tugas mutu (kecemasan) 2 - print.doc
Transcript of tugas mutu (kecemasan) 2 - print.doc
TUGAS MANAJEMEN MUTU DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN
KECEMASAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR
MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN
OLEH :
NURHADI ( 131141030 )
SYIDDATUL BUDURY ( 131141035 )
DEWA KADEK ADI SURYA A ( 131141044 )
M. ABDUL ROUF ( 131141047 )
KHAMIDA ( 131141051 )
PROGRAM STUDI S2 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2011/2012
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbinganNya kami dapat menyelesaikan tugas mata ajar Manajemen mutu dalam
pelayanan keperawatan dengan topik ” Kecemasan sebagai salah satu indikator
mutu pelayanan keperawatan”
Makalah ini merupakan tugas mata ajar manajemen mutu dalam pelayanan
keperawatan Program Magister Keperawatan Universitas Airlangga. Bersama ini
perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr.Nursalam,M Nurs (Hons). selaku PJMK MA manajemen mutu dalam
pelayanan keperawatan, yang berkenan memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyusunan tugas ini.
2. Rizky Fitriasari, M.Kep,Ns selaku dosen pembimbing manajemen mutu
dalam pelayanan keperawatan, yang berkenan memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyusunan tugas ini.
3. Seluruh rekan Mahasiswa Program Studi S2 Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga Angkatan 4 yang berkenan
memberikan dukungan dalam proses penyusunan tugas ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penyelesaian Tugas
proposal penelitian ini.
Penulis menyadari, penyusunan makalah ini kurang sempurna. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari segenap
pembaca. Semoga tugas ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan,
terimakasih.
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB 1.....................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................4
1.2 TUJUAN.......................................................................................................6
BAB 2......................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................7
2.1 MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN..................................................7
2.2 INDIKATOR KLINIK KEPERAWATAN..................................................7
2.3 DEFINISI KECEMASAN............................................................................8
2.4 FAKTOR PREDISPOSISI KECEMASAN..................................................9
2.5 FAKTOR PENCETUS KECEMASAN......................................................17
2.6 SUMBER – SUMBER KECEMASAN......................................................18
2.7 TINGKAT KECEMASAN.........................................................................18
2.8 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KECEMASAN.........21
BAB 3....................................................................................................................24
BAB 4....................................................................................................................30
INSTRUMEN KECEMASAN..............................................................................30
4.1 HAMILTON ANXIETY SCALE (HAM-A)..............................................30
4.2 THE CLINICAL ANXIETY SCALE (CAS).............................................32
4.3 ANALISIS KELOMPOK...........................................................................35
KESIMPULAN......................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................39
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Rumah sakit sebagai salah satu layanan penyedia jasa, merupakan suatu
layanan masyarakat yang penting dan dibutuhkan dalam upaya pemenuhan
tuntutan kesehatan. Pada dasarnya masyarakat, rumah sakit wajib memenuhi
standar pelayanan rumah sakit, sedangkan tenaga kesehatan di rumah sakit dalam
melakukan tugasnya berkewajiban mematuhi standar profesi serta memperhatikan
hak pasien. Dengan demikian rumah sakit dituntut untuk bekerja lebih profesional
dan mampu bersaing dengan rumah sakit lain (Depkes, 2004).
Dalam menyelenggarakan upaya menjaga kualitas pelayanan kesehatan
dirumah sakit tidak terlepas dari profesi keperawatan yang berperan penting.
Berdasarkan standar tentang evaluasi dan pengendalian kualitas dijelaskan bahwa
pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang berkualitas
tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian kualitas
di rumah sakit. Menurut Sabarguna, S. Boy, H (2005) ciri kualitas atau mutu yang
baik adalah tersedia dan terjangkau, tepat kebutuhan, tepat sumber daya, tepat
standar/etika profesi, wajar dan aman, serta mutu memuaskan bagi pasien yang
dilayani. Nampak jelas bahwa pelayanan keperawatan bermutu merupakan
keinginan dari setiap individu dan masyarakat yang menerima pelayanan
kesehatan, perawat sebagai pemberi pelayanan perlu mengetahui ukuran dari
5
suatu pelayanan yang dikatakan bermutu (Direktorat Bina Pelayanan
Keperawatan, 2008).
Evaluasi mutu pelayanan keperawatan selama ini dilaksanakan melalui
survey akreditasi rumah sakit. Namun hasil survey tersebut belum dapat
memberikan gambaran pelayanan keperawatan bermutu secara keseluruhan
karena survey hanya berfokus pada evaluasi input dan proses. Maka untuk
meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit
maka perlu disusun pedoman pengukuran indikator klinik mutu pelayanan
keperawatan rumah sakit. Indikator klinik tersebut meliputi keselamatan klien,
(kejadian dekubitus, kejadian kesalahan pemberian obat, kejadian pasien jatuh,
kejadian cidera akibat restrain, kejadian phelebitis), keterbatasan perawatan diri,
kepuasan pasien, kecemasan, kenyamanan (tingkat kenyamanan pasien,
tatalaksana nyeri), pengetahuan (tingkat pengetahuan dan discharge planning).
Kecemasan merupakan salah satu indikator klinik mutu pelayanan
keperawatan. Kecemasan pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit dapat
disebabkan karena proses adaptasi yang kurang mendapat dukungan emosional
dari orang terdekat pasien dalam hal ini adalah keluarga, biaya perawatan yang
harus dibayar, pekerjaan yang ditinggalkan, tindakan medis yang akan diperoleh,
dan cemas akan penyakitnya yang tambah parah atau bahkan tidak bisa
disembuhkan.
Terjadinya kecemasan menyebabkan menurunnya imunitas penderita.
Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stressor yang
dapat menurunkan sistem imun tubuh. Hal ini terjadi melalui serangkaian aksi
6
yang diperantarai oleh HPA Axis (hipotalamus, Pituitari, dan Adrenal). Stress
akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan produksi CRF (Corticotropin
Releasing Factor). CRF ini selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitari
anterior untuk meningkatkan produksi ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormone).
