Tugas Kelompok 1 - METLIT
-
Upload
imronbadari -
Category
Documents
-
view
29 -
download
0
description
Transcript of Tugas Kelompok 1 - METLIT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Latar belakang adalah dasar atau titik tolak untuk memberikan pemahaman kepada pembaca atau pendengar mengenai apa yang ingin kita sampaikan. Latar belakang yang baik harus disusun dengan sejelas mungkin dan bila perlu disertai dengan data atau fakta yang mendukung. Beberapa hal yang terdapat dalam latar belakang adalah :
1. Kondisi ideal mencakup keadaan yang dicita-citakan, atau diharapkan terjadi. Kondisi ideal ini biasa dituangkan dalam bentuk visi dan misi yang ingin diraih.
2. Kondisi aktual merupakan kondisi yang terjadi saat ini. Biasa menceritakan perbedaan situasi antara kondisi saat ini dengan kondisi yang dicita-citakan terjadi.
3. Solusi merupakan saran singkat atau penawaran penyelesaian terhadap masalah yang dialami sebelum melangkah lebih lanjut ke pokok bahasan.
Selain itu, latar belakang dapat pula mengandung perbandingan dan penyempurnaan atas tulisan mengenai topik yang sama sebelumnya. Sebuah masalah selalu mempunyai latar belakang dan konteks yang menjadi latar belakang masalah harus diinformasikan agar orang lain mempunyai pemahaman mengapa sesuatu menjadi masalah. Untuk itu ketika seorang peneliti memutuskan sebuah masalah, ia harus menjelaskan alasan sesuatu itu menjadi masalah dalam konteks latar belakang masalah.
Contoh: Rendahnya prestasi belajar siswa Indonesia di tingkat dunia dan rendahnya indeks sumber daya manusia Indonesia.
1.2 Identifikasi Perumusan Masalah Penelitian
Indentifikasi masalah merupakan kegiatan memecah-mecah kenyataan yang rumit dan kompleks kedalam satuan-satuan yang lebih sederhana, terukur dan memungkinkan untuk diamati.
Contoh: Hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar.
1.2.1 Definisi Masalah
Beberapa definisi masalah dari beberapa literature yang berbeda antara lain
sebagai berikut:
1
1. Problem is a thing that is difficult to deal with or understand ; a question to be
answered or solved; esp. by reasoning or calculating (Kamus Oxford, 1995
dalam Notohadiprawiro, 2006).
2. Masalah diartikan sebagai sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan); soal,
persoalan. Permasalahan: hal yang menjadikan masalah; hal yang dimasalahkan.
Masalah adalah faktor yang dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan (Kamus
Besar Bahasa Indonesia dalam Sugiono 1999).
3. Masalah merupakan suatu kesulitan yang dirasakan, konkrit dan memerlukan
solusi. Suatu kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang ada
dalam kenyataan atau antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia atau
antara harapan dengan kenyataan dan sebagainya (Suryabrata, 2000).
4. Persolan juga dapat diartikan sebagai tafsir sesuatu yang teramati lewat tanggap
rasa, cerapan dan konsep yang ketiganya merupakan cetusan alam fikir dan alam
rasa (Notohadiprawiro, 2006)
5. Hal-hal yang dapat dipermasalahkan dalam penelitian merupakan masalah atau
peluang, dimana pendefinisiannya harus jelas baik keluasannya maupun
kedalamannya. Masalah diartikan sebagai suatu situasi dimana suatu fakta yang
terjadi sudah menyimpang dari batas-batas toleransi yang diharapkan. Sedangkan
peluang merupakan suatu kondisi eksternal yang menguntungkan jika dapat
diraih dengan usaha-usaha tertentu, tetapi juga dapat menjadi ancaman bila
peluang itu dapat dimanfaatkan oleh pesaing (Subiyanto, 1999).
Contoh statement masalah:
a. Adanya gejala penurunan kualitas perairan danau
b. Penjualan pakan ikan tidak meningkat dan menurun dari waktu ke waktu
padahal biaya promosi meningkat.
Contoh Peluang:
a. Adanya potensi sumber daya perairan yang potensial tetapi belum
dimanfaatkan secara optimal.
b. Adanya tawaran SDM yang menguasai teknologi tertentu yang ternyata
dibutuhkan dalam usaha budidaya ikan.
c. Penggunaan sistem yang terkomputersasi akan mempercepat proses transaksi.
2
Jadi berdasarkan beberapa pengertian diatas, masalah dalam penelitian yang
dimaksud ialah merupakan pangkal penelitian. Tidak akan ada penelitian jika tidak
ada persoalan. Persoalan (masalah) ialah segala sesuatu yang dihadapi atau
dirasakan seseorang yang menimbulkan dalam diri orang yang bersangkutan suatu
keinginan atau kebutuhan untuk membahasnya, mencari jawabannya atau
menetapkan cara penyelesaiannya.
1.2.2 Sumber Permasalahan
Suatu masalah tidak harus menuntut/menimbulkan suatu penelitian tetapi
penelitian dilakukan karena adanya masalah. Jadi seseorang yang akan melakukan
penelitian harus menentukan terlebih dulu masalahnya.
Sumber permasalahan berada di dalam lingkungan tempat pengamat berada
atau dapat berada di jasmani pengamat. Menurut Purwanto (2008), upaya untuk
melakukan pencarian dan pendataan masalah-masalah yang akan dibahas dapat
dilakukan dari sumber-sumber masalah sebagai berikut:
1. Bacaan, terutama bacaan yang berisi laporan hasil penelitian
2. Pengamatan Sepintas/Fakta di lapangan
3. Pengalaman Pribadi
4. Pertemuan Ilmiah: Seminar, Diskusi, Lokakarya, Konferensi dan lain-lain
5. Pernyataan Pemegang Otoritas
6. Perasaan Intuitif Pribadi
Sumber persoalan adalah sesuatu yang obyektif, akan tetapi persoalan selalu
bersifat subyektif. Kejadian yang sama dapat menimbulkan persoalan yang berbeda
dalam diri pengamat yang berbeda (Notohadiprawiro. 2006).
1.2.3 Pemilihan Masalah
Dalam dunia nyata banyak masalah yang harus diselesaikan dengan segera
dalam waktu tertentu, namun tidak semua masalah tersebut dapat diangkat menjadi
maslaah penelitian. Oleh karena identifikasi masalah merupakan hal yang sangat
penting untuk dilakukan.
3
Selanjutnya Notohadiprawiro (2006) menjelaskan bahwa setelah masalah-
masalah diidentifikasi, belum menjadi jaminan bahwa semua masalah tersebut layak
dan sesuai untuk diteliti. Sehingga perlu dipilih salah satu atau beberapa masalah
yang paling baik dan layak untuk diteliti.
