TUGAS ILMU PENDIDIKAn 2.docx
Transcript of TUGAS ILMU PENDIDIKAn 2.docx
TUGAS ILMU PENDIDIKAN
“ TOKOH – TOKOH PENDIDIKAN DI INDONESIA“
DOSEN PENGAMPU : SYAFRUDIN, M.Pd.I
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
DEVI ASTUTI
SMESTER 1C
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI AL-HAUDL KETAPANG )
JL. KETAPANG – SUKADANA KM 16 SEI. AWAN KIRI
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
PENDAHULUAN
Sesuai dengan konsep life long education, akhirnya pendidikan tak akan
berhenti selama manusia masih ada dan masih hidup. Hidup dan kehidupan tak
kan dapat terlepas dari pendidikan. Kegiatan atau proses pendidikan akan terasa
amat penting dan sangat dibutuhkan dalam menghadapi ilmu dan teknologi yang
sangat pesat kemajuannya seperti sekarang ini. Hal tersebut dilakukan agar suatu
negara tidak tergilas zaman yang sejatinya sedang berpacu dengan waktu. Segala
upaya pemerintah perlu dilakukan untuk peningkatan mutu pendidikan dan
pembenahan sistem yang telah ada tanpa mengabaikan norma-norma atau aturan-
aturan yang berlaku . Oleh karena itu, negara (Indonesia) selayaknya tetap
berkaca pada masa lalu.
Kemajuan apa saja yang positif, tetaplah dipertahankan. Semua itu
tidaklah terlepas dari upaya-upaya yang pernah dilkukan para tokoh pendidikan
sebagai pemancang pilar pendidikan. Beberapa orang di antara mereka adalah: Ki
Hajar Dewantara, KH. Ahmad Dahlan, Mochamad Syafei, RA. Kartini, Dewi
Sartika, Rohana Kuddus, dan lain sebaginya.
1. Kyai Haji Mohammad Hasjim Asy'arie
Di urutan pertama adalah Kyai Haji Mohammad Hasjim Asy'arie, beliau
lahir di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, 10
April 1875 – meninggal di Jombang, Jawa Timur, 25 Juli 1947 pada umur 72
tahun; 4 Jumadil Awwal 1292 H- 6 Ramadhan 1366 H; dimakamkan di Tebu
Ireng, Jombang) adalah salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang
merupakan pendiri Nahdlatul Ulama pada tanggal 31 januari 1926, organisasi
massa Islam yang terbesar di Indonesia. Di kalangan Nahdliyin dan ulama
pesantren ia dijuluki dengan sebutan "Hadratus Syeikh" yang berarti Maha Guru.
Adapun penghargaan yang diterimanya antara lain: Pahlawan Kemerdekaan
Nasional (SK Pesiden RI No. 294 Tahun 1964 tanggal 17 November 196
2. Ki Hadjar Dewantara
Nomor urut kedua tokoh pendidikan Indonesia adalah Raden Mas
Soewardi Soerjaningrat atau lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara,
beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di
Yogyakarta, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69
tahun, beliau adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis,
politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman
penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga
pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa
memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang
Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari
Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, TUT WURI
HANDAYANI, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia.
Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki
Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000
rupiah tahun emisi 1998. Selain menjadi wartawan, RM Soerwardi Soeryaningrat
juga aktif di organisasi sosial dan politik. Tahun 1908 ia aktif di seksi propaganda
Boedi Oetomo. Kemudian, bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto
Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (25 Desember 1912) yang
bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Namun partai ini ditolak oleh pemerintah
Belanda.
Kemudian, ia dan kawan-kawannya membentuk Komite Bumipoetra
(1913) untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud
merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis. Untuk
membiayai pesta tersebut Pemerintah Belanda menarik uang dari rakyat
jajahannya.RM Soewardi Soeryaningrat mengkritik lewat tulisannya “Als Ik Eens
Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan “Een voor Allen maar
Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga).
Akibat tulisannya itu, RM Soerwardi Soeryaningrat dijatuhi hukuman
buang ke Pulau Bangka oleh Gubernur Jenderal Idenburg tanpa proses
pengadilan. Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo yang merasa rekan
seperjuangan diperlakukan tidak adil menerbitkan tulisan untuk membela
Soewardi.Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memberontak
pada pemerinah kolonial.Akibatnya, keduanya pun terkena hukuman buang,
Douwes Dekker ke Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo ke Banda.
Hukuman itu ditolak, mereka meminta untuk dibuang ke Negeri Belanda
agar bisa belajar. Keinginan tersebut diterima dan mereka diizinkan ke Negeri
Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.Selama di
negara kincir angin tersebut,Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil
memperoleh Europeesche Akte dan kembali ke tanah air pada 1918.
