UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Evaluasi Pengaruh...
-
Upload
nguyenhanh -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Evaluasi Pengaruh...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Evaluasi Pengaruh Temperatur Pengeringan dan Iradiasi
Sinar Gamma terhadap Karakteristik Film Sambung
Silang Kitosan-Tripolifosfat
SKRIPSI
DINA HARYANTI
108102000035
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JANUARI 2013
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Evaluasi Pengaruh Temperatur Pengeringan dan Iradiasi
Sinar Gamma terhadap Karakteristik Film Sambung
Silang Kitosan-Tripolifosfat
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
DINA HARYANTI
108102000035
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JANUARI 2013
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Dina Haryanti
Program Studi : Farmasi
Judul : Evaluasi Pengaruh Temperatur Pengeringan dan Iradiasi Sinar
Gamma terhadap Karakteristik Film Sambung Silang Kitosan-
Tripolifosfat
Telah dibuat film sambung silang kitosan-tripolifosfat. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengevaluasi pengaruh temperatur pengeringan dan iradiasi sinar gamma terhadap
karakteristik film sambung silang kitosan–tripolifosfat. Film dibuat pada temperatur 40°C
(T40°C NI), 50°C (T50°C NI), dan 60°C (T60°C NI). Kemudian sebagian film 40°C
(T40°C I), 50°C (T50°C I), dan 60°C (T60°C I) diiradiasi sinar gamma dengan dosis
sebesar 25 kGy. Film dikarakterisasi stabilitas fisik, kekuatan tarik, perpanjangan putus,
ketebalan, pemeriksaan morfologi, laju transmisi uap air dan rasio pengembangan.
Medium atau cairan film T40°C NI ditumbuhi oleh jamur sehingga karakterisasi tidak
dilanjutkan. Hasilnya menunjukkan bahwa temperatur pengeringan berpengaruh secara
bermakna (p < 0,025) pada kekuatan tarik, ketebalan, perpanjangan putus, dan rasio
pengembangan film T50°C NI dan T60°C NI. Iradiasi sinar gamma dengan dosis sebesar
25 kGy berpengaruh secara bermakna (p < 0,025) pada kekuatan tarik, ketebalan,
perpanjangan putus, laju transmisi uap air dan rasio pengembangan film T60°C I,
sedangkan pada perpanjangan putus dan laju transmisi uap air tidak berpengaruh secara
bermakna (p > 0,025) pada film T50°C I .
Kata kunci : kitosan, film sambung silang, tripolifosfat, temperatur pengeringan, iradiasi
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Dina Haryanti
Program Study : Pharmacy
Title : Evaluation of Drying Temperature Effect and Gamma
Irradiation on the Characteristics of Cross-Linked Chitosan-
Tripolyphosphate Films
Cross-linked chitosan-tripolyphosphate film have been prepared. The purpose of
this study was to evaluate the effect of drying temperature and gamma irradiation
on the characteristics of cross-linked chitosan-tripolyphosphate film. The film was
made at a temperature of 40°C (T40°C NI), 50°C (T50°C NI), and 60°C (T6°C
NI). Then most of the film 40 °C (T40°C I), 50°C (T50°C I), and 60°C (T60°C I)
were irradiated with gamma rays at 25 kGy dose. Then the films were
characterized physical stability, tensile strength, elongation at break, thickness,
morphology examination, water vapor transmission rate and the ratio of swelling.
All of T40°C NI film medium or liquid overgrown by fungi that characterization
was not continued. The results indicate that the effect of drying temperature
affected significantly (p < 0.025) on the tensile strength, thickness, elongation at
break, and the ratio of swelling T50°C NI and T60°C NI film. Gamma rays
irradiation at a dose of 25 kGy affected significantly (p < 0.025) on the tensile
strength, thickness, elongation at break, water vapor transmission rate and the
ratio of swelling T60°C I film, whereas the elongation at break and vapor
transmission rate water did not affect significantly (p > 0.025) in the T50°C I film.
Keywords: chitosan, cross-linked film, tripolyphosphate, plasticizer, drying
temperature, irradiation
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyeleseikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada:
1) Ibu Yuni Anggraeni, M.Fam., Apt, selaku dosen pembimbing I dan Ibu
Sabrina, M.Fam., Apt, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan, waktu, tenaga, saran, dukungan dan memiliki
andil besar dalam proses penelitian dan penyeleseian tugas akhir saya
ini, semoga segala bantuan dan bimbingan ibu mendapat imbalan yang
lebih baik di sisi-Nya.
2) Ibu Dian Iramani, Ibu Susi, dan Bapak Cahyono selaku pihak dari
BATAN atas penggunaan segala fasilitas dan bantuannya selama
penelitian.
3) Bapak Hendra, selaku pihak yang telah membantu dalam proses
pengerjaan statistik.
4) Bapak Prof. Dr. (hc) dr. MK. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5) Bapak Drs. Umar Mansur, M. Sc., Apt selaku ketua Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6) Bapak dan Ibu staf pengajar, karyawan dan laboran yang telah
memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan
di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7) Dian Firanti Allisa dan Ajeng Ayu Febriani, sahabat saya selama kurang
lebih 4 tahun bersama. Dwi Nur Astria, Sivia Nurulliana, dan
Mahmudah, teman seperjuangan dan satu laboratorium. Para VIPs, Putri
Rahmawati, Berty Puspitasari, Inda Aliah. Indah Prihandini yang selalu
menemani dan Eva Yuliani yang juga turut membantu. Serta rekan-rekan
mahasiswa Program Studi Farmasi A ―Alcoolique‖ dan angkatan 2008,
atas bantuan, dukungan, kerjasama, kebersamaan dan kekeluargaannya.
8) Alif P. L, Grace Z, dan Ka Lita J, atas bantuan, motivasi, dan doa selama
proses kegiatan penelitian.
9) Kedua orang tua, Bapak Giman Soetjipto dan Ibu Rina Keksiani, serta
saudara-saudara serta seluruh keluarga tercinta atas perhatian, doa,
semangat, motivasi dan dukungan baik moral maupun material yang
telah diberikan untuk menyeleseikan penelitian dengan sebaik mungkin.
Semoga segala amalan dan jerih payahnya mendapat balasan yang jauh
lebih baik.
10) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan dan semangat selama peneletian hingga
terwujudnya skripsi ini.
Jakarta, Januari 2013
Penulis
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………… iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………… iv
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………… v
ABSTRAK ……………………………………………………………………… vi
ABSTRACT ……………………………………………………………………… vii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……………… x
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………... xiii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………… xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………… xv
BAB 1 . PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1
1.2 Perumusan Masalah………………………………………………… 3
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………… 3
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………… 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………… 4
2.1 Kitosan ……………………………………………………………… 4
2.1.1 Sifat Fisikokimia ……………………………………………… 4
2.1.2 Crosslinking (Sambung Silang) ……………………………… 5
2.2 Film Kitosan ………………………………………………………… 6
2.2.1 Pemanfaatan Film Kitosan …………………………………… 6
2.2.2 Pembentukan Film Kitosan …………………………………… 6
2.3 Stabilitas Film Kitosan ……………………………………………… 7
2.4 Karakteristik Film …………………………………………………… 8
2.4.1 Karakteristik Mekanik ………………………………………… 8
2.4.2 Karakteristik Fisik …………………………………………… 8
2.4.3 Karakteristik Kimia …………………………………………… 9
2.4.4 Karakteristik Fungsional ……………………………………… 9
2.5 Efek Pengeringan terhadap Karakteristik Film……………………… 9
2.6 Efek Iradiasi terhadap Karakteristik Film…………………………… 11
2.7 Bahan Tambahan dalam Sediaan Film……………………………… 11
2.7.1 Plasticizer …………………………………………………… 11
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7.2 Pelarut ………………………………………………………… 14
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………… 15
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………… 15
3.2 Alat Penelitian ……………………………………………………… 15
3.3 Bahan Penelitian …………………………………………………… 15
3.4 Prosedur Penelitian ………………………………………………… 16
3.4.1 Preparasi Larutan Kitosan 1% ………………………………… 16
3.4.2 Preparasi Film Sambung Silang Kitosan – Tripolifosfat ……… 16
3.4.3 Evaluasi Karakteristik Mekanik (Kekuatan Tarik dan
Perpanjangan Putus) ………………………………………… 17
3.4.4 Evaluasi Karakteristik Fisik…………………………………… 18
3.4.4.1 Pengukuran Ketebalan ………………………………… 18
3.4.4.2 Pemeriksaan Morfologi Permukaan Film …………… 18
3.4.5 Evaluasi Karakteristik Fungsional …………………………… 18
3.4.5.1 Evaluasi Rasio Pengembangan ……………………… 18
3.4.5.2 Laju Transmisi Uap Air ……………………………… 18
3.4.6 Analisa Statistik …………………………………………… 19
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………… 20
4.1 Stabilitas Fisik ……………………………………………………... 20
4.2 Karakteristik Mekanik ………………………………………………. 21
4.3 Karakteristik Fisik ………………………………………………….. 24
4.3.1 Ketebalan……………………………………………… ……… 24
4.3.2 Mikroskopik Permukaan Film ………………………………… 25
4.4 Karakteristik Fungsional …………………………………………… 26
4.4.1 Laju Transmisi Uap Air ……………………………………….. 26
4.4.2 Rasio Pengembangan …………………………………………. 28
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………….. 30
5.1 Kesimpulan ………………………………………………………… 30
5.2 Saran ……………………………………………………………… 30
DAFTAR REFERENSI ………………………………………………………… xvi
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Kimia Kitosan……………………………………………… 4
Gambar 2.2 Struktur Kimia Gliserol……………………………………………… 12
Gambar 2.3 Struktur Kimia Sorbitol……………………………………………… 13
Gambar 2.4 Struktur Kimia Asam Laktat………………………………………… 14
Gambar 4.1 Film Sambung Silang Kitosan – Tripolifosfat ……………………… 20
Gambar 4.2 Film Sambung Silang Kitosan – Tripolifosfat yang Dikeluarkan
dari Oven ……………………………………………………………. 21
Gambar 4.3 Diagram Kekuatan Tarik Film ……………………………………… 22
Gambar 4.4 Diagram Perpanjangan Putus Film ………………………………… 23
Gambar 4.5 Diagram Ketebalan Film …………………………………………… 24
Gambar 4.6 Gambar Mikroskopik Permukaan Film (Perbesaran 400x) ………… 25
Gambar 4.7 Diagram Laju Transmisi Uap Air ………………………………… 26
Gambar 4.8 Kurva Pertambahan Bobot Keempat Sampel Film .……………….. 27
Gambar 4.9 Profil Rasio Pengembangan Keempat Film dalam Medium Dapar
Fosfat Salin pH 7,4 ……………………………………………....... 28 28
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Tabel Perlakuan Terhadap Sampel Film Kitosan……………………… 17
Tabel 4.1 Evaluasi Visual Ketiga Sampel Film ………………………………… 20
Tabel 4.2 Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Pada Saat Putus………………….. 21
Tabel 4.3 Ketebalan Film ………………………………………………………… 23
Tabel 4.4 Laju Transmisi Uap Air (WVTR) Keempat Sampel Film …………… 25
Tabel 4.5 Rasio Pengembangan Keempat Film dalam Medium Dapar Fosfat Salin
Ph. 7,4 ………………………………………………………………… 27
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian ……………………………………………… 36
Lampiran 2. Ketebalan Kedua Film Sebelum Diiradiasi ………………………… 37
Lampiran 3. Ketebalan Kedua Film Setelah Diiradiasi ………………………… 37
Lampiran 4. Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus Film T50°C Ni Dan
T60°C Ni …………………………………………………………… 37
Lampiran 5. Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus T50°C I Dan T60°C I …… 38
Lampiran 6. Laju Transmisi Uap Film T50°C Ni Dan T60°C Ni ……………… 39
Lampiran 7. Laju Transmisi Uap Film T50°C I Dan T60°C I …………………… 39
Lampiran 8. Rasio Pengembangan Film T50°C Ni Dan T60°C Ni Dalam Medium
Dapar Fosfat Salin Ph. 7,4 ………………………………………… 40
Lampiran 9. Rasio Pengembangan Film T50°C I Dan T60°C I Dalam Medium
Dapar Fosfat Salin Ph. 7,4 ………………………………………… 41
Lampiran 10. Hasil Statistik Ketebalan Kedua Sampel Film …………………… 43
Lampiran 11. Hasil Statistik Kekuatan Tarik Kedua Sampel Film ……………… 45
Lampiran 12. Hasil Statistik Perpanjangan Putus Kedua Sampel Film ………… 47
Lampiran 13. Hasil Statistik Laju Transmisi Uap Air Kedua Sampel Film……… 49
Lampiran 14. Hasil Statistik Rasio Pengembangan Kedua Sampel Film ……… 51
Lampiran 15. Gambar Alat-Alat Penelitian……………………………………… 53
Lampiran 16. Gambar Bahan-Bahan Penelitian ………………………………… 54
Lampiran 17. Sertifikat Analisis Kitosan ……………………………………… 55
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Belakangan ini banyak membran polimer yang telah diteliti dengan tujuan
sebagai penutup luka. Di antaranya adalah polimer sintetik seperti poliuretan,
polietilen, polilaktida, poliglikolida, dan poliakrilonitril. Namun beberapa dari
bahan tersebut memiliki kelemahan, yakni salah satunya adalah biokompatibilitas
yang lemah. Salah satu pendekatan alternatif yang dapat dilakukan yakni
melibatkan penggunaan polimer biodegradable termasuk kitosan karena polimer
tersebut banyak tersedia di alam dan tidak beracun (Eldin et al., 2008).
