Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

20
LAPORAN PRESENTASI KASUS MYOMA UTERI BLOK EARLY CLINICAL AND COMMUNITY EXPOSURE III (ECCE III) STASE ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN Tutor: dr. Sjafril Sanusi, Sp.OG Disusun oleh : Saidatun Nisa G1A009090 KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONAL JURUSAN KEDOKTERAN

Transcript of Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

Page 1: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

LAPORAN PRESENTASI KASUS

MYOMA UTERI

BLOK EARLY CLINICAL AND COMMUNITY EXPOSURE III

(ECCE III)

STASE ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

Tutor:

dr. Sjafril Sanusi, Sp.OG

Disusun oleh :

Saidatun Nisa G1A009090

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONAL

JURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

BAB IPENDAHULUAN

Myoma uteri merupakan salah satu tumor ginekologi yang paling sering

terjadi dan ditemukan pada 30% wanita usia reproduktif. Pertumbuhan sel myoma

uteri membutuhkan waktu yang lama tetapi progresif. Hampir separuh kasus

myoma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologi, hal ini

menunjukkan banyak wanita yang menderita myoma uteri asimtomatik.

Diperkirakan hanya 20%-50% dari penderita myoma uteri yang menunjukkan

gejala klinik seperti menoragia, ketidaknyamanan pelvis, serta disfungsi

reproduksi (Manurung, 2010).

Di Indonesia angka kejadian myoma uteri lebih tinggi pada usia diatas 35

tahun dengan prevalens 40%. Penelitian Susilo Raharjo (1974) melaporkan

proporsi myoma uteri di RS Surabaya 11,87% dari semua penderita ginekologi

yang dirawat. Penelitian Karel Tangkudung (1977) di rumah sakit yang sama

mencatat proposi myoma uteri 10,30%. Di RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau,

myoma uteri menempati urutan ke lima dari sepuluh penyakit ginekologi

terbanyak pada tahun 2004 dan 2005, dengan proporsi masing-masing 7,04% dan

8,03% (Manurung, 2010).

Myoma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi

yang efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi

myoma uteri itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan mortalitas, namun

morbiditas yang ditimbulkan oleh myoma uteri ini cukup tinggi karena myoma

uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta diperkirakan

dapat menyebabkan kesuburan rendah (Kurniasari, 2010).

Beberapa teori menunjukkan bahwa myoma bertanggung jawab terhadap

rendahnya kesuburan. Adanya hubungan antara myoma dan rendahnya kesuburan

ini telah dilaporkan oleh dua survei observasional. Dilaporkan sebesar 27 – 40 %

wanita dengan myoma uteri mengalami infertilitas (Kurniasari, 2010).

Page 3: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Myoma uteri adalah neoplasma jinak yang tersusun dari otot polos uteri dan

jaringan ikat yang menumpangnya dan sering juga disebut sebagai

fibromyoma, leiomyoma, fibroid (Wiknjosastro, 2007).

B. Etiologi dan Faktor Risiko

1. Etiologi

a. Estrogen

Myoma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat

pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen

eksogen. Myoma uteri akan mengecil pada saat menopause dan

pengangkatan ovarium. Myoma uteri banyak ditemukan bersamaan

dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Selama fase

sekretorik, siklus menstruasi dan kehamilan, jumlah reseptor estrogen

di miometrium normal berkurang. Pada myoma reseptor estrogen

dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi reseptor

tersebut tertekan selama kehamilan (Wiknjosastro, 2005).

b. Progesteron

Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan myoma sepanjang

siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis

natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan myoma

dengan dua cara yaitu: Mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase

dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada myoma (Wiknjosastro,

2005).

c. Hormon Pertumbuhan

Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon

yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada

periode ini memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari

myoma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi

Page 4: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

sinergistik antara hormon pertumbuhan dan estrogen (Wiknjosastro,

2005).

d. Genetik

Analisis sitogenetik dari hasil pembelahan myoma uteri telah

menghasilkan penemuan yang baru. Diperkirakan 40% myoma uteri

memiliki abnormalitas kromosom non random. Abnormalitas ini dapat

dibagi menjadi 6 subgrup sitogenik yang utama termasuk translokasi

antara kromosom 12 dan 14, trisomi 12, penyusunan kembali lengan

pendek kromosom 6 dan lengan panjang kromosom 10 dan delesi

kromosom 3 dan 7. Penting untuk diketahui mayoritas myoma uteri

memiliki kromosom yang normal (Goodwin, 2001).

