Tugas Mata Kuliah Manajemen FT Sport Inflamasi

download Tugas Mata Kuliah Manajemen FT Sport Inflamasi

of 11

description

Semester 6 Blom Manajemen FT Sport

Transcript of Tugas Mata Kuliah Manajemen FT Sport Inflamasi

Tugas Mata Kuliah Manajemen FT Sport

RESPON INFLAMASI TUBUH PADA CEDERA

OLEH :

MAHARANNY PUSPANINGRUMC131 12 281

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDINMAKASSSAR

2015

1. Respon Inflamasi Tubuh Terhadap Cedera

Skema Mekanisme Inflamasi

Peradangan (inflamasi) adalah reaksi vaskuler yang menimbulkan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial di daerah cedera atau nekrosis. Reaksi peradangan merupakan suatu proses yang dinamik dan kontinu pada kejadian-kejadian yang terkoordinasi dengan baik. Untuk memunculkan manifestasi suatu reaksi peradangan, sebuah jaringan harus hidup, dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jika cedera menyebabkan kematian pada jaringan, maka tidak ada bukti reaksi peradangan karena untuk timbulnya respons memerlukan waktu.Suatu proses inflamasi diawali dengan terjadinya cedera yang menyebabkan kerusakan jaringan maupun diakibatkan oleh invasi mikroba. Ketika terjadi indikasi abnormalitas pada jaringan maka system tubuh spontan memberikan respon terhadap hal tersebut. Respon fisiologi tubuh yang menimbulkan inflamasi, yaitu melalui mekanisme yang sangat kompleks. Pertahanan Oleh Makrofag Jaringan Residen

Ketika mikroba masuk melalui kerusakan pada bagian eksternal kulit maka makrofag yang sudah ada di daerah tersebut dengan cepat memfagosit mikroba asing tersebut. Meskipun jumlahnya biasanya kurang memadai untuk menghadapi serangan tersebut namun perlawanan selama jam-jam pertama dilakukan oleh makrofag residen sebelum mekanisme lain diaktifkan. Makrofag biasanya tidak banyak bergerak, menelan debris dan kontaminan yang ditemuinya, tetapi jika diperlukan mereka dapat bergerak dan bermigrai ke daerah yang terinvasi mikroba. Pelepasan Histamin dan Mediator Lain

Histamin merupakan salah satu dari Amin Vasoaktif yang terpenting bagi tubuh. Histamine memiliki kemampuan memicu reaksi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler. Sejumlah besar histamine disimpan di dalam granula sel-sel jaringan ikat yang dikenal sebagai sel mast, yang tersebar luas di dalam tubuh (histamine juga terdapat di dalam basophil dan trombosit). Histamine yang disimpan tidak aktif dan mengeluarkan efek vaskulernya hanya jika dilepas. Banyak cedera fisik menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamine. Cedera tertentu awalnya mencetuskan aktivitas komponen system komplemen serum, komponen tertentu yang kemudian menyebabkan perlepasan histamine. Beberapa reaksi imunologik juga mencetuskan pelepasan mediator ini dari sel mast. Histamine terutama penting pada awal peradangan dan merupakan mediator utama dalam beberapa reaksi alergik. Vasodilatasi Arteriol LokalRespon vasodilatasi pada arteriol local ini sebagai efek dari pembebasan histamine oleh sel mast yang terjadi pada daerah invasi mikroba. Meningkatnya penyaluran darah local membawa lebih banyak leukosit fagositik dan protein plasma yang penting bagi respon pertahanan. Sesungguhnya sebelum fase vasodilatasi akan terjadi reaksi vasokonstriksi sepintas (transien) pada arteriola dan berkurangnya aliran darah ke dalam jaringan merupakan respon bagi yang tidak bergantung pada cedera. Aliran darah biasanya akan kembali normal dalam waktu 3-5 detik, tetapi bisa saja tidak pulih kembali sampai 5 menit apabila cederanya sangat berat. Peningkatan aliran darah ke jaringan yang cedera

Akibat luka yang terjadi sehingga jaringan local sangat membutuhkan darah dan seluruh komponen di dalamnya guna memberikan respon terhadap abnormalitas yang terjadi agar jaringan dapat tetap bertahan dan tidak mengalami kematian.

