Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web...

29
KARAKTERISTIK BISKUIT DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG UBI JALAR UNGU DAN TEPUNG KEDELAI SEBAGAI SUMBER ANTIOKSIDAN DAN PROTEIN Characteristic of Biscuit with Purple Sweet Potato and Soybean Flour Substitution as Source Antioxidant and Protein Maryam Nabilah 1 , Siti Tamaroh 2 , Agus Setiyoko 3 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta Jl. Wates KM. 10 Yogyakarta 55753 Email: [email protected] ABSTRAK Biskuit merupakan produk kue kering yang selama ini terbuat dari tepung terigu yang rendah protein. Biskuit yang disubstitusi dengan tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai diharapkan dapat menambah kadar protein dan antioksidan alami. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan biskuit dengan kadar protein tinggi dan mengandung aktivitas antioksidan alami. Pembuatan biskuit dilakukan dengan bahan baku berupa tepung terigu, tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai. Desain penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu proporsi tepung terigu (25% dan 50%). Faktor kedua yaitu proporsi tepung ubi jalar ungu:tepung kedelai (25%:75, 50%:50%, 75%:25%). Analisis yang dilakukan adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, aktivitas antioksidan, tekstur, tingkat pengembangan volume, dan tingkat kesukaan. Data yang diperoleh dilakukan uji statistik dengan ANOVA, apabila terdapat perbedaan nyata maka diuji dengan DMRT pada tingkat kepercayaan 95%. 1

Transcript of Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web...

Page 1: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

KARAKTERISTIK BISKUIT DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG UBI JALAR UNGU DAN TEPUNG KEDELAI SEBAGAI SUMBER

ANTIOKSIDAN DAN PROTEIN

Characteristic of Biscuit with Purple Sweet Potato and Soybean Flour Substitution as Source Antioxidant and Protein

Maryam Nabilah1, Siti Tamaroh2, Agus Setiyoko3

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri,Universitas Mercu Buana YogyakartaJl. Wates KM. 10 Yogyakarta 55753Email: [email protected]

ABSTRAK

Biskuit merupakan produk kue kering yang selama ini terbuat dari tepung terigu yang rendah protein. Biskuit yang disubstitusi dengan tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai diharapkan dapat menambah kadar protein dan antioksidan alami. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan biskuit dengan kadar protein tinggi dan mengandung aktivitas antioksidan alami.

Pembuatan biskuit dilakukan dengan bahan baku berupa tepung terigu, tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai. Desain penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu proporsi tepung terigu (25% dan 50%). Faktor kedua yaitu proporsi tepung ubi jalar ungu:tepung kedelai (25%:75, 50%:50%, 75%:25%). Analisis yang dilakukan adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, aktivitas antioksidan, tekstur, tingkat pengembangan volume, dan tingkat kesukaan. Data yang diperoleh dilakukan uji statistik dengan ANOVA, apabila terdapat perbedaan nyata maka diuji dengan DMRT pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar penggunaan tepung kedelai maka kadar air, kadar abu, dan kadar protein semakin meningkat. Semakin besar penggunaan tepung ubi jalar ungu maka aktivitas antioksidan, tingkat pengembangan volume, dan tingkat kesukaan semakin meningkat. Biskuit perlakuan terbaik terdapat pada biskuit dengan perlakuan penggunaan tepung terigu 50%, tepung ubi jalar ungu 50% dan tepung kedelai 50% dengan kadar air 2,81% (%wb), kadar abu 1,56% (%db), kadar protein 11,12% (%db), aktivitas antioksidan 91,48% (%RSA), tekstur 3,25 kg, tingkat pengembangan volume 42,62%.

Kata Kunci: biskuit, ubi jalar ungu, kedelai, aktivitas antioksidan.

1

Page 2: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

ABSTRACT

Biscuits are pastry products made from low protein flour. Biscuits substituted with sweet potato flour and soy bean flour are expected to increase levels of protein and natural antioxidants. The aim of this research is to produce biscuits with high protein content and contain natural antioxidant activity.

The made of biscuits was done with raw materials in the form of wheat flour, sweet potato flour and soy flour. This research was conducted by randomized block design with two factors. The first factor was the proportion of wheat flour (25% and 50%). The second factor was the proportion of sweet potato flour:soy flour (25%:75%, 50%:50%, 75%:25%). The analysis carried out were water content, ash content, protein content, antioxidant activity, texture, volume improvement level, and preference level. The data obtained were carried out statistical tests with ANOVA, if there were significant differences then it tested with DMRT at the confidence level of 95%.

