UJI TOKSISITAS, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN PENENTUAN KADAR...
Transcript of UJI TOKSISITAS, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN PENENTUAN KADAR...
UJI TOKSISITAS, AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN PENENTUAN KADAR
FLAVONOID TOTAL EKSTRAK ETANOL 70% PROPOLIS SERTA SERBUK
NANOPROPOLIS
Anita Purnamasari1), Sri Wardatun2), Akhmad Endang Zainal Hasan 3)
1), 2), Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan 3) Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK
Propolis asal Indonesia memiliki kandungan metabolit sekunder yang meliputi flavonoid dan
senyawa fenolik, tanin, minyak atsiri, steroid dan triterpenoid, saponin, alkaloid, glikosida
dan gula pereduksi. Hasil ekstrak etanol 70% propolis Trigona spp asal Pandeglang dapat
digunakan sebagai senyawa antibakteri. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat toksisitas
dari ekstrak etanol 70% propolis dan nanopropolis dengan nilai LC50, menguji aktivitas
antioksidan dengan nilai IC50 dan menentukan kadar flavonoid total. LC50 ditentukan dengan
metode BSLT terhadap larva Artemia salina Leach. Pengujian aktivitas antioksidan dengan
metode DPPH (1,1 difenil-2-pikrilhidrazil), dan penentuan kadar flavonoid dilakukan dengan
pereaksi alumunium klorida, serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-VIS. Hasil
penelitian menunjukkan nilai LC50 ekstrak etanol 70% propolis 16,010 ppm, untuk serbuk
nanopropolis 20% adalah 18,689 ppm. Aktivitas antioksidan didapat nilai IC50 untuk ekstrak
etanol 70% propolis adalah 95,54593 ppm, untuk nanopropolis 20% adalah 527,7939 ppm.
Kadar flavonoid total ekstrak etanol 70% propolis adalah 2,1123%, dan kadar flavonoid total
untuk nanopropolis yang disetarakan ekstrak adalah 1,5293%.
Kata kunci : propolis, nanopropolis, toksisitas, aktivitas antioksidan, flavonoid
ABSTRACT
Propolis from Indonesia contain secondary metabolites those include flavonoids and
phenolic compounds, tannins, essential oils, steroids and triterpenoids, saponins, alkaloids,
glycosides and reducing sugars. The result of extract ethanol 70% of propolis Trigona spp
from Pandeglang can be used as an antibacterial compound. The purpose of these study was
to determined toxicity extract ethanol 70% of propolis and nanopropolis with LC50 value, test
the antioxidant activity with IC50 values and determine the total flavonoid levels. Determined
of LC50 used the BSLT method with larva Artemia salina Leach. Testing antioxidant activity
with DPPH (1,1-diphenyl-2 picrylhydrazyl), and the determination of levels of flavonoids do
with reagent aluminum chloride, the absorption solution was measured by UV-VIS
spectrophotometer. The results showed LC50 value extract ethanol 70% of propolis 16.010
ppm, for nanopropolis 20% was 18.689 ppm. The antioxidant activity IC50 values obtained
for the extract ethanol 70% of propolis was 95.54593 ppm, for nanopropolis 20% was
527.7939 ppm. Total flavonoid levels of extract ethanol 70% of propolis was 2.1123% and
total flavonoid levels was 1.5293% nanoparticel propolis extract equivalent.
Keywords : propolis, nanopropolis, toxicities, antioxidant activity, flavonoids
PENDAHULUAN
Propolis adalah sejenis resin yang karena
bentuknya lengket seperti lem, disebut
sebagai bee glue. Propolis dihasilkan oleh
lebah dengan cara mengumpulkan resin-
resin dari berbagai macam tumbuhan,
Salah satu jenis lebah yang mampu
menghasilkan propolis dalam jumlah
banyak yaitu jenis Trigona sp (Suranto,
2010).
Teknologi nano merupakan upaya
untuk mengubah susunan atau merekayasa
material struktur pada skala nano sehingga
didapat fungsi materi yang diinginkan.
Nano sendiri merupakan ukuran yaitu 10-9
m atau 1/1000 mikro. Nanoteknologi
merupakan ilmu yang mempelajari partikel
dalam rentang ukuran 1-1000 nm (Buzea
et al., 2007). Bentuk dan ukuran partikel
merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efektifitas obat, karena
ukuran partikel sangat berpengaruh dalam
proses kelarutan obat, absorbsi dan
distribusi obat, dengan demikian untuk
meningkatkan efektifitas khasiat propolis
dibuatlah propolis dalam ukuran
nanopartikel. Hasil penelitian Hasan dkk
(2011) ekstrak etanol 70% propolis yang
dijadikan bentuk nanopartikel terbukti
memiliki aktivitas antibakteri lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak etanol 70%
propolis terhadap bakteri E coli secara in-
vitro.
Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT) merupakan salah satu metode uji
toksisitas yang banyak digunakan dalam
penelusuran senyawa bioaktif yang guided
fractionation dari bahan alam karena
mudah, cepat, murah, dan cukup
reprodusibel, beberapa senyawa bioaktif
yang telah berhasil diisolasi dan
aktivitasnya dimonitor dengan BSLT
menunjukkan adanya korelasi terhadap
suatu uji spesifik antikanker. Toksisitas
ditentukan dengan melihat harga LC50
yang dihitung berdasarkan analisis probit.
(Harmita dan Radji, 2005).
Antioksidan merupakan senyawa
pemberi elektron (electron donor) atau
reduktan. Senyawa ini memiliki berat
molekul kecil, tetapi mampu
menginaktivasi berkembangnya reaksi
oksidasi, dengan cara mencegah
terbentuknya radikal. Antioksidan juga
merupakan senyawa yang dapat
menghambat reaksi oksidasi, dengan
mengikat radikal bebas dan molekul yang
sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel
akan dihambat (Winarsi, 2007).
Aktivitas antioksidan dapat diukur
dengan metode penangkapan radikal bebas
DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl).
Mekanisme penangkapan radikal DPPH,
yaitu melalui donor atom H dari senyawa
antioksidan yang menyebabkan peredaman
warna radikal pikrilhidrazil yang berwarna
ungu menjadi pikrilhidrazil berwarna
kuning yang nonradikal. Parameter yang
digunakan dalam metode DPPH yaitu IC50
yang didefinisikan sebagai konsentrasi zat
yang menyebabkan hilangnya aktivitas
radikal DPPH sebanyak 50%. (Molyneux,
2004).
Flavonoid merupakan golongan
terbesar dari senyawa polifenol, oleh
karena itu larutan ekstrak yang
mengandung komponen flavonoid akan
berubah warna jika diberi larutan basa atau
ammonia. Flavonoid dikelompokkan
menjadi 9 kelas yaitu anthosianin,
proanthosianin, flavonol, flavon, gliko
flavon, biflavonil, khalkon dan aurone,
flavanon serta isoflavon. Flavonoid pada
tanaman berikatan dengan gula sebagai
glikosida dan ada pula yang berada dalam
aglikon (Harborne, 1987).
METODE PENELITIAN
Alat
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain alat-alat gelas,
cawan uap, termometer, timbangan
(Neraca Ohaus), autoklaf (Tomy ES-315),
rotary evaporator, vacuum dryer,
homogenizer (Tokebi), Spektrofotometer
UV-VIS, Scanning Electron Microscopy
(SEM), botol vial 10mL, aerator, botol
penetasan, lampu neon, moisture balance,
penjepit kayu, freezer, shaker, desikator,
penggaris, penangas air, tanur alat
spektrofotometer UV - Vis (optizen).
Bahan
Bahan yang digunakan adalah
propolis kasar Trigona sp, etanol 70%, air
suling, maltodekstrin, magnesium stearat,
plastik wrap, aluminium foil, telur Artemia
salina L, pereaksi DPPH, metanol, AlCl3,
natrium asetat, vitamin C.
Ekstraksi Propolis Trigona spp
Propolis diekstraksi dengan cara
maserasi menggunakan metode Trusheva
et al., (2007). Sebanyak 60 gram raw
propolis dimasukkan ke dalam gelas
Erlenmeyer 500 mL yang berisi 360 mL
etanol 70%, kemudian dimaserasi selama
72 jam menggunakan shaker dengan
kecepatan 125 rpm. Ekstrak dipisahkan
dengan penyaringan, selanjutnya filtrat
yang terbentuk diuapkan hingga
membentuk ekstrak kental. Rendemen
diperoleh dengan menghitung persen
bobot ekstrak terhadap bobot simplisia.
Pembuatan Nanopropolis 20%
Pembuatan nanopropolis dilakukan
dengan metode modifikasi (Hasan dkk.,
2011) sebanyak setengah dari formula.
