Tugas Tekber Full
-
Upload
lilly-andhika -
Category
Documents
-
view
250 -
download
2
description
Transcript of Tugas Tekber Full
TUGAS MATA KULIAH TEKNOLOGI BERSIHKUNJUNGAN INDUSTRI
PT. DU PONT INDONESIA
PIONEER - MALANG PRODUCTION PLANT
Oleh :Lailia Yuslichati (125100900111016)Ayu Rafita Dwi Cahyati (125100901111010)Devid Ilmiyatul Hasanah (125100901111012)Caesara Sekar Wulan (125100901111026)Mifta Maharani (125100907111010)Lilly Andhika (125100907111012)Christophorus Boantua S (125100907111022)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah industri yang terus meningkat menyebabkan semakin meningkatnya
pencemaran air akibat dari limbah yang dibuang secara langsung ke lingkungan tanpa diolah
terlebih dahulu oleh industri. Semakin meningkatnya pencemaran air mengharuskan para
pemilik perusahaan untuk memiliki sebuah instalasi pengolahan air limbah, namun
sebagaian besar perusahaan pada saat ini telah menitikberatkan pengolahan limbah sebagai
pengelolaan lingkungan pada proses tahap akhir (end-of-pipe). Metode pengolahan tahap
akhir (end-of-pipe) ini sebenarnya lebih membutuhkan biaya yang lebih besar. Oleh karena
itu perusahaan membutuhkan suatu teknologi yang dapat mengurangi tingkat pencemaran
dengan biaya yang sedikit. Produksi bersih merupakan altgernatif untuk strategi manajemen
lingkungan.
Produksi bersih (Cleaner Production) merupakan suatu strategi untuk menghindari
timbulnya pencemaran industri melalui pengurangan timbulan limbah (waste generation)
pada setiap tahap dari proses industri untuk meminimalkan atau mengeliminasi limbah
sebelum segala jenis potensi pencemaran terbentuk. Produksi bersih adalah strategi
pengelolaan lingkungan yang sifatnya mengarah pada pencegahan (preventif) dan terpadu
agar dapat diterapkan pada seluruh siklus produksi. Hal tersebut memiliki tujuan untuk
meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik dalam
penggunaan bahan mentah, energi dan air, mendorong performansi lingkungan yang lebih
baik melalui sumber-sumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi dampak produk
terhadap lingkungan melalui rancangan yang ramah lingkungan, namun efektif dari segi
biaya.
PT. DuPont Indonesia merupakan salah satu perusahaan di Indonesia yang bergerak
di bidang pertanian. PT. DuPont Indonesia setiap tahunnya dapat memproduksi 16.000 ton
benih jagung hibrida dan 600 ton benih padi hibrida. Kami memilih melakukan kunjungan
industri ke PT. DuPont Indonesia dikarenakan untuk melihat proses produksi benih jagung
dan benih padi hibrida dengan teknologi yang diterapkan di PT. DuPont Indonesia untuk bisa
menghasilkan benih jagung dan benih padi hibrida yang begitu banyak dan berkualitas
bagus.
1.2 Tujuan
Tujuan diadakannya kunjungan industri ini adalah :
1. Untuk mengetahui teknologi bersih yang diterapkan oleh PT. DuPont Indonesia
2. Untuk mengetahui proses produksi dan teknologi atau mesin yang digunakan di PT.
DuPont Indonesia
3. untuk menambah wawasan dan pengetahuan lebih dalam mengenai produksi bersih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Teknologi Bersih
Perkembangan pembangunan disamping meningkatkan kesejahteraan manusia juga
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Industrialisasi dan urbanisasi yang
cepat di banyak negara juga telah mengakibatkan pencemaran yang serius. Untuk
mengatasi pencemaran yang dihasilkan, saat ini industri telah menitik beratkan pada
pengolahan limbah sebagai pengelolaan lingkungan pada proses tahap akhir (end-of-pipe).
Namun metoda pengolahan tahap akhir ini sangatlah mahal. Oleh karena itu timbul
pemikiran perlunya konsep pencegahan pencemaran, yang akhirnya menuju kepada
“Produksi Bersih”. Produksi bersih adalah alternatif untuk strategi manajemen lingkungan.
(Suhartini, 2008)
Produksi Bersih merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendekatan
secara konseptual dan operasional terhadap proses produksi dan jasa, dimana dampaknya
dari keseluruhan daur hidup produk terhadap lingkungan dan manusia diupayakan sekecil
mungkin. Strategi Produksi Bersih mempunyai arti yang sangat luas karena didalamnya
termasuk upaya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan melalui pilihan jenis
proses, yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup dan teknologi bersih.
Produksi bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang diterapkan
untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan
lingkungan. Strategi konvensional dalam pengelolaan limbah didasarkan pada pendekatan
pengelolaan limbah yang terbentuk (end-of pipe treatment). Pendekatan ini terkonsentrasi
pada upaya pengolahan dan pembuangan limbah dan untuk mencegah pencemaran dan
kerusakan lingkungan. Strategi ini dinilai kurang efektif karena bobot pencemaran dan
kerusakan lingkungan terus meningkat. Kelemahan yang terdapat pada pendekatan
pengolahan limbah secara konvensional diantaranya adalah :
1. Tidak efektif memecahkan masalah lingkungan karena hanya mengubah bentuk limbah
dan memindahkannya dari suatu media ke media lain.
2. Bersifat reaktif yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah.
3. Karakteristik limbah semakin kompleks dan semakin sulit diolah.
4. Tidak dapat mengatasi masalah pencemaran yang sifatnya non-point sources pollution.
5. Inovestasi dan biaya operasi pengolahan limbah relatif mahal dan hal ini sering dijadikan
alasan oleh pengusaha untuk tidak membangun instalasi pengolahan limbah.
6. Peraturan perundang-undangan yang ada masih terpusat pada pembuangan limbah,
belum mencakup upaya pencegahan. (Konsep Umum Produksi Bersih )
Dasar Hukum Pelaksanaan Produksi Bersih adalah UU RI No. 23 Tabun 1997
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 14 dan Pasal 17. Pelaksanaan Produksi
Bersih juga tercantum di dalam Dokumen ISO 14001 Butir 3.13
2.1.1 Teknik Penerapan Teknologi Bersih
Secara garis besar pilihan penerapan produksi bersih dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
1. Perubahan bahan Baku
a. Mengurangi atau menghilangkan bahan baku yang mengandung bahan berbahaya
dan beracun seperti logam berat dari zat warna pelarut (B3).
b. Menggunakan bahan baku yang kualitasnya baik dan murni untuk menghindari
komtaminan dalam proses.
2. Tata Cara Operasi dan Housekeeping
a. Mencegah kehilangan bahan baku, produk maupun energi dari pemborosan,
kebocoran dan tercecer.
b. Penanganan material untuk mengurangi kehilangan material akibat kesalahan
penanganan, habisnya waktu tinggal bagi bahan yang sensetif terhadap waktu.
c. Penjadwalan produksi membentu mencegah pembororsan (energi, material dan air)
dan koordinasi pengelolaan limbah.
d. Segregasi/ memisahkan limbah menurut jenisnya untuk mengurangi volume limbah
B3.
e. Mengembangkan manajemen perawatan sehingga mengurangi kehilangan akibat
kerusakan.
3. Penggunaan Kembali
a. Menggunakan kembali sisa air proses, air pendingin dan material lain didalam pabrik.
b. Mengambil kembali bahan buangan sebagai energi. enciptakan kegunaan limbah
sebagai produk lain yang dapat dimanfaatkan oleh pihak luar.
4. Perubahan Teknologi
a. Merubah peralatan, tata letak dan perpipaan untuk memperbaiki aliran proses dan
meningkatkan efesiensi.
b. Memeperbaiki kondisi proses sehingga meningkatkan kualitas produksi dan
mengurangi jumlah limbah.
5. Perubahan Produk
a. Merubah formulasi produk untuk mengurangi dampak lingkungan pada waktu
digunakan oleh konsumen.
b. Merancang produksi sedemikian rupa sehingga mudah untuk di daur ulang.
c. Mengurangi kemasan yang tidak perlu. (Artiningsih)
2.1.2 Prinsip-prinsip Produksi Bersih
1. Dirancang secara komprehensif dan pada tahap sedini mungkin. Produksi Bersih
dipertimbangkan pada tahap sedini mungkin dalam pengembangan proyek-proyek
baru atau pada saat mengkaji proses atau aktivitas yang sedang
berlangsung.Bersifat proaktif, harus diprakarsai oleh industri dan kepentingan-
kepentingan yang terkait.
2. Bersifat fleksibel, dapat mengakomodasi berbagai perubahan, perkembangan di
bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi dan
kepentingan berbagai kelompok masyarakat.
3. Perbaikan Berlanjut
2.1.3 Konsep Penerapan Produksi Bersih
1. Konsep Produksi Bersih memiliki 4 (empat) prinsip dasar, yaitu:
a. Prinsip kehati-hatian (precautionary), tanggung jawab yang utuh dari produsen agar
tidak menimbulkan dampak yang merugikan sekecil apapun.
b. Prinsip pencegahan (preventive), penting untuk memahami siklus hidup produk
(product life cycle) dari pemilihan bagan baku hingga terbentuknya limbah.
c. Prinsip demokrasi, komitmen dan keterlibatan semua pihak dalam rantai produksi
dan konsumsi.
d. Prinsip holistic, pentingnya keterpaduan dalam pemanfaatan sumber daya
lingkungan dan konsumsi sebagai satu daur yang tidak dapat dipisahpisahkan.
2. Strategi yang digunakan dalam penerapan Produksi Bersih adalah:
a. Pencegahan terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan
b. Program daur ulang,
c. Pengolahan dan pembuangan limbah tetap diperlukan sehingga dapat saling
melengkapi satu dengan lainnya.
Strategi untuk menghilangkan limbah atau mengurangi limbah sebelum terjadi
(preventive strategy), lebih disukai daripada strategi yang berurusan dengan pengolahan
limbah atau pembuangan limbah yang telah ditimbulkan (treatment strategy). Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan strategi berikut ini:
1. Eliminasi
Strategi ini dimasukkan sebagai metode pengurangan limbah secara total. Bila perlu
tidak mengeluarkan limbah sama sekali (zero discharge). Didalam konsep penerapan
Produksi Bersih hal ini dimasukkan sebagai metode pencegahan pencemaran.
2. Minimisasi Limbah (mengurangi sumber limbah)
Strategi pengurangan limbah yang terbaik adalah strategi yang menjaga agar limbah
tidak terbentuk pada tahap awal. Pencegahan limbah mungkin memerlukan beberapa
perubahan penting terhadap proses.
3. Daur Ulang
Jika timbulnya limbah tidak dapat dihindarkan dalam suatu proses, maka strategi-
strategi untuk meminimkan limbah tersebut sampai batas tertinggi yang mungkin
dilakukan harus dicari, seperti misalnya daur ulang (recycle) dan/atau penggunaan
kembali (re-use). Jika limbah tidak dapat dicegah, pengolahan limbah dapat dilakukan.
4. Pengendalian Pencemaran
Strategi yang terpaksa dilakukan mengingat pada proses perancangan produksi
perusahaan belum mengantisipasi adanya teknologi baru yang sudah bebas terjadinya
limbah.
5. Pengolahan dan Pembuangan
Strategi terakhir yang perlu dipertimbangkan adalah metoda-metoda pembuangan
altematif. Pembuangan limbah yang tepat merupakan suatu komponen penting dari
keseluruhan program manajemen lingkungan; tetapi, ini adalah teknik yang paling tidak
efektif.
6. Remediasi
Strategi penggunaan kembali bahan-bahan yang terbuang bersama limbah. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi kadar peracunan dan kuantitas limbah yang ada.