The result of the research showed that the bigger use of soy flour made the water content, ash content, and protein content higher. The bigger use of sweet flour made the activity of antioxidant, volume improvement level, and preferencelevel higher. While, the most preferred biscuits were biscuits with 50% of wheat flour, 50% of sweet potato flour and 50% of soy flour with 2,81% (%wb) of water content, 1.56% (%db) of ash content, 11,12% (%wb) of protein content, 91,48% (%RSA) of antioxidant activity, texture of 3,25 kg, volume improvement level of 42,62%.

Keywords: biscuits, sweet potato, soy, antioxidant activity.

PENDAHULUAN

Ubi jalar merupakan komoditas sumber karbohidrat utama, setelah padi,

jagung, dan ubi kayu, dan mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan

pangan. Sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar memiliki peluang sebagai substitusi

bahan pangan utama. Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) memiliki warna ungu

yang cukup pekat pada daging ubinya. Warna ungu pada ubi jalar disebabkan oleh

adanya pigmen ungu antosianin yang menyebar dari bagian kulit sampai dengan

daging ubinya (Suda, dkk. 2003). Pengembangan pemanfaatan ubi jalar ungu

sebagai bahan pangan fungsional sangat prospektif ditinjau dari ketersediaan

2

Page 3: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

bahan baku. Rata-rata produksi ubi jalar pada tahun 2012 – 2016 adalah 2.328.612

ton (Anonim, 2016). Pengolahan ubi jalar ungu yang biasa dilakukan masih

sangat sederhana antara lain digoreng, direbus, dikukus, dibuat menjadi bubur,

keripik dan makanan tradisional lainnya. Pembuatan produk olahan dari tepung

ubi jalar pernah dilakukan oleh Mayasari (2015) mengenai kajian karakteristik

biskuit yang dipengaruhi perbandingan tepung ubi jalar dan tepung kacang merah.

Hasil pada penelitian tersebut melaporkan bahwa produk biskuit terpilih memiliki

kadar protein 4,81%, kadar karbohidrat 39,53%, dan kadar air 1,72%.

Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai memiliki prospek yang baik

untuk dikembangkan karena mengandung protein yang tinggi. Kedelai merupakan

komoditas pangan dengan kandungan protein nabati tinggi dan telah digunakan

sebagai bahan baku produk olahan seperti tempe, tahu, dan kecap (Widowati,

2007). Menurut Widaningrum, dkk. (2005), tepung kedelai adalah hasil olahan

dari kacang kedelai yang mengandung protein 41,7%. Penepungan kedelai dapat

meningkatkan akseptabilitas makanan yang berasal dari kedelai. Pengembangan

pemanfaatan kedelai sebagai bahan pangan fungsional sangat prospektif ditinjau

dari ketersediaan bahan baku. Produksi kedelai pada tahun 2016 adalah 887.540

ton (Anonim, 2016). Penelitian mengenai produk olahan kedelai pernah dilakukan

oleh Thomas, dkk. (2017). Pada penelitian tersebut dihasilkan biskuit berbahan

baku tepung pisang goroho dengan penambahan tepung kedelai yang memiliki

kadar air 6,46%, kadar abu 2,48%, kadar protein 6,42%, kadar lemak 15,29%, dan

kadar karbohidrat 69,35%.

3

Page 4: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

Menurut Masoodi dan Bashir (2012), biskuit adalah salah satu produk

makanan olahan yang dikenal oleh masyarakat. Selama ini biskuit yang beredar di

masyarakat hanya berbahan baku tepung terigu saja dan hanya dikonsumsi

sebagai sumber karbohidrat, maka untuk menambah fungsional biskuit perlu

adanya penambahan sumber gizi lain agar menunjang nilai gizi yang terkandung

dalam biskuit. Penggunaan ubi jalar ungu dan kedelai sebagai substitusi sebagian

tepung terigu pada pembuatan biskuit berpeluang mengurangi impor tepung

terigu. Selain itu, kelebihan tepung ubi jalar ungu dibanding tepung terigu yaitu

adanya kandungan aktivitas antioksidan alami. Melihat berbagai karakteristik

yang menguntungkan dari ubi jalar ungu dan kedelai serta permintaan masyarakat

akan produk makanan yang aman dan bergizi, maka perlu dipelajari penggantian

sebagian tepung terigu dengan tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai sehingga

diperoleh produk biskuit yang mengandung antioksidan serta kandungan protein

yang tinggi.

