Tugas Tht Ku
Transcript of Tugas Tht Ku
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit THT merupakan salah satu jenis penyakit yang sering ditemukan
pada masyarakat. Banyaknya keluhan dan gejala yang ada dan berbagai macam
jenis penyakit THT, menyebabkan identifikasi penyakit THT menjadi sulit. Maka
dari itu dibutuhkan sebuah aplikasi untuk mendiagnosa gejala-gejala dan keluhan
yang dirasakan pasien untuk mengidentifikasi apakah merupakan gejala dari
penyakit THT.
Di tahun 2012 tepatnya pada bulan November, ditemukan sepuluh penyakit
terbanyak yang diranking berdasarkan jumlah pasien yang datang ke poli THT
RSUD Dr. R. Koesma Tuban. Adapun sepuluh penyakit tersebut adalah otitis media
serosa kronik, otitis eksterna, serumen telinga, otitis media akut, rhinitis akut, tonsilitis
kronik, corpus alienum, sinusitis kronis, sensorineural hearing loss, dan epistaksis.
Untuk dapat menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan di telinga,
hidung dan tenggorokan, diperlukan kemampuan melakukan anamnesis dan
ketrampilan melakukan pemeriksaan organ-organ tersebut. Kemampuan ini
merupakan bagian dari pemeriksaan fisik bila terdapat keluhan atau gejala yang
berhubungan dengan kepala dan leher. Pemeriksaan pula dilakukan selengkap
mungkin dengan tambahan berbagai macam pemeriksaan penunjang dengan alat-
alat canggih.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana mendiagnosa dan memberikan terapi pada penyakit-penyakit terbanyak
yang terjadi dibidang THT?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
1
Menjelaskan diagnosa dan terapi penyakit-penyakit terbanyak yang
terjadi di bidang THT.
1.3.2 Tujuan khusus
Menjelaskan definisi dari penyakit-penyakit THT terbanyak
Menjelaskan diagnosa serta pemeriksaan klinis dan penunjang dari
penyakit-penyakit tersebut
Menjelaskan penatalaksaan dari penyakit-penyakit tersebut
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat umum
Menambah wawasan mengenai penyakit THT yang sering kita temui
dilapangan.
1.4.2 Manfaat khusus
Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit THT.
B AB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tonsilitis Kronis
2.1.1 Definisi
Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil setelah serangan akut yang
erjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. 1
2
2.1.2 Diagnosa Klinis 2
Gejala Klinis :
1. nyeri terus menerus pada tenggorokan (odinofagi)
2. nyeri telan
3. ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan
4. tenggorokan terasa kering
5. nafas berbau busuk
6. kadang-kadang disertai demam dan nyeri pada leher.
Pemeriksaan Klinis dan penunjang
1. pemeriksaan klinis :
- pembesaran tonsil karena hipertrofi dan perlengketan ke
jarigan sekitar, kripta yang melebar, tonsl ditutupi oleh
eksudat yang purulen.
- Tonsil dapat tetap kecil, mengeriput, tepi hiperemi,
sekret purulen.
2. pemeriksaan penunjang :
- uji reistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil
- biakan swab untuk melihat macam kuman dan derajat
keganasan
komplikasi
1. komplikasi sekitar tonsil
- peritonsilitis
- abses peritonsilar
- abses parafaringeal
- abses retrofaring
- kista tonsil
- tonsilolith
2. komplikasi organ jauh
- demam reumatik dan penyakit jantung reumatik
- glomerulonefritis
- episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
3
- psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria, dan
purpura
- artritis dan fibrositis
Diagnosa banding
2.1.3 penatalaksanaan dan prognosa
Penatalaksanaan
1. medikamentosa : antibiotik, irigasi tenggorokan dan usaha
untuk membersihkan kripta tonsilaris.
2. pembedahan : tonsilektomi
Prognosa
baik
2.2 Corpus alienum 3,4
2.2.1 Definisi
Corpus alienum adalah benda asing yang berasal dari luar atau dalam tubuh yang
dalam keadaan normal tidak ada pada tubuh.
2.2.2 Diagnosa Klinis
Gejala Klinis
Benda Asing di Telinga
- Tanpa gejala
- Pasien yang lain mungkin merasa sakit dengan gejala seperti otitis
media, pendengaran berkurang, atau rasa penuh ditelinga.
