UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL TEMPE KEDELAI SEBAGAI ...eprints.ums.ac.id/61519/11/naskah publikasi...
Transcript of UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL TEMPE KEDELAI SEBAGAI ...eprints.ums.ac.id/61519/11/naskah publikasi...
UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL TEMPE KEDELAI SEBAGAI
ANTIKOLESTEROL PADA TIKUS PUTIH
JANTAN GALUR WISTAR BESERTA
SKRINING FITOKIMIANYA
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan
Farmasi Fakultas Farmasi
Oleh:
SRI AULIA AKBAR EDY PRABOWO
K 100140160
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
201
i
ii
iii
1
UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL TEMPE KEDELAI SEBAGAI
ANTIKOLESTEROL PADA TIKUS PUTIH
JANTAN GALUR WISTAR BESERTA
SKRINING FITOKIMIANYA
Abstrak
Hiperlipidemia merupakan kenaikan dari satu atau lebih komponen lemak yang dapat
menimbulkan berbagai penyakit jantung. Kandungan kimia pada tempe kedelai yaitu
isoflavon dapat digunakan dalam menurunkan kadar kolesterol. Percobaan ini bertujuan
untuk mengukur potensi tempe kedelai dalam menurunan kolesterol total yang telah
diinduksi hiperkolesterol. Hewan uji dibagi kedalam 3 kelompok yaitu tingkat dosis
ekstrak tempe 250 dan 500 mg/KgBB serta minyak tempe kedelai 10 mL/Kg BB.
Selanjutnya, hewan uji diinduksi dengan diet tinggi kolesterol dan pakan tinggi lemak
selama 55 hari, kemudian diberikan perlakuan selama 14 hari. Pembacaan dilakukan
dengan menggunakan metode enzimatik kolorimetri pada λ 500 nm dengan reagen kit
kolesterol (Dsi) serta dilakukan penimbangan berat tikus tiap kali pembacaan kadar
kolesterol. Hasil penelitian menunjukkan adanya kandungan flavonoid, saponin, dan
tannin setelah diuji dengan skrining fitokimia. Pemberian induksi hiperkolesterol
menunjukkan kadar rata-rata pada semua tikus sebesar 173, 17 mg/dL. Setelah perlakuan
dengan ekstrak kental kedelai (250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB) serta minyak tempe
kedelai kadar kolesterol total rata-rata pada semua tikus dapat trurun menjadi 130 mg/dL.
Kata kunci: Antihiperlipidemia, Tempe kedelai, In vivo, Skrining fitokimia
Abstract
Hyperlipidaemia is an increase of one or more components of fat that can cause various
heart diseases. Chemical content in soybean tempe is islavone can be used in lowering
cholesterol levels. This experiment aims to measure the potential of soybean tempeh in
the reduction of total cholesterol induced by hypercholesterolemia. The test animals were
divided into 3 groups: dose of tempe 250 and 500 mg /KgBW extract and 10 mL / Kg
BW soybean oil. Furthermore, the test animals were induced with a diet high in
cholesterol and high-fat diet for 55 days, then treated for 14 days. The reading was done
by using enzymatic colorimetric method at λ 500 nm with cholesterol reagent kit (Dsi)
and weighing the mouse each time the cholesterol reading.The results showed the
presence of flavonoids, saponins, and tannins after being tested by phytochemical
screening. Administration of hypercholesterolemia showed average levels in all mice of
173, 17 mg / dL. After treatment with soy condensed extract (250 mg / kgBW and 500
mg / kgBW) and soybean oil total average cholesterol level in all rats could be truncated
to 130 mg /dl.
Keywords: Antihiperlipidemia, Soybean Tempe, In vivo, Phytochemical Screening
2
1. PENDAHULUAN
Hiperlipidemia Hiperlipidemia adalah peningkatan satu atau lebih dari komponen lemak yang terdiri
dari kolesterol, fosfolipid, atau trigliserida (Priyanto, 2009). Peningkatan jumlah kolesterol dapat
menyebabkan berbagai penyakit seperti hipertensi, arterosklerosis serta penyumbatan pembuluh
darah. Penyumbatan yang terjadi di otak dapat menyebabkan penyakit stroke dan pada jantung dapat
menyebabkan jantung coroner (Nurcahyo, 2008). Kadar kolesterol dalam serum darah akan terjaga
normal ketika keadaan normal karena pasokan kolesterol dari makanan akan menghambat produksi
kolesterol secara endogen dalam hati dengan menghambat kerja HMG Ko-A reduktase (Murray et
al., 2003). Kolesterol total merupakan salah satu lipid yang berpengaruh besar terhadap kadar lipid
plasma (Heryani, 2016). Kadar kolesterol total yang tinggi akan membentuk aterosklerosis yang
dapat menyebabkan hipertensi dan penyumbatan pda pembuluh darah otak, jantung dan embuluh
darah tungkai (Garnadi, 2012).