Esensi dasar dari produksi bersih adalah:
1. Pencegahan, pengurangan dan penghilangan limbah dari sumbernya.
2. Perubahan mendasar pada sikap manajemen dan diperlukan komitmen.
3. Pencegahan polusi harus dilaksanakan sedini mungkin, pada setiap tahapan
kegiatan yaitu pada pembuatan peraturan., kebijakan, implementasi proyek, proses
produksi dan desain produk.
4. Program harus dilaksanakan secara kontinyu dan selaras dengan perkembangan
sains dan teknologi
5. Penerapan strategi yang komprehensif dan terpadu, agar produk dapat bersaing di
pasar lokal maupun internasional.
6. Produksi bersih hendaknya melibatkan pertimbangan daur hidup suatu produk.
7. Program multi media dan multi desain. Diterapkan di seluruh sektor: industri,
pemerintah, pertanian, energi, transportasi, para konsumen.
2.2 Manfaat Teknologi Bersih
Manfaat penerapan Produksi Bersih, antara lain :
1. Lebih efektif dan efisien dalam penggunaan sumberdaya alam.
2. Mengurangi biaya-biaya yang berkenaan dengan lingkungan
3. Mengurangi atau mencegah terbentuknya pencemar
4. Mencegah berpindahnya pencemar dari satu media ke media lain
5. Mengurangi risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan
6. Memberikan peluang untuk mencapai sistem manajemen lingkungan pada ISO
14000
7. Memberikan keunggulan daya saing di pasar domestik dan internasional.
2.3 Jenis/ Macam Teknologi Bersih
1. Konsep end-of-pipe treatment
Konsep end-of-pipe treatment menitik beratkan pada pengolahan dan pembuangan
limbah. Konsep ini pada kenyataannya tidak dapat sepenuhnya memecahkan
permasalahan lingkungan yang ada, sehingga pencemaran dan perusakan masih terus
berlangsung. Hal ini disebabkan karena dalam prakteknya pelaksanaan konsep ini
menimbulkan banyak kendala. Masalah utama yang dihadapi adalah peraturan
perundangan, masih rendahnya compliance atau pentaatan dan penegakan hukum,
masalah pembiayaan serta masih rendahnya tingkat kesadaran.
Kendala lain yang dihadapi oleh pendekatan end-of-pipe treatment adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan ini bersifat reaktif, yaitu bereaksi setelah limbah terbentuk.
2. Tidak efektif dalam memecahkan permasalahan lingkungan, karena pengolahan limbah
cair, padat atau gas memiliki resiko pindahnya polutan dari satu media ke media
lingkungan lainnya, dimana dapat menimbulkan masalah lingkungan yang sama
gawatnya, atau berakhir sebagai sumber pencemar secara tidak langsung pada media
yang sama.
3. Biaya investasi dan operasi tinggi, karena pengolahan limbah memerlukan biaya
tambahan pada proses produksi, sehingga biaya persatuan produk naik. Hal ini
menyebabkan para pengusaha enggan mengoperasikan peralatan pengolahan limbah
yang telah dimilikinya.
4. Pendekatan pengendalian pencemaran memerlukan berbagai perangkat peraturan, selain
menuntut tersedianya biaya dan sumber daya manusia yang handal dalam jumlah yang
memadai untuk melaksanakan pemantauan, pengawasan dan penegakkan hukum.
Lemahnya kontrol sosial, terbatasnya sarana dan prasarana serta kurangnya jumlah dan
kemampuan tenaga pengawas menyebabkan hukum tidak bisa ditegakkan.
Oleh karena banyaknya kendala yang dihadapi dalam menerapkan konsep ini sehingga
konsep ini bukan cara yang efektif dalam mengelola lingkungan, maka strategi pengelolaan
lingkungan telah dirubah ke arah pencegahan pencemaran yang mengurangi terbentuknya
limbah dan memfasilitasi semua pihak untuk mengelola lingkungan secara hemat biaya serta
memberikan keuntungan baik finansial maupun non finansial.
2. Konsep Produksi Bersih
Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat
preventif, terpadu dan diterapkan secara kontinu pada proses produksi, produk, dan jasa
untuk meningkatkan eko-efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia
dan lingkungan. Produksi Bersih (cleaner production) bertujuan untuk mencegah dan
meminimalkan terbentuknya limbah atau bahan pencemar lingkungan diseluruh tahapan
proses produksi. Disamping itu, produksi bersih juga melibatkan upaya-upaya untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang dan energi diseluruh
tahapan produksi. Dengan menerapkan konsep produksi bersih, diharapkan sumber daya
alam dapat lebih dilindungi dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Secara singkat, produksi
bersih memberikan dua keuntungan, pertama meminimisasi terbentuknya limbah, sehingga
dapat melindungi kelestarian lingkungan hidup dan kedua adalah efisiensi dalam proses
produksi, sehingga dapat mengurangi biaya produksi.
Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi dan meminimisasi penggunaan bahan baku, air dan pemakaian bahan baku
beracun dan berbahaya serta mereduksi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga
mencegah dan atau mengurangi timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan
lingkungan serta resikonya terhadap manusia.
2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi, berlaku balk pada proses maupun produk
yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk.
3. Upaya produksi bersih ini tidak akan berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan
dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait baik pemerintah,
masyarakat maupun kalangan dunia usaha. Selain itu pula perlu diterapkan pola
manajemen di kalangan industri maupun pemerintah yang telah mempertimbangkan
aspek lingkungan.
4. Mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen dan prosedur standar operasi
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu
membutuhkan biaya investasi yang tinggi, kalaupun terjadi seringkali waktu yang
diperlukan untuk pengembalian modal investasi relatif singkat.
5. Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan diri sendiri
(self regulation) dari pada pengaturan secara command and control. Jadi pelaksanaan
program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi
lebih didasarkan kesadaran utuk merubah sikap dan tingkah laku.
Prinsip-prinsip dalam produksi bersih diaplikasikan dalam bentuk kegiatan yang dikenal
sebagai 4R, meliputi:
· Reuse, atau penggunaan kembali adalah suatu teknologi yang memungkinkan suatu
limbah dapat digunakan kembali tanpa mengalami perlakukan fisika/kimia/biologi.
· Reduction, atau pengurangan limbah pada sumbernya adalah teknologi yang dapat
mengurangi atau mencegah timbulnya pencemaran di awal produksi misalnya substitusi
bahan baku yang ber B3 dengan B9 segregasi tiada.
· Recovery, adalah teknologi untuk memisahkan suatu bahan atau energi dari suatu limbah
untuk kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan
fisika/kimia/biologi.
· Recycling, atau daur ulang adalah teknologi yang berfungsi untuk memanfaatkan limbah
dengan memprosesnya kembali ke proses semula yang dapat dicapai melalui perlakuan
fisika/kimia/biologi.
Prinsip 4R yang saat ini telah dikembangkan, aplikasikasinya akan lebih efektif apabila
didahului dengan prinsip Rethink. Prinsip ini adalah suatu konsep pemikiran yang harus
dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi
2.4 Aplikasi Teknologi Bersih
1. Pengolahan Limbah PT. Indo Acidatama
Stillage dari area 300 dialirkan kedalam 3 buah bak yang masing-masing mempunyai
ukuran 145m x 45m x 7m yang prosesnya terjadi secara anaerob. Didalam bak ini limbah
diberi nutrisi berupa urea, TSP dan NaOH untuk pengaturan PH, serta pengadukan dengan
menggunakan pompa (setiap bak dilengkapi dengan 6 pompa). Waktu tinggal didalam bak
selama 99 hari. Hasil yang diperoleh dari ketiga bak anaerobic tersebut adalah gas (bio gas)
dengankadar methane 55%, CO2 43%, H2S 1% dan bahan organic yang lain sebesar 1%
yang kemudian di lewatkan di unit scrubber untuk mengikat gas H2S dan kemudian
digunakan sebagai bahan bakar boiler, dan sisanya digunakan untuk pembuatan pupuk
kompos.
Setelah keluar dari anaerobic lagoon cairan mencapai kadar COD 25.000 ppm dan
BOD 5000 ppm setelah itu dialirkan ke aerobic lagoon yang dilengkapi dengan aerator-
aerator, untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri maka diberi nutrisi berupa urea dan TSP
dengan waktu tinggal di bak selama 20 jam, setelah dari aerobic lagoon cairan di pompa ke
biological clarifier untuk memisahkan sludge dengan cairanya. Sebagian sludge digunakana
untuk campuran pembuatan kompos sedang cairannya dimasukan dalam clarifier koagulan
dan flokulan. Di dalam clarifier, maka sludge dan cairan di isah, sludge untuk dibuat pupuk
sedangkan cairannya di lewatkan sand filter dan carbon filter kemudian dibuang kesungai
karena telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan yaitu dengan kandungan BOD 80 ppm.
Untuk pengukuran kandungan BOD, COD, dan pH dilakukan setiap 2 jam sekali.
Stilage yang dihasilkan stiap harinya sekitar 25% dimanfaatkan untuk pembuatan
pupuk. Di Pt. Indo AcidatamaTbk, pupuk yang dihasilkan adalah pupuk kompos, super
alfinase, granulair alfinase. Pupuk super alfinase dibuat dari pupuk kompos yang ditambah
denga phospat, dolomite, abu sekam, bekatul, tembakau yang rusak, kotoran ayam dan
efektif mikro organisme (EM4). Sedang pupuk kompos sendiri dibuat dari dedaunan dan
grajen yang prosesnya dilakukan selama 26 hari dan diaduk setiap hari, setelah menjadi
kompos (C-N ratio < 20) diperkaya dengan bahan tertentu sampai kandungan N, P, K nya
sesuai standar. Pupuk granulair alfinase dibuat darisuper alfinase ditambah sludge yang
dipadatkan. (Novianingsih)
2. Pengolahan Industri Otomotif Pt-X Jakarta
Pada awalnya, proses yang digunakan oleh proses produksi yang digunakan adalah
wet sanding. Pada pelaksanaannya proses wet sanding menghasilkan limbah cair sebesar
68,9 l/unit. Dengan diterapkannya produksi bersih yang diimplementasikan dengan
perubahan proses produksi, yaitu slight sanding, maka limbah cair yang dihasilkan menjadi
12,2 l/unit. Berdasarkan uraian singkat di atas dapat diketahui bahwa dengan perubahan
proses produksi, limbah cair yang dihasilkan menjadi menurun. Hal ini sesuai dengan
konsep produksi bersih, yaitu mengurangi limbah langsung dari sumbernya. (Implementasi
Produksi Bersih di Bidang Industri, 2009)
3. Pengolahan Limbah Industri Susu Pt. Ultra Jaya Milk
Limbah cair, limbah ini berasal dari hasil pencucian alat, limbah tersebut di tamping
dilakukan peroses penguraian bakteri aerobic. Setelah itu dilakukan aerasi dan di diamkan
selama 48 jam supaya bakteri mengurai zat-zat organic. Kemudian dipisahkan air dan
lumpur aktif untuk dilakukan foltasi, ciran dimasukan kedalam bak sedimentasi sehingga
cairan yang dihasilkan menjadi tidak berwarna.
Limbah padat, limbah ini berasal dari kemasan produk yang sudah terpakai, kemasan
tersebut dikirimkan pada badan pengolah kertas kemudian di campur dengan air selama
kurang lebih 1 jam, hasilnya dapat digunakan untuk kertas tulis.
Limbah gas, limbah ini berasal dari hasil pembakaran, dari hasil pembakaran tersebut
dibekukan untuk kebutuhan ice cream campina di Surabaya. (Siregar, Kurniawan, &
Primasri)
4. Pengolahan Limbah Radio Aktif
Sebelum limbah radioaktif dikirimkan, penghasil limbah berkewajiban melakukan
pengelolaan limbah yang dihasilkannya dengan tujuan meminimalisasi volume,
kompleksitas, biaya dan resiko. Pengelolaan yang dilakukan meliputi mengumpulkan,
mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan sementara. Pengumpulan dan
pengelompokkan limbah berdasarkan aktivitas, waktu paro, jenis radiasi, bentuk fisik-dan
kimia, sifat racun dan asal limbah radioaktif atau mengolah limbahnya apabila memiliki
fasilitas pengolahan.