Hormon ini akan merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi
kortisol. Kortisol inilah yang selanjutnya menekan sistem imun tubuh (Ader,
1996, dalam Hammad, 2006).
Melihat begitu pentingnya pengaruh kecemasan pasien terhadap
kesembuhan, lama rawat pasien maka kecemasan layak dijadikan salah satu
indikator mutu pelayanna perawatan. Depkes RI tahun 2008 menerbitkan
instrument mengukur angka kejadian kecemasan di pelayanan keperawatan yang
perlu ditelaah apakah sudah aplikatif untuk diterapkan di tempat praktek
perawatan. Sehingga penulis tertarik untuk mengkritisi instrumen dan indikator
tersebut.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Menganalisis dan menyusun kembali instrument kecemasan sebagai salah
satu indikator mutu pelayanan keperawatan
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi konsep teori kecemasan
2. Mengkritisi indikator mutu kecemasan berdasarkan Depkes tahun 2008
3. Menyajikan instrumen untuk mengukur kecemasan
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN
Departemen Kesehatan RI mendefinisikan mutu pelayanan RumahSakit
sebagai derajat kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatanyang sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan denganmenggunakan sumber daya yang tersedia secara wajar,
efisien, efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma
etika,hukum dan sosiobudaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan
pemerintah dan masyarakat.
Mutu pelayanan keperawatan merupakan komponen penting dalam sistem
pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada klien. Penilaian terhadap kualitas
praktik keperawatan dimulai sejak era Florence Nightingale (tokoh perawat) yang
mengidentifikasi peran keperawatan dalam kualitas pelayanan kesehatan dan
mulai mengukur hasil yang diharapkan pasien (patient out come). Ia
mempergunakan metode statistik untuk mencatat hubungan “patient outcomes”
dengan kondisi lingkungan (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan, 2008).
2.2 INDIKATOR KLINIK KEPERAWATAN
Untuk dapat menilai mutu dari hasil asuhan keperawatan telah ditetapkan
indikator klinik keperawatan. Indikator adalah pengukuran tidak langsung suatu
peristiwa atau kondisi. Contoh, berat badan bayi pada umumnya adalah indikator
8
status nutrisi bayi tersebut (Wilson & Sapanuchart, 1993). Indikator juga
mempunyai arti variabel yang menunjukkan satu kecenderungan sistem yang
dapat dipergunakan untuk mengukur perubahan (Green, 1992) dan WHO(1981)
menguraikan indikator adalah variabel untuk mengukur suatu perubahan baik
langsung maupun tidak langsung. Sedangkan indikator klinik adalah ukuran
kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan
pasien dan berdampak terhadap pelayanan.
2.3 DEFINISI KECEMASAN
Kecemasan (Anxiety) adalah keadaan suasana perasaan (mood) yang
ditandai oleh gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang
masa depan (American Psychiatric Association, 1994, dalam Barlow, 2002). Pada
manusia, kecemasan bisa jadi berupa perasaan gelisah yang bersifat subyektif,
sejumlah perilaku (tampak khawatir dan gelisah, resah), atau respon fisiologis
yang bersumber di otak dan tercermin dalam bentuk denyut jantung yang
meningkat dan otot yang menekan.
Wiramihardja (2007), mendefinisikan kecemasan adalah suatu perasaan
yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan
kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya.
Menurut Asmadi (2008), kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang
yang berhubungan dengan sesuatu di luar dirinya dan mekanisme diri yang
digunakan dalam mengatasi permasalahan.
Kecemasan adalah pengalaman yang tidak menyenangkan. Keadaan suasana hati
yang ditandai oleh afek negatif dan gejala ketegangan jasmaniah dimana
9
seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan
dimasa yang akan datang dengan perasaaan kawatir. Kecemasan mungkin
melibatkan perasaan, perilaku, dan respon fisiologis (Eysenck, 1967, dalam
Durand dan Barlow, 2006)
Kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman, nyata ataupun khayal.
Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang.
Misalnya, seseorang yang menghadapi masalah penting dan belum mendapat
penyelesaian yang pasti. Kecemasan juga bisa berkembang menjadi suatu
gangguan jika menimbulkan ketakutan yang hebat dan menetap pada individu
tersebut (Lubis, 2009).
2.4 FAKTOR PREDISPOSISI KECEMASAN
Berbagai teori dikembangkan untuk menjelaskan tentang faktor
predisposisi kecemasan. Menurut Stuart dan Sundeen (2007) faktor predisposisi
timbulnya kecemasan adalah:
1) Teori Psikoanalitik
Dalam pandangan psikoanalitik, kecemasan merupakan emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian id dan super ego. Sedangkan id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif seseorang. Super ego mencerminkan hati
nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma. Norma budaya ego seseorang atau
aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan. Sedangkan
fungsi dari kecemasan adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya. Freud
memandang bahwa kecemasan timbul secara otomatis apabila kita menerima
10
stimulus yang berlebihan sampai melampaui kemampuan kita untuk
menanganinya, dan dapat berasal dari luar ataupun dari dalam.
2) Teori Interpersonal
Menurut Sullivan kecemasan timbul akibat ketakutan akan ketidakmampuan
untuk berhubungan secara interpersonal serta akibat penolakan. Jadi di sini kecemasan
timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal, juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan
dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri
rendah terutama mudah mengalami perkembangan kecemasan yang berat.
3) Teori Perilaku
Aliran behavior memandang bahwa kecemasan dihasilkan oleh frustasi
yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Kecemasan merupakan produk frustasi, yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Kecemasan dipandang sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan
keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Seseorang yang terbiasa
dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan
pada kehidupan selanjutnya. Pakar perilaku lain menganggap cemas sebagai suatu
dorongan untuk belajar berdasarkan dari dalam untuk menghindari kepedihan.
4) Teori Keluarga
Kecemasan selalu ada pada tiap-tiap keluarga dan merupakan hal yang
umum serta sifatnya heterogen. Menunjukkan bahwa gangguan cemas merupakan
11
hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam
gangguan cemas dan depresi.