Kitosan merupakan biopolimer alami yang berasal dari kitin dan
komponen utama dari kerangka luar Crustacea (Paul & Sharma, 2004). Kitosan
merupakan biopolimer alami kationik, tidak beracun, biokompatibel dan non-
antigenik. Jumlahnya sangat berlimpah dan merupakan carrier yang menjanjikan
untuk pelepasan obat yang berkelanjutan. Semua sifat penting tersebut membuat
kitosan sangat menarik di bidang medis dan farmasi (Silva, 2008). Bahan ini
dikenal dalam hal penanganan luka untuk sifat hemostatiknya (Paul & Sharma,
2004). Selain itu, kitosan juga mempengaruhi proses koagulasi darah
(Niekraszewicz, 2005). Karena alasan tersebut, kitosan telah menjadi salah satu
biomaterial penting untuk penanganan luka dalam beberapa tahun terakhir.
Film dihasilkan dari proses pengeringan (Blacido, 2005). Pengeringan
merupakan proses yang kompleks yang melibatkan panas simultan, massa, dan
transfer momentum. Sebagian besar proses pengeringan, terutama material yang
sensitif terhadap panas seperti makanan dan bio-produk, mengalami kehilangan
warna dan/atau tekstur (Shuan Liu, 2008).
Pan et al., (2010) telah meneliti film kitosan yang terplastisisasi gliserin
dengan kondisi pengeringan yang berbeda yaitu pada temperatur 40oC dan 80
oC.
Film yang dihasilkan pada temperatur 40oC memiliki penampilan fisik transparan,
kecuali yang diperoleh pada temperatur 80oC yang berwarna kekuningan. Warna
kekuningan tersebut disebabkan oleh temperatur yang tinggi. Faktanya, bahwa
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
temperatur yang lebih tinggi dapat menyebabkan peningkatan reaksi Maillard.
Film yang dikeringkan pada temperatur 40oC (20% RH & 780 kDa) mempunyai
nilai kuat tarik (TS) dan elongasi (E) lebih tinggi yakni 81,3±4,1 MPa dan
56,5±4,7 % dibandingkan dengan film yang dikeringkan pada temperatur 80oC
(20% RH & 780 kDa) yakni 64,4±4,3 MPa dan 32,6±4,7 %. Nilai WVP pada film
yang dikeringkan pada temperatur 40oC (20% RH & 780 kDa) yakni 1,01±0,13
g.mm/kPa.h.m lebih tinggi dibandingkan dengan film yang dikeringkan pada
temperatur 80oC (20% RH & 780 kDa) yakni 0,59±0,08 g.mm/kPa.h.m.
Temperatur pengeringan lebih mempengaruhi sifat mekanik dan barrier film
daripada RH (relative humidity) pengeringan. Tingginya temperatur pengeringan
menghasilkan sifat mekanik yang lebih buruk (TS dan E lebih rendah) dan sifat
barrier yang lebih baik (WVP lebih rendah).
Chiou et al. (2009) juga telah meneliti efek temperatur pengeringan
terhadap film gelatin ikan. Film gelatin ikan dikeringkan pada 4oC, 23
oC, 40
oC,
dan 60oC. Hal ini mengakibatkan film gelatin ikan yang dikeringkan pada
temperatur 4oC memiliki kekuatan tarik dan persen nilai elongasi yang lebih
tinggi daripada film gelatin ikan yang dikeringkan pada temperatur 23oC, 40
oC,
dan 60oC. Selain itu, absorpsi air yang ditunjukkan film gelatin ikan 4
oC memiliki
keseimbangan kadar air lebih tinggi dari film gelatin ikan 23oC, 40
oC, dan 60
oC,
kecuali pada kelembaban yang relatif rendah dan tinggi. Selain itu, film gelatin
ikan 4oC mempunyai nilai permeabilitas uap air dua sampai tiga kali lebih tinggi
daripada film gelatin ikan yang lain 23oC, 40
oC, dan 60
oC.
Pemanfaatan kitosan sebagai bahan baku biomaterial haruslah bersifat
steril karena dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit. Bahan-bahan yang
dapat digunakan untuk medis seperti ini sering disterilkan dengan menggunakan
sinar gamma Co-60 (Nikham, 2006). Untuk sterilisasi radiasi gamma harus dipilih
dosis sterilisasi yang efektif dan dapat ditoleransi tanpa menimbulkan kerusakan.
Di Inggris dan Amerika Serikat dosis sterilisasi yang diizinkan adalah 25 kGy.
Pemilihan dosis ini didasarkan pada eksperimen di mana sampel uji dipaparkan
pada berbagai dosis radiasi (Collett, et al., 1991).
Ketika material dipaparkan sinar gamma, maka bahan tersebut dapat
menjalani satu atau beberapa reaksi, bahkan tanpa adanya bahan kimia.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menariknya, degradasi polimer alam menjadi oligomer atau material dengan berat
molekul rendah seperti yang diinduksi oleh sinar gamma dapat meningkatkan sifat
tertentu yang dihasilkan dari material tersebut (Vanichvattanadecha et al., 2009).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka akan diteliti pengaruh
temperatur pengeringan dan iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik dari film
sambung silang kitosan-tripolifosfat yang meliputi karakteristik mekanik, fisik,
dan fungsional.
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh temperatur pengeringan terhadap karakteristik
dari film sambung silang kitosan-tripolifosfat?
2. Bagaimanakah pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik dari
film sambung silang kitosan-tripolifosfat?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh temperatur
pengeringan dan iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik film sambung silang
kitosan–tripolifosfat.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh
temperatur pengeringan dan iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik film
sambung silang kitosan-tripolifosfat sehingga dapat diperoleh kondisi pembuatan
film sambung silang kitosan-tripolifosfat yang optimum.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitosan
2.1.1. Sifat Fisikokimia
Kitosan umumnya diperoleh dari deasetilasi kitin, yang merupakan
komponen utama dari eksoskeleton dari cangkang udang (Arifin, 2007). Kitosan
mempunyai nama kimia poli-β-(1,4)-2-amino-2-deoxi-D-glukosa. Kitosan
merupakan serbuk/serpihan berwarna putih atau krem-putih dan tidak berbau
(Rowe, et al., 2009). Kitosan tidak larut dalam air, alkali pekat, alkohol dan
aseton, tetapi larut dalam asam lemah. Kitosan memiliki sifat unik, seperti,
antibakteri, antivirus, antitoksisitas dan anti alergi, kebal terhadap patogen,
biodegradabilitas, biokompatibilitas, dan lainnya. Kitosan aman karena tidak
beracun, biodegradable, biokompatibel dan memiliki sifat pembentukan film yang
dapat diterapkan di berbagai bidang seperti di industri farmasi (Arifin, 2007).
Gambar 1. Struktur Kimia Kitosan (Rowe et al., 2009)
Kitosan menunjukkan sifat penyembuhan luka. Diduga sifat
penyembuhan luka ini, karena kemampuan mereka untuk merangsang produksi
fibroblast dengan mempengaruhi faktor pertumbuhan fibroblast. Kitosan dapat
mengaktifkan sel-sel inflamasi seperti makrofag, fibroblas dan sel
angioendothelial (Aranaz et al., 2009). Selain itu, kitosan juga mempengaruhi
proses koagulasi darah. Karena alasan tersebut, kitosan telah menjadi salah satu
biomaterial penting untuk penanganan luka dalam beberapa tahun terakhir
(Niekraszewicz, 2005; Lou, 2008).
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Serbuk kitosan merupakan bahan yang stabil pada suhu kamar, meskipun
bersifat higroskopis setelah pengeringan. Kitosan harus disimpan dalam sebuah
wadah yang tertutup rapat dengan tempat yang sejuk dan kering. PhEur 6.5
menyatakan bahwa kitosan harus disimpan pada suhu 2-8oC. Kitosan sensitif
terhadap temperatur dan tidak boleh dipanaskan di atas 200oC. Suhu tinggi diatas
280oC menyebabkan degradasi termal dari kitosan sehingga rantai polimer cepat
terputus (Ok & Kim, 2004). Karena polimer kitosan mengandung gugus polar,
hidroksil dan amino di dalam struktur molekul, ia memiliki ketidakstabilan
termodinamika. Selain itu, kitosan juga mempunyai pH 4,0-6,0 (Rowe et al.,
2009). Di atas pH 7,0 stabilitas kelarutan kitosan rendah. Pada pH yang lebih
tinggi, presipitasi atau gelasi cenderung terjadi dan larutan kitosan akan
membentuk poli-ion kompleks dengan hidrokoloid anionik membentuk gel (Ok &
Kim, 2004).
2.1.2. Crosslinking (Sambung Silang)
Pembentukan film umumnya melibatkan kumpulan inter- dan intra-
molekul atau sambung silang (crosslinking) rantai polimer membentuk jaringan
3D setengah kaku (Srinivasa, 2004). Proses sambung silang adalah tahap yang
penting untuk memperbaiki stabilitas dari kitosan (Wing Fen et al., 2011). Ukuran
molekul crosslinker yang kecil, akan cepat melakukan reaksi sambung silang,
karena proses difusi lebih mudah. Tergantung pada sifat dari crosslinker itu
sendiri, interaksi utama pembentukan jaringan adalah ikatan kovalen atau ionik
(Goncalves et al, 2005)
Dalam penelitian ini, larutan natrium tripolifosfat (NaTPP) digunakan
sebagai agen sambung silang dan dapat membuat membran menjadi fleksibel.
Selain itu, pada saat yang sama dapat meningkatkan kestabilan kimia membran
kitosan (Liu, 2004). Garam natrium tripolifosfat (NaTPP) adalah polianion
multivalent paling terkenal yang dapat membentuk gel dengan kitosan dengan
interaksi sambung silang ionotropik. Proses sambung silang dapat mengakibatkan
suatu polimer mempunyai sifat viskositas bertambah, berat molekul bertambah,
sifat mekanik bertambah.
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2. Film Kitosan
2.2.1. Pemanfaatan Film Kitosan
Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan polimer alam hidrofilik telah
menerima cukup perhatian, terutama dari sudut pandang polusi lingkungan,
biodegradabilitas, keselamatan dan biaya (Tiwary & Rana, 2010). Kemampuan
film kitosan dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan menunjukkan bahwa film
kitosan potensial digunakan untuk bidang biomedis. Film kitosan dapat membuat
pertumbuhan jaringan cepat dan perbaikan jaringan luka yang efisien (Katalinich,
2001).
Kitosan merupakan bahan yang menjanjikan untuk pengobatan luka bakar.
Hal ini dikarenakan kitosan dapat menyerap air dan biokompatibel. Keuntungan
lain dengan menggunakan bahan kitosan adalah memungkinkan permeabilitas
oksigen yang sangat baik. Hal ini penting untuk mencegah kehilangan oksigen
pada jaringan yang terluka. Selain itu, film kitosan memiliki kemampuan untuk
menyerap air dan secara alami terdegradasi oleh enzim tubuh. Fakta ini berarti
bahwa film kitosan tidak perlu dilepas. Pada kebanyakan cedera (dan khusus luka
bakar), pelepasan penutup luka dapat menyebabkan kerusakan pada lokasi cedera
(Dutta et al, 2004).