Peningkatan Permeabilitas Kapiler Lokal

Pelepasan histamine juga meningkatkan permebilitas kapiler dengan memperbesar pori kapiler (celah antara sel-sel endotel) sehingga protein plasma yang biasanya dihambat untuk keluar dari darah kini dapat masuk ke jaringan yang meradang. Keluarnya cairan ini ke jaringan disebut eksudat. Akumulasi cairan local (edema)

Akumulasi protein plasma yang terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler local menyebabkan peningkatan tekanan osmotic koloid cairan interstitium. Selain itu, meningkatnya aliran darah local meningkatkan tekanan darah kapiler. Karena kedua tekanan cenderung memindahkan cairan keluar kapiler maka perubahan-perubahan tersebut mendorong ultrafiltrasi dan mengurangi reabsorpsi cairan di kapiler. Hasil akhir dari pergeseran keseimbangan cairan ini adalah edema local. Karena itu, pembengkakan yang biasa terlihat menyertai peradangan disebabkan oleh perubahan-perubahan vaskuler yang dipicu oleh histamine.Dari reaksi di atas maka secara klinis akan muncul tanda-tanda sebagai berikut :

Rubor (Kemerahan)

Merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Seiring dengan dimulainya reaksi peradangan, arteiol yang memasok daerah tersebut berdilatasi sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang mujngkin awalnya kosong atau hanya sebagian yang meregang maka secara cepat akan terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hyperemia atau kongesti, menyebabkan kemerahan local pada peradangan akut. Tubuh mengontrol produksi hyperemia pada awal reaksi peradangan, baik secara neurologis maupun kimiawi melalui pelepasan zat-zat seperti histamine.

Kalor (Panas)Dikarenakan lebih banyak darah yang disalurkan pada tempat peradangan dari pada yang disalurkan ke daerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada tempat peradangan jauh di dalam tubuh karena jaringan sudah mempunyai suhu 370 C.

Dolor (Nyeri)

Dikarenakan pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.

Tumor (Pembengkakan)

Pengeluaran ciran-cairan ke jaringan interstisial.

Fungsio laesa (perubahan fungsi)

Merupakan suatu gangguan perubahan yang tadinya normal tetapi karena terjadi inflamasi yang menyebabkan nyeri serta sirkulasi abnormal maka menyebabkan tidak dapat dilakukan gerakan dan mengganggu fungsional.

Karakteristik proses peradangan di atas berkaitan dengan tujuan utama perubahan vaskuler di daerah cedera guna meningkatkan jumlah fagosit leukositik dan protein-protein plasma oenting di daerah tersebut.