Benda Asing di Hidung
- obstruksi unilateral dan secret yang berbau
Benda Asing di Laring, Trakea, dan Bronkus
- Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing saluran napas akan
mengalami 3 stadium.
4
o Stadium pertama : batuk-batuk hebat secara tiba-tiba
(violent paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking),
rasa tersumbat di tenggorok (gagging) dan obstruksi jalan
napas yang terjadi dengan segera.
o Pada stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh
interval asimtomatis.
o Pada stadium ketiga : batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia
dan abses paru.
- Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut di antara pita
suara atau berada di subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung
pada besar, bentuk dan letak (posisi) benda asing.
- Sumbatan total di laring : disfonia sampai afonia, apnea dan sianosis.
- Sumbatan tidak total : disfonia sampai afonia, batuk yang disertai
serak (croupy cough), odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, dan
dispnea.
Benda Asing di Orofaring dan Esofagus
- Gejala orofaring : Rasa tidak nyaman dari ringan sampai berat, sulit
menelan atau tidak dapat mengontrol air liur, pasien dapat
melokalisir benda asing tersebut.(7)
- Gejala esophagus : riwayat mencerna, tidak nyamaN pada
epigastrium, Disfagia, tidak mampu mengendalikan sekresi air liur.
Pada pasien anak biasanya tidak terdapat gejala yang khas. Orang
tua biasanya yang memberitahu kepada dokter bahwa anaknya
telah menelan sesuatu. Rasa tersumbat ditenggorok, muntah, dan
sakit tenggorokan biasanya muncul. Jika benda asing berlangsung
lama maka biasanya anak menjadi tidak ingin makan, rewel, gagal
tumbuh, demam, stridor, gejala pulmonal seperti pneumonia yang
berulang yang berasal dari aspirasi. Benda asing esophagus yang
5
besar pada UES dapat mendesak trakea sehingga menyebabkan
stidor dan membahayakan pernafasan.
Pemeriksaan Klinis dan penunjang
Benda Asing di Telinga
- Otoskop : terlihat benda asing
Benda Asing di Hidung
- inspeksi akan telihat benda asing yang terjepit dalam hidung
Benda Asing di Laring, Trakea, dan Bronkus
- pemeriksaan radiologis
- laboratorium
- Video fluoroskopi
Benda Asing di Orofaring dan Esofagus
- Inspeksi
- Foto Rontgen polos esophagus servikal dan torakal anteroposterior
dan lateral
- Endoscopi
- CT scan sebelum endoskopi
2.2.3 Penatalaksanaan dan Prognosa
Penatalaksanaan
Benda Asing di Telinga
Forceps yang sudah dimodifikasi dapat digunakan untuk mengambil
benda dengan bantuan otoskop.
Suction dapat digunakan untuk menghisap benda
6
Irigasi liang telinga dengan air hangat dengan pipa kecil dapat membuat
benda-benda keluar dari liang telinga dan membersihkan debris.
Penggunaan alat seperti magnet dapat digunakan untuk benda dari logam
Sedasi pada anak perlu dilakukan jika tidak dapat mentoleransi rasa sakit
dan takut.
Serangga dalam liang telinga biasanya diberikan lidocain atau minyak,
lalu diirigasi dengan air hangat.
Setelah benda asing keluar, diberikan antibiotik tetes selama lima hari
sampai seminggu untuk mencegah infeksi dari trauma liang telinga.
Benda Asing di Hidung
Pengangkatan dapat dilakukan di klinik pada anak yang kooperatif,
setelah sebelumnya dioleskan suatu anastetik topical dan vasokonstriktor
misalnya kokain. Suatu kait buntu yang diselipkan di belakang benda tersebut
atau suatu forsep alligator yang kecil akan sangat membantu. Kadang
diperlukan anestesi umum untuk mengeluarkan benda tersebut.(5)
Benda Asing di Laring, Trakea, dan Bronkus
cara perasat dari Heimlich (Heimlichmaneuver).
pengangkatan segera secara endoskopik.
