Tugas kelompok PKN-BAB VI.docx
-
Upload
rizkaapril -
Category
Documents
-
view
46 -
download
5
Transcript of Tugas kelompok PKN-BAB VI.docx
BAB I
PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) dan bukan
negara kekuasaan (machstaat). Hal ini tercantum dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3). Dalam
paham negara hukum itu, hukumlah yang menjadi komando tertinggi dalam penyelenggaraan
negara. Pada hakikatnya, negara Indonesia menganut prinsip “Rule of Law, and not of Man”,
yang sejalan dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum
atau nomos (Kaelan, 2012).
Konsep negara hukum dan Rule of Law sulit dipisahkan satu sama lain. Menurut
Thomas Paine, konsep Rule of Law adalah tidak ada satu pun yang berada di atas hukum dan
hukumlah yang berkuasa. Selain itu, dunia modern juga mendifinisikan Rule of Law sebagai
konsep yang melibatkan prinsip dan aturan yang memberi pedoman pada mekansime tertib
hukum (legal order) (Ain, 2012).
Indonesia sebagai negara hukum, seperti yang tercantum dalam UUD 1945,
mempunyai kewajiban untuk menjamin dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) demi
kesejahteraan hidup bersama (Kaelan, 2012). Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak
yang dimiliki manusia sejak ia lahir, berlaku seumur hidup, dan tidak dapat diganggu gugat
siapapun. Menurut UU No.39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia (Purwanti, 2008). Hak Asasi dilandasi oleh sebuah kebebasan setiap individu dalam
menentukan jalan hidupnya. Hak Asasi juga tidak dapat lepas dari kontrol bentuk norma-
norma yang ada. Hak-hak ini berisi tentang kesamaan atau keselarasan tanpa membeda-
bedakan suku, golongan, keturunan, jabatan, agama dan lain sebagainya antara setiap
manusia yagn hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan (Ain, 2012).
Natsif dkk (2010) menyimpulkan bahwa konsep negara hukum erat kaitannya dengan
perlindungan HAM. Bahkan, substansi negara hukum adalah adanya jaminan perlindungan
hukum terhadap HAM. Selain itu, Randall P. Peerenboom juga meneliti keterkaitan Rule of
Law dengan HAM yang kompleks. Pereenboom menyatakan bahwa yang menjadi persoalan
bukanlah prinsip-prinsip Rule of Law, tetapi kegagalan untuk menaati prinsip-prinsip
1
tersebut. Menurutnya, Rule of Law bukanlah ‘obat mujarab’ yang dapat mengobati semua
masalah.
Terkait tentang hakikat HAM, maka sangat penting sebagai makhluk ciptaan Tuhan
harus saling menjaga dan menghormati hak asasi masing-masing individu. Namun pada
kenyataannya, kita melihat di negara ini masih banyak bentuk pelanggaran HAM yang sering
kita temui. Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di
Indonesia. HAM memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi
manusia, yaitu Komnas HAM. Namun, tanpa dipungkiri, kasus pelanggaran HAM di
Indonesia masih banyak yang belum terselesaikan/tuntas. Pelanggaran berat HAM masih
banyak ditemukan, baik yang bersifat kejahatan kemanusiaan seperti pembunuhan,
perbudakan, penyiksaan, perkosaan dan penganiayaan kelompok, maupun kejahatan genosida
yang ingin menghancurkan kelompok bangsa,ras atau agama tertentu (Gusman, 2009).
Setiap pelanggaran hak asasi manusia, baik itu berat ataupun tidak, senantiasa
menerbitkan kewajiban bagi negara untuk mengupayakan penyelesaiannya. Penyelesaian
tersebut bukan hanya penting bagi pemulihan hak-hak korban, tetapi juga supaya tidak
terulangnya pelanggaran serupa di masa depan (Gusman, 2009). Untuk itulah, menurut
Peerenboom, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah melaksanakan Rule of Law yang
dapat menyebabkan kemajuan kualitas hidup dan pada akhirnya terpenuhinya HAM. Namun,
memang Rule of Law bukanlah obat paling mujarab bagi terpenuhinya HAM (Ain, 2012).
Berdasarkan hal-hal tersebut, sebagai mahasiswa sekaligus generasi penerus bangsa,
kita menyadari bahwa pemahaman lebih lanjut mengenai konsep negara hukum, Rule of Law
dan HAM harus lebih diperhatikan. Kita harus mengetahui bahwa masih banyak pelanggaran
HAM yang terjadi di negara kita ini. Makalah ini, selain sebagai pemenuhan tugas mata
kuliah pendidikan kewarganegaraan, juga menjadi kesempatan kita untuk mengetahui dan
memahami lebih lanjut konsep-konsep tersebut beserta isu-isu yang ada di Indonesia saat ini.
Dengan demikian, kita tidak hanya terpaku untuk belajar satu bidang ilmu sesuai profesi kita,
melainkan juga mulai memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan-permasalahan
lain yang ada di Indonesia.
2
BAB II
PERMASALAHAN
2.1 Analisis Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Rule of Law?
2. Apa yang dimaksud dengan negara hukum?
3. Mengapa negara Indonesia dikatakan sebagai negara yang berdasarkan atas hukum serta menganut prinsip Rule of Law?
4. Bagaimana prinsip-prinsip Rule of Law?
5. Bagaimana sejarah munculnya konsep Hak Asasi Manusia (HAM)?
6. Bagaimana UUD 1945 menjabarkan HAM?
7. Bagaimana rincian HAM dalam pasal-pasal UUD 1945?
8. Sebutkan contoh-contoh pelanggaran konkrit HAM di Indonesia!
a. pelanggaran pasal 28A hingga 28D;
b. pelanggaran pasal 28E hingga 28H;
c. pelanggaran pasal 28I hingga 28J.
9. Bagaimana perkembangan pelaksanaan perlindungan HAM di Indonesia?
10. Bagaimana ketentuan tentang HAM dalam Deklarasi Universal PBB?
11. Sebutkan contoh-contoh pelanggaran konkrit HAM di Indonesia!
a. pelanggaran pasal 1 hingga 10;
b. pelanggaran pasal 11 hingga 20;
c. pelanggaran pasal 21 hingga 30.
12. Apa yang dimaksud dengan warga negara dan penduduk?
13. Bagaimana asas-asas kewarganegaraan?
14. Bagaimana hak dan kewajiban warga negara menurut UUD 1945?
15. Bagaimana hak dan kewajiban bela negara?
3
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Rule of Law dan Negara Hukum
3.1.1. Pengertian Rule of Law
Rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang mulai muncul
pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan
demokrasi, kehadirannya boleh disebut dengan reaksi dan koreksi terhadap
negara absolut. Rule of law lahir dengan semangat yang tinggi, bersama-
sama dengan demokrasi, parlemen, dan lain-lain, kemudian mengambil
alih dominasi dari golongan-golongan gereja, ningrat, prajurit dan
kerajaan. Keadilan harus berlaku untuk setiap orang. Oleh karena itu,
lahirlah doktrin Rule Of Law.
Rule of law merupakan doktrin dengan semangat dan idealisme
keadilan yang tinggi. Fried Man membedakan pengertian Rule of law:
1. Pengertian formal (in the formal sence) yaitu ‘organized public
power’ atau kekuasaan umum yang terorganisasikan.
2. Pengertian hakiki (ideological sense) erat hubungannya dengan
‘menegakkan rule of law’ karena menyangkut ukuran-ukuran tentang
hukum yang baik & buruk.
Namun diakui bahwa sulit untuk memberikan pengertian Rule of law,
tapi pada intinya tetap sama, bahwa Rule of law harus menjamin apa yang
oleh masyarakat/bangsa yang bersangkutan dipandang sebagai keadilan,
khususnya keadilan sosial.
Menurut Satjipto Raharho, Rule Of Law ialah suatu institusi sosial
yang memiliki struktur sosial sendiri dan memperakar budaya sendiri. Rule
Of Law tumbuh dan berkembang ratusan tahun seiring dengan
pertumbuhan masyarakat Eropa, sehingga memperakar sosial dan budaya
eropa, bukan institusi netral. Rule Of Law juga merupakan suatu legalisme,
suatu aliran hukum yang didalamnya terkandung wawasan sosial. Rule Of
Law adalah suatu legalisme literal (bahwa keadilan dapat dilayani melalui
4
pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat obyektif,
tidak memihak, dan otonom) (Serenade, Aristha 2011).