Aktivitas Tamansiswa pun ditentang oleh Pemerintah Belanda melalui
Ordonasi Sekolah Liar pada 1932.Dengan gigih RM Soewardi Soeryaningrat pun
berjuang hingga ordonansi itu dicabut.Sambil mengelola Tamansiswa, RM
Soewardi Soeryaningrat tetap rajin menulis.Namun bukan lagi soal politik,
melainkan soal pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.Melalui
tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi
bangsa Indonesia.
Tahun 1943, ketika Jepang menduduki Indonesia, Ki Hajar Dewantara
bergabung ke Pusat Tenaga Rakyat (Putera).Di organisasi tersebut, dia menjadi
salah seorang pimpinan bersama Soekarno, Muhammad Hatta, dan K.H. Mas
Mansur. Setelah Indonesia merdeka, ia pun dipercaya menjabat Menteri
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama. Berbagai aktivitasnya
dalam memperjuangkan pendidikan di tanah air sebelum hingga Indonesia
merdeka tersebut, membuatnya dianugerahui gelar doktor kehormatan oleh
Universitas Gadjah Mada (1957).
Ki Hajar Dewantara meninggal pada 28 April 1959 di Yogyakarta dan
dimakamkan di Kampung Celeban (Yogyakarta).Kemudian, atas jasa-jasanya,
pendiri Taman siswa itu ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.Ki
Hajar Dewantara pun mendapat gelar Bapak Pendidikan Nasional dan tanggal
kelahirannya, 02 Mei, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
3. Kyai Haji Ahmad Dahlan
Di urutan ketiga adalah Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis
(lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari
1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah
putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu
Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan
Yogyakarta pada masa itu.
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun.
Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha
dan Ibnu Taimiyah. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap
selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib
yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi
Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi
Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara
berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat
Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits.
Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak
awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik
tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
4. Raden Adjeng Kartini
Di urutan ke empat adalah Raden Adjeng Kartini atau sebenarnya lebih
tepat disebut Raden Ayu Kartini, beliau lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April
1879 dan meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25
tahun. R.A Kartini adalah seorang tokoh pendidikan perempuan dari suku Jawa
dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan
perempuan pribumi. Di mana Kartini memperjuangkan kaum wanita, agar
kaum wanita indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang layak.
Dalam sebuah suratnya, kepada Prof. Anton dan Nyonya pada 4 Oktober
1902 Kartini menulis, ‘Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan
pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-
anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi
karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar
wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam
sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”.
5.Dewi Sartika
Di Urutan Ke lima adalah Dewi Sartika, beliau dilahirkan di keluarga
priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dengan Raden Somanagara. Meskipun
bertentangan dengan adat waktu itu, ayah-ibunya bersikukuh menyekolahkan
Dewi Sartika di sekolah Belanda. Setelah ayahnya wafat, Dewi Sartika diasuh
oleh pamannya (kakah ibunya) yang menjadi patih di Cicalengka. Oleh pamannya
itu, ia mendapatkan pengetahuan mengenai kebudayaan Sunda, sementara
wawasan kebudayaan Barat didapatkannya dari seorang nyonya Asisten Residen
berkebangsaan Belanda.
Dewi Sartika sendiri meninggal pada tanggal 11 September
1947 di Tasikmalaya dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman
sederhana di pemakaman Cigagadon – Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga
tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung
di Jalan Karang Anyar, Bandung.
6. Rohana Kuddus (1884-1969):
Rohana Kuddus dikenal sebagai wanita Islam yang taat pada agamanya
dan sebagimana kedua tokoh di tas, ia giat sekali mempelopori emansipasi
wanita. Selain sebagai pendidik, ia pun adalah wartawan wanita pertama
Indonesia.
Sebagaiman dikemukakan Djumhur dan Danasuparta dalam Syarifudin,
pada tahun 1896v(pada usia 12 tahun) Rohana telah mengajarkan membaca dan
menulis (huruf Arab dan Latin) kepada teman-teman gadis sekampungnya. Pada
tahun 1905 ia mendirikan Sekolah Gadis di Kota Gedang. Pada tanggal 11
Februari 1911 ia memimpin Perkumpulan Wanita Minangkabau yang diberi nama
“Kaba berjuang menerbitkan surat kabar khusus untuk wanita. Pada tanggal 10
Juli 1912 Rohana menjadi pemimpin redaksi surat kabar wanita di kota Padang
yang diberi nama “Soenting Melajoe”r wanita Karajinan Amai Setia” yang
kemudian dijadikan nama sekolahnya. Rohana juga berjuang menerbitkan surat
kabar khusus untuk wanita. Pada tanggal 10 Juli 1912 Rohana menjadi pemimpin
redaksi surat kabar wanita di kota Padang yang diberi nama “Soenting Melajoe”
7. Prof. Dr. Slamet Imam Santoso
Prof. Dr. Slamet Imam Santoso dilahirkan di Wonosobo, 7 September
1907. Wafat di Jakarta, 9 Novenber 2004. Beliau beragama Islam. Isterinya
bernama Suprapti Sutejo. Pendidikan yang pernah ditempuh adalah ELS
Magelang 1912 – 1917, HIS Magelang 1918 – 1920, Mulo Magelang 1920 –
1923, MAS-B Yogyakarta 1923 – 1926, Indische Atrs Stovia 1926 – 1932, dan
Geneeskunde School of Arts, Batavia Sentrum 1932 – 1934.