Sejumlah 11,25 gram ekstrak etanol
propolis dimasukkan ke dalam gelas
Erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan
dengan 50 mL etanol 70%. Bahan penyalut
maltodekstrin sebanyak 42,5 gram
dilarutkan dalam air suling 40 mL dan
ditambahkan magnesium stearat sebanyak
2,5 gram lalu diaduk dengan homogenizer
sampai tercampur rata, kemudian ekstrak
etanol propolis yang telah dilarutkan
dalam etanol 70% dicampurkan dan
dengan cepat campuran dihomogenisasi
kembali pada kecepatan 22.000 rpm
selama 1 menit x 30 dengan waktu
istirahat 3 menit. Setelah itu larutan
dikeringkan dengan vacuum dryer pada
suhu ≤ 50⁰C. Serbuk yang terbentuk
adalah partikel berukuran nano dan
pengidentifikasian ukurannya dilakukan
menggunakan Scanning Electron
Microscopy (SEM). Rendemen diperoleh
dengan menghitung persen bobot ekstrak
terhadap bobot simplisia.
Karakterisasi Ekstrak dan
Nanopropolis
a) Penetapan Kadar Air
Penentuan kadar air dilakukan
dengan menggunakan moisture balance.
Sampel ditimbang seksama sebanyak 1
gram ke dalam alat yang telah disiapkan.
Kemudian kadar yang tertera pada
moisture balance dicatat. Dilakukan
pengulangan 2 kali (duplo).
b) Penetapan Kadar Abu
Ditimbang 2-3 gram sampel
dengan seksama, dimasukkan ke dalam
krus platina atau krus silikat yang telah
dipijarkan dan ditara, diratakan. Dipijarkan
dengan suhu ±600°C perlahan-lahan
hingga arang habis, didinginkan lalu
ditimbang hingga bobot konstan ±0,25%.
Jika dengan cara ini arang tidak dapat
dihilangkan, tambahkan air panas, lalu
disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam
krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot
tetap, dan ditimbang. Dihitung kadar abu
terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara. Dilakukan pengulangan 2 kali
(duplo) (DepKes. RI, 1978).
Uji Fitokimia Ekstrak dan
Nanopropolis
Uji Flavonoid
Diuapkan hingga kering 1 mL
larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1
mL sampai 2 mL etanol 95% P,
ditambahkan 500 mg serbuk seng P dan 2
mL asam klorida 2 N, didiamkan selama 1
menit. Ditambahkan 10 mL asam klorida
pekat P, jika dalam waktu 2 sampai 5
menit terjadi warna merah intensif,
menunjukan adanya flavonoid (DepKes
RI, 1979)
Uji Saponin
Sebanyak ± 0,2 gram ekstrak
etanol 70% propolis dan ekstrak
nanopropolis masinig-masing dimasukkan
ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10
mL air panas, didinginkan dan dikocok
kuat-kuat selama 10 detik, terbentuk buih
yang stabil selama tidak kurang dari 10
menit setinggi 1 cm sampai 10 cm.
Penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih
tidak hilang (DepKes RI, 1979).
Uji Alkaloid
Sebanyak ± 0,2 gram ekstrak etanol
70% propolis dan serbuk nanopropolis
masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 1
mL asam klorida 2 N dan 9 mL air
suling, dipanaskan di atas penangas air
selama 2 menit, didinginkan kemudian
disaring, lalu 3 tetes filtrat dari masing-
masing ekstrak dipindahkan pada kaca
arloji, kemudian ditambahkan 2 tetes
pereaksi Bouchardat LP. Jika postif
mengandung alkaloid akan terbentuk
endapan berwarna coklat sampai hitam,
dan terbentuk endapan menggumpal
berwarna putih atau kuning bila
ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi
Mayer LP (DepKes RI, 1979).
Uji Tanin
Sebanyak 2 gram ekstrak etanol
70% propolis dan serbuk nanopropolis
ditimbang, kemudian diekstraksi dengan
etanol 80% (30 mL) selama 15 menit,
kemudian disaring. Filtrat yang didapat
diuapkan diatas penangas. Aquadest panas
pada sisa penguapan ditambahkan, lalu
diaduk. Setelah dingin larutan
disentrifugasi. Dipisahkan cairan atas
dengan cara dekantasi, dan larutan
digunakan sebagai larutan percobaan yang
akan digunakan dalam pengujian berikut :
1. Filtrat ditambahkan larutan 10%
gelatin, akan timbul endapan putih
2. Filtrat ditambahkan NaCl-gelatin
(larutan 1% gelatin dalam 10%
NaCl dengan perbandingan 1:1).
Timbul endapan dan dibandingkan
dengan hasil pada butir 1.
3. Filtrat ditambahkan larutan 3%
besi (III) klorida, terjadi warna
hijau biru hingga kehitaman.