Hiperlipidemia dapat diterapi dengan beberapa macam golongan obat seperti HMG CoA
Inhibitor reduktase (statin), sekuestran empedu, asam nikotinat, asam fibrat dan penghambat
absorbsi kolesterol (Chisholm-Burns et al., 2008). Selain menggunakan pengobatan farmakologi, di
Indonesia dengan alamnya yang sangat kaya banyak menyediakan tanaman obat (back to nature)
untuk digunakan sebagai penurun kadar kolesterol. Salah satu tanaman yang dapat digunakan
sebagai penurun kolesterol yaitu tanaman kedelai. Kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dapat
dimanfaatkan dalam berbagai bentuk, yaitu berupa kacang segar, terfementasi atau kering. Hasil
olahannya berupa susu, tempe, tahu, miso, kecap, dan kecambah (Sutarno, 2003). Tempe
merupakan olahan kedelai yang banyak dijumpai di Indonesia selain tahu. Tempe ini dihasilkan dari
fermentasi bakteri Rhizopus sp yang bernilai gizi tinggi. Tempe berpotensi dapat melawan radikal
bebas, sehingga proses penuaan dapat dihambat dan terjadinya penyakit degeneratif (jantung
koroner, diabetes mellitus, kanker, aterosklerosis, dan lain-lain) dapat dicegah (Istiani, 2010).
Komponen aktif biologis yang terdapat pada makanan kacang kedelai yaitu isoflavon,
asam fenolat, lesitin, fitosterol, saponin, fitrat, dan asam lemak omega-3 (Fukuda et al., 2011).
Isoflavon genistein dan daidzein pada komponen kedelai merupakan senyawa golongan flavonoid
yang dapat menjadi penurun kolesterol (Ulbritch, 2010).
Jenis-jenis senyawa isoflavon yang tedapat pada tempe yaitu Genistein (5,7,4’-trihidroksi
isoflavon), daidzein (7,4’-trihidroksi isoflavon), glisitein (6-metoksi-7,4’-trihidroksi isoflavon) dan
faktor-2 (6,7,4’-trihidroksi isoflavon) (Ariani and Hastuti, 2009). Berdasarkan kandungan senyawa
aktif seperti isoflavon, saponin, dan asam lemak omega-3 yang ada dimungkinkan tempe kedelai ini
berpotensi untuk menurunkan kadar kolesterol. Adanya penelitian tempe kedelai ini diharapkan
dapat menguji dan menentukan golongan senyawa kimia tempe kedelai sebagai antikolesterol.
3
Tempe dipilih karena dalam pemasakan dan pembuatannya menjadi tempe dapat mempengaruhi
kadar isoflavon. Perendaman kedelai dengan air hangat dapat meningkatkan kandungan isoflavon
dibanding dengan air dingin (Purwoko, 2004). Kandungan isoflavon juga dapat lebih banyak jika
kedelai tersebut direbus dua kali dibanding hanya satu kali perebusan dalam pembuatannya (Utari
and Riyadi, 2010). Tempe yang akan diuji diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan etanol
96% karena mayoritas metabolit sekunder seperti isoflavon larut dalam pelarut organik (Saifudin,
2014). Etanol merupakan pelarut yang mampu mengekstrak senyawa flavonoid, saponin, tanin,
antrakuinon, terpenoid, dan alkaloid (Harborne, 1987). Berdasakan latar belakang tesebut maka
akan dilakukan pengujian antikolesterol secara in vivo pada tikus galur Wistar putih, analisis
skrining fitokimia dengan uji tabung untuk mengidentifikasi adanya flavonoid.
2. METODE
2.1 Alat
Alat-alat gelas (pyrex), blender, cawan porselen, botol gelap, rotary evaporator (IKA RV10),
timbangan analitik (OHAUS Pioneer) dengan sensitivitas 0,0001 g, tabung reaksi, glass ware, water
bath, ependrof, oven, sentrifuge (Gemmy Industrial PLC-03), sentrifuge (Effendorf minispin), pipet,
multi cuvette, pipet mikro (socorex) ukuran 50-1000 μL, kandang hewan uji, pipa hematokrit, water
bath, spektrofotometer (Stardust MC15), lampu UV 366 nm, kompor listrik dan peralatan penunjang
lainnya.