Menurut Hadjon, Rule of Law lebih memiliki ciri yang evolusioner.
Istilah ini tertuju pada gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa
kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur
melalui suatu perundang-undangan, dan pelaksanaan dalam hubungannya
dengan segala peraturan (Kaelan, 2012)
3.1.2. Pengertian Negara Hukum
Pada masa Yunani kuno, pemikiran tentang negara hukum
dikembangkan oleh para filosof besar Yunani kuno, Plato (429-347 s.M)
dan Aristoteles (384-322 s.M). Plato menguraikan bentuk-bentuk
pemerintahan. Menurutnya, ada dua macam pemerintahan: pemerintahan
yang dibentuk melalui jalan hukum dan pemerintahan yang terbentuk tidak
melalui jalan hukum. Aristoteles merumuskan negara hukum adalah
negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi warga
negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan
hidup untuk warga negara dan keadilan perlu diajarkan rasa susila kepada
setiap manusia agar menjadi warga negara yang baik. Menurut Aristoteles,
negara yang baik adalah negara yang diperintah degan konstitusi dan
berkedaulatan hukum. Hugo Krabbe sebagai seorang ahli berpendapat
bahwa negara seharusnya negara hukum (rechsstaat) dan setiap tindakan
negara harus didasarkan pada hukum atau harus dipertanggungjawabkan
pada hukum.
Pada masa abad pertengahan, pemikiran tentang negara hukum lahir
sebagai perjuangan melawan kekuasaan absolut para raja. Menurut Paul
Scholten, istilah negara hukum berasal dari abad XIX, tetapi gagasan
tentang negara hukum tumbuh di Eropa sudah dari abad XVII. Gagasan itu
tumbuh di Inggris dan merupakan latar belakang dari Glorious Revolution
1688 M sebagai reaksi terhadap kerajaan yang absolut dan dirumuskan
dalam piagam Bill of Right 1689 (Great Britain) yang berisi hak dan
kebebasan dari kawula negara serta peraturan pengganti raja di Inggris.
5
Paham rechtsstaast pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum eropa
kontinental yang mulai populer pada abad XVII sebagai akibat dari situasi
politik eropa yang didominasi oleh absolutisme raja. Paham rechtsstaats
dikembangkan oleh Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedricht Julius
Sthal. Lain halnya dengan paham the rule of law yang mulai dikenal
setelah Albert Venn Dicey pada tahu 1885 menerbitkan bukunya
Introduction to Study of The Law of The Constitution yang bertumpu pada
sistem hukum anglo saxon atau common law system.
Dalam bukunya, Immanuel Kant mengemukakan konsep negara
hukum liberal atau negara hukum dalam arti sempit yang menempatkan
fungsi recht pada staat, hanya sebagai alat perlindungan hak-hak individual
dan kekuasaan negara secara pasif yang bertugas sebagai pemelihara
ketertiban dan keamanan masyarakat. Menurut Friedrich Julius Stahl,
dalam bukunya, negara harus menjadi negara hukum yang menentukan
secermat-cermatnya jalan-jalan dan batas-batas kegiatannya lingkungan
kebebasan itu tanpa dapat ditembus. Berdirinya negara hukum dapat
terwujud dengan empat unsur, yaitu: (1) hak-hak manusia; (2) pemisahan
atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu; (3) pemerintahan
berdasarkan peraturan-peraturan; dan (4) peradilan administrasi dalam
perseisihan. Negara harus mewujudkan atau memaksakan gagasan akhlak
dari segi negara yang secara langsung menurut suasana hukum. Jadi
negara hukum bukan hanya mempertahankan tata hukum saja tanpa tujuan
pemerintahan, atau hanya melindungi hak-hak dari perseorangan,
melainkan hanya cara dan untuk mewujudkannya. Menurut F.R.
Bothlingk, negara hukum ialah negara dimana kebebasan kehendak
pemegang kekuasaan dibatasi oleh ketentuan hukum yang diwujudkan
dengan cara di satu sisi keterikatan hakim dan pemerintah terhadap
undang-undang dan di sisi lain pembatasan kewenangan oleh pembuat
undang-undang. Menurut Frans Magnis Suseno, SJ, negara hukum
memiliki ciri sebagai berikut: (1) fungsi-fungsi kenegaraan dijalankan oleh
lembaga-lembaga sesuai dengan ketetapan-ketetapan sebuah undang-
undang dasar; (2) undang-undang dasar menjamin hak asasi manusia yang
merupakan unsur yang paling penting; (3) badan negara menjalankan
6
kekuasaan masing-masing selalu dan hanya atas dasar hukum yang
berlaku; (4) terhadap tindakan badan negara, masyarakat dapat mengadu
ke pengadilan dan putusan pengadilan dilaksanakan oleh badan negara; (5)
badan kehakiman bebas dan tidak memihak (Bastari, Romzie A dkk 2010)
Menurut Philipus M. Hadjon, negara hukum lahir dari suatu
perjuangan menentang absolutisme, yaitu dari kekuasaan raja yang
sewenang-wenang untuk mewujudkan negara yang didasarkan pada suatu
peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, dalam proses
perkembangannya rechtsstaat itu lebih memiliki ciri yang revolusioner.
Contohnya, gerakan revolusi Perancis serta gerakan melawan absolutisme
di Eropa lainnya, baik dalam melawan kekuasaan raja, bangsawan,
maupun golongan teologis (Kaelan, 2012).
3.1.3. Negara Indonesia sebagai negara hukum dan penganut prinsip Rule
of Law
Negara Indonesia ditentukan secara yuridis formal bahwa negara
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas negara hukum. Hal itu
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang secara eksplisit
dijelaskan bahwa “...maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia...” Hal ini
mengandung arti bahwa suatu keharusan negara Indonesia yang didirikan
itu berdasarkan atas Undang-Undang Dasar Negara.
Dengan pengertian lain, dalam Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum atau rechtsstaat
dan bukan negara kekuasaan atau machtsstaat. Di dalamnya terkandung
pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan
konsitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan
menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar,
adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak, yang menjamin
persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan
bagi setiap warga negara dalam hukum itu, hukumlah yang menjadi
komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Dalam
7
penyelenggaraan negara, yang sesungguhnya memimpin adalah hukum itu
sendiri. Oleh karena itu, berdasarkan pengertian ini Negara Indonesia pada
hakikatnya menganut prinsip “Rule of Law, and not of Man”, yang sejalan
dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh
hukum atau normos.
Dalam kekuasaan negara hukum yang demikian ini, harus diadakan
jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut
prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan
hukum itu sendiri pada hakikatnya berasal dari kedaulatan rakyat. Oleh
karena itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan
menurut pinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat. Hukum tidak
boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan, dan ditegakkan dengan tangan besi
berdasarkan kekuasaan belaka atau machtsstat. Prinsip negara hukum tidak
boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang
diatur oleh Undang-Undang Dasar. Karena itu perlu ditegaskan pula
bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilakukan menurut
Undang-Undang Dasar atau constitutional democracy yang diimbangi
dengan kedaulatan rakyat atau demokratis (democratische rechtsstaat)
(Kaelan, 2012).
Di Indonesia,prinsip-prinsip RULE OF LAW secara formal
terteradalampembukaan UUD 1945. Penjabaran prinsip-prinsip rule of law
secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu :
1. Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3);
2. Kekuasaan kehakima nmerupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
(Pasal 24 ayat1);
3. Segenap warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat 1);
4. Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara
lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum (pasal 28 ayat 1);
8
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 ayat 2)
3.1.4. Prinsip-prinsip Rule of Law
Negara yang menganut system Rule of Law harus memiliki
prinsip-prinsip yang jelas, terutama dalam hubungannya dengan realisasi
Rule of Law itu sendiri. Menurut Albert Venn Dicey, Rule of Law memiliki
3 unsur fundamental:
1. supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan
sewenang-wenang, dalam arti seseorang boleh dihukum
jikalau memang melanggar hukum;
2. kedudukan yang sama di muka hukum. Berlaku bagi
masyrakat maupun pejabat negara;
3. terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh Undang-undang serta
keputusan-keputusan pengadilan.
Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa jikalau dalam hubungan
dengan negara hanya berdasarkan prinsip tersebut, maka negara terbatas
dalam pengertian negara hukum formal, yaitu negara tidak bersifat proaktif
melainkan pasif. Sikap negara yang demikian ini dikarenakan negara
hanya menjalankan dan taat pada apa yang termaktub dalam konstitusi
semata. Negara harus aktif melaksanakan upaya-upaya untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dengan cara mengatur kehidupan sosial-
ekonomi.