Peningkatan Protein-protein Plasma

Pembuluh darah merupakan sumber yang kaya akan sejumlah mediator-mediator penting yang dibentuk melalui kerja enzim proteolitik tertentu yang membangun semacam system pertahanan yang saling berhubungan. Agen utama yang mengatur system-sistem ini adalah factor Hageman (factor XXI), yang terdapat di dalam plasma dalam bentuk inaktif dan yang dapat diaktivasi oleh berbagai cedera. Factor Hageman yang telah diaktivasi mencetuskan kaskade pembekuan, menyebabkan pembentukan fibrin. Pembekuan, dengan sendirinya merupakan reaksi pertahanan yang penting terhadap cedera, tetapi produk-produk tertentu yang berasal dari fibrin juga bertindak sebagai mediator vasoaktif pada peradangan. Factor Hageman juga mengaktivasi system plasminogen, membebaskan plasmin atau fibrinolisin. Protease ini tidak hanya memecahkan fibrin tetapi juga mengaktivasi system komplemen. Beberapa system komplemen berfungsi sebagai mediator peradangan yang penting. Faktor Hageman yang telah diaktivasi juga mengubah prekalikrein (suatu zat inaktif di dalam plasma) menjadi kalikrein ( suatu enzim proteolitik), yang kemudian pada gilirannya, bekerja pada kininogen plasma untuk mebebaskan bradikinin, suatu peptide yang melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitas. Selain factor Hageman, Asam Arakhidonat juga mediator peradangan yang penting. Asam Arakhidonat berasal dari fosfolipid paada banyak membrane sel ketika fosfolipase diaktivasi oleh cedera (atau oleh mediator lain). Kemudian, dua jalur yang berbeda dapat memetabolisme asam arakhidonat : jalur sikloorgenase dan lipooksigenase, menghasilkan berbagai prostaglandin, tromboksan, dan leukotrein. Zat-zat ini menunjukkan kisaran luas efek-efek vaskuler dan kemotatik pada peradangan, dan beberapa di antaranya juga penting dalam hemostasis.

Peningkatan Fagosit di JaringanInvasi mikroba pada daerah peradangan secara fisiologis akan dilawan oleh tentara yang terdapat di dalam tubuh. Leukosit merupakan tentara yang aktif menyerang secara langsung mikroba yang menjadi sumber penyebab inflamasi. Proses fagositosis oleh leukosit adalah sebagai berikut :

Interleukin-1 (IL-1) adalah salah satu produk sekretonik yang dihasilkan oleh makrofag. Fungsi dari IL-1 adalah meningkatkan proliferasi dan diferensiasi limfosit B dan T yang masing-masing pada gilirannya berperan dalam pembentukan antibody dan imunitas seluler. Interleukin-1 sangat erat kaitannya dengan proses peradangan karena tugasnya untuk menstimulus leukosit sehingga dapat aktif.

Dalam satu jam setelah cedera, daerah yang bersangkutan dipenuhi oleh leukosit yang telah meninggalkan pembuluh darah. Neutrophil sampai pertama kali, diikuti selama 8-12 jam berikutnya oleh monosit yang bergerak lambat. Monosit kemudian membesar dan matang menjadi makrofag dalam periode 8-12 jam berikutnya.

Proses migrasi leukosit dari darah ke dalam jaringan melalui beberapa tahap, yaitu:

Marginasi

Adalah suatu proses di mana terjadi perlambatan dari aliran darah yang membawa leukosit. Hal ini dikarenakan,adanya selektin, sejenis molekul perekat sel (cell adhesion molecule, CAM) yang menonjol dari lapisan endotel dalam menyebabkan aliran darah melambat dan bergulir di sepanjang interior pembuluh darah (marginal pembuluh darah). Perlambatan ini memungkinkan leukosit memiliki cukup waktu untuk memeriksa factor-faktor penyebab peradangan. Jika terdeteksi makan leukosit akan melekat erat pada endotel melalui interaksi dengan CAM jenis lain, yaitu integrin.

Diapedesis

Adalah proses gerakan leukosit untuk keluar dari pembuluh darah melalui pori kapiler yang ada guna menuju ke daerah yang terinvasi. Gerakan ini mirip dengan gerakan mirip amuba. Leukosit yang telah melekat membentuk jukuran panjang sempit yang keluar melalui pori kapiler, kemudian bagian sel sisanya mengalir maju mengikuti juluran tersebut. Kemotaksis

Adalah migrasi leukosit kea rah tertentu, sel-sel tertarik ke mediator-mediator kimiawi tertentu yang dibebaskan di tempat kerusakan jaringan. Peningkatan kemotaksis dengan reseptor protein dimembran plasma sel fagositik meningkatkan masuknya Ca2+ ke dalam sel. Kalsium sebaliknya, mengaktifkan perangkat kontraktil sel yang menghasilkan pergerakan merayap mirip amuba. Karena konsentrasi kemotaksin secara prograsif meningkat mendekati tempat cedera maka sel-sel fagositik bergerak secara tepat menuju tempat ini mengikuti gradient konsentrasi kemotaksin.

