UNDANG-UNDANGREPUBLIKINDONESIA NOMOR 13 ......5 BABIII HAKDANKEWAJIBAN BagianKesatu...
Transcript of UNDANG-UNDANGREPUBLIKINDONESIA NOMOR 13 ......5 BABIII HAKDANKEWAJIBAN BagianKesatu...
1
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2008
TENTANG
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia menjaminkemerdekaan warga negaranya untuk beribadahmenurut agamanya masing-masing;
b. bahwa ibadahhaji merupakan rukun Islamkelima yangwajibdilaksanakanolehsetiaporangIslamyangmampumenunaikannya;
c. bahwa upaya penyempurnaan sistem dan manajemenpenyelenggaraan ibadahhajiperlu terus dilakukan agarpelaksanaan ibadahhajiberjalanaman, tertib,danlancardengan menjunjung tinggi semangat keadilan,transparansi, dan akuntabilitas publik;
d. bahwaUndang-UndangNomor17Tahun 1999 tentangPenyelenggaraan Ibadah Haji sudah tidak sesuai lagidengan perkembangan hukum dan tuntutanmasyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
2
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf dperlu membentuk Undang-Undang tentangPenyelenggaraan Ibadah Haji;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 20Aayat (1), Pasal 21, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan BersamaDEWANPERWAKILANRAKYATREPUBLIKINDONESIA
danPRESIDENREPUBLIKINDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANGTENTANGPENYELENGGARAANIBADAHHAJI.
BABI
KETENTUANUMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. IbadahHajiadalahrukunIslamkelimayangmerupakankewajiban sekali seumur hidup bagi setiap orang Islamyang mampu menunaikannya.
2. Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah rangkaiankegiatan pengelolaan pelaksanaan Ibadah Haji yangmeliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindunganJemaahHaji.
3. Jemaah Haji adalah Warga Negara Indonesia yangberagama Islam dan telah mendaftarkan diri untukmenunaikan Ibadah Haji sesuai dengan persyaratanyang ditetapkan.
3
4. Warga Negara adalah Warga Negara Indonesia.
5. Pemerintah adalahPemerintah Republik Indonesia.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, yangselanjutnya disebut DPR, adalah Dewan PerwakilanRakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksuddalam Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesiaTahun 1945.
7. Komisi Pengawas Haji Indonesia, yang selanjutnyadisebut KPHI, adalah lembaga mandiri yang dibentukuntuk melakukan pengawasan terhadapPenyelenggaraan Ibadah Haji.
8. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji, yang selanjutnyadisebutBPIH,adalahsejumlahdanayangharusdibayarolehWargaNegarayangakanmenunaikanIbadahHaji.
9. Pembinaan Ibadah Haji adalah serangkaian kegiatanyang meliputi penyuluhan dan pembimbingan bagiJemaahHaji.
10. Pelayanan Kesehatanadalah pemeriksaan, perawatan,dan pemeliharaan kesehatan Jemaah Haji.
11. Paspor Haji adalah dokumen perjalanan resmi yangdiberikan kepada Jemaah Haji untuk menunaikanIbadahHaji.
12. Akomodasi adalah perumahanatau pemondokan yangdisediakan bagi Jemaah Haji selama di embarkasi ataudi debarkasi dan diArab Saudi.
13. Transportasi adalah pengangkutan yang disediakanbagiJemaahHajiselamaPenyelenggaraanIbadahHaji.
14. Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus adalahPenyelenggaraan Ibadah Haji yang pengelolaan,pembiayaan, dan pelayanannya bersifat khusus.
4
15. Penyelenggara Ibadah HajiKhusus adalah pihak yangmenyelenggarakan ibadah haji yang pengelolaan,pembiayaan, dan pelayanannya bersifat khusus.
16. Ibadah Umrahadalah umrah yang dilaksanakandi luarmusimhaji.
17. Dana Abadi Umat, yang selanjutnya disebut DAU,adalah sejumlah dana yang diperoleh dari hasilpengembangan DanaAbadi Umat dan/atau sisa biayaoperasionalPenyelenggaraanIbadahHaji serta sumberlain yang halal dan tidak mengikat.
18. Badan Pengelola DanaAbadi Umat, yang selanjutnyadisebut BP DAU, adalah badan untuk menghimpun,mengelola, dan mengembangkan DanaAbadi Umat.
19. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dantanggung jawabnya di bidang agama.
BABII
ASASDANTUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan Ibadah Haji dilaksanakan berdasarkanasas keadilan, profesionalitas, dan akuntabilitas denganprinsip nirlaba.
Pasal 3
Penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan untuk memberikanpembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi Jemaah Haji sehingga Jemaah Haji dapatmenunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaranagamaIslam.
5
BABIII
HAKDANKEWAJIBAN
BagianKesatu
HakdanKewajibanWargaNegara
Pasal 4
(1) Setiap Warga Negara yang beragama Islam berhakuntuk menunaikan Ibadah Haji dengan syarat:
a. berusia paling rendah 18 (delapan belas) tahunatau sudah menikah; dan
b. mampumembayarBPIH.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratansebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Menteri.
Pasal 5
Setiap Warga Negara yang akan menunaikan Ibadah Hajiberkewajiban sebagai berikut:
a. mendaftarkan diri kepada Panitia PenyelenggaraIbadah Haji kantor Departemen Agama kabupaten/kota setempat;
b. membayar BPIH yang disetorkan melalui bankpenerima setoran; dan
c. memenuhi dan mematuhi persyaratan dan ketentuanyang berlaku dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji.
