UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ANALISIS...
Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ANALISIS...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS RESIDU PESTISIDA PADA TOMAT
MENGGUNAKAN METODE QuEChERS DENGAN
PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH DICUCI
SKRIPSI
SILKY NAZMATULLAILA
1110102000078
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
FEBRUARI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS RESIDU PESTISIDA PADA TOMAT
MENGGUNAKAN METODE QuEChERS DENGAN
PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH DICUCI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
SILKY NAZMATULLAILA
1110102000078
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
FEBRUARI 2015
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Nama : Silky Nazmatullaila
NIM : 1110102000078
Program Studi : Farmasi
Judul : Analisis Residu Pestisida pada Tomat Menggunakan Metode
QuEChERS dengan Perlakuan Sebelum dan Setelah Dicuci
Salah satu sayuran yang sering dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah tomat.
Tomat merupakan sayuran yang dapat dimakan tanpa dimasak sehingga kemungkinan
residu pestisida yang tertinggal di permukaan lebih besar. Pada penelitian ini
dilakukan berbagai perlakuan terhadap tomat yang direndam pada larutan pestisida
yang mengandung deltametrin dan profenofos untuk melihat pengaruh pencucian
terhadap kadar residu pestisida deltametrin dan profenofos. Perlakuan yang dilakukan
yaitu tidak dicuci, pencucian dengan air mengalir, perendaman dengan larutan NaCl
0.9%, 5% dan 10%. Setelah dilakukan berbagai perlakuan, residu pestisida pada
tomat diekstraksi dengan menggunakan metode QuEChERS dan dianalisis dengan
menggunakan kromatografi gas. Hasilnya, perendaman dengan NaCl 10% memiliki
efektivitas paling baik untuk menghilangkan deltametrin (70.798%) dan pencucian
dengan air mengalir memiliki efektivitas paling rendah (53.491%). Sedangkan pada
profenofos, penurunan kadar residu pestisida pada tomat hasilnya mengalami
fluktuasi sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa perendaman dengan NaCl efektif
dalam mengurangi residu pestisida profenofos.
Kata kunci: residu pestisida, profenofos, deltametrin, tomat, larutan NaCl,
pengurangan residu pestisida.
vii
ABSTRACT
Name : Silky Nazmatullaila
Program Study : Pharmacy
Title : Analysis of Pesticide Residues In Tomato Using the QuEChERS
Method with Treatment Before and After Washed
One of the commonly consumed vegetables for Indonesian society is tomato. Tomato
are vegetable that can be eaten without cooking, so the possibility of pesticide
residues left on the surface is greater. In order to find an effective method of
removing pesticide residues in vegetables, tomato soaked in a solution containing
pesticides deltamethrin and profenofos then performed a variety of treatments that are
not washed, washing with tap water, soaking with a solution of NaCl 0.9%, 5% and
10%. After 5 minutes the washing process, extraction of pesticide residues using the
method QuEChERS. Extraction results were analyzed by gas chromatography. The
results showed, soaking tomato with NaCl 10 % has the best effects (70.798%) and
washing with tap water has the worse effects to remove residue deltamethrin pesticide
(53 491%). While on profenofos pesticide, the result on residue reduction in tomato is
fluctuating. So it can not be concluded that soaking with NaCl effective in reducing
pesticide residues profenofos.
Keywords: pesticide residues, profenofos, deltamethrin, tomato, NaCl solution,
removal of pesticide residues.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaanirrahiim alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi berjudul “Analisis Residu Pestisida
pada Tomat Menggunakan Metode QuEChERS dengan Perlakuan Sebelum dan
Setelah Dicuci” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program
pendidikan tingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi. Shalawat serta salam
senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga,
para sahabat serta para pengikut di jalan yang diridhoi-Nya.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini tidak
akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Ibu Irmayani dan Pak Jemmy Muharman selaku analis laboratorium Balai
Pengujian Mutu Hasil Tanaman Pangan Holtikultura Provinsi DKI Jakarta
(BPMHTPH) yang dengan sabar memberikan bimbingan, masukan, dukungan,
dan semangat kepada penulis.
2. Ibu Lina Elfita, M.Si, Apt. dan Ibu Eka Putri, M.Si, Apt. selaku pembimbing
saya, yang dengan sabar memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Kedua orang tua tercinta Ibu Nurjanah dan Bapak Nanang Asep Supriyatna yang
senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan baik moril maupun materil, serta
doa tanpa henti yang menyertai setiap langkah penulis.
5. Kakak dan adik tercinta yang selalu ada untuk memberikan semangat dan nasihat
tanpa henti dalam suka dan duka sejak awal penelitian hingga akhir penyelesian
skripsi ini.
ix
6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga
penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Temanku Deisy, Khalida, dan Farah yang telah memberi dukungan, motivasi,
serta masukan kepada penulis selama pengerjaan skripsi dan selama di bangku
perkuliahan.
8. Teman-teman Farmasi 2010 “Andalusia” atas persaudaraan dan kebersamaan
yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis baik selama pengerjaan
skripsi ini maupun selama di bangku perkuliahan.
9. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian naskah
skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua
bantuan, dan dukungan yang diberikan. Akhir kata dengan segala kerendahan hati,
penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan banyak
kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya. Amin Ya Robbal’alamin.
Jakarta, Februari 2015
Penulis
x
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBIMBING .................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5
2.1 Tomat ............................................................................................... 5
2.1.1 Morfologi Tomat ................................................................... 5
2.1.2 Klasifikasi Tanaman Tomat .................................................. 6
2.1.3 Jenis Tomat ........................................................................... 6
2.1.4 Kandungan Gizi .................................................................... 7
2.1.5 Hama dan Penyakit Tanaman Tomat .................................... 7
2.2 Pestisida ......................................................................................... 10
2.2.1 Definisi Pestisida ................................................................... 10
2.2.2 Penggolongan Pestisida ......................................................... 12
2.3 Insektisida ...................................................................................... 13
2.3.1 Definisi Insektisida................................................................ 13
xii
2.3.2 Penggolongan Insektisida Berdasarkan Susunan Kimia ....... 14
2.4 Organofosfat ................................................................................... 15
2.4.1 Profenofos ............................................................................. 16
2.5 Piretroid ........................................................................................... 17
2.5.1 Deltametrin ............................................................................ 17
2.6 Residu Pestisida dalam Tanaman .................................................... 18
2.7 Metode QuEChERS ......................................................................... 19
2.8 Kromatografi Gas ............................................................................ 20
2.8.1 Gas Pembawa ........................................................................ 20
2.8.2 Sistem Penginjeksian Sampel ............................................... 20
2.8.3 Kolom .................................................................................... 20
2.8.4 Termostat............................................................................... 21
2.8.5 Detektor ................................................................................. 21
2.8.6 Rekorder ................................................................................ 22
2.9 Validasi Metode Analisis................................................................. 22
2.9.1 Liniearitas .............................................................................. 22
2.9.2 Batas Deteksi (Limit Of Detection, LOD) ............................ 22
2.9.3 Batas Kuantifikasi (Limit Of Quantification, LOQ) ............. 23
2.9.4 Akurasi (Ketetapan) .............................................................. 23
2.9.5 Presisi .................................................................................... 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 25
3.1 Alat dan Bahan ................................................................................ 25
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 25
3.3 Prosedur Penelitian .......................................................................... 25
3.3.1 Pengambilan Sampel ............................................................. 25
3.3.2 Determinasi Tanaman ........................................................... 25
3.3.3 Validasi Metode QuEChERS ................................................ 26
3.3.3.1 Uji Liniearitas..................................................................... 26
3.3.3.2 Uji Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ...... 28
3.3.3.3 UJi Perolehan Kembali ...................................................... 28
3.3.3.4 Penentuan Standar Deviasi ................................................. 29
xiii
3.3.4 Analisis Kualitatif Residu Pestisida Deltametrin dan
Profenofos Sebelum Perendaman dengan Larutan Pestisida 29
3.3.5 Analisis Kuantitatif Residu Pestisida Deltametrin dan
Profenofos Setelah Perendaman dengan Larutan Pestisida .. 29
3.3.6 Uji F (One-Way Anova)........................................................ 30
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 31
4.1 Determinasi Tanaman .................................................................... 31
4.2 Validasi Metode QuEChERS ......................................................... 31
4.2.1 Uji Liniearitas........................................................................ 31
4.2.2 Uji Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ......... 32
4.2.3 Uji Perolehan Kembali .......................................................... 33
4.2.4 Penentuan Standar Deviasi .................................................... 34
4.3 Analisis Kualitatif Residu Pestisida Deltametrin dan
Profenofos Sebelum Perendaman dengan Larutan Pestisida ......... 35
4.3.1 Persiapan Sampel .................................................................. 35
4.3.2 Ekstraksi Residu Pestisida .................................................... 35
4.3.3 Analisis dengan Kromatografi Gas ....................................... 35
4.2.5 Hasil Analisis Kualitatif Residu Pestisida Deltametrin dan
Profenofos Sebelum Perendaman dengan Larutan Pestisida 36
4.4 Analisis Kuantitatif Residu Pestisida Deltametrin dan
Profenofos Pada Tomat Sebelum dan Setelah Dicuci .................... 36
4.4.1 Persiapan Sampel .................................................................. 36
4.4.2 Perlakuan Terhadap Sampel .................................................. 36
4.4.3 Hasil Analisis Kuantitatif Residu Pestisida Deltametrin
Dan Profenofos pada Tomat Sebelum dan Setelah
Dicuci .................................................................................... 37
4.5 Uji Statistik .................................................................................... 38
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 40
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 40
5.2 Saran ............................................................................................... 40
xiv
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 42
LAMPIRAN .................................................................................................... 45
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kandungan Gizi dalam 100 gram Tomat ................................. 7
Tabel 2. Rata-Rata % Uji Perolehan Kembali untuk Pestisida Deltametrin
dan Profenofos Pada Tomat ..................................................... 33
Tabel 3. Rata-Rata Perolehan Kembali yang Dapat Diterima Sesuai
dengan Konsentrasi Analit ....................................................... 33
Tabel 4. Nilai % RSD untuk Pestisida Deltametrin dan Profenofos pada
Tomat ....................................................................................... 34
Tabel 5. Rekomendasi Nilai RSD untuk Konsentrasi Analit Berbeda ... 34
Tabel 6. Rata-Rata Kadar Residu Pestisida Deltametrin dan Profenofos
pada Tomat ............................................................................... 37
Tabel 7. Rata-Rata Persentase Penurunan Pestisida Deltametrin dan
Profenofos pada Tomat ............................................................ 38
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tomat ....................................................................................... 5
Gambar 2. Ulat Tanah (A. ipsilon) ............................................................. 8
Gambar 3. Kutu Kebul ( B. Tabaci) ........................................................... 9
Gambar 4. Gejala Serangan Penyakit Alternaria ....................................... 9
Gambar 5. Tanaman Tomat Terserang Penyakit Layu Fusarium .............. 10
Gambar 6. Gejala Serangan Penyakit Busuk Daun .................................... 10
Gambar 7. Struktur Profenofos .................................................................. 16
Gambar 8. Struktur Deltametrin ................................................................. 17
Gambar 9. Kurva Kalibrasi Deltametrin .................................................... 32
Gambar 10. Kurva Kalibrasi Profenofos ...................................................... 32
Gambar 11. Grafik Perbandingan Rata-Rata Penurunan Pestisida deltametrin
dan Profenofos pada Tomat Sebelum dan Setelah Dicuci ....... 35
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Penelitian ...................................................................... 45
Lampiran 2 Perhitungan Penimbangan Larutan Pestisida ........................ 46
Lampiran 3 Perhitungan Larutan Baku Pestisida ..................................... 47
Lampiran 4 Perhitungan Deret Konsentrasi Pestisida .............................. 48
Lampiran 5 Perhitungan LOD dan LOQ .................................................. 49
Lampiran 6 Uji Perolehan Kembali .......................................................... 53
Lampiran 7 Perhitungan RSD Deltametrin............................................... 54
Lampiran 8 Perhitungan RSD Profenofos ................................................ 56
Lampiran 9 Perhitungan Kadar Residu Deltamterin ................................ 58
Lampiran 10 Perhitungan Kadar Residu Profenofos .................................. 60
Lampiran 11 Perhitungan % Penurunan Pestisida Deltametrin .................. 62
Lampiran 12 Perhitungan % Penurunan Pestisida Profenofos ................... 63
Lampiran 13 Uji F (One-Way anova) % Pengurangan Pestisida Deltametrin
Pada Tomat............................................................................ 64
Lampiran 14 Uji F (One-Way anova) % Pengurangan Pestisida Deltametrin
Pada Tomat............................................................................ 69
Lampiran 15 Hasil Kromatogram Pada Sampel Tomat Sebelum
Perendaman dengan Larutan Pestisida .................................. 74
Lampiran 16 Hasil Kromatogram Deret Deltametrin dan Profenofos ........ 75
Lampiran 17 Hasil Kromatogram Deltametrin dan Profenofos Pada Tomat
Sebelum dan Setelah Dicuci ................................................ 79
Lampiran 18 Hasil Kromatogram Larutan Standar deltametrin ................. 82
Lampiran 19 Hasil Kromatogram Larutan Standar Profenofos .................. 84
Lampiran 20 Determinasi Tomat ................................................................ 86
Lampiran 21 Sertifikat Analisis Deltametrin .............................................. 87
Lampiran 22 Sertifikat Analisis Profenofos ............................................... 88
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sayur merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak
mengandung vitamin dan mineral. Beberapa vitamin penting yang terkandung
di dalam sayuran seperti vitamin A yang berasal dari karotin berguna untuk
kesehatan mata. Lalu ada mineral penting, seperti zat besi yang berguna untuk
menjaga kadar haemoglobin darah. Sayuran juga merupakan sumber serat
yang sangat dibutuhkan bagi pencernaan serta berpotensi sebagai sumber
pendapatan petani dan devisa negara.
Salah satu sayuran yang sering dikonsumsi masyarakat Indonesia
adalah tomat. Tomat adalah sayuran yang dapat dimakan tanpa dimasak dan
hanya dicuci dengan air. Sayuran ini juga dapat dimakan seperti lalapan, salad
dan lain-lain, selain itu, tomat digunakan sebagai sari buah (juice). Tomat
mengandung vitamin A, vitamin C, mineral, kalsium, phosphor, zat besi, dan
hidrat arang yang sangat penting untuk tubuh manusia (Dewanti et al., 2010)
Tanaman tomat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran
tinggi. Lahan yang dapat dimanfaatkan untuk penanaman tomat meliputi
lahan kering dan lahan bekas sawah. Temperatur yang baik untuk
1pertumbuhan tomat adalah 21-28°C di siang hari dan 15-20°C di malam hari.
Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang diperlukan berkisar antara 5,5
sampai 6,5 (Adiyoga et al., 2004).
Dalam budidaya tomat terdapat masalah yang harus diatasi oleh petani
yaitu hama dan penyakit seperti busuk daun (Phytophtora infestans), bercak
coklat (Altenaria solani), kapang daun (Fulvia fulva), layu bakteri
(Pseudomonas solanacearum), layu fusarium (Fusarium oxysporum), mosaik
tembakau (virus Tobacco mosaic), busuk buah (Sclerotium rolfsii), kapang
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kelabu (Cercospora sp.), busuk lunak (Erwinia carotovora), becak bakteri
(Xanthomonas campestris) (Semangun, 2000), ulat buah tomat
(Helicoverpa armigera Hubn dan Meloidogyne spp). Menurut laporan
Setiawati (1991), kehilangan hasil panen tomat karena serangan hama H.
armigera mencapai 52%. Dalam upaya untuk memperkecil kerugian
ekonomi usaha tani tomat karena serangan hama dan penyakit, pada
umumnya para petani tomat menggunakan pestisida secara intensif.
Pestisida dianggap sebagai teknologi yang mudah diterapkan, hasilnya
efektif, tersedia dengan mudah di tingkat petani, dan yang penting secara
ekonomis masih menguntungkan apalagi dengan harga pestisida yang
sebagian besar disubsidi oleh Pemerintah. Pestisida dianggap sebagai
jaminan bagi keselamatan dan keberhasilan tanaman bagi petani, sehingga
dapat dikatakan bahwa pestisida tidak dapat dilepaskan dari petani
sayuran.