Pertemuan ICJ di Bangkok tahun 1965 merumuskan syarat-syarat
pemrintahan yang demokratis di bawah rule of law yang dinamis, yaitu
(Kaelan, 2012):
perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak
individual, konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk
memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak (Independent
and impartial tribunals);
pemilihan umum yang bebas;
9
kebebasan untuk menyatakan pendapat;
kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi dan beroposisi;
pendidikan kewarganegaraan
3.2. Hak Asasi Manusia (HAM)
3.2.1. Sejarah Konsep HAM
Hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka
konseptual tidak lahir secara tiba-tiba sebagaimana kita lihat dalam
‘Universal Declaration of Human Right’ 10 Desember 1948. Namun,
melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah peradaban
manusia. Dari perspektif sejarah deklarasi yang ditandatangani oleh
Majelis Umum PBB dihayati sebagai suatu pegakuan yuridis formal dan
merupakan titik kulminasi perjuangan sebagian besar umat manusia di
belahan dunia khusunya yang tergabung dalam PBB.
Pada zaman Yunani kuno, Plato telah memaklumkan kepada warga
polisinya, bahwa kesejahteraan bersama akan tercapai manakala setiap
warganya melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing. Awal
perkembangan HAM dimulai tatkala ditandatangani Magna Charta
(1215), oleh Raja John Lackland. Kemudian juga penandatanganan
Petition of Right pada tahun 1628 oleh Charles I. Dalam hubungan ini Raja
berhadapan dengan utusan rakyat (House of Commons). Dalam hubungan
inilah maka perkembanga HAM itu sangat erat hubungannya dengan
perkembangan demokrasi. Setelah itu, perjuangan lebih nyata pada
peandatanganan Bill of Right, oleh Raja Willem III pada tahun 1689,
sebagai hasil dari pergolakan politik yang dahsyat yang disebut sebagai the
Glorious Revolution. Peristiwa ini tidak saja sebagai suatu kemenangan
parlemen atas raja, melainkan juga merupakan kemenangan rakyat dalam
pergolakan yang menyertai pergolakan Bill of Rights yang berlangsung
selama 60 tahun. Perkembangan selanjutnya perjuangan HAM dipengaruhi
oleh pemikiran filsuf Inggris John Locke yang berpendapat bahwa
manusia tidaklah secara absolut menyerahkan hak-hak individunya kepada
penguasa. Hak-hak yang diserahkan pada penguasa adalah hak yang
10
berkaitan dengan perjanjian tentang negara, adapun hak-hak lainnya tetap
berada pada masing-masing individu.
Puncak perkembangan perjuangan hak-hak asasi manusia tersebut
yaitu ketika Human Rights itu untuk pertama kalinya dirumuskan secara
resmi dalam Declaration of Independence Amerika Serikat tertanggal 4
Juli 1776 tersebut dinyatan bahwa seluruh umat manusia dikaruniai oleh
Tuhan Yang Maha Esa beberapa hak yang tetap dan melekat padanya.
Perumusan HAM secara resmi kemudian menjadi dasar pokok konstitusi
Negara Amerika Serikat tahun 1787, yang mulai berlaku 4 Maret 1789.
Perjuangan HAM tersebut sebenarnya telah diawali di Perancis sejak
Rousseau, dan perjuangan itu memuncak dalam revolusi Peranis, yang
berhasil menetapkan hak-hak asasi manusia dalam Declaration des Droits
L ‘Homme et du Citoyen yang ditetapkan oleh Assemblee Nationale, pada
26 Agustus 1789. Semboyan revolusi Perancis yang terkenal yaitu: (1)
liberte (kemerdekaan), (2) egalite (kesamarataan), (3) fraternite
(kerukunan atau persaudaraan). Maka menurut konstitusi Perancis yang
dimaksus hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia
menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan degan hakikatnya.
Dalam rangka konseptualisasi dan reinterpretasi terhadap hak-hak asasi
yang mencakup bidang-bidang yang lebih luas itu, Franklin D. Roosevelt,
Presiden Amerika pada permulaan abad ke-20 memformulasikan empat
macam hak-hak asasi yang kemudian dikenal dengan ‘The Four Freedom’,
yaitu: (1) Freedom of speech, kebebasan untuk berbicara dan
mengemukakan pendapat, (2) Freedom of Religion, kebebasan beragama,
(3) Freedom of Fear, kebasan dari rasa ketakutan, dan (4) Freedom of
Want, kebebasan dari kemelaratan. Hal inilah yang kemudian menjadi
inspirasi dari Declaration of Human Right 1948 PBB.
Doktrin tentang HAM sekarag ini sudah diterima secara universal
sebagai ‘a moral, political, legal framework, and as a guideline’ dalam
membangun dunia lebih damai dan bebas dari rasa ketakutan dan
penindasan seta perlakuan yang tidak adil. Terhadap deklarasi sedunia
tentang HAM PBB tersebut, bangsa-bangsa sedunia melalui wakil-
waklnya memberikan pengakuan dan perlindungan secara yuridis formal
11
walaupun realisasinya juga disesuaikan dengan kondisi serta peraturran
perundangan yang berlaku dalam setiap negara di dunia.
Namun demikian dikukuhkannya naskah Universal Declaration
Human Rights ini, ternyata tidak cukup mampu untuk mencabut akar-akar
penindasan di berbagai negara. Oleh karena itu, PBB secara terus-menerus
berupaya untuk memperjuangkannya. Akhirnya setelah kurang lebih 18
tahun kemudian, PBB berhasil juga melahirkan Convenant on Economic,
Social, and Cultural (Perjanjian tentang ekonomi, sosial, dan budaya) dan
Convenant on Civil and Political Rights (Perjanjian tentang hak-hak sipil
dan politik) (Kaelan, 2012).
3.2.2. Penjabaran HAM di Indonesia
HAM sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan pandangan filosofis
tentang hakikat manusia yang melatarbelakanginya. Menurut pandangan
filsafat bangsa Indonesia yang terkandung dalam Pancasila, hakikat
manusia adalah ‘monoplularis’. Susunan kodrat manusia adalah jasmani-
rohani, atau raga dan jiwa, sifat kodrat manusia adalah makhluk individu
dan makhluk sosial, sedangkan kedudukan kodrat manusia adalah manusia
pribadi bediri sendiri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Dalam
rentangan berdirinya bangsa dan negara Indonesia, secara resmi Deklarasi
Pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 telah lebih dahulu mrumuskan
HAM dari pada Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB. Hal
ini menunjukkan kepada dunia bahwa sebenarnya bangsa Indonesia
sebelum tercapainya pernyataan hak-hak asasi manusia serta
convenantnya, telah mengangkat hak-hak asasi manusia dan
melindunginya dalam kehidupan negara oleh The Founding Fathers
bangsa Indonesia, misalnya Moh. Hatta dalam sidang BPKUPKI, sebagai
berikut:
“Walaupun yang dibentuk itu negara kekeluargaan, tetapi
masih perlu ditetapkan beberapa hak dari warga negara, agar
jangan sampai timbul negara kekuasaan atau Machtsstaat’, atau
negara penindas”.
12
Deklarasi bangsa Indonesia pada prinsipnya terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945, dan Pembukaan inilah yang merupakan sumber
normatif bagi hukum positif Indonesia terutama penjabarannya dalam
pasal-pasal UUD 1945.
Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 1 dinyatakan bahwa :
“Kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Dalam pernyataan ini
terkandung pengakuan secara yuridis hak-hak asasi manusia tentang
kemerdekaan sebagaimana terkandung dalam Deklarasi PBB pasal I.
Dasar filosofis hak asasi manusia tersebut adalah bukan kemerdekaan
manusia secara individualis saja, melainkan menepatkan manusia sebagai
individu maupun sebagai makhluk sosial yaitu sebagai suatu bangsa. Oleh
karena itu, hak asasi ini tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban asas
manusia. Pernyataan berikutnya pada alinea III Pembukaan UUD 1945,
adalah sebagai berikut:
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuassa dan didorongkan
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menytakan dengan ini
kemerdekaannya”.