2.2 Bahan
Bahan utama yaitu tempe kedelai yang berasal dari pasar Kleco, Surakarta. Bahan untuk ekstraksi
yang digunakan adalah etanol 96% (teknis). Bahan untuk uji skrining fitokimia yaitu kertas saring,
akuades, metanol (teknis), heksana (pa), wash benzen (teknis), etil asetat (pa), aseton (pa), asam
borat (pa), asam oksalat (pa), eter (teknis), HCl 2 N (pa), etanol 96 % (teknis), dan FeCl3. Bahan
untuk uji In Vivo yaitu tikus putih jantan galur Wistar dengan berat badan 120-250 g, reagen kit
kolesterol (Cholesterol FS dari Dsi) digunakan untuk mengukur kadar kolesterol darah, simvastatin
tablet (Kimia Farma), dan diet makanan yang mengandung kolesterol tinggi seperti pellet (pakan
standar); margarin; minyak jelantah; serta air
2.3 Percobaan Penelitian
2.3.1 Ekstraksi
Serbuk kering dari tempe kedelai diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 96%
sebanyak 1: 7 (900 g ekstrak : 6,3 L etanol 96 %). Maserasi dilakukan dengan sesekali dilakukan
pengadukan selama 3 hari (dapat dilakukan berulang) dan maserat yang didapat dipisahkan dengan
kertas saring. Filtrat yang didapat dipekatkan dengan rotary evaporator dengan suhu 45 C sampai
4
didapatkan ¼ volume sisanya (relatif kental dan pekat). Filtrat yang didapat dipindahkan ke cawan
porselin dan dipanaskan dengan waterbath hingga terbentuk ekstrak kental.
2.3.2 Uji Aktivitas Antikolesterol Secara In Vivo
Penelitian ekstrak etanol tempe kedelai dilakukan di Laboratorium Farmakologi serta Biologi
Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian skrining fitokimia
dengan uji tabung dilakukan di Laboratotium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Sebanyak 12 ekor tikus dibagi dalam 3 kelompok pelakuan dan tiap kelompok tediri dari 4
tikus. Tikus yang telah disortir diadaptasikan selama 7 hari. Tikus ditimbang dan diukur kadar awal
kolesterol yang digunakan sebagai data kadar kolesterol awal, dengan cara pengambilan darah pada
Plexus Retroorbitalis. Pengambilan darah dilakukan dengan pipa hematokrit, darah ditampung dan
diambil serumnya untuk diperiksa kadar awalnya.
Selanjutnya semua kelompok tikus tersebut diinduksi pakan tinggi kolesterol selama 55
hari dengan pellet, margarin dan minyak jelantah. Tikus ditetapkan sebagai tikus hiperkolesterol
ketika kadar kolesterol > 150 mg/dL (Paget, 1970). Kemudian diukur kadar kolesteol totalnya
beserta dilakukan penimbangan untuk melihat efek hiperkolesterol terhadap berat badan.
Pada hari ke-56, semua subyek penelitian dipuasakan selama 12-14 jam, kemudian
dilakukan pengambilan darah dengan pipa hematokrit melalui plexus retroorbitalis, darah yang
didapatkan ditampung dalam tabung untuk disentrifugasi dan kemudian diukur kadar kolesterol
total untuk mendapatkan data sebagai salah satu parameter kenaikan profil lipid tikus. Rata-rata
kadar kolesterol total dari semua kelompok > 150 mg/dL yang menunjukkan telah terjadi
hiperkolesterol.
Selanjutnya hewan uji diberi perlakuan selama 14 hari untuk menurunkan kadar kolesterol
dengan tetap diberikan pakan tinggi lemak dan kolesterol (post-test). Kelompok 1 diberikan ekstrak
etanol tempe kedelai 250 mg/KgBB, kelompok 2 diberikan ekstrak etanol tempe kedelai 500
mg/KgBB, dan kelompok 3 diberikan minyak tempe kedelai 10 mL/KgBB. Setelah diberi ekstrak
selama 14 hari lalu diukur kadar kolesterol total dan dilakukan penimbangan tikus.
Pengolahan data dan uji statistik dilakukan diakhir agar data yang diperoleh terpercaya
menggunakan program SPSS menggunakan metode non parametrik.
2.3.3 Analisis Data
Analisis data statistik dilakukan berupa uji normalitas untuk melihat distribusi data. Data yang akan
diuji tersebut diperoleh dari konsentrasi berupa kadar kolesterol awal (baseline), 40 hari (kelompok
kontrol) dan 55 hari (kelompok perlakuan) (pre-test), setelah perlakuan (post-test) dihitung besar
5
penurunan dan persennya (
. Kemudian diolah dengan SPSS (statistical product and
service solution) versi 23 untuk windows dengan menggunakan metode One-Sample Kolmogorov-
Smirnov Test/ Shapiro-Wilk. P-value yang didapat < 0,05 berarti data tidak terdistribusi normal.
Data dari uji Normalitas yang tidak normal dilanjutkan ke uji non parametrik (uji Kruskal-Wallis)
untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan signifikan diantara berbagai kelompok perlakuan.
Karena hasil Kruskal-Wallis P<0,05 sehingga dilanjutkan ke uji Mann Whitney untuk mengetahui
ada tidaknya perbedaan bermakna antara rata-rata dua populasi yang distribusinya sama.