(Hanani, 2015)
Uji Toksisitas
Penetasan Telur Artemia salina Leach
Penetasan telur Artemia salina
Leach dilakukan pada wadah bening
seperti gelas kimia atau toples yang diberi
bahan plastik, negatif film, atau kaca
dengan menggunakan media air garam
dengan kadar garam (NaCl) 15 g/L. Diberi
penerangan dengan lampu pijar atau neon
40-60 watt agar suhu penetasan 25-30˚C
tetap terjaga dan di suplai oksigen dengan
airator. Nauplii aktif yang telah berumur
48 jam digunakan sebagai hewan uji dalam
penelitian (Harmita dan Radji, 2005).
Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Ekstrak etanol 70% propolis dan
nanopropolis masing-masing ditimbang
sebanyak 50 mg dan diencerkan dengan air
laut lalu dimasukkan ke dalam labu ukur
100 mL, ditambahkan air laut hingga
volume batas. Diperoleh larutan induk
sebesar 500 ppm, lalu larutan induk dipipet
4; 2; 1; 0,5; 0,4; 0,2; dan 0,1 mL
dimasukkan ke dalam botol vial 10mL.
Larutan kontrol hanya berisi air laut tanpa
penambahan ekstrak dan nanopropolis.
Ditambahkan larva udang Artemia salina
L masing-masing 10 ekor dan air laut
sampai batas sehingga diperoleh
konsentrasi pada masing-masing vial
sebesar 200, 100, 50, 25, 20, 10, dan 5
ppm. Masing-masing vial ditambahkan 1
tetes suspensi ragi (0,6 mg/mL ) sebagai
makanan larva udang. Uji toksisitas
dilakukan terhadap larutan uji dan larutan
kontrol yang telah dibuat, perlakuan uji
toksisitas dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan pada masing-masing sari buah
sampel. Pengamatan dilakukan selama 24
jam terhadap kematian larva udang.
% Kematian larva = 𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐥𝐚𝐫𝐯𝐚 𝐦𝐚𝐭𝐢−𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐦𝐚𝐭𝐢𝐚𝐧 𝐤𝐨𝐧𝐭𝐫𝐨𝐥
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐥𝐚𝐫𝐯𝐚 𝐮𝐣𝐢 (𝟏𝟎) 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
Dengan mengetahui kematian larva
Artemia salina Leach, kemudian dicari
angka probit melalui tabel dan dibuat
persamaan garis :
Dimana:
X = log konsentrasi, dan
Y = Angka probit
Penentuan Kadar Flavonoid Total
Penentuan kadar flavonoid total
dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometri menggunakan reagen
Alumunium Klorida. Ditimbang sebanyak
200 mg ekstrak 70% propolis dan serbuk
nanopropolis. Masing-masing dimasukkan
ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian
dilarutkan dengan metanol sampai tanda
batas. Larutan ekstrak 70% propolis
dipipet sebanyak 5 mL dan larutan
nanopropolis dipipet sebanyak 20 mL,
kemudian masing-masing sampel
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL
lalu ditambahkan air suling 10 mL, 1 mL
AlCl3 10%, 1 mL natrium asetat 1 M dan
air suling sampai batas. Dikocok homogen
lalu dibiarkan selama waktu optimum, lalu
serapan diukur pada panjang gelombang
maksimal. Absorban yang dihasilkan
dimasukkan kedalam persamaan regresi
dari kurva standar kuersetin. Kemudian
dihitung flavonoid total dengan
menggunakan rumus:
% kadar = 𝒑𝒑𝒎 𝒙 𝒎𝒍 𝒙 𝒇𝒑 𝒙 𝟏𝟎−𝟔
𝒈𝒓𝒂𝒎 𝒃𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒆𝒌𝒔𝒕𝒓𝒂𝒌 x 100%
Penentuan Aktivitas Antioksidan
Metode DPPH (1,1 difenil-2-
pikrilhidrazil)
Pembuatan variasi larutan uji
dibuat dengan terlebih dahulu membuat
larutan induk 2000 ppm yaitu dengan
melarutkan 200 mg ekstrak etanol 70%
propolis dan serbuk nanopropolis. Masing-
masing dimasukkan ke dalam labu ukur
100 mL, kemudian dilarutkan dengan
metanol sampai tanda batas. Deret standar
dibuat dengan konsentrasi 25, 50, 100,
200, 400, 600 dan 800 ppm dalam labu
ukur 10 mL dengan cara memipet 0,125;
0,25; 0,5; 1; 2; 3; dan 4 mL dari larutan
induk dalam labu ukur 10 mL dan
ditepatkan sampai batas dengan
Y = Bx + A
menggunakan metanol p.a. Masing-masing
labu deret di tambahkan 1 mL larutan
DPPH 1mM lalu diencerkan
menggunakan metanol dan homogenkan.