6
BagianKedua
KewajibanPemerintah
Pasal 6
Pemerintahberkewajibanmelakukanpembinaan,pelayanan,dan perlindungan dengan menyediakan layananadministrasi, bimbingan Ibadah Haji, Akomodasi,Transportasi, Pelayanan Kesehatan, keamanan, dan hal-hallain yang diperlukan oleh Jemaah Haji.
BagianKetiga
HakJemaahHaji
Pasal 7
Jemaah Haji berhak memperoleh pembinaan, pelayanan,dan perlindungan dalam menjalankan Ibadah Haji, yangmeliputi:
a. pembimbinganmanasikhajidan/atau materi lainnya,baikdi tanahair,diperjalanan,maupundiArabSaudi;
b. pelayananAkomodasi, konsumsi, Transportasi, danPelayanan Kesehatan yang memadai, baik di tanahair, selama di perjalanan, maupun diArab Saudi;
c. perlindungan sebagai Warga Negara Indonesia;
d. penggunaan Paspor Hajidan dokumen lainnya yangdiperlukan untuk pelaksanaan Ibadah Haji; dan
e. pemberian kenyamanan Transportasi danpemondokan selama di tanah air, diArab Saudi, dansaat kepulangan ke tanah air.
7
BABIV
PENGORGANISASIAN
BagianKesatu
Umum
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan Ibadah Haji meliputi unsurkebijakan, pelaksanaan, dan pengawasan.
(2) Kebijakan danpelaksanaan dalam PenyelenggaraanIbadah Haji merupakan tugas nasional dan menjaditanggung jawab Pemerintah.
(3) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabsebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menterimengoordinasikannya dan/atau bekerja samadengan masyarakat, departemen/instansi terkait, danPemerintah KerajaanArab Saudi.
(4) Pelaksanaan dalam Penyelenggaraan Ibadah Hajisebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(5) Dalamrangkapelaksanaan Penyelenggaraan IbadahHajisebagaimanadimaksudpadaayat (4)Pemerintahmembentuk satuan kerja di bawah Menteri.
(6) Pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Hajimerupakan tugas dan tanggung jawab KPHI.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan danpelaksanaan dalam Penyelenggaraan Ibadah Hajisebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur denganPeraturan Pemerintah.
Pasal 9
Penyelenggaraan Ibadah Haji dikoordinasi oleh:a. Menteri di tingkat pusat;b. gubernur di tingkat provinsi;c. bupati/wali kota di tingkat kabupaten/kota; dand. Kepala Perwakilan Republik Indonesia untuk
KerajaanArab Saudi.
8
Pasal 10
(1) Pemerintah sebagai penyelenggara Ibadah Hajiberkewajiban mengelola dan melaksanakanPenyelenggaraan Ibadah Haji.
(2) Pelaksana Penyelenggaraan Ibadah Hajiberkewajiban menyiapkan dan menyediakan segalahal yang terkait dengan pelaksanaan Ibadah Hajisebagai berikut:a. penetapan BPIH;b. pembinaan Ibadah Haji;c. penyediaan Akomodasi yang layak;d. penyediaan Transportasi;e. penyediaan konsumsi;f. Pelayanan Kesehatan; dan/ataug. pelayanan administrasi dan dokumen.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajibanPenyelenggara Ibadah Haji diatur dengan PeraturanPemerintah.
BagianKedua
PanitiaPenyelenggaraIbadahHaji
Pasal 11
(1) Menteri membentuk Panitia Penyelenggara IbadahHaji di tingkat pusat, di daerah yang memilikiembarkasi, dan diArab Saudi.
(2) DalamrangkaPenyelenggaraanIbadahHaji,Menterimenunjukpetugasyangmenyertai JemaahHaji, yangterdiri atas:a. TimPemanduHaji Indonesia (TPHI);b. Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia
(TPIHI);danc. TimKesehatanHaji Indonesia (TKHI).
9
(3) Gubernur atau bupati/wali kota dapat mengangkatpetugas yang menyertai Jemaah Haji, yang terdiriatas:
a. TimPemanduHajiDaerah(TPHD); danb. TimKesehatanHajiDaerah (TKHD).
(4) BiayaoperasionalPanitiaPenyelenggara IbadahHajidan petugas operasional pusat dan daerahdibebankan padaAnggaranPendapatan dan BelanjaNegara dan Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan danmekanisme pengangkatan petugas sebagaimanadimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur denganPeraturan Menteri.
BagianKetiga
KomisiPengawasHajiIndonesia
Pasal 12
(1) KPHIdibentukuntukmelakukanpengawasandalamrangka meningkatkan pelayanan PenyelenggaraanIbadah Haji Indonesia.
(2) KPHI bertanggung jawab kepada Presiden.
(3) KPHI bertugas melakukan pengawasan danpemantauan terhadap Penyelenggaraan Ibadah Hajiserta memberikan pertimbangan untukpenyempurnaan Penyelenggaraan Ibadah HajiIndonesia.
