UIN SYARIF HIDAYATULLAH...Sunggufi, setefali ftesuutan adiz ~mudahan-~mudafian. :Malig apa6ifa...
Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH...Sunggufi, setefali ftesuutan adiz ~mudahan-~mudafian. :Malig apa6ifa...
-
POLA ASUH PEMBINA TERHADAF> SANITRI
DI PONDOK PESANTREN DARUL ARQAM
MUHAMMADIYAH GARUT
Oleh:
CATUR TRESNA RUSWARADITFl'.A
NIM: 103070028987
Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian per.syaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Psikologi ($.Psi)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
-
POLA ASUH PEMBINA TERHADAP SANTRI
DI PONDOK PESANTREN DARUL ARQAM
MUHAMMADIYAH GARUT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk mememuhi syarat-syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Catur Tresna Ruswaraditra
NIM: 103070028987
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I, Pembimbing II,
~ (-Bamban di Ph.D
NIP. 150 326 891 NIP. 150 293 234
FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429 H / 2008 M
-
PENGESAHAN PANITIA UJllAN
Skripsi yang berjudul POLA ASUH PEMBINA TERHADAP SANTRI DI
PONDOK PESANTREN DARUL ARQAM MUHAMMADIYAH GARUT
telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 06
Februari 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, Februari 2008
Ketua Mer Jkap Anggota,
,:,/\-1~ Ora. H'. Net Hartati M.Psi. NIP. 150 21 38
Penguji I
Sidang Munaqasyah
Sekretaris Merangkap Anggota
Anggota:
Penguji II
Ors. Rachmat Mulyono. M.Si NIP. 150 293 240
Pernbirnbing I Pembimbing II
Bamban Su adi Ph. D NIP. 150 326 891
-
MOTTO
Jadilah Sukses Berdasarkan Penilaian Tuhan
Lakukanlah Sekuat Tenaga bukan semampunya
lngatlah selalu dan perbaiki kesalahan yang pernah kita
pe?rbuat, k@mudian
Lupakan ke?baikan yang pernah kita perbuat
(AAGymj
"Ke bahagiaan ada pada ji~ra yang be rs yukur"
(Andy F Noya)
"
-
KATA PENGANTAR
Tiada kata indah selain memuji dan bersyukur kepada Allah SWT yang
dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini walau dalam
menjalaninya penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Tak lupa
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada Kanj13ng Nabi
Muhammad SAW. beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang
telah membimbing manusia keluar dari masa kegelapan menuju masa yang
penuh asa.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
insan-insan yang menjadi penyemangat penulis di saat-saat genting tanpa
inspirasi dan mengajarkan berbagai hal mengenai kehidupan.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Bapak dan !bu tercinta yang selalu mendampingi tanpa mengenal kata
lelah yang dengan doa dan semangatnya terus mendukung tiada henti
agar penulis cepat menyelesaikan skripsi. Kedua kakaku Owi Tresna R
sekeluarga, dan Tri Tresna R sekeluarga yang banyak mewarnai
kehidupan penulis. Kalian merupakan anugerah untukku, terima kasih
Allah atas keluarga yang hebat ini.
2. Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si., Oekan Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ora. Hj. Zahrotun Nihayah, M.Si., Pembantu Oekan I Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
-
..
4. Prof. Hamdan Yasun, M.Si., Ketua Bidang Psikolooi Sosial dan
Pembimbing Akademik kelas A Fakultas Psikologi 2003 yang telah
memberikan banyak arahan dan pengalamannya kepada penulis.
5. Bambang Suryadi, Ph.D Pembimbing I yang telah memberikan banyak
masukan untuk perbaikan skripsi pada penulis.
6. Solicha, S.Ag. Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu
pribadinya untuk memberi koreksi pada skripsi penulis.
7. Seluruh staff pengajar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
bersedia memberikan secercah harapan masa depan selama proses
perkuliahan. Jajaran akademik dan karyawan Fakultas Psikologi lbu
Sri, Pak Miftah lbu Syariah dan lbu Nur, dkk, yang sabar mendengar
keluhan-keluhan dan direpotkan dalam menyusun nilai-nilai penulis
yang tak beraturan.
8. Pimpinan Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Daerah
Garut beserta seluruh staff pengajar dan pembina yang telah
memberikan keleluasaan dan kemudahan bagi penulis dalam
mengadakan penelitian.
9. Siti Rahmi Rahimah yang sudah memberikan begitu banyak perhatian
dan kesabaran bagi perkembangan penulisan skripsi ini.
1 O. The Kostan Family (Dani dan Yusuf) Plus Uwa Ramdan, dengan
kalian kuliah serasa penuh makna. Arif, Badru, Yamani, Sugih, Indra,
Adit, dan Cupie atas kerja samanya selama perkuliahan. Semua
orang-orang luar biasa angkatan 2003 kelas A, lta, Maya, Tika, Yeyen,
lea, Nca, Rida, dan lain-lain yang banyak memberi warna kehidupan.
Persahabatan kita selamanya.
11. Anak-anak The MIB (Koko, Uut, Boncu, Jurig, Uum, Hendra, Abi, dll),
GEMC DA Club (Evi, Fani, Annisa, lsni, Lulu, dll) dan keluarga besar
IKADAM yang tak bisa penulis sebutkan satu per satu atas kenangan-
kenangan yang telah kalian ukir selama skripsi ini dibuat. Kamaludin
-
dan keluarga untuk pencerahan hidup di saat tiada asa. Juga kepada
Gina dan Agung atas dukungan teknisnya.
12. Terima kasih juga buat persaudaraan sesama lnteristi dimana saja
sebagai penambah spirit dalam mengerjakan skripsi ini ketika jenuh.
Dan untuk semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi yang tidak
dapat disebutkan satu persatu namanya karena keterbatasan ruang. Hanya
doa yang bisa penulis panjatkan, semoga bantuan dan kebaikan yang telah
mereka berikan menjadi amal ibadah yang diterima di sisi Allah SWT.
Jakarta, Januari 2008
Penulis
-
ABSTRAK
(C) Catur Tresna Ruswaraditra
(A) Fakultas Psikologi (B) Januari 2008
(D) Pola Asuh Pembina Terhadap Santri Di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut
(E) xi+ 108 (F) Pendidikan dalam jenjang menengah merupakan jembatan darl
pendidikan dasar ke pendidikan tinggi. Oleh karena itu pendic:fikan menengah menjadi sangat penting. Lembaga pendidikan pesantren yang berada dalam jenjang pendidikan menengah bahkan membekali anak didiknya dengan menambahkan berbagai ilmu agama. Hal ini dimaksudkan untuk memiliki generasi yang unggul dalam ilmu dan akhlak. Pola asuh pembina terhadap santri merupakan faktor yang turut berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pendidikan di pesantren. Upaya untuk mendukung terlaksananya visi dan misi pesantren ini meliputi aspek pengasuhan, kontrol, harapan, dan komunikasi. Perkembangan zaman yang cepat dan penuh kemajuan juga berbagai perubahan dalam pesantren itu sendiri membuat peran pembina menjadi semakin vital sebagai pengganti orang tua.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola asuh pembina terhadap santri di pondok pesantren. Pola asuh yang dimaksudkan adalah segala bentuk interaksi pengasuhan antara pembina dan santri, baik yang berbentuk otoriter, demokratis, permisif indifferent, atau permisif indulgent.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Teknik analisa data penelitian menggunakan metode perbandingan tetap. Lokasi pelaksanaan penelitian di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut. Subjek dalam penelitian ini adalah pembina yang di tugaskan membina santri oleh pimpinan pondok pesantren di Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut. Jumlah subjek sebanyak tiga orang.
Berdasarkan hasil penelitian kualitatif yang didapat dari tiga orang pembina menggunakan pola asuh demokratis. Dapat disimpulkan bahwa pola asuh pembina terhadap santri di pondc>k pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut adalah demokratis.
-
: '.
Untuk perkembangan lebih lanjut maka ada beberapa saran yakni; perlu adanya penambahan jumlah sampel termasuk membandingkannya dengan santri, serta mempertimbangkan aspek lainnya, seperti kelekatan santri dengan pembina, efektifitas rasio pembina dengan santri, dan tingkat ekonomi pembina dalam menggambarkan pola asuh responden.
(G) 35 (1993-2007)
-
Halaman Judul
Halaman Persetujuan
Halaman Pengesahan
Motto
Persembahan
DAFTAR ISi
Kata Pengantar ...................................................................................... i
Abstrak ................................................................................................... iv
Daftar lsi ................................................................................................ v
Daftar Tabel ........................................................................................... viii
Daftar Bagan .......................................................................................... ix
Daftar Lampiran ..................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN 1-10
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2. ldentifikasi Masalah ........................................................................ 6
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 6
1.3.1. Pembatasan Masalah ............................................................. 6
1.3.2. Perumusan Masalah ............................................................... 7
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 7
1.4. 1. Tujuan Penelitian ................................................................... 7
1.4.2. Manfaat Penelitian .................................................................. 8
1.5. Sistematika Penulisan .................................................................... 8
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 11-30
2.1. Pola Asuh ........................................................................................ 11
-
2.1.1. Definisi Pola Asuh .................................................................. 11
2.1.2. Tipe-tipe Pola Asuh ................................................................ 14
2.1.3. Faktor-faktor Pola Asuh ......................................................... 19
2.2. Pondok Pesantren ........................................................................... 20
2.2.1. Definisi Pesantren .................................................................. 20
2.2.2. Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren .................... 22
2.2.3. Kultur Kehidupan Pondok Pesantren ..................................... 23
2.2.4. Jenis-jenis Pondok Pesantren ................................................ 26
2.2.5. Jenis-jenis Santri. ................................................................... 27
2.2.6. Program Pengasuhan ............................................................ 27
2.3. Pola Asuh Pembina Terhadap Santri di Pondok Pesantren ............. 28
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 31-42
3.1. Jenis Penelitian ............................................................................... 31
3.1. 1. Pendekatan Penelitian ............................................................ 31
3.1.2. Metode Penelitian .................................................................. 32
3.2. Definisi Variabel dan Definisi Operasional. ...................................... 33
3.3. Subjek Penelitian ............................................................................ 35
3.3.1. Responden ............................................................................. 35
3.3.2. Karakteristik Subjek ................................................................ 35
3.4. Sumber dan Jenis Data ................................................................... 36
3.5. Teknik dan lnstrumen Pengumpulan Data ....................................... 36
3.5.2. Wawancara ............................................................................. 37
3.5.3. Observasi. ............................................................................... 39
3.6. Teknik Analisa Data ........................................................................ 39
3.6.3. Analisa Data Kualitatif ............................................................. 39
3. 7. Prosedur Penelitian ........................................................................ .40
-
i.
