UJI SPESIFISITAS PRIMER 12S DNA MITOKONDRIA KAMBING...
Transcript of UJI SPESIFISITAS PRIMER 12S DNA MITOKONDRIA KAMBING...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI SPESIFISITAS PRIMER 12S DNAMITOKONDRIA KAMBING (Capra hircus)
MENGGUNAKAN REAL-TIME POLYMERASE CHAINREACTION
SKRIPSI
RIZKI MARTA PUTRI1113102000049
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANPROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTAJULI 2017
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI SPESIFISITAS PRIMER 12S DNAMITOKONDRIA KAMBING (Capra hircus)
MENGGUNAKAN REAL-TIME POLYMERASE CHAINREACTION
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
RIZKI MARTA PUTRI1113102000049
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANPROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTAJULI 2017
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Rizki Marta Putri
NIM : 1113102000049
Tanda Tangan
Tanggal : 31 Juli 2017
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Rizki Marta Putri
NIM : 1113102000049
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Judul : Uji Spesifisitas Primer 12S DNA Mitokondria Kambing
(Capra hircus) menggunakan Real-Time Polymerase
Chain Reaction
Disetujui Oleh :
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt. Dr. Zilhadia, M.Si.,Apt.NIP: 197501042009122001 NIP: 197308222008012007
Mengetahui,Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Nurmeilis, M.Sc.,Apt.NIP: 197404302005012003
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh
Nama : Rizki Marta PutriNIM : 1113102000049Program Studi : FarmasiJudul : Uji Spesifisitas Primer 12S DNA Mitokondria Kambing
(Capra hircus) menggunakan Real-Time PolymeraseChain Reaction
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterimasebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelarSarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran danIlmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Ofa Suzanti Betha, M.Si.,Apt. ( )
Pembimbing II : Dr. Zilhadia, M.Si.,Apt. ( )
Penguji I : Hendri Aldrat, M.Si, PhD., Apt. ( )
Penguji II : Chris Adhiyanto, M.Biomed., Ph.D. ( )
Ditetapkan di : CiputatTanggal : 31 Juli 2017
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Rizki Marta PutriProgram Studi : FarmasiJudul Skripsi : Uji Spesifisitas Primer 12S DNA Mitokondria Kambing
(Capra hircus) menggunakan Real-Time PolymeraseChain Reaction
Sampai saat ini, upaya pemalsuan produk pangan masih sering terjadi. Salah satuhewan yang sering kali dipalsukan adalah daging kambing. Pengembanganmetode identifikasi spesies pada produk pangan dan obat yang berasal dari hewandiharapkan dapat melindungi konsumen dari pemalsuan. Salah satu metodeanalisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies hewan adalah RT-PCR. Salah satu kunci keberhasilan deteksi dengan RT-PCR adalah kespesifikanprimer. Primer yang spesifik akan mengamplifikasi DNA secara spesifik pulasehingga hasil analisa yang dihasilkan akan lebih akurat. Oleh sebab itu, perludilakukan uji spesifisitas primer yang akan digunakan dalam analisa. Primer yangdigunakan adalah primer yang tertarget pada DNA mitokondria region 12S.Penggunaan mtDNA didasarkan pada alasan jumlah kopi molekul mtDNA yangtinggi dalam sel dibandingkan dengan DNA inti. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui kespesifikan primer 12S DNA mitokondria kambing dalammengamplifikasi DNA kambing. Sample DNA yang digunakan adalah dagingkambing dan sapi segar. DNA sampel diisolasi menggunakan kit komersial. IsolatDNA daging kambing didapatkan sebanyak 22.529 ng/µl dan 6.296 ng/µl dengankemurnian masing-masing 1.70 dan 1.98 sedangkan isolat DNA daging sapididapatkan sebanyak 50.772 ng/µl dan 12.452 ng/µl dengan kemurnian masing-masing 1.79 dan 1.87. Primer kambing diujikan pada DNA kambing dan DNAsapi dan hasil kurva menunjukkan primer kambing yang tertarget pada DNAmitokondria region 12S dapat mengamplifikasi DNA kambing dan DNA sapi.Berdasarkan hasil BLAST, primer kambing 12S yang digunakan memiliki nilaimaksimum identitas 100%. Adanya hasil amplifikasi pada DNA sapimenggunakan primer kambing disebabkan karena suhu anneling (60oC) yangdigunakan tidak spesifik.
Kata Kunci : Real Time Polymerase Chain Reaction, Kambing, mtDNA, Primer.
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Rizki Marta PutriMajor : PharmacyTitle : Primary Specificity Test of 12S Goat (Capra hircus)
Mitochondrial DNA Using Real-Time Polymerase ChainReaction
Until now, food product counterfeiting efforts are still common. One of theanimals that are often forged is goat meat. The development of speciesidentification methods on food products and medicines from animals is expectedto protect consumers from counterfeiting. One of the analytical methods that canbe used to identify animal species is the RT-PCR. One of the keys to successfuldetection with RT-PCR is the primary specificity. Specific primers will amplifythe DNA specifically so that the resulting analysis will be more accurate.Therefore, it is necessary to test the primary specificity that will be used in theanalysis. Primer used is primer targeted on mitochondrial DNA of 12S region.The use of mtDNA is based on the reason for the high number of copies ofmtDNA molecules in the cell compared with core DNA. This study aims todetermine the primary specificity of 12S goat mitochondrial DNA in goat DNAamplification. DNA samples used are goat meat and fresh cattle. DNA sampleswere isolated using a commercial kit. Goat DNA isolate was obtained 22.529 ng/μl and 6.296 ng/μl with purity of 1.70 and 1.98 respectively while beef DNAisolate was obtained 50.772 ng/μl and 12.452 ng/μl with purity of each 1.79 and1.87. The goat primer is tested on goat DNA and cow's DNA and the curve resultsshow targeted goat primers in mitochondrial DNA of the 12S region can amplifygoat DNA and cow's DNA. Based on BLAST results, the 12S goat primer usedhas a maximum identity value of 100%. The presence of amplification results incow's DNA using goat primer due to the anneling temperature (60oC) used is notspecific.
Key word : Real time Polymerase Chain Reaction, Goat, mtDNA, primary
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur selalu terpanjatkan atas segala
nikmat, karunia, dan ilmu yang bermanfaat yang diberikan oleh Allah subhanahu
wa ta’ala, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Uji Spesifisitas Primer 12S DNA Mitokondria Kambing menggunakan Real-
Time Polymerase Chain Reaction”. Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam
menjalani kehidupan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian
akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Far) pada program Studi
Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penyusunan dan penulisan laporan ini, penulis menyadari
begitu banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya,
mendidik dan membimbing, dan mendoakan yang terbaik kepada penulis. Maka
pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya
dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Arief Sumantri, SKM., M.Kes, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Ofa Suzanti Betha M.Si., Apt, selaku pembimbing pertama serta ibu Dr.
Zilhadia M.Si., Apt, selaku pembimbing kedua yang telah membantu,
membimbing dan memberikan ilmu kepada saya, serta meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran dari awal penelitian sampai pada penyusunan skripsi ini
selesai.
3. Ibu Dr. Nurmeilis M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, bimbingan dan bantuan kepada penulis
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Seluruh laboran Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam hal
penggunaan alat dan bahan selama penelitian.
6. Kedua orang tua, ayahanda tersayang Ahmad Tantowi dan ibunda tercinta
Marwiyah yang selalu setia melantunkan doa-doa dan memberikan dukungan
moral, material, dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di
jurusan farmasi FKIK UIN Jakarta
7. Teman-teman Farmasi angkatan 2013 yang telah menorehkan kenangan indah
yang tak mungkin terlupakan, senang bisa bersama kalian selama kurang
lebih 4 tahun ini
8. Temen seperjuanganku Afri yanti serta kak Vesti dan kak Safizah yang selalu
meluangkan waktunya untuk bekerja sama, berdiskusi, memberikan masukan,
membantu penulis dalam melakukan penelitian serta memberikan dukungan
doa dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Tim Roche Indonesia: Mbak Helen, mba Frida, dan mba Christine yang telah
membantu dalam mendesign primer yang digunakan penulis dalam penelitian
ini.
10. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat disebutkan namanya satu persatu
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap
semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis
dan dunia ilmu pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa farmasi serta bagi
masyarakat pada umumnya.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT mencatat dan memberikan
balasan yang berlipat ganda atas segala kebaikan semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Ciputat, 31 Juli 2017
Penulis
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGASAKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif HidayatullahJakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Rizki Marta PutriNIM : 1113102000049Program Studi : FarmasiFakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya,dengan judul :
UJI SPESIFISITAS PRIMER 12S DNA MITOKONDRIAKAMBING (Capra hircus) MENGGUNAKAN REAL-TIME
POLYMERASE CHAIN REACTION
untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu DigitalLibrary Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakartauntuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengansebenarnya.
