. Namun kebiasaan bekerja dengan aman merupakan hasil
dari upaya pelatihan terhadap pekerja dan supervisi yang efektif dalam
melakukan pengawasan (Rijanto, 2010).
B. Program K3
Perusahaan konstruksi yang sadar akan keselamatan, melakukan
pekerjaannya dengan merancang suatu program K3L yang baik sebelum
memulai pekerjaannya. Tingkat kegiatan program K3L ditentukan oleh
15
berbagai situasi yang berkaitan dengan bahaya dan tingkat risiko pada
situasi tersebut. Semakin besar risiko maka akan semakin banyak
diperlukannya kontrol terhadap pekerjaan yang dilakukan (Rijanto,
2010).
Pekerjaan untuk mengidentifikasi bahaya terhadap K3 di tempat
kerja harus dilakukan secara terencana, menyeluruh dan dengan teknik
yang akurat. Metode yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
inspeksi, pengamatan terhadap pekerjaan, survei dan penilaian teknis,
serta pengawasan. Perusahaan semakin mencari cara dalam
meningkatkan keterlibatan karyawan terhadap keselamatan dengan
melakukan pengembangan program yang inovatif untuk keselamatan
(Suryatno dkk., 2015).
Program pencegahan cidera dan penyakit merupakan alat yang
efektif dalam mengurangi cidera, penyakit dan kematian akibat
pekerjaan. Program pencegahan cidera dan penyakit harus termasuk
sistematika identifikasi, evaluasi dan pencegahan atau pengendalian pada
bahaya-bahaya yang umum di tempat kerja dan bahaya-bahaya dari
tugas dan pekerjaan yang khusus (OSHA, 2013).
Elemen-elemen kunci dari semua program-program pencegahan
cidera dan penyakit adalah kepemimpinan manajemen, partisipasi
pekerja, identifikasi dan penilaian bahaya, pencegahan dan pengendalian
bahaya, pendidikan dan pelatihan, serta program evaluasi dan
peningkatan (OSHA, 2012). Program efektif yang termasuk didalam
elemen-elemen utama tersebut diantaranya (OSHA, 2013) :
16
1. Kepemimpinan Manajemen (Management Leadership)
a. Menetapkan tujuan keselamatan dan kesehatan yang jelas
untuk program dan menentukan tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan tersebut
b. Menunjuk satu atau lebih individu dengan tanggung jawab
secara keseluruhan untuk menerapkan dan memelihara
program
c. Menyediakan sumber daya yang cukup untuk menjamin
pelaksanaan program yang efektif
Manajemen K3 di tempat kerja bertanggung jawab secara
penuh dalam mengatur dan mengontrol seluruh manajemen
organisasi. Dengan kata lain Near Miss Reporting (NEMIR)
System dapat mencapai kesuksesan jika dipimpin, didukung dan
berdasarkan inisiatif dari manajemen (McKinnon, 2012).
2. Partisipasi Pekerja (Worker Participation)
a. Berkonsultasi dengan pekerja dalam mengembangkan dan
melaksanakan program serta melibatkan mereka dalam
memperbarui dan mengevaluasi program
b. Mengikutsertakan pekerja untuk inspeksi dan investigasi
insiden di tempat kerja
c. Mendorong para pekerja untuk melaporkan kekhawatiran
seperti bahaya, cidera, penyakit dan near misses
d. Melindungi hak-hak pekerja yang berpartisipasi dalam
program ini
17
3. Identifikasi dan Penilaian Bahaya (Hazard Identification and
Assessment)
a. Mengidentifikasi, menilai dan mendokumentasikan bahaya di
tempat kerja, memeriksa tempat kerja dan meninjau informasi
yang tersedia terkait bahaya yang ada di tempat kerja
b. Menyelidiki cidera dan penyakit untuk mengidentifikasi
bahaya yang mungkin dapat menyebabkan hal tersebut
c. Menginformasikan kepada pekerja terkait bahaya di tempat
kerja
4. Pencegahan dan Pengendalian Bahaya (Hazard Prevention and
Control)
a. Menetapkan dan melaksanakan rencana untuk
memprioritaskan dan mengendalikan bahaya yang
teridentifikasi di tempat kerja
b. Memberikan kontrol sementara untuk melindungi pekerja
dari bahaya yang tidak dapat dikontrol secara langsung
c. Memverifikasi bahwa semua tindakan pengendalian bahaya
dilaksanakan dan efektif
d. Membahas rencana pengendalian bahaya dengan pekerja
yang terkena dampak
5. Pendidikan dan Pelatihan (Education and Training)
a. Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada pekerja dengan
bahasa yang dapat mereka pahami untuk memastikan bahwa
mereka tahu bagaimana prosedur untuk melaporkan cidera,
18
penyakit dan masalah yang berkaitan dengan keselamatan
dan kesehatan, bagaimana mengenali bahaya, cara untuk
menghilangkan, mengurangi atau mengontrol bahaya,
elemen-elemen program dan bagaimana berpartisipasi dalam
program
b. Melakukan pendidikan dan pelatihan program secara berkala
6. Program Evaluasi dan Peningkatan (Program Evaluation and
Improvement)
a. Melakukan penelaahan berkala terhadap program untuk
menentukan apakah program sudah diimplementasikan sesuai
rancangan dan membuat kemajuan dalam mencapai tujuan
b. Modifikasi program jika diperlukan untuk memperbaiki
kekurangan
c. Terus mencari cara untuk meningkatkan program
Pada umumnya, elemen-elemen tersebut yang mendasari dan
terdapat di dalam program manajemen keselamatan dan kesehatan.
Setiap elemen yang ada itu penting dalam mencapai keberhasilan dari
keseluruhan program yang dijalankan karena elemen-elemen tersebut
saling bergantung dan saling berhubungan.
Berkaitan dengan elemen identifikasi dan penilaian bahaya
dimana hasil dari identifikasi bahaya-bahaya dengan program yang
ditetapkan oleh perusahaan melalui program pengamatan yang kemudian
harus dilaporkan. Setiap proyek harus mengimplementasikan sistem
19
pelaporan dan pencatatan dengan menggunakan beberapa form dan
format yang telah dibentuk oleh perusahaan (OSHA, 2013).
Sistem penyimpanan catatan dan proses pelaporan menyediakan
data dan informasi yang diperlukan untuk mengukur peningkatan dan
keefektifan program K3L. Bentuk pelaporan yang mencakup diantaranya
adalah :
1) Laporan bulanan (K3L)
2) Laporan inspeksi
3) Pemberitahuan berkala (K3L)
4) Laporan tindakan (K3L) berkala
5) Pelaporan kejadian bahaya yang terjadi (near miss)
6) Laporan kecelakaan awal
7) Laporan investigasi kecelakaan
8) Laporan pertolongan pertama/medis
9) Laporan mengenai kerusakan/kerugian
10) Laporan pelanggaran
Pada dasarnya bentuk upaya perusahaan dalam melakukan
pengelolaan terhadap keselamatan kerja adalah dengan membuat
program keselamatan kerja. Sejalan dengan hal tersebut, program
observasi atau pengamatan memiliki tujuan untuk mencegah dan
mengurangi kecelakaan serta mengenali near miss, perilaku dan kondisi
berisiko ditempat kerja.
Program K3 memiliki pencapaian terhadap targetnya. Outcome
dari implementasi program K3 adalah dapat menurunkan angka
20
kecelakaan atau kejadian, nearmiss dan kerusakan properti,
meningkatkan perilaku keselamatan, memperbaiki sistem, melihat
efisiensi dari sistem keselamatan dalam mengidentifikasi unsafe
condition, unsafe act, dan kesalahan sistem manajemen, meningkatkan
pelaporan, meningkatkan kemampuan seseorang dalam berperilaku
aman (Byrd, 2007).
C. Perilaku dan Kondisi Tempat Kerja
Perilaku dapat diartikan sebagai cara seseorang memperlakukan
dirinya, sikap yang dimiliki individu dan tindakan yang dapat diamati
oleh seseorang. Perilaku manusia dipengaruhi oleh sikap, kepribadian,
motivasi dan memori serta karakteristik fisik dan mental yang
membentuk seseorang serta lingkungannya (Stranks, 2007). Menurut
Stranks, setiap orang berperilaku dengan cara yang berbeda dalam
berbagai situasi. Lebih jelasnya setiap individu memiliki cara dan pola
perilaku sendiri berdasarkan situasi tertentu.
Aspek-aspek dari perilaku yang berkaitan dengan berbagai faktor
psikologis berkontribusi terhadap cara orang berperilaku dan didalamnya
terdapat elemen-elemen seperti sikap, motivasi, ingatan, memori,
kepribadian seseorang dan persepsi. Terdapat faktor-faktor lain yang
juga berpengaruh seperti pola asuh, pengalaman di masa lalu,
lingkungan, tingkat pengetahuan dan pemahaman serta emosi terhadap
cara seseorang berperilaku (Stranks, 2007).
21
Berdasarkan teori Lawrence Green, Green (1980) menyatakan
bahwa terdapat tiga faktor yang membentuk perilaku seseorang
diantaranya yairu predisposing factors (faktor pendorong), enabling
factors (faktor pemungkin) dan reinforcing factors (faktor penguat).
Dimana faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah
terjadinya perilaku, misalnya pengetahuan, persepsi, sikap dsb. Faktor
pemungkin adalah faktor-faktor yang memfasilitasi perilaku seseorang
yang ditandai dengan tersedianya sarana dan prasarana. Sedangkan
faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendukung terjadinya perilaku
pekerja, terwujud dalam sebuah pengawasan (Green and Kreuter, 2005).
1. Perilaku Aman
Perilaku aman adalah tindakan yang tidak menyebabkan
terjadinya kecelakaan atau insiden (near miss). Seperti yang kita
ketahui bahwa berperilaku aman tidak akan menyebabkan
terjadinya kerugian. Dibawah ini terdapat jenis-jenis perilaku
aman berdasarkan Teori Loss Causation Model yaitu (Bird and
Germain, 1990) :
a. Melakukan pekerjaan sesuai dengan wewenang yang
diberikan
b. Berhasil memberikan peringatan terhadap adanya bahaya
c. Berhasil mengamankan area kerja dan orang-orang
disekitarnya
d. Bekerja sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan
e. Menjaga alat pengaman agar tetap berfungsi
22
f. Tidak menghilangkan alat pengaman keselamatan
g. Menggunakan peralatan yang seharusnya
h. Menggunakan peralatan yang sesuai
i. Menggunakan APD dengan benar
j. Pengisian alat atau mesin yang sesuai dengan aturan yang
berlaku
k. Penempatan material atau alat-alat sesuai dengan
tempatnya dan caranya
l. Mengangkat dengan benar
m. Memperbaiki peralatan dalam kondisi alat yang telah
dimatikan
n. Tidak bersenda gurau atau bercanda ketika bekerja
2. Perilaku Tidak Aman
Meskipun sulit untuk mengontrol perilaku, hampir 80%
hingga 95% dari semua kecelakaan pencetusnya adalah perilaku
tidak aman. Perilaku tidak aman adalah tindakan yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden (near miss).
Konsekuensinya dapat membuat perusahaan mengeluarkan biaya
yang besar jika hal tersebut terjadi (Cooper, 2001). Perilaku tidak
aman menurut Bird dan Germain (1990) antara lain mencakup :
a. Bekerja atau mengoperasikan peralatan tanpa
kewenangan
b. Gagal dalam memperingatkan
c. Gagal dalam mengamankan
23
d. Beroperasi dengan kecepatan yang salah atau tidak tepat
e. Membuat alat pengaman tidak berfungsi
f. Menggunakan peralatan yang tidak dapat digunakan atau
cacat
g. Menggunakan APD secara tidak benar
h. Mengangkat dengan tidak tepat
i. Salah menempatkan
j. Mengangkut dengan tidak tepat
k. Posisi yang salah dalam bekerja
l. Bersenda gurau
m. Dibawah pengaruh obat-obatan atau alkohol
3. Kondisi Tempat Kerja
Unsafe Condition merupakan suatu kondisi tidak aman
atau berbahaya yang dapat menimbulkan accident atau nearmiss
sedangkan pengertian kondisi yang aman adalah sebaliknya.
Unsafe Condition (kondisi tidak aman) adalah desain kondisi
tempat kerja yang buruk dimana terdapat bahaya mekanik dan
fisik (Rausand dkk., 2011).
Menurut Bird dan Germain (1990), kategori kondisi tidak
aman diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Barrier atau pengaman yang tidak memadai
b. Alat Pelindung Diri (APD) yang tidak memadai atau
tidak layak
c. Peralatan atau material yang cacat
24
d. Proses yang tersendat
e. Sistem peringatan yang tidak memadai
f. Terdapat bahaya api dan ledakan
g. Housekeeping atau tata ruang yang buruk, tempat kerja
yang berantakan
h. Kondisi lingkungan yang berbahaya (terdapat debu, gas,
asap, uap)
i. Paparan kebisingan
j. Paparan radiasi
k. Paparan suhu tinggi atau rendah
l. Pencahayaan yang kurang atau lebih
m. Ventilasi yang tidak memadai
D. Near miss
Near miss merupakan kejadian yang dapat mengakibatkan
berbagai bentuk kerugian karena adanya aliran atau perubahan energi
dari sumber yang melebihi atau kurang dari ambang batas normal yang
aman. Near miss juga dikenal dengan sebutan incident, close calls,
warnings, near collision atau near hit (McKinnon, 2012).
McKinnon (2012) di dalam bukunya mendefinisikan Near miss
yaitu sebagai berikut :
a) Sebuah kejadian yang tidak diinginkan dalam keadaan yang
sedikit berbeda, dapat mengakibatkan kerugian bagi manusia,
atau kerusakan properti atau gangguan bisnis atau kombinasi.
b) Kecelakaan tanpa cidera atau kerusakan.
25
c) Sebuah peristiwa yang hampir menyebabkan cidera atau
kerusakan.
Sedangkan menurut National Safety Council (2013), Near miss
adalah kejadian yang tidak direncanakan, tidak mengakibatkan cidera,
sakit atau kerusakan tetapi memiliki potensi untuk mengakibatkan hal-
hal tersebut.
E. Accident (Kecelakaan)
Semua kecelakaan dapat dicegah merupakan prinsip dasar ilmu
K3. Karena semua kecelakaan ada penyebabnya maka penyebab tersebut
dapat dihilangkan sehingga kecelakaan tidak terjadi. Tujuan utama
penerapan sistem manajemen K3 adalah untuk mengurangi atau
mencegah kecelakaan yang mengakibatkan cidera atau kerugian materi.
Kecelakaan kerja merupakan kejadian yang dapat menimbulkan
berbagai kerugian. Kecelakaan dapat diklasifikasikan dalam beragam
konteks dan juga dapat dikaitkan dengan berbagai kejadian (Rausand
dkk., 2011). Terdapat beberapa model atau teori-teori yang berkaitan
dengan kecelakaan kerja, antara lain :
1. Teori kecelakaan kerja
a. Teori Domino Heinrich
Teori yang dikemukakan oleh Heinrich (1980) ini
merupakan salah satu teori pertama yang menjelaskan terjadinya
kecelakaan yang mengidentifikasi lima faktor penyebab dan
kejadian-kejadian yang berhubungan dengan terjadinya
kecelakaan, diantaranya adalah (Rausand dkk., 2011) :
26
1) Social Environmental and Ancestry, yakni dengan
pengaruh lingkungan, bagaimana seseorang sebelumnya
dididik berdasarkan pendidikan yang diberikan dan sifat
yang dimiliki karena faktor keturunan dapat
menyebabkan seorang pekerja banyak melakukan
kesalahan dalam bekerja.
2) Fault of person or carelessness, yakni terbentuk dari
rangkaian faktor sebelumnya yaitu keturunan dan
lingkungan sosial yang mengarah kepada suatu tindakan
yang salah dalam melakukan pekerjaan.
3) Unsafe act or Unsafe Condition. Unsafe act merupakan
suatu tindakan yang berbahaya atau tidak aman yang
dilakukan seseorang. Sedangkan Unsafe Condition
merupakan desain kondisi tempat kerja yang buruk atau
terdapat bahaya mekanik dan fisik memudahkan
terjadinya faktor ini.
4) Accident, merupakan peristiwa yang disebabkan karena
faktor Unsafe Act or Unsafe Condition di tempat kerja.
Hal tersebut pada umumnya disertai dengan kerugian.
5) Injury merupakan cidera ringan atau berat, kecacatan dan
bahkan kematian yang diperoleh rangkaian sebelumnya
yaitu kecelakaan.
Kelima faktor diatas tersusun dengan teratur layaknya
sebuah kartu domino. Jika salah satu kartu terjatuh, maka kartu
27
tersebut akan menimpa kartu lain. Ilustrasi ini mirip dengan efek
domino yang kita kenal, jika satu bangunan roboh kejadian ini
akan memicu peristiwa beruntun yang menyebabkan robohnya
bangunan lain. Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah
kecelakaan adalah dengan menghilangkan faktor ketiga yaitu
tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman dari kelima faktor
yang ada agar tidak mengakibatkan sebuah kecelakaan.
b. Teori Loss Causation Model
Model ini berisi tentang petunjuk yang memudahkan
penggunanya dalam memahami bagaimana menemukan faktor
penting dalam rangka mengendalikan kecelakaan dan kerugian
agar tidak meluas termasuk persoalan manajemen. Bird dan
Germain (1990) menjelaskan bahwa suatu kerugian (loss)
disebabkan oleh serangkaian faktor-faktor yang terdiri dari :
1) Lack of Management Control (kurangnya kendali
manajemen). Pengendalian merupakan salah satu faktor
penting di dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Penyebab dari lack of management control yaitu berupa
Inadequate programme, dikarenakan program yang tidak
menunjang yang berhubungan dengan ruang lingkup
perusahaan. Lalu Inadequate programme standards,
dikarenakan tidak spesifiknya standar, standar tidak jelas
atau standar yang ada tidak sesuai. Selain itu juga
Inadequate compliance-with standards yaitu kurangnya
28
pemenuhan terhadap standar, hal ini merupakan penyebab
yang sering terjadi.
2) Basic Causes (Penyebab Dasar). Pada teori ini penyebab
dasar terbagi atas Personal Factors (faktor personal) dan
Job Factors (faktor pekerjaan) yang dimiliki seseorang.
3) Immediate Causes (Penyebab Langsung), biasanya dapat
dilihat atau dirasakan. Penyebab langsung terbagi atas
substandars acts and conditions. Pada umumnya
dikatakan sebagai perilaku seseorang dan kondisi yang
ada ditempat kerja. Faktor ini merupakan faktor yang
menjadi penyebab terjadinya insiden bila terjadi.
4) Incident, yaitu peristiwa kontak dengan energi atau
substansi tertentu yang dapat membahayakan atau
mengakibatkan kerusakan.
5) Loss (Kerugian), kerugian dapat berupa kerusakan pada
properti, kerusakan lingkungan, menurunnya kualitas,
cacat atau bahkan kematian seseorang.
Gambar 2.1
Teori Loss Causation Model (Bird and Germain, 1990)
29
Berdasarkan teori-teori yang dijelaskan sebelumnya,
mencegah terjadinya kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan
fokus dalam mengurangi unsafe act dan unsafe condition serta
mengidentifikasi near miss (Suryatno dkk., 2015).
F. Accident or Near Miss Incident Ratio
Para profesional safety mendeskripsikan accident ratio dengan
gambar segitiga keselamatan (safety triangle) atau iceberg theory. Di
dalam accident/near miss incident ratio, high risk unsafe condition atau
unsafe act atau kombinasi dari keduanya yang dapat menyebabkan
terjadinya kerugian (McKinnon, 2012).
Menurut Bird dan Germain (1990), studinya mendeskripsikan
bahwa dalam membantu seseorang untuk memahami mengapa sebuah
kecelakaan menimbulkan kerusakan properti yaitu seharusnya dengan
diberikan perhatian yang khusus. Beberapa studi mengatakan, mengingat
bahwa setiap kecelakaan kerja yang dilaporkan, setiap cidera yang
tercatat atau kerugian yang terjadi terdapat banyak kejadian near miss
yang tidak tercatat (McKinnon, 2012).
Pada setiap cidera serius dari kecelakaan kerja terdapat beberapa
cidera ringan, banyaknya kejadian kerusakan properti dan banyaknya
kejadian near miss dengan rasio 1:10:30:600. Terdapat sebanyak 600
near miss di permukaan, 30 kerusakan properti dan 10 cidera ringan
untuk setiap satu cidera serius, lihat bagan 2.1 (Bird and Germain, 1990).
30
Bagan 2.1 Accident/Near Miss Ratio Study
Bird and Germain (1990) menyatakan bahwa You can’t be
accident free until you are near miss incident free – Kamu tidak dapat
terbebas dari kecelakaan sampai kamu terbebas dari kejadian near miss.
Karena pada kenyataannya, kecelakaan kerja dan near miss yang
dilaporkan bukanlah jumlah kejadian yang terjadi sebenarnya.
G. Definisi Sistem, Pendekatan Sistem dan Pelaporan
1. Sistem
Sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan dari unsur,
komponen atau variabel-variabel yang terorganisasi, terpadu,
saling berinteraksi dan bergantung satu sama lain. Sebuah sistem
dibuat untuk menangani suatu yang berulang kali atau secara
rutin terjadi. Suatu sistem dapat dirumuskan sebagai kumpulan
komponen atau subsistem yang dirancang dalam mencapai suatu
tujuan (Kelly, 2007).
Keberhasilan komponen-komponen yang dipertimbangkan
secara bersama sebagai suatu sistem mungkin jauh lebih besar
daripada komponen-komponen yang dipertimbangkan secara
1
10
30
600 Near Miss
Accident
Property Damage
Minor Injury
Serious or Major Injury
Without Injury or Property
Damage
31
terpisah. Tujuan sistem merupakan tujuan yang dibuat dari sistem
tersebut yang dapat berupa tujuan organisasi, kebutuhan
organisasi, permasalahan yang ada dalam suatu organisasi
maupun urutan prosedur untuk mencapai tujuan organisasi
(Kelly, 2007).
2. Pendekatan Sistem
Pencapaian sebuah manajemen dapat terlihat melalui
pendekatan sistem, bagaimana elemen-elemen didalamnya
terhubung dengan organisasi perusahaannya. Sistem yang paling
mendasar dikategorikan dengan tiga elemen, yaitu input
(masukan), process (proses) dan output (keluaran). Dimana
ketiga elemen ini digambarkan melalui diagram sederhana
sebagai berikut (Kelly, 2007) :
Input(s) Process Output(s)
Bagan 2.2 Diagram Alir Sederhana Elemen Sistem (Kelly, 2007)
Berikut adalah definisi dari komponen dan elemen-
elemen sistem (Kelly, 2007) :
a. Input
Input yaitu sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan
suatu kegiatan yang bertujuan untuk mencapai tujuan sistem.
b. Proses
Proses merupakan elemen dari sistem yang bekerja
membentuk suatu aliran kegiatan dan cara kegiatan yang
dikoordinasikan dan saling terkait. Misalnya sistem produksi
32
akan mengolah bahan baku yang berupa bahan mentah
menjadi bahan jadi yang siap untuk digunakan.
c. Output
Output yaitu hasil dari input yang telah diproses oleh bagian
pengolah dan merupakan tujuan akhir sistem, output
merupakan barang dan jasa yang dihasilkan. Outcome yang
diperoleh berkaitan dengan output yang dihasilkan untuk
perkembangan dari waktu ke waktu secara berkelanjutan.
d. Umpan Balik (Feedback)
Umpan Balik merupakan elemen dalam sistem yang bertugas
mengevaluasi bagian dari output yang dikeluarkan, dimana
elemen ini sangat penting demi kemajuan sebuah sistem.
Umpan balik dapat diperoleh pada setiap tahap pelaksanaan
program yang dapat berupa perbaikan sistem, pemeliharaan
sistem, dan sebagainya.
Efektivitas dari suatu sistem harus merefleksikan
keseluruhan siklus input-proses-output. Dalam organisasi
pelayanan kesehatan, contoh input adalah pasien, petugas
kesehatan, perlengkapan, peralatan, fasilitas, dan modal. Contoh
proses adalah proses diagnosa, perawatan klinis, operasional
kegiatan, dan fungsi manajemen bisnis. Contoh output adalah
status kesehatan pasien dan kinerja bisnis organisasi. Pengelolaan
elemen dari sistem merupakan upaya yang dilakukan. Sebagai
contoh hal diatas, cara untuk mengontrol kualitas petugas
33
kesehatan (input) mencakup persyaratan lisensi, pendidikan
berkelanjutan, dan penilaian kinerja. Sedangkan untuk
mengontrol kualitas teknologi (input) seperti terapi obat termasuk
uji klinis dan administrasi oleh lembaga kesehatan. Cara untuk
mengontrol kualitas proses mencakup pedoman klinis dan
perbaikan proses. Mengontrol kualitas input dan proses ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas output, seperti status
klinis pasien, kepuasan layanan, efektivitas biaya, perilaku
petugas kesehatan, dan budaya organisasi (Kelly, 2007).
Feedback
Bagan 2.3 Diagram Alir Elemen Sistem dengan Feedback (Kelly, 2007)
Berdasarkan bagan diatas (bagan 2.3), menambahkan
umpan balik sebagai upaya meningkatkan kualitas perubahan
sistem dasar untuk lebih dinamis. Tujuan, batasan dan kontrol
sistem akan berpengaruh pada input, proses dan output. Input
yang masuk dalam sistem akan diproses dan diolah sehingga
menghasilkan output. Output tersebut akan di analisa dan akan
menjadi umpan balik bagi si penerima dan dari umpan balik ini
akan muncul segala macam pertimbangan untuk input
selanjutnya, dan siklus ini akan berlanjut dan berkembang sesuai
dengan permasalahan yang ada. Dari Output yang dihasilkan
memberikan umpan balik sebagai upaya untuk meningkatkan
Input(s) Processes Output(s)
34
kualitas input dan proses. Umpan balik terus menerus melakukan
perbaikan secara berkelanjutan (Kelly, 2007).
Manajemen memiliki beberapa unsur atau sarana di
dalamnya yang dikenal dengan istilah 5M yaitu Man, Money,
Machine, Method dan Material. Kelima unsur-unsur tersebut
adalah sebagai berikut (Purnastuti and Mustikawati, 2007) :
a. Manusia (Man)
Manajemen melibatkan sumber daya manusia. Peran sumber
daya manusia sangat penting dalam upaya mencapai tujuan
organisasi. Sumber daya manusia mencakup keseluruhan
manusia yang ada di dalam organisasi perusahaan yaitu
mereka yang secara keseluruhan terlibat dalam operasional
perusahaan.
b. Uang (Money)
Input yang digunakan untuk diproses menjadi barang atau
jasa pada organisasi meliputi bahan baku, bahan pembantu,
tenaga kerja atau sumber daya manusia, dana atau modal,
sistem atau metode serta kewirausahaan. Uang atau dana
merupakan bagian dari input dalam proses menghasilkan
barang atau jasa.
c. Mesin (Machine)
Mesin merupakan salah satu alat bantu yang sangat vital
yang dibutuhkan dalam berbagai aktivitas produksi.
35
d. Metode (Method)
Metode merupakan salah satu unsur manajemen yang
berperan penting dalam kelangsungan organisasi. Unsur
yang satu ini berkaitan dengan metode apa yang akan
diterapkan guna menjalankan organisasi agar dapat berjalan
dengan efektif dan efisien.
e. Material
Material merupakan unsur manajemen yang perlu dikelola
dengan benar agar dapat berjalan secara efisien.
3. Pelaporan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) kata
melaporkan berarti memberitahukan, laporan adalah segala
sesuatu yang dilaporkan; berita. Laporan berkala merupakan
laporan rutin yang diberikan secara berkala. Sedangkan
pelaporan adalah proses, cara, perrbuatan melaporkan. Maka
pelaporan merupakan proses atau cara memberitahukan untuk
memperoleh laporan.
H. Definisi Near Miss Incident Reporting (NEMIR) System
Kegiatan keselamatan banyak yang bersifat reaktif dan tidak
proaktif, beberapa organisasi menunggu kerugian terjadi sebelum
mengambil langkah-langkah pencegahan. Kejadian near miss sering
menjadi pemicu untuk menimbulkan kerugian namun seringkali pula
diabaikan karena tidak terdapat cidera ataupun kerusakan yang terjadi.
Padahal sebagian besar kerugian serius berulangkali terjadi didahului
36
oleh kejadian near miss (NSC, 2013). Mengenali dan melaporkan near
miss dapat meningkatkan keselamatan pekerja dan meningkatkan budaya
keselamatan organisasi (NSC, 2013).
Melaporkan semua kejadian yang tidak diinginkan seperti near
miss merupakan aspek yang paling penting dari setiap program
keselamatan. Semakin banyak near miss yang dilaporkan maka semakin
banyak kesempatan untuk menyelidiki, mengidentifikasi dan
memperbaiki akar penyebab sebelum kerugian serius terjadi.
Berdasarkan perspektif safety management, tujuan spesifik di dalam
mengumpulkan dan menganalisis data near miss yaitu untuk
mengidentifikasi faktor kemungkinan atau elemen sistem yang dapat
menimbulkan kejadian near miss maupun sebagai prekursor kecelakaan
kerja di masa mendatang (McKinnon, 2012).
Metode di dalam mengumpulkan data near miss yaitu dengan
reporting-based methods dan observation-based methods. Reporting-
based methods merupakan metode yang melibatkan pegawai untuk
melaporkan kejadian near miss sebagai bagian dari pekerjaannya dalam
mencegah terjadinya kecelakaan di masa mendatang atau untuk melatih
dirinya (McKinnon, 2012).
Sedangkan observation-based methods merupakan metode yang
melibatkan pegawai yang tidak hanya melaporkan namun melakukan
pengamatan terlebih dahulu untuk menyadari dan memahami tindakan
dan kondisi apa saja yang ada dalam mengurangi kecelakaan di tempat
kerja (McKinnon, 2012).
37
Informasi tentang sistem pelaporan near miss harus dibuat dan
diketahui oleh setiap orang. Sistem komunikasi internal dapat dilakukan
sesuai dengan metode yang diterapkan perusahaan. Selain itu, tersedia
form untuk melakukan pelaporan sehingga feedback dari sistem yang
diimplementasikan berjalan dengan baik (McKinnon, 2012).
Form pelaporan dan pencatatan sebaiknya sederhana atau simple,
mudah dibawa dan selalu tersedia. Lembar pelaporan dalam jumlah yang
banyak akan menyulitkan pelapor dalam mengisi form. Selain itu,
perusahaan perlu memberikan edukasi atau training kepada pekerjanya
yang terlibat dalam pelaporan near miss. Berikut ini adalah contoh form
pelaporan near miss pada gambar 2.2 (McKinnon, 2012) :
Gambar 2.2 Near Miss Reporting Form (McKinnon, 2012)
38
Terdapat kesempatan nyata untuk meningkatkan
keselamatan dengan fokus terhadap critical level kejadian near
miss. Baik manajer maupun pekerja di perusahaan perlu untuk
mengembangkan sistem yang komprehensif yang mampu untuk
dapat mendokumentasikan, menganalisis dan memperbaiki
kejadian near miss agar dapat mencegah kecelakaan kerja
dikemudian hari (McKinnon, 2012).
Di dalam mengimplementasikan sistem pelaporan near
miss terdapat beberapa hal sebagai berikut (McKinnon, 2012) :
1) Kebijakan (Policy) merupakan pernyataan resmi organisasi
atau perusahaan yang merefleksikan tekad dan komitmen
yang dijadikan sebagai landasan utama dan acuan organisasi
dalam rangka pencapaian visi dan misi organisasi. Kebijakan
yang dibuat berisi tentang bagaimana komitmen perusahaan
yang berkaitan untuk melakukan pelaporan.
2) Standar (Standard), terdapat dokumen-dokumen yang
mengacu pada standar sistem pelaporan near miss, dimana
mendeskripsikan tentang komitmen perusahaan untuk
melaporkan dan melakukan investigasi serta tanggung jawab
apa saja yang ada. Di dalam menentukan standar terdapat
beberapa penjelasan sebagai berikut :
a. Objektif (Objective) adalah menjelaskan metodologi
untuk melaporkan dan menginvestigasi non injury
(loss-producing) accident dan near misses, sehingga
39
penyebab langsung dan penyebab dasar dari kejadian
teridentifikasi serta merekomendasikan pencegahan.
b. Referensi (References) dapat berupa kebijakan
organisasi, mengacu pada local safety legislation
(peraturan perundangan tentang keselamatan) dan
referensi terkait elemen-elemen safety program yang
ada.
c. Definisi (Definitions), mendefinisikan atau
menjelaskan istilah-istilah yang terdapat di dalam
standar agar mudah dipahami.
d. Peran dan tanggung jawab, setiap pegawai yang
diberikan tanggung jawab atau terlibat di dalam
pelaporan seharusnya segera memberitahukan
supervisor dan menyiapkan temuan bukti atau
dokumentasi di lapangan.
e. Isi dan alur prosedur yang berupa urutan langkah
pelaksanaan aktivitas.
3) Amnesti (Amnesty), jika manajemen menginginkan sistem
pelaporan dapat berjalan dan berkontribusi dengan baik
maka mekanisme pelaporan sebaiknya diberlakukan
punishment apabila tidak melaporkan kejadian near miss dan
begitu pula sebaliknya akan diberikan reward bila kejadian
near miss dilaporkan dengan baik.
40
4) Kredibilitas (Credibility), perusahaan membangun dan
mengkomunikasikan dengan jelas tujuan dari program K3
dengan meningkatkan keterlibatan top management didalam
implementasi program. Sistem yang kredibel dan diterima
oleh semua pegawai atau pekerja harus mendapatkan
dukungan dari pemimpin perusahaan, dimana terdapat
partisipasi dari manajemen untuk memperbaiki proses.
Sehingga terdapat feedback dan follow up action dalam
laporan bahaya yang ditemukan.
I. Kerangka Teori
Setiap perusahaan memiliki kebijakan K3 yang mendukung
setiap pelaksanaan kegiatan kerjanya. Tenaga kerja merupakan aset
perusahaan yang harus diberikan perlindungan terhadap aspek K3
mengingat ancaman bahaya potensial yang berhubungan dengan
pekerjaan. Upaya perusahaan dalam melakukan manajemen terhadap
keselamatan kerja salah satunya dengan menerapkan program K3.
Tujuan dari program K3 adalah mengurangi cidera, penyakit dan
kematian akibat pekerjaan.
Elemen-elemen yang terdapat didalam program yang efektif
adalah kepemimpinan manajemen, partisipasi pekerja, identifikasi dan
penilaian bahaya, pencegahan dan pengendalian bahaya, pendidikan dan
pelatihan, serta program evaluasi dan peningkatan (OSHA, 2013).
Melaporkan semua kejadian yang tidak diinginkan seperti unsafe act,
unsafe condition dan near miss merupakan aspek yang paling penting
41
dari setiap program keselamatan. Semakin banyak kejadian yang
dilaporkan maka semakin banyak kesempatan untuk menyelidiki,
mengidentifikasi dan memperbaiki akar penyebab sebelum kerugian
serius terjadi (McKinnon, 2012).
Berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan berupa
gambaran sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di
perusahaan maka peneliti menggunakan pendekatan sistem dan NEMIR
System. Near Miss Incident Reporting (NEMIR) System merupakan
bagian dari program K3 untuk mencegah terjadinya kerugian yang besar
atau terjadinya accident. Di dalam mengimplementasikannya diperlukan
beberapa hal berikut yaitu kebijakan, standar, amnesti dan kredibilitas
(McKinnon, 2012). Sedangkan pendekatan sistem merupakan suatu
filsafat atau persepsi tentang struktur yang mengkoordinasikan kegiatan-
kegiatan dalam suatu organisasi dengan cara yang efisien dan yang
paling baik (Kelly, 2007).
Pencapaian sebuah manajemen dapat terlihat melalui pendekatan
sistem, bagaimana elemen-elemen didalamnya terhubung dengan
organisasi perusahaannya. Sistem yang paling mendasar dikategorikan
dengan tiga elemen yaitu input (masukan), process (proses) dan output
(keluaran) dimana ketiga elemen ini digambarkan melalui diagram
sederhana (Bagan 2.4). Pada tahap awal peneliti menentukan komponen-
komponen tahap input, selanjutnya terdapat tahap proses dan
memperoleh output yang berupa laporan. Berikut ini adalah bagan
kerangka teori penilitian (Kelly, 2007) :
42
Bagan 2.4 Kerangka Teori
(Kelly, 2007, McKinnon, 2012)
Proses
1) Pelaksanaan Pelaporan
2) Pemantauan Pelaksanaan
3) Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan
Input
1) Material (Kebijakan K3, Standar,
Form Pelaporan Near Miss, Unsafe
Act dan Unsafe Condition)
2) Sumber Daya Manusia/Man (Pekerja
Proyek, Pihak Manajemen
diantaranya Manajer dan Staff Divisi
SHE TWJO)
3) Metode (Metode Pelaporan)
Output
Laporan Near Miss,
Unsafe Act dan
Unsafe Condition
43
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Berpikir
Perlindungan terhadap tenaga kerja berdasarkan aspek K3 harus
dilakukan mengingat bahwa terdapat ancaman bahaya potensial yang
berhubungan dengan pekerjaan. Upaya perusahaan dalam melakukan
manajemen terhadap keselamatan kerja salah satunya dengan
menerapkan program K3. Dimana tujuan dari program K3 adalah
mengurangi cidera, penyakit dan kematian akibat pekerjaan.
Di dalam program keselamatan salah satu aspek yang paling
penting adalah melaporkan semua kejadian yang tidak diinginkan seperti
unsafe act, unsafe condition dan near miss. Semakin banyak kejadian
yang dilaporkan maka semakin banyak kesempatan untuk
mengidentifikasi, menyelidiki dan memperbaiki akar penyebab sebelum
kerugian serius terjadi.
Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai
bagaimana gambaran sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition yang terdapat di perusahaan untuk menghindari kecelakaan
kerja (accident) yang terjadi dapat terulang di perusahaan yaitu peneliti
menggunakan NEMIR System dan pendekatan sistem. NEMIR System
merupakan bagian dari program K3 untuk mencegah terjadinya kerugian
yang besar atau accident. Di dalam mengimplementasikannya diperlukan
44
beberapa hal berikut yaitu kebijakan, standar, amnesti dan kredibitas dan
sistem yang paling mendasar dikategorikan dengan tiga elemen, yaitu
input (masukan), process (proses) dan output (keluaran)
Pada tahap awal peneliti menentukan komponen-komponen input
berupa sumber daya apa saja yang diperlukan dalam penelitian
diantaranya yaitu material, SDM dan metode. Material yang digunakan
dalam pelaporan adalah kebijakan K3, standar dan form pelaporan.
Metode yang digunakan perusahaan dapat berupa reporting-based methods
dan observation-based methods. Sedangkan SDM yaitu pekerja dan pihak
manajemen, baik manajer maupun pekerja di perusahaan perlu untuk
terlibat di dalam mengembangkan sistem yang komprehensif yang
mampu untuk dapat mendokumentasikan, menganalisis dan
memperbaiki kejadian near miss.
Selanjutnya terdapat tahapan proses berupa pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi dari pelaporan. Dalam tahapan proses untuk
mengimplementasikan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition terdapat beberapa hal sebagai berikut :
1) Kebijakan (Policy) yang dibuat berisi tentang bagaimana komitmen
perusahaan yang berkaitan untuk melakukan pelaporan.
2) Standar (Standard), terdapat dokumen-dokumen yang mengacu
pada standar sistem pelaporan near miss, dimana mendeskripsikan
tentang komitmen perusahaan untuk melaporkan dan melakukan
investigasi serta tanggung jawab apa saja yang ada. Di dalam
menentukan standar terdapat beberapa penjelasan sebagai berikut :
45
a. Objektif (Objective) adalah menjelaskan metodologi untuk
melaporkan dan menginvestigasi non injury (loss-producing)
accident dan near misses, sehingga penyebab langsung dan
penyebab dasar dari kejadian teridentifikasi serta
merekomendasikan pencegahan.
b. Referensi (References) dapat berupa kebijakan organisasi,
mengacu pada local safety legislation (peraturan perundangan
tentang keselamatan) dan referensi terkait elemen-elemen
safety program yang ada.
c. Definisi (Definitions), mendefinisikan atau menjelaskan istilah-
istilah yang terdapat di dalam standar agar mudah dipahami.
d. Peran dan tanggung jawab, setiap pegawai yang diberikan
tanggung jawab atau terlibat di dalam pelaporan seharusnya
segera memberitahukan supervisor dan menyiapkan temuan
bukti atau dokumentasi di lapangan.
e. Isi dan alur prosedur yang berupa urutan langkah pelaksanaan
aktivitas.
3) Amnesti (Amnesty), jika manajemen menginginkan sistem
pelaporan dapat berjalan dan berkontribusi dengan baik maka
mekanisme pelaporan sebaiknya diberlakukan punishment apabila
tidak melaporkan kejadian near miss dan begitu pula sebaliknya
akan diberikan reward bila kejadian near miss dilaporkan dengan
baik.
46
4) Kredibilitas (Credibility), perusahaan membangun dan
mengkomunikasikan dengan jelas tujuan dari program K3 dengan
meningkatkan keterlibatan top management didalam implementasi
program. Sistem yang kredibel dan diterima oleh semua pegawai
atau pekerja harus mendapatkan dukungan dari pemimpin
perusahaan, dimana terdapat partisipasi dari manajemen untuk
memperbaiki proses. Sehingga terdapat feedback dan follow up
action dalam laporan bahaya yang ditemukan.
Setelah tahapan proses kemudian peneliti akan memperoleh
output yang berupa laporan near miss, unsafe act dan unsafe condition.
Berikut ini adalah bagan kerangka berpikir penelitian (Bagan 3.1) :
47
Bagan 3.1 Kerangka Berpikir
Proses
1) Pelaksanaan Pelaporan
2) Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan
3) Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan
Input
1) Material (Form Pelaporan Near
Miss, Unsafe Act dan Unsafe
Condition, Kebijakan K3, Standar)
2) Sumber Daya Manusia (Pekerja
Proyek, Pihak Manajemen
diantaranya Manajer dan Staff Divisi
SHE TWJO)
3) Metode (Metode Pelaporan)
Output
Laporan Near Miss,
Unsafe Act dan
Unsafe Condition
48
B. Definisi Istilah
Tabel 3.1
Definisi Istilah
No Substansi Definisi Metode Instrumen Hasil
1. Input Sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mencapai tujuan sistem. Input
dalam penelitian ini pada penelitian yaitu material, SDM dan metode
a. Material
Ketersediaan material sangat
vital dalam suatu proses.
Material terdiri dari bahan
setengah jadi dan bahan jadi.
Tanpa material tidak akan
tercapai hasil yang diinginkan
Wawancara dan telaah
dokumen
Pedoman wawancara dan
dokumen perusahaan
Diperolehnya informasi terkait
material berupa form
pelaporan, kebijakan K3 dan
standar perusahaan
b.
Sumber
Daya
Manusia
Peran SDM sangat penting
dalam upaya mencapai tujuan
organisasi. Manajemen
melibatkan sumber daya
mencakup keseluruhan
manusia yang ada di dalam
perusahaan yaitu mereka yang
secara keseluruhan terlibat
dalam operasional perusahaan
Wawancara dan telaah
dokumen
Pedoman wawancara dan
dokumen perusahaan
Diperolehnya informasi terkait
pekerja proyek, pihak
manajemen diantaranya
manajer dan staff divisi SHE
TWJO, tugas dan tanggung
jawab, jumlah sumber daya
manusia yang diperlukan
49
No Substansi Definisi Metode Instrumen Hasil
c. Metode
Cara untuk melaksanakan suatu
pekerjaan dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dan
amat menentukan kelancaran
jalannya manajemen
Wawancara dan telaah
dokumen
Pedoman wawancara
dan dokumen
perusahaan
Diperolehnya informasi
terkait metode yang
digunakan untuk melakukan
tahapan proses dari sistem
pelaporan
2. Proses Elemen dari sistem yang bekerja membentuk suatu aliran kegiatan dan cara kegiatan yang dikoordinasikan dan saling
terkait. Proses pada penelitian ini yaitu pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
a. Pelaksanaan
Aktivitas atau usaha-usaha yang
dilaksanakan untuk melaksanakan
semua rencana yang telah
ditetapkan dengan dilengkapi
kebutuhan dan alat-alat yang
diperlukan, siapa yang
melaksanakannya, dimana
pelaksanaannya dan bagaimana cara
melaksanakannya
Wawancara, observasi
dan telaah dokumen
Pedoman wawancara,
pedoman observasi dan
dokumen perusahaan
Diperolehnya informasi
terkait bagaimana proses
pelaksanaan pelaporan di
perusahaan
b. Pemantauan Aktivitas untuk menemukan,
mengoreksi penyimpangan-
Wawancara, observasi
dan
Pedoman wawancara,
pedoman observasi,
Diperolehnya informasi
terkait bagaimana proses
50
No Substansi Definisi Metode Instrumen Hasil
penyimpangan penting dalam
hasil yang dicapai dari aktivitas-
aktivitas yang direncanakan
telaah dokumen dan dokumen perusahaan pemantauan pelaksanaan
pelaporan di perusahaan
c. Evaluasi
Salah satu tahap penting dalam
manajemen yang berguna untuk
memberikan feed-back atas
pelaksanaan suatu kegiatan
yang telah direncanakan agar
pelaksanaan tersebut tetap
berada pada jalur yang telah
ditetapkan
Wawancara, observasi
dan telaah dokumen
Pedoman wawancara,
pedoman observasi dan
dokumen perusahaan
Diperolehnya informasi
terkait evaluasi pelaksanaan
pelaporan di perusahaan
3. Output Hasil dari input yang telah diproses oleh bagian pengolah dan merupakan tujuan akhir sistem, output merupakan barang
dan jasa yang dihasilkan. Output pada penelitian ini yaitu laporan
a.. Laporan Segala sesuatu yang dilaporkan;
berita
Wawancara dan telaah
dokumen
Pedoman wawancara dan
dokumen perusahaan
Diperolehnya laporan near
miss, unsafe act dan unsafe
condition
51
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Dimana penelitian kualitatif bermaksud untuk
memahami fenomena yang dialami subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll secara holistik dengan cara deskripsi
(kata-kata dan bahasa) pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan
berbagai metode alamiah. Pendekatan kualitatif ini dipilih dengan
maksud untuk memperoleh data dan menggali informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti terkait penelitian yang dilakukan yaitu tentang
gambaran sistem pelaporan nearmiss, unsafe act dan unsafe condition
di Proyek MRT Jakarta.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Tokyu-WIKA Joint Operation
(TWJO) Proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Lebak Bulus-
Fatmawati-Cipete Raya, Jakarta Selatan. Pada area konstruksi Surface
Section Contract Package CP 101 dan CP 102. Waktu pelaksanaan
penelitian di mulai dari bulan Agustus 2015 hingga Mei 2016.