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar ungu yang

diperoleh dari Pasar Telo Karangkajen Yogyakarta, kedelai yang diperoleh dari

Pasar Wonokriyo Kebumen, telur, tepung terigu segitiga biru, gula halus,

margarin, baking powder, dan susu skim bubuk yang diperoleh dari Toko Intisari

Yogyakarta. Bahan yang digunakan untuk analisis produk adalah aquades, bubuk

DPPH, H3BO3 4%, NaOH, HCl 0,02 N, H2SO4, indikator PP, dan ethanol.

4

Page 5: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixer merk Philips tipe

HR1500/A1, timbangan analitik merk Ohaus PA214, botol timbang, tabung

reaksi, gelas ukur, oven merk Memmert ULM 500, tanur merk Thermolyn

Furnace 48000, cabinet dryer tipe IL-70, spektrofotometer UV-Vis Genesys 20,

desikator, cawan porselen, penjepit cawan, alat dekstruksi, alat destilasi, hardness

tester merk transferpette, dan vortex merk Thermoscientific M-37610-33.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu

proporsi penggunaan tepung terigu. Faktor kedua yaitu proporsi penggunaan

tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai. Perlakuan sebanyak enam unit

percobaan dan dilakukan dua kali pengulangan. Apabila terdapat beda nyata pada

masing-masing perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range

Test (DMRT). Perlakuan penggunaan tepung ubi jalar ungu, tepung kedelai, dan

tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan

Tepung terigu Tepung ubi jalar ungu:tepung kedelai25%:75% (U1) 50%:50% (U2) 75%:25% (U3)

50% (T1) T1U1 T1U2 T1U325% (T2) T2U1 T2U2 T2U3

5

Page 6: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Hasil pengujian kadar air pada biskuit yang disubstitusi tepung ubi jalar

ungu dan tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar Air Biskuit

Tepung terigu Tepung ubi jalar ungu:tepung kedelai Rerata25%:75% 50%:50% 75%:25%

50% 3,42 2,81 2,51 2,91b

25% 4,52 4,26 3,82 4,20c

Rerata 3,97x 3,54y 3,17z

Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata

Berdasarkan Tabel 2 dari hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat

interaksi antar perlakuan tepung terigu dan perbandingan tepung ubi jalar ungu

dan tepung kedelai terhadap kadar air pada biskuit. Tepung terigu serta

perbandingan antara tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai berpengaruh

terhadap kadar air biskuit. Menurut Wiyono (1980), protein tidak larut air yang

terkandung didalam tepung terigu dapat menyerap air sehingga berpengaruh

terhadap kadar air pada biskuit. Ketika tepung terigu diuleni maka dapat

membentuk gluten yang dapat menahan gas CO2 yang merupakan reaksi dengan

pati didalam tepung terigu.

Perbandingan tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai juga berpengaruh

terhadap kadar air pada biskuit. Terdapat kecenderungan bahwa kadar air

meningkat seiring dengan meningkatnya penggunaan tepung kedelai. Hal ini

disebabkan karena menurut Kartika (2009), daya serap air meningkat dengan

6

Page 7: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

meningkatnya konsentrasi protein. Iskandar (2003) mengungkapkan bahwa

penyerapan air oleh protein berkaitan dengan adanya gugus-gugus polar rantai

samping seperti karbonil, hidroksil, amino, karboksil, sulfidril yang menyebabkan

protein bersifat hidrofilik sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air.

Perbedaan jumlah dan tipe gugus-gugus polar tersebut menyebabkan perbedaan

kemampuan protein untuk mengikat air. Menurut Manas, dkk. (1994), protein

terikat pada komponen serat pangan dengan kuat. Menurut Santoso (2011), serat

pangan bersifat mengikat air.

Kadar air pada biskuit kontrol sebesar 1,42%. Sedangkan kadar air pada

biskuit yang disubstitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai berkisar antara

2,51% – 4,52%. Berdasarkan syarat mutu SNI 2973-2011 tentang biskuit,

mensyaratkan bahwa kadar air pada biskuit maksimal 5%. Hal ini menunjukkan

bahwa biskuit yang disubtitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai telah

memenuhi persyaratan SNI.