Dibuat di : CiputatPada Tanggal : 31 Juli 2017
Yang menyatakan,
(Rizki Marta Putri)
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... iHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iiiHALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ivHALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... vABSTRAK .................................................................................................... viABSTRACT ................................................................................................... viiKATA PENGANTAR ................................................................................... viiiHALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. xDAFTAR ISI .................................................................................................. xiDAFTAR TABEL ......................................................................................... xiiiDAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xivDAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvDAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xviBAB I PEMDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 11.2 Rumusan Masalah............................................................................. 41.3 Hipotesis .......................................................................................... 41.4 Tujuan Penelitian ............................................................................. 41.5 Manfaat Penelitian ........................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 52.1 Sel .................................................................................................... 52.2 DNA ................................................................................................. 6
2.2.1 Struktur DNA ...................................................................... 62.2.2 Sifat Fisika DNA.................................................................. 72.2.3 Ekstraksi dan Purifikasi DNA.............................................. 8
2.3 DNA Mitokondria............................................................................. 92.3.1 Struktur DNA Mitokondria .................................................. 9
2.4 Polymerase Chain Reaction (PCR) .................................................. 112.4.1 Pengertian PCR .................................................................... 112.4.2 Komponen PCR ................................................................... 122.4.3 Tahapan PCR ....................................................................... 12
2.5 Real-Time PCR dan Kuantifikasinya ............................................... 132.6 Perancangan Primer .......................................................................... 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 193.1 Waktu dan Tempat Penelitian........................................................... 19
3.1.1 Tempat ................................................................................. 193.1.2 Waktu ................................................................................... 19
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................ 19
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2.1 Alat ...................................................................................... 193.2.2 Bahan ................................................................................... 19
3.3 Posedur Penelitian ........................................................................... 203.3.1 Ektraksi dan isolasi DNA .................................................... 203.3.2 Pengukuran Kemurnian dan Kuantitas DNA ...................... 213.3.3 Uji Spesifisitas Primer dan Probe dengan NCBI ................. 223.3.4 Amplifikasi DNA dengan RT-PCR ..................................... 22
3.3.4.1 Pembuatan Larutan Primer 50 µM ......................... 22
3.3.4.2 Pembuatan Larutan Primer 5 µM ........................... 223.3.4.3 Pembuatan UPL Mastermix .................................... 223.3.4.4 Loading Sampel dan Mastermix .............................. 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 244.1 Isolasi DNA ................................................................................... 244.2 Hasil Analisis Isolat DNA dengan Spektrofotometri UV .............. 264.3 Hasil Uji Spesifisitas Primer Kambing dengan NCBI ................... 284.4 Amplifikasi DNA Daging Kambing dengan RT-PCR................... 29
4.4.1 Hasil Amplifikasi DNA Daging Kambing, Daging Sapidan NTC Menggunakan Primer Kambing........................... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 33DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 37LAMPIRAN.................................................................................................... 41
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Urutan Basa Primer 12S Gen Mitokondria dan UPL 83 kambingdan Sapi dengan modifikasi ............................................................ 20
Tabel 3.2 Pengaturan Program Amplifikasi Real-Time PCR ......................... 23Tabel 4.1 Konsentrasi dan Kemurnian Isolat DNA ......................................... 27Tabel 4.2 Urutan Primer 12S DNA Mitokondria Kambing dan Sapi hasil
rancangan Roche (BioScience)......................................................... 28Tabel 4.3 Program Amplifikasi yang Digunakan ............................................ 30
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Sel Prokariot dan Eukariot ........................................................... 5Gambar 2.2 Struktur Kimia DNA ................................................................... 6Gambar 2.3 Basa Purin dan Pirimidin ............................................................. 7Gambar 2.4 DNA Mitokondria Manusia ........................................................ 11Gambar 2.5 Tahapan Amplifikasi PCR .......................................................... 13Gambar 2.6 Tiga Fase Utama pada Proses PCR ............................................. 14Gambar 4.1 Hasil Uji Spesifisitas Primer Kambing dengan NCBI ................. 29Gambar 4.2 Hasil Uji Spesifisitas Primer Sapi dengan NCBI ......................... 29Gambar 4.3 Kurva Amplifikasi Daging Kambing, Daging Sapi dan NTC
Menggunakan Primer Kambing (Isolat Pertama) ........................ 31Gambar 4.4 Kurva Amplifikasi Daging Kambing, Daging Sapi dan NTC
Menggunakan Primer Kambing (Isolat Kedua) ........................... 32Gambar 4.3 Kurva Amplifikasi Daging Sapi, Daging Kambing, dan NTC
Menggunakan Primer Sapi .......................................................... 34
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Konsentrasi dan Kemurnian Isolat DNA.................................. 42Lampiran 2. Perhitungan Pembuatan Larutan Primer................................... 43Lampiran 3. Perhitungan TM (Melting Temperature) Primer ..................... 44Lampiran 4. Campuran Reaksi Mastermix Untuk Amplifikasi DNA........... 45Lampiran 5. Halaman Depan Software NCBI yang Digunakan
untuk Uji Spesifisitas Primer Kambing dan Sapi..................... 46Lampiran 6. Hasil Uji Spesifisitas Primer Kambing dan Sapi ..................... 47Lampiran 7. Konsentrasi dan Kemurnian Isolat DNA ................................ 51Lampiran 8. Kurva Amplifikasi DNA Daging Kambing, Daging Sapi,
dan NTC Menggunakan Primer Kambing .............................. 52Lampiran 9. Kurva Amplifikasi DNA Daging Kambing, Daging Sapi
dan NTC Menggunakan Primer Sapi ...................................... 53Lampiran 10. Gambar Alat dan Bahan yang Digunakan ............................... 56
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR SINGKATAN
AFL : Arbitrary Fluorescence Level
ATP : Adenosine Triphosphate
CP : Crossing Point
dATP : Deoxyadenosine Triphosphate
dCTP : Deoxycytidine Triphosphate
dGTP : Deoxyguanosine Triphosphate
DNA : Deoxyribonucleic Acid
dNTP : Deoxyribonucleaside Triphosphate
dTTP : Deoxythimidine Triphosphate
EDTA : Ethylenediaminetetraacetic Acid
mtDNA : mitochondrial Deoxyribonucleic Acid
NCBI : National Center for Biotechnology Information
NLS : Nuclei Lysis Solution
PCR : Polymerase Chain Reaction
Primer-BLAST: Primer-Basic Local Alligment Search Tool
PPS : Protein Precipitation Solution
RNA : Ribonucleic Acid
rRNA : ribosomal Ribonucleic Acid
RT-PCR : Real Time Polymerase Chain Reaction
Tm : Melting Temperature
tRNA : transfer Ribonucleic Acid
SDS : Sodium Dodecyl Sulfate
UPL : Universal Probe Library
UV : Ultra Violet
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Islam
sebagai agama yang peduli terhadap umatnya sangat memperhatikan segala
sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan manusia salah satunya adalah makanan.
Allah memerintahkan manusia untuk memakan makanan yang halal dan toyyib
yang tercantum dalam QS Al-Baqarah(2):168. Makanan yang halal adalah
makanan yang diperbolehkan oleh agama dari segi hukumnya, halal zatnya, serta
didapat dan diolah dengan cara yang benar menurut agama. Adapun makanan
yang baik adalah makanan yang berguna dan tidak membahayakan bagi tubuh
manusia dilihat dari sudut kesehatan. Makanan yang halal belum tentu baik bagi
orang tertentu, artinya makanan yang baik sifatnya kondisional dengan orang
yang akan mengkonsumsinya. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban umat
muslim untuk mengkonsumsi dan menggunakan produk yang halal dan baik
(Syaiful, 2012).
Daging merupakan salah satu makanan yang sering dikonsumsi masyarakat.
Konsumsi daging kambing di Indonesia menempati urutan ketiga teratas
(Yusmichad, 2014). Bagi umat Islam selain untuk dikonsumsi sehari-hari, daging
kambing juga digunakan untuk menjalankan ibadah sunnah yaitu qurban dan
akikah. Daging yang digunakan untuk ibadah harus terjamin keasliannya. Untuk
kebutuhan akikah sudah banyak yang menawarkan jasa masak daging akikah yang
tidak menutup kemungkinan akan terjadi pemalsuan ataupun pencampuran
daging.
Meskipun pemerintah sudah berusaha melindungi konsumen dengan adanya
Undang-undang (UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) dan
Peraturan Pemerintah (Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan). Sampai saat ini, masih banyak kasus
pencampuran daging dalam produk olahan maupun daging mentah yang marak
terjadi.
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada Januari 2016 lalu ditemukan kasus sate daging kambing yang
dicampur dengan daging anjing (Anonim, 2016). Selain itu, pada tahun 2015 juga
ditemukan kasus pembuatan daging kambing palsu dari campuran daging rubah,
musang dan tikus yang ditambahkan dengan bahan kimia lainnya di Beijing,Cina
(Deniawan, 2014). Hal ini tentu meresahkan masyarakat khususnya umat muslim.
Oleh karena itu, untuk melindungi konsumen dari pemalsuan ataupun penggantian
dengan spesies lain yang tidak di harapkan yang memiliki nilai lebih rendah perlu
dilakukan analisis keaslian suatu bahan yang digunakan pada industri makanan
dan obat-obatan. Salah satu bahan yang perlu di ketahui keasliannya adalah
daging kambing.
Dewasa ini, banyak metode analisis yang dapat digunakan dalam menilai
keaslian produk. Identifikasi spesies hewan pada produk daging olahan maupun
mentah dapat dilakukan melalui analisis pada tingkat protein maupun DNA. Salah
satu metode analisis yang menggunakan DNA adalah metode Real-Time
Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Metode analisis dengan menggunakan DNA memiliki beberapa
keuntungan, yaitu DNA dapat ditemukan di semua tipe sel pada suatu individu
dengan informasi genetik yang identik. DNA merupakan molekul yang stabil
dalam proses ekstraksi, dan analisis DNA sangat mungkin dikerjakan dari
beberapa tipe sampel yang berbeda (Jain, 2004).
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu teknik biologi
molekuler yang digunakan untuk memperbanyak sekuens DNA spesifik hingga
jutaan kali semula. Prinsip kerja dari PCR adalah menggandakan segmen DNA
tertentu dengan memanfaatkan enzim sebagai penginisiasi replikasi (Roche
diagnostics 2006:9).
Untuk mengamplifikasi DNA dengan menggunakan RT-PCR diperlukan
beberapa komponen seperti DNA template, primer, DNA polimerase,
buffer/dapar, dan dNTPs. Salah satu komponen penting dalam amplifikasi
DNA template yang akan dianalisis adalah primer.
Primer adalah suatu polimer asam nukleat pendek (oligonukleotida)
yang mempunyai urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan
nukleotida DNA template, dNTPs (deoxynucleotide triphosphates), buffer
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PCR, dan enzim DNA polimerase (Reece 2004:153). Primer berfungsi sebagai
pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi dan sekaligus
menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3’ yang diperlukan untuk
proses eksistensi DNA.
Analisis PCR dengan target DNA mitokondria telah banyak dipilih
(Bellagamba dkk., 2001; Fumiere dkk., 2006; Marlina dkk., 2013; Shabani dkk.,
2015; Wardani, 2015). Analisis dengan target DNA mitokondria dinilai lebih
menguntungkan karena DNA mitokondria tersedia dalam jumlah hingga ratusan
ribu kopi pada tiap sel, sehingga dapat digunakan untuk analisis dengan jumlah
sampel sangat terbatas serta dapat memberikan kemungkinan yang lebih besar
untuk mendapatkan hasil pengujian yang positif bahkan saat DNA telah
terfragmentasi akibat dari proses pengolahan (Bellagamba dkk., 2001; Randi,
2009).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesifisitas primer 12S DNA
mitokondria kambing yang dirancang dalam mendeteksi DNA kambing dengan
DNA sapi sebagai kontrol. Daging sapi dijadikan kontrol karena tingkat konsumsi
yang tinggi dan kekerabatannya yang dekat dengan kambing, keduanya
merupakan vertebrata. Selain itu, pemilihan sapi ini juga didasarkan pada adanya
pengembangan dalam pembuatan gelatin sehingga diharapkan dari penelitian ini
dapat diketahui apakah primer kambing dapat digunakan untuk membedakan
gelatin yang terbuat dari kulit kambing dan kulit sapi.
Pengujian dilakukan melalui amplifikasi DNA menggunakan RT-PCR. Pada
RT-PCR jumlah DNA yang diamplifikasi bisa langsung diamati secara real-time
sehingga tidak memerlukan analisis dengan elektroforesis gel untuk mengetahui
produk PCR. RT-PCR lebih dikenal sebagai quantitative PCR karena kemampuan
analisanya yang akurat, sensitif dan spesifik sehingga mengurangi kesalahan pada
hasil (Burns et al, 2005).
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang primer
kambing yang dapat digunakan untuk mendeteksi DNA kambing dalam produk
olahan maupun mentah dalam rangka autentifikasi keaslian produk daging
kambing yang beredar di pasaran.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2 Rumusan Masalah
Belum diketahuinya kespesifikan primer 12S DNA mitokondria
kambing yang digunakan dengan menggunakan RT-PCR
1.3 Hipotesis
Primer 12S DNA mitokondria kambing spesifik untuk identifikasi DNA
daging kambing
1.4 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kespesifikan primer 12S DNA mitokondria kambing
untuk mengamplifikasi DNA daging kambing
1.5 Manfaat Penelitian
Untuk uji keaslian atau autentifikasi daging kambing .
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sel
Sel dalam bahasa latin artinya rongga kecil, atau terkenal dengan nama
cellula, yaitu unit kehidupan terkecil. Sel adalah kumpulan materi paling
sederhana yang dapat hidup dan merupakan unit penyusun semua makhluk hidup.
Sel mampu melakukan semua aktivitas kehidupan dan sebagian besar reaksi kimia
untuk mempertahankan kehidupan berlangsung di dalam sel. Sel pertama kali
ditemukan oleh Robert Hooke pada tahun 1665, dengan mengamati gabus
menggunakan mikroskop. Semua makhluk hidup tubuhnya tersusun dari sel, bisa
terdiri dari satu sel (uni selular) maupun banyak sel (multiselular) (Yuwono,
2005).
Gambar 2.1 Sel prokariot dan eukariot (Raven et al, 2005)
Di alam, sel dapat di bagi ke dalam dua kelompok, yaitu sel prokariot dan
sel eukariot. Sel prokariot pada umumnya memiliki ukuran yang lebih kecil
dengan struktur sederhana, sedangkan sel eukariot memiliki ukuran yang lebih
besar dan strukturnya lebih kompleks. Perbedaan utama antara sel prokariot dan
sel eukariot adalah terletak pada lokasi materi genetiknya (DNA). DNA sel
eukariot dibatasi oleh membran inti, sedangkan pada sel prokariot tidak dibatasi
oleh membran inti (Sumadi dan Marianti, 2007).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2 DNA
DNA merupakan kependekan dari deoxyribonucleic acid, yang merupakan
molekul asam nukleat. Terdapat dua tipe asam nukleat yaitu DNA dan RNA
(ribonucleic acid). Disebut sebagai asam nukleat karena awalnya molekul ini di
isolasi dari nukleus sel eukariotik (Clark, 2005).
