TUGAS EKONOMI PERTANIAN

15
TUGAS EKONOMI PERTANIAN KONSUMSI DAGING, IKAN, DAN AYAM PERKAPITA SUMATERA UTARA D I S U S U N Oleh: REZA AGUS SEPTIAN (100501088) ADMIRON P.D. SIBURIAN (100501089) DINA J.E.S.M.T (100501090) DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

Transcript of TUGAS EKONOMI PERTANIAN

TUGAS EKONOMI PERTANIAN

KONSUMSI DAGING, IKAN, DAN AYAM PERKAPITA SUMATERA UTARAD I S U S U N Oleh:REZA AGUS SEPTIAN (100501088) ADMIRON P.D. SIBURIAN (100501089) DINA J.E.S.M.T (100501090)

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

Kata Pengantar Assalamualaikum Wr. Wb., Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas Berkat dan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas tentang Analisis Statistik Konsumsi Daging, Ikan, dan Ayam Perkapita Sumatera Utara yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh nilai dalam Mata Kuliah EKONOMI PERTANIAN di Fakultas Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Kami selaku Penulis, menyadari betul bahwa baik isi maupun penyajian makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran sebagai penyempurnaan makalah ini, sehingga di kemudian hari dapat menghasilkan manfaat baik bagi kami, maupun bagi semua mahasiswa/i di Universitas Sumatera Utara. Seiring dengan itu, saya mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak dosen yang memberikan Mata kuliah ini, semoga Tuhan Yang maha Esa memberikan kesehatan serta Rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin. Wasalamualaikum Wr. Wb., Medan, 24 April 2012

Reza Agus Septian 100501088

Admiron Siburian 100501089

Dina J.E.S.M.T 100501090

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban, yaitu 4,23% pada tahun 2007 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Kondisi tersebut menyebabkan sumbangan sapi potong terhadap produksi daging nasional rendah (Mersyah 2005; Santi 2008) sehingga terjadi kesenjangan yang makin lebar antara permintaan dan penawaran (Setiyono et al. 2007). Pada tahun 2006, tingkat konsumsi daging sapi diperkirakan 399.660 ton, atau setara dengan 1,702 juta ekor sapi potong (Koran Tempo 2008), sementara produksi hanya 288.430 ton. Pemerintah memproyeksikan tingkat konsumsi daging pada tahun 2010 sebesar 2,72 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhan daging dalam negeri mencapai 654.400 ton dan rata-rata tingkat pertumbuhan konsumsi 1,49%/tahun (Badan Pusat Statistik, 2005). Salah satu amanat Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang dicanangkan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Juni 2005 yaitu pentingnya penataan dan perhatian yang menyeluruh dibeberapa komoditas pertanian, diantaranya adalah komoditas peternakan. Salah satu komoditas peternakan adalah sapi yang perlu mendapat perhatian, karena sampai saat ini import daging dan sapi bakalan jumlahnya masih cukup besar. Pelaksanaan Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) secara efektif dimulai tahun 2008 dan diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 59/Permentan/HK 060/8/2007 tentang Pedoman Percepatan Pencapaiaan Swasembada daging sapi dan dalam pelaksanaan operasionalnya berdasarkan pedoman teknis Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS). Pemerintah pusat telah menetapkan 18 Provinsi sebagai daerah fokus pengembangan sapi potong dalam upaya percepatan pencapaiaan swasembada daging sapi 2010. Pada 18 Provinsi tersebut ditargetkan penyediaan daging sapi sebanyak 373,7 ribu ton pada tahun 2010 berarti harus ada peningkatan pengadaan sebesar 114,5

ribu ton. Sumatera Utara yang sudah ditetapkan Pemerintah pusat sebagai derah campuran IB (Inseminasi Buatan) dan KA (Kawin Alam) telah menetapkan 11 Kabupaten sebagai fokus pelaksanaan Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) walaupun Kabupaten/Kota yang lain tetap melakukan upaya-upaya serupa. Kabupaten dimaksud adalah Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Labuhan Batu, Asahan, Batu Bara, Simalungun, Sergei, Deli Serdang dan Langkat (Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara). Penduduk Indonesia pada tahun 2007 berjumlah 225,64 juta jiwa, sementara penduduk Sumatera Utara sebesar 12,83 juta jiwa, seiring dengan itu akan terjadi peningkatan permintaan pangan hewan termasuk daging sapi cukup besar. Penyediaan daging Provinsi Sumatera Utara sebesar 126.065.420 Kg/tahun (termasuk import 2007), sementara kebutuhan untuk mencapai standart konsumsi nasional Widiya Karya Nasional Pangan Gizi (WKNPG) sebesar 128.728.740 Kg/tahun sehingga masih ada kekurangan 2.663.520 Kg/tahun ( 15.000 ekor sapi/tahun). Apabila ditambah import 2007 sebanyak 25.000 ekor/tahun dengan kekurangan 15.000 ekor/tahun maka total kekurangan 40.000 ekor sapi/tahun. Dengan meningkatnya pengetahuan dan pendapatan masyarakat maka semakin tinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan yang sehat dan bergizi bagi kesehatan. Faktor penunjang lainnya yaitu semakin digalakkannya subsektor pariwisata yang memang pada kenyataannya telah menentukan ketersediaan daging berkuwalitas tinggi. Hal ini mengakibatkan permintaan akan protein asal hewani (daging, susu dan telur) dari tahun ketahun terus meningkat. Tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia pada tahun 1998 sebesar 17 kg/orang/tahun, dan pada tahun 2003 mencapai 23 kg/orang/tahun, bandingkan dengan tingkat konsumsi ikan rata-rata per kapita per tahun di Hongkong, Singapura, Taiwan, Korea Selatan, Amerika Serikat dan Malaysia berturut-turut adalah 80, 70, 65, 60, 35, 30 kg dan Bangsa Jepang rata-rata 110 kg/orang/tahun, sehingga Jepang merupakan bangsa dengan kualitas kesehatan serta kecerdasan tertinggi di dunia, namun demikian, hingga saat ini mengonsumsi ikan belum menjadi gaya hidup keluarga di tanah air. Hingga tahun 2006, tingkat konsumsi

ikan penduduk Indonesia baru mencapai 25,03 kg/tahun atau meningkat sebesar 4,51% dari tahun 2005 sebesar 23,95/kg/kapita/tahun (Hutagalung, 2007). 1.2 Rumusan Masalah

Faktor apakah yang mempengaruhi naik turunnya tingkat konsumsi daging, ikan, dan ayam ditengah-tengah masyarakat? 1.3 Tujuan tingkat konsumsi

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat terhadap daging, ikan, dan ayam.

BAB II

PEMBAHASAN 2.1 Produksi

2.1.1 Produksi Daging Produksi ternak sapi di Sumatera Utara sangat beragam yang disebabkan adanya perkembangan kenaikan jumlah populasi yang semakin meningkat setiap tahun. Pada tahun 2004, populasi ternak sapi sebesar 248.971 ekor dan pada tahun 2008, populasi ternak sapi sebesar 388.240 ekor dengan persentase kenaikan ratarata sebesar 13,98%. Sampai tahun 2008 Provinsi Sumatera Utara memproduksi daging sapi sebesar 12.957 ton. Konstribusi bagi peternakan nasional sebesar 4,14%. Sektor peternakan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 35.290 orang dengan besar persentase adalah 1,48% dari 2.373.843 orang tenaga kerja yang bergerak di bidang pertanian (Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2008). Sementara dari sisi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) pada tahun 2007, sektor peternakan memberikan konstribusi sebesar 3.723 miliar rupiah bagi perekonomian Sumatera Utara (Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2008). Pemerintah Sumatera Utara saat ini sedang mengembangkan enam jenis ternak sebagai komoditi unggulan sektor peternakan yakni sapi potong, domba, babi, ayam buras dan sapi perah. Pemerintah Kabupaten Deli Serdang melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan populasi ternaknya. Upaya-upaya yang telah dilakukan antara lain budidaya ternak dengan pendistribusian bantuan paket bibit ternak dengan sistem gaduhan (full inkind) berupa ternak sapi, domba dan kambing; menerapkan teknologi peternakan untuk memperbaiki mutu genetik ternak melalui Inseminasi Buatan (IB) pada ternak sapi, kerbau, domba dan kambing; pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak dengan pembinaan dan penyuluhan kepada peternak.

2.1.2 Produksi Ikan

Data Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (2000) menunjukkan bahwa produksi perikanan Indonesia meningkat rata-rata sebesar 3,39% dari tahun 19992000, dengan peningkatan dari 3.682.444 pada tahun 1999 dan 3.807.191 ton pada tahun 2000. Pada tahun 2004, produksi perikanan tangkap negara kita telah mencapai 4,8 ton atau 77,4% dan jumlah nelayan pun telah naik menjadi 3,4 juta orang. Bahkan dari data terakhir yang dikeluarkan Kementrian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2010 produksi ikan Indonesia mencapai 7.651.000 atau 33Kg/Kapita. Karena itu Indonesia dapat dikatakan kaya akan sumber-sumber perikanan yang secara potensial dapat meningkatkan konsumsi protein hewani, khususnya yang berasal dari ikan. Namun demikian, penduduk Indonesia sangat rendah konsumsi ikannya, padahal negara Indonesia sangat luas perairannya, bahkan 3 kali lipat luas daratannya. Sedangkan khusus bagi produksi ikan Sumatra Utara fluktuatif sejak beberapa tahun terakhir akibat belum meratanya pengembangan dan pengolahan komoditas perikanan itu di sejumlah sentra produksi, serta tidak menentunya iklim. Pada 2009, produksi ikan naik dari produksi 2008 menjadi 591.934 ton, tetapi pada tahun berikutnya turun menjadi 514.428 ton, sedangkan pada 2011, produksi ikan naik lagi menjadi 529.937 ton. Namun secara umum produksi ikan dipengaruhi oleh satu faktor penting, yaitu cuaca. Cuaca sangat berpengaruh terhadap produksi hasil tangkapan nelayan, ketika musim angin kencang atau badai akan mengurangi produksi ikan secara umum. Dengan pengaruh cuaca yang dapat mengurangi produksi ikan akan berpengaruh pula terhadap harga ikan dipasar. Sehingga ketika hasil tangkapan berkurang ketika musim badai akan meningkatkan harga jual. Namun pada saat ini pemerintah mengatasi kenaikan harga ikan ketika musim buruk dengan cara import dari china atau india. Dengan melakukan import ikan harga dapat dikendalikan dan akan menjaga konsumsi ikan masyarakat. Sentra produksi Dinas Perikanan dan Kelautan, masih mengandalkan sentra produksi perikanan tangkap di Sibolga, Tanjung Balai, dan Belawan. Selain ketiga wilayah itu, masih ada sentra produksi lain, tetapi perlu dibenahi, antara lain Sei Berumbang

Labuhan Batu, Sialang Buah, Tanjung Beringin, Bandar Kalipah, dan Tanjung Tiram, untuk meningkatkan produktivitas sektor perikanan. Hasil ikan kembung masih mendominasi jenis ikan dari semua produksi ikan tangkap di Sumut, serta mendominasi jenis ikan ekspor, setelah ikan teri, tenggiri, dan kakap. 2.1.3 Produksi Ayam Jalur perdagangan daging ayam ras berdasarkan survei dimulai dari peternak yang umumnya menjual dalam kondisi ayam hidup, sementara pedagang besar yang berada di pasar tradisional dalam kondisi hidup atau dalam bentuk potongan daging ayam. Di tingkat pedagang pengecer, ayam ras dijual dalam bentuk daging ayam utuh dan juga dalam bentuk potongan daging ayam. Jalur Perdagangan Daging Ayam Ras:

Biaya dan Margin Usaha Bila dilihat dari struktur ongkos usaha peternak, komponen biaya terbesar adalah untuk pengadaan bibit ayam (51,06%) dan pakan ternak (37,63%). Fluktuasi pada kedua komponen ini sangat signifikan dalam menentukan harga jual daging ayam ras. Berdasarkan survei diperoleh informasi bahwa margin perdagangan di tingkat peternak berkisar Rp. 4.210/kg, di tingkat pedagang besar margin perdagangan sekitar Rp. 980/kg, sedangkan margin pada tingkat pengecer cukup tinggi dibandingkan dengan pedagang besar yaitu sekitar Rp. 1.340/kg. Kondisi ini dimungkinkan karena selain dijual dalam bentuk ayam utuh, pengecer juga menjual ayam yang telah dipotong dan dibersihkan.

BAB III 2.2 Konsumsi

2.2.1 Konsumsi Daging Statistik Konsumsi Daging, 2006-2010Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

Konsumsi daging diperlukan untuk dapat menjalankan fungsi-fungsi Tahun Per Kapita (Kg/Kap/Thn) 2006 32,59 2007 45,88 2008 36,90 2009 35,72 2010 41,14 metabolisme tubuh yang vital, di samping juga memberikan banyak energi. Berikut ini adalah 3 (tiga) manfaat konsumsi daging untuk menunjang kesehatan: 1. Daging mengandung sejumlah besar protein yang penting untuk tubuh. Protein dapat membantu meningkatkan kesehatan secara keseluruhan di samping manfaat lain seperti perbaikan dan pembangunan jaringan tubuh, serta produksi antibodi yang akan melindungi tubuh dari infeksi, sehingga memperkuat sistem kekebalan tubuh. Intinya, karena daging mengandung semua asam amino esensial, mereka berada di peringkat teratas sebagai salah satu sumber protein terbaik. 2. Disamping kaya akan nutrisi, daging merupakan sumber terbaik dari zat besi, seng dan selenium. Zat besi dalam hemoglobin memiliki fungsi penting dalam membantu mengangkut oksigen ke berbagai bagian tubuh. Sedangkan seng, membantu dalam pembentukan jaringan dan metabolisme. Sementara selenium memecah lemak dan bahan kimia dalam tubuh. 3. Vitamin merupakan nutrisi penting yang dapat dipenuhi melalui asupan makanan. Kebutuhan Vitamin A, B dan D ternyata bisa Anda temukan dalam daging. Manfaat vitamin tersebut tidak hanya mempromosikan kesehatan mata, gigi dan tulang kuat tetapi juga mendukung kerja sistem saraf pusat sehingga mempromosikan kesehatan mental juga. Tidak hanya itu, konsumsi daging juga dapat membuat kulit menjadi lebih sehat. Oleh karena manfaat yang diberikan daging sapi sangat besar pemerintah menjadikan konsumsi daging salah satu indikator kesejahteraan masyarakat. Jika diperhatikan dari data tabel diatas dapat dilihat bahwa sebenarnya pemerintah berusaha meningkatkan konsumsi daging dikalangan masyarakat. Dari data terakhir

antara tahun 2009 hingga 2010 terjadi peningkatan konsumsi daging rata-rata perkapita sebesar 5,42kg. Pemerintah mengharapkan peningkatan konsumsi daging perkapita tersebut dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap daging terutama disebabkan oleh cukupnya ketersediaan daging di pasaran.

2.2.2 Konsumsi Ikan Statistik Konsumsi Ikan, 2006-2010Sumber - Source : BPS, diolah oleh Direktorat Pemasaran Dalam Negeri, Ditjen P2HP

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) sepakat untuk bersinergi dalam mendukung Program Gerakan Mari Makan Ikan (Gemarikan). Hal ini merupakan tugas dari KKP dan Tahun Per Kapita (Kg/Kap/Thn) 2006 25,030 2007 26 2008 28 2009 29,080 2010 30,470 Kadin untuk mensosialisasikan Program Gemarikan dalam kebutuhan sehari-hari di masyarakat. Program Gemarikan dinilai erat berhubungan dengan peningkatan taraf kesejahteraan nelayan yang sebagian besar masih hidup memprihatinkan. Peningkatan konsumsi ikan akan berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya para nelayan, pembudidaya dan pengolah hasil perikanan. peningkatan dalam konsumsi ikan bukanlah suatu hal yang mustahil karena wilayah Indonesia memiliki potensi ikan yang cukup besar sehingga dapat dimanfaatkan dengan optimal. Jika tingkat konsumsi ikan masyarakat tinggi, maka semakin tinggi pula dorongan produktivitas kelautan dan perikanan Indonesia. Tingkat konsumsi makan ikan yang kecil dapat mempengaruhi keberlangsungan industri pengolahan ikan dan kesejahteraan nelayan. Oleh sebab itu, Gemarikan merupakan tanggung jawab bersama bukan hanya pemerintah saja tetapi juga para pengusaha dalam mendukung peningkatan konsumsi ikan di masyarakat. Program Gemarikan diharapkan dapat memberikan efek positif terhadap industri, maupun

pelaku perikanan dan kelautan di segala tingkatan terutama bagi para nelayan dan petambak dalam mencapai kesejahteraan. Tercatat tingkat konsumsi ikan tahun 2009 mencapai 29,08 kg/kapita/tahun, 2010 mencapai 30,47 kg/kapita/tahun sedangkan pada tahun 2011 rata-rata konsumsi ikan per kapita tahun 2011 adalah 31,64 kg/kapita mengalami peningkatan rata-rata 3,81 persen dibandingkan konsumsi tahun 2010. Selama periode 2007-2011, rata-rata konsumsi ikan per kapita sebesar 5,04 persen. Peningkatan konsumsi ikan didukung dengan adanya promosi produk dan Gerakan Makan Ikan di seluruh daerah. Di sisi lain, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, total produksi perikanan nasional pada tahun lalu sudah mencapai 10,65 juta ton. Seperti diketahui Program Gerakan Mari Makan Ikan merupakan gerakan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi ikan. Selain itu, program ini juga sebagai langkah upaya pengembangan sektor kelautan dan perikanan yang telah dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menyejahterakan nelayan maupun pembudidaya. Efek tingginya konsumsi ikan bukan hanya dirasakan oleh pihak nelayan, pembudidaya, ataupun industri perikanan, tetapi tingginya konsumsi ikan akan berpengaruh positif bagi kesehatan masyarakat. Sehingga tujuan pemerintah meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap ikan selain menyelamatkan kesejahteraan nelayan juga untuk meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia.

2.2.3 Konsumsi Ayam Statistik Konsumsi Ayam, 2006-2010

Sumber: Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia, BPS

Dalam lima tahun terakhir industri peternakan nasional berkembang dengan Tahun Per Kapita (Kg/Kap/Thn) 2006 22,62 2007 24,03 2008 24,56 2009 28,48 2010 29,19 pesat akibat kenaikan konsumsi ayam domestik seiring peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Pendapatan per kapita masyarakat Indonesia tahun ini diproyeksikan mencapai US$ 3.465, naik dari US$ 3.015 di 2010. Jumlah penduduk juga meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sejak 2006 sebesar 1,5% per tahun. Produksi ayam hidup di Sumut tahun ini diproyeksikan mencapai1,6miliar ekor. Dengan jumlah itu, daerah ini sudah berhasil swasembada ayam. Tahun ini Sumut tidak pernah lagi melakukan impor ayam guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Kondisi ini mencerminkan bahwa Sumut sudah bisa swasembada. Saat ini kebutuhan ayam di Sumut mencapai sekitar 230.000 ekor per hari dengan populasi mencapai 13 juta hingga 14 juta ekor. Adapun persediaan ayam per hari bisa mencapai 400.000 ekor. Sumut juga sudah berhasil swasembada telur dengan produksi per hari mencapai 10 juta butir. Telur itu sudah banyak dikirim ke daerah lain, di antaranya Kepulauan Riau (Kepri) sebanyak 5 juta butir per minggu, Aceh sekitar 1 juta butir per hari dan ke Pulau Jawa mencapai 2 juta butir per pekan. Sejauh ini konsumsi daging unggas di Sumut baru 6,2 gram per kapita per hari, dan telur 24,4 gram per kapita per hari. Padahal, sasaran konsumsi daging unggas pada 2015 harus bisa mencapai 12,80 gram per kapita per hari dan telur 30 gram per kapita per hari. Untuk itu, BKP Sumut akan terus menyosialisasikan pentingnya mengonsumsi daging unggas melalui program makanan beragam, bergizi dan berimbang. Namun jika dilihat dari data statistik diatas bisa disimpulkan

bahwa konsumsi daging perkapita setiap tahunnya mengalami peningkatan dan diharapkan target 2015 bisa tercapai.

PENUTUP Dari pembahasan yang telah dilakukan diatas dapat diketahui bahwa dua hal mendasar yang menjadi faktor utama mempengaruhi tingkat konsumsi daging, ikan, dan ayam yaitu produksi dan gaya konsumsi masyarakat. Oleh sebab itu pemerintah melakukan beberapa kebijakan untuk dapat meningkatkan produksi dari daging, ikan, dan ayam. Selain itu, masyarakat juga harus menyadari bahwa konsum daging, ikan, dan ayam sangat penting bagi kesehatan sehingga seharusnya masyarakat meningkatkan konsumsi terhadap daging, ikan, dan ayam. 3.1 Kesimpulan 1. 2. Konsumsi daging, ikan, dan ayam dipengaruhi oleh produksi dan gaya konsumsi masyarakat. Semakin tinggi tingkat produksi daging, ikan, dan ayam dapat mengurangi harga jual sehingga meningkatkan permintaan atau konsumsi masyarakat. Pemerintah mencanangkan program swasembada daging untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daging sendiri tanpa harus melakukan import. Masih terjadi fluktuasi konsumsi daging.

3.

4.

3.2

Saran 1. 2. Seharusnya pemerintah lebih serius dalam melaksanakan programnya yaitu swasembada daging. Masyarakat seharusnya sadar pentingnya konsumsi daging, ikan, dan ayam dalam memenuhi kebutuhan kalori, protein, dan vitamin.

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2011. Booklet 2011. Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012. Statistik Penyediaan Ikan [online], (http://statistik.kkp.go.id/index.php/statistik/c/3/0/1/StatistikPenyediaan-Ikan/? tahun_start=2005&tahun_to=2012&view_data=1&filter=Lihat+Data+ %C2%BB). Jelia Amelida, 2011. Sumut Swasembada Ayam dan Telur [online], (http://www.seputarindonesia.com/edisicetak/content/view/413651/Anonymous).