(4) KPHImemilikifungsi:
a. memantau dan menganalisis kebijakanoperasional Penyelenggaraan Ibadah HajiIndonesia;
10
b. menganalisis hasilpengawasan dari berbagailembaga pengawas dan masyarakat;
c. menerima masukan dan saran masyarakatmengenai PenyelenggaraanIbadah Haji; dan
d. merumuskan pertimbangan dan saranpenyempurnaan kebijakan operasionalPenyelenggaraan Ibadah Haji.
(5) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KPHIdapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) KPHImelaporkan hasilpelaksanaan tugasnya secaratertulis kepada Presiden dan DPR paling sedikit 1(satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 13
KPHI dalammelaksanakan tugasnya bersifat mandiri.
Pasal 14
(1) KPHI terdiri atas 9 (sembilan) orang anggota.
(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)terdiri atas unsur masyarakat 6 (enam) orang danunsur Pemerintah 3 (tiga) orang.
(3) Unsur masyarakat sebagaimanadimaksud pada ayat(2) terdiri atas unsur Majelis Ulama Indonesia,organisasi masyarakat Islam, dan tokoh masyarakatIslam.
(4) Unsur Pemerintah sebagaimanadimaksud pada ayat(2) dapat ditunjuk dari departemen/instansi yangberkaitan dengan Penyelenggaraan Ibadah Haji.
(5) KPHIdipimpinolehseorangketuadanseorangwakilketua.
(6) Ketua dan Wakil Ketua KPHI dipilih dari dan olehanggota Komisi.
11
Pasal 15
Masa kerja anggota KPHI dijabat selama 3 (tiga) tahun dandapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 16
Anggota KPHI diangkat dan diberhentikan oleh Presidenatas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan DPR.
Pasal 17
Untuk dapatdiangkatmenjadianggotaKPHI, calonanggotaharus memenuhi persyaratan:
a. Warga Negara Indonesia;
b. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun danpaling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun;
c. mempunyai komitmen yang tinggi untukmeningkatkan kualitas Penyelenggaraan IbadahHaji;
d. mempunyai pengetahuan danpengalaman yang luasdan mendalam tentang Penyelenggaraan IbadahHaji;
e. tidakpernahdijatuhipidanakarenamelakukan tindakpidana kejahatan;
f. mampu secara rohani dan jasmani; dan
g. bersedia bekerja sepenuh waktu.
Pasal 18
Segala pembiayaan yang diperlukan untuk mendukungpelaksanaan tugas KPHI dibebankan pada AnggaranPendapatan dan Belanja Negara.
12
Pasal 19
(1) Dalam melaksanakan tugasnya KPHI dibantu olehsekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dipimpin oleh seorang sekretaris yang diangkat dandiberhentikanolehMenteriataspertimbanganKPHI.
(3) Sekretaris dalam melaksanakan tugasnya secarafungsional bertanggung jawab kepada pimpinanKPHI.
Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatandan pemberhentian anggota KPHI sebagaimana dimaksuddalam Pasal 16 diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB V
BIAYAPENYELENGGARAANIBADAHHAJI
Pasal 21
(1) Besaran BPIH ditetapkan oleh Presiden atas usulMenteri setelah mendapat persetujuan DPR.
(2) BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1)digunakan untuk keperluan biaya PenyelenggaraanIbadahHaji.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan BPIHdiatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 22
(1) BPIH disetorkan ke rekening Menteri melalui banksyariah dan/atau bank umum nasional yang ditunjukoleh Menteri.
13
(2) Penerimaan setoran BPIH sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikanketentuan kuota yang telah ditetapkan.
Pasal 23
(1) BPIH yangdisetor ke rekening Menterimelalui banksyariah dan/atau bank umum nasional sebagaimanadimaksud dalam Pasal 22 dikelola oleh Menteridengan mempertimbangkan nilai manfaat.
(2) Nilai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)digunakan langsung untuk membiayai belanjaoperasional Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Pasal 24
(1) JemaahHajimenerimapengembalianBPIHdalamhal:a. meninggal dunia sebelum berangkat
menunaikan Ibadah Haji; ataub. batal keberangkatannya karena alasan
kesehatan atau alasan lain yang sah.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembalian dan
jumlah BPIH yang dikembalikan diatur denganPeraturan Menteri.
Pasal 25
(1) Laporan keuangan Penyelenggaraan Ibadah HajidisampaikankepadaPresidendanDPRpalinglambat3 (tiga) bulan setelah Penyelenggaraan Ibadah Hajiselesai.
(2) Laporansebagaimanadimaksudpadaayat (1) apabilaterdapat sisa dimasukkan dalam DAU.
14
BABVI
PENDAFTARANDANKUOTA
Pasal 26
(1) Pendaftaran Jemaah Haji dilakukan di PanitiaPenyelenggara Ibadah Haji dengan mengikutiprosedur dan memenuhi persyaratan yang telahditetapkan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur danpersyaratan pendaftaran diatur dengan PeraturanMenteri.
Pasal 27
KetentuanlebihlanjutmengenaiWargaNegaradi luarnegeriyang akanmenunaikan Ibadah Haji diaturdengan PeraturanPemerintah.
Pasal 28
(1) Menteri menetapkan kuota nasional, kuota hajikhusus, dan kuota provinsi dengan memperhatikanprinsip adil dan proporsional.
(2) Gubernur dapat menetapkan kuota provinsisebagaimanadimaksud pada ayat (1) kedalamkuotakabupaten/kota.