Kadar Abu

Hasil pengujian kadar abu pada biskuit yang disubstitusi tepung ubi jalar

ungu dan tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kadar Abu Biskuit

Tepung terigu Tepung ubi jalar ungu:tepung kedelai Rerata25%:75% 50%:50% 75%:25%

50% 1,57 1,56 1,34 1,50b

25% 2,06 1,99 1,83 1,96c

Rerata 1,81 1,78 1,56Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan beda

nyata

7

Page 8: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

Berdasarkan Tabel 3 dari hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat

interaksi antar perlakuan tepung terigu dan perbandingan tepung ubi jalar ungu

dan tepung kedelai terhadap kadar abu pada biskuit. Namun tepung terigu

berpengaruh terhadap kadar abu pada biskuit. Hal ini disebabkan karena menurut

Prabowo (2010), kadar abu pada tepung terigu berpengaruh terhadap proses dan

hasil akhir suatu bahan pangan. Tingginya kadar abu pada tepung terigu dapat

mempengaruhi hasil akhir produk seperti warna produk akan menjadi gelap dan

tingkat kestabilan adonan. Menurut Sari (2015), kadar abu pada tepung terigu

menunjukkan kandungan mineral yang terkandung di dalamnya. Kandungan

mineral pada tepung terigu yaitu fosfor, kalsium, dan besi.

Terdapat kecenderungan bahwa kadar abu meningkat seiring dengan

rendahnya tepung terigu yang digunakan. Hal tersebut disebabkan karena kadar

abu pada tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai lebih tinggi jika dibandingkan

dengan kadar abu pada tepung terigu. Menurut Susilawati dan Medikasari (2008),

kadar abu pada tepung ubi jalar ungu adalah 5,31%. Menurut Martawijaya, dkk.

(2004), kadar abu pada tepung kedelai adalah 5,4%. Sedangkan menurut

Setyaningsih (2017), kadar abu pada tepung terigu segitiga biru adalah 0,482%.

Menurut Sundari, dkk. (2015), kadar abu pada suatu bahan pangan

menunjukkan terdapatnya kandungan mineral anorganik pada bahan pangan

tersebut. Noer, dkk. (2017) mengungkapkan bahwa mineral pada ubi jalar ungu

berupa zat besi, fosfor, dan kalsium. Menurut Krisnawati (2017), mineral dalam

kedelai berupa kalium, zat besi, seng, dan fosfor.

8

Page 9: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

Kadar abu pada biskuit kontrol sebesar 0,55%. Berdasarkan syarat mutu

SNI 2973-1992 tentang biskuit, mensyaratkan bahwa kadar abu pada biskuit

maksimal 2%. Hal ini menunjukkan bahwa biskuit yang tidak memenuhi

persyaratan SNI adalah biskuit dengan penggunaan tepung terigu 25% dan

perbandingan tepung ubi jalar ungu : tepung kedelai 25 : 75%.

Kadar Protein

Hasil pengujian kadar protein pada biskuit yang disubstitusi tepung ubi

jalar ungu dan tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kadar Protein

Tepung terigu Tepung ubi jalar ungu:tepung kedelai Rerata25%:75% 50%:50% 75%:25%

50% 13,13 11,12 10,37 11,5625% 14,32 12,03 9,86 12,07

Rerata 13,72b 11,61c 10,12d

Keterangan: notasi yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata

Berdasarkan Tabel 4 dari hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat

interaksi antar perlakuan tepung terigu dan perbandingan tepung ubi jalar ungu

dan tepung kedelai terhadap kadar protein pada biskuit. Namun perbandingan

tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai berpengaruh terhadap kadar protein pada

biskuit. Kadar protein tertinggi terdapat pada biskuit dengan penggunaan tepung

terigu 25% dan perbandingan tepung ubi jalar ungu : tepung kedelai 25% : 75%.