5) Teori Biologi
Dalam otak kita terdapat reseptor spesifik terhadap benzodiazepines yang
dapat mengatur timbulnya kecemasan disertai dengan gangguan fisik. Reseptor
ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Penghambat asam amino bulirik.
Gamma Aminobutyric Acid (GABA) juga memegang peranan utama dalam
mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan. Selain itu telah dibuktikan
bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi
terhadap seseorang. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan
selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk menurunkan stressor. Selain
itu telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata
sebagai predisposisi terhadap cemas.
6) Kecemasan sebagai Intervening Variable.
Dalam hal ini kecemasan diartikan sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi rangkaian stimulus dan respon, kecemasan ini merupakan keadaan
yang ditimbulkan oleh kondisi khusus yang kemudian membawa konsekuensi
atau pengaruh yang khusus pula. Dengan demikian apabila individu mengalami
suatu kecemasan, maka individu tersebut akan berusaha untuk menyusun suatu
bentuk penyesuaian diri atau tingkah laku yang dipergunakan untuk
menghilangkan kecemasan tersebut.
12
Menurut Durand dan Barlow (2006), penyebab kecemasan adalah:
(1) Kontribusi Biologis
Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa kita mewarisi kecenderungan
untuk tegang dan gelisah (Durand dan Barlow 2006). Seperti sebagian besar
gangguan psikologis lainnya, dan tidak seperti warna rambut atau mata, tidak ada
sebuah gen tunggal pun yang tampaknya menjadi penyebab kecemasan.
Sebaliknya, kontribusi kecil dari banyak gen di wilayah kromosom yang berbeda
secara kolektif membuat kita rentan mengalami kecemasan (Kendler, 1995, dalam
Durand dan Barlow 2006), jika ada faktor psikologis dan sosial tertentu yang
mendukungnya.
Kecemasan juga berhubungan dengan sirkuit otak dan sistem
neurotransmiter tertentu. Sebagai contoh, tingkat GABA yang sangat rentan
dengan kecemasan yang meningkat, meskipun hubungannya sendiri tampaknya
tidak selangsung itu. Beberapa tahun terahir ini semakain banyak perhatian yang
difokuskan pada peran sistem corticotropin releasing factor (CRF) (faktor pelepas
kortikotropin) yang sangat penting untuk ekspresi kecemasan (dan depresi)
(Sullivan , 2002, dalam Durand dan Barlow 2006). Ini disebabkan karena CRF
mengaktifkan HPA Axis, yang merupakan bagian sistem CRF, dan sistem CRF
ini memiliki efek yang luas pada wilayah otak yang terimplikasi dalam
kecemasan, termasuk otak emosional (sistem limbik), terutama hipokampus dan
amigdala, lokus sereleus dalam batang otak, korteks prefrontal, dan sistem
neurotransmiter dopaminergik. Sistem CRF juga berhubungan langsung dengan
13
sistem GABA benzodiazepin dan serotonergik serta sistem neurotransmiter
noradrenergik.
Daerah otak yang paling sering berhubungan dengan kecemasan adalah
sistem limbik (Charney dan Drevets, 2002, dalam Durand dan Barlow, 2006),
yang bertindak sebagai mediator antara batang otak dan korteks. Batang otak,
yang lebih primitif, memonitor dan merasakan perubahan dalam fungsi – fungsi
jasmaniah kemudian menyalurkan sinyal bahasa potensial ini ke proses kortikal
yang lebih tinggi melalui sistem limbik. Jeffrey Gray, seorang pakar
neuropsikologis Inggris terkemuka, mengidentifikasi sebuah sirkuit dalam sistem
limbik binatang yang tampaknya sangat terlibat dalam kecemasan (McNoughton
dan Gray, 2000, dalam Durand dan Barlow, 2006) dan mungkin juga relevan pada
manusia. Sirkuit ini bermula dari wilayah septal dan hipokampal dalam sistem
limbik ke korteks frontal (sistem septal hipokampal ini diaktifkan oleh lintasan
yang dimediasi CRF, seretonergik, dan noradrenergik yang berasal dari batang
otak). Sistem yang oleh Gray disebut behavioral inhibition system (BIS) ini
diaktiflkan oleh sinyal yang berasal dari batang otak, dari adanya kejadian yang
tak terduga, seperti terjadinya perubahan besar pada fungsi tubuh yang mungkin
merupakan sinyal adanya bahaya. Sinyal bahaya sebagai respon terhadap sesuatu
yang kita lihat dan mungkin bersifat mengancam itu turun dari korteks ke sistem
septal hipokampal. BIS juga menerima dorongan yang besar dari amigdala
(Davis, 1992 dan LeDoux, 1996, dalam Durand dan Barlow, 2006). Bila BIS
diaktifkan oleh sinyal yang muncul dari batang otak atau turun dari korteks,
kecenderungan kita adalah terdiam ketakutan, mengalami kecemasan, dan
14
mengevaluasi situasinya secara aprehensif untuk memastikan bahwa bahaya itu
memang ada.
Tampaknya ada kemungkinan bahwa faktor di lingkungan kita dapat
mengubah sensitivitas sirkuit otak ini, yang membuat Anda menjadi lebih atau
kurang rentan untuk mengembangkan gangguan kecemasan.
(2) Kontribusi psikologis
Freud menganggap kecemasan sebagai reaksi psikis terhadap bahaya
diseputar reaktivasi situasi menakutkan masa anak – anak. Para pakar teori
perilaku melihat kecemasan sebagai produk pengkondisian klasik awal, modeling
atau peniruan, dan bentuk belajar lainya (Bandura, 1986, dalam Durand dan
Barlow, 2006). Semakin banyak bukti yang mendukung model integrasi tentang
kecemasan yang melibatkan beraneka macam faktor. Di masa anak – anak
mungkin kita memperoleh kesadaran bahwa tidak semua kejadian dapat kita
kontrol (Chorpita dan Barlow, 1998, dalam Durand dan Barlow, 2006). Kontinum
untuk persepsi ini bisa bervariasi dari keyakinan penuh atas kemampuan untuk
mengntrol semua aspek kehidupan kita sampai ketidakpastian yang mendalam
tentang diri kita sendiri dan kemampuan kita untuk mengatasi berbagai kejadian
yang akan datang. Persepsi bahwa berbagai kejadian mungkin tidak dapat kita
kontrol ini paling tampak nyata dalam bentuk keyakinan yang dipenuhi bahaya.