Berdasarkan peraturan Menteri Pertanian tahun 2009 yang
ditetapkan oleh Depertemen Pertanian (Deptan), salah satu pestisida yang
digunakan pada tomat adalah profenofos dan deltametrin. Curacron
(profenofos) dan decis (deltametrin) merupakan salah satu produk
pestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit pada
tomat. Golongan organofosfat dan piretroid merupakan jumlah pestisida
terbesar yang beredar di pasar dan banyak digunakan dalam bidang
pertanian.
Di dalam tubuh organofosfat berikatan dengan enzim
Asetilkolinesterase (AChE) yang mengakibatkan penumpukan asetikolin
pada syaraf (Achmadi, 2008 dan Sartono, 2002). Asetilkolin yang
ditimbun dalam susunan syaraf pusat akan mengakibatkan tremor,
inkoordinasi, kejang-kejang, dan lain-lain. Dalam sistem syarat autonom
akumulasi ini akan menyebabkan diare, urinisasi tanpa sadar, bronko
konstriksi, dan miosis. Profenofos merupakan salah satu jenis insektisida
organofosfat dengan batas maksimum residu sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia yaitu 2 mg/kg pada tomat. Profenofos dilaporkan dapat
menyebabkan kerusakan genetik pada studi jamil et al. - menggunakan
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kultur limfosit darah perifer manusia, menginduksi kelainan kromosom
dalam sel somatic pada mencit jantan (Fahmy dan Abdalla, 1998), dan
memberikan efek genotoksik dan histopatologik pada tikus. (Fatma et al.,
2007), bertindak sebagai disruptor endokrin enzim sitokrom dan
mempengaruhi konsentrasi testosteron pada tikus jantan yang diberikan
profenofos secara oral 17.8 mg/kg BB (Gihan et al., 2008)
Deltametrin merupakan pestisida golongan piretroid (Nollet &
Rathore, 2010). Batas maksimum residu deltametrin pada tomat
berdasarkan Standar Nasional Indonesia adalah 0,3 mg/kg. Deltametrin
dilaporkan dapat menimbulkan kejang, ataksia, dermatitis, diare, tremor,
dan muntah. Reaksi alergi terhadap senyawa ini melalui eksposur kulit
juga umum di antara pekerja pertanian. Keracunan oral terjadi pada
manusia dengan dosis 2-250 mg/kg, sedangkan konsumsi 100-250 mg/kg
dapat menginduksi koma. Selain itu, menimbulkan efek genotoksik pada
studi villarini et al - menggunakan leukosit darah perifer manusia,
menurunkan sebagian besar organ genital dan motilitas sperma pada tikus
dengan dosis 1 dan 2 mg/kg BB (Abd el - Aziz et al., 1994), menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan, hipoplasia paru-paru, dan dilatasi pelvis ginjal
pada janin pada tikus betina yang diberikan deltametrin dengan dosis 1,
2,5 atau 5 mg / kg BB (Abdel-Khalik et al., 1993).
Pestisida digunakan berkali-kali selama waktu pertumbuhan dan
kadang tetap digunakan pada saat menjelang panen untuk meningkatkan
hasil panen dan meningkatkan kualitas (Randhawa et al., 2006).
Penggunaan pestisida yang berlebihan menjadi sumber pencemaran pada
bahan pangan, air, dan lingkungan hidup. Akibatnya, residu yang
ditinggalkan secara langsung maupun tidak langsung sampai ke tubuh
manusia.
Meskipun produk organik merupakan pilihan yang baik untuk
menghindari pestisida, namun kenyataannya harga produk yang mahal
menjadi hambatan bagi banyak orang. Cara yang bisa dilakukan untuk
mengurangi residu pestisida yang tertinggal dalam sayuran selain
pencucian dengan air mengalir adalah dengan perendaman dengan air
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
garam. Ada beberapa studi yang membuktikan efektivitas air garam dalam
menghilangkan pestisida dari permukaan buah dan sayur. Dalam studi
Radwan et al., air garam 1% dapat mengurangi sekitar 7 - 97% profenofos
pada komoditas paprika, cabai dan terong (Radwan et al., 2005). Pada
studi Klinhom et al., air garam 0.9% dapat mengurangi 39% methomil dan
91% carbaryl pada kubis (Klinhom et al., 2008) dan pada studi Satpathy et
al. air garam 0.9% dapat mengurangi sekitar 50 % klorpirifos pada
komoditas okra, tomat, kacang, kembang kol sedangkan pada terong dapat
mengurangi 84% klorpirifos (Satpathy et al. 2012).
Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk membandingkan
kadar residu pestisida pada tomat yang mengalami pencucian dan tidak
mengalami pencucian.
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana pengaruh pencucian terhadap kadar residu pestisida
deltametrin dan profenofos pada tomat ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Melakukan validasi metode analisis residu pestisida deltametrin dan
profenofos pada tomat dengan menggunakan kromatografi gas.
2. Melakukan analisis residu pestisida deltametrin dan profenofos pada
tomat menggunakan metode QuEChERS dengan perlakuan sebelum
dan setelah dicuci dengan instrumen kromatografi gas.
3. Melihat pengaruh pencucian terhadap kadar residu pestisida
deltametrin dan profenofos pada tomat
1.4 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi kepada masyarakat agar mencuci sayuran
dan buah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi kadar residu pestisida pada sayuran dan buah tersebut
sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan.
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tomat
2.1.1 Morfologi Tomat
Tomat mempunyai akar tunggang yang tumbuh menembus kedua
tanah dan akar serabut yang tumbuh menyebar kearah samping. Tetapi
dangkal. Batang tanaman tomat berbentuk persegi empat hingga bulat,
berbatang lunak tetapi cukup kuat, berbulu atau berambut halus dan
diantara bulu-bulu tersebut terdapat rambut kelenjar. Batang tanaman
berwarna hijau. Pada ruas batang mengalami penebalan dan pada ruas
bagian bawah tumbuh akar-akar pendek. Selain itu batang tanaman tomat
dapat bercabang dan diameter cabang lebih besar jika dibanding dengan
jenis tanaman sayur lainnya. Daun tanaman tomat berbentuk oval bagian
tepi daun bergerigi dan membentuk celah-celah menyirip serta agak
melengkung ke dalam. Bunga tomat berukuran kecil, diameternya sekitar 2
cm dan berwarna kuning cerah, kelopak bunga berjumlah 5 buah dan
berwarna hijau terdapat pada bagian terindah dari bunga tomat warnanya
kuning cerah berjumlah 6 buah.. Bentuk buah tomat bervariasi,tergantung
varietasnya ada yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong dan bulat
telur (oval) ukuran buahnya juga bervariasi, yang paling kecil memiliki
berat 8 gram dan yang besar memiliki berat 180 gram. Buah yang masih
muda berwarna hijau muda, bila telah matang menjadi merah (Cahyono,
1998).
Gambar 1. Tomat
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.2 Klasifikasi Tanaman Tomat
Tanaman tomat diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersicum
Spesies : Solanum licopersicum Mill. (Redaksi Agromedia, 2007).
2.1.3 Jenis Tomat
Tanaman tomat memiliki beberapa jenis, yaitu ;
A. Tomat biasa (L. commune)
Bentuk buahnya bulat pipih, bentuknya tidak teratur. Jenis tomat ini
sangat cocok ditanam di daerah dataran rendah
B. Tomat apel (L. pyriforme)
Bentuk buahnya bulat, kuat, sedikit keras menyerupai buah apel.
Tanaman ini sangat cocok ditanam di daerah pegunungan. Kedua jenis
tomat inilah yang sering ditemukan di pasar-pasar.
C. Tomat kentang (L. grandiforlum)
Buahnya berbentuk bulat, besar, padat, menyerupai buah apel, tetapi
agak kecil, dan daunnya lebar-lebar.
D. Tomat keriting (L. validum)
Buahnya berbentuk agak lonjong keras seperti alpukat atau papaya
yang dikenal tipe roma. Tomat ini disebut tomat gondola yang
disenangi karena kulitnya tebal. Tomat jenis ini tahan pengangkitan
jarak jauh. Daunnya rimbun keriting seperti terserang oleh penyakit
virus keriting dan berwarna hijau kelam.
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.4 Kandungan Gizi
Berikut ini adalah kandungan gizi dalam 100 gram tomat :
Komponen Jumlah
Vitamin A (SI) 1500
Vitamin B1 (mg) 0,06
Vitamin C (mg) 40
Karbohidrat (g) 4,2
Lemak (g) 0,3
Protein (g) 1
Kalsium (mg) 5
Fosfor (mg) 2,7
Besi (mg) 0,5
Sumber : Susanto dan saneto, 1994
Tabel 1. Kandungan gizi dalam 100 gram tomat
2.1.5 Hama dan Penyakit Tanaman Tomat
Hama dan penyakit penting yang sering menyerang tanaman tomat
dapat dilihat pada tabel berikut :
a. Ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn.)
Ngengat berwarna coklat tua dengan beberapa titik putih bergaris-
garis, kecuali bagian depannya berwarna abu-abu atau pucat. Ngengat
aktif pada malam hari untuk berkopulasi, makan dan bertelur. Lama
hidup ngengat A. ipsilon 7-14 hari. Telur diletakkan berkelompok atau
tunggal pada daun muda. Telur berbentuk bulat kecil bergaris tengah
0.5 mm dan berwarna kuning muda. Telur menetas setelah 3-5 hari.
Larva berwarna coklat tua sampai coklat kehitam-hitaman dan
panjangnya sekitar 30-35 mm. Larva aktif pada senja atau malam hari.
Pada siang hari, larva bersembunyi di permukaan tanah di sekitar
batang tanaman muda, pada celah-celah atau bongkahan tanah kering.
Pada saat istirahat, posisi tubuh larva sering melingkar. Fase
perkembangan larva sekitar 18 hari. Pupa berwarna coklat terang
berkilauan atau coklat gelap. Pupa dibentuk di dalam tanah. Fase pupa
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
adalah 5-6 hari. Tanaman inangnya adalah sayuran muda seperti
kentang, kubis, tomat, cabai, jagung dan lain-lain. Gejala serangan
ditandai dengan terpotongnya tanaman pada pangkal batang.
Akibatnya, tanaman menjadi roboh. Kerusakan semacam ini dapat
mengakibatkan kerugian yang berarti, yaitu matinya tanaman muda
sebesar 75-90% dari seluruh bibit yang ditanam (Sastrodihardjo,
1982).
Gambar 2. Ulat Tanah ( A. ipsilon)
b. Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.)
Serangga dewasa berukuran kecil, berwarna putih dan mudah
diamati karena pada bagian permukaan bawah daun ditutup lapisan
lilin yang bertepung. Ukuran tubuhnya berkisar antara 1 - 1,5 mm.
Siklus hidupnya berkisar antara 7 - 21 hari. Serangga dewasa biasanya
berkelompok dalam jumlah yang banyak. Bila tanaman tersentuh,
serangga tersebut akan beterbangan seperti kabut atau kebul putih.
Telur berbentuk lonjong, agak lengkung seperti pisang, panjangnya
kira-kira antara 0,2 - 0,3 mm dan diletakkan di permukaan bawah
daun. Fase telur adalah 7 hari. Nimfa terdiri atas tiga instar. Instar ke-1
berbentuk bulat telur dan pipih, bertungkai yang berfungsi untuk
merangkak, sedangkan instar ke-2 dan instar ke-3 tidak bertungkai.
Pupa berbentuk oval, agak pipih, berwarna hijau ke putih-putihan
sampai kekuning-kuningan. Pupa terdapat pada permukaan bawah
daun. Tanaman inangnya adalah tomat, cabai, mentimun, kubis,
semangka, kapas dan bunga sepatu. Gejala serangannya berupa bercak
nekrotik pada daun, yang disebabkan oleh rusaknya sel-sel dan
jaringan daun akibat serangan nimfa dan serangga dewasa. Dalam
keadaan populasi tinggi, serangan kutu kebul dapat menghambat
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pertumbuhan tanaman tomat. Embun madu yang dikeluarkan dapat
menimbulkan serangan jamur jelaga yang berwarna hitam.
Gambar 3. Kutu Kebul (B.tabaci)
c. Penyakit Bercak Kering Alternaria
Penyakit ini disebabkan oleh patogen cendawan Alternaria solani.
Patogen ini dapat menyerang bibit dan tanaman muda. Pada bibit,
bercak gelap terbentuk pada daun hipokotil, batang dan daun.
Hipokotil dapat mati dan batang yang terserang akan terkulai. Pada
tanaman yang dewasa, gejala serangannya berupa bercak cokelat
dengan garis-garis yang melingkar berwarna lebih gelap. Bercak pada
batang dan tangkai tanaman tampak lonjong memanjang dan
membesar, yang dikenal dengan nama “busuk leher”. Buah yang
terserang penyakit ini menunjukkan gejala permukaan buah menjadi
sedikit kentot dan pecah-pecah serta ukurannya dapat bertambah besar.
Gambar 4. Gejala serangan penyakit alternaria
d. Penyakit Layu
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Pseudomonas (Ralstonia)
solanacearum, cendawan Fusarium spp. atau Verticillium alboatrum.
Gejala serangan ditandai dengan tanaman layu secara tiba-tiba pada
sebagian daunnya yang berlanjut ke seluruh daun, lalu mengering dan
akhirnya mati. Bila pangkal batang dibelah akan terlihat warna
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pembuluh yang menjadi kecoklat-coklatan karena terserang cendawan
Fusarium spp. Patogen ini merupakan patogen tanah yang tanaman
inangnya cukup banyak dari berbagai famili.
Gambar 5. Tanaman tomat terserang penyakit layu fusarium
e. Penyakit Busuk Daun
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans.
Patogen ini sering menyerang daun, batang dan buah, sehingga sering
menggagalkan panen. Gejalanya adalah bercak basah berwarna abu-
abu dengan bentuk yang tidak beraturan. Bercak berkembang cepat
pada keadaan lembab, dan kapang putih nampak pada pinggiran
bercak. Perkembangan penyakit dipacu oleh kondisi yang basah dan
dingin dan biasanya terjadi di dataran tinggi. Tanaman inangnya yang
lain adalah kentang.
Gambar 6. Gejala serangan penyakit busuk daun
2.2 Pestisida
2.2.1 Definisi Pestisida
Pestisida (Inggris : pesticide) berasal dari kata pest yang berarti
hama dan cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun
hama. Secara umum pestisida dapat didefinisikan sebagai bahan yang
digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pest (hama) dan secara langsung maupun tidak langsung merugikan
kepentingan manusia.
Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat
pengatur tubuh atau perangsang tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme
atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman (PP RI No.6 tahun
1995). USEPA menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang
digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi
hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu
(Soemirat, 2003).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang
pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida,
pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
yang dipergunakan untuk :
a. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak
tanaman, bagian tanaman atau hasil pertanian
b. Memberantas rerumputan
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman
e. Memberantas atau mencegah hama luar pada hewan piaraan atau
ternak
f. Memberantas atau mencegah hama air
g. Memberantas atau mencegah hewan dan jasad renik dalam rumah
tangga, bangunan dan dalam alat pengangkutan.
h. Memberantas atau mencegah hewan yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah atau air
Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act,
pestisida adalah sebagai berikut.
a. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk
mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga,
binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang
dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terdapat pada manusia dan hewan.
b. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur
pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).
2.2.2 Penggolongan Pestisida
Penggolongan pestisida menurut Djojosumarto, 2008. dibagi
menjadi 3 yaitu :
a. Berdasarkan bahan aktifnya :
Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida,
maka pestisida dapat dibedakan menjadi empat golongan yaitu :
1) Pestisida Sintetik, yaitu pestisida yang diperoleh dari hasil sintetis
kimia, contohnya organoklorin, organofosfat, dan karbamat.
2) Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan.
3) Pestisida Biologi, yaitu pestisida yagn berasal dari jasad renik atau
mikroba yaitu jamur, bakteri atau virus.
4) Pestisida Alami, yaitu pestisida yang berasal dari bahan alami.
b. Berdasarkan Cara Kerjanya
Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dapat dibedakan kedalam
beberapa golongan yaitu
1) Pestisida Kontak
Yaitu pestisida yang dapat membunuh OPT (organisme
pengganggu tanaman) bila OPT tersebut terkena pestisida secara
kontak langsung atau bersinggungan dengan residu yang terdapat
di permukaan tanaman
2) Pestisida Sistemik
Yaitu pestisida yang dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian
tanaman. OPT akan mati setelah menghisap/memakan tanaman
atau dapat membunuh gulma sampai ke akarnya.
3) Pestisida Lambung
Yaitu pestisida yang mempunyai daya bunuh setelah OPT
memakan pestisida.