Proliferasi LeukositMakrofag jaringan residen serta leukosit yang keluar dari darah dan bermigrasi ke tempat peradangan serta ditemani oleh sel-sel fagositik yang baru direkrut dari sumsum tulang belakang. Dalam beberapa jam setelah awitan respons peradangan, jumlah neutrophil dalam darah dapat meningkat hingga 4-5 kali normal. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh pemindahan sejumlah besar neutrophil yang sudah ada di sumsum tulang ke darah dan sebagian karena peningkatan produksi neutrophil baru oleh sumsum tulang. Juga terjadi peningkatak produksi monosit yang berlangsung lebih lambat tetapi lebih lama di dumdum tulang sehingga persendian sel precursor makrofag jaringan meningkat. Selain itu, multiplikasi makrofag residen menambah jumlah sel imun penting ini. Proliferasi neutrophil, monosit, dan makrofag baru serta mobilisasi neutrophil simpanan, dirangsang oleh berbagai mediator kimiawi yang keluar dari daerah peradangan.

Destruksi Bakteri oleh Leukosit

Neutrophil dan makrofag membersihkan daerah peradangan dari agen infeksi dan toksik serta debris jaringan melalui mekanisme fagositik dan nonfagositik, tindakan pembersihan ini adalah fungsi utama respon peradangan. sel-sel neutrofit dan makrofag memiliki kemampuan yang melekat dalam dirinya untuk mengenali dan menelan partikel asing. Ketika sebuah neutrofit tau makrofag terikat dengan partikel asing, maka terjadilah kontraksi local sel tersebut di bawah titik kontaknya yang menyebabkan pembentukan invaginasi seperti mangkuk.lewat pseudopodia yang menjulur keluar dari tepi mangkuk tersebut, partikel asing itu yang terselubung di dalam sebuah vakuola akan mengalami internalisasi menjadi bagian dari fagosit yang dinamakan fagosom. Gerakan fagosom ke daerah yang kaya akan butir-butir granul dalam sitoplasma mengakibatkan fusi fagosom dengan lisosom di dekatnya. Kini isi granul lisosom dilepas ke dalam fagosom, fenomena ini dikenal sebagai degranulasi. Membrane lisosom akan disatukan ke dalam membrane vakuola. Struktur yang dihasilkan dinamakn fagolisosom. Ketika pembentukan fagosom terjadi di daerah yang kaya akan granul atau ketika ketika fagosit berupaya menelan patikel yang ukurannya terlalu besar, maka granul lisosom tersebut mungkin dilepas ke dalam ruang ekstrasel sehingga terjadi kerusakan pada sel-sel jaringan tubuh yang ada disekitarnya2. Wallerian DegenerationDegenerasi wallerian merupakan suatu proses yang terjadi akibat terpotong atau rusaknya serabut saraf di mana bagian akson terpisah dari badan sel saraf sehingga bagian distal dari cedera tersebut berdegenerasi. Hal ini juga dikenal sebagai degenerasi anterograde atau degenerasi ortograde. Suatu proses terkait yang dikenal sebagai wallerian-like degerasi terjadi pada berbagai penyakit neurodegeratif, terutama pada penyakit dengan transpor akson yang terganggu. Penelitian-penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kegagalan untuk mengirimkan jumlah protein akson yang diperlukan yaitu NMNAT2 merupakan kunci dari proses ini.

Degenerasi wallerian terjadi setelah cedera akson, baik pada sistem saraf tepi ataupun sistem saraf pusat. Hal ini terjadi pada bagian distal dari bagian akson yang mengalami cedera dan biasanya terjadi 24-26 jam setelah terjadinya lesi. Sebelum terjadi degerasi, bagian distal dari akson ini cenderung untuk tetap dapat mengalami eksitasi. Setelah terjadi cedera kerangka akson terdisintegrasi dan membran akson hancur. Degenerasi akson diikuti oleh degradasi selubung myelin dan infiltrasi makrofag. Makrofag-makrofag ini disertai oleh sel schwan berperan untuk membersihkan sisa-sisa dari degenerasi tersebut.