Kitosan juga telah menggantikan polimer sintetis dalam aplikasi
opthalmological. Kitosan memiliki semua karakteristik yang dibutuhkan untuk
sifat penyembuhan luka. Sifat antimikroba dan menyembuhkan luka bersamaan
dengan kemampuan membentuk film yang sangat baik membuat kitosan cocok
untuk pengembangan lensa pembalut okular (Dutta et al, 2004).
Selain itu, El-Kamel et al., (2007) telah mengembangkan film kitosan /
poli (Ɛ -kaprolakton) mikromatrisial mukoadhesif untuk pengobatan penyakit
periodontal. Sedangkan menurut Ikinchi et al., (2002) yang meneliti kitosan
dalam bentuk film mampu melawan periodontal patogen Porphiromonas
gingivalis.
2.2.2. Pembentukan Film Kitosan
Film kitosan dapat dibuat dengan melarutkan kitosan dalam asam encer
dan dituang pada permukaan yang rata dan dikeringkan pada suhu kamar.
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengeringan didefinisikan sebagai proses pengambilan air yang relatif kecil dari
suatu zat padat atau dari campuran gas. Pengeringan meliputi proses perpindahan
panas, massa dan momentum. Pengeringan terjadi oleh adanya panas yang terjadi
secara fisik yaitu operasi penguapan (Saputra dan Ningrum, 2010).
Film juga dapat dibuat dengan pemanasan inframerah melibatkan paparan
material terhadap radiasi elektromagnetik di daerah panjang gelombang 1,8-3,4
µm, terdapat molekul air yang bergetar pada rentang frekuensi 60000-150000
MHz dan pemanasan internal yang cepat serta kenaikan tekanan uap air di dalam
bahan (Srinivasa, 2004). Metode pengeringan yang umum digunakan untuk film
adalah pengeringan dengan menggunakan oven. Dalam teknik casting, biofilm
diperoleh dengan pengeringan larutan kompleks yang terdiri dari polimer, pelarut
yang mudah menguap dan kadang-kadang tidak menguap. Film ini dibuat dengan
pengeringan pada temperatur 60oC dalam oven dengan menuangkan larutan pada
wadah yang rata (Srinivasa, 2004).
2.3. Stabilitas Film
Film kitosan telah diusulkan untuk digunakan dalam pengolahan makanan,
pemisahan membran, teknik kimia, kedokteran dan bidang bioteknologi, sifat
mekanik, permeabilitas, stabilitas pelarut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
selektivitas dari film, yaitu ukuran pori membran, indeks pengembangan, kondisi
pembuatan film, ketebalan, metode casting, dan karakteristik zat terlarut seperti
berat molekul, dan pelarut yang digunakan (Srinivasa, 2004).
Fungsi film tergantung dari banyak faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja film telah dipelajari secara ekstensif. Banyak studi
menjelaskan bagaimana komposisi, persiapan, dan kondisi penyimpanan
mempengaruhi stabilitas barrier film dan sifat mekaniknya. Guo, et al. (2012)
telah meneliti faktor yang mempengaruhi sifat fisik edible film dari protein jagung
dan gandum. Rasio protein jagung, konsentrasi gliserol, rasio cair-padat,
konsentrasi etanol, pH dan perlakuan temperatur pemanasan mempengaruhi sifat
fisik film tersebut. Selain itu, Bourtoom (2007) juga telah meneliti faktor yang
mempengaruhi sifat edible film dari protein kacang hijau. Disebutkan bahwa pH
dan temperatur pemanasan film memiliki pengaruh terbesar pada sifat fisiko-
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kimia dan permeabilitas edible film yang dari protein kacang hijau. Warna film
juga lebih gelap dan lebih kekuningan seiring dengan peningkatan pH dan
temperatur pemanasannya. Sedangkan, Dureja, et al. (2011) menyebutkan dalam
penelitiannya bahwa waktu penyimpanan, temperatur pengeringan, kelembaban
udara, dan jumlah plasticizer mempengaruhi sifat film pati kaya amilosa.
2.4. Karakteristik Film
2.4.1. Karakteristik Mekanik
Kekuatan tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh
sebuah film hingga terputus. Kuat tarik yang terlalu kecil mengindikasikan bahwa
film yang bersangkutan tidak dapat dijadikan sediaan, karena karakter fisiknya
kurang (Astuti, 2008). Parameter ini menggambarkan gaya maksimum yang
terjadi pada film selama pengukuran berlangsung. Sedangkan perpanjangan putus
adalah perubahan panjang maksimum pada saat terjadi peregangan sampai film
terputus. Perpanjangan putus mempresentasikan kemampuan film meregang
secara maksimum. Film dengan nilai pemanjangan yang rendah mengindikasikan
bahwa film tersebut kaku dan mudah patah. Umumnya struktur film lebih lembut,
kuat tarik menurun dan perpanjangan putus meningkat. Temperatur pengeringan
dan pH adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap sifat mekanik, sedangkan
waktu pengeringan mempunyai efek yang lebih sedikit (Astuti, 2008).
2.4.2. Karakteristik Fisik
Ketebalan merupakan parameter yang berpengaruh terhadap pembentukan
film. Ketebalan film dipengaruhi oleh luasan cetakan, volume larutan, dan
banyaknya total padatan dalam larutan. Dengan cetakan yang sama, film yang
terbentuk akan lebih tebal apabila volume larutan yang dituangkan ke dalam
cetakan lebih banyak. Sedangkan pemeriksaan morfologi permukaan film
dilakukan dengan mikroskop cahaya (LM) atau SEM (Scanning Electron
Microscopy) untuk mengetahui mikrostruktur permukaan film (Park et al., 1996;
Astuti, 2008).
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.3. Karakteristik Kimia
Banyak peneliti sering meneliti konformasi kitosan menggunakan
spektroskopi IR karena spektrum IR menunjukkan pita serapan khas yang sensitif
terhadap konformasi molekul kitosan (Kweon et al, 2000). Spektrum yang
diperoleh digunakan untuk menentukan kemungkinan interaksi kelompok
fungsional antara kitosan dengan natrium tripolifosfat (Salleh et al, 2009).
Sedangkan penentuan bobot molekul dilakukan dengan menggunakan metode
viskositas dengan menggunakan viskometer Ostwald (Srinivasa, 2004).
2.4.4. Karakteristik Fungsional
Laju transmisi uap air adalah kecepatan transmisi uap air melalui suatu
unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai
akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan tertentu pada
kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Laju ini menyangkut proses pemindahan
larutan dan difusi, larutan berpindah dari satu sisi film dan selanjutnya berdifusi
ke sisi lainnya setelah menembus film tersebut (Krochta, 1994). Laju transmisi
uap air sangat dipengaruhi oleh RH, temperatur, ketebalan, jenis dan konsentrasi
plasticizer dan sifat bahan pembentuk film (Astuti, 2008). Ketebalan film juga
berpengaruh terhadap laju transmisi uap air. Sedangkan, daya mengembang dari
film kitosan ditentukan dengan merendamnya dalam phosphate buffered saline
(PBS pada pH 7,4).
2.5. Efek Pengeringan terhadap Karakteristik Film
Pengaruh kondisi pengeringan yang diberikan tergantung pada berbagai
karakteristik bahan baku. Selain itu, berbagai fenomena, seperti transisi dari
bentuk amorf ke fase vitreous, penampilan pemisahan fasa (inkompatibilitas
termodinamika) dan kristalisasi dapat terjadi. Hubungan antara sifat fisikokimia
biopolimer dan kondisi pengeringan cukup penting (Blacido et al., 2005).
Sebagian besar proses pengeringan, terutama material yang sensitif terhadap
panas seperti makanan dan bio-produk, mengalami kehilangan warna, nutrisi, rasa
dan/atau tekstur (Shuan Liu, 2008).
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pan et al., (2010) telah meneliti film kitosan yang terplastisisasi gliserin
dengan kondisi pengeringan yang berbeda yaitu pada temperatur 40oC dan 80
oC.
Film yang dihasilkan pada temperatur 40oC memiliki penampilan fisik transparan,
kecuali yang diperoleh pada temperatur 80oC yang sedikit berwarna kekuningan.
Menurut Srinivasa dan Mayachiew & Devahastin, warna kekuningan tersebut
disebabkan oleh temperatur yang tinggi. Faktanya, bahwa temperatur yang lebih
tinggi dapat menyebabkan peningkatan reaksi Maillard. Film yang dikeringkan
pada temperatur 40oC (20% RH & 780 kDa) mempunyai nilai kuat tarik (TS) dan
elongasi (E) lebih tinggi yakni 81,3±4,1 MPa dan 56,5±4,7 % dibandingkan
dengan film yang dikeringkan pada temperatur 80oC (20% RH & 780 kDa) yakni
64,4±4,3 MPa dan 32,6±4,7 %. Nilai WVP pada film yang dikeringkan pada
temperatur 40oC (20% RH & 780 kDa) yakni 1,01±0,13 g.mm/kPa.h.m lebih
tinggi dibandingkan dengan film yang dikeringkan pada temperatur 80oC (20%
RH & 780 kDa) yakni 0,59±0,08 g.mm/kPa.h.m. Temperatur pengeringan lebih
mempengaruhi sifat mekanik dan barrier film daripada RH (relative humidity)
pengeringan. Tingginya temperatur pengeringan menghasilkan sifat mekanik yang
lebih buruk (TS dan E lebih rendah) dan sifat barrier yang lebih baik (WVP lebih
rendah).
Chiou et al. (2009) juga telah meneliti efek temperatur pengeringan
terhadap film gelatin ikan. Film gelatin ikan dikeringkan pada 4oC, 23
oC, 40
oC,
dan 60oC. Hal ini mengakibatkan film gelatin ikan yang dikeringkan pada
temperatur 4oC memiliki kekuatan tarik dan persen nilai elongasi yang lebih
tinggi daripada film gelatin ikan yang dikeringkan pada temperatur 23oC, 40
oC,
dan 60oC. Selain itu, absorpsi air yang ditunjukkan film gelatin ikan 4
oC memiliki
keseimbangan kadar air lebih tinggi dari film gelatin ikan 23oC, 40
oC, dan 60
oC,
kecuali pada kelembaban yang relatif rendah dan tinggi. Selain itu, film gelatin
ikan 4oC mempunyai nilai permeabilitas uap air dua sampai tiga kali lebih tinggi
daripada film gelatin ikan yang lain 23oC, 40
oC, dan 60
oC.
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6. Efek Iradiasi terhadap Karakteristik Film
Jika suatu radiasi ionisasi mengenai molekul polimer dari film maka akan
terjadi reaksi kimia yang pada akhirnya akan menentukan sifat polimer tersebut.
Efek radiasi pada polimer meliputi pembentukan produk gas, reduksi, eksitasi,
dan produksi tak jenuh baru. Tetapi dua reaksi yang menyebabkan perubahan
utama dalam sifat-sifat polimer adalah pemotongan ikatan rantai utama
(degradasi) dan pembentukan ikatan kimia antara molekul polimer berbeda
(crosslinking) (Nikham, 2006). Degradasi yang disebabkan oleh pemecahan rantai
polimer dan proses oksidasi akan menurunkan kekuatan serta modulus elastisitas
pada umumnya (Chapiro, 1962).
Pembentukan ikatan silang yang disebabkan oleh adanya reaksi
rekombinasi antara makro-radikal akan meningkatkan kekuatan dan modulus
plastik (Chapiro, 1962). Mekanisme ikatan mungkin bervariasi antara polimer
yang satu dengan yang lain. Diperkirakan ada tiga proses utama pembentukan
radikal. Pertama, pembelahan ikatan C-H pada satu rantai polimer untuk
membentuk atom hidrogen, diikuti dengan abstraksi atom hidrogen kedua dari
rantai tetangganya untuk menghasilkan hidrogen. Kemudian dua radikal polimer
yang berdekatan bergabung untuk membentuk ikatan silang. Kedua, migrasi
posisi radikal yang dihasilkan oleh pembelahan ikatan C-H sepanjang rantai-rantai
polimer hingga dua darinya berdekatan, kemudian bergabung membentuk ikatan
silang. Ketiga, reaksi kelompok tak jenuh dengan atom hidrogen untuk
membentuk radikal- radikal polimer yang dapat bergabung (Nikham, 2006).