4) Pestisida pernapasan
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dapat membunuh hama yang menghisap gas yang berasal dari
pestisida.
c. Berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan, yaitu :
1) Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia
beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga. Golongan
insektisida antara lain : organofosfat, organoklorin, piretroid dan
karbamat.
2) Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun
dan digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi.
3) Bakterisida, disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung
bahan aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.
4) Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing
5) Akarisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun
yang digunakan untuk membunuh laba-laba.
6) Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia
beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis hewan
pengerat misalnya tikus.
7) Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska yaitu
siput, bekicot, serta trispan yang banyak terdapat di tambak.
8) Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan
untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
2.3 Insektisida
2.3.1 Definisi Insektisida
Menurut Djojosumarto, 2008. kata insektisida secara harfiah
berarti pembunuh serangga yang berasal dari kata insekta yang berarti
serangga dan cida yang berarti pembunuh. Insektisida adalah alat yang
ampuh yang tersedia untuk penggolongan hama, apabila hama sudah
mendekati atau melewati kerusakan ekonomi maka insektisida adalah
salah satu pengendali yang dapat diandalkan untuk menghadapi keadaan
darurat.
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.2 Penggolongan Insektisida berdasarkan Susunan Kimia
Banyak penggolongan/jenis pestisida yang beredar di pasaran, baik
yang ditujukan pada hewan, tumbuhan maupun jasad renik. Untuk
mengendalikan jenis serangga maupun hewan yang berpotensi sebagai
organisme pengganggu tanaman adalah insektisida. Penggolongan
insektisida berdasarkan susunan kimia dibedakan menjadi :
a. Insektisida inorganik adalah senyawa insektisida yang tidak
mengandung unsur karbon, contoh : arsenikum, merkurium, boron,
tembaga, sulfur, asam borat, kalsium sianida, arsen, timbal dan lain-
lain.
b. Insektisida organik alamiah adalah senyawa insektisida yang
mengandung unsur karbon, insektisida organik alamiah merupakan
insektisida yang terbuat dari tanaman (botani) dan bahan alami
lainnya.
c. Insektisida organik sintetik:
1) Organoklorin, insektisida ini sedikit digunakan di Negara
berkembang karena insektisida organoklor adalah senyawa yang
tidak reaktif, memiliki sifat yang sangat tahan, baik dalam tubuh
maupun dalam lingkungan. Memiliki kelarutan sangat tinggi dalam
lemak dan memiliki kemampuan tergradasi yang lambat.
2) Organofosfat ditemukan pada tahun 1945. Struktur kimia dan cara
kerjanya berhubungan dengan gas syaraf. Organofosfat dapat
menurunkan populasi serangga dengan cepat, persistensinya di
lingkungan sedang sehingga organofosfat secara bertahap
menggantikan organoklorin. Sampai saat ini, organofosfat masih
merupakan insektisida yang paling banyak digunakan di seluruh
dunia. Golongan organofosfat bekerja dengan cara menghambat
aktivitas enzim kolinesterase, sehingga asetilkolin tidak
terhidrolisa. Oleh karena itu, keracunan pestisida golongan
organofosfat disebabkan oleh asetilkolin yang berlebihan,
mengakibatkan perangsangan secara terus-menerus pada saraf.
Keracunan ini dapat terjadi melalui mulut, inhalasi dan kulit.
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3) Karbamat dikenalkan pada tahun 1951 oleh Geology Chemical
Company di Switzerland dan dipasarkan pada tahun 1965. Cara
kerjanya sama seperti golongan organofosfat, yaitu menghambat
aktivitas enzim kolinesterase.
4) Piretroid digunakan sejak tahun 1970-an. Keunggulannya karena
memiliki pengaruh “knock down” atau menjatuhkan serangga
dengan cepat, dan tingkat toksisitasnya rendah bagi manusia.
Tetapi perkembangan hama yang baru dapat tahan terhadap
insektisida piretroid.
5) Fumigan, contoh : metilbromida, etilen dibromida, karbon
disulfide, fosfin dan naftalin.
6) Minyak-minyak mineral adalah minyak parafin yang dihaluskan
dan dibuat emulsi yang diaplikasikan secara ringan pada tanaman
untuk mengendalikan tungau dan kutu tanaman. Contoh :
dinitrokresol.
7) Zat –zat pengatur tumbuh serangga.
8) Senyawa-senyawa mikroba contoh : bacillus thuringiensis.
Senyawa tersebut banyak dipergunakan untuk mengendalikan
hama Lepidoptera, bacilus piliae dan bacillus lentimorphus untuk
mengendalikan kumbang jepang.
2.4 Organofosfat
Senyawa ini menghambat asetilkolinesterase yang mengakibatkan
akumulasi asetilkolin sehingga terjadi peningkatan aktifitas syaraf dengan
gejala seperti sakit kepala, mual, muntah, sesak nafas, kejang otot dan
dapat mengakibatkan kelumpuhan. Umumnya organofosfat digunakan
sebagai racun pembasmi serangga.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida
organofosfat adalah
a. Dosis
b. Toksisitas senyawa organofosfat
c. Jangka waktu dan lamanya terpapar
d. Jalan masuk organosofat ke dalam tubuh.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Cara kerja organofosfat adalah menghambat penyaluran impuls
saraf dengan cara mengikat kolinesterase sehingga tidak terjadi hidrolisis
asetilkolin. Tanda-tanda keracunan organofosfat ialah sakit kepala, lemah
anggota badan, pusing, mual, muntah, berkeringat banyak, keluar air liur
yang banyak, sakit perut pandangan menjadi kabur, pingsan, dan susah
bernafas. Tanda-tanda ini akan hilang setelah 12 jam. Keracunan akut
dapat terjadi bila terhirup racun organofosfat dengan gejala yang
ditimbulkan seperti radang saluran atas pernafasan, radang paru-paru dan
selaput mukosa. Sedangkan gejala keracunan kronik dapat terjadi bila
terpapar dalam waktu yang lama dengan gejala sukar bernafas dan batuk-
batuk. Sewaktu insektsida organofosfat terpajan kepada seseorang,
asetilkolinesterase dihambat sehingga terjadi akumulasi asetilkolin,
asetilkolin yang ditimbun dalam susunan syaraf pusat akan mengakibatkan
tremor, inkoordinasi, kejang kejang, dan lain-lain. Dalam sistem syaraf
autonom akumulasi ini akan menyebabkan diare, urinisasi tanpa sadar,
bronkokonstriksi, miosis. (Alegantina., dkk., 2005).
2.4.1 Profenofos
Sifat fisika kimia
a. Rumus bangun :
Gambar 7. Struktur Profenofos
b. Rumus molekul : C11H15BrClO3PS
c. Berat molekul relatife : 373,6
d. Nama umum : Profenofos
e. Nama Kimia : O-(4bromo-2-chloro phenyl)O-ethyl S-propyl
phosphorothioate
f. Nama dagang : Curacron ; Sanofos
g. Pemerian cairan kuning dengan aroma seperti garlic
h. Titik lebur : 100°C kelarutan : 28 mg/L dalam air, mudah larut dalam
pelarut organik
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
i. Stabilitas : relatif stabil pada kondisi netral dan agak asam, tidak stabil
dalam kondisi alkali
j. BMR : 2 mg/kg
Studi Bhinder et al. menunjukkan bahwa profenofos dapat
menyebabkan mutasi DNA pada Nyamuk Culex quinquefasciatus
menggunakan PCR assay. Profenofos dilaporkan dapat menyebabkan
kerusakan genetik pada studi jamil et al. menggunakan kultur limfosit
darah perifer manusia, menginduksi kelainan kromosom dalam sel somatic
pada mencit jantan (Fahmy dan Abdalla, 1998), dan memberikan efek
genotoksik dan histopatologik pada tikus (Fatma et. al., 2007), bertindak
sebagai disruptor endokrin enzim sitokrom dan mempengaruhi konsentrasi
testosteron pada tikus jantan yang diberikan profenofos secara oral 17.8
mg/kg BB (Gihan et al., 2008)
2.5 Piretroid
Insektisida dari kelompok piretroid merupakan analog dari
piretrum yang menunjukan efikasi yang lebih tinggi terhadap serangga dan
pada umumnya toksisitasnya terhadap mamalia lebih rendah dibandingkan
dengan insektisida lainnya. Namun toksik terhadap ikan, tawon madu, dan
serangga berguna lainnya. Berkerja secara kontak dan tidak sistemik. Cara
kerja piretroid adalah mempengaruhi sistem saraf serangga atau mamalia
dengan merangsang sel-sel saraf untuk menghasilkan efek pengulangan
(repetitive) yang berakhir dengan kelumpuhan dan kematian. Efek ini
disebabkan rendahnya penutupan saluran natrium dalam akson saraf,
sehingga natrium bergerak cepat dalam sel-sel dan merubah fungsi akson
saraf.
2.5.1 Deltametrin
a. Rumus Bangun :
Gambar 8. Struktur Deltametrin
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Nama Umum : Deltametrin
c. Nama Kimia : (S)-Cyano(3-phenoxyphenyl)methyl (1R,3R)-3-(2,2-
dibromovinyl)-2,2-dimethylcyclopropanecarboxylate
d. Nama Dagang : Decis
e. Pemerian : cairan kuning dengan bau aromatik
f. Rumus Molekul : C22H19Br2NO3
g. Berat Molekul relative : 505,2 g/mol
h. Titik Didih : 98-101°C
i. Massa Jenis: 1,5 g/cm3
j. Kelarutan : larut dalam aseton, etanol dan dioxan.
k. BMR : 0,3 mg/kg
Deltametrin dilaporkan dapat menimbulkan kejang, ataksia,
dermatitis, diare, tremor, dan muntah. Reaksi alergi terhadap senyawa ini
melalui eksposur kulit juga umum di antara pekerja pertanian. Keracunan
oral terjadi pada manusia pada dosis 2-250 mg/kg, sedangkan konsumsi
100-250 mg/kg dapat menginduksi koma selain itu menimbulkan efek
genotoksik pada studi villarini et al. menggunakan leukosit darah perifer
manusia, menurunkan sebagian besar organ genital dan motilitas sperma
pada tikus dengan dosis 1 dan 2 mg/kg BB (Abd el - Aziz et al., 1994),
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, hipoplasia paru-paru, dan
dilatasi pelvis ginjal pada janin pada tikus betina yang diberikan
deltametrin dengan dosis 1, 2,5 atau 5 mg / kg BB (Abdel-Khalik et al.,
1993).
2.6 Residu Pestisida dalam Tanaman
Residu adalah bahan kimia pestisida yang terdapat di atas atau di
dalam benda dengan implikasi waktu atau penuaan (aging), perubahan
kimia (alteration) atau kedua-duanya (Tarumingkeng, 1992). Menurut Mc
Ewen dan Stephenson (1979), residu pestisida dalam bahan makanan
khususnya sayuran, selain dari pestisida yang langsung diaplikasikan pada
tanaman dapat juga karena terkontaminasi atau karena ditanam pada tanah
yang mengandung residu pestisida yang persisten.
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menurut Sutamihardja et al., (1982) tidak hanya gulma yang
dipengaruhi oleh pestisida, tetapi juga beberapa jenis tumbuhan seperti
tanaman sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman makanan lainnnya. Hal
ini disebabkan pada waktu aplikasi pestisida terhadap hama dan penyakit
tanaman, terjadi deposit pestisida dan akhirnya menjadi residu pada
tanaman terseut.
Residu pestisida adalah sisa pestisida, termasuk hasil perubahannya
yang terdapat pada atau dalam jaringan manusia, hewan, tumbuhan, air,
udara atau tanah (Deptan, 2007). Beberapa yang mengindikasikan batas
residu, digunakan untuk memprediksi pemasukan residu pestisida. Batas
maksimum residu (BMR) adalah salah satu indeks konsentrasi maksimum
dari residu pestisida (ditetapkan dalam mg/kg) yang direkomendasikan
sebagai batasan yang diijinkan secara legal pada komoditas makanan dan
daging hewan.
2.7 Metode QuEChERS
QuEChERS berasal dari kata Quick (Cepat); Easy (Mudah); Cheap
(Murah); Effective (EFektif); Rugged (stabil); Safe (aman). Metode ini
merupakan metode yang diperkenalkan untuk menganalisis berbagai
macam residu pestisida dalam makanan dengan menghancurkan sampel
(buah-buahan, sayuran, daging, dan jenis makanan lainnya) dalam blender.
Metode QuEChERS memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode
tradisional, diantaranya sebagai berikut:
a) Recovery tinggi (>85%), dicapai untuk polaritas yang luas dan
volatilitas berbagai pestisida, termasuk analit yang sulit
b) Sangat akurat (benar dan tepat) hasil yang dicapai
c) Throughput/ kualitas pengerjaan sampel tinggi, sekitar 10 sampel
dimungkinkan selesai sekitar 30-40 menit
d) Penggunanan hanya sedikit pelarut
e) Dapat melakukannya tanpa banyak pelatihan atau keterampilan teknis
f) Metodenya sangat baik karena pembersihan ekstrak dilakukan utnuk
menghilangkan asam organik
g) Biaya reagen dalam metode sangat murah
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
h) Hanya sedikit perangkat yang diperlukan untuk persiapan sampel
2.8 Kromatografi Gas
2.8.1 Gas Pembawa
Gas pembawa digunakan sebagai fase gerak, gas yang lazim
dipakai adalah helium, hidrogen, atau nitrogen (DAY dan
UNDERWOOD, 2002). Adapun persyaratan-persyaratan yang harus
dipenuhi oleh gas pembawa adalah :
a) Inert
b) Murni
c) Cocok untuk detector yang digunakan
2.8.2 Sistem Penginjeksian Sampel
Injektor merupakan tempat injeksi yang digunakan sebagai tempat
untuk menyuntikkan sejumlah volume tertentu dari cuplikan sampel.
Dalam kromatograf gas, sampel yang masuk ke dalam kolom harus dalam
bentuk fase gas. Oleh karena itu, senyawa yang berbentuk padatan atau
cairan harus dapat diuapkan terlebih dahulu di dalam injector sebelum
masuk ke dalam kolom. Penguapan dilakukan dengan cara pemanasan,
karena itu pada bagian injector ini selalu dipanaskan.
Syringe digunakan untuk menyuntikkan sampel ke dalam injector.
Jarum suntik mikro ini dibuat dari bahan lembam dan tidak menyerap
komponen-komponen dalam sampel uji. Bahan yang paling cocok adalah
baja tahan karat (stainless steel). Untuk tembaga, kuningan, dan aliasi
logam tembaga yang lainnya tidak dapat digunakan. Alat ini ditusukkan
melalui septum yang terdapat pada tempat injeksi. Fungsi septum pada
tempat injeksi yaitu untuk mencegah kebocoran gas pada kolom
(KHOPKAR, 1990)
2.8.3 Kolom
Pada bagian inilah terjadinya pemisahan komponen dari cuplikan.
Secara umum kolom yang lebih panjang dapat memisahkan lebih baik,
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
namum waktu analisisnya lebih lama. Semakin kecil diameter dalam,
semakin baik pemisahannya. Kolom dibuat spiral untuk menghemat
tempat. Kolom berisi fase diam dan tempat fase gerak akan lewat di
dalamnya sambil membawa sampel. Secara umum terdapat 2 jenis kolom
yaitu kolom terpaket (pcked column) umumnya terbuat dari glass atau
stainless steel coil dengan panjang 1-5 m dan diameter kira-kira 5 mm.
kolom kapiler, lebih menyerupai pipa dengan ruang yang sempit serta
memiliki diameter dalam sebesar 0.3-0.5 mm.
2.8.4 Termostat
Thermostat memiliki 3 macam fungsi yaitu : mengatur suhu secara
terpisah pada injection port, kolom dan detektor. Pengaturan suhu sangat
penting karena pemisahan sangat dipengaruhi suhu dalam kolom sehinga
suhu dalam kolom diatur oleh thermostat agar tidak menganggu
pemisahan.
Ada dua cara mengatur suhu kolom:
a) Isotermal dimana suhu diatur selama analisis
b) Temperatur program dimana suhu diatur selama rentang waktu analisis
2.8.5 Detektor
Detektor adalah alat untuk menunjukkan dan mengukur jumlah
komponen yang dipisahkan oleh gas pembawa. Alat ini akan mengubah
analit yang telah terpisahkan dan dibawa oleh gas pembawa menjadi sinyal
listrik yang proporsional. Oleh karena itu, alat ini tidak boleh memberikan
respon terhadap gas pembawa yang mengalir pada waktu yang bersamaan.