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA 43-102
4.1. Gambaran Urn um Responden ........................................................ .43
4.2. Riwayat Kasus dan Analisa Kasus ................................................. .44
4.2.1 Kasus ES ................................................................................. .46
4.2.2 Kasus NH .................................................................................. 63
4.2.3 KasusAY .................................................................................. 78
4.3. Analisa Perbandingan Antar Kasus .................................................. 93
4.4. Hasil Tambahan .............................................................................. 97
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 103-108
5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 103
5.2. Diskusi ............................................................................................ 103
5.3. Saran .............................................................................................. 107
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 109-111
LAMPIRAN .................................................................................... 112-139
-
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kategori Pola Asuh ................................................................ 34
Tabel 3.2 Kisi-kisi Pedoman Wawancara ............................................... 38
Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden ............................................. .44
Tabel 4.2 Kategori Pola Asuh ............................................................... .45
Tabel 4.3 Analisa Kasus ES .................................................................. 61
Tabel 4.4 Analisa Kasus NH .................................................................. 76
Tabel 4.5 Analisa Kasus AY .................................................................. 91
Tabel 4.6 Analisa Perbandingan Antar Kasus ........................................ 93
Tabel 4.7 Latar Belakang Responden .................................................... 98
Tabel 4.8 Skor Skala Pola Asuh ............................................................ 101
Tabel 4.9 Kategori Skala Pola Asuh ...................................................... 102
-
DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN
Gambar 2.1 Skema perbandingan pola asuh dan jenis pe1santren ......... 30
-
' '-!
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Bimbingan Skripsi .................................................... 1 ·12
Lampiran 2. Surat lzin Penelitian dari Fakultas Psikologi UIN Syahid .... 113
Lampiran 3. Surat lzin Telah Melaksanakan Penelitian dari Pondok Pesantren
Darul Arqam Muhammadiyah Garut.. ..................................................... 114
Lampiran 4. Angket Penelitian Untuk Pembina ...................................... 115
Lampiran 5. Kunci Jawaban Angket.. ..................................................... 120
Lampiran 6. Validitas .............................................................................. 123
Lampiran 7. Reliabilitas .......................................................................... 125
Lampiran 8. Data Hasil Penelitian Pembina ........................................... 127
Lampiran 9. Surat Permohonan Kesediaan Wawancara ........................ 133
Lampiran 10. Pedoman Wawancara ...................................................... 135
Lampiran 11. Lembar Observasi ............................................................ 139
-
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis membahas mengenai latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
1.1. latar Belakang Masalah
Pondol< pesantren bukanlah institusi pendidikan baru, melainkan institusi
pendidikan tertua di Indonesia. Bahkan pesantren jika disandingkan dengan
lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia dianggap sebagai
produk budaya Indonesia yang indigenous (asli). Pada zaman penjajahan,
institusi ini bukan hanya tempat membina ilmu tetapi juga dijadikan basis
perjuangan dalam mengusir penjajahan bangsa-bangsa asing seperti
Belanda dan Jepang.
Dalam pendidikan pesantren figur Kiai sangat kental kebeiradaannya sebagai
seseorang yang dihormati. Biasanya Kiai adalah seorang pendiri sekaligus
pemilik pesantren yang mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada anak didiknya
yang disebut santri. Cara pengajarannya unik, dikenal dua cara yang paling
-
um um digunakan yaitu bandongan dan sorogan. Metode bandongan atau
layanan kolektif mengharuskan para santrinya mendengarkan Kiai
membacakan naskah-naskah keagamaan yang berbahasa Arab sambil
memberi catatan. Metode sorogan adalah santri yang membacakan kitab,
sementara Kiai atau ustadz yang sudah mahir menyimak sambil
mengevaluasi bacaan santri. Para santri yang mendapatkan pendidikan di
pesantren ini ada yang tinggal di asrama dikenal dengan nama santri mukim
dan ada yang tinggal di rumahnya masing-masing dikenal dengan nama
santri kalong.
2
Pondol< pesantren dapat menghasilkan lulusan yang berk.ualitas, baik secara
intelektual maupun perilaku. Pola pendidikannya mengharusk.an para santri
tinggal dalam asrama, selain bertujuan agar lebih fokus dalam mempelajari
ilmu-ilmu agama dan umum, juga mengajarkan kemandirian. Namun pola
seperti ini memiliki pengaruh yang tidak dapat diabaikan juga bukan jaminan
bahwa masalah tidak akan ada. Karena pengasuhan berpindah dari orang
tua masing-masing kepada pola pengasuhan di pondok pesantren.
Saat ini perkembangan pesantren telah sangat meluas di tanah air, terdapat
ribuan pesantren yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia baik pesantren
tradisional maupun pesantren modern. Data Statistik dari Departemen
Agama (dalam Mastuki, 2003: 4) tahun 1977 jumlah pesantren masih sekitar
4.195 buah buah dengan santri sekitar 677.394 orang. Peningkatan yang
-
signifikan terlihat dalam dua dasawarsa kemudian tahun ·1977, di mana
pesantren berjumlah 9.388 buah dengan jumlah santri mencapai 1. 770. 768
orang. Data terakhir Depag tahun 2001 menunjukkan jumlah pesantren
seluruh Indonesia sudah mencapai 11.312 buah dengan :santri sebanyak
2.737.805 orang.
Namun bukan hanya jumlahnya saja yang mengalami perkembangan, dari
segi kualitas pesantren juga mengalami perkembangan. Dari
penyelenggaraan pendidikan pun sejak tahun 1970-an be1ntuk-bentuk
pendidikan yang diselenggarakan di pesantren sudah sangat bervariasi.
Sistem pembelajaran tradisional yang berlaku, yaitu sorogan, bandongan,
balaghan, dan halaqah mulai diseimbangkan dengan sist19m pembelajaran
modern. Dalam aspek kurikulum juga mengalami perubahan, bila dahulu
pesantren hanya mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan saja kini beberapa
pesantren banyak yang telah mengadopsi ilmu-ilmu umum untuk diajarkan
kepada para santrinya.
Dengan semakin berkembangnya pesantren sebagai institusi pendidikan,
berkembang pula cara pengasuhan terhadap santri, karena santri tinggal di
asrarna atau pondok sebagai tempat tinggal sekaligus tempat untuk belajar
hidup rnandiri. Dhofier (dalam Zarkasyi, 2005: 70) mengatakan Sistern
asrarna ini rnerupakan ciri khas tradisi pesantren yang rneimbedakannya
3
-
dengan sistem pendidikan Islam lain seperti sistem pendidikan di daerah
Minangkabau yang disebut surau.
Kini cara pengasuhan di banyak pondok pesantren tidak hanya berpusat
pada satu figur Kiai saja, akan tetapi melibatkan para pengasuh lainnya;
ustadz, ustadzah, pembina atau apapun istilahnya. Hal ini dikarenakan
banyak pesantren yang memiliki jumlah santri yang cukup banyak, sehingga
dibutuhkan tenaga pengasuh yang lebih banyak pula untuk membina santri
yang tinggal di asrama.
Pola asuh yang diterapkan di asrama oleh pembina cenderung bergaya
authoritarian atau terpusat pada satu figur saja. Melalui gaya pengasuhan
seperti ini diharapkan santri akan patuh dan berkembang ke arah yang
diinginl
-
Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran bagaimana pola asuh
authoritarian berpengaruh terhadap kondisi santri yang tinggal di pondok
pesantren bila dibandingkan dengan gaya pola asuh yan{l lainnya seperti
permisif dan demokratis. Pengaruh yang menonjol salah satunya terhadap
prestasi belajar. Oleh karena itu para pembina harus merniliki pengetahuan
yang lebih mendalam mengenai pengasuhan.
5
Latar belakang santri yang berbeda-beda dan jumlahnya yang banyak
menyebabkan pola asuh yang dijalankan pembina tidaklah mudah dilakukan.
Para santri datang dengan membawa kebiasaan pengasuhan dari orang
tuanya masing-masing yang berbeda-beda dan kemudian harus mengikuti
gaya pengasuhan di pondok pesantren. Belum lagi jika p~mggantian kelas
terjadi, maka penggantian pembina pun bisa jadi berubah. Hal ini menjadi
masalah tersendiri tak hanya bagi santri tapi juga pembina, pengasuh,
ustadz, ustadzah sebagai pengasuh di pondok pesantren. Kesulitan lain jika
rasio pengasuh tidak berimbang dengan jumlah santri. Pcmdok pesantren
yang menggunkan sistem asrama di mana jumlah santrinya dikelompokan
dalam jumlah yang besar dengan tenaga yang minim akan mengurangi
intensifnya bimbingan yang diberikan terhadap santri mukim.
Berpijak dari uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti "Pola Asuh
Pembina Terhadap Santri Di Pondok Pesantren Darul Arqam
Muhammadiyah Garut".
-
1.2. ldentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di alas penulis dapat mengidentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut:
6
1. Bagaimana pola asuh pembina terhadap santri di pondok pesantren
Darul Arqam Muhammadiyah Garut?
2 Apakah pola asuh yang dilakukan pembina di pondok pesantren
Darul Arqam Muhammadiyah Garut dapat mengatasi problem keterpisahan
santri dengan orang tuanya?
3. Apakah pola asuh yang dilakukan pembina di pondok pesantren
Darul Arqam Muhammadiyah Garut dapat mengganti peran orang tua santri?
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3.1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan tidak meluas dan lebih terarah, penulis memberikan
batasan pada penelitian ini terhadap:
1. Jenis pola asuh yang dimaksud oleh penulis mencakup keseluruhan
macam-macam pola asuh, yaitu: otoriter, demokratif, dan permisif.
2. Pembina yang dimaksud oleh penulis adalah orang yang ditunjuk
secara khusus oleh pimpinan pondok pesantren yang bertugas sebagai
pengganti orang tua bagi santri baik sebagai usatdz, santri senior, maupun
yang tidak memiliki kegiatan lain selain membina santri.
-
3. Santri yang dimaksud oleh penulis adalah santri mukim, yaitu santri
yang tinggal di asrama sebagai tempat istirahat, dan kegiatan-kegiatan
rumah tangga lainnya.
4. Pondok pesantren yang dimaksud oleh penulis adalah pondok
pesantren khalafi atau disebut juga pondok pesantren yang sudah
menggabungkan kurikulum agama dan umum. Selain itu pola pengasuhan
yang diberikan kepada santri tidak lagi terpusat pada satu orang saja,
melainkan dibagi kepada kelompok-kelompok atau kelas-kelas dengan
melibatkan banyak pembina.
1.3.2. Perumusan Masalah
Untuk memudahkan penulis menjawab masalah tersebut diatas, maka
penulis mencoba merumuskannya dalam bentuk rumusan masalah sebagai
berikut:
Bagaimana pola asuh pembina terhadap santri di pondok pesantren Darul
Arqam Muhammadiyah Garut ?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
7
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola asuh pembina
terhadap santri di pondok pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut.