Pernyataan tentang “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa...”,
mengandung arti bahwa dalam deklarasi bangsa Indonesia terkandung
pengakuan bahwa manusia adalah sebgai maklhuk Tuhan Yang Maha
Kuasa dan diteruskan dengan kata-kata,”...supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas..”. Berdasarkan pengertian ini maka bangsa
Indoesia mengkui dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia untuk
memeluk agama sesuai kepercayaannya masing-masing, dan hal ini sesuai
dengan deklarasi Hak-hak Asasi Manusia PBB pasal 18, adapun dalam
pasal UUD 1945 tercantum dalam pasal 29 terutama yat (2) UUD 1945.
Melalui Pembukaan UUD 1945 dinyatakan dalam alinea IV bahwa negara
Indonesia sebagai suatu persekutuan hidup bersama, bertujuan untuk
melindungi warganya terutama dalam kaitannya dengan perlindungan
hak-hak asasinya. Adapun tujuan negara tersebut adalah sebagai berikut:
“..Pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
13
untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan
kehidupan bangsa...”
Tujuan negara Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat formal
tersebut mengandung konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk
melindungi seluruh warganya dengan suatu Undang-Undang terutama
melindungi hak-hak asasinya demi kesejahteraan hidup bersama.
Demikian juga negara Indonesia memiliki ciri tujuan negara hukum
material, dalam rumusan tujuan negara “.... memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa..”
Berdasarkan pada tujuan negara sebagaimana terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka negara Indonesia menjamin dan
melindungi hak-hak asasi manusia para warganya, terutama dalam
kaitannya dengan kesejahteraan hidupnya baik jasmaniah maupun
roaniah, antara lain berkaitan dengan hak-hak asasi bidnag sosial, politik,
ekonomi, kebudayaan, pendidikan, dan agama. Adapun hak-hak asasi
manusia dalam pasal-pasal UUD 1945 adalah sebagi berikut (Kaelan,
2012):
BAB XA
HAK ASASI MANUSIA
PASAL 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya.
PASAL 28B
1. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah
2. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi
PASAL 28C
14
1. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya,berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni,
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia
2. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa, dan Negara
PASAL 28D
1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum.
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungankerja
3. Setiapwarga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan.
4. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan
PASAL 28E
1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini keperrcayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
3. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.
PASAL 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
15
PASAL 28G
1. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawa
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.**)
2. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan
yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak
memperoleh suaka politik dari negara lain.
PASAL 28H
1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh layanan kesehatan.
2. Setiap orang berhak mendapat kemudahan atau perlakuan
khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama
guna mencapai persamaan dan keadilan.
3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
perkembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.
4. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak
milik tersebut tidak boleh ambil alih secara sewenang-wenang
oleh siapapun.
PASAL 28I
1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun.
16
2. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif aras dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
3. Identitias budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati
selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
4. Perlindunga, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi
Manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
5. Untuk menegakkan dan melindungi Hak Asasi Manusia sesuai
dengan prinsip negara hukum dan demokratis, maka
pelaksanaan Hak Asasi Manusia dijamin, diatur dan dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan.
PASAL 28J
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
3.2.3. Perkembangan pelaksanaan HAM di Indonesia
Perkembangan pengaturan hukum hak asasi manusia di dunia
internasional memberikan dampak besar bagi Indonesia. Seakan tidak
ingin tertinggal dengan negara- negara lain, Indonesia dengan cepat
membangun mekanisme penegakan hak asasi manusia, di samping
serangkaian proses legislasi yang telah dilakukan.
Perkembangan pengaturan hak asasi manusia di Indonesia telah
dipengaruhi oleh perubahan politik setelah kejatuhan Presiden Soeharto
tahun 1998. Sidang Istimewa MPR bulan November 1998, misalnya,
17
menghasilkan Ketetapan No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
dan disusul dengan penerbitan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia. Ketentuan lebih ekstensif tentang hak asasi
manusia dicantumkan pula dalam Perubahan Ketiga Undang-undang
Dasar 1945 (tahun 2000), meskipun terdapat kemiripan rumusan antara
hasil amandemen konstitusi dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 dan Ketetapan No. XVII/MPR/1998. Menurut Pasal 28I ayat (4)
Undang-Undang Dasar 1945, negara berkewajiban untuk melindungi,
memajukan, menegakkan dan memenuhi hak asasi manusia (rumusan yang
dalam instrumen interasional dirumuskan sebagai kewajiban to protect, to
promote, to implement or enforce and to fulfill human rights). Dalam
kaitan ini penting pula untuk memeriksa mekanisme penyampaian keluhan
public (public complaints procedure), peradilan administrasi/tata-usaha
negara, peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA), peradilan hak asasi
manusia, komisi kebenaran dan rekonsiliasi (KKR), maupun pengujian
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 oleh Mahkamah
Konstitusi (MK).
Pada dasarnya, secara strict wewenang Mahkamah Konstitusi menguji
undang- undang terhadap konstitusi merupakan uji konstitusionalitas
sehingga dikenal sebagai constitutional review. Dalam pelaksanaannya di
Indonesia, dan berbagai negara, uji konstitusionalitas itu disandarkan
kepada suatu alas hak (legal standing) bahwa undang- undang yang diuji
telah merugikan hak dan/atau wewenang konstitusional pemohon
constitutional review. Rumusan ini perlu sedikit dijelaskan. Pertama,
dirumuskan sebagai “hak dan atau wewenang”. Wewenang konstitusional
lebih terkait dengan kewenangan lembaga negara yang berhak pula untuk
memohon constitutional review terhadap undang-undang dalam hal suatu
undang-undang dinilai bertentangan dengan konstitusi (dalam hal ini
menyangkut kewenangan lembaga negara pemohon pengujian). Kedua,
hak konstitusional lebih dekat dengan jaminan perlindungan hak asasi
manusia bagi warga negara.
Secara kategoris, jaminan hak asasi manusia dalam Undang-Undang
Dasar 1945 mencakup hak-hak sosial-politik, hak-hak kultural dan
ekonomi, hak-hak kolektif, hak atas pembangunan dan lain-lain. Jaminan
18
hak asasi manusia dalam UUD RI tersebar dalam sejumlah pasal antara
lain 18B (2), 26, 27-28, 28A-28J (Bab XA), 29 (Bab Agama), 31-32 (Bab
Pendidikan dan Kebudayaan), 33-34 (Bab Ekonomi dan Kesejahteraan
Sosial), 30 (Bab Pertahanan dan Keamanan). Jadi, pengaturan
konstitusional mengenai hak asasi manusia tidak terbatas pada Bab XA
tentang HAM. Di sini perlu diberikan catatan tentang perumusan hak asasi
manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pertama, pada umumnya hak
tersebut dirumuskan sebagai hak setiap orang atau individual rights. Hanya
beberapa hak saja yang dirumuskan sebagai hak warga negara, misalnya
tentang kesempatan yang sama dalam pemerintahan, hak dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara, dan hak memperoleh pendidikan
(berturut-turut lihat Pasal 28D ayat (3), Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 31 ayat
(1) UUD 1945). Kedua, perbedaan perumusan ini membawa implikasi.
Perumusan hak asasi manusia sebagai hak perseorangan (individual)
berarti memberi peluang untuk dijamin dalam sistem hukum manapun
(berdasarkan prinsip universalitas hak asasi manusia), meskipun peluang
ini dapat terhalang oleh ketentuan prosedural hukum acara yang hanya
memberi akses peradilan nasional kepada warga negara. Di sisi lain,
perumusan hak-hak konstitusional sebagai hak warga negara hanya
terbatas bagi warga negara yang bersangkutan (bukan sebagai hak semua
orang). Ketiga, meskipun dirumuskan sebagai hak asasi manusia tetapi
pelaksanaan hak konstitusional tertentu memang terkait dengan hubungan
konstitusional (constitutional and political relations) pemegang hak yang
bersangkutan dengan konstitusi dan negara. Ini mencakup, misalnya, hak
untuk memperoleh kesempatan yang sama (equal opprtunity and
treatment) di muka pemerintahan. Sebagai hak asasi manusia, hak seperti
ini hanya dapat dipenuhi kepada warga negara. Begitu pula, “hak
konstitusional” untuk menikmati kewajiban negara dalam menyediakan
anggaran pendidikan sebesar 20 persen dalam APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) maupun APBD (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah), merupakan hak warga negara (perhatikan bahwa
besaran anggaran merupakan pilihan politik dan hanya beberapa negara
yang menentukan besaran tersebut).