Biskuit tersebut merupakan biskuit dengan presentase penggunaan tepung kedelai

yang paling tinggi. Kadar protein suatu produk dipengaruhi oleh bahan-bahan

yang digunakan. Sumber protein pada produk biskuit ini berasal dari tepung

9

Page 10: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

kedelai. Menurut Martawijaya, dkk. (2004), protein pada tepung kedelai sebesar

39,6% dalam 100 g. Wirakusumah (2007) mengungkapkan bahwa nilai gizi utama

dalam kedelai adalah protein. Kedelai memiliki kandungan delapan asam amino

esensial yaitu isoleusin, leusin, lisin, treonin, valin, metionin, fenilalanin, dan

triptofan.

Kadar protein pada biskuit kontrol sebesar 6,13%. Sedangkan kadar

protein pada biskuit yang disubstitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai

berkisar antara 9,86% – 14,32%. Berdasarkan SNI 2973-2011 tentang biskuit

mensyaratkan bahwa kadar protein pada biskuit minimal 5%. Hal ini

menunjukkan bahwa biskuit yang disubtitusi dengan tepung ubi jalar ungu dan

tepung kedelai telah memenuhi persyaratan SNI.

Aktivitas Antioksidan

Hasil pengujian aktivitas antioksidan pada biskuit yang disubstitusi tepung

ubi jalar ungu dan tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Aktivitas Antioksidan

Tepung terigu Tepung ubi jalar ungu:tepung kedelai Rerata25%:75% 50%:50% 75%:25%

50% 90,35 91,48 91,77 91,2025% 91,05 92,57 92,81 92,14

Rerata 90,70 b 92,03 bc 92,29 c

Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata

Berdasarkan Tabel 5 dari hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat

interaksi antar perlakuan tepung terigu dan perbandingan tepung ubi jalar ungu

dan tepung kedelai terhadap aktivitas antioksidan pada biskuit. Namun

10

Page 11: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

perbandingan tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai berpengaruh terhadap

aktivitas antioksidan pada biskuit. Terdapat kecenderungan bahwa aktivitas

antioksidan meningkat seiring dengan meningkatnya penggunaan tepung ubi jalar

ungu. Menurut Husna, dkk. (2013), ubi jalar ungu memiliki aktivitas antioksidan

sebesar 59,25%. Sunarti (2017) mengungkapkan bahwa ubi jalar ungu diketahui

mengandung antioksidan alami berupa senyawa fenolik. Senyawa fenolik atau

fenol merupakan hasil metabolit sekunder tanaman yang terbentuk dari asam

amino aromatik fenilalanin atau tirosin melalui jalur metabolisme fenilpropanoid.

Senyawa fenolik yang ditemukan pada ubi jalar berupa asam klorogenik, asam

isoklorogenik, asam kafeik, dan asam neoklorogenik. Selain itu, menurut

Kumalaningsih (2006), ubi jalar ungu memiliki pigmen antosianin yang sangat

tinggi. Antosianin merupakan senyawa fenolik dan memiliki aktivitas antioksidan

yang berfungsi menangkal radikal bebas. Kandungan antosianin pada ubi jalar

ungu cukup tinggi yaitu mencapai 519mg/100g berat basah.

Tekstur

Hasil pengujian tekstur pada biskuit yang disubstitusi tepung ubi jalar

ungu dan tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tekstur

Tepung terigu Tepung ubi jalar ungu:tepung kedelai Rerata25%:75% 50%:50% 75%:25%

50% 2,75b 3,25b 3,88c 3,2925% 4,13b 2,88b 2,88b 3,30

Rerata 3,44 3,07 3,38Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan beda

nyata

11

Page 12: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata pada

biskuit substitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai terhadap tekstur yang

dihasilkan. Tekstur yang paling keras terdapat pada biskuit dengan penggunaan

tepung terigu 25% dan perbandingan tepung ubi jalar ungu : tepung kedelai 25% :

75%. Hal ini disebabkan karena penggunaan tepung terigu yang rendah

menyebabkan berkurangnya jumlah protein gluten yang terkandung dalam

adonan. Menurut Pratama (2015), dalam pembuatan biskuit, gluten sebagai bahan

pengikat masih dibutuhkan meskipun fungsinya dalam pembentukan tekstur pada

biskuit tidak terlalu mendominasi seperti pada pengolahan produk bakery lainnya.

Tingkat Pengembangan Volume

Tabel 7 menunjukkan tingkat pengembangan volume biskuit yang

disubtitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai.