Menurut Suryabrata (2000), beberapa kesalahan yang terjadi dalam memilih
permasalahan penelitian antara lain:
1. Permasalahan penelitian tidak diambil dari akar masalah yang sesungguhnya
2. Permasalahan yang akan dipecahkan tidak sesuai dengan kemampuan peneliti
baik dalam penguasaan teori, waktu, tenaga dan dana.
3. Permasalahan yang akan dipecahkan tidak sesuai dengan faktor-faktor
pendukung yang ada.
Untuk itu perlu diperhatikan beberapa pertimbangan dalam memilih masalah
yang akan digunakan sebagai dasar penelitian. Berdasarkan Suryabrata (2000),
pertimbangan pemilihan masalah ini dapat dilakukan dengan 2 arah yaitu:
1. Dari Arah Masalahnya
Pertimbangan kelayakan berdasarkan arah masalah atau sudut obyektifnya atau
nilai penelitiannya. Apakah penelitian memberikan sumbangan kepada
pengembangan dan penerapan IPTEKS atau pemecahan masalah praktis ?
2. Dari Arah Penelitinya
Pertimbangan berdasarkan kelayakan dan kesesuaian penelitinya menyangkut
kelayakan biaya, waktu, sarana, kemampuan keilmuan
Sedangkan menurut Notohadiprawiro (2006), beberapa pertimbangan dalam
pemilihan masalah diuraikan menjadi 3 hal yaitu:
1. Pertimbangan Ilmiah:
a. Apakah masalah tersebut dapat diteliti secara ilmiah? Yaitu masalah yang
realitasnya dapat diamati dan datanya tersedia dan dapat dikumpulkan.
b. Apakah masalah tersebut memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan?
c. Dengan metode bagaimana masalah dapat diteliti?
2. Pertimbangan Non-Ilmiah:
a. Apa manfaat hasil penelitian bagi kepentingan praktis atau masyarakat?
4
b. Apakah masalah terlalu peka untuk diteliti? Resistensi sosial, budaya,
ideologi
3. Pertimbangan Peneliti:
a. Penguasaan teori dan metodologi
b. Minat peneliti terhadap masalaah
c. Kemampuan pengumpulan dan analisis data
d. Ketersediaan waktu, dana dan sumberdaya
Lebih lanjut Notohadiprawiro (2006) menjelaskan bahwa permasalahan dalam
penelitian yang baik yaitu:
1. Bermanfaat, artinya mempunyai nilai dan kelayakan penelitian dari segi
manfaat/kontribusi dan berguna untuk mengembangkan suatu teori
2. Fisibel/dapat dipecahkan (konkrit) dimana ada data dan metode pemecahannya
3. Dapat dilaksanakan yang meliputi kemampuan teori dari peneliti, waktu yang
tersedia, tenaga yang tersedia, danan yang tersedia, adanya factor pendukung,
tersedianya data, treedianya izin dari pihak yang berwenang.
4. Adanya factor pendukung yang meliputi tersedianya data dan tersedianya izin
dari pihak yang berwenang.
5. Spesifik mengenai bidang tertentu (jelas ruang lingkup pembahasannya).
1.2.4 Perumusan Masalah Penelitian
Perumusan masalah adalah memformulasikan masalah penelitian kedalam rumusan kalimat Tanya. Perumusan dalam bentuk kalimat Tanya dimaksudkan agar peneliti berada dalam keadaan siap untuk melakukan kegiatan guna memberikan pemecahan masalah.
Contoh: Apakah terdapat hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar
Setelah masalah diketahui, selanjutnya dibuat suatu rumusan masalah.
Rumusan masalah dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang lengkap dan rinci
mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan
pembatasan masalah (Suryabrata, 2000). Lebih lanjut Notohadiprawiro (2006)
menjelaskan bahwa, merumuskan masalah berarti mendeskripsikan dengan jelas
masalah yang dihadapi atau proses penyederhanaan masalah yang kompleks,
5
menjadi masalah yang dapat diteliti atau dapat juga diartikan sebagai merumuskan
kaitan-kaitan antara kesenjangan pengetahuan ilmiah atau teknologi yang akan
diteliti dengan kesenjangan pengetahuan ilmiah yang lebih luas. Rumusan masalah
penelitian biasanya terdiri atas beberapa kalimat pertanyaan yang dibuat secara jelas
dan tegas yang dapat mengarahkan solusi atau alternatif solusinya.
Perumusan persolan adalah sangat penting dan justru merupakan syarat untuk
bisa memakai prosedur ilmiah, sebab akan memudahkan di dalam pengarahan
pengumpulan data dalam rangka untuk memperoleh relevan data. Merumuskan
persolan berarti merinci lebih lanjut persoalan yang masih umum sifatnya, kalau
perlu mempersempit persolan agar menjadi lebih professional serta membuat daftar
soal-sola yang akan diselidiki (list of problem) dengan demikian memudahkan
untuk pembuatan data yang diperlukan yang berhubungan dengan persoalan-
persolan tersbut (list of relevant data). Hal ini memudahkan pembuatan
questionnaire (Subiyanto, 1999).
Tujuan dilakukannya perumusan masalah adalah Pada dasarnya merumuskan
persolan bertujuan untuk memperjelas ruang lingkup penelitian, serta agar peneliti
maupun pengguna hasil penelitian mempunyai persepsi yang sama dengan
penelitian yang dihasilkan.
Berdasarkan Indriantoro dan Supomo (1999), di dalam rangka perumusan
persoalan penelitian perlu diperhatikan beberapa syarat yang sangat berguna untk
mendalami persoalan yang sedang dalam penyelidikan sehingga dapat dirumuskan
dengan mudah.
Syarat-syarat tersebut yang perlu diperhatikan ialah sebgai berikut:
1. Mendapat informasi dari tangan pertama (first hand information)
Maksudnya ialah agar memperoleh ide-ide baru atau memperjelas persoalan
yang sedang dihadapi dengan menanyakan langsung kepada orang yang
berkepentingan atau yang paling mengetetahui masalahnya. Misalnya persolan
perdangangan ditanyakan kepada pejabat dari Departemen Perdagangan,
persoalan pertanian kepada pejabat Departemen Pertanian persoalan perikanan
kepada pejabat Departemen Perikanan dan lain sebagainya.
2. Mempelajari semua informasi yang mungkin ada dengan membaca literatur-
literatur (by reading)
6
Mempelajari literatur serta pengalaman-pengalaman orang lain sebetulnya sudah
berarti mempelajari subjek penelitian itu sendiri. Literatur-literatur yang
digunakan dapat berupa buku-buku, majalah, jurnal, atau bentuk publikasi-
publikasi lainnnya. Dengan bantuan informasi yang diperoleh melalui literatur-
literatur atau pengalaman-pengalaman orang lain ditambah dengan ketajaman
daya fikir sendiri, orang yang melakukan penelitian (researcher) mencoba untuk
menganalisis hubungan factor-faktor (relationship among the factors) dan
kekuatan-kukuatan (forces) di dalam persolan berdasarkan logika, konsep-
konsep serta hokum-hukum ilmu pengethuan yang telah dipelajarinya. Di dalam
usaha mengenal literatur, pedoman-pedoman yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Pelajari hasil-hasil yang telah dikemukakan orang lain dalam bidang yang
bersangkuatan atau dalam bidang yang hampir bersamaan
b. Pelajari metode-metode penelitian yang telah dipergunakan
c. Kumpulkan data dari sumber-sumber yang telah ada
d. Pelajari analisis—analisis yang telah dibuat
3. Masalah harus dirumuskan dengan jelas, singkat dan padat serta tidak
menimbulkan penafsiran yang berbeda.