2.7. Bahan Tambahan dalam Sediaan Film
2.7.1. Plasticizer
Plasticizer adalah bahan non volatil, bahan yang tidak dapat berdiri
sendiri, mempunyai titik didih yang tinggi, dan jika ditambahkan ke bahan lain
akan mengubah sifat fisik dan mekanik dari bahan tersebut. Penambahan
plasticizer diperlukan untuk mengatasi sifat rapuh film yang disebabkan oleh
kekuatan intermolekuler ekstensif. Gliserol, asetilat monogliserid, polietilen
glikol, dan sukrosa adalah senyawa yang biasa digunakan sebagai plasticizer.
Polyols, seperti sorbitol dan gliserol, efektif sebagai plasticizer karena
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kemampuannya untuk mengurangi ikatan hidrogen internal. Penambahan
plasticizer akan menghindarkan film dari keretakan selama penanganan maupun
penyimpanan yang dapat mengurangi sifat-sifat ketahanan film (Donhowe &
Fennema, 1994).
Plasticizer dalam penelitian ini digunakan untuk meningkatkan
kelenturan, kelembutan, fleksibilitas dan resilienci yaitu kemampuan untuk
kembali ke bentuk semula dari material. Mekanisme kerja dari plasticizer adalah
dengan menyediakan volume bebas yang dapat menurunkan suhu transisi gelas
dari campuran, dengan melonggarkan rantai polar polimer melalui pembentukan
ikatan fisik antara polimer dengan plasticizer, serta dengan membentuk fasa gerak
yang dinamis yang dapat memfasilitasi pergerakan rantai polimer. Kecocokan
yang tinggi merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan
plasticizer (Billmeyer, 1992).
2.7.1.1. Plasticizer Gliserol
Gliserol atau biasa dikenal dengan nama gliserin adalah cairan kental yang
tidak berwarna, tidak berbau, dan higroskopis. Memiliki rumus molekul C3H8O3
dengan nama kimianya propan-1,2,3-triol. Gliserol juga memiliki berat molekul
92,09, berat jenis 1,249 g/cm3 dan titik didih 290
oC (Rowe et al., 2009; Panitia
Famakope Indonesia, 1979). Selain sebagai plasticizer, gliserol juga memiliki
berbagai fungsi sebagai antimikrobial, pelarut, bahan pemanis dan humektan.
Gliserol bersifat larut dalam eter, etil asetat, air, metanol dan etanol 95%, agak
larut dalam aseton, tetapi praktis tidak larut dalam minyak, kloroform dan
benzena (Rowe et al., 2009).
Gambar 2. Struktur Kimia Gliserol (Rowe et al., 2009)
Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada film, seperti film
berbahan dasar gelatin, pektin, pati dan yang lainnya termasuk kitosan. Pada
penelitian ini digunakan gliserol karena kemampuannya untuk mengurangi ikatan
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hidrogen internal cukup baik (Igoe, 1994). Berdasarkan penelitian bahwa dengan
penambahan gliserol dengan konsentrasi 0,25 ml/g dan 0,5 ml/g mampu
menghasilkan nilai rata-rata kekuatan tarik edible film (bioplastic) kitosan
sebanding dengan film sintetis dari HDPE (High Density PolyEthylene) dan
LDPE (Low Density PolyEthylene), yaitu nilai rata-rata minimal 8,3 Newton/mm2
atau 8,3 MPa dan nilai rata-rata maksimum 44,8 Mpa. Sedangkan nilai rata-rata
persentase elongasi (pemanjangan) keduanya sebanding dengan selofan komersil,
yaitu sebesar 27% dan 46% (Buttler et al., 1996l). Bourtoom (2008) telah meneliti
pengaruh plasticizer sorbitol dan gliserol pada film kitosan-pati beras. Film yang
terplastisisasi dengan gliserol memiliki struktur yang fleksibel dengan kekuatan
tarik rendah yakni 14,31 MPa, tetapi menghasilkan WVP yang tinggi.
2.7.1.2. Plasticizer Sorbitol
Sorbitol adalah serbuk berwarna putih, tidak berbau, berbentuk kristal dan
higroskopis. Memiliki rumus kimia C6H14O6 dan berat molekul 182,17, berat jenis
1,49 g/cm3, pH 4,5-7,0 dalam larutan 10% w/v (Rowe et al., 2009). Selain sebagai
plasticizer, sorbitol juga memiliki berbagai fungsi sebagai diluen tablet dan
kapsul, pelarut, bahan pemanis dan humektan. Sorbitol bersifat mudah larut dalam
etanol, agak larut dalam metanol, tetapi praktis tidak larut dalam kloroform dan
eter (Rowe et al., 2009).
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan Purwanti (2010), dengan
penambahan plasticizer dengan konsentrasi 2 g sorbitol/g kitosan, nilai kuat tarik
film kitosan mengalami penurunan dari 3,94 MPa menjadi 0,2 MPa dan nilai
persen elongasi kitosan mengalami peningkatan dari 1,5% menjadi 16,6%.
Gambar 3. Struktur Kimia Sorbitol (Rowe et al., 2009)
Gliserol dan sorbitol banyak digunakan sebagai plasticizer karena
stabilitasnya (Casariego et al., 2007). Dibandingkan dengan gliserol, sorbitol
memiliki titik lebur yang lebih tinggi. Ini merupakan keuntungan dalam hal
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
meningkatkan stabilitas termal dari material. Penggunaan sorbitol juga diharapkan
untuk meningkatkan ketahanan terhadap air serta sifat tariknya (Li & Huneault,
2011).
2.7.2. Pelarut
Asam laktat tidak berwarna atau agak berwarna kekuningan, praktis
tidak berbau, kental, cairan yang tidak mudah menguap dan higroskopis. Memiliki
rumus kimia C3H6O3 dengan nama kimia 2-asam hidroksipropionat. Asam laktat
memiliki berat molekul 90,08, dan titik didih 122oC pada 2 kPa (15 mmHg).
Asam laktat terdiri dari campuran 2-asam hidroksipropionat, yang merupakan
produk kondensasi, seperti asam laktoyllaktik dan asam polilaktik lainnya, serta
air (Rowe et al., 2009).
Gambar 4. Struktur Kimia Asam Laktat (Rowe et al., 2009)
Dalam penelitian ini asam laktat berfungsi sebagai pelarut dari kitosan.
Asam laktat dapat bercampur dengan etanol (95%), eter dan praktis tidak larut
dalam kloroform (Rowe et al., 2006). Dalam struktur kimianya, asam laktat
merupakan salah satu molekul terkecil yang memiliki sifat optis aktif yang
mempunyai satu atom karbon kiral sehingga memiliki dua bentuk enantiomer,
yaitu L- dan D-laktat (Astuti, 2008). Kitosan merupakan poliglukosamin yang
dapat larut dalam kebanyakan asam seperti asam asetat, asam laktat atau asam-
asam organik (adipat, malat), asam mineral seperti HCl, HNO3 pada konsentrasi
1% dan mempunyai daya larut terbatas dalam asam fosfat dan tidak larut dalam
asam sulfat (Astuti, 2008).
15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Multiguna Program Studi
Pendidikan Dokter, Laboratorium Bioavailability and Bioequivalence (PBB)
Program Studi Farmasi, Laboratorium Natural Product Chemistry (PNA)
Program Studi Farmasi, Laboratorium Sterile Preparation Technology (PST)
Program Studi Farmasi, dan Laboratorium Environmenal Health (HEN) Program
Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sentra Teknologi
Polimer dan Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) - Badan
Teknologi Nuklir (BATAN). Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dari bulan
Agustus sampai Desember 2012.
3.2. Alat Penelitian
Pipet mikro (Wigen Hauser), hot plate stirrer (Advantec SRS710HA,
Jepang), desikator, neraca analitik (Ogawa Seiki, Jepang), vacuum, alat pemotong
dumb bell (Saitama, Japan), tensile tester Strograph-R1 (Toyoseiki, Jepang), pH
meter (Horiba F-52), oven (Eyela NDO-400, Jepang), digimatic micrometer
(Mitutoyo, Jepang), sonikator (Bransonic 5510, Jepang), mikroskop (Olympus),
irradiator sinar gamma, gelas beker, buret, spuit, dan peralatan-peralatan gelas
yang umum digunakan di laboratorium.
3.3. Bahan Penelitian
Serbuk kitosan (PT. Biotech Surindo), Natrium Tripolifosfat (Wako,
Japan), Asam Laktat (PT. Bratachem), Gliserol (PT. Bratachem), Sorbitol (PT.
Bratachem), Asam Asetat (PT. Bratachem), Buffer Fosfat (pH 7,4), NaOH, Silika
Gel dan Aquadest.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Preparasi Larutan Kitosan 1%
Kitosan ditimbang 4 gram dengan menggunakan kaca arloji, kemudian
kitosan didispersikan kedalam 300 ml aquadest pada gelas kimia, ditambahkan
larutan asam laktat 4% (4 ml asam laktat dalam 100 ml aquadest) dan diaduk
dengan pengaduk magnetik hingga larut. Setelah itu, larutan kitosan disaring
dengan bantuan vacum menggunakan corong buchner yang dilapisi kain.
3.4.2. Preparasi Film Sambung Silang Kitosan-Tripolifosfat
Sebanyak 25 ml larutan kitosan ditambahkan dengan 30 ml larutan
natrium tripolifosfat (NaTTP) 0,1% secara sedikit demi sedikit menggunakan
buret kira-kira 15 menit. Campuran ditambahkan dengan NaOH 0,1 N
menggunakan buret sampai pH menjadi 5. Plasticizer gliserol dan sorbitol dengan
perbandingan masing-masing 50:50 konsentrasi 40% ditambahkan sedikit demi
sedikit ke dalamnya sambil diaduk dengan pengaduk magnetik hingga homogen.
Gelembung yang terbentuk dihilangkan dengan menggunakan sonikator selama
10 menit, dimana gelembung akan naik ke atas. Setelah itu, dipisahkan dengan
menggunakan spatula. Kemudian, larutan film dipindahkan ke dalam
cetakan/wadah dengan dasar permukaan yang rata. Masing-masing film
dikeringkan pada temperatur pengeringan sesuai dengan tabel di bawah ini (Tabel
1). Setelah itu, film diiradiasi pada dosis 25 kGy dengan sinar gamma selama 10
menit.
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 1. Tabel Perlakuan terhadap Sampel Film Kitosan
Sampel Temperatur
Pengeringan (oC)
Iradiasi Sinar
Gamma
T40°C NI 40 -
T50°C NI 50 -
T60°C NI 60 -
T40°C I 40 Iradiasi
T50°C I 50 Iradiasi
T60°C I 60 Iradiasi
3.4.3. Evaluasi Karakteristik Mekanik (Kekuatan Tarik dan Perpanjangan
Putus)
Sifat mekanik dari film kitosan di evaluasi menggunakan tensile tester
Strograph-R1 (Toyoseiki. Ltd.). Untuk setiap jenis film dibuat 5 buah sampel
(Gunawan et al, 2010). Film dibentuk seperti dumbell dan bebas dari gelembung
udara atau ketidaksempurnaan fisik. Setelah itu diukur ketebalannya dengan
mikrometer kemudian ditahan di antara dua penjepit dengan jarak jepitan 3 cm.
Kekuatan tarik dan perpanjangan putus diukur ketika film putus (Khan et al.,
2000). Kekuatan tarik (tensile strength) dan perpanjangan putus (elongation at
break) dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini :
Kekuatan tarik (N/mm2) =
Perpanjangan Putus =
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan: luas penampang sampel adalah lebar film uji (mm) x ketebalan
film uji (mm), a adalah panjang awal dan b adalah panjang pada saat putus (Khan et al,
2000; Astuti, 2008).
3.4.4. Evaluasi Karakteristik Fisik
3.4.4.1. Pengukuran Ketebalan
Mikrometer digunakan untuk mengukur ketebalan film hingga mendekati
0,001 mm. Ketebalan setiap film (mm) diukur dan dinyatakan sebagai rata-rata
dari 9 pengukuran acak dan standar deviasi (Nadarajah, 2005).