Kuat lemahnya sinyal bergantung pada laju aliran massa sampel dan bukan
pada konsentrasi sampel gas penunjang. Range suatu detector dinyatakan
sebagai sinyal terbesar yang teramati dibagi sinyal terlemah yang masih
terdeteksi dan masih memberikan respon yang linear. Detektor harus
terletak dekat kolom baik untuk menghindarkan kondensasi cairan maupun
dekomposisi sampel sebelum mencapai detector (KHOPKAR, 1990)
Beberapa contoh detector yang digunakan antara lain :
a) FID (Flame Ionization Detector)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b) TCD (Thermal Conductivity Detector)
c) MS (Mass spectrophotometer)
d) ECD (Electron Capture Detector)
e) FPD (Flame Photomeric Detector)
2.8.6 Rekorder
Rekorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detector menjadi
bentuk kromatogram. Dari kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan
analisis kualitatif dan kuantitatif.
2.9 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah proses dimana suatu metode
ditetapkan melalui serangkaian uji laboratorium untuk menjelaskan bahwa
karakter penampilan metode tersebut memenuhi persyaratan untuk
penerapan metode yang dimaksud. (Gandjar dan Rohman., 2007).
Validasi metode menurut United states Pharmacopoeia (USP,
2004) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik,
reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu
metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa
parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem
analisis.
2.9.1 Liniearitas
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh
hasil uji secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada
kisaran yang diberikan (gandjar dkk., 2007). Linieritas yang dapat diterima
harus memenuhi persyaratan regresi linier yaitu pada nilai ≥ 0.98.
2.9.2 Batas Deteksi (Limit Of Detection, LOD)
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah
dalam sampel yang masih dapat dideteksi dan masih memberikan respon
yang cukup bermakna, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD
merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit diatas
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atau di bawah nilai tertentu. Nilai LOD dapat dihitung berdasarkan
(Rumus 1). (Gandjar dkk., 2007).
Rumus 1 : Cara menghitung nilai batas deteksi
LOD = 3 ×sb
b
Dimana:
Sb : Simpangan baku
b : Slope/Kemiringan (Garis linier dari kurva kalibrasi)
2.9.3 Batas Kuantifikasi (Limit Of Quantification, LOQ)
Batas kuantifikasi didefiniskan sebagai konsentrasi analit terendah
dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat
diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. LOQ
diekspresikan sebagai konsentrasi yang dapat memberikan respon
memenuhi kriteria cermat dan seksama. LOQ dapat dihitung berdasarkan
(Rumus 2). (Gandjar dan Rohman 2007)
Rumus 2 : Cara menghitung nilai batas kuantifikasi
LOQ = 10 ×sb
b
Dimana:
Sb : Simpangan baku
b : Slope/Kemiringan (Garis linier dari kurva kalibrasi)
2.9.4 Akurasi (ketetapan)
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan
antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai
sebenarnya atau nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya pestisida
yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking
pada suatu sampel. Kriteria cermat diberikan jika hasil analisis
memberikan rasio antara 80-120%. Nilai akurasi dapat diperoleh
berdasarkan perhitungan pada (Rumus 3). (Gandjar, dkk.,2007)
Rumus 3 : Cara menghitung nilai perolehan kembali
% Perolehan Kembali = Kadar Hasil Analisis
Kadar Sesungguhnya ×100 %
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.9.5 Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan
biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah
sampel yang berbeda signifikan secara statisitk. Presisi seringkali
diekspresikan Standar Deviasi Relatif (RSD) dari serangkaian data
(Gandjar dkk.,2007). Presisi dapat dihitung berdasarkan (Rumus 4).
Rumus 4. Cara menghitung nilai RSD
RSD = SD
X ×100 %
Dimana:
X : Rata-rata data
SD : standar deviasi yang diperoleh berdasarkan (rumus 5)
Rumus 5 : Cara menghitung nilai SD
SD= (x – X )
2
N ̶ 1
Dimana :
X : Rata-rata data
X : Data kadar hasil analisis
N : Jumlah pengulangan data
25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kromatografi gas
(Thermo Scientific TRACE 1300 Series GC) dan sentrifus (Hettich EBA
21). Sedangkan, alat gelas yang digunakan adalah labu ukur (Pyrex), gelas
ukur (Pyrex), tabung sentrifus 50 ml, tabung disque 2 ml, vial, kaca arloji,
tabung reaksi, batang pengaduk, spatula, pipet, syringe (Thermo),
mikropipet, timbangan analitik (Mettler Teledo), blender (Phillips).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tomat, asetonitril,
aquades, magnesium sulfat, CH3COONa, n-Heksan, aseton, NaCl, PSA
(kombinasi amin primer dan sekunder), baku pestisida (profenofos dan
deltametrin), Curacron 500 EC, serta Decis 25 EC.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2014 di Balai
Pengujian Mutu Hasil Tanaman Pangan Holtikultura Provinsi DKI Jakarta
(BPMHTPH).
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel tomat sebanyak ± 10 kg dengan berat masing
masing tomat sekitar 45 - 100 gram. Lokasi pengambilan sampel tersebut
yaitu di pasar induk Kramat Jati. Sampel yang telah diambil, dimasukkan ke
dalam plastik kemudian disimpan ke dalam pendingin.
3.3.2 Determinasi Tanaman
Tomat dikumpulkan dan dilakukan determinasi tanaman di LIPI
Bogor.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.3 Validasi Metode QuEChERS
3.3.3.1 Uji Linearitas
A. Pembuatan larutan standar pestisida
1. Larutan Induk Profenofos 1007.44 ppm
Profenofos ditimbang sebanyak 10,0744 mg, dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 ml, lalu ditambahkan pelarut n-heksan aseton (9:1)
sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.
2. Larutan Profenofos 100.744 ppm
Dipipet profenofos sebanyak 1 ml dari larutan induk profenofos,
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, lalu ditambahkan pelarut n-
heksan aseton (9:1) sampai tanda batas dan dikocok hingga
homogen.
3. Larutan Profenofos 1.00744 ppm
Dipipet profenofos sebanyak 0.1 ml dari larutan profenofos
100.744 ppm, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, lalu
ditambahkan pelarut n-heksan aseton (9:1) sampai tanda batas dan
dikocok hingga homogen.
4. Larutan Induk Deltametrin 1006.94 ppm
Deltametrin ditimbang sebanyak 10,0694 mg, dimasukkan ke
dalam labu ukur 10 ml, lalu ditambahkan pelarut n-heksan aseton
(9:1) sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.
5. Larutan Deltametrin 100.694 ppm
Dipipet deltametrin sebanyak 1 ml dari larutan induk deltametrin,
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, lalu ditambahkan pelarut n-
heksan aseton (9:1) sampai tanda batas dan dikocok hingga
homogen.
6. Larutan Deltametrin 1.00694 ppm
Dipipet deltametrin sebanyak 0.1 ml dari larutan deltametrin
100.694 ppm dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, lalu
ditambahkan pelarut n-heksan aseton (9:1) sampai tanda batas dan
dikocok hingga homogen.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
B. Persiapan Sampel
1. Masing-masing tomat disuntik deltametrin sebanyak 128 µl
(deltametrin 0.25 ppm), 257 µl (deltametrin 0.5 ppm), 375 µl
(deltametrin 0.75 ppm), 485 µl (deltametrin 1 ppm), 725 µl
(deltametrin 1.5 ppm), 945 µl (deltametrin 2 ppm) dari larutan
deltametrin 100.694 ppm, kemudian didiamkan selama 24 jam.
Selanjutnya tomat dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam
blender lalu ditimbang dengan seksama ± 10 gram.
2. Masing-masing tomat disuntik profenofos sebanyak 128 µl
(profenofos 0.25 ppm), 257 µl (profenofos 0.5 ppm), 375 µl
(profenofos 0.75 ppm), 485 µl (profenofos 1 ppm), 725 µl
(profenofos 1.5 ppm), 945 µl (profenofos 2 ppm) dari larutan
profenofos 100.744 ppm, kemudian didiamkan selama 24 jam.
Selanjutnya tomat dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam
blender lalu ditimbang dengan seksama ± 10 gram.
C. Ekstraksi residu pestisida pada sampel
Sampel sebanyak ± 10 g dimasukkan ke dalam tabung sentrifus 50
ml, kemudian ditambahkan 10 ml asetonitril lalu tabung ditutup.
Setelah itu, dikocok kuat selama 45 detik lalu ditambahkan 6 g MgSO4
dan 1,5 g CH3COONa kemudian dikocok kembali selama 45 detik.
Selanjutnya, disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 4000 rpm
lalu diambil bagian supernatan dan dimasukkan ke dalam tabung
sentrifus. Kemudian, ditambahkan 50 mg PSA (Primary Secondary
Amine) dan 150 mg MgSO4. Selanjutnya tabung ditutup, dan dikocok
selama 20 detik lalu disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan
4000 rpm. Setelah itu, 0.5 ml supernatan dipindahkan ke vial untuk
kromatografi gas lalu diinjeksi ke dalam kromatografi gas.
D. Analisis dengan Kromatografi Gas
Sampel diinjeksi ke dalam kromatografi gas. Kondisi kromatografi
gas untuk deteksi deltametrin sebagai berikut :
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kolom : Rtx-5
Panjang kolom : 30 cm
Diameter kolom : 0,25 mm
Gas Pembawa : Nitrogen dalam 1.5 ml / menit
Detektor : ECD (Electron Capture Detector)
Suhu Detektor : 320°C
Suhu Injektor : 250°C
Mode : Splitless
Oven : Temperature awal 210°C ditahan selama 1 menit,
lalu mengalami kenaikan 14°C per menit sampai 280°C (ditahan
selama 8 menit)
Kondisi kromatografi gas untuk deteksi Profenofos :
Kolom : Rtx-5
Panjang kolom : 30 cm
Diameter kolom : 0,25 mm
Gas Pembawa : Nitrogen dalam 1.5 ml / menit
Detektor : FPD (Flame Photomeric Detector)
Suhu Detektor : 280°C
Suhu Injektor : 230°C
Mode : Splitless
Oven : Temperature awal 120°C ditahan selama 1 menit,
lalu mengalami kenaikan 10°C per menit sampai 260°C (ditahan
selama 2 menit)
3.3.3.2 Uji Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)
Penetapan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) dapat
dihitung secara statistik mengunakan data yang diperoleh pada uji
linearitas. Jumlah data yang diambil sebanyak 6 data yang diperoleh dari
uji linearitas.
3.3.3.3 Uji Perolehan Kembali
Tomat yang telah disuntik profenofos dan deltametrin dengan
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
konsentrasi 0.5, 1, dan 2 ppm, didiamkan selama 24 jam lalu dilakukan
ekstraksi residu pestisida pada sampel, dan diinjeksi ke dalam
kromatografi gas.
3.3.3.4 Penentuan Standar Deviasi
Penentuan standar deviasi dapat dihitung menggunakan data yang
diperoleh pada uji perolehan kembali
3.3.4 Analisis Kualitatif Residu Pestisida Deltametrin dan Profenofos
Sebelum Perendaman dengan Larutan Pestisida
Tomat sebanyak ± 250 g dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam
blender lalu ditimbang dengan seksama ± 10 gram. Setelah itu, dilakukan
ekstraksi residu pestisida pada sampel dan dianalisis dengan kromatografi
gas.
3.3.5 Analisis Kuantitatif Residu Pestisida Deltametrin dan Profenofos
pada Tomat Setelah Perendaman dengan Larutan Pestisida
A. Pembuatan Larutan Pestisida Deltametrin dan Profenofos
Konsentrasi 20 ppm : Ditimbang ± 200 mg curacron 500 EC dan ±
4000 mg decis 25 EC kemudian dilarutkan dalam 5 L air. (Perhitungan
di lampiran 2) Setelah itu, tomat sebanyak ± 5 kg direndam dalam
larutan tersebut selama 24 jam. Kemudian, dikering-anginkan selama
±1 jam.
B. Pembuatan Larutan NaCl
1. Larutan NaCl 0.9%
Ditimbang NaCl sebanyak 9 gram kemudian dilarutkan dalam 1 L
air kemudian diaduk hingga homogen.
2. Larutan NaCl 5%
Ditimbang NaCl sebanyak 50 gram kemudian dilarutkan dalam 1 L
air kemudian diaduk hingga homogen.
3. Larutan NaCl 10%
Ditimbang NaCl sebanyak 100 gram kemudian dilarutkan dalam
1 L air kemudian diaduk hingga homogen.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
C. Persiapan sampel
Tomat sebanyak ± 5 kg (berat kisaran tomat 45-75 g) yang telah
direndam dengan pestisida dibagi menjadi 5 bagian, masing-masing
bagian sebanyak ± 1 kg, kemudian dari masing-masing bagian diambil
sampel sebanyak ± 250 gram
D. Perlakuan terhadap sampel
Untuk masing-masing bagian sampel dilakukan perlakuan sebagai
berikut:
1. ±250 gram tomat tidak dicuci (kontrol)
2. ±250 gram tomat dicuci dengan air mengalir sambil digosok (5
menit)
3. ±250 gram tomat direndam dengan NaCl 0.9 % sambil digosok (5
menit)
4. ±250 gram tomat direndam dengan NaCl 5 % sambil digosok (5
menit)
5. ±250 gram tomat direndam dengan NaCl 10 % sambil digosok (5
menit)
Setelah itu sampel dipotong kecil-kecil dan diblender, dilakukan
ekstraksi residu dan dianalisis dengan kromatografi gas.
3.3.6 UJi F (One-Way Anova)
Uji F dilakukan terhadap data hasil kadar residu deltametrin dan
profenofos secara kromatografi gas untuk mengetahui apakah ada
perbedaan nilai rata-rata yang signifikan dari kadar residu deltametrin dan
profenofos dengan perlakuan sebelum dan setelah dicuci. Uji F dapat
disimpulkan berdasarkan perbandingan nilai probabilitas. Jika probabilitas
> 0.05, maka Ho diterima sehingga menunjukkan bahwa tidak adanya
perbedaan nilai rata-rata kadar residu pestisida pada tomat yang
signifikan. Sebaliknya, jika probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak sehingga
menunjukkan adanya perbedaan nilai rata-rata kadar residu pestisida pada
tomat yang signifikan.
31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Determinasi Tanaman
Sampel tomat sebanyak ±10 kg diambil dari pasar induk Kramat Jati
dengan berat masing-masing tomat berada di kisaran 45-100 gram.
Kemudian, dilakukan determinasi tanaman di LIPI Bogor. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa tomat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Solanum Lycopersicum Lam. (Lampiran 20) berdasarkan
jenisnya, tomat ini merupakan jenis tomat apel (L. pyriforme) dimana
bentuk buahnya bulat, kuat, sedikit keras menyerupai buah apel.
4.2 Validasi Metode QuEChERS
Pada penelitian ini telah dilakukan analisis residu pestisida pada tomat
dengan melakukan prosedur validasi terlebih dahulu untuk penentuan
kadar residu pestisida deltametrin dan profenofos dengan perlakuan
sebelum dan setelah dicuci.
4.2.1 Uji Liniearitas
Validasi metode penetapan kadar diawali dengan uji linieritas dan
pembuatan kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi merupakan hubungan antara
respon instrument berupa luas area kurva dari analit terhadap konsentrasi
dari analit. Suatu kurva kalibrasi yang baik akan menghasilkan nilai
koefisien relasi ( r ) mendekati 1, yang artinya peningkatan luas area kurva
analit berbanding lurus dan signifikan dengan peningkatan konsentrasinya.
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran terhadap 6 seri konsentrasi
deltametrin dan profenofos (0.25 ; 0.5 ; 0.75 ; 1 ; 1.5 ; 2) µg/ml. Hubungan
antara konsentrasi deltametrin dan profenofos dengan luas area yang
dihasilkan ditunjukkan oleh kurva kalibrasi pada gambar 9 dan 10.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 9. Kurva Kalibrasi Deltametrin
Gambar 10. Kurva Kalibrasi Profenofos
Pada uji liniearitas, hubungan antara konsentrasi dengan luas area
puncak diperoleh nilai koefisien korelasi (r) untuk deltametrin sebesar
0.9866 dan profenofos sebesar 0.9911. Dari kedua kurva tersebut
menunjukkan koefisien korelasi mendekati satu, hal ini menandakan kedua
kurva tersebut memenuhi syarat sehingga dapat digunakan untuk
menghitung konsentrasi deltametrin dan profenofos pada sampel tomat.
