UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK DAN FRAKSI DARI...
Transcript of UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK DAN FRAKSI DARI...
UNIVERSITAS INDONESIA
UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK DAN
FRAKSI DARI EKSTRAK n-HEKSANA BUAH KETAPANG
(Terminalia catappa L.) SEBAGAI INHIBITOR α-GLUKOSIDASE
DAN PENAPISAN FITOKIMIA DARI FRAKSI TERAKTIF
SKRIPSI
MAMIK YUNIARSIH
0806453655
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK DAN
FRAKSI DARI EKSTRAK n-HEKSANA BUAH KETAPANG
(Terminalia catappa L.) SEBAGAI INHIBITOR α-GLUKOSIDASE
DAN PENAPISAN FITOKIMIA DARI FRAKSI TERAKTIF
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi
MAMIK YUNIARSIH
0806453655
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 2 Juli 2012
Mamik Yuniarsih
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya
nyatakan dengan benar.
Nama : Mamik Yuniarsih
NPM : 0806453655
Tanda Tangan :
Tanggal : 2 Juli 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
v
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Mamik Yuniarsih
NPM : 0806453655
Program Studi : Sarjana Farmasi
Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak dan Fraksi dari
Ekstrak n-Heksana Buah Ketapang (Terminalia
catappa L.) sebagai Inhibitor α-Glukosidase dan
Penapisan Fitokimia dari Fraksi Teraktif
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr. Katrin, M.S., Apt
Pembimbing II : Dra. Azizahwati, M.S., Apt
Penguji I : Dr. Amarila Malik, M.Si., Apt
Penguji II : Dra. Maryati Kurniadi, M.Si., Apt
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 2 Juli 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian
dan penyusunan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi di Departemen
Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit
untuk menyelelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., selaku Ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI;
2. Ibu Dr. Katrin, M.S., Apt selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
menyediakan waktu, bantuan, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan
penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi;
3. Ibu Dra. Azizahwati, M.S., Apt selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah menyediakan waktu, bantuan, tenaga, dan pikiran untuk
mengarahkan penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini;
4. Bapak Dr. Abdul Mun’im, M.Si., Apt selaku kepala proyek dan dosen
yang telah menyediakan waktu, bantuan, tenaga, dan pikiran untuk
mengarahkan penulis dalam penelitian skripsi ini;
5. Bapak Dr. Herman Suryadi, M.S., Apt selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis menempuh
pendidikan di Departemen Farmasi FMIPA UI;
6. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Farmasi FMIPA UI atas ilmu
pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama menempuh
pendidikan di Departemen;
7. Kedua orang tua (Bapak Tumino dan Ibu Narni) dan adikku Sidiq
Nuradiansyah yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, dan
doa demi kelancaran studi penulis;
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
vii
8. Rekan penelitian Devin, Lia, Elsa, Nita, Indah, dan rekan-rekan penelitian
fitokimia lain yang selalu membantu selama proses penelitian;
9. Sahabat Dewi, Suci, Rahmi, Irie, Ima, Septi, dan Kak Ika yang telah setia
menemani dan berbagi suka, duka, canda, tawa, dan air mata selama
penulis menempuh pendidikan di Farmasi;
10. Madah Bahana UI yang telah memberikan pengalaman yang luar biasa dan
kesempatan berprestasi;
11. Para laboran serta karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah
membantu terlaksananya penelitian ini;
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
membantu proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga skripsi yang masih membutuhkan banyak
bantuan dan saran ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu kefarmasian dan manfaatnya dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat.
Penulis
2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Mamik Yuniarsih
NPM : 0806453655
Program Studi : Sarjana
Departemen : Farmasi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak dan Fraksi dari Ekstrak n-Heksana Buah
Ketapang (Terminalia catappa L.) sebagai Inhibitor α-Glukosidase dan Penapisan
Fitokimia dari Fraksi Teraktif
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 2 Juli 2012
Yang menyatakan
( Mamik Yuniarsih )
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
ix Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Mamik YuniarsihProgram Studi : S1 FarmasiJudul : Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak dan Fraksi dari Ekstrak
n-Heksana Buah Ketapang (Terminalia catappa L.)sebagai Inhibitor α-Glukosidase dan Penapisan Fitokimiadari Fraksi Teraktif
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai denganhiperglikemia dan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yangdisebabkan oleh penurunan sekresi insulin, penurunan sensitivitas insulin, ataukeduanya. Salah satu terapi yang digunakan untuk mengobati diabetes melitusadalah obat penghambat aktivitas α-glukosidase. Obat penghambat aktivitas α-glukosidase bekerja menghambat α-glukosidase yang terdapat pada dinding usushalus. Penghambatan kerja enzim tersebut secara efektif dapat mengurangipencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangipeningkatan kadar gula postprandial pada penderita diabetes. Tujuan daripenelitian ini adalah untuk memperoleh fraksi yang memiliki penghambatanaktivitas α-glukosidase tertinggi dari ekstrak n-heksana buah ketapang danmengetahui golongan senyawa kimia dari fraksi teraktif. Metode ekstraksi yangdigunakan adalah ekstraksi bertingkat secara refluks dengan menggunakan pelarutn-heksana, etil asetat, dan metanol. Alat microplate reader digunakan untukmenguji penghambatan aktivitas α-glukosidase. Hasil menunjukkan bahwaekstrak n-heksana aktif menghambat aktivitas α-glukosidase dengan IC50 sebesar67,914 µg/mL. Fraksi D merupakan fraksi teraktif dari ekstrak n-heksana dengannilai IC50 sebesar 49,715 µg/mL. Jenis mekanisme penghambatan kerja enzimnyaadalah inhibitor kompetitif. Berdasarkan hasil penapisan fitokimia menunjukkanbahwa fraksi teraktif mengandung senyawa terpenoid dan glikon.
Kata Kunci : diabetes melitus, α-glukosidase, Terminalia catappa L.,buah ketapang, terpenoid.
xvi + 90 halaman ; 13 gambar; 20 tabel; 21 lampiranDaftar Acuan : 51 (1966-2012)
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
x Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Mamik YuniarsihProgram study : S1 PharmacyTitle : Antidiabetic Activity Test of Extract and Fractions from
Ketapang Fruits (Terminalia catappa L.) as α-GlucosidaseInhibitor and Phytochemical Screening from the MostActive Fraction.
Diabetes mellitus is a group of metabolic disorders characterized byhyperglycemia and abnormalities in carbohydrate, fat, and protein metabolism asresults from defects in insulin secretion, insulin sensitivity, or both. One therapythat is used in treating diabetes mellitus is α-glucosidase inhibitor. It inhibitsactivity of α-glucosidase in the intestinal wall. Inhibition of this enzyme canreduce digestion and absorption of complex carbohydrates effectively so that, canreduce postprandial glucose levels in diabetic patients. The aim of this study wasto get the fraction which had the highest α-glucosidase inhibitory activity from n-hexane extract of ketapang fruits and to know the phytochemical compounds fromthe most active fraction. The method of extraction is graduated-reflux with n-hexane, ethyl acetate, and methanol. The inhibitory activity of α-glucosidase wasassayed by microplate reader. The result showed that n-hexane extract of ketapangfruits actively inhibits α-glucosidase activity with IC50 values 67,914 µg/mL. Dfraction was the most active fractions from n-hexane extract with IC50 values49,715 µg/mL. Its type of enzyme inhibition mechanism is competitive inhibitory.The result of phytochemical screening showed that the most active fractioncontains terpenoids and glycons.
Key Words : diabetes mellitus, α-glucosidase, Terminalia catappa L.,Ketapang fruits, terpenoids.
xvi + 90 pages ; 13 pictures; 20 tables; 21 appendicesBibliography : 51 (1966-2012)
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
xi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................iiSURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME..........................................iiiHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................ivHALAMAN PENGESAHAN.............................................................................vKATA PENGANTAR ........................................................................................viHALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................viiiABSTRAK ..........................................................................................................ixABSTRACT........................................................................................................xDAFTAR ISI.......................................................................................................xiDAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xivDAFTAR TABEL...............................................................................................xvDAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xvi
1. PENDAHULUAN..........................................................................................11.1 Latar Belakang ........................................................................................11.2 Tujuan Penelitian.....................................................................................2
2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................32.1 Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L.) ..........................................3
2.1.1 Klasifikasi.......................................................................................32.1.2 Morfologi .......................................................................................52.1.3 Ekologi dan Penyebaran ................................................................52.1.4 Kandungan Kimia ..........................................................................52.1.5 Manfaat ..........................................................................................6
2.1.5.1 Tradisional .........................................................................62.1.5.2 Penelitian ...........................................................................6
2.2 Diabetes Melitus......................................................................................72.2.1 Definisi...........................................................................................72.2.2 Klasifikasi.......................................................................................72.2.3 Penatalaksanaan .............................................................................8
2.2.3.1 Terapi Tanpa Obat .............................................................92.2.3.2 Terapi Farmakologi............................................................10
2.3 Enzim ......................................................................................................122.3.1 Karakter Enzim ..............................................................................122.3.2 Mekanisme Penghambatan Enzim.................................................142.3.3 Penentuan Kinetika Penghambatan Enzim ....................................172.3.4 Penghambat α-Glukosidase ...........................................................172.3.5 Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase ..................................18
2.4 Metode Pemisahan ..................................................................................192.4.1 Ekstraksi.........................................................................................19
2.4.1.1 Cara Dingin........................................................................192.4.1.2 Cara Panas..........................................................................20
2.4.2 Kromatografi Lapis Tipis ...............................................................212.4.2.1 Fase Diam ..........................................................................212.4.2.2 Fase Gerak .........................................................................21
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
xii Universitas Indonesia
2.4.3 Kromatografi Kolom ......................................................................222.5 Microplate Reader ...............................................................................232.6 Penapisan Fitokimia ...............................................................................24
2.6.1 Alkaloid..........................................................................................242.6.2 Flavonoid .......................................................................................242.6.3 Terpenoid .......................................................................................242.6.4 Tanin ..............................................................................................252.6.5 Saponin ..........................................................................................252.6.6 Kuinon ...........................................................................................252.6.7 Glikosida........................................................................................26
3. METODE PENELITIAN .............................................................................273.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................273.2 Bahan dan Alat ........................................................................................27
3.2.1 Bahan Uji .......................................................................................273.2.2 Bahan Kimia ..................................................................................273.2.3 Alat .................................................................................................28
3.3 Cara Kerja ...............................................................................................283.3.1 Penyiapan Simplisia .......................................................................283.3.2 Ekstraksi .........................................................................................293.3.3 Fraksinasi .......................................................................................293.3.4 Uji Pendahuluan Aktivitas α-Glukosidase .....................................29
3.3.4.1 Penyiapan Larutan Pereaksi ...............................................303.3.4.2 Prosedur .............................................................................31
3.3.5 Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase ..................................323.3.5.1 Penyiapan Larutan Akarbose .............................................333.3.5.2 Penyiapan Larutan Sampel ................................................333.3.5.3 Pengujian Blanko...............................................................333.3.5.4 Pengujian Kontrol Blanko .................................................333.3.5.5 Pengujian Sampel ..............................................................333.3.5.6 Pengujian Kontrol Sampel .................................................343.3.5.7 Pengujian Standar ..............................................................343.3.5.8 Pengujian Kontrol Standar/Pembanding............................34
3.3.6 Uji Kinetika Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase ...................363.3.7 Penapisan Fitokimia.......................................................................37
3.3.7.1 Identifikasi Alkaloid ..........................................................373.3.7.2 Identifikasi Flavonoid ........................................................373.3.7.3 Identifikasi Terpenoid........................................................383.3.7.4 Identifikasi Tanin...............................................................383.3.7.5 Identifikasi Saponin ...........................................................383.3.7.6 Identifikasi Antrakuinon ....................................................383.3.7.7 Identifikasi Glikosida.........................................................38
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................404.1 Penyiapan Bahan Uji...............................................................................404.2 Ekstaksi Simplisia ...................................................................................414.3 Fraksinasi ................................................................................................414.4 Uji Pendahuluan Aktivitas α-Glukosidase ..............................................42
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
xiii Universitas Indonesia
4.5 Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase ...........................................444.6 Penentuan Kinetika Penghambatan α-Glukosidase.................................464.7 Penapisan Fitokimia ................................................................................47
4.7.1 Alkaloid..........................................................................................484.7.2 Flavonoid .......................................................................................484.7.3 Terpenoid .......................................................................................484.7.4 Tanin ..............................................................................................484.7.5 Saponin...........................................................................................484.7.6 Antrakuinon ...................................................................................494.7.7 Glikon.............................................................................................49
5. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................505.1 Kesimpulan...............................................................................................505.2 Saran .......................................................................................................50
DAFTAR ACUAN.............................................................................................51
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
xiv Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Terminalia catappa L ............................................................................4Gambar 2.2 Penguraian substrat oleh enzim.......................................................13Gambar 2.3 Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi ...............14Gambar 2.4 Plot timbal-balik ganda atau plot Lineweaver-Burk 1/vi versus
1/[S] yang digunakan untuk mengevaluasi nilai Km dan Vmax .........15Gambar 2.5 Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi kompetitif .............................16Gambar 2.6 Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi nonkompetitif .........................17Gambar 2.7 Struktur kimia akarbose ...................................................................18Gambar 2.8 Reaksi enzimatik α-glukosidase dan p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosida ...............................................................................19Gambar 2.9 Microplate Reader...........................................................................23Gambar 3.1 Microplate 96 sumur .......................................................................28Gambar 4.1 Grafik optimasi konsentrasi substrat ...............................................44Gambar 4.2 Plot Lineweaver-Burk fraksi D dari ekstrak n-heksana dengan
Konsentrasi 50 µg/mL.....................................................................47Gambar 4.3 Pola kromatogram terpenoid ...........................................................55
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
xv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Prosedur optimasi konsentrasi substrat..................................................32Tabel 3.2 Prosedur uji penghambatan aktivitas α-glukosidase .........................35Tabel 3.3 Prosedur penentuan kinetika penghambatan enzim..........................37Tabel 4.1 Persentase perbandingan berat buah ketapang kering terhadap
berat buah ketapang segar .................................................................56Tabel 4.2. Rendemen ekstrak buah ketapang.....................................................56Tabel 4.3. Rendemen hasil fraksinasi kolom .....................................................56Tabel 4.4. Optimasi aktivitas enzim pada berbagai konsentrasi substrat...........57Tabel 4.5 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada akarbose.......57Tabel 4.6 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada ekstrak
n-heksana...........................................................................................58Tabel 4.7 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada ekstrak
etil asetat............................................................................................58Tabel 4.8 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada ekstrak
metanol..............................................................................................59Tabel 4.9 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi A .........59Tabel 4.10 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi B .........60Tabel 4.11 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi C .........60Tabel 4.12 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi D .........61Tabel 4.13 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi E..........61Tabel 4.14 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi F..........62Tabel 4.15 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi G .........62Tabel 4.16 Data uji kinetika penghambatan α-glukosidase fraksi D (teraktif) ...63Tabel 4.17 Hasil perhitungan tetapan michaelis-menten fraksi D
(konsentrasii 50 µg/mL)....................................................................63
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
xvi Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema kerja ekstraksi bertingkat ........................................................64Lampiran 2. Skema kerja fraksinasi ekstrak n-heksana buah ketapang dan
penapisan fitokimia dari fraksi yang memiliki penghambatanaktivitas α-glukosidase terbesar .....................................................65
Lampiran 3. Skema uji penghambatan aktivitas α-glukosidase ........................66Lampiran 4. Sertifikat analisis α-glukosidase ....................................................67Lampiran 5. Sertifikat analisis p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida .....................68Lampiran 6. Hasil determinasi tumbuhan ..........................................................69Lampiran 7. Perhitungan bobot α-glukosidase yang ditimbang ........................70Lampiran 8 Perhitungan aktivitas enzim pada optimasi konsentrasi substrat...71Lampiran 9. Perhitungan IC50 dari akarbose ......................................................73Lampiran 10.Perhitungan IC50 dari ekstrak n-heksana........................................74Lampiran 11.Perhitungan IC50 dari ekstrak etil asetat.........................................75Lampiran 12.Perhitungan IC50 dari ekstrak metanol...........................................76Lampiran 13.Perhitungan IC50 dari fraksi A..... ..................................................77Lampiran 14.Perhitungan IC50 dari fraksi B........................................................78Lampiran 15.Perhitungan IC50 dari fraksi C........................................................79Lampiran 16.Perhitungan IC50 dari fraksi D .......................................................80Lampiran 17.Perhitungan IC50 dari fraksi E........................................................81Lampiran 18.Perhitungan IC50 dari fraksi F ........................................................82Lampiran 19.Perhitungan IC50 dari fraksi G .......................................................83Lampiran 20.Perhitungan kinetika penghambatan aktivitas α-glukosidase
pada fraksi teraktif (fraksi D)......................................................... 84Lampiran 21.Plot hubungan konsentrasi dan % inhibisi pada akarbose,
ekstrak dan fraksi ........................................................................... 85
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemia dan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin, penurunan sensitivitas
insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular,
makrovaskular dan neuropati (Wells, Dipiro, Schwinghammer dan Dipiro, 2009).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 menyatakan jumlah
penderita DM di seluruh dunia adalah 171 juta orang dan akan meningkat sampai
dua kali lipat pada tahun 2030. Indonesia termasuk dalam 10 besar daftar negara
dengan penderita diabetes terbanyak selain India, Cina, Amerika, Jepang,
Pakistan, Rusia, Brazil, Italia, dan Bangladesh (Aziza B., 2007). Dalam Diabetes
Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum perkiraan penduduk
Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi DM
sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola
pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan
ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi
prevalensi DM sebesar 4,6 % akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes (Suyono et
al., 2007).