Serat saraf neurolemma tidak mengalami degenerasi dan tetap menjadi tabung kosong. Dalam waktu 96 jam dari saat terjadinya cedera, ujung distal dari serabut saraf proksimal dari lesi mengirimkan sinyal menuju tabung ini dan sinyal-sinyal ini menyebabkan produksi faktor-faktor pertumbuhan dari sel-sel schwan pada tabung tersebut. Jika sinyal ini mencapai tabung maka akan terjadi pertumbuhan dan memanjang 1 mm per hari, sehingga pada akhirnya mencapai dan menginervasi jaringan sasaran. Jika sinyal ini tidak dapat mencapai tabung karena celah yang terlalu lebar atau adanya pembentukan jaringan parut, maka pembedahan dapat membatu sinyal tersebut mencapai tabung ini. Regenerasi ini lebih lambat pada medula spinalis dibandingkan sistem saraf tepi. Perbedaan mendasar adalah pada sistem saraf pusat termasuk medula spinalis, selubung myelin diproduksi oleh oligodendrosit dan bukan oleh sel schwann.

Sejarah

Degenerasi wallerian dinamakan menurut augustus volney waller. Waller bereksperiman pada katak tahun 1850 dengan melukai saraf glossopharingeus dan hipoglosus. Dia kemudian mengamati bagian distal dari lokasi cedera pada saraf tersebut di mana telah terpisah dari badan sel dari batang otak. Waller menyatakan disintegrasi myelin yang dia sebut medula menjadi partikel dengan ukuran yang bervariasi. Degenerasi akson menghasilkan droplet yang dapat diwarnai, sehingga dapat diteliti saraf-saraf yang terkait.

Degenerasi akson

Walaupun cedera pada umumnya menyebabkan respon peningkatan sinyal kalsium untuk menutupi bagian yang cedera, cedera akson pada awalnya akan menyebabkan degenerasi akson akut, dimana terjadi pemisahan cepat antara bagian proksimal (bagian yang terdekat dengan badan sel) dan bagian distal dalam waktu 30 menit setelah cedera. Degenerasi diikuti dengan pembengkakan aksolemma, dan pada akhirnya terjadi pembentukan yang mirip tasbih. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 24 jam pada sistem saraf tepi dan lebih lama lagi pada sistem saraf pusat. Mekanisme yang menyebabkan degerasi aksolemma masih belum diketahui. Walaupun demikian penelitian menyebutkan bahwa proses degenerasi akson akut tidak dipengaruhi oleh kasium.

Degenerasi granular dari sitiskeleton akson dan orgeanel dalam terjadi setelah degradasi aksolemma. Perubahan awal termasuk akumulasi mitokondria pada daerah paranodal dilokasi kerusakan. Retikulum endoplasma mengalami degradasi dan mitokondria yang membengkak pada akhirnya berdisintegrasi. Mikrotubulus mengalami depolimerisasi yang kemudian diikuti oleh degradasi neurofilamen dan komponen sitoskeleton lainnya. Proses disitegrasi ini dipengaruhi oleh ubiquitin dan calpain protease, sehingga merupakan proses aktif dan bukan proses pasif seperti yang disalahartikan sebelumnya. Sehingga akson mengalami fragmentasi sempurna. Kecepatan degradasi tergantung pada jenis cedera dan lebih lambat pada sistem saraf pusat daripada sistem saraf tepi. Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan degradasi adalah diameter akson: semakin besar akson maka dibutuhkan waktu yang lebaih lama agar sitoskeleton untuk berdegradasi sehingga semakin lama degenerasinya.