4.2.2 Uji Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)
Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang
masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dikuantitasi. Sedangkan batas
kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih
dapat ditentukan dengan metode yang digunakan dan memenuhi criteria
cermat dan seksama (Harmita, 2006). Pada penelitian ini diperoleh nilai
LOD dan LOQ deltametrin sebesar 0.254 µg/ml dan 0.848 µg/ml.
y = 249,499.529x - 30,386.696
R² = 0.9911
0
200000
400000
600000
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500Lu
as
Are
a (
µv/s
)
Konsentrasi Profenofos (µg/ml)
Kurva Kalibrasi Profenofos
y = 858,317.765x - 149,431.598
R² = 0.9866
0
500000
1000000
1500000
2000000
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Lu
as
are
a (
µv
/s)
Konsentrasi Deltametrin(µg/ml)
Kurva Kalibrasi Deltametrin
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sedangkan untuk profenofos diperoleh nilai LOD dan LOQ sebesar 0.207
µg/ml dan 0.690 µg/ml. (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 5).
4.2.3 Uji Perolehan Kembali
Akurasi adalah kedekatan hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil
sebenarnya. Uji akurasi dinyatakan dalam persen perolehan kembali dari
tiga konsentrasi yaitu 0.5, 1 dan 2 ppm yang diulang sebanyak 3 kali.
Dari tabel 4 dapat dilihat hasil uji perolehan kembali pada deltametrin
dan profenofos. Hasil % uji perolehan kembali deltametrin adalah sebagai
berikut : kadar 0.5 ppm sebesar 97.067%) ; kadar 1 ppm sebesar 81.367% ;
kadar 2 ppm sebesar 97.383% dan untuk hasil % uji perolehan kembali
profenofos adalah sebagai berikut : kadar 0.5 ppm sebesar 106% ; kadar 1
ppm sebesar 85%) ; kadar 2 ppm sebesar 97.95%. (Perhitungan dapat
dilihat pada lampiran 6). Berdasarkan AOAC, 2002 nilai % uji perolehan
kembali untuk konsentrasi analit 1 ppm – 10 ppm adalah 80 - 110%. Hasil
uii perolehan kembali yang didapatkan berada di kisaran yang masih dapat
diterima yaitu berada di rentang 80-110 %. Dari hasil yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa data uji akurasi telah memenuhi persyaratan.
Tabel 4. Rata-rata % uji perolehan kembali untuk pestisida deltametrin dan profenofos
pada tomat
Pestisida Kadar (ppm) X % Perolehan Kembali
Deltametrin
0.5 97.067
1 81.367
2 97.383
Profenofos
0.5 106
1 85
2 97.95
Tabel 5. Rata-rata perolehan kembali yang dapat diterima sesuai dengan konsentrasi
analit (AOAC, 2002)
Analit Satuan Perolehan Kembali (%)
0.01 100 ppm 90-107
0.001 10 ppm 80-110
0.0001 1 ppm 80-110
0.00001 100 ppb 80-110
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2.4 Penentuan Standar Deviasi
Uji Presisi merupakan ukuran derajat kesesuaian antara hasil uji
individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil
dari campuran yang homogen (Harmita, 2006). Uji keseksamaan diperoleh
dengan cara mengukur larutan deltametrin dan profenofos pada tiga
konsentrasi yaitu 0.5, 1 dan 2 ppm sebanyak 3 kali pengulangan.
Nilai presisi (ketelitian) pengujian dapat diketahui berdasarkan nilai %
RSD pada tabel 2 . Nilai RSD deltametrin adalah sebagai berikut : kadar
0.5 ppm sebesar 3.313% ; kadar 1 ppm sebesar 4.203% ; kadar 2 ppm
sebesar 4.597% dan untuk nilai % RSD profenofos adalah sebagai berikut
: kadar 0.5 ppm sebesar 5.882% ; kadar 1 ppm sebesar 5.325% ; kadar 2
ppm sebesar 4.699%. (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 7 dan 8).
Berdasarkan M. Thompson dan Roger Wood, 1993 nilai % RSD untuk
konsentrasi analit 1 mg/kg ˗ 10 mg/kg < 7 %. Hal ini menunjukkan bahwa
pengukuran presisi yang dilakukan memenuhi kriteria seksama atau
dengan kata lain presisi pengukurannya baik.
Tabel 2. Nilai % RSD untuk pestisida deltametrin dan profenofos pada tomat
Pestisida Kadar (ppm) % RSD
Deltametrin
0.5 3.313
1 4.203
2 4.597
Profenofos
0.5 5.882
1 5.325
2 4.699
Tabel 3. Rekomendasi nilai RSD untuk konsentrasi analit berbeda ( M. Thompson dan
Roger Wood, 1993)
Konsentrasi Analit pada Matriks sampel % RSD
100 mg/kg 5
10 mg/kg 7
1 mg/kg 11
100 µg/kg 15
10 µg/kg 21
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3 Analisis Kualitatif Residu Pestisida Deltametrin dan Profenofos
Sebelum Perendaman dengan Larutan Pestisida
4.3.1 Persiapan Sampel
Tomat yang telah diambil dari pasar induk kramat jati kemudian
dilakukan Analisis Kualitatif untuk mengetahui ada atau tidaknya pestisida
deltametrin dan profenfos pada sampel. Dari ± 10 kg tomat diambil sampel
sebanyak ±250 gram kemudian tomat dipotong kecil-kecil dan diblender
hingga halus setelah itu dilakukan ekstraksi residu pestisida dengan
metode QuEChERS.
4.3.2 Ekstrasi residu pestisida
Metode QuEChERS “Quick Easy Cheap Effective Rugged and Safe”
adalah metode persiapan sampel untuk analisis multiresidu pestisida yang
pertama kali dilaporkan pada tahun 2003 (Anasttasiades, et al., 2003).
Pada metode ekstraksi QuEChERS dilakukan proses ekstraksi dengan
menambahkan 10 g sampel ke dalam tabung disque 50 ml kemudian
ditambahkan 10 ml asetonitril. Asetonitril digunakan sebagai pelarut
organik yang memberikan karakteristik terbaik untuk mengekstraksi berbagai
macam jenis pestisida yang berbeda. Kemudian setelah tabung dikocok
selama 45 detik ditambahkan 6 g magnesium sulfat dan 1.5 g natrium
asetat. Natrium asetat digunakan sebagai buffer dan magnesium sulfat
digunakan untuk menarik air dari fase organik. Setelah itu tabung kembali
dikocok dan kemudian disentrifugasi. Setelah disentrifugasi dilakukan
proses clean-up dengan memipet 1 ml supernatan kemudian dimasukkan
ke dalam tabung disque 2 ml yang di dalamnya berisi 50 mg PSA
(Primary Secondary Amine) dan 150 mg magnesium sulfat. PSA (Primary
Secondary Amine) disini berfungsi untuk menghilangkan gula dan asam
lemak, asam organik, lipid dan beberapa pigmen.
4.3.3. Analisis dengan Kromatografi Gas
Pengujian residu pestisida deltametrin dan profenofos menggunakan
kromatografi gas. Kolom yang digunakan adalah jenis kolom kapiler yang
bersifat non polar, dan detektor yang digunakan dalam pengujian residu
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
deltametrin adalah ECD (Electron Capture Detector). ECD merupakan
detektor yang spesifik digunakan untuk pengujian pestisida golongan
piretroid karena dapat mendeteksi senyawa-senyawa yang memiliki gugus
ester. Sedangkan untuk pengujian profenofos digunakan detektor FPD
(Flame Photomeric Detector). FPD merupakan detektor yang spesifik
digunakan untuk pengujian pestisida golongan organofosfat karena dapat
mendeteksi senyawa-senyawa yang mengandung gugus phosfat.
4.3.4 Hasil Analisis Kualitatif Residu Pestisida Deltametrin dan Profenofos
Sebelum Perendaman dengan Larutan Pestisida
Larutan standar deltametrin dan profenofos (1ppm) diinjeksi ke dalam
kromatografi gas. Hasilnya peak deltametrin berada pada waktu retensi
10.15 menit dan profenofos 9.7 menit. (Lampiran 17 dan 18). Data larutan
standar dibandingkan dengan data dari sampel tomat. Hasilnya
menunjukkan pada sampel tomat tidak ditemukan peak pada waktu retensi
10.15 dan 9.7 menit (Lampiran 14). Hal ini menandakkan bahwa sampel
tomat yang diambil dari pasar induk kramat jati tidak mengandung residu
pestisida deltametrin dan profenofos.
4.4 Analisis Kuantitatif Residu Pestisida Deltametrin dan Profenofos
Pada Tomat Sebelum dan Setelah Dicuci
4.4.1 Persiapan Sampel
Sampel Tomat sebanyak ±5 kg (berat kisaran tomat 45-75 g) direndam
dalam larutan pestisida (Deltametrin dan profenofos 20 ppm) selama 24
jam. Kemudian dikering-anginkan selama ±1 jam. Selanjutnya sampel
dibagi menjadi 5 bagian, masing-masing bagian ditimbang ± 1 kg. lalu dari
tiap-tiap bagian diambil ±250 gram tomat.
4.4.2 Perlakuan Terhadap Sampel
Untuk masing-masing bagian sampel dilakukan perlakuan sebagai
berikut:
1. ±250 gram tomat tidak dicuci (kontrol)
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. ±250 gram tomat dicuci dengan air mengalir sambil digosok (5
menit)
3. ±250 gram tomat direndam dengan NaCl 0.9 % sambil digosok (5
menit)
4. ±250 gram tomat direndam dengan NaCl 5 % sambil digosok (5
menit)
5. ±250 gram tomat direndam dengan NaCl 10 % sambil digosok (5
menit)
Setelah itu sampel dipotong kecil-kecil dan diblender, dilakukan
ekstraksi residu dan dianalisis dengan kromatografi gas.
4.4.3 Hasil Analisis Kuantitatif Residu Pestisida Deltametrin dan
Profenofos Pada Tomat Sebelum dan Setelah Dicuci
Hasil penelitian kadar residu pestisida deltametrin dan profenofos
secara kromatografi gas dalam sampel tomat dengan perlakuan sebelum
dan setelah dicuci dapat dilihat dalam tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata kadar residu pestisida deltametrin dan profenofos pada tomat
No Perlakuan X Kadar Residu
Deltametrin (mg/kg)
X Kadar Residu
Profenofos (mg/kg)
1 Tidak dicuci 1.443 ± 0.279 2.162 ± 0.041
2 Pencucian dengan
air mengalir 0.672 ± 0.152 1.439 ± 0.138
3 Perendaman
dengan NaCl 0.9% 0.611 ± 0.144 1.943 ± 0.038
4 Perendaman
dengan NaCl 5% 0.449 ± 0.096 1.084 ± 0.018
5 Perendaman
dengan NaCl 10 % 0.41 ± 0.096 1.731 ± 0.064
Dari tabel di atas, diperoleh hasil kadar residu pestisida deltametrin
untuk tomat yang tidak dicuci sebesar 1.443 mg/kg ; pencucian dengan air
mengalir sebesar 0.672 mg/kg ; perendaman dengan NaCl 0.9% sebesar
0.611 mg/kg ; perendaman dengan NaCl 5% sebesar 0.449 mg/kg ;
perendaman dengan NaCl 10% sebesar 0.41 mg/kg. Hasil kadar residu
pestisida profenofos untuk tomat yang tidak dicuci sebesar 2.162 mg/kg ;
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pencucian dengan air mengalir sebesar 1.439 mg/kg ; perendaman dengan
NaCl 0.9% sebesar 1.943 mg/kg ; perendaman dengan NaCl 5% sebesar
1.084 mg/kg ; perendaman dengan NaCl 10% sebesar 1.731 mg/kg.
(Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 9 dan 10)
4.5 Uji Statistik
Uji F (One-way Anova) dilakukan untuk membandingkan efektivitas
perlakuan dalam menghilangkan residu pestisida pada tomat.
Tabel 7. Rata-rata persentase penurunan pestisida deltametrin dan profenofos pada tomat
Pestisida
Perlakuan (%)
Tidak
Dicuci
Pencucian
dengan Air
Mengalir
Perendaman
dengan NaCl
0.9%
Perendaman
dengan NaCl
5%
Perendaman
dengan NaCl
10%
Deltametrin 0 53.491 56.818 68.849 70.798
Profenofos 0 33.482 10.109 49.837 19.948
Gambar 11. Grafik Perbandingan Rata-Rata Penurunan Pestisida Deltametrin Dan
Profenofos Pada Tomat Sebelum Dan Setelah Dicuci
Dibandingkan dengan kontrol (tidak dicuci), dari 4 perlakuan yang
dilakukan untuk mengurangi pestisida deltametrin dan profenofos
didapatkan hasil P<0.05. Jika P<0.05 dapat disimpulkan bahwa ada
0
53.49156.818
68.84970.708
0
33.482
10.109
49.837
19.948
01020304050607080
%
Penurunan Pestisida Deltametrin dan Profenofos
pada Tomat
Deltametrin
Profenofos
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
perbedaan yang signifikan di antara 4 perlakuan yang dilakukan.
(Lampiran 13 dan 14).
Dari grafik tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya konsistensi
antara konsentrasi NaCl dengan hasil penurunan kadar residu pestisida
profenofos pada tomat (Fluktuasi). Hal ini bisa disebabkan oleh :
1. Pengambilan berat sampel tomat yang tidak merata
2. Penggosokan yang tidak merata.
Sehingga tidak dapat dikatakan bahwa perendaman dengan NaCl
efektif dalam mengurangi residu pestisida profenofos pada tomat.
Pada deltametrin, dari grafik dapat dilihat adanya konsistensi antara
konsentrasi NaCl dengan hasil penurunan kadar residu pestisida
deltametrin pada tomat. Perendaman dengan NaCl 10% memiliki
efektivitas yang paling baik (70.798%) dan pencucian dengan air mengalir
memiliki efektivitas yang paling rendah untuk menghilangkan deltametrin
(53.491%). Efektivitas dalam menghilangkan residu deltametrin dapat
ditunjukkan sebagai berikut : Perendaman dengan NaCl 10% >
Perendaman dengan NaCl 5% > Perendaman dengan NaCl 0.9% >
Pencucian dengan air mengalir. (Perhitungan dapat dilihat pada lampiran
11 dan 12).
Larutan NaCl mengandung ion Na+ dan Cl
-. Ion-ion tersebut akan
mempengaruhi molekul pestisida, ion Na+ akan terikat pada molekul
pestisida yang berion negatif. Pengikatan molekul pestisida pada ion
tesebut menyebabkan terjadinya presipitasi ( Whitford et al., 2009)
sehingga memudahkan untuk mengurangi pestisida yang tertinggal pada
permukaan buah dan sayuran.
40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Validasi analisis residu pestisida deltametrin dan profenofos yang telah
dilakukan telah memenuhi syarat dengan nilai % RSD < 7 %, Uji
perolehan kembali berada di kisaran 80 - 110 %, LOD dan LOQ
deltametrin sebesar 0.254 µg/ml dan 0.848 µg/ml, dan profenofos
sebesar 0.207 µg/ml dan 0.690 µg/ml.
2. Dari penelitian didapatkan hasil % penurunan kadar residu pestisida
deltametrin adalah sebagai berikut : Pencucian dengan air mengalir
sebesar 53.491% ; Perendaman dengan NaCl 0.9% sebesar 56.818% ;
Perendaman dengan NaCl 5% sebesar 68.849% ; dan Perendaman
dengan NaCl 10% sebesar 70.798%. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa perlakuan yang memiliki efektivitas paling baik untuk
menghilangkan residu pestisida deltametrin adalah perendaman dengan
NaCl 10% dan yang memiliki efektivitas paling rendah adalah
pencucian dengan air mengalir.
3. Penurunan kadar residu pestisida profenofos pada tomat hasilnya
berfluktuasi sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa perendaman
dengan NaCl efektif dalam mengurangi residu pestisida profenofos.
4. Berdasarkan hasil uji statistik, perbandingan % penurunan pestisida
deltametrin dan profenofos pada tomat dari sampel dengan kontrol
(tidak dicuci) dan dicuci didapatkan hasil P<0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dari perlakuan yang
yang dilakukan.
5.2 Saran
1. Perlu dilakuan analisis residu pestisida dengan menggunakan
instrumen lainnya seperti GC-MS/MS atau LC-MS/MS
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dilakukan analisis residu pada pestisida selain deltametrin dan
profenofos.