3.4.4.2. Pemeriksaan Morfologi Permukaan Film
Morfologi permukaan dari film kitosan yang telah dikeringkan diamati
dan diukur dengan mikroskop cahaya (LM) dengan perbesaran 400 kali (Yan,
2000).
3.4.5. Evaluasi Karakteristik Fungsional
3.4.5.1. Evaluasi Rasio Pengembangan
Kapasitas penyerapan air dari film kitosan ditentukan dengan
merendamnya dalam phosphate buffered saline (PBS pada pH 7,4). Film kitosan
yang sudah diketahui beratnya ditempatkan dalam media PBS dengan interval
waktu 1, 2, 3, 4, 5, 10, 30 menit, 1, 2, 3, 4 dan 24 jam. Kelebihan air dibuang
dengan menggunakan kertas saring atau tissue. Setelah itu, film segera ditimbang
(Nadarajah, 2005). Persentase adsorpsi air dalam medium (Wsw) dihitung dari
persamaan berikut:
Wsw = Wt-Wo x 100%
Wo
Keterangan : Wt adalah berat dari film kitosan setelah x menit penyerapan , W0 adalah
berat awal dari film kitosan dan Wsw adalah persen pengembangan.
3.4.5.2. Laju Transmisi Uap Air
Laju Transmisi Uap Air terhadap film ditentukan dengan menggunakan
metode gravimetrik botol yang dimodifikasi berdasarkan ASTM E96-92. Botol
diisi dengan 20 g silika gel (pengering). Sampel film ditempatkan antara botol dan
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lingkar penutup setiap botol yang dilapisi dengan parafilm untuk menutupi bagian
antara wadah dengan sampel sehingga tidak ada udara masuk.
Botol ditempatkan dalam wadah kedap yang berisi air suling. Laju
transmisi uap air diukur pada 25oC. Botol ditimbang setiap interval 3 hari selama
9 hari (Wittaya, et al., 2009; Astuti, 2008). Nilai laju transmisi uap air dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Laju Transmisi Uap Air (g/m2. hari) = Δw/ A. Δt
Keterangan : Δw adalah selisih berat air diserap dalam botol selama waktu Δt (g), A
adalah luas permukaan film diuji (m2), Δt adalah waktu perubahan berat (hari).
3.4.7. Analisa Statistik
Seluruh pengukuran dibuat dalam tiga rangkap dan dinyatakan sebagai
rata-rata + standar deviasi. Paired Sample t Test digunakan untuk menilai
signifikansi statistik dari hasil yang diperoleh. Signifikansi statistik dicatat pada
probabilitas p < 0,025 (Santoso, S, 2007).
20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Stabilitas Fisik
Tabel 4.1 Evaluasi visual ketiga sampel film
Sampel Film Sifat Fisik Film
T40°C Larutan film berjamur sebelum membentuk film
T50°C Kuning transparan, lembut tidak kaku, dan tidak rapuh
T60°C Kuning tua transparan, lembut tidak kaku, dan tidak rapuh
Keterangan: (a) Film T40°C (b) Film T50°C (c) Film T60°C
Gambar 4.1. Film sambung silang kitosan – tripolifosfat
Film T40°C, T50°C, T60°C dikeringkan pada temperatur masing-masing
yaitu 40°C, 50°C dan 60°C. Namun, selama dilakukan pengeringan, film T40°C
ditumbuhi oleh jamur. Hal ini dikarenakan, temperatur yang digunakan untuk
pengeringan adalah 40°C dimana suhu tersebut mendekati suhu optimal
pertumbuhan kapang yaitu terjadi pada suhu 30-37,5°C. Temperatur akan sangat
berpengaruh terhadap kecepatan pembentukan film dan penguapan bahan pelarut.
Apabila temperatur yang digunakan sangat rendah akan mengakibatkan lamanya
(a) (b) (c) (a)
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
proses pengeringan larutan sehingga terjadi kontaminasi (Astuti, 2008). Selain itu,
kebanyakan kapang tumbuh pada kisaran pH yang luas, yaitu 2-8,5 tetapi
biasanya pertumbuhannya pada kondisi asam atau pH rendah. Untuk film T50°C
dan T60°C, dikeringkan berturut-turut selama 86 jam dan 64 jam. Waktu
pengeringan didasarkan pada pendahuluan yang telah dilakukan. Film dikeluarkan
dari oven jika film telah terbentuk dan film tidak basah seperti pada gambar di
bawah ini. Setelah itu film di letakkan di dalam desikator hingga berat konstan.
Gambar 4.2. Film sambung silang kitosan – tripolifosfat yang dikeluarkan dari
oven
4.2. Karakteristik Mekanik
Tabel 4.2. Kekuatan tarik dan perpanjangan pada saat putus keempat sampel
Sampel Sifat Mekanik
Kekuatan Tarik (N/mm2) Perpanjangan Putus (%)
T50°C NI 10,73 ± 2,42 160 ± 26,46
T60°C NI 5,90 ± 1,29 200 ± 22,36
T50°C I 3,99 ± 0,69 130 ± 21,21
T60°C I 3,33 ± 0,64 160 ± 17,32
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.3. Diagram kekuatan tarik film
Evaluasi karakteristik mekanik perlu dilakukan karena film yang
diperlukan dalam bidang medis dituntut mempunyai sifat fisik yang kuat,
fleksibel, elastis, dan lembut. Kekuatan tarik merupakan gaya tarik maksimum
yang dapat ditahan oleh sebuah film hingga terputus. Sedangkan perpanjangan
putus adalah perubahan panjang maksimum pada saat terjadi peregangan sampai
film terputus. Perpanjangan putus mempresentasikan kemampuan film meregang
secara maksimum (Astuti, 2008).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, film T50°C NI mempunyai kekuatan
tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan film T60°C NI yang berbeda secara
signifikan/nyata dimana p yang diperoleh adalah 0,0025 < 0,025. Hasil kekuatan
tarik T50°C NI dan T60°C NI secara berturut-turut adalah 10,73 ± 2,42 dan 5,90 ±
1,29 N/mm2. Menurut Hang Thu Ta (2010), pengeringan kitosan dengan
temperatur tinggi menyebabkan penurunan berat molekul dari kitosan sebagai
polimer. Penurunan berat molekul dari rantai polimer mengganggu sifat mekanik
dikarenakan adanya penurunan kerapatan dan derajat crosslinking, sehingga
membentuk jaringan yang longgar /kendur. Selain itu, dengan adanya pengeringan
yang lebih lambat memungkinkan rantai polimer untuk mengatur ulang dan
membentuk struktur yang lebih teratur. Ini terlihat bahwa struktur film yang lebih
teratur menghasilkan kekuatan tarik yang tinggi (Pan et al., 2010). Jadi, kekuatan
tarik yang dihasilkan film T50°C NI lebih tinggi dibandingkan dengan film T60°C
NI.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.4. Diagram perpanjangan putus film
Film T60°C NI menghasilkan perpanjangan putus lebih tinggi
dibandingkan dengan T50°C NI yang berbeda secara signifikan/nyata dimana p =
0,0045 < 0,025. Hasil perpanjangan putus T50°C NI dan T60°C NI secara
berturut-turut adalah 160 ± 26,46 dan 200 ± 22,36 %.
Film T50°C I dan T60°C I, menunjukkan kekuatan tarik yang lebih
rendah dibandingkan film T50°C NI dan T60°C NI yang berbeda secara
signifikan/nyata dimana p = 0,0025 < 0,025 dan p = 0,013 < 0,025. Perpanjangan
putus film T50°C I mengalami penurunan yang tidak berbeda secara
signifikan/nyata dimana p = 0,035 > 0,025 sedangkan film T60°C I mengalami
penurunan yang berbeda secara signifikan/nyata dimana p = 0,0185 < 0,025. Hasil
kekuatan tarik T50°C I dan T60°C I secara berturut-turut adalah 3,99 ± 0,69 dan
3,33 ± 0,64 N/mm2, sedangkan perpanjangan putus adalah 130 ± 21,21 dan 160 ±
17,32 %. Hal ini disebabkan oleh iradiasi sinar gamma dengan dosis sebesar 25
kGy yang mungkin telah menyebabkan depolimerisasi rantai polimer. Iradiasi
dapat menyebabkan modifikasi polimer dalam bentuk pemotongan rantai utama
atau crosslinking. Pemotongan menghasilkan penurunan berat molekul,
sedangkan crosslinking menyebabkan berkurangnya mobilitas rantai polimer, dan
kedua faktor ini dapat berkontribusi pada penurunan kekuatan tarik dan
perpanjangan putus (Ribeiro et al, 2009).
Jika suatu radiasi ionisasi mengenai molekul polimer dari film maka akan
terjadi reaksi kimia yang pada akhirnya akan menentukan sifat polimer tersebut.
Tetapi dua reaksi yang menyebabkan perubahan utama dalam sifat-sifat polimer
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
110
115
120
125
130
135
T50°C NI T60°C NI T50°C I T60°C I
Ketebalan
adalah pemotongan ikatan rantai utama (degradasi) dan pembentukan ikatan kimia
antara molekul polimer berbeda (crosslinking) (Nikham, 2006). Depolimerisasi
yang disebabkan oleh pemecahan rantai polimer dan proses oksidasi akan
menurunkan kekuatan serta modulus elastisitas pada umumnya (Chapiro, 1962).
4.3. Karakteristik Fisik
4.3.1. Ketebalan
Tabel 4.3. Ketebalan film
Sampel Tebal (µm)
T50°C NI T60°C NI T50°C I T60°C I
1 123,889 ± 10,240 113,667 ± 15,240 125,778 ± 9,795 116,667 ± 15,588
2 136,889 ± 10,659 106,000 ± 10,665 140,111 ± 11,197 108,000 ± 10,618
3 131,444 ± 7,452 135,444 ± 6,085 134,000 ± 6,614 137,111 ± 5,776
Rata-rata 130,741 ± 9,450 118,370 ± 10,663 133,296 ± 9,202 120,593 ± 10,661
Gambar 4.5. Diagram ketebalan film
Evaluasi karakteristik fisik sebuah film meliputi, pengamatan visual,
ketebalan dan pemeriksaan morfologi permukaan film. Pembentukan film
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
merupakan parameter yang berpengaruh terhadap ketebalan film. Pemeriksaan
morfologi permukaan film dilakukan dengan mikroskop cahaya untuk mengetahui
mikrostruktur permukaan film (Park et al., 1996; Astuti, 2008).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, film T60°C lebih berwarna kekuningan
dibandingkan dengan film T50°C. Hal ini dikarenakan warna kekuningan tersebut
disebabkan oleh temperatur yang tinggi. Faktanya, bahwa temperatur yang lebih
tinggi dapat menyebabkan peningkatan reaksi Maillard.
Film T60°C NI mempunyai ketebalan lebih tipis dibandingkan dengan
film T50°C NI yang berbeda secara signifikan/nyata dengan p = 0,0025 < 0,025.
Hasil ketebalan T50°C NI dan T60°C NI secara berturut-turut adalah 130,741 ±
9,450 dan 118,370 ± 10,663 µm. Hal ini dikarenakan suhu yang digunakan untuk
pengeringan akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pembentukan film dan
penguapan bahan pelarut. Suhu terlampau tinggi akan mengakibatkan film menjadi
sangat tipis, kering, dan retak. Hal ini karena proses pengeringan berjalan lebih cepat
dibandingkan proses pembentukan film. Bahan-bahan pembentuk film akan cepat
menguap sebelum terjadi pembentukan film (Astuti, 2008). Sedangkan untuk film
T50°C I dan T60°C I, masing-masing film menunjukkan ketebalan yang sedikit
agak meningkat yang berbeda secara signifikan/nyata dengan p = 0,000 < 0,025
dan p = 0,000 < 0,025.
4.3.2. Mikroskopik Permukaan Film
Keterangan : (a) T50°C NI (b) T60°C NI (c) T50°C I (d) T50°C I
Gambar 4.6. Gambar mikroskopik permukaan film (perbesaran 400x)
(a) (b) (c) (d)
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada pemeriksaan morfologi, permukaan kedua sampel film terlihat tidak
ada yang berbeda antara T50°C NI dan T60°C NI maupun T50°C I dan T60°C I.
Permukaan film homogen, rata, halus, rapat dan berpori kecil.
