Tugas-EE-1-Kekurangan Volume Cairan Tgs Linda
-
Upload
egisulaeman -
Category
Documents
-
view
18 -
download
1
description
Transcript of Tugas-EE-1-Kekurangan Volume Cairan Tgs Linda
1
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem reproduksi adalah kumpulan organ yang mendukung proses reproduksi pada manusia. Dengan sistem reproduksi yang sehat maka proses perkembangbiakan manusia dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Sayangnya dengan maraknya prostitusi, hubungan di luar nikah dan “hubungan” bebas membuat berbagai macam penyakit pada sistem reproduksi semakin menyebar dimana-mana.Oleh karena itu kita perlu prihatin dengan kondisi yang demikian meningkat remaja remaja kita rentan dengan aksi “hubungan” di luar nikah dan “hubungan” bebas. Jika kita berkeliling kota kita maka tidak sulit untuk menemukan berbagai praktisi prostitusi dan “hubungan” bebas dengan begitu terangnya dan dibiarkan begitu saja.
Kegiatan “hubungan” terselubung adalah penyebab paling utama dari penularan berbagai macam masalah sistem reproduksi mengingat kegiatan “hubungan” ini juga melibatkan kedua organ intim pada pasangan.
Penyakit pada sistem reproduksi laki laki juga cukup banyak ragamnya. Laki laki dapat terkena penyakit raja singa yang merupakan infeksi dari virus herpes yang menimbulkan peradangan dan gatal di area kelamin. Penyakit ini sangat menular jika tidak segera diobati.Selanjutnya yang berbahaya dan sering menyerang laki-laki yang suka bergonta-ganti pasangan dan gay adalah penyakit kencing nanah atau gonorhea. Penyebabnya adalah bakteri gonnorhea yang hanya dapat ditularkan melalui kegiatan “hubungan” semata. Penyakit lainnya seperti kanker prostat bisa terjadi pada pasien laki laki dengan gangguan pada kelenjar prostat.
B. Ruang Lingkup Masalah
1. Benigna Prostat Hiperplasia
2. Abses Skrotum
3. Proses Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Reproduksi Pria
2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kekurangan volume cairan,
2. Untuk mengetahui dan memahami tanda dan gejala kekurangan volume
cairan,
3. Untuk memahami patofisiologi,
4. Mengetahui pemeriksaan diagnostic yang harus dilaksanakan,
5. Mengetahui penatalaksanaan medic yang harus dilaksanakan,
6. Memahami proses keperawatan yang harus dilakukan.
3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Benigna Prostat Hiperplasia2.1.1 Pengertian
Hyperplasia prostat atau BPH (Benign prostate Hiperplasia) adalah
pembesaran progresif dari kelenjar postat, bersipat jinak disebabkan oleh hyperplasia
beberapa atau semua komponen perostat yanga mengakibatkan uretra pars prostatika.
Hyperplasia prostatis benigna adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra,
menyebabkan gejala urinaria (Nursalam, 2009).
2.1.2 Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui
secara pasti. Tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan
(purnomo, 2005).
Selain factor tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hyperplasia prostat yaitu sebagai berikut :
1) Dihydrotestosteron, peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
2) Ketidakseimbangan hormone estrogen-testosteron. Pada proses penuaan pria
terjadi pningkatan hormone estrogen dan penurunan testosterone yang
mengakibatkan hiperplasi stroma.
3) Interaksi stroma-epitel. Peningkatan epidermal growth factor dan fibroblast
groth factor dan penurunan transporming growth factor beta menyebabkan
hiperplasi stroma dan epitel.
4) Berkurangnya sel yang mati. Estrogen yang meningkat menyebabkan
peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5) Teori sel stem. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
4
2.1.3 PatofisiologiSejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hyperplasia. Jika prostat membesar, maka akan meluas ke atas (kandung kemih)
sehingga pada bagian dalam akan mempersmpit saluran uretra prostatika dan
menyumbat saluran urine.
Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi
terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot destrusor dan kandung kemih
berkontraksi lebih kuat agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus
menerus menyebabkan perubahan anatomi dari kandung kemih berupa : hipertropi
otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan divertikel kandung kemih.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli k ureter atau terjadi refluks vesiko-
ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jauh ke dalam gagal ginjal.