3. Dilakukan analisis residu pestisida pada komoditas buah dan sayuran
lainnya.
42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abdelaziz et al. 2010. Genotocicity of Chlorpyrifos and the Antimutagenic Role
of Lettuce Leaves in Male Mice. Comunicata scientiae, 1(2): 137-145
Adisarwanto T, Wudianto R. 1999. Meningkatkan hasil panen kedelai. Jakarta.
Penebar swadaya, Hal 40-60
AOAC International. 2007. AOAC Official Method 2007.01. pesticide residue in
food by acetoniril extraction and partitioning with magnesium sulfate.
A world compendium the pesticide manual. 1997. British Crop Protection
Council, Edisi XI. UK: Hal. 186-8, 729-30
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2010. Budidaya
Tanaman Sayuran. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Kementerian Pertanian. Jambi.
Bhinder P, Chaundhry A. 2013. Genotoxicity of Acephate and Profenofos
Assessed by PCR Assay. IJPRBS, volume 2 (4): 280-290
Budiman, A., M. Thamrin, S. Asikin, and Mukhlis. 2011. Potensi Ekstrak Flora
Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati. Laporan Penelitian. Balai
Penelitian Pertanian Lahan Rawa.
Djojosumarto, Panut. Pestisida & aplikasinya. 2008. Jakarta. PT. Agromedia
Pustaka, H. 87-96: 104-110: 253
Edi, S., dan J. Bobihoe, 2010. Budidaya Tanaman Sayuran. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian. Jambi.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi metode dan Cara Perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian, vol.1 no. 3 : 117-135
Haryantyo Eko, Suhartini Tina, Rahyayu Estu, 1995, Sawi dan Selada, Penerbit
Penebar Swadaya, Jakarta, hlm 15-23
Haryanto, E, T. Suhartini, E. Rahayu, dan H. Sunarjono. 2007. Sawi dan Selada.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Imawati, Cory. 2008. “Penetapan kadar Logam Berat Merkuri dan Kadmium
Dalam Sayuran Caisim (Brassica chinensis) Dan Sayuran Selada (Lactuca
sativa) Menggunakan Analisis aktivasi Neutron.” Skripsi, Fakultas
Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lehotay, Steven J., Andre de kok., Maurice Hiemstra, Peter van Bodregaven.
2005. Validation of a Fast and Easy Method for the Determination of
Residues from 229 Pesticides in Fruits and Vegetable using Gas and
Liquid Chromatography and Mass Spectrometry Detection. Journal of
AOAC International, vol 8, p.595-613.
Lehotay, Steven J., Mastovska, Katerina., Lightfield Alan R. 2005. Use of
Buffering and Other Means to Improve Result of Problematic Pesticides in
a Fast and easy Method for Residue analysis of Fruits and Vegetables.
Journal of AOAC International, vol 88 no 2.
Lehotay, Steven J. 2004. Quick, Easy, Cheap, Effective, Rugged, and Safe
(QuEChERS) approach for determining Pesticide Residues. Humana
Press, USA.
Lesman. 2012. Insektisida Organik atau Pestisida Nabati. (On-line).
http://www.lestarimandiri.org/id/pestisida-organik/145-insektisida-
organik-atau-pestisida-nabati.html diakses 8 januari 2014.
Mezxua, Milagroz., A Maria., Uroz, Martinez. 2009. Simultaneous Screening and
Target Analytical Approach bu Gas Chromatography-Quadrupole-Mass
Spectrometry for Pesticide Residues in Fruits and Vegetables. Journal of
AOAC International, vol 92 (6)
Moreno et al. 2008. Multiresidue Method for the Analysis of More Than 140
Pesticide residue in Fruits and vegetables by Gas Chromatography
Couples to triple Quadrupole Mass Spectrometry. Journal of Mass
Spectromtry, 43: 1235-1254
Nugroho, H., dan D. Novalinda. 2007. Usaha Sayuran Sehat di Dataran rendah.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Jambi.
Pestisida untuk pertanian dan kehutanan. 2000. Komisi Pestisida Departemen
Pertanian. Jakarta, Hal 255-72
Pratiwi, Eka Ayu. 2013. “Analisis residu insektisida organofosfat dan piretroid
menggunakan metode QuEChERS pada cabai merah keriting dan rawit
hijau yang beredar di daerah Jakarta timur dengan perlakuan sebelum dan
setelah dicuci.” Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rauh, Virginia et al. 2011. Seven-Year Neurodevelopmental scores and Prenatal
Exposure to Chlorphyrifos, a Common Agricultural Pesticide. Environt
Health Perspect, 119:1196-1201
Riza V.t. dan Gayatri. 1994. Ingatlah Bahaya Pestisdida. Penerbit PAN Indonesia.
Jakarta, hlm 53-54
Rukmana Rahmat. 1994. Bertanam Selada dan Andewi. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta, hlm 11-17
Soenandar, M., M. N. Aeni, dan A. Raharjo. 2010. Petunjuk Praktis Membuat
Pestisida Organik. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Sudarmo, S. 2005. Pestisida Nabati. Kanisius. Yogyakarta.
Tarumingkeng, R.C. 2008. Pestisida Dan Penggunannya. (On-line).
http://www.scribd.com/doc/3116466/Pestisida-dan-Penggunaannya
diakses 8 Januari 2014
United state environmental protection agency. Profenofos. 2006. United state; pp
7-8
Wihayanti, Lina hapsari. 2002. “Analisis residu insektisida organofosfat dan
karbamat dalam tahu dan tempe pada beberapa pasar tradisional dan toko
swalayan DKI Jakarta.” Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Pancasila,
Jakarta.
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Penelitian
Validasi Metode
QuEChERS
Uji Liniearitas
Uji LOD dan LOQ
UJi Perolehan Kembali
Penentuan Standar Deviasi
Pengambilan sampel
tomat ± 10 kg di pasar
induk Kramat Jati.
Determinasi
sampel tomat di
LIPI Bogor.
Analisis Kualitatif
Uji Statistik
(One-way Anova)
Analisis dengan
Kromatografi Gas
Ekstraksi Residu
Pestisida
Persiapan Sampel Analisis dengan
Kromatografi Gas
Pengeringan sampel ± 1
jam (dikering-anginkan)
Ekstraksi Residu
Pestisida
Persiapan Sampel
Analisis Kuantitatif
Perendaman sampel dengan
Larutan Pestisida (20 ppm)
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Perhitungan Penimbangan Larutan Pestisida
A. Larutan Pestisida Profenofos 20 ppm
Kons ppm = Berat (mg)
Volume air (ml) × % Zat aktif
20 µg
ml = x
5000 ml × 50 %
100000 µg = 0.5x
x = 200 mg
B. Larutan Pestisida Deltametrin 20 ppm
Kons ppm = Berat (mg)
Volume air (ml) × % Zat aktif
20 µg
ml = x
5000 ml × 2.5 %
100000 µg = 0.025x
x = 4000 mg
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Perhitungan Larutan Baku Pestisida
A. Larutan Profenofos 1007.44 ppm
1007.44 µg/ml = x
10
x = 10.0744 mg
B. Larutan Profenofos 100.744 ppm
V1 × N1 = V2 × N2
V1 × 1007.44 = 10 × 100.744
V1 = 1 ml
C. Larutan Profenofos 1.00744 ppm
V1 × N1 = V2 × N2
V1 × 100.744 = 10 × 1.00744
V1 = 0.1 ml
D. Larutan Deltametrin 1006.94 ppm
100.694 µg/ml = x
10
x = 10.0694 mg
E. Larutan Deltametrin 100.694 ppm
V1 × N1 = V2 × N2
V1 × 1006.94 = 10 × 100.694
V1 = 1 ml
F. Larutan Deltametrin 1.00694 ppm
V1 × N1 = V2 × N2
V1 × 100.694 = 10 × 1.00694
V1 = 0.1 ml
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Perhitungan Deret Konsentrasi Pestisida
Volume baku yang dipipet = Konsentrasi pestisida yang ditambahkan × bobot sampel
Konsentrasi baku pestisida
A. Deltametrin konsentrasi 0.25 ppm
Vol.yang dipipet= 0.25 µg/g × 51.5 g
100.694= 128 µl
B. Deltametrin konsentrasi 0.5 ppm=
Vol.yang dipipet = 0.5 µg/g × 51.8 g
100.694= 257 µl
C. Deltametrin konsentrasi 0.75 ppm
Vol.yang dipipet = 0.75 µg/g × 50.4 g
100.694= 375 µl
D. Deltametrin konsentrasi 1 ppm
Vol.yang dipipet = 1 µg/g × 48.9 g
100.694= 485 µl
E. Deltametrin konsentrasi 1.5 ppm
Vol.yang dipipet = 1.5 µg/g × 48.7 g
100.694= 725 µl
F. Deltametrin konsentrasi 2 ppm
Vol.yang dipipet = 2 µg/g × 47.6 g
100.694= 945 µl
G. Profenofos konsentrasi 0.25 ppm
Vol.yang dipipet = 0.25 µg/g × 51.5 g
100.744= 128 µl
H. Profenofos konsentrasi 0.5 ppm
Vol.yang dipipet= 0.5 µg/g × 51.8 g
100.744= 257 µl
I. Profenofos konsentrasi 0.75 ppm
Vol.yang dipipet = 0.75 µg/g × 50.4 g
100.744= 375 µl
J. Profenofos konsentrasi 1 ppm
Vol.yang dipipet = 1 µg/g × 48.9 g
100.744= 485 µl
K. Profenofos konsentrasi 1.5 ppm
Vol.yang dipipet = 1.5 µg/g × 48.7 g
100.744= 725 µl
L. Profenofos konsentrasi 2 ppm
Vol.yang dipipet = 2 µg/g × 47.6 g
100.744= 945 µl
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan LOD dan LOQ
A. Perhitungan LOD dan LOQ Deltametrin
No
Konsentrasi
(ppm)
Luas Area
(uv*s)
1 0.25 118467
2 0.5 272532
3 0.75 524714
4 1 583058
5 1.5 1150002
6 2 1605084
Persamaan regresi Y = 858 317.765x – 149431.598
R2= 0.9866
X = 0.25 ppm
Y = 858317.765x - 149431.598
Y = 858317.765 ×0.25 ˗ 149431.598
Y = 65147.43
X = 0.5 ppm
Y = 858317.765x - 149431.598
Y = 858317.765 ×0.5 ˗ 149431.598
Y = 279727.285
X = 0.75 ppm
Y=858317.765x - 149431.598
Y=858317.765 ×0.75 ˗ 149431.598
Y=494306.726
X = 1 ppm
Y = 858317.765x - 149431.598
Y = 858317.765 ×1 ˗ 149431.598
Y = 708886.167
X = 1.5 ppm
Y = 858317.765x - 149431.598
Y = 858317.765 ×1.5 ˗ 149431.598
Y = 1138045.050
X = 2 ppm
Y = 858317.765x - 149431.598
Y= 858317.765 ×0.5 ˗ 149431.598
Y =1567203.932
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
No
Kons. Analit
(µg/ml) Y y' y-y' (y-y')2
1 0.25 118467 65147.843 53319.157 2842932503.191
2 0.5 272532 279727.285 -7195.285 51772126.231
3 0.75 524174 494306.726 29867.274 892054056.191
4 1 583058 708886.167 -125828.167 15832727610.580
5 1.5 1150002 1138045.050 11956.950 142968653.302
6 2 1605084 1567203.932 37880.068 1434899551.685
Σ 21197354501.180
Sb = Σ (y-y')
2
n-2
sb = 21197354501.180
6-2 = 72796.556
LOD = 3 × sb
b
LOD = 3 × 72796.556
858317.765= 0.254 µg/ml
LOQ =10 × sb
b
LOQ = 10 × 72796.556
858317.765= 0.848 µg/ml
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
B. Perhitungan LOD dan LOQ Profenofos
No
Konsentrasi
(ppm)
Luas Area
(uv*s)
1 0.25 43757
2 0.5 98646
3 0.75 157299
4 1 188637
5 1.5 349372
6 2 476966
Persamaan Regresi Y= 249499.529x – 30386.696
R2 = 0.9911
X = 0.25 ppm
Y = 249499.529x-30386.696
Y = 249499.529 ×0.25 -30386.696
Y = 31988.18625
X = 0.5 ppm
Y = 249499.529x-30386.696
Y = 249499.529 ×0.5 -30386.696
Y = 94363.0685
X = 0.75 ppm
Y = 249499.529x-30386.696
Y = 249499.529 ×0.75 -30386.696
Y = 156737.9508
X = 1 ppm
Y=249499.529x-30386.696
Y=249499.529 ×0.25 -30386.696
Y=219112.833
X = 1.5 ppm
Y = 249499.529x-30386.696
Y = 249499.529 ×0.25 -30386.696
Y = 343862.5975
X = 2 ppm
Y = 249499.529x-30386.696
Y = 249499.529 ×0.25 -30386.696
Y = 468612.362
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
No
Kons. Analit
(µg/ml) y y' y-y' (y-y')2
0.25 43757 31988.18625 11768.81375 138504977.08218
0.5 98646 94363.0685 4282.9315 18343502.233692
0.75 157299 156737.9508 561.0492 314776.20482064
1 188637 219112.833 -30475.833 928776397.04388
1.5 349372 343862.5975 5509.4025 30353515.907006
2 476966 468612.362 8353.638 69783267.835044
Σ 1186076436.3066
Sb = Σ (y-y')
2
n-2
sb = 1186076436.3066
6-2= 17219.730
LOD = 3 × sb
b
LOD = 3 ×17219.730
249499.529 = 0.207 µg/ml
LOQ = 10 × sb
b
LOQ = 10 ×17219.730
249499.529= 0.690 µg/ml
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Perhitungan Uji perolehan kembali
Uji perolehan kembali deltametrin
kadar 0.5 ppm
0.492
0.5 ×100 % =98.4 %
0.498
0.5 ×100 % =99.6 %
0.466
0.5 ×100 % =93.2 %
X % PK = 97.067%
Uji perolehan kembali deltametrin
kadar 1 ppm
0.853
1 ×100 % =85.3 %
0.801
1 ×100 % =80.1 %
0.787
1 ×100 % =78.7 %
X % PK = 81.367%
Uji perolehan kembali deltametrin
kadar 2 ppm
2.044
2 ×100 % =102.2 %
1.928
2 ×100 % =96.4 %
1.871
2 ×100 % =93.55 %
X % PK = 97.383 %
Uji perolehan kembali Profenofos
kadar 0.5 ppm
0.517
0.5 ×100 % =103.4 %
0.567
0.5 ×100 % =113.4 %
0.506
0.5 ×100 % =101.2 %
X % PK = 106 %
Uji perolehan kembali Profenofos
kadar 1 ppm 0.878
1 ×100 % =87.8 %
0.872
1 ×100 % =87.2 %
0.800
1 ×100 % =80 %
X % PK =85 %
Uji perolehan kembali Profenofos
kadar 2 ppm
2.033
2 ×100 % =101.65 %
2.052
2 ×100 % =102.6 %
1.792
2 ×100 % =89.6 %
X % PK = 97.95 %
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Perhitungan RSD Deltametrin
Perhitungan RSD deltametrin
kadar residu mg
kg =
Cs ×vib ×VacVic
Bu
Keterangan :
Cs : Kadar Sampel (µg/ml)
Vib : Volume injek baku (µl)
Vac : Volume akhir sampel (µl)
Vic : Volume injek sampel (µl)
Bu : Bobot sampel (g)
Uji Presisi pestisida deltametrin pada
tomat dengan kadar 0.5 ppm
Luas area = 272532
Y=858317.765x - 149431.598
x = 272532 +149431.598
858317.765= 0.492 µg/ml
Kadar residu=0.492 ×1 ×10
1
10.0921 = 0.488 mg/kg
Luas area = 277924
Y=858317.765x - 149431.598
x = 277924 +149431.598
858317.765= 0.498 µg/ml
Kadar residu=0.498 ×1 ×10
1
10.0573 = 0.495 mg/kg
Luas area = 250741
Y=858317.765x - 149431.598
x = 250741 +149431.598
858317.765= 0.466 µg/ml
Kadar residu= 0.466 ×1×10/1
10.0210 = 0.465 mg/kg
X (X- X ) (X- X )2
0.488 0.005 0.000025
0.495 0.012 0.000144
0.465 -0.018 0.000324
X =0.483 ∑ 0.000493
SD= (x- X )
2
n-1
SD= 0.000493
2= 0.016
RSD =SD
X ×100 %
RSD= 0.016 ×100 %
0.483 = 3.313%
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji Presisi pestisida deltametrin pada