Bila Anda mencemaskan prestasi anak di sekolah, Anda mungkin berfikir bahwa
Anda tidak akan berhasil dalam ujian yang akan datang. Anda juga akan berfikir
bahwa tidak ada cara untuk bisa lulus dalam mata kuliah dimaksud, meskipun
semua nilai Anda selama ini selalu A atau B, tidak pernah kurang dari itu.
15
“parasaan tidak mampu mengontrol” yang bersifat umum dapat berkembang sejak
usia belia sebagai fungsi dari pola asuh dan faktor lingkungan lainnya.
Manariknya, tindakan orang tua pada masa anak – anak awal tampaknya
banyak berhubungan dengan diperolehnya sense of control atau perasaan mampu
mengontrol (Chorpita dan Barlow, 1998, dalam Durand dan Barlow, 2006).
Secara umum tampaknya orang tua yang berinteraksi dengan anak – anaknya
secara sangat positif dan dapat diprediksi memiliki fungsi penting. Ini dilakuakan
dengan merespon kebutuhan mereka, terutama ketika anaknya mengomunikasikan
kebutuhannya, terutana kebutuhan akan perhatian, makanan, mengatasi rasa sakit,
dan seterusnya. Pada orang tua ini mengajarkan pada anaknya bahwa mereka
memiliki kontrol terhadap lingkungannya dan respon mereka memiliki efek pada
orang tua dan lingkungan mereka. Selain itu, orang tua yang membiarkan anaknya
mengekplorasi dunianya dan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan
untuk mengatasi berbagai kejadian yang tidak diharapkan membuat anaknya
mampu mengembangkan sense of control yang sehat. Agaknya, yang penting
adalah bagaimana memberikan “rumah yang aman” bagi anak Anda, di mana
Anda selalu ada ketika anak – anak membutuhkan Anda selama mereka
mengeksplorasi dunianya (Chorpita dan Barlow, 1998, dalam Durand dan Barlow,
2006). Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi, terlalu intrusif, dan selalu
“memuluskan jalan” yang harus dilaui anaknya, dan tidak pernah memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mengalami keanekaragaman, berarti juga
menciptakan situasi di mana anaknya tidak pernah belajar tentang cara mengatasi
kesulitan yang dihadapinya. Dengan demikian anak – anak itu juga tidak tahu
bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengontrol lingkungannya. Perasaan
16
mampu mengontrol yang berkembang dari pengalaman awal ini merupakan faktor
psikologis yang membuat kita sangat rentan terhadap kecemasan di kehidupan
kita selanjutnya.
(3) Kontribusi Sosial
Peristiwa yang menimbulkan stress memicu kerentanan kita terhadap
kecemasan. Sebagian besar bersifat pribadi, perkawinan, perceraian, masalah
ditempat kerja, kematian orang yang dicintai, dan sebagainya. Sebagian lainnya
mungkin bersifat fisik, seperti cedera atau penyakit. Tekanan sosial, seperti
misalnya tekanan untuk menjadi juara di sekolah, dapat juga menimbulkan stress
yang cukup kuat untuk memicu kecemasan.
Stressor yang sama dapat memicu reaksi fisik seperti sakit kepala atau
hipertensi serta reaksi emosional seperti misalnya serangan panik (Barlow, 2002,
dalam Durand dan Barlow, 2006). Cara khas yang kita gunakan untuk
memberikan reaksi terhadap stress tampaknya juga dapat ditemukan dalam
keluarga kita. Kalau Anda memberikan reaksi berupa sakit kepala, misalnya,
maka anggota keluarga Anda mungkin juga memiliki reaksi yang sama. Temuan
ini juga menunjukkan adanya kemungkinan kontribusi genetik, setidaknya untuk
serangan panik yang pertama.
(4) Model Integratif
Dengan mempersatukan faktor secara terintegrasi, Durand dan Barrlow
(2006) mendeskripsikan sebuah teori perkembangan kecemasan dan gangguan
yang terkait dengannya yang disebut triple vulnerability theory (Barlow, 2002,
dalam Durand dan Barlow, 2006). Kerentanan yang pertama adalah generalized
17
biological vulnerability. Dapat dilihat bahwa kecenderungan untuk gelisah atau
tegang itu tampaknya ditentukan atau diwariskan. Tetapi, kerentanan biologis
menyeluruh untuk mengalami kecemasan bukanlah kecemasan itu sendiri.
Kerentanan yang kedua adalah generalized psychological vulnerability. Artinya,
berdasarkan pengalaman awal Anda, Anda mungkin tumbuh dewasa dengan
disertai keyakinan bahwa dunia ini berbahaya dan diluar kontrol Anda, dan bahwa
Anda tidak akan mampu mengatasi bila ada hal buruk yang menimpa Anda. Bila
persepsi ini kuat, berarti Anda memiliki kerentanan psikologis menyeluruh untuk
mengalami kecemasan. Kerentanan yang ketiga adalah specific biological
vulnerability, dimana Anda belajar dari pengalaman awal misalnya dari apa yang
diajarkan oleh orang tua Anda, bahwa situasi atau objek tertentu berbahaya
(meskipun sebenarnya tidak). Bila Anda sedang mendapat banyak tekanan
terutama tekanan yang bersifat interpersonal, maka stressor tertentu dapat
mengaktifkan kecenderungan biologis Anda untuk mengalami kecemasan dan
kecenderungan psikologis Anda untuk merasa bahwa Anda mungkin tidak akan
mampu mengatasi situasi dan mengontrol stress Anda. Begitu siklus ini berjalan,
maka ia cenderung mengisi dirinya sendiri sehingga mungkin tidak akan pernah
berhenti meskipun stressornya sendiri sudah lama berlalu. Kecemasan dapat
bersifat sangat umum, ditimbulkan oleh banyak aspek dalam kehidupan Anda.