Benda Asing di Orofaring dan Esofagus
esofagoskopi menggunakan cunam
pembedahan yaitu servikotomi, torakotomi, atau esofagotomi,
tergantung lokasi benda asing. Bila dicurigai adanya perforasi yang
kecil segera dipasang pipa nasogaster agar pasien tidak menelan
makanan ataupun ludah dan diberikan antibiotika bersprektm luas
selama 7-10 hari untuk mencegah timbulnya sepsis
Prognosa
baik
2.3 Sinusitis kronis 37
2.3.1 Definisi
Sinusitis kronis adalah radang mukosa sinus paranasal yang berlangsung
lebih dari 3 bulan.
2.3.2 Diagnosa Klinis
Gejala Klinis
1. sekret pada hidung dan para nasal (post nasal drip) yang sering
kali mukopurulen, hidung tersumbat.
2. larig dan faring terasa tidak nyaman dan gatal.
3. pendengaran terganggu karena terjadi sumbatan tuba
eustachius
4. nyeri atau sakit kepala
5. sakit mata karena penjalaran infeksi mealui duktus
nasolakrimalis.
6. batuk
Komplikasi
1. komplikasi orbita
2. mukokel
3. komplikasi intrakranial
4. osteomielitis dan abses subperiosteal
Pemeriksaan Klinis dan penunjang
1. pemeriksaan klinis :
- rinoskopi anterior : sekret kental, purulen dari meatus
medius dan superior, polip, tumor.
- Rinoskopi posterior : sekret purulen di nasofaring/
tenggorokan.
2. pemeriksaan penunjang :
- pemeriksaan transiluminasi: daerah sius terlihat gelap
- radiologik :
- sinoskopi : osteum tampak tertutup akibat perlengketan
sehingga drainase terganggu.
8
- endoskopi dan CT Scan : etmoiditis kronis (penebalan
mukosa, air fluid level, perselubungan homogen/tidak
pada satu atau lebih, penebalan dinding sinus dengan
sklerotik.
Diagnosa banding
1. fever of unknown origin
2. gastroesofageal reflux disease
3. rhinitis allergic
4. rhinocerebral mucormycosis
5. sinusitis akut
2.3.3 Penatalaksanaan dan Prognosa
Penatalaksanaan
1. medikamentosa :
- Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana
yang sesuaidan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka
pemberian antibiotik mencukupi 10-14 hari.
- Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada
episode akutlini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau
tidaknya perbaikan,diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat
kultur. Jika ada perbaikan teruskanantibiotik mencukupi 10-14 hari,
jika tidak ada perbaikan evaluasi kembalidengan pemeriksaan naso-
endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik).Jika ada
obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah
yaituBSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka
evaluasi diagnosis.
- Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit.
- Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang
sinusitisethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian
Proetz.
2. pembedahan :
9
- Radikal :
Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc, Sinus ethmoid dengan
ethmoidektomi, Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.
- Non Radikal Bedah :
Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka
dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.
Menurut Manning, terapi operatif pada anak di bagi dalam 2 jenis
yaitu :10
1. Operasi sinus tidak langsung
Yaitu operasi yang ditujukan untuk memperbaiki fungsi hidung dan
sinusseperti : septoplasti, pengangkatan benda asing,
polipektomi,tonsiloadenoidektomi dan irigasi sinus.
2. Operasi sinus langsung
Yaitu operasi yang ditujukan langsung pada sinus tersebut
seperti :etmoidektomi, operasi Luc dan bedah sinus endoskopik
fungsional atau FESS.
Bedah Sinus Endoskopik fungsional (FESS)
Teknik ini dapat juga dilakukan pada anak karena lebih fisiologis dan
amanserta lebih efektif.
Operasi ini di indikasikan pada :6
- Rinosinusitis akut pada anak dengan komplikasi.
- Sinusitis rekuren akut.
10
- Sinusitis kronis yang gagal dengan terapi medika
mentosa
Prognosa
baik
2.4 Tuli saraf/ SNHL5,6
2.4.1 Definisi
Tuli sensorineural adalah berkurangnya pendengaran atau gangguan
pendengaran yang terjadi akibat kerusakan pada telinga bagian dalam, saraf
yang berjalan dari telinga ke otak (saraf pendengaran), atau otak.
2.4.2 Diagnosa Klinis
Gejala Klinis
- Gangguan pendengaran mungkin timbul secara bertahap atau
tiba-tiba
- Tinnitus (telinga berdenging), vertigo (berputar sensasi)
- rasa nyeri di dalam telinga (otalgia)
- keluar cairan dari telinga (otore).