C. Informan Penelitian
Informan adalah orang yang memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi tempat penelitian (Moleong, 2007). Pemilihan
52
informan pada penelitian ini ditetapkan secara langsung dengan metode
purposive yang bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang melatar
belakangi dan menggali data serta informasi terkait sistem pelaporan
yang dilaksanakan oleh proyek. Pemilihan informan didasarkan pada
suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri
berdasarkan tujuan dan masalah penelitian. Selain itu dalam
menentukan jumlah informan penelitian dilakukan pembatasan hingga
peneliti menilai data yang dikumpulkan telah memenuhi syarat
kecukupan dan kesesuaian serta tidak terdapat hal baru yang dapat
dikembangkan. Berikut merupakan informan dalam penelitian :
1) Informan Utama
Informan utama pada penelitian ini merupakan seseorang yang
paling mengetahui informasi dan terlibat langsung dalam
interaksi sosial komponen objek yang diteliti di proyek MRTJ
TWJO. Informan tersebut diantaranya adalah, SHE Manager,
Deputy Safety Manager CP 101 & CP 102, SHE Engineer (Safety
and Environmental Engineer) dan Safety Officer.
2) Informan Kunci
Informan kunci pada penelitian ini merupakan seseorang
profesional yang memiliki pengetahuan secara mendalam tentang
penelitian ini namun tidak terlibat secara langsung dengan objek
penelitian. Informan kuncinya adalah Konsultan Proyek MRTJ
TWJO yaitu Jakarta Mass Rapid Transit Construction
Management Consultant (JMCMC).
53
3) Informan Pendukung
Informan pendukung pada penelitian ini merupakan seseorang
yang dapat memberikan informasi walaupun tidak terlibat secara
langsung dalam interaksi sosial komponen objek yang diteliti di
proyek MRTJ TWJO. Informan tersebut diantaranya adalah
Quality Assurance dan Risk Engineer.
Tabel 4.1 Informan Penelitian
No. Kategori
Informan (Kode) Jabatan
Jumlah
Informan
1. Informan Utama (IU)
SHE Manager 1
Deputy Safety Manager 2
SHE Engineer 2
Safety Officer 3
2. Informan Kunci (IK) Konsultan Proyek
MRTJ (JMCMC) 1
3. Informan Pendukung
(IP)
Quality Assurance 1
Risk Engineer 1
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
melakukan pengumpulan data. Instrumen di dalam melakukan
penelitian kualitatif ini adalah peneliti sendiri karena ia menjadi
segalanya dari keseluruhan proses penelitian yang dilakukan. Dalam
memperoleh dan mengumpulkan data-data terkait penelitian kualitatif
peneliti menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi,
pedoman telaah dokumen, alat perekam suara berupa smartphone, alat
tulis, kamera dan laptop.
54
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data sebagai salah satu bagian yang
penting dalam suatu penelitian. Di dalam penelitian ini, pengumpulan
data yaitu dilakukan dengan menggunakan data Primer dan data
sekunder. Kedua data tersebut kemudian dikumpulkan dengan
menggunakan beberapa teknik atau metode, sebagai berikut :
1. Data primer
Data primer diperoleh melalui kegiatan yang secara
langsung dilakukan oleh peneliti pada tempat penelitian untuk
mencari dan memperoleh data yang lengkap terkait penelitian.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode, diantaranya yaitu dengan :
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu metode yang digunakan
untuk mengumpulkan data, dimana peneliti memperoleh
informasi secara lisan dari seseorang yang merupakan
sasaran penelitian (informan). Wawancara ini dilakukan
secara langsung oleh peneliti yang mengacu pada pedoman
wawancara yang telah disusun terlebih dahulu sebelumnya
untuk memperoleh informasi yang sebenarnya, aktual dan
akurat.
Pedoman wawancara yang telah disusun sifatnya
tidak kaku, maksudnya bahwa pedoman tersebut dapat
dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan situasi dan
55
informasi yang diperoleh oleh peneliti saat melakukan
wawancara. Alat bantu lain yang digunakan yaitu alat
perekam suara berupa smartphone untuk merekam isi
wawancara agar tidak ada informasi yang terlewatkan.
Wawancara ini dilakukan terhadap semua
komponen yang terlibat dalam sistem pelaporan di
departemen SHE TWJO maupun diluar departemen SHE
TWJO. Wawancara mendalam (in-depth Interview) pun
akan dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih
mendalam terkait penelitian.
b. Observasi
Observasi adalah suatu kegiatan berencana yang
meliputi melihat, mendengar dan mencatat sejumlah
aktivitas atau situasi tertentu yang berhubungan dengan
masalah penelitian sebagaimana kejadian yang terjadi
sebenarnya (Hidayat, 2010). Di dalam penelitian ini,
observasi yang dilakukan yaitu dengan mengamati secara
langsung dan mencatat aktivitas pekerjaan tertentu yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti saat berada di
proyek. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar
observasi/lembar checklist dengan bantuan alat tulis dan
kamera.
56
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen. Dalam
pengumpulan data sekunder digunakan dokumen berupa data-
data yang terdapat di perusahaan yaitu berupa data terkait
program-program K3, kebijakan perusahaan khususnya kebijakan
K3, prosedur-prosedur yang berkaitan dengan sistem pelaporan
near miss, unsafe act dan unsafe condition dan laporan mengenai
kejadian near miss, unsafe act dan unsafe condition serta laporan
kecelakaan kerja yang terjadi di proyek yang diperoleh melalui
divisi SHE TWJO MRT Jakarta.
F. Validasi Data
Peneliti akan melakukan validasi terhadap data yang diperoleh
untuk menjaga keabsahan dan keakuratan data dari penelitian yang
telah dilakukan. Di dalam penelitian kualitatif, validasi data dilakukan
dengan melakukan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding data. Triangulasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode.
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber berarti membandingkan dan melakukan
pengecekan kembali informasi dan fakta yang diperoleh melalui
sumber lainnya untuk menggali hal yang sama. Misalnya,
membandingkan data hasil observasi atau pengamatan dengan data
hasil wawancara, membandingkan hasil wawancara dengan isi
57
dokumen yang berkaitan. Triangulasi sumber yang akan dilakukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2
Matriks Triangulasi Sumber
No Informan Data
1 2 3
1 SHE Manager -
2 Deputy Safety Manager -
3 SHE Engineer
4 Safety Officer
5 Konsultan Proyek MRTJ (JMCMC) -
6 Quality Assurance -
7 Risk Engineer -
Keterangan :
1 = Input (SDM, material dan metode)
2 = Proses (Pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pelaporan)
3 = Output (Laporan)
2. Triangulasi Metode
Triangulasi metode dilakukan dengan melakukan pengecekan
pada hasil penelitian dengan beberapa metode pengumpulan data
lainnya dan pengecekan pada beberapa sumber data dengan metode
yang sama. Triangulasi metode yang akan dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
58
Tabel 4.3
Matriks Triangulasi Metode
No Data
Metode Pengumpulan Data
Wawancara Observasi
Telaah
Dokumen
1
Input
Material -
Sumber Daya Manusia -
Metode -
2
Proses
Pelaksanaan
Pemantauan
Evaluasi
3
Output
Laporan -
59
Tabel 4.4
Daftar Dokumen
No. Dokumen yang Dibutuhkan Nama Dokumen
1. Kebijakan Perusahaan Kebijakan K3, Kebijakan
Lingkungan dan Kebijakan
Mutu
2. Program-program SHE TWJO SHE Program 2016
3. Prosedur-prosedur SHE yang
berkaitan dengan sistem pelaporan Site Safety Plan
4. Laporan unsafe act proyek HSE Monthly Report January-
April 2016
5. Laporan unsafe condition proyek HSE Monthly Report January-
April 2016
6. Laporan near miss HSE Monthly Report January-
April 2016
7. Laporan kecelakaan kerja proyek HSE Monthly Report January-
April 2016
8. Aktivitas Pekerjaan Proyek Method Statement
9. Dokumen-dokumen lainnya Company profile, V3
Employer’s Requirement,
Reward & Punishment Policy
G. Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan melakukan pencatatan,
membuat transkrip dan selanjutnya melakukan kajian isi (content
analysis) yaitu :
1) Melakukan sorting data yaitu dengan mencatat kembali dan
memilah-milah data yang diperoleh secara sistematis,
memperjelas catatan yang tidak jelas dan menuliskan kembali
kekurangannya dari seluruh informan melalui wawancara,
observasi dan telaah dokumen.
60
2) Memberikan catatan tambahan atau komentar terhadap data
untuk meningkatkan mutu data berikutnya. Komentar yang
berupa catatan substansi, metode dan analitik.
3) Menyusun transkrip verbatim dari data yang diperoleh dan
melakukan coding secara urut dan kontinyu pada garis-garis
transkrip atau catatan lapangan.
4) Kemudian membuat data narasi menjadi dan membandingkan
dengan teori yang ada atau relevan.
Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan cara
menyusun data, memilah-milah data, mensintesiskannya, menemukan
pola dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari
(Moleong, 2007). Analisa data terfokus pada jawaban informan utama,
kunci dan pendukung dari berbagai metode pengumpulan data yang
dilakukan saat penelitian. Kajian isi (content analysis) merupakan
suatu teknik yang digunakan dalam menarik kesimpulan melalui usaha
untuk menemukan karateristik pesan yang dilakukan secara obyektif
dan sistematis. Berikut ini adalah tahapan yang dilakukan dalam proses
analisa data :
1. Mempelajari dan menelaah seluruh data yang tersedia dari
sumber informasi, yaitu dari hasil wawancara, observasi dan
telaah dokumen. Kemudian informasi yang diperoleh dapat
dibuat perbandingannya.
2. Mereduksi data dengan membuat rangkuman sesuai dengan
data yang akan diteliti. Rangkuman diolah secara manual dan
61
disajikan dalam bentuk matriks data kualitatif untuk
memudahkan klasifikasi data yang diperlukan.
3. Membuat klasifikasi data agar data dapat terlihat dengan jelas
dan terperinci.
4. Menganalisa data secara content analysis agar dapat membuat
kesimpulan dengan cara menemukan karateristik pesan yang
dilakukan secara obyektif dan sistematis.
H. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk
narasi atau uraian dengan teks sebagai upaya untuk memperoleh arti dan
makna yang lebih mendalam dan meluas terhadap hasil penelitian yang
dilakukan. Pembahasan hasil penelitian pun dilakukan dengan meninjau
hasil secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi yang
diperoleh dari lapangan secara akurat.
62
BAB V
HASIL
A. Gambaran Umum Perusahaan
Tokyu Construction Co., Ltd merupakan Perusahaan Jepang yang
bergerak di bidang General Contractor seperti pembangunan
infrastruktur, transportasi dan pariwisata yang berpusat di Shibuya,
Shibuya-ku Tokyo, Japan. Sedangkan WIKA merupakan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) Indonesia yang bergerak di bidang Engineering,
Procurement & Construction (EPC) serta Investasi. Terdapat sejumlah
departemen didalamnya yang bergerak di berbagai bidang konstruksi.
Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) merupakan suatu bentuk
kerjasama antara dua perusahaan yaitu perusahaan Jepang (Tokyu
Construction Co., Ltd) dengan Indonesia, PT Wijaya Karya (Persero)
Tbk yaitu Departemen Sipil Umum I (DSU I) yang bergerak di bidang
konstruksi Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) tahap pertama.
Bertanggung jawab pada pelaksanaan proyek MRTJ Surface Section area
CP 101 dan CP 102.
1. Lokasi dan Rute MRT Jakarta
Rencana pembangunan MRTJ Lebak Bulus-Bundaran HI
(gambar 5.1) sepanjang 15,74 km merupakan tahap pertama dari MRT
Jakarta Lebak Bulus-Kota. Rute ini terletak dalam wilayah kota Jakarta
Selatan dan Jakarta Pusat, melalui koridor jalan yang telah ada dimulai
63
dari Jl. Pasar Jum’at sampai dengan Bundaran HI. Rute ini melintasi
daerah perumahan, perkantoran, perdagangan, perhotelan dan pusat
perbelanjaan.
Gambar 5.1 Lokasi dan Rute MRT Jakarta
2. Jenis Kegiatan
Jenis kegiatan MRTJ ini meliputi 3 (tiga) segmen yaitu
Pembangunan Area Depo, Pembangunan Segmen Elevated (Layang)
dan Pembangunan Segmen Underground (Bawah Tanah).
a. Pembangunan Area Depo berlokasi di Terminal Lebak Bulus
dengan areal seluas 9,44 ha.
b. Pembangunan Segmen Elevated (Layang), pembangunan jalur rel
layang dimulai dari Stasiun Lebak Bulus sampai ke Stasiun
Sisingamangaraja sepanjang 9,954 km termasuk 7 stasiun layang
64
dan jalur transisi (transition section) antara Stasiun
Sisingamangaraja dan Stasiun Senayan sepanjang 0,990 km.
c. Pembangunan Segmen Underground (Bawah Tanah),
pembangunan jalur rel bawah tanah dimulai dari jalur transisi,
Stasiun Senayan dan berakhir di Stasiun Bundaran HI sepanjang
4,796 km termasuk 6 stasiun bawah tanah.
3. Ruang Lingkup Pekerjaan
TWJO bertanggung jawab pada pekerjaan konstruksi Surface
Section area Contract Package CP 101 dan CP 102 yaitu pembangunan
area depo sampai dengan pembangunan segmen elevated (layang).
Lokasi proyek MRTJ TWJO CP 101 dan CP 102 yaitu terletak di Lebak
Bulus-Fatmawati-Cipete Raya, Jakarta Selatan. Terdapat tiga aktivitas
pekerjaan yang utama yaitu Viaduct (PC box girder, general span),
pembangunan depo (Lebak Bulus) dan tiga stasiun layang (Lebak
Bulus, Cipete dan Fatmawati). Berikut ini adalah gambar lokasi proyek
CP 101 dan CP 102 (Gambar 5.2) :
65
Gambar 5.2 Lokasi Proyek CP 101 dan CP 102
Pembangunan depo MRTJ di lokasi Lebak Bulus (CP 101)
terhubung dengan jalur utama MRTJ melalui jalur di dalam “shop” dan
memiliki tempat penyimpanan untuk 90 “Advanced Electric Rail Cars”
(= 16 set kereta). Depo ini nantinya akan berfungsi untuk inspeksi
harian, inspeksi bulanan, pemeriksaan, pemeliharaan dan pencucian
lokomotif dan kereta api yang dilengkapi dengan fungsi pemeliharaan
infrastruktur, pusat pengendalian operasi dan operator pengemudi
sebagai sistem depo sintetik dari MRTJ. Pekerjaan yang dilakukan oleh
TWJO di area depo meliputi penebangan pohon, pemasangan pagar
sepanjang batas proyek, menghancurkan dan atau merelokasi fasilitas
utilitas umum, survei tes pit.
Pembangunan Segmen Elevated (Layang) di lokasi Lebak Bulus
Jl. Pasar Jum’at-Fatmawati (CP 101 dan CP 102). Pekerjaan yang
66
dilakukan TWJO pada pembangunan jalur rel layang meliputi
penebangan pohon, pemasangan pagar sepanjang batas proyek,
menghancurkan dan atau merelokasi fasilitas utilitas umum, survei tes
pit, pekerjaan struktur viaduct yaitu bored piling for permanent
structure, pile cap and pier work permanent (pier coloumn dan pier
head) dan PC box girder erection using VG4 gantry.
Pembangunan struktur layang terutama berupa box type PC
girder dengan pier tunggal. Selama pembangunan bagian layang,
diperkirakan akan menghasilkan tanah galian (pekerjaan excavation)
untuk konstruksi pile dan pondasi untuk struktur. Berikut adalah ruang
lingkup (scope) pekerjaan divisi SHE TWJO, diantaranya yaitu :
a. Desain dan konstruksi + 6,2 km struktur viaduct.
b. Desain dan konstruksi 3 stasiun layang termasuk pekerjaan
mekanikal dan elektrikal.
c. Desain dan konstruksi 1 depot termasuk pengembangan tanah,
pekerjaan struktur dan instalasi alat-alat depot.
d. Pekerjaan sementara (temporary works) yang berhubungan
dengan konstruksi.
e. Perencanaan dan implementasi pengalihan lalu lintas yang
berhubungan dengan konstruksi.
f. Pengalihan dan dukungan terhadap utilitas selama konstruksi
berlangsung.
67
g. Desain, suplai dan instalasi semua pemeliharaan bangunan stasiun
termasuk AC, proteksi kebakaran atau api, drainase, memompa
dan membongkar pipa-pipa pekerjaan.
h. Suplai, instalasi dan mengawasi signage dan grafik alat-alat yang
digunakan.
i. Memeriksa dan mengawasi pekerjaan pemeliharaan bangunan dan
alat-alat depo.
j. Mengadakan pelatihan atau training.
68
4. Struktur Organisasi Perusahaan
Bagan 5.1 Struktur Organisasi Tokyu-WIKA Joint Operation
PROJECT MANAGEMENT
QUALITY ASSURANCE
(QA) DIVISION
QUALITY CONTROL
(QC) DIVISION
SHE (SAFETY, HEALTH &
ENVIRONMENT) DIVISION
CONSTRUCTION
DIVISION CP 102
CONSTRUCTION
DIVISION CP 101
PROJECT CONTROL
DIVISION
ENGINEERING
DIVISION
COMMERCIAL
DIVISION
ADMINISTRATION
DIVISION
CONTRACT
DEPARTMENT
QS DEPARTMENT MC DEPARTMENT
69
B. Hasil Gambaran Tahap Input dalam Sistem Pelaporan Near miss,
Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016
Hasil ini merupakan gambaran tahap input di dalam penelitian
untuk mengetahui gambaran sistem pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition di perusahaan. Informasi yang diperoleh berdasarkan
hasil observasi peneliti dengan melihat secara langsung kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan penelitian, wawancara kepada informan
dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dan telaah dokumen.
Pada tahap input ini, informasi yang diperoleh melalui
wawancara kepada sebelas informan dan telaah dokumen. Saat
melakukan telaah dokumen beberapa data dan informasi diperoleh dari
dokumen-dokumen dan rekaman-rekaman yang ada di perusahaan.
Komponen input penelitian ini terdiri dari sumber daya yang berupa
material, sumber daya manusia (SDM) dan metode pelaporannya.
1. Material
Material didalam penelitian ini terdiri dari Form Pelaporan,
Kebijakan K3 Perusahaan dan Standar Perusahaan.
a. Form Pelaporan
Berdasarkan hasil wawancara, proses penyusunan form
pelaporan yang digunakan tersebut dalam melakukan pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe condition diketahui bahwa proses
penyusunan form-form pelaporan tersebut sudah ada standarnya yang
diadopsi dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari
pihak manajemen K3 yaitu SHE manager (informan utama 1) yang
menyatakan bahwa :
70
“Jadi kalau form itu kita kan sudah ada formatnya ya, sudah ada
standar bakunya dari kita inikan 2 perusahaan besar, TOKYU dan
WIKA nah masing-masing punya standar baku sendiri-sendiri. Di
TWJO ini format itu intinya disatukan standar bakunya WIKA sama
TOKYU terbentuk jadilah format khusus untuk form” – (IU1)
Pernyataan dari informan utama 1 bahwa proses penyusunan
form-form pelaporan tersebut sudah ada standar bakunya masing-
masing yang diadopsi dari kedua perusahaan TOKYU dan WIKA.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Deputy Safety Manager (DSM)
CP 101 (informan utama 2) menyatakan bahwa :
“Proses penyusunan form menggunakan form yang dari awal sudah
ada dan digunakan oleh WIKA. Hal ini dikarenakan saya sebagai
deputy safety officer berasal dari WIKA maka saya menggunakan
form yang dibuat oleh WIKA. Karena proyek ini bersifat joint
operation antara WIKA dengan TOKYU akan tetapi dua perusahaan
ini belum mengeluarkan satu kebijakan form yang akan disubmit ke
konsultan, jadi proyek ini menggunakan pengadopsian form dari
WIKA” – (IU2)
Pernyataan wawancara informan utama diatas menyatakan bahwa
proses penyusunan form dari awal sudah ada dan digunakan oleh
perusahaan WIKA jadi menggunakan form yang dibuat perusahaan
WIKA. Karena kedua perusahaan yaitu TOKYU dan WIKA belum
mengeluarkan satu kebijakan form yang di submit ke konsultan. Hal
ini tidak sejalan dengan pernyataan dari informan utama 1 yang
menyatakan bahwa standar baku masing-masing perusahaan
disatukan dan terbentuklah form khusus.
Berdasarkan hasil wawancara dengan deputy safety manager
(DSM) CP 102 (informan utama 3) dan SHE engineer (informan
utama 4) menyatakan bahwa :
71
“Ya tim yang menyusun menentukan tanggal, kapan
pelaksanaannya, lokasi, pelapor dan deskripsinya setelah itu baru di
submit ke konsultan” – (IU3)
“Kalo sebelumnya hmm… bikin form itukan dapetnya dari atasan
saya, saya dikirimin trus dikasih tau abis itu saya baru jabarin ke
SO-SO gitu nanti untuk pelaporannya dan masuknya ke laporan
bulanan. Kalo dasar-dasarnya sih soal apa namanya form-form kaya
gitu sih saya ngga ngerti”– (IU4)
Pernyataan wawancara dari informan utama 3 tersebut
menyatakan bahwa proses penyusunan form pelaporan disusun oleh
tim yang menyusun tidak disebutkan dari perusahaan WIKA atau
TOKYU. Hal ini sejalan dengan pernyataan wawancara informan
utama 4 dimana form pelaporannya diperoleh dari atasannya yaitu
SHE manager dan DSM. Hasil wawancara informan-informan diatas
diperjelas dengan pernyataan dari konsultan JMCMC (informan
kunci) bahwa dia menyerahkan tanggung jawab proses pembuatan
dan penyusunan form kepada pihak perusahaan TWJO apabila keluar
dari sasaran yang diharapkan oleh konsultan maka akan diarahkan
kembali secara lebih umum atau general sesuai dengan pernyataan
wawancara berikut :
“Jadi masing-masing kontraktor termasuk TWJO karena ini dalam
bentuk kontrak yaitu desain DNC design and construction. Itu
diselesaikan sama kontraktor semua saya serahkan pada mereka,
karena banyak yang lari dari dari sasaran pelan-pelan saya arahkan
jadi generalik” – (IK)
Berdasarkan hasil wawancara dengan SHE engineer (informan
utama 5), tahapan penyusunan form tersebut yaitu pembuatan,
penomoran, pengajuan ke konsultan, persetujuan dari konsultan
72
formnya. Setelah penyusunan form selesai baru dapat didistribusikan
dan diterapkan sesuai dengan pernyataan berikut:
“…dibuat koordinasi dengan QA untuk penomoran dan formatnya
trus biasanya juga kita submit dulu ke konsultan kalo form ini
disetujui baru bisa kita terapkan. Kalo udah diterapkan distribusiin
ke SO baru form itu bisa diisi dan setelah diisi biasanya dikumpulin
terus setiap akhir bulan itu kan kita bikin laporan direkap” – (IU5)
Pernyataan diatas sejalan dengan hasil wawancara kepada quality
assurance (informan pendukung 1) dan risk engineer (informan
pendukung 2) yang menyatakan bahwa :
“Ya menurut saya sih divisi kami yang menyusun dan harus
dilibatkan dengan divisi yang berwenang pada proses penyusunan
tersebut karna dari situ kita tau nantinya masukan baru nanti kita
bisa bongkar lagi. Tahapannya mulai dari penomoran form kalau
sudah sesuai akan kita submit ke konsultan setelah di setujui baru
dapat didistribusikan oleh pihak yang berwenang” – (IP1)
Kalau misalnya untuk penyusunan form, dokumentasi gitu yang
mengerjakan itu disini quality assurance ya. Disini salah satu aspek
quality adalah dokumentasi” – (IP2)
Bentuk form pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition yang digunakan sesuai dengan dokumen yang ada di
perusahaan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara SHE manager
(informan utama 1) dan DSM 101 (informan utama 2) yang
menyatakan bahwa :
“Rani bisa lihat sendiri di dokumen kita” – (IU1)
“Bentuk form yang digunakan sama dengan yang dibuat dan
digunakan oleh WIKA kamu bisa liat sendiri formnya di admin
saya” – (IU2)
Bentuk form secara umum yang digunakan perusahaan didalam
melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition
diketahui terdiri dari tanggal pelaksanaan, lokasi, kategori, pelapor
73
dan deskripsinya. Hal ini sejalan dengan pernyataan atau kutipan
wawancara dari informan utama DSM CP 102 (informan utama 3),
SHE engineer (informan utama 4 dan 5) dan konsultan JMCMC
(informan kunci) dibawah ini :
“Ya dalam sistem pelaporan itu jelas. Kapan, tanggal, kapan
pelaksanaannya, lokasinya, trus kategori. Berikutnya pelapornya
siapa, deskripsinya seperti apa. Kenapa perlu tanggal? kita harus
spesifik terhadap tanggal dan lokasi, karena apa? itu untuk
menunjang akurasi data kita.” – (IU3)
“Ya. Yang ada di kita, seperti tanggal ya kan, lokasi, deskripsinya
kan.” – (IU4)
“Terdiri dari tanggal, lokasi dan deskiripsi kejadiannya” – (IU5)
“Bentuknya ya jelas nomor, tanggal, lokasi kejadian, sumber
penyebab, dll” – (IK)
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan informan
pendukung yaitu QA (informan pendukung 1) dan risk engineer
(informan pendukung 2) menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui
dan memperhatikan detail dari bentuk form pelaporan yang ada. Hal
ini sejalan dengan pernyataan wawancara berikut :
“Kalau untuk detail formnya saya kurang memperhatikan” – (IP1)
“Kalau bentuk formnya saya kurang tau detailnya karena divisi
safety yang sehari-hari terlibat untuk pelaporannya” – (IP2)
Berdasarkan pernyataan sebelumnya tiga informan utama (3, 4
dan 5) mengkategorikan secara umum bentuk form pelaporan namun
dua informan pendukung tidak mengetahui dan memperhatikan
bentuk form pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition.
74
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan safety officer
(informan utama 7 dan 8), mereka menyatakan bahwa :
“Misalnya suatu kejadian seperti kejadiannya jam berapa, waktunya
apa dibuat ya kan kalau near miss. Kalau unsafe condition
pelaporannya bisa di daily patrol” – (IU7)
“Saya ngga hafal yang jelas disitu ada lokasi, deskripsi dan kejadian
kalau untuk near miss. Kalau unsafe act ngga ada formnya cuma
kita biasanya langsung lapor. Unsafe condition seperti yang anda
tau itu form daily safety patrol” – (IU8)
Pernyataan safety officer (informan utama 8) sebelumnya bahwa
untuk form pelaporan near miss terdiri dari lokasi, deskripsi dan
waktu kejadiannya secara umum sejalan dengan pernyataan dari
informan utama 3, 4 dan 5. Menurutnya form pelaporan unsafe
condition berupa form daily safety patrol sedangkan form pelaporan
untuk unsafe act tidak ada. Pernyataan wawancara safety officer
(informan utama 8) sebelumnya terkait form pelaporan unsafe act
yang tidak ada, tidak sejalan dengan pernyataan dari informan utama
3, 4 dan 5. Namun pernyataan safety officer (informan utama 8)
didukung dengan pernyataan wawancara safety officer (informan
utama 6) yang juga menyatakan bahwa untuk form pelaporan unsafe
act adalah bahwa formnya tidak ada. Hal ini sejalan dengan kutipan
berikut :
“Bentuk formnya near miss ada tapi belum baca saya, tapi untuk
perilaku pekerja ngga ada formnya. Untuk kondisi tidak aman itu
ada formnya daily safety patrol” – (IU6)
Berdasarkan pernyataan diatas juga safety officer (informan
utama 6) sejauh ini belum membaca form pelaporan near miss yang
75
dimiliki perusahaan berbeda dengan kedua safety officer (informan
utama 7 dan 8).
Form pelaporan unsafe act yang dijelaskan sebelumnya tidak
didukung dengan hasil telaah dokumen perusahaan. Berdasarkan hasil
telaah dokumen, form pelaporan yang dimiliki perusahaan berupa
daily safety patrol form dan near miss form. Daily safety patrol form
biasa digunakan oleh divisi SHE yaitu tim safety officer (SO) di
dalam melakukan pencatatan dari hasil patroli mereka setiap hari
dilapangan yang berkaitan dengan pelaporan untuk unsafe condition.
Form daily safety patrol terdiri dari judul, tanggal/waktu, nomor,
lokasi, checklist angka, keterangan dari angka 1-17 terkait kondisi alat
maupun lingkungan kerja, PIC nya siapa, dan diperiksa oleh siapa.
Berikut ini adalah bentuk formnya (Gambar 5.3) :
Gambar 5.3 Daily Safety Patrol Form
76
Sedangkan near miss form digunakan SO untuk melaporkan
kejadian near miss. Form pelaporannya terdiri dari judul,
waktu/tanggal kejadian, nama korban, sumber near miss, faktor
penyebab (sumber, tipe, kategori unsafe act atau unsafe condition),
kronologis kejadian, tindak lanjut dan status. Berikut ini adalah
bentuk formnya (Gambar 5.4) :
Gambar 5.4 Near Miss Form
Di dalam menentukan kesesuaian form yang digunakan
perusahaan untuk melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition itu divisi SHE akan melibatkan divisi quality
assurance (QA). Hal ini sejalan dengan hasil wawancara SHE
manager (informan utama 1 yang menyatakan bahwa :
“Ya nanti disitu dipilah-pilah sama QA jadi laporan apa dan nanti
muncul kategorinya apa gitu tetep kerjasama sama SHE. Karena
saya disini juga proyek sudah berjalan satu tahun ya jadi kalo form-
form gitu yang bikin orang QA ya quality assurance sama project
control” – (IU1)
77
Pernyataan informan utama 1 yaitu SHE manager sejalan dengan
hasil wawancara DSM CP 101 (informan utama 2) dan SHE engineer
(informan utama 4) yang menyatakan bahwa :
“Pada dasarnya kesesuaian form digunakan secara global atau
keseluruhan dan bekerja sama dengan divisi QA. Adanya QA yang
akan mensortir atau review laporansebelum dikirim ke konsultan” –
(IU2)
“Kalau kesesuaian dasar-dasar formnya saya ngga ngerti, sesuai
dengan orang-orang QC eh QA sorry ya maksudnya QA. Orang QA
yang dilibatkan dalam arti kan kita tetep kerja sama, yang penting
kan kita meeting-in gimana nih kekurangan atau masukannya” –
(IU4)
Selain itu, kesesuaian form mengacu kepada dokumen kontrol
yang ada di perusahaan. Semua form diatur dengan terdapatnya
nomer register, tahun pembuatan dan divisi yang menggunakan form
tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan informan
utama yaitu DSM CP 102 (informan utama 3) yang menyatakan
bahwa :
“Kesesuaian form itu seharusnya mengacu kepada dokumen kontrol
yang ada di perusahaan. Jadi didalam perusahaan itu mengatur
bagaimana semua form diatur, nomer registernya, tahun
pembuatannya serta divisi yg memakai form tersebut.” – (IU3)
Kemudian kesesuaian dan kelayakan form tersebut harus
disetujui oleh pihak konsultan agar dapat diterapkan di perusahaan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan wawancara dari SHE engineer
(informan utama 5) yang menyatakan bahwa :
“Konsultasi dulu ke QA baru submit ke konsultan kalo konsultan ok
ini bisa dipake. Contohnya kalo form ceklis, ceklis safety juga seperti
itu jadi kita bikin trus koordinasi ke QA dilihat, dikasih nomer itu
baru kita submit persetujuan dari konsultan setelah itu baru kita
terapkan dan sampai saat ini udah berjalan.” – (IU5)
78
Semua form yang dibuat seperti yang dijelaskan sebelumnya
melibatkan divisi QA dalam menentukan kesesuaiannya.
Pendokumentasian yang rapih, terstruktur dan dokumennya akan di
audit internal oleh QA. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara risk
engineer (informan pendukung 2) yang menyatakan bahwa :
“Pendokumentasian yang rapih terstruktur itu karna ada
standarnya. Kalau ngga salah standar ISO, makanya yang meng-
handle itu adalah orang quality. Karena orang quality assurance
juga yang akan mengaudit internal project ini, salah satu yang di
audit itu adalah dokumennya” – (IP2)
Berdasarkan hasil wawancara dengan QA (informan pendukung
1), form pelaporan yang sudah sesuai dengan dokumen QA
selanjutnya akan diajukan ke pihak konsultan. Hal ini sejalan dengan
pernyataan wawancara bahwa :
“Jika form nya sudah sesuai dengan dokumen kami penyusunannya
maka sudah boleh di submit ke konsultan nantinya” – (IP1)
Hasil wawancara dengan informan pendukung diatas sejalan
dengan pernyataan wawancara konsultan JMCMC (informan kunci)
yang menyatakan bahwa :
“Biasanya kami yang akan meng-accept form yang dibuat dari
perusahaan” – (IK)
Jadi, komponen input material berupa form pelaporan pada
perusahaan didalam proses penyusunannya dan kesesuaian isinya
melibatkan divisi yang berwenang yaitu divisi SHE dan divisi QA Di
mulai dari tahapan penomoran, pengajuan ke konsultan persetujuan
dari konsultan terkait form pelaporannya. Form tersebut dapat
didistribusikan dan diterapkan apabila telah mendapatkan persetujuan
79
dari pihak konsultan. Untuk form pelaporan unsafe act perusahaan
tidak memiliki form tersendiri untuk melakukan record. Adapun form
yang dimiliki perusahaan saat ini untuk pelaporan unsafe condition
yaitu berupa form daily safety patrol (Gambar 5.3) dan untuk
pelaporan near miss yaitu berupa form near miss (Gambar 5.4) sesuai
dengan dokumen form atau bentuk format yang dimiliki.
b. Kebijakan K3 Perusahaan
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi
SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) menyatakan bahwa :
“Kalau kebijakan K3 yang jelas tujuan utamanya adalah zero
accident karena manajemen kami komit dari mulai PM sampe ke
konstruksi cuma kalo di kontruksi ini kan K3 baru mulai kan tahun
2006, mulai di galakkan dan mewajibkan” – (IU1)
“Kebijakan K3 ya secara umum mencegah terjadinya kecelakaan.
Sistem pelaporan baru berjalan 30% “– (IU2)
“Oh ya jadi TWJO sudah berkomitmen terhadap keselamatan
artinya artinya apapun yang kita laporkan itu adalah membawa
nama baik dari K3 di perusahaan. Setiap pelaporan, setiap ada
kejadian wajib dilaporkan baik besar dan kecil, hanya tergantung
klasifikasinya saja apakah itu recordable atau just reportable” –
(IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa kebijakan K3 perusahaan adalah top manajemen
berkomitmen terhadap K3 dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE engineer
(informan utama 4 dan 5) yang mengumpulkan, mengolah dan
membuat laporan yang menyatakan bahwa :
80
“Saya sih belum baca kebijakan K3 kita disini, hmmm.. sama sekali
belum baca jadi belum bisa dijabarkan” – (IU4)
“Kalau kebijakan K3 nya ngga lebih ke safety secara umum ya.
Kalau untuk unsafe act sama near miss-nya kan ngga tercantum di
kebijakan yang tertulis gitu. Jadi kebijakannya lebih bersifat safety
secara umum tapi keterkaitan cuman ngga tertulis secara detail
harus pelaporan ini, atau dilaporkan dan sekarang konsultan juga
cukup ketat lagi sekarang udah ada surat yang keluar unsafe act
unsafe condition ya harus dilaporkan” – (IU5)
Pernyataan wawancara dari salah satu SHE engineer (informan
utama 5) kebijakan K3 perusahaan adalah lebih ke K3 secara umum
sejalan dengan pernyataan wawancara dari informan utama
sebelumnya. Namun pernyataan wawancara dari SHE engineer
(informan utama 4) adalah belum mengetahui isi kebijakan K3 di
perusahaan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara kepada informan
pendukung yang menyatakan bahwa :
“Wah kalau kebijakan K3 saya ngga taulah, kebijakan disini kalau
spesifik diperusahaan ini saya jujur ngga tau…” – (IP2)
Pernyataan wawancara dari informan pendukung bahwa dia tidak
mengetahui kebijakan K3 di perusahaan. Berdasarkan hasil
wawancara kepada safety officer yang menyatakan bahwa :
“Dari kebijakannya, perusahaanya kurang terlalu fokus mengenai
K3. Ada dalam arti kurang untuk pelatihan ada tapi tidak mengerti
tentang K3” – (IU6)
“Kalo kebijakannya setau saya kalau diperusahaan ya sesuai
dengan UU yang berlaku ya misalnya ketenagakerjaan ada
keselamatan juga ya kalau kita contohkan ada di UU no.1 tahun
1970 tentang keselamatan” – (IU7)
“Kebijakan yang dibuat TWJO tetep ya kita istilahnya menerapkan
seperti basic-basic aja sih sebenarnya. Kaya APD gitu emang itu
wajib ya tapi istilahnya sih kebijakan yang basic-basic. Ya kalau
kebijakan untuk kita ya namanya safety itu udah ngga bisa tawar
81
menawar gitu ya jadi sekarang kita menggunakan punishment” –
(IU8)
Pernyataan wawancara dari dua safety officer menyatakan bahwa
kebijakan K3 perusahaan itu berkaitan dengan K3 yang dasar dan
sesuai dengan UU no tahun 1970 yang sejalan dengan pernyataan
wawancara keempat informan utama sebelumnya. Sedangkan satu
safety officer menyatakan bahwa kebijakannya kurang fokus terhadap
K3 hal ini tidak sejalan dengan pernyataan informan-informan
sebelumnya. Namun sejalan dengan hasil wawancara kepada
informan pendukung 2 yang menyatakan bahwa :
“Jadi kebijakan yang kita terapkan itu di lapangan masih belum
memenuhilah masih minim untuk di lapangan. Tapi kebijakan itu
menurut saya sudah baik tapi personal yang dilapangan ini yang
masih susah– (IP1)
Pernyataan wawancara dari informan pendukung 2 sejalan
dengan safety officer (informan utama 6) yang menyatakan bahwa
kebijakan K3 perusahaan itu masih belum memenuhi dan masih
minim untuk di lapangan. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara
kepada informan kunci yang menyatakan bahwa :
“Ya masih accept lah, masih bisa diterima karena sudah mengarah
ke sasaran yang diinginkan dari SMK3 itu sendiri sekalipun mereka
masih abu-abu. Di dalam SMK3 perusahaannya karna mengartikan
bahwasanya itu konkret. Ya intinya SMK3 kalau ngeliat kebijakan
udah accept lah form nya masih diterima” – (IK)
Pernyataan wawancara dari informan kunci hampir sejalan
dengan pernyataan wawancara dari informan pendukung 2 dan safety
officer (informan utama 6) yang menyatakan bahwa kebijakan K3
masih abu-abu namun masih bisa diterima. Pernyataan-pernyataan
82
wawancara dari beberapa informan yang menyatakan bahwa top
manajemen berkomitmen terhadap kebijakan K3 dan mencegah
kecelakaan kerja sejalan dan didukung dengan dokumen kebijakan
perusahaan.
Berdasarkan hasil telaah dokumen perusahaan, kebijakan
perusahaan (Company Policy) TWJO terdiri atas Kebijakan K3
(Gambar 5.5), Kebijakan Lingkungan dan Kebijakan Mutu. Kebijakan
K3 tertulis TWJO yaitu berisi tentang TWJO memiliki komitmen
yang kuat untuk mendorong praktek kerja yang aman pada Proyek
Konstruksi Jakarta Mass Rapid Transit CP 101 dan CP 102 sesuai
dengan Undang-Undang keselamatan dan kesehatan kerja serta aturan
dan Peraturan Pemerintah Indonesia dan otoritas terkait yang
memiliki kewenangan hukum.
Keselamatan dan kesehatan diperlakukan sebagai bagian integral
dari manajemen konstruksi yang akan menyatu dengan produksi dan
kualitas yang merupakan kebijakan TWJO untuk mencapai standar
tertinggi dalam K3 konstruksi dan secara efektif mengontrol
kecelakaan dan kualitas dengan cara yaitu :
a. Membuat kesehatan dan keselamatan menjadi tanggung jawab
manajemen;
b. Termasuk semua orang yang peduli dengan proyek khususnya
pada program keselamatan kontraktor;
c. “Keselamatan adalah tanggung jawab semua orang “;
83
d. Termasuk keselamatan dan kesehatan dalam tahap perencanaan
untuk semua aktivitas kerja;
e. Melakukan penilaian risiko untuk semua operasi kerja, dan
f. Menyediakan promosi keselamatan tingkat tinggi dan
melaksanakan pelatihan keselamatan dan kesehatan yang sesuai
sebagai bagian dari program pelatihan kontraktor.
TWJO bermaksud untuk memenuhi komitmen tersebut dengan
memastikan praktek dan prosedur kerja yang aman yang diadopsi
memenuhi semua persyaratan UU keselamatan dan kesehatan industri
dari Pemerintah Indonesia. Pengaturan umum dan spesifik untuk
mencapai tujuan tersebut tercantum dalam rencana keselamatan.
Semua pegawai TWJO diwajibkan untuk melakukan perlindungan
terhadap K3 diri sendiri dan pegawai lainnya. TWJO akan
mendukung manajer dan supervisor yang bertindak untuk kepentingan
K3.
84
Gambar 5.5 Kebijakan K3 TWJO
85
Gambar 5.6 Dokumentasi Kebijakan K3 TWJO
Jadi, komponen input material berupa kebijakan K3 perusahaan
yang berkaitan dengan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition diketahui bahwa perusahaan memiliki kebijakan K3
yang sesuai dimana berkomitmen untuk mencapai standar tertinggi
dalam K3 konstruksi dan secara efektif mengontrol kecelakaan kerja
dan kualitas sejalan dengan sebagian besar pernyataan wawancara
dari informan. Karena di dalam suatu kebijakan harus terdapat visi,
tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan,
kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan
yang menyeluruh.
86
c. Standar Perusahaan
Standar yang dimiliki oleh perusahaan berdasarkan hasil
wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE TWJO yaitu SHE
manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan utama 1-3)
menyatakan bahwa :
“Hmm.. yang berkaitan dengan SOP near miss ya? Mereka tidak
spesifik kesitu, intinya zero accident ya. Standar SOP disini ada tapi
lebih spesifik ke alat-alat saja kalau untuk safety kita ada dokumen
site safety plan yang sudah di submit dari konsultan” – (IU1)
“Masih berstandar pada standar WIKA. Memakai standar
internasional akan tetapi implementasinya banyak yang belum
memenuhi atau mengena pada standar-standar internasional
tersebut” – (IU2)
“Kalau standar kita mengacu pada apa yang menjadi kesepakatan
yang kita submit ke MRT. Jadi sistem pelaporan near miss kita itu
hanya selembar pelaporan near miss saja yang paling sebenarnya
dan yang paling penting adalah hasil observasi setiap SO itu
melaporkan unsafe condition sama unsafe position setiap harinya
karena near miss itu adalah berawal dari unsafe condition dan
unsafe position” – (IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa standar sistem pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition perusahaan adalah menggunakan standar WIKA
dan mengacu pada kesepakatan dengan MRT dan konsultan yaitu
dokumen site safety plan namun tidak spesifik. Hal ini sejalan dengan
hasil wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5)
yang mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan yang
menyatakan bahwa :
“Oh, pelaporan standarnya kita ngikutin konsultan. Dokumen
standarnya itu aduh kalo untuk standarnya sih saya ngga tau kalo
konsultan pake apa, tak paham” – (IU4)
87
“Kalau disini kita masih pake form punya WIKA karena manajemen
101-103 sampe ke MRT pun ngga mengarah harus pake standar apa.
Jadi dengan komitmen kita kalau di TOKYU ngga ada, di WIKA ada
ya kita pake punya WIKA. Kita koordinasi dengan TOKYU jadi
yaudah kita gunakan” – (IU5)
Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa standar sistem
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition perusahaan
adalah menggunakan mengacu pada standar WIKA dan kesepakatan
dengan konsultan. Hal ini belum sejalan dengan hasil wawancara
kepada safety officer (informan utama 6-8) yang menyatakan bahwa :
“Standarnya ya harus ada prosedur. Selama ini prosedurnya masih
agak susah dalam arti pihak yang ada diperusahaan dan dilapangan
kurang. SOP nya belum ada” – (IU6)
“Kalo standarnya yang digunakan saya liat disini kalau form itu
udah sesuai dengan standar mengacu kepada UU kemudian bisa
dikatakan sudah keputusan daripada kita disini kita mengacunya ke
MK3LH ya kan itu bisa dikatakan itu mutu, keselamatan kesehatan
kerja, lingkungan hidup kaya gitu sistemnya” – (IU7)
“Belum ada, misalnya standar alat yang kita gunakan itu harusnya
kan sesuai terhadap safety” – (IU8)
Pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 7)
bahwa standar sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition perusahaan adalah mengacu pada undang-undang.