Myelin clearance

Myelin merupakan membran fosfolipid yang membungkus akson untuk memberikan insulasi. Myelin diproduksi oleh sel schwan di sistem saraf perifer dan oleh oligodendrosit di sistem saraf pusat. Myelin clearance merupakan langkah selanjutnya pada degenerasi wallerian yang mengikuti degenerasi akson. Pembersihan debris myelin berbeda antara sistem saraf pusat dengan sistem saraf tepi. Pada sistem saraf tepi pembersihan debris myelin lebih cepat dibandingkan pada sistem saraf pusat, dan diketahui bahwa yang menyebabkan perbedaan ini adalah sel schwan. Faktor lainnya adalah perubahan permeabilitas sawar darah jaringan pada kedua sistem ini. Pada sistem saraf tepi, terjadi peningkatan permeabilitas pada bagian distal, sedangkan pada sistem saraf pusat kerusakan sawar hanya pada lokasi cedera.

Pembersihan pada sistem saraf tepi

Reaksi sel schwan terhadap cedera akson sangat cepat. Periode reaksi diperkirakan setelah terjadi degenerasi akson. Neuregulins dipercayai sebagai faktor yang berperan pada aktivasi cepat. Neuregulins mengaktivasi reseptor ErbB2 pada mikrovili sel schwann yang mengakibatkan aktivasi mitogen-activated protein kinase (MAPK). Walaupun aktivitas MAPK telah diteliti, namun mekanisme reaksi sel schwann terhadap cedera masih belum dipahami. Mekanisme ini diikuti berkurangnya sintesis lipid myelin dan akhirnya berhenti setelah 48 jam. Selubung myelin terpisah dari akson pada insisura schmidt-lanterman petrama dan mengalami deteriorasi cepat membentuk seperti tasbih. Sel schwann kemudian melanjutkan denris myelin dengan mendegradasi myelin mereka sendiri, fagosistosis myelin ekstra selular dan menarik makrofag untuk fagositosis debris myelin selanjutnya. Walaupun demikian makrofag tidak ditarik ke daerah tersebut pada hari-hari pertama sehingga sel schwan mengambil peran utama dalam pembersihan myelin hinga saat ini.

Sel schwan telah diteliti untuk menarik makrofag melalui pelepasan sitokin dan kemokin setelah merasakan adanya cedera akson. Penarikan makrofag memperbaiki kecepatan pembersihan debris myelin. Makrofag setempat terdapat pada saraf mengeluarkan kemokin dan sitokin untuk menarik makrofag lebih banyak. Saraf yang berdegenerasi juga memproduksi molekul kemotaksis makrofag. Sumber penarikan makrofag lainnya adalah serum. Penarikan makrofag tertunda pada tikus dengan defisiensi sel B dengan serum antibodi yang rendah. Sinyal molekul-molekul ini bersama menyebabkan peningkatan makrofag yang mencapai puncaknya pada minggu ketiga setelah cedera. Saat sel schwan memediasi proses awal dalan pembersihan debris myelin, makrofag menyelesaikan proses ini. Makrofag difasilitasi oleh opsonin yang berperan pada pembersihan debris. Tiga grup utama yang ditemukan pada serum antara lain komplemen, pentraksin dan antibodi. Namun hanya komplemen yang membantu fagositosis debris myelin.Invasi Bakteri atau Kerusakan Jaringan

Pertahanan oleh Makrofag Jaringan Residen

Pelepasan Histamin oleh Sel Mast

Vasodilatasi Arteriol Lokal

Peningkatan Permeabilitas Kapiler Lokal

Peningkatan Aliran Darah ke Jaringan yang Cedera

Akumulasi Cairan Lokal

Fungsio Lasea

Dolor

Tumor

Rubor

Kolor

Peningkatan protein-protein plasma yang penting, misalnya factor pembekuan, di jaringan

Peningkatan fagosit di jaringan

Sekresi Fagositik

Pertahanan Terhadap Bakteri Penginvasi; Perbaikan Jaringan

Respons Sistemik, Misalnya Demam