Tugas Hukum Persaingan Usaha

11
TUGAS HUKUM PERSAINGAN USAHA ANALISIS POSISI DOMINAN DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA DIKERJAKAN OLEH NAMA : BRANTA WIJAYA TAMBA NIRM : 207141015 PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA 2015

description

hukum persaingan usaha

Transcript of Tugas Hukum Persaingan Usaha

Nama: Branta Wijaya TambaNIRM: 207141015TUGAS HUKUM PERSAINGAN USAHA

ANALISIS POSISI DOMINAN DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA

DIKERJAKAN OLEH

NAMA: BRANTA WIJAYA TAMBANIRM: 207141015

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUMFAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS TARUMANAGARAJAKARTA2015

A. Penyalahgunaan Posisi Tawar Dominan dalam Transaksi BisnisDefinisi operasional tentang Posisi Dominan dinyatakan dalam pasal 1 angka 4 UU Nomor 5 Tahun 1999, yakni sebagai berikut :Keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.Definisi tersebut diatas menyiratkan makna bahwa yang dimaksud posisi Dominan adalah posisi tertinggi yang dimiliki pelaku usaha tertentu baik secara monopolis maupun secara oligopolies dikaitkan dengan kemampuan keuangan,kemampuan akses pasokan atau permintaan barang dan atau jasa tertentu. Dalam hal ini, pengertian Posisi Dominan diartikan secara luas, lebih luas daripada sekedar pemilikan pangsa pasar yang melebihi jumlah atau prosentase tertentu yang ditetapkan undang-undang.Pengaturan larangan Posisi Dominan lebih lanjut ditetapkan dalam Pasal 25 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan sebagai berikut :1) Pelaku Usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk :a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; ataub. Membatasai pasar dan pengembangan teknologi; atauc. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.

2) Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila :a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; ataub. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Posisi Dominan sendiri tidak dapat diartikan secara negative. Hukum Antimonopoli tidak melarang pencapaian Posisi Dominan karena kemampuan keuangan, keunggulan teknologi dan kemampuan memenangkan pasar dalam persaingan.[footnoteRef:2] Hukum Antimonopoli di Negara manapun tidak menyalahkan pelaku usaha yang mencapai posisi dominan karena usaha-usahanya yang tidak melanggar hukum dan karena memang lebih efisien daripada pesaing-pesaingnya. Adalah wajar bagi pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu ataupun strategi tertentu dalam persaingan. Hal ini karena setiap pelaku usaha didorong untuk secara aktif melakukan persaingan, mengingat persaingan memberikan manfaat kepada konsumen berupa produk yang berkualitas dan murah. [2: M.Hawin, Penyalahgunaan Posisi Dominan Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Makalah disampaikan pada seminar Nasaional tentang Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya, Kerjasama antara CICODS, Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dan GTZ Republik Federal Jerman, di Auditorium Pascasarjana UGM, 18 Desember 2008.]

Pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan pada umumnya dapat saja melakukan tindakan-tindakan dalam perssaingan secara unilateral, artinya tidak perlu membuat suatu perjanjian dengan pelaku usaha lain. Hal ini karena kekuatan pasarnya memungkinkannya bertindak sendiri atas dasar kemampuan sendiri untuk mengendalikan pasar.Beberapa Pengadilan di Negara-negara Common Law, seperti Amerika Serikat dan Australia, dalam mendeskripsikan Posisi Dominan suatu pelaku usaha kemudian mengaitkannya juga dengan istilah kekuatan pasar. Kekuatan pasar merupakan suatu konsep yang realatif. Setiap pelaku usaha di suatu pasar mempunyai kekuatan dari yang kecil sampai ke yang besar ( substansial). Pelaku usaha yang mempunyai kekuatan pasar substansial (substantial market powe) secara unilateral dapat menaikan harga produknya di atas tingkat harga yang kompetitif dalam waktu yang cukup lama dengan meraih keuntungan eksesif. Pelaku usaha yang tidak mempunyai substantial market power harus membutuhkan pelaku usaha lain dengan cara membuat perjanjain kolusif (collusive dealing) untuk dapat melakukan hal yang sama.Pengertian kekuatan pasar juga relatif bila ditafsirkan oleh para ekonom dalam dunia persaingan usaha. Lawrence A. Sullivan & Warren S.Grimes mengatakan bahwa Market Power or Monopoly Power is the power to raise prices significantly above the competitive level without loosing all of ones business. Sementara Dennis W. Carlton & Jeffrey M. Perloff berpendapat bahwa Market Power is the ability to price profitably above the competitive level or above marginal cost. Di samping itu ahli ekonomi yang lain Herbert Hovenkamp mendefinisikan bahwa, Market Power is the ability of a firm to increase its profits by reducing output and charging more than a competitive for its products. Dengan demikian kekuatan pasar memang menunjukkan bahwa kemampuan melakukan berbagai hal diatas merupakan indikator bahwa pelaku usaha atau perusahaan yang memiliki posisi dominan yang mungkin melakukan exercise atau penggunanaan posisi dominan yang dimilikinya. Dengan kata lain bahwa menggunakan posisi dominan juga bukan mutlak pelanggaran dan akan dilihat dari dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan posisi dominan itu terhadap persaingan usaha ataupun dampaknya terhadap pasar atau pesaingnya.Dalam menilai penyalahgunaan posisi dominan maka menurut Pasal 1 angka 4 UU No. 5/1999 nampak menampung baik ukuran yang dipakai oleh ECJ dan ukuran yang dipakai baik di Amerika Serikat maupun Australia. Menurut pasal ini, pemegang posisi dominan harus tidak mempunyai pesaing yang berarti atau mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya dalam kemampuan keuangan,kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa.