Kariernya adalah Pendiri Fakultas Psikologi UI, PR Bidang Akademisi UI, Guru
Besar Fak. Kedokteran UI dan Fak. Psikologi UI, Dosen Lemhanas, Dewan
Kurator Universitas Mertju Buana.
Karya-karya yang ditulisnya antara lain: Sejarah Perkembangan Ilmu
Pengetahuan, The Social Background for Psychology in Indonesia, Psychiatry
dan Masyarakat Kesejahteraan Jiwa: School Health in The Communnity, Sekolah
sebagai Sumber Penyakit atau Sumber Kesejahteraan, Dasar Stadium Generale,
Pendidikan Universitas Atas Dasar Teknik dan Keilmuan, Dasar-Dasar
Pendidikan.
8. Bu Kasur
Bu Kasur bernama asli Sandiah. Beliau Lahir di Jakarta, 16 Januari
1926. Wafat di Jakarta, 22 Oktober 2002 dan dikebumikan di Kaliori,
Purwokerto, Jawa Tengah (23 Oktober 2002). Suaminya bernama Suryono (Pak
Kasur). Pendidikanyang pernah ditempuhnya adalah Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs MULO 1930. Kariernya adalah sebagai pencipta lagu anak-anak,
pendiri dan pengasuh TK Mini Pak Kasur (1965), pengasuh dan pembawa acara
anak di radio dan televisi. Penghargaan yang pernah diperolehnya antara lain:
Bintang Budaya Para Dharma (1992), penghargaan dari Presiden dalam rangka
Hari Anak Nasional (1988), Centro Culture Italiano Premio Adelaide Ristori
Anno II (1976).
9. Dr. Soetomo
Dr. Soetomo berama Asli Soebroto. Lahir di Desa Ngepeh, Jawa Timur,
30 Juli 1888 dan wafat di Surabaya, 30 Mei 1938. Pendidikan yang dijalaninya:
STOVIA tahun 1911.
Kariernya antara lain sebagai Dokter di Tuban, Semarang, Lubuk Pakam,
dan Malang, Wartawan dan memimpin beberapa surat Kabar. Adapun organisasi
yang diikutinya adalah: Pendiri dan Ketua Budi Utomo, 20 Mei 1908, Budi
Utomo bergerak di bidang politik tahun 1919, Pendiri Indische Studie Club (ISC)
tahun 1924, ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI (1931),
Pendiri dan Ketua Patai Indonesi Raya (Parindra) yang merupakan Penggabungan
Budi Utomo dan PBI.
10. KIAI HAJI ABDUL WAHAB HASBULLAH
Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah (lahir di JOMBANG, 31 Maret
1888 – meninggal 29 Desember 1971 pada umur 83 tahun) adalah seorang ulama
pendiri Nahdatul Ulama. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang
berpandangan modern, dakwahnya dimulai dengan mendirikan media massa atau
surat kabar, yaitu harian umum .Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia
oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 November 2014.
Ia juga seorang pelopor dalam membuka forum diskusi antar ulama, baik
di lingkungan NU, Muhammadiyah dan organisasi lainnya. Ia belajar di Pesantren
Langit Tuban, Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Tawangsari Sepanjang,
belajar pada Syaikhona R. Muhammad Kholil Bangkalan, Madura, dan Pesantren
Tebuireng Jombang,di bawah asuhan Hadratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy‘ari.
Disamping itu, Kyai Wahab juga merantau ke Mekah untuk berguru kepada
Syaikh Mahfudz at-Tirmasi dan Syaikh Al-Yamani dengan hasil nilai istimewa.
KH. Abdul Wahab Hasbulloh merupakan bapak Pendiri NU Selain itu
juga pernah menjadi Panglima Laskar Mujahidin (Hizbullah) ketika melawan
penjajah Jepang. Ia juga tercatat sebagai anggota DPA bersama Ki Hajar
Dewantoro . Tahun 1914 mendirikan kursus bernama “Tashwirul Afkar”.
Tahun 1916 mendirikan Organisasi Pemuda Islam bernama Nahdlatul Wathan,
kemudian pada 1926 menjadi Ketua Tim Komite Hijaz. KH. Abdul Wahab
Hasbulloh juga seorang pencetus dasar-dasar kepemimpinan dalam organisasi NU
dengan adanya dua badan, Syuriyah dan Tanfidziyah sebagai usaha pemersatu
kalangan Tua dengan Muda.
PENUTUP
Dengan ditampilkannya beberapa tokoh dalam pendidikan, kita dapat
mengetahui bagaimana para tokoh berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa,
salah satunya dengan mendirikan sekolah-sekolah di berbgai penjuru tanah air.