(3) Dalam hal kuota nasional sebagaimana dimaksudpada ayat (1) tidak terpenuhi pada hari penutupanpendaftaran, Menteri dapat memperpanjang masapendaftaran dengan menggunakan kuota bebassecara nasional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kuotadiatur dengan Peraturan Menteri.
15
BABVII
PEMBINAAN
Pasal 29
(1) Dalam rangka Pembinaan Ibadah Haji, Menterimenetapkan:a. mekanisme dan prosedur Pembinaan Ibadah
Haji;dan
b. pedoman pembinaan, tuntunan manasik,dan panduan perjalanan Ibadah Haji.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan tanpa memungut biaya tambahan dariJemaah Haji di luar BPIH yangtelah ditetapkan.
Pasal 30
(1) Dalam rangka Pembinaan Ibadah Haji, masyarakatdapat memberikan bimbingan Ibadah Haji, baikdilakukan secara perseorangan maupun denganmembentukkelompok bimbingan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bimbingan IbadahHaji oleh masyarakat sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BABVIII
KESEHATAN
Pasal 31
(1) Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Ibadah Haji,baik pada saat persiapan maupun pelaksanaanPenyelenggaraanIbadahHaji,dilakukanolehmenteri
16
yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnyadi bidang kesehatan.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimanadimaksud pada ayat(1) dikoordinasi oleh Menteri.
BABIX
KEIMIGRASIAN
Pasal 32
(1) Setiap Warga Negarayang akan menunaikan IbadahHajimenggunakanPasporHajiyangdikeluarkanolehMenteri.
(2) Menteri dapat menunjukpejabat untuk dan/atau atasnamanya menandatangani Paspor Haji.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualianketentuansebagaimanadimaksudpadaayat (1)diaturdengan Peraturan Menteri.
BAB X
TRANSPORTASI
BagianKesatu
PelaksanaanTransportasi
Pasal 33
(1) Pelayanan Transportasi Jemaah Haji keArab Saudidan pemulangannya ke tempat embarkasi asal diIndonesia menjadi tanggung jawab Menteri danberkoordinasi dengan menteri yang ruang lingkuptugas dan tanggung jawabnya di bidangperhubungan.
17
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugassebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Pemerintah.
Pasal 34
Penunjukan pelaksana Transportasi Jemaah Haji dilakukanoleh Menteri dengan memperhatikan aspek keamanan,keselamatan, kenyamanan, dan efisiensi.
Pasal 35
(1) Transportasi Jemaah Haji dari daerah asal keembarkasi dandari debarkasi ke daerahasal menjaditanggung jawab Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaanTransportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
BagianKedua
BarangBawaan
Pasal 36
(1) Jemaah Haji dapat membawa barang bawaanke dandari Arab Saudi sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
(2) Pemeriksaan atas barang bawaan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh MenteriKeuangan.
18
BABXI
AKOMODASI
Pasal 37
(1) Menteriwajib menyediakanAkomodasibagi JemaahHaji tanpa memungut biaya tambahan dari JemaahHaji di luarBPIH yang telah ditetapkan.
(2) Akomodasi bagi Jemaah Haji harus memenuhistandar kelayakan dengan memperhatikan aspekkesehatan, keamanan, kenyamanan, dan kemudahanJemaah Haji beserta barang bawaannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaanAkomodasibagiJemaahHaji sebagaimanadimaksudpada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BABXII
PENYELENGGARAANIBADAHHAJIKHUSUS
Pasal 38
(1) Dalam rangka Penyelenggaraan Ibadah Haji bagimasyarakat yang membutuhkan pelayanan khusus,dapat diselenggarakan Ibadah Haji Khusus yangpengelolaan dan pembiayaannya bersifat khusus.
(2) Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus dilaksanakanoleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus yang telahmendapat izindari Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaPenyelenggaraan Ibadah Haji Khusus sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan PeraturanMenteri.
19
Pasal 39
Penyelenggara Ibadah Haji Khusus sebagaimana dimaksuddalam Pasal 38, yang akan diberi izin oleh Menteri, wajibmemenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. terdaftar sebagai penyelenggara perjalanan umrah;
b. memiliki kemampuan teknis dan finansial untukmenyelenggarakan Ibadah Haji Khusus; dan
c. memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitasIbadahHaji.
Pasal 40
Penyelenggara Ibadah Haji Khusus wajib memenuhiketentuan sebagai berikut:
a. menerima pendaftaran dan melayani Jemaah Hajihanya yang menggunakan Paspor Haji;
b. memberikan bimbinganIbadah Haji;
c. memberikan layanan Akomodasi, konsumsi,Transportasi, dan Pelayanan Kesehatan secarakhusus; dan
d. memberangkatkan, memulangkan, dan melayaniJemaah Haji sesuai dengan perjanjian yangdisepakati antara penyelenggara dan Jemaah Haji.
Pasal 41
Penyelenggara Ibadah Haji Khusus yang tidakmelaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 40 dikenai sanksi administratif sesuai dengan tingkatkesalahannya, yang berupa:
a. peringatan;b. pembekuan izin penyelenggaraan; atauc. pencabutan izin penyelenggaraan.
20
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan IbadahHaji Khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BABXIII
PENYELENGGARAANPERJALANANIBADAHUMRAH
Pasal 43
(1) Perjalanan Ibadah Umrah dapat dilakukan secaraperseorangan atau rombongan melaluipenyelenggara perjalanan Ibadah Umrah.