B. Contoh Kasus Posisi Dominan di IndonesiaKomisi Pengawas Persaingan Usaha ( selanjutnya disingkat KPPU ) kembali menjerat korporasi ritel asal prancis Carrefour, sebagai sasaran tembak. Carrefour diduga melanggar Pasal 17 ayat 1 dan Pasal 25 ayat 1 huruf a UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal 17 berisi larangan melakukan monopoli, yaitu menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang/jasa tertentu. Sementara Pasal 25 berisi tentang penyalahgunaan posisi dominan yang bisa merugikan konsumen dan menghalangi pelaku usaha lain masuk ke pasar serupa.[footnoteRef:3] [3: http://suar.okezone.com/read/2009/05/05/58/216627/ritel-modern, diakses tanggal 21 januari 2015.]

Melalui pasal-pasal tersebut, KPPU membidik dua hal, yaitu pasar pemasok (upstream) dan pasar modern (downstream). Carrefour diduga melakukan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat dalam industry jasa ritel nasional untuk kelas hypermarket dan supermarket. Menurut bukti awal KPPU, Pangsa pasar Carrefour di sisi hulu naik dari 44,75% menjadi 66,73%, sedangkan di hilir naik 37,98% jadi 48,38%. Itu terjadi setelah Carrefour mengakuisisi Alfa Retalindo yang merupakan pesaing pada pasar bersangkutan yang sama di Tahun 2008. Carrefour membantah hal tersebut dengan berdalil bahwa menguitip riset AC Nielsen dimana setelah akuisisi Alfamart pangsa pasar mereka di ritel modern hanya menjadi 17% dan pangsa di pasar grosir 6,3%.[footnoteRef:4] [4: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21702/carrefour-bantah-dominasi-pangsa-pasar-ritel, diakses tanggal 21 januari 2015.]

Kondisi ini dapat dan telah membuat Carrefour memiliki bargaining power yang besar.kekuatan atau power inilah yang di kemudian hari jadi sumber beragam permasalahan yang umumnya menyangkut berbagai hak para pemasok(local/domestic provider) dan pembeli (Carrefour). Kondisi yang paling memperlihatkan hal ini adalah ketika Carrefour memaksakan syarat-syarat perdagangan (trading terms) yang kurang menguntungkan, bahkan beberapa diantaranya tidak masuk akal untuk kalangan para pemasok. Hal ini telah digambarkan pada kasus diatas yang telah diputus pada tahun 2005 oleh KPPU.Dari keseluruhan ini, listing fee dan minus margin dianggap amat memberatkan dan merugikan. Listing fee merupakan biaya dalam memasok produk baru ke tiap gerai Carrefour. Hal ini berfungsi sebagai jaminan bila barang tidak laku. Listing fee hanya diterapkan sekali dan tidak dikembalikan bahkan bila pemasok tersebut tidak lagi menjual produknya di gerai Carrefour. Besar listing fee berbeda antara pemasok kecil dan pemasok besar. Hanya paritel besar yang bisa menerapkan listing fee.Dari hasil penelitian terlihat bahwa terdapat adanya korelasi positif antara market power paritel dimana penghasilan Carrefour pada 2004 dari listing fee mencapai Rp. 25 Miliar. Listing fee yang semula dimaksudkan sebagai jaminan apabila produk pemasok tidak laku atau sebagai salah satu sarana pendistribusian tempat yang terbatas yang dimilik paritel, dalam perkembangannya justru dijadikan sebagai salah satu metode untuk mengalihkan keuntungan yang dimiliki pemasok kepada paritel secara tidak langsung. Listing fee juga bisa menjadi instrument paritel raksasa untuk menekan paritel berskala lebih kecil yang menjadi pesaing untuk meningkatkan biaya marjinalnya(marginal cost).[footnoteRef:5] [5: Anna Maria Tri Anggraini,Penyalahgunaan Posisi Tawar yang Dominan dalam perspektif Hukum Persaingan Usaha Jurnal Legislasi Indonesia,Vol 10.,No.4(Desember 2013): hal 392.]