4.4. Karakteristik Fungsional
4.4.1. Laju Transmisi Uap Air
Tabel 4.4. Laju transmisi uap air (WVTR) keempat sampel film
Sampel ΔW (g) hari ke-
WVTR (g/m2.hari)
0 3 6 9
T50°C NI 0 0,9420 ± 0,1424 1,6981 ± 0,0954 2,3209 ± 0,1060 821,2786 ± 37,5134
T60°C NI 0 0,8744 ± 0,0232 1,5669 ± 0,0220 2,2006 ± 0,0605 778,7096 ± 21,3986
T50°C I 0 0,8159 ± 0,0263 1,6034 ± 0,0607 2,1659 ± 0,0588 766,4072 ± 20,7997
T60°C I 0 0,7959 ± 0,0585 1,4112 ± 0,0168 1,9810 ± 0,0108 701,0026 ± 3,8205
Keterangan: WVTR = water vapor transmission rate; ΔW = pertambahan bobot
Gambar 4.7. Diagram Laju Transmisi Uap Air
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.8. Kurva pertambahan bobot keempat sampel film yang disimpan
dalam wadah dengan kelembaban 95 ± 5% dan temperatur 25 ± 1°C
Film T50°C NI mempunyai laju transmisi uap air lebih tinggi
dibandingkan dengan film T60°C NI yang tidak berbeda secara signifikan/nyata
dengan p = 0,115 > 0,025. Hasil laju transmisi uap air T50°C NI dan T60°C NI
secara berturut-turut adalah 821,2786 ± 37,5134 dan 778,7096 ± 21,3986
(g/m2.hari). Hal ini dikarenakan pengeringan yang lebih cepat pada suhu yang
lebih tinggi dapat menghasilkan film dengan laju transmisi uap air yang rendah.
Selain itu, pengeringan dengan temperatur yang tinggi menyebabkan struktur
menjadi lemah yang kemungkinan menjadikan film mempunyai volume yang
rendah dan dengan demikian kepadatan menjadi lebih tinggi. Kepadatan yang
tinggi biasanya berhubungan dengan laju transmisi uap air yang rendah (Pan et
al., 2010). Setelah mengalami iradiasi, laju transmisi uap air kedua film
mengalami penurunan. Hasil yang diperoleh adalah 766,4072 g/m2.hari untuk film
T50°C I dan 701,0026 g/m2.hari untuk film T60°C I. Laju transmisi uap air film
T50°C I mengalami penurunan yang tidak berbeda secara signifikan/nyata dimana
p = 0,088 > 0,025 sedangkan film T60°C I mengalami penurunan yang berbeda
secara signifikan/nyata dimana p = 0,015 < 0,025.
Waktu (hari)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4.2. Rasio Pengembangan
Tabel 4.5. Rasio pengembangan keempat film dalam dapar fosfat salin pH. 7,4
Waktu
Perendaman
(menit)
Daya Mengembang (%)
T50°C NI T60°C NI T50°C I T60°C I
0 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00
1 164,77 ± 15.61 192,16 ± 4.05 195,06 ± 16,06 170,04 ± 30,37
2 215,91 ± 4.96 214,92 ± 1.71 217,08 ± 42,34 188,92 ± 49,56
3 232,56 ± 14.72 221,14 ± 20.05 222,17 ± 37,05 179,36 ± 44,50
4 229,46 ± 16.99 202,18 ± 4.90 176,20 ± 27,97 167,09 ± 41,25
5 220,91 ± 17.72 194,62 ± 4.03 174,18 ± 27,74 160,42 ± 41,20
10 209,66 ± 15.88 176,27 ± 6.44 170,58 ± 27,60 151,86 ± 40,40
30 183,27 ± 10.73 159,90 ± 7.53 151,70 ± 29,18 144,16 ± 43,52
60 170,10 ± 14.26 144,07 ± 8.47 149,13 ± 29,02 129,43 ± 37,37
120 160,68 ± 12.62 132,59 ± 5.54 136,66 ± 29,51 125,20 ± 37,26
180 150,18 ± 10.76 131,81 ± 4.84 132,55 ± 27,03 122,58 ± 36,63
210 150,18 ± 10.75 130,99 ± 4.12 128,72 ± 28,42 122,58 ± 36,63
1440 112,10 ± 8.95 111,08 ± 15.13 119,00 ± 30,68 118,49 ± 37,44
Gambar 4.9. Profil rasio pengembangan keempat film dalam medium dapar fosfat
salin pH 7,4
0
50
100
150
200
250
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
T50°C NI T60°C NIT50°C I T60°C IWaktu Perendaman (menit)
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rasio pengembangan dari film kitosan ditentukan dengan merendamnya
dalam phosphate buffered saline (PBS pada pH 7,4). Rasio pengembangan dari
keempat sampel ditunjukkan pada Tabel 4.5. Film T50°C NI mempunyai daya
mengembang maksimal yang lebih besar dibandingkan dengan T60°C NI yang
berbeda secara signifikan/nyata dimana p = 0,000 < 0,025. Hasil yang diperoleh
secara berturut-turut adalah 232,56 ± 14.72 dan 221,14 ± 20.05 %.
Film T50°C I dan T60°C I, menunjukkan rasio pengembangan yang lebih
rendah dibandingkan film T50°C NI dan T60°C NI yang berbeda secara
signifikan/nyata dimana p = 0,004 < 0,025 dan p = 0,0025 < 0,025. Film T50°C I
mempunyai daya mengembang maksimal yang lebih besar dibandingkan dengan
T60°C I. Hasil yang diperoleh secara berturut-turut adalah 222,17 ± 37,05 dan
188,92 ± 49,56 %. Namun, pada perjalanannya keempat sampel film memiliki
nilai rasio pengembangan yang tidak jauh berbeda yang ditunjukkan pada Gambar
4.8.
30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Temperatur pengeringan berpengaruh secara bermakna (p < 0,025) pada
kekuatan tarik, ketebalan, perpanjangan putus, dan rasio pengembangan
film T50°C NI dan T60°C NI, sedangkan laju transmisi uap air tidak
berpengaruh secara bermakna (p > 0,025)
2. Iradiasi sinar gamma pada dosis sebesar 25 kGy selama 10 menit
berpengaruh secara bermakna (p < 0,025) pada kekuatan tarik, ketebalan,
perpanjangan putus, laju transmisi uap air dan rasio pengembangan film
T60°C I, sedangkan pada perpanjangan putus dan laju transmisi uap air
pada film T50°C I tidak berpengaruh secara bermakna (p > 0,025).
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penentuan berat molekul untuk memastikan terjadinya
depolimerisasi.
2. Perlu dilakukan evaluasi pengaruh penyimpanan terhadap karakteristik
fisika, mekanik dan fungsional film sambung silang kitosan-tripolifosfat.
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR REFERENSI
Aranaz, et al. (2009). Functional of Chitin and Chitosan. Current Chemical
Biology, No.2 Vol. 3 Hal. 203-230
Arifin, Siti Alwani. (2007). Development of Fungal Chitosan. Laporan akhir
Penyelidikan. Fakulti Farmasi Universiti Teknologi mara 40450 Shah Alam,
Selangor, Malaysia
Astuti. (2008). Pengembangan Edible Film Kitosan Dengan Penambahan
Asam Lemak Dan Esensial Oil : Upaya Perbaikan Sifat Barrier Dan Aktivitas
Antimikroba. Skripsi Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu Dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pedrtanian Bogor.
Billmeyer, Fred. W. Jr. (1992). Textbook of Polymer Science Third Edition.
New York : John Wiley & Sons, Inc.
Blacido, D. Tapia, et al.( 2005). Effects of Drying Temperature and Relative
Humidity on the Mechanical Propeties of Amaranth Flour Films Plasticized
with Glycerol. Brazilian J. of Chemical Engineering, No. 02 Vol. 22 April-
June 2005 Hal. 249-256
Bourtoom, Thawien. (2007). Plasticizer effect on the Properties of
Biodegradable Blend Film from Rice Starch-Chitosan. Songklanakarin J. of
Science and Technology, Vol. 30 April 2008 Hal. 149-165
Bhumkar, Devika R. (2006). Studies on Effect of pH on Cross-linking of
Chitosan With Sodium Tripolyphosphate: A Technical Note. AAPS
PharmSciTech, Vol 7 No. 2 Article 50 2 Juni 2006
Buttler, B. L et al. (1996). Mechanical Properties Barrier Properties of Edible
Chitosan Film as Effected by Compotition and Storage. J. of Food Science 61
(5) Hal. 953-961
Casariego, A. (2008). Chitosan coating surface properties as affected by
plasticizer, surfactant and polymer concentrations in relation to the surface
roperties of tomato and carrot. Food Hydrocolloids, Vol 22 20 September 2007
Hal 1452-1458
Chapiro, A., (1962). Radiation Chemistry of Polymeric Systems. Interscience
Publishers, New York.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Chiou, Sen Bor et al. (2009). Effects of drying temperature on barrier and
mechanical properties of cold-water fish gelatin films. J. of Food Engineering
95 22 Mei 2009 Hal. 327–331
Donhowe IG and Fennema OR. (1993). The effects of plasticizers on
crystalinity, permeability, and mechanical properties of methylcellulose films.
J. of Food Process Preserv. 17: 247-257.
Dureja, et al. (2011). Amylose Rich Starch as an Aqueous Based
Pharmaceutical Coating Material – Review. International Journal of
Pharmaceutical Sciences and Drug Research 3 (1): 08-12
Dutta, Pradip Kumar, et al. (2004). Chitin and Chitosan: Chemistry, properties,
and applications. J. of Scientific & Industrial Research, Vol. 63 January 2004
Hal, 20-31
El Kamel, Amal Hassan. (2007). Micromatricial Metronidazole Benzoate Film
as a Local Mucoadhesive Delivery System for Treatment of Periodontal
Diseases. AAPS PharmSciTech 8 (3) Article 75
Eldin, M.S Mohy, et al. (2008). Chitosan Modified Membranes for Wound
Dressing Applications: Preparations, Characterization and Bio-Evaluation.
Trends Biomater Artif. Organs, Vol. 22(3) Hal. 158-168
Goncalves, Vanessa L. (2005). Effect Of Crosslinking Agents On Chitosan
Microspheres In Controlled Release Of Diclofenac Sodium. Polimeros:
Ciencia e Tecnologia, ano/vol. 15 No. 001 Hal. 6-12
Gunawan, Indra, et al. (2010). Sifat Mekanik Polipaduan Polivinil Klorida-
Polietilen Terhadap Penambahan Butadiene Rubber. Jurnal Sains materi
Indonesia, Vol. 11 No. 3 Juni 2010 Hal:178-182
Guo, Xingfeng, et al. (2012). Factors Affecting the Physical Properties of
Edible Composite Film Prepared from Zein and Wheat Gluten. Molecules,
ISSN 1420-3490 Vol. 17 Hal. 3794-3804
Igoe, R.S et al. (1994). Dictionary of Food Ingridients. New York : Chapman
and Hall
Ikinci, G., Senai, S., Akincibay, H., Kas, S., Ercis, S., Wilson, C. G., et al.
(2002). Effect of chitosan on a periodontal pathogen Porphyromonas
gingivalis. International Journal of Pharmaceutics, 235, 121e127.
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Katalinich, Michael. (2001). Characterization Of Chitosan Films For Cell
Culture Applications. Thesis Master of Science. Graduate School The
University of Maine, Maine.
Khan, Tanveer Ahmad. (2000). Mechanical, Bioadhesive Strength and
Biological Evaluations of Chitosan films for Wound Dressing. J. Pharm.
Pharmaceut Sci, Vol. 3 No. 3 Hal. 303-311 8 December 2000
Krochta, J.M. et al. (1994). Edible Coatings and Films to Improve Food
Quality. Pennsylvania : Technomic Publishing Co. Inc.