Deret larutan uji didiamkan selama waktu
optimum pada suhu kamar. Diukur
absorbannya pada panjang gelombang
maksimum. Deret larutan uji, deret larutan
kontrol positif vitamin C dan blanko
diukur serapannya pada spektrofotometer
dengan panjang gelombang maksimum
yang diperoleh. Nilai presentase hambatan
DPPH dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut :
%𝐢𝐧𝐡𝐢𝐛𝐢𝐬𝐢 = 𝐀𝐛𝐬𝐨𝐫𝐛𝐚𝐧𝐬𝐢 𝐛𝐥𝐚𝐧𝐤𝐨 − 𝐀𝐛𝐬𝐨𝐫𝐛𝐚𝐧𝐬𝐢 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 𝐱 𝟏𝟎𝟎%
𝐀𝐛𝐬𝐨𝐫𝐛𝐚𝐧𝐬𝐢 𝐛𝐥𝐚𝐧𝐤𝐨
Nilai IC50 (Inhibitor
Concentration) 50 diperoleh dari potongan
garis antara 50% daya hambat dengan
sumbu konsentrasi menggunakan
persamaan linier (y=bx+a), dimana y = 50
dan x menunjukkan IC50 (Molyneux,
2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak Etanol 70% Propolis
propolis yang digunakan diperoleh
dari sarang lebah Trigona spp yang berasal
dari daerah Pandeglang. Proses ekstraksi
propolis dilakukan dengan metode
ekstraksi dingin dengan cara maserasi
yang menggunakan pelarut organik.
Penggunaan etanol 70% lebih baik
dibandingkan dengan etanol dengan
konsentrasi lainnya karena etanol 70%
dapat memperkecil jumlah lilin lebah yang
ikut terekstrak dan dapat menghasilkan
ekstrak yang lebih banyak (Park and
Ikegaki, 1998).
Propolis diekstraksi dengan metode
maserasi dengan perbandingan 1:5 dimana
setiap 60 gram propolis kasar diekstraksi
dengan etanol 70% sebanyak 300 mL.
Propolis dimaserasi selama 72 jam dengan
shaker dan telah melewati tahap filtrasi
yaitu berupa filtrat berwarna cokelat
kemerahan. Selanjutnya filtrat yang
dihasilkan dievaporasi dengan rotary
evaporator atau diuapkan pelarutnya
hingga diperoleh ekstrak kental berwarna
cokelat serta memiliki konsistensi sangat
lengket. Hasil rendemen ekstrak yang
diperoleh yaitu 2,376% pada penelitian ini
lebih kecil dari yang diperoleh pada
penelitian Lasmayanti (2007), yaitu
sebesar 8,20%. Perbedaan hasil rendemen
ekstrak dapat disebabkan oleh cara
maserasi, lamanya waktu maserasi, proses
pengambilan propolis juga berpengaruh
terhadap rendemen ekstrak. Proses
pengambilan tersebut meliputi tempat
pengambilan propolis, waktu, serta
keadaan geografis pada saat pengambilan
propolis kasar (Kumalasari, 2015).
Propolis Kasar Ekstrak Kental
Serbuk Nanopropolis 20%
Serbuk nanopropolis dibuat dengan
tujuan untuk meningkatkan efektivitas
khasiat propolis. Proses pembuatan
nanopropolis, dimulai dengan melarutkan
ekstrak etanol 70% propolis yang memiliki
konsistensi sangat lengket dan sukar larut
dalam air dan etanol dengan cara
pemanasan supaya ekstrak etanol 70%
propolis konsistensinya menjadi cair
sehingga dapat melarut dalam air dan
etanol. Ekstrak disalut dengan
maltodekstrin dan diberi magnesium
stearat sebagai pelincir, pelicin dan
antilekat. Campuran ekstrak dengan
maltodekstrin dan magnesium stearat tidak
dapat menyatu dengan sempurna maka
dilakukan proses homogenisasi dengan
menggunakan homogenizer dengan
kecepatan 22.000 rpm selama 30 menit
agar zat aktif yang terdapat dalam ekstrak
dapat tersalut dengan baik. Proses
homogenisasi ini juga membuat ukuran
partikel zat aktif dari ekstrak yang
tersalutkan menjadi ukuran yang lebih
kecil. menurut Artika et al (2011) semakin
tinggi kecepatan pengadukan semakin
kecil ukuran partikel yang dihasilkan.