Minus margin merupakan jaminan pemasok bahwa harga jual produk mereka paling murah. Bila Carrefour mendapati bukti tertulis pesaingnnya dapat menjual produk yang sama dengan harga lebih rendah, Carrefour meminta kompensasi dari pemasok. Ini jadi jaminan produk yang dijual di Carrefour lebih murah ketimbang ditempat lain. Seperti lising fee, minus margin juga jadi instrument ampuh menekan pesaing,selain bentuk pengalihan keuntungan pemasok ke peritel. Pada 2004, Carrefour meraih Rp. 1,9 Miliar dari denda minus margin 99 pemasok.Carrefour dinyatakan terbukti melanggar pasal 19 huruf a UU No.5/1999. Fakta ini menunjukkan, market power yang dimiliki hypermarket bisa menekan pemasok lewat pendiktean standarisasi. Lewat standardisasi inilah ritel modern menguasai pasar dengan mempraktikan perjanjian jual-beli tidak fair, membentuk harga kartel, mendepak perusahaan lokal dari pasar, dan membeli komoditas pemasok dengan harga supermurah. Misalnya, Wal-Mart di AS memanfaatkan suplai berlebih untuk mendepak penyuplai lama dan menekan harga pisang dari 1,08 euro (2002) menjadi 0,74 euro (2004).

Akibatnya, petani pisang di Kostarika sebagai penyuplai merugi dan tak bisa membayar buruh dengan upah minimum. Sebab, tiap 1 Dollar Amerika Serikat harga pisang di Kostarika 57% jatuh ke korporasi, termasuk ritel. Artinya, standardisasi juga bisa merugikan petani. Market power ini makin mekar karena disokong sistem rantai pangan (agrifood chain).Sistem ini menghubungkan mata rantai sejak gen sampai rak-rak di supermarket tanpa ada titik-titik penjualan. Tidak ada price discovery. Ayam misalnya, mulai dari pembiakan hingga pemrosesan sama sekali tidak melibatkan penjualan. Ayam ini hanya ditukar dengan uang saat muncul di supermarket. Artinya, sektor ini mulai produksi, perdagangan, pengolahan hingga ritel-tak hanya terindustrialisasi dan mengglobal, tetapi juga terkonsentrasi di tangan segelintir korporasi transnasional.Dengan demikian terlihat bahwa penggunaan market power atau kekuatan pasar yang tidak secara jelas dapat dirasakan antara pemasok lolak dan peritel ketika mereka mengadakan perjanjian bisnis diantara mereka. Berdasarkan fakta diatas, penggunaan market power oleh ritel modern seharusnya jadi dasar bagi KPPU buat menyusun pedoman yang mengatur mengenai permasalahan penerapan berbagai tambahan biaya bagi pemasok yang dirasakan memberatkan pemasok. Dengan cara ini kemungkinan bahwa penyalahgunaan kekuatan pasar atau penyalahgunaan posisi Dominan atau bahkan abused of dominant bargaining position dapat ditekan atau kalau perlu diatur sebaik-baik nya untuk mennghindari penyalahgunaan.

DAFTAR PUSTAKA

I. JurnalAnggraini Anna Maria Tri, Penyalahgunaan Posisi Tawar yang Dominan dalam perspektif Hukum Persaingan Usaha Jurnal Legislasi Indonesia,Vol 10.,No.4(Desember 2013): hal 392.M.Hawin, Penyalahgunaan Posisi Dominan Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Makalah disampaikan pada seminar Nasaional tentang Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya, Kerjasama antara CICODS, Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dan GTZ Republik Federal Jerman, di Auditorium Pascasarjana UGM, 18 Desember 2008.II. Internethttp://suar.okezone.com/read/2009/05/05/58/216627/ritel-modern, diakses tanggal 21 januari 2015.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21702/carrefour-bantah-dominasi-pangsa-pasar-ritel, diakses tanggal 21 januari 2015.

1