(2) Penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah dilakukanolehPemerintahdan/ataubiro perjalananwisatayangditetapkan oleh Menteri.
Pasal 44
Biro perjalanan wisata dapat ditetapkan sebagaipenyelenggara perjalanan IbadahUmrah setelah memenuhipersyaratan sebagai berikut:
a. terdaftar sebagai biro perjalanan wisata yang sah;
b. memiliki kemampuan teknis dan finansial untukmenyelenggarakan perjalanan Ibadah Umrah; dan
c. memilikikomitmenuntuk meningkatkankualitasIbadah Umrah.
Pasal 45
(1) Penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah wajibmemenuhi ketentuan sebagai berikut:a. menyediakan pembimbing ibadah dan
petugas kesehatan;
21
b. memberangkatkandanmemulangkanjemaahsesuai dengan masa berlaku visa umrah diArab Saudi dan ketentuan peraturanperundang-undangan;
c. memberikanpelayanankepada jemaahsesuaidengan perjanjian tertulis yang disepakatiantara penyelenggara dan jemaah; dan
d. melapor kepada Perwakilan RepublikIndonesia di Arab Saudi pada saat datang diArab Saudi dan pada saat akan kembali keIndonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraanperjalanan Ibadah Umrah diatur dengan PeraturanMenteri.
Pasal 46
(1) Penyelenggara perjalanan IbadahUmrah yang tidakmemenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 45 ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuaidengan tingkat kesalahannya, yang berupa:a. peringatan;b. pembekuan izin penyelenggaraan; atauc. pencabutan izin penyelenggaraan.
(2) Ketentuan lebih lanjutmengenai sanksi administratifsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Pemerintah.
22
BABXIV
PENGELOLAANDANAABADIUMAT
BagianKesatu
Umum
Pasal 47
(1) DalamrangkapengelolaandanpengembanganDAUsecara lebih berdaya guna dan berhasil guna untukkemaslahatan umat Islam, Pemerintah membentukBPDAU.
(2) BP DAU terdiri atas ketua/penanggung jawab,dewan pengawas, dan dewan pelaksana.
(3) Pengelolaan secara lebih berdaya guna dan berhasilguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputikegiatan pelayanan Ibadah Haji, pendidikan dandakwah, kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi,serta pembangunan sarana dan prasarana ibadah.
Bagiankedua
TugasdanFungsi
Pasal 48
(1) BP DAU bertugas menghimpun, mengelola,mengembangkan, dan mempertanggungjawabkanDAU.
(2) BPDAUmemiliki fungsi:a. menghimpun dan mengembangkan DAU
sesuai dengan syariah dan ketentuanperaturan perundang-undangan;
b. merencanakan, mengorganisasikan,mengelola, dan memanfaatkan DAU; dan
c. melaporkan pengelolaan DAU kepadaPresiden dan DPR.
23
Pasal 49
(1) Dewan pengawasmemiliki fungsi:a. menyusun sistempengelolaan, pemanfaatan,
pengembangan, dan pengawasan DAU;b. melaksanakan penilaian atas rumusan
kebijakan, rencanastrategisdanrencanakerjaserta anggaran tahunan pengelolaan,pemanfaatan, dan pengembangan DAU;
c. melaksanakan pengawasan dan pemantauanatas pelaksanaan pengelolaan danpemanfaatan DAU; dan
d. menilai dan memberikan pertimbanganterhadap laporan tahunan yang disiapkanoleh dewan pelaksana sebelum ditetapkanmenjadi laporanBP DAU.
(2) Dalam pelaksanaan pengawasan keuangan, dewanpengawas dapat menggunakan jasa tenagaprofesional.
Pasal 50
Dewanpelaksanamemiliki fungsi:a. menyiapkan rumusan kebijakan, rencana strategis,
dan rencana kerja serta anggaran tahunanpengelolaan, pemanfaatan, dan pengembanganDAU;
b. melaksanakan program pemanfaatan danpengembangan DAU yang telah ditetapkan;
c. melakukan penatausahaan pengelolaan keuangandan aset DAU sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan;
d. melakukan penilaian atas kelayakan usulpemanfaatan DAU yang diajukan oleh masyarakat;
e. melaporkan pelaksanaan program dan anggarantahunan pengelolaan, pemanfaatan, danpengembangan DAU secaraperiodik kepada dewanpengawas; dan
f. menyiapkan laporan tahunan BP DAU kepadaPresiden dan DPR.
24
BagianKetiga
Strukturdan Pengorganisasian
Pasal 51
Ketua/Penanggung Jawab BP DAU adalah Menteri.
Pasal 52
(1) Dewan Pengawas BP DAU terdiri atas 9 (sembilan)orang anggota.
(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)terdiri atas unsur masyarakat 6 (enam) orang danunsur Pemerintah 3 (tiga) orang.
(3) Unsur masyarakat sebagaimanadimaksud pada ayat(2) terdiri atas unsur Majelis Ulama Indonesia,organisasi masyarakat Islam, dan tokoh masyarakatIslam.
(4) Unsur Pemerintah sebagaimanadimaksud pada ayat(2) ditunjuk dari departemen yang ruang lingkuptugas dan tanggung jawabnya di bidang agama.
(5) Dewan Pengawas BP DAU dipimpin oleh seorangketua dan seorang wakil ketua.