Serbuk nanopropolis yang
dihasilkan berupa serbuk yang sangat
kering dan berwarna cokelat muda. Hasil
rendemen serbuk nanopropolis yang
diperoleh yaitu 80,84 % dimana hasil
rendemen yang diperoleh lebih besar dari
hasil penelitian Wahyumiranti (2015) yaitu
sebesar 79,31%. Hasil pengamatan SEM
dengan perbesaran 5000x untuk serbuk
nanopropolis adalah 806,7 nm, dimana
hasil ini sesuai dalam literatur Buzea
(2007) bahwa ukuran nano tidak melebihi
1000nm.
Serbuk Nanopropolis SEM Nanopropolis
Kadar Air Ekstrak Etanol 70% Propolis
dan Nanopropolis
Hasil rata-rata kadar air ekstrak
kental propolis yaitu 6,44%, hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak memenuhi
syarat kadar air secara umum yaitu tidak
boleh lebih dari 10%. Hasil rata-rata kadar
air serbuk nanopropolis yaitu 4,36%
dimana hal ini juga menunjukkan bahwa
serbuk nanopropolis memenuhi syarat
kadar air serbuk secara umum yaitu tidak
boleh lebih dari 5%. Kadar air
nanopropolis lebih kecil dibanding dengan
ekstrak dapat disebabkan karena serbuk
nanopropolis memiliki ukuran partikel
yang sangat kecil dibanding ekstrak
sehingga dapat mempengaruhi proses
evaporasi dengan pemanasan (Kumalasari,
2015). Kadar air pada ekstrak
berhubungan dengan kemurnian senyawa
dan pertumbuhan mikroorganisme.
Kadar Abu Ekstrak Etanol 70%
Propolis dan Nanopropolis
Hasil rata-rata kadar abu yang
didapat dari ekstrak etanol 70% propolis
yaitu 10,3905%. Hasil rata-rata kadar abu
serbuk nanopropolis yaitu 1,19135%
dimana hasil ini tidak berbeda jauh dengan
penelitian Kumalasari (2015). Perbedaan
hasil kadar abu pada ekstrak dan serbuk
nanopropolis dapat disebabkan oleh
perbedaan banyaknya zat anorganik dan
mineral dalam ekstrak dengan serbuk
nanopropolis. menurut Hotnida dkk (2011)
kandungan mineral dan vitamin lain yang
terdapat dalam propolis mencapai 5%.
Sedangkan serbuk nanopropolis hanya
mengandung 20% ekstrak propolis.
Hasil Uji Fitokimia
Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol 70%
Propolis dan Nanopropolis
Sampel Parameter Uji
Flavonoid Alkaloid Saponin Tanin
Ekstrak
Etanol 70 %
Propolis
+ + + +
Serbuk
Nanopropolis + + + +
Dari tabel 1 diketahui bahwa
ekstrak etanol 70% propolis dan serbuk
nanopropolis positif mengandung
metabolit sekunder flavonoid, alkaloid,
saponin dan tanin.
Hasil Uji Toksisitas
Tabel 2. Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Etanol 70%
Propolis dan Nanopropolis
Sampel Ulangan LC50
(ppm)
Rata-
rata
LC50
(ppm)
Ekstrak
Etanol 70%
Propolis
1 14,361
16,010 2 15,118
3 18,552
Serbuk
Nanopropolis
1 14,733
18,689 2 16,221
3 25,113
Hasil pengujian bahwa sediaan
nanopropolis berbentuk serbuk yang
berukuran nano partikel memiliki potensi
toksisitas yang lebih baik dibanding
dengan ekstrak etanol 70% propolis karena
nanopropolis yang mengandung
konsentrasi ekstrak propolis 20% dan
ukuran partikel yang lebih kecil
menghasilkan nilai LC50 yang tidak jauh
berbeda dengan ekstrak etanol 70%
propolis. Hasil yang didapat adalah ekstrak
etanol 70% propolis dan nanopropolis
memiliki nilai rata-rata LC50 dibawah 1000
ppm yang berarti bahwa keduanya
memiliki potensi toksisitas terhadap
Artemia salina L menurut metode BSLT
karena memiliki LC50 kurang dari 1000
ppm sehingga dapat dikembangkan ke
penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi
senyawa sitotoksik tumbuhan sebagai
usaha pengembangan obat alternatif anti
kanker karena berkolerasi positif sebagai
anti kanker.