2.3.4 Uji Penapisan Fitokimia
2.3.4.1 Identifikasi Flavonoid
Larutan percobaan: dipanaskan sebanyak ± 0,5 g serbuk simplisia selama 10 menit dalam metanol
10 ml di tangas air (10 mL sediaan minyak tempe kedelai dalam 10 mL heksana tanpa pemanasan).
Selagi panas, filtrat tersebut disaring dan diencerkan dengan 10 mL air hingga dingin. Selanjutnya
sebanyak 5 mL wash benzene ditambahkan dan dikocok dengan hati-hati, kemudian diamkan.
Lapisan bawah yang berupa metanol diambil dan diuapkan dalam waterbath dengan cawan porselin.
Residu yang didapat dilarutkan dalam 5 mL etil asetat dan disaring (Farnsworth, 1966).
Uji Taubeck: larutan percobaan yang didapat diuapkan hingga kering ± 1 mL, residu
tersebut dibasahkan dengan aseton, dicampurkan sedikit serbuk asam oksalat dan asam borat,
lakukan pemanasan yang tidak berlebihan di atas tangas air. 2 ml eter ditambahkan pada residu
yang diperoleh. Dibawah UV 366 nm diamati larutan tersebut, adanya flavonoid dapat ditandai
dengan fluoresensi kuning intensif pada larutan tersebut (Departemen Kesehatan RI, 1995).
2.3.4.2 Identifikasi Saponin
0,5 gram ekstrak kasar dimasukkan dalam tabung reaksi, dan ditambah 2 ml air panas. Larutan
didiamkan sampai dingin dan dikocok selama 10 detik. Bila terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang
stabil selama kurang lebih 10 menit menunjukkan adanya saponin. Penambahan beberapa tetes asam
klorida 2 N busa tetep stabil (Depkes RI, 2000).
2.3.4.3 Identifikasi Tanin
0,5 gram ekstrak kasar (±10 mL minyak tempe kedelai) dilarutkan 2 ml etanol 96%, dan diteteskan 3
tetes FeCl3. Warna biru atau hitam kehijauan yang terbentuk menunjukkan adanya tanin (Robinson,
1991).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk menguji efek ekstrak etanol tempe kedelai dalam menurunkan
kolesterol pada tikus putih jantan Wistar sebagai hewan ujinya. Alasan penggunaan tikus jantan ini
6
yaitu karena adanya variasi biologis yang mempengaruhi hasil pada tikus betina yang diakibatkan
oleh adanya hormon estrogen sehingga dapat menghambat akumulasi serta sintesis pada gliserolipid
dan asam lemak (Tiano et al., 2011). Variasi hormon tidak berpengaruh terhadap kadar kolesterol
pada tikus jantan (Sitepoe, 2001). Kadar kolesterol dan lemak pada tikus jantan akan lebih tinggi
jika diinduksi dengan diit tinggi kolesterol dan lemak daripada tikus betina. Selain itu, pengujian
kandungan kimia metabolit sekunder dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang dapat
menurunkan kadar kolesterol tersebut.
Tempe diekstraksi menggunakan etanol 96% dengan metode maserasi. Maserasi ini
dilakukan selama 3 hari dengan merendamnya dalam etanol 96%. Penggunaan etanol 96 % sebagai
pilihan pelarut utama karena struktur dari metabolit yang belum diketahui dan tujuan skrining
dalam metabolit sekunder yang akan diekstraksi. Selain itu pelarut ini memiliki ekstraktabiliti
terbaik, metabolit sekunder dapat terlarut hampir semua jika menggunakan pelarut ini (Saifudin,
2014). Penghalusan material dilakukan agar pelarut dapat mencapai ke dalam sel atau ruang antar
sel sehingga dapat menyari senyawa (Saifudin, 2014). Hasil ekstrak yang diperoleh pada penelitian
ini yaitu sebesar 13,94 g dari 898, 99 g tempe yan telah kering dengan persen rendemen 1,551 %
dikarenakan terdapat hasil samping berupa minyak tempe pada lapisan atas sebesar 188 mL. Kedua
hasil ekstraksi berupa ekstrak kental tempe dan minyak tempe kedelai selanjutnya diuji secara in
vivo untuk membuktikan khasiatnya terhadap penurunan kadar kolesterol serta skrining fitokimia
sebagai uji tambahan.
Permodelan kolesterol tikus dirancang untuk meningkatkan kadar kolesterol total pada
hewan uji. Untuk mencapai kadar hiperkolesterol dilakukan pemberian pakan tinggi lemak berupa
50 gram margarin dicampur 500 gram pakan pellet standar dan 100 mL minyak jelantah sekali
setiap hari serta diet minyak jelantah 2 mL secara per oral pada masing-masing tiap kelompok.