Sedangkan pernyataan wawancara dari dua safety officer lainnya
bahwa standar atau prosedur yang digunakan belum ada. Berdasarkan
hasil wawancara kepada informan kunci dan informan pendukung
yang menyatakan bahwa :
“Mendekatin, belum tapi udah mendekatinlah ke K3” – (IK)
“Masih kuranglah ya soalnya disini kebanyakan masih ngga tau
apasih standarnya itu, misalnya standar APD aja ngga tau” – (IP1)
88
“Standar ISO, OHSAS biasanya yang mengetahui detail orang SHE
yang pasti dan bisa juga QA” – (IP2)
Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan
pendukung 1 tersebut bahwa standar sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition perusahaan adalah belum dan masih
kurang terhadap K3, belum sejalan dengan pernyataan wawancara
dari informan pendukung 2 yang menyatakan bahwa standarnya
mengacu pada ISO dan OHSAS. Jadi, pernyataan wawancara dari
informan utama 1-5 sudah sejalan yang menyatakan bahwa standar
yang digunakan mengacu pada standar WIKA, MRT dan konsultan
namun belum sejalan dengan pernyataan wawancara dari informan
utama 6-7, informan kunci dan informan pendukung.
Perusahaan memiliki standar K3 yang mengacu pada dokumen
site safety plan. Dokumen perencanaan ini menghubungkan
perencanaan dan prosedur-prosedur lain proyek untuk membentuk
keseluruhan sistem manajemen proyek. Dokumen tersebut disusun
untuk memenuhi unsur-unsur yang berlaku pada OHSAS 18001:2007
yang mencakup perencanaan, organisasi dan manajemen kemudian
dikembangkan untuk memberikan pedoman yang memadai kepada
tim proyek dalam melaksanakan tugasnya dan memenuhi persyaratan
kontrak. Dokumen ini mengelola, memantau dan merekam kegiatan
K3 yang didukung dengan standar-standar operasional prosedur dan
form-form yang dimiliki perusahaan.
Berdasarkan hasil telaah dokumen site safety plan bahwa standar
operasional prosedur yang terdapat di perusahaan dan terlampir hanya
89
spesifik pada standar operasional prosedur penggunaan alat dan jenis-
jenis pekerjaan dalam melaksanakan pekerjaan belum spesifik
terhadap standar pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition
di konstruksi yaitu sebagai berikut (Gambar 5.7):
Gambar 5.7 Lampiran Standar Operasional Prosedur pada Dokumen Site Safety
Plan
90
Berdasarkan hasil telaah dokumen site safety plan bahwa standar
yang terlampir hanya spesifik pada standar operasional prosedur
penggunaan alat dan jenis-jenis pekerjaan belum spesifik terhadap
standar pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di
konstruksi sejalan dengan pernyataan wawancara dari informan utama
1, 6 dan 8 yaitu safety manager dan safety officer yang menyatakan
bahwa standar yang digunakan tidak ada atau belum spesifik terhadap
standar pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition.
Di dalam memastikan tingkat konsistensi komitmen perusahaan,
kinerja operasional harus dipertahankan sepanjang durasi proyek dan
di semua lokasi kerja. Standar operasional prosedur telah
dikembangkan dan memberikan standar minimum yang harus
diterapkan. SOP yang dimiliki perusahaan ini berfungsi untuk
memastikan panduan yang jelas diberikan kepada semua personil
proyek sesuai dengan apa yang diharapkan perusahaan dalam
mengendalikan risiko kesehatan dan keselamatan di proyek. Perlu
adanya pemahaman informan terhadap near miss, unsafe act dan
unsafe condition pada standar. Berdasarkan hasil wawancara dengan
pihak manajemen divisi SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP
101 dan CP 102 (informan utama 1-3) menyatakan bahwa :
“Near miss itu sebenernya kondisi hampir celaka, celakanya
belum tapi hampir celaka” – (IU1)
“Kejadian yang nyaris akan tetapi jika sering terjadi near miss
akan berpotensi menjadi kejadian yang lebih parah” – (IU2)
“Oh kalau menurut saya near miss itu sama dengan persepsi
semua safety di dunia ini near miss itu adalah kejadian yang
91
hampir celaka, hampir celaka maksudnya hampir celaka mengenai
orang, mengenai peralatan dan juga dampak terhadap
lingkungan” – (IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa near miss adalah suatu kejadian yang hampir
celaka, berpotensi menjadi kejadian yang lebih parah dan berdampak
pada orang, peralatan serta lingkungan. Hal ini sejalan dengan hasil
wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang
mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan yang menyatakan
bahwa :
“Near miss itu ya kita udah tau ya hampir celaka dalam arti kita
bekerja tapi kita hampir kecelakaan, seperti itu. Itukan juga ngga
langsung kitanya dalam arti kan bisa benda atau apa gitu kan, apa
bisa kitanya yang lalai itu termasuk near miss, yang lalai” – (IU4)
“Near miss itu suatu kejadian hampir celaka jadi apabila ada
perubahan sedikit saja bisa jadi celaka gitu” – (IU5)
Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa near miss
adalah suatu kejadian yang hampir celaka yang dapat berasal dari
benda, manusia, atau apabila terjadi perubahan yang dapat
menimbulkan kecelakaan. Hal ini juga sejalan dengan hasil
wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8) yang
menyatakan bahwa :
“Jadi kita tahu bahayanya kaya apa ya itu hampir celaka.
Misalnya kelalaian pekerja” – (IU6)
“Definisi near miss itu artinya sesuatu yang hampir mendekati
kecelakaan tapi belum terjadi” – (IU8)
”Near miss ini pengertiannya menurut saya ya dilapangan
misalnya ada orang yang luka ini ada tahapannya ada ringan ada
sedang ada berat” – (IU7)
92
Pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 7)
bahwa near miss berkaitan dengan orang luka dan ada tahapannya,
pernyataan tersebut belum sejalan dengan pernyataan wawancara dari
safety officer (informan utama 6 dan 8) bahwa near miss adalah suatu
kejadian yang hampir celaka. Sedangkan berdasarkan hasil
wawancara kepada informan kunci dan informan pendukung yang
menyatakan bahwa :
“Dari definisinya dulu near miss itu kan yang nyaris ya, nyaris
celaka apa sih yang nyaris celaka itu apa baru fungsinya
bagaimana tindaklanjutnya oleh eksekutornya ataupun kontraktor
gimana jangan ditemukan misalnya tidak pake sarung tangan itu
bisa kita kategorikan bisa ke near miss, ya tapi tindak lanjutnya apa
kita cari dulu kenapa dia ngga pake sarung tangan? Pengadaan
mgga ada atau emang habitnya. Tapi umumnya yang demikian kalau
saya perhatikan itu habit”
“Ya, near miss itu hampir celaka, kecelakaan kerja yang belum
terjadi. Akan berdampak kecelakaan kalau belum kita perbaiki”
“Near miss itu definisinya belum kejadian kan cuma bisa terjadi.
Near miss sendiri itu sebenernya suatu pelanggaran batas. Batas itu
batas K3 tapi belum kejadian, nyaris aja kejadian itu”
Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan
pendukung tersebut bahwa near miss adalah suatu kejadian yang
belum, nyaris atau hampir celaka yang melanggar suatu batas dapat
disebabkan karena habit manusia. Jadi, pernyataan-pernyataan
wawancara dari ketujuh informan utama, informan kunci dan 2
informan pendukung sudah sejalan yang menyatakan bahwa near
miss adalah suatu kejadian yang belum, nyaris atau hampir celaka.
Namun pernyataan tersebut belum sejalan dengan pernyataan
93
wawancara dari satu informan utama yang menyatakan bahwa near
miss berkaitan dengan orang luka dan ada tahapannya.
Pernyataan informan terkait unsafe act dan unsafe condition
berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE
TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) menyatakan bahwa :
“Unsafe action tindakan- tindakan tidak selamat. Misalnya kita
bekerja di ketinggian tidak pakai harness. Unsafe condition sendiri
kondisi tidak aman, berarti kita tidak mempersiapkan hal-hal
sebelum kerja. Istilahnya tidak mempersiapkan lokasi kerja aman,
platform kerja, tangga. Yang sering disini dua-duanya, unsafe
condition yang utamanya” – (IU1)
“Unsafe act itu perilaku tidak aman misalnya tidak menggunakan
APD, tidak sesuai prosedur. Kalau unsafe condition itu kondisi yang
tidak aman misalnya material tidak pada tempatnya, tidak ada
handrail dan sebagainya” – (IU2)
“Unsafe act itu adalah inner behavior seseorang yang secara
explosure atau secara terbuka memaparkan bahwa dia tidak selamat
atau melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan dirinya sendiri,
orang lain dan juga lingkungan. Unsafe condition adalah berawal
dari mekanisme atau birokrasi di perusahaan yang mungkin agak
lama dan agak lamban didalam proses perbaikan atau maintenance
dan juga lamanya proses pada saat permintaan barang-barang
mengakibatkan barang-barang yang sudah korosi masih tetap layak
dipake, sementara dalam pandangan K3 itu tidak layak untuk dipake
lagi dan harus di reject”– (IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa unsafe act adalah suatu perilaku seseorang atau
tindakan-tindakan yang tidak selamat yang dapat merugikan dirinya
sendiri, orang lain dan lingkungan misalnya tidak sesuai prosedur dan
tidak menggunakan APD. Sedangkan bahwa unsafe condition adalah
kondisi yang tidak aman misalnya lokasi kerja belum siap untuk
melaksanakan pekerjaan dan kondisi alat yang tidak layak. Hal ini
94
sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE engineer (informan
utama 4 dan 5) yang menyatakan bahwa :
“Unsafe action berarti kita udah tau ya kan misalkan kita bekerja
kaya gerinda ngga ada covernya dia tau tapi masih dilakukan. Ngga
harus alat juga apapun kerja dia, udah tau ngga aman ya dia tetep
kerja. Kondisi ya dalam arti kondisinya kita cukup liat dari kondisi
kerja kita seperti becek ya kan, udah tau becek masih kerja kondisi
lingkungan kerja gitu, seperti itu” – (IU4)
“Unsafe act atau perilaku tidak aman itu lebih kepada pekerja nya
sendiri… Keadaan tidak aman itu lokasi kerja, ya lokasi kerja itu
kurang memperhatikan housekeeping-nya segala macem ya
kaitannya dengan lingkungan” – (IU5)
Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa near miss
adalah suatu kejadian yang hampir celaka yang dapat berasal dari
benda, manusia, atau apabila terjadi perubahan yang dapat
menimbulkan kecelakaan. Hal ini juga sejalan dengan hasil
wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8) yang
menyatakan bahwa :
“Perilaku tidak aman itu dia mengabaikan keselamatan tidak
mengikuti prosedur tidak memenuhi progres. Kalau kondisi tidak
aman itu kondisi yang kurang bagus ya” – (IU6)
“Kalo unsafe action itu tindakan-tindakan yang kalau saya liat disini
dari masalah APD. APD ya penggunaannya… Ya kondisi unsafe
condition dimana biasanya berhubungan dengan kontruksi, pier
yang masih keadaannya belum diisi tanah ditimbun dengan tanah
misalnya kan diratakan kan pada saat itu ditimbun namanya unsafe
condition tidak ada proteksi disitu kondisinya berarti ada lubang
bahaya bagi orang melintas pada saat mau melakukan aktivitas di
dalam proyek maupun area luar” – (IU7)
“Unsafe act itu artinya tindakan yang tidak aman berupa begini ya
dia terlalu memaksakan.Unsafe condition itu kondisi yang tidak
aman, lingkungan kerja kita yang tidak aman. Contohnya seperti
ibaratnya kita bekerja di ketinggian melihat lokasi kita sempit disitu
material berserakan” – (IU8)
95
Pernyataan wawancara dari ketiga informan safety officer diatas
menyatakan bahwa unsafe act adalah suatu perilaku yang
mengabaikan keselamatan, tidak mengikuti prosedur dan
memaksakan misalnya pada alat dan penggunaan APD. Sedangkan
bahwa unsafe condition adalah kondisi yang tidak aman, kurang
bagus misalnya lokasi kerja tidak terdapat proteksi yang layak dan
material yang berserakan. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara
kepada informan kunci dan informan pendukung yang menyatakan
bahwa :
“Unsafe act artinya orang yang selalu melakukan dengan cara
shortcut atau jalan pintas contohnya ya ada gedung tinggi ada
tangga tapi dia ngga menggunakan tangga itu tapi akses lain.
Confined space unsafe condition semua botol bejana bertekanan itu
tidak boleh masuk kedalam confined space karena hanya ada satu
access ada galian bisa aja dia jalan dari pinggir slot galian kan” –
(IK)
“Perilaku tidak aman itu kan dari kita diri sendiri gitu. Definisinya
itu ya kita amankan dulu diri kita, kita merasa nyaman bekerja
disini…Ya perilaku yang tidak aman orang yang akan naik ke
scaffolding memaksakan naik ke scaffolding yang belum diceklis dan
belum ada tagnya misalnya padahal itu kondisi tidak aman” – (IP1)
“Definisi dari unsafe action pribadi ya definisi dari unsafe action itu
tindakan yang tidak terukur dan tidak tau batas karna yang namanya
K3 itu kalau K3 itu prinsipnya kan tau batas, know your limit
gitu…Jadi yang namanya unsafe action itu melanggar batas, batas
apapun. Unsafe condition adalah tidak memberikan batas itu” –
(IP2)
Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan
pendukung tersebut bahwa unsafe act adalah suatu tindakan yang
mengambil jalan pintas, tindakan yang memaksa, tindakan yang tidak
terukur dan tidak tahu batas. Sedangkan bahwa unsafe condition
adalah kondisi yang dipaksakan, tidak aman dan melanggar batas
96
apapun misalnya peralatan yang belum siap digunakan atau akses
kerja terhalang.
Pernyataan-pernyataan wawancara dari kesebelas yaitu informan
utama, informan kunci dan informan pendukung sudah sejalan yang
menyatakan bahwa unsafe act adalah suatu perilaku seseorang atau
tindakan-tindakan yang tidak selamat, memaksakan, diluar batas yang
dapat merugikan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan misalnya
tidak sesuai prosedur dan tidak menggunakan APD. Sedangkan
unsafe condition adalah kondisi yang dipaksakan, tidak aman dan
melanggar batasan misalnya kondisi peralatan yang tidak sesuai,
akses kerja terhalang, dsb. Berikut ini adalah beberapa dokumentasi
hasil observasi yang diperoleh di lokasi kerja konstruksi MRTJ TWJO
mengenai temuan unsafe act dan unsafe condition :
(A)
(B)
97
Gambar 5.8 Unsafe Act pada Pekerjaan Fabrikasi Besi dan Pengelasan (Penggunaan
APD)
Gambar 5.9 Unsafe Condition (Penempatan Material Scaffolding dan Kebersihan Lokasi Kerja)
Jadi, pada komponen input material berupa standar K3
perusahaan yang berkaitan dengan sistem pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition diketahui bahwa perusahaan memiliki
standar K3 telah diatur dalam dokumen site safety plan dan
pernyataan-pernyataan wawancara dari sebagian besar informan
wawancara terkait definisi near miss sudah sejalan namun hanya satu
informan wawancara yang belum sejalan. Terkait definisi unsafe act
dan unsafe condition semua pernyataan wawancara informan sudah
memiliki pemahaman yang sejalan.
2. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia pada penelitian ini diperoleh berdasarkan
hasil wawancara dan telaah dokumen perusahaan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan SHE manager (informan utama 1), DSM CP 101
(informan utama 2) dan SHE engineer (informan utama 5)
menyatakan bahwa :
“Yang terlibat disini yang jelas ada departemen K3 disini divisi K3,
general affair sama QA, quality assurance. General affair itu bagian
umumnya” – (IU1)
98
“Chief, supervisor safety, manajer safety yang pasti SHE” – (IU2)
“Tim safety yang pasti SO, pelaksana, divisi lain dan pekerja di
lapangan” – (IU5)
Pernyataan dari ketiga informan utama tersebut terkait sumber
daya manusia yang terlibat dapat disimpulkan bahwa dalam
melakukan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition diantaranya yang pasti melibatkan divisi SHE dan divisi-
divisi lainya. Divisi-divisi yang terlibat di mulai dari pimpinan
tertinggi hingga yang terendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan
wawancara dari DSM CP 102 (informan utama 3) yang menyatakan
bahwa :
“mulai dari pucuk pimpinan tertinggi kita disini adalah project
manager kita, berikutnya adalah daily worker. Jadi kalau untuk
sumber daya disini bisa kita kategorikan ada tiga ya. Kategori
workforce atau daily worker kita dilokasi, yang kedua adalah bagian
dari hmm.. middle supervisi, atau site engineer, pelaksana. Yang
ketiga adalah manajerial level dimana semua itu adalah manajer
atau deputi-deputi atau manajer divisi, kalau untuk sumber daya
seperti itu, gitu” – (IU3)
Penyataan dari informan utama 3 mengenai SDM yang terlibat
yaitu dimulai dari pucuk pimpinan tertinggi PM hingga yang terendah
yaitu daily worker. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan
ketiga safety officer (informan utama 6,7 dan 8) yang menyatakan
bahwa :
“Semua man power disini terlibat” – (IU6)
“Semuanya, dari manajemen atas sampe para pekerja harian atau
daily worker” – (IU7)
“Semuanya, itu beberapa diantaranya meliputi safety, supervisor,
engineer, mandor dan pekerja” – (IU8)
99
Pernyataan wawancara dari ketiga safety officer juga sejalan
dengan hasil wawancara konsultan JMCMC (informan kunci), QA
(informan pendukung 1) dan risk engineer (informan pendukung 2)
yang menyatakan bahwa :
“Semua, harusnya semua pihak terlibat” – (IK)
“Ya kalau sistem pelaporannya itu semuanya sih kayanya, kita juga
terlibat seharusnya ya” – (IP1)
“Semua. Harusnya yang aware pertama itu adalah selain divisi HSE
ya pelaksana, construction dulu baru divisi-divisi lainnya” – (IP2)
Pernyataan-pernyataan wawancara yang telah dijelaskan
sebelumnya secara lebih detail tingkatannya dapat dilihat berdasarkan
telaah dokumen perusahaan yang memiliki struktur organisasi
(Gambar 5.2) yang menjelaskan bahwa terdapat beberapa divisi dalam
proyek pembangunan MRTJ. Divisi-divisi tersebut diantaranya, yaitu
project management, QA division, QC division, SHE division, project
control division, contruction division CP 101, contruction division CP
102, engineering division, commercial division, administration
division (contract department, QS department, MC department).
Jadi, semua pernyataan dari informan baik informan utama, kunci
dan informan pendukung menyatakan bahwa semua bagian terlibat di
dalam melakukan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition namun untuk lebih spesifik dalam melakukan pelaporan
yang berperan penting adalah divisi SHE.
Jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition dapat diketahui
100
jumlahnya berdasarkan hasil laporan setiap bulan TWJO kepada
konsultan. Berdasarkan hasil wawancara dengan SHE manager, DSM
CP 101 dan CP 102 menyatakan bahwa :
“SDM disini banyak ada dan bisa dilihat di laporan bulan HSE
kita” – (IU1)
“Banyak pokoknya bisa diliat di laporan” – (IU2)
“Bisa juga kamu cek datanya di laporan bulanan kita” – (IU3)
Ketiga informan utama diatas menyatakan bahwa jumlah sumber
daya manusia yang terlibat didalam sistem pelaporan dapat dilihat
lengkapnya pada laporan bulanan divisi SHE. Hal ini sejalan dengan
pernyataan wawancara dari kedua informan utama yaitu SHE
engineer yang mengumpulkan data dan membuatkan laporan bulanan,
berikut adalah pernyataan wawancaranya :
“Kalau dihitung-hitung disini sebenernya sih banyak, banyak dalam
arti kita ngga bisa nilai itu dari totalnya berapa ya kan ada di
laporan bulanan yang saya buat” – (IU4)
“Jumlahnya banyak bisa dilihat dilaporan bulanan SHE kami yang
saya buat” – (IU5)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci dan
informan pendukung yaitu konsultan JMCMC, QA dan risk engineer
mereka juga sejalan dengan pernyataan sebelumnya. Dimana
konsultan disini juga yang menyetujui, memeriksa dan memantau
laporan bulanan SHE. Pernyataan wawancaranya adalah sebagai
berikut :
“Jumlahnya ada di monthly report HSE yang biasanya di submit ke
kami dulu” – (IK)
101
“Banyak yang pastinya bisa dilihat di laporan-laporan SHE juga
setau saya ya” – (IP1)
“Banyak saya ngga tau persisnya berapa” – (IP2)
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama
lainnya yang berada di lapangan yaitu safety officer ada menyatakan
bahwa jumlah SDM dapat diperoleh melalui SHE engineer dan ada
juga yang menyebutkan jumlahnya, penyataan wawancaranya adalah
sebagai berikut :
“Kurang lebih Jumlahnya ada 1000 pekerja” – (IU6)
“Saya kurang hafal itu berapa jumlahnya, admin biasanya tau
karena mereka yang membuat”– (IU7)
“Ya man powernya yang terlibat nya ya seperti di suatu area ya
kurang lebih untuk area 101 sekitar 800 an lah” – (IU8)
Pernyataan-pernyataan diatas didukung dan dapat diperoleh lebih
tepatnya pada HSE monthly report yang terbaru yaitu HSE monthly
report 2016. Dimana sumber daya manusia (SDM) pada perusahaan
disebut man power. Total akumulasi man power setiap bulannya dari
awal proses pekerjaan proyek hingga saat ini baik yang masih terlibat
di dalam proyek maupun yang telah selesai mencapai 13.743 orang
dapat diperoleh melalui tabel statistic safety record (Gambar 5.10).
Untuk total non staff TWJO pada saat ini berdasarkan data yang
diperoleh adalah sebanyak 759 orang , sedangkan total total staff
TWJO adalah sebanyak 294 orang. data tersebut dapat diperoleh pada
tabel monthly HSE performance report (Gambar 5.11).
102
Gambar 5.10 Statistic Safety Record
Gambar 5.11 Monthly HSE Performance Report
Safety officer (SO) berperan untuk melakukan pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe condition serta bekerja sama dengan
orang-orang divisi lain yang berada di lokasi pekerjaan. SO memiliki
tugas dan tanggung jawab di dalam melaksanakan pekerjaannya.
Tugas dan tanggung jawab seorang SO adalah berdasarkan hasil
wawancara dengan SO (informan utama 6,7 dan 8) sebagai berikut :
“Tugasnya kita ngasih pengarahan untuk perilaku pekerja. Untuk
near miss tugas SO mengurangi atau mencegah bahaya dari pekerja.
Untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan. Tanggung jawabnya
tetep mengikuti prosedur pekerjaan” – (IU6)
“Tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dia buat kronologis
pelaporan near miss-nya kemudian mencatat dan nanti melaporkan”
– (IU7)
“Ya tugas saya melaporkannya jika terjadi unsafe act ya berarti ya
harus bisa memproteksi dimana istilahnya sebelum terjadi kita
proteksi dululah mana yang menjadi tugas kita dan menjadi
tanggungjawab kita” – (IU8)
Ketiga SO tersebut menyatakan bahwa saat di lokasi tugas dan
tanggung jawabnya yaitu mencegah, memproteksi, melaporkan
103
apabila menemukan unsafe act, unsafe condition dan near miss. Hal
ini sejalan berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama SHE
manager, DSM CP 101, DSM CP 102, dan SHE engineer yang
menyatakan bahwa:
“Mmm tugas dan tanggung jawab SO ini membikin semacam
pemberitahuan singkat biasanya dari SO misalnya pesan singkat.
Pak kami disini trus nanti dari safety enginering akan bikin primary
report karna laporan awal ini akal dikirim kan ke konsultan sama
owner kami itu yang harus dilakukan”
“Peran safety officer ya melihat, memberitahu dan menindaklanjuti.
Dari pembuat record tanggung jawabnya sampai administrasi dan
yang melakukan safety patrol”
“Tugas dan melaksanakan near miss adalah suatu tanggung jawab
semua pekerja dilokasi dimana tempat kita bernaung”
“…tugas-tugas yang beginikan orang SO ya kan orang-orang
dilapangan sendiri. Mereka melihat kondisi yang tidak aman nanti
mereka sendiri yang evaluasi mereka sendiri yg dalam arti men-cut
nya atau kasih solusinya. Artinya orang-orang lapangan ngga
sekedar SO juga tapi pelaksana juga harus bisa, gitu loh
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci dan
informan pendukung juga menyatakan bahwa tugas dan tanggung
jawab seorang SO harus memenuhi dan mentaati peraturan,
mengingatkan pekerja lainnya dan melaporkan temuan K3. Hal ini
sejalan dengan pernyataan wawancara berikut :
“Tugasnya harus melaporkan namun meningkatkan kesadaran itu
yang masih sulit” – (IK)
“Ya tugas dan tanggung jawab ya memenuhi dan mentaati apa
peraturan yang ada di TWJO ini, sistemnya gimana, pelaporannya
gimana SO mengikuti alurnya” – (IP1)
“SO itu mengingatkan dan juga advice dan harus ada stop authority
jadi kalau misalnya mereka ngeliat something not fit atau sesuatu
yang ngga sesuai dari aspek K3 nya mereka punya kuasa untuk stop
atau memberhentikan untuk memperbaiki keadaan site dulu itu
tercantum di dalam kontrak dan ada dikontrak kita. Semua staf HSE
104
kita itu punya authority untuk memperbaiki keadaan lapangan
sampai aman, nyaman” – (IP2)
Pernyataan-pernyataan wawancara dari semua informan diatas
semuanya sejalan bahwa divisi SHE khususnya SO saat di lokasi
kerja harus mengingatkan, melaporkan dan menindaklanjuti temuan
yang ada baik itu near miss, unsafe act dan unsafe condition.
Berdasarkan hasil telaah dokumen peran dan tanggung jawab divisi
SHE TWJO adalah secara efektif mengimplementasikan kebijakan
K3, memberikan arahan dan kepemimpinan yang tepat. Struktur
organisasi divisi SHE TWJO terdiri dari SHE manager, deputy safety
manager (DSM) CP 101, deputy safety manager (DSM) CP 102,
chief environmental, safety engineer, environmental engineer, safety
officer, paramedic, ,flagman, 5R. Struktur organisasi divisi SHE
TWJO adalah sebagai berikut (Bagan 5.2) :
Bagan 5.2 Struktur Organisasi Divisi SHE
SHE MANAGER
DEPUTY SAFETY
MANAGER CP 101
PARAMEDIC CHIEF
ENVIRONMENTAL
DEPUTY SAFETY
MANAGER CP 102
ENVIRONMENTAL
ENGINEER
SAFETY ENGINEER
SAFETY OFFICER
5R
FLAGMAN
105
Masing-masing jabatan yang terdapat di divisi SHE TWJO
memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap keselamatan, kesehatan
dan lingkungan kerja baik di site, site office maupun main office.
Safety, health and environmental manager memiliki tugas dan
tanggung jawab sebagai berikut :
a. Memimpin, merencanakan dan memberikan motivasi di dalam
pelaksanaan keselamatan, kesehatan dan pengendalian
kerugian.
b. Membantu di dalam mengembangkan dengan meninjau
prosedur-prosedur dan merancang sistem untuk memfalisitasi
pekerjaan yang aman.
c. Konsultasi dengan manajemen proyek untuk meninjau
prosedur-prosedur kerja yang aman, secara langsung
mengkomunikasikan dan melaporkan kepada project
management dan semua member TWJO serta bertindak sebagai
penghubung dengan pengawas regulator.
d. Mengatur dan menyusun aktifitas-aktifitas pekerjaan secara
umum dan mengarahkan seluruh jabatan di divisi SHE,
memberikan program-program pelatihan keselamatan dan
memantau keselamatan, kesehatan dari lingkungan kerja.
e. Menginstruksikan atau mengambil tindakan yang tepat didalam
memberhentikan aktifitas pekerjaan di site yang dapat
menyebabkan cidera atau luka, memastikan bahwa semua
pelaporan kecelakaan-kecelakaan dan insiden-insiden serius
106
dilaporkan kepada project management, employer‟s
representative dan engineer.
f. Menyiapkan laporan-laporan bulanan yang diperlukan oleh
project manager mengenai keseluruhan project safety
performance dan menjaga safety diary record, semua yang
berkaitan dengan kejadian-kejadian dan aktifitas pekerjaan
sehari-hari.
Deputy safety manager (DSM) baik di CP 101 maupun CP 102
memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a. Membantu di dalam mengembangkan dengan meninjau
prosedur-prosedur dan sistem kerja termasuk pihak
subkontraktor serta memastikan bahwa prosedur-prosedur
keselamatan dan kesehatan kerja diusulkan oleh para
subkontraktor kepada semua tingkatan yang akan meninjau
dan memahami contractor‟s site safety plan.
b. Memantau semua kegiatan kerja perusahaan dan
subkontraktor, melakukan inspeksi rutin di lapangan serta
menghadiri semua site safety meeting.
c. Mengkonsultasikan secara rutin dengan site management
terkait SMK3 perusahaan.
d. Mengumpulkan dan mengajukan informasi statistik
keselamatan kepada SHE manager setiap bulan.
107
e. Menginstruksikan safety officer untuk memastikan setiap area
memahami safety plan dan memastikan semua record terkait
first aid, cidera atau luka.
f. Menyelidiki pelaporan kecelakaan dan menyiapkan laporan-
laporan yang telah disepakati oleh SHE manager serta
memperbaiki, menginstruksikan atau mengambil tindakan
yang tepat didalam memberhentikan aktifitas pekerjaan di area
kerja yang dapat menyebabkan cidera atau luka,
Chief environmental memiliki tugas dan tanggung jawab didalam
memantau, meginstruksikan environmental engineer dan tim 5R
(resik, rawat, ringkas, rajin, rapih) dalam menjaga lingkungan di area
kerja agar terbebas dari dampak-dampak pencemaran yang
ditimbulkan oleh aktifitas pekerjaan proyek. Environmental engineer
memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pengukuran di
area kerja proyek yang berupa pengukuran kebisingan, getaran, dll.
Selain itu berkaitan dengan administrasi di dalam membuat pelaporan
harian, mingguan maupun bulanan tentang aktifitas kerja atau
performa lingkungan proyek. Sama halnya dengan environmental
engineer, safety engineer bertugas dan bertanggung jawab terhadap
administrasi dalam membuat pelaporan harian, mingguan maupun
bulanan tentang keselamatan dari aktifitas kerja proyek.
Safety officer (SO) baik di CP 101 maupun CP 102 memiliki
tugas dan tanggung jawab yaitu untuk memantau semua kegiatan
kerja yang berkaitan dengan keselamatan termasuk subkontraktor,
108
menghadiri semua site safety meeting, memantau secara langsung
aktifitas pekerjaan dari tim konstruksi (site engineer, supervisor,
foreman, daily worker) di lapangan, memberhentikan aktifitas
pekerjaan di area kerja yang dapat menyebabkan cidera atau luka,
mencatat dan melaporkan hasil temuan di lapangan kepada safety
engineer dan DSM. Hal ini tentunya sejalan dengan pernyataan
wawancara yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Tim flagman CP 101 dan CP 102 bertugas dan bertanggung
jawab untuk mengatur aktifitas-aktifitas pekerjaan di jalan atau
fasilitas umum, mengatur lalu lintas kendaraan proyek dan mengawasi
keluar masuknya kendaraan proyek. Sedangkan untuk tim 5R CP 101
dan CP 102 bertugas dan bertanggung jawab untuk memindahkan,
mengangkut material yang sudah tidak terpakai dan membersihkan
lingkungan di area kerja dari sampah atau limbah-limbah proyek yang
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan kemudian
melaporkannya kepada environmental engineer serta chief
environmental. Paramedic bertugas dan bertanggung jawab untuk
mengobati para pekerja apabila dalam keadaan sakit dan kecelakaan
kerja, mengurus jaminan kesehatan dan membantu tugas SHE di
lokasi kerja untuk mencari temuan.
Jadi, komponen input berupa sumber daya manusia yang terdapat
di perusahaan semuanya terlibat di dalam melaksanakan sistem
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition hanya saja yang
109
banyak berperan adalah divisi SHE dengan tugas dan tanggung jawab
yang dimiliki masing-masing jabatan.
3. Metode
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi
SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) menyatakan bahwa :
“Lebih banyak di observasi ya jadi kalau metode yang digunakan
petugas yang ada di lapangan yaitu investigasi ke lapangan, jadi
dari investigasi itu nanti muncul penyebab utamanya apa sih, ini
yang dicari kan akar masalahnya” – (IU1)
“Metode pelaporan yang digunakan yakni reporting tapi
pelaporannya sesempatnya dikirim dan masih banyak kekurangan
dalam sisi reporting sehingga banyak revisi atas pelaporan
tersebut” – (IU2)
“Kalau metode yang kita laporkan dan yang kita gunakan adalah
apabila anda melihat anda laporkan. Berdasarkan observasi atau
juga patrol yg dilakukan. Karena kalau kita observasi berarti kan
keinginan kita atau tekad kita sedang mengawasi orang bekerja.
Sedangkan patrol adalah pada saat kita melakukan perlintasan atau
keliling untuk mengamati lingkungan kerja kita secara tidak
langsung kita mengamati ada sesuatu yg membahayakan dan near
miss. Itu bisa kita jadikan kategori yang lain. Karena observasi
adalah kita meniatkan diri, kita mengawasi orang lain. Kalau patroli
adalah pada saat kita patroli ternyata didalam patrol itu ada yg kita
ketemukan. Nah itu ada dua metode ya, satu metode observasi kedua
adalah metode patrol” – (IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa metode yang digunakan dalam sistem pelaporan
adalah berupa observasi di lapangan, reporting dan juga patroli. Hal
ini sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE engineer (informan
utama 4 dan 5) yang mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan
yang menyatakan bahwa :
110
“Metodenya sih yang saya alami selama 11 bulan disini komunikasi
ya. Nanti yang bikin datanya saya sendiri, kaya kecelakaan-
kecelakan diarea misalnya 101 gitu ya kan saya sendiri yang laporin
nanti, saya yang buat. Saya bikin investigasinya, saya bikin
rektifikasinya baru nanti kita laporlah ke SHE manager dan
masuklah nanti ke laporan bulanan, seperti itu” – (IU4)
“Melihat temuan di lapangan di foto trus di share dan dicatet. Untuk
laporannya saya yang buat, intinya sih melihat kemudian mencatat
dan melaporkan”– (IU5)
Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa metode yang
digunakan dalam sistem pelaporan adalah dengan melihat temuan,
melaporkan atau mengkomunikasikan. Hal ini sejalan dengan hasil
wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8) yang
melaksanakan pekerjaan di lapangan yang menyatakan bahwa :
“Yang pertama melihat ya memantau berkomunikasi dengan
supervisor atau pekerja trus kita catetin dan kita laporin”– (IU6)
“Kalo disini metode pelaporannya ya disini ada form. Sebenernya
prinsipnya sama antara di jalan ataupun di gedung contohnya dia
ditulis tanggal pokonya waktu tanggal kejadiannya, itu dimana
posisinya”– (IU7)
“Metodenya ya saya melihat di lapangan, saya foto untuk bukti lalu
saya melaporkan”– (IU8)
Pernyataan wawancara dari safety officer bahwa metode yang
digunakan dalam sistem pelaporan adalah dengan cara melihat,
memantau, mengkomunikasikan dan melaporkan. Hal ini sejalan
dengan hasil wawancara kepada informan kunci yang menyatakan
bahwa :
“Metode yang dilakukan adalah dengan observasi dan kemudian
membuat report yang akan di submit ke kami pihak konsultan” –
(IK)
111
Pernyataan wawancara dari konsultan tersebut (informan kunci)
bahwa metode yang digunakan dalam sistem pelaporan adalah dengan
cara observasi dan kemudian membuat report atau laporan. Hal ini
juga sejalan dengan hasil wawancara kepada informan pendukung
yang menyatakan bahwa :
“Ya caranya mungkin diberitahu dulu ke safety nanti safety
memberitahukan yang di lapangan itu kaya gimana baru pelaporan
ke atasannya safety dari safety ke bagian lainnya disosialisasikan” –
(IP1)
“Melihat atau observasi, mencatat kemudian memberikan solusi
dengan mengambil tindakan yang tepat di lapangan” – (IP2)
Jadi, komponen input berupa metode pelaporan yang dimiliki
perusahaan berdasarkan pernyataan wawancara dari semua informan
utama, informan pendukung dan informan kunci bahwa bentuk
metode yang digunakan dalam sistem pelaporan near miss, unsafe act,
dan unsafe condition adalah dengan cara melihat atau observasi,
memantau, mengkomunikasikan lalu membuat laporan.
C. Hasil Gambaran Tahap Proses dalam Sistem Pelaporan Near
Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016
Hasil ini merupakan gambaran pada tahap proses di dalam
penelitian untuk mengetahui sistem pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition. Informasi yang diperoleh untuk mengetahui gambaran
proses berdasarkan wawancara dengan sebelas informan yaitu dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan, melakukan observasi dan telaah
dokumen. Telaah dokumen yang dilakukan terhadap beberapa data dan
informasi diperoleh dari hasil laporan yang ada di perusahaan.
112
Komponen proses penelitian ini terdiri dari pelaksanaan pelaporan,
pemantauan pelaksanaan pelaporan dan evaluasi pelaksanaan pelaporan.
1. Pelaksanaan Pelaporan
Proses pelaksanaan ini terdiri dari sistem pelaporan perusahaan,
alur atau sistematika pelaporan, komitmen perusahaan atau top
manajemen terhadap sistem pelaporan, partisipasi petugas, amnesti
(reward & punishment), sumber dan penyebab kejadian near miss,
unsafe act dan unsafe condition.
a. Sistem Pelaporan Perusahaan
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi
SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) menyatakan bahwa :
“Sistem sudah baik namun orang-orangnya yang terkadang belum
sepenuhnya melaporkan” – (IU1)
“Form atau sistem ini sudah disosialisasikan akan tetapi masih
terdapat kekurangpahaman diantara officer dalam proses penulisan
dan penjabaran kejadian dan masih belum bisa mengkategorikan
kejadian ke dalam near miss, unsafe act, atau unsafe condition. Hal
ini juga mengakibatkan laporan jarang dibuat padahal
kenyataannya di proyek tidak mungkin tidak terjadi kejadian-
kejadian tersebut” – (IU2)
“Kalau diperusahaan ini bagus, pelaporan disini sudah bagus hanya
satu kekurangannya orang-orang yang terlibat mencari near miss itu
minim, satu. Kedua, harus disuruh-suruh. Ya near miss itu ga perlu
di training bisa dibaca baca diinternet segala macam” – (IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss,
unsafe act dan unsafe condition sudah baik dan bagus namun
kekurangannya hanya pada orang-orang yang terlibat dan
113
ketidakpahaman akan pelaporan tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil
wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang
menyatakan bahwa :
“Kalau sistem pelaporan yang kita lakuin sih terkait near miss dan
lain-lain itu udah jalan dan tapi kadang ya SO ngga ngelaporin”–
(IU5)
“Belum sama sekali berjalan dengan baik, kalau dari kemaren-
kemaren itu dalam arti udah ada, sistemnya sih udah ada cuman ya
gitu orang-orang kita ini ya kan reaktif harus dikasih tau gitu loh
baru bekerja”– (IU4)
Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa sistem
pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan unsafe
condition sudah ada dan sudah dilakukan hanya saja belum berjalan
dengan baik dan petugasnya masih reaktif dan tidak melapor. Hal ini
belum sejalan dengan hasil wawancara kepada safety officer
(informan utama 6-8) yang menyatakan bahwa :
“Sudah berjalan adapun safety yang sering melanggar”– (IU8)
“Sistem pelaporannya saya bilang tadi sudah berjalan sesuai
dengan form cuma yg amat saya sayangkan, saya juga pribadi
sendiri apa ya perlu disosialisasikan kembali lebih di detailkan lagi
kepada SO-SO nya agar pengertian near miss-nya aja dulu dasarnya
kan baru nanti dia kalau sudah mengerti apa itu near miss baru bisa
melaporkan gitu”– (IU7)
“Masih simpang siur masih belum jelas dan belum ada ketegasan
dari perusahaan baru-baru ini”– (IU6)
Pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 6)
bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan
unsafe condition masih belum jelas pernyataannya tidak sejalan
dengan pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 7
dan 8) bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe
114
act dan unsafe condition sudah berjalan hanya saja SO kurang
memahami dan yang sering melanggar. Hal ini sejalan dengan hasil
wawancara kepada informan pendukung yang menyatakan bahwa :
“Sistem sudah ada lumayanlah ya cuma masih banyak yang perlu
diperbaiki mungkin dari sumber daya manusianya”– (IP2)
“Ya kalau untuk sistem pelaporannya sudah baik tapi masih ada
yang kita kurang ketahui. Contohnya ada yang near miss kaya gini
jadi mereka yang tau itu near miss belum menerapkan. Sama teman-
temannya belum dikasih tau kadang mungkin atau lupa atau gimana
belum dan dianggap itu ah sepele, ah biarin ajalah kaya gitu”–
(IP1)
Pernyataan wawancara dari informan pendukung bahwa sistem
pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan unsafe
conditions sudah baik namun dari sumber daya manusianya yang
belum mengetahui. Hal ini belum sejalan dengan hasil wawancara
kepada informan kunci yang menyatakan bahwa :
“Belum baik. Mulai meeting kemaren saya marah-marahin itu
selama ini saya bikin bebas mereka ya setelah evaluasi 1 tahun
ternyata ya salah satu perangkat untuk mencabut sumber bahaya itu
kita harus menemukan sendiri bahaya itu dan membuangnya”– (IK)
Pernyataan wawancara dari informan kunci bahwa sistem
pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan unsafe
conditions belum baik setelah di evaluasi selama 1 tahun. Jadi
berdasarkan pernyataan-pernyataan wawancara dari kesebelas
informan tersebut yang sudah sejalan yaitu ada sembilan informan
diantaranya tujuh informan utama dan dua informan pendukung yang
menyatakan bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss,
unsafe act dan unsafe condition sudah baik namun sumber daya
manusianya yang belum mengetahui, sering melanggar dan tidak
115
melaporkan. Sedangkan yang belum sejalan yaitu dua informan yaitu
informan utama 6 dan informan kunci yang menyatakan bahwa sistem
pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan unsafe
condition masih belum baik dan belum jelas.
b. Alur atau Sistematika Pelaporan
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi
SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) menyatakan bahwa :
“Alur dari pelapor yang melihat kejadian, data awal diambil dia
langsung ke deputi dari deputi ke manajer dengan berikan laporan
primary jadi ya SO buat catatan trus dikumpulkan di admin lapor ke
deputi dan saya setelah itu saya komunikasikan ke manajemen”–
(IU1)
“Alurnya dari SO yang di lapangan mencatat trus mengumpulkan ke
admin saya ya SHE engineer lalu ke saya dan nanti ke manajer saya
baru ke top manajemen”– (IU2)
“Segala apa yang kita lakukan yang berkaitan dengan near miss
serta pelaporan di kumpulkan di dalam suatu ploting safety admin
kita, setelah itu diproses abis diproses di input datanya, diverifikasi
ulang kepada pelapornya. Kedua, kepada deputinya sendiri dan juga
manajernya sebelum itu dilaporkan setiap bulannya pada saat kita
monthly HSE meeting di konsultan”– (IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa alur atau sistematika pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition yaitu dari pelapor atau SO yang melihat
kejadian lalu deputi manajer setelah itu buat laporan ke admin di input
datanya diverfikasi ulang lalu diserahkan kembali kepada deputi
selanjutnnya diserahkan ke manajer lalu dikomunikasikan ke top
manajemen dan konsultan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara
116
dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang menyatakan
bahwa :
“Jadi, alurnya ke SO terus admin atau SHE engineer ke DSM. Yang
penting ke DSM”– (IU4)
“Sistem pelaporan kalau di dalam sistemnya pastinya yang mencatat
dan ke lapangan SO itu juga kerjasama sama pelaksana dan pekerja
di lapangan. Trus manajer dari safety nya sendiri trus biasanya
koordinator sampe ke project manager-nya juga melapor atau
minimal ke manager-manager setiap divisi apa yang ada di
lapangan orang yang di kantor juga tau”– (IU5)
Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa alur atau
sistematika pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition
yaitu dari SO bekerjasama dengan pelaksana dan pekerja di lokasi
kerja lalu ke admin setelah itu ke DSM ke manajer, dari manajer nanti
dilaporkan kepada PM atau minimal manajer divisi. Hal ini sejalan
dengan hasil wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8)
yang menyatakan bahwa :
“Laporannya dari safety ke lapangan kita supervisor atau engineer
trus dari mandoran yang kita ketahui terus kita lakuin semua selesai
trus kita laporin ke admin HSE trus ke deputi”– (IU6)
“Alurnya apabila menemukan sesuatu yang near miss unsafe act,
unsafe condition yang pertama sudah pasti SO dibekali yang
namanya form dia mengisi kemudian sesudah itu yang terkait
misalkan ada hubungan dengan leader misalkan mandor, ada
hubungannya misalnya dengan pelaksana ada hubungannya yang
terkait ya kita ada hubungannya gitu. “Kemudian setelah form itu
kita buat hari ini segera laporkan ke engineriing bahwa tadi ada
kejadian near miss, beritahu ke pelaksana, setelah itu langsung ke
pihak HSE departemen. Disini ada safety engineering sama deputi
nanti dari pihak engineering sama deputi di tindak lanjuti”– (IU7)
“Ya jadi kita melaporkannya dari pihak seumpamannya pasti yang
mengetahuinya pertama kali supervisor ya karena dia yang standby
disitu mengawasi pekerjaannya jadi dia yang lapor ke safety. Dari
safety ya kita menginfokan ke atasan kita ya ke deputy manager”–
(IU8)
117
Pernyataan wawancara dari ketiga safety officer (informan utama
6,7 dan 8) bahwa alur atau sistematika pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition yaitu dari SO menemukan kejadian
bekerjasama dengan pelaksana kemudian membuat catatan laporkan
ke admin dan deputi kemudian dikomunikasikan kembali pada orang
di lapangan untuk ditindaklanjuti temuannya. Hal ini sejalan dengan
hasil wawancara kepada informan pendukung 1 yang menyatakan
bahwa :
“Alurnya ya dari safety juga ya yang melakukan pelaporan. Kalau
menurut saya itu di lapangan ya pelaksana, pelaksananya itu lapor
ke safety dari safety lalu misalnya ke konstruksi atau ke safety baru
ke bagian-bagian lainnya”– (IP1)
Pernyataan wawancara dari informan pendukung bahwa alur atau
sistematika pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition
yaitu dari divisi safety bekerjasama dengan pelaksana yang melapor
kemudian kepada manajemen SHE dan ke bagian lainnya. Sedangkan
berdasarkan hasil wawancara kepada informan kunci dan informan
pendukung 2 menyatakan bahwa :
“Alur dan sistematikanya ini harus ada instruksi keras ya. Karena
saya bilang alurnya itu udah oke hanya mari mengajak semuanya
tim construction, karena yang melihat pekerjaan langsung itu tim
konstruksi bukan orang safety lalu mereka menganggapnya itu
tanggung jawab safety. Alur atau pelaksananya lah, konstruksilah
yang terlibat. Karena filosofinya orang safety kan hanya punya 4A
assist, analyses, audit, advise ya membantu memeriksa dan
menyelesaikan”– (IK)
“Hmm.. laporan ya? Gini kalau misalnya masalah pelaporan-
pelaporan itu saya bisa paparkan kalau orang Indonesia itu ya
paling alergi sama paperwork sama paperwork. Jadi mereka itu mau
apa-apa cepet jadi kalau dokumentasi itu ya alur dokumen itu entah
118
ngga aware, ngga tau apa pura-pura ngga tau. Dokumen pun ga
akan tercatat ngga akan rapih”– (IP2)
Pernyataan wawancara dari informan kunci bahwa alur atau
sistematika pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition
yaitu harus ada instruksi yang keras bahwa alurnya itu dari pelaksana
pihak konstruksi dulu yang terlibat, SHE hanya membantu memeriksa
dan menyelesaikan. Sedangkan pernyataan wawancara dari informan
pendukung 2 bahwa alur atau sistematika pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition yaitu bahwa petugas tidak peduli, tidak
mengetahui dan tidak akan mencatat dokumen apapun.