tomat dengan kadar 1 ppm
Luas area = 583058
Y=858317.765x - 149431.598
x = 583058 +149431.598
858317.765= 0.853 µg/ml
Kadar residu=0.853 ×1 ×10
1
10.0713 = 0.847 mg/kg
Luas area = 537721
Y=858317.765x - 149431.598
x = 537721 +149431.598
858317.765= 0.801 µg/ml
Kadar residu=0.801 ×1 ×10
1
10.0255 = 0.799 mg/kg
Luas area = 526067
Y=858317.765x - 149431.598
x = 526067 +149431.598
858317.765= 0.787 µg/ml
Kadar residu=0.787 ×1 ×10
1
10.0714 = 0.781 mg/kg
X (X-X) (X-X)2
0.847 0.038 0.001444
0.799 -0.009 0.000081
0.781 -0.028 0.000784
X = 0.809
∑ 0.002309
SD= (x- X )
2
n-1
SD= 0.002309
2= 0.034
RSD =SD
X ×100 %
RSD= 0.034 ×100 %
0.809 = 4.203%
Uji Presisi pestisida deltametrin pada
tomat dengan kadar 2 ppm
Luas area = 1605084
Y=858317.765x - 149431.598
x = 1605084 +149431.598
858317.765= 2.044 µg/ml
Kadar residu=2.044 ×1 ×10
1
10.0567 = 2.032 mg/kg
Luas area = 1505322
Y=858317.765x - 149431.598
x = 1505322 +149431.598
858317.765= 1.928 µg/ml
Kadar residu=1.928 ×1 ×10
1
10.0391 = 1.920 mg/kg
Luas area = 1356542
Y=858317.765x - 149431.598
x = 1456542 +149431.598
858317.765= 1.871 µg/ml
Kadar residu=1.871 ×1 ×10
1
10.0823 = 1.856 mg/kg
X (X- X ) (X- X )2
2.032 0.096 0.009216
1.920 -0.016 0.000256
1.856 -0.08 0.0064
X =1.936
∑ 0.015872
SD= (x- X )
2
n-1
SD= 0.015872
2= 0.089
RSD =SD
X ×100 %
RSD= 0.089 ×100 %
1.936 = 4.597%
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Perhitungan RSD Profenofos
kadar residu mg
kg =
Cs ×vib ×VacVic
Bu
Keterangan :
Cs : Kadar Sampel (µg/ml)
Vib : Volume injek baku (µl)
Vac : Volume akhir sampel (µl)
Vic : Volume injek sampel (µl)
Bu : Bobot sampel (g)
Uji Presisi pestisida profenofos pada
tomat dengan kadar 0.5 ppm
Luas area = 98646
Y=249499.529 – 30386.696
x = 98646 +30386.696
249499.529= 0.517 µg/ml
Kadar residu=0.517 ×1 ×10
1
10.0573 = 0.514 mg/kg
Luas area =78482
Y=249499.529 – 30386.696
x = 78482 +30386.696
249499.529= 0.567 µg/ml
Kadar residu=0.567 ×1 ×10
1
10.0921 = 0.562 mg/kg
Luas area = 95882
Y=249499.529 – 30386.696
x = 95882 +30386.696
249499.529= 0.506 µg/ml
Kadar residu=0.506 ×1 ×10
1
10.0210 = 0.505 mg/kg
X (X- X ) (X- X )2
0.514 -0.013 0.000169
0.562 0.035 0.001225
0.505 -0.022 0.000484
X = 0.527
∑ 0.001878
SD= (x- X )
2
n-1
SD= 0.001878
2= 0.034
RSD =SD
X ×100 %
RSD= 0.031 ×100 %
0.527 = 5.882%
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji Presisi pestisida profenofos pada
tomat dengan kadar 1 ppm
Luas area = 188637
Y=249499.529x-30386.696
x= 188637 +30386.696
249499.529= 0.878 µg/ml
Kadar residu=0.878 ×1 ×
101
10.0255= 0.876 mg/kg
Luas area = 187108
Y=249499.529x-30386.696
x= 187108 +30386.696
249499.529= 0.872 µg/ml
Kadar residu=0.878 ×1 ×
101
10.0713= 0.866 mg/
Luas area = 169169
Y=249499.529x - 30386.696
x= 169169 +30386.696
249499.529= 0.800 µg/ml
Kadar residu=0.800 ×1 ×
101
10.0714= 0.794 mg/kg
X (X- X ) (X- X )2
0.876 0.031 0.000961
0.866 0.021 0.000441
0.794 -0.051 0.002601
X = 0.845 ∑ 0.004003
SD= (x- X )
2
n-1
SD= 0.004003
2= 0.045
RSD =SD
X ×100 %
RSD= 0.045 ×100 %
0.845 = 5.325%
Uji Presisi pestisida profenofos pada
tomat dengan kadar 2 ppm
Luas area = 476966
Y=249499.529x -30386.696
x=476966 +30386.696
249499.529=2.033 µg/ml
Kadar residu=2.033 ×1 10
1
10.0391=2.025 mg/kg
Luas area = 481645
Y=249499.529x - 30386.696
x=481645 +30386.696
249499.529=2.052 µg/ml
Kadar residu=2.052 ×1×
101
10.0567= 2.040 mg/kg
Luas area = 436783
Y= 249499.529x - 30386.696
x=416783 +30386.696
249499.529=1.792 µg/ml
Kadar residu=1.792×1×
101
10.0823=1.872 mg/kg
X (X- X ) (X- X )2
2.025 0.046 0.002116
2.040 0.061 0.003721
1.872 -0.107 0.011449
X = 1.979 ∑ 0.017289
SD= (x- X )
2
n-1
SD= 0.017289
2= 0.093
RSD =SD
X ×100 %
RSD= 0.093 ×100 %
1.979 = 4.699 %
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. perhitungan kadar residu Deltametrin
kadar residu mg
kg =
Cs ×vib ×VacVic
Bu
Keterangan :
Cs : Kadar Sampel (µg/ml)
Vib : Volume injek baku (µl)
Vac : Volume akhir sampel (µl)
Vic : Volume injek sampel (µl)
Bu : Bobot sampel (g)
Kadar residu pestisida deltametrin pada
tomat yang tidak dicuci
Kadar Kadar residu pestisida deltametrin pada
tomat ttomat yang dicuci dengan air mengalir
Luas area = 1089345
Y=858317.765x - 149431.598
x = 1089345 +149431.598
858317.765= 1.443 µg/ml
Kadar residu=1.443 ×1 ×10
1
10.1088 = 1.427 mg/kg
Luas area = 1282071
Y=858317.765x - 149431.598
x = 1282071 +149431.598
858317.765= 1.668 µg/ml
Kadar residu=1.668 ×1 ×10
1
10.1257 = 1.647 mg/kg
Luas area = 941840
Y=858317.765x - 149431.598
x = 941840 +149431.598
858317.765= 1.271 µg/ml
Kadar residu=1.271 ×1 ×10
1
10.1346 = 1.254 mg/kg
Luas area = 398448
Y=858317.765x - 149431.598
x = 398448 +149431.598
858317.765=0.638 µg/ml
Kadar residu=0.638 ×1 ×10
1
10.0314 = 0.636 mg/kg
Luas area = 543456
Y=858317.765x - 149431.598
x = 543456 +149431.598
858317.765=0.807 µg/ml
Kadar residu=0.807 ×1 ×10
1
10.1707 = 0793 mg/kg
Luas area = 358185
Y=858317.765x - 149431.598
x = 358185 +149431.598
858317.765=0.591 µg/ml
Kadar residu=0.591 ×1 ×10
1
10.0753 = 0.587 mg/kg
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kadar residu pestisida deltametrin pada tomat
yang direndam dengan NaCl 0.9 %
Luas area = 289795
Y=858317.765x - 149431.598
x = 289795 +149431.598
858317.765=0.512 µg/ml
Kadar residu=0.512 ×1 ×10
1
10.0687 = 0.509 mg/kg
Luas area = 384972
Y=858317.765x - 149431.598
x = 384972 +149431.598
858317.765=0.623 µg/ml
Kadar residu=0.623 ×1 ×10
1
10.1973 = 0.611 mg/kg
Luas area = 463038
Y=858317.765x - 149431.598
x = 463038 +149431.598
858317.765=0.714 µg/ml
Kadar residu=0.714 ×1 ×10
1
10.0351 = 0.712 mg/kg
Kadar residu pestisida deltametrin pada tomat
yang direndam dengan NaCl 5 %
Luas area = 202508
Y=858317.765x - 149431.598
x = 202508 +149431.598
858317.765=0.410 µg/ml
Kadar residu=0.410 ×1 ×10
1
10.0845 = 0.407 mg/kg
Luas area = 309860
Y=858317.765x - 149431.598
x = 309860 +149431.598
858317.765=0.535 µg/ml
Kadar residu=0.535 ×1 ×10
1
10.1599 = 0.527 mg/kg
Luas area = 206031
Y=858317.765x - 149431.598
x = 206031 +149431.598
858317.765=0.414 µg/ml
Kadar residu=0.414 ×1 ×10
1
10.0324 = 0.413 mg/kg
Kadar residu pestisida deltametrin pada tomat
yang direndam dengan NaCl 10 %
Luas area = 207239
Y=858317.765x - 149431.598
x = 207239 +149431.598
858317.765=0.416 µg/ml
Kadar residu=0.416 ×1 ×10
1
10.0461 = 0.414 mg/kg
Luas area = 189531
Y=858317.765x - 149431.598
x = 189531 +149431.598
858317.765=0.340 µg/ml
Kadar residu=0.340 ×1 ×10
1
10.0127 =0.340 mg/kg
Luas area = 266633
Y=858317.765x - 149431.598
x = 266633 +149431.598
858317.765=0.485 µg/ml
Kadar residu=0.485 ×1 ×10
1
10.1859 = 0.476 mg/kg
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Perhitungan Kadar residu profenofos
kadar residu mg
kg =
Cs ×vib ×VacVic
Bu
Keterangan :
Cs : Kadar Sampel (µg/ml)
Vib : Volume injek baku (µl)
Vac : Volume akhir sampel (µl)
Vic : Volume injek sampel (µl)
Bu : Bobot sampel (g)
Kadar residu pestisida profenofos pada tomat
yang tidak dicuci
Luas area = 525301
Y=249499.529x – 30386.696
x = 525301 +30386.696
249499.529=2.227 µg/ml
Kadar residu=2.227 ×1 ×10
1
10.1088 = 2.203 mg/kg
Luas area = 505751
Y=249499.529x – 30386.696
x = 505751 +30386.696
249499.529=2.149 µg/ml
Kadar residu=2.149 ×1 ×10
1
10.1257 = 2.122 mg/kg
Luas area = 515725
Y=249499.529x – 30386.696
x = 515725 + 30386.696
249499.529=2.189 µg/ml
Kadar residu=2.189 ×1 ×10
1
10.1346 = 2.160 mg/kg
Kadar residu pestisida profenofos pada tomat
yang dicuci dengan air mengalir
Luas area = 369607
Y=249499.529x – 30386.696
x = 369607 + 30386.696
249499.529=1.603 µg/ml
Kadar residu=1.603 ×1 ×10
1
10.0314 = 1.598 mg/kg
Luas area = 311383
Y=249499.529x – 30386.696
x = 311383 + 30386.696
249499.529=1.370 µg/ml
Kadar residu=1.370 ×1 ×10
1
10.1707 = 1.347 mg/kg
Luas area = 314437
Y=249499.529x – 30386.696
x = 314437+ 30386.696
249499.529=1.382 µg/ml
Kadar residu=1.382 ×1 ×10
1
10.0753 = 1.372 mg/kg
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kadar residu pestisida profenofos pada
tomat yang direndam dengan NaCl 0.9 %
Luas area = 452145
Y=249499.529x – 30386.696
x = 452145 + 30386.696
249499.529=1.934 µg/ml
Kadar residu=1.934 ×1 ×10
1
10.0687 = 1.921 mg/kg
Luas area = 458385
Y=249499.529x – 30386.696
x = 458385 + 30386.696
249499.529=1.959 µg/ml
Kadar residu=1.959 ×1 ×10
1
10.1973 = 1.921 mg/kg
Luas area = 466843
Y=249499.529x – 30386.696
x = 466843 + 30386.696
249499.529=1.993 µg/ml
Kadar residu=1.993 ×1 ×10
1
10.0351 = 1.986 mg/kg
Kadar residu pestisida profenofos pada
tomat yang direndam dengan NaCl 5 %
Luas area = 247241
Y=249499.529x – 30386.696
x = 247241 + 30386.696
249499.529=1.113 µg/ml
Kadar residu=1.113 ×1 ×10
1
10.0845 = 1.104 mg/kg
Luas area = 240256
Y=249499.529x – 30386.696
x = 240256 + 30386.696
249499.529=1.085 µg/ml
Kadar residu=1.085 ×1 ×10
1
10.1599 = 1.068 mg/kg
Luas area = 240377
Y=249499.529x – 30386.696
x = 240377 + 30386.696
249499.529=1.085 µg/ml
Kadar residu=1.085 ×1 ×10
1
10.0324 = 1.081 mg/kg
Kadar residu pestisida profenofos pada
tomat yang direndam dengan NaCl 10 %
Luas area = 421495
Y=249499.529x – 30386.696
x = 421495 + 30386.696
249499.529=1.811 µg/ml
Kadar residu=1.811 ×1 ×10
1
10.0461 = 1.803 mg/kg
Luas area = 396022
Y=249499.529x – 30386.696
x = 396022 + 30386.696
249499.529=1.709 µg/ml
Kadar residu=1.709 ×1 ×10
1
10.0127 = 1.707 mg/kg
Luas area = 397034
Y=249499.529x – 30386.696
x = 397934 + 30386.696
249499.529=1.713 µg/ml
Kadar residu=1.713 ×1 ×10
1
10.1859 = 1.682 mg/kg
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Perhitungan % penurunan pestisida deltametrin
% Penurunan Pestisida= kadar sampel (kontrol) - Kadar sampel yang diperoleh
kadar sampel (kontrol) x 100 %
% Penurunan Pestisida deltametrin
pada tomat dengan pencucian air
mengalir
% pp =1.427-0.636
1.427 × 100 %=55.431 %
% pp =1.647-0.793
1.647 × 100 %=51.852 %
% pp =1.254-0.587
1.254 × 100 %=53.190 %
X = 53.491 %
% Penurunan Pestisida deltametrin
pada tomat dengan perendaman NaCl
0.9 %
% pp =1.427-0.509
1.427 × 100 %=64.331 %
% pp =1.647-0.611
1.647 × 100 %=62.902 %
% pp =1.254-0.712
1.254 × 100 %=43.222 %
X = 56.818 %
% Penurunan Pestisida deltametrin
pada tomat dengan perendaman NaCl
5 %
% pp =1.427 -0.407
1.427 ×100%=71.479%
% pp =1.647-0.527
1.647 × 100 %=68.002 %
% pp =1.254-0.413
1.254 × 100 %=67.065 %
X = 68.849 %
% Penurunan Pestisida deltametrin
pada tomat dengan perendaman NaCl
10 %
% pp =1.427-0.414
1.427 × 100 %=70.998 %
% pp =1.647-0.340
1.647 × 100 %=79.356 %
% pp =1.254-0.476
1.254 × 100 %=62.041 %
X = 70.798 %
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Perhitungan % penurunan pestisida profenofos
% Penurunan Pestisida= kadar sampel (kontrol) - Kadar sampel yang diperoleh
kadar sampel (kontrol) x 100 %
% Penurunan Pestisida profenofos
pada tomat dengan pencucian air
mengalir
%pp =2.203-1.598
2.203 × 100 %=27.463 %
% pp =2.122-1.372
2.122 × 100 %=35.344 %
% pp =2.160-1.347
2.160 × 100 %=37.639 %
X = 33.482 %
% Penurunan Pestisida profenofos
pada tomat dengan perendaman NaCl
0.9 %
% pp = 2.203 -1.921
2.203 ×100%=12.800%
% pp =2.122-1.921
2.122 × 100 %=9.472 %
% pp =2.160-1.986
2.160 × 100 %=8.056 %
X =10.109 %
% Penurunan Pestisida profenofos
pada tomat dengan perendaman NaCl
5 %
% pp =2.203-1.104
2.203 × 100 %=49.887 %
% pp =2.122-1.068
2.122 × 100 %=49.670 %
% pp =2.160-1.081
2.160 × 100 %=49.954 %
X =49.837 %
% Penurunan Pestisida profenofos
pada tomat dengan perendaman NaCl
10 %
% pp =2.203-1.803
2.203 × 100 %=18.157 %
% pp =2.122-1.707
2.122 × 100 %=19.557 %
% pp =2.160-1.682
2.160 × 100 %=22.130 %
X = 19.948
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Uji F (One-Way Anova) % pengurangan pestisida deltametrin
pada tomat
Descriptives
% Pengurangan Pestisida Deltametrin Pada Tomat
N Mean
Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound
Tidak Dicuci 3 .00000 .000000 .000000 .00000
Pencucian Dengan Air Mengalir 3 53.49100 1.808386 1.044072 48.99872
Perendaman Dengan Air Garam 0.9 % 3 56.81833 11.796428 6.810671 27.51438
Perendaman Dengan Air Garam 5 % 3 68.84867 2.325614 1.342694 63.07152
Perendaman Dengan Air Garam 10 % 3 70.79833 8.659227 4.999407 49.28762
Total 15 49.99127 27.366809 7.066080 34.83603
Descriptives
% Pengurangan Pestisida Deltametrin Pada Tomat
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Upper Bound
Tidak Dicuci .00000 .000 .000
Pencucian Dengan Air Mengalir 57.98328 51.852 55.431
Perendaman Dengan Air Garam 0.9 % 86.12229 43.222 64.331
Perendaman Dengan Air Garam 5 % 74.62581 67.065 71.479
Perendaman Dengan Air Garam 10 % 92.30904 62.041 79.356
Total 65.14650 .000 79.356
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
% Pengurangan Pestisida Deltametrin Pada Tomat
Levene Statistic df1 df2 Sig.