Limbah padat dipisahkan menjadi dapat terbakar - tidak dapat terbakar, terkompaksi –
tidak terkompaksi, aktivitas rendah dan tinggi, umur paro panjang dan pendek, serta jenis
radiasi. Limbah tersebut ditempatkan pada lokasi khusus yang diberi tanda bahaya radiasi
sehingga hanya petugas tertentu yang dapat masuk ke ruangan.
Limbah cair yang berupa sisa zat radioaktif dan limbah cair hasil samping kegiatan
dekontaminasi yang memiliki aktivitas tinggi atau umur paro panjang ditempatkan secara
terpisah dengan limbah aktivitas rendah atau umur paro pendek. Untuk limbah cair hasil
ekskresi atau hasil kegiatan mandi dan cuci disalurkan secara terpisah dengan saluran grey
water dan disalurkan ke tempat penampungan sementara untuk mengetahui dosis paparan
radiasi yang ditimbulkan, limbah radioaktif tersebut dapat di lepaskan ke badan air apabila
memenuhi persyaratan pelepasan.
Limbah berbentuk gas sangat jarang terjadi. Seperti yang telah disampaikan di muka
untuk mengendalikan limbah radioaktif berbentuk gas, maka sumber penghasil limbah
ditempatkan pada tempat khusus sehingga gas tidak mudah keluar ke lingkungan. Gas
dapat di lepaskan ke lingkungan setelah memenuhi persyaratan pelepasan. Penghasil
limbah wajib memberikan informasi dengan lengkap dan benar secara tertulis (dalam
manifes dokumen) kepada pengangkut tentang identitas limbah, bahaya radiasi, dan sifat
bahaya lain yang mungkin terjadi dan cara penanggulangannya. Penghasil limbah juga
berkewajiban memberikan tanda, label, atau plakat pada kendaraan angkutan.
Pengolahan dan penyimpanan limbah radioaktif saat ini dilakukan secara terpadu di
PTLRBATAN meskipun dalam menjalankan tugasnya, Badan Pelaksana sebetulnya dapat
menunjuk dan/atau bekerja sama dengan BUMN, swasta dan Koperasi. Sehingga sampai
saat ini pihak pengolah atau penyimpan limbah radioaktif hanya PTLR-BATAN. Pihak
pengolah/penyimpan /negara asal sumber radioaktif berkewajiban memeriksa kesesuaian
limbah yang diserahkan oleh pengangkut dengan kualifikasi limbah sebagaimana tercantum
dalam dokumen pengiriman limbah. Apabila terdapat ketidaksesuaian maka pihak
pengolah/penyimpan/negara asal sumber radioaktif wajib memberitahukan ke Badan
Pengawas dan penghasil limbah guna investigasi lebih lanjut. Namun apabila limbah
radioaktif yang diterima oleh pengolah sudah sesuai dengan dokumen pengiriman limbah
maka pihak pengolah/penyimpan dapat melakukan pengolahan/penyimpanan limbah
radioaktif dengan teknologi yang sesuai. Sedangkan negara asal sumber radioaktif dapat
melakukan penanganan sumber radioaktif bekas yang diterimanya sesuai dengan kebijakan
pengelolaan limbah radioaktif Negara tersebut.
Pengolahan limbah radioaktif yang dilakukan oleh pihak pengolah dimaksudkan untuk
mereduksi volume limbah dan mengurangi paparan radiasi dari limbah radioaktif agar tidak
membahayakan manusia dan lingkungan sehingga dosis radiasi yang diterima oleh pekerja
akibat adanya limbah tersebut tidak akan melebihi ketentuan dossis tahunan yang telah
ditetapkan.
Jenis pengolahan limbah radioaktif berbentuk padat yang telah dipraktekkan, antara
lain: kompaksi, insenerasi dan imobilisasi tetapi tidak berlaku untuk sumber radioaktif bekas.
(Alfian & Akhmad, 2010)
5. Pengolahan Limbah Industri Baja
Untuk pengelolaan limbah industri baja ini, para pakar menilai, bahwa model
penanganan limbah baja terdapat 2 (dua) opsi skenario. Skenario pertama, perusahaan
dapat mengolah limbah baja menjadi produk yang mempunyai nilai tambah (value added).
Opsi ini, perusahaan harus mengeluarkan dana untuk investasi awal yang cukup besar
dalam arti perusahaan mendirikan pabrik baru dengan bahan substitusi (campuran) limbah.
Berapa negara seperti Jepang sudah memanfaatkan limbah baja untuk bahan substitusi
(campuran) membuat produk tersebut, seperti batako, genteng, paving block, lantai keramik,
dan sebagainya. Skenario kedua, perusahaan dapat menjual langsung limbah yang
dihasilkan oleh pabrik saat beroperasi proses produksi. Opsi ini telah dilakukan oleh
perusahan dengan cara menjual limbah baja ke perusahaan lain di dalam dan luar negeri.
Setiap bulannya perusahaan dapat menjual + 3.000 ton untuk pabrik semen di Indonesia dan
pabrik baja di negara Cina. Skenario opsi kedua dianggap mendukung program lingkungan
bersih, karena secara berangsur-angsur limbah yang berada di area penampungan semakin
berkurang, maka sejak tahun 2007 perusahaan memulai melaksanakan penanganan limbah
baja dengan cara menjual. (Salim, 2009)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sejarah
Pioneer adalah unit bisnis milik DuPont yang terdepan di dunia dalam bidang genetika
tanaman untuk meningkatkan hasil pertanian yang bermanfaat bagi kesejahteraan manusia.
Pioneer berupaya meningkatkan produktifitas dan keuntungan petani, serta
mengembangkan sistem pertanian yang berkesinambungan untuk masyarakat.
Dengan prinsip mengedepankan kebutuhan para pelanggannya dan terus menerus
melakukan inovasi, pioneer adalah pemimpin dalam industri pertanian dengan standart
tertinggi. Dari kantor pusatnya di Johnston lowa, Amerika Serikat, pioneer mengembangkan,
menjual, memasarkan produknya ke 70 negara di dunia.
3.2 Profil Singkat PT Du Pont
DuPont menjalankan lebih dari 20 unit bisnis di indonesia yang melayani beragam
sektor industri mulai dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, makanan
dan minuman, kemasan sampai sektor-sektor industri seperti : otomoti, konstruksi, textile,
pulp & paper, cat dan tinta, plastik, percetakan, kosmetik, consumer goods dan farmasi, sera
minyak, gas, energi dan pertambangan. DuPont beroperasi lebih dari 70 negara di dunia dan
memilih dari 500,000 jenis produk dalam 80 unit bisnis.
3.3 Sistem Produksi
Proses produksi di PT. DuPont Indonesia Malang meliputi jagung dan padi hibrida.
Proses produksi benih jagung disajikan dalam diagram di bawah ini.
Receiving & Sorting
Drying
Shelling
Cleaning
sizing
Hopper before Gravity
gravity
Hopper before Treater
Treating
Hopper before Bagging
Bagging
Warehousing
a) Flow Chart Proses Produksi Benih Jagung Hibridaa) Flow Chart b) Deskripsi c) Keterangan
d)e)f)g)h)
k)
m)n)o)p)q)r)
s) Jagung dari lahan masuk jembatan timbang untuk penimbangan, selanjutya ke receiving area dan masuk ke mesin walking loor (A dan B) untuk pemisahan varietas. Masuk ke receiving conveyor, incline conveyor, distribusi conveyor dan metering conveyor 1, 2, 3, 4, 5, 6,7 dan 8 kemudian ke sorting table. Pada proses ini menghasilkan limbah padat berupa jagung reject sebanyak 5% dari jumlah produksi.
t)
u) Benih yang bagus ke dryer v) Agar kadar air turun mak. 12%
w) Proses pemipilan dimana 80% sudah terbagi antara benih yang bagus dan kotoran. Pada proses ini menghasilkan limbah padat berupa tongkol jagung sebesar 10% dari jumlah produksi.
x) Menghasilkan limbah tongkol dan katul jagung
y) Masuk ke alat screen untuk memisahkan kotoran semaksimal mungkin untuk mendapatkan calon benih yang bagus. Proses ini menghasilkan limbah berupa katul jagung sebesar 2% dari jumlah produksi.
z) Limbah berupa biji jagung sortiran dan katul
aa) Pengukuran diameter benih (besar & kecil) sesuai permintaan pasar
bb) Biji jagung sortiran/ sisa
cc) Penampungan sementara sebelum masuk gravity machine
dd)
ee) Untuk memisahkan benih berdasarkan bobot (berat dan ringan)
ff) Debu dari kotoran jagung (katul)
gg) Penampungan benih yang bagus sebelum masuk ke Treater
hh)
ii) Pencampuran benih dengan bahan
penolong dan air sebanyak 5,5 m3 untuk menghasilkan benih unggul
jj) Menggunakan air untuk proses produksi sebesar 12
m3dan botol eks pestisida
kk) Penampung untuk persiapan pengemasan benih
ll)
mm) Pengemasan benih jadi sebesar 1%
nn) Limbah plastik dan kertas
oo) Gudang penyimpan benih kemasan menghasilkan limbah benih jagung expired sebesar 3% dari jumlah produksi.
qq) Benih jagung expire
Receiving
Pre-cleaner
Drying
Cleaning
Destoner
Gravity
Treating
Hopper before bagging
Bagging
Warehousing
pp)
Proses produksi benih padi seperti disajikan dalam diagram di bawah ini.
b) Flow Chart Proses Produksi Benih Padi Hibridaa) Flow Chart b) Deskripsi c) Keterangan
d) e) Padi hasil panen dari lahan masuk jembatan timbang untuk penimbangan, selanjutnya ke receiving area. Hasil panen diteruskan oleh rangkaian conveyor dan elevator untuk dibersihkan.
f)
g) Proses pembersihan awal untuk memisahkan jerami dan menghasilkan limbah jerami sebesar 2,86% dari hasil produksi
h)
Benih yang bagus diteruskan untuk proses pengeringan
Agar kadar air turun mak. 13%
k) Masuk ke alat ayakan untuk memisahkan kotoran semaksimal mungkin untuk mendapatkan calon benih yang bagus
Limbah berupa gabah sortiran dan sisa sekam sebanyak 4% dari hasil produksi
m) Pemisahan/ membuang adanya kerikil atau tanah yang terikat
n) Limbah berupa kerikil dan tanah sebesar 2,5% dari hasil produksi
o) Pemisahan berdasarkan bobot (berat & ringan) sesuai permintaan pasar
p) Sekam dan gabah rijrk sebesar 0,83% dari hasil produksi
q) Pencampuran benih dengan bahan penolong untuk menghasilkan benih unggul
r)
s) Menghasilkan air sisa produksi dan botol eks pestisida
t) Penampungan sementara untuk persiapan pengemasan benih
u)
v)w) Pengemasan benih jadix)
y) Limbah plastik dan kertas
z)aa) Gudang penyimpanan benih kemasanbb)cc)
dd) Benih padi expired sebesar 0,43% dari hasil produksi
3.4 Neraca Massa
Hampir keseluruhan kegiatan pada perusahaan ini menggunakan air, sehingga neraca
yang digunakan adalah neraca massa penggunan air untuk berbagai keperluan pabrik yang
disajikan dalam diagram berikut ini.
Input 36,5 m3/ hari
42 m3 Domestik : 30 m3/ hari Septic Tank 10 m3/ hari
Produksi : 12 m3/ hari IPAL Kolam Resapan 21 m3/ hari
Pencucian Peralatan 1 m3
Disaring dan digunakan lagi dalam proses produksi (5,5
m3/ hari)
Output 1 m3/ hari menguap dalam proses produksi
Proses Produksi (Pelarut) 4,5 m3
3.5 Hasil Sisa Produksi
Air limbah industri yang dihasilkan oleh PT. DuPont Indonesia berasal dari hasil air
bekas mencuci peralatan slurry treatment dan wastafel laboratorium. Limbah cair lainnya
yang dihasilkan PT. DuPont berasal dari toilet atau kamar mandi. Limbah dari toilet ini
ditampung di dalam septik tank dan dikuras secara berkala. Air limbah yang dihasilkan oleh
PT. DuPont ditampung dalam suatu tampungan tersendiri. Pemantauan yang dilakukan PT.