- Perlu ditanyakan apakah keluhan tersebut pada satu atau kedua
telinga, timbul tiba-tiba atau bertambah berat, sudah berapa
lama diderita
- riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik,
terpajan bising, pemakaian obat ototoksik, pernah menderita
penyakit infeksi virus, apakah gangguan pendengaran ini sudah
diderita sejak bayi sehingga terdapat gangguan bicara dan
komunikasi
- apakah gangguan lebih terasa di tempat yang bising atau lebih
tenang.
Pemeriksaan Klinis dan penunjang
1. Pemriksaan klinis
2. Pemeriksaan penunjang
11
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan
pemeriksaan yang terdiri dari audiometri khusus, audiometri
objektif, pemeriksaan tuli anorganik, dan pemeriksaan
audiometri anak.
a. Audiometri khusus
Perlu diketahui adanya istilah rekrutmen yaitu peningkatan
sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang
dengar dan kelelahan merupakan adaptasi abnormal yang
merupakan tanda khas tuli retrokoklea. Kedua fenomena ini
dapat dilacak dengan beberapa pemeriksaan khusus, yaitu:
• Tes SISI (short increment sensitivity index)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah pasien
dapat membedakan selisih intensitas yang kecil (samapai 1
dB).
• Tes ABLB (alternate binaural loudness balans test)
Diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama
pada kedua telinga sampai kedua telinga mencapai persepsi
yang sama.
• Tes Kelelahan (Tone decay)
Telinga pasien dirangsang terus-menerus dan terjadi kelelahan.
Tandanya adalah tidak dapat mendengar dengan telinga yang
diperiksa.
• Audiometri Tutur (Speech audiometri)
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai kemampuan pasien
berbicara dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar
(hearing aid).
• Audiometri Bekesy
Tujuan pemeriksaan adalah menilai ambang pendengaran
seseorang dengan menggunakan grafik.
b. Audiometri objektif
12
• Audiometri Impedans
Tujuan pemeriksaan adalah untuk memeriksa kelenturan
membran timpani dengan tekanan tertentu pada meatus
akustikus eksterna.
• Elektrokokleografi
Digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang khas
dari evoke electropotential cochlea.
• Evoked Response Audiometry
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai perubahan potensial
listrik di otak setelah pemberian rangsang sensoris berupa
bunyi. Pemeriksaan ini bermanfaat pada keadaan tidak
memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan biasa dan untuk
memeriksa orang yang berpura-pura tuli (malingering) atau
kecurigaan tuli saraf retrokoklea.
• Otoacoustic Emission/OAE
Emisi otoakustik menunjukkan gerakan sel rambut luar dan
merefleksikan fungsi koklea.
c. Pemeriksaan tuli anorganik
• Cara Stenger
Memberikan 2 nada yang bersamaan pada kedua telinga,
kemudian nada dijauhkan pada sisi yang sehat.
• Audiometri nada murni dilakukan secara berulang dalam
satu minggu.
• Dengan Impedans.
• Dengan BERA.
d. Audiologi anak
• Free field test
Bertujuan untuk menilai kemampuan anak dalam memberikan
respons terhadap rangsang bunyi yang diberikan.
13
• Audiometri bermain (play audiometry).
• BERA (Brainstem Evoke Response Audiometry).
• Echocheck dan emisi Otoakustik (Otoacoustic
emissions/OAE).
Diagnosa banding
1. Barotrauma
2. serebrovaskular hiperlipidemia
3. efek akibat terapi radiasi
4. trauma kepala
5. lupus eritematosus
6. campak
7. multiple sclerosis
8. penyakit gondok
9. neoplasma kanal telinga
10.neuroma
11.otitis externa
12.otitis media dengan pembentukan kolesteatoma
13.ototoxicity
14.poliartriti
15. gagal ginjal
16.sipilis.
2.4.3 Penatalaksanaan dan Prognosa
penatalaksanaan
Tuli sensorineural tidak dapat diperbaiki dengan terapi medis atau
bedah tetapi dapat distabilkan. Tuli sensorineural umumnya
diperlakukan dengan menyediakan alat bantu dengar (amplifikasi)
khusus.