-
1.4.2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
8
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi
upaya pengembangan ilmu-ilmu psikologi melalui data-data yang
diperoleh dari proses penelitian ini, khususnya dalam bidang
Psikologi Perkembangan.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
a. Penulis sebagai bahan kajian yang berguna terutama dalam
bidang psikologi perkembangan khususnya pengasuhan di
pondok pesantren.
b. Pihak Pondok Pesantren sebagai bahan evaluasi bagi
peningkatan pola asuh di pondok pesantren.
c. Pemerhati atau peneliti lain sebagai referensi guna
melakukan penelitian serupa yang lebih komprehensif.
Dengan demikian, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu upaya
menghimpun data tentang pola asuh terhadap santri di pondok pesantren.
1.5. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan kaidah penulisan
American Psychology Assosiation (APA) style yang mengacu pada Pedoman
Penyusunan dan Penulisan Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri
-
9
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2004. Untuk mengetahui gambaran tentang
hal-hal yang dibahas dalam penelitian ini, maka penulis mengemukakan
sistematika penulisan skripsi ini dalam lima bab, yakni:
Bab 1 Pendahuluan
Berisi: Latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan.
Bab 2 Kajian Pustaka
Berisi: Pola asuh; Definisi pola asuh, tipe-tipe pola asuh, indikator pola
asuh. Pondok pesantren; definisi pesantren, sejarah dan
perkembangan pondok pesantren, kultur kehidupan pondok pesantren,
jenis-jenis pondok pesantren, jenis-jenis santri, dan program
pengasuhan. Disertakan juga kerangka berpikir mengenai pola asuh
pembina terhadap santri di pondok pesantren.
Bab 3 Metodologi Penelitian
Berisi: Jenis Penelitian; Pendekatan penelitian, metode penelitian,
definisi variable dan definisi operasional, subjek penelitian; populasi
dan sampel, karakteristik subjek, sumber dan jenis data, teknik
pengambilan sampel; teknik dan instrument pengumpulan data, teknik
analisa data, serta prosedur penelitian.
Bab 4 Hasil Penelitian
Meliputi: gambaran umum responden; uji instrumen penelitian; hasil
penelitian; riwayat dan analisa kasus; perbandingan antar kasus.
-
10
Bab 5 Penutup
Berisi: kesimpulan; diskusi; dan saran.
-
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
Seperti yang telah diuraikan dalam bab pendahuluan, penelitian ini bertujuan
untuk melihat bagaimana pola asuh pembina terhadap santri pondok
pesantren. Berdasarkan tujuan tersebut, maka dalam bab ini akan dibahas
berturut-turut mengenai pola asuh, pesantren, pembina, santri, program
pengasuhan dan kerangka berfikir.
2.1. Pola Asuh
2.1.1. Definisi Pola Asuh
Baumrind (dalam Boyd, 2006: 202) mengatakan ketika anak memasuki usia
remaja (9 -21 tahun), orang tua harus memberikan model tingkah laku
kemandirian sesuai dengan usia mereka. Proses-proses interaksi seperti ini,
secara umum disebut pengasuhan.
Hurfocl< (2002) berpendapat kecenderungan cara-cara yang dilakukan orang
tua terhadap anak merupakan cerminan pola asuh yang clilakukan oleh orang
tua itu sendiri.
-
12
Tarmudji menyatakan, pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak
dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini
berarti orang tua mendidik, membimbing dan mendisiplinkan, serta
melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma
yang ada dalam masyarakat (Tarmudji, 2007).
Sedangkan Menurut Slavin (dalam Mukhtar, 2005) pola asuh orang tua
adalah pola perilaku yang digunakan orang tua untuk berhubungan dengan
anak-anak.
Bagi seorang anak interaksi pertama kali yang terjadi dalam kehidupannya
adalah dengan keluarga. Oleh karena itu keluarga khususnya orang tua
mempunyai peranan yang sangat penting dalarn proses turnbuhkernbangnya
anak rnenuju kedewasaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hess bahwa
lbu dan Ayah rnernpunyai peranaan yang sangat penting dalarn
perkembangan sikap-sikap positif anak kecil terhadap pembelajaran dan
pendidikan (Santrock, 2006: 247).
Jadi berdasarkan pengertian-pengertian di atas yang dimaksud dengan pola
asuh menurut penulis di sini adalah bahwa pola asuh merupakan
kecenderungan cara-cara yang dilakukan orang tua terhadap anak dengan
memberikan model tingkah laku yang berarti mendidik, membimbing dan
-
mendisiplinkan, serta melindungi anak untuk mencapai kEidewasaan sesuai
dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
13
Baumrind (dalam Boyd, 2006: 202) mengidentifikasikan adanya empat aspek
pola asuh, yaitu:
1. Kehangatan atau pengasuhan, yaitu orang tua menunjukan
ekspresi-ekspresi kehangatan dan kasih sayang terhadap anak dan
menunjukan rasa bangga akan prestasi yang diperoleh anak.
2. Kejelasan dan konsistensi peraturan, yaitu orano tua berusaha
untuk mengontrol kebebasan, inisiatif, dan tingkah laku anaknya.
3. Tingkat pengharapan, di mana Baumrind menguraikan dalam masa
dari tuntutan kedewasaan, yaitu orang tua menekankan pada anak untuk
mengoptimalkan kemampuan agar lebih dewasa dalam s1agala hal.
4. Komunikasi antara orang tua dan anak, yaitu orang tua meminta
pendapat anak disertai dengan alasan yang jelas ketika anak menuntut
pemenuhan kebutuhannya
Dari empat aspek pola asuh tersebut Baumrind (dalam Byd, 2006: 202)
mengidentifikasikan tiga pola, atau tipe pengasuhan. Tipe pengasuhan
permisif adalah tinggi dalam pengasuhan namun rendah dalam tuntutan
kedewasaan, kontrol dan komunikasi. Tipe otoriter adalah tinggi dalam
kontrol dan tuntutan kedewasaan namun rendah dalam piangasuhan dan
komunikasi. Tipe demokratis adalah tinggi dalam keempat dimensi tersebut.
-
14
2.1.2. Tipe-tipe pola asuh
Elannor Maccoby dan John Martin (dalam Boyd, 2006: 202) mengajukan
variasi sistem kategori milik Baumrind. Mereka mengkate!;JOrikan keluarga
dalam dua dimensi: tingkat tuntutan atau kontrol dan kuar\titas penerimaan
melawan penolakan. Pemotongan dari dua dimensi ini mEmciptakan empat
tipe, tiga tipe dari Baumrind yaitu otoriter, demokratis, dan permisif. Maccoby
dan Martin mengkonsepkan jumlah tambahan sebuah tipe keempat, tipe
pengasuhan tidak melibatkan (Permisif Indifferent). Tipe pengasuhan
Pennisif Indifferent sebuah tipe pengasuhan yang rendah dalam
pengasuhan, tuntutan, kontrol, dan komunikasi.
a. Pola Asuh Otoriter
Pengasuhan yang otoriter adalah suatu gaya membatasi dan menghukum
yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan
menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menetapkan
batas-batas yang tegas dan tidak memberikan peluang yang besar kepada
anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah). Pengasuhan yang otoriter
diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak-anak (Santrock, 2006: 257).
Anak yang berkembang atau tumbuh dalam keluarga otoriter -dengan level
yang tinggi dalam tuntutan namun relatif rendah dalam kehangatan dan
komunikasi- anak akan kurang baik di sekolah. Memiliki harga diri yang
rendah, dan mereka memiliki tipikal kemampuan keterampilan yang rendah
-
15
dengan teman sebaya daripada anak-anak dari tipe keluarga lainnya.
Beberapa dari anak-anak ini terlihat mengganti hak; lainnya mungkin
mempertihatkan agresivitas tinggi atau indikasi lainnya adalah di luar kontrol
(Boyd, 2006: 202).
Elizabeth Hurlock menyatakan bahkan setelah anak bertambah besar, orang
tua yang menggunakan pengendalian otoriter yang kaku jarang
mengendurkan pengendalian mereka atau menghilangkan hukuman badan.
Tambahan pula, mereka tidak mendorong anak untuk dengan mandiri
mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan den1Jan tindakan
mereka. Sebaliknya mereka, hanya mengatakan apa yan1J harus dilakukan.
Jadi anak-anak kehilangan kesempatan untuk belajar bagaimana
mengendalikan perilaku mereka sendiri (Hurlock, 2002: 9a).
b. Pola Asuh Demokratis
Pengasuhan yang demokratis mendorong anak-anak agar mandiri tetapi
masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan
mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan, dan orang tua
memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada a1nak. Pengasuhan
yang demokratis diasosiasikan dengan kompetensi sosial, anak-anak
(Santrock, 2006: 258).
-
16
Hasil yang positif paling konsisten memiliki hubungan dengan pola asuh
demokratis. Yang mana orang tua dengan kedua kontrol dan penerimaan
yang tinggi, penetapan batasan yang jelas namun juga merespon kebutuhan
individual anak-anak. Anak-anak dengan latar belakang tipikal orang tua yang
seperti itu menunjukan harga diri yang lebih tinggi dan lebih mandiri, namun
mereka juga mungkin untuk tunduk dengan permintaan orang tua dan
mungkin memperlihatkan tingkah laku yang lebih penolong (simpatik) yang
bagus. Mereka percaya diri dan berorientasi prestasi di sekolah dengan
kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang orang tuanya
dengan gaya pengasuhan yang lain (Boyd, 2006: 203).
Metode demokratis menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk
membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Metode ini
lebih menekankan aspek hukumannya. Disiplin demokratis menggunakan
hukuman dan penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada
penghargaan. Hukuman hanya digunakan bila terdapat bukti bahwa anak-
anak secara sadar msnolak melakukan apa yang diharapkan dari mereka.
Falsafah yang mendasari didiplin demokratis ini adalah falsafah bahwa
disiplin berbentuk mengajar anak dan mengembangkan kendali atas perilaku
mereka sendiri sehingga mereka akan melakukan apa yang benar meskipun
tidak ada penjaga yang mengancam mereka dengan hukuman bila mereka
melakukan sesuatu yang tidak dibenarkan (Hurlock, 2002: 94).
-
17
c. Pola Asuh Permisif Indulgent
Pengasuhan yang Permisif Indulgent ialah suatu gaya pengasuhan di mana
orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka tetapi sedikit
batas atau kendali terhadap mereka. Pengasuhan yang permisif indulgent
diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya kurangnya
kendali diri (Santrock, 2006: 258).