DuPont meliputi pemantauan kualitas air limbah industri, kualitas air bersih, kualitas udara
ambien, kualitas udara ruangan, kualitas udara emisi cerobong dan pemeriksaan bakteriologi
air bersih. Hasil pemantauan kualitas yang dilakukan PT. DuPont dari tahun 2005-2009 akan
dipaparkan sebagai berikut.
1. Kualitas Air Limbah
Pengukuran kualitas air limbah PT. DuPont Indonesia telah memenuhi baku mutu yang
telah ditentukan yaitu baku mutu limbah cair SK Gubernur Jatim No 45 Tahun 2002
2. Kualitas Air Bersih
Pengukuran kualitas air bersih PT. DuPont Indonesia telah memenuhi baku mutu yang
telah ditentukan yaitu PER.MEN.KES RI No 416/MENKES/PER/IX/1990. 3. Kualitas
Udara Ambien
3. Kualitas Udara Ambien
Parameter yang uji untuk pengukuran kualitas udara ambien meliputi Sulfur Dioksida
(SO2), Karbon Monoksida (CO), Oksida Nitrogen (NOx), Oksidan (O3), Debu, Timah
Hitam (Pb), Hidrogen Sulfide (H2S), Ammonia (NH3) dan Hidrokarbon (HC). Baku mutu
yang digunakan adalah Peraturan Gubernur Jatim No. 129 Tahun 1996. Hasil pengukuran
yang diperoleh pada tahun 2005 dan 2006 yaitu semua parameter telah memenuhi baku
mutu yang telah ditentukan. Hasil pengukuran udara ambien pada tahun 2008 pada
pengambilan sampel di halaman parkir PT. DuPont dan halaman belakang PT. DuPont
untuk parameter Debu telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 0,722 mg/m3
dan 0,762 mg/m3. Pengukuran udara ambien tahun 2009 pengambilan sampel di
halaman belakang antara receiving dan shelling PT. DuPont untuk parameter debu juga
telah melebihi baku mutu yang ditetapkan yaitu 0,368 mg/m3. Ambang baku mutu yang
ditetapkan untuk debu adalah sebesar 0,26 mg/m3. parameter yang melebihi baku mutu
tersebut dikarenakan pada tempat pengambilan sampel terjadi aktivitas kendaraan
pengangkut bahan baku yang sangat padat (peak season).
4. Kualitas Udara Ruangan
Parameter yang uji untuk pengukuran kualitas udara ruangan juga meliputi Sulfur
Dioksida (SO2), Karbon Monoksida (CO), Oksida Nitrogen (NOx), Oksidan (O3), Debu,
Timah Hitam (Pb), Hidrogen Sulfide (H2S), Ammonia (NH3) dan Hidrokarbon (HC). Hasil
pengukuran pada tahun 2005, pada parameter yang sama yaitu debu telah melebihi baku
mutu sebesar 0,434 mg/m3 dimana sampel diambil pada ruang sizing PT. DuPont. Hasil
pengukuran dari tahun 2006-2009 parameter yang diuji telah memenuhi baku mutu yang
telah ditetapkan yaitu Peraturan Gubernur Jatim No 129 Tahun 1996.
5. Kualitas Udara Emisi Cerobong
Parameter yang diuji untuk pengkuran kualitas udara emisi cerobong meliputi Oksida
Nitrogen (NOx), Sulfur Dioksida (SO2) dan Total Partikel. Baku mutu yang digunakan
adalah baku mutu emisi udara Kep. Gub KDH Tk. JATIM No 129/1996.
6. Pemeriksaan Bakteriologi Air Bersih
Pemeriksaan bakteri air bersih di PT. DuPont dilakukan pada tahun 2005 dan 2009. Baku
mutu yang digunakan adalah PerMen.Kes RI No 416/MenKes/X/90. Hasil pengukuran
yang dilakukan menunjukkan bahwa kandungan bakteriologi air bersih PT. DuPont telah
memenuhi bakumutu yang telah ditetapkan.
Upaya
Pengelola
an
Bentuk
Fisi
k
Sumber
Dampak
Jenis
Dampak
Kualitas
ParameterTolok Ukur
1 2 3 4 5 6
Biji
Jagung
dan padi
rijek
PadatRuang
produksiEstetika Tidak ada
Estetika /
kebersihan
Tongkol
Jagung
(bungkil)
dan
sekam
Padat Ruang
pemipil
jagung
Estetika Tidak ada Estetika /
kebersihan
padi
Katul
jagungPadat
Ruang
pemipil
jagung
Estetika Tidak adaEstetika /
kebersihan
Botol
bekas
pestisida
PadatRuang
produksiEstetika Tidak ada
Estetika /
kebersihan
Benih
jagung
expire
Padat Gudang Estetika Tidak adaEstetika /
kebersihan
Kertas Padat
Proses
pengemasa
n (Gudang)
Estetika Tidak adaEstetika /
kebersihan
Plastik Padat
Proses
pengemasa
n (Gudang)
Estetika Tidak adaEstetika /
kebersihan
Limbah
Padat
domestik
Padat
Aktivitas
pabrik dan
karyawan
Estetika Tidak adaEstetika /
kebersihan
Limbah
domestikCair Dari WC
Penurunan
kualitas
air
pH= 6-
9
BOD =
150 mg/l
TSS =
200 mg/l
Minyak
dan Lemak =
15 mg/l
COD =
300 mg/l
TDS =
4000 mg/l
SK Gub.
Jatim No 45
tahun 2002
Gol IV
Air
pencucian
alat
proses
produksi
dan
Laboratori
um
Cair
Kamar
Mandi dan
Ruang
produksi
Penurunan
kualitas
air
- Udara
Emisi
Gas Cerobong
Genset
Utama
sebelah
Utara PT.
DuPont
Penurunan
kualitas
udara
ambient
SO2=4,367
mg/mm3
NO2=22,635
mg/mm3
Total
Partikulat=
Peraturan
Gubernur
Jatim No. 10
Tahun 2009
SO2=800
Indonesia
18,444
mg/mm3
Opasitas=
10%
mg/mm3
NO2=1000
mg/mm3
Total
Partikulat=
350 mg/mm3
Opasitas=
35%
Gas
Cerobong
Genset
Utama
sebelah
Utara PT.
DuPont
Indonesia
Penurunan
kualitas
udara
ambient
SO2=11,965
mg/mm3
NO2=50,328
mg/mm3
Total
Partikulat=
24,926
mg/mm3
Opasitas=
10%
Peraturan
Gubernur
Jatim No. 10
Tahun 2009
SO2=800
mg/mm3
NO2=1000
mg/mm3
Total
Partikulat=
350 mg/mm3
Opasitas=
35%
Di dalam
ruangan
Gas
Proses
Produksi
(Ruang
shelling
lantai 2 PT.
DuPont
Indonesia)
Penurunan
kualitas
udara
ambient
NOx=0,0017
ppm
CO=0,00 ppm
SO2 = 0,0043
ppm
SE Menaker
No. 01
Tahun 1997
NOx= 3 ppm
CO = 25
ppm
SO2 = 2 ppm
Gas
Proses
Produksi
(Ruang
shelling
lantai 4 PT.
DuPont
Indonesia)
Penurunan
kualitas
udara
ambient
NOx=0,0041
ppm
CO=0,00 ppm
SO2 = 0,0019
ppm
SE Menaker
No. 01
Tahun 1997
NOx= 3 ppm
CO = 25
ppm
SO2 = 2 ppm
Gas Proses
Produksi
Penurunan
kualitas
NOx=0,0052
ppm
SE Menaker
No. 01
(Ruang old
conditioning
PT. DuPont
Indonesia)
udara
ambient
CO=0,00 ppm
SO2 = 0,0021
ppm
Tahun 1997
NOx= 3 ppm
CO = 25
ppm
SO2 = 2 ppm
Gas
Proses
Produksi
(Ruang new
conditioning
PT. DuPont
Indonesia)
Penurunan
kualitas
udara
ambient
NOx=0,0010
ppm
CO=0,00 ppm
SO2 = 0,0026
ppm
SE Menaker
No. 01
Tahun 1997
NOx= 3 ppm
CO = 25
ppm
SO2 = 2 ppm
Gas
Proses
Produksi
(Ruang Rice
Plant PT.
DuPont
Indonesia)
Penurunan
kualitas
udara
ambient
NOx=0,0005
ppm
CO=0,00 ppm
SO2 = 0,0011
ppm
SE Menaker
No. 01
Tahun 1997
NOx= 3 ppm
CO = 25
ppm
SO2 = 2 ppm
Gas
Proses
Produksi
(Ruang Mini
Plant PT.
DuPont
Indonesia)
Penurunan
kualitas
udara
ambient
NOx=0,0009
ppm
CO=0,00 ppm
SO2 = 0,0017
ppm
SE Menaker
No. 01
Tahun 1997
NOx= 3 ppm
CO = 25
ppm
SO2 = 2 ppm
Diluar
ruangan
GasMesin
Produksi
Penurunan
kualitas
udara
ambient
NOx=0,0004
ppm
CO=0,00 ppm
SO2 = 0,0035
ppm
SK Gubernur
Jatim No. 10
Tahun 2009
NOx= 0,5
ppm
CO = 20
ppm
SO2 = 0,1
ppm
Gas Kendaraan
Penurunan
kualitas
udara
ambient
NOx=0,0016
ppm
CO=0,00 ppm
SO2 = 0,0093
ppm
Gas Kendaraan Penurunan NOx=0,0025
kualitas
udara
ambient
ppm
CO=0,00 ppm
SO2 = 0,0060
ppm
- Di
Halaman
Belakang
PT.
DuPont
Gas
Halaman
Parkir dan
halaman
belakang
Penurunan
kualitas
udara
ambient
NOx=0,00ppm
CO=0,00 ppm
SO2 = 0,0035
ppm
Di dalam
ruangan
Debu
halu
s
Ruang
shelling
lantai 2 PT.
DuPont
Indonesia
Penurunan
kualitas
udara
ambient
0.196 mg/m3
SE Menaker
No. 01
Tahun 1997
4 mg/m3
Debu
halu
s
Ruang
shelling
lantai 4 PT.
DuPont
Indonesia
Penurunan
kualitas
udara
ambient
0.236 mg/m3
SE Menaker
No. 01
Tahun 1997
4 mg/m3
Debu
halu
s
Ruang old
conditioning
PT. DuPont
Indonesia
Penurunan
kualitas
udara
ambient
0.158 mg/m3
SE Menaker
No. 01
Tahun 1997
4 mg/m3
Debu
halu
s
Ruang new
conditioning
PT. DuPont
Indonesia
Penurunan
kualitas
udara
ambient
0.147 mg/m3
SE Menaker
No. 01
Tahun 1997
4 mg/m3
Debu
halu
s
Ruang Rice
Plant PT.
DuPont
Indonesia
Penurunan
kualitas
udara
ambient
0.131 mg/m3
SE Menaker
No. 01
Tahun 1997
4 mg/m3
Debu
halu
s
Ruang Mini
Plant PT.
DuPont
Indonesia
Penurunan
kualitas
udara
ambient
0.107 mg/m3
SE Menaker
No. 01
Tahun 1997
4 mg/m3
Di luar Debu
halu
Kendaraan Penurunan
kualitas
0.122 mg/m3 Peraturan
Gubernur
ruangan
sudara
ambient
Jatim No. 10
Tahun 2009,
0,26 mg/m3
Debu
halu
s
Proses
Produksi
Penurunan
kualitas
udara
ambient
0.368 mg/m3
Peraturan
Gubernur
Jatim No. 10
Tahun 2009,
0,26 mg/m3
Debu
halu
s
Proses
Produksi
Penurunan
kualitas
udara
ambient
0.059 mg/m3
Peraturan
Gubernur
Jatim No. 10
Tahun 2009,
0,26 mg/m3
- Di
Halaman
Belakang
PT.