2. Predisposisi

a. Umur

Frekuensi kejadian myoma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun

yaitu mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia

dibawah 20 tahun. Sedangkan pada usia menopause hampir tidak

pernah ditemukan (Wiknjosastro, 2005). Pada usia sebelum menarche

kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi, serta akan

turun pada usia menopause (Ganong, 2008). Pada wanita menopause

myoma uteri ditemukan sebesar 10% (Wiknjosastro, 2005).

b. Riwayat Keluarga

Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita

myoma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita

myoma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita

myoma uteri (Parker, 2007).

c. Obesitas

Obesitas juga berperan dalam terjadinya myoma uteri. Hal ini diduga

berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh

enzim aromatase di jaringan lemak (Wiknjosastro, 2005). Hasilnya

terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh, dimana hal ini dapat

menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi dan

pertumbuhan myoma uteri (Parker, 2007).

Page 5: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

d. Paritas

Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk

terjadinya perkembangan myoma ini dibandingkan wanita yang tidak

pernah hamil atau satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% myoma

uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya

hamil satu kali ( Ganong, 2008 ).

e. Kehamilan

Angka kejadian myoma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang

pernah dilakukan ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan.

Kehamilan dapat mempengaruhi myoma uteri karena tingginya kadar

estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus

(Scott, 2002). Kedua keadaan ini ada kemungkinan dapat mempercepat

pembesaran myoma uteri (Manuaba, 2003)

C. Patofisiologi

Nyeri abdomen dapat disebabkan oleh torsi, degenerasi atau perdarahan

di dalam tumor. Nyeri kram dapat disebabkan oleh kontraksi uterus sebagai

upaya untuk mengeluarkan suatu polip fibroid melalui kanalis servikalis

(Taber, 1994). Rasa nyeri bukan merupakan gejala khas tetapi dapat timbul

karena gangguan sirkulasi darah pada sarang myoma, yang disertai nekrosis

setempat dan peradangan. Pada pengeluaran myoma submukosa yang akan

dilahirkan, pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat

menyebabkan dismenore (Wallach, 2004).

Lokasi myoma penting dalam menentukan tingkat keparahan perdarahan

yang berhubungan dengan fibroid. Myoma submukosa dapat meningkatkan

terjadinya menoragia baik secara efek lokal terhadap endometrium atau

alterasi endometrium terhadap permukaan fibroid. Namun, tiada bukti dari

histeroskopik atau mikroskopik yang menyokong hipotesa ini (Handibroto,

2005).

Perubahan dari vaskular dapat menjadi mekanisme yang berpotensi

terhadap fibroid dalam mempengaruhi menoragia. Miometrium yang

Page 6: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

berdekatan dengan myoma mengalami kompresi vena yang mengarah kepada

formasi venous lake di dalam miometrium sekaligus mempengaruhi corak

perdarahan. Berhubungan dengan lokasi myoma diantara miometrium, fibroid

dapat bertumbuh besar sehingga menekan organ yang berdekatan dan

mengganggu fungsi pelvik. Oleh itu, penderita akan mengalami sakit di

bagian bawah abdominal, sakit belakang atau masalah berkemih (Handibroto,

2005).

Gangguan penekanan dari myoma tergantung dari besar dan lokasi

myoma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri,

pada uretra dapat menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan

hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan

tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat

menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul (Wallach, 2004).

Ukuran fibroid yang sangat besar dapat mengganggu kehamilan karena

myoma mengambil terlalu banyak ruang. Tambahan pula, fibroid dapat

bertambah besar sehingga penderita yang tidak hamil dapat menyerupai

wanita hamil. Infertilitas dapat terjadi apabila sarang myoma menutup atau

menekan pars interstisialis tuba, sedangkan myoma submukosa memudahkan

terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus (Wallach, 2004).

Wanita dengan myoma subserosa dan myoma intramural tidak

mempunyai risiko infertilitas walaupun subanalisis dari 4000 pasien

mengarah kepada penurunan kadar implantasi yang signifikan. Presentasi

myoma submukosa menghasilkan 68% penurunan implantasi dan 73%

penurunan kehamilan klinis. Ini adalah penting bagi menunjukkan dari meta-

analisis bahwa tiada makna yang signifikan dalam peningkatan infertilitas

pada wanita dengan jumlah fibroid yang banyak atau lokasi leiomyoma.

Kebanyakan peneliti menyokong kepada konsep fibroid dan fertilitas dengan

penurunan signifikan dari lokasi anatomik submukosa kepada intramural

kepada subserosa (Parker, 2007).

Patofisiologi terjadinya myoma uteri berdasarkan etiologi yang

mendasarinya adalah sebagai berikut:

Page 7: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

Herediter

Pola hidup

Hormonal

(Winkjosastro, 2008)

Pola Eliminasi Alvi

Myoma SubserosumMyoma SubmukosumMyoma Intramural

Myoma Uteri

Informasi mengenai penyakit suhu tubuh

MassaPerdarahan pervagina

Tanda /Gejala

Syok Hipovolemik

Anemia

HB Gangguan keseimbangan

cairan

Tindakan operasi

Pola Eliminasi UrinKonstipasi

Vesika Urinaria

Rectum

Penekanan organ sekitar

Cemas

Proses Infeksi/nekrosis

Retensio Urin

Page 8: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

D. Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis

Separuh penderita myoma uterus tidak memperlihatkan gejala.