Tetapi, ia biasanya difokuskan pada salah satu bidang saja, misalnya prestasi
akademis (Barlow, 2002, dalam Durand dan Barlow, 2006).
2.5 FAKTOR PENCETUS KECEMASAN
Menurut Asmadi (2008), faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang
merasa cemas dapat berasal dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar
18
dirinya (faktor eksternal). Namun demikian faktor pencetus kecemasan dapat
dikelompokkan ke dalam dua ketegori, yaitu:
Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau
gangguan dalam melakukan aktivitas harian guna pemenuhan terhadap
kebutuhan dasarnya.
Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat mengancam
terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan status atau peran diri, dan
hubungan interpersonal.
2.6 SUMBER – SUMBER KECEMASAN
Menurut Priest (1994), dalam Lubis (2009), sumber umum dari kecemasan
yaitu:; Pergaulan; Kesehatan; Anak – anak; Kehamilan; Menuju usia tua;
Kegoncangan rumah tangga; Pekerjaan; Kenaikan pangkat; Kesulitan keuangan;
Problem; dan Ujian
2.7 TINGKAT KECEMASAN
Kemampuan individu untuk merespon terhadap suatu ancaman berbeda
satu sama lain. Perbedaan kemampuan ini berimplikasi terhadap perbedaan
tingkat kecemasan yang dialaminya. Respon individu terhadap kecemasan
beragam dari ringan sampai panik.
Rentang Respon Ansietas atau cemas
Respon Adaptif Respon Maldaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
19
Gambar 2. 1 Rentang Respons Ansietas
Sumber: Stuart dan Sundeen (1998), dalam Asmadi (2008)
Asmadi (2008), menyatakan bahwa tiap tingkat ansietas mempunyai karakteristik
atau manifestasi yang berbeda satu sama lain. Manifestasi ansietas yang terjadi
bergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi ketegangan,
harga diri, dan mekanisme koping yang digunakannya.
Berikut adalah tingkat kecemasan dan karakteristiknya menurut Asmadi (2008):
1) Kecemasan ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan
seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan
dapat memotivasi belajar dan pertumbuhan serta meningkatkan kreativitas.
Respon fisiologis: nafas pendek atau sesak, gemetar, tidak dapat istirahat dengan
tenang, suara tidak stabil, kerut kening, bibir bergetar, nadi dan tekanan darah
meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung.
Respon kognitif: Mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada
masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, dan terangsang untuk melakukan
tindakan.
Respon perilaku dan emosi: tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan ,
dan suara kadang meninggi.
20
2) Kecemasan sedang
Respon fisiologis: sering nafas pendek, nadi ekstra sistol dan tekanan darah
meningkat, mulut kering, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, sering
berkemih, dan letih.
Respon kognitif: memusatkan perhatiannya pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari
luar tidak mampu diterima.
Respon perilaku dan emosi: gerakan tersentak, terlihat lebih tegang, bicara banyak
dan lebih cepat, susah tidur, dan perasaan tidak aman.
3) Kecemasan berat
Individual cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang
lain.
Respon fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan
sakit kepala, penglihatan berkabut, serta tampak tegang.
Respon kognitif: tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan banyak
pengarahan atau tuntunan, serta lapang persepsi menyempit.
Respon perilaku dan emosi: perasaan mengancam meningkat dan komunikasi
menjadi terganggu (Verbalisasi cepat).
4) Panic (panik )
Respon fisiologis: nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat,
hipotensi, serta rendahnya koordinasi motorik.
21
Respon kognitif: gangguan realitas, tidak dapat berpikir logis, persepsi terhadap
lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami situasi.
Respon perilaku dan emosi: agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak –
teriak, kehilangan kendali atau kontrol diri (aktivitas motorik tak tentu), perasaan
terancam, serta dapat berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan atau
orang lain.
2.8 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KECEMASAN
Menurut Long (1996) kecemasan yang terjadi akan direspon secara spesifik dan
berbeda oleh setiap individu. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu:
1) Perkembangan Kepribadian (Personality Development)
Perkembangan kepribadian seseorang dimulai sejak usia bayi hingga 18 tahun dan
tergantung dari pendidikan orang tua (psiko-eduktif) di rumah, pendidikan di
sekolah dan pengaruh sosialnya serta pengalaman-pengalaman dalam
kehidupannya. Seseorang menjadi pencemas terutama akibat proses kata lain
"Parental example" daripada "Parental genes”.
2) Maturasional
Tingkat maturasi individu akan mempengaruhi tingkat kecemasan. Pada bayi
tingkat kecemasan lebih disebabkan oleh perpisahan, lingkungan atau orang yang
tidak kenal dan perubahan hubungan dalam kelompok sebaya. Kecemasan pada
kelompok remaja lebih banyak disebabkan oleh perkembangan seksual. Pada
dewasa berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada lansia
kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi.
22
3) Tingkat Pengetahuan
Individu yang tingkat pengetahuannya lebih tinggi akan mempunyai koping yang
lebih adaptif terhadap kecemasan daripada individu yang tingkat pengetahuannya
lebih rendah.
4) Karakteristik Stimulus
Karakteristik yang terdiri dari:
(1) Intensitas Strossor
Intensitas stimulus yang semakin besar maka semakin besar pula kemungkinan
respon yang nyata akan terjadi. Stimuluis hebat akan menimbulkan lebih banyak
respon yang nyata daripada stimulus yang timbul secara perlahan. Stimulus yang
timbulnya perlahan selalu memberi waktu bagi seseorang untuk mengembangkan
koping.
(2) Lama Stressor
Stressor yang menetap dapat menghabiskan energi seseorang dan akhirnya, akan
melemahkan sumber koping yang ada.
(3) Jumlah Stressor
Stressor yang ada akan lebih meningkatkan kecemasan pada individu daripada
stimulus yang lebih kecil.