2.2.1 Struktur DNA
Secara struktural, DNA merupakan suatu polimer linier yang tersusun atas
unit-unit nukleotida. Tiap nukleotida terdiri atas tiga komponen yaitu gugus
fosfat, gula pentosa, dan basa nitrogen. Gula pentosa penyusun DNA merupakan
gula deoksiribosa yang mana posisi 5’ mengikat satu gugus fosfat yang te-
esterkan, sementara satu basa nitrogen terikat pada cincin gula pada posisi 1’.
Antar nukleotida satu dengan lainnya terikat secara kovalen, yang mana terdapat
gula pentosa dan gugus fosfat saling terikat pada posisi 3’ dan 5’ dari cincin gula
membentuk ikatan fosfodiester, struktur tersebut kemudian membentuk rangka
utama atau backbone dari DNA (Clark, 2005; Karp, 2009).
Gambar 2.2 Struktur kimia DNA (Madeleine Price Ball, 2014)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DNA memiliki 4 jenis basa nitrogen yaitu adenin (A), guanin (G),
sitosin(C), dan timin (T), sedangkan pada RNA timin digantikan dengan
urasil(U). Basa-basa tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu purin dan
pirimidin. Basa purin mempunyai 2 cincin heterosiklik, sedangkan basa
pirimidin hanya mengandung 1 cincin heterosiklik. Basa purin meliputi adenin,
dan guanin, sementara sitosin, timin, dan urasil merupakan basa pirimidin.
Basa nitrogen tersebut saling berkomplemen, yang mana adenin selalu
berpasangan dengan timin yang dihubungkan oleh 2 ikatan hidrogen,
sedangkan guanin berpasangan dengan sitosin dan terhubung oleh 3 ikatan
hidrogen. Pasangan-pasangan basa nitrogen tersebut menghubungkan 2
backbone DNA sehingga membentuk DNA untai ganda dengan struktur double
helix seperti yang diusulkan oleh Watson dan Crick (1953) (Clark, 2005).
Gambar 2.3 Basa purin dan pirimidin (Yuwono, 2009)
2.2.2 Sifat Fisika DNA
DNA memiliki stabilitas yang tinggi (Fumiere dkk., 2006). Meskipun
demikian DNA dapat mengalami degradasi yang mengakibatkan terjadinya
fragmentasi atau terpotongnya rantai DNA menjadi lebih kecil. Selain karena
aktivitas endonuklease dan eksonuklease, degradasi DNA juga dapat
disebabkan oleh pengaruh lingkungan diantaranya waktu penyimpanan, suhu,
kelembaban udara, paparan cahaya, dan berbagai zat kimia (Rudin dan Inman
2001; Sinden, 1994).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.3 Ekstraksi dan Purifikasi DNA
Prinsip isolasi DNA adalah memisahkan DNA dari komponen sel
lainnya. Isolasi DNA dari organisme eukariot dilakukan melalui proses
penghancuran membran sel (lisis), pemusnahan protein dan RNA, dan
pemanenan DNA (Muladno, 2010). Membran sel dilisis dengan menambahkan
buffer yang mengandung satu atau lebih deterjen, contohnya SDS (B), NP-40
atau Triton X-100 untuk membebaskan isinya. Kotoran sel yang ditimbulkan
akibat pengrusakan oleh deterjen tersebut dibersihkan dengan cara sentrifugasi.
Pada ekstrak sel tersebut kemudian ditambahkan proteinase yang berfungsi
untuk mendegradasi protein dan RNAse yang berfungsi untuk mendegradasi
RNA, sehingga hanya DNA yang tertinggal. Selanjutnya ekstrak tersebut
dipanaskan sampai suhu 90oC untuk menginaktivasi enzim yang mendegradasi
DNA. Larutan DNA kemudian di presipitasi dengan etanol dan bisa dilarutkan
lagi dengan air (Gaffar, 2007).
Isolasi DNA kini lebih mudah dengan bantuan teknologi canggih yang
disebut purifikasi DNA yang menghasilkan isolat DNA dengan kemurnian
yang tinggi, hasil yang cepat, dan penggunaan yang mudah (Saiyed, 2008).
Purifikasi DNA menggunakan seperangkat mesin dengan reagen kit pemurnian
DNA yang bekerja secara otomatis, singkat dan efisien. Pemurnian DNA dapat
dilakukan dari darah, sel-sel, dan sampel jaringan. Instrumen ini dapat
memproses sampai dengan 16 sampel dalam waktu 30-45 menit. DNA yang
telah dimurnikan dapat digunakan langsung dalam berbagai aplikasi termasuk
PCR, restriksi oleh enzim endonuklease, dan elektroforesis gel agarosa.
Intrumen ini dapat memproses sampel cair dan padat. Dilengkapi dengan
cartridge yang berisi lysis buffer, Magnesil® PMPs dan wash buffer (Promega,
2007). Pada mesin purifikasi DNA, sampel yang telah dilisis oleh buffer lisis,
dicuci dengan wash buffer dan dielusi dengan elution buffer menggunakan
bantuan Magnesil® PMPs (Promega, 2007).
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3 DNA Mitokondria
Mitokondria (tunggal: mitokondrion) adalah organel berbentuk batang
dengan membran ganda yang ditemukan pada sel eukariot. Tiap sel dapat
memiliki 100 hingga 100.000 mitokondria. Mitokondria bertanggungjawab dalam
pembentukan energi melalui proses respirasi, yang mana enzim-enzim respirasi
yang diperlukan terdapat pada membran dalam dari organel lain (Clark, 2005;
Randi, 2009).
Material genetik pada sel eukariot juga ditemukan di mitokondria pada
hewan dan plastida pada tumbuhan. Molekul DNA yang terdapat di mitokondria
(DNA mitokondria) merupakan DNA untai ganda, biasanya berbentuk cincin,
berukuran kecil dan berupa molekul haploid sederhana, serta tidak mengalami
rekombinasi. DNA mitokondria biasanya hanya diturunkan oleh ibu, dan
diturunkan secara utuh dari generasi ke generasi. Laju mutasi DNA mitokondria
terjadi 5-10 kali lebih sering dibanding DNA nukleus, namun terdapat conserved
region yang mengkode protein yang mana susunan sekuennya tetap sama dan
bertahan hingga puluhan juta tahun (Randi, 2009).
DNA mitokondria memiliki fungsi penting antara lain sebagai penyandi 2
RNA ribosom besar subunit 16 (rRNA-12S) dan ribosom kecil subunit 12 (rRNA
12S). DNA mitokondria juga mengkode enzim-enzim yang terlibat dalam rantai
respiratorik, meliputi apositokrom b, 4-8 subunit NADH (NADH-1 sampai
dengan 7, dan NADH-4L). 1-3 subunit sitokrom oksidase C (COX-1, COX-2, dan
COX-3), serta 1-3 ATP (ATP-6, ATP-8, ATP-9) (Randi, 2009).
2.3.1 Struktur DNA Mitokondria
DNA mitokondria (mtDNA) berukuran 16569 pasang basa dan terdapat
dalam matriks mitokondria, berbentuk sirkuler serta memiliki untai ganda yang
terdiri dari untai heavy (H) dan light (L). Dinamakan seperti ini karena untai H
memiliki berat molekul yang lebih besar dari untai L, disebabkan oleh banyaknya
kandungan basa purin (Anderson et al, 1981).
MtDNA terdiri dari daerah pengkode (coding region) dan daerah yang
tidak mengkode (non-coding region). MtDNA mengandung 37 gen pengkode
untuk 2 rRNA, 22 tRNA, dan 13 polipeptida yang merupakan subunit kompleks
enzim yang terlibat fosforilasi oksidatif, yaitu: subunit 1, 2, 3, 4, 4L, 5, dan 6 dari
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kompleks I, subunit b (sitokrom b) dari kompleks III, subunit I, II, dan III dari
kompleks IV (sitokrom oksidase) serta subunit 6 dan 8 dari komples V.
Kebanyakan gen ini di transkripsikan dari untai H, yaitu 2 rRNA, 14 dari 22
tRNA dan 12 polipeptida. MtDNA tidak memiliki intron dan semua gen pengkode
terletak berdampingan (Anderson et al, 1981; Wallace et al, 1992; Zeviani et al
1998), sedangkan protein lainnya yang juga berfungsi dalam fosforilasi oksidatif
seperti enzim-enzim metabolisme, DNA dan RNA polimerase, protein ribosom
dan mtDNA regulatory factors semuanya dikode oleh gen inti, disintesis dalam
sitosol dan kemudian di impor ke organel (Wallace et al, 1997).
Daerah yang tidak mengkode dari mtDNA berukuran 1122 pb, dimulai
dari nukleotida 16024 hingga 576 dan terletak di antara gen tRNApro dan
tRNAphe. Daerah ini mengandung daerah yang memiliki variasi tinggi yang
disebut displacement loop (D-loop). D-lopp merupakan daerah beruntai tiga
(tripple stranded) untai ketiga lebih dikenal sebagai 7S DNA. D-lopp memiliki
dua daerah dengan laju polymorphism yang tinggi sehingga urutannya sangat
bervariasi antar individu, yaitu hypervariable I (HVSI) dan hypervariable II
(HVSII). Daerah non-coding juga mengandung daerah pengontrol karena
mempunyai origin of replication untuk untai H (OH) dan promoter transkripsi
untuk untai H dan L (PL dan PH) (Anderson et al, 1981). Selain itu, daerah non-
coding juga mengandung tiga daerah lestari yang disebut dengan conserved
sequence block (CSB) I, II, III. Daerah yang lestari ini diduga memiliki peranan
penting dalam replikasi mtDNA (Anderson et al, 1981).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.4 DNA mitokondria (Shane & Knopkind, 2008)
2.4 Polymerase Chain Reaction (PCR)
2.4.1 Pengertian PCR
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu teknik biologi
molekuler yang dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1984. PCR berguna
dalam mengamplifikasi sekuen DNA. PCR dapat digunakan untuk
mengamplifikasi suatu fragmen DNA yang jumlahnya sangat kecil, dan dapat
menghasilkan DNA hingga jutaan kopi, sehingga cukup sensitif. Metode PCR
menghasilkan amplifikasi yang cukup baik bahkan ketika DNA sampel telah
terdegrasi. Saat ini teknik PCR digunakan dalam bidang diagnosis klinis, analisis
genetik, genetic engineering, dan analisis forensik (Bellagamma dkk., 2001;
Clark, 2005; Joshi dan Deshpande, 2010).
Prinsip dari PCR adalah bahwa secara in vitro terjadi sintesis dari sekuen
DNA spesifik secara enzimatik, menggunakan sepasang primer oligonukleotida
yang berhibridisasi pada daerah DNA target (Elrich, 1989).
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.2 Komponen PCR
Komponen-komponen dari PCR meliputi :
a. Molekul DNA awal yang disebut sebagai DNA template dan segmen yang
ingin diamplifikasi yang disebut sebagai sekuen target.
b. Sepasang primer berupa oligonukleotida untai tunggal yang
berkomplemen dengan daerah awal dan akhir dari sekuen target. Primer
berguna dalam mengawali sintesis DNA.
c. Enzim DNA polimerase yang digunakan untuk menghasilkan salinan
DNA. Prosedur dalam PCR memerlukan beberapa tahap perubahan suhu,
sehingga dibutuhkan suatu enzim DNA polimerase yang tahan terhadap
suhu. Saat ini banyak digunakan enzim Taq polymerase yang diisolasi dari
bakteri Thermus aquaticus. Enzim ini stabil hingga suhu 94oC.
d. Suplai nukleotida berupa nukleotida trifosfat adenin(A), timin(T),
sitosin(C), dan guanin(G) yang akan digunakan oleh enzim polimerase
untuk membentuk DNA baru.
e. Mesin PCR berupa thermocycler yang akan mengkondisikan beberapa
tahap suhu yang diperlukan dalam proses amplifikasi, dan mengulangnya
sebanyak siklus yang diperlukan (Clark, 2005; Jhosi dan Deshpande,
2010)
2.4.3 Tahapan PCR
Terdapat tiga tahapan utama yang terjadi dalam proses PCR yaitu
denaturasi(D), penempelan atau annealing(A), dan perpanjangan atau ekstensi(E).
Pada tahap pertama DNA didenaturasi pada temperatur tinggi antara 90-97oC
sehingga terbentuk dua DNA untai tunggal. Pada tahap kedua yaitu annealing,
primer menempel pada sekuen target untuk memulai ekstensi, proses ini terjadi
pada suhu 50-60oC. Pada tahap ekstensi atau perpanjangan,terjadi sintesis DNA
oleh enzim polimerase yang dimulai pada daerah primer membentuk salinan DNA
yang komplemen, tahap ini terjadi pada suhu 72oC selama 2-5 menit (Joshi dan
Deshpande, 2010). Pada proses ini, DNA baru yang terbentuk akan menjadi
template pada amplifikasi selanjutnya, sehingga terjadi penggandaan jumlah DNA
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tiap siklusnya. Secara matematis proses PCR selama 20 kali siklus akan
menghasilkan salinan hingga satu juta kalinya (2020) (Elrich, 1989). Pada akhir
siklus biasanya dilakukan tahap tambahan yang disebut sebagai perpanjangan
akhir atau ekstensi akhir pada 72oC selama 5 menit untuk memastikan sintesis dari
produk PCR telah berhasil (Joshi dan Deshpande, 2010)
Gambar 2.5 Tahapan amplifikasi PCR (Lukianto, 2010)
2.5 Real-time PCR dan Kuantifikasinya
Pada awalnya analisis PCR menggunakan teknik gel elektroforesis untuk
memvisualisasikan fragmen DNA hasil amplifikasi (amplikon), teknik ini disebut
juga sebagai PCR konvensional. Selanjutnya pada beberapa dekade terakhir telah
dikembangkan teknologi RT-PCR yang mana dapat dilakukan analisis terhadap
amplikon saat reaksi sedang berlangsung. Teknik ini disebut juga sebagai
quantitative PCR (qPCR) karena memungkinkan untuk melakukan kuantifikasi
terhadap amplikon yang dihasilkan (Shafique, 2012; VanGuilder dkk., 2008).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dalam RT-PCR, penanda fluoresen berfungsi sebagai detektor. Visualisasi
dari sinyal fluoresen tersebut selama proses PCR berlangsung akan membentuk
sebuah plot amplifikasi. Plot tersebut menggambarkan jumlah amplikon seiring
bertambahnya siklus dalam PCR, yang mana secara umum terbagi menjadi tiga
fase. Fase pertama disebut sebagai fase eksponensial yang mana jumlah substrat
melimpah dan produk yang dihasilkan masih sedikit. Pada fase ini terjadi
penambahan jumlah produk yang dihasilkan masih sedikit. Pada fase ini terjadi
penambahan jumlah produk secara eksponensial dan efisiensi reaksi mencapai
100%. Pada fase kedua, yaitu fase linier, akumulasi produk semakin bertambah
namun efisiensinya semakin berkurang dan jumlah reagen mulai terbatas sampai
pada akhirnya memasuki fase ketiga, yaitu fase mendatar yang mana
pembentukan produk mulai terhenti dikarenakan jumlah reagen yang habis
dan/atau aktivitas enzim yang menurun (VanGuilder dkk., 2008).
Gambar 2.6 Tiga fase utama pada proses PCR (Lukianto, 2010)
RT-PCR memiliki prinsip kerja yang sama dengan PCR konvensional,
hanya pada RT-PCR digunakan penanda (probe) flouresen yang dapat
berinteraksi dengan produk amplikon selama proses berlangsung sehingga
memungkinkan pengukuran secara kinetik dari akumulasi amplikon (Shafique,
2012).
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa sistem penanda flouresen yang ada saat ini dapat dibagi menjadi
tiga kategori berdasarkan mekanisme sinyal fluoresen yang dihasilkan, (1)
penanda berbasis reaksi hidrolisis, contohnya TaqMan® (Applied Biosystems,
USA); (2) penanda berbasis hibridisasi dengan produk amplikon, misalnya
LightCycler® (Roche), LUX ®(Invitrogen, USA), dan Molecular Beacons; (3)
pewarna interkalasi contohnya SYBR Green (VanGuilder dkk., 2008).
Semua metode kuantifikasi PCR didasarkan pada kurva amplifikasi yang
mana sinyal flouresensi dan kenaikannya pada tiap siklus diplotkan terhadap
jumlah siklus. Pada kurva tersebut saat fase eksponensial, jumlah amplikon
berbanding lurus dengan jumlah awal DNA target (template). Dari fase
eksponensial tersebut digunakan istilah Ct (threshold cycle) yang merupakan
jumlah siklus saat tercapai akumulasi sinyal flouresen yang secara signifikan lebih
tinggi dari pada sinyal baseline atau background (Heid dkk., 1996). Dalam
prakteknya, nilai Ct ditentukan dari garis threshold. Nilai Ct adalah jumlah siklus
saat sinyal flouresen memotong threshold. Threshold sendiri merefleksikan
kenaikan sinyal yang signifikan dari sinyal baseline. Biasanya, perangkat lunak
instrumen RT-PCR secara otomatis memberikan threshold sebagai nilai 10 kali
nilai standar deviasi dari nilai sinyal baseline. Namun posisi dari threshold dapat
ditetapkan pada titik manapun pada fase eksponensial (Anonim, 2014a).
Nilai Ct proporsional terhadap jumlah awal DNA target (template). Ketika
konsentrasi template lebih besar maka sinyalnya akan memotong threshold lebih
awal (Ct lebih kecil), sehingga dari data Ct seri pengenceran template dapat dibuat
suatu kurva baku dengan meregresikan nilai seri log konsentrasi template (sumbu
x) versus nilai Ct (sumbu y) pada masing-masing konsentrasi tersebut sehingga
dihasilkan suatu garis linier (Anonim, 2014a); Smith dan Osborn, 2009). Dari
kurva baku tersebut kemudian dapat ditentukan berbagai parameter amplifikasi
diantaranya adalah kemiringan (slope), efisiensi amplifikasi (E) dan koefisien
regresi linier (r2) (Smith dan Osborn, 2009). Nilai efisiensi amplifikasi
menunjukkan kedekatan perolehan amplikon dengan jumlah amplikon teoritis
yang seharusnya dicapai menurut prinsip penggandaan dalam PCR (Pelt-Verkuil
dkk., 2008). Nilai efisiensi dapat ditentukan melalui persamaan berikut :
E= 10 (-1/slope) -1
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Idealnya, efisiensi suatu PCR sebesar 100% (slope = -3,32), yang berarti
bahwa template menggandakan diri pada setiap akhir siklus selama fase
eksponensial. Nilai efisiensi aktual dapat memberikan informasi yang penting dari
reaksi. Faktor eksperimental seperti panjang amplikon, struktur sekunder, GC
content dari produk amplikon dapat mempengaruhi efisiensi. Nilai efisiensi reaksi
yang rendah dapat disebabkan oleh perancangan primer yang kurang bagus,
dinamika dari reaksi itu sendiri, penggunaan reagen dengan konsentrasi yang
tidak optimal serta kualitas enzim yang rendah. Nilai efisiensi yang lebih dari
100% dapat disebabkan oleh kesalahan pemipetan dalam atau amplifikasi dari
produk non-spesifik seperti primer dimer (Anonim, 2014a, 2006a). Sebaiknya
nilai efisiensi amplifikasi mendekati 100% yang berarti nilai slope-nya berada
pada rentang -2,9 hingga -3,3 (Anonim, 2010).
Data kurva leleh juga didapatkan dalam RT-PCR. Kurva leleh diperoleh dari
pengamatan perubahan fluoresensi ketika DNA untai ganda dengan molekul
warna yang terikat berdisosiasi, atau meleleh menjadi DNA untai tunggal seiring
dengan kenaikan suhu pada saat reaksi. Ketika DNA untai ganda yang berikatan
dengan suatu pewarna interkalasi dipanaskan, penurunan fluoresensi secara tiba-
tiba terdeteksi ketika suhu mencapai titik leleh (Tm), karena terjadinya disosiasi
dari DNA untai ganda dan pelepasan pewarna. Kurva leleh diperoleh dengan
memplotkan sinyal fluoresensi versus suhu. Analisis kurva leleh pada setelah
amplifikasi adalah cara yang praktis dan cepat untuk memeriksa adanya primer-
dimer pada reaksi PCR, serta digunakan untuk memastikan spesifitas reaksi.
Karakterisasi produk PCR dengan menggunakan analisis kurva leleh dapat
mengurangi pemakaian waktu, karena tidak lagi diperlukan prosedur
elektroforesis gel (Anonim, 2014a).
2.6 Perancangan Primer
Perancangan primer dalam analisis PCR merupakan tahap yang sangat
krusial dalam menentukan kesuksesan dari reaksi PCR, terlebih lagi jika analisis
dilakukan dengan menggunakan metode RT-PCR dengan penanda non-spesifik
seperti UPL (Universal Probe Library). Analisis UPL membutuhkan primer yang
spesifik dan berbagai optimasi terhadap primer untuk memastikan spesifisitas dari
reaksi PCR (Borah, 2011; Handoyo dan Rudiretna, 2000; Smith dan Osborn,
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2009). Primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan
diamplifikasi sekaligus menyediakan gugus hidroksi(-OH) pada ujung 3’ yang
mana DNA polimerase dapat menambahkan building block DNA (dNTP) yang
diperlukan untuk proses perpanjangan (Handoyo dan Rudiretna, 2000; Joshi dan
Deshpande, 2010).
Pada Proses perancangan primer diperlukan informasi mengenai sekuen
DNA terutama sekuen target yang ingin diamplifikasi (Clark, 2005). Bank
database genom berbagai spesies salah satunya terdapat di laman National Center
for Biotechnology Information (NCBI) dan dapat digunakan sebagai acuan dalam
merancang suatu primer. Laman NCBI juga menyediakan fasilitas Primer-Basic
Local Alignment Search Tool (Primer-BLAST) yang dapat digunakan untuk
merancang primer yang spesifik secara in-siliko (Wardani, 2015).
Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam perancangan
primer adalah sebagai berikut (Borah, 2011; Handoyo dan Rudiretna, 2000) :
a. Panjang primer
Umumnya panjang primer berkisar antara 18-30 basa. Primer dengan
ukuran tersebut dianggap cukup panjang untuk mendapatkan spesifisitas
yang diinginkan, serta cukup pendek sehingga primer akan dengan mudah
berhibridisasi dengan sekuen target pada suhu annealing. Primer yang
terlalu pendek akan mengalami mispriming (penempelan primer ditempat
lain yang tidak diinginkan) sehingga mengurangi spesifisitasnya. Primer
yang terlalu panjang juga akan menjadi tidak ekonomis dan tidak
meningkatkan spesifisitas secara signifikan.
b. Komposisi primer
Dalam merancang suatu primer, urutan nukleotida yang sama (repeat)
perlu dihindari karena dapat menurunkan spesifisitas dengan
meningkatkan kemungkinan terjadinya mispriming. Jumlah guanin dan
sitosin (G+C) dalam primer hendaknya sebanyak 40-60%. Primer dengan
% (G+C) yang rendah diperkirakan tidak akan mampu menempel secara
efektif pada target DNA sehingga akan menurunkan efisiensi dari PCR.
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Selain itu, pada 5’ basa terakhir ujung 3’ sebaiknya mengandung
nukleotida G atau C, disebabkan adanya basa tersebut membantu primer
untuk berikatan secara spesifik dengan template.
c. Suhu leleh (Tm) dan suhu penempelan (Ta)
Suhu leleh (Tm) merupakan temperatur yang mana 50 % dari untai ganda
DNA terpisah menjadi untai tunggal. Secara teoritis Tm suatu primer dapat
ditentukan dengan rumus [2(A+T)+ 4(G+C)]. Sebaiknya Tm berkisar
antara 50-65oC. Tm mengindikasikan stabilitas hibrida sehingga juga
menentukan suhu penempelan dalam PCR. Suhu leleh yang terlalu tinggi
mengakibatkan rendahnya tingkat hibridisasi primer dengan template
sehingga menurunkan efisiensi dari reaksi PCR. Suhu leleh yang terlalu
rendah juga dapat menghasilkan produk yang tidak spesifik akibat
terjadinya mispriming.
d. Interaksi primer-primer
Interaksi primer-primer seperti self-homology (terbentuknya hairpin) dan
cross-homology harus dihindari, demikian juga dengan terjadinya
mispriming pada daerah lain yang tidak dikehendaki. Untuk
memastikannya dapat dilakukan analisis BLAST melalui laman NCBI.
Adanya interaksi primer-primer dapat menyebabkan spesifisitas primer
menurun selain itu konsentrasi primer yang digunakan menjadi berkurang
dengan terjadinya mispriming. Keadaan tersebut akan berpengaruh pada
efisiensi proses PCR.
19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Obat dan Pangan halal,
Laboratorium Penelitian 2, Laboratorium Kimia Obat, Laboratorium Biologi, dan
Laboratorium Biokimia dan Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.1.2 Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2017 hingga Juni 2017.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Mesin RT-PCR (Light Cycler® 480-Roche), multiwell plate 96 (Roche),
sealing foil (Roche), mikropipet 0,5-10 µl (Biorad), mikropipet 20-200 µl
(Biorad), mikropipet 100-1000 µl (Biorad), microtips volume 10 µl, 200 µl dan
1000 µl (Genfollower), spektrofotometer UV DNA (DeNovix®), sentifugator
(5417R- Eppendorf), vortex, microsentrifuge tube volume 1,5 ml (Biogenix),
digital waterbath (SB-100 Eyela), autoklaf, alluminium foil, gelas beaker (Pyrex),
pisau steril, blender, hair dryer, sterofoam, dan timbangan analitik.
3.2.2 Bahan
Daging sapi segar, daging kambing segar, satu set kit komersial High Pure
Template Preparation Promega® (meliputi : Nuclei Lysis Buffer, RNAse Solution,
Protein Precipitation Solution, dan DNA Rehidration), probe master (dNTP mix,
enzim FastStart Taq DNA Polimerase, dan 6,4 mM MgCl2), aquabidest, etanol
70%, isopropanol, primer-probe kambing, dan primer-probe sapi ( Tabel 3.1).
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1 Urutan basa primer 12S DNA mitokondria dan UPL 83 kambingdan sapi (Roche® ) yang digunakan
Nama Primer Runutan Basa
Kambing Forward 5’-CGCCGTATTCCTGTTAGCTT-3’Reverse 5’-ACCAGGGTTGGTAAATCTCGT-3’UPL 5’-(FAM)-CAGCCACC-3’
Sapi Forward 5’-TGAGGGGGTGTGTTGAGTG-3’Reverse 5’-TACTATTCGCACCCGACCTC-3’UPL 5’-(FAM)-GACCCAGA-3’
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Ekstraksi dan Isolasi DNA
Proses ekstraksi dan isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan kit
komersial High Pure PCR Template Preparation (Promega®).
1. Preparasi Sampel (Promega®, 2012)
Daging sapi segar dan daging kambing segar dicincang menggunakan
pisau steril. Setelah daging cukup hancur dihaluskan kembali
menggunakan blender sampai daging benar-benar halus. Sebanyak 20 mg
masing-masing daging dimasukkan ke dalam microsentrifuge tube.
Kemudian ke dalam tube tersebut masing-masing ditambahkan 600 µl
Nuclei Lysis Buffer. Campuran di vortex selama 1 menit kemudian di
inkubasi dalam digital waterbath pada suhu 65oC selama 15-30 menit.
Larutan yang diperoleh kemudian digunakan untuk tahap isolasi DNA.
2. Proses Ekstraksi dan Isolasi DNA (Promega®, 2012)
Larutan daging sapi dan daging kambing yang telah di inkubasi,
masing-masing ditambahkan 3 µl RNase solution. Campuran di vortex
selama 10 detik dan di inkubasi kembali dalam digital waterbath pada
suhu 37oC selama 30 menit. Kemudian didinginkan pada suhu ruang
(25oC). Campuran ditambahkan 200 µl protein precipitation solution.
Campuran divortex dan didinginkan dalam es salju selama 5 menit.
Setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 13.000-16.000 x g selama 4
menit.
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Supernatan dipisahkan kemudian dimasukkan ke dalam microtube
yang berisi 600 µl isopropanol, campur dengan membolak-balik
microtube. Setelah itu sentrifugasi dengan kecepatan 13.000-16.000 x g
selama 1 menit. Supernatan di buang dan di tambahkan 600 µl etanol 70%,
vortex dan sentrifugasi kembali. Supernatan di buang dan pellet yang
terbentuk dikeringkan menggunakan hair dryer kemudian tambahkan 100
µl DNA Rehydration Solution kemudian diinkubasi pada suhu 65oC
selama 1 jam atau pada suhu 4oC selama 1 malam (overnight). DNA yang
telah di purifikasi di simpan pada suhu 2-8 oC.
3.3.2 Pengukuran Kemurnian dan Kuantitas DNA
Kemurnian dan kuantitas DNA di ukur dengan menggunakan
spektrofotometer UV-DNA (DeNovix ®). Proses pengukuran mengikuti
protokol dari (DeNovix®) dengan cara pada layar spektrofotometer UV DNA
(DeNovix®) dipilih Nucleat Acid. Selanjutnya, sample port dibersihkan
menggunakan tissue steril. Kemudian sample port di teteskan aquabides 1 µl
sebagai blanko (tekan tombol blank). Sebanyak 1 µl isolat DNA dari masing-
masing sampel (daging sapi, dan daging kambing) diteteskan ke bagian sample
port untuk di ukur kemurnian dan kuantitas DNA dengan menekan tombol
measure. Tunggu beberapa detik akan muncul data kemurnian dan kuantitas
DNA.
3.3.3 Uji Spesifisitas Primer dan Probe dengan Database NCBI
Uji spesifisitas primer dan probe dilakukan dengan melakukan BLAST
melalui database NCBI. Pada halamam “BLAST”, dipilih menu “nucleotide
blast”. Kemudian pada kolom “Enter Query Sequence” dimasukkan urutan basa
primer yang akan diuji. Tombol “BLAST” kemudian diklik. Data hasil
pengujian berupa daftar spesies yang memiliki kemiripan 99-100% dengan
urutan basa primer yang diuji (NCBI).
3.3.4 Amplifikasi DNA dengan metode Real-Time PCR (Roche®,2006)
3.3.4.1 Pembuatan Primer 50 µM dari Larutan Induk 100 µM
Larutan induk primer dengan konsentrasi 100 µM dibuat dan dimasukkan
ke dalam tube. Kemudian larutan primer tersebut di encerkan menjadi 50 µM
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan mengambil 50 µM larutan primer dan menambahkan aquabidest 50 µl
kemudian di simpan dalam tube lainnya. Larutan dihomogenkan dengan menaik-
turunkan pegas pada mikropipet.
3.3.4.2 Pembuatan Primer 5 µM dari Larutan Induk 50 µM
Primer diencerkan kembali menggunakan aquabidest menjadi 5 µM.
Diambil 3 µl larutan induk primer 50 µM lalu ditambahkan aquabidest 27 µl lalu
homogenkan dengan menaik-turunkan pegas pada mikropipet.
3.3.4.3 Pembuatan Universal ProbeLybrary Mastermix
Master mix dibuat dengan volume total 20 µl yang terdiri dari 5 µl DNA
template, 3.8 µl Aquabidest, 0.4 µl primer forward konsentrasi 5 µM, 0.4 µl
primer reverse konsentrasi 5 µM, 0,4 µl probe konsentrasi 10 µM dan 10 µl
LyghtCycler®480 probe master (enzim Taq DNA Polymerase, dNTP mix, dan 6.4
mM MgCl2).
3.3.4.4 Loading Sampel dan UPL Mastermix
Sebanyak 5 µl DNA template dan 15 µl master mix dimasukkan ke
dalam multiwell plate pada well yang diinginkan dan ditutup dengan sealing foil.
Dilakukan proses pengaturan program LightCycler® 480 Real-Time PCR yang
akan digunakan untuk proses amplifikasi. Setelah campuran reaksi total PCR dan
program amplifikasi telah siap, campuran reaksi total PCR kemudian diletakkan
pada mesin RT-PCR. Instrumen RT-PCR akan mengamplifikasi DNA secara
otomatis dan langsung memberikan hasil amplifikasi melalui monitor dalam
bentuk kurva.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.2 Pengaturan program amplifikasi RT-PCR
Analisis dengan Primer-probe KambingJumlah Siklus Suhu (oC) Waktu
Pre-incubation 1 95 10 menitAmplification 45 95
6072
10 detik30 detik1 detik
Cooling 1 40 30 detik
Analisis dengan Primer-probe SapiJumlah Siklus Suhu (oC) Waktu
Pre-incubation 1 95 10 menitAmplification 45 95
6072
10 detik30 detik1 detik
Cooling 1 40 30 detik
24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, dilakukan uji spesifisitas primer kambing terhadap DNA
daging sapi dengan menggunakan metode RT-PCR. Spesifisitas primer dilihat
melalui hasil kurva amplifikasi dan nilai CP (crossing point) yang muncul. Dari
hasil kurva amplifikasi dilihat apakah primer kambing dapat mengamplifikasi
DNA kambing secara spesifik atau tidak. Hasil analisis didapat melalui beberapa
tahap diantaranya isolasi DNA, pengukuran kemurnian dan kuantifikasi DNA
hasil isolasi, amplifikasi DNA dan analisis hasil amplifikasi.
4.1 Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan terhadap daging sapi dan daging kambing. Metode
isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan Wizard Genomic DNA Purification
Kit Promega®. Prinsip-prinsip dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu
sentrifugasi dan presipitasi. Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan
substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan cara memberikan gaya
sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan
substansi yang lebih ringan akan terletak di atas. Teknik sentrifugasi tersebut
dilakukan di dalam sebuah mesin sentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi,
contohnya 2500 rpm (rotasi per menit) atau 3000 rpm (Kimball 2005:4; Lewiston
2002:1-3).
Isolasi DNA dalam jaringan hewan secara umum memiliki beberapa tahap
diantaranya preparasi jaringan hewan, pelisisan sel, degradasi RNA, presipitasi
dan purifikasi dan rehidrasi DNA. Sebelum masuk ke dalam tahap isolasi,
dilakukan preparasi jaringan hewan dengan cara menghaluskan daging kambing
dan daging sapi menggunakan pisau steril dan blender. Hal ini bertujuan untuk
merusak dinding sel secara mekanik sehingga DNA dapat keluar dari dalam sel.
Tahap kedua adalah pelisisan membran sel dan nukleus secara kimia yang
dilakukan dengan menambahkan Nuclei Lysis Solution (NLS).
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
NLS adalah senyawa yang mengandung detergen seperti etilendiamin tetra asetat
(EDTA) atau sodium dodesil sulfat (SDS). EDTA berperan dalam
mempertahankan integritas DNA hasil isolasi dengan cara mengikat ion
magnesium yang merupakan kofaktor esensial bagi enzim nuklease yang mampu
mendegradasi DNA sedangkan SDS merupakan detergen yang dapat merusak
integritas membran sel dengan cara mengikat lipid yang terdapat pada membran
sel sehingga struktur membran akan rusak dan melisiskan isi sel. (Izzah, 2014;
Yagi et.al 1996). NLS dapat berperan sebagai pengganti senyawa kimia yang
mampu merusak dinding dan membran sel. NLS digunakan untuk melisiskan
membran sel dan nukleus dengan mengganggu ikatan kimia membran sel
(Nurfadila, 2015). Daging kambing dan daging sapi yang telah ditambahkan NLS
dihomogenkan selama 10 detik lalu diinkubasi pada suhu 65oC selama 30 menit.
Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan proses pelisisan membran sel dan
nukleus.
Tahap ketiga yaitu penambahan RNAse solution. RNAse merupakan enzim
yang dapat mendegradasi RNA. Penambahan RNAse berfungsi untuk
menghancurkan RNA sehingga DNA dapat diisolasi secara utuh. Suhu inkubasi
yang digunakan setelah RNAse ditambahkan yaitu selama 30 menit pada suhu 37oC.
Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan proses pendegradasian RNA oleh RNAse
(Nurfadila, 2015). Setelah degradasi RNA, tahap keempat dilakukan penambahan
protein precipitation solution (PPS) untuk membersihkan debris protein. Peran
dari PPS untuk mengendapkan protein agar DNA yang akan diekstraksi tidak
terkontaminasi oleh protein-protein sel. Proses pembersihan debris protein dapat
dimaksimalkan dengan menginkubasi on-ice selama 5 menit lalu disentrifugasi
pada 13.000 x gravitasi selama 4 menit. DNA dipisahkan dari debris jaringan dan
protein dengan sentrifugasi dengan landasan bahwa debris sel dan protein dengan
molekul lebih besar akan mengendap (Angelin, 2009). PPS dapat mengendapkan
protein dengan cara menurunkan kelarutan protein. Kandungan yang terdapat
didalam PPS biasanya terdiri dari garam netral seperti amonium sulfat, pelarut
organik seperti etanol atau aseton, dan zat pengendap lainnya seperti asam
trikloroasetat (Ngili, 2013).
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahap kelima dilakukan penambahan isopropanol pada supernatan yang
telah dipisahkan dari debris sel dan protein. Penambahan isopropanol ini
bertujuan untuk melarutkan lemak, garam alkohol dan mengendapkan DNA.
Menurut Angelin (2009) presipitasi DNA dengan alkohol dapat dilakukan dengan
menggunakan alkohol absolut atau isopropanol. Kedua alkohol tersebut memiliki
sifat berbeda, yaitu: (1) Etanol lebih volatil dibandingkan dengan isopropanol
sehingga pelet dapat di keringudarakan tanpa vakum, (2) Etanol lebih efektif
dibandingkan dengan isopropanol dalam melarutkan garam sehingga garam tidak
tertinggal pada pelet DNA, (3) Etanol membutuhkan 2.5 kali volume total
suspensi DNA untuk dapat mempresipitasi DNA, sedangkan isopropanol cukup
dengan 1 kali volume total, dan (4) Akibat kepolarannya, etanol lebih lama
mengendapkan DNA dibandingkan dengan isopropanol.
Setelah DNA mengendap, supernatan kemudian dibuang dan ditambahkan
etanol 70%. Etanol 70% akan melarutkan garam NH3+ yang masih terdapat pada
isolat DNA, tanpa melarutkan asam nukleat (Angelin, 2009). Sentrifugasi
dilakukan kembali untuk mengendapkan DNA. DNA yang telah murni lalu
ditambahkan DNA rehydration solution untuk melarutkan DNA. DNA yang telah
ditambahkan DNA rehydration solution diinkubasi pada suhu 65oC selama 1 jam
yang bertujuan untuk mempercepat proses pelarutan DNA kemudian disimpan
pada suhu 4oC.
4.2 Hasil Analisis Isolat DNA dengan Spektrofotometri UV
Isolat DNA yang diperoleh dari proses isolasi DNA, dilakukan pengukuran
konsentrasi dan kemurnian dengan menggunakan spektrofotometri DNA
(DeNovix®). Pengukuran isolat dilakukan pada panjang gelombang 260 nm dan
280 nm, sedangkan tingkat kemurnian DNA dapat ditentukan dengan cara
menghitung rasio antara nilai A260 dan A280 (Muladno, 2010). DNA murni dapat
menyerap sinar ultraviolet karena keberadaan basa-basa purin dan pirimidin. Pita
ganda DNA dapat menyerap cahaya UV pada panjang gelombang 260 nm
sedangkan kontaminan protein akan menyerap cahaya pada panjang gelombang
280nm (Fatchiyah dkk, 2011).
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil pengukuran terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.1 Konsentrasi dan kemurnian isolat DNA
No Sampel Konsentrasi Kemurnian (A260/280)
1 DNA DagingKambing
22.529 ng/µl 1,70
6.296 ng/µl 1,98
2 DNA Daging Sapi50.772 ng/µl 1,7912.452 ng/µl 1,87
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi isolat DNA yang terlihat pada
tabel 4.1, konsentrasi DNA tertinggi terdapat pada DNA daging sapi yaitu sebesar
50.772 ng/µl, sedangkan konsentrasi DNA terendah terdapat pada DNA daging
kambing yaitu sebesar 6.296 ng/µl. Meskipun konsentrasi DNA daging kambing
rendah, namun masih dapat dipakai untuk tahap amplifikasi DNA menggunakan
RT-PCR karena batas konsentrasi minimal isolat DNA untuk RT-PCR adalah 0.1-
500 ng (Roche). Perbedaan konsentrasi DNA yang dihasilkan dapat disebabkan
oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah jumlah
sampel. Bobot sampel yang terlalu besar akan mempersulit proses penghancuran
sampel di dalam tabung effendorf, sedangkan jika bobot sampel yang digunakan
terlalu sedikit maka akan sedikit pula konsentrasi DNA yang dihasilkan
(Aryahiyyah, 2014). Kondisi daging dan tingkat kehalusannya juga dapat
mempengaruhi konsentrasi DNA yang dihasilkan. Hilangnya DNA saat
pemindahan serial juga dapat menyebabkan rendahnya konsentrasi DNA yang
dihasilkan (Fatchiyah dkk, 2011).
Pengukuran kemurnian isolat DNA menunjukkan bahwa DNA daging sapi
dan daging kambing hasil isolasi kedua memiliki nilai kemurnian berkisar antara
1.8-2.0, sedangkan DNA daging sapi dan daging kambing hasil isolasi pertama
memiliki nilai kemurnian dibawah 1.8-2.0. Nilai rasio yang lebih rendah dari 1.8
menunjukkan adanya kontaminasi protein sedangkan nilai rasio melebihi 2.0
menunjukkan adanya kontaminasi RNA (Teare et al, 1997). Kemurnian DNA
daging sapi dan daging kambing hasil isolasi pertama masih berada dibawah 1.8
yang menunjukkan kemungkinan adanya kontaminasi protein. Hal ini dapat
disebabkan oleh proses presipitasi protein yang kurang optimal. Ketelitian dalam
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengambilan supernatan yang mengandung DNA sangat diperlukan untuk
mendapatkan isolat DNA yang murni.
4.3 Hasil Uji Spesifisitas Primer dan Probe dengan Database NCBI
Runutan basa primer dan probe yang diperoleh dari hasil rancangan yang
dilakukan oleh pihak Roche®, dianalisa secara in silico dengan cara BLAST
berdasarkan informasi database NCBI melalui internet. Tujuan dari proses ini
adalah untuk mengetahui apakah primer dan probe yang digunakan merupakan
primer-probe spesifik yang hanya mengamplifikasi satu jenis spesies. Hasil
rancangan primer yang dilakukan oleh Roche® mempunyai urutan basa sebagai
berikut :
Tabel 4.2 Urutan primer 12S DNA mitokondria kambing dan sapi hasilrancangan Roche®
Nama Primer Runutan Basa
Kambing Forward 5’-CGCCGTATTCCTGTTAGCTT-3’Reverse 5’-ACCAGGGTTGGTAAATCTCGT-3’UPL 5’-(FAM)-CAGCCACC-3’
Sapi Forward 5’-TGAGGGGGTGTGTTGAGTG-3’Reverse 5’-TACTATTCGCACCCGACCTC-3’UPL 5’-(FAM)-GACCCAGA-3’
Hasil BLAST dari database NCBI, primer forward kambing, primer reverse
kambing, dan probe kambing menunjukkan bahwa primer-probe yang digunakan
spesifik untuk DNA kambing dengan nilai maksimum identitas 100%. Dari uji
spesifisitas ini tidak terdapat kemiripan dengan sapi. DNA target yang akan
diamplifikasi adalah DNA mitokondria region 12S. Analisis dengan target DNA
mitokondria dinilai lebih menguntungkan karena DNA mitokondria tersedia
dalam jumlah hingga ratusan ribu kopi pada tiap sel, sehingga dapat digunakan
untuk analisis dengan jumlah sampel sangat terbatas serta dapat memberikan
kemungkinan yang lebih besar untuk mendapatkan hasil pengujian yang positif
bahkan saat DNA telah terfragmentasi akibat dari proses pengolahan (Bellagamba
dkk., 2001; Randi, 2009).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.1 Hasil Uji spesifisitas primer kambing dengan BLAST melaluidatabase NCBI
Hasil BLAST dari database NCBI pada primer-probe sapi juga
menunjukkan bahwa primer-probe sapi yang digunakan spesifik untuk DNA sapi
dengan nilai maksimum identitas 100%. Dari uji spesifisitas ini tidak terdapat
kemiripan dengan kambing. DNA target yang akan diamplifikasi adalah DNA
mitokondria region sitokrom b (cyt b).
Gambar 4.2 Hasil Uji spesifisitas primer sapi dengan BLAST melaluidatabase NCBI
4.5 Amplifikasi DNA Daging Kambing Menggunakan RT-PCR
Amplifikasi DNA daging kambing dilakukan dengan menggunakan primer
kambing. Penggunaan primer kambing digunakan untuk mengkonfirmasi bahwa
primer kambing tersebut hanya bisa mengamplifikasi DNA kambing. Konsentrasi
primer pada PCR yang dianjurkan berkisar antara 0,1- 0,5 µM. Pada penelitian ini
digunakan konsentrasi primer yang rendah yaitu 0,1 µM. Konsentrasi primer yang
tinggi (≥ 0,5 µM) dapat meningkatkan kesalahan penempelan primer pada DNA
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
cetakan, sehingga menyebabkan penumpukan primer yang tidak spesifik. Namun,
penggunaan konsentrasi primer yang terlalu rendah akan memberikan hasil
amplifikasi yang tidak jelas (Vesti, 2017). Program amplifikasi yang digunakan
pada RT-PCR dipilih berdasarkan penanda yang digunakan. Penelitian ini
menggunakan UPL sebagai penanda pada reaksi RT-PCR sehingga program yang
digunakan dapat di lihat pada tabel 4.3 di bawah ini:
Analisis kurva amplifikasi dilihat dari kenaikan kurva dan nilai CP
(crossing point) pada kurva amplifikasi. Cp adalah jumlah siklus dimana sampel
mulai terbaca diatas arbitraty fluorescence level (AFL) yang menunjukkan awal
mulainya fase pertumbuhan eksponensial. Oleh karena itu, semakin rendah nilai
CP maka semakin tinggi konsentrasi DNA target. Tm adalah suhu dimana 50%
bagian dari DNA telah terbuka menjadi untai tunggal. Nilai Tm tergantung dari
jumlah basa A, G, T dan C. Primer yang akan menghasilkan satu puncak Tm pada
DNA target (Sambrook et al, 2001; Izzah, 2014).
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4.1 Hasil Amplifikasi DNA Daging Kambing, Daging Sapi, dan NTC
Menggunakan Primer Kambing
Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan primer kambing.
Amplifikasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah primer kambing yang
digunakan spesifik atau tidak terhadap daging kambing. Kurva amplifikasi DNA
daging kambing, daging sapi, dan NTC menggunakan primer kambing dapat
dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 4.3 Kurva amplifikasi daging kambing, daging sapi, dan NTCmenggunakan primer kambing (isolat pertama)
Keterangan : PKK = Primer Kambing, DNA Kambing; PKS = Primer Kambing, DNA Sapi; NTCPS = No Template Control Primer Kambing
Pada gambar 4.3, nilai CP hasil amplifikasi DNA daging kambing 12.61 dan
daging sapi 11.46, sedangkan pada NTC tidak terdapat nilai CP. Nilai CP yang
dihasilkan oleh daging kambing dan daging sapi menunjukkan telah terjadi proses
amplifikasi sedangkan pada NTC tidak terjadi proses amplifikasi.
Teramplifikasinya daging sapi menggunakan primer kambing bisa disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya terjadi primer dimer, adanya kontaminasi daging
kambing pada isolat daging sapi, kondisi PCR yang tidak optimum atau karena
primer yang digunakan tidak spesifik untuk daging kambing. Primer dimer
merupakan proses saling berikatannya primer yang teramplifikasi dan
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terkuantifikasi sehingga menghasilkan data false-positive (Pestana et al, 2010).
Terjadinya primer dimer dapat dilihat dengan teramplifikasinya NTC, namun pada
kurva yang dihasilkan tidak terjadi amplifikasi pada NTC. Faktor yang kedua
adalah adanya kemungkinan terjadi kontaminasi dan kondisi PCR yang tidak
optimum. Untuk mengkonfirmasi adanya kontaminasi dan kondisi PCR yang
tidak optimum maka dilakukan isolasi DNA kembali dan di running dengan
kondisi PCR yang sama. Kurva hasil amplifikasi DNA daging kambing (isolat
kedua), daging sapi (isolat kedua), dan NTC menggunakan primer kambing dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.4 Kurva amplifikasi daging kambing, daging sapi dan NTCmenggunakan primer kambing (isolat kedua)
Keterangan : PKK = Primer Kambing, DNA Kambing; PKS = Primer Kambing, DNA Sapi; NTCPS = No Template Control Primer Kambing
Pada gambar 4.4, DNA daging sapi masih dapat teramplifikasi
menggunakan primer kambing. Hal ini ditandai dengan dihasilkannya nilai CP
pada daging sapi yaitu 19.30, sedangkan nilai CP untuk daging kambing adalah
17.10. Meskipun sudah dilakukan isolasi DNA kembali, namun masih terdapat
produk non spesifik pada kurva amplifikasi. Berdasarkan hasil uji spesifisitas
dengan menggunakan database NCBI, primer kambing memiliki nilai similarity
sebesar 100% dengan DNA cetakan. Hal ini menunjukkan bahwa primer kambing
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tersebut spesifik. Munculnya produk non spesifik kemungkinan disebabkan oleh
kondisi PCR yang tidak sesuai untuk primer yang digunakan.
Menurut Borah (2011), analisis yang dilakukan dengan menggunakan
metode RT-PCR dengan penanda non-spesifik seperti UPL membutuhkan primer
yang spesifik dan berbagai optimasi terhadap primer tersebut untuk memastikan
spesifisitas dari reaksi PCR. Altshuter (2006) juga menyebutkan bahwa
munculnya produk non spesifik dapat dikurangi dengan optimasi kondisi running.
Salah satu tahap yang penting dalam reaksi PCR adalah tahap annealing.
Pada tahap annealing ini yang mempengaruhi keberhasilan amplifikasi adalah
suhu karena penempelan primer pada utas DNA yang terbuka memerlukan suhu
yang optimal. Jika suhu terlalu tinggi akan menyebabkan gagalnya amplifikasi
karena tidak terjadi penempelan primer sebaliknya jika suhu terlalu rendah
menyebabkan primer menempel pada sisi lain genom akibatnya DNA yang
terbentuk memiliki spesifisitas rendah, sehingga sangat penting untuk mencari
suhu annealing yang optimum bagi proses amplifikasi (Rybicky, 1996).
Pada penelitian ini, suhu annealing yang digunakan adalah 60oC, namun
suhu annealing ini tidak sesuai untuk primer kambing sehingga muncul produk
non spesifik (DNA sapi dapat teramplifikasi). Perlu dilakukan optimasi suhu
annealing menggunakan PCR konvensional untuk mengetahui kondisi yang
spesifik dan melihat besar amplikon yang terbentuk. Tujuan optimasi suhu
annealing adalah untuk mengetahui pengaruh suhu annealing terhadap
keberhasilan amplifikasi DNA sehingga didapat suhu annealing yang paling
optimum untuk mendapatkan kualitas DNA hasil PCR yang cukup banyak dengan
spesifisitas yang cukup tinggi.
Untuk mendapatkan kondisi PCR yang optimal secara umum dapat
dilakukan dengan cara memvariasikan kondisi yang digunakan pada proses PCR
tersebut.Variasi suhu annealing yang dapat digunakan dalam optimasi kondisi
PCR berkisar antara suhu 50-65oC. Menurut Sambrook dan Russel (2001:8.8),
suhu annealing yang baik berkisar antara 3-5oC dari nilai melting temperature
(Tm) primer.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan hasil uji spesifisitas menggunakan database NCBI diketahui
bahwa kedua primer yang digunakan tidak memiliki kemiripan dengan Bos taurus
dan Capra hircus namun primer forward kambing memiliki kemiripan dengan
Bos grunniens dan primer forward sapi memiliki kemiripan dengan Capra
silindricornis. Untuk mengkonfirmasi apakah kemiripan dengan spesies yang
berbeda ini berpengaruh terhadap spesifisitas primer, maka dilakukan amplifikasi
sampel menggunakan primer sapi. Kurva amplifikasi DNA daging sapi, daging
kambing dan NTC dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 4.5 Kurva amplifikasi daging sapi, daging kambing, dan NTCmenggunakan primer sapi
Keterangan : PSK = Primer Sapi, DNA Kambing; PSS = Primer Sapi, DNA Sapi; NTC PS = NoTemplate Control Primer Sapi
Pada tabel 4.5, nilai CP hasil amplifikasi DNA daging sapi adalah 22.11
sedangkan pada DNA daging kambing dan NTC tidak terdapat nilai CP. Nilai CP
yang dihasilkan oleh daging sapi menunjukkan telah terjadi proses amplifikasi
sedangkan pada daging kambing dan NTC tidak terjadi proses amplifikasi. Hal ini
menunjukkan bahwa primer sapi dapat mengamplifikasi DNA daging sapi secara
spesifik. Berdasarkan hasil amplifikasi tersebut, maka primer sapi ini dapat
digunakan untuk membedakan antara DNA daging kambing dan daging sapi.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Meskipun primer sapi memiliki kemiripan dengan Capra silindricornis,
namun primer sapi yang dipakai dapat mengamplifikasi DNA daging sapi secara
spesifik. Hal ini menunjukkan bahwa kemiripan tersebut tidak terlalu berpengaruh
terhadap spesifisitas primer.
Kondisi running RT-PCR yang digunakan pada penelitian ini berupa
denaturasi 95oC (10 detik), annealing 60oC (30 detik) dan ekstensi 72oC (1 detik)
spesifik untuk primer sapi dan tidak spesifik untuk primer kambing yang
digunakan yang memiliki suhu disosiasi (melting temperatur) sebesar 60oC untuk
primer forward dan 62oC untuk primer reverse. Untuk mengetahui suhu optimum
primer kambing perlu dilakukan optimasi suhu annealing.
36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kondisi running yang digunakan dalam penelitian yang meliputi denaturasi
95oC (10 detik), annealing 60oC (30 detik) dan ekstensi 72oC (1 detik) tidak
spesifik untuk primer kambing (Capra hircus) dengan urutan basa primer
forward 5’CGCCGTATTCCTGTTAGCTT-3’ dan basa reverse 5’-
ACCAGGGTTGGTAAATCTCGT-3’ sehingga muncul produk non spesifik.
5.2 Saran
Optimasi suhu annealing perlu dilakukan untuk mendapatkan suhu optimum
yang sesuai untuk running primer kambing dengan urutan basa primer forward
5’CGCCGTATTCCTGTTAGCTT-3’ dan basa primer reverse
5’ACCAGGGTTGGTAAATCTCGT-3’ agar diperoleh kurva amplifikasi yang
lebih baik dengan spesifisitas tinggi.
37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Altshuler ML. 2006. PCR Troubleshooting: The Essential Guide. CaisterAcademic Press. Moscow
Anderson, S., et al. 1981. Sequence and Organization of Human MitochondrialGenome. International weekly journal of science. Vol 290, 457-465. doi:10.1038/290457a0.
Anonim, 2006a. Real-Time PCR Applications Guide. Bio-Rad Laboratories Inc,USA.
Anonim, 2010. Guidelines On Performace Criteria and Validation of Methods forDetection, Identification and Quantification of Specifik DNA Sequences andSpecific Protein in Foods. Codex Alimentarus Comission,74: 1–22.
Anonim, 2014a. Real-Time PCR Handbook, Ketiga. ed. Thermo Fisher Scientific
Anonim, 2016. Waspadalah! Beredar Sate Daging Kambing DiCampur DagingAnjing.http://www.jurnalmuslim.com/2016/01/waspadalah-beredar-sate-daging-kambing-dicampur-daging-anjing.html. diakses tanggal 23 februari2017 pukul 22.00
Angelin. 2009. Studi Streptococcus Pneumoniae pada Rongga Mulut [Skripsi].Makassar (ID): Universitas Hasannudin.
Aryahiyyah, I. 2014. Verifikasi Metode Ekstraksi Fenol Kloroform untuk IsolasiDNA pada Daging dan Produk Olahan [skripsi]. Bogor (ID): InstitutPertanian Bogor.
Bellagamba, F., Moretti, V.M., Comincini, S., dan Valfre, F., 2001. Identificationof Species in Animal Feedstuffs by Polymerase Chain Reaction-RestrctionFragment Length Polymorphism Analysis of Mitochondrial DNA. Journal ofAgricultural and Food Chemistry, 49: 3775–3781.
Borah, P., 2011. Primer Designing for PCR. Science Vision, , Colloquium 11:134–136.
Burns, Malcolm J., Gavin J Nixon., Carole A Foy., Neil Harris. 2005.Standardisation of Data from Real-time Quantitative PCR Methods –Evaluation of Outliers and Comparison of Calibration Curves. BMCBiotecnology doi.10.1186/1472-6750-5-31
Campbell, A. N. J. B. Reece & L. G. Michell. 2014. Biologi. Edisi 8 jilid 1. terj.Erlangga. Jakarta
Clark,D.P.2005. Molecular Biology. Academic Press. New York: 789 hlm.
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Elrich, H.A., 1989. PCR Technology: Principles and Applications for DNAAmplification. Stockton Press, New York, USA.
Fatchiyah, Widyarti, Sri dkk., 2011. Biologi Molekuler Prinsip Dasar Analisis.Jakarta: Erlangga
Fumiere, O., M. Dubois, V. Baeten, C. von Holst, and G. Berben. 2006. EffectivePCR Detection of Animal Species in Highly Processed Animal by Productsand Compound Feeds. Anal. Bioanal. Chem. 385:1045–1054
Gaffar, Shabrani, M.Si. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul. Bandung :Universitas Padjajaran
Handoyo, D. dan Rudiretna, A., 2000. Prinsip Umum Dan PelaksanaanPolymerase Chain Reaction (Pcr).Unitas, 9: 17–29.
Hidayat, Rian. 2015. Perbandingan Metode Kit Komersial Dan SDS Untuk IsolasiDNA Babi Dan DNA Sapi Pada Simulasi Cangkang Kapsul Keras UntukDeteksi Kehalalan Menggunakan Real Time PCR (Polymerase ChainReaction). Skripsi. Program Studi Farmasi. Fakultas Kedokteran dan IlmuKesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Heid, C.A., Stevens, J., Livak, K.J., dan Williams, P.M., 1996. Real-timeQuantitative PCR.Genome Research, 6: 986–994.
Izzah, A. N. 2014. Perbandingan antara Metode SYBR Green dan MetodeHydrolisis Probe dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan DNA Babi denganmenggunakan Real-Time PCR. Skripsi. Program Studi Farmasi. FakultasKedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jain, Shally. 2004, Use Of Cytochrome B Gene Variability In Detecting MeatSpecies By Multiplex PCR Assay, Department Of Veterinary Public Health,College Of Veterinary Science & Animal Husbandry, Anand AgriculturalUniversity, Anand.
Joshi, M. dan Deshpande, J.D., 2010. Polymerase Chain Reaction: Methods,Principles, and Application. International Journal of Biomedical Research,1: 81–97.