Anak-anak yang tumbuh dengan orang tua pemurah dan serba
membolehkan juga menunjukan sebuah hasil yang negatif. Penelitian
menemukan bahwa anak-anak ini sedikit lebih buruk dalam sekolah sejak
remaja dan mungkin menjadi yang kedua daripada agresifitas (fakta-fakta jika
orang tua spesifik permisif ke arah agresifitas) dan agak belum matang dalam
tingkah laku mereka dengan teman sebaya dan di sekolah. Mereka mungkin
kurang menggunakan kemampuan merespon dan mereka kurang mandiri
(Boyd, 2006: 203).
Akibat buruk yang harus diterima anak sehubungan dengan pola asuh orang
tua yang seperti ini jelas tidak sedikit. Di antaranya anak jadi sama sekali
tidak belajar mengontrol diri. la selalu menuntut orang lain untuk menuruti
keinginannya tapi tidak berusaha belajar menghormati orang lain. Anak pun
cenderung mendominasi orang lain, sehingga punya kesulitan dalam
berteman (Kriswanto, 2007).
-
d. Pola Asuh Permisif Indifferent
Pengasuhan yang permisif indiferent ialah suatu gaya di rnana orang tua
sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak, tipe pengasuhan ini
diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya kurang kendali
diri (Santrock, 2006: 258).
18
Hasil yang paling konsisten negatif adalah berhubungan dengan empat pola,
tidak melibatkan, atau mengabaikan gaya pengasuhan. Dari diskusi aman,
dan kelekatan gelisah bahwa satu dari karakteristik keluarga sering
ditemukan dalam tempo bayi sebuah kegelisahan atau peinghindaran adalah
"ketidaktersediaan kejiwaan" dari ibu. lbu mungkin depresi atau mungkin
ditenggelamkan dengan masalah-masalah lain dalam hidupnya dan mungkin
mudah bukan membuat koneksi terdalam manapun dari anak. Demikian juga,
orang tua mungkin mengalihkan dari pengasuhan oleh aktifitas yang lebih
aktif. Dalam masa remaja, sebagai contoh, remaja dari keluarga yang
mengabaikan lebih impulsif dan anti sosial, kurang kompeten dengan teman
sebaya mereka dan sangat rendah orientasi berprestasinya disekolah (Boyd,
2006: 203).
Pola asuh seperti ini tentu akan menimbulkan serangkaian dampak buruk. Di
antaranya anak akan mempunyai harga diri yang rendah, tidak punya kontrol
diri yang baik, kemampuan sosialnya buruk, dan merasa bukan bagian yang
penting untuk orang tuanya (Kriswanto, 2007).
-
2.1.3. Faktor-faktor Pola Asuh
Pola Asuh orangtua terhadap anak dapat terbentuk oleh karena beberapa
faktor, dari beberapa faktor tersebut ada yang merupakan faktor internal,
yaitu berasal dari dalam diri orang tersebut dan faktor eksternal yang
merupakan hasil dari pengalaman dan belajar. Menurut Elder (dalam
Kurniasih, 2004) menjelaskan bahwa faktor-faktor pola asuh meliputi:
19
a. Pola asuh yang diterima orangtua ketika masih anak-anak. Orang
tua cenderung menerapkan pola asuh yang sama dengan yang mereka
terima ketika masih anak-anak, dalam hal ini orang tua mengidentifikasi pola
pengasuhan yang didapatkannya adalah model yang paling diidentifikasi
anak dalam tingkah laku mereka.
b. Pendidikan orang tua. Orang tua berpendidikan yang baik
cenderung menerapkan pola asuh permisif dan demokratis ketimbang orang
tua dengan pendidikan terbatas, ini disebabkan karena pendidikan lebih
membantu orang tua untuk memahami kebutuhan anak
c. Status sosial ekonomi. Orang tua dengan keadaan ekonomi yang
berlebih cenderung menerapkan pola asuh permisif, ini biasanya disebabkan
orang tua menganggap uang bisa menggantikan semua hal yang dibutuhkan
oleh anak seperti perhatian dan kasih sayang.
d. Konsep tentang peran orang tua. Orang tua yang memegang
konsep tradisional cenderung menerapkan pola asuh otoriter, sedangkan
orang tua yang memegang konsep modern cenderung menerapkan pola
asuh permisif dan demokratis.
-
20
e. Kepribadian orang tua. Orang tua dengan kepribadian introvet dan
konservatif lebih menerapkan pola pengasuhan anak secara ketat dan
otoriter.
f. Kepribadian anak. Anak ekstrovet biasanya lebih terbuka terhadap
rangsangan yang diberikan orang tuanya, hal ini yang membuat orang tua
mengetahui kebutuhan dan kemandirian anak.
g. Faktor nilai yang dianut orang tua. Orang tua yang menganut nilai
barat lebih berpegang pada konsep equlitarian yaitu orang tua sejajar dengan
anak, sedangkan orang tua yang menganut nilai ketimuran lebih berpegang
pada konsep kepatuhan.
h. Usia anak. Tingkah laku dan sikap orang tua sangat dipengaruhi
oleh usia anak, sehingga dalam menerapkan pola asuh juga disesuaikan
dengan usia anak.
2.2. Pondok Pesantren
2.2.1. Definisi Pesantren
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata pondok dan pesantren
memilil
-
21
Menurut Dhofier (seperti dikutip Mansur, 2005: 95) Pesantren berasal dari
kata santri yang mendapat awalan pe dan akhiran an, berarti tempat tinggal
para santri. lstilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru ngaji,
dan ada juga yang mengatakan bahwa santri mempunyai arti orang yang
tahu buku-buku suci, buku agama, atau buku-buku tentang ilmu-ilmu
pengetahuan.
Pondok Pesantren menurut Arifin (seperti dikutip Qomar, 2007: 2)
berarti, suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui
masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di rnana santri-santri
menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang
sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau
beberapa orang Kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta
independen dalam segala hal.
Menurut Syarif (dalam Mansur, 2005: 96) Pesantren menipakan lembaga
pendidikan Islam yang sekurang-kurangnya mempunyai tiga ciri umum yaitu
Kiai sebagai figur sentral, asrama sebagai tempat tinggal para santri, masjid
sebagai pusat kegiatan, adanya pendidikan dan pengajaran agama Islam
melalui kitab dengan metode wetonan (bandongan), sorogan, dan
musyawarah yang sebagian sekarang telah berkembang dengan sistem
klasikal atau madrasah.
-
22
Sugarda (dalam Zarkasyi 2005: 59 - 60) mengemukakan bahwa kata santri
berarti orang yang belajar agama Islam, sehingga pesantren mempunyai arti
tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam.
2.2.2. Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren
Sejarah masuknya agama Islam di Indonesia adalah karena penyebaran
agama Islam oleh mubaligh-mubaligh pertama dengan ptmerangan dan
amalan serta melalui pendidikan berbentuk pondok pesantren. Kemudian
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan keadaan,
waktu dan tempat. Maka tepatlah jika dikatakan bahwa pondok pesantren
adalah lembaga pendidikan pertama yang dikenal oleh umat Islam di
Indonesia (Mansur, 2005: 97).
Salah satu upaya penyebaran agama Islam kepada mas11arakat Jawa adalah
melalui jalur pendidikan. Lembaga pendidikan Islam yang didirikan pada
masa awal penyebaran Islam merupakan prototype dari sistem pendidikan
pesantren. Pendidikan Islam pada waktu itu difokuskan pada ajaran-ajaran
Islam baik yang terdapat dalam al-Qur'an, Hadist, maupun yang telah
dikupas oleh ulama-ulama salaf seperti yang tertuang dalam kitab-kitab klasik
(Zarkasyi, 2005: 57).
Bruinessen (seperti dikutip Mastuki, 2003: 2 - 3) menyebutkan pada masa
awal-awal, pesantren sudah memiliki tingkatan yang berbeda-beda.
-
23
Tingkatan pesantren paing sederhana hanya mengajarkan cara membaca
huruf Arab dan Al-Qur'an. Sementara, pesantren yang agak tinggi adalah
pesantrenn yang mengajarkkan berbagai kitab fiqih, ilmu akidah, dan kadang-
kadang amalan sufi, di samping tata bahara Arab (Nahwu Sharf).
Mastuki (2003: 3) mengatakan pada paruh kedua abad k13 - 20 mengamati
adanya dorongan arus besar dari pendidikan ala Barat yang dikembangkan
pemerintah Belanda dengan mengenalkan sistem sekolal1. Di kalangan
pemimpin-pemimpin Islam, kenyataan ini direspon secara positif dengan
memperkenalkan sistem pendidikan berjenjang dengan nama "madrasah"
(yang dalam beberapa hal berbeda dengan sistem sekolah).
2.2.3. Kultur Kehidupan Pondok Pesantren
Pada dasarnya pesantren memiliki tradisi yang tidak bisa dilepaskan dari
pesantren itu sendiri. Untuk lebih jelasnya, di sini dikutip tradisi-tradisi (bentuk
fisik) meminjam istilah Dhofier (dalam Zarkasyi, 2005: 67), ada 5 elemen
pesantren, yaitu;
a. Kiai. Pesantren adalah lembaga pendidikan yang ciri-cirinya
dipengaruhi dan ditentukan oleh pribadi pendiri dan pimpinannya. Di sinilah
signifikansi Kiai. Kiai merupakan elemen yang paling esensial dalam
pendirian, perkembangan, dan pengurusan pesantren, sebab umumnya Kiai
menjadi pendirinya. Sebagai pemimpin pesantren, keberhasilan pesantren
banyak tergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, karisma dan wibawa,
-
serta keterampilan Kiai. Oleh karena itu, wajar kalau hidup mati pesantren
tergantung Kiainya.
24
Salah satu tradisi pesantren adalah tradisi penghormatan santri kepada guru
dan Kiai. Prinsip yang menjadi patokan hidup santri yang tinggal di pesantren
adalah kemauan menerima realitas hidup alias sanggup rnenanggung
penderitaan atau tabah untuk hidup apa adanya. Apabila tiada perjuangan,
tidak akan ada kemajuan; tiada kemajuan tidak ada kemerdekaan; tiada
kemerdekaan tidak akan ada kebudayaan. Artinya, semakin besar cobaan
dan keprihatinan yang dilewati santri dalam menuntut ilmu Allah, semakin
besar pula ilmu yang diperoleh dan sekaligus memperolel1 pahala yang
banyak (Madjid, 1997: 3).
Imam Bawani (dalam Yasmadi, 2002: 63) mengibaratkan keberadaan
seorang Kiai dalam lingkungan pesantren laksana jantunfJ bagi kehidupan
manusia. lntensitas Kiai memperlihatkan peran yang otoriter disebabkan
karena Kiailah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin, dan bahkan
juga pemilik tunggal sebuah pesantren.
b. Masjid yang merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan
pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik
para santri. Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi
-
25
pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam
tradisional.
c. Santri yaitu siswa yang tinggal di pesantren guna menyerahkan diri.