23
(4) Karakteristik Individu
Karakteristik individu terdiri dari :
a. Makna Stressor Bagi Individu
Makna, stressor bagi individu merupakan suatu faktor utama, yang mempengaruhi
respon stress. Stressor yang dipandang secara negative mempunyai kemungkinan
besar untuk meningkatkan cemas.
b. Sumber yang dapat dimanfaatkan dan respon koping
Seseorang yang telah mempunyai ketrampilan dalam menggunakan koping dapat
memilih tindakan yang akan memudahkan adaptasi stressor dimasa lampau akan
mempunyai ketrampilan koping yang lebih baik dan dapat menangani secara
efektif bila krisis terjadi.
c. Status kesehatan Indidvidu
Jika status kesehatan buruk, energi yang digunakan untuk menangani stimulus
lingkungan kurang, akan dapat mempengaruhi respon terhadap stressor.
Khususnya nutrisi yang kurang akan menjadikan seseorang mempunyai resiko
yang tinggi berespon secara maladaptive.
24
BAB 3
ANALISIS KESESUAIAN DAN KETIDAKSESUAIAN INSTRUMEN
KECEMASAN SEBAGAI INDIKATOR MUTU PELAYANAN
KEPERAWATAN
Kecemasan menurut Dirjen Bina Yanmed Depkes RI, 2008
Topik indikator Identifikasi kecemasan pasien
Rasional Kejadian cemas dapat mempengaruhi status kesehatan pasien
karena dapat menyebabkan ketidaknyamanan, bertambahnya
hari rawat dan pasien dapat mencederai diri , orang lain dan
lingkungan
Analisa :
Kesesuaian : Kecemasan yang dialami pasien dapat
berpengaruh pada status kesehatan , dalam hal ini kondisi
sakit pasien bisa makin memburuk yang akan berdampak pada
lama perawatan (Length of stay) selain itu cemas pasien yang
tidak segera di atasi pasien dapat menjadi panik dan
mengakibatkan pasien dapat mencederai diri , orang lain dan
lingkungan
Kelemahan :
25
Pada topik indikator rasional didapatkan kalimat
“ketidaknyamanan” dimana konsep dan penjelasannya masih
abstrak dan perlu pembahasan tersendiri. Sehingga perawat
mampu mengindentifikasi kecemasan secara jelas dari
parameter ketidaknyamanan.
Formula Angka kejadina cemas pada ruang rawat umum :
Jumlah pasien cemas x 100 %
Jumlah pasien yang dirawat
Angka kejadian cemas pada ruang rawat psikiatri :
Jumlah pasien cemas 3x24 jam
Jumlah pasien yang dirawat dalam 3x24 jam
Analisa :
Rumus diatas masih merupakan gambaran secara umum,
karena tidak ada perbedaan tingkat cemas,hal ini akan
menyebabkan angka kejadian cemas menjadi tinggi.
Asumsi kelompok setiap pasien yang menjalani perawatan di
rumah sakit akan mengalami kecemasan walaupun tingkatnya
ringan. Untuk itu perawat dan pengendali mutu sangat
berperan dalam mengendalikan atau mengurangi kecemasan
pasien
26
Kesesuaian : angka kejadian cemas pada ruang psikiatri
Kelemahan :
Penghitungan angka kejaidan kecemasan pada pasien tidak
membedakan tingkatan cemas yang memiliki tanda dan gejala
serta intervensi berbeda berdasarkan tingkatan tersebut,
sehingga angka yang ditunjukkan kurang valid karena :
- Penanganan pasien cemas sesuai tingkatannya berbeda-
beda
- Angka kejadian cemas sesuai tingkatan dapat digunakan
sebagai indikator keadaan kejiwaan seseorang di suatu
tempat/wilayah
- Untuk di rumah sakit dapat dijadikan masukan pembuatan
SPO penanganan pasien cemas sesuai kebijakan masing-
masing RS.
- Jika angka kejadian cemas berat tinggi maka dapat segera
diambil rencana tindak lanjut untuk penanganannya,
namun kalau angka kejadian cemas dibuat global akan
mempersulit deteksi awalnya.
- Angka kejadian cemas pada pasien juga bisa menjadi
indikator mutu RS dalam memberikan pelayanan pada
pasien karena cemas juga bisa ditimbulkan oleh SDM,
lingkungan dan peraturan yang diterapkan di RS
27
Definisi
operasional
Cemas adalah perasaan was-was, kuatir atau tidak nyaman
seakan-akan terjadi suatu yang dirasakan sebagai ancaman.
Angka kejadian pasien cemas adalah presentasi jumlah
prevalensi pasien cemas (dari rata-rata identifikasi aspek :
materi pendidikan, atau penyuluhan kepada pasien yang
diberikan diulang atau review oleh pasien, materi pendidikan
atau penyuluhan direview kembali oleh perawat dan dilakukan
Tanya jawab, infromais yang cukup diberikan untuk
mengurangi cemas) yang dirawat disarana kesehatan selama
periode waktu tertentu setiap bulan .
Analisa :
Kelemahan :
Jika melihat identifikasi dari aspek penilaian kecemasan
pada definisi operasional hanya menitikberatkan bahwa
kecemasan terjadi karena faktor pengetahuan.padahal
kecemasan pasien dapat disebabkan karena berbagai faktor
antara lain:
Adanya Ancaman terhadap integritas diri, meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau gangguan dalam
melakukan aktivitas harian guna pemenuhan terhadap
28
kebutuhan dasarnya.
Adanya Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya
sesuatu yang dapat mengancam terhadap identitas diri,
harga diri, kehilangan status atau peran diri, dan
hubungan interpersonal.