Penggunaan minyak jelantah dalam perancangan hiperkolesterol ini karena Kandungan asam lemak
bebas tak jenuh semakin tinggi apabila semakin lama penggunaan minyak goreng tersebut (Fauziah
et al., 2013). Sedangkan lemak hewani yang digunakan pada percobaan ini yaitu mentega yang
memiliki lemak jenuh dan tak jenuh serta kolesterol. Berdasarkan tabel 3, komposisi pakan tinggi
kolesterol tersebut terjadi kenaikan kadar kolesterol total rata-rata semua kelompok menjadi 173,17
mg/dL. Tikus ditetapkan sebagai kondisi hiperkolesterol ketika kadar kolesterol > 150 mg/dL
(Paget, 1970). Pengujiaan statistik menggunakan SPSS digunakan untuk mengetahui pervedaan
yang bermakna antara kadar awal kolesterol dan kadar setelSah 55 hari perlakuan. Hasil yang
diperoleh kadar awal kolesterol dam kadar kolesterol setelah 55 g hari terdapat perbedaan
bermakna.
7
Metode enzimatik kolorimetri digunakan sebagai metode pengukuran kadar kolesterol
dengan reagen kit kolesterol. Prinsip reaksi dari reagen ini berupa reaksi enzimatik, hidrolisis, dan
oksidasi. Mekanismenya berupa enzim COD mengoksidasi kolesterol sehingga dapat membentuk
Kolesterol-3-on dan hydrogen peroksida. Kemudian produk berupa hydrogen peroksida tersebut
direaksikan dengan 4-aminoantipirine dan fenol yang dibantu dengan katalis POD (reaksi trinder)
menjadi hasil akhir berupa senyawa kuinonimin dengan produk samping air. Senyawa kuinonimin
berwarna merah muda yang dapat dibaca absorbansinya pada λ 500 nm (Diasys, 2012).
Gambar 1. Mekanisme Reaksi Enzimatik
(Diasys, 2012)
Sebelum pembacaan terlebih dahulu dilakukan pengambilan darah melalui vena mata
(plexus retroorbitalis). Kelebihan dari metode pengmbilan darah ini karena volume darah yang
didapatkan lebih banyak dan waktu pengambilan lebih singkat dibandingkan dengan pengambilan
darah melalui vena ekor. Sebelum disentrifugasi pada 6000 rpm selama 15 menit. Darah yang
diperoleh didiamkan terlebih dahulu selama 10 menit agar serum darah misah dan kemudian
dilakukan pembacaan kadar sampel.
8
Tabel 1. Kadar kolesterol total setelah pemberian ekstrak etanol tempe kedelai setelah 14 hari
Ket: *: penurunan signifikan terhadap kadar kolsterol pada perlakuan 55 hari
Hasil pengukuran menggunakan metode enzimatik kolorimetri didapatkan data berupa
rata-rata kadar kolesterol total (table 3) mengalami penurunan kurang dari 130 mg/dL untuk semua
kelompook. Penurunan tersebut menunjukkan kondisi kolesterol normal tikus (90-150 mg/dL). Uji
statistik yang dilakukan dengan uji t berpasangaan antara kelompok sebelum dan perlakuan ekstrak.
Diperoleh bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok sebelum dan sesudah perlakuan
ekstrak. Salah satu senyawa matabolit sekunder yaitu isoflavon (flavonoid) dapat menurunkan
kolesterol. Kerja dari flavonoid dalam menurunkan kadar kolestrol yaitu dengan adanya
penghambatan kerja pada enzim 3-hidroksi 3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A
reduktase) (Sekhon and Loodu, 2012). Mekanisme kerja flavonoid ini sama seperti golongan statin
yang merupakan hipolipidemik yang aman dan efektif dalam menghambat sintesis kolesterol dihati
dengan mekanismenya menghambat HMG KoA reduktase untuk menurunkan kolesterol (Suyatna,
2007). Menurut Beynen (1990) protein kedelai yang terdapat isoflavon dapat menurunkan absorpsi
kolesterol total dan trigliserida oleh usus dan juga mengurangi reabsorpsi asam empedu yang
dapat menyebabkan peningkatan sekresi sterol netral dan asam empedu ke dalam feses.
Kelompok
No. Hu
Kadar Kolesterol tikus (g)
Kadar Kolesterol
Awal
Perlakuan 55
hari
Akhir (perlakuan
ekstrak)
kelompok Ekstrak
Etanol etanol tempe
kedelai dosis 50
mg/200 g BB
1 86 177 102
2 67 135 86
3 139 212 172
4 125 196 149
Rata-rata kadar±SD
104,25±33,46 180±33,24 127,25±40,06
kelompok Ekstrak
Etanol tempe kedelai
dosis 100 mg/200 g
BB
1 61 139 80
2 77 163 95
3 78 169 95
4 105 174 121
Rata-rata kadar±SD
80,25±18,25 161,25±15,50 97,75±17,04*
kelompok Ekstrak
Etanol minyak
tempe dosis 2
mL/200 g BB
1 65 169 118
2 91 205 146
3 65 165 78
4 82 174 82
Rata-rata kadar±SD
75,75±12,95 178,25±18,21 106±32,17*
Rata-rata kadar±SD
(n=12) 86,75±24,75 173,17±23,14
9
Selain flavonoid senyawa seperti saponin dan tanin juga ikut berperan dalam menurunkan
kolesterol. Peran saponin dalam menurunkan kadar kolesterol melalui pengikatan senyawa ini
terhadap kolesterol (Alli and Adanlawo, 2013). Cara lain yang dilakukan saponin dalam menurukan
level kolesterol yaitu dengan mengganggu penyerapan kolesterol di usus dengan mengendapkan
kolesterol dan ikut campur dalam sirkulasi enterohepatik asam empedu (Kamesh and Sumathi,
2012). Sedangkan untuk tanin, kolesterol dapat berkurang kadarnya karena percepatan pembuangan
kolesterol melalui feses (Rahayu, 2005).