(6) Ketua dan wakil ketua dewan pengawas dipilih daridan oleh anggota Dewan Pengawas.
Pasal 53
(1) DewanPelaksanaBPDAUterdiri atas7(tujuh)oranganggota.
(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)terdiri atas unsur Pemerintah dan ditunjuk olehMenteri.
25
(3) Dewan Pelaksana dipimpinoleh seorang ketua yangditunjukolehMenteridari anggotaDewanPelaksana.
Pasal 54
(1) Masa kerja anggota dewan pengawas dan dewanpelaksana dijabat selama 3 (tiga) tahun dan dapatdipilihkembalihanyauntuk1(satu)kalimasa jabatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratananggota dewan pengawas dan dewan pelaksana,hubungankerja,danmekanismekerjamasing-masingdiatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 55
Pengangkatan dan pemberhentian ketua dan anggotadewan pengawas serta ketua dan anggota dewan pelaksanaditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 56
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BP DAU dibantuoleh sekretariat.
(2) Ketentuan lebihlanjutmengenaiSekretariatBPDAUdiatur dengan Peraturan Menteri.
BagianKeempat
PengembangandanPembiayaan
Pasal 57
Pengembangan DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal47 ayat (1)meliputiusahaproduktifdaninvestasiyangsesuaidengan syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
26
Pasal 58
Hasil pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal57 dapat digunakan langsung sesuai dengan rencana kerjadan anggaran yang telah ditetapkan.
Pasal 59
BP DAU dapat memperoleh hibah dan/atau sumbanganyang tidak mengikat dari masyarakat atau badan lain.
Pasal 60
(1) Biaya operasional BP DAU dibebankan pada hasilpengelolaan dan pengembangan DAU.
(2) Dalam hal tertentu, biaya operasional BP DAUsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibiayaioleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya operasionalsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkandengan Peraturan Menteri sebagai Ketua/Penanggung Jawab BP DAU.
Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan DAU diaturdengan Peraturan Menteri.
BagianKelima
Pertanggungjawaban
Pasal 62
Ketua/Penanggung Jawab BPDAU menyampaikan laporanpertanggungjawaban pengelolaan DAU kepada Presidendan DPR setiap tahun.
27
BABXV
KETENTUANPIDANA
Pasal 63
(1) Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hakbertindak sebagai penerima pembayaran BPIHsebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan/atau sebagai penerima pendaftaran Jemaah Hajisebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)dipidanadenganpidanapenjarapalinglama4(empat)tahun dan/atau denda paling banyakRp500.000.000,00(limaratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hakbertindak sebagai penyelenggara perjalanan IbadahUmrah dengan mengumpulkan dan/ataumemberangkatkan Jemaah Umrah sebagaimanadimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) dipidana denganpidana penjarapaling lama 4 (empat) tahun dan/ataudenda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratusjuta rupiah).
Pasal 64
(1) Penyelenggara Ibadah Haji Khusus yang tidakmelaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksuddalamPasal40dipidanadenganpidanapenjarapalinglama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyakRp1.000.000.000,00(satumiliarrupiah).
(2) Penyelenggara perjalanan IbadahUmrah yang tidakmelaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 45 ayat (1) dipidana dengan pidanapenjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau dendapalingbanyakRp1.000.000.000,00(satumiliarrupiah).
28
BABXVI
KETENTUANPERALIHAN
Pasal 65
(1) KPHI sudah harus dibentuk paling lambat 1 (satu)tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Pemerintah menjalankan tugas dan fungsi KPHIsampai dengan terbentuknya KPHI.
BABXVII
KETENTUANPENUTUP
Pasal 66
Semua peraturan yang diperlukan untuk melaksanakanUndang-Undang ini harus diselesaikan paling lambat 6(enam) bulan terhitung sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
Pasal 67
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang PenyelenggaraanIbadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesiaNomor3832)dicabutdandinyatakantidakberlaku.
Pasal 68
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semuaperaturan perundang-undangan yang merupakan peraturanpelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara
29
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 53, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3832)dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidakbertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 69
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Undang-Undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia.
Disahkan di Jakartapada tanggal28April 2008PRESIDENREPUBLIKINDONESIA,
ttd
DR.H.SUSILOBAMBANGYUDHOYONO
Diundangkan di Jakartapada tanggal28April 2008
MENTERIHUKUMDANHAKASASIMANUSIAREPUBLIKINDONESIA,
ttd
ANDIMATTALATTA
LEMBARANNEGARAREPUBLIKINDONESIATAHUN2008NOMOR60
30
31
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2008
TENTANG
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
I. UMUM
Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakanoleh setiap orang Islam yang memenuhi syarat istitaah, baik secarafinansial, fisik, maupun mental, sekali seumur hidup. Di samping itu,kesempatanuntukmenunaikan ibadahhaji yangsemakin terbatas jugamenjadisyaratdalammenunaikankewajibanibadahhaji.Sehubungandengan hal tersebut, Penyelenggaraan Ibadah Haji harus didasarkanpadaprinsipkeadilan untukmemperolehkesempatanyangsamabagisetiap warga negara Indonesia yang beragama Islam.