DuPont
Debu
halu
s
Halaman
Parkir
Penurunan
kualitas
udara
ambient
0.029 mg/m3
SK Gubernur
Jatim No. 10
Tahun 2009,
0,26 mg/m3
Di dalam
Ruangan
(Ruang
shelling
lantai 2
PT.
DuPont
Indonesia)
Bising
Mesin
sheller,
cleaner dan
sizer
Mengganggu
pendengaran85,6-87,1 dBA
Surat
Keputusan
Menaker No.
51/Men/1999
85 dBA
Di dalam
Ruangan
(Ruang
shelling
lantai 4
PT.
DuPont
Indonesia)
Bising
Mesin
sheller,
cleaner dan
sizer
Mengganggu
pendengaran88,7-89,6 dBA
Surat
Keputusan
Menaker No.
51/Men/1999
85 dBA
Di dalam
Ruangan
(Ruang
old
Bising Mesin
sheller,
cleaner dan
sizer
Mengganggu
pendengaran
87,1-87,8 dBA Surat
Keputusan
Menaker No.
51/Men/1999
conditioni
ng PT.
DuPont
Indonesia)
85 dBA
Di dalam
Ruangan
(Ruang
new
conditioni
ng PT.
DuPont
Indonesia)
Bising
Mesin
sheller,
cleaner dan
sizer
Mengganggu
pendengaran83,7-85,4 dBA
Surat
Keputusan
Menaker No.
51/Men/1999
85 dBA
Di dalam
Ruangan
(Ruang
Rice Plant
PT.
DuPont
Indonesia)
Bising
Mesin
sheller,
cleaner dan
sizer
Mengganggu
pendengaran74,5-75,3 dBA
Surat
Keputusan
Menaker No.
51/Men/1999
85 dBA
Di dalam
Ruangan
(Ruang
Mini Plant
PT.
DuPont
Indonesia)
Bising
Mesin
sheller,
cleaner dan
sizer
Mengganggu
pendengaran71,2-72,3 dBA
Surat
Keputusan
Menaker No.
51/Men/1999
85 dBA
Di luar
ruangan
(Halaman
Depan
PT.
DuPont
Indonesia)
Bising
Mesin
sheller,
cleaner dan
sizer
Mengganggu
pendengaran49.6-49.8 dBA
PerMenkes
718/1987
Zona D:60-
70 dBA
Di luar
ruangan
(Halaman
antara
receiving
Bising Mesin
sheller,
cleaner dan
sizer
Mengganggu
pendengaran
50.2 – 51.2
dBA
PerMenkes
718/1987
Zona D:60-
70 dBA
dan
shelling
PT.
DuPont
Indonesia)
Di luar
ruangan
(Halaman
Belakang
PT.
DuPont
Indonesia)
Bising
Mesin
sheller,
cleaner dan
sizer
Mengganggu
pendengaran
50.8 – 51.2
dBA
PerMenkes
718/1987
Zona D:60-
70 dBA
Di luar
ruangan
(Rice
Plant PT.
DuPont
Indonesia)
Bising
Mesin
sheller,
cleaner dan
sizer
Mengganggu
pendengaran
57.5 – 58.6
dBA
PerMenkes
718/1987
Zona D:60-
70 dBA
Komponen yang
Dipantau
Aspek yang
DipantauCara Pemantauan
1 2 3
1. Mutu Bahan Baku
a. Bahan Baku
b. Bahan Penolong
Sifat bahan baku
Jenis bahan
Sistem penyimpanan
Sifat bahan penolong
Jenis bahan
Sistem penyimpanan
Visual
Color sortation
visual
2. Peralatan Pabrik Sistem kerja alat
Kebersihan alat
Kondisi peralatan
Visual
Penetapan
standart tata cara
pemeliharaan
3. Saluran Air Hujan Kondisi saluran
Sampah
Langsung secara
visual
4. Saluran Domestik Kondisi saluran
Kebersihan
Tumpukan padatan
Langsung secara
visual
(endapan)
5. Fasilitas Pemadam
Kebakaran
Kesiapan kerja alat
Tanggal masa
berlaku
Tekanan
Kelancaran hidran
Visual
6. Sistem Efisiensi
Energi
Penggunaan listrik
dan system
efisiensi
Pengamatan
rekening
Pemeriksaan alat
meteran
7. Kesehatan
Karyawan
Tingkat kesehatan
karyawan
Jenis keluhan
Remedial check up
1. KUALITAS AIR LIMBAH DAN UDARA
a. Kualitas Air Limbah Industri
Air limbah industri di PT. DuPont Indonesia adalah berasal dari hasil air bekas mencuci
peralata slury treatment dan wastafel laboratorium. Air limbah yang dihasilkan ditampung
dalam suatu tampungan tersendiri. Pemantauan kualitas air limbah dalam tampungan
dilakukan secara berkala. Pemantauan dilakukan dengan dengan bekerjasama dengan
Balai Besar Teknik Lingkungan dan Pemberantasan Pengakit Menular (BBTKL – PPM)
Surabaya, ditekankan pada parameter fisik dan kimia. Nilai kualitas air limbah industri
lebih kecil dari baku mutu berdasarkan SK. Gubernur Jawa Timur No.45 tahun 2002
Lampiran II Golongan III sehingga tidak membahayakan lingkungan (Lampiran IV.1). Air
limbah yang tertampung dipergunakan untuk menyiram tanaman di taman yang dimiliki
oleh PT. DuPont. Limbah cair lain adalah berasal dari toilet. Di PT.DuPont limbah ini
ditampung dalam septic tank dan dikuras secara berkala oleh pihak ketiga yaitu
CV.Prayogo.
b. Kualitas Air Bersih
Kualitas air bersih yang dipergunakan untuk proses produksi dan kegiatan MCK pada
PT.DuPont Indonesia, diamati secara rutin setiap tahun. Parameter yang diamati meliputi
parameter fisika, kimia dan biologi (Lampiran IV.1). Sampel air bersil diambil diambil dari
lokasi seperti warehouse- kran kamar mandi. Berdasarkan hasil pengukuran yang
dilakukan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL-PPM) Surabaya tahu
2005 hingga 2009 menunjukan bahwa semua parameter memenuhi batas syarat kualitas
air bersih (PER.MEN.KES RI No.416/MENKES/PER/XI/1990). Hal ini menunjukan bahwa
PT.DuPont Indonesia sangat konsisten dalam menerapkan standar penggunaan air
bersih. Hasil pengukuran terakhir adalah sebagai berikut :
a. Kualitas Air Badan Air
Tidak diperiksa karena lokasi pabrik PT.DuPont Indonesia lokasinya jauh dari sungai
sehingga tidak berpengaruh terhadap air badan air. Sedangkan tampungan air produksi
dan toilet diambil oleh pihak ketiga. Air yang mengalir dari dalam pabrik ke saluran
drainase didepan lokasi pabrik adalah merupakan air limpasan permukaan pada saat
musim hujan. Sedangkan pada saat musim tidak hujan air yang mengalir pada saluran
drainase adalah air limbah rumah tangga dari penduduk di bagian hulu saluran drainase.
b. Kualitas Udara Ambient
1 Gas Polutan dan Debu
Kualitas udara ambient pada lokasi PT.DuPont Indonesia, baik dalam ruangan dan luar
ruangan juga diukur secara rutin setiap tahun. Berdasarkan dari hasil pengukuran yang
dilakukan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan dan Lingkungan (BBTKL-PPM) Surabaya
tahun 2005 hingga 2007 menunjukan bahwa semua parameter memenuhi batas syarat
kualitas udara ambient (SK Gubernur Jawa Timur No.126 tahun 1996) dan tahun 2008-
2009 (Peraturan Gubernur Jawa Timur No.39 tahun 2008). Hal ini menunjukan bahwa
PT.DuPont Indonesia sangat konsisten dalam mengupayakan kualitas udara ambient
yang baik. Hasil pengukuran dan analisa yang dilakukan oleh Balai Besar Teknik
Kesehatan dan Lingkungan (BBTKL-PPM) Surabaya terakhir untuk luar ruangfan adalah
sebagai berikut :
Dari hasil pengukuran kualitas udara di PT.DuPont Indonesia menunjukan bahwa
kandungan debu/partikulat pada pengukuran tahun 2008 cukup tinggi karena melebihi baku
mutu terutama apada halaman parkir depan dan halaman belakang, dekat warehouse. Hal
ini di karenakan aktivitas kendaraan keluar masuk terutama pengangkut bahan baku sangat
padat (peak season)sehingga mempengaruhi kualitas udara di areal tersebut. Sedangkan
dihalaman belakang dikarenakan aktivitas dari proses pemipilan jagung yang berbenturan
langsung dengan dinding pembatas belakang sehingga debu tidak bisa terdispersi secara
baik. Selain debu, semua parameter lain yang telah ditentukan tidak ada yang melebihi baku
mutu yang telah di tetapkan.
2. Suhu, Kelembaban, Angin dan kebisingan
Kondisi suhu udara, kelembaban, kecepatan angin dan kebisingan di lokasi PT.DuPont
Indonesia, baik diluar ruangan (halaman) telah dilakukan pengukuran oleh Balai Besar
Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL-PPM) Surabaya adalah sebagai berikut :
c. Kualitas Udara Ruang
1 . Gas Polutan dan Debu
Kualitas udara ambient pada lokasi PT.DuPont Indonesia, baik dalam ruangan dan luar
ruangan juga diukur secara rutin setiap tahun. Berdasarkan kasil pengukuran yang
dilakukan oleh Bal Besar Teknik Kesehatan dan Lingkungan (BBTKL-PPM) Surabaya
tahun 2006 hingga 2007 menunjukan bahwa semua parameter memenuhi batas syarat
kualitas udara ambient (SK Gubernur Jawa Timur No.126 tahun 2008). Hal ini
menunjukan bahwa PT.DuPont Indonesia sangat konsisten dalam mengupayakan
kualitas udara ambient yang baik. Hasil pengukuran dan analisa yang dilakukan oleh
Balai Besar Teknik Kesehatan dan Lingkungan (BBTKL-PPM) Surabaya terakhir untuk
dalam ruangan adalah sebagai berikut :
d. Kualitas Udara Emisi Cerobong
Emisi cerobong yang dikeluarkan dari operasi PT.DuPont Indonesia masih dibawah
baku mutu Peraturan Gubernur Jatim No. 10/2009. Hal ini dapat dilihat dari hasil
pengukuran kualitas emisi cerobong yang telah dilakukan pengukuran oleh Balai Besar
Teknik Kesehatan dan Lingkungan (BBTKL-PPM) Surabaya.
2. Sifat dan Jenis Limbah
3.7 Implementasi Teknologi bersih yang mungkin diterapkan
a. Udara
Pemantuan lingkungan khususnya kualitas udara menjadi konsekuensi bagi perusahaan
dan kegiatan yang mengemisikan pencemar udara. Pemantauan kualitas udara meliputi
udara emisi dan udara ambien diperlukan untuk pemenuhan peraturan (pemantaun rutin-
abnormal-darurat, AMDAL/UKL-UPL, PROPER, dll) dan memprediksi dampak pencemaran
emisi udara ke lingkungan. Dalam hal sampling dan pengukuran ini peran dari Laboratorium
Lingkungan Pemerintah (BLH, Bapedalda) dan Swasta sangat penting.