Kandungan minyak kedelai disusun oleh asam linoleat dan asam linolenat yang berperan
dalam menurunkan kadar kolesterol dengan jumlahnya yang cukup besar berkisar 7-54%,
disamping memiliki asam lemak linoleat dan linolenat terdapat juga asam lemak tidak jenuh lain
seperti asam oleat besarnya berkisar 11-60% dan asam arakhidonat 1,5%. Nilai gizi asam
lemak tidak jenuh (asam lemak esensial) dalam minyak kedelai atau pada kacang kedelai dan
produk olahannya seperti kecap, tempe, tahu, dan susu kedelai dapat mencegah timbulnya
penyumbatan pembuluh darah (athero-sclerosis) (Isa, 2011). Mekansime penurunan kolesterol
dengan diet omega-3 diduga karena adanya peningkatan ekskresi steroid pada feses, merubah
komposisi asam lemak yang terdapat pada lipoprotein, sehingga fluiditas lipoprotein dapat
meningkat (Bruckner, 1986).
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto (2004) bahwa
ekstrak kedelai dapat menurunkan kadar kolesterol secara bermakna yaitu dapat menurunkan
kolesterol rata-rata 16,11 mg/dL dengan dosis 2,6 mg/2 mL pada tikus. Sedangkan penelitian meta-
analisis yang dilakukan (Anderson et al., 1995) mengenai pengaruh asupan protein kedelai 47 g/hari
dapat menurunkan kadar kolesterol total sebesar 23,2 mg/dL.
10
Tabel 2. Berat badan tikus selama pengujian in vivo
Hasil penelitian menunjukkan terdapat efek lain dari penurunan kadar kolesterol total,
yaitu menurunkan berat badan. Penurunan ini disebabkan adanya Genistein yang merupakan
isoflavon utama dalam kedelai. Protein kedelai mempengaruhi pengaturan gen yang terlibat dalam
metabolisme lipid dan glukosa, mengatur oksidasi lemak dihati, meningkatkan sensitivitas insulin,
dan meningkatkan metabolisme lemak dijaringan adiposa (Mun’im and Endang, 2011). Sedangkan
penelitian yang dilakukan Iman et al., (2012) kandungan senyawa kimia dari tumbuhan kedelai
yang diduga berefek menurunkan bobot badan berasal dari golongan flavonoid yakni senyawa
isoflavon, polisakarida yang mampu me-nekan kadar glukosa dan trigliserida postpandrial
(setelah makan), serta kandungan serat/fiber yang berperan dalam sistim pencernaan dalam
tubuh.
Pengujian kualitatif perlu dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa kimia tertentu
berdasarkan terbentuknya endapan atau perubahan warna yang dapat dideteksi dalam sampel akibat
respon pereaksi tertentu (Harborne, 1987).
Kelompok
No. Hu
Kadar Kolesterol tikus (g)
Kadar Kolesterol
Awal
Perlakuan 55
hari
Akhir (perlakuan
ekstrak)
kelompok Ekstrak
Etanol etanol tempe
kedelai dosis 50
mg/200 g BB
1 86 177 102
2 67 135 86
3 139 212 172
4 125 196 149
Rata-rata kadar±SD
104,25±33,46 180±33,24 127,25±40,06
kelompok Ekstrak
Etanol tempe kedelai
dosis 100 mg/200 g
BB
1 61 139 80
2 77 163 95
3 78 169 95
4 105 174 121
Rata-rata kadar±SD
80,25±18,25 161,25±15,50 97,75±17,04*
kelompok Ekstrak
Etanol minyak
tempe dosis 2
mL/200 g BB
1 65 169 118
2 91 205 146
3 65 165 78
4 82 174 82
Rata-rata kadar±SD
75,75±12,95 178,25±18,21 106±32,17*
Rata-rata kadar±SD
(n=12) 86,75±24,75 173,17±23,14
11
Tabel 3. Hasil uji penapisan fitokimia Ekstrak etanol tempe kedelai
Metabolit sekunder Kesimpulan
Ekstrak tempe kedelai Minyak tempe kedelai
Flavonoid
(+)
(+)
Saponin
(+)
(+)
Tanin
(+)
(+)
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan hasil postitif pada flavonoid. Flavonoid ini diuji
berdasarkan uji Wilson-Taubock dengan menghasilkan warna kuning ketika diletakkan di bawah
lampu UV 366 nm. Gugus aromatik berperan dalam memberikan warna pada senyawa flavonoid
karena dapat menyerap spektrum ultraviolet (UV) secara intensif (Salamah et al., 2008). Uji Forth
digunakan pada pengujian saponin berdasarkan ada tidaknya buih pada permukaan yang terbentuk
dengan adanya pengocokan dalam air (Kristanti et al., 2008). Kedua ekstrak baik ekstrak tempe
ataupun ekstrak minyak tempe menunjukkan hasil positif mengandung saponin. Buih dapat
terbentuk karena adanya hidrolisis dalam air menjadi glukosa dan senyawa lainnya dari glikosida
(Marliana and Suryanti, 2005). Pengujian lain yang dilakukan yaitu tanin, hasil postitif ditunjukkan
apabila timbul warna hijau atau biru kehitaman setalah penambahan FeCl3 (Setyowati et al., 2014).