Jadi berdasarkan pernyataan-pernyataan wawancara dari
kesebelas informan tersebut yang sudah sejalan yaitu ada sembilan
informan diantaranya delapan informan utama dan satu informan
pendukung yang menyatakan alur atau sistematika pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu alurnya dari petugas yang
melihat bekerjasama dengan pelaksana konstruksi lalu di kumpulkan
ke admin untuk di input datanya setelah itu ke deputi dari deputi ke
manajer SHE lalu ke manajemen lainnya dan kembali ke divisi
konstruksi untuk ditindaklanjuti temuannya. Sedangkan yang belum
sejalan yaitu dua informan yaitu informan kunci dan informan
pendukung pernyataannya yaitu sesuai dengan penjelasan sebelumnya
terkait pernyataan informan kunci dan informan pendukung 2.
119
c. Komitmen Perusahaan atau Top Manajemen
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi
SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) menyatakan bahwa :
“Komitmen dari top manajemen sangat mendukung divisi kita
selama ini. TWJO tingkat kepeduliannya lumayan tinggi, komit. Tapi
saya melihat lebih kepada ketakutan saja terkadang”– (IU1)
“Komitmen perusahaan sudah mendukung namun mungkin
komunikasinya yang masih kurang lancar”– (IU2)
“Semua pihak TWJO sudah berkomitmen terhadap keselamatan.
Karena suatu komitmen kebijakan tentang K3 itu dipicu oleh atau
dimulai dari pimpinannya sendiri berikut kepada para pekerja
dilokasi. Karena konsern kita cuma satu bagaimana mencapai hari-
hari kerja kita tanpa kecelakaan atau tanpa tetes darah dilokasi”–
(IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa komitmen perusahaan terhadap sistem pelaporan
sudah sangat mendukung, tingkat kepeduliannya lumayan tinggi,
berkomitmen terhadap keselamatan hanya komunikasinya yang masih
terhambat. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE
engineer (informan utama 4 dan 5) yang menyatakan bahwa :
“Komitmen ya seperti itu sebenernya dukungan ada dukungan
dalam arti hanya omongan ya saya bisa bilang begitu…..sejauh ini
pelaporan gitu-gitu sih bagus didukung sama manajemen cuman
pelaksanaannya masih proses dalam arti tidak langsung di action”–
(IU4)
“Kalau manajemen komitmennya cukup bagus karena dari
punishment mereka dukung, apapun program kita di dukung. Kalau
misalnya safety management menemukan hal-hal yang tidak aman
paling engga ngelapor atau share di grup. Jadi bener-bener
manajemen itu komitmen sama apa program safety yang udah kita
lakuin”– (IU5)
120
Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa komitmen
perusahaan terhadap sistem pelaporan sudah ada dukungan yang
bagus untuk pelaporan, sudah berkomitmen terhadap program-
program SHE yang sudah berjalan. Hal ini juga sejalan dengan hasil
wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8) yang
menyatakan bahwa :
“Kalau dari atas itu sih kalau buat saya ibarat kata belum terlalu
profesional lah dalam arti masih antara iya dan tidak” – (IU6)
“Komitmennya yang pasti ceritanya K3 dijunjung tinggi itu udah
pasti” – (IU7)
“Oh setau saja disini manajemen selalu mengutamakan K3 ya tidak
pernah bertentangan…..Ya mendukung full sekali kalo disini” –
(IU8)
Pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 6)
bahwa komitmen perusahaan terhadap sistem pelaporan masih belum
terlalu profesional tidak sejalan dengan pernyataan wawancara dari
safety officer (informan utama 7 dan 8) bahwa komitmen perusahaan
terhadap sistem pelaporan sudah dijunjung tinggi, mengutamakan dan
mendukung secara penuh K3. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara
kepada informan pendukung 1 yang menyatakan bahwa :
“Komitmennya baik, perusahaan sangat mendukung K3 disini. Dari
atasan sampe ke lapangan itu komitmennya sama” – (IP1)
Pernyataan wawancara informan pendukung 1 sejalan dengan
pernyataan wawancara safety officer (informan utama 7 dan 8) bahwa
komitmen perusahaan terhadap sistem pelaporan itu baik dan sangat
mendukung K3. Hal ini belum sejalan dengan pernyataan wawancara
121
dari informan kunci dan informan pendukung 2 yang menyatakan
bahwa :
“Mereka takut mereka nganggap bahwasanya itu menjadi leading
indicator atau key performance indeksnya sementara kalau leading
indicator untuk menentukan key performance itu semakin banyak
near miss itu semakin menentukan” – (IK)
“Sebatas ditegor, kalau ngga ditegor ya engga” – (IP2)
Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan
pendukung 2 belum sejalan dengan pernyataan-pernyataan
wawancara sebelumnya bahwa komitmen perusahaan terhadap sistem
pelaporan sebatas peneguran dan top manajemen masih takut karena
mengganggap pelaporan near miss sebagai leading indicator. Jadi
berdasarkan pernyataan-pernyataan wawancara dari kesebelas
informan tersebut yang sudah sejalan yaitu ada delapan informan
diantaranya tujuh informan dan satu informan pendukung yang
menyatakan bahwa komitmen sudah sangat baik dan mendukung
penuh divisi SHE. Sedangkan tiga informan diantaranya belum
sejalan yang menyatakan bahwa masih ada ketakutan manajemen
terhadap pelaporan dan masih sebatas teguran saja.
d. Partisipasi Petugas
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi
SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) menyatakan bahwa :
“Kalau near miss laporan dasar aja yang dilakukan tapi ya gitu SO
ada yang lapor ada juga yang engga jadi partisipasi masih reaktif
sifatnya”– (IU1)
122
“SO itu masih perlu diarahkan, diingatkan dan dikasih tau karena
mereka kadang ngga inisiatif sama pekerjaannya. Kadang juga tetep
aja begitu udah dikasih tau dan sering diingatkan masih suka lupa
tapi sedikit-dikit mereka akan ngerti kok sama yang mereka
kerjain”– (IU2)
“Iya sebagai tolak ukur saja, SO itu belum tentu tau apa itu near
miss. Seorang manajer divisi belum tentu tau apa near miss, Karena
mereka tidak pada jurusan yang mereka kembangkan gituloh,
mereka pikir itu adalah hanya urusan K3. Terus terang kalau disini
sifatnya masih reaktif”– (IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa partisipasi dari petugas yang terlibat dalam
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu ada yang
tidak dan ada yang melakukan pelaporan, tidak inisiatif, perlu
diarahkan, diberi tahu dan diingatkan. Hal ini sejalan dengan hasil
wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang
menyatakan bahwa :
“Partisipasinya kalau yang di lapangan mereka sih konstribusinya
cukup bagus ya cuman itu pokonya kalau udah di lapangan tuh
yaudah gitu kalo untuk pencatatan itu biasanya pada males.Cuman
kayanya kalau untuk pelaporan ya gitu kita udah kasih formnya
kadang ga dikumpulin. Ada yang ngelaporin tapi banyaknya
engga”– (IU5)
“Reaktif, kalau ngga dikasih tau yaudah cuma liat-liat gitu, ngga
ada solusinya apa yang buat disini banyak jadi temuan yang unsafe
condition, unsafe action dan near miss di lapangan gitu. Harus
dikasih tau ini loh ini ada temuan ya, gitu. Harus dikasih tau baru
mereka kerjakan. Ya itu berarti yang harus perlu skill dalam arti
pelatihan-pelatihan”– (IU4)
Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa partisipasi dari
petugas yang terlibat dalam pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition yaitu kontribusinya cukup bagus ada yang
melaporkan namun banyak yang tidak melaporkan, malas dan reaktif.
123
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara kepada safety officer
(informan utama 6-8) yang menyatakan bahwa :
“Kalau untuk mengumpulkan data partisipasi mereka kurang
tanggap, ngga proaktif dikasih tau baru dilaksanain”– (IU6)
”Partisipasinya ya mungkin rani bisa liat sendiri individualismenya
ya kan sebetulnya itu bisa diwujudkan dengan komunikasi.
Partisipasinya itu ya saya bilang tadi dengan komunikasi ya kan
udah pasti komunikasi”– (IU7)
“Untuk sejauh ini partisipasi dari SO ya itu sangat care sangat
perduli untuk mengenai near miss, unsafe act, unsafe conditon ya
untuk pelaporan data memang kita melaporkan data ya tiap hari
juga laporan harian, trus laporan bulanan, karena kita audit ya 3
bulan sekali”– (IU8)
Pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 6, dan
7) bahwa partisipasi dari petugas yang terlibat dalam pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu kurang tanggap dan tidak
proaktif dan kurang komunikasi namun hal ini belum sejalan dengan
pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 8) bahwa
partisipasi dari petugas yang terlibat dalam pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition yaitu sangat peduli dan setiap hari
melaporkan data. Berdasarkan hasil wawancara kepada informan
pendukung dan informan kunci menyatakan bahwa :
“Belum maksimal, belum. Karena menimbulkan kesadaran orang
tuh susah, karena pelaksana atau enjiner maupun kontruktor. Kalau
mereka sih oke, kalau orang safety nya ya instruksi saya diikutin”–
(IK)
“Kalau partisipasi SO ya SO tetap melaksanakan tugasnya
dilapangan Cuma terkadang SO masih sulit untuk bertindak
sendiri”– (IP1)
“SO itu kalau menurut saya masih banyak yang perlu di perbaiki.
SO itu bukan cuma mencatat tapi juga mencegah di lapangan”–
(IP2)
124
Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan
pendukung bahwa partisipasi dari petugas yang terlibat dalam
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu belum
maksimal, sulit untuk bertindak sendiri dan banyak yang perlu
diperbaiki. Jadi berdasarkan pernyataan-pernyataan wawancara dari
kesebelas informan tersebut yang sudah sejalan yaitu ada sepuluh
informan diantaranya tujuh informan utama, satu informan kunci dan
dua informan pendukung yang menyatakan bahwa partisipasi dari
petugas yang terlibat dalam pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition yaitu belum maksimal dalam pelaporan banyak yang
tidak melaporkan, reaktif, perlu diarahkan, diberi tahu dan diingatkan.
Sedangkan yang belum sejalan yaitu informan utama 8 yang
menyatakan bahwa partisipasi yang terlibat dalam pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe condition sangatlah peduli dalam
melaporkan data setiap hari.
e. Amnesti (Reward and Punishment)
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi
SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) menyatakan bahwa :
“….punishment and reward ini sebenernya adalah wujud dari bukan
kejengkelan maaf tapi dari tanggung jawab kami kepada temen-
temen untuk keselamatan mereka…Dendanya beda-beda, tapi cukup
membuat jera, nanti bulan depan ada pemotongan” – (IU1)
“Jadi seperti sekarang ini kan lagi di dengung-dengungkan masalah
reward dan punishment. Dulunya memang ini tidak ada tanggal 15
april kemaren kita launching masalah reward dan
punishment….Untuk itu, untuk menertibkannya maka dibuatlah
125
reward & punishment, punishment berupa denda, denda yang di
terapkan apabila seseorang atau pekerja yang berada di TWJO baik
TWJO sendiri, subkontraktornya, daily worker-nya yang tidak
memakai APD akan ditindak tegas dan pemberian denda sesuai
dengan item pelanggaran yang dia dilakukan” – (IU3)
“Sanksi administrasi berupa teguran ran awalnya kemudian kalau
untuk sekarang ini sudah mulai berlaku denda sesuai jabatan
pekerjaannya yang nanti akan dipotong gaji pada saat gajian. Kalau
reward dari perusahaan sih ngga ada tapi biasanya saya inisiatif
dengan ngasih pin K3 gitu” – (IU2)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa kebijakan reward and punishment baru saat ini
diberlakukan oleh perusahaan, punishment yang berupa sanksi
teguran, denda-denda berupa pemotongan gaji sesuai dengan
tingkatan pekerjaan. Sedangkan pernyataan wawancara informan
utama 2 menyatakan reward nya belum ada atau biasanya ada karena
inisiatif dari divisi SHE sendiri. Hal ini sejalan dengan hasil
wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang
mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan yang menyatakan
bahwa :
“Belum ada sama sekali…. Dalam arti ini kan baru sebulan
punishment ini, bentuk punishment itu kan pelanggaran. Kalau
reward kan kita belum, dalam artikan 10 bulan ini kan belum ada
baru akhir-akhir ini juga punishment diberlakukan” – (IU4)
“Reward ngga ada. Kalau punishment baru mulai berjalan bulan
ini. Kalau sistem udah berjalan jadi siapa aja yang melihat keadaan
tidak aman ataupun lebih ke APD, bisa difoto, dicatet namanya dan
dilaporkan ke tim safety nanti tim safety yang melapor ke
manajemen bahwa pelanggaran tersebut ada dendanya. Dari
mandor-mandornya ya nanti ada pemotongan gaji dari punishment
mereka” – (IU5)
Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa kebijakan
reward and punishment baru sebulan ini atau akhir-akhir ini
126
diberlakukan oleh perusahaan, punishment yang pemotongan gaji
sesuai dengan tingkatan pekerjaan sedangkan untuk reward nya
belum ada. Hal ini juga sejalan dengan hasil wawancara kepada safety
officer (informan utama 6-8) yang menyatakan bahwa :
“Kalau untuk sanksi kita berbentuk administrasi ya. Cuma sanksi
administrasi ya. Kalau reward belum ada” – (IU6)
“Kita kalau untuk punishment yaitu memberikan dimana ada pekerja
melanggar otomatis kita memberikan sanksi pelanggaran ya
hukuman dimana kita sudah terapkan bahwa setiap orang kita
jumpai tidak memakai APD untuk data kita foto dan diakhir gajinya
kita potong opname dengan kata per itemnya ya misalnya helm 50
ribu, dua item ya 100 ribu, tiga item ya 150 ribu dan itupun sesuai
dari jabatannya.” – (IU8)
“Oh sanksi apabila kaitannya tentang tidak membuat laporan ya kan
saya baru ya disini kalau saya liat ya jadi saya belum tau” – (IU7)
Pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 7)
bahwa dia belum mengetahui kebijakan reward and punishment
dikarenakan baru bekerja di TWJO. Sedangkan pernyataan
wawancara dari safety officer (informan utama 6 dan 8) bahwa
kebijakan reward and punishment yang diberlakukan oleh
perusahaan, punishment yang berupa sanksi administrasi, sanksi
pelanggaran pemotongan gaji sesuai dengan tingkatan pekerjaan
apabila tidak menggunakan APD sedangkan untuk reward nya belum
ada dari perusahaan tapi secara pribadi dari SO. Sedangkan
berdasarkan hasil wawancara kepada informan kunci dan informan
pendukung yang menyatakan bahwa :
“Setau saya baru-baru ini diterapkan kebijakan, punishment yang
berupa denda pada setiap level pekerjaan di TWJO. Kalau reward
sih disini belum ada”– (IP1)
127
“Reward dan punishment sampe sekarang kita belum ada terima,
karena kemarin kita minta supaya bikin program yang harus di
submit dan di tanda tangani orang yang paling tinggi artinya PM,
safety manager untuk bisa di implementasi. Kalau saat ini yang saya
tagih adalah reward dan punishment, safety bisa berjalan kalau
begini”– (IK)
”Hmmm…kalau misalnya hasil diskusi aku juga ya hasil diskusi
misalnya reward dan punishment ke personil itu gampang diakalin.
Misalnya nanti si pengawas, eh lu peringatan pertama, peringatan
pertama, peringatan pertama lagi jadi peringatan pertama itu bisa
50 kali… Jadi sanksi teguran, cuma sanksi tegurannya itu ya gitu-
gitu aja. Disini masih berupa sanksi teguran individu. Apalagi
reward, gaji disini aja suka telat”– (IP2)
Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan
pendukung sejalan dengan pernyataan-pernyataan wawancara
sebelumnya bahwa kebijakan reward and punishment yang
diberlakukan oleh perusahaan baru ditandatangi kebijakannya oleh
PM perusahaan dan baru-baru ini diterapkan. Punishment yang berupa
sanksi teguran dan denda pada setiap level pekerjaan sedangkan untuk
reward di perusahaan belum ada.
Pernyataan-pernyataan wawancara dari kesebelas informan
tersebut sudah sejalan yang menyatakan bahwa kebijakan reward and
punishment yang diberlakukan oleh perusahaan baru diterapkan
berupa sanksi teguran, administrasi dan denda berupa pemotongan
gaji pada setiap level pekerjaan. Namun kebijakan reward and
punishment yang diberlakukan oleh perusahaan hanya berfokus untuk
mendisiplinkan para pekerja dalam pengunaan APD bukan untuk
kegiatan pelaporan. Berikut ini adalah dokumen perusahaan mengenai
kebijakan reward and punishment yaitu dokumen kebijakan terhadap
pelanggaran disiplin pemakaian alat pelindung diri (Gambar 5.12) :
128
Gambar 5.12 Kebijakan Terhadap Pelanggaran Disiplin Pemakaian Alat Pelindung
Diri
Jadi, komponen proses berupa amnesti perusahaan yang
berkaitan dengan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition diketahui bahwa perusahaan tidak memiliki amnesti berupa
reward and punishment untuk sistem pelaporan. Perusahaan hanya
memiliki punishment terhadap pelanggaran kedisiplinan pemakaian
APD untuk para pekerja berupa sanksi teguran dan pemotongan gaji
serta perusahaan tidak memiliki reward. Hal ini sejalan pernyataan-
pernyataan wawancara dari informan.
129
f. Sumber dan Penyebab Kejadian Near Miss
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi
SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) menyatakan bahwa :
“Kalau saya lebih banyak kepada perilaku orang itu sendiri dia
tidak memahami cara kerja yang benar karena tau sendirilah SDM
kita seperti ini rendah…”– (IU1)
“Kebanyakan ya unsafe act. Ya itu perilaku manusianya sendiri,
perilaku manusia ya pekerja seperti penggunaan APD ran”– (IU1)
“Sejauh ini adalah human behavior dimana human awareness atau
tingkat kepedulian orang tidak ada, kurang, trus tadi saya bilang itu
manusia. Semua kejadian ini berasal dari manusia ada manusia
yang suka lupa, ada manusia yang suka lalai, ada manusia yang
sangat pintar”– (IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa sumber dan kejadian near miss yaitu berasal dari
perilaku manusianya dimana tingkat kepeduliannya kurang atau tidak
ada. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE engineer
(informan utama 4 dan 5) yang menyatakan bahwa :
“Orangnya sendiri dalam arti pekerjanya sendiri. Ya human error
bukan human orror ya tapi error”– (IU4)
“Habit. Unsafe act, perilaku dari si pekerjanya sendiri banyak
banget misalnya contoh APD, house keeping nya terus tata tertib
yang ngga dilakuin ya paling banyak itu APD”– (IU5)
Pernyataan wawancara dari SHE engineer sumber dan kejadian
near miss yaitu berasal dari kesalahan manusia dan perilaku
manusianya misalnya dalam permasalahan penggunaan APD dan
yang kedua adalah housekeeping. Hal ini sejalan dengan hasil
130
wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8) yang
menyatakan bahwa :
“Sumbernya pertama dari prosedur, kedua kelalaian, ketiga
mengabaikan dari prosedur perusahaan”– (IU6)
“Paling banyak yang perilaku kalau menurut saya”– (IU7)
“Pertama ya itu unsafe act dan kedua unsafe condition. Ya human
error atau kesalahan manusianya itu sendiri berupa kadang dia”–
(IU8)
Pernyataan wawancara dari ketiga safety officer sumber dan
kejadian near miss yaitu berasal dari perilaku, kesalahan, kelalaian
manusianya dan yang kedua adalah kondisi tidak aman. Hal ini
sejalan dengan hasil wawancara informan kunci dan informan
pendukung yang menyatakan bahwa :
“Kelalaian. kelalaian manusia itu penyebab yg paling banyak”–
(IK)
„Menurut saya sih perilaku pekerjanya kedua yang lingkungan
kerjanya ”– (IP1)
“Paling banyak behavior setau saya yang kaya misalnya pekerja
ngga pake body harness dan segala macem itu”– (IP2)
Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan
pendukung sumber dan kejadian near miss yaitu berasal dari kelalaian
dan perilaku pekerja kedua lingkungan kerjanya. Jadi, pernyataan-
pernyataan wawancara dari kesebelas informan sudah sejalan bahwa
sumber dan kejadian near miss yaitu berasal dari kelalaian, kesalahan
dan perilaku manusia atau pekerjanya, serta yang kedua yaitu kondisi
tidak aman di lingkungan kerjanya.
131
Jadi di dalam tahap proses, pelaksanaan pelaporan berdasarkan
pernyataan wawancara yaitu terdapat sistem pelaporan yang baik
namun petugas yang terlibat dalam pelaporan belum maksimal,
banyak yang tidak melaporkan, reaktif, perlu diarahkan, diberi tahu
dan diingatkan. Dimana alur dari sistem pelaporan itu dimulai dari
petugas yang melihat bekerjasama dengan pelaksana konstruksi lalu
di kumpulkan ke admin untuk di input datanya setelah itu ke deputi
dari deputi ke manajer SHE lalu ke manajemen lainnya dan kembali
ke divisi konstruksi untuk ditindaklanjuti temuannya.
Temuan sumber dan kejadian near miss dalam pelaksanaannya
berasal dari kelalaian, kesalahan dan perilaku manusia atau
pekerjanya, serta yang kedua yaitu kondisi tidak aman di lingkungan
kerjanya. Sedangkan komitmen dari manajemen perusahaan
mendukung penuh divisi SHE namun terkadang masih juga terdapat
ketakutan manajemen dan untuk kebijakan reward and punishment
yang diberlakukan oleh perusahaan baru diterapkan berupa sanksi
teguran, administrasi dan denda berupa pemotongan gaji pada setiap
level pekerjaan.
2. Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan
Berikut ini adalah proses pemantauan pelaksanaan terhadap
sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE
TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) menyatakan bahwa :
132
“Bentuk pemantauan setiap kejadian seperti apapun, PM memonitor
langsung Tanya kejadian ke saya. PM, konstruksi manajer dan saya
koordinasi membuat laporan dasar serta memantau laporan itu” –
(IU1)
“Kalau saya dipantau oleh SHE manager. Pemantauan dokumen
dan dilapangan juga dari konsultan sama owner kita MRT. Kalau
dari top manajemen kita ya PM” – (IU2)
“Ok. kalau pelaksanaannya, itu selalu dikontrol maka ya gunanya
ada divisi K3 itu gunanya mengontrol. Karena disini sifatnya masih
reaktif, pemantauan itu harus dilaksanakan setelah ada temuan dari
konsultan ataupun dari MRT dari inspeksi yang mereka lakukan.
Jadi tidak ada yang sifatnya proaktif. Karena untuk penanggulangan
near miss dituntut manajemen yang proaktif. Baik melapor juga
sistem pelaporannya” – (IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa pemantauan yang dilakukan yaitu berupa inspeksi
yang dilakukan oleh konsultan, MRT dan top manajemen yaitu PM
dan oleh divisi SHE. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan
SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang mengumpulkan,
mengolah dan membuat laporan yang menyatakan bahwa :
“Pemantauan pelaporan-pelaporannya itu gimana ya, contohnya ya
gitu sih pelaporannya langsung manajemen tapi tetep lapor. Mereka
ngeliat dalam arti mantaunya ngga terlalu fokus gitu sebenernya sih
karna kita pake konsultan, konsultan yang mantau jadi nanti mereka
yang di calling kaya top management-nya. Kok bisa ada
kecelakaan? kok bisa sih ada ini dan ini, gitu. Pokoknya top
management-nya yang langsung memantau gitu” – (IU4)
“Pemantauan dari manajemen paling ya dengan koordinasi kalau
meeting-meeting kecil biasanya sih kumpul-kumpul manajemen.
Kalau kaya konstruksi biasa minimal supervisor itu pasti ikut
toolbox mereka menjelaskan kegiatan mereka. Tim safety juga
menjelaskan pengawasan dan tindakan pencegahan kecelakaannya,
minimal ya tim safety dan konstruksi di lapangan karena kan yang
menjalankan di lapangan konstruksi” – (IU5)
Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa pemantauan
dilakukan oleh langsung oleh top manajemen, konsultan dan tim SHE.
133
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara kepada safety officer
(informan utama 6-8) yang melaksanakan pekerjaan di lapangan yang
menyatakan bahwa :
“Menurut saya mereka kurang pro aktif ya dalam memantau.
Mereka mantaunya jarang-jarang sih selama ini dan semua terlibat
dalam memantau ya safety bisa pelaksana, engineer, medis sama
admin” – (IU6)
“Pemantauan ya biasanya kami dipantau langsung oleh atasan-
atasan atau manajemen baik yang di lapangan maupun kantor” –
(IU7)
“Pemantauannya secara langsung dari pihak konstruksi kita itu
kadang menegur langsung ke piimpinan kita, safety nya yang kurang
proaktif. Yang memantau ke kita itu manajer konstruksi langsung
baik di 101 maupun 102. Site manajer istilahnya dari supervisor
engineering konstruksi. Konsultan dari owner itu melihat nilainya
kan contohnya mereka melihat kalau kebersihan kita itu kurang
bagus jadi K3 nya yang menjadi sorotan utama. Materialnya
berserakan pasti yang disorot K3 nya. Kondisi yg tidak aman juga
gitu” – (IU8)
Pernyataan wawancara dari safety officer bahwa pemantauan
yang dilakukan oleh semua yang terlibat dalam pekerjaan, top
manajemen dan divisi konstruksi yang berada di lokasi kerja. Hal ini
sejalan dengan hasil wawancara kepada informan pendukung yang
menyatakan bahwa:
“Yang memantau itu kan orang tertinggi dikantorlah datang turun
ke lapangan melihat sejauh mana yang dilakukan oleh orang-orang
disini. Bagian-bagian manajer konstruksi memantau sejauh mana
sih yang dilakukan orang-orang ini, dilakukan ngga. Yang saya lihat
sih dilakukan biarpun kaya gini masih banyak yang kurangnya” –
(IP1)
Teguran dari JMCMC. Konsultan negor nih, tau-tau PM dapet email
dari pak konsultan dan pihak Jepang lainnya juga dapet email. Tau-
tau dari atas grasak grusuk ke SHE manager certify this, please
certify this certify that semuanya” – (IP2)
134
Pernyataan wawancara dari informan pendukung diatas bahwa
pemantauan yang dilakukan oleh manajemen tertinggi dan oleh
konsultan JMCMC. Hal ini belum sejalan dengan hasil wawancara
kepada informan kunci yang menyatakan bahwa :
“Ya itu dari level yang dari bawah kalau pelaporan. Karena level
dari bawah itu yang ininya dengan monitoring sistem dari top
maupun dari orang safety nya sendiri rasa care nya itu harus tinggi.
Kalau di TWJO belum, bentuk pemantauannya masih abu-abu belum
jelas” – (IK)
Pernyataan wawancara dari konsultan tersebut (informan kunci)
bahwa pemantauan yang dilakukan masih abu-abu belum jelas. Jadi,
berdasarkan pernyataan wawancara semua informan utama sudah
sejalan dengan pernyataan wawancara dari informan pendukung
bahwa bentuk pemantauan yang dilakukan adalah dengan melakukan
inspeksi saat turun ke lapangan oleh top manajemen, konsultan dan
owner. Namun belum sejalan dengan pernyataan wawancara dari
informan kunci yaitu konsultan JMCMC yang menyatakan bahwa
bentuk pemantauan perusahaan masih belum jelas.
Jadi di dalam tahap proses, bentuk pemantauan pelaksanaan
pelaporan berdasarkan pernyataan wawancara berupa inspeksi yang
dilakukan oleh top manajemen, konsultan dan owner. Hal ini
didukung berdasarkan hasil telaah dokumen sejalan bahwa
pemantauan dilakukan dengan melakukan inspeksi untuk mencari
temuan di lapangan. Setelah selesai melakukan site inspection,
konsultan akan mengirimkan hasil temuannya dalam berupa gambar
sebagai berikut (Gambar 5.13) :
135
Gambar 5.13 Foto Site Inspection dari JMCMC
3. Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan
Berikut ini adalah tahap proses berupa evaluasi pelaksanaan
terhadap sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE
TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) menyatakan bahwa :
“Jadi top manajemen kita membahasnya di rapat mingguan disitu
setiap hari selasa yang dibahas selain K3 juga kadang masalah
kecelakaan kerja apa sih penyebabnya, biasanya saya presentasi
dulu. Karena nanti saya harus menjelaskan di rapat bersama owner
TWJO kenapa bisa gitu”– (IU1)
“Evaluasi kita ya dari meeting kita yang seringkali membahas
temuan. Di meeting mingguan, bulanan di perusahaan maupun di
konsultan JMCMC”– (IU2)
136
“Evaluasi dilakukan pada divisi safety tidak ada dalam manajemen.
Evaluasi K3, di evaluasi di-review berdasarkan laporan bulanan”–
(IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan adalah mengadakan rapat
mingguan atau weekly meeting, rapat bulanan bersama owner maupun
konsultan JMCMC yang biasanya membahas temuan dan mereview
laporan bulanan divisi SHE. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara
dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang mengumpulkan,
mengolah dan membuat laporan yang menyatakan bahwa :
“Evaluasinya ya? Ya susah sih di bilang buat evaluasi, disini kan
yang saya liat ya ada yang mikir dia punya istri ah kasian di
evaluasi. Orang-orangnya sering gitu, ya kan tapi di satu sisi kita di
kejar progres di satu sisi lagi kita dikejar atasan ya kan jadi ya
evaluasi kita step by step aja. Ya evaluasinya sih paling di audit ya
jadi kita harus di audit semuanya”– (IU4)
“Evaluasi yang dilakuin itu dari rapat bulanan ke konsultan. Kita
juga rapat mingguan dan kalau ada masalah yang urgent atau apa
biasanya kan internal atau eksternal meeting misalnya dengan
pekerjaannya subkon”– (IU5)
Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa evaluasi yang
dilakukan dirapat mingguan dan bulanan dengan baik dengan internal
perusahaan atau dengan konsultan serta diaudit. Hal ini sejalan
dengan hasil wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8)
yang melaksanakan pekerjaan di lapangan yang menyatakan bahwa :
“Ya jadi untuk evaluasinya berbentuk weekly meeting atau meeting-
meeting nya SHE. Terkait tentang temuan untuk K3 dan sistem
pekerja dan ada solusi dari temuan” – (IU6)
“Biasanya kita ada weekly meeting yang membahas temuan-temuan
di lapangan” – (IU7)
137
“Evaluasi dari manajer safety itu memang seminggu sekali itu kita
evaluasi ya dari pak manajer, deputi 101 dan 102 dimana dari lokasi
kita yang istilahnya sangat riskan sangat kritikal mereka istilahnya
selalu mengkomplain dari kebersihan keselamatan dan mereka
selalu menyampaikan ke kita agar lebih memperbaiki. Kalaupun itu
memang istilahnya sangat kuranglah itu biasanya di lapangan
langsung ataupun juga kita dengan weekly meeting setiap jumat” –
(IU8)
Pernyataan wawancara dari safety officer bahwa evaluasi yang
dilakukan adalah membahas temuan di weekly meeting atau meeting
lainnya atau biasanya evaluasi bisa dilakukan saat dilapangan. Hal ini
juga sejalan dengan hasil wawancara kepada informan pendukung
yang menyatakan bahwa :
“Ya ada bukti pelaporan baru bisa di evaluasi. Jadi harus kita tulis
di record gitu. Jadi tuh setiap bulannya harus dilaporin ke kantor ya
atau dibahas di meeting mingguan dan bulanan” – (IP1)
“Bukan berat sih pertanyaannya sebenernya miris sih jawabannya.
Sebenernya gampang sih cuma bikin geleng-geleng kepala. Gimana
ya evaluasinya di meeting. Kita rapat dengan konsultaan itu pasti
ada dan rutin. Ada HSE monthly meeting, weekly meeting, HSE
meeting, HSE itu akan dibahas terus disitu cuman ya itu masalahnya
temuannya akan itu-itu lagi. Temuan itu bisa ditemukan 10 kali
dalam sebulan, misal pager. Pager itu lagi itu lagi yang dibahas” –
(IP2)
Pernyataan wawancara dari kedua informan pendukung bahwa
evaluasi dapat dilakukan pada meeting mingguan atau meeting
monthly meeting, HSE meeting,lainnya membahas temuan-temuan
dan biasanya temuan yang sama akan dibahas. Hal ini belum sejalan
dengan hasil wawancara dengan konsultan (informan kunci) yang
biasanya memantau dan mengevaluasi hasil temuan perusahaan yang
menyatakan bahwa :
“Evaluasinya sementara ini masih belum ada yang saya evaluasi
hanya sementara ini jelas mereka cenderung di cambuk dulu baru
138
jalan, masih manajemen paku harus di martil dulu baru jalan,
sementara manajemen safety itukan dari bawah keatas kalau dari
atas kebawah udah berbeda itu pengawasan. Sementara
pelaksanaan itu dari bawah ke atas kalau pengawasan dari atas ke
bawah” – (IK)
Pernyataan wawancara dari informan kunci diatas bahwa
evaluasi sementara masih belum ada namun saat ini upaya yang
dilakukan konsultan untuk evaluasi adalah harus menegur dulu
manajemen baru melaksanakan evaluasi. Jadi, untuk evaluasi
pernyataan wawancara dari informan utama dan informan pendukung
sudah sejalan mengenai evaluasi yang biasanya dilakukan adalah pada
rapat mingguan, rapat bulanan, rapat lain SHE dengan membahas
temuan-temuan dan didukung dengan hasil observasi yang dilakukan
hanya saja yang belum sejalan adalah pernyataan dari konsultan
bahwa sementara belum ada evaluasi namun upaya konsultan adalah
menegur kepada manajemen perusahaan untuk dievaluasi.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan bahwa evaluasi yang
sudah dilakukan oleh informan utama dan pendukung diperusahaan
saat ini adalah berupa rapat mingguan SHE dan rapat lainnya dengan
divisi konstruksi dan subkontraktor (Gambar 5.14) yaitu sebagai
berikut :
139
Gambar 5.14 Weekly meeting SHE with Construction and Subcontractor
Adapun terdapat hambatan di dalam sistem pelaporan,
berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE
TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) menyatakan bahwa :
“Hambatan ya kadang komunikasi dan kompetensi dari personil kita
yang masih kurang itu aja sehingga komunikasi ngga lancar atau
terhambat” – (IU1)
“Hambatan paling dari SO yang kompetensinya masih kurang dan
terkadang ngga mencatat atau melaporkan near miss, unsafe act dan
unsafe condition” – (IU2)
“Hambatan-hambatan kita adalah datang dari diri kita sendiri.
Maksudnya, hambatan itu terjadi karena tidak adanya pengertian
satu dengan yang lain terhadap visi dan misi K3 awal, tak ada. Jadi
kita bertindak sendiri, K3 lapor, K3 meeting dengan pak konsultan,
yaudah sampai disitu” – (IU3)
Pernyataan wawancara dari pihak manajemen divisi SHE diatas
yang bertugas mengawasi dan memantau berjalannya sistem di
perusahaan mengenai hambatan yang dirasakan dalam sistem
140
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu berkaitan
dengan individunya, komunikasi dan kompetensi K3 nya dari petugas
yang melaksanakan sistem pelaporan. Hal ini sejalan dengan
pernyataan dari pihak konsultan (informan kunci) dan divisi lain yaitu
QA (informan pendukung 1) yang menyatakan bahwa :
“Kurangnya pengetahuan jadi susah untuk menerapkan, itu dari
eksekutor” – (IK)
“Kesulitannya ya karena kita kesibukannya masing-masing jadi kaya
gini kadang ngga ketemu antara satu orang dengan yang lain
sehingga komunikasi tidak lancar” – (IP1)
Selain itu hambatan yang dirasakan pihak manajemen divisi SHE
yang berkaitan dengan administrasi pelaporan yaitu SHE engineer
(informan utama 4 dan 5) yang menyatakan bahwa :
“Hambatannya banyak banget kita kan disitu ada pelaporan seperti
yang performance kita, seperti SMT, induction semua itu udah
tertera ya 20 item. Itu semua bolong dalam arti angot-angotan.
Mereka dikasih tanggung jawab tapi tidak dilaksanakan. Kan kita
udah sering kasih tau ini gimana sih TBM ngga ada, kita juga udah
kasih solusi dalam arti gini mempermudah” – (IU4)
“Ya paling hambatannya dari SO nya di lapangan tuh kadang ada
yang melapor kadang engga masih perlu sosialisasi dan penegasan
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition” – (IU5)
Pernyataan wawancara dari SHE engineer menyatakan bahwa
hambatannya adalah dari SO yang tidak melakukan pelaporan
sehingga pencatatannya menjadi tidak lengkap. Sedangkan
berdasarkan hasil wawancara dengan yang melaksanakan pelaporan di
lokasi kerja yaitu SO menyatakan bahwa hambatan yang dirasakan
yaitu sebagai berikut :
“Ya hambatan dari SO yang masih reakti ngga pro aktif”– (IU6)
141
“Bukan saya sok tahu dan gimana intinya hambatan yang pertama
bekal untuk SO dia mengerti akan job-nya dia dan dia mencintai
pekerjaannya. Kalau dia udah cinta sama pekerjaannya, prakteknya
dilapangan itu langsung bisa ditindak lanjuti sama dia” – (IU7)
“Hambatan yang sering kita rasakan ya itu kadang istilahnya kita
bertentangan dengan orang konstruksi dimana mereka punya
progres dimana saya sebagai orang safety tugasnya melarang ya.
Kita sering berargumentasi di lapangan sama pihak konstruksi” –
(IU8)
Pernyataan wawancara dari SO tersebut mengenai hambatan
yang mereka rasakan saat melaksanakan pelaporan di lokasi kerja ada
rekan kerja yang masih reaktif, tindak lanjutnya kurang, dan
pertentangan dengan divisi konstruksi yang melaksanakan pekerjaan.
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan informan pendukung
lainnya yaitu risk engineer bahwa hambatan yang dirasakan adalah
ketidakterbukaannya petugas yang melaksanakan pelaporan untuk di
evaluasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan wawancara berikut :
“Hambatannya adalah untuk mendapatkan lesson learned itu
harus ada keterbukaan harus ada kemauan untuk di evaluasi, gitu.
Kalau misalnya kemauan untuk evaluasi itu ngga ada yang
namanya near miss itu ngga akan dilaporin ya dari personalnya”
– (IP2)
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya hambatan yang
dirasakan oleh semua informan diantaranya adalah karena komunikasi
yang tidak lancar, kompetensi K3 yang kurang, ketidakdisiplinan dan
ketidakterbukaan petugas yang melaksanakan, rekan kerja yang masih
reaktif dan tindak lanjutnya kurang, serta pertentangan dengan divisi
yang melaksanakan pekerjaan.
Jadi di dalam tahap proses, evaluasi pelaksanaan pelaporan yang
dilakukan oleh perusahaan berdasarkan pernyataan wawancara adalah
142
dengan melakukan rapat mingguan, rapat bulanan, rapat lain SHE
untuk membahas temuan-temuan dan terdapat hambatan dari pihak
petugas dalam melaksanakan pelaporan yang dirasakan sejauh ini
oleh manajemen.
D. Hasil Gambaran Tahap Output dalam Sistem Pelaporan Nearmiss,
Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016
Hasil ini merupakan gambaran tahap output di dalam penelitian
untuk mengetahui sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition. Informasi yang diperoleh untuk mendapatkan komponen
output berdasarkan wawancara dengan enam informan yaitu lima
informan utama dan informan kunci dengan mengajukan sejumlah
pertanyaan dan telaah dokumen. Saat melakukan telaah dokumen
beberapa data dan informasi diperoleh dari hasil laporan yang ada di
perusahaan. Komponen output penelitian ini terdiri dari laporan near
miss, laporan unsafe act dan laporan unsafe condition.
1. Laporan Near miss
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi
SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) menyatakan bahwa :
“Near miss sejauh ini masih belum terlalu berjalan atau di laporkan
jadi masih banyak yang kurang datanya ngga lengkap”– (IU1)
“Masih belum berjalan padahal disini near miss banyak ditemukan”
– (IU2)
“Untuk laporan near miss masih sangat minim yang melaporkan,
baru bulan februari kemarin dimulai dan disosialisasikan kembali
pada semua SO. Laporan near miss belum ada sama sekali
pengkategoriaan cuman dalam scope leading indicator dan untuk
persentase belum” – (IU3)
143
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa laporan near miss sejauh ini belum berjalan, data
yang dilaporkan masih kurang lengkap dan sangat minim. Hal ini
sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE engineer (informan
utama 4 dan 5) yang mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan
near miss yang menyatakan bahwa :
“Laporannya sih bagus mungkin masih banyak yang harus revisi
agar bentuk pelaporan kita lebih detail, gitu. Ya dalam arti gini kita
kan belum tau nih kita pake apasih standar dokumennya gitu loh
bagaimana sih dokumennya. Tau sendiri data disini masih kurang”
– (IU4)
“Untuk bulan ini pencatatannya masih ya bolong-bolong lah kalo di
bilang masih belum semua SO bisa ngisi form itu, jadi seadanya saja
yang di laporin” – (IU5)
Pernyataan wawancara dari SHE engineer menyatakan bahwa
format dari laporan yang dimiliki perusahaan sudah baik namun
masih perlu revisi agar lebih detail tapi untuk data near miss nya
masih kurang karena data yang dilaporkan seadanya. Hal ini sejalan
dengan hasil wawancara kepada konsultan JMCMC (informan kunci)
yang menyatakan bahwa :
“Near miss belum rutin dilaporkan, near miss kebanyakan penyebab
utamanya gimana ya manusianya, manusia yang knowledge
pengetahuannya masih rendah sama nearmiss mereka filosofinya
belum sampe sana. Ada yg sudah tau tapi mereka menggangap itu
menambah pekerjaan bukan menambah nilai uang sebenrya mereka
menambah nilai uang” – (IK)
Pernyataan wawancara dari konsultan JMCMC mengenai laporan
near miss yaitu bahwa near miss masih belum rutin untuk dilaporkan
dan kebanyakan penyebab utamanya adalah perilaku manusianya
144
(unsafe act). Hal ini didukung dengan hasil laporan near miss TWJO
tahun 2016 pada dokumen HSE Monthly Report January-April 2016
(Gambar 5.15).
Gambar 5.15 Tabel Kejadian Near Miss pada HSE Monthly Report January-April
2016
Berdasarkan informasi diatas, data kejadian near miss yang
terdapat pada kategori Non-Lost Time Injuries pada dokumen HSE
Monthly Report January-April hanya tercatat sebanyak 1 kejadian
selama 4 bulan di tahun 2016. Near miss yang terjadi di TWJO faktor
penyebabnya adalah unsafe act. Berdasarkan record pelaporan SO
yang dikumpulkan, terdapat 8 kejadian near miss yang tercatat. Hal
ini membuktikan bahwa data near miss yang direkapitulasikan pada
laporan bulanan masih sangat minim. Berikut ini adalah bukti
lampiran data near miss yang dilaporkan SO (Gambar 5.16).
145
Gambar 5.16 Record Kejadian Near Miss pada HSE Monthly Report
Hasil output laporan near miss yang dilaporkan kepada
konsultan selama berjalan 4 bulan di tahun 2016 ini masih sangatlah
minim untuk rekapitulasinya tidak sesuai dengan record data near
miss yang terdapat di lapangan dan faktor penyebab dari kejadian
near miss yang dilaporkan pada perusahaan adalah diakibatkan oleh
unsafe act.
2. Laporan Unsafe Act
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi
SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) untuk hasil laporan unsafe act menyatakan bahwa :
“Penggunaan APD kalau unsafe act di pekerja” – (IU1)
“Unsafe act yang sering dijumpai di lapangan ya itu seperti
tindakan yang ini tuh kadang pekerja mencuri-curi dimana dia naik
ketinggian dia ngga pake body harness. Yang paling banyak ya
APD. Yang paling sangat riskan itu kalau kita sampe jatuh dari
ketinggian. Ya mereka kadang suka ini ya gitu, oh iya merokok
dilokasi kerja yang ibaratnya di bahan mudah terbakar memang
banyak itu” – (IU2)
“Untuk laporan unsafe act belum memiliki persentase sudah sering
ditemukan hanya berupa laporan langsung dan ditindak lanjut saat
itu juga namun tidak di record secara detail dan belum memiliki
146
form khusus untuk melakukan pencatatannya. Unsafe act yang
paling banyak terjadi adalah masalah penggunaan APD” – (IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa laporan unsafe act sejauh ini belum memiliki
persentase atau rekapitulasi data selama ini datanya dilaporkan dan
ditindaklanjuti secara langsung, unsafe act yang terjadi di lokasi kerja
paling banyak adalah masalah penggunaan APD. Hal ini sejalan
dengan hasil wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan
5) yang mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan unsafe act
yang menyatakan bahwa :
“Belum ada sama sekali. Safety patrol itu kan patrol doang, ada sih
itu tapi kan dalam arti kegiatan itu bukan unsafe act tapi unsafe
condition ya kan…..Sejauh yang saya temukan di lapangan memang
paling banyak APD untuk unsafe act-nya” – (IU4)
“Paling banyak permasalahan ngga pake APD. Hampir sebagian
besar itu pelanggarannya APD” – (IU5)
SHE engineer menyatakan bahwa unsafe act yang mereka
temukan di lapangan adalah mengenai permasalahan tidak
menggunakan dan pelanggaran terhadap APD, data yang dilaporkan
juga tidak dicatat karena form pelaporan untuk unsafe act belum ada,
hal ini sejalan dengan penjelasan sebelumnya mengenai komponen
tahap input yaitu material yang berupa bentuk form pelaporan yang
digunakan pada saat pelaporan.
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan konsultan
JMCMC (informan kunci), unsafe act yang paling banyak terjadi
adalah tidak menggunakan APD dan tidak mengikuti peraturan
perusahaan. Hal ini sejalan dengan pernyataan wawancara berikut :
147
“Unsafe act yang paling banyak itu tidak menggunakan dan tidak
ngikutin aturan yang ada. Kita udah jelas-jelas melekatkan banner
gunakan PPE tapi pasti ada yang ngga pake PPE ada yang bilang
itu ngga bebas ngalangin sementara itu kan menyelamatkan dia” –
(IK)
Jadi, berdasarkan hasil wawancara dengan keenam informan
yang terlibat untuk hasil laporan unsafe act tidak dapat diketahui
berapa jumlah atau persentasenya dikarenakan tidak terdapat form
pelaporan yang detail atau spesifik sehingga data, informasi dan
dokumentasi mengenai unsafe act tidak terdapat pada laporan bulanan
HSE hanya dilaporkan dan ditindaklanjuti secara langsung saat di
lapangan. Sedangkan unsafe act yang ditemukan terjadi diakibatkan
karena banyaknya pekerja yang tidak menggunakan APD dan tidak
megikuti aturan yang ada di perusahaan.
3. Laporan Unsafe Condition
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi
SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan
utama 1-3) untuk hasil laporan unsafe condition menyatakan bahwa :
“Unsafe condition paling banyak adalah akses kerja, misalnya akses
kerja terhalang. Housekeeping itu bisa dijabarin macem-macem loh
licin, banjir. Paling banyak pokoknya housekeeping”– (IU1)
“Kondisi yang tidak aman diarea kerja pertama pipa scaffolding
ditaro diatas ketinggian, material tidak pada tempatnya” – (IU2)
“Sama halnya dengan laporan unsafe act, laporan unsafe condition
juga belum memiliki persentase hanya lampiran daily safety patrol
form dilampirkan pada laporan bulanan SHE. Unsafe condition
yang banyak terjadi adalah house keeping”– (IU3)
Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas
menyatakan bahwa laporan unsafe condition sejauh ini belum
148
memiliki persentase atau rekapitulasi data selama ini hanya berupa
lampiran daily safety patrol record yang disi (Gambar 5.16). Unsafe
condition yang terjadi di lokasi kerja diantaranya adalah masalah
penempatan material tidak pada tempatnya, akses kerja terhalang dan
housekeeping yang kurang baik. Hal ini sejalan dengan hasil
wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang
mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan unsafe condition
yang menyatakan bahwa :
“Selama ini sih ada SO yang lapor ada juga yang ngga ya
keseringan bolong-bolong. Tapi sejauh ini untuk unsafe condition
yang dilaporin kebanyakan permasalahan housekeeping kaitannya
sama tim 5R orang enviro” – (IU4)
“Kalau untuk unsafe condition itu paling banyak masalah
housekeeping di lingkungan kerja. Jadi penempatan material,
penempatan alat berat, akses kerja” – (IU5)
Pernyataan wawancara informan utama diatas menyatakan bahwa
permasalahan unsafe condition yang terjadi di lokasi kerja adalah
akses kerja, housekeeping, penempatan material dan alat berat. Hal ini
juga sejalan dengan pernyataan wawancara informan kunci yang
menyatakan bahwa :
“Unsafe condition itu yang belum selesai yang belum certified
yang belum komplit digunakannya alat misalnya scaffolding itu
belum green tag udah dikerjakan, nah kemudian working inside
excavation terjadi dalam galian itu akses nya ngga proper karena
tanah. Tanah kan bisa dibentuk pake kaki kan jadi dia jalan aja
tanpa memikirkan kalau terjadi sesuatu, evakuasinya gimana kalau
terjadi longsor gimana” – (IK)
Pernyataan-pernyataan wawancara menurut keenam informan
diatas didukung dengan hasil telaah laporan divisi SHE yaitu HSE
monthly report mengenai unsafe condition. Bukti pelaporan yang
149
terdapat di dalam laporan hanya berupa lampiran daily safety patrol
record (Gambar 5.17).
Gambar 5.17 Daily Safety Patrol Record pada HSE Monthly Report
Hasil output laporan unsafe condition menurut keenam informan,
unsafe condition yang terjadi yaitu berupa akses kerja, housekeeping,
penempatan material dan alat berat. Selain itu untuk jumlah atau
persentasenya pada laporan bulanan belum ada hanya berupa
lampiran sehingga data, informasi dan dokumentasi mengenai unsafe
condition tidak terdapat pada laporan bulanan HSE begitu pula
dengan persentase dan rekapitulasinya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tahap output sistem pelaporan
near miss, unsafe act dan unsafe condition perusahaan selama 4 bulan
yang dilaporkan kepada konsultan diantaranya adalah sebagai berikut:
150
1. Diketahui bahwa sumber dan kejadian near miss berasal dari
kelalaian, kesalahan dan perilaku manusia atau pekerjanya. Yang
kedua yaitu kondisi tidak aman di lingkungan kerjanya.
2. Hasil laporan near miss masih sangatlah minim dan faktor
penyebab dari kejadian near miss yang dilaporkan pada
perusahaan adalah diakibatkan oleh unsafe act.
3. Hasil laporan unsafe act tidak dapat diketahui berapa jumlah atau
persentasenya, hanya dilaporkan dan ditindaklanjuti secara
langsung saat di lapangan tanpa adanya bukti temuan yang di
record
4. Hasil laporan unsafe condition jumlah atau persentasenya pada
laporan bulanan juga belum ada hanya berupa lampiran.
151
Tabel 5.2 Input, Proses dan Output Sistem Pelaporan Near miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition
No. Unsur-unsur Sistem Deskripsi Input
1. Material a. Terdapat form pelaporan near miss dan unsafe condition namun belum
memiliki form pelaporan unsafe act
b. Kebijakan K3 perusahaan berisi tentang komitmen perusahaan terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja pada pelaksanaan pekerjaan untuk
mencapai standar tertinggi dalam K3 konstruksi dan secara efektif
mengontrol kecelakaan kerja dan kualitas
c. Standar K3 perusahaan mengacu pada dokumen site safety plan yang
didukung dengan standar operasional prosedur dan form-form. Namun
belum memiliki standar operasional prosedur untuk pelaksanaan
pelaporan
d. Pemahaman petugas yang terlibat terkait definisi unsafe act dan unsafe
condition sudah sejalan. Namun pemahaman petugas yang terlibat terkait
definisi near miss belum sejalan.
e. Belum terdapat amnesti berupa reward dan punishment yang mengatur
pelaksanaan pelaporan
2. Sumber Daya Manusia a. Melibatkan semua manajemen mulai dari pucuk pimpinan tertinggi (top
manajemen) sampai terendah. Dalam pelaksanaan pelaporan yang banyak
berperan adalah divisi SHE sesuai tugas dan tanggung jawab masing-
masing jabatan
b. Komitmen top manajemen mendukung penuh divisi SHE dalam
pelaksanaan program-programnya
c. Partisipasi dari divisi SHE khususnya SO dalam pelaksanaan pelaporan.
Partisipasi SO belum maksimal dalam pelaporan
3. Metode Metode yang digunakan dalam melaksanakan pelaporan dengan cara
observasi dan kemudian membuat laporan
152
No. Unsur-unsur Sistem Deskripsi Proses
1. Pelaksanaan Pelaporan a. Direalisasikan melalui penerapan program-program K3
b. Alur pelaksanaan di lapangan yaitu dari petugas mengumpulkan ke
admin untuk di input dan kemudian di tindak lanjuti oleh manajemen-
manajemen puncak
2. Pemantauan Pelaporan Terdapat pemantauan di lapangan berupa inspeksi yang dilakukan oleh
pihak manajemen perusahaan, konsultan dan owner
3. Evaluasi Pelaporan Terdapat evaluasi yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan,
konsultan dan owner dengan membahas temuan-temuan dan hambatan
dari pelaksanaan pelaporan pada rapat-rapat perusahaan
No. Unsur-unsur Sistem Deskripsi Output
1. Laporan a. Sumber dan kejadian near miss berasal dari kelalaian manusia,
kesalahan dan perilaku pekerja
b. Record kejadian near miss yang dilaporkan selama tahun 2016
yaitu sebanyak 8 kejadian near miss yang tercatat di lapangan
namun hanya 1 kejadian near miss yang tercatat pada laporan
bulanan
c. Record mengenai unsafe act selama tahun 2016 tidak dapat
diketahui
d. Record mengenai unsafe condtion selama tahun 2016 tidak dapat
diketahui hanya terlampir
153
Bagan 5.3 Gambaran Sistem Pelaporan Near miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016
Tahap Input
Material
1. Terdapat kebijakan K3
perusahaan yang sesuai
2. Belum terdapat SOP yang
mengatur sistem pelaporan
dan form pelaporan unsafe
act
3. Belum terdapat reward dan
punishment pada kegiatan
pelaporan
Sumber Daya Manusia
1. Semua manajemen terlibat
sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya dalam
mengkomunikasikan
2. Partisipasi SO belum
maksimal dalam pelaporan
Metode
Metode reporting and
observation based-methods
Tahap Proses Tahap Output
Laporan Near miss
Kejadian near miss yang
dilaporkan yaitu sebanyak 8
kejadian namun hanya 1
kejadian near miss
direkapitulasikan pada laporan
bulanan
Laporan Unsafe Act
Pelaporan tidak tercatat dan
tidak terdokumentasikan hanya
ditindaklanjuti secara langsung
bila ada temuan
Laporan Unsafe Condition
Kondisi tempat kerja yang
tercatat hanya dilampirkan
Pelaksanaan Pelaporan
Direalisasikan melalui penerapan
program-program K3
Alur pelaksanaan sudah berjalan
di lapangan namun pemahaman
petugas yang terlibat belum
sejalan
Pemantauan Pelaporan
Pemantauan di lapangan berupa
inspeksi yang dilakukan oleh
pihak manajemen perusahaan,
konsultan dan owner
Evaluasi Pelaporan
Evaluasi yang dilakukan oleh
pihak manajemen perusahaan,
konsultan dan owner dengan
membahas temuan-temuan dan
hambatan dari pelaksanaan
pelaporan pada rapat-rapat
perusahaan
154
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan di dalam melakukan penelitian mengenai gambaran
sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu pada
saat melakukan wawancara. Salah satu informan utama tidak dapat
menyelesaikan wawancara karena pekerjaan yang dilakukannya sehingga
mengakibatkan keterbatasan waktu saat di lapangan. Beberapa pertanyaan
yang diajukan oleh peneliti tidak dapat terjawab dengan baik sehingga
mempengaruhi data wawancara atau hasil penelitian yang diperoleh
mengenai sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition
MRTJ TWJO tahun 2016.
B. Gambaran Sistem Pelaporan Near miss, Unsafe Act dan Unsafe
Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 Secara Umum
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan
pendekatan sistem mengenai sistem pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition diperoleh bahwa pada tahap input terdapat komponen-
komponen yaitu berupa material, SDM dan metode. Berkaitan dengan
material yaitu kebijakan K3 perusahaan dan standar. Untuk komponen
tahap input berupa kebijakan sudah ada. Pada tahap proses yaitu
merupakan bagaimana pelaksanaan dari keempat komponen input tersebut
dan hasil akhirnya pada tahap output yaitu memperoleh laporan. Menurut
Kelly (2007) pencapaian sebuah manajemen dapat terlihat melalui
155
pendekatan sistem, bagaimana elemen-elemen didalamnya terhubung
dengan organisasi perusahaannya. Karena sistem dapat diartikan sebagai
suatu kumpulan dari unsur, komponen atau variabel-variabel yang
terorganisasi, terpadu, saling berinteraksi dan bergantung satu sama lain.
Sebuah sistem dibuat untuk menangani suatu yang berulang kali
atau secara rutin terjadi. Efektivitas dari suatu sistem harus merefleksikan
keseluruhan siklus input-proses-output. Input yang masuk dalam sistem
akan diproses dan diolah sehingga menghasilkan output (Kelly, 2007).
Terdapat kekurangan pada komponen tahap input sistem pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe condition TWJO yaitu standar. Dimana
perusahaan belum memiliki standar operasional prosedur untuk
pelaksanaan pelaporan dan form pelaporan pada komponen standar.
Komponen input tersebut kemudian diproses dan diolah dimana
mempengaruhi pelaksanaannya. Pada pelaksanaan standar, pemahaman
petugas yang terlibat terkait definisi near miss belum sejalan dan alur
pelaksanaan pelaporan sesuai dengan apa yang ada dilapangan saja belum
berdasarkan alur pelaporan pada SOP yang dibuat. Belum terdapat amnesti
berupa reward dan punishment yang mengatur pelaksanaan pelaporan.
Pada pelaksanaan amnesti pun belum dapat terlaksana. Selain itu
SO yang melaksanakan pelaporan belum maksimal. Semua tahap proses
diatas kemudian mempengaruhi output yang dihasilkan. Pada tahap output,
output yang dihasilkan yaitu bahwa record kejadian near miss yang
dilaporkan selama tahun 2016 yaitu hanya 1 kejadian near miss yang
tercatat pada laporan bulanan, record unsafe act selama tahun 2016 tidak
156
dapat diketahui dan record unsafe condtion selama tahun 2016 tidak dapat
diketahui hanya terlampir saja. Output yang diperoleh tersebut melalui
input yang diproses akan di analisa dan akan menjadi umpan balik bagi si
penerima dan dari umpan balik ini akan muncul segala macam
pertimbangan untuk input selanjutnya, dan siklus ini akan berlanjut dan
berkembang sesuai dengan permasalahan yang ada. Dari Output yang
dihasilkan memberikan umpan balik sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas input dan proses (Kelly, 2007). Berikut ini adalah pembahasan
mengenai masing-masing tahap input, proses dan output yang diperoleh
dalam sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition MRTJ
TWJO tahun 2016.
C. Gambaran Tahap Input dalam Sistem Pelaporan Near miss,
Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016
Berdasarkan hasil penelitian komponen tahap input di dalam sistem
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition TWJO berupa
material, SDM dan metode. Dimana input merupakan sumber daya yang
diperlukan untuk pelaksanaan suatu kegiatan yang bertujuan dalam
mencapai tujuan sistem (Kelly, 2007). Didalam mengimplementasikan
sistem pelaporan near miss (NEMIR System) melaporkan semua kejadian
yang tidak diinginkan merupakan aspek yang paling penting dari setiap
program keselamatan. Semakin banyak near miss yang dilaporkan maka
semakin banyak kesempatan untuk menyelidiki, mengidentifikasi dan
memperbaiki akar penyebab sebelum kerugian serius terjadi. Dimana
informasi tentang sistem pelaporan near miss harus dibuat dan diketahui
oleh setiap orang (McKinnon, 2012). Untuk mencatat, melaporkan semua
157
kejadian yang tidak diinginkan dan memperoleh informasi, maka
dibutuhkan material didalam sistem pelaporan tersebut.
1. Material
Ketersediaan material sangat vital dalam suatu proses. Material
terdiri dari bahan setengah jadi dan bahan jadi. Material dan manusia
tidak dapat dipisahkan, tanpa material tidak akan tercapai hasil yang
diinginkan (Satrianegara, 2009). Oleh karena itu dalam proses
pelaksanaan kegiatan material dianggap sebagai salah satu sarana
manajemen untuk mencapai tujuan. Material perlu dikelola dengan benar
agar organisasi di perusahaan dapat berjalan dengan efisien (Purnastuti
and Mustikawati, 2007). Di dalam melakukan pelaporan TWJO
memiliki material berupa form pelaporan, kebijakan K3 dan standar
yang dimiliki perusahaan.
a. Form Pelaporan
Berdasarkan hasil telaah dokumen yang dilakukan, form
pelaporan yang dimiliki perusahaan berupa daily safety patrol form
dan near miss form. Daily safety patrol form biasa digunakan oleh
divisi SHE yaitu safety officer (SO) di dalam melakukan pencatatan
dari hasil patroli mereka setiap hari di lapangan yang berkaitan dengan
pelaporan unsafe condition. Form daily safety patrol terdiri dari judul,
tanggal/waktu, nomor, lokasi, checklist angka, keterangan dari angka
1-17 terkait kondisi alat maupun lingkungan kerja, PIC nya siapa, dan
diperiksa oleh siapa.
158
Near miss form digunakan untuk melaporkan kejadian near
miss, form pelaporannya terdiri dari judul, waktu/tanggal kejadian,
nama korban, sumber near miss, faktor penyebab (sumber, tipe,
kategori unsafe act atau unsafe condition), kronologis kejadian, tindak
lanjut dan status. Sedangkan untuk form pelaporan unsafe act
perusahaan tidak memiliki form tersendiri untuk melakukan record.
Rekaman atau catatan adalah bukti bahwa sistem tata kerja yang
tertuang dalam pedoman, prosedur dan instruksi kerja telah
dilaksanakan yang dapat berupa formulir yang telah diisi atau lembar
kerja yang ditandatangani (Tathagati, 2015).
Setiap proyek harus mengimplementasikan sistem pelaporan
dan pencatatan dengan menggunakan beberapa form dan format yang
telah dibentuk oleh perusahaan (OSHA, 2013). Dengan tujuan sebagai
bukti atau alat telusur berbagai tindakan yang dilakukan dalam
melaksanakan suatu sistem (Tathagati, 2015). Oleh karena itu
diperlukan form dan format pelaporan yang dibuat perusahaan untuk
melaksanakan pelaporan terhadap kejadian unsafe act. Karena menurut
Annishia (2011) perilaku tidak aman (unsafe act) memegang pengaruh
yang besar terhadap terjadinya kecelakaan kerja dibandingkan dengan
kondisi tidak aman (unsafe condition).
Sejauh ini form pelaporan near miss maupun unsafe condition
yang dimiliki TWJO di dalam proses penyusunannya dan kesesuaian
isinya melibatkan divisi yang berwenang yaitu divisi SHE dan divisi
QA. Dimulai dari tahapan penomoran, pengajuan ke konsultan dan
159
persetujuan dari konsultan terkait form pelaporannya. Dimana form
tersebut dapat didistribusikan dan diterapkan apabila telah
mendapatkan persetujuan dari pihak konsultan. Form pencacatan dan
pelaporan yang dimiliki terdiri dari selembar form dan sudah mendapat
persetujuan dari konsultan untuk digunakan. Karena lembar pelaporan
dalam jumlah yang banyak akan menyulitkan pelapor dalam mengisi form.
Form pelaporan dan pencatatan sebaiknya sederhana atau simple, mudah
dibawa dan selalu tersedia (McKinnon, 2012).
b. Kebijakan K3
Komponen material lain berdasarkan hasil penelitian berupa
kebijakan perusahaan salah satunya yaitu kebijakan K3. Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) harus dimulai
dari membuat suatu kebijakan yang dapat dilaksanakan dan
ditindaklanjuti oleh manajemen (McKinnon, 2012). Kebijakan K3
TWJO yaitu memiliki komitmen yang kuat untuk mendorong praktek
kerja yang aman pada Proyek Konstruksi Jakarta Mass Rapid Transit
CP 101 dan CP 102 sesuai dengan Undang-Undang keselamatan dan
kesehatan kerja serta aturan dan Peraturan Pemerintah Indonesia dan
otoritas terkait yang memiliki kewenangan hukum.
Dimana kebijakan (policy) merupakan pernyataan resmi
organisasi atau perusahaan yang merefleksikan tekad dan komitmen
yang dijadikan sebagai landasan utama dan acuan organisasi dalam
rangka pencapaian visi dan misi organisasi. Kebijakan yang dibuat
berisi tentang bagaimana komitmen perusahaan yang berkaitan untuk
melakukan pelaporan (McKinnon, 2012). Isi dari kebijakan juga
160
menyatakan tujuan organisasi dan mengapa organisasi melakukan hal
tersebut (Tathagati, 2015).
Di dalam kebijakan K3 TWJO menjelaskan bahwa perusahaan
bermaksud untuk memenuhi komitmen tersebut dengan memastikan
praktek dan prosedur kerja yang aman. Semua pegawai TWJO
diwajibkan untuk melakukan perlindungan terhadap K3 diri sendiri
dan pegawai lainnya. TWJO akan mendukung manajer dan supervisor
yang bertindak untuk kepentingan K3. Menurut McKinnon (2012)
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah komitmen bahwa
tim manajemen dan karyawan setuju dalam menciptakan keselamatan.
c. Standar Perusahaan
Komponen material lainnya berdasarkan hasil penelitian berupa
standar perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dan telaah
dokumen penelitian, standar yang dimiliki TWJO mengacu pada
dokumen site safety plan, standar yang terlampir hanya spesifik pada
standar operasional prosedur penggunaan alat dan jenis-jenis
pekerjaan belum spesifik terhadap standar pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition di konstruksi. Menurut McKinnon
(2012) di dalam NEMIR System terdapat dokumen-dokumen yang
mengacu pada standar sistem pelaporan near miss, dimana
mendeskripsikan tentang komitmen perusahaan untuk melaporkan
dan melakukan investigasi serta tanggung jawab apa saja yang ada.
TWJO belum memiliki standar prosedur yang mengatur sistem
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition. Sedangkan
161
prosedur merupakan dokumen yang menjabarkan metode atau proses
yang digunakan untuk mengimplementasikan hal-hal yang telah
diterapkan dalam pedoman (Tathagati, 2015). Menurut Tathagati
(2015) dalam organisasi yang besar, prosedur harus dibuat untuk
membakukan proses atau aktivitas yang dilakukan sekaligus
memudahkan koordinasi antar unit kerja. Selain itu di dalam standar
prosedur NEMIR system yang digunakan perusahaan perlu adanya
penjelasan mengenai definisi near miss, unsafe act dan unsafe
condition. Definisi (definitions) diperlukan untuk mendefinisikan atau
menjelaskan istilah-istilah yang terdapat di dalam standar agar mudah
dipahami (McKinnon, 2012).
Berdasarkan hasil wawancara penelitian, pemahaman dari
informan yang sejalan menyatakan bahwa near miss adalah suatu
kejadian yang belum, nyaris atau hampir celaka. Namun pernyataan
wawancara dari satu informan menyatakan bahwa near miss berkaitan
dengan orang luka dan ada tahapannya tidak sesuai dengan definisi
near miss. Near miss adalah sebuah peristiwa yang hampir
menyebabkan cidera atau kerusakan (McKinnon, 2012). Dimana near
miss tidak mengakibatkan cidera, sakit atau kerusakan tetapi memiliki
potensi untuk mengakibatkan hal-hal tersebut. Oleh karena itu,
mengenali dan melaporkan near miss dapat meningkatkan
keselamatan pekerja dan meningkatkan budaya keselamatan
organisasi (NSC, 2013).
162
Berdasarkan hasil wawancara penelitian, pemahaman dari
informan mengenai unsafe act adalah suatu perilaku seseorang atau
tindakan-tindakan yang tidak selamat, memaksakan, diluar batas yang
dapat merugikan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan misalnya
tidak sesuai prosedur dan tidak menggunakan APD. Menurut Cooper
(2001), definisi perilaku tidak aman adalah tindakan yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden (near miss). Perilaku
tidak aman tersebut diantaranya yaitu bekerja atau mengoperasikan
peralatan tanpa kewenangan, gagal dalam memperingatkan, gagal
dalam mengamankan, menggunakan APD secara tidak benar, dll
(Bird and Germain, 1990).
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara penelitian, pemahaman
dari informan mengenai unsafe condition adalah kondisi yang
dipaksakan, tidak aman dan melanggar batasan misalnya kondisi
peralatan yang tidak sesuai, akses kerja terhalang, dsb. Menurut
definisinya unsafe condition (kondisi tidak aman) adalah desain
kondisi tempat kerja yang buruk dimana terdapat bahaya mekanik dan
fisik (Rausand dkk., 2011). Kondisi tidak aman diantaranya yaitu
barrier atau pengaman yang tidak memadai, alat pelindung diri
(APD) yang tidak memadai atau tidak layak, peralatan atau material
yang cacat, proses yang tersendat, housekeeping atau tata ruang yang
buruk, tempat kerja yang berantakan, dll (Bird and Germain, 1990).
Pemahaman unsafe act dan unsafe condition yang sejalan
diperlukan pada sistem pelaporan agar sesuai dalam mengidentifikasi
163
dan mengkategorikan hal tersebut. Karena manajemen organisasi
harus memahami dengan jelas definisi dari kejadian near miss, unsafe
act dan unsafe condition untuk mengembangkan standar tertulis
dalam melaporkan, memberikan pemahaman dan melatih para
pekerjanya terlibat di dalam sistem pelaporan (McKinnon, 2012).
2. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia menjadi unsur paling menentukan dalam
menjalankan perusahaan, karena memiliki akal, bakat, tenaga, keinginan,
pengetahuan, perasaan, dan kreatifitas untuk mencapai visi dan misi
perusahaan (Ilfani and Nugraheni, 2013). Peran SDM sangat penting
dalam upaya mencapai tujuan organisasi (Purnastuti and Mustikawati,
2007)
Menurut McKinnon (2012) NEMIR system tidak seharusnya
menjadi tanggung jawab penuh departemen safety, semua karyawan
semua tingkatan manajemen harus bersedia untuk berpartisipasi agar
sistem dapat berjalan dengan efektif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa
berdasarkan hasil penelitian komponen input berupa sumber daya
manusia yang terdapat di perusahaan semuanya terlibat di dalam
melaksanakan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition hanya saja yang banyak berperan adalah divisi SHE dengan
tugas dan tanggung jawab yang dimiliki masing-masing jabatan. Divisi
SHE khususnya SO saat di lokasi kerja harus mengingatkan, melaporkan
dan menindaklanjuti temuan yang ada baik itu near miss, unsafe act dan
unsafe condition.
164
Manajemen melibatkan sumber daya mencakup keseluruhan
manusia yang ada di dalam perusahaan yaitu mereka yang secara
keseluruhan terlibat dalam operasional perusahaan (Purnastuti and
Mustikawati, 2007). Oleh karena itu sumber daya manusia membuat
perencanaan dan melakukan proses untuk mencapai tujuan tersebut,
tanpa adanya sumber daya manusia maka tidak ada proses kerja maka
keterlibatannya dibutuhkan. Karena manusia merupakan sumber yang
penting, bervariasi dan terkadang menjadi masalah yang harus
digunakan oleh sebagian organisasi sampai tingkat yang lebih tinggi atau
lebih sedikit (Mathis and Jackson, 2006).
3. Metode
Metode yaitu cara untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan amat menentukan
kelancaran jalannya manajemen (Poerwanto, 2012). Untuk melakukan
kegiatan secara guna dan berhasil guna, manusia dihadapkan kepada
metode atau cara menjalankan pekerjaan tersebut sehingga cara yang
dilakukannya dapat menjadi sarana atau alat manajemen untuk mencapai
tujuan dengan efektif dan efisien (Purnastuti and Mustikawati, 2007).
Metode pelaporan yang dimiliki perusahaan berdasarkan hasil
wawancara penelitian dalam sistem pelaporan near miss, unsafe act, dan
unsafe condition adalah dengan cara melihat atau observasi, memantau,
mengkomunikasikan lalu membuat laporan. Dimana hal ini sesuai
dengan metode yang terdapat pada NEMIR system. Metode di dalam
mengumpulkan data near miss yaitu dengan reporting-based methods
165
dan observation-based methods. Reporting-based methods merupakan
metode yang melibatkan pegawai untuk melaporkan kejadian near miss
sebagai bagian dari pekerjaannya dalam mencegah terjadinya kecelakaan
di masa mendatang atau untuk melatih dirinya (McKinnon, 2012).
Sedangkan observation-based methods merupakan metode yang
melibatkan pegawai yang tidak hanya melaporkan namun melakukan
pengamatan terlebih dahulu untuk menyadari dan memahami tindakan
dan kondisi apa saja yang ada dalam mengurangi kecelakaan di tempat
kerja. (McKinnon, 2012). Program observasi atau pengamatan memiliki
tujuan untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan serta mengenali
near miss, perilaku dan kondisi berisiko ditempat kerja (OSHA, 2013).
Oleh karena itu TWJO sudah menggunakan metode untuk pelaporan dan
investigasi terhadap non injury (loss-producing) accident dan near
misses dapat mengidentifikasi penyebab langsung dan penyebab dasar
dari kejadian dan merekomendasikan pencegahan.
Maka dapat disimpulkan bahwa dalam sistem pelaporan yang
dimiliki TWJO, komponen tahap input berupa material perusahaan
sudah memiliki kebijakan K3 yang sesuai. Untuk standar perusahaan
belum sepenuhnya sesuai karena masih terdapat pemahamanan terkait
definisi near miss yang berbeda. Untuk form pelaporan near miss dan
unsafe condition sudah sesuai karena telah memiliki form dan format
pelaporan yang dibuat perusahaan sedangkan untuk form pelaporan
unsafe act nya belum ada.
166
Pada komponen input berupa SDM sudah sesuai dimana
manajemen melibatkan semua tingkatan organisasi untuk terlibat di
dalam sistem pelaporan yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang
berbeda-beda. Sedangkan pada komponen input lainnya berupa metode
pelaporan TWJO sudah sesuai dengan reporting-based methods dan
observation-based method NEMIR system bahwa metode yang
digunakan adalah dengan observasi, memantau, mengkomunikasikan
lalu membuat laporan.
D. Gambaran Tahap Proses dalam Sistem Pelaporan Near miss,
Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016
Berdasarkan hasil penelitian tahap proses di dalam sistem
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition TWJO terdiri dari
pelaksanaan pelaporan, pemantauan pelaksanaan pelaporan dan evaluasi
pelaksanaan pelaporan. Dimana proses merupakan elemen dari sistem
yang bekerja membentuk suatu aliran kegiatan dan cara kegiatan yang
dikoordinasikan dan saling terkait (Baglieri dkk., 2014).
1. Pelaksanaan Pelaporan
Pelaksanaan adalah suatu tindakan dari perencanaan yang
disusun secara matang dan terperinci yang dapat diartikan secara
sederhana sebagai penerapan. Pelaksanaan merupakan aktivitas atau
usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana
yang telah ditetapkan dengan dilengkapi kebutuhan dan alat-alat yang
diperlukan, siapa yang melaksanakannya, dimana pelaksanaannya dan
bagaimana cara melaksanakannya (Sumerti, 2016).
167
Menerapkan kebijakan dan standar-standar K3 secara efektif
mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran K3. Dimana suatu tempat
kerja dalam menerapkannya harus dapat mengintergrasikan sistem
manajemen perusahaan yang sudah ada (Pangkey, 2012). Sebelumnya
terdapat proses perencanaan yang mengacu pada komponen input dalam
sistem perusahaan kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan atau
penerapan melalui pengerahan semua sumber daya yang ada, melakukan
berbagai program K3 dan langkah pendukung untuk mencapai
keberhasilan (Riantiwi, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian proses pelaksanaan terdiri dari
sistem pelaporan perusahaan, alur atau sistematika pelaporan, komitmen
perusahaan atau top manajemen terhadap sistem pelaporan, partisipasi
petugas, reward & punishment, sumber dan penyebab kejadian near
miss, unsafe act dan unsafe condition. Semua mutu pelaksanaan
pekerjaan terletak pada mutu para pekerjanya yang meliputi kepandaian,
kelihaian dan disiplin serta ketekunan (Wiharto and Bunawas, 2013). Di
dalam pelaksanaan pelaporan TWJO, sistem pelaporan yang dimiliki
perusahaan sudah baik dan sesuai dengan kebijakan dan standar yang
ada namun petugas yang terlibat dalam pelaporan belum maksimal,
banyak yang tidak melaporkan, reaktif, perlu diarahkan, diberi tahu dan
diingatkan. Apabila petugas yang terlibat tidak melaporkan maka tidak
dapat memperoleh laporan.
168
Alur dari sistem pelaporan yang dimiliki TWJO itu dimulai dari
petugas yang melihat bekerjasama dengan pelaksana konstruksi lalu di
kumpulkan ke admin untuk di input datanya setelah itu ke deputi dari
deputi ke manajer SHE lalu ke manajemen lainnya dan kembali ke divisi
konstruksi untuk ditindaklanjuti temuannya. Hal tersebut berdampak
pada kinerja pelaksanaan pelaporan. Kinerja merupakan tingkat
keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya dengan mencapai standar
hasil kerja, target, sasaran atau kriteria yang telah disepakati bersama.
Apabila perusahaan selalu memperhatikan faktor keselamatan dan
kesehatan kerja, maka kinerja karyawan akan meningkat (Ilfani and
Nugraheni, 2013). Penilaian terhadap kinerja yang dilakukan dapat
menjadi sumber informasi dan pengembangan di perusahaan (Mathis and
Jackson, 2006)
Pelaporan merupakan proses atau cara memberitahukan untuk
memperoleh laporan (KBBI, 2015). Selain itu, melaporkan semua kejadian
yang tidak diinginkan seperti near miss merupakan aspek yang paling penting
dari setiap program keselamatan. Semakin banyak near miss yang dilaporkan
maka semakin banyak kesempatan untuk menyelidiki, mengidentifikasi dan
memperbaiki akar penyebab sebelum kerugian serius terjadi (McKinnon,
2012). Karena sejauh ini temuan sumber dan kejadian near miss dalam
pelaksanaan pelaporan di TWJO berasal dari kelalaian, kesalahan dan
perilaku manusia atau pekerjanya, serta yang kedua yaitu kondisi tidak
aman di lingkungan kerjanya. Berkaitan dengan temuan tersebut untuk
dapat membuat laporan nantinya, ketekunan dari petugas yang terlibat
amat sangat diperlukan.
169
Sesuai dengan penjelasan diatas pelaksanaan pelaporan juga
membutuhkan komitmen dari pihak manajemen. Berdasarkan hasil
penelitian komitmen dari manajemen perusahaan mendukung penuh
divisi SHE namun terkadang masih juga terdapat ketakutan manajemen.
Komitmen perusahaan yang yakin dan menerima tujuan organisasi akan
tetap bersama organisasi tersebut untuk mengembangkan dalam
mencapai tujuan organisasinya (Mathis and Jackson, 2006).
Bentuk komitmen dari top manajemen TWJO yaitu salah satunya
dengan menerapkan kebijakan reward and punishment yang
diberlakukan oleh perusahaan baru diterapkan berupa sanksi teguran,
administrasi dan denda berupa pemotongan gaji pada setiap level
pekerjaan namun untuk reward nya belum ada pemberlakuannya dari
manajemen masih berupa inisiatif dari individu atau divisi SHE saja.
Menurut Nurmiyati (2011) sanksi atau punishment adalah hukuman yang
diberikan karena adanya pelanggaran terhadap aturan yang berlaku dapat
berupa teguran, surat peringatan, skorsing dan bahkan pemberhentian
hubungan kerja. Sedangkan reward dapat diartikan sebagai ganjaran,
hadiah, upah atas nilai-nilai usaha keterampilan, kompetensi dan
tanggung jawab terhadap organisasi.
Tujuan diberikannya sanksi adalah agar karyawan lebih giat dan
berusaha maksimal dalam melakukan pekerjaannya dan tidak
mengulangi hal yang serupa. Selain itu, pemberian reward atau
penghargaan kepada karyawan akan memberikan motivasi kepada
karyawan untuk lebih meningkatkan produktivitas dalam bekerja
170
(Nurmiyati, 2011) Menurut McKinnon (2012) jika manajemen
menginginkan sistem pelaporan dapat berjalan dan berkontribusi dengan
baik maka mekanisme pelaporan sebaiknya diberlakukan punishment
apabila tidak melaporkan dan begitu pula sebaliknya akan diberikan
reward bila dilaporkan dengan baik. Maka kedua hal tersebut diharapkan
dapat meningkatkan kinerja karyawan.
2. Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan
Sistem tata kerja harus di monitor secara berkala untuk
memastikan dan menjamin bahwa organisasi bergerak ke arah tujuannya
sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan (Tathagati, 2015). Fungsi
pengawasan dalam setiap organisasi sangat penting untuk menjamin
terselenggaranya pekerjaan dan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
sebelumnya. Pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk
menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam
hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan (Budiharto,
2008).
Berdasarkan hasil wawancara penelitian dalam tahap proses
bentuk pemantauan pelaksanaan pelaporan yang dilakukan oleh TWJO
yaitu berupa inspeksi. Inspeksi adalah kegiatan yang berupaya untuk
mendeteksi dini dan mengoreksi adanya potensi bahaya ditempat kerja.
Dimana inspeksi merupakan suatu cara terbaik untuk menemukan
masalah-masalah dan menilai risikonya sebelum kerugian atau
kecelakaan dan penyakit akibat kerja benar-benar terjadi. Karena, bukan
ditujukan untuk mencari kesalahan orang melainkan untuk menemukan
171
dan menentukan lokasi bahaya potensial yang dapat mengakibatkan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Sahab, 1997).
Pemantauan atau inspeksi di TWJO di lakukan oleh top
manajemen, konsultan dan owner. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
menyatakan bahwa dalam memantau kinerja K3 pihak K3 dan
manajemen perusahaan melakukan inspeksi ke seluruh area perusahaan,
dimana inspeksi ini difokuskan pada penerapan SMK3 di perusahaan,
bahaya kecelakaan kerja baik dari pekerja, peralatan maupun lingkungan
(Pangkey, 2012). Karena semakin besar risiko maka akan semakin
banyak diperlukannya kontrol terhadap pekerjaan yang dilakukan
(Rijanto, 2010).
3. Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan
Evaluasi adalah salah satu tahap penting dalam manajemen yang
berguna untuk memberikan feed-back atas pelaksanaan suatu kegiatan
yang telah direncanakan agar pelaksanaan tersebut tetap berada pada
jalur yang telah ditetapkan. Karena itu, manajemen perlu melakukan
evaluasi secara rutin, berkesinambungan dan tegas (Umar, 2002). Untuk
meningkatkan kinerja perusahaan ke arah yang lebih baik, suatu sistem
harus dievaluasi berkala. Cara evaluasi yang efektif dilakukan oleh pihak
internal perusahaan atau pihak eksternal (Tathagati, 2015). Berdasarkan
hasil penelitian evaluasi biasanya dilakukan oleh TWJO yaitu pada rapat
mingguan, rapat bulanan, rapat lain SHE dengan membahas temuan-
temuan dan didukung dengan hasil observasi yang dilakukan baik
dengan pihak TWJO maupun eksternal.
172
Hasil evaluasi tersebut kemudian akan ditindaklanjuti oleh pihak-
pihak yang terlibat pada hasil temuan yang ditemukan. Hal ini sejalan
dengan pemantauan yang telah dilakukan, dimana tidak akan bermanfaat
apabila tidak disertai dengan tindak lanjut maupun perbaikan (Candra,
2009). Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 juga
menyatakan bahwa tindakan perbaikan dari hasil laporan inspeksi
dipantau untuk menentukan efektifitasnya (Republik Indonesia, 2012).
Karena proses evaluasi ini berguna untuk mengetahui keberhasilan
penerapan SMK3, melakukan identifikasi tindakan perbaikan,
mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3 (Nujhani and
Juliantina, 2013).
Hambatan dapat terjadi didalam pelaksanaan suatu sistem. Di
dalam mengevaluasi perlu diperhatikan hambatan-hambatan yang
dirasakan oleh petugas yang terlibat di dalam pelaksanaan pelaporan
karena sistem tidak selalu berjalan dengan mulus. Hambatan yang
mungkin terjadi salah satunya adalah hambatan personal. Hambatan
personal adalah hambatan yang muncul dari anggota organisasi baik
secara personal maupun kelompok. Hambatan personal terjadi
dikarenakan individu tidak memiliki kemampuan untuk mengikuti
perubahan, tidak memiliki motivasi untuk berkembang atau berubah dan
adanya kepentingan atau keuntungan pribadi akibat kelemahan sistem
(Tathagati, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian pada dasarnya hambatan yang
dirasakan diantaranya adalah karena komunikasi yang tidak lancar,
173
kompetensi K3 yang kurang, ketidakdisiplinan dan ketidakterbukaan
petugas yang melaksanakan, rekan kerja yang masih reaktif dan tindak
lanjutnya kurang, serta pertentangan dengan divisi yang melaksanakan
pekerjaan. Jadi, hambatan yang terjadi di TWJO merupakan hambatan
personal.
Maka dapat disimpulkan bahwa dalam sistem pelaporan yang
dimiliki TWJO, proses pelaksanaan pelaporannya memiliki sistem yang
sudah baik sesuai dengan kebijakan dan standar K3 perusahaan dimana
alur pelaporannya dimulai dari petugas lalu di kumpulkan ke admin
setelah itu ke deputi lalu ke manajer SHE dan ke manajemen lainnya dan
kembali untuk ditindaklanjuti temuannya sesuai dengan lingkup
pekerjaannya.
Sejauh ini, pelaksanaan pelaporan mendapatkan dukungan penuh
dari top manajemen dengan kebijakan punishment yang diberlakukan
perusahaan namun belum diberlakukannya reward. Sedangkan untuk
proses pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pelaporan, perusahaan
telah melaksanakan hal tersebut dengan melakukan inspeksi dan
mengadakan pertemuan dengan pihak internal maupun eksternal untuk
memantau, mengevaluasi, menindaklanjuti berbagai hasil temuan yang
diperoleh dilapangan dan mengetahui hambatan didalam proses
pelaksanaan pelaporan TWJO yang sebagian besar merupakan hambatan
personal.
174
E. Gambaran Output dalam Sistem Pelaporan Near miss, Unsafe Act
dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016
Output yaitu hasil dari input yang telah diproses oleh bagian
pengolah dan merupakan tujuan akhir sistem, output merupakan barang
dan jasa yang dihasilkan. Outcome dapat diperoleh berkaitan dengan
output yang dihasilkan untuk perkembangan dari waktu ke waktu secara
berkelanjutan (Baglieri dkk., 2014). Berdasarkan hasil penelitian, output di
dalam sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition TWJO
yaitu berupa laporan near miss, laporan unsafe act, laporan unsafe
condition dan juga laporan kecelakaan kerja.
Output yang dilaporkan kepada konsultan selama pelaporan yang
berjalan selama 4 bulan di tahun 2016, untuk hasil laporan near miss ini
masih sangatlah minim. dan faktor penyebab dari kejadian near miss yang
dilaporkan pada perusahaan adalah diakibatkan oleh unsafe act. Untuk
laporan unsafe act tidak dapat diketahui berapa jumlah atau persentasenya,
hanya dilaporkan dan ditindaklanjuti secara langsung saat di lapangan
tanpa adanya bukti temuan yang di record. Sedangkan untuk laporan
unsafe condition jumlah atau persentasenya pada laporan bulanan juga
belum ada hanya berupa lampiran.
Melaporkan semua kejadian yang tidak diinginkan seperti near
miss merupakan aspek yang paling penting dari setiap program
keselamatan (McKinnon, 2012). Dimana laporan adalah segala sesuatu
yang dilaporkan; berita. Laporan berkala merupakan laporan rutin yang
diberikan secara berkala (KBBI, 2015). Semakin banyak near miss yang
dilaporkan maka semakin banyak kesempatan untuk menyelidiki,
175
mengidentifikasi dan memperbaiki akar penyebab sebelum kerugian serius
terjadi. Berdasarkan perspektif safety management, tujuan spesifik di
dalam mengumpulkan dan menganalisis data near miss yaitu untuk
mengidentifikasi faktor kemungkinan atau elemen sistem yang dapat
menimbulkan kejadian near miss maupun sebagai prekursor kecelakaan
kerja di masa mendatang (McKinnon, 2012).
Menurut McKinnon (2012) semua kecelakaan dapat dicegah
merupakan prinsip dasar ilmu K3. Karena semua kecelakaan ada
penyebabnya maka penyebab tersebut dapat dihilangkan sehingga
kecelakaan tidak terjadi. Tujuan utama penerapan sistem manajemen K3
adalah untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang mengakibatkan
cidera atau kerugian materi.
Di dalam accident/near miss incident ratio, high risk unsafe
condition atau unsafe act atau kombinasi dari keduanya yang dapat
menyebabkan terjadinya kerugian. Mengingat bahwa setiap kecelakaan
kerja yang dilaporkan, setiap cidera yang tercatat atau kerugian yang
terjadi terdapat banyak kejadian near miss yang tidak tercatat (McKinnon,
2012). Sejalan dengan hal tersebut identifikasi dan penilaian bahaya
dimana hasil dari identifikasi bahaya-bahaya dengan program yang
ditetapkan oleh perusahaan harus dilaporkan (OSHA, 2013).
Maka dapat disimpulkan bahwa dalam sistem pelaporan yang
dimiliki TWJO, output yang dihasilkan belum sepenuhnya tercatat dan
terekam (di record) dengan baik dikarenakan masih terdapat kejadian-
kejadian yang tidak dilaporkan baik itu near miss, unsafe act maupun
176
unsafe condition dalam laporan. Karena kenyataannya semua kecelakaan
kerja yang terjadi faktor penyebabnya berasal dari kejadian near miss,
unsafe act maupun unsafe condition yang dapat diketahui, ditindaklanjuti
berdasarkan data-data yang diperoleh pada laporan yang tercatat dan
dilaporkan di perusahaan.
177
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berikut ini adalah simpulan yang terdapat pada penelitian :
1. Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) merupakan suatu bentuk
kerjasama antara dua perusahaan yaitu perusahaan Tokyu
Construction Co., Ltd dengan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk
yang bergerak di bidang konstruksi Mass Rapid Transit Jakarta
(MRTJ) tahap pertama yang bertanggung jawab pada pekerjaan
konstruksi surface section area CP 101 dan CP 102. Sistem
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yang terdapat
di proyek MRTJ TWJO belum terlaksana dengan baik sesuai
dengan NEMIR system, masih terdapat beberapa kekurangan pada
masing-masing tahapan sistem (input, proses, output).
2. Pada komponen tahap input sistem pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition TWJO, komponen input berupa material
belum memenuhi NEMIR system. Perusahaan sudah memiliki
kebijakan K3 yang sesuai namun belum memiliki standar prosedur
yang mengatur sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition, pemahaman petugas yang berbeda terkait definisi near
miss dan belum adanya form pelaporan untuk unsafe act di dalam
melakukan pencatatan dan pelaporan untuk memperoleh record.
178
Sedangkan untuk SDM dan metode sudah sejalan dengan NEMIR
system.
3. Pada tahap proses sistem pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition TWJO, pelaksanaannya belum memenuhi NEMIR
system. Berkaitan dengan pelaksanaan pelaporan berupa amnesti,
perusahaan belum memiliki reward dan punishment untuk motivasi
pekerja yang diberlakukan untuk sistem pelaporan namun telah
mendapatkan dukungan penuh dari top manajemen. Sedangkan
untuk proses pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pelaporan
sudah sejalan dengan NEMIR system. Pada tahap proses-proses
pelaporan terdapat pula hambatan yang dirasakan oleh divisi SHE
yang sebagian besar merupakan hambatan personal dimana
seharusnya seluruh elemen yang ada diperusahaan terlibat di dalam
melakukan pelaporan.
4. Pada tahap output sistem pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition TWJO yang berupa laporan, belum memenuhi
NEMIR system. Output yang dihasilkan belum sepenuhnya tercatat
dan di record dengan baik. Masih terdapat kejadian near miss,
unsafe act maupun unsafe condition yang tidak tercatat dan tidak
dilaporkan dalam laporan akhir bulan SHE perusahaan.
B. Saran
Berikut ini adalah saran-saran untuk pihak yang terlibat di perusahaan
dalam penelitian ini :
179
1. Saran untuk Divisi SHE Perusahaan
a. Bekerjasama dengan divisi lain yang berwenang untuk
membuat standar prosedur yang mengatur sistem pelaporan
near miss, unsafe act dan unsafe condition agar dapat
membakukan proses atau aktivitas yang dilakukan untuk
memudahkan koordinasi antar unit kerja khususnya safety
officer yang terlibat di lapangan.
b. Melakukan sosialisasi dan pelatihan mengenai definisi near
miss, unsafe act dan unsafe condition agar semua SDM yang
terlibat memiliki satu pemahaman yang sejalan di dalam
mengidentifikasi dan menilai kejadian yang tidak sesuai atau
temuan-temuan yang ada di lapangan.
c. Membuatkan satu form pelaporan unsafe act yang sifatnya
sederhana, mudah dibawa dan mudah dipahami oleh petugas
yang terlibat agar memudahkan data yang diperoleh tercatat
dengan baik dan lengkap.
d. Memotivasi petugas yang melaksanakan pelaporan untuk
bersikap lebih proaktif dalam menindaklanjuti dan mencegah
kejadian-kejadian yang merugikan terjadi seperti halnya
kecelakaan kerja.
e. Memeriksa kembali kelengkapan data-data kejadian near miss,
unsafe act dan unsafe condition yang dilaporkan agar saat
dikumpulkan dan diinput data-data tersebut tidak kurang dan
dapat memberikan solusi terhadap temuan-temuan yang ada.
180
f. Meningkatkan pemantauan dan menjalin komunikasi yang
lebih baik lagi dengan divisi-divisi lain di perusahaan mengenai
sejauh mana progres pekerjaan yang telah dilaksanakan dan
hambatan yang dirasakan pada lokasi kerja proyek agar
informasi dan solusi yang diperoleh tepat dan sesuai.
2. Saran untuk Top Manajemen Perusahaan
a. Mengimbangi kebijakan punishment yang telah diberlakukan
perusahaan dengan menetapkan kebijakan reward atau
penghargaan bagi para pekerja yang patuh terhadap peraturan
dan melaksanakan K3 dengan baik dan benar untuk
meningkatkan motivasi dan meningkatkan kinerja pekerja.
b. Meningkatkan kesadaran, kepedulian dan komitmen dari
divisi-divisi lainnya terhadap peraturan-peraturan K3 yang
diterapkan perusahaan.
c. Meningkatkan pemantauan dan pengawasan terhadap
pekerjaan divisi SHE saat di lapangan atau lokasi kerja
proyek agar progres pekerjaan berjalan lancar tidak
terhambat.
d. Terus mendukung secara penuh kegiatan-kegiatan divisi K3
dan divisi lainnya agar tujuan yang diinginkan tercapai
dengan baik.
3. Saran untuk Konsultan Perusahaan
a. Memberikan solusi alternatif terhadap hambatan-hambatan
yang diperoleh oleh perusahaan.
181
b. Meningkatkan pemantauan dan pengawasan terhadap
perkembangan pekerjaan proyek.
c. Memeriksa dan mengevaluasi kembali laporan-laporan yang
diajukan oleh perusahaan.
182
DAFTAR PUSTAKA
Annishia, F. B. 2011. Analisis Perilaku Tidak Aman Pekerja Kontruksi PT PP
(Persero) di Proyek Pembangunan Tiffany Apartemen Jakarta Selatan
Tahun 2011. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Baglieri, D., Metallo, C. & Rossignoli, C. 2014. Information Systems,
Management, Organization and Control: Smart Practices and Effects,
Switzerland, Springer International Publishing.
Bird, F. E. & Germain, G. L. 1990. Practical Loss Control Leadership, USA,
Division of International Loss Control Institute.
BLS 2014. Revisions to The 2012 Census of Fatal Occupational Injuries (CFOI)
Counts. April 2014 ed. U.S: Bureau of Labour Statistics.
BLS 2015. Fatal Work Injuries in New York City - 2014, Census of Fatal
Occupational Injuries (CFOI) Counts. U.S: Bureau of Labour Statistics.
Budiharto, P. 2008. Analisis Kebijakan Pengawasan Melekat di Badan Pengawas
Provinsi Jawa Tengah.
Byrd, H. 2007. A Comparison of Three Well Known Behavior Based Safety
Programs : Dupont STOP Program, Safety Performance Solutions and
Behavioral Science Technology. Master of Science in Environmental,
Health & Safety Management Rochester Institute of Technology.
Candra, K. 2009. Pelaksanaan Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
sebagai Tindakan Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja di PT Coca-Cola
Bottling Indonesia Central Java. DIII Laporan Khusus, Universitas
Sebelas Maret.
Cooper, D. 2001. Improving Safety Culture : A Practical Guide, London, UK,
British Library.
Darvishi, E., Maleki, A., Dehestaniathar, S. & Ebrahemzadih, M. 2015. Effect of
STOP Technique on Safety Climate in a Construction Company. Journal
of Research in Health Sciences, 2.
183
DuPont, 2015. DuPont™ STOP® Behavior-Based Safety Training. Tersedia di
www.training.dupont.com/dupont-stop
Efendi, F. & Makhfudli 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika.
Finland, S. 2009. Case Studies. Safety Observation in Daily Use. Finland: EU-
OSHA - European Agency.
Fleming, M. & Lardner, R. 2001. Behaviour Modification Programmes
Establishing Best Practice, The Keil Centre Edinburgh, Health and Safety
Executive.
Green, L. & Kreuter, M. 2005. Health Program Planning : An Educational and
Ecological Approach, Michigan University, McGraw-Hill Education.
Hidayat, A. a. A. 2010. Metode Penelitian Kesehatan, Surabaya, Health Books
Publishing.
Ilfani, G. & Nugraheni, R. 2013. ANALISIS PENGARUH KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN
(Studi pada PT. Apac Inti Corpora Bawen Jawa Tengah Unit Spinning 2).
Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi, 10.
ILO 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana untuk Produktivitas :
Pedoman Pelatihan untuk Manajer dan Pekerja MODUL LIMA.
ILO 2014. Hari Keselamatan dan Kesehatan se-Dunia 2014 : Mempromosikan
Budaya Keselamatan di Usaha Kecil Menengah di Indonesia. In: JULIA,
L. (ed.). Jakarta, Indonesia: ILO
Jamsostek 2010. Kecelakaan Kerja terbanyak di Sektor Konstruksi [Online].
Tersedia di : http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=828.
Jamsostek 2010. Transparency for Trust Building. Laporan Tahunan 2010.
Jakarta: PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Persero).
Jamsostek 2013. Laporan Tahunan Sustainability Annual Report 2013. Jakarta:
PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Persero).
KBBI. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring Edisi III [Online].
Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud (Pusat
Bahasa). Tersedia: http://kbbi.web.id/ [diakses dari 16 Juni 2015].
184
Kelly, D. L. 2007. Applying Quality Management In Health Care, USA,
American College of Healthcare Executives.
Marchessault, L. 2013. The Power of an Effective Field Observation Program.
United States.
Mathis, R. L. & Jackson, J. H. 2006. Human Resource Management - Manajemen
Sumber Daya Manusia Jakarta, Salemba Empat.
Mckinnon, R. C. 2012. Safety Management Near Miss Identification, Recognition,
and Investigation, US, CRC Press.
Moleong, L. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja
Rosdakarya.
NSC 2013. Near Miss Reporting Systems. National Safety Council.
Nujhani, J. & Juliantina, I. 2013. Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada Proyek Persiapan Lahan
Pusri IIB PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Teknik Sipil dan Lingkungan,
1.
Nurmiyati, E. 2011. Hubungan Pemberian Reward dan Punishment dengan
Kinerja Karyawan pada BPRS Harta Insan Karimah. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
OSHA 2012. Injury and Illness Prevention Programs. USA.
OSHA 2013. Injury and Illness Prevention Programs. USA: OSHA U.S
Department of Labor.
OSHA 2016. Construction Definition. Tersedia di
https://www.osha.gov/doc/index.html
Pangkey, F. 2012. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) pada Proyek Konstruksi di Indonesia (Studi Kasus :
Pembangunan Jembatan Dr. Ir Soekarno - Manado). Media Engineering,
2.
Pearlman, L. 2013. Safety Observation Programs : How to Drive Insight from
Observations Health and Safety.
185
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2014 Tentang Pedoman
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi
Bidang Pekerjaan Umum.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2012 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Poerwanto, H. 2012. Manajemen Kualitas: Diagram Fishbone. Available:
https://sites.google.com/site/kelolakualitas/Diagram-Fishbone [Accessed 5
Maret 2015].
Putri, T. L. K., Santoso, P. B. & Choiri, M. 2013. Perancangan Sistem Informasi
Manajemen Health & Safety Environment dengan Menggunakan
Microsoft Excel 2007 dan Makro VBA (Studi Kasus : PT Beiersdorf
Indonesia Malang). Malang, Indonesia: Universitas Brawijaya.
Purnastuti, L. & Mustikawati, R. I. 2007. Ekonomi SMA/MA Kelas XII (Diknas),
Jakarta, Grasindo.
Rausand, M., Wiley, J. & Sons 2011. Accident Models. Risk Assessment: Theory,
Methods, and Applications, First Edition. First Edition ed.: John Wiley &
Sons, Inc.
Republik Indonesia 2005. UU No. 1 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
HIMPUNAN PERATURAN PERUNDANGAN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (K3) RI Ver. 01. Jakarta.
Republik Indonesia 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 tahun
2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
Riantiwi, A. 2012. Hubungan Pelaksanaan Program K3 dengan Produktivitas
Kerja Karyawan pada Divisi Operasional PT Surveyor Indonesia. Depok,
Indonesia: Universitas Indonesia.
Rijanto, B. B. 2010. Pedoman Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Lingkungan (K3L) Jakarta, Mitra Wacana Media.
Sahab, S. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta,
PT Bina Sumber Daya Manusia.
Sarwono, S. W. 2010. Pengantar Psikologi Umum, Jakarta, Rajawali Pers.
186
Satrianegara, M. F. 2009. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan
Kesehatan Serta Kebidanan, Jakarta, Salemba Medika.
Stranks, J. 2007. Human Factors and Behavioural Safety, Burlington, UK,
Elsevier Ltd.
Sumerti, N. M. A. 2016. Pelaksanaan Kebijakan Program Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan (FLPP) di Kota Bandar Lampung. Lampung:
Universitas Lampung.
Suryatno, Mifbakhuddin & Nurullita, U. 2015. Evaluasi Implementasi Kartu
Observasi Bahaya. Muhammadiyah Semarang.
Tathagati, A. 2015. Step by Step Membuat SOP (Standard Operating Procedure),
Yogyakarta, Efata Publishing.
Titas, D. 2013. Typical Solutions for the Construction Site Employees’ Safety.
Procedia Engineering, 57, 238-243.
TWJO 2016. HSE Monthly Report January-April 2016. Jakarta : Tokyu-WIKA
Joint Operation.
TWJO 2015. Laporan Kecelakaan Kerja, Near miss dan Penyakit Akibat Kerja
(PAK) bulan Januari-Desember 2015. Jakarta : Tokyu-WIKA Joint
Operation.
Umar, H. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Wiharto, K. & Bunawas 2013. Dampak Segera Kecelakaan Reaktor Chernobyl
dan Hikmahnya yang Diperoleh. Buletin ALARA, 7.
WIKA 2015. Data Statistik Kinerja Keselamatan & Laporan Kecelakaan Kerja
dan Nearmiss. Jakarta: PT Wijaya Karya Persero (Tbk).
LAMPIRAN
Lampiran 1
SURAT PERMOHONAN MENJADI INFORMAN
Yth.
Informan Penelitian
Di Proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Departemen HSE Tokyu-WIKA Joint
Operation, Jakarta Selatan
Dengan Hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswi Peminatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta :
Nama : Nurani Fitri
NIM : 1111101000055
Dengan maksud untuk melaksanakan penelitian sebagai persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dengan judul penelitian “Gambaran Sistem
Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek Mass Rapid Transit
Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016”.
Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini akan dijaga semua kerahasiaan dan
tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi informan. Partisipasi dalam penelitian ini
sifatnya bebas dan tanpa adanya paksaan. Apabila anda menyetujui, maka saya mohon
kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi informan dan bersedia
untuk diwawancarai. Atas perhatian dan kesediaan waktu bapak/ibu menjadi informan saya
mengucapkan terima kasih.
Peneliti (Nurani Fitri)
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk menjadi informan
penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta bernama Nurani Fitri sebagai persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dengan judul penelitian “Gambaran Sistem
Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek Mass Rapid Transit
Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016”. Saya mengerti bahwa data diri
dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti
dan tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi saya. Demikianlah dengan sukarela dan
tanpa adanya paksaan dari siapapun saya bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
Jakarta, 2016
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA I
Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek
Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016
No. :
Hari/Tanggal :
A. Pendahuluan
1) Memperkenalkan diri
2) Menjelaskan tujuan wawancara dan menjelaskan bahwa kerahasiaan informasi terjaga
3) Meminta kesediaan informan untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi informan
penelitian
4) Melakukan kontrak wawancara dengan informan untuk menentukan durasi wawancara
5) Setelah informan wawancara menandatangani lembar persetujuan menjadi informan
kemudian akan diwawancarai oleh peneliti dengan merekam isi pembicaraan
B. Identitas Informan
1) Nama/Inisial Informan
2) Jabatan Informan : a. SHE Manager (IU1) b. Deputy Safety Manager (IU2,IU3) (berikan
tanda)
3) No. Telp
C. Pertanyaan Wawancara
Sumber daya untuk melakukan pelaporan (Tahap Input)
Material
1. Bagaimana proses penyusunan form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe condition ?
2. Bagaimana bentuk form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
3. Bagaimana menentukan kesesuaian form digunakan dalam melakukan proses pelaporan
near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
4. Bagaimana kebijakan K3 yang dibuat perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition ? Jelaskan.
5. Bagaimana standar yang digunakan perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition ? Jelaskan.
6. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang near miss di proyek MRTJ TWJO?
7. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang unsafe act dan unsafe condition di
proyek MRTJ TWJO?
SDM
8. Siapa saja menurut anda diperusahaan yang terlibat di dalam sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
9. Bagaimana menurut anda jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
10. Bagaimana menurut anda tugas dan tanggung jawab yang melakukan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
11. Bagaimana menurut anda persyaratan dan kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
Metode
12. Bagaimana menurut anda metode pelaporan yang digunakan oleh perusahaan dalam
melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan (Tahap Proses)
Pelaksanaan Pelaporan
13. Bagaimana menurut anda sistem pelaporan near miss di proyek MRTJ TWJO yang telah
dilakukan saat ini ?
14. Bagaimana alur atau sistematika pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition di proyek MRTJ TWJO ?
15. Bagaimana menurut anda komitmen perusahaan atau komitmen top management
perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
16. Bagaimana menurut anda partisipasi petugas yang terlibat di dalam mengumpulkan data,
informasi dan melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di proyek
MRTJ TWJO ? Jelaskan.
17. Bagaimana bentuk reward dan punishment yang diberlakukan oleh pihak perusahaan terkait
sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
18. Bagaimana menurut anda yang menjadi penyebab dan sumber kejadian near miss di proyek
MRTJ TWJO sejauh ini ?
Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan
19. Bagaimana bentuk pemantauan manajemen atau perusahaan dan siapa saja yang terlibat di
dalam melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.
Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan
20. Bagaimana bentuk evaluasi yang dilakukan TWJO terkait sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
21. Bagaimana menurut anda hambatan yang dirasakan oleh departemen dari proses awal
perencanaan hingga memperoleh hasil dari sistem pelaporan near miss, pelaporan unsafe
act dan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.
Laporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition (Tahap Output)
22. Bagaimana laporan near miss di proyek MRTJ TWJO saat ini ?
23. Bagaimana laporan unsafe act di proyek MRTJ TWJO saat ini ?
24. Bagaimana laporan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO saat ini ?
25. Bagaimana laporan kecelakaan kerja proyek MRTJ TWJO ?
PEDOMAN WAWANCARA I
Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek
Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016
No. :
Hari/Tanggal :
A. Identitas Informan
1) Nama/Inisial Informan
2) Jabatan Informan : a. Safety Engineer (IU4) b. Environmental Engineer (IU5) (berikan
tanda)
3) No. Telp
B. Pertanyaan Wawancara
Sumber daya untuk melakukan pelaporan (Tahap Input)
Material
1. Bagaimana proses penyusunan form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe condition ?
2. Bagaimana bentuk form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
3. Bagaimana menentukan kesesuaian form digunakan dalam melakukan proses pelaporan
near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
4. Bagaimana kebijakan K3 yang dibuat perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition ? Jelaskan.
5. Bagaimana standar yang digunakan perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition ? Jelaskan.
6. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang near miss di proyek MRTJ TWJO?
7. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang unsafe act dan unsafe condition di
proyek MRTJ TWJO?
SDM
8. Siapa saja menurut anda diperusahaan yang terlibat di dalam sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
9. Bagaimana menurut anda jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
10. Bagaimana menurut anda tugas dan tanggung jawab yang melakukan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
11. Bagaimana menurut anda persyaratan dan kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
Metode
12. Bagaimana menurut anda metode pelaporan yang digunakan oleh perusahaan dalam
melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan (Tahap Proses)
Pelaksanaan Pelaporan
13. Bagaimana menurut anda sistem pelaporan near miss di proyek MRTJ TWJO yang telah
dilakukan saat ini ?
14. Bagaimana alur atau sistematika pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition di proyek MRTJ TWJO ?
15. Bagaimana menurut anda komitmen perusahaan atau komitmen top management
perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
16. Bagaimana menurut anda partisipasi petugas yang terlibat di dalam mengumpulkan data,
informasi dan melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di proyek
MRTJ TWJO ? Jelaskan.
17. Bagaimana bentuk reward dan punishment yang diberlakukan oleh pihak perusahaan terkait
sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
18. Bagaimana menurut anda yang menjadi penyebab dan sumber kejadian near miss di proyek
MRTJ TWJO sejauh ini ?
Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan
19. Bagaimana bentuk pemantauan manajemen atau perusahaan dan siapa saja yang terlibat di
dalam melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.
Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan
20. Bagaimana bentuk evaluasi yang dilakukan TWJO terkait sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
21. Bagaimana menurut anda hambatan yang dirasakan oleh departemen dari proses awal
perencanaan hingga memperoleh hasil dari sistem pelaporan near miss, pelaporan unsafe
act dan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.
PEDOMAN WAWANCARA I
Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek
Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016
No. :
Hari/Tanggal :
A. Identitas Informan
1) Nama/Inisial Informan :
2) Jabatan Informan : Safety Officer (IU 6, IU7, IU8)
3) No. Telp :
B. Pertanyaan Wawancara
Sumber daya untuk melakukan pelaporan (Tahap Input)
Material
1. Bagaimana bentuk form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
2. Bagaimana kebijakan K3 yang dibuat perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition ? Jelaskan.
3. Bagaimana standar yang digunakan perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition ? Jelaskan.
4. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang near miss di proyek MRTJ TWJO?
5. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang unsafe act dan unsafe condition di
proyek MRTJ TWJO?
SDM
6. Siapa saja menurut anda diperusahaan yang terlibat di dalam sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
Laporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition (Tahap Output)
22. Bagaimana laporan near miss di proyek MRTJ TWJO saat ini ?
23. Bagaimana laporan unsafe act di proyek MRTJ TWJO saat ini ?
24. Bagaimana laporan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO saat ini ?
25. Bagaimana laporan kecelakaan kerja proyek MRTJ TWJO ?
7. Bagaimana menurut anda jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
8. Bagaimana menurut anda tugas dan tanggung jawab yang melakukan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
9. Bagaimana menurut anda persyaratan dan kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
Metode
10. Bagaimana menurut anda metode pelaporan yang digunakan oleh perusahaan dalam
melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan (Tahap Proses)
Pelaksanaan Pelaporan
11. Bagaimana menurut anda sistem pelaporan near miss di proyek MRTJ TWJO yang telah
dilakukan saat ini ?
12. Bagaimana alur atau sistematika pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition di proyek MRTJ TWJO ?
13. Bagaimana menurut anda komitmen perusahaan atau komitmen top management
perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
14. Bagaimana menurut anda partisipasi petugas yang terlibat di dalam mengumpulkan data,
informasi dan melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di proyek
MRTJ TWJO ? Jelaskan.
15. Bagaimana bentuk reward dan punishment yang diberlakukan oleh pihak perusahaan terkait
sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
16. Bagaimana menurut anda yang menjadi penyebab dan sumber kejadian near miss di proyek
MRTJ TWJO sejauh ini ?
Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan
17. Bagaimana bentuk pemantauan manajemen atau perusahaan dan siapa saja yang terlibat di
dalam melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.
Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan
18. Bagaimana bentuk evaluasi yang dilakukan TWJO terkait sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
19. Bagaimana menurut anda hambatan yang dirasakan oleh departemen dari proses awal
perencanaan hingga memperoleh hasil dari sistem pelaporan near miss, pelaporan unsafe
act dan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.
Lampiran 4
PEDOMAN WAWANCARA II
Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek
Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016
No. :
Hari/Tanggal :
A. Identitas Informan
1) Nama/Inisial Informan :
2) Jabatan Informan : Konsultan Proyek MRTJ-JMCMC (IK)
3) No. Telp :
C. Pertanyaan Wawancara
Sumber daya untuk melakukan pelaporan (Tahap Input)
Material
1. Bagaimana proses penyusunan form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe condition ?
2. Bagaimana bentuk form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
3. Bagaimana menentukan kesesuaian form digunakan dalam melakukan proses pelaporan
near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
4. Bagaimana kebijakan K3 yang dibuat perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition ? Jelaskan.
5. Bagaimana standar yang digunakan perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition ? Jelaskan.
6. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang near miss di proyek MRTJ TWJO?
7. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang unsafe act dan unsafe condition di
proyek MRTJ TWJO?
SDM
8. Siapa saja menurut anda diperusahaan yang terlibat di dalam sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
9. Bagaimana menurut anda jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
10. Bagaimana menurut anda tugas dan tanggung jawab yang melakukan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
11. Bagaimana menurut anda persyaratan dan kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
Metode
12. Bagaimana menurut anda metode pelaporan yang digunakan oleh perusahaan dalam
melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan (Tahap Proses)
Pelaksanaan Pelaporan
13. Bagaimana menurut anda sistem pelaporan near miss di proyek MRTJ TWJO yang telah
dilakukan saat ini ?
14. Bagaimana alur atau sistematika pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition di proyek MRTJ TWJO ?
15. Bagaimana menurut anda komitmen perusahaan atau komitmen top management
perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
16. Bagaimana menurut anda partisipasi petugas yang terlibat di dalam mengumpulkan data,
informasi dan melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di proyek
MRTJ TWJO ? Jelaskan.
17. Bagaimana bentuk reward dan punishment yang diberlakukan oleh pihak perusahaan terkait
sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
18. Bagaimana menurut anda yang menjadi penyebab dan sumber kejadian near miss di proyek
MRTJ TWJO sejauh ini ?
Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan
19. Bagaimana bentuk pemantauan manajemen atau perusahaan dan siapa saja yang terlibat di
dalam melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.
Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan
20. Bagaimana bentuk evaluasi yang dilakukan TWJO terkait sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
21. Bagaimana menurut anda hambatan yang dirasakan oleh departemen dari proses awal
perencanaan hingga memperoleh hasil dari sistem pelaporan near miss, pelaporan unsafe
act dan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.
Lampiran 5
PEDOMAN WAWANCARA III
Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek
Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016
No. :
Hari/Tanggal :
A. Identitas Informan
1) Nama/Inisial Informan :
2) Jabatan Informan : a. Quality Assurance (IP1) b. Risk Engineer (IP2) (berikan tanda)
3) No. Telp :
B. Pertanyaan Wawancara
Sumber daya untuk melakukan pelaporan (Tahap Input)
Material
1. Bagaimana proses penyusunan form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe condition ?
2. Bagaimana bentuk form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
3. Bagaimana menentukan kesesuaian form digunakan dalam melakukan proses pelaporan
near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
4. Bagaimana kebijakan K3 yang dibuat perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition ? Jelaskan.
5. Bagaimana standar yang digunakan perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition ? Jelaskan.
6. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang near miss di proyek MRTJ TWJO?
Laporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition (Tahap Output)
22. Bagaimana laporan near miss di proyek MRTJ TWJO saat ini ?
23. Bagaimana laporan unsafe act di proyek MRTJ TWJO saat ini ?
24. Bagaimana laporan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO saat ini ?
25. Bagaimana laporan kecelakaan kerja proyek MRTJ TWJO ?
7. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang unsafe act dan unsafe condition di
proyek MRTJ TWJO?
SDM
8. Siapa saja menurut anda diperusahaan yang terlibat di dalam sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
9. Bagaimana menurut anda jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
10. Bagaimana menurut anda tugas dan tanggung jawab yang melakukan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
11. Bagaimana menurut anda persyaratan dan kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
Metode
12. Bagaimana menurut anda metode pelaporan yang digunakan oleh perusahaan dalam
melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?
Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan (Tahap Proses)
Pelaksanaan Pelaporan
13. Bagaimana menurut anda sistem pelaporan near miss di proyek MRTJ TWJO yang telah
dilakukan saat ini ?
14. Bagaimana alur atau sistematika pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe
condition di proyek MRTJ TWJO ?
15. Bagaimana menurut anda komitmen perusahaan atau komitmen top management
perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
16. Bagaimana menurut anda partisipasi petugas yang terlibat di dalam mengumpulkan data,
informasi dan melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di proyek
MRTJ TWJO ? Jelaskan.
17. Bagaimana bentuk reward dan punishment yang diberlakukan oleh pihak perusahaan terkait
sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
18. Bagaimana menurut anda yang menjadi penyebab dan sumber kejadian near miss di proyek
MRTJ TWJO sejauh ini ?
Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan
19. Bagaimana bentuk pemantauan manajemen atau perusahaan dan siapa saja yang terlibat di
dalam melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan
unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.
Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan
20. Bagaimana bentuk evaluasi yang dilakukan TWJO terkait sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.
21. Bagaimana menurut anda hambatan yang dirasakan oleh departemen dari proses awal
perencanaan hingga memperoleh hasil dari sistem pelaporan near miss, pelaporan unsafe
act dan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.
Lampiran 6
PEDOMAN OBSERVASI
Pedoman ini merupakan pedoman untuk melakukan observasi dalam rangka
melakukan penelitian “Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe
Condition di Proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation
Tahun 2016”.
Cara melakukan observasi :
1. Membuat daftar informasi yang akan dilakukan
2. Menentukan tempat observasi
3. Bila diperlukan dan memungkinkan observasi akan disertai dengan dokumentasi dalam
bentuk foto, rekaman atau bentuk lainnya.
4. Daftar observasi dapat ditambahkan sesuai dengan kebutuhan dan temuan yang terdapat
saat dilapangan dan akan ditambahkan pada tabel observasi yang telah dibuat
sebelumnya
5. Hasil observasi kemudian dicatat, dirangkum dan akan dimasukkan ke dalam tabel
observasi
Tabel Observasi
No. Kegiatan Foto Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
Lampiran 7
PEDOMAN TELAAH DOKUMEN
Pedoman ini merupakan pedoman untuk melakukan telaah dokumen dalam rangka
melakukan penelitian “Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe
Condition di Proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation
Tahun 2016”.
Cara melakukan telaah dokumen :
1. Membuat daftar dokumen yang diperlukan
2. Meminta dokumen kepada perusahaan sesuai dengan informasi yang
dibutuhkan untuk penelitian
3. Bila informasi sudah diperoleh maka peneliti memberikan tanda () pada
tabel daftar dokumen
4. Dokumen yang berisi informasi yang dibutuhkan kemudian ditulis nomor dan
judul dokumennya
5. Dokumen dapat ditambahkan sesuai dengan kebutuhan dan temuan yang
terdapat saat dilapangan dan akan ditambahkan pada tabel daftar dokumen
yang telah dibuat sebelumnya
6. Hasil telaah dokumen kemudian dicatat, dirangkum dan akan dimasukkan ke
dalam tabel daftar dokumen
Tabel Daftar Dokumen (Input, Proses, Output, Feedback)
No. Dokumen yang
Dibutuhkan
Checklist
()
Nama
Dokumen
Penanggung
Jawab
Dokumen
Catatan
1. Kebijakan Perusahaan
2. Program-program SHE
3.
Prosedur-prosedur SHE
yang berkaitan dengan
pelaporan
4. Laporan unsafe act
proyek
5. Laporan unsafe condition
proyek
6. Laporan near miss
7. Laporan kecelakaan kerja
proyek
8. Aktivitas Pekerjaan
Proyek
9. Dokumen-dokumen
lainnya
Lampiran 8
Matriks Wawancara Informan Utama Komponen Tahap Input
No
Pertanyaan Informan Utama
IU1 IU2 IU3 IU4
Material 1. Bagaimana proses penyusunan
form yang digunakan dalam
melakukan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
Jadi kalau form itu kita kan
sudah ada formatnya ya,
sudah ada standar bakunya
dari kita inikan 2 perusahaan
besar, TOKYU dan WIKA
nah masing-masing punya
standar baku sendiri-sendiri.
Di TWJO ini format itu
intinya disatukan standar
bakunya WIKA sama
TOKYU terbentuk jadilah
format khusus untuk form
Proses penyusunan form
menggunakan form yang
dari awal sudah ada dan
digunakan oleh PT Wijaya
Karya. Hal ini dikarenakan
saya sebagai deputi safety
officer berasal dari PT
WIKA maka saya
menggunakan form yang
dibuat oleh WIKA Karena
proyek ini bersifat joint
operation antara WIKA
dengan TOKYU akan tetapi
dua perusahaan ini belum
mengeluarkan satu
kebijakan form yang akan
disubmit ke konsultan, jadi
proyek ini menggunakan
pengadopsian form dari
WIKA
Ya tim yang menyusun
menentukan tanggal, kapan
pelaksanaannya, lokasi,
pelapor dan deskripsinya
setelah itu baru di submit ke
konsultan
Kalo sebelumnya hmm… bikin
form itukan dapetnya dari
atasan saya, saya dikirimin trus
dikasih tau abis itu saya baru
jabarin ke SO-SO gitu nanti
untuk pelaporannya dan
masuknya ke laporan bulanan.
Kalo dasar-dasarnya sih soal
apa namanya form-form kaya
gitu sih saya ngga ngerti
2. Bagaimana bentuk form yang
digunakan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
Jadi awalnya kan hanya
punya satu form umum
insiden atau accident nanti di
poin terakhir muncul
kateroginya apa. Ya jadi
memang seperti itu mereka
bikinnya umum, disini dalam
arti tidak detail bukan
maksudnya detail tapi umum
dan nanti itu kategorinya apa.
Bentuk form yang
digunakan sama dengan
yang dibuat dan digunakan
oleh WIKA kamu bisa liat
sendiri formnya di admin
saya
Ya dalam sistem pelaporan
itu jelas kapan tanggal,
kapan pelaksanaannya,
lokasinya, trus kategori
berikutnya pelapornya siapa,
deskripsinya seperti apa.
Berikutnya ada witness,
kenapa perlu witness?
karena setiap pelaporan near
miss pasti ada saksi atau dari
Ya yang ada di kita, seperti
tanggal ya kan, lokasi,
deskripsinya kan. Sebenernya
disini kan ada namanya tuh
siapa itu dijelaskan. Tapi kata
konsultan kemaren itu ngga
boleh ya kan, itu sebenernya sih
salah. Yah salahnya menurut
saya dalam arti bukan salah sih
mungkin revisi kali ya formnya,
Rani bisa lihat sendiri di
dokumen kita
orang yang menyaksikan
kejadian near miss itu
terjadi. Berikutnya kenapa
perlu tanggal, kita harus
spesifik terhadap tanggal
dan lokasi karena apa? itu
untuk menunjang akurasi
data kita
dalam arti gini harusnya nama
ngga usah dimasukin. Near
miss itukan hampir menyelakai
orang, kalo kita sebutkan
korbannya berarti accident
bukan near miss, gitu
3. Bagaimana menentukan
kesesuaian form digunakan dalam
melakukan proses pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe
condition ?
Ya nanti disitu dipilah-pilah
sama QA jadi laporan apa
dan nanti muncul
kategorinya apa gitu tetep
kerjasama sama SHE. Karena
saya disini juga proyek sudah
berjalan satu tahun ya jadi
kalo form-form gitu yang
bikin orang QA ya quality
assurance sama project
control
Pada dasarnya kesesuaian
form digunakan secara
global atau keseluruhan dan
bekerja sama dengan divisi
QA. Adanya QA yang akan
mensortir atau review
laporansebelum dikirim ke
konsultan
Ok. Kesesuaian form itu
seharusnya mengacu kepada
dokumen kontrol yang ada
di perusahaan. Jadi didalam
perusahaan itu mengatur
bagaimana semua form
diatur, nomer registernya,
tahun pembuatannya serta
divisi yang memakai form
tersebut
Kalau kesesuaian dasar-dasar
formnya saya ngga ngerti,
sesuai dengan orang-orang QC
eh QA sorry ya maksudnya QA.
Orang QA yang dilibatkan
dalam arti kan kita tetep kerja
sama, yang penting kan kita
meeting-in gimana nih
kekurangan atau masukannya
4. Bagaimana kebijakan K3 yang
dibuat perusahaan terkait sistem
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ? Jelaskan.
Kalau kebijakan K3 yang
jelas tujuan utamanya adalah
zero accident karena
manajemen kami komit dari
mulai PM sampe ke
konstruksi cuma kalo di
kontruksi ini kan K3 baru
mulai kan tahun 2006, mulai
di galakkan dan mewajibkan.
Tapi sekali lagi kalo
dikonstruksi aturan K3 akan
berjalan kalau didukung oleh
top management mereka.
Karena K3 tidak bisa
berjalan kalau dibenturkan
dengan progres dan uang
atau biaya
Kebijakan K3 ya secara
umum mencegah terjadinya
kecelakaan. Sistem
pelaporan baru berjalan
30%
Oh ya jadi TWJO sudah
berkomitmen terhadap
keselamatan artinya artinya
apapun yang kita laporkan
itu adalah membawa nama
baik dari K3 di perusahaan.
Setiap pelaporan, setiap ada
kejadian wajib dilaporkan
baik besar dan kecil, hanya
tergantung klasifikasinya
saja apakah itu recordable
atau just reportable
Saya sih belum baca kebijakan
K3 kita disini, hmmm.. sama
sekali belum baca jadi belum
bisa dijabarkan
5. Bagaimana standar yang
digunakan perusahaan terkait
sistem pelaporan near miss,
Hmm.. yang berkaitan
dengan SOP near miss ya?
Mereka tidak spesifik kesitu,
Masih berstandar pada
standar WIKA. Memakai
standar internasional akan
Kalau standar kita mengacu
pada apa yang menjadi
kesepakatan yang kita
Oh, pelaporan standarnya kita
ngikutin konsultan. Dokumen
standarnya itu aduh kalo untuk
unsafe act dan unsafe condition ?
Jelaskan.
intinya zero accident ya.
Standar SOP disini ada tapi
lebih spesifik ke alat-alat saja
kalau untuk safety kita ada
dokumen site safety plan
yang sudah di submit dari
konsultan
tetapi implementasinya
banyak yang belum
memenuhi atau mengena
pada standar-standar
internasional tersebut
submit ke MRT. Jadi sistem
pelaporan near miss kita itu
hanya selembar pelaporan
near miss saja yang paling
sebenarnya dan yang paling
penting adalah hasil
observasi setiap SO itu
melaporkan unsafe condition
sama unsafe position setiap
harinya karena near miss itu
adalah berawal dari unsafe
condition dan unsafe
position
standarnya sih saya ngga tau
kalo konsultan pake apa, tak
paham
6. Bagaimana pemahaman yang
anda ketahui tentang near miss di
proyek MRTJ TWJO?
Near miss itu sebenernya
kondisi hampir celaka,
celakanya belum tapi hampir
celaka
Kejadian yang nyaris akan
tetapi jika sering terjadi
near miss akan berpotensi
menjadi kejadian yang lebih
parah
Oh kalau menurut saya near
miss itu sama dengan
persepsi semua safety di
dunia ini near miss itu
adalah kejadian yang hampir
celaka, hampir celaka
maksudnya hampir celaka
mengenai orang, mengenai
peralatan dan juga dampak
terhadap lingkungan
Near miss itu ya kita udah tau
ya hampir celaka dalam arti kita
bekerja tapi kita hampir
kecelakaan, seperti itu. Itukan
juga ngga langsung kitanya
dalam arti kan bisa benda atau
apa gitu kan, apa bisa kitanya
yang lalai itu termasuk near
miss, yang lalai
7. Bagaimana pemahaman yang
anda ketahui tentang unsafe act
dan unsafe condition di proyek
MRTJ TWJO?
Unsafe action tindakan-
tindakan tidak selamat.
Misalnya kita bekerja di
ketinggian tidak pakai
harness. Kita mengelas tidak
menggunakan sarung tangan.
Jatuh kalau di ketinggian jika
tidak pakai APD.
Unsafe condition sendiri
kondisi tidak aman, berarti
kita tidak mempersiapkan
hal-hal sebelum kerja.
Istilahnya tidak
mempersiapkan lokasi kerja
aman, platform kerja, tangga.
Yang sering disini dua-
Unsafe act itu perilaku tidak
aman misalnya tidak
menggunakan APD, tidak
sesuai prosedur. Kalau
unsafe condition itu kondisi
yang tidak aman misalnya
material tidak pada
tempatnya, tidak ada
handrail dan sebagainya
Unsafe act itu adalah inner
behavior seseorang yang
secara explosure atau secara
terbuka memaparkan bahwa
dia tidak selamat atau
melaksanakan kegiatan yang
dapat merugikan dirinya
sendiri, orang lain dan juga
lingkungan.
Unsafe condition adalah
berawal dari mekanisme
atau birokrasi di perusahaan
yang mungkin agak lama
dan agak lamban didalam
proses perbaikan atau
maintenance dan juga
Unsafe action berarti kita udah
tau ya kan misalkan kita
bekerja kaya gerinda ngga ada
covernya dia tau tapi masih
dilakukan. Dia udah tau ngga
ada cover, udah tau tapi
dilakuin. Ngga harus alat juga
apapun kerja dia, udah tau ngga
aman ya dia tetep kerja.
Kondisi ya dalam arti
kondisinya kita cukup liat dari
kondisi kerja kita seperti becek
ya kan, udah tau becek masih
kerja kondisi lingkungan kerja
gitu, seperti itu
duanya, unsafe condition
yang utamanya
lamanya proses pada saat
permintaan barang-barang
mengakibatkan barang-
barang yang sudah korosi
masih tetap layak dipake,
sementara dalam pandangan
K3 itu tidak layak untuk
dipake lagi dan harus di
reject
Sumber Daya Manusia
8. Siapa saja menurut anda
diperusahaan yang terlibat di
dalam sistem pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe
condition ? Jelaskan.
Yang terlibat disini yang
jelas ada departemen K3
disini divisi K3, general
affair sama QA, quality
assurance. General affair itu
bagian umumnya ada bagian
yang ngurus asuransi kalau
general affair oh lebih
banyak ke keuangan juga ya.
Oh ya top manajemen disitu
ya sama konstruksi iya nanti
kami kan bikin laporan
apakah sudah dilakukan
perbaikan apa belum
Chief, supervisor safety,
manajer safety yang pasti
SHE. Semua bisa
melakukan pelaporan akan
tetapi sekarang ini
pelaporan dibuat oleh safety
officer. Safety officer di
lapangan kurang bisa
mendefinisikan tingkatan-
tingkatan kejadian tersebut.
Yang berperan sampai
pengolahan dokumennya itu
WIKA, TOKYU, MRT dan
konsultan
Ok. Sistem pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe
condition itu adalah dari
pucuk pimpinan tertinggi
sampai pada bawahan yang
paling rendah atau
workforce di lokasi. Sama
halnya dengan yang saya
bilang sebelumnya, near
miss juga sistem
pelaporannya di mulai dari
yang tertinggi sampai yang
paling rendah
SDM nya itu ya kita-kita aja,
kita ngasih tau aja ke SHE
manager, nanti bapaknya yang
evaluasinya gimana. Iya
jabatannya ke manajer, eh
engga ke ini dulu deputi dulu
baru ke manajer baru ke
manajemen
9. Bagaimana menurut anda jumlah
sumber daya manusia yang
terlibat dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
SDM disini banyak ada dan
bisa dilihat di laporan bulan
HSE kita
Banyak pokoknya bisa diliat
di laporan Ok. Sumber daya kita selain
dari yang saya bilang tadi,
mulai dari pucuk pimpinan
tertinggi kita disini adalah
project manager kita,
berikutnya adalah daily
worker. Jadi kalau untuk
sumber daya disini bisa kita
kategorikan ada tiga ya.
Kategori workforce atau
daily worker kita dilokasi,
yang kedua adalah bagian
dari hmm.. middle supervisi,
Kalau dihitung-hitung disini
sebenernya sih banyak, banyak
dalam arti kita ngga bisa nilai
itu dari totalnya berapa ya kan
ada di laporan bulanan yang
saya buat
atau site engineer,
pelaksana. Yang ketiga
adalah manajerial level
dimana semua itu adalah
manajer atau deputi-deputi
atau manajer divisi, kalau
untuk sumber daya seperti
itu, gitu. Bisa juga kamu cek
datanya di laporan bulanan
kita 10. Bagaimana menurut anda tugas
dan tanggung jawab yang
melakukan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
Mmm tugas dan tanggung
jawab SO ini membikin
semacam pemberitahuan
singkat biasanya dari SO
misalnya pesan singkat. Pak
kami disini trus nanti dari
safety engineering akan bikin
primary report karna laporan
awal ini akal dikirim kan ke
konsultan sama owner kami
itu yang harus dilakukan
Peran safety officer ya
melihat, memberitahu dan
menindaklanjuti. Dari
pembuat record tanggung
jawabnya sampai
administrasi dan yang
melakukan safety patrol
Ok. Tugas dan
melaksanakan near miss
adalah suatu tanggung jawab
semua pekerja dilokasi
dimana tempat kita
bernaung, karena apa? Near
miss itu atau safety itu
adalah milik semua orang.
Atau Sering digaung-
gaungkan adalah safety is
everybody business, near
miss is every business
Tugasnya itu kan sebenernya
tugas-tugas yang beginikan
orang SO ya kan orang-orang
dilapangan sendiri. Mereka
melihat kondisi yg tidak aman
nanti mereka sendiri yang
evaluasi mereka sendiri yg
dalam arti men-cut nya atau
kasih solusinya. Artinya orang-
orang lapangan ngga sekedar
SO juga tapi pelaksana juga
harus bisa, gitu loh
11. Bagaimana menurut anda
persyaratan dan kompetensi yang
dibutuhkan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
Kompetensi pengisian form
menurut saya harus punya
kapabilitas dalam
membayangkan kejadian.
Persyaratan yang pastinya
sertifikasi K3, SO harus pro
aktif dalam bertindak dan
memberikan solusi yang baik
di lapangan
Yang dibutuhkan dalam
melakukan pelaporan pada
dasarnya safety officer harus
minimal memiliki tehnik K3
dasar yaitu safety basic
setelah dibekali safety basic
baru mengenal K3 umum
walaupun tidak semua tetapi
paling tidak memiliki safety
training. Setelah itu baru di
perdalam lagi. Akan tetapi
di TWJO hanya beberapa
yang memiliki safety basic
namun kurang tindak
lanjutnya. Sedangkan
banyak yang tidak memiliki
Semua orang-orang yang
terlibat dalam area ini harus
di in house training kan
terlebih dahulu, untuk
menyamakan persepsi
tentang apa itu near miss
dan bagaimana
mengkategorikannya. Untuk
Men-develop ke depannya
dan juga untuk meng-case
down suatu komitmen,
kebijakan maka kita perlu
seorang direktur yang
memiliki wawasan K3 yang
luas, peduli tentang K3 dan
mau menerapkan K3 itu di
Yang dibutuhkan, apa yang kita
kasih dan kita jelaskan ke
mereka itu, mereka harus tau
apa kerja mereka, apa
kewajiban mereka ya kan, kita
kasih kewajiban mereka kasih
kewajiban dalam arti kita
tanggung jawab. Dan kita
berikan hak mereka dalam arti
salary atau gaji jangan cuma
hanya pantau-pantau aja gitu
loh SO-nya kan, disini kan
kebanyakan seperti itu. Bukan
kebanyakan sih rata-rata sih apa
emang orang-orangnya belum
paham di safety nya. Sertifikasi
safety basic tapi ingin
mencari tahu sehingga salah
dalam mengisi laporan
segala aspek pekerjaannya
dia di dalam perusahaan itu
juga perlu, perlu banget sih kalo
kata saya kan soalnya mereka
kan sudah pelatihan ya mereka
sudah pahamlah berarti mereka
sudah diuji sama orang yang
ahli gitu dan mereka lulus ya
berarti mereka kan sudah
paham sudah bisa
melaksanakan untuk dilapangan
gituloh. Kalo hanya sekedar
basic sih ya kaya kalian sih juga
taulah
Metode
12. Bagaimana menurut anda metode
pelaporan yang digunakan oleh
perusahaan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
Lebih banyak di observasi ya
jadi kalau metode yang
digunakan petugas yang ada
di lapangan yaitu investigasi
ke lapangan, jadi dari
investigasi itu nanti muncul
penyebab utamanya apa sih,
ini yang dicari kan akar
masalahnya ran, ini kan
begini kejadiannya loh ran oh
ternyata akar masalahnya
human error, oh ternyata
memang alat yang dipakai
kurang memadai oh ternyata
alatnya sudah kadaluarsa tapi
tidak diganti. Nanti akan di
buatkan report oleh admin
kita dan nanti setelah itu
dibuatkan report ke owner
dan konsultan JMCMC
Metode pelaporan yang
digunakan yakni reporting
tapi pelaporannya
sesempatnya dikirim dan
masih banyak kekurangan
dalam sisi reporting
sehingga banyak revisi atas
pelaporan tersebut
Kalau metode yang kita
laporkan dan yang kita
gunakan adalah apabila anda
melihat anda laporkan.
Berdasarkan observasi atau
juga patrol yg dilakukan.
Karena kalau kita observasi
berarti kan keinginan kita
atau tekad kita sedang
mengawasi orang bekerja.
Sedangkan patrol adalah
pada saat kita melakukan
perlintasan atau keliling
untuk mengamati
lingkungan kerja kita secara
tidak langsung kita
mengamati ada sesuatu yg
membahayakan dan near
miss. Itu bisa kita jadikan
kategori yang lain. Karena
observasi adalah kita
meniatkan diri, kita
mengawasi orang lain.
Kalau patroli adalah pada
saat kita patroli ternyata
Metodenya sih yang saya alami
selama 11 bulan disini
komunikasi ya. Nanti yang
bikin datanya saya sendiri, kaya
kecelakaan-kecelakan diarea
misalnya 101 gitu ya kan saya
sendiri yang laporin nanti, saya
yang buat. Saya bikin
investigasinya, saya bikin
rektifikasinya baru nanti kita
laporlah ke SHE manager dan
masuklah nanti ke laporan
bulanan, seperti itu
didalam patrol itu ada yg
kita ketemukan. Nah itu ada
dua metode ya, satu metode
observasi kedua adalah
metode patrol
Matriks Wawancara Informan Utama Komponen Tahap Proses
No
Pertanyaan Informan Utama
IU1 IU2 IU3 IU4
Pelaksanaan Pelaporan 13. Bagaimana menurut anda sistem
pelaporan near miss di proyek
MRTJ TWJO yang telah
dilakukan saat ini ?
Sistem sudah baik namun
orang-orangnya yang
terkadang belum sepenuhnya
melaporkan
Form atau sistem ini sudah
disosialisasikan akan tetapi
masih terdapat kekurang
pahaman diantara officer
dalam proses penulisan dan
penjabaran kejadian dan
masih belum bisa
mengkategorikan kejadian
ke dalam near miss, unsafe
act, atau unsafe condition.
Hal ini juga mengakibatkan
laporan jarang dibuat
padahal kenyataannya di
proyek tidak mungkin tidak
terjadi kejadian-kejadian
tersebut
Kalau diperusahaan ini
bagus, pelaporan disini
sudah bagus hanya satu
kekurangannya orang-orang
yang terlibat mencari near
miss itu minim, satu. Kedua,
harus disuruh-suruh. Ya
near miss itu ga perlu di
training bisa dibaca baca
diinternet segala macam.
Belum sama sekali
berjalan dengan baik,
kalau dari kemaren-
kemaren itu dalam arti
udah ada, sistemnya sih
udah ada cuman ya gitu
orang-orang kita ini ya
kan reaktif harus dikasih
tau gitu loh baru bekerja.
14. Bagaimana alur atau sistematika
pelaksanaan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition
di proyek MRTJ TWJO ?
Alur dari sumber berita dari
pelapor yang melihat
kejadian, data awal diambil
dia langsung ke deputi dari
deputi ke manajer dengan
berikan laporan primary jadi
ya SO buat catatan trus
dikumpulkan di admin lapor
ke deputi dan saya setelah itu
Alurnya dari SO yang di
lapangan mencatat trus
mengumpulkan ke admin
saya ya SHE engineer lalu
ke saya dan nanti ke
manajer saya baru ke top
manajemen
Segala apa yang kita
lakukan yang berkaitan
dengan near miss serta
pelaporan di kumpulkan di
dalam suatu ploting safety
admin kita, setelah itu
diproses abis diproses di
input datanya, diverifikasi
ulang kepada pelapornya.
Jadi, alurnya ke SO terus
admin atau SHE engineer
ke DSM. Tapi untuk
pelaporan komunikasi bisa
langsung dalam arti kita
ngasih tau bahwa pak
disini ada kecelakaan
misalnya gitu. Sama juga
kalo unsafe action
saya komunikasikan ke
manajemen
Kedua, kepada deputinya
sendiri dan juga manajernya
sebelum itu dilaporkan
setiap bulannya pada saat
kita monthly HSE meeting
di konsultan
condition-nya gitu kok.
Yang penting ke DSM
juga harus ke DSM dulu,
gitu. Nanti SO-nya yang
ngeliat ya kan tapi kan
ngga harus ngeliat aja ya
kan nulis disini kan
sebelumnya dijelasin apa
sih kejadiannya, apa sih
itu jelaskan. Nah tapi ya
kebanyakan nulis aja ngga
ada action-nya di
lapangan agar selanjutnya
tidak terjadi lagi makanya
banyak terjadi temuan
15. Bagaimana menurut anda
komitmen perusahaan atau
komitmen top management
perusahaan terkait sistem
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ? Jelaskan.
Komitmen dari top
manajemen sangat
mendukung divisi kita
selama ini. TWJO tingkat
kepeduliannya lumayan
tinggi, komit. Tapi saya
melihat lebih kepada
ketakutan saja terkadang
Komitmen perusahaan
sudah mendukung namun
mungkin komunikasinya
yang masih kurang lancar
Semua pihak TWJO sudah
berkomitmen terhadap
keselamatan. Karena suatu
komitmen kebijakan tentang
K3 itu dipicu oleh atau
dimulai dari pimpinannya
sendiri berikut kepada para
pekerja dilokasi. Karena
konsern kita cuma satu
bagaimana mencapai hari-
hari kerja kita tanpa
kecelakaan atau tanpa tetes
darah dilokasi
Komitmen ya seperti itu
sebenernya dukungan ada
dukungan dalam arti
hanya omongan ya saya
bisa bilang begitu. Ya
kaya kemaren kasus yang
kecelakaan yah gitu ngga
tau lambat atau gimana
ngga paham juga ya
mungkin proses dari
manajemennya agak
lambat dan sejauh ini
pelaporan gitu-gitu sih
bagus didukung sama
manajemen cuman
pelaksanaannya masih
proses dalam arti tidak
langsung di action masih
proses jadi butuh itu butuh
ini. Ya mungkin sibuk apa
gimana ya gitu 16. Bagaimana menurut anda
partisipasi petugas yang terlibat
di dalam mengumpulkan data,
Kejadian yang terjadi di
lapangan harus langsung
dilaporkan, mereka tetep
SO itu masih perlu
diarahkan, diingatkan dan
dikasih tau karena mereka
Iya sebagai tolak ukur saja,
SO itu belum tentu tau apa
itu near miss. Seorang
Reaktif, kalau ngga
dikasih tau yaudah cuma
liat-liat gitu, ngga ada
informasi dan melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition di proyek
MRTJ TWJO ? Jelaskan.
melakukan pelaporan secara
prosedural apapun yang
terjadi di lapangan. Kalau
near miss laporan dasar aja
yang dilakukan tapi ya gitu
SO ada yang lapor ada juga
yang engga jadi partisipasi
masih reaktif sifatnya
kadang ngga inisiatif sama
pekerjaannya. Kadang juga
tetep aja begitu udah dikasih
tau dan sering diingatkan
masih suka lupa tapi sedikit-
dikit mereka akan ngerti kok
sama yang mereka kerjain
manajer divisi belum tentu
tau apa near miss, Karena
mereka tidak pada jurusan
yang mereka kembangkan
gituloh, mereka pikir itu
adalah hanya urusan K3.
Terus terang kalau disini
sifatnya masih reaktif
solusinya apa yang buat
disini banyak jadi temuan
yang unsafe condition,
unsafe action dan near
miss di lapangan gitu.
Harus dikasih tau ini loh
ini ada temuan ya, gitu.
Harus dikasih tau baru
mereka kerjakan. Ya itu
berarti yang harus perlu
skill dalam arti pelatihan-
pelatihan 17. Bagaimana bentuk reward dan
punishment yang diberlakukan
oleh pihak perusahaan terkait
sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
Jelaskan.
Jadi hmm.. punishment and
reward ini sebenernya adalah
wujud dari bukan
kejengkelan maaf tapi dari
tanggung jawab kami kepada
temen-temen untuk
keselamatan mereka. Jadi
kami terus terang banyak
mendapatkan tekanan ya,
proyek kami ada di ibukota
pinggir jalan ya fatmawati
dan sekitarnya kita bekerja di
ketinggian jadi banyak
melibatkan orang ketiga
karena bahaya sehingga
punishment dan reward ini
kita terapkan untuk
menertibkan pekerja agar
tidak berbahaya bagi diri
sendiri dan orang lain sesuai
dengan mandatory
penggunaan helm, rompi dan
sepatu. Dendanya beda-beda,
tapi cukup membuat jera,
nanti bulan depan ada
pemotongan
Sanksi administrasi berupa
teguran ran awalnya
kemudian kalau untuk
sekarang ini sudah mulai
berlaku denda sesuai jabatan
pekerjaannya yang nanti
akan dipotong gaji pada saat
gajian. Kalau reward dari
perusahaan sih ngga ada tapi
biasanya saya inisiatif
dengan ngasih pin K3 gitu
Jadi seperti sekarang ini kan
lagi di dengung-dengungkan
masalah reward dan
punishment. Dulunya
memang ini tidak ada
tanggal 15 april kemaren
kita launching masalah
reward dan punishment
karena apa? kita melihat
selama 6 bulan kita
observasi ketidakdisiplinan
di dalam penggunaan apd ini
semakin melonjak dan
melambung tinggi yang
mengakibatkan banyak nilai-
niai atau norma-norma
keselamatan itu sangat
disepelekan oleh pekerja
dilokasi. Untuk itu, untuk
menertibkannya maka
dibuatlah reward &
punishment, punishment
berupa denda, denda yang di
terapkan apabila seseorang
atau pekerja yang berada di
TWJO baik TWJO sendiri,
subkontraktornya, daily
Belum ada sama sekali.
Pelaporan pada sebulan
sebelumnya ya belum ada
kan. Dalam arti ini kan
baru sebulan punishment
ini, bentuk punishment itu
kan pelanggaran. Kalau
reward kan kita belum,
dalam artikan 10 bulan ini
kan belum ada baru akhir-
akhir ini juga punishment
diberlakukan. Baru
berjalan belum ada
sebulan gitu sebenernya
sih. Saya sebelum
kebijakannya
disosialisasikan kembali
udah ngomong kok
pelanggaran apa, ini yah
denda 50 ribu. Udah kita
kasih tau punishment tapi
cuman kan untuk gertakan
aja itu hanya gertakan
bukan kita tidak ada yang
mendukung karena
kemaren baru dibikin dan
tanda tangan PM berarti
worker-nya yang tidak
memakai APD akan ditindak
tegas dan pemberian denda
sesuai dengan item
pelanggaran yang dia
dilakukan
kan udah mendukung,
gitu. Dalam arti kan kita
baru bener-bener di submit
sekarang
18. Bagaimana menurut anda yang
menjadi penyebab dan sumber
kejadian near miss di proyek
MRTJ TWJO sejauh ini ?
Kalau saya lebih banyak
kepada perilaku orang itu
sendiri dia tidak memahami
cara kerja yang benar karena
tau sendirilah SDM kita
seperti ini rendah, mereka
mungkin terbiasa kerja di
kampung. Nomer dua K3
belum melekat di pekerja
jadi masih belum bisa
diterapkan dengan baik
Kebanyakan ya unsafe act.
Ya itu perilaku manusianya
sendiri, perilaku manusia ya
pekerja seperti penggunaan
APD ran
Sejauh ini adalah human
behavior dimana human
awareness atau tingkat
kepedulian orang tidak ada,
kurang, trus tadi saya bilang
itu manusia. Semua kejadian
ini berasal dari manusia ada
manusia yang suka lupa, ada
manusia yang suka lalai, ada
manusia yang sangat pintar.
Yang sangat pintar
maksudnya begini, pintar
mengucapkan tapi tidak
pintar melaksanakan. Nah
pintar mengucapkan, pintar
melaksanakan tapi tidak
pintar menjaga
Orangnya sendiri dalam
arti pekerjanya sendiri.
Pekerjanya yang bener-
bener belum tau apa sih
itu safety apasih itu
keselamatan, gitu.
Kebanyakan dia cari duit,
cari duit, cari duit, cari
duit. Ya human error
bukan human orror ya tapi
error
Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan
19. Bagaimana bentuk pemantauan
manajemen atau perusahaan dan
siapa saja yang terlibat di dalam
melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition
di proyek MRTJ TWJO ?
Jelaskan.
Bentuk pemantauan setiap
kejadian seperti apapun, PM
memonitor langsung Tanya
kejadian ke saya. PM,
konstruksi manajer dan saya
koordinasi membuat laporan
dasar serta memantau
laporan itu
Kalau saya dipantau oleh
SHE manager. Pemantauan
dokumen dan dilapangan
juga dari konsultan sama
owner kita MRT dari
inspeksi yang mereka
lakukan. Kalau dari top
manajemen kita ya PM
Ok. kalau pelaksanaannya,
itu selalu dikontrol maka ya
gunanya ada divisi K3 itu
gunanya mengontrol.
Karena disini sifatnya masih
reaktif, pemantauan itu
harus dilaksanakan setelah
ada temuan dari konsultan
ataupun dari MRT. Jadi
tidak ada yang sifatnya
proaktif. Karena untuk
penanggulangan near miss
dituntut manajemen yang
proaktif. Baik melapor juga
sistem pelaporannya.
Pemantauan pelaporan-
pelaporannya itu gimana
ya, contohnya ya gitu sih
pelaporannya langsung
manajemen tapi tetep
lapor. Mereka ngeliat
dalam arti mantaunya
ngga terlalu fokus gitu
sebenernya sih karna kita
pake konsultan, konsultan
yang mantau jadi nanti
mereka yang di calling
kaya top management-
nya. Kok bisa ada
kecelakaan? kok bisa sih
ada ini dan ini, gitu.
Pokoknya top
management-nya yang
langsung memantau gitu
Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan
20. Bagaimana bentuk evaluasi yang
dilakukan TWJO terkait sistem
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ? Jelaskan.
Jadi top manajemen kita
membahasnya di rapat
mingguan disitu setiap hari
selasa yang dibahas selain
K3 juga kadang masalah
kecelakaan kerja apa sih
penyebabnya, biasanya saya
presentasi dulu. Karena nanti
saya harus menjelaskan di
rapat bersama owner TWJO
kenapa bisa gitu
Evaluasi kita ya dari
meeting kita yang seringkali
membahas temuan. Di
meeting mingguan, bulanan
di perusahaan maupun di
konsultan JMCMC
Evaluasi dilakukan pada
divisi safety tidak ada dalam
manajemen. Evaluasi K3, di
evaluasi di-review
berdasarkan laporan
bulanan.
Evaluasinya ya? Ya susah
sih di bilang buat evaluasi,
disini kan yang saya liat
ya ada yang mikir dia
punya istri ah kasian di
evaluasi. Orang-orangnya
sering gitu, ya kan tapi di
satu sisi kita di kejar
progres di satu sisi lagi
kita dikejar atasan ya kan
jadi ya evaluasi kita step
by step aja. Ya
evaluasinya sih paling di
audit ya jadi kita harus di
audit semuanya 21. Bagaimana menurut anda
hambatan yang dirasakan oleh
Hambatan ya kadang
komunikasi dan kompetensi
Hambatan paling dari SO
yang kompetensinya masih
Hambatan-hambatan kita
adalah datang dari diri kita
Hambatannya banyak
banget kita kan disitu ada
departemen dari proses awal
perencanaan hingga memperoleh
hasil dari sistem pelaporan near
miss, pelaporan unsafe act dan
unsafe condition di proyek MRTJ
TWJO ? Jelaskan.
dari personil kita yang masih
kurang itu aja sehingga
komunikasi ngga lancar atau
terhambat
kurang dan terkadang ngga
mencatat atau melaporkan
near miss, unsafe act dan
unsafe condition
sendiri. Maksudnya,
hambatan itu terjadi karena
tidak adanya pengertian satu
dengan yang lain terhadap
visi dan misi K3 awal, tak
ada. Jadi kita bertindak
sendiri, K3 lapor, K3
meeting dengan pak
konsultan, yaudah sampai
disitu
pelaporan seperti yang
performance kita, seperti
SMT, induction semua itu
udah tertera ya 20 item.
Itu semua bolong dalam
arti angot-angotan.
Mereka dikasih tanggung
jawab tapi tidak
dilaksanakan. Kan kita
udah sering kasih tau ini
gimana sih TBM ngga
ada, kita juga udah kasih
solusi dalam arti gini
mempermudah. Kalian
gabung, kalian pilih satu
daerah misalnya di aspol
satu hari itu minimal satu
pelaporan untuk kegiatan
TBM. Kita udah
permudah kita udah kasih
solusinya itu baru TBM
belum lagi safety talk. Itu
sih hambatan-
hambatannya yang dari
orang SO sendiri apa
memang karna saya
belum pernah
melaksanakan itu jadi
tidak merasakan tapi
ngga tau juga lah
sepertinya sih orang-
orangnya yang agak
males, atau bukan males
tapi capek itu sih
hambatannya
Matriks Wawancara Informan Utama Komponen Tahap Output
No
Pertanyaan Informan Utama
IU1 IU2 IU3 IU4
Laporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition 22. Bagaimana laporan near miss di
proyek MRTJ TWJO saat ini ?
Near miss sejauh ini masih
belum terlalu berjalan atau di
laporkan jadi masih banyak
yang kurang datanya ngga
lengkap
Masih belum berjalan
padahal disini near miss
banyak ditemukan.
Untuk laporan near miss
masih sangat minim yang
melaporkan, baru bulan
februari kemarin dimulai
dan disosialisasikan kembali
pada semua SO. Laporan
near miss belum ada sama
sekali pengkategoriaan
cuman dalam scope leading
indicator dan untuk
persentase belum.
Laporannya sih bagus
mungkin masih banyak
yang harus revisi agar
bentuk pelaporan kita
lebih detail, gitu. Ya
dalam arti gini kita kan
belum tau nih kita pake
apasih standar
dokumennya gitu loh
bagaimana sih
dokumennya. Tau sendiri
data disini masih kurang 23. Bagaimana laporan unsafe act di
proyek MRTJ TWJO saat ini ?
Penggunaan APD kalau
unsafe act di pekerja
Unsafe act yang sering
dijumpai di lapangan ya itu
seperti tindakan yang ini tuh
kadang pekerja mencuri-curi
dimana dia naik ketinggian
dia ngga pake body harness.
Yang paling banyak ya
APD. Yang paling sangat
riskan itu kalau kita sampe
jatuh dari ketinggian. Ya
mereka kadang suka ini ya
gitu, oh iya merokok
dilokasi kerja yang
ibaratnya di bahan mudah
terbakar memang banyak itu
Untuk laporan unsafe act
belum memiliki persentase
sudah sering ditemukan
hanya berupa laporan
langsung dan ditindak lanjut
saat itu juga namun tidak di
record secara detail dan
belum memiliki form
khusus untuk melakukan
pencatatannya. Unsafe act
yang paling banyak terjadi
adalah masalah penggunaan
APD
Belum ada sama sekali.
Safety patrol itu kan
patrol doang, ada sih itu
tapi kan dalam arti
kegiatan itu bukan unsafe
act tapi unsafe condition
ya kan. Spesifiknya itu
ngga ada tapi itu udah
mencakup, udah
menjabarkan semuanya.
Jadi istilahnya pelaporan
kondisi lapangan disatu
hari itu. Iya unsafe act
masuk kesitu juga sama.
Kalau spesifiknya kaya
near miss-near miss aja
unsafe act- unsafe act aja
itu ngga ada. Laporan sih
keseluruhan gitu aja,
general. Sejauh yang saya
temukan di lapangan
memang paling banyak
APD untuk unsafe act-
nya 24. Bagaimana laporan unsafe
condition di proyek MRTJ TWJO
saat ini ?
Unsafe condition paling
banyak adalah akses kerja,
misalnya akses kerja
terhalang. Housekeeping itu
bisa dijabarin macem-macem
loh licin, banjir. Paling
banyak pokoknya
housekeeping
Kondisi yang tidak aman
diarea kerja pertama pipa
scaffolding ditaro diatas
ketinggian, material tidak
pada tempatnya. Clamp,
penjepitnya itu kan kalo
material yang 6 meter masih
bisa kita hindari kalo yang 2
meter jatuh dari ketinggian,
kalau material jatuh dari
ketinggian maka
mengakibatkan beratnya
jadi berlipat-lipat dan
membahayakan
Sama halnya dengan laporan
unsafe act, laporan unsafe
condition juga belum
memiliki persentase hanya
lampiran daily safety patrol
form dilampirkan pada
laporan bulanan SHE.
Unsafe condition yang
banyak terjadi adalah house
keeping
Selama ini sih ada SO
yang lapor ada juga yang
ngga ya keseringan
bolong-bolong. Tapi
sejauh ini untuk unsafe
condition yang dilaporin
kebanyakan permasalahan
house keeping kaitannya
sama tim 5R orang enviro
25. Bagaimana laporan kecelakaan
kerja proyek MRTJ TWJO ?
Di tahun-tahun sebelumnya
sudah ada 7 kejadian
kecelakaan yang kita
laporkan
Man hours kita kembali ke
nol karna insiden di 102 ya
jadinya tidak ada reward.
Ya insiden yang pertama
orang yang kena rebar atau
besi. Yang hampir
mendekati fatality ya 2
insiden itu yang
mengembalikan jam kerja
kita kembali ke nol. Yang
pertama itu orang yang
terjatuh hingga
mengakibatkan apa, tulang
keringnya ya patah. Itu jatuh
dari ketinggian di 102 ya
tapi karena kita TWJO yang
terjadi 102, 101 ya kita kena
imbasnya. Jadi jam kerja
kita yang kemaren hampir
mencapai 1 juta jam kerja
kembali ke nol. Biasanya
Setiap terjadi kecelakaan
selama ini dilaporkan
kepada konsultan kita.
Accident yang sudah terjadi
kurang lebih ada 12 kasus
dengan yang sebelumnya
Kalau kecelakaan kerja
kita pasti kan lebih
spesifik masuknya
investigasi formnya,
investigasi gitu, sejauh ini
dilaporkan kok ke
konsultan
setiap project yang udah ada
1 juta jam kerja itu
mendapatkan ibaratnya
reward lah. Satu lagi yang
kena besi rebar ukuran 2
inci dibagian paha. Jadi
akhirnya dia tidak bisa
dalam 24 jam itu ngga bisa
kembali ke lokasi kerja dan
itu mengakibatkan nol bagi
jam kerja kita. Yang
keduanya dirawat di RS,
yang pertama juga ngga
kerja karna dalam dunia
safety itu dalam 24 jam
ngga balik itu dinyatakan
accident
Lampiran 9
Matriks Wawancara Informan Utama Komponen Tahap Input
No
Pertanyaan Informan Utama
IU5 IU6 IU7 IU8
Material 1. Bagaimana proses penyusunan
form yang digunakan dalam
melakukan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
Jadi di saya form, kalau buat
form-form gitu dibuat
koordinasi dengan QA untuk
penomoran dan formatnya
trus biasanya juga kita submit
dulu ke konsultan kalo form
ini disetujui baru bisa kita
terapkan. Kalo udah
diterapkan distribusiin ke SO
baru form itu bisa diisi dan
setelah diisi biasanya
dikumpulin terus setiap akhir
bulan itu kan kita bikin
laporan direkap berapa
jumlahnya trus apa aja yang
terjadi near miss atau unsafe
act, unsafe condition-nya gitu 2. Bagaimana bentuk form yang
digunakan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
Terdiri dari tanggal, lokasi
dan deskiripsi kejadiannya.
Kalau unsafe act atau unsafe
condition sebenernya form
nya ada cuman
pelaksanaannya masih belum
terlaksana secara penuh.
Terus kalau near miss sih
formnya ada, sama halnya
masalah pelaksanaan juga
belum terlaksana dengan
baik
Bentuk formnya near miss
ada tapi belum baca saya,
tapi untuk perilaku pekerja
ngga ada formnya. Untuk
kondisi tidak aman itu ada
formnya daily safety patrol
Misalnya suatu kejadian
seperti kejadiannya jam
berapa, waktunya apa dibuat
ya kan kemudian yang mana
organ tubuhnya dibagian
mana ini kalau bicara luka
ya atau dampaknya. Mau
dijelaskan secara detail ini
ada ringan, sedang, berat
gituloh kalau near miss.
Kalau unsafe condition
pelaporannya bisa di daily
patrol
Saya ngga hafal yang
jelas disitu ada lokasi,
deskripsi dan kejadian
kalau untuk near miss.
Kalau unsafe act ngga ada
formnya cuma kita
biasanya langsung lapor.
Unsafe condition seperti
yang anda tau itu form
daily safety patrol
3. Bagaimana menentukan
kesesuaian form digunakan dalam
melakukan proses pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe
condition ?
Konsultasi dulu ke QA baru
submit ke konsultan kalau
konsultan ok ini bisa dipake
contohnya form ceklis, ceklis
safety juga seperti itu jadi
kita bikin trus koordinasi ke
QA diliat di kasih nomer. Itu
baru kita submit keluar
persetujuan dari konsultan
setelah itu baru kita terapkan
dan sampai saat ini udah
berjalan
4. Bagaimana kebijakan K3 yang
dibuat perusahaan terkait sistem
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ? Jelaskan.
Kalau kebijakan K3 nya ngga
lebih ke safety secara umum
ya. Kalau untuk unsafe act
sama near miss-nya kan ngga
tercantum di kebijakan yang
tertulis gitu. Jadi
kebijakannya lebih bersifat
safety secara umum tapi
Dari kebijakannya,
perusahaanya kurang terlalu
fokus mengenai K3. Ada
dalam arti kurang untuk
pelatihan ada tapi tidak
mengerti tentang K3
Kalo kebijakannya setau
saya kalau diperusahaan ya
sesuai dengan UU yang
berlaku ya misalnya
ketenagakerjaan ada
keselamatan juga ya kalau
kita contohkan ada di UU
no.1 tahun 1970 tentang
Kebijakan yang dibuat
TWJO tetep ya kita
istilahnya menerapkan
seperti basic-basic aja sih
sebenarnya. Kaya APD
gitu emang itu wajib ya
tapi istilahnya sih
kebijakan yang basic-
keterkaitan cuman ngga
tertulis secara detail harus
pelaporan ini, atau dilaporkan
dan sekarang konsultan juga
cukup ketat lagi sekarang
udah ada surat yang keluar
unsafe act unsafe condition
ya harus dilaporkan
keselamatan basic. Ya kalau kebijakan
untuk kita ya namanya
safety itu udah ngga bisa
tawar menawar gitu ya
jadi sekarang kita
menggunakan punishment
5. Bagaimana standar yang
digunakan perusahaan terkait
sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
Jelaskan.
Kalau disini kita masih pake
form punya WIKA karena
manajemen 101-103 sampe
ke MRT pun ngga mengarah
harus pake standar apa. Jadi
dengan komitmen kita kalau
di TOKYU ngga ada, di
WIKA ada ya kita pake
punya WIKA. Kita
koordinasi dengan TOKYU
jadi yaudah kita gunakan
Standarnya ya harus ada
prosedur. Selama ini
prosedurnya masih agak
susah dalam arti pihak yang
ada diperusahaan dan
dilapangan kurang. SOP nya
belum ada
Kalo standarnya yang
digunakan saya liat disini
kalau form itu udah sesuai
dengan standar mengacu
kepada UU kemudian bisa
dikatakan sudah keputusan
daripada kita disini kita
mengacunya ke MK3LH ya
kan itu bisa dikatakan itu
mutu, keselamatan
kesehatan kerja, lingkungan
hidup kaya gitu sistemnya
Belum ada, misalnya
standar alat yang kita
gunakan itu harusnya kan
sesuai terhadap safety
6. Bagaimana pemahaman yang
anda ketahui tentang near miss di
proyek MRTJ TWJO?
Near miss itu suatu kejadian
hampir celaka jadi apabila
ada perubahan sedikit saja
bisa jadi celaka gitu
Jadi kita tahu bahayanya
kaya apa ya itu hampir
celaka. Misalnya kelalaian
pekerja
Near miss ini pengertiannya
menurut saya ya dilapangan
misalnya ada orang yang
luka ini ada tahapannya ada
ringan ada sedang ada berat.
Tentang near miss ini
misalnya luka tersayat atau
luka tergores itu near miss.
Cuman kalo kategorinya
udah sedang itu dia
menimbulkan ada yang
semacam lukanya itu ada
jaitan kalau berat itu dia
masuknya fatality dan
mengakibatkan nyawa orang
hilang
Definisi near miss itu
artinya sesuatu yang
hampir mendekati
kecelakaan tapi belum
terjadi
7. Bagaimana pemahaman yang
anda ketahui tentang unsafe act
dan unsafe condition di proyek
Unsafe act atau perilaku tidak
aman itu lebih kepada pekerja
nya sendiri jadi di konstruksi
Perilaku tidak aman itu dia
mengabaikan keselamatan
tidak mengikuti prosedur
Kalo unsafe action itu
tindakan-tindakan yang
kalau saya liat disini dari
Unsafe act itu artinya
tindakan yang tidak aman
berupa begini ya dia
MRTJ TWJO? tuh kenapa bisa banyak
kecelakaan gini karna orang
dari desa bisa macul aja, bisa
kerja di konstruksi kan, beda
dengan sektor lain misalnya
di migas. Mesti punya
kompetensi yang bener-bener
kualifikasi dulu baru bisa
kerja kalau konstruksi kan
orang dari kampung bisa
macul mau kerja itu bisa
langsung kerja di konstruksi.
Keadaan tidak aman itu
lokasi kerja, ya lokasi kerja
itu kurang memperhatikan
housekeeping-nya segala
macem ya kaitannya dengan
lingkungan
tidak memenuhi progres.
Kalau kondisi tidak aman
itu kondisi yang kurang
bagus ya
masalah APD. APD ya
penggunaannya karna bicara
tentang APD pengertian
tidak hanya kita di TBM di
kasih taunya pada saat kita
safety patrol pun kita
menjelaskannya juga. Ya
kondisi unsafe condition
dimana biasanya
berhubungan dengan
kontruksi, pier yang masih
keadaannya belum diisi
tanah ditimbun dengan
tanah misalnya kan
diratakan kan pada saat itu
ditimbun namanya unsafe
condition tidak ada proteksi
disitu kondisinya berarti ada
lubang bahaya bagi orang
melintas pada saat mau
melakukan aktivitas di
dalam proyek maupun area
luar. Selain itu, yang
pastinya disitu alat berat
kondisinya, contohnya kalau
di lokasi Aspol kondisi
unsafe condition yang pasti
ada kaitan sama alat berat
bisa menimbulkan bahaya
kalau alat berat tidak ada
proteksi solusi manajemen
HSE nya misalkan
pemasangan rambu, rambu
peringatan jangan melintas
diarea tersebut. SO-nya ini
sebenernya kita ngga henti-
hentinya mengingatkan.
Itukan tujuan kita apa kan
zero accident, ngga ada lagi
terlalu memaksakan
misalnya tindakannya ada
sebuah mata gerinda itu
kalau memotong mengecil
batu gerindanya ya tapi
dia merepair,
memodifikasi.
Gerindanya itu dia
paksakan memotong itu.
Akhirnya karna dia terlalu
memaksakan, si mata
gerinda itu pecah itu
istilahnya tindakan yang
tidak aman.
Unsafe condition itu
kondisi yang tidak aman,
lingkungan kerja kita
yang tidak aman.
Contohnya seperti
ibaratnya kita bekerja di
ketinggian melihat lokasi
kita sempit disitu material
berserakan, rebar yang
terpasang kan masih
terpasang gitu jadi ya kita
yang bekerja itu jadi tidak
nyaman harusnya kita
pastikan lokasi itu bersih
rapih, aman dan nyaman
Sumber Daya Manusia
8. Siapa saja menurut anda
diperusahaan yang terlibat di
dalam sistem pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe
condition ? Jelaskan.
Tim safety yang pasti SO,
pelaksana, divisi lain dan
pekerja di lapangan
Semua man power disini
terlibat
Semuanya, dari manajemen
atas sampe para pekerja
harian atau daily worker
Semuanya, itu beberapa
diantaranya meliputi
safety, supervisor,
engineer, mandor dan
pekerja
9. Bagaimana menurut anda jumlah
sumber daya manusia yang
terlibat dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
Jumlahnya banyak bisa
dilihat dilaporan bulanan
SHE kami
Kurang lebih Jumlahnya ada
1000 pekerja
Saya kurang hafal itu berapa
jumlahnya, admin biasanya
tau
Ya man powernya yang
terlibat nya ya seperti di
suatu area ya kurang lebih
untuk area 101 sekitar 800
an lah. Itu meliputi
pekerja harian plus sama
subkon ya. Yang
melakukan pelaporan itu
kurang lebih 5 orang 7
orang persatu area. Disini
dalam satu area misalnya,
satu titik pekerjaan rata-
rata dipekerjakan 10 orang
itu meliputi tim mandor
ya mandornya satu,
safety-nya satu, engineer-
nya satu, supervisor-nya
satu, site manager-nya
satu. Itu wajib setiap site
manager harus tau karna
setiap ada insiden atau
apa-apa itu yang pertama
ditanya dulu site
manager-nya kenapa
lokasimu bisa terjadi
begini, kenapa kamu ngga
proteksi lokasi ini 10. Bagaimana menurut anda tugas
dan tanggung jawab yang
melakukan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
Tugas dan tanggung jawab
SO yang pasti mereka kan
kalo di lapangan itu menjaga,
terus juga mengawasi,
melihat, ngelakuin upaya-
Tugasnya kita ngasih
pengarahan untuk perilaku
pekerja. Untuk near miss
tugas SO mengurangi atau
mencegah bahaya dari
Tugas dan tanggung
jawabnya yang pertama dia
buat kronologis pelaporan
near miss-nya kemudian
mencatat dan nanti
Ya tugas saya
melaporkannya jika
terjadi unsafe act ya
berarti ya harus bisa
memproteksi dimana
upaya pencegahan
kecelakaan. Jadi kalau SO itu
berperan penting dalam
pelaporan juga membuat
laporan trus juga menjaga
agar semua pekerjaan yang
dilakukan pekerja juga
dengan selamat
pekerja. Untuk mengurangi
atau mencegah kecelakaan.
Tanggung jawabnya tetep
mengikuti prosedur
pekerjaan
melaporkan istilahnya sebelum terjadi
kita proteksi dululah
mana yang menjadi tugas
kita dan menjadi
tanggungjawab kita. Nah
untuk unsafe condition
kita melihat kondisi tidak
aman ya berarti didalam
sebuah project didalam
sebuah lingkungan berarti
kita memastikan lokasi itu
aman atau tidak dan
memastikan bahwa itu
aman. Intinya dari safety
itu memastikan bahwa
lokasi kerja atau lokasi
yang akan kita kerjakan
aman dan nyaman
11. Bagaimana menurut anda
persyaratan dan kompetensi yang
dibutuhkan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
Kompetensinya pasti minimal
tau prinsip-prinsip K3, nilai-
nilai K3 ya bisa di aplikasiin
di lapangan. Ya kalo
kompetensi sih sertifikasi
yang dipunyai masing-masing
dari sertifikat AK3U atau
sertifikat disnaker, sertifikat
terkait keselamatan kerja buat
di lapangan
Persyaratannya untuk form-
form itu semua harus
paham. Kompetensinya ya
tetep menjaga. Kemampuan
berkomunikasi dan perlunya
pemahaman
Persyaratannya kalau kita di
lapangan ya yang pertama
kita cepat tanggap ya tkarna
inikan suatu apa ya bisa
dikatakan tanggap darurat
Persyaratannya ya jadi
harus bisa memastikan
misalnya unsafe act
istilahnya dilokasi
misalnya di area mana
dan istilahnya hal yang
terjadi misalnya kondisi
tidak aman dan tindakan
manusia yang tidak aman
itu dijadikan pelaporan
istilahnya buat ke para
pimpinan kita share ke
bagian konstruksi gitu.
Namanya seorang safety
minimalnya punya basic
artinya dasar. Dasar itu
dimana kita meliputi tau
mana metode kerja yang
membahayakan mana
metode kerja alat yang
digunakan itu tidak aman
kita harus tau. Misalnya
contohnya saya beritahu
saya berikan contoh alat,
alat seperti cutting well
yang buat motong besi itu
sama gerinda yang besar
yang ukuran diameternya
32 mau dipake ke alat
gerinda yang ukurannya
diameternya 7 inci ya. Itu
tidak akan sama karna
kalau dari cutting well itu
dipasang ke gerinda itu
akan pecah karena
putaran rpm nya ngga
sama atau putaran
permenit nya ngga sama.
Ya tidak sesuai ya itulah
perlunya ada potensi dan
kemahiran seseorang
disitu
Metode
12. Bagaimana menurut anda metode
pelaporan yang digunakan oleh
perusahaan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
Melihat temuan di lapangan
di foto trus di share dan
dicatet. Untuk laporannya
saya yang buat, intinya sih
melihat kemudian mencatat
dan melaporkan
Yang pertama melihat ya
memantau berkomunikasi
dengan supervisor atau
pekerja trus kita catetin dan
kita laporin
Kalo disini metode
pelaporannya ya disini ada
form. Sebenernya
prinsipnya sama antara di
jalan ataupun di gedung
contohnya dia ditulis
tanggal pokonya waktu
tanggal kejadiannya, itu
dimana posisinya
Metodenya ya saya
melihat di lapangan, saya
foto untuk bukti lalu saya
melaporkan
Matriks Wawancara Informan Utama Komponen Tahap Proses
No
Pertanyaan Informan Utama
IU5 IU6 IU7 IU8
Pelaksanaan Pelaporan 13. Bagaimana menurut anda sistem
pelaporan near miss di proyek
MRTJ TWJO yang telah
diilakukan saat ini ?
Kalau sistem pelaporan yang
kita lakuin sih terkait near
miss dan lain-lain itu udah
jalan dan tapi kadang ya SO
ngga ngelaporin
Masih simpang siur masih
belum jelas dan belum ada
ketegasan dari perusahaan
baru-baru ini
Sistem pelaporannya saya
bilang tadi sudah berjalan
sesuai dengan form cuma yg
amat saya sayangkan, saya
juga pribadi sendiri apa ya
perlu disosialisasikan
kembali lebih di detailkan
lagi kepada SO-SO nya agar
pengertian near miss-nya
aja dulu dasarnya kan baru
nanti dia kalau sudah
mengerti apa itu near miss
baru bisa melaporkan gitu
Sudah berjalan adapun
safety yang sering
melanggar istilahnya
gimanalah ya istilahnya
ngga sejalan dalam
memberikan larangan
kepada konstruksi itu
kalau yang masuk akal
mereka terima tapi kalau
orang safety menghambat
semua pekerjaan tanpa
ada alasan yang jelas atau
tanpa alasan yang masuk
akal mereka pasti akan
complain dari konstruksi
ke pihak kita
14. Bagaimana alur atau sistematika
pelaksanaan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition
di proyek MRTJ TWJO ?
Sistem pelaporan kalau di
dalam sistemnya pastinya
yang mencatat dan ke
lapangan SO itu juga
kerjasama sama pelaksana
dan pekerja di lapangan. Trus
manajer dari safety nya
sendiri trus biasanya
koordinator sampe ke project
manager-nya juga melapor
atau minimal ke manager-
manager setiap divisi apa
yang ada di lapangan orang
yang di kantor juga tau
Laporannya dari safety ke
lapangan kita supervisor
atau engineer trus dari
mandoran yang kita ketahui
terus kita lakuin semua
selesai trus kita laporin ke
admin HSE trus ke deputi
Alurnya ya kalo setau saya
di lapangan apabila
menemukan sesuatu yang near miss unsafe act, unsafe
condition yang pertama
sudah pasti SO dibekali
yang namanya form dia
mengisi kemudian sesudah
itu yang terkait misalkan
ada hubungan dengan
leader misalkan mandor,
ada hubungannya misalnya
dengan pelaksana ada
hubungannya yang terkait
ya kita ada hubungannya
gitu. Kemudian kita minta
Ya jadi kita
melaporkannya dari pihak
seumpamannya pasti yang
mengetahuinya pertama
kali supervisor ya karena
dia yang standby disitu
mengawasi pekerjaannya
jadi dia yang lapor ke
safety. Dari safety ya kita
menginfokan ke atasan
kita ya ke deputy
manager. Alurnya ya kita
ambil sebagai dokumen
dulu baru kita panggil
siapa yg stay di area itu
pelaksananya ya. Kita
pertanggungjawabannya ya
tanda tangannya lah seperti
itu. Bukti bahwa kita ada
komunikasi di lapangan itu
alurnya ya seperti itu.
Kemudian setelah form itu
kita buat hari ini segera
laporkan ke engineriing
bahwa tadi ada kejadian
near miss. Bisa dikatakan
sebelum kejadian yang
diliatnya hampir berbahaya
itu kan tindak lanjutnya apa.
Jadi saya ada orangnya
langsung diberitahu
kemudian ke pelaksana,
setelah itu langsung ke
pihak HSE departemen.
Disini ada safety
engineering sama deputi
nanti dari pihak engineering
sama deputi di tindak
lanjuti. Kita memproses,
membuat kronologis
walaupun itu sifatnya
hampir atau sudah kejadian
kita buat kronologisnya
untuk bukti kerja SO di
lapangan setau saya gitu
berikan masukan bahwa
pak lokasi itu tidak aman,
kita pun melihatnya jadi
dari kita tetep nge push
agar bisa di tindak lanjut
dari pihak konstruksi, kita
infokan hasil temuannya
bahwa itu bahaya jangan
sampai terulang
15. Bagaimana menurut anda
komitmen perusahaan atau
komitmen top management
perusahaan terkait sistem
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ? Jelaskan.