Numerator /
pembilang
Jumlah pasien cemas adalah total / jumlah pasien cemas
berdasarkan hasil identifikasi pasien cemas (dari rata-rata
identifikasi aspek : materi pendidikan / penyuluhan kepada
pasien yang diberikan diulang/ direview kembali oleh perawat
dan dilakukan Tanya jawab , infromasi yang cukup diberikan
untuk mengurangi cemas) yang dirawat di sarana kesehatan
selama waktu tertentu setiap bulan
Analisa
Kesesuaian : jumlah pasien cemas berdasarkan hasl
identifikasi
Kelemahan :
Jumlah numerator tidak membedakan tingkat kecemasan
Denumerator Jumlah pasien yang dirawat adalah total atau jumlah pasien
dirawat di sarana kesehatan selama periode waktu tertentu
setiap bulan
Analisa :
29
Kesesuaian :
Jumlah pasien yang dirawat adalah total atau jumlah pasien
dirawat di sarana kesehatan selama periode waktu tertentu
Kelemahan : batasan waktu bisa saja setiap minggu untuk
evaluasi mutu pelayanan dan dasar perencanaan intervensi,
untuk waktu bisa dilakukan tiap minggu atau bulan sesuai
kondisi ruang pelayanna perawatan
30
BAB 4
INSTRUMEN KECEMASAN
4.1 HAMILTON ANXIETY SCALE (HAM-A)
The Hamilton Anxiety Scale (HAM-A) merupakan instrumen penilaian
dikembangkan untuk mengukur tingkat kecemasan, yang terdiri dari 14 item,
masing-masing didefinisikan oleh serangkaian gejala. Setiap item dinilai pada
skala 5-titik, mulai dari 0 (tidak ada gejala/keluhan) sampai 4 (gejala berat sekali)
No Parameter Score
1 ANXIOUS MOOD
Worries Anticipates worst Chest Pain Sensation of feeling faint
2 TENSION
Startles Cries easily Restless Trembling
3 FEARS
Fear of the darkFear of strangersFear of being aloneFear of animal
4 INSOMNIA
Difficulty falling asleep or staying asleep Difficulty with Nightmares
31
5 INTELLECTUAL
Poor concentration Memory Impairment
6 DEPRESSED MOOD
Decreased interest in activities Anhedoni Insomnia
7 SOMATIC COMPLAINTS: MUSCULAR
Muscle aches or pains Bruxism
8 SOMATIC COMPLAINTS: SENSORY
Tinnitus Blurred vision
9 CARDIOVASCULAR SYMPTOMS
Tachycardia Palpitations Chest Pain Sensation of feeling faint
10 RESPIRATORY SYMPTOMS
Chest pressure Choking sensation Shortness of Breath
11 GASTROINTESTINAL SYMPTOMS
Dysphagia Nausea or Vomiting Constipation Weight loss Abdominal fullness
12 GENITOURINARY SYMPTOMS
Urinary frequency or urgency Dysmenorrhea Impotence
13 AUTONOMIC SYMPTOMS
Dry Mouth Flushing Pallor Sweating
14 BEHAVIOR AT INTERVIEW
Fidgets
32
Tremor Paces
HAMILTON ANXIETY RATING SCALE (HAM-A)
Nilai utama dari HAM-A adalah untuk menilai respon pasien terhadap
pengobatan, bukan sebagai alat diagnostik atau skrining. Dikembangkan tahun
1959 oleh Dr M. Hamilton, skala telah terbukti berguna tidak hanya dalam
mengikuti pasien individu tetapi juga dalam penelitian yang melibatkan banyak
pasien. Derajat/tingkatan kecemasan menurut HAM-A :
14 – 17 = Kecemasan ringan
18 – 24 = Kecemasan sedang
25 – 30 = Kecemasan berat
4.2 THE CLINICAL ANXIETY SCALE (CAS)
The Clinical Anxiety Scale (CAS) of Snaith et al merupakan instrumen
mengukur tingkat kecemasan pasien. Instrumen ini merupakan hasil
pengembangan dari Skala Hamilton Anxiety. Penulis dari University of Leeds.
Parameters - based on how the patient has felt during the past 2 days:
(1) psychic tension
(2) ability to relax (muscular tension)
(3) startle response (hyperarousability)
(4) worrying
(5) apprehension, with groundless anticipation of disaster
(6) restlessness
Parameter Finding Points
psychic within population norms 0
33
tensiona slight feeling of being tense without distress
a definite experience of being tense which is sufficient to cause some although not severe distress
marked feelings of being tense that fluctuate during the course of the day
very marked and distressing, with little change throughout the waking hours
1
2
3
4
ability to relax (muscular tension)
no subjective muscular tension, or tension that can be easily controlled at will
slight recurrent muscular tension but which does not cause distress
muscular tension in some part of the body to cause some but not severe distress
severe tension limited to certain muscles and which may fluctuate in severity throughout the day
severe tension throughout much of the body's skeletal muscles most of the waking day, with no ability to relax the muscles at will
0
1
2
3
4
startle response (hyperarousability)
within population norms
slightly "jumpy" but not distressed
unexpected noises may cause definite but not severe distressunexpected noise causes severe distress that is either psychic or somatic but not both
unexpected noise causes severe distress that has both psychic and somatic components
0
1
2
3
4worrying within population norms
worries a little more than necessary about minor matters but does not cause much distress
painful thoughts out of proportion to the patient's situation keep intruding into consciousness but the patient is able to dispel or dismiss them
painful thoughts that fluctuate in intensity throughout the waking hours, and the distressing thoughts may cease for an hour or two, especially if the patient is distracted by an
0
1
2
3
34
activity requiring attention
continuous preoccupation with painful thoughts which cannot be stopped voluntarily and the distress is out of proportion to the subject matter of the thoughts
4
apprehension, with groundless anticipation of disaster
none
slight but does not cause distress
sensation that is not severe but which causes some distress
feels on the brink of disaster but no more than once a day
feels on the brink of some disaster that cannot be explained; the experience need not be continuous and may occur in short bursts several times a day
0
1
2
3
4
restlessness none
slight, does not cause distress
feeling a "need to be on the move" which causes some, but not severe, distress
restless, but able to keep still for an hour or so at a time
unable to keep still for more than a few minutes and engages in restless pacing or other purposeless activities
0
1
2
3
4
Additional parameter (scored separately):
(1) panic attacks: sudden experience of groundless terror accompanied by marked
autonomic symptoms, feelings of imminent collapse or loss of control over reason
and self-integrity
Parameter Finding Points
panic attack no episodic sudden increase in the level of anxiety
episodic slight increases in the level of anxiety which are only precipitated by definite events or activities
episodes occurring once or twice a week; generally less severe but can still cause distress
0
1
2
35
episodes occurring no more than once a day
episodes occurring several times a day, very severe
3
4clinical anxiety scale =
= SUM(points for all 6 parameters)
Interpretation: • minimum score: 0
• maximum score: 24
• maximum points for panic attacks: 4
The higher the score, the greater the degree of anxiety.