Hasil positif ditunjukkan pada kedua ekstrak dengan menghasilkan warna hijau kehitaman (ekstrak
tempe kedelai) dan coklat kehitaman (minyak tempe kedelai) karena terhidrolisisnya tanin
4. PENUTUP
Ekstrak etanol tempe kedelai dan minyak tempe kedelai mempunyai efek dalam menurunkan kadar
kolesterol total ketika diuji pada tikus. Hasil skrining fitokimia yang dilakukan menunjukkan adanya
kandungan flavonoid, saponin, dan tannin. Senyawa tersebut yang diduga berpengaruh terhadap
penurunan kadar kolesterol.
12
PERSANTUNAN
Terimakasih kepada Ibu Tanti Azizah Sujono, M.Sc., Apt dan Arifah Sri wahyuni, M.Sc., Apt
selaku dosen pembimbing dan reviewer yang telah dengan tulus memberikan arahan serta masukan
selama proses pembuatan naskah. Terimakasih pula kepada Dekan Farmasi dan seluruh staff
laboratorium di Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Alli S.Y.R. and Adanlawo I.G., 2013, Tissue lipid profile of rats administered saponin extract from
the root of bitter kola, SciencePG, 1 (1), 1–4.
Anderson J.W., Johnstone B.M. and Cook-Newell M.E., 1995, Meta-Analysis of the Effects of Soy
Protein Intake on Serum Lipids, New England Journal of Medicine, 333 (5), 276–282.
Ariani S.R.D. and Hastuti W., 2009, Analisis isoflavon dan uji aktivitas antioksidan pada tempe
dengan variasi lama waktu fermentasi dan metode ekstraksi, Prosiding Seminar Nasional
Kimia dan Pendidikan Kimia, (5), 568–580.
Beynen A.C., 1990, Influence of dietary protein on serum cholesterol and atherosclerosis, Gizi
Indonesia, 15 (1), 55–60.
Bruckner G., 1986, Fats, their positional isomer, and platelete function, J. Med. Tech, 3 (1), 24–27.
Chisholm-Burns M.A., Wells B.G., Schwinghammer T.L., Malone P.M., Kolesar J.M., Rotschafer
J.C. and DiPiro J.T., 2008, Pharmacotherapy principles & pracice, The McGraw-Hill
Companies.
Departemen Kesehatan RI, 1995, Materia Medika Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Farnsworth N.R., 1966, Pharmaceutical Sciences, Biological and Phytochemical Screening of
Plants, 55(3)
Fauziah, Sirajuddin S. and Najamuddin U., 2013, Minyak Bekas Hasil Penggorengan Makanan
Jajanan di Workshop UNHAS, Universitas Hasanuddin Makasar, 1–9.
Fukuda I., Tsutsui M., Yoshida T., Toda T., Tsuda T. and Ashida H., 2011, Oral toxicological
studies of black soybean (Glycine max) hull extract: Acute studies in rats and mice, and
chronic studies in mice, Food and Chemical Toxicology, 49 (12), 3272–3278.
Garnadi Y., 2012, Hidup Nyaman Dengan Hiperkolesterol, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Harborne J.B., 1987, Metode Fitokimia, Edisi ke dua, ITB, Bandung.
Hernasari, 2010, Efek Antihiperlipidemia Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea america Mill) Pada
Tikus Putih Jantan Yang Diberi Diit Tinggi Kolesterol dan Lemak, Skripsi, FMIPA Universitas
Indonesia.
Heryani R., 2016, Pengaruh ekstrak buah naga merah terhadap profil lipid darah tikus putih
hiperlipidemia, Jurnal Iptek Terapan, 10 (1), 9–17.