PenyelenggaraanIbadahHajimerupakantugasnasionalkarenajumlahjemaahhaji Indonesia yangsangatbesar,melibatkan berbagai instansidan lembaga, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan berkaitandenganberbagai aspek,antara lainbimbingan, transportasi,kesehatan,akomodasi, dankeamanan. Di samping itu,PenyelenggaraanIbadahHaji dilaksanakan di negara lain dalam waktu yang sangat terbatasyang menyangkut nama baik dan martabat bangsa Indonesia di luar
32
negeri, khususnya di Arab Saudi. Di sisi lain adanya upaya untukmelakukan peningkatan kualitas Penyelenggaraan Ibadah Hajimerupakan tuntutan reformasi dalampenyelenggaraan pemerintahanyang bersih dan tata kelola pemerintahan yang baik. Sehubungandenganhal tersebut,PenyelenggaraanIbadahHajiperludikelolasecaraprofesionaldanakuntabeldenganmengedepankankepentinganjemaahhajidenganprinsipnirlaba.
Untukmenjamin PenyelenggaraanIbadahHajiyangadil,profesional,danakuntabeldenganmengedepankankepentinganjemaah,diperlukanadanya lembaga pengawas mandiri yang bertugas melakukanpengawasandan pemantauan terhadap Penyelenggaraan IbadahHajiserta memberikan pertimbangan untuk penyempurnaanPenyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia.
Upaya penyempurnaan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkankualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji secara terus-menerus danberkesinambungan yang meliputi pembinaan, pelayanan, danperlindungan terhadap jemaah haji sejak mendaftar sampai kembaliketanahair.Pembinaanhajidiwujudkandalambentukpembimbingan,penyuluhan, dan penerangan kepada masyarakat dan jemaah haji.Pelayanandiwujudkan dalambentukpemberian layananadministrasidandokumen, transportasi,kesehatan,sertaakomodasi dankonsumsi.Perlindungan diwujudkan dalam bentuk jaminan keselamatan dankeamanan jemaah haji selama menunaikan ibadahhaji.
Karena penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional danmenyangkutmartabatsertanamabaikbangsa,kegiatanpenyelenggaraanibadah haji menjadi tanggung jawab Pemerintah. Namun, partisipasimasyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem danmanajemenpenyelenggaraanibadahhaji.Partisipasimasyarakattersebutdirepresentasikan dalam penyelenggaran ibadah haji khusus danbimbinganibadahhajiyangtumbuhdanberkembangdalammasyarakat.Untuk terlaksananya partisipasi masyarakat dengan baik, diperlukanpengaturan,pengawasan,danpengendaliandalamrangkamemberikanperlindungankepadajemaahhaji.
33
Di samping menunaikan ibadah haji, setiap warga negara IndonesiayangberagamaIslamdianjurkanmenunaikanibadahumrahbagiyangmampu dalam rangka meningkatkan kualitas keimanannya. Ibadahumrahjugadianjurkanbagimerekayangtelahmenunaikankewajibanibadahhaji.Karenaminatmasyarakatuntukmenunaikanibadahumrahsangat tinggi, perlu pengaturan agar masyarakat dapat menunaikanibadahumrahdenganamandanbaikserta terlindungikepentingannya.Pengaturan tersebut meliputi pembinaan, pelayanan administrasi,pengawasan kepada penyelenggara perjalanan ibadah umrah, danperlindungan terhadap jemaahumrah.
Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas publik, pengelolaan biayapenyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dan hasil efisiensi BPIH dalambentukdana abadi umat (DAU)dilaksanakandengan prinsipberdayaguna dan berhasil guna dengan mengedepankan asas manfaat dankemaslahatan umat. Agar DAU dapat dimanfaatkan secara optimalbagi kemaslahatan umat, pengelolaan DAU juga dilakukan secarabersama oleh Pemerintah dan masyarakat yang direpresentasikanolehMajelisUlamaIndonesia,organisasimasyarakat Islam,dantokohmasyarakat Islam.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut di atas, Undang-UndangNomor17Tahun1999tentangPenyelenggaraanlbadahHajidipandangperludisesuaikandengankebutuhandanperkembanganhukumdalammasyarakat.Oleh karena itu,Undang-UndangNomor17Tahun1999tentangPenyelenggaraanlbadahHajiperludigantiagar lebihmenjaminkepastian dan ketertibanhukumserta memberikan perlindungan bagimasyarakat yang akan menunaikan ibadah haji dan umrah.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukupjelas.
34
Pasal 2
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwaPenyelenggaraanIbadahHajiberpegangpada kebenaran, tidakberat sebelah, tidak memihak, dan tidak sewenang-wenangdalam Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Yang dimaksud dengan “asas profesionalitas” adalah bahwaPenyelenggaraan Ibadah Haji harus dilaksanakan denganmempertimbangkan keahlian para penyelenggaranya.
Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas dengan prinsipnirlaba”adalahbahwaPenyelenggaraanIbadahHajidilakukansecara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etikdanhukumdengan prinsip tidakuntukmencarikeuntungan.
Pasal 3
Cukupjelas.
Pasal 4
Cukupjelas.
Pasal 5
Cukupjelas.
Pasal 6
Cukupjelas.
Pasal 7
Huruf a
Cukupjelas.
Huruf b
Cukupjelas.
35
Huruf c
Cukupjelas.
Huruf d
Cukupjelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kenyamanan” adalahtersedianyaTransportasi dan pemondokanyanglayakdan manusiawi.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukupjelas.
Ayat (2)
Cukupjelas.
Ayat (3)
Cukupjelas.