Karp, Gerald. 2009. Cell and Molecular Biology Concept and Experiment 6thedition.New York : John Willey & Sons, Inc.
Kimball. J.W. 2005. Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta. Erlangga.
Lewiston, R. 2002. Human genetics: Concepts and Applications. The McGraw-Hills Company, Inc., Boston: xviii + 454 hlm.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Marlina, Mutalib, S.A., Islami, S.N., Sari, H.K., dan Fitria, A., 2013.Pengembangan Metode PCR dan Southern Hybridization untuk Deteksi GenBabi pada Cangkang Kapsul. Dipresentasikan pada Prosiding SeminarPerkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III, Padang, Indonesia.
Muladno, 2010. Teknologi Rekayasa Genetik Edisi Kedua. Bogor : IPB Press
Ngili, Yohanis. 2013. Biokimia Dasar. Bandung: Rekayasa Sains
Nurfadila, Mifa. 2015. Isolasi DNA Stomatopoda Sp dan DrosophilaMelanogaster. Blokspot.co.id
Panggabean, Syaiful Rahmad. 2012. Prinsip Kehalalan dan Keharaman PanganDalam Islam. http://10262198.siap-sekolah.com/2012/01/03/prinsip-kehalalan-dan-keharaman pangan-dalam-islam/#WOJrKSc-Ywg/. diakses 2April 2017 pukul 22:46
Pratami, Dienar Fitri. 2011. Analisis Cemaran Daging Babi Pada Produk BurgerSapi yang Beredar Di Wilayah Ciputat Melalui Amplifikasi DNAmenggunakan Real-Time PCR. Skripsi.Program Studi Farmasi, FakultasKedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pelt-Verkuil, E. van, Belkum, A. van, dan Hays, J.P., 2008. Principles andTechnical Aspects of PCR Amplification. Springer Science & BusinessMedia.
Pestana EA, Belak S, Diallo A, Crowther JR, Viljoen GJ. 2010. Early, Rapid, andSensitive Veterinary Molecular Diagnostics Real-Time PCR Application.Springer. Dordrecht
Promega. 2007. Technical Manual Maxwell® 16 Instrument Operating Manual.http://www.promega.com. diakses pada 06 April 2017 pukul 18.08
Promega. 2012. Wizard Genomic DNA Purification Kit. Promega Corp, USA:21 hlm
Randi, E., 2009. Mitochondrial DNA, dalam: Molecular Methods in Ecology.John Wiley & Sons, Oxford, hal. 136.
Rybicky,E.P. 1996. PCR Primer Design and Reaction Optimisation. In MoleculerBiology Techniques Manual. Ed. V.E. Coyne, M.D. James,S.J. Reid &E.P.Rybicki.Dept.Of Microbiology.Univ. Cape Town
Robert W, Carter. 2007. Mitochondrial Diversity within Modern HumanPopulations. Nucleic Acids Research. Vol.35.No 9.3039-3045.
Rudin, N. dan Inman, K., 2001. An Introduction to Forensic DNA Analysis,Second Edition. CRC Press.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Roche diagnostics GmbH. 2006. PCR Application Manual. Mannheim,Germany: 340 hlm
Saiyed. Z.M., C.N. Ramchand. 2007. Extraction of Genomic DNA UsingMagnetic Nanoparticle (Fe3O4) as Solid-Phase Support. American Journalof Infectious Disease 3 (4): 225-229, 2007
Sambrook, J., E.F. Fritsch dan T. Manuatis.2001. Molecular Cloning, ALaboratory Manual. Edisi ketiga. New York: Cold Spring HarbourLab.Press
Shabani, H., Mehdizadeh, M., Mousavi, S.M., Dezfouli, E.A., Solgi, T.,Khodaverdi, M., dkk., 2015. Halal Authenticity of Gelatin using SpeciesSpecific PCR. Food Chemistry, 184: 203–206.
Shafique, S., 2012. Polymerase Chain Reaction. Lap Lambert AcademicPublishing
Sinden, R.R., 1994. DNA Structure and Function. Gulf Professional Publishing.
Smith, C.J. dan Osborn, A.M., 2009. Advantages and Limitations of QuantitativePCR (Q-PCR)-based Approaches in Microbial Ecology. FEMSMicrobiology Ecology, 67: 6–20.
Sumadi,Mariati.2007. Biologi Sel. Yogyakarta: Graha ilmu
Teare, J.M., R. Islam., R. Flanagan., S. Gallagher., M.G Davies., C. Grabau.(1997). Measurement of Nucleic Acid Concentrations Using the DNAQuantTM and the GeneQuantTM. BioTechniques 22 : 1170 – 1174.
Tommy, Deniawan., 2014. Kombinasi Daging Rubah, Tikus, dan Musang MenjelmaMenjadi Daging “Kambing”. http://joglosemar.co/2014/12/kombinasi-daging-rubah-tikus-dan-musang-menjelma-menjadi-daging-kambing.html. Diaksestanggal 23 februari 2017 pukul 22.00
VanGuilder, H., Vrana, K.E., dan Freeman, W.M., 2008. Twenty-five Years ofQuantitative PCR for Gene Expression Analysis: A Review. BioTechniques,44: 619–626.
Vesti, AT., 2017. Analisis Cemaran Daging Babi Pada Produk Sosis Sapi YangBeredar Di Wilayah Bumi Serpong Damai Menggunakan Metode Real TimePolymerase Chain Reaction (RT-PCR). Skripsi. Program Studi Farmasi.Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Wallace, D.C., 1992. Diseases of the Mitochondrial DNA. Annu Rev Biochem 61:1175-1212
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Wallace, D.C., 1997. Diseases of the Mitochondrial DNA. Annu Rev Biochem 61:1532-1678
Wardani, H.S., 2015. Analisis DNA Babi dalam Cangkang Kapsul MenggunakanPrimer D-Loop DNA Mitokondria Babi dengan Metode Real TimePolymerase Chain Reaction, Tesis. Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.
Widowati, Esti., 2013. Desain Primer Sitokrom B (Cyt B) Sebagai Salah SatuKomponen PCR (Polymerase Chain Reaction)Untuk Deteksi DNA Babi.Lembaga Penelitian. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.Yogyakarta
Yagi, K., Tsuruta, H., kanda, K. And Minami,K. (1996). Effect Of WaterManagementon Methane Emission From A Japanese Rice Paddy Field:Automated Methane Monitoring. Global Biogeochemical Cucles 10: doi:10.1029/96GB00517.issn: 0886-6236
Yuwono, Triwibowo.,2009. Biologi Molekular. Jakarta: Erlangga
Yusmichad,Yusdja., 2014. Prospek Usaha Peternakan Kambing Menuju 2020.Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan PengembanganPertanian
Zeviani, M., Tiranti V., Piantadosi C., 1998. Mitochondrial disorders. Medicine(Baltimore) 77: 59-72
42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Kerangka Penelitian
Kesimpulan
Daging kambing Daging sapi
Analisa DNA hasil isolasidengan spektrofotometri UV
Isolasi DNA
Uji spesifisitasprimer dengandatabase NCBI
Isolat DNA
Amplifikasi dengan Real Time PCR
Analisa Hasil
Daging segar
DNAterisolasi
?
ya
Tidak
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Perhitungan Pembuatan Larutan Primer
a. Membuat Larutan Induk Primer 100 μM
Jenis Nama Oligo nmol To make 100 μMKambing Forward 30.0 Add 300 μl ddH2O
Reverse 30.0 Add 300 μl ddH2OSapi Forward 30.0 Add 300 μl ddH2O
Reverse 30.0 Add 300 μl ddH2O
b. Membuat Larutan Primer Konsentrasi 50 µM
V1. M1 = V2.M2
X. 100 µM = 100 µl. 50 µM
X = 5000
100
X = 50 µl
Maka, Diambil 50 µl dari masing-masing primer lalu ditambahkan 50 µl
ddH2O
c. Membuat Larutan Primer Konsentrasi 5 µM
V1. M1 = V2.M2
X. 50 µM = 30 µl. 5 µM
X = 150
50
X = 3 µl
Maka, Diambil 3 µl dari masing-masing primer lalu ditambahkan 27 µl
ddH2O
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Perhitungan Tm (Melting Temperature) Primer
Rumus Tm = 20C (A+T) + 40C (G+C)
Sapi = 20C (2+6) + 40C (11+0) Kambing = 20C (2+8) + 40C (4+6)(Forward) = 20C (8) + 40C (11) (Forward) = 20C (10) + 40C (10)
= 160C + 440C = 200C + 400C= 600C = 600C
Sapi = 20C (4+5) + 40C (2+8) Kambing = 20C (5+6) + 40C (6+4)(Reverse) = 20C (9) + 40C (10) (Reverse) = 20C (11) + 40C (10)
= 180C + 400C = 220C + 400C= 580C = 620C
Primer sapi = 600C + 580C Primer Kambing = 600C + 620C2 2
= 590C = 610C
54 0C 56 0C
* Temperatur penempelan yang digunakan biasanya 50C di bawah Tm (Muladno,2010)
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Campuran Reaksi Mastermix untuk Amplifikasi DNA
KonsentrasiAkhir
KonsentrasiAwal
Jumlah yangDigunakan
Primer Forward 0.1 µM 5 µM 0.4 µlPrimer Reverse 0.1 µM 5 µM 0.4 µlProbe 0.2 µM 10 µM 0.4 µlDNA Polimerase*(LC 480 ProbeMaster)
1x 2x 10 µl
ddH2O - - 3.8 µlDNA Template - - 5 µl
Total Volume Reaksi 20 µl
*Terdiri dari: - Fast Start Taq DNA Polymerase- Buffer- dNTP (termasuk dUTP dan dTTP)- 6.4 mM MgCl2
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Halaman depan software NCBI yang digunakan untuk ujispesifisitas primer kambing dan sapi
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Uji Spesifisitas Primer Kambing dan Sapi dengan
database NCBI
a. Spesifisitas Primer Reverse Kambing
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Spesifisitas Primer Forward Kambing
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Spesifisitas Primer Reverse Sapi
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Spesifisitas Primer Forward Sapi
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Konsentrasi dan Kemurnian Isolat DNA
Sampel Gambar
Konsentrasi dan
Kemurnian A
260/280)
Daging Kambing
Isolat 1
Konsentrasi 22.529 ng/µl
Kemurnian 1.70
Daging Kambing
Isolat 2
Konsentrasi 6.296 ng/µl
Kemurnian 1.98
Daging Sapi
Isolat 1
Konsentrasi 50.772 ng/µl
Kemurnian 1.79
Daging Sapi
Isolat 2
Konsentrasi 12.452 ng/µl
Kemurnian 1.87
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Kurva Amplifikasi DNA Daging Kambing, Daging Sapi dan
NTC Menggunakan Primer Kambing
a. Amplifikasi DNA Daging Kambing, Daging Sapi dan NTC Menggunakan
Primer Kambing (Isolat Pertama)
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Amplifikasi DNA Daging Kambing, Daging Sapi dan NTC Menggunakan
Primer Kambing (Isolat Kedua)
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Kurva Amplifikasi DNA Daging Kambing, Daging Sapi dan
NTC Menggunakan Primer Sapi
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan : PSK = Primer Sapi, DNA Kambing; PSS = Primer Sapi, DNA Sapi;NTC PS = No Template Control Primer Sapi; PKK = Primer Kambing , DNAKambing; PKS = Primer Kambing, DNA Sapi; NTC PK = No Template ControlPrimer Kambing
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Gambar Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
Gambar 1. Mikropipet (1)Vol 1000 µl; (2) Vol 200
µl;(3) Vol 10 µl
Gambar 2. Mikrotips
Gambar 3. Multiwell plate Gambar 4. Alat untukmenghancurkan daging yang
akan diisolasi
Gambar 5. Seperangkat alatReal Time PCR
Gambar 6. Spektrofotometri UVDNA
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 7. Vortex Gambar 8. Sealing Foil
Gambar 9. microsentrifugator Gambar 10. Kit isolasi DNA
Gambar 11. Daging Sapi Gambar 12. Daging Kambing