2.1.4 Manifestasi klinikMenurut Smeltzer dan Bare (2001: 1625) tanda dan gejala dari BPH adalah :
1) Gejala obstruktif dan iritatif (prostatisme). Gejalanya mencakup peningkatan
frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih anyang-anyangan,
abdomen tegang, volume urin menurun dan harus mengejan jika ingin
berkemih, aliran urin tidak lancar, dribbling (urin terus menetes setelah
berkemih) rasa seperti kandung kemih tidak kosong dengan baik, retensi urin
akut (bila lebih dari 60 ml urin tetap berada dalam kandung kemih setelah
berkemih), kekambuhan infeksi saluran kemih.
2) Gejala lain yang mungkin tampak adalah keletihan, anoreksia, mual, muntah,
dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
5
2.1.5 Pathway
3
Hiperplaasia prostat
Penyempitan lumen uretra
Peningkatan tekanan intravesika
Respon iritasi Frekuesi
Meningkat Nokturia Urgensi Disuria
Respon obstruksi Pancaran miksi lemah Intermitensi Hesistansi Miksi tidak puas Menetes setelah miksi
Gangguan pemenuhan eliminasi urine
Perubahan pola pemenuhan eliminasi urin
Nyeri miksi
Respon perubahan pada kandung kemih Hipertrofi otot detrusor Trabekulasi Selula Disvertikel kandung kemih
Respon perubahan pada ginjal dan ureter Refluks vesiko-ureter Hidroureter Hidronefrosis Pielonefritis Gagal ginjal
Tindakan pembedahan Respon psikologis: koping maladaptif, kecemasan
Asuhan keperawatan perioperatif
Kecemasan Gangguan konsep diri
6
2.2 Abses Scrotum
2.2.1 Pengertian
Abses Skrotum merupakan salah satu kasus dalam bidang urologi yang harus
segera ditangani untuk mencegah terjadinya kerusakan pada testis dan terjadinya
Fournier’s gangrene. Abses Srotum adalah kumpulan purulen pada ruang diantara
tunika vaginalis parietalis dan viseralis yang berada mengelilingi Testis Abses
skrotum,terjadi apabila terjadi infeksi bakteri dalam skrotum. Bakteri dapat menyebar
dari kandung kemih atau uretra atau dapat berasal dari penyakit menular seksual
(PMS). Apabila bila tidak diobati, infeksi dapat mengakibatkan terjadinya abses
skrotum
Abses Skrotum terjadi akibat suatu infeksi,dan membutuhkan tindakan
pembedahan. Pembentukan abses merupakan suatu komplikasi dari abses pelvis,dan
komplikasi dari infeksi pada suatu luka. Abses Skrotum dapat terjadi superficial
maupun intraskrotal. Skrotum merupakan kelanjutan dari lapisan dinding perut. Isi
skrotum terdiri dari testis, epididimis, dan struktur korda spermatika.
2.2.2 Etiologi
Epididimitis dan epididymo-orkitis adalah dua yang paling umum penyebab
nyeri skrotum akut pada orang dewasa Infeksi biasanya berasal dari saluran
genitourinari,khususnya kandung kemih, uretra, dan prostat. yang paling patogen
adalah Neisseria gonorrhea,Chlamydia trachomatis, Escherichia coli, Proteus atau
mirabilis. Penyebab umum dari infeksi skrotum, yang dapat menyebabkan abses,
termasuk penyakit menular seksual, seperti gonore dan klamidia. Infeksi virus,juga
dapat mengakibatkan infeksi skrotum.
Pada umumnya abses skrotum merupakan komplikasi dari suatu
penyakit,seperti:appendisitis, epididimitis, orchitis, trauma, varikokel dan abses
pelvis. Abses skrotum yang superficial,biasanya berasal dari infeksi pada folokel
rambut,ataupun luka bekas operasi pada skrotum. Abses intrascrotal paling sering
7
muncul dari epididimitis bakteri, tetapi juga mungkin terkait dengan infeksi dari
epididimitis TB,selain itu dapat timbul dari abses testis yang pecah melalui tunika
albuginea, atau drainase usus buntu ke dalam skrotum melalui prosesus vaginalis.