Ayat (4)
Cukupjelas.
Ayat (5)
Yangdimaksuddengan“satuankerjadibawahMenteri”adalah satuan kerja yang mendukung operasionalPenyelenggaraan Ibadah Haji yang bersifat permanendan sistemik di tingkat pusat, di tingkat daerah, dan diArab Saudi.
Ayat (6)
Cukupjelas.
36
Ayat (7)
Cukupjelas.
Pasal 9
Huruf a
Cukupjelas.
Huruf b
Cukupjelas.
Huruf c
Cukupjelas.
Huruf d
Yangdimaksud dengan “Kepala Perwakilan RepublikIndonesia untuk Kerajaan Arab Saudi” adalah DutaBesar Republik Indonesia untuk KerajaanArab SaudidanKonsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukupjelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “penetapan” adalahpenetapanBPIHsetelah mendapatpersetujuanDPR.
Huruf b
Cukupjelas.
37
Huruf c
Cukupjelas.
Huruf d
Cukupjelas.
Huruf e
Cukupjelas.
Huruf f
Cukupjelas.
Huruf g
Cukupjelas.
Ayat (3)
Cukupjelas.
Pasal 11
Cukupjelas.
Pasal 12
Cukupjelas.
Pasal 13
Cukupjelas.
Pasal 14
Cukupjelas.
Pasal 15
Cukupjelas.
38
Pasal 16
Cukupjelas.
Pasal 17
Cukupjelas.
Pasal 18
Cukupjelas.
Pasal 19
Cukupjelas.
Pasal 20
Cukupjelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukupjelas.
Ayat (2)
Cukupjelas.
Ayat (3)
Pengelolaan BPIH dilakukan berdasarkan siklusPenyelenggaraan Ibadah Haji sesuai dengan kalenderHijriah.
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Menteri” dalam hal BPIHdisetorkankerekeningMenteri”adalahmenterisebagailembaga yang dalam pelaksanaannya Menteri dapat
39
menunjuk pejabat di lingkungan tugas danwewenangnyabertindakuntukdan/atauatasnamanya.
Bankumumnasionalyangdapatditunjukmenjadibankpenerima setoran BPIH adalah bank umum yangmemiliki layanan yangbersifat nasional dan memilikilayanan syariah.
Ayat (2)
Cukupjelas.
Pasal 23
Cukupjelas.
Pasal 24
Cukupjelas.
Pasal 25
Cukupjelas.
Pasal 26
Cukupjelas.
Pasal 27
Cukupjelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukupjelas.
Ayat (2)
Cukupjelas.
40
Ayat (3)
Yangdimaksud dengan “kuota bebas secaranasional”adalah sisa kuota yang disediakan bagi Jemaah Hajiyang sudah terdaftar dalam daftar tunggu denganmemperhatikan proporsionalitas kuota provinsi dankuota Penyelenggara Ibadah Haji Khusus.
Ayat (4)
Cukupjelas.
Pasal 29
Cukupjelas.
Pasal 30
Cukupjelas.
Pasal 31
Cukupjelas.
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Transportasi” termasukTransportasi selama diArab Saudi.
Ayat (2)
Cukupjelas.
Pasal 34
Cukupjelas.
41
Pasal 35
Cukupjelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukupjelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dilakukan oleh MenteriKeuangan” adalah pelaksanaan pemeriksaan atasbarang bawaan oleh pejabat yang diberi otorisasi olehMenteri Keuangan.
Pasal 37
Cukupjelas.
Pasal 38
Cukupjelas.
Pasal 39
Cukupjelas.
Pasal 40
Cukupjelas.
Pasal 41
Cukupjelas.
Pasal 42
Yangdiatur dalamPeraturan Pemerintah meliputi, antara lain,persyaratan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus dan sanksi.
42
Pasal 43
Cukupjelas.
Pasal 44
Huruf a
Yang dimaksud dengan “biro perjalanan wisata yangsah”adalah biro perjalananwisata yang telah terdaftarpada lembaga/instansi yang lingkup dan tugasnya dibidangpariwisata.
Huruf b
Cukupjelas.
Huruf c
Cukupjelas.
Pasal 45
Cukupjelas.
Pasal 46
Cukupjelas.
Pasal 47
Cukupjelas.
Pasal 48
Cukupjelas.
Pasal 49
Cukupjelas.
43
Pasal 50
Cukupjelas.
Pasal 51
Cukupjelas.
Pasal 52
Cukupjelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukupjelas.
Ayat (2)
Yangdimaksud dengan“unsur pemerintah” dapat terdiriatas instansi yang tugas dan fungsinya berkaitan denganpengembangan DAU.
Ayat (3)
Cukupjelas.
Pasal 54
Cukupjelas.
Pasal 55
Cukupjelas.
Pasal 56
Cukupjelas.
Pasal 57
Cukupjelas.
44
Pasal 58
Cukupjelas.
Pasal 59
Cukupjelas.
Pasal 60
Cukupjelas.
Pasal 61
Cukupjelas.
Pasal 62
Cukupjelas.
Pasal 63
Cukupjelas.
Pasal 64Cukupjelas.
Pasal 65
Cukupjelas.
Pasal 66
Cukupjelas.
Pasal 67
Cukupjelas.
Pasal 68
Cukupjelas.
45
Pasal 69
Cukupjelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIANOMOR 4845