Kweon et al. (2000). Structural and Characteristics of Antheraea Pernyi Silk
Fibroin/ Chitosan Blend Film. Polymer 2001 Hal. 6651-6656
Li, Hangbo and Huneault, Michel. A. Sorbitol And Glycerol As Plasticizers
For Thermoplastic Starch In TPS/PLA Blends. Industrial Materials Institute –
National Research Council of Canada
Liu, Chunxiu, et al. (2004). Sodium Tripolyphosphate (TPP) Crosslinked
Chitosan Membranes and Application in Humic Acid Removal. Department of
Chemical and Environmental Engineering, National University of Singapore
Nadarajah, Kandasamy. (2005). Development And Characterization Of
Antimicrobial Edible Films From Crawfish Chitosan. A Dissertation Submitted
to the Graduate Faculty of the Louisiana State University and Agricultural and
Mechanical College in The Department of Food Science
Niekraszewicz, Antoni. (2005). Review, Fibres & Textile in Eastern Europe
No. 6 Vol. 13 January/December 2005
Nikham. (2006). Karakterisasi Film Paduan Polipropilen-Ko-Etilen/Polibutilen
Suksinat Iradiasi. Jurnal SainsMateri Indonesia, Oktober 2006 Hal. 106 – 112
Ok, Sun & Kim, Fernandez. (2004). Physicochemical And Functional
Properties Of Crawfish Chitosan As Affected By Different Processing
Protocols. The Department of Food Science, Faculty of the Louisiana State
University and Agricultural and Mechanical College, Louisiana.
Paul, Willi and Sharma, Chandra P. (2004). Chitosan and Alginate Wound
Dressings: A Short Review. Trends Biomater Artif. Organs, Vol. 18 Hal. 18-23
Pan, Fernandez., et al. (2010). Effect of Drying Conditions on the Mechanical
and Barrier Properties of Films Based on Chitosan. Drying Technology No. 28
Hal. 1350–1358
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ribeiro, et al. (2009). Gamma Irradiation Effects On Poly(Vinylidene Fluoride)
Films. International Nuclear Atlantic Conference.
Rowe, Raymond C et al. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients.
London: Pharmaceutical Press.
Santoso, S. (2007). Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
Salleh, Eraricar et al. (2009). Structural Characterization and Physical
Properties of Antimicrobial (AM) Starch-Based Films. World Academy of
Science, Engineering and Technology 55
Saputra, Adinda dan Ningrum S, Dewi Kusuma. (2010). Pengeringan Kunyit
Menggunakan Microwave Dan Oven. Skripsi Sarjana Teknik. Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang
Shuan Liu, Bai et al. (2008). Effect of Drying Method on The Characteridtic of
genipin Cross-linked Gelatin Films. Journal of Medical and Biological
Engineering 29, Juli 2008 Hal. 29-38
Silva, Claudia L, et al. (2008). Films based on chitosan polyelectrolyte
complexes for skin drug delivery: Development and characterization. J. of
Membrane Science 320 (2008) Hal. 268–279
Srinivasa, P.C. (2004). Process development of biodegradable chitosan-based
films and their suitability for food packaging. Thesis Doctor of Philosophy.
Department of Biochemistry and Nutrition Central Food Technological
Research Institute Mysore-570020, India
Tiwary, Ashok Kumar & Rana, Vinaz. (2010). Cross-Linked Chitosan Films:
Effect Of Cross-Linking Density On Swelling Parameters. J. Pharm. Sci, No.4
Vol.23 October 2010 Hal. 443-448
Vanichvattanadecha, Chutima et al. (2010). Effect of gamma radiation on
dilute aqueous solutions and thin films of N-succinyl chitosan. Polymer
Degradation and Stability, No. 95 Februari 2010 Hal. 234-244
Wing Fen, Yap, et al. 2011. Optical properties of cross-linked chitosan thin
film for copper ion detection using surface plasmon resonance technique.
Optica Applicata, Vol. XLI, No. 4
Wittaya, Thawien, et al. (2009). Effect of Some Process Parameters on the
Properties of Edible Film Produced from Lizard Fish (Saurida undosquamis)
Muscle. KMITL Sci. Tech. J., Vol. 9 No. 1 Jan. - Jun 2009
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yan, Xiaoliang, et al. (2000). PEC Films Prepared from Chitosan–Alginate
Coacervates. Chem. Pharm. Bull. 48(7) 941—946 (2000), July 2000
Zaman, Haydar. U, et al. (2011). Studies on the Thermo-Mechanical Properties
of Gelatin Based Films Using 2-Hydroxyethyl Methacrylate by Gamma
Radiation. Open J. of Composite, 15-20 2012.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60oC
jam
40oC 50
oC
jam
Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian
Pembuatan Larutan Film Sambung Silang Kitosan - Tripolifosfat
Pengeringan
Iradiasi sinar gamma
Evaluasi
Karakteristik
Mekanik
Karakteristik
Fisik
Analisa
Statistik
a. Kekuatan
Tarik
b. Perpanjangan
Putus
a. Pengukuran
Ketebalan
b. Pemeriksaan
Morfologi
Permukaan
Film
Suhu
Tidak diiradiasi Iradiasi
a. Evaluasi
Rasio
Pengembangan
b. Permeabilitas
Uap Air
Karakteristik
Fungsional
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Ketebalan Kedua Film Sebelum Diiradiasi
Sampel
Tebal (µm)
Rata-rata SB Area
1 2 3 4 5 6 7 8 9
T50°C
NI
1 117 145 120 116 133 131 115 121 117 124 10
2 125 144 155 124 139 142 130 128 145 137 11
3 132 137 124 136 131 144 125 120 134 131 7
T60°C
NI
1 126 103 114 102 110 100 100 145 123 114 15
2 100 97 108 110 107 131 101 95 105 106 11
3 132 125 145 130 133 138 136 140 140 135 10
Lampiran 3. Ketebalan Kedua Film Setelah Diiradiasi
Sampel
Tebal (µm)
Rata-rata SB Area
1 2 3 4 5 6 7 8 9
T50°
C I
1 120 147 125 120 133 131 116 122 118 126 10
2 128 148 159 124 140 145 134 134 149 140 11
3 135 137 128 138 133 147 128 125 135 134 7
T60°
C I
1 128 106 114 106 115 106 101 151 123 117 16
2 103 98 108 114 110 132 104 96 107 108 11
3 133 128 147 133 133 140 139 140 141 137 6
Lampiran 4. Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus Film T50°C NI dan T60°C NI
Formula Sampel Tebal
(µm)
Kekuatan Tarik Perpanjangan
Putus
Kg N/mm2 cm %
T50°C NI
1 150 0,655 14,56 2,5 150
2 150 0,410 9,11 2,3 130
3 137 0,340 8,27 3,0 200
4 160 0,530 11,05 2,5 150
5 150 0,480 10,67 2,7 170
Rata-rata 150 0,483 10,73 2,6 160
STD 8,17 0,119 2,42 0,3 26,46
T60°C NI
1 150 0,360 8,00 3,1 210
2 140 0,255 6,07 2,9 190
3 150 0,255 5,67 3,3 230
4 170 0,240 4,71 2,7 170
5 165 0,250 5,05 3,0 200
Rata-rata 155 0,272 5,90 3,0 200
STD 12,25 0,050 1,29 0,2 22,36
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Kekuatan Tarik Dan Perpanjangan Putus T50°C I dan T60°C I
Formula Sampel Tebal
(µm)
Kekuatan Tarik Perpanjangan Putus
Kg N/mm2 cm %
T50°C I
1 145 0,185 4,25 2 100
2 130 0,170 4,36 2,3 130
3 167 0,240 4.80 2,5 150
4 127 0,120 3,15 2,5 150
5 147 0,150 3,40 2,2 120
Rata-rata 143 0,173 3,99 2,3 130
STD 15,97 0,044 0,69 0,2 21,21
T60°C I
1 126 0,123 3,25 2,6 160
2 160 0,130 2,71 2,7 170
3 150 0,123 2,73 2,7 170
4 132 0,150 3,78 2,7 170
5 120 0,150 4,17 2,3 130
Rata-rata 138 0,135 3,33 2,6 160
STD 16,82 0,014 0,64 0,2 17,32
Contoh perhitungan kekuatan tarik film pada film T50°C NI sampel 1:
Gaya tempo interaktif = 0,655 kg
Luas penampang sampel = tebal (cm) x lebar (cm)
= 0,0150 cm x 0,3 cm = 4,5 x 10-3
cm2
Kekuatan renggang putus (N/mm2) =
= = 145,56 kg/cm2 = 14,556 N/ mm
2
Contoh perhitungan perpanjangan putus film T50°C NI sampel 1 sebelum diiradiasi:
Kenaikan panjang di titik puncak = 2,5 cm
Panjang asli = 1 cm
Perpanjangan putus (%) = x 100
= x 100 = 150 %
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Laju Transmisi Uap Film T50°C NI dan T60°C NI
Sampel Pertambahan bobot sampel hari ke - (g) Laju Transmisi Uap
Air ((g/m2).hari) 0 3 6 9
T50°C NI
1 0 0,8861 1,6717 2,2767 805,6263
2 0 0,8362 1,6186 2,2442 794,1260
3 0 1,1039 1,8039 2,4419 864,0835
Rata-rata 0 0,9420 1,6981 2,3209 821,2786
STD 0 0,1424 0,0954 0,1060 37,5134
T60°C NI
1 0 0,8839 1,5717 2,2492 795,8952
2 0 0,8914 1,5429 2,2198 785,4919
3 0 0,8479 1,5861 2,1329 754,7417
Rata-rata 0 0,8744 1,5669 2,2006 778,7096
STD 0 0,0232 0,0220 0,0605 21,3986
Lampiran 7. Laju Transmisi Uap Film T50°C I dan T60°C I
Sampel Pertambahan bobot sampel hari ke - (g) Laju Transmisi Uap
Air ((g/m2).hari) 0 3 6 9
T50°C I
1 0 0,8178 1,6645 2,2327 790,0566
2 0 0,8412 1,6026 2,1222 750,9554
3 0 0,7887 1,5432 2,1427 758,2095
Rata-rata 0 0,8159 1,6034 2,1659 766,4072
STD 0 0,0263 0,0607 0,0588 20,7997
T60°C I
1 0 0,8500 1,4070 1,9827 701,5924
2 0 0,8039 1,3969 1,9695 696,9214
3 0 0,7339 1,4297 1,9909 704,4939
Rata-rata 0 0,7959 1,4112 1,9810 701,0026
STD 0 0,0585 0,0168 0,0108 3,8205
Contoh perhitungan laju transmisi uap air film T50°C I sampel 1:
Pertambahan bobot pada hari ke-9 (Δw) = 2,2767 g
Luas permukaan film (A) = π d2 = x 3,14 x 0,02 x 0,02 = 3,14 x 10
-4 m
2
Waktu perubahan berat (Δt) = 9 hari
Laju transmisi uap air ( g/m2.hari) =
= = 805,6263 g/m2.hari
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Rasio pengembangan film T50°C NI dan T60°C NI dalam medium dapar
fosfat salin pH. 7,4
Waktu
Perendaman
(menit)
T50°C NI
1 2 3 %Δw
w (mg) %Δw w (mg) %Δw w (mg) %Δw Rata-rata SB
0 86 0,00 104 0,00 82 0,00 0,00 0,00
1 225 161,63 261 150,96 231 181,71 164,77 15.61
2 267 210,47 333 220,19 260 217,07 215,91 4.96
3 282 227,91 363 249,04 263 220,73 232,56 14.72
4 274 218,60 363 249,04 263 220,73 229,46 16.99
5 268 211,63 355 241,35 254 209,76 220,91 17.72
10 260 202,32 341 227,88 245 198,78 209,66 15.88
30 241 180,23 307 195,19 225 174,39 183,27 10.73
60 226 162,79 298 186,54 214 160,98 170,10 14.26
120 220 155,81 286 175,00 206 151,22 160,68 12.62
180 211 145,35 273 162,50 199 142,68 150,18 10.76
210 211 145,35 273 162,50 199 142,68 150,18 10.75
1440 180 109,30 231 122,11 168 104,88 112,10 8.95
Waktu
Perendaman
(menit)
T60°C NI
1 2 3 %Δw
w (mg) %Δw w (mg) %Δw w (mg) %Δw Rata-rata SB
0 80 0,00 85 0,00 77 0,00 0,00 0,00
1 230 187,5 250 194,12 227 194,85 192,16 4.05
2 251 213,75 267 214,12 224 216,88 214,92 1.71
3 246 207,50 265 211,76 240 244,16 221,14 20.05
4 239 198,75 255 200,00 237 207,79 202,18 4.90
5 232 190,00 252 196,47 229 197,40 194,62 4.03
10 217 171,25 241 183,53 211 174,02 176,27 6.44
30 201 151,25 224 163,53 204 164,93 159,90 7.53
60 188 135,00 214 151,76 189 145,45 144,07 8.47
120 181 126,25 201 136,47 181 135,06 132,59 5.54
180 181 126,25 199 134,12 181 135,06 131,81 4.84
210 181 126,25 198 132,94 180 133,77 130,99 4.12
1440 171 113,75 191 124,70 150 94,80 111,08 15.13
Keterangan: %Δw = persen kenaikan bobot
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Rasio pengembangan film T50°C I dan T60°C I dalam medium dapar
fosfat salin pH. 7,4
Waktu
Perendaman
(menit)
T50°C I
1 2 3 %Δw
w (mg) %Δw w (mg) %Δw w (mg) %Δw Rata-rata SB
0 60 0,00 67 0,00 65 0,00 0,00 0,00
1 179 198,33 186 177,61 201 209,23 195,06 16,06
2 183 205,00 189 182,09 222 264,15 217,08 42,34
3 185 208,33 197 194,03 222 264,15 222,17 37,05
4 163 171,70 168 150,75 199 206,15 176,20 27,97
5 163 171,70 166 147,76 197 203.07 174,18 27,74
10 163 170 163 143,28 194 198,46 170,58 27,60
30 148 146,67 151 125,37 184 183,07 151,70 29,18
60 147 145 149 122,39 182 180,00 149,13 29,02
120 140 133,33 140 108,96 174 167,69 136,66 29,51
180 139 131,67 138 105,97 169 160,00 132,55 27,03
210 133 121,67 137 104,48 169 160,00 128,72 28,42
1440 130 116,67 127 89,55 163 150,77 119,00 30,68
Waktu
Perendaman
(menit)
T60°C I
1 2 3 %Δw
w (mg) %Δw w (mg) %Δw w (mg) %Δw Rata-rata SB
0 87 0,00 77 0,00 89 0,00 0,00 0,00
1 252 189,66 181 135,06 254 185,39 170,04 30,37
2 283 225,29 179 132,47 275 208,99 188,92 49,56
3 275 226,09 177 129,87 260 192,13 179,36 44,50
4 252 189,66 169 119,48 260 192,13 167,09 41,25
5 250 187,36 164 112,99 250 180,90 160,42 41,20
10 247 183,91 159 106,49 236 165,17 151,86 40,40
30 241 177,01 150 94,80 232 160,67 144,16 43,52
60 224 157,47 144 87,01 217 143,82 129,43 37,37
120 224 157,47 142 84,42 208 133,71 125,20 37,26
180 224 157,47 142 84,42 201 125,84 122,58 36,63
210 224 157,47 142 84,42 201 125,84 122,58 36,63
1440 219 151,72 137 77,92 201 125,84 118,49 37,44
Keterangan: %Δw = persen kenaikan bobot
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Contoh perhitungan rasio pengembangan film T50°C I sampel 1 pada menit ke- 1 :
Berat dari film kitosan setelah x menit penyerapan (Wt ) = 0,225 g
Berat awal dari film kitosan (Wo) = 0,086 g
Persen pengembangan = Wsw = x 100%
= x 100%
= 161,63%
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Hasil Statistik Ketebalan Kedua Sampel Film
Hipotesis untuk kasus ini adalah.