Walaupun diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang tidak
menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila
pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara
multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat. Penatalaksanaan
diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai dua target utama, yaitu
menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal dan mencegah
atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes. Dalam
penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dengan
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
2
Universitas Indonesia
langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan
dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik
oral, atau kombinasi keduanya (Dirjen Binfar Depkes RI, 2005).
Obat golongan penghambat α-glikosidase dapat memperlambat absorpsi
polisakarida, dekstrin, dan disakarida di usus halus. Dengan menghambat kerja α-
glukosidase di usus halus, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada
orang normal dan pasien DM. Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi
insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007).
Selain pengobatan dengan obat hipoglikemik, beberapa tanaman
tradisional juga sudah diteliti aktivitasnya sebagai antidiabetes. Keunggulan
penggunaan herba terletak pada bahan dasarnya yang bersifat alami sehingga efek
sampingnya dapat ditekan seminimal mungkin. Tanaman yang dilaporkan umum
digunakan sebagai obat tradisional diantaranya adalah alpukat, kayu manis,
jamblang, bawang putih, dan meniran (Soumyanath, 2006).
Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa ekstrak petroleum
eter, metanol dan air buah ketapang menunjukkan aktivitas antidiabetes pada tikus
diabetes yang diinduksi oleh aloksan (Nagappa, Thakurdesai, Rao dan Singh,
2003). Pada penelitian yang dilakukan terhadap berbagai fraksi buah ketapang
(Terminalia catappa L.) diketahui dari fraksi petroleum eter, etil asetat, butanol
dan metanol-air memiliki aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase (Sofawati,
2011). Hal ini menunjukkan bahwa buah ketapang memiliki potensi sebagai obat
antidiabetes. Oleh karena itu pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui fraksi
dari ekstrak n-heksana yang memiliki aktivitas antidiabetes terbesar dan
melakukan penapisan fitokimia dari fraksi yang paling aktif.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek penghambatan
aktivitas α-glukosidase dari ekstrak dan fraksi dari ekstrak n-heksana buah
ketapang serta melakukan penapisan fitokimia dari fraksi teraktif buah ketapang
(Terminalia catappa L.).
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L.)
2.1.1 Klasifikasi (Jones & Luchsinger, 1987; Little, E. L., Jr., 1979)
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Myrtales
Suku : Combretaceae
Marga : Terminalia
Jenis : Terminalia catappa L.
Sinonim : Terminalia moluccana Lamk.
Terminalia procera Roxb.
Terminalia latifolia Blanco, non Swartz.
Nama Daerah: Beowa, Ki, Geutapang, Ketapang, Lahapang, Kayafa,
Katapleng, Sairise (Sumatera). Katapang (Jawa).
Katapang, Klihi, Lisa, Ketapas (Nusa Tenggara).
Ketapang, Katapang, Sadina, Salisa, Saliha, Klis, Ngusu
(Maluku). Tarisei, Dumpayang of lumpayong, Talisei,
Kanangan, Katapang, Atapang (Sulawesi). Kalis, Kris
(Irian Jaya) (PT. Eisai Indonesia, 1986).
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
4
Universitas Indonesia
1
2[Sumber: Dokumentasi pribadi]
Keterangan: (1) Tanaman Ketapang; (2) Buah Ketapang
Gambar 2.1 Terminalia catappa L.
4
Universitas Indonesia
1
2[Sumber: Dokumentasi pribadi]
Keterangan: (1) Tanaman Ketapang; (2) Buah Ketapang
Gambar 2.1 Terminalia catappa L.
4
Universitas Indonesia
1
2[Sumber: Dokumentasi pribadi]
Keterangan: (1) Tanaman Ketapang; (2) Buah Ketapang
Gambar 2.1 Terminalia catappa L.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
5
Universitas Indonesia
2.1.2 Morfologi
Pohonnya besar, tingginya bisa mencapai 40 m dan diameter batangnya 2
m. Batangnya berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan. Bunganya kecil
berkisar antara 4-6 mm, berwarna putih atau krem, memiliki lima lobed, dan
memiliki bau yang tidak sedap. Daun memiliki ujung yang berbentuk bulat dan
tumpul, mengkilap, kasar dan berwarna hijau tua yang kemudian akan berubah
menjadi kuning dan merah ketika akan gugur. Buah berbentuk telur gepeng, keras,
berwarna hijau kemudian kuning, merah dan ungu kemerahan jika buah sudah
masak. Daging buahnya berserabut. Di dalam buah ketapang terdapat biji yang
berbentuk jorong, bagian ujung agak meruncing dan pipih, sedangkan bagian
pangkal membulat (Heyne, 1987; Thomson dan Evans, 2006).
2.1.3 Ekologi dan Penyebaran
Tanaman ini tumbuh liar di dataran rendah Nusantara, di pasir atau pada
karang di pantai. Ditanam pada ketinggian sampai 800 M dari permukaan laut
(Heyne, 1987). Tanaman ini hanya dapat bertahan hidup pada daerah tropis dan
subtropis serta dapat tumbuh subur pada tanah yang memiliki drainase yang baik.
Tanaman ketapang berasal dari Asia Tenggara dan umum ditemukan di seluruh
area, tetapi jarang ditemukan di Sumatera dan Kalimantan. Tanaman ini juga
tumbuh di Australia bagian Selatan, Pakistan, India, Afrika Timur dan Barat,
Madagaskar, dan dataran rendah di Amerika Tengah dan Selatan (Lemmens &
Wulijarni-Soetjipto, 1992).
2.1.4 Kandungan Kimia
Secara umum tanaman ketapang mengandung tanin (puni-calagin,
punicalin, terflavin A dan B, tergallagin, ter-catain, asam chebulagic, geranin,
granatin B, corilagin), flavonoid (isovitexin, vitexin, isoorientin, rutin), dan
triterpenoid (Ahmed, BM, Dhanapal dan Chandrashekara, 2005).
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
6
Universitas Indonesia
2.1.5 Manfaat
2.1.5.1 Tradisional
Secara tradisional tanaman ketapang telah dimanfaatkan untuk
pengobatan. Diantaranya, dapat diminum sebagi infus untuk mengobati sakit
kepala akibat migrain dan demam tinggi. Kulit kayu digunakan sebagai
antidisentri dan diuretik ringan. Daunnya digunakan sebagai antiinflamasi dan
antiseptik (Khare, C.P., 2007; WHO, 1998). Buah ketapang juga digunakan oleh
bangsa Afrika untuk pengobatan diabetes melitus (Soumyanath, 2006).
2.1.5.2 Penelitian
a. Antijamur
Ekstrak n-heksana dan etanol 95% dari daun ketapang diuji terhadap
empat jenis biakan jamur Candida albicans, Trichophyton mentagrophytes,
Epidermophyton flocosum dan Microsporum gypseum dengan metode difusi agar
menggunakan cakram kertas. Dari hasil uji tersebut diketahui bahwa ekstrak daun
ketapang memiliki aktivitas terhadap jamur Microsporum gypseum (Malik,
Soediro, Padmawinata dan Yulinah, 1993).
b. Antidiabetes
Ekstrak petroleum eter, metanol dan air dari buah ketapang diuji secara in
vivo terhadap tikus hiperglikemik yang diinduksi aloksan. Hasil uji menyatakan
bahwa ekstrak metanol dan air dari buah ketapang secara signifikan memiliki
aktivitas antidiabetes pada tikus hiperglikemik yang diinduksi aloksan tanpa
adanya perubahan pada berat badan (Nagappa, Thakurdesai, Rao dan Singh,
2003). Ekstrak air dari daun ketapang juga dilaporkan memiliki aktivitas
antidiabetes yang diuj secara in vivo pada tikus diabetes yang diinduksi aloksan
(Ahmed, BM, Dhanapal dan Chandrashekara, 2005).
c. Antiinflamasi
Ekstrak kasar etanol yang kemudian dipartisi oleh petroleum eter,
kloroform, etil asetat dan n-butanol dari daun ketapang memiliki aktivitas
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
7
Universitas Indonesia
antiinflamasi yang diuji secara in vivo pada edema kuping di tikus yang diinduksi
TPA (12-O-tetradecanoylphorbol-13-acetate) (Fan et al., 2004).
2.2 Diabetes Melitus
2.2.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelainan metabolik kronis yang
melibatkan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dengan ciri glukosuria
dan hiperglikemia (Basuki, Dewiyanti, Artanti, dan Kardono, 2002).
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan etiologinya yang diperkenalkan
oleh American Diabetes Association (ADA) dan telah disahkan oleh World Health
Organization (WHO), yaitu:
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan
absolut insulin. Hal ini diperkirakan terjadi akibat destruksi autoimun sel-sel beta
pulau Langerhans. Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), karena individu pengidap penyakit ini
harus mendapat insulin pengganti. Diabetes tipe 1 biasanya dijumpai pada
individu yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan
laki-laki sedikit lebih banyak daripada wanita. Insiden diabetes tipe 1 memuncak
pada usia remaja dini, sehingga pada masa dahulu bentuk ini disebut sebagai
diabetes juvenilis. Akan tetapi, diabetes tipe 1 dapat timbul pada semua kelompok
usia (Corwin, 2009).
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 merupakan DM yang tidak tergantung insulin dan
dinamakan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada NIDDM,
terdapat resistensi insulin yang disertai defisiensi insulin relatif atau defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin (Aziza, 2007). NIDDM sangat sering terjadi pada
orang dewasa yang kelebihan berat badan yang telah berumur lebih dari 40 tahun
(Johnson, 1998).
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
8
Universitas Indonesia
Untuk kebanyakan individu, diabetes melitus tipe 2 tampaknya berkaitan
dengan kegemukan. Selain itu, kecenderungan pengaruh genetik, yang
menentukan kemungkinan individu mengidap penyakit ini cukup kuat (Corwin,
2009).
c. Diabetes Melitus Gestational
Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari
semua kehamilan. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang
mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah
suatu keadaan diabetogenik (Price dan Wilson, 2005).
d. Diabetes Melitus Tipe Lain
Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungi sel beta,
defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena
obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik
lain yang berkaitan dengan DM (Suyono et al., 2007).
2.2.3 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan diabetes melitus adalah mengurangi komplikasi
mikrovaskuler dan makrovaskuler jangka panjang, mencegah komplikasi akut dari
kadar glukosa darah yang tinggi, dan memelihara secara keseluruhan kualitas
hidup pasien (Chisholm-Burns, 2008).
Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang
pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat.
Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dengan
langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan
dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik
oral, atau kombinasi keduanya (Dirjen Binfar Depkes RI, 2005).
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
9
Universitas Indonesia
2.2.3.1 Terapi Tanpa Obat
a. Pengaturan Diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai
berikut: karbohidrat : 60-70 %, protein : 10-15 %, dan lemak : 20-25 %.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat
mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap
stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5 %
berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6 % (HbA1c adalah salah
satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan
dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup.
Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya
diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300
mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang
mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh.
Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging
dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling
tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak,
makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu
mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan
kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-
buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral (Dirjen Binfar Depkes RI,
2005).
b. Latihan Jasmani
Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan
secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan (Dirjen Binfar
Depkes RI, 2005). Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu)
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
10
Universitas Indonesia
selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (continuous,
rhythmical, interval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin
mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan
dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga
ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah
berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat misalnya jogging (Suyono, et
al., 2007).
2.2.3.2 Terapi Farmakologi
a. Insulin
Insulin masih merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis
DM tipe 2. Berbagai jenis insulin dengan kejernihan yang berbeda-beda tersedia.
Saat ini, insulin manusia yang paling banyak digunakan karena efek samping dan
komplikasi yang lebih sedikit (Corwin, 2009). Sediaan yang tersedia memiliki
farmakokinetika yang berbeda berdasarkan mula kerja dan masa kerjanya, antara
lain insulin kerja singkat, insulin kerja sedang, insulin kerja sedang mulai kerja
singkat, insulin kerja lama, dan sediaan insulin campuran. Mekanisme kerja dari
insulin adalah menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi pengambilan
glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik.
b. Sulfonilurea
Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar
pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas
masih dapat berproduksi (Dirjen Binfar Depkes RI, 2005). Golongan sulfonilurea
dibagi menjadi 2, yaitu generasi I dan generasi II. Contoh obat generasi I antara
lain klorpropamid, tolbutamid, dan tolazamid. Untuk obat generasi II antara lain
glipizid dan gliburid. Obat sulfonilurea generasi II ini, umumnya potensi
hipoglikemiknya hampir 100x lebih besar dari generasi I (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007).
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
11
Universitas Indonesia
c. Biguanida
Sebenarnya dikenal 3 jenis obat antidiabetes dari golongan biguanid, yaitu
fenformin, buformin, dan metformin, tetapi yang pertama telah ditarik dari
peredaran karena sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak
digunakan adalah metformin (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI,
2007). Biguanida bekerja menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan
penggunaan glukosa di jaringan.
d. Tiazolidindion
Tiazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Dapat diberikan secara oral.
Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan
mengurangi produksi glukosa di hati (Suyono et al., 2007).
e. Penghambat α-Glukosidase
Contoh dari penghambat α-glukosidase adalah akarbose dan miglitol.
Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM
yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Di klinik sering digunakan bersama
antidiabetik oral lain dan/atau insulin (Departemen Farmakologi dan Terapeutik
FKUI, 2007).
Efek samping sistemik jarang terjadi tetapi pemberian dosis tinggi
berhubungan dengan peningkatan idiosinkratik kadar serum hepatik transaminase.
Efek samping yang sering terjadi, terutama gangguan lambung, lebih banyak gas,
lebih sering flatus dan kadang-kadang diare. Efek samping ini meningkat dengan
keberlanjutan terapi tetapi akan berkurang dengan pemberian dosis awal yang
rendah dan titrasi dosis (Walker dan Edwards, 2003).
f. Incretin Mimetics (Glucagon-Like Peptide Receptor Agonists)
Glucagon-like peptide 1 (GLP-1) adalah hormon yang merangsang sekresi
insulin, menekan sekresi glukagon, menghambat pengosongan lambung, dan
mengurangi nafsu makan (Linn, Wofford, O’Keefe & Posey, 2009). Analog
sintetik dari GLP-1 adalah exenatid (Katzung, 2006). Obat ini merupakan terapi
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
12
Universitas Indonesia
tambahan yang diinjeksikan secara subkutan dua kali sehari pada penderita
diabetes melitus tipe 2 yang diobati dengan metformin atau sulfonilurea dan
masih memiliki kontrol glikemik yang optimal (Katzung, 2006; Linn, Wofford,
O’Keefe & Posey, 2009).
g. Incretin Enhancers (Dipeptidyl Peptidase-4 Activity Inhibitors)
Penghambat Dipeptidil Peptidase-4 (DPP-4) bekerja menghambat enzim
DPP-4 dalam menguraikan inkretin (Linn, Wofford, O’Keefe & Posey, 2009).