5.132 4 10 .016
ANOVA
% Pengurangan Pestisida Deltametrin Pada Tomat
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 10039.558 4 2509.889 56.322 .000
Within Groups 445.633 10 44.563
Total 10485.191 14
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: % Pengurangan Pestisida Deltametrin Pada Tomat
(I) Perlakuan (J) Perlakuan
Mean
Difference (I-
J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Tukey
HSD
Tidak Dicuci Pencucian Dengan
Air Mengalir -53.491000* 5.450586 .000 -71.42933 -35.55267
Perendaman
Dengan Air
Garam 0.9 %
-56.818333* 5.450586 .000 -74.75666 -38.88001
Perendaman
Dengan Air
Garam 5 %
-68.848667* 5.450586 .000 -86.78699 -50.91034
Perendaman
Dengan Air
Garam 10 %
-70.798333* 5.450586 .000 -88.73666 -52.86001
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pencucian Dengan
Air Mengalir
Tidak Dicuci 53.491000* 5.450586 .000 35.55267 71.42933
Perendaman
Dengan Air
Garam 0.9 %
-3.327333 5.450586 .970 -21.26566 14.61099
Perendaman
Dengan Air
Garam 5 %
-15.357667 5.450586 .104 -33.29599 2.58066
Perendaman
Dengan Air
Garam 10 %
-17.307333 5.450586 .060 -35.24566 .63099
Perendaman
Dengan Air
Garam 0.9 %
Tidak Dicuci 56.818333* 5.450586 .000 38.88001 74.75666
Pencucian Dengan
Air Mengalir 3.327333 5.450586 .970 -14.61099 21.26566
Perendaman
Dengan Air
Garam 5 %
-12.030333 5.450586 .252 -29.96866 5.90799
Perendaman
Dengan Air
Garam 10 %
-13.980000 5.450586 .151 -31.91833 3.95833
Perendaman
Dengan Air
Garam 5 %
Tidak Dicuci 68.848667* 5.450586 .000 50.91034 86.78699
Pencucian Dengan
Air Mengalir 15.357667 5.450586 .104 -2.58066 33.29599
Perendaman
Dengan Air
Garam 0.9 %
12.030333 5.450586 .252 -5.90799 29.96866
Perendaman
Dengan Air
Garam 10 %
-1.949667 5.450586 .996 -19.88799 15.98866
Perendaman Tidak Dicuci 70.798333* 5.450586 .000 52.86001 88.73666
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dengan Air
Garam 10 %
Pencucian Dengan
Air Mengalir 17.307333 5.450586 .060 -.63099 35.24566
Perendaman
Dengan Air
Garam 0.9 %
13.980000 5.450586 .151 -3.95833 31.91833
Perendaman
Dengan Air
Garam 5 %
1.949667 5.450586 .996 -15.98866 19.88799
Bonferroni Tidak Dicuci Pencucian Dengan
Air Mengalir -53.491000* 5.450586 .000 -73.01176 -33.97024
Perendaman
Dengan Air
Garam 0.9 %
-56.818333* 5.450586 .000 -76.33910 -37.29757
Perendaman
Dengan Air
Garam 5 %
-68.848667* 5.450586 .000 -88.36943 -49.32790
Perendaman
Dengan Air
Garam 10 %
-70.798333* 5.450586 .000 -90.31910 -51.27757
Pencucian Dengan
Air Mengalir
Tidak Dicuci 53.491000* 5.450586 .000 33.97024 73.01176
Perendaman
Dengan Air
Garam 0.9 %
-3.327333 5.450586 1.000 -22.84810 16.19343
Perendaman
Dengan Air
Garam 5 %
-15.357667 5.450586 .182 -34.87843 4.16310
Perendaman
Dengan Air
Garam 10 %
-17.307333 5.450586 .099 -36.82810 2.21343
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perendaman
Dengan Air
Garam 0.9 %
Tidak Dicuci 56.818333* 5.450586 .000 37.29757 76.33910
Pencucian Dengan
Air Mengalir 3.327333 5.450586 1.000 -16.19343 22.84810
Perendaman
Dengan Air
Garam 5 %
-12.030333 5.450586 .518 -31.55110 7.49043
Perendaman
Dengan Air
Garam 10 %
-13.980000 5.450586 .281 -33.50076 5.54076
Perendaman
Dengan Air
Garam 5 %
Tidak Dicuci 68.848667* 5.450586 .000 49.32790 88.36943
Pencucian Dengan
Air Mengalir 15.357667 5.450586 .182 -4.16310 34.87843
Perendaman
Dengan Air
Garam 0.9 %
12.030333 5.450586 .518 -7.49043 31.55110
Perendaman
Dengan Air
Garam 10 %
-1.949667 5.450586 1.000 -21.47043 17.57110
Perendaman
Dengan Air
Garam 10 %
Tidak Dicuci 70.798333* 5.450586 .000 51.27757 90.31910
Pencucian Dengan
Air Mengalir 17.307333 5.450586 .099 -2.21343 36.82810
Perendaman
Dengan Air
Garam 0.9 %
13.980000 5.450586 .281 -5.54076 33.50076
Perendaman
Dengan Air
Garam 5 %
1.949667 5.450586 1.000 -17.57110 21.47043
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Uji F (One-Way Anova) % Pengurangan Pestisida Profenofos
pada Tomat
Descriptives
% Pengurangan Pestisida Profenofos Pada Tomat
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound
Tidak Dicuci 3 .00000 .000000 .000000 .00000
Pencucian Dengan Air Mengalir 3 33.48200 5.337418 3.081560 20.22312
Perendaman Dengan Air Garam 0.9 % 3 .10933 2.435370 1.406062 4.05954
Perendaman Dengan Air Garam 5 % 3 49.83700 .148455 .085711 49.46822
Perendaman Dengan Air Garam 10 % 3 19.94800 2.015153 1.163449 14.94208
Total 15 22.67527 18.281850 4.720353 12.55112
Descriptives
% Pengurangan Pestisida Profenofos Pada Tomat
95% Confidence Interval
for Mean
Minimum Maximum Upper Bound
Tidak Dicuci .00000 .000 .000
Pencucian Dengan Air Mengalir 46.74088 27.463 37.639
Perendaman Dengan Air Garam 0.9 % 16.15913 8.056 12.800
Perendaman Dengan Air Garam 5 % 50.20578 49.670 49.954
Perendaman Dengan Air Garam 10 % 24.95392 18.157 22.130
Total 32.79942 .000 49.954
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
% Pengurangan Pestisida Deltametrin Pada Tomat
Levene Statistic df1 df2 Sig.
6.265 4 10 .009
ANOVA
% Pengurangan Pestisida Profenofos Pada Tomat
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4602.161 4 1150.540 149.413 .000
Within Groups 77.004 10 7.700
Total 4679.165 14
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable : % Pengurangan Pestisida Profenofos Pada Tomat
(I) Perlakuan (J) Perlakuan
Mean
Difference (I-
J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Tukey
HSD
Tidak Dicuci Pencucian Dengan
Air Mengalir -33.482000* 2.265743 .000 -40.93875 -26.02525
Perendaman
Dengan Air Garam
0.9 %
-10.109333* 2.265743 .008 -17.56608 -2.65259
Perendaman
Dengan Air Garam
5 %
-49.837000* 2.265743 .000 -57.29375 -42.38025
Perendaman
Dengan Air Garam
10 %
-19.948000* 2.265743 .000 -27.40475 -12.49125
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pencucian Dengan
Air Mengalir
Tidak Dicuci 33.482000* 2.265743 .000 26.02525 40.93875
Perendaman
Dengan Air Garam
0.9 %
23.372667* 2.265743 .000 15.91592 30.82941
Perendaman
Dengan Air Garam
5 %
-16.355000* 2.265743 .000 -23.81175 -8.89825
Perendaman
Dengan Air Garam
10 %
13.534000* 2.265743 .001 6.07725 20.99075
Perendaman
Dengan Air Garam
0.9 %
Tidak Dicuci 10.109333* 2.265743 .008 2.65259 17.56608
Pencucian Dengan
Air Mengalir -23.372667* 2.265743 .000 -30.82941 -15.91592
Perendaman
Dengan Air Garam
5 %
-39.727667* 2.265743 .000 -47.18441 -32.27092
Perendaman
Dengan Air Garam
10 %
-9.838667* 2.265743 .010 -17.29541 -2.38192
Perendaman
Dengan Air Garam
5 %
Tidak Dicuci 49.837000* 2.265743 .000 42.38025 57.29375
Pencucian Dengan
Air Mengalir 16.355000* 2.265743 .000 8.89825 23.81175
Perendaman
Dengan Air Garam
0.9 %
39.727667* 2.265743 .000 32.27092 47.18441
Perendaman
Dengan Air Garam
10 %
29.889000* 2.265743 .000 22.43225 37.34575
Perendaman Tidak Dicuci 19.948000* 2.265743 .000 12.49125 27.40475
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dengan Air Garam
10 %
Pencucian Dengan
Air Mengalir -13.534000* 2.265743 .001 -20.99075 -6.07725
Perendaman
Dengan Air Garam
0.9 %
9.838667* 2.265743 .010 2.38192 17.29541
Perendaman
Dengan Air Garam
5 %
-29.889000* 2.265743 .000 -37.34575 -22.43225
Bonferroni Tidak Dicuci Pencucian Dengan
Air Mengalir -33.482000* 2.265743 .000 -41.59655 -25.36745
Perendaman
Dengan Air Garam
0.9 %
-10.109333* 2.265743 .012 -18.22388 -1.99479
Perendaman
Dengan Air Garam
5 %
-49.837000* 2.265743 .000 -57.95155 -41.72245
Perendaman
Dengan Air Garam
10 %
-19.948000* 2.265743 .000 -28.06255 -11.83345
Pencucian Dengan
Air Mengalir
Tidak Dicuci 33.482000* 2.265743 .000 25.36745 41.59655
Perendaman
Dengan Air Garam
0.9 %
23.372667* 2.265743 .000 15.25812 31.48721
Perendaman
Dengan Air Garam
5 %
-16.355000* 2.265743 .000 -24.46955 -8.24045
Perendaman
Dengan Air Garam
10 %
13.534000* 2.265743 .001 5.41945 21.64855
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perendaman
Dengan Air Garam
0.9 %
Tidak Dicuci 10.109333* 2.265743 .012 1.99479 18.22388
Pencucian Dengan
Air Mengalir -23.372667* 2.265743 .000 -31.48721 -15.25812
Perendaman
Dengan Air Garam
5 %
-39.727667* 2.265743 .000 -47.84221 -31.61312
Perendaman
Dengan Air Garam
10 %
-9.838667* 2.265743 .015 -17.95321 -1.72412
Perendaman
Dengan Air Garam
5 %
Tidak Dicuci 49.837000* 2.265743 .000 41.72245 57.95155
Pencucian Dengan
Air Mengalir 16.355000* 2.265743 .000 8.24045 24.46955
Perendaman
Dengan Air Garam
0.9 %
39.727667* 2.265743 .000 31.61312 47.84221
Perendaman
Dengan Air Garam
10 %
29.889000* 2.265743 .000 21.77445 38.00355
Perendaman
Dengan Air Garam
10 %
Tidak Dicuci 19.948000* 2.265743 .000 11.83345 28.06255
Pencucian Dengan
Air Mengalir -13.534000* 2.265743 .001 -21.64855 -5.41945
Perendaman
Dengan Air Garam
0.9 %
9.838667* 2.265743 .015 1.72412 17.95321
Perendaman
Dengan Air Garam
5 %
-29.889000* 2.265743 .000 -38.00355 -21.77445
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Hasil Kromatogram pada Sampel Tomat Sebelum Perendaman
dengan Larutan Pestisida
A. Kromatogram sampel tomat pada analisis piretroid (deltametrin)
B. Kromatogram sampel tomat pada analisis organofosfat (profenofos)
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Hasil Kromatogram Deret Deltametrin dan Profenofos
A. Kromatogram deltametrin kadar 0.25 ppm
B. Kromatogram deltametrin kadar 0.5 ppm
C. Kromatogram deltametrin kadar 0.75 ppm
D. Kromatogram deltametrin kadar 1 ppm
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
E. Kromatogram deltametrin kadar 1.5 ppm
F. Kromatogram deltametrin kadar 2 ppm
G. Kromatogram Profenofos kadar 0.25 ppm
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
H. Kromatogram Profenofos kadar 0.5 ppm
I. Kromatogram Profenofos kadar 0.75 ppm
J. Kromatogram Profenofos kadar 1 ppm
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
K. Kromatogram Profenofos kadar 1.5 ppm
L. Kromatogram Profenofos kadar 2 ppm
Lampiran 17. Hasil Kromatogram Deltametrin dan Profenofos Pada Tomat Sebelum dan
Setelah Dicuci
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
A. Kromatogram deltametrin pada sampel tomat tidak dicuci
B. Kromatogram profenofos pada sampel tomat tidak dicuci
C. Kromatogram deltametrin pada sampel tomat dicuci dengan air mengalir
D. Kromatogram profenofos pada sampel tomat dicuci dengan air mengalir
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
E. Kromatogram deltametrin pada sampel tomat direndam dengan larutan NaCl 0.9 %
F. Kromatogram profenofos pada sampel tomat direndam dengan larutan NaCl 0.9 %
G. Kromatogram Deltametrin pada sampel tomat direndam dengan larutan NaCl 5 %
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
H. Kromatogram profenofos pada sampel tomat direndam dengan larutan NaCl 5 %
I. Kromatogram deltametrin pada sampel tomat direndam dengan larutan NaCl 10 %
J. Kromatogram Profenofos pada sampel tomat direndam dengan larutan NaCl 10 %
Lampiran 18. Hasil Kromatogram Larutan Standar deltametrin
A. Kromatogram larutan standar deltametrin kadar 2 ppm
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
B. Kromatogram larutan standar deltametrin kadar 1.5 ppm
C. Kromatogram larutan standar deltametrin kadar 1 ppm
D. Kromatogram larutan standar deltametrin kadar 0.75 ppm
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
E. Kromatogram larutan standar deltametrin kadar 0.5 ppm
F. Kromatogram larutan standar deltametrin kadar 0.25 ppm
Lampiran 19. Hasil Kromatogram Larutan Standar Profenofos
A. Kromatogram larutan standar profenofos kadar 0.5 ppm
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
B. Kromatogram larutan standar profenofos kadar 1 ppm
C. Kromatogram larutan standar profenofos kadar 2 ppm
D. Kromatogram larutan standar profenofos kadar 3 ppm
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
E. Kromatogram larutan standar profenofos kadar 4 ppm
F. Kromatogram larutan standar profenofos kadar 5 ppm
Lampiran 20. Determinasi Tomat
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 21. Sertifikat analisis deltametrin
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 22. Sertifikat analisis profenofos
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta