Tugas final geokomputasi
-
Upload
mawar-lestary -
Category
Education
-
view
405 -
download
2
Transcript of Tugas final geokomputasi
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
LAPORAN MINGGUAN
TUGAS FINAL PRAKTIKUM GEOKOMPUTASI
OLEH
MAWAR TOWAN LESTARI
F1G114020
KENDARI
2016
1. Metode Interpolasi dan Ekstrapolasi
Perbedaan
Interpolasi merupakan cara untuk menentukan nilai diantara dua nilai yang
telah tertentu harganya dimana suatu interpolasi itu menghubungkan data-data yang sudah ada.
Contohnya :
cara untuk menentukan nilai diantara dua nilai yang telah tertentu harganya
Suatu persamaan garis lurus yang menghubungkan dua titik data tersebut
Sedangkan ekstrapolasi merupakan prediksi terhadap titik-titik yang akan muncul dimana adanya perluasan data di luar data yg tersedia, tetapi tetap mengikuti pola
kecenderungan data yg tersedia itu.
Kejadian alam tidak dapat diprediksi oleh Interpolasi dan Ekstrapolasi hal seperti
demikian dinamakan metode Chaotik. Karena data yang kita peroleh tidak akan periodik meskipun sampai tak hingga data. oleh karena itu kita tidak dapat memprediksikannya. Karena tidak dapat diprediksi maka dapat diatasi dengan metode
ARTIFICIAL LIFE.
Macam-macam metode intrapolasi dan ekstrapolasi
Metode Interpolasi Polinom
Interpolasi linier: menggunakan 2 titik ),(),,( 1100 fxfx diperoleh SPL dengan
variable a,b.
11fbxa
)()( 0
01
01
01 xxxx
fffbxaxp
Interpolasi kuadratik: menggunakan 3 titik )(),,(),,( 221100 fxfxfx dieroleh SPL
dengan variable a, b, c.
0
2
00 fcxbxa
1
2
11 fcxbxa
2
2
20 fcxbxa
Jadi:
,)( 2
2 cxbxaxp
Interpolasi polinom dapat digambarkan sebagai berikut:
00 fbxa
Diberikan n+1 titik yang berbeda nxxx ,...,, 10 dan nilai fungsi yang berkaitan
nfff ,...,, 10 . Suatu polinom )(xpn dicari yang memenuhi:
1. Derajat polinom )(xpn ≤ n
2. Nilai polinom di titik nxxx ,...,, 10 sama dengan nfff ,...,, 10 , atau ,)( iin fxp
i= 0,1,…, n
1. Interpolasi Linier
Interpolasi linear menggunakan sarana garis lurus melalui fxfx 1100,,, .
Interpolasi linier dapat digunakan untuk mengestimasi nilai xf untuk x yang tidak
ada di dalam data dengan menggunakan 2 titik terdekat dengan x.Secara detil, dapat
dijelaskan sebagai berikut
- Diberikan 2 titik fx 00, dan fx 11
, dengan x0≠ x1
:
Garis lurus yang menghubungkan kedua titik merupakan grafik dari polinomial
linear :
xx
fxxfxxp x
01
1001
1
- Cara penulisan rumus yang lain :
xxfxxfp x10001
, dengan xx
ffxxf
01
01
10,
, disebut beda
- Dengan demikian, fungsi p1 menginterpolasi nilai xi
pada titik fi,
i = 0.1, atau 1.0,1
ifxpii
error
f0
x0 x1x
P1(x) f1
y=f(x)
Gambar 4.1 Ilustrasi interpolasi linier
Dengan demikian, algoritma interpolasi linier dapat disusun sebagai berikut :
Input : xi, i = 1, 2 ; f(xi), i = 1, 2 ; P1
Output : linier
Langkah-langkah :
Untuk i = 1, 2 lakukan
Ai := x i
Bi := f(xi)
faktor := 12
12
A- A
B - B
linier := B1 + (faktor * (P1 – A1))
2.2. Interpolasi Kuadratik
Interpolasi kuadratik adalah interpolasi yang memakai sarana polinom
berderajat paling tinggi dua yang kurvanya melalui 3 titik
fxfxfx dan221100
,,,,,
Polinomial kuadratik yang melalui ketiga titik tersebut adalah :
xxxfxxxxxxfxxfp x2101010002
,,,
dengan xx
ffxxf
01
01
10,
dan
xx
xxfxxfxxxf
02
1021
210
,,,,
Dapat dibuktikan bahwa :
fxp002
fxx
ffxxfxp
101
01
01012
dan
fxp222
Metode Interpolasi Lagrange:
Diberikan nn fxfxfx ,,,,,, 1100 dengan ix sebarang. Lagrange
mempunyai pemikiran mengalikan jf dengan suatu polinom yang bernilai 1 pada jx
dan 0 pada n titik simpul lainnya dan kemudian menjumlahkan n+1 polinom tersebut
untuk memperoleh polinom interpolasi tunggal berordo n atau lebih kecil.
Rumus interpolasi lagrange:
Polinomial interpolasi mempunyai bentuk :
xbfxbfxbfxbfxL nnn ...221100
Dengan bk(x) = suatu polinomial derajat “n”
Polinomial bk(x) dapat dicari dengan menggunakan n+1 persamaan constraint.
Persamaan constraint dapat dibuat sebagai berikut :
nifxL iin ,,2,1,0;)(
Sehingga :
0001100000 ... fxbfxbfxbffxL nnn
nnnnnnnn
nnn
fxbfxbfxbffxL
fxbfxbfxbffxL
...
...
11000
1111110011
Untuk mempermudah penyelesaian persamaan constraint, maka dipilih :
ki
kixb ik
;0
;1
Rumus mencari Interpolasi Lagrange:
11001
01
00
10
11 )()()( fxLfxLf
xx
xxf
xx
xxxp
Dapat ditunjukan bahwa:
2211002 )()()()( fxLfxLfxLxp
010
10
100
10
11 0)( fff
xx
xxf
xx
xxxp
11
10
1001 0)( ff
xx
xxfxp
ki
kixL ik
,1
,0)(
))((
))(()(
2010
210
xxxx
xxxxxL
,
))((
))(()(
2101
201
xxxx
xxxxxL
,
))((
))(()(
1202
102
xxxx
xxxxxL
))...()()...((
))...()()...(()(
110
110
nkkkkk
nkkk
xxxxxxxx
xxxxxxxxxL
nkxx
xxxL
n
kii k
ik ,...,1,0,)(
0 1
Beberapa kelemahan polinom Lagrange:
1. Semakin besar derajatnya tidak berarti semakin kecil galatnya, karena semakin
banyak perhitungan dalam computer, sehingga galat pembulatan bisa menjadi
signifikan.
2. Adanya nilai yang ekstrim pada data.
Metode Interpolasi Newton (Beda Bagi):
Interpolasi ini dapat mudah dimodifikasi dengan tambahan data. Jika terdapat
n pasang data n
iii fx 0)},{( , bentuk umum interpolasinya adalah sebagai berikut:
))...()((...))(()()( 110102010 nnn xxxxxxaxxxxaxxaaxp
Jelas bahwa nixfxp iin ,...,1,0),()(
Dengan demikian dicari koefisien naaaa ,...,,, 210
Rumus Beda Maju Newton (Gregory-Newton)
Didefinisikan :
fffjjj
1
→ beda maju pertama
fffjjj
1
2 → beda maju kedua
fffj
k
j
k
j
k 1
1
1
→ beda maju ke-k
Dari definisi-definisi di atas, ternyata dapat dibuktikan bahwa :
00 !
1,, f
hkf
k
kkxx ....(1)
dengan xx jjh
1 (konstan)
Pembuktian:
Pembuktian dilakukan dengan memakai induksi, bahwa memang benar untuk k =
1, karena x1 = x0 + h, sehingga
001
01
01
10!1
11],[ f
hff
hxx
ffxxf
Dengan anggapan (1) benar untuk semua beda maju orde k, maka rumus berlaku
untuk k+1. digunakan xk+1 = xo + (k+1)h dan j = 0.
0
1
1
01
011
10
)!1(
1
!
1
!
1
)1(
1
)1(
],,[],,[],...,[
fhk
fhk
fhkhk
hk
xxfxxfxxf
k
k
k
k
k
k
kk
k
Rumus di atas merupakan rumus (1) dengan k+1 sebagai ganti k. Dengan demikian
rumus (1) terbukti.
Bila ditetapkan bahwa rhxx 0 atau h
xxr 0 , 0 ≤ r ≤ n, maka rumus interpolas i
menjadi :
00
2
00
0
0
!
11
!2
1f
n
nrrrf
rrfrf
fs
rxPxf
n
sn
s
n
dengan koefisien-koefisien binomial didefinisikan dengan :
!
121,1
0 s
srrrr
s
rr
Perhitungan terhadap eror yang terjadi :
tfnrrrn
rx n
n
n
11
1!1
dengan 1nf adalah turunan f ke (n+1) dan t terletak antara x dan xn
Rumus Beda Mundur Newton (Gregory-Newton)
Didefinisikan beda mundur pertama dari f pada xj : 1 jjj fff
Beda mundur kedua : 1
2
jjj fff
Beda mundur ketiga : 1
11
j
k
j
k
j
k fff (k = 1,2, …)
Maka rumus interpolasi beda mundur Newton menjadi:
00
2
00
0
0
!
11
!2
1
1
fn
nrrrf
rrfrf
fs
srxPxf
n
sn
s
n
dengan nrh
xxrhrxx
0,0
0
2.Diferensiasi Numerik
Diferensiasi numerik adalah proses perhitungan turunan fungsi dari data suatu
fungsi. Dengan menggunakan rumusan interpolasi dan turunannya, turunan suatu
fungsi dapat ditentukan secara numerik. Beberapa aklgoritma yang diberikan pada bab
ini adalah: diferensiasi dengan interpolasi, dan diferensiasi dengan rumus beda pusat.
2.1. Diferensial dari Teori Kalkulus
Teori dari kalkulus mendefinisikan diferensial suatu fungsi seperti berikut ini:
h
xfhxfLimxfh
0)('
Maka untuk h sangat kecil:
)()()(
)(' xfDh
xfhxfxf h
→ merupakan perhitungan derivatif
numerik dari f(x)
Dalam hal ini, didapatkan eror sebagai berikut:
)("2
)(')()(2
cfh
xhfxfhxf untuk suatu c antara x dan x+h → Teorema
Taylor
)()("
2)(')(
1)(
2
xfcfh
xhfxfh
xfDh = )("2
)(' cfh
xf
)("2
)()(' cfh
xfDxf h
2.2 Diferensial menggunakan Interpolasi
Pn (x) adalah polinomial derajat n yang menginterpolasi f(x) pada n +1 titik x0,
...., xn. Untuk menghitung f’(x) pada suatu titik x = t, gunakan: f’(t) = Pn’(t)
Untuk n = 2, t = x1, x0 = x1-h, x2 = x1 + h:
)(2
))(()(
))(()(
2
))(()( 22
10
12
20
02
212 xf
h
xxxxxf
h
xxxxxf
h
xxxxxp
h
xfxfxf
h
xxxf
h
xxxxf
h
xxxP
xfh
xxxxf
h
xxxxf
h
xxxxP
2
)()()(
2)(
2)(
2)('
)(2
2)(
2)(
2
2)('
02
22
01
12
201
02
2112
22
10
12
20
02
212
Karena x0 = x1 – h dan x2 = x1 + h, maka
)(2
)()()(' 1
111 xDhf
h
hxfhxfxf
Perhitungan eror untuk rumus tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
f(x) mempunyai derivatif kontinu tingkat n + 2 pada [a,b]. x0, x1, x2, ...... , xn adalah
n+1 titik interpolasi dan t adalah sembarang titik pada [a,b].
Maka : )!1(
)()('
)!2(
)()()(')(' 2
)1(
1
)2(
n
cftn
n
cftntnPtf
nn
dengan )).....()(()( 10 xntxtxttn
c1,c2 : titik antara max dan min dari x0, x1, .... xn, dan t.
Cara lain adalah perhitungan eror dengan menggunakan Undetermined
Coefficients, sebagai berikut:
)()(24
)('")(6
)(")(2
)(')()()()()("
)4(43
2)2(
tfCAh
tfCAh
tfCAh
tfCAhtfCBAtfDtf h
Agar )(")()2(
tftfDh maka:
A + B + C = 0, koefisien f(t)
n (A – C) = 0, koefisien f’(t)
1)(2
2CAh , koefisien f”(t)
Shingga 2
1
hCA ,
2
2
hB
2
2 )()(2)()(
h
htftfhtftfDh
Error: )(12
)(")( )4(2
)2(tf
htftfDn
2.3 Diferensiasi dengan Rumus Beda Pusat
Secara umum, rumus beda pusat disajikan sebagai berikut:
),()()(
)(' hfEh
hxfhxfhf
dengan
6
)('''),(
2 cfhhfE
, x-h ≤ c ≤ x+h
Dengan menggunakan deret Taylor, f(x+h) – f(x-h) dapat dirumuskan sebagai:
...120
)(
6
)('''2)('2)()(:
...!3
)('''
!2
)('')(')()(
...!3
)('''
!2
)('')(')()(
5)5(
3
32
32
hxf
hxf
hxfhxfhxfMaka
hxf
hxf
hxfxfhxf
hxf
hxf
hxfxfhxf
Jika dipotong pada turunan ketiga, maka:
3
6
)('''2)('2)()( h
cfhxfhxfhxf untuk |c-x| < h
Dari penjabaran di atas, dapat dirumuskan beberapa rumus beda pusat berbagai
orde sebagai berikut:
3. Rumus beda pusat untuk f’(x) sampai orde O(h2):
2
6
)('''
2
)()()(' h
cf
h
hxfhxfxf
4. Rumus beda pusat untuk f’(x) sampai orde O(h2):
),(12
)2()(8)(8)2()(' hfE
h
hxfhxfhxfhxfxf
dengan 30
)(),(
)5(4 cfhhfE
untuk x-2h ≤ c ≤ x+2h
Menggunakan notasi lain, rumus-rumus beda pusat dapat disajika sebagai
berikut:
a. Rumus-rumus beda pusat berorde O(h2)
4
4264)(
2
22)('''
2)(''
2)('
21012)4(
3
2112
2
101
11
h
fffffxf
h
ffffxf
h
fffxf
h
ffxf
dengan fk = f(x + hk) untuk = -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3
b. Rumus-rumus beda pusat berorde O(h4)
4
321013)4(
3
32113
2
2101
211
6
12395639212)(
8
8131328)('''
12
1630162)(''
12
882)('
h
fffffffxf
h
ffffffxf
h
fffffxf
h
ffffxf
Jika fungsi tidak dapat dihitung pada absis-absis yang terletak pada ke-2 sisi x,
digunakan rumus beda maju (menggunakan titik-titik di sebelah kanan x) atau rumus
beda mundur (menggunakan titik-titik di sebelah kiri x). Rumus lengkapnya disajikan
berikut ini:
a. Rumus beda maju
4
543210)4(
3
43210
2
3210
210
2112426143)(
2
31424185)('''
452)(''
2
43)('
h
ffffffxf
h
fffffxf
h
ffffxf
h
fffxf
b. Rumus beda mundur
4
543210)4(
3
43210
2
3210
210
2112426143)(
2
31424185)('''
452)(''
2
43)('
h
ffffffxf
h
fffffxf
h
ffffxf
h
fffxf
Contoh soal:
1. Jika f(x) = cos x, dengan h = 0.01, hitunglah hampiran untuk f’(0.8).
2. Jika f(x) = x2, carilah hampiran f’(2) dengan h = 0.05 menggunakan:
a. Rumus beda pusat orde O(h2)
b. Rumus beda pusat orde O(h4)
3. Macam-Macam Metode Integrasi Numerik Satu Dimensi
Formula Klasik Tertutup dengan Interval Konstan
Absis biasanya dinyatakan dengan x0, x
1, x
2, …… x
n. Untuk interval absis
yang konstan, nilai absis ke i dengan interval konstan sebesar h dapat dinyatakan sebagai berikut:
Suatu fungsi di x
i akan mempunyai nilai sebagai berikut:
Jika integrasi fungsi f(x) dihitung di antara limit batas bawah a dan batas atas
b, akan menghasilkan f(a) dan f(b), maka integrasi tersebut menggunakan formulas i
integrasi tertutup. Jika batas integrasi memakai nilai di sekitar a dan b, misalnya a1 dan
b1, dimana a
1 > a dan b
1 < b, maka integrasi yang dimaksud menggunakan formulas i
integrasi terbuka. Berikut ini akan diberikan beberapa formula itegrasi tertutup.
Suku O( ) mengekspresikan error yang merupakan beda antara solusi numerik
dengan solusi analitik. Formula di atas menggunakan dua titik, yaitu f1
dan f2
serta
cocok untuk polinomial dengan orde sampai dengan orde satu, misalnya f(x) = x.
Formula dengan tiga titik ini cocok untuk polinomial dengan orde tertinggi sampai
dengan orde tiga, misalnya f(x) = x3.
Formula Klasik Terbuka dengan Interval Konstan
Salah satu contoh formula integrasi terbuka adalah formula integrasi terbuka
Newton seperti berikut ini:
Nilai integrasi dalam formula di atas yang dibatasi oleh nilai a = x
0 dan b = x
5
hanya dievaluasi berdasar nilai di x1, x
2, x
3 dan x
4 saja, yaitu nilai dalam rentang a dan
b. Formula ini tidak optimal seperti formula integrasi tertutup.
Formula dengan Interval Tidak Konstan (Quadratur Gauss)
Perbedaan antara formula klasik dan lanjut terhadap formula quadratur Gauss yang
selanjutnya disebut dengan formula Gauss dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pada formula klasik dan lanjut, batas-batas integrasi a dan b bersifat sembarang,
sedangkan pada formula Gauss sudah ditentukan, misalnya a = -1 dan b = 1,
2. Formula klasik dan lanjut didasarkan pada interval absis yang konstan, sedangkan
formula Gauss menggunakan interval absis yang tidak konstan,
3. Pada formula klasik dan lanjut, koefisien-koefisien f1, f
2, …… f
n bersifat tetap,
sedangkan pada formula Gauss dapat ditentukan secara bebas,
4. Formula Gauss menggunakan sistem pembobotan agar diperoleh hasil yang
optimal yang dinyatakan dengan simbol wi.
Sampai saat ini dikenal beberapa varian formula Gauss diantaranya adalah:
formula Gauss-Legendre, Gauss-Laguerre, Gauss Chebyshev serta Gauss-Hermite.
Dalam kesempatan berikut hanya dijelaskan formula Gauss-Legendre saja yang dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Pada formula klasik, variabel bebas mempunyai batas a ≤ x ≤ b, sedangkan pada
formula Gauss variabel bebas berada dalam interval -1 ≤ z ≤ 1. Persamaan (3-12)
mengimplikasikan adanya transformasi dari sistem koordinat x dengan batas a ≤ x ≤ b
ke dalam sistem koordinat z dengan batas -1 ≤ z ≤ 1. (Lilik, 2000)
Integrasi Numerik adalah Integral suatu fungsi dimana operator matematik yang dipresentasikan dalam bentuk:
merupakan integral suatu fungsi f (x) terhadap variabel x dengan batas-batas integras i
adalah dari x = a sampai x = b.
Integral adalah nilai total atau luasan yang dibatasi oleh fungsi f (x) dan sumbu-x, serta antara batas x = a dan x = b. Dalam integral analitis, persamaan dapat diselesaikan
menjadi:
Integral numerik dilakukan apabila:
1) Integral tidak dapat (sukar) diselesaikan secara analisis.
2) Fungsi yang diintegralkan tidak diberikan dalam bentuk analitis, tetapi secara
numerik dalam bentuk angka (tabel).
Metode integrasi Simpson merupakan pengembangan metode integras i
trapezoida, hanya saja daerah pembaginya bukan berupa trapesium tetapi berupa dua
buah trapesium dengan menggunakan pembobot berat di titik tengahnya atau dengan
kata lain metode ini adalah metode rata-rata dengan pembobot kuadrat.
4. Metode Yang Digunakan Dalam Integrase Numerik Multi Dimensi
Integrasi multi dimensi, dalam hal ini 2-D dan 3-D, dalam bidang kebumian
dan rekayasa mineral biasanya digunakan untuk menghitung luas dan volume.
Selanjutnya luas dan volume tersebut digunakan untuk mengevaluasi sumber daya
alam dalam bentuk cadangan deposit atau endapan.
Metode Quadratur Gauss Multi Dimensi dalam Koordinat Lokal dengan Batas
Integrasi dari –1 sampai dengan +1
Formula Gauss dalam dua dimensi dapat dinyatakan sebagai berikut:
Jumlah dan lokasi titik Gauss serta faktor bobot dipilih sedemikian rupa,
sehingga diperoleh akurasi yang cukup tinggi. Jika fungsi f merupakan polinomia l,
maka formula Gauss menghasikan integrasi yang eksak. Sejumlah (n+1)/2 titik Gauss
dibutuhkan agar menghasilkan integrasi yang eksak untuk polinomial dengan orde n.
(Lilik, 2000)
5. Metode Yang Digunakan Dalam Penyelesaian System Persamaan Linear Dan
Nilai Tiben
Persamaan linier adalah persamaan yang semua variabelnya berpangkat 1 Contoh:
x + y + 2z = 9
Paling sedikit ada lima cara / metode untuk mencari solusi sistem persamaan linier.
Eliminasi Substitusi
Grafik Matriks Invers Eliminasi Gauss/ Eliminasi Gauss-Jordan
Metode eliminasi
Metode ini bekerja dengan care mengeliminasi (menghilangkan) variabel-variabel di dalam sistem persamaan hingga hanya satu variabel yang tertinggal.
Pertama-tama, lihat persamaan-persamaan yang ada dan coba cari dua persamaan yang mempunyai koefisien yang sama (baik positif maupun negatif) untuk variabel yang
sama. Misalnya, lihat persamaan (1) dan (3). Koefisien untuk y adalah 1 dan -1 untuk masing-masing persamaan. Kita dapat menjumlah kedua persamaan ini untuk menghilangkan y dan kita mendapatkan persamaan (4).
x + y − z = 1 (1)
−4x − y + 3z = 1 (3)
------------------------- +
−3x + 2z = 2 (4)
Perhatikan bahwa persamaan (4) terdiri atas variabel x dan z. Sekarang kita perlu persamaan lain yang terdiri atas variabel yang sama dengan persamaan (4). Untuk mendapatkan persamaan ini, kita akan menghilangkan y dari persamaan (1) dan (2). Dalam persamaan (1) dan (2), koefisien untuk y adalah 1 dan 3 masing-masing. Untuk
menghilangkan y, kita kalikan persamaan (1) dengan 3 lalu mengurangkan persamaan
(2) dari persamaan (1).
x + y − z = 1 (1) × 3 3x + 3y − 3z = 3 (1)
8x + 3y − 6z = 1 (2) 8x + 3y − 6z = 1 (2)
------------------------- -
−5x + 3z = 2 (5)
Dengan persamaan (4) dan (5), mari kita coba untuk menghilangkan z.
−3x + 2z = 2 (4) × 3 −9x + 6z = 6 (4)
−5x + 3z = 2 (5) × 2 −10x + 6z = 4 (5)
------------------------- −
x = 2 (6)
Dari persamaan (6) kita dapatkan x = 2. Sekarang kita bisa subtitusikan (masukkan) nilai dari x ke persamaan (4) untuk mendapatkan nilai z.
−3(2) + 2z = 2 (4)
−6 + 2z = 2
2z = 8
z = 8 ÷ 2
z = 4
Akhirnya, kita substitusikan (masukkan) nilai dari z ke persamaan (1) untuk mendapatkan y.
2 + y − 4 = 1 (1)
y = 1 − 2 + 4
y = 3
Jadi solusi sistem persamaan linier di atas adalah x = 2, y = 3, z = 4.
Metode substitusi
Pertama-tama, marilah kita atur persamaan (1) supaya hanya ada 1 variabel di sebelah kiri.
x = 1 − y + z (1)
Sekarang kita substitusi x ke persamaan (2).
8(1 − y + z) + 3y − 6z = 1 (2)
8 − 8y + 8z + 3y − 6z = 1
−5y + 2z = 1 − 8
−5y + 2z = −7 (4)
Dengan cara yang sama seperti di atas, substitusi x ke persamaan (3).
−4(1 − y + z) − y+ 3z = 1 (3)
−4 + 4y − 4z − y+ 3z = 1
3y − z = 1 + 4
3y − z = 5 (5)
Sekarang kita atur persamaan (5) supaya hanya ada 1 variabel di sebelah kiri.
z = 3y − 5 (6)
Kemudian, substitusi nilai dari z ke persamaan (4).
−5y + 2(3y − 5) = −7 (4)
−5y + 6y − 10 = −7
y = −7 + 10
y = 3
Sekarang kita sudah tahu nilai dari y, kita dapat masukkan nilai ini ke persamaan (6) untuk mencari z.
z = 3(3) − 5 (6)
z = 9 − 5
z = 4
Akhirnya, kita substitusikan nilai dari y dan z ke persamaan (1) untuk mendapatkan nilai x.
x = 1 − 3 + 4 (1)
x = 2
Jadi, kita telah menemukan solusi untuk sistem persamaan linier di atas: x = 2, y = 3, z = 4.
Metode grafik
Penyelesaian sistem persamaan linier dengan metode grafik dilakukan dengan cara menggambar garis garis atau bidang planar yang merupakan representasi dari
persamaan-persamaan yang ada dalam sistem tersebut. Solusinya adalah koordinat-koordinat yang merupakan titik potong dari garis-garis ataupun bidang-bidang planar
itu.
Sebagai contoh, marilah kita lihat sistem persamaan liniear dengan dua variabel berikut ini.
X + y = 3 (1)
2x − y = −3 (2)
Gambar kedua garis dari persamaan-persamaan di atas.
Seperti terlihat pada grafik di atas, kedua garis itu bertemu (mempunyai titik potong)
pada titik (0,3). Ini adalah solusi dari sistem persamaan linier tersebut, yaitu x = 0, y = 3.
Untuk persamaan linier dengan tiga variabel, solusinya adalah titik pertemuan dari tiga
bidang planar dari masing-masing persamaan.
Metode Matriks Invers
Sistem persamaan linier yang terdiri atas persamaan-persamaan (1), (2), dan (3) di atas dapat juga ditulis dengan bentuk notasi matriks AB = C seperti berikut
1 1 -1
8 3 -6
-4 -1 3
x
y
z
=
1
1
1
Solusinya adalah matriks B. Agar kita dapat mengisolasi B sendirian di salah satu sisi dari persamaan di atas, kita kalikan kedua sisi dari persamaan di atas dengan invers dari matriks A.
A−1AB = A−1C
B = A−1C
Sekarang, untuk mencari B kita perlu mencari A−1. Silakan melihat halaman tentang matriks untuk belajar bagaimana mencari invers dari sebuah matriks.
A−1 =
-3 2 3
0 1 2
-4 3 5
B =
-3 2 3
0 1 2
-4 3 5
1
1
1
B =
2
3
4
Jadi solusinya adalah x = 2, y = 3, z = 4.
Metode ini dapat digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan linier dengan n
variabel. Kalkulator di atas juga menggunakan metode ini untuk menyelesaikan sistem persamaan linier.
Eliminasi Gauss / Eliminasi Gauss-Jordan
Sistem persamaan liniear yang terdiri atas persamaan-persamaan(1), (2), dan (3) dapat
juga dinyatakan dalam bentuk matriks teraugmentasi A seperti berikut
A =
1 1 -1 1
8 3 -6 1
-4 -1 3 1
Dengan melakukan serangkaian operasi baris (Eliminasi Gauss), kita dapat menyederhanakan matriks di atas untuk menjadi matriks Eselon-baris.
A =
1 0,375 -0,75 0,125
0 1 -0,4 1,4
0 0 1 4
Kemudian kita bisa substitusikan kembali nilai-nilai yang kita dapat untuk mencari nilai dari semua variabel. Atau, kita juga bisa meneruskan dengan serangkaian operasi baris lagi sehingga matriks di atas menjadi matriks yang Eselon-baris tereduksi (dengan
menggunakan Eliminasi Gauss-Jordan).
A =
1 0 0 2
0 1 0 3
0 0 1 4
Dengan melakukan operasi Eliminasi Gauss-Jordan, kita mendapatkan solusi dari sistem persamaan linier di atas pada kolom terakhir: x = 2, y = 3, z = 4.
6. Metode Penyelesaian Persamaan Non Linier
Dalam bidang sains atau pun terapan sering kali berhadapan dengan masalah
yang berkaitan dengan mencari solusi persamaan non linear (akar persamaan).
Persamaan non linear adalah persamaan yang mempunyai peubah dengan pangkat
terkecil adalah 1. Masalah pencarian solusi persamaan linear dapat dirumuskan dengan
singkat sebagai berikut : tentukan nilai x yang memenuhi persamaan f(x) =0, yaitu nila i
x = s sedemikian sehingga f(s) sama dengan nol.
Dalam metode numerik, pencarian akar f(x) = 0 dilakukan secara iteratif (looping).
Metode yang digunakan dalam penyelesaian persamaan non linear adalah :
Metode Biseksi Metode Regula Falsi
Metode Newton Raphson Metode Secan
Metode Biseksi
Langkah-langkah Metode Biseksi
Ide awal metode ini adalah metode table, dimana area dibagi menjadi N bagian. Hanya saja metode biseksi ini membagi range menjadi 2 bagian, dari dua bagian ini dipilih bagian mana yang mengandung dan bagian yang tidak mengandung akar dibuang. Hal
ini dilakukan berulang-ulang hingga diperoleh akar persamaan.
Metode Biseksi
Langkah 1
Pilih a sebagai batas bawah dan b sebagai batas atas untuk taksiran akar sehingga terjadi perubahan tanda fungsi dalam selang interval. Atau periksa apakah benar bahwa
f(a) . f(b) < 0
Langkah 2
Taksiran nilai akar baru, c diperoleh dari :
c=(a+b)/2
Langkah 3
Menentukan daerah yang berisi akar fungsi:
Jika z merupakan akar fungsi, maka f(x < z) dan f(x > z) saling berbeda tanda. f(a)*f(c) negatif, berarti di antara a & c ada akar fungsi.
f(b)*f(c) positif, berarti di antara b & c tidak ada akar fungsi
Langkah 4
Menentukan berhentinya itersi:
Proses pencarian akar fungsi dihentikan setelah keakuratan yang diinginkan dicapai, yang dapat diketahui dari kesalahan relatif semu.
Metode regula false
Metode regula falsi atau metode posisi palsu merupakan salah satu solusi pencarian akar dalam penyelesaian persamaan-persamaan non linier melaui proses
iterasi (pengulangan). Persamaan non linier ini biasanya berupa persamaan polynomia l tingkat tinggi, eksponensial, logaritmik, dan kombinasi dari persamaan-persamaan
tersebut. Seperti metode biseksi, Metode regula falsi juga termasuk dalam metode tertutup. Pada umumnya pencarian akar dengan metode biseksi selalu dapat menemukan akar, namun kecepatan untuk mencapai akar hampiran sangat lambat, oleh
karena itu untuk mempercepat pencarian akar tersebut dibutuhkan metode lain yaitu
metode regula falsi. kehadiran metode regula falsi adalah sebagai modifikassi dari metode biseksi, yang kinerjanya lebih cepat dalam mencapi akar hampiran
Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ini adalah kita harus tahu prinsipnya, yaitu :
1. Menggunakan garis scan (garis lurus yang menghubungkan dua koordinat nila i awal terhadap kurva) untuk mendekati akar persamaan nonlinier (titik potong kurva f(x) dengan sumbu x) .
2. Taksiran nilai akar selanjutnya merupakan titik potong garis scan dengan sumbu x.
Prosedur Metode Regular Falsi
Menentukan interval titik awal x0 dan x1 sedemikian sehingga f(x0)f(x1) < 0. Setelah
itu menghitung x2 = x1 – . Kemudian periksa apakah f(x0)f(x2) < 0 atau f(x1)f(x2) < 0, jika f(x0)f(x2) < 0 maka x0 = x0 atau x2 = x1, jika tidak maka x1 = x1 atau
x2 = x0. Kemudian ulangi terus langkah-langkah tersebut sampai ketemu ‘akar’ yang paling mendekati ‘akar yang sebenarnya’ atau mempunyai error yang cukup kecil.
Secara umum, rumus untuk Metode Regular Falsi ini adalah sebagai berikut
xn+1 = xn –
Untuk mendapatkan rumus tersebut, perhatikan gambar diatas.
syarat : f(x0)f(x1) < 0
pandang garis l yang melalui (x0, f(x0)) dan (x1, f(x1)) sebagai gradien garis, sehingga
diperoleh persamaan gradient sebagai berikut
=
karena x2 merupakan titik potong pada sumbu – x maka f(x2) = 0 = y, sehingga diperoleh
=
x1 – x2 =
x2 = x1 –
atau jika ditulis secara umum menjadi
xn+1 = xn –
Contoh :
Tentukan akar dari 4x3 – 15x2 + 17x – 6 = 0 menggunakan Metode Regular Falsi sampai 9 iterasi.
Penyelesaian :
f(x) = 4x3 – 15x2 + 17x – 6
iterasi 1 :
ambil x0 = -1 dan x1 = 3
f(-1) = 4(-1)3 – 15(-1)2 + 17(-1) – 6 = -42
f(3) = 4(3)3 – 15(3)2 + 17(3) – 6 = 18
x2 = (3) – = 1.8
f(1.8) = 4(1.8)3 – 15(1.8)2 + 17(1.8) – 6 = -0.672
f(3) f(1.8) < 0 maka ambil x0 = x2 = 1.8 dan x1 = 3
iterasi 2 :
x2 = (3) – = 1.84319
f(1.84319) = 4(1.84319)3 – 15(1.84319)2 + 17(1.84319) – 6 = -0.57817
f(3) f(1.84319) < 0 maka ambil x0 = x2 = 1.84319 dan x1 = 3
iterasi 3 :
x2 = (3) – = 1.87919
f(1.87919) = 4(1.87919)3 – 15(1.87919)2 + 17(1.87919) – 6 = -0.47975
f(3) f(1.87919) < 0 maka ambil x0 = x2 = 1.87919 dan x1 = 3
iterasi 4 :
x2 = (3) – = 1.90829
f(1.90829) = 4(1.90829)3 – 15(1.90829)2 + 17(1.90829) – 6 = -0.38595
f(3) f(1.90829) < 0 maka ambil x0 = x2 = 1.90829 dan x1 = 3
iterasi 5 :
x2 = (3) – = 1.93120
f(1.93120) = 4(1.93120)3 – 15(1.93120)2 + 17(1.93120) – 6 = -0.30269
f(3) f(1.93120) < 0 maka ambil x0 = x2 = 1.93120 dan x1 = 3
iterasi 6 :
x2 = (3) – = 1.94888
f(1.94888) = 4(1.94888)3 – 15(1.94888)2 + 17(1.94888) – 6 = -0.23262
f(3) f(1.94888) < 0 maka ambil x0 = x2 = 1.94888 dan x1 = 3
iterasi 7 :
x2 = (3) – = 1.96229
f(1.96229) = 4(1.96229)3 – 15(1.96229)2 + 17(1.96229) – 6 = -0.17597
f(3) f(1.96229) < 0 maka ambil x0 = x2 = 1.96229 dan x1 = 3
iterasi 8 :
x2 = (3) – = 1.97234
f(1.97234) = 4(1.97234)3 – 15(1.97234)2 + 17(1.97234) – 6 = -0.13152
f(3) f(1.97234) < 0 maka ambil x0 = x2 = 1.97234 dan x1 = 3
iterasi 9 :
x2 = (3) – = 1.97979
N x0 x1 x1 f(x0) f(x1) f(x2)
1
2
3
4
5
6
7
-1
1.8
1.84319
1.87919
1.90829
1.93120
1.94888
3
3
3
3
3
3
3
1.8
1.84319
1.87919
1.90829
1.93120
1.94888
1.96229
-42
-0.672
-0.57817
-0.47975
-0.38595
-0.30269
-0.23262
18
18
18
18
18
18
18
-0.672
-0.57817
-0.47975
-0.38595
-0.30269
-0.23262
-0.17597
8
9
1.96229
1.97234
3
3
1.97234
1.97979
-0.17597
-0.13152
18
18
-0.13152
-0.09741
Jadi akar dari persamaan 4x3 – 15x2 + 17x – 6 = 0 menggunakan Metode Regular
Falsi adalah 1.97979
Metode Newton-Raphson
Metode Newton-Raphson adalah metode pencarian akar suatu fungsi f(x) dengan pendekatan satu titik, dimana fungsi f(x) mempunyai turunan. Metode ini dianggap lebih mudah dari Metode Bagi-Dua (Bisection Method) karena metode ini
menggunakan pendekatan satu titik sebagai titik awal. Semakin dekat titik awal yang kita pilih dengan akar sebenarnya, maka semakin cepat konvergen ke akarnya.
Prosedur Metode Newton :
menentukan x0 sebagai titik awal, kemudian menarik garis lurus (misal garis l) yang
menyinggung titik f(x0). Hal ini berakibat garis l memotong sumbu – x di titik x1. Setelah itu diulangi langkah sebelumnya tapi sekarang x1 dianggap sebagai titik
awalnya. Dari mengulang langkah-langkah sebelumnya akan mendapatkan x2, x3, … xn dengan xn yang diperoleh adalah bilangan riil yang merupakan akar atau mendekati akar yang sebenarnya.
Perhatikan gambar diatas untuk menurunkan rumus Metode Newton-Raphson
persamaan garis l : y – y0 = m(x – x0)
y – f(x0) = f'(x0)(x – x0)
x1 adalah perpotongan garis l dengan sumbu – x
0 – f(x0) = f'(x0)(x1 – x0)
y = 0 dan x = x1 maka koordinat titik (x1, 0)
– = (x1 – x0)
x1 = x0 –
x2 = x1 –
xn = xn-1– untuk n = 1, 2, 3, …
Contoh :
Tentukan akar dari persamaan 4x3 – 15x2 + 17x – 6 = 0 menggunakan Metode Newton-Raphson.
Penyelesaian :
f(x) = 4x3 – 15x2 + 17x – 6
f’(x) = 12x2 – 30x + 17
iterasi 1 :
ambil titik awal x0 = 3
f(3) = 4(3)3 – 15(3)2 + 17(3) – 6 = 18
f’(3) = 12(3)2 – 30(3) + 17 = 35
x1 = 3 – = 2.48571
iterasi 2 :
f(2.48571) = 4(2.48571)3 – 15(2.48571)2 + 17(2.48571) – 6 = 5.01019
f’(2.48571) = 12(2.48571)2 – 30(2.48571) + 17 = 16.57388
x2 = 2.48571 – = 2.18342
iterasi 3 :
f(2.18342) = 4(2.18342)3 – 15(2.18342)2 + 17(2.18342) – 6 = 1.24457
f’(2.18342) = 12(2.18342)2 – 30(2.18342) + 17 = 8.70527
x3 = 2.18342 – = 2.04045
iterasi 4 :
f(2.04045) = 4(2.04045)3 – 15(2.04045)2 + 17(2.04045) – 6 = 0.21726
f’(2.04045) = 12(2.04045)2 – 30(2.04045) + 17 = 5.74778
x4 = 2.04045 – = 2.00265
iterasi 5 :
f(3) = 4(2.00265)3 – 15(2.00265)2 + 17(2.00265) – 6 = 0.01334
f’(2.00265) = 12(2.00265)2 – 30(2.00265) + 17 = 5.04787
x5 = 2.00265 – = 2.00001
iterasi 6 :
f(2.00001) = 4(2.00001)3 – 15(2.00001)2 + 17(2.00001) – 6 = 0.00006
f’(2.00001) = 12(2.00001)2 – 30(2.00001) + 17 = 5.00023
x6 = 2.00001 – = 2.00000
iterasi 7 :
f(2) = 4(2)3 – 15(2)2 + 17(2) – 6 = 0
jika disajikan dalam tabel, maka seperti tabel dibawah ini.
N xn f(xn) f'(xn)
0
1
2
3
4
5
6
3
2.48571
2.18342
2.04045
2.00265
2.00001
2.00000
18
5.01019
1.24457
0.21726
0.01334
0.00006
0.00000
35
16.57388
8.70527
5.74778
5.04787
5.00023
5.00000
karena pada iteasi ketujuh f(x6) = 0 maka akar dari persamaan tersebut adalah x = 2.
Metode secant
Metode Secant merupakan perbaikan dari metode regula-falsi dan newton
raphson dimana kemiringan dua titik dinyatakan sacara diskrit, dengan mengambil
bentuk garis lurus yang melalui satu titik. Sehingga untuk menggunakan metode Secant ini diperlukan dua titik pendekatan x0 dan x1. Kedua titik pendekatan ini diambil pada
titik-titik yang dekat agar konvergensinya dapat dijamin. Metode secant merupakan salah satu metode terbuka untuk menentukan solusi akar dari persamaan non linear. Dengan prinsip utama :
Metode ini melakukan pendekatan terhadap kurva f(x) dengan garis secant
yang ditentukan oleh 2 titik akhir.
Nilai taksiran akar selanjutnya adalah titik potong antara garis secant dengan
sumbu x
Langkah penyelesaian:
· Tentukan nilai awal x0 dan x1
· Hitung f(x0) dan f(x1), kemudian cek konvergensi f(x0) dan f(x1)
· Lakukan iterasi
· Hitung nilai taksiran akar selanjutnya.
rumus:
f(xk) (xk-xk-1)
xk+1= xk - ............................................. atau
f(xk) - f( xk-1)
f(x2) (x2-x1)
x3 = x2 - ...........................................
f(x2) - f( x1)
iterasi akan berhenti jika mendapatkan akar dengan :
· f( xk+1) =0
· error = 0
contoh :
untuk f( xk+1) =0
1. cari salah satu akar dari persamaan
f(x) = x3 + x2 - 3x – 3
dimana x1 = 1, x2 = 2
jawab:
f(1) = -4
f(2) = 3
iterasi I
x3 = x2 – (f(x2) (x2-x1) / f(x2)-f(x1) )
= 2 – (3 (2-1) / 3- (-4)) = 1,57142
f (1,57142) = -1,36449
iterasi II
x4 = x3 – (f(x3) (x3-x2) / f(x3)-f(x2) )
= 1,57142 – (-1,36449 (1,57142 -2) / -1,36449 - (3)) = 1,70540
f (1,70540) = -0,24774
iterasi III
x5 = x4 – (f(x4) (x4-x3) / f(x4)-f(x3) )
= 1,70540 – (-0,24774 (1,70540-1,57142) / -0,24774- (-1,36449)) = 1,73514
f (1,73514) = 0,02925
iterasi IV
x6 = x5 – (f(x5) (x5-x4) / f(x5)-f(x4) )
= 1,73514 – (0,02925 (1,73514 -1,70540) / 0,02925- (-0,24774)) = 1,73200
f (1,73200) = -0,00051
iterasi V
x7 = x6 – (f(x6) (x6-x5) / f(x6)-f(x5) )
= 1,73200– (-0,00051 (1,73200-1,73514) / -0,00051- (0,02925)) = 1,073205
f (1,073205) = 0
maka akarnya adalah 1,073205
7. Persamaan Differensial Biasa (PDB)
Persamaan Diferensial Biasa (PDB) adalah persamaan yang melibatkan satu
atau lebih turunan fungsi satu peubah. Solusi dari PDB adalah fungsi tertentu yang
memenuhi persamaan tersebut.
Berikut beberapa contoh PDB :
Dengan c adalah sembarang konstanta yang tidak diketahui. Sehingga solusi
PDB di atas disebut juga solusi umum. Solusi khusus bisa diperoleh bila ada lagi sebuah persamaan yang merupakan syarat batasnya.
Secara umum, dapat ditulis:
sehingga diperoleh
Walaupun ada banyak metode Untuk mencari solusi analitik dari persamaan
Diferensial Biasa (PDB), tetapi pada umumnya terbatas pada PDB yang spesifik. Pada
kenyataan-nya banyak PDB yang tidak dapat dicari solusi analitiknya tetapi solusi
numeriknya dapat diperoleh. Walaupun solusi analitik dapat diperoleh tetapi rumit,
biasanya lebih dipilih solusi numeriknya.
PDB dan PDS
Persamaan diferensial dapat dibedakan menjadi dua macam tergantung pada
jumlah variabel bebas. Apabila persamaan tersebut mengandung hanya satu variabel
bebas, persamaan disebut dengan persamaan diferensial parsial (PDP) atau biasa
disebut PDS (persamaan differensial sebagian). Derajat (order) dari persamaan
ditentukan oleh derajat tertinggi dari turunannya.
Contoh PDB dan PDS
PDB berorder satu, karena turunan tertingginya adalah turunan pertama.
PDB berorder dua mengandung turunan kedua sebagai turunan tertingginya,
seperti bentuk di bawah ini:
Contoh persamaan diferensial parsial dengan variabel bebas x dan t adalah:
Misalkan suatu persamaan diferensial biasa berorder satu, sebagai berikut:
Penyelesaian dari persamaan tersebut adalah:
yang memberikan banyak fungsi untuk berbagai nilai koefisien C. Gamb
ar 8.1, menunjukkan beberapa kemungkinan dari penyelesaian persamaan (8.2), yang tergantung pada nilai C.
Untuk mendapatkan penyelesaian tunggal diperlukan informasi tambahan, misalnya nilai y(x) dan atau turunannya pada nilai x tertentu. Untuk
persamaan order n biasanya diperlukan n kondisi untuk mendapatkan penyelesaian tunggal y(x)
Apabila semua n kondisi
diberikan pada nilai x yang sama (misalnya x0), maka permasalahan disebut dengan problem nilai awal. Apabila dilibatkan lebih dari satu nilai x,
permasalahan disebut dengan problem nilai batas. Misalnya persamaan (8.1), disertai kondisi awal yaitu x = 0, nilai y = 1 atau:
Substitusikan persamaan (8.3) ke dalam persamaan (8.2) memberikan:
Dengan demikian penyelesaian tunggal yang memenuhi persamaan:
Penyelesaian persamaan (8.1) dan persamaan (8.3) adalah mencari nilai
y sebagai fungsi dari x. Persamaan diferensial memberikan kemiringan kurva pada setiap
titik sebagai fungsi x dan y. Hitungan dimulai dari nilai awal yang diketahui, misalnya di titik (x0, y0).
Kemudian dihitung kemiringan kurve (garis singgung) di titik tersebut. Berdasar nilai y0 di titik x0 dan kemiringan fungsi di titik-titik tersebut dapat dihitung nilai y1 di titik x1 yang berjarak Δx dari x0. Selanjutnya titik (x1, y1) yang telah diperoleh tersebut digunakan untuk
menghitung nilai y2 di titik x2 yang berjarak Δx dari x1. Prosedur hitungan tersebut diulangi lagi untuk mendapatkan nilai y
selanjutnya, seperti pada Gambar 8.2.
Metode Euler
Metode Euler adalah salah satu dari metode satu langkah yang paling
sederhana. Di banding dengan beberapa metode lainnya, metode ini paling kurang
teliti. Namun demikian metode ini perlu dipelajari mengingat kesederhanaannya dan
mudah pemahamannya sehingga memudahkan dalam mempelajari metode lain yang
lebih teliti.
Metode Taylor
Metode Euler dapat diturunkan dari Deret Taylor: Metode ini pada dasarnya adalah
merepresentasikan solusinya dengan beberapa suku deret Taylor. Misalkan solusi dari
persamaan diferensial tersebut dapat ditulis dalam bentuk deret Taylor:
•
Bila hanya sampai suku dibawah ini pada Deret Taylor, maka dinamakan metode
Deret Taylor orde-n .
Metode Deret Taylor orde-1 disebut metode Euler. Untuk mencari solusi numerik dari PDB:
sepanjang selang [a, b ], dua suku pertama pada deret Taylor yaitu:
Sehingga dapat ditulis
yang dapat digunakan mulai t = a sampai ke t = b dengan n -langkah yang panjang
langkahnya h = (b − a) /n .
• Contoh: Tentukan x (2) dengan menggunakan Metode Euler (n = 4) untuk persamaan
diferensial
bila diketahui syarat awal x (1) = − 4
Penyelesaian
Untuk memperoleh hampiran yang lebih akurat, dapat digunakan Metode Deret Taylor
orde yang lebih tinggi. Perhatikan persamaan diferensial berikut ini:
Bila PD tersebut diturunkan beberapa kali terhadap t , diperoleh:
sehingga dapat diperoleh:
Selesaikan persamaan di bawah ini:
Dari x = 0 sampai x = 4 dengan panjang langkah Dx = 0,5 dan Δx = 0,25.
Contoh Metode Euler
A. Penyelesaian:
Penyelesaian eksak dari persamaan diatas adalah:
Penyelesaian numerik dilakukan secara bertahap pada beberapa titik yan
g berurutan. Dengan menggunakan persamaan (8.6), dihitung nilai yi + 1 yang berjarak
Δsx = 0,5 dari titik awal yaitu x = 0. Untuk i = 0 maka persamaan (8.6), menjadi:
B. Penyelesaian:
Dari kondisi awal, pada x = 0 nilai fungsi y(0)= 1, sehingga:
Kemiringan garis di titik (x0 ; y0) adalah:
sehingga:
C. Penyelesaian:
Nilai eksak pada titik x = 0,5 adalah:
Jadi kesalahan dengan metode Euler adalah:
2.5 RUNGE-KUTTA
Penggunaan metode Taylor memerlukan penurunan fungsi f (t, y ) secara
analitik. Berikut akan diperkenalkan metode untuk menghasilkan y i dengan akurasi
yang sama seperti metode Taylor tanpa melakukan penurunan terhadap fungsi f (t, y ).
Metode yang paling sederhana adalah metod Runge Kutta orde 2 .
Runge Kutta Orde 2
Perhatikan deret Taylor untuk y (t + h ) sebagai berikut:
Bentuk y’(t ) dan y’’(t ) diubah menjadi bentuk f (t, y ) dan turunan - turunan
parsialnya.
Perhatikan bahwa
Dengan menggunakan aturan rantai untuk fungsi dua peubah persamaan dan
mensubsti-tusikan persamaan (9.1) ke bentuk berikut diperoleh
Sehingga deret Taylor untuk y (t + h ) dapat diubah menjadi sebagai berikut
Perhatikan metode Runge - Kutta orde 2 yang menggunakan kombinasi linear 2 fungs i
untuk menyatakan y (t + h ) :
Dengan
Kita perlu mencari nilai - nilai A, B , P , Q sehingga persamaan (9.2) akurat. Ekspansi
Taylor untuk fungsi dua peubah f 1 sebagai berikut.
Substitusikan persamaan ini ke persamaan (9.2) diperoleh persamaan untuk y (t + h )
sehingga diperoleh persamaan - persamaan berikut
Solusi yang sesuai dengan keadaan ini adalah
Secara umum, metode Runge - Kutta orde 2 adalah sebagai berikut
dengan
Runge Kutta Orde 4
Dengan cara yang sama, diperoleh metode Runge-Kutta orde 4 sebagai berikut
dengan
Contoh:
Diketahui PDB
dy/dx = x + y ; y(0) = 1
hitung y(0.10) dengan metode Heun (h = 0.02)
penyelesaian:
dietahui:
f(x,y) = x + y
a = x0 = 0
b = 0.10
h = 0.02
maka n = (0.10 - 0)/0.02 = 5 (jumlah langkah)
langkah-langjah:
x1 = 0,02 y(0)1 = y0 + hf(x0, y0)
= 1 + 0.02(0+1)
= 1.0200
Y(1)1 = y0 + (h/2)[f(x0,y0)+f(x1,y(0)1)]
= 1 + (0.02/2)(0+1+0.02+1.0200)
= 1.0204
X2 = 0.04 y(0)2 = y1 + hf(x1, y1)
= 1.0204 + 0.02(0.02 + 1.0204)
= 1.0412
Y(1)2 = y1 + (h/2)[f(x1, y1) + f(x2, y(0)2)]
= 1.0204 + (0.02/2)[0.02 + 1.0204 + 0.04 + 1.0412]
=1.0416
…
X5 = 0.10 y(0)5 = y4 + hf(x4, y4)
Y(0)5 = y4 + (h/2)[f(x4, y4) + f(x5,y(0)5)]
= 1.1104
Jadi, y(0.10) 1.1104
Program dengan Menggunakan SCILAB