Hasil Penetapan Kadar Flavonoid Total
Ekstrak Etanol 70% Propolis dan
Nanopropolis
Penentuan kadar flavonoid dari
ekstak etanol propolis dan nanopropolis
dilakukan dengan kolorimetri
komplementer yang mempunyai prinsip
pengukuran berdasarkan pembentukan
warna kuning oleh alumunium klorida.
Panjang gelombang maksimum yang
dihasilkan dari pengukuran kuersetin
adalah 430 nm dan menunjukkan
absorbansi yang stabil pada waktu 20
menit. Hasil analisis terhadap larutan
kuersetin didapatkan kurva baku dengan
persamaan regresi linear Y = 0, 0824x +
0,0336 dan harga koefisen korelasi (R2)
0,9992.
Tabel 3. Hasil Uji Kadar Flavonoid Total Ekstrak
Etanol 70% Propolis dan Nanopropolis
Sampel
Kadar
Flavonoid
I (%)
Kadar
Flavonoid
II (%)
Rata-
rata
Kadar
Flavono
id (%)
Ekstrak
Etanol 70%
Propolis
2,1220 2,1026 2,1123
Nanopropolis 1,6273 1,6313 1,6293
Hasil kadar flavonoid dari ekstrak etanol
70% propolis yaitu 2,1123 % dan hasil
kadar flavonoid total untuk nanopropolis
yang sudah disetarakan ekstrak yaitu
1,6293%. Hasil kadar flavonoid total
ekstrak etanol 70% propolis dan serbuk
nanopropolis memiliki hubungan dengan
aktivitas antioksidan, karena semakin
tinggi kadar flavonoid total maka aktivitas
antioksidannya (IC50) juga semakin baik.
Hasil Penetapan Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Etanol 70% Propolis dan
Nanopropolis
Tabel 4. Hasil Aktivitas Antioksidan
Sampel
Aktivitas
Antioksidan
(ppm)
Standar Vitamin C 4,0100
Ekstrak Etanol 70% Propolis 95,5459
Serbuk Nanopropolis 527,7939
Hasil penentuan panjang
gelombang maksimum DPPH adalah 512
nm. Waktu inkubasi optimum yang
didapat adalah pada waktu 30 menit,
dimana diperoleh absorbansi yang stabil
pada menit tersebut. Selanjutnya dibuat
deret standar vitamin C dengan beberapa
konsentrasi yaitu 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm
sehingga diperoleh persamaan y = 6,419x
+ 24,256 dengan nilai R² = 0,999. Hasil
absorbansi yang didapat dimasukkan ke
persamaan regresi linear larutan standar
vitamin C sehingga diperoleh nilai
%inhibisi dari masing-masing konsentrasi
sampel. Berdasarkan tabel tersebut dapat
dilihat bahwa aktivitas antioksidan dari
ekstrak etanol 70% propolis lebih besar
dibandingkan dengan serbuk nanopropolis
yaitu 95,54593 ppm yang masuk ke dalam
antioksidan yang aktif. Perbedaan ini dapat
disebabkan karena proses pembuatan yang
dapat merusak antioksidan serta
penyalutan zat aktif pada nanopropolis.
Hasil aktivitas antioksidan IC50 ekstrak
etanol 70% propolis tidak berbeda jauh
dengan hasil penelitian Hasan dkk (2013)
yaitu sebesar 75,43 ppm yang merupakan
propolis lebah madu Trigona spp asal
Pandeglang, Banten Indonesia. Semakin
kecil nilai IC50 maka semakin besar
kemampuannya sebagai bahan
antioksidan, dan semakin kecil nilai IC50
maka semakin aktif pula propolis sebagai
agen antiproliferasi sel kanker dengan
menghambat pertumbuhan sel kanker
secara cepat (Hasan dkk, 2013). Dengan
adanya senyawa asam organik, polifenol
dan flavonoid dalam propolis berperan
menghambat proliferasi sel kanker. Hal ini
karena flavonoid maupun asam kafeat
mampu menghambat protein kinase yang
digunakan untuk proliferasi sel, sehingga
terjadi penghambatan proses pembentukan
sel yang berakibat terjadinya apoptosis
(Madeo et al., 2004).
KESIMPULAN
1. Hasil Uji Toksisitas metode BSLT
didapat nilai LC50 untuk esktrak etanol
70% propolis adalah 16,010 ppm dan
nilai LC50 untuk serbuk nanopropolis
adalah 18,689 ppm.