Dalam pesantren santri diajarkan hidup dalam suasana kejujuran, jauh dari
sifat serakah, apalagi menghalalkan segala cara. Dalam sistem pendidikan
tradional, hubungan santri dan Kiai sangat erat.
d. Asrama, Pondok. pesantren pada dasarnya sebuah asrama
pendidikan Islam tradisional dimana para santrinya tinggal bersama dan
belajar di bawah bimbingan Kiai. Asrama fetaknya di dalam komplek
pesantren. Kecil-besarnya asrama tergantung jumlah santrinya. Faktor
urgensi asrama di antaranya mayoritas pesantren berada di desa, dimana
tidak ada akomodasi yang cukup menampung santri-santri.
e. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Entah berdiam sementara atau
agak lama, pengajaran kitab klasik mesti diterima oleh santri. Pengajaran ini
diperoleh melalui pengajian-pengajian. Kitab-kitab klasik iini di antaranya;
nahwu, sharaf, fiqhi, usul fiqhi, hadis, tafsir, tasawuf, dan tauhid.
Di samping itu, pendidikan disiplin sangat ditekankan di pesantren. Mulai dari
bangun sampai kembali lagi ke tempat tidur, jadualnya telah diatur. Bagi yang
melanggar akan dikenakan sanksi, baik berupa sanksi fisik, penugasan, atau
drop-out. Oleh karena itu, santri yang berhasil melewati hari-hari yang penuh
disiplin selama di pesantren, umumnya budaya disiplin melekat dalam dirinya
ketika telah berada di tengah-tengah masyarakat.
-
26
Semua itu dimaksudkan agar out put pesantren menjadi manusia yang
memiliki kesadaran tinggi bahwa ajaran Islam merupakan welstanchaung
yang bersifat menyeluruh. Yaitu, aspek Tuhan, manusia, dan alam
terintegrasi dalam sistem nilai pendidikan di pesantren. Dengan demikian,
para santri memiliki tujuan yang konkret dalam mengarungi hidup, baik hidup
di dunia maupun di akhirat (Madjid, 1997: 4).
2.2.4. Jenis-jenis Pondok Pesantren
Dhofier (seperti dikutip oleh Qomar, 2007: 16 - 17) memandang dari
perspektif keterbukaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi,
kemudian membagi pesantren menjadi dua kategori yaitu pesantren sa/afi
dan khalafi.
Pesantren jenis salafi merupakan jenis pesantren yang tt~tap
mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti
pendidikannya. Di pesantren ini pengajaran pengetahuan umum tidak
diberikan. Tradisi masa lalu sangat dipertahankan. Pemakaian sistem
madrasah hanya untuk memudahkan sistem sorogan seperti yang dilakukan
di lembaga-lembaga pengajaran bentuk lama. Pada umumnya pesantren
dalam bentuk inilah yang menggunakan sistem sorogan clan weton.
Sedangkan pesantren khalafi dapat menerima hal-hal baru yang dinilai baik
di samping tetap mempertahankan tradisi lama yang baik. Pesantren jenis ini
-
27
telah memasukan pelajaran-pelajaran umum di madrasah dengan sistem
klasikal yang dikembangkan dan membuka sekolah-sekolah umum di dalam
lingkungan pesantren. Tetapi pengajaran kitab islam klasik masih tetap
dipertahankan. Pesantren dalam bentuk ini diklasifikasikan sebagai
pesantren modem di mana tradisi salaf sudah ditinggalkan sama sekali.
2.2.5. Jenis-jenis Santri
Penggolongkan jenis santri seperti dilakukan oleh Dhofier yang
mengklasifikasikan santri ke dalam dua kelompok, yaitu santri kalong dan
santri mukim (Zarkasyi, 2005: 69).
Madjid (dalam Yasmadi, 2002: 66) menjelaskan bahwa Santri kalong
merupakan santri yang tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah
masing-masing sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren.
Sedangkan santri mukirn ialah santri yang menetap di dalarn pondok
pesantren dan biasanya berasal dari daerah jauh.
2.2.6. Program Pengasuhan
Partisipasi pernbina dalam program bimbingan di sekolah sangat diperlukan,
rnengingat pernbina rnerupakan bagian terbesar dari keseluruhan petugas
pesantren. Di sarnping itu pembina rnerniliki banyak kesempatan khusus
untuk berhubungan langsung dengan santri (Mastuki, 2003: 156).
-
Khusus dalam kaitan dengan program bimbingan ini, Mai;tuki menyebutkan
pembina memiliki tugas sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan masalah-rnasalah yang
dirasakan santri di kelas yang berjenjang maupun konvensional {pondokan,
asrama).
2) Mengidentifikasi gejala-gejala salah penyesuaian (mal.:1djustment) pada
diri murid/santri.
3) Mendorong pertumbuhan dan perkembangan santri di pesantren.
4) Melengkapi bimbingan kelompok di dalam kelas atau pondokan.
28
5) Melengkapi rencana-rencana yang telah dirumuskan oleh santri bersama
penyuluh.
6) Mengajar sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan santri.
7) Mengumpulkan informasi dan data tentang santri.
8) Melaksanakan kontak dengan masyarakat, dengan orang tua santri.
9) Melaksanakan penyuluhan terbatas, karena hubungan baik dapat mudah
terjalin antara pembina dengan santri.
2.3. Pola Asuh Pembina Terhadap Santri di Pondok Pesantren
Pondok pesantren telah mengalami perkembangan dari masa ke rnasa, baik
dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Hal ini dilakukan untuk
rnemenuhi kebutuhan dan tantangan zarnan yang dernikian berubah juga.
Bila dahulu di pondok pesantren hanya mengajarkan cara rnembaca huruf Al-
Qur'an saja atau rnengajarkan beberapa ilrnu agarna Islam, kini telah banyak
-
pesantren yang telah mengkombinasikan dengan berbagai mata pelajaran
seperti yang diberikan di dalam pendidikan formal.
29
Pendidikan di pondok pesantren tak lepas dari adanya pemgasramaan bagi
santri-antrinya yang menginap untuk mendapatkan materi-materi pelajaran.
Di samping itu sekaligus mendidik santri dari kehidupan rnandiri, karena di
pondol< pesantren para santrinya terutama santri mukim tidak tinggal lagi di
rumah masing-masing yang mungkin dapat dibantu segala sesuatunya oleh
para orang tuanya.
Berbicara mengenai pengasramaan santri berarti ada penggantian peran
orang tua di sana. Para pengasuh seperti pembina ditugaskan untuk
mengasuh anak didiknya (santri), mendampinginya bila ada kendala seputar
kehidupan di pondok pesantren. Dalam hal ini pengasuh akan menggunakan
cara untuk dapat mengasuh santri yang jumlahnya banya.k. Apalagi mereka
yang datang dari latar belakang yang beraneka ragam.
Dengan demikian segala hal yang berkaitan dengan pen~1asuhan di pondok
pesantren merupakan pola asuh di pondok pesantren itu sendiri. Dan pola
asuh di pondok pesantren tidak lepas dari pengasuh sebagai pengganti
peran orang tua. Tentunya setiap pengasuh mempunyai c~ra yang berbeda
dalam menangani setiap anak didiknya. Hal seperti ini memjadi masalah
tersendiri bagi pengasuh.
-
Cara yang berbeda pula di lakukan oleh dua jenis pesantren. Untuk lebih
jelasnya berikut ini skema yang membandingkan antara keempat tipe pola
asuh yaitu otoriter, demokratris, permisif indulgent, dan permisif indifferent
dengan dua jenis pesantren yaitu salafi dan khalafi:
Gambar2.1
Skema perbandingan tipe pola as uh dengan jenis pesantren
Jenis Pesantren lndikator
- otoritas Kiai, pengasuh tunggaf
- jumlah santri yang sedikit - pengajaran tradisional,
satu metode - keterbatasan informasi
- pengasuhan kolektif - jumlah santri yang banyak - pengajaran modem,
berbagai metode - perkembangan teknologi
dan komunikasi
PolaAsuh
-+ Otoriter
-+ Demokratris
30
Dari skema di atas terlihat bahwa pondok pesantren sa/al'i cenderung otoriter
dan pondok pesantren kha/afi cenderung demokratis.
-
BAB3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini penulis membahas mengenai jenis penelitian, pendekatan dan
metode penelitian, definisi variabel dan operasional, subj1ak penelitian,
responden dan karakteristik subjek, sumber dan jenis data, teknik dan
instrumen pengumpulan data, teknik analisa data, serta prosedur penelitian.
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan
kualitatif. Penggunaan pendekatan penelitian ini adalah untuk memperoleh
gambaran umum yang lebih objektif juga gambaran dinamika fenomenologis
dari subjek penelitian secara mendalam. Pendekatan kualitatif digunakan
untuk memperdalam masalah penelitian, dan memahami gejala atau
permasalahan sesuai perspektif subjek yang mengalaminya.
Berkaitan dengan kedua pendekatan tersebut Bogdan dan Taylor (Moleong,
2007: 4) mendefinisikan "metode kualitatiF sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati.
-
Ada dua alasan yang mendasari penulis untuk menggunakan pendekatan
penelitian kualitatif, yaitu:
32
1. Karena dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah mengenai
proses pengasuhan di pondok pesantren.
2. Untuk lebih memaknai kegiatan interaktif ini, kare•na penulis
seyogyanya berinteraksi langsung dengan para responden, antara
lain dengan menginterview dalam latar alamiah.
3.1.2. Metode penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah studi kasus (case study).
Punch (Poerwandari, 2001: 65) yang didefinisikan sebagai kasus adalah
fenomena yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi, meski batas-batas
antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas. Kasus itu dapat
berupa individu, peran, kelompok kecil, organisasi, atau bahkan suatu
bangsa. Kasus dapat pula berupa keputusan, kebijakan, proses, atau suatu
peristiwa kasus tertentu.
Alasan penulis menggunakan studi kasus (case study) aclalah dengan
metode ini penulis ingin mendapatkan gambaran dari per'!anyaan
"bagaimana" secara mendetil tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-
karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari indiviclu, yang kemudian
dari sifat-sifat di atas akan dijadikan suatu hal yang bersi1at umum.
-
33
3.2. Definisi Variabel dan Definisi Operasional
Definisi pola asuh yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada definisi
pola asuh orang tua yang diungkapkan oleh Tarmudji (2007) yakni pola asuh
orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama
mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini dapat berarti orang tua
mendidik, membimbing, mendisiplinkan, serta melindungi anak untuk
mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yan!~ ada dalam
masyarakat. Pengasuhan orang tua tersebut dibagi menjadi empat kategori
utama berdasarkan Maccoby dan Martin (dalam Boyd, 2006), yaitu:
a. Pola Asuh Otoriter
Adalah, tinggi dalam kontrol dan tuntutan kedewasaan, namun rendah
dalam pengasuhan dan komunikasi.
b. Pola Asuh Demokratis
Adalah, tinggi dalam kontrol, tuntutan kedewasaan, pe1ngasuhan dan
komunikasi.
c. Pola Asuh Permisif Indulgent
Adalah, tinggi dalam pengasuhan, namun rendah dalam kontrol, tuntutan
kedewasaan dan komunikasi.
d. Pola Asuh Permisif Indifferent
Adalah, rendah dalam pengasuhan, tuntutan kedewasaan, kontrol, dan
komunikasi.