Ho = Ketebalan kedua film tidak berbeda secara nyata
Hi = Ketebalan kedua film berbeda secara nyata
A. Data Statistik Ketebalan Kedua Sampel Film Berdasarkan Temperatur Pengeringan
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T50°C NI & T60°C NI 27 -.127 .527
Keterangan: Signifikansi >0,05 , kesimpulan data tidak real
Keterangan: Probabilitas <0,025, maka Ho ditolak.
B. Data Statistik Ketebalan Kedua Sampel Film Berdasarkan Sebelum dan Setelah
Diiradiasi.
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T50°C NI & T50°C I 27 .987 .000
Keterangan: Signifikansi <0,05 , kesimpulan data real
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 T50°C NI & T60°C
NI
1.23704
E1 20.94342 4.03056 4.08543 20.65531 3.069 26 .005
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan: Probabilitas <0,025, maka Ho ditolak.
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T60°C NI & T60°C I 27 .994 .000
Keterangan: Signifikansi <0,05 , kesimpulan data real
Keterangan: Probabilitas <0,025, maka Ho ditolak.
Catatan : Untuk uji dua sisi, setiap sisi dibagi 2 hingga menjadi:
a. Angka probabilitas/2 > 0,025, maka Ho diterima
b. Angka probabilitas/2 < 0,025, maka Ho ditolak
(Lanjutan)
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 T50°C NI & T50°C I -2.55556 1.71718 .33047 -3.23485 -1.87626 -7.733 26 .000
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 T60°C NI & T60°C I -2.22222 1.76141 .33898 -2.91901 -1.52543 -6.556 26 .000
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Hasil Statistik Kekuatan Tarik Kedua Sampel Film
Hipotesis untuk kasus ini adalah.
Ho = Kekuatan tarik kedua film tidak berbeda secara nyata
Hi = Kekuatan tarik kedua film berbeda secara nyata
A. Data Statistik Kekuatan Tarik Kedua Sampel Film Berdasarkan Temperatur Pengeringan.
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T50°C NI & T60°C NI 5 .642 .243
Keterangan: Signifikansi >0,05 , kesimpulan data tidak real
Keterangan: Probabilitas <0,025 , maka Ho ditolak
B. Data Statistik Kekuatan Tarik Kedua Sampel Film Berdasarkan Sebelum dan Setelah
Diiradiasi.
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T50°C NI & T50°C I 5 -.273 .657
Keterangan: Signifikansi >0,05 , kesimpulan data tidak real.
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 T50°C NI & T60°C
NI 4.83200 1.87577 .83887 2.50292 7.16108 5.760 4 .005
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Keterangan: Probabilitas <0,025 , maka Ho ditolak
.
Keterangan: Signifikansi >0,05 , kesimpulan data tidak real.
Keterangan: Probabilitas <0,025 , maka Ho ditolak.
Catatan : Untuk uji dua sisi, setiap sisi dibagi 2 hingga menjadi:
a. Angka probabilitas/2 > 0,025, maka Ho diterima
b. Angka probabilitas/2 < 0,025, maka Ho ditolak
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 T50°C NI & T50°C I 6.74000 2.69371 1.20467 3.39531 10.08469 5.595 4 .005
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T60°C NI & T60°C I 5 -.418 .484
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 T60°C NI & T60°C I 2.57200 1.66276 .74361 .50741 4.63659 3.459 4 .026
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil Statistik Perpanjangan Putus Kedua Sampel Film
Hipotesis untuk kasus ini adalah.
Ho = Perpanjangan putus kedua film tidak berbeda secara nyata
Hi = Perpanjangan putus kedua film berbeda secara nyata
A. Data Statistik Perpanjangan Putus Kedua Sampel Film Berdasarkan Temperatur
Pengeringan.
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T50°C NI - T60°C NI 5 .718 .172
Keterangan: Signifikansi >0,05 , kesimpulan data tidak real.
Keterangan: Probabilitas <0,025 , maka Ho ditolak.
B. Data Statistik Perpanjangan Putus Kedua Sampel Film Berdasarkan Sebelum dan
Setelah Diiradiasi.
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T50°C NI & T50°C I 5 .356 .556
Keterangan: Signifikansi >0,05 , kesimpulan data tidak real.
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
Pair 1 T50°C NI - T60°C
NI
-
4.00000
E1
18.70829 8.36660 -63.22941 -16.77059 -4.781 4 .009
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Keterangan: Probabilitas >0,025 , maka Ho diterima.
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T60°C NI & T60°C I 5 -.065 .918
Keterangan: Signifikansi >0,05 , kesimpulan data tidak real.
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 T60°C NI & T60°C
I
4.00000
E1 29.15476 13.03840 3.79958 76.20042 3.068 4 .037
Keterangan: Probabilitas <0,025 , maka Ho ditolak.
Catatan : Untuk uji dua sisi, setiap sisi dibagi 2 hingga menjadi:
a. Angka probabilitas/2 > 0,025, maka Ho diterima
b. Angka probabilitas/2 < 0,025, maka Ho ditolak
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 T50°C NI & T50°C
I
3.00000
E1 27.38613 12.24745 -4.00437 64.00437 2.449 4 .070
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Hasil Statistik Laju Transmisi Uap Air Kedua Sampel Film
Hipotesis untuk kasus ini adalah.
Ho = Laju transmisi uap air kedua film tidak berbeda secara nyata
Hi = Laju transmisi uap air kedua film berbeda secara nyata
A. Data Statistik Laju Transmisi Uap Air Kedua Sampel Film Berdasarkan Temperatur
Pengeringan.
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T50°C NI & T60°C NI 3 -.921 .254
Keterangan: Signifikansi >0,05 , kesimpulan data tidak real.
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
Pair 1 T50°C NI & T60°C
NI
4.25690
00E1 57.8295423 33.3879018
-
101.0875470 186.2255470 1.275 2 .330
Keterangan: Probabilitas >0,025 , maka Ho diterima.
B. Data Statistik Laju Transmisi Uap Air Kedua Sampel Film Berdasarkan Sebelum dan
Setelah Diiradiasi.
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T50°C NI & T50°C I 3 -.193 .876
Keterangan: Signifikansi >0,05 , kesimpulan data tidak real.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Keterangan: Probabilitas >0,025 , maka Ho diterima.
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T60°C NI & T60°C I 3 -.619 .575
Keterangan: Signifikansi >0,05 , kesimpulan data tidak real.
Keterangan: Probabilitas <0,025 , maka Ho ditolak.
Catatan : Untuk uji dua sisi, setiap sisi dibagi 2 hingga menjadi:
a. Angka probabilitas/2 > 0,025, maka Ho diterima
b. Angka probabilitas/2 < 0,025, maka Ho ditolak
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
Pair 1 T50°C NI & T50°C
I
5.48714
33E1 46.2752501 26.7170281 -60.0826607 169.8255273 2.054 2 .176
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
Pair 1 T60°C NI & T60°C
I
7.77070
33E1 23.9524933 13.8289785 18.2057413 137.2083253 5.619 2 .030
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Hasil Statistik Rasio Pengembangan Kedua Sampel Film
Hipotesis untuk kasus ini adalah.
Ho = Rasio pengembangan kedua film tidak berbeda secara nyata
Hi =Rasio pengembangan kedua film berbeda secara nyata
A. Data Statistik Rasio Pengembangan Kedua Sampel Film Berdasarkan Temperatur
Pengeringan.
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T50°C NI & T60°C NI 39 .945 .000
Keterangan: Signifikansi <0,05 , kesimpulan data real.
Keterangan: Probabilitas <0,025 , maka Ho ditolak.
B. Data Statistik Rasio Pengembangan Kedua Sampel Film Berdasarkan Sebelum dan
Setelah Diiradiasi.
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T50°C NI & T50°C I 39 .795 .000
Keterangan: Signifikansi <0,05 , kesimpulan data real.
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 T50°C NI & T60°C
NI
1.44644
E1 20.22469 3.23854 7.90827 21.02044 4.466 38 .000
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Keterangan: Probabilitas <0,025 , maka Ho ditolak.
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 T60°C NI & T60°C I 39 .784 .000
Keterangan: Signifikansi <0,05 , kesimpulan data real.
Keterangan:P robabilitas <0,025 , maka Ho ditolak.
Catatan : Untuk uji dua sisi, setiap sisi dibagi 2 hingga menjadi:
a. Angka probabilitas/2 > 0,025, maka Ho diterima
b. Angka probabilitas/2 < 0,025, maka Ho ditolak
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
Pair 1 T50°C NI & T50°C
I
1.74423
E1 38.98493 6.24259 4.80485 30.07976 2.794 38 .008
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 T60°C NI & T60°C
I
1.78162
E1 37.37850 5.98535 5.69945 29.93286 2.977 38 .005
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Gambar Alat-alat Penelitian
Tensile Tester Strograph R-1
Ultrasonic Bath
Hot Plate Stirrer
Oven
Digimatic Micrometer
Pipet Mikro Dumb Bell
Desikator
ThermoHigrometer
pH meter
Neraca Analitik
Mikroskop
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Gambar Bahan-bahan Penelitian
NaOH
NaTTP
Gliserin
Kitosan
Sorbitol
Asam Laktat
NaTPP
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 17. Sertifikat Analisis Kitosan