Umumnya gejala yang ditemukan bergantung pada lokasi, ukuran dan

perubahan pada myoma tersebut, seperti perdarahan haid abnormal, nyeri,

dan tanda penekanan (Sjamsuhidajat, 2004).

Gejala dan tanda yang paling sering ditemukan antara lain

(Prawirohardjo, 2009) :

a. Gangguan perdarahan seperti hipermenore, menoragia, dan dapat pula

metroragia. Faktor penyebab perdarahan ini seperti:

1) Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasia endometrium

sampai adenokarsinoma endometrium.

2) Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.

3) Atrofi endometrium di atas myoma submukosum.

4) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya

sarang myoma di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat

menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik

(Prawirohardjo, 2009).

b. Rasa nyeri. Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul

karena gangguan sirkulasi darah pada sarang myoma, yang disertai

nekrosis setempat dan peradangan.

c. Gejala dan tanda penekanan. Gangguan ini tergantung dari besar dan

letak myoma uteri. Penekanan pada kandung kemih menyebabkan

poliuri, pada uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter

menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum

menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan

pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan

nyeri panggul.

d. Infertilitas dan abortus, dapat terjadi apabila sarang myoma menutup

atau menekan pars interstitial tuba, sedangkan myoma submukosum

juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga

uterus.

Page 9: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien biasanya dilakukan dengan

pemeriksaan bimanual. Pemeriksaan bimanual akan mengungkap tumor

pada uterus, yang umumnya terletak di garis tengah atau pun agak ke

samping,seringkali teraba terbenjol-benjol. Myoma subserosum dapat

mempunyai tangkai yang berhubungan dengan uterus (Prawirohardjo,

2009).

Diagnosis myoma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan

kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit

untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.

Tumor,kista dan myoma mempunyai perbedaan, yaitu: Tumor adalah

segala penumbuhan jaringan yang berlebihan yang membentuk massa

tertentu di bagian tubuh mana pun. Sedangkan kista adalah tumor berupa

kantong yang berisi cairan. (Fachrudin, 2010).

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Akibat yang terjadi pada myoma uteri adalah anemia akibat perdarahan

uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan

laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL)

terutama untuk mencari kadar Hb (Achadiat, 2004).

Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan (Goodwin, 2004) :

Hemoglobin : menurun

Albumin : menurun

Leukosit : menurun/meningkat

Eritrosit : menurun

b. Ultrasonografi

Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam

menetapkan adanya myoma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama

bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling

besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Myoma

uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang

mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus

Page 10: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

(Baziad, 2003). Myoma uteri yang besar paling bagus didiagnosis

dengan kombinasi transabdominal dan transvaginal sonografi.

Gambaran sonografi myoma adalah simetrikal, berbatas tegas,

hypoechoic dan degenerasi kistik menunjukkan anechoic (Parker,

2007).

c. Histeroskopi

Histeroskopi adalah tindakan untuk melihat rongga rahim (uterus)

dengan menggunakan alat yang disebut histeroskop. Histeroskop ini

dimasukkan melalui vagina dan selanjutnya ke dalam mulut rahim.

Dengan bantuan gas atau cairan dengan tekanan tinggi, rongga rahim

dapat terbuka dan dapat dilihat keadaannya. Dengan pemeriksaan ini

dapat dilihat adanya myoma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta

bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat (Achadiat, 2004).

d. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI dapat dipergunakan dalam kehamilan karena MRI tidak memakai

radiasi ionisasi.MRI akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran,

dan lokasi myoma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, myoma tampak

sebagai massa gelam berbatas tegas dan dapat dibedakan dari

miometrium normal. MRI dapat mendeteksi sekecil 3 mm yang dapat

dilokalisasi dengan jelas, termasuk mikoma submukosa. MRI dapat

menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat

disimpulkan (Achadiat, 2004)

E. Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

a. Pada myoma kecil dan tidak menimbulkan keluhan, tidak diberikan

terapi, hanya diobservasi tiap 3 – 6 bulan.untuk menilai

pembesarannya. Myoma akan menyusut setelah menopause.

b. Pemberian GNRH agonis selama 6 minggu

c. Miomektomi dengan atau tanpa histrektomi bila besar uterus melebihi

seperti kehamilan 12 -14 minggu

d. Radioterapi

e. Estrogen untuk pasien setelah menopause dan observasi setiap 6 bulan.