-
Berikut bagan pola asuh berdasarkan empat kategori ternebut :
Tipe Pola Asuh
Otoriter
Demokratis
Permisif Indulgent
Permisif Indifferent
Tabel 3.1
Kategori Pola Asuh
lndikator
Pengasuhan Kontrol Harapan
Rendah Tinggi Tinggi
Tinggi Tinggi Tinggi
Tinggi Rendah Rend ah
Rend ah Rend ah f;tendah
34
Komunikasi
Rend ah
Tinggi
Rendah
Rendah
Pondok Pesantren yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pondok
pesantren khalafi (modern) yang memiliki sistem pengasuhan yang
dijalanl
-
3.3. Subjek Penelitian
3.3.1. Responden
Dalam penelitian ini penulis menunjuk tiga orang sebagai responden atau
subjek penelitian. Penentuan jumlah subjek ini adalah untuk jumlah sampel
yang disesuaikan dengan fenomena yang akan diamati.
35
Adapun bentuk pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan cara
purposive sampling, yaitu subjek dipilih berdasarkan pertimbangan dan
tujuan tertentu. Hal ini seperti diungkapkan Patton (dalam Poerwandari,
2001) bahwa penelitian kualitatif umumnya menggunakan pendekatan
purposif. Sampel tidak diambil secara acak tetapi justru dipilih mengikuti
kriteria tertentu.
3.3.2. Karakteristik Subjek
Adapun karakteristik sampel yang digunakan oleh penulis adalah pembina
yang ditunjuk secara resmi oleh pondok pesantren untuk menggantikan
peran orang tua di Pondok Pesantren berusia minimal 25 tahun. Baik
pembina untuk kalangan santri putra maupun santri putri dengan lama masa
membina di pondok minimal dua tahun dan memiliki latar pendidikan Sarjana
51.
-
3.4. Sumber dan Jenis Data
Sumber data penelitian ini primer dan sekunder. Data primer adalah data
yang diperoleh secara langsung melalui skala dan wawancara. Sementara
data sekunder adalah data yang diperoleh dari observasi dan bahan-bahan
dokurnentasi, seperti buku-buku, dan referensi lainnya
Menurut Lofland dan Lofland (dalarn Moleong, 2007: 157). sumber data
utarna dalam penelitian Kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokurnen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal
itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalarn kata-kata, dan tindakan,
surnber data tertulis, foto, dan statistik
Berdasarkan pendapat di atas penulis rnenggunakan kata-kata, tindakan,
surnber data tertulis, foto dan data statistik sebagai surnb13r data.
3.5. Teknik dan lnsfrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalarn pem~litian ini adalah
rnelalui wawancara rnendalarn (in-depth interview) sebagai rnetode utarna
(primer) dan observasi sebagai teknik penunjang (sekunder). Untuk
memperoleh data kualitatif, penulis menggunakan wawancara dengan
pedoman urnurn.
36
-
37
Patton (dalam Moleong, 2007: 187) mengatakan jenis wawancara dengan
petunjuk umum mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis
besar wawancara. Pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan
secara berurutan. Petunjuk wawancara hanyalah berisi pt~tunjuk secara garis
besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok- pokok
yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup.
3.5.1. Wawancara
Wawancara di sini adafah untuk memperoleh gambaran rnengenai pola asuh
yang dilakukan oleh pembina. Wawancara dilakukan kepada subjek yang
rnernunculkan fenornena tertentu dan bersedia untuk diwawancarai. Jumlah
subjek yang akan diwawancarai adalah sebanyak tiga orang pembina.
Wawancara ini dilakukan setelah kuesioner disebar dan diisi oleh subjek
dengan tujuan mendapatkan responden yang sesuai den!~an karakteristik
penelitian.
Wawancara dalarn penelitian ini rnernerlukan pedoman wawancara agar
melalui wawancara didapatkan data-data yang tidak menirimpang dari tujuan
penelitian. Dalarn teknik wawancara ini, pewawancara dapat rnemodifikasi,
rnengulangi, rnenguraikan pertanyaan yang ditanyakan dan dapat mengikuti
jawaban responden asal tidak menyimpang dari tujuan wawancara. Selain
itu,pedoman wawancara juga sebagai alat bantu untuk mt:ilakukan
kategorisasi jawaban sehingga mernudahkan analisis.
-
38
Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini dibuat tidak hanya
berdasarkan teori teori pada bab dua dan permasalahan di bab satu.
Pedoman wawancara juga mengacu pada teori yang dirangkum dari berbagai
penelitian mengenai pola asuh.
Berikut isi dari kisi-kisi pedoman wawancara yang dibuat oleh penulis;
Tabel 3.2
Kisi-kisi Pedoman wawancara
No. lndikator Sub lndikator 1. Gambaran dan riwayat • Latar belakang keluarga
responden • Latar belakang p(~ndidikan • Pengalaman mengasuh/membina • Motivasi menjadi Pembina • Awai mula mengasuh, proses
adaptasi kepada :santri • Perasaan pada waktu mengasuh
2. Pengetahuan mengenai pofa • Pengertian pola asuh dan macam-as uh macamnya
" Pentingnya pengasuhan " Orang yang berperan • Tempat-tempat pengasuhan • Pengasuhan yan!~ baik • Pengarahan mengenai pengasuhan • Hal-hal penting yang patut
dipersiapkan untuk mengasuh 3. Aspek-aspek tentang pola " Kehangatan dan pengasuhan
asuh di pondok pesantren • Kontrol (kejelasan dan konsistensi peratur1;1n)
• Harapan (tuntutan kedewasaan) • Komunikasi terhadap santri " Jenis Pola Asuh vang diaunakan
4. Output yang diharapkan dari • Secara individu (pribadi) pola asuh di pondok • Terhadap keluarga dan hubungan pesantren sosial
• Baai oesantren
-
39
3.5.2. Observasi
Metode observasi digunakan untuk memperoleh informasi perilaku manusia
yang menggunakan tempat-tempat umum baik untuk bemosialisasi maupun
untuk melakukan kegiatan mandiri. Metode ini menggunakan pendekatan
pengamatan terhadap objek yang diamati. Dalam penelitian ini observasi
digunakan sebagai metode sekunder untuk menunjang metode primer yaitu
wawancara.
3.6. Teknik Analisa Data
3.6.1. Analisa Data Kualitatif
Sedangkan dalam mengolah data kualitatif, maka penulis menggunakan
teknik analisis kualitatif.
Analisis data yang dilakukan mencakup tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Organisasi data, karena data kualitatif sangat beragam dan banyak
sehingga mesti disusun secara rapi, sistematis, dan selengkap
mungkin.
2. Pemberian kode, Coding dimaksudkan untuk dapat
mengorganisasikan dan mensistematisasi data sec:ara lengkap dan
mendetil sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik
yang dipelajari, dengan demikian peneliti dapat menemukan makna
dari data yang dikumpulkan (Poerwandari, 2001: 86)
-
40
3. Melakukan analisis data, pada tahap ini penulis menggunakan metode
perbandingan tetap dari Glaser dan Strauss (dalam Moleong, 2007:
288), yaitu dalam menganalisis datanya secara tetap membandingkan
satu data utama (datum) dengan datum lainnya, kemudian secara
tetap membandingkan satu kategori dengan kategori lainnya.
4. Selanjutnya dilakukan lnterpretasi, menurut Kvale (Poerwandari, 2001:
95) linterpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih
ekstensif (luas) sekaligus mendalam. Peneliti memiliki perspektif
mengenai apa yang sedang diteliti dan menginterpretasi data melalui
perspektif tersebut.
3.7. Prosedur Penelitian
Ada beberapa tahapan yang akan penulis lalui untuk menyelesaikan
penelitian ini. Tahapan-tahapan tersebut adalah:
Tahap 1 Persiapan Penelitian
Sebelum melakukan pengambilan data di lapangan terlebih dahulu
penulis melakukan beberapa persiapan terutama yang berkaitan
dengan pedoman wawancara, menemukan subjek yang memenuhi
kriteria penelitian dan bersedia untuk diwawancarai, serta menyiapkan
alat bantu untuk merekam hasil wawancara.
-
41
Tahap2 Pembuatan Pedoman Wawancara.
Pedoman wawancara ini dibuat berdasarkan tujuan penelitian dan
teori yang berkaitan dengan permasalahan penelitian seperti yang
telah dicantumkan dalam kajian pustaka. Pedoman wawancara ini juga
digunakan agar wawancara tidak menyimpang dari tujuan penelitian.
Tahap 3 Mempersiapkan Alat Bantu Perekam
Untuk memudahkan berlangsungnya wawancara maka jawaban-
jawaban yang diberikan subjek direkam, hal tersebut sesuai dengan
yang dikemukakan Poerwandari bahwa setepat mungkin wawancara
perlu direkam dan dibuat transkrip secara verbatim (Poerwandari,
2001 ). Oleh karena itu, diperlukan tape recorder dan perlengkapan
lainnya.
Tahap 4 Tahap Pelaksanaan Penelitian
Setelah pedoman wawancara dibuat, tape recorder beserta
perlengkapannya siap untuk digunakan, maka penulis menghubungi
semua subjek membuat janji mengenai tempat dan waktu untuk
proses wawancara yang lebih mendalam. Dalam tahap penelitian ini
penulis meminta kesediaan subjek untuk mengisi angket dan untuk
diwawancarai. Kemudian menjelaskan tujuan penelitian serta berapa
lama penelitian tersebut akan berlangsung. Dalam penelitian ini
pencatatan hanya dilakukan secara garis besarnya saja. Untuk
membantu agar seluruh hasil penelitian dapat direfcam penulis
menggunakan tape recorder.
-
42
Tahap5 Pengolahan Data
Hasil wawancara di lapangan yang telah direkam kernudian
dipindahkan secara verbatim ke dalarn bentuk naskah (teks}.
Sistimatika penulisan naskah digunakan dengan aara rnernilah-rnilah
hasil wawancara berdasarkan pedornan wawancara. Data-data yang
telah diproses dari hasil wawancara akan dianalisa1 secara kualitatif,
yaitu rnenggambarkan data dengan kata atau kalirnat yang dipisah-
pisahkan rnenurut kategori tertentu. Kernudian analisis akan dilakukan
juga per subjek, untuk rnelihat keunikan rnasing-rnasing rnasalah yang
dihadapi subjek, serta dilakukan analisa secara keseluruhan. Lalu
diinterpretasi untuk mernperoleh gambaran secara urnurn dan dibuat
ringkasannya. Sehingga memudahkan melihat gambaran hasil
penelitian dan perbedaan dari masing-rnasing subjek penelitian.