4.3 ANALISIS KELOMPOK
Hasil analisis kelompok dari kedua instrument (HAM-A dan CAS) diatas
dapat dipergunakan sebagai mengukur skala kecemasan pasien. Kedua instrument
tersebut sesuai dengan indikator kecemasan yang diterbitkan oleh Depkes tahun
2008.
Berdasarkan indikator Depkes tahun 2008 cemas di bagi dalam tingkatan
sedang, ringan, berat dan panik yang dimanifestasikan dengan:
1. Penyesalan, dan gerakan lambat
2. Bingung, bertanya berulang-ulang
3. Merasa tidak mampu
4. Takut akan konsekuansi yang tidak spesifik
5. Khawatir akan terjadi perubahan hidup
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Peningkatan ketegangan
36
8. Pernafasan meningkat
9. Takut, gemetar dan tremor
10. Ketakutan dan merasa tidak berdaya
11. Stimulasi syaraf simpatik (kardiovaskuler meningkat)
12. Tidak bisa tidur
13. Sering berkemih
14. Persepsi menyempit
15. Murung, gugup dan tertekan
16. Diare
17. Emosional
18. Pupil melebar.
Instrumen CAS merupakan pengembangan dari instrumen HAM-S pada
CAS sudah lebih spesifik clinical anxiety, sehingga lebih mudah diterapkan pada
pengukuran cemas pasien.
Namun pada penggunaan instrumen HAM-S dan CAS di rumah sakit masih
perlu dimodifikasi atau disesuaikan dengan kondisi pasien, misalnya disesuaikan
dengan kasus,karakteristik pasien.
Kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat akan memepengaruhi
kecemasan pasien, sehingga pengukuran tingkat kecemasan pasien sebaiknya
mempertimbangkan aspek waktu lama perawatan. Maka dalam hal ini pengukuran
37
cemas lebih cocok dengan menggunakan instrumen CAS, karena CAS
memperhatikan aspek waktu, sedangkan indikator yang dikeluarkan oleh depkes
tidak memperhatikan waktu, padahal terkait dengan mutu suatu pelayanan
seharuskan memperhatikan aspek waktu. Namun pada instrumen CAS tidak bisa
mengklasifikasikan tingkat kecemasan secara spesifik,hanya mengklasifikasikan
berdasarkan skor minimum dan skor maksimum.
38
BAB 5
KESIMPULAN
Cemas merupakan kondisi psikologis yang dialami pasien, dimana bisa
berdampak pada kondisi fisiologis, yang juga bisa memberi implikasi pada status
kesehatan pasien. Kondisi cemas bisa terjadi karena banyak hal, salah satunya
adalah kurangnya pengetahuan, ancaman integritas fisik dan atau ancaman sistem
diri, kondisi cemas jika tidak diberi intervensi yang tepat akan bisa menambah
lama perawatan.
Cemas menjadi salah satu indikator mutu pelayanan keperawatan di sarana
kesehatan (Depkes, 2008) sehingga bisa diambil hubungan bahwa angka kejadian
cemas pasien di rumah sakit, bisa berpengaruh terhadap mutu pelayanan. Peran
perawat dalam hal ini adalah bekerja sama dengan tim pengendali mutu untuk
melakukan intervensi yang dapat mengurangi cemas pasien dengan cara
melakukan penyuluhan (health education) ataupun penerapan discharge planning
yang baik. Sehingga diharapkan kecemasan pasien berkurang dan bahkan tidak
merasa cemas lagi. Namun tidak hanya pada perihal cemas saja, karena
penerapan atau implementasi dari semua indikator mutu harus dilaksanakan secara
komprehensif, holistik guna mendapat mutu pelayanan yang baik.
Indikator mutu kecemasan yang telah diterbitkan oleh Depkes (2008),
masih perlu ditelaah dan dimodifikasi untuk menyempurnakan draft yang sudah
ada. Supaya lebih bisa di aplikasikan pada pelayanan keperawatan. Kemungkinan
yang perlu dipertimbangkan adalah angka kejadian cemas harus diklasifikasikan
menurut tingkatannya dan lama rawat pasien.
39
DAFTAR PUSTAKA
AL Assaf, A.F, 2009: Mutu Pelayanan Kesehatan: Perspektif Internasional, Penerbit Buku Kedokteran: EGC, Jakarta
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan (2008). Pedoman Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan Klinik Di Sarana Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI : Jakarta
Dossey. (2005). Holistic Nursing: A hanbook for Practice. massachusetts: Jones and bartlett Publisher.
Govier. (2007). Diakses April 17, 2012, dari http://www.nursing-standard.co.uk
Haskel, C. (2009, maret 4). Diakses April 17, 2012, dari http://proquest.umi.com/pqdweb
Kozier, e. a. (2004). Fundamentals of nursing: Concepts, proses, and practice (7 th ed ed.). New Jersey: Person Prentice Hall.
Pohan, Imbalo S, 2007: Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-dasar Pengertian dan Penerapan, Jakarta : EGC
Pudjirahardjo, W. J. (2011). Manajemen Keperawatan. New York: University Press.
Rahmat, R. S. (2011). Perkembangan Ilmu Keperawatan. Ilmu Keperawatan , IV (II), 24.
Seaward, B. (2006). Managing Stress (5th ed ed.). Sudbury: Jones&bartlett.
Stuart, gail W. : 2006, buku saku keperawatan jiwa. Jakarta : EGC
Subekti Heru, 2008: Indikator Kinerja, diakses dari http://subektiheru.blogspot.com/2008/03/indikator-kinerja.html, tanggal 17 April 2012, jam 19.00
Yampolsky, M. (2008, Februari 2). Diakses April 19, 2012, dari http://proquest.umi.com/pqdweb