Tuli sensorineural yang disebabkan oleh penyakit metabolik
tertentu (diabetes, hipotiroidisme, hiperlipidemia, dan gagal ginjal) atau
14
gangguan autoimun (poliartritis dan lupus eritematosus) dapat diberikan
pengobatan medis sesuai penyakit yang mendasarinya. Implantasi
bedah perangkat elektronik di belakang telinga yang disebut implan
koklea yang secara langsung merangsang saraf pendengaran.
Prognosa
Pasien dengan gangguan pendengaran sensorineural yang berat
mungkin dapat mendengar suara setelah melakukan implantasi koklea.
Jika tinitus disebabkan oleh tumor akustik, otosklerosis, atau kondisi
tekanan telinga meningkat dalam hidrolik (sindrom Meniere), operasi
untuk mengangkat lesi atau menyamakan tekanan dapat dilakukan.
Tinitus berkurang atau sembuh sekitar 50% dari kasus yang berat
setelah menjalani operasi.
2.5 Epistaksis 7,8
2.5.1 Definisi
Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga
hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu
kelainan yang hampir 90 % dapat berhenti sendiri.(1,3)
2.5.2 Diagnosa Klinis
Gejala Klinis :
- Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari
bagian depan dan belakang hidung.
- Adanya riwayat trauma seperti terbentur, mengorek hidung
- Adanya riwayat pengobatan yang menggunakasn obat-obatan
seperti aspirin
- Adanya riwayat penyalahgunaan alkohol.
Komplikasi
- sinusitis (karena ostium sinus tersumbat)
15
- air mata yang berdarah(bloody tears)
- otitis media
- haemotympanum
- laserasi palatum mole
- syok dan anemia
Pemeriksaan Klinis dan penunjang
1. pemeriksaan klinis : ditemukan sekret maupun darah.
2. Pemeriksaan penunjang :
- Rinoskopi anterior : Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara
teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung
dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkhainferior
harus diperiksa dengan cermat.
- Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting
pada pasien dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik
untuk menyingkirkan neoplasma.(7)
- Pengukuran t ekanan da rah : Tekanan darah perlu diukur
untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena
hipertensidapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.
(7)
16
- Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI : Rontgen sinus dan
CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau infeksi. (4,5)
- Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan
kemungkinan penyakit lainnya.
- Sk r in ing t e rhadap koagu lopa t i : Tes-tes yang tepat
termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial,
jumlah platelet dan waktu perdarahan.(6)
- R i w a y a t p e n y a k i t :
R iwaya t penyak i t yang t e l i t i d apa t mengungkapka
n s e t i ap masa l ah ke seha t an yang mendasari epistaksis.
Diagnosa banding
- Hemoptisis
- varises oesofagus yang berdarah
- perdarahan di basis cranii
2.5.3 Penatalaksanaan dan Prognosa
Pentalaksanaan
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu : menghentikan
perdarahan,mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis.
Kalau ada syok, perbaiki dulu kedaanumum pasien. Tindakan yang dapat
dilakukan antara lain: (3,6,7)
1. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi
duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
2. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat
dihentikan dengancara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping
hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit (metode Trotter).(7)
17
3. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang
telah dibasahidengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat
penghisap untuk membersihkan bekuan darah.(3,4,5)
4. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan
jelas, dilakukankaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam
trikloroasetat 10% atau denganelektrokauter. Sebelum kaustik diberikan
analgesia topikal terlebih dahulu.(4)
5. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung,
diperlukan pemasangantampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang
diberi vaselin yang dicampur betadinatau zat antibiotika. Dapat juga dipakai
tampon rol yang dibuat dari kasa sehinggamenyerupai pita dengan lebar
kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak
rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal
perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari.(5,6)
6. Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau
tampon Bellocq,dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan
mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi
18
yang lainnya. Tampon harus menutup koana(nares posterior). Setiap pasien
dengan tampon Bellocq harus dirawat.(6,7)
7. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan
balon. Balondiletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.(7)
8. Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik.
Akan tetapi adayang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.(7)
9. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak
dapat diatasi dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus
dirujuk ke rumah sakit.(7)
Prognosa
90% kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada pasien hipertensi
dengan atau tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering
kambuh dan prognosisnya buruk. (6)
BAB III
PENUTUP
19