Tabel 7. Tingkat Pengembangan Volume

Tepung terigu Tepung ubi jalar ungu:tepung kedelai Rerata25%:75% 50%:50% 75%:25%

50% 39,27 42,62 50,24 44,0425% 29,38 29,51 38,38 32,42

Rerata 34,33 36,07 44,31Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan beda

nyata

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan nyata

pada biskuit substitusi tepung ubi jalar ungu dan tepung kedelai terhadap tingkat

pengembangan volume yang dihasilkan. Tingkat pengembangan volume terendah

terdapat pada biskuit dengan penggunaan tepung terigu 25% dan perbandingan

tepung ubi jalar ungu : tepung kedelai 75% : 25%. Hal tersebut disebabkan oleh

12

Page 13: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

berkurangnya protein (gluten) yang ada pada tepung terigu dan berpengaruh

terhadap pembentukan struktur biskuit. Menurut Triwulandari, dkk. (2015),

berkurangnya kandungan gluten yang terdapat dalam biskuit akan mengurangi

kemampuan adonan untuk menahan gas dalam pengembangan biskuit dan volume

yang dihasilkan menjadi berkurang.

Tingkat Kesukaan

Tingkat kesukaan biskuit yang disubstitusi tepung ubi jalar ungu dan

tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Tingkat KesukaanPerlakuan Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan

50% tepung terigu : 25% tepung ubi jalar ungu : 75% g tepung kedelai

2,76bc 2,72a 2,64bc 2,72bc 2,64b

50% tepung terigu : 50% tepung ubi jalar ungu : 50% tepung kedelai

2,32ab 2,68a 2,44b 2,28ab 2,56b

50% tepung terigu : 75% tepung ubi jalar ungu : 25% tepung kedelai

3,08c 2,64a 3,60e 3,72d 3,48c

25% tepung terigu : 25% tepung ubi jalar ungu : 75% tepung kedelai

2,40ab 2,68a 3,48de 3,56d 3,40c

25% tepung terigu : 50% tepung ubi jalar ungu : 50% tepung kedelai

2,28ab 2,96a 2,96bcd 3,16cd 3,08bc

25% tepung terigu : 75% tepung ubi jalar ungu : 25% tepung kedelai

2,16a 2,32a 1,88a 1,96a 1,96a

Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata. Semakin kecil angka menunjukkan semakin disukai.

13

Page 14: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

Warna

Pada komoditi pangan warna mempunyai peranan yang penting sebagai

daya tarik, tanda pengenal, dan atribut mutu. Warna merupakan faktor mutu yang

paling menarik perhatian konsumen. Warna akan memberikan kesan apakah

makanan tersebut akan disukai atau tidak (Tarwendah, 2017). Berdasarkan Tabel

8 dapat diketahui bahwa warna pada biskuit yang paling disukai adalah biskuit

dengan penggunaan tepung terigu 25%, tepung ubi jalar ungu 75% dan tepung

kedelai 25%. Karakteristik warna yang paling disukai terdapat pada biskuit

dengan penggunaan tepung ubi jalar ungu yang paling tinggi karena menurut

Hardoko dkk (2010), ubi jalar ungu memiliki warna ungu yang cukup pekat

sehingga menarik perhatian. Warna ungu pada ubi jalar disebabkan oleh adanya

pigmen ungu antosianin. Rosidah (2014) mengungkapkan bahwa kandungan

antosianin dalam pigmen tepung ubi jalar ungu dapat meningkatkan tampilan

warna pada produk biskuit.

Aroma

Aroma merupakan salah satu parameter dalam penentuan kualitas suatu

produk makanan. Aroma yang khas dapat dirasakan oleh indera penciuman

tergantung dari bahan penyusun dan bahan yang ditambahkan. Aroma dapat

didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat diamati dengan indera pembau

(Mayasari, 2015). Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa aroma pada biskuit

yang paling disukai adalah biskuit dengan penggunaan tepung terigu 25%, tepung

ubi jalar ungu 75%, dan tepung kedelai 25%. Aroma yang paling disukai terdapat

14

Page 15: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

pada biskuit dengan penggunaan tepung ubi jalar ungu yang paling tinggi karena

menurut Mayasari (2015), aroma khas ubi jalar ungu tidak terlalu menyengat.

Aroma yang timbul disebabkan karena pada saat proses pemanggangan senyawa

volatil yang terdapat dalam bahan menguap.

Rasa

Rasa merupakan persepsi dari sel pengecap meliputi rasa asin, manis,

asam, dan pahit yang diakibatkan oleh bahan yang terlarut dalam mulut. Rasa

dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimia oleh pencicip (lidah), dimana

akhirnya kesatuan interaksi antara sifat-sifat seperti aroma, rasa, tekstur

merupakan keseluruhan rasa atau citarasa (flavor) makanan yang dinilai. Rasa

merupakan faktor penting terhadap penerimaan suatu produk makanan

(Widyasitoresmi, 2010). Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa rasa pada

biskuit yang paling disukai adalah biskuit dengan penggunaan tepung terigu 25%,

tepung ubi jalar ungu 75% dan tepung kedelai 25%. Rasa pada biskuit yang paling

disukai terdapat pada biskuit dengan penggunaan tepung ubi jalar ungu yang

paling tinggi karena menurut Widyasitoresmi (2010), ubi jalar ungu memiliki rasa

yang khas dan manis sehingga panelis cenderung lebih menyukainya.

Tekstur

Tekstur merupakan ciri suatu bahan sebagai akibat perpaduan dari

beberapa sifat fisik yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah dan unsur-unsur

pembentukan bahan yang dapat dirasakan oleh indera peraba dan perasa

(Midayanto dan Yuwono, 2014). Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa 15

Page 16: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

tekstur yang paling disukai pada biskuit terdapat pada biskuit dengan penggunaan

tepung terigu 25%, tepung ubi jalar ungu 75%, tepung kedelai 25%. Tekstur yang

paling disukai terdapat pada biskuit dengan penggunaan tepung ubi jalar ungu

yang paling tinggi karena menurut Mayasari (2015), kadar pati yang tinggi pada

tepung ubi jalar ungu dapat mengikat air pada saat proses gelatinisasi sehingga

menyebabkan biskuit menjadi renyah setelah dioven.

Keseluruhan

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa biskuit yang paling disukai

secara keseluruhan adalah biskuit dengan penggunaan tepung terigu 25%, tepung

ubi ungu 75% dan tepung kedelai 25%. Pemilihan produk terbaik terdapat pada

biskuit dengan penggunaan tepung terigu 50% dan perbandingan tepung ubi jalar

ungu : tepung kedelai 50% : 50%. Biskuit terebut dipilih karena telah memiliki

aktivitas antioksidan dan protein yang tinggi serta memiliki tingkat kekerasan dan

tingkat pengembangan volume yang baik.

KESIMPULAN

Pemilihan produk terbaik terdapat pada biskuit dengan penggunaan tepung

terigu 50% dan perbandingan tepung ubi jalar ungu : tepung kedelai 50% : 50%

dengan kadar air 2,81% (%wb), kadar abu 1,56% (%db), kadar protein 11,12%

(%db), aktivitas antioksidan 91,48% (%RSA), tekstur 3,25 kg, dan tingkat

pengembangan volume sebesar 42,62%.

16

Page 17: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Outlook Komoditas Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian.

Hardoko, L. H., dan Tagor M. S. 2010. Pemanfaatan Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L. Poir) sebagai Pengganti Tepung Terigu dan Sumber Antioksidan pada Roti Tawar. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 21 (1).

Husna, N. E., Melly N., dan Syarifah R. 2013. Kandungan Antosianin dan Aktivitas Antioksidan Ubi Jalar Ungu Segar dan Produk Olahannya. Jurnal Agritech 33 (3).

Iskandar, A. 2003. Mempelajari Pengaruh Penambahan Isolat Protein Kedelai sebagai Bahan Pengikat terhadap Mutu Fisik dan Organoleptik Meat Loaf. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Kartika, Y. D. 2009. Karakterisasi Sifat Fungsional Konsentrat Protein Biji Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Krisnawati, A. 2017. Kedelai sebagai Sumber Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan 12 (1).

Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami: Penangkal Radikal Bebas, Sumber, Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolahan. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Manas, E., Bravo L., dan Saura C. 1994. Source of Error in Dietary Fiber Analysis. Food Chem 50: 331-342.

Martawijaya, E. L., Eko M., dan Netti T. 2004. Panduan Beternak Itik Petelur secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Masoodi, L. dan Bashir. 2012. Fortification of Biscuit with Flaxseed: Biscuit Production and Quality Evaluation. Journal of Environmental Science, Toxicology, and Food Technology 1: 6-9.

Mayasari, R. 2015. Kajian Karakteristik Biskuit yang Dipengaruhi Perbandingan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dan Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.). Skripsi. Universitas Pasundan Bandung.

Midayanto, D. dan Yuwono. 2014. Penentuan Atribut Mutu Tekstur Tahu untuk direkomendasikan sebagai Syarat Tambahan dalam Standar Nasional Indonesia. Jurnal Pangan dan Agroindustri.

Noer, S. W., Mohammad W., dan Kadirman. 2017. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar Berbagai Varietas sebagai Bahan Baku Pembuatan Kue Bolu Kukus. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian 3.

Prabowo, B. 2010. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Millet Kuning dan Tepung Millet Merah. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pratama, S. H. 2015. Kandungan Gizi, Kesukaan, dan Warna Biskuit Substitusi Tepung Pisang dan Kecambah Kedelai. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang.

Rosidah. 2014. Potensi Ubi Jalar Ungu sebagai Bahan Baku Industri Pangan. Jurnal Teknobuga 1 (1): 44-52.

17

Page 18: Universitas Mercu Buana Yogyakartaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/6982/1/naskah publikasi.doc · Web viewProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri, Universitas

Santoso, Agus. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya bagi Kesehatan. Magistra 75.

Sari, D. R. 2015. Pengaruh Substitusi Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata) terhadap Kadar Proksimat dan Kerenyahan Biskuit. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Setyaningsih, N. N. 2017. Analisis Kimia Kadar Abu dan Gluten pada Tepung Cakra Kembar, Segitiga Hijau, dan Segitiga Biru sebagai Bahan Baku Utama Pembuatan Mi Instan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur TBK. Divisi Noodle Cabang Semarang. Kerja Praktek. Universitas Katolik Soegija Pranata Semarang.

Suda, I., Tomoyuki O., Mami M., Mio K., Yoichi N., dan Shu F. 2003. Physiological Functionality of Purple-Fleshed Sweet Potatoes Containing Anthocyanins and Their Utilization in Foods. Japan Agricultural Research 37 (3): 167-173.

Sunarti. 2017. Serat Pangan dalam Penanganan Sindrom Metabolik. Gadjah Mada University Pers. Yogyakarta.

Sundari, D., Almasyhuri, dan Astuti L. 2015. Pengaruh Proses Pemasakan terhadap Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Media Litbangkes 25 (4):235 – 242.

Susilawati dan Medikasari. 2008. Kajian Formulasi Tepung Terigu dan Tepung dari Berbagai Jenis Ubi Jalar sebagai Bahan Dasar Pembuatan Biskuit Non-Flaky Crackers. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II Universitas Lampung.

Tarwendah, I. P. 2017. Studi Komparasi Atribut Sensoris dan Kesadaran Merek Produk Pangan. Jurnal Pangan dan Agroindustri 5 (2): 66-73.

Thomas, E., B., Erny J. N. N., dan Thelma D. J. T. 2017. Pengaruh Penambahan Tepung Kedelai (Glycine Max L.) pada pembuatan Biskuit Bebas Gluten Bebas Kasein Berbahan Baku Tepung Pisang Goroho (Musa acuminate L.). Skripsi. Universitas Sam Ratulangi Manado.

Triwulandari, D., Akhmad M., dan Merkuria K. 2015. Karakteristik Fisikokimia dan Uji Organoleptik Cookies Kulit Buah Naga (Hylocereus undatus) dengan Substitusi Tepung Ampas Tahu. Skripsi. Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

Widaningrum, Sri W., dan Soewarno S. 2005. Pengayaan Tepung Kedelai pada Pembuatan Mie Basah dengan Bahan Baku Tepung Terigu yang Disubstitusi Tepung Garut. Jurnal Pascapanen 2 (1): 41-48.

Widowati, S. 2007. Teknologi Pengolahan Kedelai. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Widyasitoresmi, H. S. 2010. Formulasi dan Karakterisasi Flake Berbasis Sorgum (Sorghum bicolor L.) dan Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Wirakusumah, E. S. 2007. Mencegah Osteoporosis Lengkap dengan 39 Jus dan 38 Resep Masakan. Penebar Plus. Jakarta.

Wiyono, T. N. 1980. Budidaya Tanaman Gandum. Karya Nusantara. Jakarta.

18