Dalam konteks pemahaman di atas, beberapa hak telah secara
19
meyakinkan “ditegakkan” (dalam arti dikabulkan) melalui Putusan
Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang. Beberapa contoh
dikemukakan di sini.446 Pertama, hak politik eks-PKI dan tahanan politik
untuk menyalonkan diri sebagai anggota legislatif dalam Putusan No. 11-
017/PUU-I/2003 (pengujian UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD). Kedua, hak sipil berupa larangan
penerapan Undang-Undang Anti Terorisme 2001 secara retroaktif dalam
Putusan No. 013/PUU-I/2003 (pengujian UU No. 16 Tahun 2003 tentang
Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Perpu No. 1
Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme untuk kasus
Bom Bali). Hak yang ditegakkan melalui putusan merupakan hak yang
secara konstitusional termasuk kategori “tak dapat dikurangi oleh siapapun
dan dalam keadaan apapun”.447 Ketiga, dalam kaitan ini perlu disebut
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-IV/2006 (pengujian UU No.
27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi). Dua hal yang
kontradiktif perlu dicermati dari putusan ini. Pembatalan ketentuan
pemberian amnesti terhadap pelanggaran berat hak asasi manusia (gross
violation of human rights), yang terdapat dalam UU KKR 2004, memang
sesuai dengan rezim hak asasi manusia internasional. Tetapi, di sisi lain,
keberadaan ketentuan tersebut tidak dengan cukup menjadi dasar untuk
menihilkan keseluruhan UU KKR 2004 maupun makna KKR dalam
penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Keempat, hak
sipil dan politik tentang kebebasan berpendapat dalam kaitan dengan
penghinaan terhadap kepala negara di dalam Putusan No. 013-022/PUU-
IV/2006 (pengujian Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHP).
Kelima, hak sosial-kultural dalam Putusan No. 011/PUU-III/2005
(pengujian UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Putusan ini membatalkan penjelasan UU Sisdiknas 2003 yang menentukan
bahwa anggaran pendidikan sebesar 20 persen dalam APBN dan APBD
dipenuhi secara bertahap. Tidak semua putusan yang dicontohkan di atas
berdampak langsung dalam kenyataan sosiologis, meskipun putusan
Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Legal efficacy putusan
sering ditentukan dalam putusan yang bersangkutan, misalnya hak eks-PKI
dan tapol tidak berlaku meskipun putusan dijatuhkan sebelum Pemilu
20
2004, dan terutama karena terdapat ketentuan bahwa undang-undang yang
diuji tetap berlaku sebelum dibatalkan dan dipandang sebagai prinsip
bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tidak bersifat retroaktif. Sebagai
lembaga yang diamanatkan oleh Perubahan Ketiga UUD 1945 (tahun
2001) dan baru bekerja sejak akhir tahun 2003, mekanisme nasional
penegakan hak asasi manusia oleh Mahkamah Konstitusi masih harus
ditunggu kecenderungannya. Selain itu, pengujian undang-undang pun
belum merupakan tradisi yang mapan dan kehidupan konstitusional yang
baru, pasca amandemen konstitusi, masih dalam tahap pembentukan
(PUSHAM-UI, 2013).
3.2.4. HAM dalam Deklarasi Universal PBB
Ketentuan pasal-pasal etntang hak asasi manusia dalam Deklarasi
Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia PBB adalah sebagai berikut
(Kaelan, 2012):
Pasal 1
Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak
yang sama. Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani dan hendaknya
bergaul satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan.
Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam
Deklarasi ini tanpa pembedaan dalam bentuk apapun, seperti ras, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan
lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak milik, kelahiran atau status
lainnya.Selanjutnya, pembedaan tidak dapat dilakukan atas dasar status
politik, hukum atau status internasional negara atau wilayah dari mana
seseorang berasal, baik dari negara merdeka, wilayah perwalian, wilayah
tanpa pemerintahan sendiri, atau wilayah yang berada di bawah batas
kedaulatan lainnya.
Pasal 3
Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan dan keamanan pribadi.
Pasal 4
21
Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhambakan; perbudakan dan
perdagangan budak dalam bentuk apapun wajib dilarang.
Pasal 5
Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan atau dihukum secara
keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
Pasal 6
Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai pribadi di depan hukum di
mana saja ia berada.
Pasal 7
Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum
yang sama tanpa diskriminasi apapun. Semua orang berhak untuk
mendapatkan perlindungan yang sama terhadap diskriminasi apapun yang
melanggar Deklarasi ini dan terhadap segala hasutan untuk melakukan
diskriminasi tersebut.
Pasal 8
Setiap orang berhak atas penyelesaian yang efektif oleh peradilan
nasional yang kompeten, terhadap tindakan-tindakan yang melanggar hak-
hak mendasar yang diberikan padanya oleh konstitusi atau oleh hukum.
Pasal 9
Tidak seorangpun yang dapat ditangkap, ditahan atau diasingkan secara
sewenang-wenang.
Pasal 10
Setiap orang berhak, dalam persamaan yang penuh, atas pemeriksaan yang
adil dan terbuka oleh peradilan yang bebas dan tidak memihak, dalam
penentuan atas hak dan kewajibannya serta dalam setiap tuduhan pidana
terhadapnya.
Pasal 11
1. Setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana berhak untuk
dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya sesuai dengan
hukum, dalam pengadilan yang terbuka, di mana ia memperoleh semua
jaminan yang dibutuhkan untuk pembelaannya.
2. Tidak seorangpun dapat dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana
karena perbuatan atau kelalaian, yang bukan merupakan pelanggaran
pidana berdasarkan hukum nasional atau internasional ketika perbuatan
22
tersebut dilakukan. Juga tidak boleh dijatuhkan hukuman yang lebih
berat daripada hukuman yang berlaku pada saat pelanggaran dilakukan.
Pasal 12
Tidak seorangpun boleh diganggu secara sewenang-wenang dalam urusan
pribadi, keluarga, rumah tangga atau hubungan surat-menyuratnya, juga
tidak boleh dilakukan serangan terhadap kehormatan dan reputasinya.
Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan
atau penyerangan seperti itu.
Pasal 13
1. Setiap orang berhak untuk bebas bergerak dan bertempat tinggal dalam
batas-batas setiap Negara.
2. Setiap orang berhak untuk meninggalkan negaranya termasuk
negaranya sendiri, dan kembali ke negaranya.
Pasal 14
1. Setiap orang berhak untuk mencari dan menikmati suaka di negara lain
untuk menghindari penuntutan atau tindakan pengejaran sewenang-
wenang (persecution).
2. Hak ini tidak berlaku dalam kasus-kasus penuntutan yang benar-benar
timbul karena kejahatan non-politik atau tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 15
1. Setiap orang berhak atas kewarganegaraan.
2. Tidak seorang pun dapat dicabut kewarganegaraannya secara
sewenang-wenang atau ditolak haknya untuk mengubah
kewarganegaraannya.
Pasal 16
1. Laki-laki dan perempuan dewasa, tanpa ada pembatasan apapun
berdasarkan ras, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah
dan membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam
hal perkawinan, dalam masa perkawinan dan pada saat berakhirnya
perkawinan.
2. Perkawinan hanya dapat dilakukan atas dasar kebebasan dan
persetujuan penuh dari pihak yang hendak melangsungkan perkawinan.
23
3. Keluarga merupakan satuan kelompok masyarakat yang alamiah dan
mendasar dan berhak atas perlindungan dari masyarakat dan Negara.
Pasal 17
1. Setiap orang berhak untuk memiliki harta benda baik secara pribadi
maupun bersama-sama dengan orang lain.
2. Tidak seorangpun dapat dirampas harta bendanya secara sewenang-
wenang.
Pasal 18
Setiap orang berhak atas kemerdekaan berpikir, berkeyakinan dan
beragama; hak ini mencakup kebebasan untuk berganti agama atau
kepercayaan, dan kebebasan untuk menjalankan agama atau
kepercayaannya dalam kegiatan pengajaran, peribadatan, pemujaan dan
ketaatan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka
umum maupun secara pribadi.
Pasal 19
Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan
pendapat; hak ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada suatu
pendapat tanpa ada intervensi, dan untuk mencari, menerima dan
menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan
tanpa memandang batas-batas wilayah.
Pasal 20
1. Setiap orang berhak atas kebebasan berkumpul secara damai dan
berserikat.
2. Tidak seorangpun dapat dipaksa untuk menjadi anggota suatu
perkumpulan.
Pasal 21
1. Setiap orang berhak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan
negaranya, baik secara langsung atau melalui wakil-wakil yang
dipilihnya secara bebas.