Iman R., Usmar, Ermina P. and Kus H., 2012, Uji Efek Antiobesitas Dari Susu Kedelai ( Glicine
max Mirril ) Pada Tikus (Rattus norvegicus), Jurnal Universitas Hasanuddin Makasar
Isa I., 2011, Penetapan Asam Lemak Linoleat dan Linolenat pada Minyak Kedelai secara
Kromatografi Gas, Saintek, 6 (1980), 1–6.
Istiani Y., 2010, Karakterisasi Senyawa Bioaktif Isoflavon dan Uji Aktivitas Antioksidan dari
13
Ekstrak Etanol Tempe Berbahan Baku Koro Pedang (Canavalia ensiformis), Tesis, Program
Studi Biosains, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Kamesh V. and Sumathi T., 2012, Antihypercholesterolemic effect of Bacopa monniera linn. on
high cholesterol diet induced hypercholesterolemia in rats, Asian Pacific Journal of Tropical
Medicine, 5 (12), 949–955.
Kristanti A.N., N S.A., M T. and B K., 2008, Buku Ajar Fitokimia, Airlangga University Press,
Surabaya.
Marliana S.D. and Suryanti V., 2005, Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis
Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq . Swartz.) dalam Ekstrak Etanol,
Biofarmasi, 3 (1), 26–31.
Mun’im A. and Endang H., 2011, Fitoterapi Dasar, Dian Rakyat, Jakarta.
Murray R.K., Granner and Rodwell, 2003, Buku Kedokteran, Dalam Hartono, A., ed. EGC, Jakarta.
Nurcahyo H., 2008, Ilmu Kesehatan Jilid 1, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Paget G.E., 1970, Methods in Toxicity, Blackwell Scientific Publications, Oxford and Edinburgh
Priyanto, 2009, Farmakoterapi & Terminologi Medis, Leskonfi, Depok.
Purwoko T., 2004, Kandungan Isoflavon Aglikon pada Tempe Hasil Fermentasi Rhizopus
microsporus var. oligosporus: Pengaruh Perendaman, BioSMART, 6 (2), 85–87.
Rahayu T., 2005, Kadar Kolesterol Darah Tikus Putih (Rattus novergicus L) setelah Pemberian
Cairan Kombucha Per Oral, Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, 6 (2), 85–100.
Robinson T., 1991, The Organic Constituen of Higher Plants, Departement of Biochemistry
University of Massachusetts.
Saifudin A., 2014, Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep Dan Teknik Pemurnian,
Deepublish, Yogyakarta.
Salamah E., Ayuningrat E. and Purwaningsih S., 2008, Penapisan awal komponen bioaktif dari
Kijing Taiwan (Anodontia woodiana Lea.) sebagai senyawa antioksidan, Buletin Teknologi
Hasil Perikanan, 11 (2), 119–133.
Sekhon S. and Loodu, 2012, Antioxidant, Antiinflammatory and Hypolipidemic Properties of Apple
Flavonols, Nova Scotia Agricultural College Truro, Nova Scotia.
Setchell K. and Cassidy A., 1999, Dietary Isoflavones: Biological Effects and Relevance to Human
Health, J.Nutr, 129, 758S–767S.
Setyowati W.A.E., Ariani S.R.D., Ashadi, Putri R.C. and Mulyani B., 2014, Skrining Fitokimia dan
Identifikasi Komponen Utama Ekstrak Metanol Kulit Durian (Durio zibethinus Murr.) Varietas
Petruk, Kimia Organik Bahan Alam, 271–280.
Sitepoe I., 2001, Kolesterolfobia keterkaitannya dengan Penyakit Jantung, Gramedia Pustaka
Umum, Jakarta.
Supriyanto, 2004, Pengaruh Pemberian Ekstrak Kedelai Terhadap Kolesterol Total, LDL, HDL, dan
Rasio LDL/HDL Darah Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Yang Mengalami
Hiperkolesterolemia, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
Suyatna F.D., 2007, Hipolipidemik, Dalam Gunawan, S. G. et al., eds. Farmakologi dan Terapi
(Ed. ke-5), Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, pp. 373–385.
Tiano J.P., Delghingaro-augusto V., May C. Le, Liu S., Kaw M.K., Khuder S.S., Latour M.G.,
14
Bhatt S.A., Korach K.S. and Najjar S.M., 2011, Estrogen receptor activation reduces lipid
synthesis in pancreatic islets and prevents β cell failure in rodent models of type 2 diabetes, ,
121 (8), 3331–3342.
Ulbritch C., 2010, Natural Standard Herb & Supplement Guide: An Evidence-Based Reference,
Mosby Elsevier Inc, United States of America.
Utari D.M. and Riyadi H., 2010, Pengaruh Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe Dan Pemasakan
Tempe Terhadap Kadar Isoflavon (Effects Of Soybean Processing Becoming Tempeh And The
Cooking Of Tempeh On Isoflavones Level), Pgm, 33 (2), 148–153.