2. Hasil pengujian aktivitas antioksidan
metode DPPH didapat nilai IC50 untuk
ekstrak etanol 70% propolis adalah
95,54593 ppm dan nilai IC50 untuk
serbuk nanopropolis adalah 527,7939
ppm.
3. Kadar flavonoid total ekstrak etanol
70% propolis adalah 2,1123% dan
kadar flavonoid total serbuk
nanopropolis yang disetarakan ekstrak
adalah 1,5293%
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui potensi senyawa
aktif dalam ekstrak sebagai obat anti
kanker.
2. Perlu dikaji metode analisis
antioksidan lain untuk mengetahui
keefektifan dari masing-masing
metode analisis.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengidentifikasi senyawa-
senyawa aktif lainnya yang
terkandung dalam ekstrak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Artika, I.M., H. Susilo, A.V.D. Setyo and
A.E.Z. Hasan. 2011. Antibacterial
activity of propolis supplemented -
chewing candy againts
Streptococcus mutans.
Microbiology Indonesia. 5 (3): 99-
102.
Buzea, C., I.I.P. Blandino and K. Robbie.
2007. Nanomaterials And
Nanoparticles: Sources and
Toxicity. Biointerphases. 2 (4):
17.
DepKes RI. 1978. Materia Medika
Indonesia, Jilid II. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta. Hal:150-151
. 1979. Materia Medika Indonesia.
Jilid III. Jakarta: Direktorat Jendral
Pengawasan Obat Dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta. Hal:167-168,
170
Hanani, E. 2015. Analisis Fitokimia. ECG.
Jakarta. Hal:86-87
Harborne, J.B. 1987. Metode fitokimia:
Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan,
Diterjemahkan: K. Padmawinata
dan I. Soediro, Terbitan Kedua.
Bandung: ITB.
Harmita dan R. Maksum. 2005. Buku Ajar
Analisis Hayati. Universitas
Indonesia, Depok. Hal: 87-88.
Hasan. A.E.Z. Prasetyorini. Rofiqoh, S.
2011. Penerapan teknologi
nanopartikel propolis trigona spp
asal bogor sebagai antibakteri
Escherichia coli secara in-vitro.
Ekologia. 11 (1): 36-43.
Hasan. A.E.Z. Mangunwidjaja. D. Sunarti.
T.C. Suparno. O. Setiyono. A.
2013. Optimasi Ekstraksi Propolis
Menggunakan Cara Maserasi
Dengan Pelarut Etanol 70% Dan
Pemanasan Gelombang Mikro
Serta Karakterisasinya Sebagai
Bahan Antikanker Payudara.
Jurnal Teknologi Industri
Pertanian. 23 (1):13-21
Hotnida C. H. S. Asnath. M. F. Octaviany
Y. 2011. Propolis Madu
Multikhasiat. Penebar Swadaya:
Depok. Hal: 5-6, 16, 20.
Kumalasari, S. 2015. Formulasi sediaan
chewing candy nanopropolis
sebagai nutrasetikal antiakteri
penyebab karies gigi. Skripsi.
Bogor: Program Studi Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas
Pakuan.
Lasmayanty M. 2007. Potensi antibakteri
propolis lebah madu Trigona spp.
terhadap bakteri kariogenik
(Streptococcus mutans). Skripsi.
Bogor: Program Studi Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Madeo F, Herker E, Wissing S, Jungwirth
H, Eisenber T, Frohlich KU.
2004. Apoptosis in yeast. DOI
10.1016/j.mib.2004.10.012.
Current Opinion Microbiol.
7:655–660.
Molyneux, P. 2004. The use of stable free
radical diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for estimating
antioxidant activity. J. Sci.
Technol. 26(2): 211-219.
Park, Y.K. and M. Ikegaki. 1998.
Preparation of Water and
Ethanolic of Propolis and
Evaluation of the Preparations.
Biosci Biotech Biochem. 62
(11): 2230-2232.
Suranto, A. 2010. Dahsyatnya propolis
untuk menggempur penyakit.
Trubus. Agro Media Pustaka.
Jakarta. Hal 5-10.
Trusheva, B., D. Trnkova and V.
Bankova.. 2007. Different
extraction methods of biologically
active components from propolis.
Chemistry Central Journal. 1
(13): 1-4.
Wahyumiranti. D. 2015. Studi Formulasi
Granul Instan Nano Propolis
Sebagai Obat Kumur. Skripsi.
Bogor: Program Studi Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas
Pakuan.
Winarsi, W., 2007, Antioksidan alami dan
radikal bebas. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, Hal: 13-15, 77-81.