Tujuan Spesifik dari pemantauan kualitas udara antara lain untuk:
1. Data pemenuhan baku mutu
2. Evaluasi kinerja alat pengendali pencemaran udara
3. Pengendalian proses
4. Pembuktian dalam proses hukum
5. Penelitian, dll.
Perusahaan dan kegiatan harus melakukan pemantauan secara manual dalam
periode waktu yang ditentukan oleh peraturan, disamping itu berdasarkan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup no. 13 tahun 1995, 4 jenis industri wajib memantau dengan
CEMS (Continuous Emission Monitoring System) yaitu: Industri Besi dan Baja, Industri Pulp
dan Kertas, Pembangkit Listrik (PLTU) Berbahan Bakar Batubara dan Industri Semen. Selain
itu CEMS dan pemantauan manual juga diwajibkan untuk pembangkit Listrik Tenaga Termal
dengan kapasitas diatas 25 MW (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 21 Tahun 2008).
Agar hasil pemantauan kualitas udara -baik yang dilakukan oleh pihak eksternal
(laboratorium terakreditasi) maupun internal oleh perusahaan- tersebut dapat
dipertanggungjawabkan objektivitas dan validasinya maka pemantauan haruslah
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Kaidah pemantauan
2. Baku mutu kualitas udara
3. Sampling (prosedur, teknik, lokasi pengambilan dan penanganan)
4. Satuan-satuan dalam pemantauan, Dll.
Hasil pemantauan seperti inilah yang dapat digunakan untuk melihat kepatuhan
(compliance) antara kinerja pengelolaan kualitas udara perusahaan dengan peraturan yang
berlaku dan untuk mengukur kinerja program pengendalian pencemaran udara, sehingga
dapat ditentukan tindak lanjut dan perbaikan yang perlu dilakukan oleh perusahaan. Untuk
itu diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki pemahaman dan kemampuan
untuk pengelolaan dan pemantauan kualitas udara di perusahaan dan juga Laboratorium
Lingkungan Pemerintah (BLH, Bapedalda) dan Swasta.
Kegiatan manusia mengakibatkan pembebasan senyawa ke lingkungan.
Pencemaran atmosfir memiliki pengaruh nyata dan segera tampak pada manusia, jika
masalah ini dibandingkan dengan pencemaran untuk media lain. Perkembangan industry
mempertinggi tingkat pengaruh ini. Pada sisi lain perkembangan peralatan dan teknologi
pengendalian pencemaran udara semakin baik dan canggih. Penerapan system
pengendalian pencemaran selalu dikaitkan dengan biaya operasi, biaya pemeliharaan dan
biaya produksi.
Penurunan tingkat pencemaran udara diperlukan untuk mempertahankan kualitas
udara yang memenuhi persyaratan bagi makhluk hidup di dalam biosfer, dan meningkatkan
kesehatan masyarakat di daerah industry maupun di daerah yang jauh dari industry. Upaya
ini dikaitkan pula dengan kenyamanan. Kegiatan manusia di kota-kota besar merupakan
bagian pada pencemaran atmosferik ini. Daya dukung biosfera terbatas dalam kapasitas
penyerapan senyawa-senyawa yang dibebaskan ke lingkungan. Perlindungan lingkungan
yang ditangani lewat pengendalian pencemaran harus ditinjau secara bersama-sama untuk
berbagai media peralihan.
b. Pencemaran Udara Oleh Industri
Industri selalu dikaitkan dengan sumber pencemar, karena industry merupakan
kegiatan yang sangat tampak dalam pembebasab berbaggai senyawa kimia kedalam
lingkungan alam. Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997
tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
1. Udara
Udara tersusun atas komponen-komponen gas utama nitrogen (N2), oksigen (O2),
dan beberapa gas mulia serta jenis gas hasil kegiatan biologic dan kegiatan alami gunung
berapi. Jadi, udara alami tidak pernaha dalam keadaan murni. Atmosfer dalam kenyataan
merupakan system dinamik disamping watak nyata yang tidak berubah-rubah karena selalu
saling bertukar alih dengan gas pembentuk udara secara berkesinambungan dari tumbuh-
tumbuhan, kelautan dan makhluk hidup lainnya. Siklus gas dalam atmosfer mencakup
berbagai proses fisik dan proses kimiawi. Berbagai jenis gas dihasilkan dari proses kimiawi
di dalam atmosfer itu sendiri, proses biologic, kegiatan gunung berapi, peluruhan senyawa
radioaktif dan kegiatan industry. Gas-gas ini juga disisihkan dari atmosfer oleh berbagai
proses kimiawi, proses biologic dan proses fisik seperti pembentukan partikel, pengendapan
dan penyerapan oleh air laut dan kulit bumi. Waktu tinggal suatu jenis molekul gas yang
memasuki atmosfer berada dalam rentang hitungan jam hingga jutaan tahun yang
bergantung pada jenis gas tersebut.
Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara (terutama jika
konsentrasi gas itu melebihi dari tingkat konsentrasi latar normal) baik gas yang berasal dari
sumber alami atau sumber yang berasal dari kegiatan manusia (anthropologic sources).
Lapisan udara yang menjadi perhatian utama dalam kaitan dengan pencemaran adalah
troposfer. Pada lapisan inilah terjadi peristiwa hujan asam. Hujan asam ini diakibatkan oleh
reaksi dari gas SOx dan NOx dengan H2O di dalam atmosfer serta sinar matahari yang
menghasilkan asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (H2NO3). Asam ini
dapat merusak/mematikan tumbuhan, hewan bahkan manusia serta mmerusak bangunan.
[Peave et al, 1986]
2. Jenis dan Pengaruh Senyawa Pencemar
Udara alami tidak pernah dalam keadaan murni, karena gas-gas missal SO2, H2S dan
CO akan dibebaskan ke atmosfer akibat proses-proses alami yang berlangsung seperti
pembusukan (putrefaction) tumbuhan atau bangkai, kebakaran hutan dan letusan gunung
berapi. Gas dan partikel padat atau cair akan disebarkan oleh angin ke seluruh bagian dan
sebagian partiikel ini akan mengendap akibat kecepatan yang dimiliki tidak dapat melawan
gaya tarik bumi. Pencemaran alami dan pencemar dari berbagai kegiatan manusia
mengakibatkan kualitas uudara tidak sesuai dengan kualitas udara bersih. Pengenceran
senyawa-senyawa pencemar ini oleh udara tidak berlangsuung secara keseluruhan pada
tiap ketinggian dan tiap saat. Difusi atmosferik adalah sangat kecil pada ketinggian 3000-
4000 meter dan bahkan pada keadaan nyata senyawa pencemar tidak ditemui pada
ketinggian lebih dari 600 meter. Hambatan geologik dan hambatan manusia mengakibatkan
hambatan pada gerakan udara sehingga terjadi penurunan kemampuan pencampuran dan
pengenceran.
Istilah senyawa pencemar digunakan untuk berbagai senyawa asing dalam susunan
udara bersih dan senyawa ini dapat mengakibatkan gangguan atau penurunan kualitas
udara bersih serta penurunan kondisi fisik atmosfer. Senyawa-senyawa pencemar udara
dikelompokkan dalam senyawa-senyawa yang mengandung:
1. Unsur karbon, seperti CO dan hidrokarbon
2. Unsur nitrogen, seperti NO dan NO2
3. Unsur sulfur, seperti H2S, SO2 dan SO3
4. Unsur halogen, seperti HF
5. Partikel padat atau cair
6. Senyawa beracun, dan
7. Senyawa radioaktif
Senyawa pencemar digolongkan sebagai: (a) senyawa pencemar primer, dan (b)
senyawa pencemar sekunder. Senyawa pencemar primer adalah senyawa yang langsung
dibebaskan dari sumber, sedangkan senyawa pencemar sekunder adalah senyawa baru
yang terbentuk akibat interaksi dua atau lebih senyawa pencemar primer selama berada di
atmosfer.
Lima jenis senyawa pencemar yang umum dikaitkan dengan pencemaran udara
adalah (1) karbonmonoksida (CO), (2) oksida nitrogen (NOx), (3) oksida sulfur (SOx), (4)
hidrokarbon dan (5) partikel/debu. Satuan konsentrasi yang digunakkan untuk menyatakan
konsentrasi senyawa pencemar adalah µg/m3 yang menyatakan bobot zat dalam satu satuan
m3 udara atau mg/m3 untuk keadaan yang tercemar berat atau ppm volum yang diukur pada
keadaan standar (25 ºC dan 1 atm).
3. Pencemaran Udara
Alam dan kegiatan manusia serta industry membebaskan senyawa kimia ke lingkungan
udara. Jika senyawa itu adalah asing untuk komposisi udara atau konsentrasi suatu jenis
senyawa itu melebihi nilai ambang batas (TLV: threshold limit value), maka udara itu
mengalami pencemaran. Pencemaran udara adalah peristiwa pemasukan dan/atau
penambahan senyawa, bahan atau energy ke dalam lingkungan udara akibat kegiatan alam
dan manusia, sehingga temperature dan udara tidak sesuai lagi untuk tujuan pemanfaatan
yang paling baik atau nilai linggkungan udara itu menurun.
Industry memberikan bagian yang relative kecil pada pencemaran atmosferik jika
dibandingkan dengan pengangkutan. Meskipun industry dalam kenyataan memberikan
bagian yang kecil dalam emisi senyawa pencemar, tetapi suumber ini mudah diamati, karena
industry meruppakan sumber pencemaran tiitik (point source of pollution). Bagian paling
besar yang dibebaskan oleh industry adalah padatan renik atau debu. Debu ini memberikan
dampak negative bagi lingkungan biotic dan fisik.
Upaya pengendalian pencemaran udara oleh industry yang pertama kali adalah
penanggulangan emisi debu, sedangkan penanggulangan emisi senyawa pencemar fasa
gas sering diusahakan pada tingkat akhir. Maslah ini lebih menonjol, karena indutriawan
lebih mudah memahami masalah debu yang tampak dibandingkan dengan masalah
senyawa pencemar yang tidak tampak. Perancang pabrik selalu berkeinginan agar kedua
masalah itu dapat dipertimbangkan sejak awal rancangan, karena penambahan unit yang
khusus digunakan untuk penghilangan senyawa pencemar fasa gas akan memerlukan biaya
yang relative lebih tinggi, jika penambahan unit dilakukan pada waktu pabrik telah
beroperasi.
4. Metoda Pengendalian Pencemaran Udara
Jika pengendalian pencemaran ingin diterapkan, maka berbagai pendekatan dapat dipilih
untuk menentukan metoda pengendalian pencemaran udara. Pengendalian pencemaran
yang dapat dilakukan meliputi pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran
sehingga senyawa pencemar itu tidak berbahaya lagi baik untuk lingkungan fisik dan biotic
maupun untuk kesehatan manusia.
Pengendalian senyawa pencemar pada sumber merupakan upaya yang paling berhasil-guna
bahkan pengendalian ini dapat mengghilangkan atau paling sedikit mengurangi kadar
senyawa pencemar dalam aliran udara atau fasa yang dibebaskan ke lingkungan.
Pengendalian pencemaran dapat dicapai dengan pengubahan:
1. Jenis senyawa pembantu yang digunakan dalam proses
2. Jenis peralatan proses
3. Kondisi operasi, dan
4. Keseluruhan proses produksi itu sendiri.
Pemilihan tingkat kerja (actions) itu selalu dikaitkan dengan penilaian ekonomik seluruh
produksi. Hal-hal yang menyulitkan adalah proses produksi yang berada di bawah lisensi.
Jika pembentukan senyawa pencemar ini tidak dapat dihindarkan lagi, maka pemasangan
alat untuk menangkap senyawa ini harus dilakukan. Secara umum penghilangan senyawa
pencemar yang akan memasuki atmosfer adalah metoda yang didasarkan atas pengurangan
(reduction) senyawa pencemar.