Obat golongan ini tidak mengakibatkan penurunan atau kenaikan berat badan dan
tidak menyebabkan efek samping pada gastrointestinal (Wells, Dipiro,
Schwinghammer dan Dipiro, 2009). Contoh dari obat golongan penghambat DPP-
4 adalah sitagliptin. Sitagliptin merupakan terapi farmakologi pada penderita
diabetes melitus tipe 2 dan dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau
dikombinasikan dengan metformin atau pioglitazon (Katzung, 2006; Linn,
Wofford, O’Keefe & Posey, 2009).
2.3 Enzim
2.3.1 Karakter Enzim
Enzim adalah katalis yang dapat mempercepat reaksi tanpa mengalami
perubahan secara permanen sebagai konsekuensi dari keikutsertaannya dalam
reaksi yang bersangkutan (Murray, Granner, & Rodwell, 2009). Suatu enzim
dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi
tersebut dilakukan tanpa katalis. Substrat adalah senyawa yang bereaksi dengan
bantuan enzim. Suatu enzim bekerja secara khas terhadap substrat tertentu.
Kekhasan inilah ciri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan
enzim) yang dapat bekerja terhadap berbagai macam reaksi.
Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada hubungan
atau kontak antara enzim dengan substrat. Hubungan antara substrat dengan
enzim hanya terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja. Tempat atau bagian
enzim yang mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat dinamakan
bagian aktif (active site). Hubungan hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif
mempunyai ruang yang tepat dapat menampung substrat. Apabila substrat
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
13
Universitas Indonesia
mempunyai bentuk atau konformasi lain, maka tidak dapat ditampung pada
bagian aktif suatu enzim. Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat
menyebabkan terjadinya kompleks enzim-substrat. Kompleks ini merupakan
kompleks yang aktif, yang bersifat sementara dan akan terurai lagi apabila yang
diinginkan telah terjadi. Secara sederhana sekali penguraian suatu senyawa atau
substrat oleh suatu enzim dapat digambarkan sebagai berikut:
[Sumber: Poedjiadi, 2006 ]
Gambar 2.2 Penguraian substrat oleh enzim
Persamaan Michaelis-Menten memperlihatkan secara matematis hubungan
antara kecepatan awal reaksi vi dan konsentrasi substrat
v [ ][ ] (2.1)
Keterangan : vi = kecepatan awal reaksi, Vmax = kecepatan reaksi maksimal, [S] = konsentrasisubstrat, Km = konstanta Michaelis/ konsentrasi substrat dengan kecepatan awal reaksi (vi) adalahseparuh dari kecepatan maksimal (Vmax/2).
Michaelis dan Menten berkesimpulan bahwa kecepatan reaksi bergantung pada
konsentrasi kompleks enzim-substrat (ES), sebab apabila bergantung pada
konsentrasi substrat (S), maka penambahan konsentrasi substrat akan
menghasilkan pertambahan kecepatan reaksi (Poedjiadi, 2006). Di sini dapat
dilihat bahwa pada penambahan pertama kecepatan reaksi naik dengan cepat.
Tetapi, jika penambahan substrat dilanjutkan maka penambahan kecepatan mulai
menurun sampai pada suatu ketika tidak ada penambahan kecepatan reaksi lagi.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
14
Universitas Indonesia
[Sumber: Girindra, 1990]
Gambar 2.3 Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi
Michaelis dan kawan-kawannya menyatakan bahwa reaksi yang dikatalisis oleh
enzim pada berbagai konsentrasi substrat mengalami 2 fase, yaitu (1) jika
konsentrasi substrat masih rendah, daerah yang aktif pada enzim tidak terikat
semuanya dengan substrat dan (2) jika jumlah molekul substrat meningkat pada
daerah yang aktif terikat seluruhnya oleh substrat, dan pada saat ini enzim telah
bekerja dengan kapasitas penuh (Girindra, 1990).
2.3.2 Mekanisme Penghambatan Enzim
Mekanisme penghambatan enzim dapat diperkirakan melalui penentuan
kinetika penghambatan enzim. Jenis inhibisi ditentukan dengan analisis data
menggunakan metode Lineweaver-Burk untuk memperoleh tetapan kinetika
Michaelis- Menten (Dewi et al., 2007). Persamaan Michaelis-Menten
memperlihatkan secara matematis hubungan antara kecepatan awal reaksi vi dan
konsentrasi substrat [S] (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009). Sedangkan plot
Lineweaver-Burke adalah plot kurva substrat-penghambat dan substrat-tanpa
penghambat dengan 1/[S] sebagai sumbu x dan 1/vo sebagai sumbu y. S adalah
variasi konsentrasi substrat, sedangkan vo adalah kecepatan inisial (initial
velocity) atau kecepatan awal.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
15
Universitas Indonesia
[Sumber : Murray, Granner, dan Rodwell, 2009]
Gambar 2.4 Plot timbal-balik ganda atau plot Lineweaver-Burk 1/vi
versus 1/[S] yang digunakan untuk mengevaluasi nilai Km dan Vmax
a. Inhibisi kompetitif (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009)
Umumnya, pada inhibisi kompetitif ini, inhibitor (I) berikatan dengan
bagian dari tempat aktif yang mengikat substrat dan menghambat akses ke
substrat. Oleh karena itu, struktur kebanyakan inhibitor kompetitif klasik
cenderung mirip dengan struktur substrat, dan karenanya dinamai analog substrat.
. Untuk inhibisi kompetitif klasik, garis yang menghubungkan titik data
eksperimen bertemu di sumbu y (Gambar 2.5). Karena perpotongan garis di
sumbu y = 1/Vmax, pola ini menunjukkan bahwa ketika 1/[S] = 0, vi tidak
bergantung pada keadaan inhibitor.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
16
Universitas Indonesia
[Sumber : Murray, Granner, dan Rodwell, 2009]
Gambar 2.5 Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi kompetitif
b. Inhibisi nonkompetitif (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009)
Pada inhibisi nonkompetitif, pengikatan inhibitor tidak mempengaruhi
pengikatan substrat. Oleh karena itu, kompleks EI dan EIS dapat terbentuk.
Namun, sementara kompleks enzim-inhibitor tetap dapat mengikat substrat,
namun efesiensinya mengubah substrat menjadi produk yang tercermin oleh Vmax,
berkurang. Inhibitor nonkompetitif mengikat enzim di bagian-bagian yang
berbeda dari bagian pengikat substrat dan umumnya tidak atau sedikit memiliki
kesamaan struktural dengan substrat.
Untuk inhibisi nonkompetitif sederhana, E dan EI memiliki afinitas yang
sama dengan substrat, dan kompleks EIS menghasilkan produk pada kecepatan
yang hampir dapat diabaikan (Gambar 2.6). Inhibisi nonkompetitif yang lebih
kompleks terjadi jika pengikatan inhibitor memang mempengaruhi afinitas.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
17
Universitas Indonesia
[Sumber : Murray, Granner, dan Rodwell, 2009]
Gambar 2.6 Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi nonkompetitif
2.3.3 Penentuan Kinetika Penghambatan Enzim (Girindra, 1990)
Untuk menentukan macam inhibitor dilihat dari gambar 2.4. Grafik yang
didapat dari persamaan
= [ ] + (2.2)
merupakan garis lurus linier yang memotong absis pada titik -1/Km dan memotong
ordinat pada titik 1/Vmaks. Sekarang jika inhibitor ditambahkan ke dalam suatu
sistem enzim maka akan terjadi hambatan reaksi. Tetapi dengan penambahan
substrat tidak terhingga, dimana 1/[S] sama dengan 0, maka akan didapatkan garis
lurus yang berpotongan dengan ordinat 1/V pada titik 1/Vmaks. Apabila dalam
penelitian didapatkan data yang memberi bentuk grafik demikian, maka inhibitor
enzim itu termasuk inhibitor kompetitif. Sebaliknya, jika didapatkan garis dimana
titik pada sumbu naik sedangkan Km tidak berubah, jenis inhibitor termasuk
nonkompetitif.
2.3.4 Penghambat α-Glikosidase
Senyawa-senyawa penghambat α-glukosidase bekerja menghambat enzim
α-glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim (maltase,
isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
18
Universitas Indonesia
oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif
dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga
dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa postprandial pada penderita
diabetes (Dirjen Binfar Depkes RI, 2005). Karena kerjanya yang tidak
mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping
hipoglikemia.
Contoh sediaan dari golongan penghambat α-glikosidase ini adalah
akarbose dan miglitol. Namun, yang paling sering digunakan adalah akarbose.
Akarbose merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007).
[Sumber: British Pharmacopoeia Commission, 2009]
Gambar 2.7 Struktur kimia akarbose
Akarbose bekerja menghambat α-glukosidase sehingga mencegah penguraian
sukrosa dan karbohidrat kompleks dalam usus halus, dengan demikian
memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat.
2.3.5 Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase
Uji penghambatan aktivitas α-glukosidase secara in vitro dilakukan dengan
reaksi enzimatis menggunakan p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa sebagai substrat
dan pengukuran secara spektrofotometri. Enzim α-glukosidase akan
menghidrolisis p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida menjadi p-nitrofenol (berwarna
kuning) dan glukosa dengan reaksi sebagai berikut:
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
19
Universitas Indonesia
[Sumber : Basuki, Minarti, Artanti, Kardono, & Simandjuntak]
Gambar 2.8. Reaksi Enzimatis α-glukosidase dan p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosida
Aktivitas enzim diukur berdasarkan absorbansi yang berwarna kuning.
Apabila tumbuhan memiliki kemampuan menghambat aktivitas α-glukosidase
maka p-nitrofenol yang dihasilkan akan berkurang (Basuki, Dewiyanti, Artanti,
dan Kardono, 2002).
2.4 Metode Pemisahan
2.4.1 Ekstraksi (Departemen Kesehatan RI, 2000)
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut. Beberapa
metode yang sering digunakan dalam ekstraksi bahan alam dengan menggunakan
pelarut antara lain.
2.4.1.1 Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokon atau pengadukan pada temperatur
ruangan (suhu kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan
pengadukan yang kontinu (terus menerus). Remaserasi berarti dilakukan
p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida+
α-glukosidaseα-D-glukosap-nitrofenol
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
20
Universitas Indonesia
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama
dan seterusnya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu kamar.
Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2.4.1.2 Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50oC.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC)
selama waktu tertentu (15-20 menit).
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
21
Universitas Indonesia
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.
Proses ekstraksi akan menghasilkan ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kental
yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau
simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
2.4.2 Kromatografi Lapis Tipis (Gandjar dan Rohman, 2007)
Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planar, selain
kromatografi kertas dan elektroforesis. Fase diam pada KLT berupa lapisan yang
seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat
alumunium, atau pelat plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut
pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada
pengembangan secara menaik atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan
secara menurun.
2.4.2.1 Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin
baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya. Penjerap yang paling
sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi
yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi.
2.4.2.2 Fase Gerak
Sistem yang paling sederhana pada fase gerak adalah campuran dua
pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara maksimal. Berikut
adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak:
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
22
Universitas Indonesia
a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif
b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan
c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti
juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar
seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan.
d. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan
perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia
masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan
asam.
2.4.3 Kromatografi Kolom (Gritter, Bobbitt, dan Schwarting, 1991)
Salah satu metode pemisahan senyawa dalam jumlah besar adalah dengan
menggunakan kromatografi kolom. Kromatografi kolom terdiri dari fase diam dan
fase gerak. Fase diam ditempatkan di dalam tabung kaca berbentuk silinder, pada
bagian bawah tertutup dengan katup atau keran, dan fase gerak dibiarkan mengalir
ke bawah melaluinya karena gaya berat.
Kolom kromatografi dibuat dengan menuangkan suspensi fase diam dalam
pelarut yang sesuai ke dalam kolom dan dibiarkan memampat. Selanjutnya
permukaan pelarut diturunkan sampai tepat pada bagian atas fase diam, dan
cuplikan yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai diletakkan pada bagian atas
kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam lapisan atas penyangga. Kemudian fase
gerak dimasukkan dan dibiarkan mengalir mengembangkan kromatogram. Pada
kondisi yang dipilih dengan baik, linarut yang berupa komponen campuran, turun
berupa pita dengan laju yang berlainan dan dengan demikian dipisahkan. Linarut
biasanya dipisahkan dengan cara membiarkannya mengalir keluar dari kolom dan
mengumpulkannya sebagai fraksi.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
23
Universitas Indonesia
2.5 Microplate Reader
Microplate reader merupakan suatu instrumen khusus yang dirancang
untuk mengukur serapan sampel kimia hingga 96 sampel dalam suatu prosedur
tunggal. Sampel tersebut ditempatkan dalam suatu wadah khusus yang disebut
sumuran. Sumuran tersebut dapat menampung sejumlah kecil sampel kimia dan
dapat menampung hingga 96 sampel kimia. Sumuran tersebut ideal untuk
melakukan berbagai reaksi kimia sekaligus dengan jumlah sampel yang besar.
Microplate reader bekerja dengan memancarkan suatu jenis cahaya tertentu pada
masing-masing sampel dalam sumuran. Kerja alat ini dapat disesuaikan dengan
berbagai cara, yaitu dapat membaca sebagian atau semua sampel dalam urutan
waktu tertentu atau dapat membaca sampel pada satu waktu (Shmaefsky, 2006).
[Sumber: Zakhartsev, Portner, & Blusta, 2003]
Keterangan: (A) Tampilan tiga dimensi dari sumuran; (B) Tampilan tiga dimensi sumuransaatpengoperasian; (C) Prinsip kerja sumuran.1. sumuran; 2. insulated flexible tubes; 3. pengatur suhueksternal; 4. arah pergerakan sumuranpada saat pembacaan; 5. sumber cahaya; 6. light beams; 7.detektor; 8. aliran udara panas; 9. sumuran yang terisi oleh sampel cair.
Gambar 2.9Microplate reader
Microplate reader secara otomatis melakukan pengukuran endpoint dan
analisis kinetika. Pembaca dapat mengukur densitas optik suatu larutan dalam
sumuran pada panjang gelombang antara 340 nm hingga 900 nm. Microplate
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
24
Universitas Indonesia
reader juga dilengkapi dengan inkubator yang suhunya dapat diatur hingga 50oC
dan shaker yang lama waktu pengocokannya dapat diatur (Bio-tek Instruments,
2005).
2.6 Penapisan Fitokimia (Harborne, 1987).
Penapisan fitokimia adalah pemeriksaan kandungan kimia secara kualitatif
untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan.
Pemeriksaan diarahkan pada senyawa metabolit sekunder yang memiliki khasiat
bagi kesehatan seperti, alkaloid, senyawa flavonoid, terpenoid, tanin, saponin,
glikosida, dan kuinon.
2.6.1 Alkaloid
Alkaloid adalah golongan senyawa yang bersifat basa, mengandung satu
atau lebih atom nitrogen biasanya dalam gabungan berbentuk siklik. Alkaloid
sebagian besar berbentuk kristal padat dan sebagian kecil berupa cairan pada suhu
kamar, memutar bidang polarisasi dan terasa pahit.
2.6.2 Flavonoid
Flavonoid umumya terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh, terikat
pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang mungkin saja terdapat
dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Karena alasan
itu, maka dalam menganalisis flavonoid biasanya lebih baik bila memeriksa
aglikon yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis sebelum
memperhatikan kerumitan glikosida yang mungkin terdapat dalam ekstrak asal.
Proses ekstraksi flavonoid dilakukan dengan etanol mendidih untuk menghindari
oksidasi enzim.
2.6.3 Terpenoid
Terpenoid merupakan senyawa yang berasal dari molekul isoprena
CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan
dua atau lebih satuan C5 ini. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa,
mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpen dan seskuiterpen yang
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
25
Universitas Indonesia
mudah menguap (C10 dan C15), diterpen yang lebih sukar menguap (C20) dan
senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoid, dan sterol (C30), serta pigmen
karotenoid. Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat
dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan
tumbuhan dengan menggunakan eter dan kloroform. Saponin dan glikosida
jantung merupakan golongan senyawa triterpen atau steroid yang terdapat dalam
bentuk glikosida.
2.6.4 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Tanin merupakan senyawa yang memiliki
gugus fenol, rasa sepat dan mampu menyamak kulit karena kemampuannya
menyambung silang protein. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan
proteina membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Secara kimia,
terdapat dua jenis utama tanin yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis.
Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk
dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galokatekin) yang membentuk
senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis
mengandung ikatan ester yang terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida
encer.
2.6.5 Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen yang merupakan senyawa aktif
permukaan dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Pada
konsentrasi yang rendah dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah pada
tikus.
2.6.6 Kuinon
Kuinon merupakan senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar.
Untuk tujuan identifikasi, kuinon dibagi menjadi empat kelompok, diantaranya
adalah benzokuinon, naftokuinon dan antrakuinon diperlukan hidrolisis asam
untuk melepas kuinon bebasnya. Sedangkan kuinon isoprenoid yang terlibat
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
26
Universitas Indonesia
dalam respirasi sel dan fotosintesis diperlukan cara khusus untuk memisahkannya
dari bahan lipid lain.
2.6.7 Glikosida
Glikosida merupakan suatu senyawa yang bila dihidrolisis akan terurai
menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Pada umumnya
glikon berupa glukosa, fruktosa, laktosa, galaktosa dan manosa. Dapat pula
berupa gula khusus seperti sarmentosa, oleandrosa, simarosa dan rutinosa.
Sedangkan aglikon (genin) biasanya mempunyai gugus –OH dalam bentuk
alkoholis atau fenolis. Glikosida dapat dibedakan menjadi α-glikosida dan β-
glikosida. Pada tanaman, glikosida biasanya terdapat dalam bentuk β-glikosida.
Kegunaan glikosida bagi tanaman adalah untuk cadangan gula sementara,
sedangkan bagi manusia umumnya digunakan untuk obat jantung, diuretika, dan
prekursor hormon steroid.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
27 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorim Fitokimia dan Kimia Farmasi Analisis
Kuantitatif Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen
Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, selama kurang lebih empat bulan, dari
bulan Februari hingga Juni 2012.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan Uji
Buah ketapang (Terminalia catappa L.) yang diperoleh dari sekitar
lingkungan FMIPA, Universitas Indonesia pada bulan Februari 2012 dan telah
dideterminasi di Herbarium Bogoriense (LIPI) Cibinong.
3.2.2 Bahan Kimia
Enzim α-glukosidase yang berasal dari rekombinan Saccharomyces
cerevisiae (Sigma Aldrich, USA), substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida
(Wako Pure Chemical Industries, Ltd., Jepang), dapar fosfat (pH 6,8), dimetil
sulfoksida (DMSO) (Merck, Jerman), bovine serum albumin (BSA) (Merck,
Jerman), akarbose (PT. Dexa Medica), natrium karbonat (Merck, Jerman), kalium
dihidrogenfosfat (Analar), kalium hidroksida (Merck, Jerman), n-heksana, etil
asetat, methanol, diklormetan, etanol 96%, aseton, asam asetat glasial (Merck,
Jerman), asam asetat anhidrat (Univar, USA), aqua demineralisata, kloroform,
kuersetin (Merck, Jerman), silika gel 60 H, aquades, air bebas CO2, aluminium
(III) klorida, anisaldehid, bismut (III) nitrat (Merck, Jerman), besi (III) klorida,
vanilin, asam sulfat (Merck, Jerman), eter, natrium hidroksida (Univar, USA),
kuersetin (Merck, Jerman), lempeng kromatografi lapis tipis silika gel 60 F254
(Merck, Jerman), dan silika gel 60 H.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
28
Universitas Indonesia
3.2.3 Alat
Lemari pengering, alat penggiling, ayakan, refluks, oven (Hotpack
Vacuum Oven), timbangan analitik (ACIS AW-X Series), timbangan digital,
rotary vacum evaporator (Buchi® R11, Switzerland), kertas saring, lemari
pendingin (Panasonic), pH meter (Eutech Instruments), vortex mixer (VM 2000),
microplate reader (BioTek Elx808, USA), microplate 96 sumur, pipet mikro
(Thermo Scientific), multichannel pipet (Thermo Scientific), inkubator, kolom
kromatografi, alat fluorosensi, hot plate dan alat-alat gelas.
Gambar 3.1 Microplate 96 sumur
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Penyiapan Simplisia
Bagian tanaman ketapang yang digunakan adalah buahnya. Buah yang
digunakan adalah yang tua tetapi belum matang, masih hijau dan belum gugur
pada bulan Februari 2012. Buah ketapang yang telah dikumpulkan kemudian
disortasi, dibersihkan dari pengotor, lalu ditimbang. Kemudian, dirajang dengan
cara ditumbuk dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada udara terbuka
dan terlindung dari sinar matahari selama kurang lebih 5 hari. Setelah simplisia
kering, ditimbang kembali agar dapat diketahui bobot penyusutannya. Selanjutnya
simplisia tersebut diserbuk dengan menggunakan mesin penggiling dan diayak
dengan ayakan 40 mesh. Serbuk simplisia kemudian disimpan di tempat yang
terlindung dari cahaya untuk mencegah kerusakan dan kemunduran mutu.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
29
Universitas Indonesia
3.3.2 Ekstraksi
Sejumlah 1 kg serbuk simplisia kering direfluks menggunakan pelarut
dengan kepolaran yang meningkat, yaitu n-heksana, etil asetat dan metanol.
Simplisia direfluks dengan menggunakan pelarut n-heksana sebanyak 6 kali
hingga warna filtratnya memudar, kemudian disaring dari ampasnya. Setelah itu
ampas yang dihasilkan direfluks dengan menggunakan pelarut etil asetat sebanyak
6 kali hingga warna filtratnya memudar kemudian disaring dari ampasnya.
Terakhir ampas direfluks dengan metanol sebanyak 5 kali. Setiap proses refluks
menggunakan pelarut sebanyak 3 liter dengan suhu yang diajaga 70-80oC dimana
satu siklus refluks dilakukan selama 1 jam. Filtrat yang dihasilkan dari masing-
masing pelarut kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40-50oC
dengan kecepatan 40 rpm hingga didapatkan ekstrak kental. Selanjutnya, ekstrak
kental yang diperoleh ditimbang untuk mengetahui rendemennya dan disimpan di
empat yang terlindung dari cahaya.
3.3.3 Fraksinasi
Ekstrak kental n-heksana ditimbang, kemudian difraksinasi dengan
menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel 60 H. Namun
sebelum melakukan KK, terlebih dahulu dilakukan KLT untuk menentukan
pengembangan yang optimum. Fase gerak yang digunakan adalah n-heksana dan
etil asetat dengan berbagai perbandingan. Fraksi yang diperoleh ditampung dalam
botol setiap 100 mL. Selanjutnya, masing-masing fraksi tersebut di KLT untuk
memperoleh pola kromatogramnya. Fraksi dengan pola kromatogram yang sama
disatukan. Setelah itu dilakukan kembali uji penghambatan aktivitas α-
glukosidase.
3.3.4 Uji Pendahuluan Aktivitas α-Glukosidase
Sebelum dilakukan uji penghambatan α-glukosidase, perlu dilakukan
terlebih dahulu optimasi enzim sehingga dapat diketahui kondisi optimal dari
enzim agar dapat bekerja secara optimal. Optimasi yang dilakukan adalah
optimasi konsentrasi substrat. Sebelum pengujian, terlebih dahulu dilakukan
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
30
Universitas Indonesia
penyiapan larutan pereaksi, seperti larutan dapar fosfat (pH 6,8), larutan natrium
karbonat ,larutan enzim, dan larutan substrat.
3.3.4.1 Penyiapan Larutan Pereaksi
a. Larutan Dapar Fosfat
1) Kalium dihidrogenfosfat 0,2 M
Kalium dihidrogenfosfat 0,2 M dibuat dengan cara 6,805 g kalium
dihidrogenfosfat dilarutkan dalam aqua demineralisata bebas CO2 dan
diencerkan hingga 250,0 mL.
2) Natrium Hidroksida 0,2 M
Natrium hidroksida 0,2 M dibuat dengan cara 1,6 g NaOH dilarutkan
dalam aqua demineralisata bebas CO2 hingga 200,0 mL.
3) Larutan Dapar Fosfat pH 6,8
Larutan dapar fosfat pH 6,8 dibuat dengan cara 125,0 mL Kalium
dihidrogenfosfat 0,2 M dicampurkan dengan 56,0 mL natrium hidroksida 0,2
M dan diencerkan dengan aqua demineralisata CO2 hingga 500,0 mL.
b. Larutan α-Glukosidase
Larutan enzim dibuat dengan cara 5,056 mg enzim α-glukosidase
ditimbang kemudian dilarutkan dalam 100 mL larutan BSA dalam kondisi dingin.
Larutan induk enzim diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga diperoleh
larutan enzim 0,05 U/mL. Larutan induk enzim kemudian disimpan. Idealnya
larutan enzim tidak disimpan, namun apabila disimpan usahakan selesai dalam
waktu beberapa bulan (jika disimpan pada suhu -20oC) dan dalam waktu beberapa
minggu (jika disimpan pada suhu 2-8oC). Larutan enzim dibuat pada kondisi suhu
yang rendah (2-8oC), baik wadah maupun ruangan yang digunakan (Sigma, 1996).
c. Larutan Substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (PNPG)
Larutan substrat 20 mM dibuat dengan cara 60,25 mg p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosida dilarutkan dalam 10,0 mL aqua demineralisata bebas CO2.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
31
Universitas Indonesia
Kemudian dari larutan induk tersebut diencerkan kembali dengan aqua
demineralisata bebas CO2 hingga mendapatkan konsentrasi substrat 10 mM; 5
mM; 2,5 mM; 1,25 mM dan 0,625 mM.
d. Larutan Natrium Karbonat 200 mM
Larutan natrium karbonat 200 mM dibuat dengan cara 10,6 g serbuk
natrium karbonat ditimbang kemudian dilarutkan dengan 500 mL aqua
demineralisata bebas CO2.
3.3.4.1 Prosedur (Basuki, Dewiyanti, Artanti, dan Kardono, 2002)
a. Penentuan Optimasi Konsentrasi Substrat
Masing-masing campuran reaksi terdiri dari 2 µL dimetil sulfoksida
(DMSO), 63 µLdapar fosfat (pH 6,8) dan 10 µL p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida
dengan konsentrasi masing-masing 20 mM, 10 mM, 5 mM, 2,5 mM, 1,25 mM,
dan 0,625 mM, lalu diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C. Untuk larutan uji,
tambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/mL dan diinkubasi selama 30 menit.
Reaksi enzim dihentikan dengan penambahan 100 µL 200 mM natrium karbonat.
P-nitrofenol yang dihasilkan dibaca absorbansinya pada λ 405 nm. Pada uji
larutan kontrol, penambahan natrium karbonat dilakukan terlebih dahulu sebelum
penambahan enzim (Tabel 3.1).
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
32
Universitas Indonesia
Tabel 3.1 Prosedur optimasi konsentrasi substrat
ReagenVolume (µL)
Uji Kontrol
DMSO 2 2
Dapar fosfat (pH 6,8) 63 63
Substrat (konsentrasi 20mM, 10 mM, 5
mM, 2,5 mM, 1,25 mM, 0,625 mM)10 10
Inkubasi 37oC, 5 menit
Enzim 25 -
Natrium karbonat 200 Mm - 100
Inkubasi 37oC, 30 menit
Enzim - 25
Natrium karbonat 200 mM 100 -
Ukur absorbansi pada λ = 405 nm
b. Perhitungan Aktivitas Enzim (Kikkoman, 2001)
Satu unit enzim akan melepaskan 1,0 µmol D-glukosa dari p-nitrofenil-α-
D-glukosida per menit pada pH 6,8 dan suhu 37oC (Sigma, 2011).
Unit mL enzim⁄ = ( ), (3.1)Unit mg enzim = Unit mL enzim x (3.2)
Keterangan :V= Volume total (mL); df = faktor pengenceran; 18.3= Ekstinsi milimolar p-nitrophenol pada 400 nm; Ve= Volume enzim (mL); t= Waktu inkubasi (menit); C= Banyaknya α-glukosidase dalam larutan (mg/mL)
3.3.5 Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase
Uji penghambatan aktivitas α-glukosidase dilakukan terhadap larutan
blanko (larutan tanpa sampel/standar), larutan akarbose sebagai standar
pembanding dan larutan sampel (ekstrak dan fraksi). Setiap larutan uji dibuat
larutan kontrol masing-masing.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
33
Universitas Indonesia
3.3.5.1 Penyiapan Larutan Akarbose
Sebanyak 10,2 mg akarbose ditimbang kemudian dilarutkan dalam 10,0
mL dapar fosfat pH 6,8 hingga diperoleh konsentrasi larutan 1020 ppm.
3.3.5.2 Penyiapan Larutan Sampel
Sebanyak ±10,0 mg sampel (ekstrak dan fraksi) dilarutkan dalam 3 mL
dimetil sulfoksida kemudian dicukupkan volumenya dengan dapar fosfat pH 6,8
pada labu ukur 10,0 mL sehingga didapatkan larutan sampel dengan konsentrasi
1000 ppm. Selanjutnya pengenceran sampel dilakukan dengan teknik pipetting.
3.3.5.3 Pengujian Blanko
Sebanyak 2 µL larutan dimetil sulfoksida ditambah dengan 63 µL dapar
fosfat pH 6,8 dan 10 µL larutan 10 mM p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida,
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC. Kemudian ditambahkan 25 µL larutan
enzim 0,05 U/mL, sampel diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 37oC.
Setelah masa inkubasi selesai ditambahkan 100 µL 200 mM natrium karbonat.
Sampel diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang
405 nm.
3.3.5.4 Pengujian Kontrol Blanko
Sebanyak 2 µL larutan dimetil sulfoksida ditambah dengan 63 µL dapar
fosfat pH 6,8 dan10 µL larutan 10 mM p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida,
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC. Kemudian ditambahkan 100 µL 200
mM natrium karbonat dan diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 37oC.
Setelah masa inkubasi selesai, tambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/mL.
Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang
405 nm.
3.3.5.5 Pengujian Sampel
Sebanyak 2 µL, 5 µL, 10 µL, 15 µL, dan 20 µL larutan sampel berturut-
turut ditambah dengan 63 µL, 60 µL, 55 µL, 50 µL, dan 45 µL dapar fosfat pH
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
34
Universitas Indonesia
6,8 dan 10 µL 10 mL p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida, diinkubasi selama 5 menit
pada suhu 37oC. Kedalam sampel ditambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/ml,
sampel diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 37oC. Setelah masa
inkubasi selesai, tambahkan 100 µL 200 mM natrium karbonat. Sampel diukur
absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm.
3.3.5.6 Pengujian Kontrol Sampel
Sebanyak 2µL, 5 µL, 10 µL, 15 µL, dan 20 µL larutan ekstrak berturut-
turut ditambah dengan 63 µL, 60 µL, 55 µL, 50 µL, dan 45 µL dapar fosfat pH
6,8 dan 10 µL larutan 10 mL p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida, diinkubasi selama
5 menit pada suhu 37oC. Kedalam sampel ditambahkan 100 µL 200 mM natrium
karbonat, sampel diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 37oC. Setelah
masa inkubasi selesai, tambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/mL. Sampel diukur
absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm.
3.3.5.7 Pengujian Standar
Sebanyak 10 µL, 20 µL, 30 µL, 40 µL, dan 60 µL larutan standar
(akarbose) berturut-turut ditambah dengan 55 µL, 45 µL, 35 µL, 25 µL, dan 5 µL
dapar fosfat pH 6,8 dan 10 µL larutan 10 mM p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida,
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC. Kemudian ditambahkan 25 µL larutan
enzim 0,05 U/mL dan diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 37oC.
Setelah masa inkubasi selesai, tambahkan 100 µL 200 mM natrium karbonat.
Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang
405 nm.
3.3.5.8 Pengujian Kontrol Standar/Pembanding
Sebanyak 10 µL, 20 µL, 30 µL, 40 µL, dan 60 µL larutan standar
(akarbose) berturut-turut ditambah dengan 55 µL, 45 µL, 35 µL, 25 µL, dan 5 µL
dapar fosfat pH 6,8 dan 10 µL 10 mM p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (PNPG),
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC. Kemudian ditambahkan 100 µL 200
mM natrium karbonat, kemudian diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu
37oC. Setelah masa inkubasi selesai, tambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/mL.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
35
Universitas Indonesia
Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang
405 nm.
Tabel 3.2 Prosedur uji penghambatan aktivitas α-glukosidase
ReagenVolume (µL)
B1 B0 S1 S0
Sampel / inhibitor - - 2-20 2-20
DMSO 2 2 - -
Dapar fosfat 63 63 45-63 45-63
Substrat 10 10 10 10
Inkubasi 37oC, 5 menit
Enzim 25 - 25 -
Natrium karbonat - 100 - 100
Inkubasi 37oC, 30 menit
Enzim - 25 - 25
Natrium karbonat 100 - 100 -
Ukur absorbansi pada λ = 405 nm
Keterangan : B1= Blanko, B0= Kontrol Blanko, S1= Sampel dan Standar (akarbose), S0= KontrolSampel dan Kontrol Standar (akarbose)
Aktivitas inhibitor α-glukosidase dapat dihitung dengan rumus:
% inhibisi = × 100 % (3.3)
Keterangan:S= absorbansi sampel (S1-S0); C = absorbansi kontrol (B1-B0)
IC50 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linear, konsentrasi
sampel sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y. Dari persamaan: y = a +
bx dapat dihitung nilai IC50 dengan menggunakan rumus :
IC = (3.4)
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
36
Universitas Indonesia
3.3.6 Uji Kinetika Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase
Uji kinetika penghambatan aktivitas enzim diukur dengan meningkatkan
konsentrasi p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (substrat). Sampel yang akan
digunakan sebagai penghambat aktivitas enzim merupakan fraksi teraktif n-
heksana (Fraksi D). Sebanyak 5 µL dan 10 µL fraksi uji berturut-turut ditambah
dengan 60 µL dan 55 µL dapar fosfat pH 6,8 dan 10 mM p-nitrofenil-α-D-
glukopiranosida dengan 4 konsentrasi berbeda, yaitu 1,25 mM; 2,5 mM; 5 mM
dan 10 mM, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC. Kemudian ditambahkan
25 µL larutan enzim 0,05 U/mL dan diinkubasi kembali selama 30 menit pada
suhu 37oC. Setelah masa inkubasi selesai, tambahkan 100 µL 200 mM natrium
karbonat. Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang
gelombang 405 nm. Setiap pengujian dilakukan koreksi, yaitu dengan pembuatan
larutan kontrol.
Jenis inhibisi ditentukan dengan analisis data menggunakan metode
Lineweaver-Burk untuk memperoleh tetapan kinetika Michaelis-Menten (Dewi, et
al.,2007). Tetapan kinetika Michaelis-Menten dihitung berdasarkan persamaan
regresi y = a + bx, dimana x adalah 1/[S] dan y adalah 1/A. Jenis inhibisi dapat
juga dilihat dari bentuk plot Lineweaver-Burk (Murray, Granner, & Rodwell,
2009).
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
37
Universitas Indonesia
Tabel 3.3 Prosedur penentuan kinetika penghambatan enzim
Reagen
Volume (µL)
Tanpa
Inhibitor
Tanpa
Inhibitor
Kontrol
Dengan
Inhibitor
Dengan
Inhibitor
Kontrol
Ekstrak - - 5-10 5-10
DMSO 2 2 - -
Dapar 63 63 55-60 55-60
Substrat 10 10 10 10
Inkubasi 37oC selama 5 menit
Enzim 25 - 25 -
Na2CO3 - 100 - 100
Inkubasi 37oC selama 30 menit
Enzim - 25 - 25
Na2CO3 100 - 100 -
Ukur absorbansi pada λ = 405 nm
3.3.7 Penapisan Fitokimia (Wagner, Bladt dan Zgainski, 1984)
Fraksi teraktif dari ekstrak n-heksana buah ketapang dilakukan penapisan
fitokimia untuk mengetahui kandungan golongan senyawa kimianya. Penapisan
fitokimia dilakukan dengan cara kromatografi lapis tipis, kecuali identifikasi
glikosida, yaitu menggunakan pereaksi kimia.
3.3.7.1 Identifikasi Alkaloid
Lempeng KLT dielusi dengan eluen kloroform-metanol (85:15). Setelah
dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot Dragendorf LP. Hasil positif akan
menunjukkan warna jingga-coklat Hasil positif akan menunjukkan warna kuning
pada sinar UV dengan panjang gelombang 366 nm.
3.3.7.2 Identifikasi Flavonoid
Lempeng KLT dielusi dengan eluen butanol-asam asetat glasial-aquades
(40:10:50). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot AlCl3. Hasil
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
38
Universitas Indonesia
positif akan menunjukkan warna kuning pada sinar UV dengan panjang
gelombang 366 nm.
3.3.7.3 Identifikasi Terpenoid
Lempeng KLT dielusi dengan eluen benzen-etil asetat (90:10). Setelah
dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot vanilin-asam sulfat. Hasil positif
akan menunjukkan warna biru kuat, hijau, merah, ungu atau coklat pada cahaya
tampak setelah dipanaskan pada suhu 110˚C selama 5-10 menit.
3.3.7.4 Identifikasi Tanin
Lempeng KLT dielusi dengan eluen butanol-asam asetat glasial-aquades
(40:10:50). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot larutan FeCl3
10%. Hasil positif akan menunjukkan warna hijau-kehitaman.
3.3.7.5 Identifikasi Saponin
Lempeng KLT dielusi dengan eluen butanol-asam asetat glasial-aquades
(50:10:40). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot anisaldehid-
asam sulfat. Hasil positif akan menunjukkan warna biru, biru-ungu, atau
kekuningan pada cahaya tampak setelah dipanaskan pada suhu 100˚C selama 5-10
menit.
3.3.7.6 Identifikasi Antrakuinon
Lempeng KLT dielusi dengan eluen etil asetat-metanol-aquades
(100:17:13). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot anisaldehid-
asam sulfat. Hasil positif akan menunjukkan warna merah pada cahaya tampak
atau flourosensi kuning di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 366 nm.
3.3.7.7 Identifikasi glikosida (Depkes RI, 1995)
Ekstrak ditambahkan dengan etanol 70% 20 ml, tambahkan 25 ml air dan
25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, kocok, diamkan selama 5 menit dan saring. Sari
filtrat tiga kali, tiap kali dengan 20 ml campuran (3:1) kloroform P dan
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
39
Universitas Indonesia
isopropanol. Kumpulan sari tambahkan natrium sulfat anhidrat, saring dan uapkan
pada suhu tidak lebih dari 50oC. Larutkan sisa dengan 2 ml metanol.
a. Larutan percobaan sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering, sisanya
ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrat P dan 1 tetes asam sulfat P. Hasil
positif terbentuknya warna biru atau hijau.
b. Larutan percobaan sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan
dengan 2 mL air dan 5 tetes Molisch LP. Kemudian ditambahkan dengan
hati-hati 2 mL asam sulfat P. Hasil positif terbentuknya cincin berwarna ungu
pada batas cairan (Reaksi Molisch).
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
40 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyiapan Bahan Uji
Pada penelitian ini, bahan uji yang digunakan adalah bagian buah tanaman
ketapang (Terminalia catappa L.) yang diperoleh dari lingkungan sekitar FMIPA
Universitas Indonesia. Bagian buah pada tanaman ketapang dipilih karena pada
penelitian terdahulu diketahui bahwa buah ketapang memiliki aktivitas
antidiabetes (Mahmudah, 2011; Sofawati, 2011). Tanaman yang diperoleh
selanjutnya dideterminasi di Herbarium Bogoriense (LIPI), Cibinong. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa bahan uji merupakan tanaman ketapang
(Terminalia catappa L.) dari famili Combretaceae (Lampiran 6). Buah ketapang
yang digunakan adalah buah yang telah tua tetapi belum matang, masih hijau dan
belum gugur pada bulan Februari 2012.
Buah ketapang yang telah dikumpulkan kemudian disortasi, dibersihkan
dari pengotor, lalu ditimbang. Setelah selesai dibersihkan, buah ketapang dirajang
dengan cara ditumbuk dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada udara
terbuka dan terlindung dari sinar matahari selama kurang 5 hari. Tujuan dari
perajangan adalah untuk mempercepat pengeringan karena kadar air yang sangat
banyak pada buah ketapang. Pengeringan dilakukan untuk mendapatkan simplisia
yang tidak mudah rusak, karena dengan mengurangi kadar air dapat mencegah
penurunan mutu atau perusakan simplisia dari pembusukkan (Depkes RI, 1985).
Simplisia yang telah cukup kering selanjutnya dimasukkan ke dalam
lemari pengering. Setelah kering, simplisia kering ditimbang kembali agar dapat
diketahui bobot penyusutannya (susut pengeringan). Hasil susut pengeringan
dapat dilihat pada Tabel 4.1. Selanjutnya simplia tersebut diserbuk dengan
menggunakan alat penggiling dan diayak dengan ayakan 40 mesh. Kemudian
simplisia disimpan di tempat yang tertutup untuk mencegah perusakan dan
penurunan mutu.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
41
Universitas Indonesia
4.2 Ekstraksi Simplisia
Sejumlah 1 kg serbuk simplisia kering diekstraksi dengan cara panas, yaitu
refluks menggunakan pelarut yang kepolarannya meningkat n-heksana, etil asetat,
dan metanol. Simplisia direfluks dengan menggunakan pelarut tersebut sebanyak
5-6 kali hingga warna filtratnya memudar agar jumlah senyawa yang tersari lebih
banyak dan senyawa berkhasiat tersari seluruhnya. Dipilih metode ekstraksi
dengan cara refluks karena metode ini membutuhkan waktu lebih singkat dan
metode ini sudah banyak digunakan untuk uji penghambatan aktivitas α-
glukosidase selain maserasi, sokhlet dan perkolasi (Chan, Sun, Reddy, & Wu,
2010).
Untuk sekali siklus refluks dibutuhkan waktu selama 1 jam. Kemudian,
filtrat dipisahkan dari ampasnya dengan cara disaring. Filtrat yang dipeoleh
kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40-50oC dan kecepatan
40 rpm hingga menjadi ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh ditimbang
untuk dihitung rendemennya (lihat Tabel 4.2) dan disimpan dalam wadah tertutup
rapat. Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan
simplisia awal (Depkes RI, 2000). Skema ekstraksi dapat dilihat pada lampiran 1.
4.3 Fraksinasi
Ekstrak kental yang telah diperoleh selanjutnya difraksinasi dengan
kromatografi kolom. Sebelum melakukan kromatografi kolom, terlebih dahulu
dilakukan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk melihat eluen yang memiliki
pemisahan terbaik. Dari hasil kromatografi lapis tipis diperoleh bahwa eluen
terbaik yang dapat digunakan untuk kromatografi kolom adalah heksana/etil asetat
dengan berbagai perbandingan
Setelah mengetahui eluen yang tepat untuk fraksinasi kolom, selanjutnya
dilakukan kromatografi kolom. Cara pembuatan kolom yang digunakan adalah
cara basah dan fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 H. Silika gel yang
ditimbang sebanyak 190 gr. Silika gel dibuat larutan suspensi dengan
menggunakan pelarut n-heksana. Selanjutnya suspensi silika gel dimasukkan ke
dalam kolom yang bagian bawahnya sudah diberi kapas sambil diketuk-ketukkan
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
42
Universitas Indonesia
hingga padat. Setelah kolom terbentuk, pada bagian atas kolom diberi kertas
saring.
Penyiapan sampel dilakukan dengan cara kering. Ekstrak ditimbang
sebanyak 19 gr, kemudian dilarutkan dengan aseton. Setelah ekstrak agak kental,
ditambahkan sejumlah silika gel dan diaduk-aduk hingga menjadi serbuk.
Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam kolom. Pemasukkan sampel harus hati-
hati agar didapat sampel yang merata di seluruh permukaan kolom.
Fase gerak yang digunakan yaitu n-heksana dan etil asetat dengan berbagai
perbandingan. Penggantian konsentrasi fase gerak dilakukan berdasarkan
penurunan pita warna kolom. Dari hasil kromatografi kolom didapatkan 84 fraksi
yang ditampung pada wadah botol 100 mL. Selanjutnya fraksi-fraksi tersebut
digabung berdasarkan kemiripan pola kromatografi pada KLT. Setelah
digabungkan didapatkan 8 fraksi gabungan. Kedelapan fraksi tersebut kemudian
ditimbang untuk mengetahui rendemen fraksi (lihat Tabel 4.3). Bobot fraksi yang
lebih dari 0,100 g dipilih unuk dilakukan uji penghambatan aktivitas α-
glukosidase. Skema fraksinasi dapat dilihat pada lampiran 2.
4.4 Uji Pendahuluan Aktivitas α-Glukosidase
Sebelum melakukan uji penghambatan α-glukosidase perlu dilakukan
terlebih dahulu uji pendahuluan untuk mengetahui kondisi optimal dari enzim
agar dapat bekerja secara optimal. Dilakukan optimasi enzim untuk memastikan
bahwa penurunan aktivitas penghambatan α-glukosidase merupakan hasil kerja
ekstrak yang memiliki aktivitas penghambatan pada enzim tersebut. Optimasi
yang dilakukan adalah konsentrasi substrat. Kerja enzim sebenarnya juga
dipengaruhi oleh suhu dan pH. Namun, optimasi suhu dan pH tidak dilakukan
karena dalam sertifikat analisis enzim (Lampiran 4) dinyatakan bahwa satu unit
dari enzim dapat melepaskan 1,0 mikromol D-glukosa dari p-nitrofenil-α-D-
glukosida per menit pada pH 6,8 dan suhu 37oC. Dari keterangan dapat diketahui
bahwa enzim bekerja optimal pada pH 6,8 dan suhu 37oC. Pengukuran aktivitas
enzim juga tidak dilakukan karena enzim yang digunakan masih baru sehingga
diharapkan aktivitas enzim yang digunakan masih baik.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
43
Universitas Indonesia
Reaksi enzimatis berlangsung pada suhu 37oC. Enzim stabil pada pH 6,8,
oleh karena itu pada pengujian digunakan dapar fosfat pH 6,8. Natrium karbonat
digunakan untuk menghentikan reaksi enzimatis. Inkubasi dilakukan dua kali,
yaitu 5 menit pada tahap pertama yang bertujuan untuk memberikan waktu bagi
larutan uji untuk mencapai suhu 37oC dan 30 menit pada tahap kedua yang
bertujuan untuk enzim bereaksi dengan substrat (reaksi enzimatis). Unit enzim
yang dapat digunakan pada uji pendahuluan ini adalah 0,05 U/ml (Lampiran 7).
Enzim yang digunakan sebesar 1 mg dengan spesifikasi 15,2 mg enzim
mengandung 23% protein dan terdapat 215 unit enzim tiap mg protein.
Variasi konsentrasi substrat yang digunakan untuk optimasi adalah 0,625
mM; 1,25 mM; 2,5 mM; 5 mM; 10 mM dan 20 mM. Pengujian dilakukan dengan
mencampurkan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida dan dapar fosfat (pH
6,8) diinkubasi pada 37oC selama 5 menit kemudian ditambahkan larutan enzim
dan diinkubasi kembali selama 30 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan
penambahan natrium karbonat. Produk yang dihasilkan dari reaksi antara enzim α-
glukosidase dan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida diukur serapannya pada
panjang gelombang 405 nm. Untuk mengoreksi hasil serapan blanko, dilakukan
juga pengamatan aktivitas enzim pada kontrol. Pada kontrol, natrium karbonat
ditambahkan setelah inkubasi substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida dan dapar
fosfat (pH 6,8) pada 37oC selama 5 menit dan kemudian diinkubasi selama 30
menit. Setelah itu, ditambahkan α-glukosidase pada campuran reaksi tersebut.
Hasil yang diperoleh dari kontrol dapat digunakan untuk melihat apakah masih
ada produk yang terbentuk antara p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida dan α-
glukosidase saat kondisi campuran telah dibasakan dengan natrium karbonat. Data
serapan dan nilai aktivitas enzim dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
44
Universitas Indonesia
Gambar 4.1 Grafik optimasi konsentrasi substrat
Aktivitas enzim akan meningkat seiring dengan pertambahan substrat hingga
mencapai suatu enzim dengan keadaan jenuh oleh substrat. Hasil yang diperoleh
dari optimasi subtrat diketahui bahwa aktivitas enzim meningkat pada konsentrasi
substrat 0,625 mM sampai 10 mM dan tidak mengalami kenaikan (keadaan
konstan) pada konsentrasi substrat 20 mM (Gambar 4.1). Keadaan konstan terjadi
diperkirakan karena sisi aktif enzim sudah terisi penuh oleh substrat. Berdasarkan
hasil yang diperoleh maka konsentrasi substrat yang digunakan untuk uji
penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase adalah 10 mM.
4.5 Uji penghambatan Aktivitas α-Glukosidase
Untuk pengujian penghambatan aktivitas α-glukosidase digunakan metode
yang diperoleh dari Prof. K. Kawanishi (Kobe Pharmaceutical University,
komunikasi personal) yang dimodifikasi dengan melakukan penetapan tersebut
pada 96 well microtiter plate. Uji penghambatan aktivitas α-glukosidase
dilakukan dengan menggunakan larutan enzim 0,05 U/ml dan konsentrasi larutan
substrat 10 mM. Pengujian dilakukan dengan menggunakan berbagai konsentrasi
ekstrak dengan tujuan mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap daya
inhibisi. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin tinggi daya
inhibisinya. Konsentrasi ekstrak dan daya inhibisi yang diperoleh dibuat
persamaan regresi untuk mendapatkan nilai IC50. Nilai IC50 adalah konsentrasi
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
0,35
0 5 10 15 20 25
Akt
ivita
s Enz
im (U
/mg)
Konsentrasi Substrat (mM)
Optimasi Konsentrasi Substrat
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
45
Universitas Indonesia
ekstrak dari penghambatan α-glukosidase yang dapat menghambat 50% dari
aktivitas α-glukosidase. Semakin kecil nilai IC50, semakin baik daya inhibisinya.
Uji penghambatan aktivitas α-glukosidase dilakukan dengan mengukur
serapan produk, yaitu p-nitrofenol pada panjang gelombang 405 nm menggunakan
alat microplate reader ELx808. Perhitungan aktivitas enzim dilakukan dengan
membandingkan larutan sampel (S) dengan blanko (B). Larutan blanko
merupakan larutan uji tanpa sampel/ekstrak, namun perlakuannya sama dengan
larutan uji sampel. Larutan kontrol untuk sampel (S0) dan blanko (B0) juga dibuat
sebagai faktor koreksi. Koreksi yang dilakukan untuk memastikan bahwa natrium
karbonat sudah menghambat kerja enzim dan mengetahui apakah ada absorbansi
yang terbaca dari senyawa selain p-nitrofenol misalnya dikarenakan warna ekstrak
yang berwarna yang dapat mempengaruhi nilai serapan.
Sebelum dilakukan uji penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase pada
ekstrak, terlebih dahulu dilakukan uji penghambatan aktivitas pada pembanding,
yaitu akarbose. Hasil pengujian menunjukkan bahwa akarbose memiliki efek
penghambatan aktivitas α-glukosidase dengan nilai IC50 260,453 ppm (Tabel 4.5).
Akarbose yang digunakan sebagai pembanding dinilai kurang efektif dalam
menghambat aktivitas α-glukosidase yang berasal dari mikroorganisme
Saccharomyces cerevisiae. Akarbose lebih efektif menghambat aktivitas α-
glukosidase yang berasal dari mamalia seperti sukrase dan maltase (Kim, Nam,
Kurihara, & Kim, 2008; Shinde, et al., 2008).
Hasil pengujian pada semua ekstrak menunjukkan adanya penghambatan
aktivitas α-glukosidase (Tabel 4.6, Tabel 4.7 dan Tabel 4.8). Berdasarkan nilai
IC50 yang diperoleh diketahui bahwa semua ekstrak memiliki penghambatan
aktivitas enzim α-glukosidase yang lebih baik dari akarbose. Nilai IC50 berturut-
turut pada ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol adalah 67,914 µg/mL;
57,174 µg/mL dan 97,881 µg/mL.
Setelah dilakukan uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada akarbose
dan ekstrak, selanjutnya dilakukan uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada
fraksi n-heksana buah ketapang. Fraksi yang didapat dari kromatografi kolom
berjumlah 8 fraksi. Namun pada fraksi H jumlah sampelnya sangat sedikit yaitu
kurang dari 100 mg, sehingga peneliti hanya menguji 7 fraksi n-heksana buah
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
46
Universitas Indonesia
ketapang. Nilai IC50 terbesar didapat pada fraksi D yaitu 49,715 µg/mL (Tabel
4.12). Dari hasil uji penghambatan α-glukosidase pada akarbose, ekstrak dan
fraksi didapatkan nilai r (dari persamaan linier) yang beragam. Nilai r yang kurang
bagus (<0,99) mungkin diakibatkan karena penimbangan yang kurang teliti pada
akarbose, ekstrak, atau fraksi sehingga konsentrasi yang diharapkan berbeda
dengan konsentrasi yang sebenarnya. Jadi, perlu ketelitian yang tepat dalam
menimbang dan jika memungkinkan akarbose bisa dibeli dalam kemasan kecil
sehingga bisa langsung dilarutkan di wadahnya.
4.6 Penentuan Kinetika Penghambatan α-Glukosidase
Penentuan kinetika penghambatan enzim dilakukan dengan menggunakan
plot Lineweaver-Burk yang dapat menunjukkan jenis penghambatan dari sampel.
Sampel yang digunakan adalah fraksi n-heksana buah ketapang yang memiliki
nilai penghambatan tertinggi yaitu fraksi D. Analisis kinetika penghambatan
enzim dilakukan dengan menggunakan empat konsentrasi berbeda dari substrat p-
nitrofenil-α-D-glukopiranosida dan dua konsentrasi berbeda dari larutan sampel.
Konsentrasi substrat yang digunakan adalah 10 mM; 5 mM; 2,5 mM; dan 1,25
mM. Sedangkan, konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 25 µg/mL dan 50
µg/mL.
Plot Lineweaver-Burk, akan menunjukkan mekanisme penghambatan dari
fraksi D buah ketapang terhadap enzim α-glukosidase. Mekanisme
penghambatannya dapat berupa inhibisi nonkompetitif dan inhibisi kompetitif.
Inhibisi nonkompetitif akan memberikan perpotongan antara garis noninhibitor
dan garis inhibitor (sampel) pada sumbu x, sedangkan inhibisi kompetitif akan
berpotongan di sumbu y
Berdasarkan hasil yang diperoleh (Tabel 4.16) diketahui bahwa
mekanisme penghambatan fraksi D dari ekstrak n-heksana buah ketapang adalah
inhibisi kompetitif karena terdapat perpotongan garis antara inhibitor dan
noninhibitor di sumbu y serta memilki nilai Vm yang hampir sama.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
47
Universitas Indonesia
Gambar 4.2 Plot Lineweaver-Burk fraksi D dari ekstrak n-heksana dengan
konsentrasi 50 µg/mL
Berdasarkan hasil di atas, diketahui persamaan regresi sistem inhibitor, yaitu y =
47,276x + 1,3191. Dari persamaan regresi dapat dihitung nilai vmax dan Km. Nilai
vmax yang diperoleh sebesar 0,758 µmol/mL dan nilai Km yang diperoleh sebesar
35,839 µmol/mL. Sedangkan pada sistem noninhibitor diperoleh persamaan y =
4,28x + 1,261, nilai vmax sebesar 0,793 µmol/mL dan Km sebesar 3,394 µmol/mL.
4.7 Penapisan Fitokimia
Fraksi teraktif dari ekstrak n-heksana selanjutnya dilakukan penapisan
fitokimia. Tujuan dari penapisan fitokimia adalah untuk mengetahui golongan
senyawa dari fraksi teraktif yang memiliki penghambatan aktivitas α-glukosidase.
Penapisan fitokimia dilakukan dengan cara KLT karena jumlah sampel yang akan
diidentifikasi tidak cukup banyak. Kontrol positif digunakan untuk
membandingkan senyawa uji. Kontrol positif yang digunakan berupa simplisia
atau senyawa tertentu yang telah diketahui memiliki suatu kandungan kimia yang
diuji. Untuk alkaloid digunakan Chinae Cortex, terpenoid digunakan Caryophylli
Flos, tanin digunakan Camellia Folium, antrakuinon digunakan Rhei Radix,
glikosida digunakan Nerii Folium dan saponin digunakan Liquiritae Radix. Fase
diam yang digunakan adalah silika gel 60 F254. Lempeng KLT yang digunakan
berukuran 7,5 × 2,5 cm dengan jarak elusi 6,3 cm.
y = 47,276x + 1,3191R² = 0,994
y = 4,28x + 1,261R² = 0,9949
-45
-35
-25
-15
-5
5
15
25
35
45
-1 -0,5 0 0,5 1
1/v
1/[S]
Plot Lineweaver-Burk
Inhibitor
Noninhibitor
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
48
Universitas Indonesia
4.7.1 Alkaloid
Lempeng KLT dielusi dengan eluen kloroform-metanol (85:15). Setelah
dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot Dragendorf LP. Hasil uji tidak
berwarna sehingga diketahui bahwa fraksi yang diuji tidak mengandung senyawa
alkaloid.
4.7.2 Flavonoid
Lempeng KLT dielusi dengan eluen butanol-asam asetat glasial-aquades
(40:10:50). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot AlCl3. Hasil uji
menunjukkan tidak terdapat bercak berwarna kuning pada sinar UV-Vis dengan
panjang gelombang 366 nm. Dapat dibuat kesimpulan bahwa fraksi uji tidak
mengandung flavonoid.
4.7.3 Terpenoid
Lempeng KLT dielusi dengan eluen benzen-etil asetat (90:10). Setelah
dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot vanilin-asam sulfat. Didapatkan
dari kontrol positif dan fraksi uji bercak berwarna ungu setelah dipanaskan. Dapat
disimpulkan bahwa fraksi uji mengandung terpenoid.
4.7.4 Tanin
Lempeng KLT dielusi dengan eluen butanol-asam asetat glasial-aquades
(40:10:50). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot larutan FeCl3
10%. Dari hasil uji, tidak ditemukan adanya warna hijau kehitaman, sehingga
dapat disimpulkan bahwa fraksi uji tidak mengandung tanin.
4.7.5 Saponin
Lempeng KLT dielusi dengan eluen butanol-asam asetat glasial-aquades
(50:10:40). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot anisaldehid-
asam sulfat. Hasil menunjukkan pada kontrol positif terdapat bercak berwarna
kuning sedangkan pada fraksi uji tidak terdapat bercak kuning, melainkan bercak
berwarna coklat setelah dipanaskan.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
49
Universitas Indonesia
4.7.6 Antrakuinon
Lempeng KLT dielusi dengan eluen etil asetat-metanol-aquades
(100:17:13). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot anisaldehid-
asam sulfat. Dari hasil KLT, menunjukkan bahwa fraksi uji tidak mengandung
antrakuinon karena pada standar terbentuk bercak merah sedangkan pada fraksi
uji tidak terbentuk bercak merah, melainkan bercak kuning kehijauan pada cahaya
tampak.
4.7.7 Glikon
Glikosida merupakan bagian karbohidrat terbesar yang terdapat dalam
tumbuhan dan bila terhidrolisis akan terurai menjadi glikon dan aglikon. Gula
(glikon) hasil terhidrolisis dapat diidentifikasi menggunakan pereaksi Mollisch.
Hasilnya positif jika setelah ditambahkan pereaksi Mollisch dan asam sulfat pekat
melalui dinding tabung akan terbentuk cincin warna. Berdasarkan hasil
identifikasi, fraksi uji mengandung glikon (gula) karena terbentuk cincin warna.
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia, diketahui bahwa fraksi D dari
ekstrak n-heksana mengandung terpenoid dan glikon.
Tabel 4.18 Hasil penapisan fitokimia
No. Golongan Senyawa Sampel
1 Alkaloid -
2 Flavonoid -
3 Terpen +
4 Tanin -
5 Saponin -
6 Antrakuinon -
7 Glikon +Keterangan: (+) = terdeteksi; (-) = tidak terdeteksi
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
50 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji penghambatan aktivitas α-glukosidase diketahui
bahwa ektrak n-heksana, etil asetat dan metanol memiliki IC50 berturut-turut
sebesar 67,914 µg/mL; 57,174 µg/mL dan 97,881 µg/mL. Dari ketujuh fraksi
n-heksana yang diuji, fraksi D memiliki penghambatan aktivitas α-glukosidase
tertinggi (IC50 = 49,715 µg/mL) dengan mekanisme penghambatan kompetitif.
Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa fraksi D dari ekstrak n-heksana
buah ketapang mengandung terpenoid dan glikon.
5.2. Saran
Untuk mendukung data penelitian ini, hendaknya dilakukan penelitian
lebih lanjut dengan melakukan isolasi dan karakterisasi senyawa aktif sehingga
tanaman tersebut dimungkinkan untuk dikembangkan dalam pengobatan penyakit
diabetes melitus tipe 2.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
51 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Ahmed, S.M., Vrushabendra, S.B., P Gopkumar R.D., & Chandrashekara, V.M.(2005). Anti-diabetic activity of Terminalia catappa Linn. leaf extracts inalloxan-induced diabetic rats. Iranian Journal of Pharmacology &Therapeutics, 4, 36-39.
Aziza B., Lucky. (2007). Ledakan cuci darah akibat diabetes melitus. Jakarta:Ikatan Dokter Indonesia, 1.
Basuki, T., Dewiyanti, Indah D., Artanti, N., dan Kardono, L.B.S. (2002).Evaluasi aktivitas daya hambat terhadap enzim α-glukosidase dari ekstrakkulit batang, daun, bunga dan buah kemuning (Murraya paniculata[l.]Jack.). Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXI, 314-318.
Basuki, T., Minarti, Artanti, N., Kardono, L.B.S., dan Simandjuntak, Portumuan.(2002). Evaluasi aktivitas berbagai ekstrak rimpang temu mangga (Curcumamangga Val. & Zyp.) terhadap daya hambat enzim α-glukosidase. ProsidingSeminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXI, 59-63.
Bio-tek Instrument. (2005). ELx808™ Absorbance Microplate Reader Operator’sManual. April 26, 2012. http://www.biotek.com/
British Pharmacopoeia Commission. (2009). British pharmacopoeia 2009.London: Stationery Office, 66.
Chan, H.H, Sun, H.D., Reddy, M.V.B, & Wu, T.S. (2010). Potent α-Glucosidaseinhibitors from the Roots of Panax japonicus C. A. Meyer var.major.Phytochemistry, 71 (11), 1360-1364.
Chisholm-Burns, Marie A., et al. (2008). Pharmacotherapy Principles andPractice. New York: McGraw-Hill, 649.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC, 625-639.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia. (2007). Farmakologi dan terapi edisi V. Jakarta : Gaya Baru,490-493.
Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 780.
Departemen Kesehatan RI. (2000). Parameter standar umum ekstrak tumbuhanobat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 10-11.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
52
Universitas Indonesia
Departemen Kesehatan RI. (1995). Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 334.
Dewi, et al. (2007). Inhibitory effect of Koji Aspergillus terreus on α-glucosidaseactivity and postprandial hyperglycemia. Pakistan Journal of BiologicalSciences, 10(18), 3131-3135.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen KesehatanRepublik Indonesia. (2005). Pharmaceutical care untuk penyakit diabetesmelitus. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 24-45.
Fan, Y.M., et al. (2004). Phytochemical and antiinflammatory studieson Terminalia catappa. Fitoterapia, 75, 253–260.
Farnsworth, N.R. (1966). Biological and phytochemical screening of plants.Journal of Pharmaceutical Science 55(3), 226-276.
Gandjar, Ibnu G., dan Rohman, Abdul. (2007). Kimia farmasi analisis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 353-359.
Girindra, Aisjah. (1990). Biokimia I. Jakarta: Gramedia, 94-103.
Gritter, Roy J., Bobbit, James M., dan Schwarting, Arthur E. (1991). Pengantarkromatografi edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB, 9-10.
Harbone, J.B. (1987). Metode fitokimia. Edisi II (Kosasi Patmawinata dan IwangSudiro, Penerjemah). Bandung : Penerbit ITB, 47-52; 103-104; 113-115;122-127; 234-264.
Heyne, K. (1987). Tumbuhan berguna Indonesia III. Jakarta: Badan LitbangKehutanan, 1502-1503.
Johnson, M.(1998). Diabetes terapi dan pencegahannya. Jawa Barat: IndonesiaPublishing House, 24.
Jones, S.B., & Luchsinger, A.E. (1987). Plant systematics (2nd ed.).New York:McGraw-Hill Companies, Inc, 361.
Katzung, Betram G. (2007). Basic and clinical pharmacology 10th edition. NewYork: McGraw-Hill, 702-703.
Khare, C.P. (2007). Indian medicinal plants. New York: Springer, 653.
Kikkoman. (2001). α-Glucosidase (αGLS-SE) from recombinant E. coli, 95-98.
Kim, K.Y., Nam, K.A., Kurihara, H., & Kim, S.M. (2008). Potent α-glucosidaseinhibitors purified from the Red Alga Grateloupia elliptica. Phytochemistry,69, 2820-2825.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
53
Universitas Indonesia
Lemmens, R.H.M.J & Wulijarni-Soetjipto, N. (1992). Plant resources of South-EastAsia 3: Dye and tannin-producing plants. Bogor: PROSEA, 120-122.
Linn, W.D., Wofford, M.R., O’Keefe, M.E., & Pose, L.M. (2009).Pharmacotherapy in primary care. New York: McGraw-Hill, 279-298.
Little, E. L., Jr. (1979). Integrated Taxonomic Information System ReportTerminalia catappa L. Februari 11, 2012. http://www.itis.gov.
Mahmudah, K.F. (2011). Uji aktivitas antidiabetes dengan metode penghambatanenzim α-glukosidase dan skrining fitokimia pada beberapa tanamanindonesia. Depok : Universitas Indonesia.
Malik, A., Soediro, I., Padmawinata, K., dan Yulinah, Elin. (1993). Pemeriksaankandungan kimia dan aktivitas daun Terminalia catappa linn. dan daunPluchea indica Less. Juni 14, 2012. http://bahan-alam.fa.itb.ac.id.
Murray, Robert K., Granner, Daryl K., danRodwell, Victor W. (2009). BiokimiaHarper edisi 27 (Brahm U. Pendit, Penerjemah). Jakarta: EGC, 53-74.
Nagappa, A.N., Thakurdesai, P.A., Venkat, N.R., & Jiwan, S. (2003). Antidiabeticactivity of Terminalia catappa Linn fruits. Journal of Ethnopharmacology88, 45-50.
Poedjiadi, Anna. (2006). Dasar-dasar biokimia. Jakarta: UI-Press, 146-147.
Price, Sylvia A., dan Wilson, Lorraine M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinisproses-proses penyakit (Brahm U. Pendit, et al., Penerjemah). Jakarta: EGC,1262.
PT. Eisai Indonesia. (1986). Indek tumbuh-tumbuhan obat di Indonesia. Jepang:PT. Eisai Indonesia, 85.
Shinde, J., et al. (2008). α-Glucosidase inhibitory activity of Syzygium cumini(Linn.) Skeels seed kernel in vitro and in Goto-Kakizaki (GK) rats.Carbohydrate Research, 343, 1278-1281.
Shmaefsky, Brian. (2006). Biotechnology 101. United States of America:Greenwood, 94.
Sigma (1996, September 8). Product Information. April 15, 2012.http://www.sigmaaldrich.com/
Sofawati, Devi. (2011). Uji aktivitas antidiabetes fraksi-fraksi buah ketapangdengan metode penghambatan aktivitas α-glukosidase dan identifikasigolongan senyawa kimia dari fraksi yang aktif. Depok: UniversitasIndonesia.
Soumyanath, A. (2006). Traditional medicines for modern time antidiabetic plant.New York: Taylor & Francis Group, 22-33.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Sugiwati, S., Setiasih, S., dan Afifah, E. (2009). Antihyperglicemic activity of themahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] leaf extracts as analpha glucosidase inhibitor. Makara Kesehatan 13(2), 74-78.
Suyono, Slamet, et al. (2007). Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 8-40.
Thomson, Lex A. J. dan Evans, Barry. (2006). Species profiles for Pacific Islandagroforestry. Februari 10, 2012. http://www.traditionaltree.org
Wagner, H., Bladt, S., & Zgainski, E. (1984). Plant drug analysis: A thin layerchromatography atlas. New York: Springer-Verlag, 7; 288; 299-304.
Walker, Roger dan Edwards, Clive. (2003). Clinical pharmacy and therapeutics3rd edition. London : Churchill Livingstone, 657.
Wells, Barbara G., Dipiro, Joseph T., Schwinghammer, Terry L., dan Dipiro,Cecily V. (2009). Pharmacotherapy handbook seventh edition. New York:McGraw-Hill Medical, 210.
World Health Organization. (1998). Medicinal plants in the South Pacific.Manila: World Heaith Organization, 193.
Zakhartsev, M. V., Portner, H. O., & Blusta, R. (2003). Environmentally low-temperature kinetic and thermodynamicstudy of lactate dehydrogenasefrom Atlantic cod (G. morhua) using a 96-well microplate technique.Analytical Biochemistry, 10-20.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
GAMBAR
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
55
Keterangan: Rf: (1) 0,16; (2) 0,11; (3) 0,32; (4) 0,48; (5) 0,87
Gambar 4.3 Pola kromatogram terpenoid a. Standar (Caryophylli Flos), b. fraksi
uji disemprot dengan larutan penampak noda vanilin-asam sulfat [secara visual]
dengan eluen benzen : etil asetat (90 : 10)
1 2
3
4
5
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
TABEL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
56
Tabel 4.1. Persentase perbandingan berat buah ketapang kering terhadap berat
buah ketapang segar
Nama tanaman
uji
Sebelum
dikeringkan (g)
Setelah
dikeringkan (g)
Persentase
(%)
Buah ketapang 9476,8 3248,6 65,72
Tabel 4.2. Rendemen ekstrak buah ketapang
Nama ekstrakBerat simplisia
(g)
Berat ekstrak kental
(g)
Rendemen ekstrak
(%)
n- Heksana
3248,6
89,9 2,767
Etil asetat 29,5 0,908
Metanol 71,7 2,207
Tabel 4.3 Rendemen hasil fraksinasi kolom
Nama fraksiBerat sampel
(g)
Berat fraksi
(g)
Rendemen fraksi
(%)
A
19
1,9837 10,4405
B 3,1181 16,4111
C 0,7176 3,7768
D 0,6229 3,2784
E 0,4416 2,3242
F 0,2454 1,2916
G 0,3457 1,8195
H 0,088 0,4632
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
57
Tabel 4.4 Optimasi aktivitas enzim pada berbagai konsentrasi substrat
Konsentrasi
substrat
Absorbansi
(A)U-K
Aktivitas Enzim
U/mL U/mg
0,625 mMUji (U) 0,046
0,042 0,0031 0,0612Kontrol (K) 0,004
1,25 mMUji (U) 0,071
0,071 0,0052 0,1035Kontrol (K) 0,000
2,5 mMUji (U) 0,118
0,107 0,0078 0,1567Kontrol (K) 0,009
5 mMUji (U) 0,182
0,182 0,0133 0,2652Kontrol (K) 0,000
10 mMUji (U) 0,226
0,216 0,0157 0,3148Kontrol (K) 0,010
20 mMUji (U) 0,239
0,223 0,0162 0,3249Kontrol (K) 0,016
Tabel 4.5 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada akarbose
Konsentrasi
(ppm)Absorbansi S1-S0 % Inhibisi
IC50
(ppm)
51S1 0,439
0,415 14,433
260,453
S0 0,024
76,5S1 0,410
0,410 15,464S0 0
102S1 0,392
0,384 20,825S0 0,008
153S1 0,347
0,343 29,278S0 0,004
204S1 0,289
0,285 41,237S0 0,004
Blanko (B) 0,485
Persamaan regresi y = 0,1799x + 3,1445
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
58
Tabel 4.6 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada ekstrak n-heksana
Konsentrasi
(µg/mL)Absorbansi S1-S0 % Inhibisi
IC50
(µg/mL)
16,4S1 0,484
0,476 14,079
67,914
S0 0,008
32,8S1 0,447
0,429 22,563S0 0,018
41S1 0,376
0,341 38,447S0 0,035
82S1 0,280
0,247 55,415S0 0,033
123S1 0,610
0,060 89,169S0 0,550
Blanko (B) 0,554
Persamaan regresi y= 0,6832x + 3,6013
Tabel 4.7 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada ekstrak etil asetat
Konsentrasi
(µg/mL)Absorbansi S1-S0 % Inhibisi
IC50
(µg/mL)
10,1S1 0,867
0,756 11,268
57,174
S0 0,111
25,25S1 0,807
0,649 23,826S0 0,158
50,5S1 0,656
0,473 44,484S0 0,183
75,75S1 0,539
0,296 65,258S0 0,243
101S1 1,088
0,119 86,033S0 0,969Blanko (B) 0,852
Persamaan regresi y = 0,822x + 3,0031
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
59
Tabel 4.8 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada ekstrak metanol
Konsentrasi
(µg/mL)Absorbansi S1-S0 % Inhibisi
IC50
(µg/mL)
28,7S1 0,416 0,398 29,181
97,881
S0 0,018
57,4S1 0,367 0,330 41,281S0 0,037
86,1S1 0,371 0,309 45,018S0 0,062
114,8S1 0,528 0,270 51,957S0 0,258
172,2S1 0,519 0,148 73,665S0 0,371
Blanko (B) 0,562
Persamaan regresi y = 0,2945x + 21,174
Tabel 4.9 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi A
Konsentrasi
(µg/mL)Absorbansi S1-S0 % Inhibisi
IC50
(µg/mL)
10,1S1 0,446
0,438 12,224
58,39
S0 0,008
25,25S1 0,400
0,386 22,645S0 0,014
50,5S1 0,330
0,297 40,481S0 0,033
75,75S1 0,230
0,171 65,731S0 0,059
101S1 0,151
0,075 84,969S0 0,076
Blanko (B) 0,499
Persamaan regresi y = 0,8145x + 2,434
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
60
Tabel 4.10 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi B
Konsentrasi
(µg/mL)Absorbansi S1-S0 % Inhibisi
IC50
(µg/mL)
10,2S1 0,495
0,445 5,720
58,641
S0 0,050
25,5S1 0,469
0,385 18,432S0 0,084
51S1 0,398
0,293 37,924S0 0,105
76,5S1 0,214
0,104 77,966S0 0,11
102S1 0,189
0,075 84,110S0 0,114
Blanko (B) 0,472
Persamaan regresi y = 0,9228x - 4,1135
Tabel 4.11 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi C
Konsentrasi
(µg/mL)Absorbansi S1-S0 % Inhibisi
IC50
(µg/mL)
10S1 0,632
0,629 16,689
51,527
S0 0,003
25S1 0,520
0,504 33,245S0 0,016
50S1 0,432
0,397 47,417S0 0,035
75S1 0,260
0,235 68,874S0 0,025
100S1 0,162
0,109 85,563S0 0,053
Blanko (B) 0,755
Persamaan regresi y = 0,75x + 11,355
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
61
Tabel 4.12 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi D
Konsentrasi
(µg/mL)Absorbansi S1-S0 % Inhibisi
IC50
(µg/mL)
10S1 0,463
0,429 14,028
49,715
S0 0,034
25S1 0,392
0,347 30,461S0 0,045
50S1 0,319
0,269 46,092S0 0,050
75S1 0,160
0,100 79,959S0 0,060
100S1 0,169
0,053 89,379S0 0,116
Blanko (B) 0,499
Persamaan regresi y = 0,8678x + 6,8575
Tabel 4.13 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi E
Konsentrasi
(µg/mL)Absorbansi S1-S0 % Inhibisi
IC50
(µg/mL)
10,4S1 0,366
0,358 12,683
56,087
S0 0,008
26S1 0,336
0,312 23,902S0 0,024
52S1 0,276
0,212 48,293S0 0,064
78S1 0,212
0,135 67,073S0 0,077
104S1 0,170
0,042 89,756S0 0,128
Blanko (B) 0,410
Persamaan regresi y = 0,8256x + 3,6942
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
62
Tabel 4.14 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi F
Konsentrasi
(µg/mL)Absorbansi S1-S0 % Inhibisi
IC50
(µg/mL)
10S1 0,489
0,472 2,881
57,019
S0 0,017
25S1 0,393
0,375 22,839S0 0,018
50S1 0,311
0,297 38,889S0 0,014
75S1 0,168
0,133 72,634S0 0,035
100S1 0,096
0,055 88,683S0 0,041
Blanko (B) 0,486
Persamaan regresi y = 0,9591x - 4,6873
Tabel 4.15 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi G
Konsentrasi
(µg/mL)Absorbansi S1-S0 % Inhibisi
IC50
(µg/mL)
10,1S1 0,647
0,639 15,364
54,030
S0 0,008
25,25S1 0,554
0,549 27,285S0 0,005
50,5S1 0,472
0,432 42,781S0 0,04
75,75S1 0,274
0,226 70,066S0 0,048
101S1 0,146
0,088 88,344S0 0,058
Blanko (B) 0,755
Persamaan regresi y = 0,8145x + 5,9925
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
63
Tabel 4.16 Data uji kinetika penghambatan aktivitas α-glukosidase fraksi D (teraktif)
Konsentrasi
Substrat (mM)Absorbansi Sampel (V)
1/[S] 1/[V1] 1/[V2] 1/[V3]
[S] V1 V2 V3
10 0,353 0,2 0,611 0,1 2,833 5 1,637
5 0,22 0,091 0,48 0,2 4,545 10,989 2,083
2,5 0,152 0,046 0,321 0,4 6,579 21,739 3,115
1,25 0,054 0,026 0,216 0,8 18,519 38,462 4,629Keterangan: V1 = konsentrasi inhibitor 25 µg/mL; V2 = konsentrasi inhibitor 50 µg/mL;V3 = noninhibitor; [S] = konsentrasi substrat
Tabel 4.17 Hasil perhitungan tetapan Michaelis-Menten fraksi D (konsentrasi 50
µg/mL)
a b vmax Km
Noninhibitor 4,28 1,261 0,793 3,394
Inhibitor 50 µg/mL 47,276 1,3191 0,758 35,839
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
64
Lampiran 1. Skema kerja ekstraksi bertingkat
Direfluks dengan n-heksanasebanyak 6 kali hingga warnafiltrat memudar, disaring.
Serbuk buah ketapang± 3 kg
Ampas/ ResiduEkstrak n-heksana
Direfluks dengan etil asetatsebanyak 6 kali hinggawarna filtrat memudar,disaring.
diuapkan denganrotavapor 40-50oC,kecepatan 40 rpm
Ampas/ ResiduEkstrak Etil asetat
Direfluks dengan metanolsebanyak 5 kali hinggawarna filtrat memudar,disaring.
diuapkan dengan rotavapor40-50oC, kecepatan 40 rpm
Ekstrak etil asetatkental
Ekstrak metanol
Ekstrak metanolkental
Ampas/ Residu
Ekstrak n- heksanakental
diuapkan dengan rotavapor40-50oC, kecepatan 40 rpm
Uji penghambatan aktivitas α-glukosidase
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
65
Lampiran 2. Skema kerja fraksinasi ekstrak n-heksana buah ketapang dan penapisan
fitokimia dari fraksi yang memiliki penghambatan aktivitas α-glukosidase terbesar
Ekstrak n-heksana kental
Kromatografi kolom (KK)Fase diam silika gel 60Fase gerak n-heksana : etil asetat denganberbagai perbandingan kepolaran
84 fraksi hasil KK
Dilakukan penggabungan fraksi yang memilikipola kromatogram yang sama dengan KLT
A
Dilakukan uji penghambatanaktivitas α-glukosidase
Penapisan fitokimia
B EC D F G H
D(Fraksi teraktif)
Terpenoid dan glikon
Bobot > 100 mg
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
66
Lampiran 3. Skema uji penghambatan aktivitas α-glukosidase
2 μL larutan dimetil sulfoksida / sampel(ekstrak) / standar (akarbose)+ 63 μL buffer fosfat (pH 6,8)
+ 10 μL p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida 10mM,
diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit.
+ 25μL larutanenzim pada uji dan
100 μLNa2CO3200 mM
pada kontrolsampel
Reaksi enzimatis dimulaidiinkubasi kembali pada suhu 37oC selama 30 menit.
Penghentian reaksi dengan 100 μL natrium karbonat 200 mMpada uji dan penambahan 25 μL larutan enzim pada kontrol
sampel
Diukur menggunakan microplate reader pada λ = 405 nm
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
67
Lampiran 4. Sertifikat analisis α-glukosidase
67
Lampiran 4. Sertifikat analisis α-glukosidase
67
Lampiran 4. Sertifikat analisis α-glukosidase
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
68
Lampiran 5. Sertifikat analisis p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida
68
Lampiran 5. Sertifikat analisis p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida
68
Lampiran 5. Sertifikat analisis p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
69
Lampiran 6. Hasil determinasi tumbuhan
69
Lampiran 6. Hasil determinasi tumbuhan
69
Lampiran 6. Hasil determinasi tumbuhan
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
70
Lampiran 7. Perhitungan bobot α-glukosidase yang ditimbang
Pada label kemasan α-glukosidase tertera 15,2 mg solid; 23 % protein; 215
Unit/mg protein.
Jumlah protein = x 15,2 mg solid = 3,496 mg protein.
Dalam 15,2 mg solid terdapat:3,496 mg protein × 215 Umg protein = 751,64 UAkan dibuat larutan induk 2,5 U/mL:Larutan induk = 2,5 UmL = 250 U100 mLYang ditimbang: 250 U751,64 U x 15,2 mg solid = 5,056 mg solidPengenceran larutan α-glukosidase:dipipet 2,0 ml larutan enzim, dilarutkan dengan dapar fosfat pH (6,8) hingga volume
100,0 mL 2 mL100,0 mL x 2,5 UmL = 0,05 UmLSehingga didapatkan larutan α-glukosidase dengan konsentrasi 0,05 U mL⁄sebanyak 100,0 mL.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
71
Lampiran 8. Perhitungan aktivitas enzim pada optimasikonsentrasi substrat
Diketahui: V = 0,2 mL ; df = 5; Ve = 0,025 mL; t = 30; C= 0,05
Rumus: Unit mL enzim⁄ = (A Uji − A Blanko)xVxdf18,3xV xtKonsentrasi 0,625 mMUnit mL enzim⁄ = 0,042 x 0,2 x 518,3 x 0,025 x 30 = 0,0031 U/mLUnit mg enzim = 0,0031 U mL enzim x 10,05 = 0,0612 U/mgKonsentrasi 1,25 mMUnit mL enzim⁄ = 0,071 x 0,2 x 518,3 x 0,025 x 30 = 0,0052 U/mLUnit mg enzim = 0,0031 U mL enzim x 10,05 = 0,1035 U/mgKonsentrasi 2,5 mMUnit mL enzim⁄ = 0,107 x 0,2 x 518,3 x 0,025 x 30 = 0,0078 U/mLUnit mg enzim = 0,0078 U mL enzim x 10,05 = 0,1567 U/mgKonsentrasi 5 mMUnit mL enzim⁄ = 0,182 x 0,2 x 518,3 x 0,025 x 30 = 0,0133 U/mLUnit mg enzim = 0,0133 U mL enzim x 10,05 = 0,2652 U/mgKonsentrasi 10 mMUnit mL enzim⁄ = 0,216x 0,2 x 518,3 x 0,025 x 30 = 0,0157 U/mL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
72
Unit mg enzim = 0,0157 U mL enzim x 10,05 = 0,3148 U/mgKonsentrasi 20 mMUnit mL enzim⁄ = 0,223 x 0,2 x 518,3 x 0,025 x 30 = 0,0162 U/mLUnit mg enzim = 0,0162 U mL enzim x 10,05 = 0,3249 U/mg
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
73
Lampiran 9. Perhitungan IC50 dari akarbose
Absorbansi blanko : 0,485
Konsentrasi 51 ppm% inhibisi = 0,485 − 0,4150,485 × 100% = 14,433 %Konsentrasi 76,5 ppm% inhibisi = 0,485 − 0,4100,485 × 100% = 15,464 %Konsentrasi 102 ppm% inhibisi = 0,485 − 0,3840,485 × 100% = 20,825 %Konsentrasi 153 ppm% inhibisi = 0,485 − 0,3430,485 × 100% = 29,278 %Konsentrasi 204 ppm% inhibisi = 0,485 − 0,2850,485 × 100% = 41,237 %Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu
y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,1799x + 3,1445
Rumus menghitung IC50 =IC = 50 − 3,14450,1799 = 260,453
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
74
Lampiran 10. Perhitungan IC50 dari ekstrak n-heksana
Absorbansi blanko : 0,554
Konsentrasi 16,4 µg/mL% inhibisi = 0,554 − 0,4760,554 × 100% = 14,079 %Konsentrasi 32,8 µg/mL% inhibisi = 0,554 − 0,4290,554 × 100% = 22,563 %Konsentrasi 41 µg/mL% inhibisi = 0,554 − 0,3410,554 × 100% = 38,447 %Konsentrasi 82 µg/mL% inhibisi = 0,554 − 0,2470,554 × 100% = 55,415 %Konsentrasi 123 µg/mL% inhibisi = 0,554 − 0,0600,554 × 100% = 89,169 %Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu
y, diperoleh persamaan regresi linier: y= 0,6832x + 3,6013
Rumus menghitung IC50 =IC = 50 − 3,60130,6832 = 67,914 μg/mL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
75
Lampiran 11. Perhitungan IC50 dari ekstrak etil asetat
Absorbansi blanko : 0,852
Konsentrasi 10,1 µg/mL% inhibisi = 0,852 − 0,7560,852 × 100% = 11,268 %Konsentrasi 25,25 µg/mL% inhibisi = 0,852 − 0,6490,852 × 100% = 23,826 %Konsentrasi 50,5 µg/mL% inhibisi = 0,852 − 0,4730,852 × 100% = 44,484 %Konsentrasi 75,75 µg/mL% inhibisi = 0,852 − 0,2960,852 × 100% = 65,258 %Konsentrasi 101 µg/mL% inhibisi = 0,852 − 0,1190,852 × 100% = 86,033 %Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu
y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,822x + 3,0031
Rumus menghitung IC50 =IC = 50 − 3,00310,822 = 57,174 μg/mL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
76
Lampiran 12. Perhitungan IC50 dari ekstrak metanol
Absorbansi blanko : 0,562
Konsentrasi 28,7 µg/mL% inhibisi = 0,562 − 0,3980,562 × 100% = 29,181 %Konsentrasi 57,4 µg/mL% inhibisi = 0,562 − 0,3300,562 × 100% = 41,281 %Konsentrasi 86,1 µg/mL% inhibisi = 0,562 − 0,3090,562 × 100% = 45,018 %Konsentrasi 114,8 µg/mL% inhibisi = 0,562 − 0,2700,562 × 100% = 51,957 %Konsentrasi 172,2 µg/mL% inhibisi = 0,562 − 0,1480,562 × 100% = 73,665 %Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu
y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,2945x + 21,174
Rumus menghitung IC50 =IC = 50 − 21,1740,2945 = 97,881 μg/mL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
77
Lampiran 13. Perhitungan IC50 dari fraksi A
Absorbansi blanko : 0,499
Konsentrasi 10,1 µg/mL% inhibisi = 0,499 − 0,4380,499 × 100% = 12,224 %Konsentrasi 25,25 µg/mL% inhibisi = 0,499 − 0,3860,499 × 100% = 22,645 %Konsentrasi 50,5 µg/mL% inhibisi = 0,499 − 0,2970,499 × 100% = 40,481 %Konsentrasi 75,75 µg/mL% inhibisi = 0,499 − 0,1710,499 × 100% = 65, 731 %Konsentrasi 101 µg/mL% inhibisi = 0,499 − 0,0750,499 × 100% = 84,969 %Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu
y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,8145x + 2,434
Rumus menghitung IC50 =IC = 50 − 2,4340,8145 = 58,39 μg/mL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
78
Lampiran 14. Perhitungan IC50 dari fraksi B
Absorbansi blanko : 0,472
Konsentrasi 10,2 µg/mL% inhibisi = 0,472 − 0,4450,472 × 100% = 5,720 %Konsentrasi 25,5 µg/mL% inhibisi = 0,472 − 0,3850,472 × 100% = 18,432 %Konsentrasi 51 µg/mL% inhibisi = 0,472 − 0,2930,477 × 100% = 37,924 %Konsentrasi 76,5 µg/mL% inhibisi = 0,472 − 0,1040,472 × 100% = 77,966 %Konsentrasi 102 µg/mL% inhibisi = 0,472 − 0,0750,472 × 100% = 84,110 %Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu
y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,9228x - 4,1135
Rumus menghitung IC50 =IC = 50 − (−4,1135)0,9228 = 58,641 μg/mL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
79
Lampiran 15. Perhitungan IC50 dari fraksi C
Absorbansi blanko : 0,755
Konsentrasi 10 µg/mL% inhibisi = 0,755 − 0,6290,755 × 100% = 16,689 %Konsentrasi 25 µg/mL% inhibisi = 0,755 − 0,5040,755 × 100% = 33,245 %Konsentrasi 50 µg/mL% inhibisi = 0,755 − 0,3970,755 × 100% = 47,417 %Konsentrasi 75 µg/mL% inhibisi = 0,755 − 0,2350,755 × 100% = 68,874 %Konsentrasi 100 µg/mL% inhibisi = 0,755 − 0,1090,755 × 100% = 85,563 %Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu
y, diperoleh persamaan regresi linier:y = 0,75x + 11,355
Rumus menghitung IC50 =IC = 50 − 11,3550,75 = 51,527 μg/mL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
80
Lampiran 16. Perhitungan IC50 dari fraksi D
Absorbansi blanko : 0,499
Konsentrasi 10 µg/mL% inhibisi = 0,499 − 0,4290,499 × 100% = 14,028 %Konsentrasi 25 µg/mL% inhibisi = 0,499 − 0,3470,499 × 100% = 30,461 %Konsentrasi 50 µg/mL% inhibisi = 0,499 − 0,2690,499 × 100% = 46,092 %Konsentrasi 75 µg/mL% inhibisi = 0,499 − 0,1000,499 × 100% = 79,959 %Konsentrasi 100 µg/mL% inhibisi = 0,499 − 0,0530,499 × 100% = 89,379 %Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu
y, diperoleh persamaan regresi linier:y = 0,8678x + 6,8575
Rumus menghitung IC50 =IC = 50 − 6,85750,8678 = 49,715 μg/mL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
81
Lampiran 17. Perhitungan IC50 dari fraksi E
Absorbansi blanko : 0,410
Konsentrasi 10,4 µg/mL% inhibisi = 0,410 − 0,3580,410 × 100% = 12,683 %Konsentrasi 26 µg/mL% inhibisi = 0,410 − 0,3120,410 × 100% = 23,902 %Konsentrasi 52 µg/mL% inhibisi = 0,410 − 0,2120,410 × 100% = 48,293 %Konsentrasi 78 µg/mL% inhibisi = 0,410 − 0,1350,410 × 100% = 67,073 %Konsentrasi 104 µg/mL% inhibisi = 0,410 − 0,0420,410 × 100% = 89,756 %Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu
y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,8256x + 3,6942
Rumus menghitung IC50 =IC = 50 − 3,69420,8256 = 56,087 μg/mL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
82
Lampiran 18. Perhitungan IC50 dari fraksi F
Absorbansi blanko : 0,486
Konsentrasi 10 µg/mL% inhibisi = 0,486 − 0,4720,486 × 100% = 2,881%Konsentrasi 25 µg/mL% inhibisi = 0,486 − 0,3750,486 × 100% = 22,839 %Konsentrasi 50 µg/mL% inhibisi = 0,486 − 0,2970,486 × 100% = 38,889 %Konsentrasi 75 µg/mL% inhibisi = 0,486 − 0,1330,486 × 100% = 72,634 %Konsentrasi 100 µg/mL% inhibisi = 0,486 − 0,0550,486 × 100% = 88,683 %Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu
y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,9591x - 4,6873
Rumus menghitung IC50 =IC = 50 − (−4,6873)0,9591 = 57,019 μg/mL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
83
Lampiran 19. Perhitungan IC50 dari fraksi G
Absorbansi blanko : 0,755
Konsentrasi 10,1 µg/mL% inhibisi = 0,755 − 0,6390,755 × 100% = 15,364 %Konsentrasi 25,25 µg/mL% inhibisi = 0,755 − 0,5490,755 × 100% = 27,285 %Konsentrasi 50,5 µg/mL% inhibisi = 0,755 − 0,4320,755 × 100% = 42,781 %Konsentrasi 75,75 µg/mL% inhibisi = 0,755 − 0,2260,755 × 100% = 70,066 %Konsentrasi 101 µg/mL% inhibisi = 0,755 − 0,0880,755 × 100% = 88,344 %Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu
y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,8145x + 5,9925
Rumus menghitung IC50 =IC = 50 − 5,99250,8145 = 54,030 μg/mL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
84
Lampiran 20. Perhitungan kinetika penghambatan aktivitas α-glukosidase pada
fraksi teraktif (fraksi D)
Dari tabel 4.16 diperoleh persamaan regresi:
Tanpa inhibitor y = 4,28x + 1,261
Inhibitor y = 47,276x + 1,3191
Sehingga didapatkan
1. vmaks =
Tanpa inhibitor vmaks= , = 0,793 μmol/mL menitInhibitor vmaks = , = 0,758 µmol/mL menit
2. Km =
Tanpa inhibitor Km = ,, = 3,394 μmol/mLInhibitor Km = ,, = 35,839 µmol/mL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
85
Lampiran 21. Plot hubungan konsentrasi dan % inhibisi pada akarbose, ekstrak
dan fraksi.
14,433
15,46420,825
29,278
41,237y = 0,1799x + 3,1445R² = 0,9782
05
1015202530354045
0 50 100 150 200 250
% in
hibi
si
Konsentrasi (µg/mL)
Akarbose
14,07922,563
38,44755,415
89,169y = 0,6832x + 3,6013R² = 0,9777
0
20
40
60
80
100
0 20 40 60 80 100 120 140
% in
hibi
si
Konsentrasi (µg/mL)
Ekstrak n-heksana
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
86
(lanjutan)
11,26823,826
44,484
65,258
86,033y = 0,822x + 3,0031R² = 0,999
0
20
40
60
80
100
0 20 40 60 80 100 120
% in
hibi
si
Konsentrasi (µg/mL)
Ekstrak etil asetat
29,18141,281
45,01851,957
73,665y = 0,2945x + 21,174R² = 0,9768
01020304050607080
0 50 100 150 200
% in
hibi
si
Konsentrasi (µg/mL)
Ekstrak metanol
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
87
(lanjutan)
12,22422,645
40,481
65,731
84,969y = 0,8145x + 2,434R² = 0,9959
0102030405060708090
0 20 40 60 80 100 120
% in
hibi
si
Konsentrasi (µg/mL)
Fraksi A
5,72
18,432
37,924
77,966
84,11y = 0,9228x - 4,1135
R² = 0,9607
0
20
40
60
80
100
0 20 40 60 80 100 120
% in
hibi
si
Konsentrasi (µg/mL)
Fraksi B
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
88
(lanjutan)
16,68933,245
47,417
68,874
85,563y = 0,75x + 11,355
R² = 0,9938
0
20
40
60
80
100
0 20 40 60 80 100 120
% in
hibi
si
Konsentrasi (µg/mL)
Fraksi C
14,028
30,461
46,092
79,959
89,379y = 0,8678x + 6,8575
R² = 0,9744
0
20
40
60
80
100
0 20 40 60 80 100 120
% in
hibi
si
Konsentrasi (µg/mL)
Fraksi D
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
89
(lanjutan)
12,68323,902
48,293
67,073
89,756y = 0,8256x + 3,6942R² = 0,9986
0
20
40
60
80
100
0 20 40 60 80 100 120
% in
hibi
si
Konsentrasi (µg/mL)
Fraksi E
2,881
22,839
38,889
72,634
88,683y = 0,9591x - 4,6873R² = 0,9857
0
20
40
60
80
100
0 20 40 60 80 100 120
% in
hibi
si
Konsentrasi (µg/mL)
Fraksi F
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
90
(lanjutan)
15,36427,285
42,781
70,066
88,344y = 0,8145x + 5,9925
R² = 0,9927
0
20
40
60
80
100
0 20 40 60 80 100 120
% in
hibi
si
Konsentrasi (µg/mL)
Fraksi G
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012