Kalau manajemen
komitmennya cukup bagus
karena dari punishment
mereka dukung, apapun
program kita di dukung.
Kalau misalnya safety
management menemukan hal-
hal yang tidak aman paling
engga ngelapor atau share di
grup. Jadi bener-bener
Kalau dari atas itu sih kalau
buat saya ibarat kata belum
terlalu profesional lah dalam
arti masih antara iya dan
tidak
Komitmennya yang pasti
ceritanya K3 dijunjung
tinggi itu udah pasti. Kan
karna apapun ceritanya kita
juga mengacu kan pada
keselamatan dan kesehatan
kerja. Kaya gitu setau saya
Oh setau saja disini
manajemen selalu
mengutamakan K3 ya
tidak pernah
bertentangan. Adapun
pihak konstruksinya yang
liat apa yang terhambat
apa lagi pekerjaannya
yang urgent tentu mereka
selalu berkoordinasi
manajemen itu komitmen
sama apa program safety
yang udah kita lakuin
dengan safety. Mana
menurut safety itu tidak
bisa dia harus bisa
mengikuti itu dan intinya
kalau disini setau saya
konstruksi yang ngikutin
safety bukan safety yg
ngikutin konstruksi. Ya
kesepakatannya sudah
mendukung TWJO
memperlakukan safety
ibaratnya gimana ya 80%
jadi yang 20% ya
istilahnya dispensasi lah.
Jadi misalnya ada
pekerjaan yang urgent ya
ngga mungkin lah kita
terlalu ini kan ya disitulah
dispensasi kita Cuma 20%
lah ngga banyak. Ya
mendukung full sekali
kalo disini
16. Bagaimana menurut anda
partisipasi petugas yang terlibat
di dalam mengumpulkan data,
informasi dan melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition di proyek
MRTJ TWJO ? Jelaskan.
Partisipasinya kalau yang di
lapangan mereka sih
konstribusinya cukup bagus
ya cuman itu pokonya kalau
udah di lapangan tuh yaudah
gitu kalo untuk pencatatan
itu biasanya pada males.
Kalau untuk fotosih di share
ya, perilakunya kalau
dibilang sih udah cukup
maksimal untuk mencegah
kecelakaan, nyari kondisi
tidak aman, perilaku tidak
aman, mereka udah cukup
bantu saya untuk
memperingatkan di lokasi.
Cuman kayanya kalau untuk
Kalau untuk mengumpulkan
data partisipasi mereka
kurang tanggap, ngga
proaktif dikasih tau baru
dilaksanain
Partisipasinya ya mungkin
rani bisa liat sendiri
individualismenya ya kan
sebetulnya itu bisa
diwujudkan dengan
komunikasi. Partisipasinya
itu ya saya bilang tadi
dengan komunikasi ya kan
udah pasti komunikasi
Untuk sejauh ini
partisipasi dari SO ya itu
sangat care sangat perduli
untuk mengenai near
miss, unsafe act, unsafe
conditon ya untuk
pelaporan data memang
kita melaporkan data ya
tiap hari juga laporan
harian, trus laporan
bulanan, karena kita audit
ya 3 bulan sekali. Disitu
kita dilihat kinerja safety
kita ini mana istilahnya
orang yang cuma berkata
doang mana yang ada
bukti itu memang harus.
pelaporan ya gitu kita udah
kasih formnya kadang ga
dikumpulin. Ada yang
ngelaporin tapi banyaknya
engga
Iya peduli karena dalam
dunia safety itu ya bukan
kuantiti tapi kualiti.
Banyaknya orang dan
penambahan safety tapi
kalau dia ngga ada
kualitas rasa perdulinya
ngga ada ya sama aja
ngga akan memberikan
substansi yang lebih
17. Bagaimana bentuk reward dan
punishment yang diberlakukan
oleh pihak perusahaan terkait
sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
Jelaskan.
Reward ngga ada. Kalau
punishment baru mulai
berjalan bulan ini. Kalau
sistem udah berjalan jadi
siapa aja yang melihat
keadaan tidak aman ataupun
lebih ke APD, bisa difoto,
dicatet namanya dan
dilaporkan ke tim safety nanti
tim safety yang melapor ke
manajemen bahwa
pelanggaran tersebut ada
dendanya. Dari mandor-
mandornya ya nanti ada
pemotongan gaji dari
punishment mereka
Kalau untuk sanksi kita
berbentuk administrasi ya.
Cuma sanksi administrasi
ya. Kalau reward belum ada
Oh sanksi apabila kaitannya
tentang tidak membuat
laporan ya kan saya baru ya
disini kalau saya liat ya jadi
saya belum tau
Kita kalau untuk
punishment yaitu
memberikan dimana ada
pekerja melanggar
otomatis kita memberikan
sanksi pelanggaran ya
hukuman dimana kita
sudah terapkan bahwa
setiap orang kita jumpai
tidak memakai APD
untuk data kita foto dan
diakhir gajinya kita
potong opname dengan
kata per itemnya ya
misalnya helm 50 ribu,
dua item ya 100 ribu, tiga
item ya 150 ribu dan
itupun sesuai dari
jabatannya. Kalau untuk
sekelas engineering ya itu
200 ribu, untuk site
manager 500 ribu.
Reward-nya kadang saya
langsung berikan kepada
pekerja secara perorangan
dimana para pekerja itu
memang selama yang
saya alami karna disini ya
pihak TWJO nya yang
tidak memberikan reward
tapi untuk secara
interennya untuk safety
pribadi wah misalnya
bapak ini pake helm
lengkap, hari-hari rapih ya
sesekali secara interen SO
ya kita berikan kaos
bukan dari TWJO. Tapi
dalam setiap perusahaan
reward itu harus ada
seharusnya
18. Bagaimana menurut anda yang
menjadi penyebab dan sumber
kejadian near miss di proyek
MRTJ TWJO sejauh ini ?
Habit. Unsafe act, perilaku
dari si pekerjanya sendiri
banyak banget misalnya
contoh APD, house keeping
nya terus tata tertib yang
ngga dilakuin ya paling
banyak itu APD
Sumbernya pertama dari
prosedur, kedua kelalaian,
ketiga mengabaikan dari
prosedur perusahaan
Paling banyak yang perilaku
kalau menurut saya
Pertama ya itu unsafe act
dan kedua unsafe
condition. Ya human
error atau kesalahan
manusianya itu sendiri
berupa kadang dia.
Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan
19. Bagaimana bentuk pemantauan
manajemen atau perusahaan dan
siapa saja yang terlibat di dalam
melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition
di proyek MRTJ TWJO ?
Jelaskan.
Pemantauan dari manajemen
paling ya dengan koordinasi
kalau meeting-meeting kecil
biasanya sih kumpul-kumpul
manajemen. Kalau kaya
konstruksi biasa minimal
supervisor itu pasti ikut
toolbox mereka menjelaskan
kegiatan mereka. Tim safety
juga menjelaskan
pengawasan dan tindakan
pencegahan kecelakaannya,
minimal ya tim safety dan
konstruksi di lapangan karena
kan yang menjalankan di
lapangan konstruksi
Menurut saya mereka
kurang pro aktif ya dalam
memantau. Mereka
mantaunya jarang-jarang sih
selama ini dan semua
terlibat dalam memantau ya
safety bisa pelaksana,
engineer, medis sama admin
Pemantauan ya biasanya
kami dipantau langsung
oleh atasan-atasan atau
manajemen baik yang di
lapangan maupun kantor
Pemantauannya secara
langsung dari pihak
konstruksi kita itu kadang
menegur langsung ke
piimpinan kita, safety nya
yang kurang proaktif.
Yang memantau ke kita
itu manajer konstruksi
langsung baik di 101
maupun 102. Site manajer
istilahnya dari supervisor
engineering konstruksi.
Konsultan dari owner itu
melihat nilainya kan
contohnya mereka melihat
kalau kebersihan kita itu
kurang bagus jadi K3 nya
yang menjadi sorotan
utama. Materialnya
berserakan pasti yang
disorot K3 nya. Kondisi
yg tidak aman juga gitu
Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan
20. Bagaimana bentuk evaluasi yang
dilakukan TWJO terkait sistem
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ? Jelaskan.
Evaluasi yang dilakuin itu
dari rapat bulanan ke
konsultan. Kita juga rapat
mingguan dan kalau ada
masalah yang urgent atau apa
biasanya kan internal atau
eksternal meeting misalnya
dengan pekerjaannya subkon
Ya jadi untuk evaluasinya
berbentuk weekly meeting
atau meeting-meeting nya
SHE. Terkait tentang
temuan untuk K3 dan sistem
pekerja dan ada solusi dari
temuan
Biasanya kita ada weekly
meeting yang membahas
temuan-temuan di lapangan
Evaluasi dari manajer
safety itu memang
seminggu sekali itu kita
evaluasi ya dari pak
manajer, deputi 101 dan
102 dimana dari lokasi
kita yang istilahnya
sangat riskan sangat
kritikal mereka istilahnya
selalu mengkomplain dari
kebersihan keselamatan
dan mereka selalu
menyampaikan ke kita
agar lebih memperbaiki.
Kalaupun itu memang
istilahnya sangat
kuranglah itu biasanya di
lapangan langsung
ataupun juga kita dengan
weekly meeting setiap
jumat 21. Bagaimana menurut anda
hambatan yang dirasakan oleh
departemen dari proses awal
perencanaan hingga memperoleh
hasil dari sistem pelaporan near
miss, pelaporan unsafe act dan
unsafe condition di proyek MRTJ
TWJO ? Jelaskan.
Ya paling hambatannya dari
SO nya di lapangan tuh
kadang ada yang melapor
kadang engga masih perlu
sosialisasi dan penegasan
pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition
Ya hambatan dari SO yang
masih reakti ngga pro aktif
Bukan saya sok tahu dan
gimana intinya hambatan
yang pertama bekal untuk
SO dia mengerti akan job-
nya dia dan dia mencintai
pekerjaannya. Kalau dia
udah cinta sama
pekerjaannya dia yakin
kalau ada kawan atau ada
rekan kerja melihat sesuatu
yang bisa terjadi near miss
itu dia udah pasti secara
Hambatan yang sering
kita rasakan ya itu kadang
istilahnya kita
bertentangan dengan
orang konstruksi dimana
mereka punya progres
dimana saya sebagai
orang safety tugasnya
melarang ya. Kita sering
berargumentasi di
lapangan sama pihak
konstruksi
teoritis pun
implementasinya,
prakteknya dilapangan itu
langsung bisa ditindak
lanjuti sama dia. Karna
multi ya SO itu tidak hanya
mengandalkan paramedis
dia sendiri di lapangan harus
bisa memutuskan gimana
caranya ini ngga bahaya
atau tindak lanjutnya itu
gimana kalau menurut saya
ya
Matriks Wawancara Informan Utama Komponen Tahap Output
No
Pertanyaan Informan Utama
IU5 IU6 IU7 IU8
Laporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition 22. Bagaimana laporan near miss di
proyek MRTJ TWJO saat ini ?
Untuk bulan ini
pencatatannya masih ya
bolong-bolong lah kalo di
bilang masih belum semua
SO bisa ngisi form itu, jadi
seadanya saja yang di laporin
23. Bagaimana laporan unsafe act di
proyek MRTJ TWJO saat ini ?
Paling banyak permasalahan
ngga pake APD. Hampir
sebagian besar itu
pelanggarannya APD
24. Bagaimana laporan unsafe
condition di proyek MRTJ TWJO
saat ini ?
Kalau untuk unsafe condition
itu paling banyak masalah
housekeeping di lingkungan
kerja. Jadi penempatan
material, penempatan alat
berat, akses kerja
25. Bagaimana laporan kecelakaan Laporan kecelakaan kerja kita
kerja proyek MRTJ TWJO ? kalau ada kecelakaan
biasanya kita info dulu via
whatsapp atau via hp sisanya
yang tau di lapangan lapor ke
safety atau biasanya laporan
ke manajemen dulu baru ke
konsultan, baru setelah itu
bikin laporan resminya lalu di
email ke konsultan dan MRT
Lampiran 10
Matriks Wawancara Informan Kunci Komponen Tahap Input
No
Pertanyaan Informan Kunci
IK
Material 1. Bagaimana proses penyusunan
form yang digunakan dalam
melakukan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
Ok. Jadi masing-masing kontraktor termasuk TWJO karena ini dalam bentuk
kontrak yaitu desain DNC design and construction. Itu diselesaikan sama
kontraktor semua saya serahkan pada mereka, karena banyak yang lari dari
dari sasaran pelan-pelan saya arahkan jadi generalik
2. Bagaimana bentuk form yang
digunakan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
Bentuknya ya jelas nomor, tanggal, lokasi kejadian, sumber penyebab, dll
3. Bagaimana menentukan
kesesuaian form digunakan dalam
melakukan proses pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe
condition ?
Biasanya kami yang akan meng-accept form yang dibuat dari perusahaan
4.. Bagaimana kebijakan K3 yang
dibuat perusahaan terkait sistem
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ? Jelaskan.
Ya masih accept lah, masih bisa diterima karena sudah mengarah ke sasaran
yang diinginkan dari SMK3 itu sendiri sekalipun mereka masih abu-abu. Di
dalam SMK3 perusahaannya karna mengartikan bahwasanya itu konkret. Ya
intinya SMK3 kalau ngeliat kebijakan udah accept lah form nya masih
diterima 5. Bagaimana standar yang Mendekatin, belum tapi udah mendekatinlah ke K3
digunakan perusahaan terkait
sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
Jelaskan.
6. Bagaimana pemahaman yang
anda ketahui tentang near miss di
proyek MRTJ TWJO?
Dari definisinya dulu near miss itu kan yang nyaris ya, nyaris celaka apa sih
yang nyaris celaka itu apa baru fungsinya bagaimana tindaklanjutnya oleh
eksekutornya ataupun kontraktor gimana jangan ditemukan misalnya tidak
pake sarung tangan itu bisa kita kategorikan bisa ke near miss, ya tapi tindak
lanjutnya apa kita cari dulu kenapa dia ngga pake sarung tangan? Pengadaan
mgga ada atau emang habitnya. Tapi umumnya yang demikian kalau saya
perhatikan itu habit. Kalau habit, kita minta ke mereka supaya di training atau
induction dulu, kita induction dulu materinya tentang itu. Gimana merubah
habit mereka itu jadi behavior safe lah jangan seenaknya
7. Bagaimana pemahaman yang
anda ketahui tentang unsafe act
dan unsafe condition di proyek
MRTJ TWJO?
Unsafe act artinya orang yang selalu melakukan dengan cara shortcut atau
jalan pintas contohnya ya ada gedung tinggi ada tangga tapi dia ngga
menggunakan tangga itu tapi akses lain tujuannya tetep sama tidak sama ngga
tempat yang disediakan gitu semestinya yang dia jalanin itulah contoh kalau
working at high. Confined space unsafe act nya semua botol bejana
bertekanan itu tidak boleh masuk kedalam confined space tapi masih ada
sering kita temukan bejana karena peraturan di confined space itu kedalam
1,5 m harus memiliki satu access minimal kedalam itu kaitannya dengan
unsafe condition yang unsafe orang yang tidak melakukan access yang sudah
di provide karna ini ada galian bisa aja dia jalan dari pinggir slot galian kan
Sumber Daya Manusia
8. Siapa saja menurut anda
diperusahaan yang terlibat di
dalam sistem pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe
condition ? Jelaskan.
Semua, harusnya semua pihak terlibat
9. Bagaimana menurut anda jumlah
sumber daya manusia yang
terlibat dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
Jumlahnya ada di monthly report HSE yang biasanya di submit ke kami dulu
10. Bagaimana menurut anda tugas
dan tanggung jawab yang
melakukan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
Tugasnya harus melaporkan namun meningkatkan kesadaran itu yang masih
sulit
11. Bagaimana menurut anda
persyaratan dan kompetensi yang
dibutuhkan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
Kompetensinya harus paling tidak in house training orang yg certified di
conduct sama orang yang udah certified artinya yang layak certified itu orang
yang minimal experience 5 tahun dan udah pernah ngikutin minimal certified
by disnaker gitu
Metode
12. Bagaimana menurut anda metode
pelaporan yang digunakan oleh
perusahaan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ?
Metode yang dilakukan adalah dengan observasi dan kemudian membuat
report yang akan di submit ke kami pihak konsultan
Matriks Wawancara Informan Kunci Komponen Tahap Proses
No
Pertanyaan Informan Kunci
IK
Pelaksanaan Pelaporan 13. Bagaimana menurut anda sistem
pelaporan near miss di proyek
MRTJ TWJO yang telah
diilakukan saat ini ?
Belum baik. Mulai meeting kemaren saya marah-marahin itu selama ini saya
bikin bebas mereka ya setelah evaluasi 1 tahun ternyata ya salah satu
perangkat untuk mencabut sumber bahaya itu kita harus menemukan sendiri
bahaya itu dan membuangnya 14. Bagaimana alur atau sistematika
pelaksanaan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition
di proyek MRTJ TWJO ?
Alur dan sistematikanya ini harus ada instruksi keras ya. Karena saya bilang
alurnya itu udah oke hanya mari mengajak semuanya tim construction, karena
yang melihat pekerjaan langsung itu tim konstruksi bukan orang safety lalu
mereka menganggapnya itu tanggung jawab safety. Melakonnya sih boleh
tapi bahwasanya yang melaksanakan itu orang construction. Alur atau
pelaksananya lah, konstruksilah yang terlibat. Karena filosofinya orang safety
kan hanya punya 4A assist, analyses, audit, advise ya membantu memeriksa
dan menyelesaikan
15. Bagaimana menurut anda
komitmen perusahaan atau
komitmen top management
perusahaan terkait sistem
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ? Jelaskan.
Mereka takut mereka nganggap bahwasanya itu menjadi leading indicator
atau key performance indeksnya sementara kalau leading indicator untuk
menentukan key performance itu semakin banyak near miss itu semakin
menentukan. Near miss adalah akar-akar permasalahan yang harus kita cabut
agar tidak terjadi accident yang lebih parah lagi sesuai dengan teorinya siapa
sih pakar-pakarnya safety terdahulu lah 16. Bagaimana menurut anda Belum maksimal, belum. Karena menimbulkan kesadaran orang tuh susah,
partisipasi petugas yang terlibat
di dalam mengumpulkan data,
informasi dan melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition di proyek
MRTJ TWJO ? Jelaskan.
karena pelaksana atau enjiner maupun kontruktor. Kalau mereka sih oke,
kalau orang safety nya ya instruksi saya diikutin
17. Bagaimana bentuk reward dan
punishment yang diberlakukan
oleh pihak perusahaan terkait
sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
Jelaskan.
Reward dan punishment sampe sekarang kita belum ada terima, karena
kemarin kita minta supaya bikin program yang harus di submit dan di tanda
tangani orang yang paling tinggi artinya PM, safety manager untuk bisa di
implementasi. Kalau saat ini yang saya tagih adalah reward dan punishment,
safety bisa berjalan kalau begini
18. Bagaimana menurut anda yang
menjadi penyebab dan sumber
kejadian near miss di proyek
MRTJ TWJO sejauh ini ?
Kelalaian. kelalaian manusia itu penyebab yg paling banyak
Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan
19. Bagaimana bentuk pemantauan
manajemen atau perusahaan dan
siapa saja yang terlibat di dalam
melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition
di proyek MRTJ TWJO ?
Jelaskan.
Ya itu dari level yang dari bawah kalau pelaporan. Karena level dari bawah
itu yang ininya dengan monitoring sistem dari top maupun dari orang safety
nya sendiri rasa care nya itu harus tinggi. Kalau di TWJO belum, bentuk
pemantauannya masih abu-abu belum jelas
Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan
20. Bagaimana bentuk evaluasi yang
dilakukan TWJO terkait sistem
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ? Jelaskan.
Evaluasinya sementara ini masih belum ada yang saya evaluasi hanya
sementara ini jelas mereka cenderung di cambuk dulu baru jalan, masih
manajemen paku harus di martil dulu baru jalan, sementara manajemen safety
itukan dari bawah keatas kalau dari atas kebawah udah berbeda itu
pengawasan. Sementara pelaksanaan itu dari bawah ke atas kalau pengawasan
dari atas ke bawah 21. Bagaimana menurut anda
hambatan yang dirasakan oleh
departemen dari proses awal
perencanaan hingga memperoleh
hasil dari sistem pelaporan near
miss, pelaporan unsafe act dan
Kurangnya pengetahuan jadi susah untuk menerapkan, itu dari eksekutor.
Dari safetynya mereka, mereka tuh bisa nerima mau disosialisasikan neko-
nekonya banyak di construction. Makanya kalau liat kaya kelapangan takut
ngeliat ngapain saya ditakutin. mereka ngerasa kalo orang-orangmereka yg
negur kena safety tuh ah elu kan bawahan jadi menimbulkan kesadaran
mereka itu butuh waktu yg lama dan harus ada pentungan dari saya salah
unsafe condition di proyek MRTJ
TWJO ? Jelaskan.
satunya setahun yang lalu apa ya itu kalo liat bamboo area setelah saya
suspend dia 2 minggu baru dia punya certified scaffolder kalo sebelumnya
kan materialnya ngga ga peduli dia sama materialnya nah ya saya sama
petinggi dari konsultan ini saya bilang ini ga layak this is not acceptable
rejected, komen dia sihol not signed your can’t continue this work stop your
work make your plan submit to sihol and make the work. Jadinya harus di
lecut kaya itu tadi kalau sekarang ini safety terus ada benturan sama
construction saya Tanya benturan kalian dimana jadi kalau di meeting weekly,
monthly dibahas di safety nya di monthly construction ya saya tinggal
menuangkan disana
Matriks Wawancara Informan Kunci Komponen Tahap Output
No
Pertanyaan Informan Kunci
IK
Laporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition 22. Bagaimana laporan near miss di
proyek MRTJ TWJO saat ini ?
Near miss belum rutin dilaporkan, near miss kebanyakan penyebab utamanya
gimana ya manusianya, manusia yang knowledge pengetahuannya masih
rendah sama nearmiss mereka filosofinya belum sampe sana. Ada yg sudah
tau tapi mereka menggangap itu menambah pekerjaan bukan menambah nilai
uang sebenrya mereka menambah nilai uang 23. Bagaimana laporan unsafe act di
proyek MRTJ TWJO saat ini ?
Unsafe act yang paling banyak itu tidak menggunakan dan tidak ngikutin
aturan yang ada. Kita udah jelas-jelas melekatkan banner gunakan PPE tapi
pasti ada yang ngga pake PPE ada yang bilang itu ngga bebas ngalangin
sementara itu kan menyelamatkan dia
24. Bagaimana laporan unsafe
condition di proyek MRTJ TWJO
saat ini ?
Unsafe condition itu yang belum selesai yang belum certified yang belum
komplit digunakannya alat misalnya scaffolding itu belum green tag udah
dikerjakan, nah kemudian working inside excavation terjadi dalam galian itu
akses nya ngga proper karena tanah. Tanah kan bisa dibentuk pake kaki kan
jadi dia jalan aja tanpa memikirkan kalau terjadi sesuatu, evakuasinya gimana
kalau terjadi longsor gimana. Ah itu tadi, mereka menganggap ah gapapa
udah biasa. Jadi mereka tidak membiasakan yang benar tapi membenarkan
kebiasaan. Jadi kebiasaannya itu yang diunggulkan 25. Bagaimana laporan kecelakaan
kerja proyek MRTJ TWJO ?
Sejauh ini TWJO sudah melaporkan kecelakaan kerja bisa dilihat di HSE
report kami totalnya
Lampiran 11
Matriks Wawancara Informan Pendukung Komponen Tahap Input
No
Pertanyaan Informan Pendukung
IP1 IP2
Material 1. Bagaimana proses
penyusunan form yang
digunakan dalam melakukan
pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition ?
Ya menurut saya sih divisi kami yang menyusun dan harus
dilibatkan dengan divisi yang berwenang pada proses
penyusunan tersebut karna dari situ kita tau nantinya
masukan baru nanti kita bisa bongkar lagi. Tahapannya mulai
dari penomoran form kalau sudah sesuai akan kita submit ke
konsultan setelah di setujui baru dapat didistribusikan oleh
pihak yang berwenang
Kalau misalnya untuk penyusunan form, dokumentasi gitu
yang mengerjakan itu disini quality assurance ya. Disini
salah satu aspek quality adalah dokumentasi. Form
apapun, semua form dari departemen apa aja semuanya ya
salah satunya ya ini form pelaporan near miss ini dan
kawan-kawannya itu yang menilai QA kerjasama dengan
tim safety 2. Bagaimana bentuk form
yang digunakan dalam
melakukan pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe
condition ?
Yang saya tau itu kejadian, apa yang menyebabkan kejadian
itu apa aja, apakah karna ada benda-benda yang tidak
nyamanlah. Kalau untuk detail formnya saya kurang
memperhatikan
Kalau bentuk formnya saya kurang tau detailnya karena
divisi safety yang sehari-hari terlibat untuk pelaporannya
3. Bagaimana menentukan
kesesuaian form digunakan
dalam melakukan proses
pelaporan near miss, unsafe
act dan unsafe condition ?
Jika form nya sudah sesuai dengan dokumen kami
penyusunannya maka sudah boleh di submit ke konsultan
nantinya
Pendokumentasian yang rapih terstruktur itu karna ada
standarnya. Kalau ngga salah standar ISO, makanya yang
meng-handle itu adalah orang quality. Karena orang
quality assurance juga yang akan mengaudit internal
project ini, salah satu yang di audit itu adalah
dokumennya
4. Bagaimana kebijakan K3
yang dibuat perusahaan
terkait sistem pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe
condition ? Jelaskan.
Jadi kebijakan yang kita terapkan itu di lapangan masih
belum memenuhilah masih minim untuk di lapangan. Tapi
kebijakan itu menurut saya sudah baik tapi personal yang
dilapangan ini yang masih susah
Wah kalau kebijakan K3 saya ngga taulah, kebijakan
disini kalau spesifik diperusahaan ini saya jujur ngga tau
cuman ya kalau untuk saya perhatikan, soalnya ini udah
pengalaman ya hasil diskusi saya dengan dosen ada itu
dosen saya yang ngambil disertasi masalah K3, masalah
K3 emang ya udah fakta untuk K3 konstruksi di Indonesia
itu nomer 2 terburuk sedunia dia punya datanya. Jadi
kalau misalnya emang kalo kita liat ya K3 konstruksi
sebenernya bisa dikatakan kita itu disini udah paling
mending, paling mending dibandingkan proyek-proyek
yang lain
5. Bagaimana standar yang Masih kuranglah ya soalnya disini kebanyakan masih ngga Standar ISO, OHSAS biasanya yang mengetahui detail
digunakan perusahaan terkait
sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe
condition ? Jelaskan.
tau apasih standarnya itu, misalnya standar APD aja ngga tau orang SHE yang pasti dan bisa juga QA
6. Bagaimana pemahaman
yang anda ketahui tentang
near miss di proyek MRTJ
TWJO?
Ya, near miss itu hampir celaka, kecelakaan kerja yang
belum terjadi. Akan berdampak kecelakaan kalau belum kita
perbaiki
Near miss itu definisinya belum kejadian kan cuma bisa
terjadi. Near miss sendiri itu sebenernya suatu pelanggaran
batas. Batas itu batas K3 tapi belum kejadian, nyaris aja
kejadian itu
7. Bagaimana pemahaman
yang anda ketahui tentang
unsafe act dan unsafe
condition di proyek MRTJ
TWJO?
Perilaku tidak aman itu kan dari kita diri sendiri gitu.
Definisinya itu ya kita amankan dulu diri kita, kita merasa
nyaman bekerja disini. Kalau merasa nyaman untuk bekerja
ya itu kita lakukan. Jadi ya kita beritahu dalam arti kita
sampaikan. Ya perilaku yang tidak aman orang yang akan
naik ke scaffolding memaksakan naik ke scaffolding yang
belum diceklis dan belum ada tagnya misalnya padahal itu
kondisi tidak aman
Definisi dari unsafe action pribadi ya definisi dari unsafe
action itu tindakan yang tidak terukur dan tidak tau batas
karna yang namanya K3 itu kalau K3 itu prinsipnya kan
tau batas, know your limit gitu. Tau batas dimana itu luka
akibat jatoh, kalau jatoh dari tangga mungkin memar, kalo
jatoh dari pier yang sekian puluh meter mungkin bisa mati
iya kan? Tau ada batas, ada pembatas. Jadi yang namanya
unsafe action itu melanggar batas, batas apapun.
Unsafe condition adalah tidak memberikan batas itu. Sumber Daya Manusia
8. Siapa saja menurut anda
diperusahaan yang terlibat di
dalam sistem pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe
condition ? Jelaskan.
Ya kalau sistem pelaporannya itu semuanya sih kayanya, kita
juga terlibat seharusnya ya. Terlibat tapi yang paling
dominannya kan sebenernya ya divisi safety
Semua. Harusnya yang aware pertama itu adalah selain
divisi HSE ya pelaksana, construction dulu baru divisi-
divisi lainnya. Jadi construction sadar untuk K3 karena itu
bukan serta merta tanggung jawab HSE tapi harus dari
construction-nya sendiripun juga harus aware karena
kalau disini kan orang construction itukan misalnya, ngga
usah disinilah hampir di semua project kalau bicara
pelaksana itu, secara mereka fokus ke progres mereka
yang penting cepet selesai nih yang penting cepet selesai
udah gitu. Cuma mereka mesti disadarkan, dijelaskan gini
kalau terjadi kecelakaan elu bakal lebih delay lagi dan
tanggung jawabnya bakal berat ke elu
9. Bagaimana menurut anda
jumlah sumber daya manusia
yang terlibat dalam
melakukan pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe
condition ?
Banyak yang pastinya bisa dilihat di laporan-laporan SHE
juga setau saya ya
Banyak saya ngga tau persisnya berapa
10. Bagaimana menurut anda
tugas dan tanggung jawab
Ya tugas dan tanggung jawab ya memenuhi dan mentaati apa
peraturan yang ada di TWJO ini, sistemnya gimana,
SO itu mengingatkan dan juga advice dan harus ada stop
authority jadi kalau misalnya mereka ngeliat something not
yang melakukan pelaporan
near miss, unsafe act dan
unsafe condition ?
pelaporannya gimana SO mengikuti alurnya fit atau sesuatu yang ngga sesuai dari aspek K3 nya mereka
punya kuasa untuk stop atau memberhentikan untuk
memperbaiki keadaan site dulu itu tercantum di dalam
kontrak dan ada dikontrak kita. Semua staf HSE kita itu
punya authority untuk memperbaiki keadaan lapangan
sampai aman, nyaman 11. Bagaimana menurut anda
persyaratan dan kompetensi
yang dibutuhkan dalam
melakukan pelaporan near
miss, unsafe act dan unsafe
condition ?
Ya harus paham K3 nya mungkin minimal harus tahu dasar-
dasar K3 nya dulu
Wah kalau itu ngga tau, yang jelas harus punya K3 dasar
itu mutlak harus ada, cuman kalau yang lainnya saya
kurang tau deh. Yang punya keahlian K3, sekarang gini
deh namanya seorang SO seorang K3 itu di bayar untuk
paranoid, mereka dituntut paranoid mereka harus peka
mereka harus peka. Salah satu mengasa keahlian itu
dengan sertifikasi resmi yaitu sertifikasi K3 dasar
Metode 12. Bagaimana menurut anda
metode pelaporan yang
digunakan oleh perusahaan
dalam melakukan pelaporan
near miss, unsafe act dan
unsafe condition ?
Ya caranya mungkin diberitahu dulu ke safety nanti safety
memberitahukan yang di lapangan itu kaya gimana baru
pelaporan ke atasannya safety dari safety ke bagian lainnya
disosialisasikan
Melihat atau observasi, mencatat kemudian memberikan
solusi dengan mengambil tindakan yang tepat di lapangan
Matriks Wawancara Informan Pendukung Komponen Tahap Proses
No
Pertanyaan Informan Pendukung
IP1 IP2
Pelaksanaan Pelaporan 13. Bagaimana menurut anda sistem
pelaporan near miss di proyek
MRTJ TWJO yang telah
diilakukan saat ini ?
Ya kalau untuk sistem pelaporannya sudah baik tapi
masih ada yang kita kurang ketahui. Contohnya ada yang
near miss kaya gini jadi mereka yang tau itu near miss
belum menerapkan. Sama teman-temannya belum
dikasih tau kadang mungkin atau lupa atau gimana belum
dan dianggap itu ah sepele, ah biarin ajalah kaya gitu
Sistem sudah ada lumayanlah ya cuma masih banyak
yang perlu diperbaiki mungkin dari sumber daya
manusianya
14. Bagaimana alur atau sistematika
pelaksanaan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition
di proyek MRTJ TWJO ?
Alurnya ya dari safety juga ya yang melakukan
pelaporan. Kalau menurut saya itu di lapangan ya
pelaksana, pelaksananya itu lapor ke safety dari safety
lalu misalnya ke konstruksi atau ke safety baru ke
Hmm.. laporan ya? Gini kalau misalnya masalah
pelaporan-pelaporan itu saya bisa paparkan kalau orang
Indonesia itu ya paling alergi sama paperwork sama
paperwork. Jadi mereka itu mau apa-apa cepet jadi kalau
bagian-bagian lainnya dokumentasi itu ya alur dokumen itu entah ngga aware,
ngga tau apa pura-pura ngga tau. Dokumen pun ga akan
tercatat ngga akan rapih
15. Bagaimana menurut anda
komitmen perusahaan atau
komitmen top management
perusahaan terkait sistem
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ? Jelaskan.
Komitmennya baik, perusahaan sangat mendukung K3
disini. Dari atasan sampe ke lapangan itu komitmennya
sama
Sebatas ditegor, kalau ngga ditegor ya engga
16. Bagaimana menurut anda
partisipasi petugas yang terlibat
di dalam mengumpulkan data,
informasi dan melakukan
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition di proyek
MRTJ TWJO ? Jelaskan.
Kalau partisipasi SO ya SO tetap melaksanakan tugasnya
dilapangan Cuma terkadang SO masih sulit untuk
bertindak sendiri
SO itu kalau menurut saya masih banyak yang perlu di
perbaiki. SO itu bukan cuma mencatat tapi juga
mencegah di lapangan
17. Bagaimana bentuk reward dan
punishment yang diberlakukan
oleh pihak perusahaan terkait
sistem pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition ?
Jelaskan.
Setau saya baru-baru ini diterapkan kebijakan,
punishment yang berupa denda pada setiap level
pekerjaan di TWJO. Kalau reward sih disini belum ada
Hmmm…kalau misalnya hasil diskusi aku juga ya hasil
diskusi misalnya reward dan punishment ke personil itu
gampang diakalin. Misalnya nanti si pengawas, eh lu
peringatan pertama, peringatan pertama, peringatan
pertama lagi jadi peringatan pertama itu bisa 50 kali. Jadi
sanksi teguran, cuma sanksi tegurannya itu ya gitu-gitu
aja. Internal memonya udah ada nih, jadi dendanya
misalnya apa, dalam pelaksanaannya itu masih suka
missed masih suka longgar ngga bisa apa-apa, kecuali
dari awal dari proses tanda tangan kontrak owner sudah
menyatakan kalau misalnya terjadi 1 kali, 1 kecelakaan
apapun yang menyebabkan sampe misalnya sampe cacat,
cacat total, meninggal itu ada berapa persen dari kontrak.
Disini masih berupa sanksi teguran individu. Apalagi
reward, gaji disini aja suka telat 18. Bagaimana menurut anda yang
menjadi penyebab dan sumber
kejadian near miss di proyek
MRTJ TWJO sejauh ini ?
Menurut saya sih perilaku pekerjanya kedua yang
lingkungan kerjanya Paling banyak behavior setau saya yang kaya misalnya
pekerja ngga pake body harness dan segala macem itu
Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan
19. Bagaimana bentuk pemantauan
manajemen atau perusahaan dan
siapa saja yang terlibat di dalam
melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan pelaporan near miss,
unsafe act dan unsafe condition
di proyek MRTJ TWJO ?
Jelaskan.
Yang memantau itu kan orang tertinggi dikantorlah
datang turun ke lapangan melihat sejauh mana yang
dilakukan oleh orang-orang disini. Bagian-bagian
manajer konstruksi memantau sejauh mana sih yang
dilakukan orang-orang ini, dilakukan ngga. Yang saya
lihat sih dilakukan biarpun kaya gini masih banyak yang
kurangnya
Teguran dari JMCMC. Konsultan negor nih, tau-tau PM
dapet email dari pak konsultan dan pihak Jepang lainnya
juga dapet email. Tau-tau dari atas grasak grusuk ke SHE
manager certify this, please certify this certify that
semuanya.
Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan
20. Bagaimana bentuk evaluasi yang
dilakukan TWJO terkait sistem
pelaporan near miss, unsafe act
dan unsafe condition ? Jelaskan.
Ya ada bukti pelaporan baru bisa di evaluasi. Jadi harus
kita tulis di record gitu. Jadi tuh setiap bulannya harus
dilaporin ke kantor ya atau dibahas di meeting mingguan
dan bulanan
Bukan berat sih pertanyaannya sebenernya miris sih
jawabannya. Sebenernya gampang sih cuma bikin
geleng-geleng kepala. Gimana ya evaluasinya di meeting.
Kita rapat dengan konsultaan itu pasti ada dan rutin. Ada
HSE monthly meeting, weekly meeting, HSE meeting,
HSE itu akan dibahas terus disitu cuman ya itu
masalahnya temuannya akan itu-itu lagi. Temuan itu bisa
ditemukan 10 kali dalam sebulan, misal pager. Pager itu
lagi itu lagi yang dibahas
21. Bagaimana menurut anda
hambatan yang dirasakan oleh
departemen dari proses awal
perencanaan hingga memperoleh
hasil dari sistem pelaporan near
miss, pelaporan unsafe act dan
unsafe condition di proyek MRTJ
TWJO ? Jelaskan.
Kesulitannya ya karena kita kesibukannya masing-
masing jadi kaya gini kadang ngga ketemu antara satu
orang dengan yang lain sehingga komunikasi tidak lancar
Oh gini, namanya risk di project, risk assessment salah
satunya untuk continous evaluation, evaluasi secara
berkelanjutan. Continous improvement. Karna yang
namanya perusahaan besar itu ngga hanya mencegah
terjadi harus bisa jadi lesson learned atau pembelajaran.
Hambatannya adalah untuk mendapatkan lesson learned
itu harus ada keterbukaan harus ada kemauan untuk di
evaluasi, gitu. Kalau misalnya kemauan untuk evaluasi
itu ngga ada yang namanya near miss itu ngga akan
dilaporin ya dari personalnya
Lampiran 12
Observasi Kegiatan Divisi SHE Proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-
WIKA Joint Operation Tahun 2016
No. Kegiatan Foto Keterangan
Aktivitas Divisi SHE
1.
Pencatatan dan pelaporan
near miss dan unsafe
condition
Kegiatan ini dilakukan oleh
SO dengan mengisi form
yang sudah disediakan
setiap menemukan kejadian
near miss dan unsafe
condition
2. Toolbox Meeting
Kegiatan ini rutin dilakukan
setiap hari oleh SO sebelum
memulai pekerjaan untuk
selalu mengingatkan kepada
para pekerja pentingnya K3
dalam bekerja
3. Safety Morning Talk
Kegiatan yang rutin
dilakukan dua kali satu
bulan (setiap jum’at) dengan
semua divisi, rekan
kerja/subkontraktor dan
pekerja untuk membahas
permasalahan K3
4. SHE Weekly Meeting
Rapat yang rutin dilakukan
dua kali seminggu oleh
divisi SHE dan
subkontraktor untuk
membahas temuan-temuan
yang terdapat di area proyek
5. Daily Safety Patrol
Kegiatan yang rutin setiap
hari dilakukan Safety Officer
(SO) untuk mencari temuan
atau finding (unsafe act,
unsafe condition dan near
miss)
6. Safety Induction
Kegiatan ini wajib dilakukan
untuk menjelaskan secara
singkat lokasi, proses
pekerjaan yang ada di
proyek, tata tertib
keselamatan dalam bekerja
dan prosedur tanggap
darurat kepada visitor,
subkontraktor dan pekerja
yang baru memasuki area
proyek
7. Inspeksi Alat
Kegiatan ini dilakukan
apabila terdapat alat yang
baru memasuki area proyek
dan rutin dilakukan per tiga
bulan oleh SO pada heavy
equipment yang berada di
area proyek
8. Color Code
Kegiatan penandaan dengan
warna ini dilakukan setiap
tiga bulan pada heavy
equipment yang berada di
area proyek
9. Pengukuran terhadap
Lingkungan Kerja
Kegiatan ini rutin dilakukan
oleh environmental engineer
di dalam pengukuran
terhadap lingkungan kerja
seperti kebisingan, gas,
getaran dan kualitas air
10. Pemeriksaan Kesehatan
Kegiatan ini dilakukan
untuk memeriksa kondisi
kesehatan para pekerja atau
setiap sebelum melakukan
pekerjaan tertentu seperti
bekerja di ketinggian
Aktivitas Pekerjaan Konstruksi
11. Pile Cap and Pier Work
Permanent
Pekerjaan pengecoran
column untuk pembuatan
pier dan pile cap
12. Pekerjaan fabrikasi besi
Pekerjaan pemotongan besi
(rebar), pembentukan besi
untuk coloumn pier dan
penyimpanan materiall besi
Perilaku Pekerja
.13. Pekerjaan fabrikasi besi
Kedua pekerja tidak
menggunakan APD berupa
safety helmet dan pada
posisi tubuh yang tidak
ergonomis
(Unsafe Act)
14.
Pekerjaan pengelasan
besi untuk akses jalan
kendaraan proyek
Kedua pekerja tidak
menggunakan APD berupa
face shield dan safety gloves
(Unsafe Act)
Kondisi Area Kerja
15.
Penggunaan Scaffolding
Di area LP 11 CP 101
pada pekerjaan
pembuatan Pier
Penempatan material-
material scaffolding yang
tidak sesuai merupakan
masalah housekeeping
(Unsafe Condition)
16.
Pekerja dan
subkontraktor yang
beristirahat di lokasi
Sisa-sisa sampah yang
belum diangkut oleh tim 5R
menumpuk di lokasi kerja
CP 102 ini merupakan
masalah housekeeping
(Unsafe Condition)
Lampiran 13
Daftar Dokumen (Input, Proses, Output, Feedback)
No. Dokumen yang
Dibutuhkan
Checklist
()
Nama
Dokumen
Penanggung
Jawab
Dokumen
Catatan
1. Kebijakan Perusahaan
Kebijakan K3,
Kebijakan
Lingkungan dan
Kebijakan Mutu
Divisi SHE
Menjelaskan tentang
bagaimana komitmen yang
disepakati oleh top
management terhadap K3,
lingkungan dan mutu
perusahaan.
2. Program-program SHE TWJO SHE
Program 2016 Divisi SHE
Menjelaskan tentang apa
saja program dan
bagaimana jadwal
pelaksanaan dari program-
program SHE yang telah
disusun untuk tahun 2016
3.
Prosedur-prosedur SHE
yang berkaitan dengan
pelaporan
Site Safety Plan Divisi SHE
Menjelaskan tentang
perencanaan proyek dan
prosedur-prosedur untuk
mengisi keseluruhan sistem
manajemen proyek
khususnya berkaitan
dengan divisi K3 yang
didukung dengan SOP
aktifitas pekerjaan secara
spesifik dan form-form
4. Laporan unsafe act
proyek
HSE Monthly
Report January-
April 2016
Divisi SHE
Menjelaskan tentang
project data, statistic safety
record, incident/accident
report, resume of safety
permit, safety violation
report, stop order report,
evaluation, resume of
meeting and audits in this
month, resume of meeting
and induction in this
month, resume of training,
next month highlight, three
months rolling programme
highlight, activities
photograps
5. Laporan unsafe condition
proyek
HSE Monthly
Report January-
April 2016
Divisi SHE
Menjelaskan tentang
project data, statistic safety
record, incident/accident
report, resume of safety
permit, safety violation
report, stop order report,
evaluation, resume of
meeting and audits in this
month, resume of meeting
and induction in this
month, resume of training,
next month highlight, three
months rolling programme
highlight, activities
photograps
6. Laporan near miss
HSE Monthly
Report January-
April 2016
Divisi SHE
Menjelaskan tentang
project data, statistic safety
record, incident/accident
report, resume of safety
permit, safety violation
report, stop order report,
evaluation, resume of
meeting and audits in this
month, resume of meeting
and induction in this
month, resume of training,
next month highlight, three
months rolling programme
highlight, activities
photograps
7. Laporan kecelakaan kerja
proyek
HSE Monthly
Report January-
April 2016
Divisi SHE
Menjelaskan tentang
project data, statistic safety
record, incident/accident
report, resume of safety
permit, safety violation
report, stop order report,
evaluation, resume of
meeting and audits in this
month, resume of meeting
and induction in this
month, resume of training,
next month highlight, three
months rolling programme
highlight, activities
photograps
8. Aktivitas Pekerjaan
Proyek
Method
Statement
Divisi
Konstruksi
Menjelaskan tentang
deskripsi, standar operasi
dan metode pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan
di area kerja
9. Dokumen-dokumen
lainnya
Company profile,
V3 employer’s
requirement,
Reward &
Punishment
Policy
Divisi SHE dan
Departemen
Kontrak
Menjelaskan tentang
struktur organisasi
perusahaan, deskripsi dan
lingkup pekerjaan proyek
MRTJ, kebijakan terkait
hukuman dan penghargaan.