Berbagai jenis alat pengumpul (collectors) didasarkan atas pengurangan kadar debu
saja atau kadar debu dan gas. Prinsip pengurangan kadar debu dalam aliran gas yang
dibebaskan ke lingkungan diantaranya:
1. Pemisah Brown
Pemisahan jenis ini menerapkan gerakan partikel menurut Brown. Alat ini dapat
memisahkan debu dengan rentang ukuran 0.01-0.05 mikron. Alat yang dipatenkan
dibentuk dengan susunan filament gelas dengan jarak antar filament yang lebih kecil
dari lintasan bebas rata-rata partikel.
2. Penapisan
Deretan penapis atau penapis kantung (filter bag) akan dapat menghilangkan debu
hingga ukuran diameter 0.1 mikron. Penapis ini dibatasi oleh pembebanan yang rendah,
karena pembersihan membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi. Susunan penapis yang
bias digunakan untuk gas buang yang mengandung minyak atau debu higroskopik.
Temperature gas buang dibatasi oleh komposisi bahan penapis.
a. Pengendap elektrostatik
Alat ini memberikan tegangan tinggi pada aliran gas berkecepatan rendah. Debu
yang telah menempel dapat dihilangkan secara beraturan dengan cara getaran.
Keuntungan yang diperoleh adalah debu yang kering dengan ukuran rentang 0.3-0.5
mikron. Tetapi secara teoritik ukuran partikel yang dapat dikumpulkan tidak memiliki
batas minimum.
b. Pengumpul sentrifugal
Pemisah debu dari aliran gas didasarkan atas gaya sentrifugal yang dibangkitkan
oleh bantik saluran masuk alat. Gaya ini melemparkan partikel ke dinding dan gas
berputar (vortex) sehingga debu akan menempel di dinding serta terkumpul di dasar
alat. Alat yang menggunakan prinsip ini dapat digunakan untuk pemisahan partikel
besar dengan rentang ukuran diameter hingga 10 mikron.
c. Pemisah inersia
Pemisah ini bekerja atas gaya inersia yang dimiliki oleh partikel di dalam aliran gas.
Pemisahan ini menggunakan susunan penyekat, sehingga partikel akan bertumbukan
dengan penyekat ini dan akan dipisahkan dari aliran fasa gas. Kendala daya guna
ditentukan oleh jarak antar penyekat. Alat yang didasarkan atas prinsip gaya inersia
bekerja dengan baik untuk partikel yang memiliki ukuran diameter lebih besar daripada
20 mikron. Rancangan yang baru dapat memisahkan partikel yang berukuran hingga 5
mikron.
d. Pengendapan akibat gaya gravitasi
Rancangan alat ini didasarkan perbedaan gaya gravitasi dan kecepatan yang
dialami oleh partikel. Alat ini akan bekerja dengan baik untuk partikel dengan ukuran
diameter yang lebih besar daripada 40 mikron dan tidak digunakan sebagai pemisah
debu tingkat akhir.
e. Menara percik
Prinsip kerja pada menara percik ini adalah aliran gas yang berkecepatan rendah
bersentuhan dengan aliran air yang bertekanan tinggi dalam bentuk butir. Alat ini
merupakan alat yang relative sederhana dengan kemampuan penghilangan pada tingkat
sedang (moderate). Alat dengan prinsip ini dapat mengurangi kandungan debu dengan
rentang ukuran diameter 10-20 mikron dan gas yang larut dalam air.
f. Siklon basah
Modifikasi siklon ini menangani gas yang berputar lewat percikan air. Butiran air
yang mengandung dan gas yang terlarut akan dipisahkan dengan aliran gas utama atas
dasar gaya sentrifugal. Slurry ini dikumpulkan di bagian bawah siklon. Siklon jenis ini
lebih efektif daripada menara percik. Rentang ukuran diameter debu yang dapat
dipisahkan adalah 3-5 mikron.
g. Pemisahan venturi
Rancangan pemisahan venturi ini didasarkan atas kecepatan gas yang tinggi dan
berkisar antara 30-150 meter per detik pada bagian yang disempitkan dan gas
bersentuhan dengan butir air yang dimasukan di daerah itu. Alat ini dapat memisahkan
partikel hingga ukuran 0.1 mikron dan gas yang larut dalam air.
h. Tumbukan pada piringan yang berlubang
Alat ini disusun oleh piringan yang berlubang dan gas yang lewat orifis ini
berkecepatan 10 hingga 30 meter per detik. Gas ini membentur lapisan air hingga
membentuk percikan air. Percikan ini akan bertumbukan dengan penyekat dan air akan
meyerap gas serta mengikat debu. Gas yang memiliki kelarutan sedang dapat diserap
dengan air dalam alat ini. Ukuran partikel paling kecil yang diserap adalah 1 mikron.
i. Menara dengan packing
Prinsip penyerapan gas dilakukan dengan cara persentuhan cairan dan gas di
daerah antara packing. Aliran gas dan cairan dapat searah arus maupun berlawanan
arah arus atau aliran melintang. Rancangan baru alat ini dapat menyerap debu yang
lebih besar dari 10 mikron.
j. Pencuci dengan pengintian
Prinsip yang diterapkan adalah pertumbuhan inti dengan kondensasi dan partikel
yang dapat ditangani berukuran hingga 0.01 mikron serta dikumpulkan pada permukaan
filament.
k. Pembentur turbulen
Penyerapan partikel dilakukan dengan cara mengalirkan aliran gas lewat cairan yang
berisi bola-bola berdiameter 1-5 cm. Partikel dapat dipisahkan dari aliran gas, karena
debu bertumbukan dengan bola-bola itu. Efisiensi penyerapan gas bergantung pada
jumlah tahap yang digunakan.
Upaya pembersihan aliran gas atau udara sebelum dibebaskan ke lingkungan dapat
dihubungkan dengan kebutuhan proses produksi, perolehan produk samping atau
perlindungan lingkungan. Seringkali alat ini merupakan bagian integral dari suatu proses, jika
sasaran utama adalah penghilangan gas yang beracun atau mudah terbakar. Debu
ditemui dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas (trace, apparent, bulk
density), daya kohesi, sifat higroskopik dan lain-lain. Variable yang aneka ragam ini
mengakibatkan pemilihan alat dan system pengendalian pencemaran udara oleh debu dan
gas harus berhubungan dengan sasaran masalah pembersihan gas dan watak kinerja alat
disamping penilaian ekonomik. Penggunaan alat pengendalian pencemaran di dalam suatu
system produksi harus dikaji sesuai dengan watak proses, watak gas yang dibuang, kondisi
operasi dan biaya. Masalah rancangan proses pengendalian merupakan kegiatan yang
menentukan dalam pemilihan system dan teknologi pengendalian pencemaran udara dalam
industry.
c. Teknologi Pengendalian Pencemaran Udara
Menurut dr.drh. Mangku Sitepoe (1997), ada lima dasar dalam mencegah atau memperbaiki
pencemaran udara berbentuk gas.
1. Absorbsi. Melakukan solven yang baik untuk memisahkan polutan gas dengan
konsentrasi yang cukup tinggi. Biasanya absorbennya air, tetapi kadang-kadang dapat
juga tidak menggunakan air (dry absorben).
2. Adsorbsi. Mempergunakan kekuatan tarik-menarik antara molekul polutan dan zat
adsorben. Dalam proses adsorbsi dipergunakan bahan padat yang dapat menyerap
polutan. Berbagai tipe adsorben antara lain Karbon Aktif dan Silikat.
3. Kondensasi. Dengan kondensasi dimaksudkan agar polutan gas diarahkan mencapai titik
kondensasi, terutama dikerjakan pada polutan gas yang bertitik kondensasi tinggi dan
penguapan yang rendah (Hidrokarbon dan gas organik lain).
4. Pembakaran. Mempergunakan proses oksidasi panas untuk menghancurkan gas
Hidrokarbon yang terdapat di dalam polutan. Hasil pembakaran berupa Karbon Dioksida
dan air. Adapun proses pemisahannya secara fisik dikerjakan bersama-sama dengan
proses pembakaran secara kimia.
5. Reaksi kimia. Banyak dipergunakan pada emisi golongan Nitrogen dan Belerang.
Membersihkan gas golongan Nitrogen, caranya dengan diinjeksikan Amoniak yang akan
bereaksi kimia dengan NOx dan membentuk bahan padat yang mengendap. Untuk
menjernihkan golongan Belerang dipergunakan copper oksid atau kapur dicampur arang.
sementara itu, pencegahan pencemaran udara berbentuk partikel dapat dilakukan melalui
enam konsep.
1. “Membersihkan” (Scrubbing). Mempergunakan cairan untuk memisahkan polutan. Alat
scrubbing ada berbagai jenis, yaitu berbentuk plat, masif, fibrous, dan spray.
2. Menggunakan filter. Dimaksudkan untuk menangkap polutan partikel pada permukaan
filter. Filter yang dipergunakan berukuran sekecil mungkin. Filter bersifat semipermeable
yang dapat dibersihkan, kadang-kadang dikombinasikan dengan pembersihan gas dan
filter polutan partikel.
3. Mempergunakan presipitasi elektrostatik. Cara ini berbeda dengan cara mekanis lainnya,
sebab langsung ke butir-butir partikel. Polutan dialirkan di antara pelat yang diberi aliran
listrik sehingga presipitator yang akan mempresipitasikan polutan partikel dan ditampung
di dalam kolektor. Pada bagian lain akan keluar udara yang telah dibersihkan.
4. Mempergunakan kolektor mekanis. Dengan menggunakan tenaga gravitasi dan tenaga
kinetis atau kombinasi keduanya untuk mengendapkan partikel. Sebagai kolektor
dipergunakan gaya sentripetal yang memakai siklon.
5. Program langit biru. Yaitu program untuk mengurangi pencemaran udara, baik
pencemaran udara yang bergerak maupun stasioner. Dalam hal ini, ada tiga tindakan
yang dilakukan terhadap pencemaran udara akibat transportasi (baca: kendaraan
bermotor), yaitu: Pertama, mengganti bahan bakar kendaraan. Bahan bakar disel dan
premium pembakarannya kurang sempurna sehingga terjadi polutan yang berbahaya.
Dalam program lagit biru, hal ini dikaitkan dengan penggantian bahan bakar ke arah
bahan bakar gas yang memberikan hasil pembakaran lebih baik. Kedua, mengubah
mesin kendaraan. Mesin dengan bahan bakar disel diganti dengan mesin bahan bakar
gas. Ketiga, memasang alat-alat pembersihan polutan pada kendaraan bermotor.
6. Menggalakan penanaman pohon. Mempertahankan paru-paru kota dengan memperluas
pertamanan dan penanaman berbagai jenis pohon sebagai penangkal pencemaran.
Sebab tumbuhan akan menyerap hasil pencemaran udara (CO2) dan melepaskan
oksigen sehingga mengisap polutan dan mengurangi polutan dengan kehadiran oksigen.
Bentuk pencegahan yang lain adalah membiasakan diri untuk mengkonsumsi
makanan mengandung serat tinggi. Serat makanan dapat menetralkan zat pencemar udara
dan mengurangi penyerapan logam berat melalui sistem pencernaan kita. Dan yang paling
penting pemerintah hendaknya komitmen terhadap mengganti bensin bertimbal dengan
bensin tanpa Timbal. Teknologi pengendalian pencemaran udara dalam suatu plant atau
tahap proses dirancang untuk memenuhi kebutuhan proses itu atau perlindungan
lingkungan. Teknologi ini dapat dipilih dengan penerapan susunan alat pengendali sehingga
memenuhi persyaratan yang telah disusun dalam rancangan proses. Rancangan proses
pengendalian pencemaran ini harus dapat memenuhi persyaratan yang dicantumkan dalam
peraturan pengelolaan lingkungan. Rancangan ini harus mempertimbangkan factor ekonomi.