-
BAB4
1PEMBAHASAN DAN ANAL1S1S !DAT A
Pada bab ini penuiis menjelaskan data dan hasil dari penelitian kualitatif. Dalam
penelitian kualitatif berisi tentang garnbaran urnurn responden, riwayat kasus,
analisa kasus, perbandingan antar kasus, dan data tarnbahan.
4. 1. Gambaran Umum Responden
Adapun pengarnbilan responden sebagai sampel penelitian kualitatif adalah
sebanyak tiga orang pernbina yang berada di pondok pesantn~n Darul Arqam
Garut. Terdiri dari dua orang laki-laki masing-masing berusia 28 tahun dan 40
tahun, dan satu orang perernpuan berusia 39 tahun yang telah dipilih
berdasarkan karakteristik subjek penelitian. Berdasarkan identitas responden
yang didapatkan, maka gambaran umum dari responden berdasarkan jenis
kelamin, pendidikan terakhir, usia, pekerjaan, suku bangsa, status, dan masa
kerja membina secara umum adalah sebagai berikut:
-
44
Tabel 4.1
Gambaran Umum Responden
Nama lnisial ES NH AY
Jenis Kelamin p L L
Pendidikan S1 S1 S1
Teralkhir
Usia 39Tahun 40Tahun 28Tahun
Pekerjaan Pembina I guru I Pembina I Guru I Pembina I Guru
pembina lrmawati Staff keuangan
Suku Bangsa Sunda Sunda Sunda
Status Menikah Menikah Single
Masakerja 12 12 2
Membina
4 . 2. Riwayat Kasus dan Analisa Kasus
Untuk analisa kasus, penulis menggunakan indikator berupa e1mpat dimensi pola
asuh dari Baumrind (dalam Boyd, 2006: 202) yaitu:
1. Kehangatan atau pengasuhan
2. Kejelasan dan konsistensi peraturan (kontrol)
3. Tingkat pengharapan (tuntutan)
4. Komunikasi
Berdasarkan empat dimensi pola asuh di atas, penulis mengkategorikan empat
tipe pola asuh. Keempat tipe pola asuh tersebut diambil tiga dari Baumrind
(dalam Boyd, 2006: 202), yaitu otoriter, demokratis, dan perm!sif. Satu dari
-
Maccoby dan Martin (dalam Boyd, 2006: 202) yaitu tipe pola asuh tidak
melibatkan (Uninvolvecf).
45
Cara untuk mengetahui subyek termasuk ke dalam klasifikasi tipe pola asuh
tertentu, dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tipe Pola Asuh
Otoriter
Demokratis
Permisif Indulgent
Permisif Indifferent
Tabel 4.2
Kategori Pola Asuh
lndikator
Pengasuhan Kontrol Harapan
Rend ah Tinggi Tinggi
Tinggi Tinggi Tinggi
Tinggi Rendah Rendah
Rendah Rendah Rend ah
Komunikasi
Rendah
Tinggi
Rend ah
Rendah
Untuk mengukur tinggi rendahnya indikator, berdasarkan kepada karakteristik
masing-masing tipe pola asuh. Disebut kategori tinggi, apabila terdapat hal-hal
seperti; menunjukkan ekspresi kehangatan dan kasih sayang, menunjukkan rasa
bangga akan prestasi yang diperoleh oleh anak, berusaha mengontrol
kebebasan, inisiatif, dan tingkah laku anak, ada penekanan kepada anak untuk
mengoptimalkan semua kemampuan yang dimilikinya, serta memberikan alasan
yang jelas pada saat pemenuhan kebutuhan anak. Sedangkan yang disebut
kategori rendah, apabila terdapat hal-hal seperti; menghukum dan menuntut
tanpa adanya konfirmasi, menuntut secara berlebihan, tidak rnemberikan
-
peluang yang besar untuk bermusyawarah, tidak menetapkan batasan yang
tegas, tidak terlibat dalam kehidupan anak, dan sedikit kendali terhadap anak.
Berikut satu persatu hasil analisa kasus terhadap setiap subyE~k:
4. 2. 1. Kasus ES
Riwayat Kasus ES
46
ES adalah seorang wanita berkeluarga berusia 29 tahun kelahiran kota Kembang
Bandung yang besar bersama bibinya hingga SMA. ES diadopsi karena bibinya
tidak mempunyai anak, sehingga meminta kepada kedua orang tuanya agar
dapat merawatnya hingga besar. Anak sulung dari enam bersaudara ini memulai
pendidikan sekolah dasar hingga tiga sekolah karena seringnya berpindah
tempat. Sedangkan jenjang pendidikan kuliahnya, ES tempuh di salah satu
perguruan tinggi swasta di Solo yang mana mengantarkan dirinya kepada suami
yang diikutinya hingga saat ini. Wawancara dengan ES berlangsung dua kali
kareha keterbatasan waktu. Wawancara pertama dilaksanakan pada hari Sabtu
tanggal 22 September 2007 pukul 10.50 hingga 11.30 WIB bertempat di ruang
mahkamah pondok pesahtren. Ketika proses wawancara berlangsung ES
memakai pakaian resmi yaitu seragam karena usai mengajar di kelas. ES
mengenakan baju berwarna cokelat, serta celana dan kerudung hitam.
Wawancara kedua dilaksanakan di tempat yang sama pada keesokan harinya
yaitu hari Minggu tanggal 23 September 2007 pukul 14.00 hingga 15.00 WIB.
Kali ini ES mengenakan baju dan kerudung berwarna kuning dan celana hitam.
-
47
Selama proses wawancara berlangsung ES tampak serius meimperhatikan setiap
pertanyaan yang diajukan oleh interviewer kepadanya. Hal ini terlihat dari alis
matanya yang sering meruncing. Namun secara keseluruhan ES tetap terlihat
santai dan senang diwawancarai, ES juga suka tertawa ketika membicarakan
hal-hal yang lucu. Dengan suara rendah dan intonasi yang terkadang naik turun,
ES dengan lugas menjawab setiap pertanyaan. Meskipun pada saat
diadakannya wawancara tidak terdapat kehadiran orang lain, !Jangguan sempat
terjadi ketika beberapa pembina lain sebanyak dua orang mernasuki ruangan
untuk mencari suatu barang yang tertinggal, sehingga wawarn::ara sempat
terhenti selama Hrna menit.
ES mulai membina sejak tahun 1994. Awai mula membina di pesantren ini
karena ikut suami yang telah 1ebih dulu bekerja di sini. Meskipun orang tua
asuhnya sempat keberatan karena akan merasa kesepian, tetapi mereka
mengerti yang harus diikuti adalah suami, akhimya diizinkan juga untuk bekerja
di pesantren dengan izin yang tidak dilakukan secara formal.
"Ortu ikut saja pada yang ngasuh karena dari awal seperti itu .. Meskipun sempat ada sedikit keberatan dari bapak yang mengasuh. Karena akan merasa kesepian. /bu sempat mfnta izin meskipun secara tidak resmi. Tetapi karena o/'$ng tua juga mengerti I paham yang harus diikuti adalah suami, akhimya tetap mengizinkan ibu untuk membina disini."
Bila dibandingkan dengan jurusan yang diambil ketika kuliah s:aat itu memang
tidak berhubungan dengan apa yang dikerjakannya sekarang. Apalagi ES
berasal dari keluarga yang berlatar belakang bukan dari lingkungan pondok
-
48
pesantren. Hanya yang menjadi pertimbangan adalah pelajaran-pelajaran agama
yang pemah dipelajarinya dari SD sampai kuliah. ES juga sernpat belajar dan
membaca pengetahuan seputar psikologi agama yang mungkin membantunya
dalam membina santriwati selama ini. Menurut apa yang dituturkannya tidak
pemah terbayang sebelumnya menjadi seorang pembina, kartma di jurusan yang
diambilnya di Universitas tersebut yang tergambar paling menjadi penyuluh,
pegawai di KUA atau di BKKBN. Karena yang tergambar padst saat kuliah adalah
melanjutkan studi saja. Alasan lain yang menguatkan ES untuk membina adalah
karena biaya kuliahnya adalah beasiswa dari sebuah organisasi kemasyarakatan
bemama Muhammadiyah. ES mendapatkan beasiswa tersebut karena lolos
seleksi mewakili Jawa Barat bersama seorang temannya dari lima orang yang
mendaftar. Program ini diadakan untuk menjadi pembinaan kader
Muhammadiyah. Dan pesantren yang ES diami saat ini berada dalam naungan
Muhammadiyah, sehingga ES berpikir sekaligus mengabdi saja.
"Masuk ke UMS itu beasiswa dari utusan masing-masing wilaJrah muhammadiyah. Setiap wilayah boteh mengirim berapa saja esat tutus seteksi. Dari jabar ada lima orang peserta yang tu/us dua orang ibu dan pa Ncep. Programnya untuk kader muhammadiyah. Yang tergambar ada/ah melanjutkan studi aja. Lapangan pekerjaan ushutudin adatah di tapangan itu sendiri. Seperti di KUA, BKKBN ataujadi penyutuh. Ga ada gambaran untukj;!ldi pembina"
Berdasarkan pengakuan ES menjadi pembina adalah keinginan dirinya sendiri.
Karena ES mempunyai pendapat apabila telah lulus kuliah tentunya harus cari
kerja, apa saja yang mampu akan dikerjakannya. Apalagi ES seorang wanita,
mau apa lagi, paling menikah dan lain-lain. Ternyata beberapa hari setelah
menikah ES ditawari oleh pimpinan untuk bekerja di pesantren menjadi pembina
-
49
santri perempuan. Baginya mengapa tidak untuk dilakukan, apalagi suarni juga
menganjurkan.
"Setelah lu/us tentunya cari kerja, apa saja yang kita mampu saya akan kerjakan, ketika menikah ditawari o/eh pimpinan untuk kerja disini. Ya kenapa tidak. Suami juga menganjurkan meskipun semua keputusan ada di tangan ibu. Sudah Ju/us kuliah mau apa? Ap.alagi wanita., paling menikah ... dll. Nikah Si:Jtelah tutus. Karena bapak sudah mengajar disini. Pak farid ada/ah kakak kelas ibu. empat hari nikah (19 Juni) /angsung siap siap buat ngajar di tahun ajaran baru bu/an juli."
ES mengaku belum pemah mengasuh sebelumnya, hanya saja ES memiliki
orang tua asuh yang mempunyai panti asuhan, mungkin pengalaman secara
tidak langsung. Karena pada saat itu ES masih berusia anak-anak atau masih di
SD, ketika telah SMP bapak sudah tidak lagi mengurusi panti asuhan tersebut.