Page 11: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

2. Non medikamentosa

a. Edukasi pasien tentang myoma uteri dan komplikasinya

b. Jelaskan tentang pola nutrisi sehubungan dengan adanya perdarahan.

c. Jelaskan pola istirahat yang cukup pada pasien

F. Komplikasi

1. Degenerasi Ganas

Myoma uteri apabila dibiarkan dapat berubah menjadi ganas atau

leiomiosarkoma, kasus degenrasi ganas ini hanya ditemukan pada sedikit

pasien yaitu sekitar 0,32 %- 0,6 %. Keganasan biasanya baru ditemukan

pada pemeriksaan histologi uterus. Kecurigaan akan keganasan apabila

myoma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang

myoma dalam menopause (Wiknjosastro, 2009).

2. Torsi (putaran tangkai)

Sarang myoma yang bertangkai dapat mengalami torsi atau putaran.

Apabila torsi terjadi secara perlahan-lahan gangguan akut tidak terjadi,

namun, apabila torsi terjadi secara cepat maka dapat terjadi gangguan

sirkulasi akut yang berujung pada nekrosis jaringan (Wiknjosastro, 2009).

3. Nekrosis dan Infeksi

Nekrosis dan infeksi terjadi karena adanya gangguan pada sirkulasi darah,

missal pada myoma yang dilahirkan perdarahan berupa metroragia atau

menoragia disertai leukore dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi

(Wiknjosastro, 2009).

G. Prognosis

Kebanyakan myoma asimtomatis dan tidak memerlukan pengobatan. Pada

seseorang yang mempunyai gejala myoma uteri, terapi histerektomi

merupakam pengobatan yang baik dilakukan begitu juga halnya dengan

miomektomi memberikan hasil yang baik (Wiknjosastro, 2009).

1. Ad vitam : Dubia ad bonam

2. Ad sanam : Dubia ad bonam

3. Ad fungsionam : Dubia ad malam

Page 12: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

BAB III KESIMPULAN

1. Myoma uteri adalah neoplasma jinak yang tersusun dari otot polos uteri

dan jaringan ikat yang menumpangnya dan sering juga disebut sebagai

fibromyoma, leiomyoma, fibroid.

2. Manifestasi klinis myoma uteri bergantung pada lokasi, ukuran dan

perubahan pada myoma tersebut, seperti perdarahan haid abnormal, nyeri,

dan tanda penekanan.

3. Penatalaksanaan yang diberikan secara medikamentosa adalah pemberian

GNRH agonis selama 6 minggu, miomektomi dengan atau tanpa

histrektomi bila besar uterus melebihi seperti kehamilan 12 -14 minggu,

radioterapi, serta terapi estrogen untuk pasien setelah menopause dan

observasi setiap 6 bulan, dan secara non medikamentosa dapat diberikan

edukasi tentang myoma uteri dan komplikasinya, pola nutrisi sehubungan

dengan adanya perdarahan, serta pola istirahat yang cukup.

4. Prognosis myoma uteri secara ad vitam dan ad sanam adalah dubia ad

bonam, sedangkan secara ad fungsionam adalah dubia ad malam.

Page 13: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

DAFTAR PUSTAKA

Arief M. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Mesculapius.

Halaman 388

Achadiat, Chrisdiono. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:

EGC

Baziad A. 2003. Pengobatan medikamentosa myoma uteri dengan analog GnRH.

Dalam : Endokrinologi ginekologi edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius

FKUI

Fachrudin, Emir . 2010. Tumor Kandungan. Jakarta: Balai Percetakan FKUI

Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 2. Jakarta: EGC

Goodwin SC,Wong GCH. 2001. Uterine artery embolization for uterine fibroids:

A radiologist, s perspective In : Chesmy M, Heather, Whary eds. Clinical

Obstetric and Ginecology. Philadelphia : Lippincott Williams and Willkins

Hadibroto, Budi. R. 2005. Myoma Uteri. Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP H.Adam Malik

Medan.

Manuaba B.G. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi

Edisi Kedua. Jakarta: EGC, pp: 309-312.

Parker WH. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas.

Volume 87.Department of Obstetrics and gynecology UCLA School of

Medicine. California : AmericanSociety for Reproductive Medicine, 2007.

725-733.

Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Stoppler, Mellisa. 2007. Uterine Fibroids.

http://www.emedicinehealth.com/uterine_fibroids/page15_em.htm#Authors

%20and%20Editors

Wallach, Edward. 2004. Uterine Myomas : An Overview of Development, Clinical

Features, and Management Vol.104 No. 2. From American College of

Obstetricians and Gynecologist.

Page 14: Tugas Presentasi Kasus Obsgyn

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka, pp: 338-384.

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005. 338-345.

Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kandungan . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Wiknjosastro