2. Setiap orang berhak atas akses yang sama untuk memperoleh pelayanan
umum di negaranya.
3. Keinginan rakyat harus dijadikan dasar kewenangan pemerintah;
keinginan tersebut harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang
dilakukan secara berkala dan sungguh-sungguh, dengan hak pilih yang
24
bersifat universal dan sederajat, serta dilakukan melalui pemungutan
suara yang rahasia ataupun melalui prosedur pemungutan suara secara
bebas yang setara.
Pasal 22
Setiap orang sebagai anggota masyarakat berhak atas jaminan sosial dan
terwujudnya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan
untuk martabat dan perkembangan kepribadiannya dengan bebas, melalui
usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional, dan sesuai dengan
pengaturan dan sumber daya yang ada pada setiap negara .
Pasal 23
1. Setiap orang berhak atas buruhan, untuk memilih buruhan dengan
bebas, atas kondisi buruhan yang adil dan menyenangkan, dan atas
perlindungan terhadap pengangguran.
2. Setiap orang berhak atas upah yang sama untuk buruhan yang sama,
tanpa diskriminasi.
3. Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan
memadai, yang bisa menjamin penghidupan yang layak bagi dirinya
maupun keluarganya sesuai dengan martabat manusia, dan apabila
perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.
4. Setiap orang berhak mendirikan dan bergabung dengan serikat buruh
untuk melindungi kepentingannya.
Pasal 24
Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan jam
kerja yang layak dan liburan berkala dengan menerima upah.
Pasal 25
1. Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk
kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk
hak atas pangan, sandang, papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan
sosial yang diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat menganggur,
sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasangannya, usia lanjut, atau keadaan-
keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang
terjadi diluar kekuasaannya.
25
2. Ibu dan anak-anak berhak mendapatkan perhatian dan bantuan khusus.
Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar
perkawinan, harus menikmati perlindungan sosial yang sama.
Pasal 26
1. Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus cuma-cuma,
paling tidak pada tahap-tahap awal dan dasar. Pendidikan dasar harus
diwajibkan. Pendidikan teknis dan profesional harus terbuka bagi
semua orang, dan begitu juga pendidikan tinggi harus terbuka untuk
semua orang berdasarkan kemampuan.
2. Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan sepenuhnya
kepribadian manusia, dan untuk memperkuat penghormatan terhadap
hak asasi manusia dan kebebasan dasar. Pendidikan harus
meningkatkan pengertian, toleransi dan persaudaraan di antara semua
bangsa, kelompok rasial dan agama, dan wajib untuk mengembangkan
kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara
perdamaian.
3. Orang tua mempunyai hak pertama untuk memilih jenis pendidikan
yang akan diberikan pada anaknya.
Pasal 27
1. Setiap orang berhak untuk secara bebas berpartisipasi dalam kehidupan
budaya masyarakat, menikmati seni, dan turut mengecap kemajuan
ilmu pengetahuan dan pemanfaatannya.
2. Setiap orang berhak atas perlindungan terhadap keuntungan moral dan
materil yang diperoleh dari karya ilimiah, sastra atau seni apapun
yang diciptakannya.
Pasal 28
Setiap orang berhak atas ketertiban sosial dan internasional, di mana hak
dan kebebasan yang diatur dalam Deklarasi ini dapat diwujudkan
sepenuhnya.
Pasal 29
1. Setiap orang mempunyai kewajiban kepada masyarakat tempat satu-
satunya di mana ia dimungkinkan untuk mengembangkan pribadinya
secara bebas dan penuh.
26
2. Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang hanya tunduk
pada batasan-batasan yang ditentukan oleh hukum, semata-mata untuk
menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak dan kebebasan
orang lain, dan memenuhi persyaratan-persyaratan moral, ketertiban
umum dan kesejahteraan umum yang adil dalam masyarakat yang
demokratis.
3. Hak dan kebebasan ini dengan jalan apapun tidak dapat dilaksanakan
apabila bertentangan dengan tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
Pasal 30
Tidak ada satu ketentuan pun dalam Deklarasi ini yang dapat ditafsirkan
sebagai memberikan hak pada suatu Negara, kelompok atau orang, untuk
terlibat dalam aktivitas atau melakukan suatu tindakan yang bertujuan
untuk menghancurkan hak dan kebebasan apapun yang diatur di dalam
Deklarasi ini.
3.2.5. Pelanggaran HAM di Indonesia
A. Pelanggaran pasal 28A hingga 28J UUD 1945
1. Seorang Praja bernama Cliff Muntu yang meninggal saat
mengenyam pendidikan di IPDN yang diketahui mengalami
kekerasan hingga menyebabkan kematian (Sakti, 2012)
Pasal yang dilanggar :
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya.
Pasal 28C
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia
27
Pasal 28G
1. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
dibawahkekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
2. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia
dan berhak memperoleh suara politik dari negara lain.
Pasal 28 I
1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama,
hak untuk tidakdiperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidakdapatdikurangi dalam keadaan apa
pun.
4. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan
hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara,
terutama pemerintah.
2. Pembunuhan Marsinah, aktivis buruh yang melakukan unjuk
rasa bersama teman – teman sesamaburuh PT. CPS Porong,
Sidoarjo untuk menuntut kenaikan upah buruh.(Sakti, 2012)
Pasal yang di langgar:
Pasal 28D
3. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layakdalam
hubungan kerja
Pasal 28G
28
2. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia
dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28 I
1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hakberagama, hak
untuk tidakdiperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidakdituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidakdapatdikurangi dalam keadaan
apapun.
3. Adanya pelaporan perbudakkan, penyiksaan dan penyekapan 25
buruh suatu pabrik panci ilegal di Tangerang oleh bos pabrik
pada Mei 2013. Masing-masing buruh ditargetkan untuk
mencetak 200 wajan aluminium dan bila tidak mencapai target,
sang bos akan menggiring buruh ke ruang ‘pembantaian’. Mereka
akan ditendang, dipukul, dimaki-maki dengan kasar bahkan
diancam akan ditembak. Selain itu, setelah diselidiki lebih lanjut,
ternyata ada dua oknum Brimob yang ikut serta sebagai ‘alat
intimidasi’ para buruh dan seringnya anggota Polsek setempat
yang menerima amplop dari sang bos.(Sakti, 2012)
Pasal yang dilanggar:
Pasal 28D
1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yag adil dan layak dalam
hubungan kerja
Pasal 28 G
1. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman
29
dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tiidak berbuat sesuatu yang merupakan
hak asasi
2. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendhkan derajat martabat manusia
dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain
Pasal 28 I
1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan dan hati nurani, hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa
pun
Pasal 28 J
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia,
orang lain dalam tata tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
4. Kasus Dayak dan Madura (2000). Terjadi bentrokan antara suku
dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak
korban dari kedua belah pihak.(Sakti, 2012)
Pasal yang dilanggar:
Pasal 28 I
2. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu.
3. Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan
peradaban
Pasal 28 J
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
30
5. Kasus TKI di Malaysia (2002). Terjadi peristiwa penganiayaan
terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari persoalan
penganiayaan oleh majikan sampai gaji yang tidak dibayar (Sakti,
2012)
Pasal yang dilanggar:
Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya
Pasal 28 C
2. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa, dan Negara
Pasal 28 D
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja
Pasal 28 G
1. Setiap orang berjak atas perlindungan diri, pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman
dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
2. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat manusia dan
berhak memperoleh suaka politik dari negara lain
Pasal 28 H
1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan
3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermatabat
31
6. Keluarga Tan Ya Fang yang memperlakukan pembantunya
seperti binatang. Pembantunya dipaksa memakan kotoran
manusia sehingga salah satu anggota keluarganya, Lidya
dihukum 6 tahun penjara (Sakti, 2012)
Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya
Pasal 28 C
3. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa, dan Negara
Pasal 28 D
3. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja
Pasal 28 G
1. Setiap orang berhak atas perlindungan diri, pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman
dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
2. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat manusia dan
berhak memperoleh suaka politik dari negara lain
Pasal 28 H
2. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan
4. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermatabat
Pasal 28 I
32
1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan dan hati nurani, hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa
pun
B. Pelanggaran pasal 1 hingga 30 Deklarasi Universal PBB
1. Pelanggaran HAM di Arab yang meningkat. Para aktivis HAM
terkenal dipenjara. Selain itu, juga terjadi diskriminasi sistematis
atas para perempuan baik secara hukum maupun praktik
keseharian serta penyiksaan terhadap para buruh migran.
Diskriminasi atas berbagai kelompok minoritas juga terjadi, dan
adanya eksekusi mati yang didasarkan pengadilan singkat dan
‘pengakuan‘ yang dilakukan di bawah tekanan. Pemerkosaan,
pembunuhan, murtad, perampokan bersenjata dan perdagangan
narkotika, semua bisa dijatuhi hukuman mati di bawah hukum
syariat yang ketat yang diberlakukan oleh negara ini.(Welle,
2013)
Pasal yang dilanggar:
Pasal 1
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai
martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai
akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain
dalam persaudaraan
Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hal dan kebebasaan
yang tercantum dalam pernyataan ini, tanpa
pengecualian apapun, misalnya bangsa, warna kulit,
jenis kelamin, bahasa, agama, politik, atau pendapat
lain. Asal-usul kebangsaan atau sosial, milik, kelahiran,
atau status lainnya. Selanjutnya tidak ada perbedaan
status politik, status hukum, dan status internasional
33
negara atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik
dari negara yang tidak merdeka, yang berbentuk trust,
yang tidak berpemerntahan sendiri maupun yang berada
di bawah pembatasan kedaulatan lainnya.
Pasal 3
Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan,
dan keslamatan seseorang.
Pasal 6
Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai manusia
pribadi di hadapan undang-undang di mana saja ia
berada.
Pasal 7
Semua orang adalah sama di hadapan undang-undang
dan berhak atas perlindungan yang sama dari setiap
perbedaan yang memperkosa pernyataan ini dari segala
hasutan yang ditujukan kepada perbedaan semacam ini.
Pasal 13
1. Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak
dan berdiam di dalam batas-batas lingkungan
tiap negara.
2. Pelanggaran HAM di Jerman. Adolf Hitler merupakan pimpinan
Nazi yang berhasil memenangkan pemilu melalui Partai Buruh
Jerman Sosialis. Beliau memimpin Jerman dengan sangat otoriter.
Banyak kejahatan kemanusiaan yang dilakukan. Misalnya,
penangkapan secara massal terhadap lawan-lawan politik yang
menentangnya dan pembasmian terhadap orang yahudi. Hitler
juga memimpin Jerman untuk menduduki Ceklosklovakia dan
Austria. Ia juga memicu terjadinya Perang Dunia II.(Zakky,
Mohammad 2012)
Pasal yang dilanggar:
Pasal yang dilanggar:
Pasal 1
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai
martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai
34
akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain
dalam persaudaraan
Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hal dan kebebasaan
yang tercantum dalam pernyataan ini, tanpa
pengecualian apapun, misalnya bangsa, warna kulit,
jenis kelamin, bahasa, agama, politik, atau pendapat
lain. Asal-usul kebangsaan atau sosial, milik, kelahiran,
atau status lainnya. Selanjutnya tidak ada perbedaan
status politik, status hukum, dan status internasional
negara atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik
dari negara yang tidak merdeka, yang berbentuk trust,
yang tidak berpemerntahan sendiri maupun yang berada
di bawah pembatasan kedaulatan lainnya.
Pasal 3
Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan,
dan keslamatan seseorang.
Pasal 5
Tidak boleh seorangpun dianiaya atau diperlakukan
secara kejam tanpa mengingat kemanusiaan atau
dengan perlakuan atau hukuman yang menghinakan.
Pasal 6
Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai manusia
pribadi di hadapan undang-undang di mana saja ia
berada.
Pasal 13
3. Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak
dan berdiam di dalam batas-batas lingkungan
tiap negara.
Pasal 19
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan
mengeluarkan pendapat, termasuk kebebasan
mempunyai pendapat tanpa mendapat gangguan dan
untuk mencari, menerima, serta menyampaikan
35
keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan
cara apapun tanpa memandang batas-batas.
Pasal 20
1. Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan
berkumpul dan berapat
2. Tidak seorangpun dapat dipaksa memasuki salah
satu perkumpulan
Pasal 21
1. Setiap orang berhak turut serta dalam
pemeritahan negerinya sendiri baik secara
langsung maupun dengan perantaraan wakil-
wakil yang dipilih secara bebas.
3. Kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan
pemerintahan, kemauan ini harus dinyatakan
dalam pemilihan-pemilihan berkala yang jujur
yang dilakukan menurut hak pilij yang bersifat
umum dan berkasaman serta melalui
pemungutan suara yang rahasia atau cara-cara
lain juga menjamin kebebasan mengeluarkan
suara.
3. Pelanggaran HAM di Republik Afrika Selatan. Ketika rezim
apartheid yang didominasi oleh orang-orang kulit putih berhasil
menguasai pemerintahan yang ada di Afrika Selatan, mereka
melakukan kebijakan yang merugikan warga kulit hitam. Hal ini
terjadi pada tahun 1960. Orang-orang kulit putih yang menguasai
bertindak semena-mena terhadap warga kulit hitam. Diantaranya
peristiwa yang memakan korban adalah terbunuhnya 77 orang
dari kalangan sipil pada peristiwa Sharpeville. Demikian juga
tahun 1976 terjadi peristiwa berdarah yang menewaskan warga
sipil, termasuk anak sekolah (Zakky, Mohammad 2012)
Pasal yang dilanggar:
Pasal 1
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai
martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai
36
akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain
dalam persaudaraan
Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hal dan kebebasaan
yang tercantum dalam pernyataan ini, tanpa
pengecualian apapun, misalnya bangsa, warna kulit,
jenis kelamin, bahasa, agama, politik, atau pendapat
lain. Asal-usul kebangsaan atau sosial, milik, kelahiran,
atau status lainnya. Selanjutnya tidak ada perbedaan
status politik, status hukum, dan status internasional
negara atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik
dari negara yang tidak merdeka, yang berbentuk trust,
yang tidak berpemerntahan sendiri maupun yang berada
di bawah pembatasan kedaulatan lainnya.
Pasal 3
Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan,
dan keslamatan seseorang.
Pasal 5
Tidak seorangpun boleh dianiaya atau diperlakukan
secara kejam tanpa mengingat kemanusiaan atau
dengan perlakuan atau hukuman yang menghinakan.
Pasal 6
Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai manusia
pribadi di hadapan undang-undang di mana saja ia
berada.
Pasal 7
Semua orang adalah sama di hadapan undang-undang
dan berhak atas perlindungan yang sama dari setiap
perbedaan yang memperkosa pernyataan ini dari segala
hasutan yang ditujukan kepada perbedaan semacam ini.
Pasal 10
Setiap orang berhak memperoleh perlakuan yang sama
dan suaranya didengarkan sepenuhnya di muka umum
secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tidak
37
memihak dalam menetapkan hak-hak dan kewajiban-
kewajibannya dan dalam setiap tuntutan pidana yang
ditujukan kepadanya
Pasal 13
1. Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak
dan berdiam di dalam batas-batas lingkungan
tiap negara.
4. Kasus penembakan mahasiswa Trisakti yang sedang
berdemonstrasi oleh anggota militer dan polisi, setelah Indonesia
mengalami Krisis Finansial Asia pada tahun 1997 menuntut
presiden Soeharto mudur dari jabatannya. Peristiwa ini dikenal
dengan Tragedi Trisakti. Puluhan mahasiswa mengalami luka-
luka dan sebagian meninggal dunia, kebanyakan meninggal
karena ditembak peluru tajam oleh anggota polisi dan militer/TNI.
Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM
Indonesia, dan pernah diproses (Sakti, 2012)
Pasal yang dilanggar:
Pasal 20
1. Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan
berkumpul dan berapat
2. Tidak seorangpun dapat dipaksa memasuki salah
satu perkumpulan
Pasal 21
2. Setiap orang berhak turut serta dalam
pemeritahan negerinya sendiri baik secara
langsung maupun dengan perantaraan wakil-
wakil yang dipilih secara bebas.
4. Kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan
pemerintahan, kemauan ini harus dinyatakan
dalam pemilihan-pemilihan berkala yang jujur
yang dilakukan menurut hak pilij yang bersifat
umum dan berkasaman serta melalui
pemungutan suara yang rahasia atau cara-cara
38
lain juga menjamin kebebasan mengeluarkan
suara.
3.2.6. Hak dan Kewajiban Warga Negara
A. Pengertian Warga negara dan Penduduk
Syarat utama berdirinya suatu negara merdeka adalah harus ada
wilayah tertentu, ada rakyat yang tetap, dan ada pemerintahan yang
berdaulat (Kaelan, 2012).
Warga negara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan
rakyat tertentu dalam hubungannya dengan negara. Dalam hubungan
antara warga negara dan negara, warga negara mempunyai kewajian
terhadap negara dan sebaliknya warganegara juga mempunyai hak-hak
yang harus diberikan dan dilindungi oleh negara (Kelan, 2012). Warga
negara adalah orang-orang yang menurut hukum atau secara resmi
merupakan anggota resmi dari suatu negara tertentu, atau dengan kata
lain warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan (Hasibuan, Ibnu Hasan
2011)
Penduduk adalah orang-orang yang bertempat tinggal atau
berdomisili di dalam wilayah suatu negara (Hasibuan, Ibnu Hasan
2011).
Dalam hubungan Internasional, setiap wilayah negara selalu
ada warga negara dan orang asing yang semuanya disebut penduduk.
Setiap warga negara adalah penduduk suatu negara, sedangkan setiap
penduduk belum tentu warga negara, karena mungkin orang asing.
Penduduk suatu negara mencakup warga negara dan orang asing, yang
memiliki hubungan yang tak terputus meskipun dia bertempat tinggal
di luar negeri. Sedangkan orang asing hanya mempunyai hubungan
selama dia bertempat tinggal di wilayah negara tersebut (Kaelan, 2012)
B. Asas-asas Kewarganegaraan
39
Di dalam UU No. 12 tahun 2006 ada empat asas kewarganegaraan
(Wibowo, Tri Cahyo 2013):
1. Asas Ius Sanguinis (Law of blood) merupakan asas yang
menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan,
bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2. Asas Ius Soli (Law of the soil) secara terbatas merupakan asas yang
menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara
tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
3. Asas Kewarganegaraan Tunggal merupakan asas yang menentukan
satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
4. Asas Kewarganegaraan Ganda terbatas merupakan asas yang
menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Untuk lebih memperjelas, asas bipatride dan apatride adalah (Kaelan,
2012):
1. Asas bipartide (dwi Kewarganegaraan)
Asas yang timbul apabila menurut peraturan dari dua negara terkait
seseorang dianggao sebagai warga negara kedua negara itu.
Misalnya, Adi dan Bela adalah suami isteri yang berstatus warga
negara A namun mereka berdomisili di negara B. Negara A
menganut asa ius-sanguinis dan negara B menganut asas ius-soli.
Kemudian lahirlah anak mereka, Candra di negara B. Menurut
negara A yang menganut asas ius-sanguinis, Candra adalah warga
negaranya karena mengikuti kewarganegaraan orang tuanya.
Menurut negara B yang menganut asas ius-soli. Candra juga warga
negaranya karena tempat kelahirannya adalah di negara B. Dengan
demikian Candra mempunyai dua kewarganegaraan atau bipatride.
2. Asas apatride (tanpa Kewarganegaraan)
Asas ini timbul apabila menurut peraturan kewarganegaraan,
seseorang tidak diakui sebagai warga negara manapun. Misalnya,
Dani dan Eli adalah suami isteri yang berstatus warga negara B
40
yang berasas ius-soli. Mereka berdomisili di negara A yang
berasas ius-sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka, Fandi di
negara A. Menurut negara A, Fandi tidak diakui sebagai warga
negaranya, karena orang tuanya bukan warga negaranya.
Begitupula menurut negara B, Fandi tidak diakui sebagai warga
negaranya, karena lahir di wilayah negara lain. Dengan demikian,
Fandi tidak mempunyai kewarganegaraan atau aptride.
C. Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD 1945
Pasal-pasal UUD 1945 yang menetapkan hak dan kewajiban warga
mencakup pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33, dan 34 (Kaelan, 2012).
1. Pasal 27 ayat (1) menetapkan hak waga negara yang sama dalam
hukum dan pemerintahan, serta kewajiban untuk menjunjung
hukum dan pemerintahan.
2. Pasal 27 ayat (2) menetapkan hak warga negara atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3. Pasal 27 ayat (3) dalam perubahan kedua UUD 1945 menetapkan
hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.
4. Pasal 28 menetapkan hak kemerdekaan warga negara untuk
berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan.
5. Pasal 29 ayat (2) menyebutkan adanya hak kemerdekaan untuk
memeluk agamanua masing-masing dan beribadat menurut
agamanya.
6. Pasal 30 ayat (1) dalam perubahan kedua UUD 1945 menyebutkan
hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.
7. Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara
berhak mendapat pengajaran.
3.2.7. Hak dan Kewajiban Bela Negara
41
A. Pengertian
Pembelaan negara atau bela negara adalah, sikap dan tindakan
warganegara yang teratur, menyuluruh, terpadu dan berlanjutan yang
dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa
dan bernegara. Bagi warganegara Indonesia, usaha pembelaan negara
dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah Nusantara) dan kesadaran
berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila
sebagai dasar negara serta berpihak pada UUD 1945 sebagai konstitusi
negara (Kaelan, 2012).
Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap
warganegara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan,
kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan
wilayah Nusantara dan yuridiksi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan
UUD 1945 (Kaelan, 2012).
B. Asas Demokrasi dalam Pembelaan Negara
Berdasarkan pasal 27 ayat (3) dalam Perubahan Kedua UUD 1945,
bahwa usaha bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap
warganegara.Hal ini menunjukkan adanya asas demokrasi dalam
pembelaan negara yang mencakup dua arti.Pertama, bahwa setiap
warganegara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan
negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945
dan perundang-undangan yang berlaku.Kedua, bahwa setiap warganegara
harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai dengan
kemampuan dan profesinya masing-masing (Kaelan, 2012).
C. Motivasi dalam Pembelaan Negara
Usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warganegara
akan hak dan kewajiban. Kesadarannya demikian perlu ditumbuhkan
melalui proses motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta
dalam pembelaan negara. Proses motivasi untuk membela negara dan
42
bangsa akan berhasil jika setiap warga memahami keunggulan dan
kelebihan negara dan bangsanya. Disamping itu setiap warganegara
hendaknya juga memahami kemungkinan segala macam ancaman
terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia.Dalam hal ini ada
beberapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan sebagai bahan motivasi
setiap warganegara untuk ikut serta membela negara Indonesia (Kaelan,
2012).
1) Pengalaman sejarah perjuangan RI.
2) Kedudukan wilayah geografis Nusantara yang strategis.
3) Keadaan penduduk (demografis) yang besar.
4) Kekayaan sumber daya alam.
5) Perkembangan dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan.
6) Kemungkinan timbulnya bencana perang.
BAB IV
PENUTUP
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) dan bukan
negara kekuasaan (machstaat). Hal ini tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
Pada hakikatnya, negara Indonesia menganut prinsip “Rule of Law, and not of Man”, yang
sejalan dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum atau
nomos (Kaelan, 2012).
Negara yang menganut prinsip Rules of Law menjamin hak asasi manusia tiap warga
negaranya. Hal ini tercantum dalam salah satu dari tiga unsur fundamental prinsip Rules of
Law menurut Dicey, yakni terjaminnya hak asasi manusia oleh Undang-Undang serta
43
keputusan-keputusan pengadilan. Negara Indonesia ialah negara hukum yang menjamin hak
asasi manusia tiap warga negaranya. Hal tersebut tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
alinea I bahwa “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Selain itu, juga diatur dalam
beberapa pasal UUD 1945 (Kaelan, 2012).
Namun, pada kenyataannya, masih banyak peristiwa yang terjadi di dunia, tidak
hanya Indonesia, yang melanggar HAM. Negara Indonesia sebagai negara hukum sepatutnya
lebih memperhatikan hal ini untuk kesejahteraan warga negaranya. Warga negara sepatutnya
lebih peka terhadap hukum yang berlaku baik di dunia maupun Indonesia sehingga lebih
dapat memahami hal-hal terkait hak asasi manusia dan bidang lainnya, sebab tidak hanya hak
asasi manusia yang diatur dalam perundang-undangan tersebut, juga terdapat kewajiban
selaku warga negara. Hak dan kewajiban bela negara tercantum dalam UUD 1945. Oleh
sebab itu, dengan lebih memahami serta mempelajari hukum-hukum yang berlaku di
Indonesia, warga negara lebih sadar akan perannya sehingga meminimalisir terjadinya
penindasan, pertikaian, maupun bentuk kejahatan lainnya dan dapat menumbuhkan kesadaran
untuk turut serta dalam usaha pembelaan negara.
44