4. Hendaknya dilakukan pembatasan masalah yang bertujuan agar penelitian dapat
mengarah ke inti masalah yang sesungguhnya maka diperlukan pembatasan
penelitian sehingga penelitian yang dihasilkan menjadi lebih fokus dan tajam.
5. Rumusan masalah hendaknya dapat mengungkapkan hubungan antara dua
variabel atau lebih.
6. Rumusan masalah hendaknya dinyatakan dalam kalimat Tanya.
7. Memberi petunjuk dimungkinkannya pengumpulan data dan adanya metode
Pemecahannya.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan Indriantoro dan Supomo (1999), menetapkan tujuan meliputi
beberapa hal sebagai berikut:
1. Pengenalan/identifikasi masalah
2. Jangkauan proyek penelitian
3. Sifat dan landasan yang mendasari
7
4. Merumuskan tujuan
Rumusan tujuan penelitian harus selalu konsisten dengan rumusan masalah.
Berapa banyak masalah dirumuskan, sebanyak itu pula tujuan yang akan dicapai.
Untuk itu, perlu ditetapkan suatu tujuan penelitian berdasarkan persoalan yang
dipilih. Tujuan yang jelas memberikan landasan untuk perancangan proyek
penilitian, untuk pemilihan metode yang paling tepat dan untuk pengolahan proyek
setelah dimulai serta memberikan bentuk dan makna bagi laporan akhir.
Menurut Sugiono (1999) Tujuan penelitian hendakanya harus dirumuskan
secara spesifik dan jelas yaitu mengenai kejadian apa, dimana, bilamana terjadinya
dan bagaiamana. Kaburnya tujuan penelitian akan berakibat kaburnya hasil
penelitian yang akan diperoleh. Dengan menentukan tujuan penelitian secara
singkat dan jelas, researcher dapat menyaring data apa saja yang benar-benar
diperlukan artinya yang relevan terhadap persoalan, sehingga dengan demikian akan
mempermudah pembuatan daftar pertanyaan (questionnaire) yang akan
dipergunakan untuk memperoleh data tersebut.
Berdasarkan Suryabrata (2000), menurut tujuannya maka penelitian
dikategorikan menjadi 4 yaitu:
1. Untuk memperoleh familiaritas (familiarity) dari suatu fenomena atau mencari
hubungan-hubungan baru (new relationship), agar bisa merumuskan persoalan
penelitian lebih tepat lagi dan dapat pula untuk menentukan hipoteis. Dalam hal
ini persoalan riset terlalu luas dan sifat exploratif (mencari/menyelidiki) dalam
upaya menemukan pengetahuan baru.
2. Untuk mengetahui atau memperoleh gambaran tentang sesuatu dengan jelas.
Menguraikan karakerustik atau sifat-sifat dari suatu keadaan. Untuk menentukan
frekuensi terjadiya suatu peristiwa (event) tertentu. Biasanya disertai atau tidak
disertai dengan hipotesis-hipotesis. Descriptive studies bertujuan untuk
menguraikan tentang suatu keadaan pada waktu tertentu dalam upaya
pengembangan pengetahuan.
3. Experimental studies bertujuan untuk menguji hipotesis-hipotesis. Tentang
adanya hubungan antara variable-variabel dalam upaya untuk mengetahui sebab
akibat. Penelitian ini berupa percobaan-percobaan dalam upaya untuk menguji
kebenaran suatu pengetahuan.
8
4. Forecast study (studi peramalan) untuk mendapatakan data peramen sebagai
dasar perencanaan. Tujuan Penelitian ini bersifat prediktif.
BAB II
CONTOH PENDAHULUAN
Syafwan Nugraha (120820120547)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dunia selalu mengalami perkembangan.Perkembangan yang terjadi dewasa ini
mengakibatkan persaingan yang terjadi pada dunia consumer goods semakin
meruncing.Semakin tingginya harapan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi
mengakibatkan produsen dituntut untuk mengeluarkan produk yang sesuai dengan harapan
konsumen, dan atau bahkan membuat suatu produk yang baru di mata konsumen.
Industri kopi yang merupakan salah satu industri pada dunia consumer goods pun
tidak terlepas dari persaingan yang terjadi dewasa ini. Hal tersebut pada akhirnya menuntut
produsen kopi, terutama yang berada di Indonesia untuk selalu melakukan perkembangan
dengan menghasilkan produk kopi yang sesuai dengan harapan konsumen atau bahkan
mengeluarkan produk kopi yang baru di mata konsumen.
Kopi yang ada di Indonesia secara umum diketahui oleh masyarakat luas adalah
kopi tubruk dan kopi Instant, namun secara industri kopi, kopi yang ada di Indonesia
terbagi menjadi beberapa kategori kopi yang diantaranya adalah R&G Pure, R&G 2in1,
R&G 3in1, Instant Pure, dan Instant 3in1. R&G Pure merupakan kategori kopi yang hanya
terdapat kopi saja atau lebih dikenal sebagai kopi murni.Sedangkan R&G 2in1 merupakan
kategori kopi yang dicampur dengan gula dan lebih dikenal dengan kopi gula. R&G 3in1
merupakan kategori kopi yang dicampur dengan gula dan varian rasa kopi seperti varian
rasa susu, moka atau coklat, jahe, dan varian rasa lainnya. Ketiga kategori tersebut
merupakan produk kopi yang berampas atau lebih dikenal oleh masyarakat sebagai kopi
tubruk.Selain kopi tubruk, terdapat kopi Instant yang tanpa ampas. Di Indonesia sendiri
terdapat 2 kategori kopi Instant, yaitu kopi Instant Pure dan Instant 3in1, dan tentunya
kedua kategori kopi tersebut tidak akan berampas.
9
Konsumen telah mengetahui bahwa kopi memiliki tingkat keasaman yang tinggi
dan hal tersebut dapat berdampak pada lambung yang perih terutama bagi penderita
penyakit maag. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan permintaan konsumen yang baru.
Konsumen menginginkan produk kopi namun tetap aman bagi lambung.Pada tahun 2012,
mulai muncul beberapa produk kopi dengan varian kopi putih yang memiliki keunggulan
kopi yang rendah asam.
Luwak White Coffee merupakan kopi putih yang dewasa ini paling dikenal oleh
masyarakat, dan menurut Nielsen, per Desember 2012 Luwak White Coffee memiliki share
3,8% dari Industri kopi dan 15% dari kategori kopi Instant 3in1 yang ada di Indonesia.
Melihat perkembangan serta market share Luwak White Coffee yang cukup baik, PT
Santos Jaya Abadi (PT SJA) yang merupakan SBU dari Kapal Api Global sebagai holding
company, melakukan respon dengan memproduksi produk kopi Kapal Api Grande White
Coffee semenjak Maret 2013.
Kapal Api Grande White Coffee merupakan kopi putih instant tanpa ampas yang
merupakan perpaduan antara susu dan gula yang tentunya rendah asam seperti kopi putih
lainnya serta rendah lemak. Kapal Api Grande white Coffee merupakan kopi yang rendah
asam sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen yang ingin mengkonsumsi kopi
namun khawatir akan efek negatif terhadap lambung. Kapal Api Grande White Coffee pun
terbuat dari krimmer nabati yang rendah lemak, sehingga dapat mempertahankan bentuk
tubuh. Pengembangan produk yang dilakukan oleh PT SJA melalui produk Grande White
Coffee ini diharapkan dapat berdampak pada terjaganya market share PT SJA di Indonesia,
serta menjadikan PT SJA sebagai ahlinya kopi di semua kategori kopi.
Penjelasan diatas menggambarkan bahwa lingkungan pemasaran selalu mengalami
perubahan.Craven W. David mengatakan bahwa agar berhasil dalam menghadapi
persaingan masa kini yang memiliki lingkungan usaha yang berubah dan bergejolak maka
diperlukan strategi pemasaran yang berorientasi pada pasar (market-driven strategy) yang
dapat mengantisipasi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Seorang manajer pemasaran didalam menjalankan bisnisnya diharapkan dapat mengerti
tentang dinamika pasar secara menyeluruh yang meliputi dinamika persaingan, product,
positioning, aliran distribusi, dan kekuatan segmentasi. Menurut Berkowitz, Kerin, dan
Rudelius (1992,118), proses keputusan membeli dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya:
Faktor psikologis yang terdiri dari motivasi, persepsi, pembelajaran, sikap.
Faktor marketing mix yang terdiri dari produk, harga, promosi, dan distribusi.
10
Faktor social kultural yang terdiri dari kelompok referensi, keluarga, kelas social,
budaya, sub-budaya.
Faktor situasional yang terdiri dari lingkungan sosial, lingkungan fisik, efek
sementara, dan keadaan sebelumnya.
Berangkat dari kondisi diatas, pengetahuan tentang variabel yang menjadi penyebab
keputusan pembelian menjadi penting untuk dicermati oleh pemasar didalam rangka
menghadapi era persaingan.
Didalam penelitian ini, pengamat akan meneliti mengenai minat beli konsumen
terhadap produk Kapal Api Grande White Coffee karena sebelum terjadinya suatu
keputusan pembelian maka akan terlebih dahulu muncul suatu minat beli yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor, baik faktor secara internal maupun secara eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri konsumen, diantaranya yang
paling urama adalah motivasi konsumen karena hal ini yang akan mendorong konsumen
untuk dapat melakukan tindakan selanjutnya yaitu keputusan untuk membeli. Faktor
internal lainnya seperti persepsi, sikap, dan pembelajaran juga mempengaruhi konsumen
didalam membuat suatu keputusan pembelian, namun hal tersebut akan terjadi setelah
konsumen telah memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan.
Selain faktor internal, terdapat juga faktor eksternal yaitu faktor-faktor uang dapat
mempengaruhi konsumen didalam memberikan rangsangan atau stimulus terhadap minat
beli.Faktor eksternal tersebut adalah bauran pemasaran yaitu product, price, promotion,
place.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian mengenai hal tersebut dan menyajiakannya dalam suatu karya ilmiah berupa tesis
dengan judul “PENGARUH MOTIVASI DAN BAURAN PEMASARAN TERHADAP
MINAT BELI PRODUK KOPI KAPAL API GRANDE WHITE COFFEE”.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Didalam menghadapi persaingan yang ketat ini, maka para pemasar harus
mendapatkan informasi dari konsumen dalam hal motivasi konsumen terhadap suatu
produk dan juga persepsi konsumen terhadap bauran pemasaran suatu produk, karena hal
ini sangat diperlukan oleh suatu perusahaan didalam memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen.
Informasi mengenani faktor motivasi konsumen sangat penting untuk diketahui
oleh pemasar karena faktor motivasi merupakan salah satu aspek internal yang dapat
11
mendorong individu untuk bertindak. Jika pemasar tidak mengetahui secara jelas mengenai
motivasi konsumen dalam membeli suatu produk maka produk yang akan dipasarkan akan
mengalami kesulitan untuk berkembang atau mengalami kesulitan untuk meningkatkan
market share.
Selain itu, informasi yang perlu untuk diketahui adalah faktor eksternal yaitu
persepsi konsuen terhadap bauran pemasaran yang terdiri dari product, price, promotion,
place. Informasi akan faktor eksternal ini perlu untuk diketahui karena sangat
mempengaruhi konsumen didalam menimbulkan minat beli. Pemasar harus memperhatikan
faktor ini karena jika tidak diperhatikan maka perusahaan akan mengalami kesulitan
didalam memenangkan persaingan yang terjadi.
Fenomena mengenai mulai meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk
kopi dengan tingkat keasaman yang rendah membuat persaingan di industri kopi semakin
ketat.PT SJA yang merupakan salah satu produsen kopi di Indonesia tentunya
menginginkan market share nya meningkat pada kondisi tersebut. Oleh karena itu,
penelitian mengenai seberapa jauh pengaruh motivasi dan bauran pemasaran produk
Grande White Coffee terhadap minat beli konsumen merupakan konsep yang sebaiknya
diketahui oleh PT SJA agar dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan market
share yang akan berdampak pada peningkatan penjualan.
1.3. PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan penelitian mengenai pengaruh motivasi dan bauran pemasaran terhadap
minat beli konsumen terhadap Grande White Coffee ini, maka penelitian ini akan
membatasi pada:
1. Pembahasan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah variabel motivasi.
Hal ini dikarenakan faktor lainnya yang terdapat didalam faktor psikologis
konsumen seperti aspek pembelajaran, persepsi maupun sikap lebih banyak
didapatkan dari pengalaman hidup maupun persepsi konsumen terhadap Grande
White Coffee, sehingga variabel yang akan diteliti tersebut telah terdapat pada
pembahasan aspek beuran pemasaran produk Grande White Coffee.
2. Penelitian ini juga dibatasi yaitu dengan menggunakan reponden yang terdapat di
area Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
12
1. Pengaruh variabel motivasi didalam membentuk minat beli terhadap Grande White
Coffee.
2. Pengaruh variabel product didalam membentuk minat beli terhadap produk Grande
White Coffee.
3. Pengaruh variabel price didalam membentuk minat beli terhadap produk Grande
White Coffee.
4. Pengaruh variabel place didalam membentuk minat beli terhadap produk Grande
White Coffee.
5. Pengaruh variabel promotion didalam membentuk minat beli terhadap produk
Grande White Coffee.
6. Pengaruh variabel product, price, place, promotion secara bersama-sama didalam
membentuk minat beli terhadap produk Grande White Coffee.
7. Variabel yang paling berpengaruh didalam membentuk minat beli konsumen
terhadap produk Grande White Coffee.
Adnan Yunan (120820120510)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perbankan Indonesia merupakan Industri yang diatur secara ketat baik dari segi
kebijakan maupun persaingan, berkaitan dengan hal tersebut bank Indonesia telah
menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia yang menyediakan arah bagi pengembangan
sistem perbankan Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun kedepan. Kebijakan ini ditujukan
untuk mencitpkan struktur perbankan yang kuat, sehat dan efisien. Untuk mencapai tujuan
ini bank sentral membuat 6 pilar yakni; menciptakan industri perbankan yang sehat,
merumuskan sistem regulasi perbankan yang efektif berdasarkan standar internasional,
meningkatkan fungsi monitoring bank sentral berdasarkan standar internasional,
menciptakan industri perbankan yang kuat, kompetitif dengan pengelolaan usaha yang baik,
mewujudkan infrastruktur yang baik untuk mendukung penciptaan sistem perbankan yang
sehat dan meningkatkan proteksi dan pemberdayaan konsumen.
13
Untuk mencitpkan struktur perbankan yang kuat, sehat dan efisien. Bank Indonesia
telah mengeluarkan kebijakan yang dituangkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia
No.15/6/DPNP tanggal 8 Maret 2013 perihal Kegiatan Usaha Bank Umum
berdasarkan Modal Inti. Kebijakan tersebut semakin memperjelas bahwa persaingan
perbankan diatur secara ketat, dalam kebijakan tersebut bank Indonesia mengatur Kegiatan
Usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum dikelompokkan berdasarkan Modal Inti,
yang selanjutnya disebut Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU).
Pengelompokan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha dimaksud terdiri dari 4 (empat)
BUKU. Semakin tinggi Modal Inti Bank, semakin tinggi BUKU Bank dan semakin luas
cakupan Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh Bank. Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Bank Umum dilakukan dengan menerbitkan produk maupun melaksanakan aktivitas
tertentu untuk memenuhi kebutuhan nasabah. Dalam menerbitkan produk atau
melaksanakan aktivitas, Bank perlu memiliki modal yang cukup untuk mendukung
penerbitan produk dan pelaksanaan aktivitasnya, sertamenerapkan manajemen risiko yang
memadai untuk memitigasi risiko yang ditimbulkan oleh produk atau aktivitas tersebut.
Meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing menuntut setiap bank
untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan cara yang lebih unggul. sehingga perhatian
bank tidak hanya terbatas pada produk barang atau jasa yang dihasilkan saja, tetapi juga
pada aspek proses, sumber daya manusia, serta lingkungannya. Untuk dapat lebih unggul
dari para pesainggnya, Bank harus memiliki strategi bersaing yang dapat menciptakan nilai
bagi pelanggan, strategi yang dibangun haruslah memfokuskan pada keunggulan bersaing
yang berkesinambungan, sehingga Bank dapat lebih responsive dalam menghadapi
dinamika perubahan yang cepat dan hiperkompetisi. D’Aveni (1995) adalah ahli strategi
bisnis yang pertama kali memperkenalkan petingnya memahami dinamika hiperkompetisi,
argumen dasar hiperkompetisi bermula dari fakta bahwa keunggulan kompetitif hanya
bersifat sementara dan tidak ada yang berkelanjutan. Hiperkompetisi muncul diakibatkan
oleh dinamika manuver stratejik dari para pelaku bisnis yang penuh langkah inovatif.
Persaingan yang ketat dan sehat telah mendorong perbankan indonesia mencapai
Pertumbuhan kinerja yang cemerlang, dalam tiga tahun terakhir kredit perbankan tumbuh
diatas 20% ditengah konsolidasi ekonomi dan perbankan di tingkat global. Namun
pertumbuhan kredit tersebut tidak sebanding dengan pertumbuhan dana pihak ketiga, tahun
2012 kredit tumbuh 23,1% sedangkan dana pihak ketiga hanya tumbuh sebesar 15,8% hal
ini tentunya akan memicu persaingan dalam memperoleh dana di pasar. Pertumbuhan
kinerja tersebut salah satunya didukung oleh kondisi perekonomian indonesia yang stabil
14
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi diatas 6% dan tingkat suku bunga yang rendah serta
tingkat inflasi yang terkendali dalam beberapa tahun terakhir.
Dari sisi laba dan aset juga terus mengalami pertumbuhan, tahun 2012 total aset
perbankan nasional mencapai Rp4.262 triliun dengan pertumbuhan laba sebesar 16,3%.
Berikut ini adalah grafik kinerja pertumbuhan Aset dan laba perbankan Indonesia:
Grafik 1.1
Sumber : Bank Indonesia
Dari grafik tersebut menggambarkan bahwa aset dan laba perbankan Indonesia
dalam 4 tahun terakhir terus mengalami pertumbuhan. Namun dari total aset perbankan
nasional sebesar 4.262 Triliun komposisi aset terbesar dikuasai oleh empat bank yang
berada pada kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 4. Keempat bank tersebut
menguasai 44,5% atau sebesar Rp1.963triliun.
15
47,70%
26,70%31,00%
23,60%
Pertumbuhan Laba (YoY)
Jika melihat peta persaingan perbankan di Indonesia, berdasarkan penelitian yang
dilakukan Tri Mulyaningsih dan Anne Daly tahun (2011) menunjukkan bahwa struktur
pasar perbankan Indonesia cukup rentan. Dibandingkan dengan negara-negara Asia Timur,
jumlah bank di Indonesia lebih besar. Namun, pasar terkonsentrasi pada beberapa bank.
Bank-bank besar mengontrol pangsa pasar yang substansial. Di sisi lain, ada lebih dari
setengah bank-bank berskala kecil dengan modal kurang dari 1 triliun rupiah. Selain itu,
konsentrasi pasar pada kelompok bank besar jauh lebih tinggi daripada di bank-bank kecil
Untuk dapat mempertahankan kinerja yang baik dan menciptakan Keunggulan
kompetitif berkelanjutan perbankan indonesia harus terus melakukan inovasi. Menurut
Hurley & Hult (1998) dalam Wahyono (2002), perusahaan dengan kapasitas inovasi besar
akan lebih berhasil dalam merespon lingkungan (dalam hal ini lingkungan pasar bisnis jasa
konstruksi) dan mengembangkan kemampuan baru yang mendukung strategi keunggulan
bersaing berkelanjutan. Bharadwaj et al. (1993) berpendapat bahwa inovasi dapat
digunakan untuk memperoleh keunggulan bersaing berkelanjutan yang tinggi. Kemampuan
untuk bisa ditiru (imitability) inovasi akan dihalangi oleh kompleksitas dan jumlah asset
khusus (special assets). Teece (1998) menyatakan bahwa kompleksitas aset-aset unik yang
dikhususkan akan melindungi inovasi dari tindakan peniruan oleh kompetitor dan
meningkatkan nilai (value) produk. Pendapat tersebut didukung oleh Bharadwaj et al.
(1993) yang menyatakan bahwa kompleksitas aset-aset khusus mempunyai pengaruh tidak
langsung terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan melalui inovasi, dalam hal ini inovasi
teknologi.
Keunggulan kompetitif adalah strategi bersaing terhadap sesuatu yang dirancang
untuk di eksploitasi oleh suatu organisasi (Coulter, 2003:211). Karena keunggulan
kompetitif mudah mengalami erosi akibat tindakan para pesaing, kita perlu memahami
lingkungan persaingan sebagai arena pencarian keunggulan kompetitif. Dalam hal
menanggapi kondisi perbankan yang selalu bergerak dan berubah-ubah dari waktu ke
waktu, maka sebagai langkah antisipasi terhadap terjadinya perubahan kinerja perbankan,
otoritas keuangan melakukan pengawasan dengan menggunakan beberapa indicator yang
dihitung dari laporan keuangan yang wajib disampaikan kepada pihak otoritas keuangan
(Indira, 1998) Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan mengamati perkembangan
kesehatan sebuah bank melalui indikator CAMEL – Capital (modal), Asset (Aktiva),
Management, Earning (Laba) dan Liabilities (Hutang). Sampai saat ini banyak pihak
termasuk Bank Indonesia yang menggunakan factor CAMEL sebagai indikator kinerja
perbankan.
16
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, dalam penelitian ini akan
dilakukan pengujian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perbankan di
Indonesia dalam menciptakan keunggulan bersaing berkelanjutan yang dilihat dari
kesehatan bank, kegiatan usaha bank dan inovasi yang dilakukan.
Berbagai fenomena tersebut di atas menjadi dasar pemikiran bagi penulis untuk
melakukan suatu penelitian dengan judul “Kondisi Perekonomian, Tingkat Kesehatan
Bank dan Inovasi Pengaruhnya terhadap Kinerja Perbankan : Perbandingan Antar
Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) berdasarkan Modal Inti”
1.2 Perumusan Masalah
Tingkat persaingan yang tinggi menuntut perusahaan untuk menciptkakan strategi
bersaing dan melakukan langkah-langkah strategis guna meningkatkan kinerja yang akan
menjadi keunggulan bersaing perusahaan. Porter’s (1980,1985) typology strategi generic
merupakan yang paling terkenal. Menurut Porter, suatu bisnis dapat menghasilkan
keunggulan kompetitif dan seolah-olah memaksimalkan kinerja baik dengan berjuang
untuk menjadi low cost producer dalam suatu industri atau dengan membedakan lini produk
atau jasa dengan perusahaan lain, salah satu dari dua pendekatan ini dapat disertai dengan
fokus pada upaya organisasi pada segmen pasar tertentu.
Kegiatan usaha bank umum telah diatur secara ketat oleh bank indonesia yang
bertujuan untuk menciptakan persaingan yang sehat yang disegmentasikan berdasarkan
modal inti yang dimiliki bank, sehingga bank dapat mencapai pertumbuhan kinerja yang
sehat. Beberapa temuan penelitian sebelumnya berkaitan dengan kinerja keuangan
perusahaan perbankan dengan proksi rasio CAMEL umumnya dikaitkan dengan sebelum
dan sesudah go public, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Payamta dan Mas’ud
Machfoedz (1999) tentang Evaluasi Kinerja Perusahaan Perbankan Sebelum dan Sesudah
Menjadi Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta (BEJ) atau penelitian yang dilakukan
oleh Etty M. Nasser dan Titik Aryati (2000) tentang Model Analisis CAMEL untuk
Memprediksi Financial Distress pada Sektor Perbankan yang Go Public.
Penelitian berkaitan dengan kinerja keuangan perusahaan perbankan ditinjau dari
kegiatan usaha berdasarkan modal inti (BUKU 1, BUKU 2, BUKU 3 dan BUKU 4) untuk
melihat perbedaan kinerja diantara kelompok bank tersebut belum banyak dilakukan.
17
Berdasarkan research gap di atas, maka dapat ditentukan permasalahan dalam penelitian
ini, yaitu :
1) Bagaimana kinerja bank kategori BUKU 1, BUKU 2, BUKU 3 dan BUKU 4
dengan menggunakan proksi rasio keuangan (CAMEL), Inovasi dan Kondisi
Makroekonomi ?
2) Apakah terdapat perbedaan kinerja bank antara bank kategori BUKU 1, BUKU 2,
BUKU 3 dan BUKU 4 dengan menggunakan proksi rasio keuangan (CAMEL),
Inovasi dan Kondisi Makroekonomi ?
1.3 Tujuan Penelitian
1) Untuk menganalis kinerja bank kategori BUKU 1, BUKU 2, BUKU 3 dan BUKU 4
dengan menggunakan proksi rasio keuangan (CAMEL), Inovasi dan Kondisi
Makroekonomi ?
2) Untuk menganalisis perbedaan kinerja bank antara bank kategori BUKU 1, BUKU
2, BUKU 3 dan BUKU 4 dengan menggunakan proksi rasio keuangan (CAMEL),
Inovasi dan Kondisi Makroekonomi ?
1.4 Manfaat Penelitian
1) Bagi analis internal bank, untuk membantu manajemen membuat evaluasi tentang
kinerja keuangan bank.
2) Bagi investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alat bantu
dalam mempertimbangkan keputusan investasinya.
3) Bagi peneliti, hasil penelitian ini menambah bukti empiris mengenai perbedaan
kinerja keuangan bank kategori BUKU 1, BUKU 2, BUKU 3 dan BUKU 4
dengan menggunakan proksi rasio keuangan (CAMEL), Inovasi dan Kondisi
Makroekonomi ?
18
Muhammad Iqbal Alamsyah (120820120548)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World Tourism Organization (WTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang – orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini telah menjadi bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana dinyatakan oleh John Naisbitt dalam bukunya Global Paradox yakni bahwa “we here once travel was considered a privilege of the moneyed elite, now it is considered a basic human right. Hal ini terjadi tidak hanya di negara maju tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang termasuk pula Indonesia.
Dalam hubungan ini, berbagai negara termasuk Indonesia pun turut menikmati dampak dari peningkatan pariwisata dunia terutama pada periode 1990 – 1996. Badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak akhir tahun 1997, merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi masyarakat pariwisata Indonesia untuk melakukan re-positioning sekaligus re-vitalization kegiatan pariwisata Indonesia. Disamping itu berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Perencanaan Nasional pariwisata mendapatkan penugasan baru untuk turut mempercepat pemulihan ekonomi nasional dan memulihkan citra Indonesia di dunia internasional. Penugasan ini makin rumit terutama setelah dihadapkan pada tantangan baru akibat terjadinya tragedi 11 September 2001 di Amerika Serikat.
Menghadapi tantangan dan peluang ini, telah dilakukan pula perubahan peran Pemerintah dibidang kebudayaan dan pariwisata yang pada masa lalu berperan sebagai pelaksana pembangunan, saat ini lebih difokuskan hanya kepada tugas – tugas pemerintahan terutama sebagai fasilitator agar kegiatan pariwisata yang dilakukan oleh swasta dapat berkembang lebih pesat. Peran fasilitator disini dapat diartikan sebagai menciptakan iklim yang nyaman agar para pelaku kegiatan kebudayaan dan pariwisata dapat berkembang secara efisien dan efektif.
Selain itu sub sektor pariwisata pun diharapkan dapat menggerakan ekonomi rakyat, karena dianggap sektor yang paling siap dari segi fasilitas, sarana dan prasarana dibandingkan dengan sektor usaha lainnya. Harapan ini dikembangkan dalam suatu strategi pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan pariwisata yang berbasis kerakyatan atau community-based tourism development.
19
Berdasarkan data yang dikutip dari WTO , pada tahun 2000 wisatawan manca negara (wisman) internasional mencapai jumlah 698 juta orang yang mampu menciptakan pendapatan sebesar USD 476 milyar. Pertumbuhan jumlah wisatawan pada dekade 90-an sebesar 4,2 % sedangkan pertumbuhan penerimaan dari wisman sebesar 7,3 persen, bahkan di 28 negara pendapatan tumbuh 15 pesen per tahun.
Sedangkan jumlah wisatawan dalam negeri di masing-masing negara jumlahnya lebih besar lagi dan kelompok ini merupakan penggerak utama dari perekonomian nasional. sebagai gambaran di Indonesia jumlah wisatawan nusantara (wisnus) pada tahun 2000 adalah sebesar 134 juta dengan pengeluaran sebesar Rp. 7,7 triliun. Jumlah ini akan makin meningkat dengan adanya kemudahan untuk mengakses suatu daerah.
Atas dasar angka-angka tersebut maka pantutlah apabila pariwisata dikategorikan kedalam kelompok industri terbesar dunia ( the world's largest industry ), sebagaimana dinyatakan pula oleh John Naisbitt dalam buku tersebut diatas . Sekitar 8 persen dari ekspor barang dan jasa, pada umumnya berasal dari sektor pariwisata. Dan pariwisata pun telah menjadi penyumbang terbesar dalam perdagangan internasional dari sektor jasa, kurang lebih 37 persen, termasuk 5-top exports categories di 83% negara WTO, sumber utama devisa di 38% negara dan di Asia Tenggara pariwisata dapat menyumbangkan 10 –12 persen dari GDP serta 7 – 8 persen dari total employement .
Prospek pariwisata ke depan pun sangat menjanjikan bahkan sangat memberikan peluang besar, terutama apabila menyimak angka-angka perkiraan jumlah wisatawan internasional ( inbound tourism ) berdasarkan perkiraan WTO yakni 1,046 milyar orang (tahun 2010) dan 1,602 milyar orang (tahun 2020), diantaranya masing-masing 231 juta dan 438 juta orang berada di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Dan akan mampu menciptakan pendapatan dunia sebesar USD 2 triliun pada tahun 2020.
Berdasarkan angka perkiraan tersebut maka, para pelaku pariwisata Indonesia seyogyanya melakukan perencanaan yang matang dan terarah untuk menjawab tantangan sekaligus menangkap peluang yang akan “ bersliweran ” atau lalu lalang di kawasan kita. Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan “ re-positioning ” keberadaan masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi, promosi, pembuatan produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesemuanya ini harus disiapkan untuk memenuhi standar internasional sehingga dapat lebih kompetitif dan menarik, dibandingkan dengan kegiatan yang serupa dari negara-negara disekitar Indonesia.
Walaupun demikian, persaingan ini seharusnya disikapi pula bersama-sama dengan persandingan sehingga mampu menciptakan suasana co-opetition (cooperation and competition ) terutama dengan negara tetangga yang lebih siap
20
dan lebih sungguh-sungguh menangkap peluang datangnya wisatawan internasional di daerah mereka masing-masing. Paling tidak kita harus mampu menangkap dan memanfaatkan “ tetesan ” wisatawan yang berkunjung ke negara tetangga untuk singgah ke Indonesia.
Disamping jumlah wisman yang makin meningkat, saat ini pun telah terjadi perubahan consumers – behaviour pattern atau pola konsumsi dari para wisatawan . Mereka tidak lagi terfokus hanya ingin santai dan menikmati sun-sea and sand, saat ini pola konsumsi mulai berubah ke jenis wisata yang lebih tinggi, yang meskipun tetap santai tetapi dengan selera yang lebih meningkat yakni menikmati produk atau kreasi budaya ( culture ) dan peninggalan sejarah ( heritage ) serta nature atau eko-wisata dari suatu daerah atau negara.
Perubahan pola wisata ini perlu segera disikapi dengan berbagai strategi pengembangan produk pariwisata maupun promosi baik disisi pemerintah maupun swasta. Dari sisi pemerintahan perlu dilakukan perubahan skala prioritas kebijakan sehingga peran sebagai fasilitator dapat dioptimalkan untuk mengantisipasi hal ini. Disisi lain ada porsi kegiatan yang harus disiapkan dan dilaksanakan oleh swasta yang lebih mempunyai sense of business karena memang sifat kegiatannya berorientasi bisnis.Dan dengan diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka perlu pula porsi kegiatan untuk pemerintah daerah yang akibat adanya otonomi daerah lebih memiliki wewenang untuk mengembangkan pariwisata daerah. Secara sederhana pembagian upaya promosi misalnya akan dapat ditempuh langkah-langkah dimana untuk pemerintah pusat melakukan country-image promotion , daerah melakukan destination promotion sesuai dengan keunggulan daerah masing-masing, sedangkan industri atau swasta melakukan product promotion masing-masing pelaku industri.
Data yang disajikan WTO terdapat pula hal yang menarik yakni bahwa ditemu kenali adanya 4 negara kelompok besar penyumbang wisatawan dunia yakni Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan Inggeris yang menyumbangkan 41% dari pendapatan pariwisata dunia. Dari segi teknologi, keempat negara inipun merupakan negara-negara terbesar pengguna teknologi informasi- internet, yakni 79 persen dari populasi internet dunia (tahun 1997) k.l. 130 juta pengguna internet. Angka-angka ini bukanlah secara kebetulan atau di-gathuk-gathukan , tetapi memang ada korelasi yang erat antara pemakaian teknologi informasi dengan peningkatan jumlah wisatawan di suatu negara.
Internet tidak semata-mata hanya merupakan temuan teknologi belaka, tetapi juga merupakan guru untuk mendidik manusia menemukan berbagai informasi (termasuk informasi pariwisata) yang diinginkannya, sehingga membuat hidup jauh lebih mudah ( to make life much easier) . Wisatawan kini tidak sabar menunggu informasi yang biasanya diberikan melalui biro jasa perjalanan ataupun organisasi lainnya. Mereka lebih senang mencari sendiri apa yang ada di benaknya sehingga mampu meyakinkan bahwa produk yang dipilihnya adalah yang terbaik.
Mengapa hal ini menjadi sangat penting di industri pariwisata ? Hal ini karena produk ataupun jasa yang diinginkan di sektor pariwisata tidak muncul ataupun “ exist ” pada saat transaksi berlangsung. Pada saat perjalanan wisata dibeli pada umumnya hanyalah membeli informasi yang berada di komputer melalui
21
reservation system nya. Yang dibeli oleh wisatawan hanyalah “hak” untuk suatu produk, jasa penerbangan ataupun hotel. Berbeda dengan komoditas lainnya seperti TV ataupun kamera, wisata tidak dapat memberikan sample sebelum keputusan untuk membeli dilakukan, it cannot be sampled before the traveler arrives . Keputusan untuk membeli pun kebanyakan berasal dari rekomendasi dari relasi, brosur, atau iklan diberbagai media cetak. Jadi sesungguhnya bisnis pariwisata adalah bisnis kepercayaan atau trust .
Dengan adanya internet, informasi yang dibutuhkan untuk suatu perjalanan wisata tersedia terutama dalam bentuk World Wide Web atau Web. Konsumen sekarang dapat langsung berhubungan dengan sumber informasi tanpa melalui perantara. Dan saat ini dikenal new-truth para marketers pariwisata yakni “ if you are not online, then you are not on-sale. If your destination is not on the Web then it may well be ignored by the millions of people who now have access to the internet and who expect that every destination will have a comprehensive presence on the Web. The Web is the new destination marketing battleground and if you are not in there fighting then you cannot expect to win the battle for tourist dollars”
Peluang Pariwisata Indonesia pun berdampak pada bisnis pelengkap lainnya (complementaire). Suatu pengembangan pada suatu daerah wisata akan menambah pendapatan pada pelaku bisnis lain seperti : bisnis kuliner, bisnis jasa transportasi, bisnis tempat tinggal (hotel, wisma, apartemen,dll), bisnis fashion, bisnis periklanan, bisnis pengadaan barang, kontruksi, dan bisnis – bisnis lainnya. Bahkan dengan adanya peluang pariwisata memunculkan ceruk pasar pada bisnis yang sudah ada dengan memberikan spesialitas pada pariwisata.
Sebagai bagian dari kegiatan ekonomi, maka mau tidak mau pariwisata pun harus mengikuti “ pakem” ilmu ekonomi yakni setiap kegiatan harus dapat di-kuantitatif-kan, yang pada umumnya melalui alat statistik sehingga dapat mencerminkan keadaan sesungguhnya dari pencapaian suatu kegiatan yang direncanakan. Sehingga masyarakat yang tidak langsung bergerak di kegiatan pariwisata dapat mengerti dalam bahasa yang lebih universal.
Oleh Karena itu penulis tertarik untuk mengangkat fenomena bisnis pariwisata yang memberikan peluang pada bisnis pelengkap lainnya, penulis memilih judul : “ Fenomena meningkatnya bisnis pariwisata di Indonesia sebagai peluang tumbuhnya pasar pada produk komplementer”.
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Fenomena berkembangnya bisnis pariwisata dirasakan oleh pemerintah Indonesia, karena meningkatkan devisa negara, namun bisnis pariwisata di Indonesia tidak berhenti sampai disini, karena persaingan antar negara untuk memajukan bisnis ini sangatlah ketat. Indonesia memiliki segala sumber daya manusia dan sumber daya alam yang sangat mendukung keberlangsungan bisnis
22
pariwisata namun agar dapat memenangkan persaingan perlu didukung oleh berbagai pihak, baik pihak pemerintah maupun pihak swasta.
Bisnis pariwisata memberikan ceruk pasar yang baru terhadap bisnis lainnya, dan hal ini perlu dikoordinasikan secara baik oleh masing – masing pengusaha, maupun pemerintah.
1.2.2 Perumusan Masalah
a. Apa saja peluang yang muncul dari berkembangnya Bisnis pariwisata ?b. Bagaimana cara mencapai tujuan agar muncul sinergi antara bisnis
pariwisata dengan bisnis produk komplementer?c. Bagaimana pihak swasta agar dapat memperoleh pasar yang disajikan
oleh bisnis pariwisata?
1.3 Tujuan Penelitiana. Peluang yang muncul dari berkembangnya bisnis pariwisata.b. Cara mencapai tujuan agar muncul sinergi antara bisnis pariwisata
dengan bisnis produk komplementer.c. Cara pihak swasta agar dapat memperoleh pasar yang disajikan oleh
bisnis pariwisata.
1.4 Kegunaan Penelitian1.4.1 kegunaan Praktis1.4.2 Kegunaan Akademis
BAB III
KESIMPULAN
Masalah adalah celah kosong yang menjadi wilayah keidaktahuan manusia. Penelitian dilakukan untuk mengisi kekosongan dan mengubah wilayah ketidaktahuan menjadi pengetahuan. Perumusan masalah merupakan kegiatan yang sangat menentukan dalam penelitian, sebab masalah yang dirumuskan akan mengarahkan semua kegiatan penelitian. Perumusan masalah ditentukan dengan menempuh prosedur yang berurutan mulai dari mendeskripsikan latar belakang masalah, mengidentifikasi masalah, membatasi masalah dan merumuskan masalah.
23
DAFTAR PUSTAKA
Awangga, N. Suryaputra. (2007). Desain Proposal Penelitian. Yogyakarta: Pyramid Publiser
Indriantoro, N dan B. Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Bisnis. Yogyakarta: BPFE.
Notohadiprawiro, T. 2006. Metode Penelitian dan Penulisan Ilmiah. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
24
Purwanto, E. 2008. Metode Penelitian Remaja. http://metodekir.blogspot.com [20 Desember 2009].
Purwanto (2008). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk psikologi dan pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Subiyanto. 1999. Metode Penelitian Akuntansi. Yogyakarta: STIE YKPN.
Sugiono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Suryabrata, I. 2000. Langkah-Langkah Penelitian. http://ibnurusdi.wordpress.com [20 Desember 2009].
25