Jadi penerapan peralatan pengendalian ini perlu dikaitkan dengan perkembangan proses
produksi itu sendiri sehingga memberikan nilai ekonomik yang paling rendah baik untuk
instalasi, operasi dan pemeliharaan. Nilai ekonomik yang dihubungkan dengan biaya
produksi ini masih sering dianggap cukup besar. Penilaian ekonomik yang dihubungkan
dengan kemaslahatan masyarakat kurang ditinjau, karena analisis ini kurang dapat dipahami
oleh pihak industriawan. Dengan demikian penerapan peraturan harus dilaksanakan dan
diawasi dengan baik, agar penerapan teknologi pengendalian ini bukan hanya sekedar
memasang alat pengendalian pencemaran udaram tetapi kinerja alat ini tidak memenuhi
persyaratan. Teknologi pengendalian ini perlu dikaji dengan seksama, agar penggunaan alat
tidak berlebihan dan kinerja yang diajukan oleh pembuat alat dapat dicapai dan memenuhi
persyaratan perlindungan lingkungan. System pengendalian ini harus diawali dengan
memahami watak emisi senyawa pencemar dan lingkungan penerima. Teknologi
pengendalian yang sempurna akan membutuhkan biaya yang besar sekali sehubungan
dengan dimensi alat, kebutuhan energy, keselamatan kerja dan mekanisme reaksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan teknologi pengendalian atau rancangan
system pengendalian meliputi:
a. Watak gas buang atau efluen
b. Tingkat pengurangan yang dibutuhkan
c. Teknologi komponen alat pengendalian pencemaran
d. Kemungkinan perolehan senyawapencemar yang bernilai ekonomik.
Watak efluen merupakan factor penentu dan tidak dapat digunakan untuk penyelesaian
semua jenis pengendalian pencemaran. Jadi watak fisik kimia dan eluen dan lingkungan
penerima harus di fahami dengan baik. Kemungkinan fenomena sinergetik yang dapat
berlangsunghars dapat di perkirakan, jika perubahan watak atau komposisi effluent atau
proses produksi dapat berlangsung dalam waktu yang akan datang.
Rancangan system penglolaan udara di daerah industry meliputi semua langkah perbaikan
dan metode perlakuan yang menjamin hasil guna yang ekonomis untuk penyelesaian
masalah. Pengkajian yang rinci harus dilakukan untuk system yang lengkap. Penilaian
masalah pencemaran udara untuk system produksi meliputi tahap-tahap :
1. Rancangan dan konstruksi, meliputi :
a. Penyigian plant
b. Pengujian dan pengumpulan data
c. Penentuan kriteria rancangan yang mencakup pengkajian watak efluaen dengan
baku mutu lingkungan udara
2. Tahap kajian teknis dan rekayasa, yaitu melaksanakan:
a. Penilaian system dan teknologi pengendalian pencemaran, yang meliputi: (1)
Sumber perbaikan, (2) Metode perlakuan yang memperhatikan cara pengumpulan,
pendidikan, disperse dan pembuangan, dan (3) Perolehan kembali senyawa yang
bernilai ekonomik.
b. Kajian ekonomik yang meliputi investasi dan operasi
3. Tahap rancangan dan konstruksi, meliputi:
a. Pemilihan system pengendalian
b. Rancangan proses dan rekayasa serta konstruksi
Sistem pengendalian pencenmaran ini akan selalu memasang cerobong sebagai upaya
untuk mengurangi konsentrasi senyawa pencemar pada saat pembebasan ke udara.
Rancangan cerobong ini harus memiliki persyaratan tingkat konsentrasi di permukaan dan
watak lingkungan udara yang meliputi kemantapan dan derajat inversi. Industri telah
menerapkan system pengendalian pencemaran udara dan system ini terutama dikaitkan
dengan proses produksi serta penanggulangan pencemaran debu. Masalah ini belum
dirancang secara seksama, meskipun baku mutu emisi udara untuk sumber yang tak
bergerak yang akan digunakan sebagai acuan di Indonesia telah di terbitkan jika rancangan
system menggunakan baku mutu dari emisi udara dari Negara yang sudah mantap dalam
pengelolaan lingkungan udara, maka teknilogi yang di pilih akan lebih mahal. Hal ini
diakibatkan oleh peralatan yang telah diproduksi itu berdasarkan acuan baku mutu emisi
udara yang brlaku di Negara tersebut.
d. Penanggulangan Kebisingan
• Kemampuan membendung gelombang
Faktor ini berkaitan dengan bahan yang dapat menyerap bunyi suara bagus tetap
tidak bisa membendung atau menghalang-halangi arus penjalaran gelombang-
gelobang bunyi. Dibanding semua bahan, yang paling istimewa adalah kayu.
• Koefisien serapan bunyi
Faktor ini menjelaskan tentang bunyi yang masuk ke dinding sebagian diserap oleh
dinding dan menghilang (absorpsi) sebagian lagi dihantar oleh dinding dan merambat
terus kemana-mana (hantaran) dan ada yang keluar lagi di hawa udara di pihak lain
dari dinding. Serapan bunyi akan total terjadi apabila gelombang-gelombang bunyi
menjumpai lubang atau jendela atau hilang di luar.
• Isolasi dinding
Semakin tebal dan berat dinding pemisah, semakin sulit pula bunyi dari ruang yang
satu merembes ke ruang yang lain.
• Pemilihan lokasi bangunan dan peraturannya
Penempatan gedung serta pengaturan halaman sekeliling dapat mepengaruhi tingkat
gangguan suara. Rumah sakit misalnya tidak baik di letakkan di tepi jalan raya padat
lalu lintas dan sekolah pun juga jangan diletakkan di samping pabrik. Demikian juga
ruangan kamar tidur sebaiknya diletakkan di sisi yang tenang dan sebagainya.
• Pemakaian Ear Plug
Ear plug adalah alat yang dimasukkan ke dalam telinga untuk melindungi pengguna
dari gangguan pendengaran dengan cara mengurangi tingkat kekerasan suara.
e. Penanganan Debu
• Sistem Kontrol – Setelah semua usaha pencegahan dilakukan secara maksimal,
dan jika masih terdapat debu dari proses tersebut, maka barulah dilakukan
pengendalian atau pengontrolan terhadap debu tersebut. Beberapa teknik
pengendalian yang dapat dilakukan adalah seperti dust collection systems, sistem
pwet dust suppression systems, and airborne dust capture through water sprays.
• Dust Collection Systems – menggunakan prinsip ventilasi untuk menangkap debu
dari sumbernya. Debu disedot dari udara dengan menggunakan pompa dan dialirkan
kedalam dust collector, kemudian udara bersih dialirkan keluar.
• Wet Dust Suppression Systems – menggunakan cairan (yang banyak digunakan
adalah air, tapi bisa juga bahan kimia yang bisa mengikat debu) untuk membasahi
bahan yang bisa menghasilkan debu tersebut sehingga bahan tersebut tidak
cenderung menghasilkan debu.
• Airborne Dust Capture Through Water Sprays – menyemprot debu-debu yang
timbul pada saat proses dengan menggunakan air atau bahan kimia pengikat,
semprotan harus membentuk partikel cairan yang kecil (droplet) sehingga bisa
menyebar diudara dan mengikat debu yang berterbangan membentuk agglomerates
sehingga turun kebawah.
• Dilution Ventilation – teknik ini adalah untuk mengurangi konsentrasi debu yang ada
di udara dengan mendilusi udara berdebu dengan udara tidak berdebu atau bersih.
Secara umum sistem ini masih kurang baik untuk kesehatan karena debu pada
dasarnya masih terdapat diudara, akan tetapi sistem ini bisa digunakan jika sistem
lain tidak diijinkan untuk digunakan.
• Isolation – teknik ini adalah dengan cara memisahkan pekerja dengan udara yang
terkontaminasi, pemisahan bisa dilakukan dengan mengisolasi pekerja kemudian di
suplai dengan udara bersih dari luar. Contoh Supplier air system.
f. Limbah Padat
Biji jagung reject : Biji jagung yang reject di PT DuPont dapat dijual untuk
dijadikan sebagai pakan ternak
Tongkol jagung (bungkil) : Untuk tongkol jagung (bungkil) dapat dibuat sebagai briket
untuk proses pembakaran, selain itu tongkol jagung juga dapat dijual untuk dijadikan
bahan campuran pakan ternak
Katul jagung/ kulit ari dan sekam : Kulit ari yang pada PT DuPont dapat dijual untuk
dipakai sebagai campuran pakan ternak dan sekam dapat dijadikan briket
Benih jagung expired : Benih jagung expired yang ada di PT DuPont dibeli dan
ditangani oleh pihak lain yaitu CV Trisurya Plastik
Sekam : Sekam padi dapat dijadikan sebagai media tanam dan juga
sebagai pupuk, selain itu juga dapat dijadikan sebagai arang sekam (briket)
Gabah reject : Dapat dijadikan untuk biomassa untuk bahan bakar
Katul padi : Katul padi dapat dijual untuk dijadikan pakan ayam
Botol bekas pestisida : Ditangani oleh CV Trisurya Plastik
Plastik : Ditangani oleh CV Trisurya Plastik
Kertas bekas : Kertas bekas dapat diolah kembali menjadi kertas daur ulang
Limbah padat domestik : Limbah padat domestik PT DuPont ditangani oleh Dinas
Kebersihan Kabupaten Malang
BAB V
PENUTUP
4.2 Kesimpulan
1. DuPont adalah salah satu unit bisnis di indonesia yang melayani beragam sektor industri
mulai dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, makanan dan minuman,
kemasan sampai sektor-sektor industri seperti : otomoti, konstruksi, textile, pulp & paper,
cat dan tinta, plastik, percetakan, kosmetik, consumer goods dan farmasi, sera minyak,
gas, energi dan pertambangan.
2. Sistem Produksi PT. DuPont yang ada di malang adalah Proses produksi di PT. DuPont
Indonesia Malang meliputi jagung dan padi hibrida.
3. Hasil sisa produksi seperti contohnya air limbah industri yang dihasilkan oleh PT. DuPont
Indonesia berasal dari hasil air bekas mencuci peralatan slurry treatment dan wastafel
laboratorium. Limbah cair lainnya yang dihasilkan PT. DuPont berasal dari toilet atau
kamar mandi. Limbah dari toilet ini ditampung di dalam septik tank dan dikuras secara
berkala. Air limbah yang dihasilkan oleh PT. DuPont ditampung dalam suatu tampungan
tersendiri. Pemantauan yang dilakukan PT. DuPont meliputi pemantauan kualitas air
limbah industri, kualitas air bersih, kualitas udara ambien, kualitas udara ruangan, kualitas
udara emisi cerobong dan pemeriksaan bakteriologi air bersih.
4. Hasil pemantauan kualitas yang dilakukan PT. DuPont dari tahun 2005-2009 telah
memenuhi baku mutu yang telah ditentukan, meliputi : kualitas air limbah, kualitas air
bersih, kualitas ambient.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2009). Implementasi Produksi Bersih di Bidang Industri.
Alfian, M., & Akhmad, Y. R. (2010). Strategi Pengolahan Limbah Radio Aktif di Indonesia di Tinjau
dari Konsep Cradle To Grave. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah .
Artiningsih, N. K. (n.d.). Penerapan Produksi Bersih Berdamapak Positif . Semarang: Universitas 17
Agustus 1945.
Novianingsih, C. R. (n.d.). Laporan PKL di PT. Indo Acidatama. Surakarta: Universitas Setia Budi.
Pertanian, D. (2006). Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Subdid Pengelolaan
lingkungan Ditjen PPHP.
Salim, J. (2009). Model Pengelolaan Limbah Industri Baja. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Siregar, S. D., Kurniawan, S., & Primasri, Y. P. (n.d.). Laporan PKL di PT. Ultra Jaya Milk.
Surakarta: Universitas Setia Budi.
Suhartini. (2008). Pengolahan Lingkungan. Yogyakarta: Universitas Negri Yogyakarta.
Setiadi, Tjandra. Prof. “Pengelolaan Limbah Industri”, Bandung: ITB.
Suryana, Apraya. “Laporan Kerja Praktek PT. Indonesia Power Suralaya” [tidak dipublikasikan]
DOKUMENTASI KEGIATAN