Hanya ES suka bergaul dengan anak-anak di panti asuhan,
"Dari segi pengalaman orang tua ada. Pengasuh atau bapak ;mgkat ibu yang berada di jalan karapitan punya panti asuhan bernama taman harapan. Punya (pimpinan cabang) PC Lengkong. Bapak waktu itu berlugas disitu. Namun pada saat itu ibu masih usia SD (anak-anak) pada saat SMP udah imgga, hanya ibu bergau/ dengan mereka. n
Analisa Kaisus ES
Pola asuh menurut ES adalah membina atau membimbing anak-anak sesuai visi
dan rnisi pondok pesantren. Menjadikan anal< lebih baik. ES menyebutkan ada
dua macam pola asuh, satu pola asuh yang bersifat langsung, kedua pola asuh
tidak langsung. Yang dimaksud dengan pola asuh Jangsung adalah pembina
melakukan pembinaan langsung terhadap santri seperti di Darul Arqam (DA)
sebagaimana yang dilakukan orang tua di rumah. Karena harapan pondok
adalah pembina dapat mengganti peran orang tua santri di pondok pesantren.
Sedangkan pola asuh bertingkat pembina memiliki wakil-wakil dalam membina
-
50
santri, dalam hal ini kakak kelas mereka atau para senior yang telah lulus namun
belum meneruskan studi.
"Menurut ibu po/a asuh yaitu membina atau membimbing anak-anak sesuai visi dan misi pondok pesantren. Menjadikan anak lebih baik. Maccrm-macam po/a asuh yang ibu ketahui yaitu Pola asuh langsung dan bertingkat. Yang disebut Pola asuh /angsung yaitu pembina !angsung membina anak asuh (santri) seperti di Darul Arqam (DA). Pola asuh secara langsung, yang dilakul(an pembina terhadap anak asuhnya. Sebagaimana dilakukan orangtua di rumah. Pada mu/anya Kiai Miskun du/u berpegang teguh agar santri tidak diasuh o/eh kakak kelasnya. Tetapi o/eh pembina yang bertugas mengganti peran orang tua di pondok pesantren, pembina yang ditunjuk dan sampai sekarang tidak pemah berubah yaitu po/a asuh secara langsung, karena harapan pondok pembina dapat berperan sebagai pengganti orang tua. Sedangkan bertingkat arlinya pembina memiliki bawahan-bawahan, dalam ha/ ini kakak ke/as mereka atau para senior. Mereka/ah yang membina santri."
Dalam membina ES menganggap santri sebagai anak sendiri meskipun tetap
saja berbeda. Bila anak sendiri ES mengaku dapat bebas mernarahi dan tidak
ada beban terhadap siapapun atau apapun. Tetapi jika terhadap anak asuh rasa
sayangnya sama terhadap anak-anak yang lain, hanya dalam pemberian
hukumannya mesti mempertimbangkan banyak hal. Karena bukan anak kita
sendiri, sehingga bila nanti ketika dimarahi santri melapor kepada orang tuanya
bagaimana pertanggung jawabanya.
"Anak sendiri bebas ngemarah-marahin ga ada beban untuk clpa-apa. istilahnya milik kita sendiri jadi ka/au punya sa/ah dimarah-marahin juga ga apa-apa. Tapi kalau anak asuh kasih sayangnya sama ke anak-anak yang le1in. Tetapi dalam pemberian hukuman mesti memperlimbangkan banyak ha/ karena bukan anak kita sendiri, karena anak orang. Anak sendiri di ceprat-cepret lidak ada yang marah. Tapi kalau anak orang, nanti dia bilang sama orang tuanya bagaimana? Tapi ka/au kasih sayang sama."
ES mengaku waktu membina dalam waktu satu tahun tidaklah cukup, karena
rata-rata satu kelas santri yang dibina berjumlah 40 Orang. SEilama 24 jam sehari
-
51
hanya dapat membina santri sesuai dengan kemampuannya saja. Dalam
mempersiapkan pembinaan ES menyebutkan ada persiapan yang khusus,
karena setiap menghadapi tahun ajaran baru selalu diadakan rapat pembina satu
hari menjelang libur. Dalam rapat tersebut ditetapkan pembini:1-pembina yang
akan menangani kelas berapa saja di tahun ajaran baru. Jadi IES dapat
mempersiapkan dan merancang akan melakukan apa saja nainti, juga mencari
tahu latar belakang santri yang akan diasuhnya kemudian hari. Selain itu
sebagian besar santri sudah ES kenal, karena ES lebih banyak ditunjuk untuk
membina kelas-kelas besar. ES mengaku dalam menghadapi kelas besar bila
diajak curhat atau bicara, santri-santri dapat mengerti. Bila melanggar peraturan
tinggal ditanya balik saja apakah hal itu baik untuk dirinya atau tidak. Lain halnya
terhadap kelas kecil, harus banyak bicara dan memanjakan. ES mengaku
kesulitan jika ditunjuk untuk menangani kelas kecil karena dirinya merasa kurang
dapat bersabar.
''Tidak cukup. Rata-rata 40 orang ibu membina. Selama 24 jam bisa membina paling sekemampuan ibu saja. Biasanya ibu membina anak besar. Tidak pemah kelas 1 (satu) karena dari segi kesabaran ibu kurang. Kan harus banyak ngomong. Harus manjain kurang bisa. Ka/au ditunjuk ke/as besar tidak begitu kesulitan. Diajak curhat atau bicara mereka bisa nyambung, kalau melanggar tinggal dibalikan saja, bagus ga buat kamu. Ka/au di ke/as 2 (dua) dan 3(tiga) pemah membina cuma satu tahun. Ka/au anak kecil paling nangis, nah ibu kurang bisa sabar"
Bagi ES hal yang paling berpengaruh dalam pembinaan adalah perhatian yang
dilakukan oleh pembina kepada santri. Oleh karena itu pembina memiliki
peranan yang sangat berpengaruh terhadap pola asuh. Akan berbeda seorang
anak yang diasuh dengan cukup perhatian dengan anak yang dibiarkan saja.
-
52
Dalam pengasuhan di Darul Arqam bila pembinanya acuh ata1J tidak
memperhatikan perkembangan anak didiknya, para santri akan membuat ulah
untuk diperhatikan. Pada dasamya santri suka dan senang diperhatikan atau
diasuh. Bila perhatian bisa maksimal maka pengaruhnya akani baik. Kalau
pengasuhannya tidak maksimal akan kurang baik. Selain itu faktor bawaan dari
rumah, faktor sosial cara santri bergaul dengan teman-temannya, dan
kemampuan anak untuk belajar disekolah merupakan hal-hal yang mesti
diperhatikan akan berpengaruh terhadap anak.
uTentu berbeda, ada anak yang diasuh dengan perhatian yani1 cukup dengan anak yang dibiarkan sa1a. Jangan jauh-jauh, coba saja lihat dalam keluarga. Beda anak yang ke/uarganya broken home dengan keluarga yang perhatiannya cukup atau baik baik.sama juga dengan po/a asuh di DA, kalau pembinanya acuh tidak memperhatikan perkembangan anak-anak didiknya/asuhnya. Mereka akan membuat ulah untuk pengen diperhatikan. Pada dasamya mereka pengen dilihat, senang diperhatikan atau diasuh. Yang paling berpengaruh adafah perhatian, kalau perhatian bisa maksimal maka pengaruhnya ,akan baik. Ka/au pengasuhannya tidak maksimal akan kurang baik. Dan faktor-faktor lain yang berpengaruh diantaranya faktor bawaan dari rumah, faktor sosial setelah mereka beradaptasidengan teman-temannya. Atau kemampuan anak· untuk bersekolah. Sekolah itu sendiri. Menghadapi masalah itu sendiri, dan masl'h banyak lagi ha/-ha/ yang berpengaruh."
" Pengasuhan
Terhadap santri yang rnenderita sakit ES akan rnelihat dulu kcmdisinya. Bila
hanya panas saja cukup dikompres, tetapi jika sampai mengaiami kejang-kejang
selama satu malam dan telah dibawa ke dokter pesantren, m21ka orang tua santri
tersebut dihubungi untuk dibawa pulang agar perawatannya le1bih intensif. Tugas-
tugas santri pun ditunda agar istirahat lebih dulu, bila kelihatan sudah agak baik
baru difanjutkan kembali. Sedangkan untuk santri yang sakitnya berhubungan
-
53
dengan mental sebisa mungkin diatasi oleh ES dengan hati-hati. Akan digali
permasalahannya sampai sejauh apa namun tidak tenalu dalam upaya yang
dilakukan pondok untuk mengatasinya. Sebagai contoh santri yang sudah
merasa tidak betah tinggal di pondok, ES akan memberikan perhatian lebih.
Tetapi hat tersebut tidak ditampakkan di depan teman-temannya yang lain,
seperti diajak ke rumah ES lalu diajak ngobrol. Jika ES sakit, tugas digantikan
oleh kepala sekolah, atau memanggil santri yang telah dianggap dewasa untuk
membimbing teman-temannya. Pada saat ES sakit ada perasaan pada dirinya
ingin dijenguk oleh santri namun tidak memaksakan kepada santri untuk datang.
"Bila santri sakit ibu dilihat saja dulu. Sakit ringan, sedang atau berat. Ka/au panas saja, dilongok dahu/u, dikompres, di/akukan sendiri sebisa mungkin, jika agak sedang dibawa ke dokter. Ka/au berat seperti kejang jam 1 ma/am (kolik) dan setelah diberi obat tetap saja, lalu dibawa ke rumah sakit (terus dibawa ke orang tuanya). Terhadap tugasnya dilihat dulu, jika ringan disuruh istirahat, kalau kelihatan udah agak baik si/ahkan dilakukan lag; tugasnya. Ka/au sakit mental ga terlalu dalam, ya sejauh mana dikoreknya, ka/au bisa diatasi ya diatasi. Contohnya ada anak yang ngerasa intimidasi anak yang lain. Ditangani setahun febih dengan ekstra hati-hati, afhamdulillah sekarang berubah sudah lebih baik. Apalagi mengasuh anak itu lagi. Sekarang dia menyadari kesalahannya bahwa hat itu tidak baik (sikapnya selama ini). Ada anak yang punya .keluhan hanya untuk diperhatikan saja"
Santri yang dibina oleh ES tidak terlihat tegang atau takut ketilerbuat tidak benar
akan malu dengan sendirinya. Karena berdasarkan pengakua11 ES, beliau ingin
membina hubungan yang harmonis, sehingga bila terjadi sesuatu ES akan
sebisa mungkin menyikapinya dengan tenang tidak dengan marah-marah.
Pertama ES akan mengajak santri untuk ngobrol, biasanya santri akan mengaku
lebih d