Abses skrotum dapat juga terjadi sebagai akibat dari ekstravasasi urin yang
terinfeksi dari uretra yang terjadi pada pasien dengan striktur uretra dan kandung
kemih neurogenik menggunakan perangkat koleksi eksternal. Penyebab paling umum
adalah postneglected testis torsi atau epididymo orchitis necrotizing. penyebab lain
termasuk infeksi hidrokel atau TB infeksi.
Penyebab yang sangat jarang adalah apendisitis akut, dengan kurang dari 25
kasus yang dilaporkan dalam literatur. Kebanyakan pasien datang dengan tanda-tanda
skrotum akut akibat apendikular patologi memiliki riwayat PPV(Paten Procesus
Vaginaliss).
Pada pria yang aktif secara seksual, organisme yang utama adalah Chlamydia
trachomatis dan Neisseria gonorrhea, klamidia yang menjadi lebih umum. Pada pria
homoseksual dengan usia kurang dari 35 tahun, dan bakteri coliform yang menjadi
penyebab utama. Pada laki-laki tua yang biasanya kurang aktif secara seksual,bakteri
patogen saluran kemih adalah organisme yang paling umum, seperti: Escherichia coli
dan pseudomonas menjadi lebih umum, namun, patogen. Trauma biasanya
bermanifestasi sebagai pembengkakan skrotum dengan hematoma intratesticular dan
skrotum dan berbagai tingkat ekimosis dinding skrotum.
2.2.3 Patofisiologi
Skrotum berkembang sebagai bagian dari rongga perut, dan prosesus vaginalis
tetap paten 80-90% dari bayi yang baru lahir, dan secara bertahap menurun sampai
15-37% selama dewasa. Pada beberapa penyakit infeksi yang terjadi intraabdominal
mungkin menemukan jalan ke skrotum melalui PPV(Paten Prosesus Vaginalis)
Abses skrotum terjadi karena adanya infeksi yang menyebabkan
terkumpulnya cairan dalams tunika vaginalis. Epididimitis dan orchitis
mengakibatkan terjadinya akumulasi abses yang mengganggu suplai darah ke
8
testicular,terutama menimbulkan infeksi dan infark testicular,sehingga terjadi ruptur
pada tunika albugenia. Trauma dapat mengakibatkan terjadinya infeksi dan
menimbulkan akumulasi abses , apabila bakteri masuk dan merusak kulit sampai
terjadinya hidrocel. Setelah infeksi intra-abdomen maka terjadi ,mekanisme
pembentukan abses maka dengan cepat terjadi penyebaran bakteri dari abdomen ke
skrotum melalui prosesus vaginalis.
2.2.4 Manifestasi Klinis
Pada pasien yang mengalami abses skrotum mungkin memiliki gejala yang
berkaitan dengan etiologi abses seperti gejala infeksi saluran kemih atau penyakit
menular seksual, seperti frekuensi, urgensi, disuria,dan ukuran penis. Skrotum sering
eritema dan terjadi peradangan selain itu dapat teraba fluktuasi pada skrotum.
Apabila terjadi trauma pada skrotum maka dapat ditemukan gambaran klinis :
Nyeri akut pada skrotum, pembengkakan, memar, dan kerusakan akibat cedera kulit
skrotum yang merupakan gejala klinis utama. Bahkan dapat terjadi pada luka
terisolasi/tertutup, sakit perut, mual, muntah, dan dapat menimbulkan kesulitan
berkemih.
2.2.5 Pathway
Primer (kelainan bawaan)
Sekunder (trauma epididymis, infeksi,
tumor tetis)
Terganggunya system sekresi/
reabsorpsi plasma dan transudat
9
Sistem lympatic yang belum sempurna
Penutupan prosesus vaginalis yang belum
sempurna
Tehambatnya proses reabsorpsi
cairan
Keluarnya cairan dari rongga abdomen
Cairan menumpuk di lapisan pariental dan
viseral
Penumpukan cairan di tunika vaginalis
Sistem lympatic yang belum sempurna Hidrokel
Penumpukan cairan di Skrotum
Media berkembangnya
bakteri
Infeksi Testis
PK Infeksi
Skrotum Membesar
PRE OP POST OP
PRE OP
Perubahan status
kesehatan
Klien merasa tidak percaya
diri
Perasaan tidak nyaman
saat berpakaian
Kurangnya informasi tentang penyakit
Gangguan sirkulasi
testikular
10
Klen cemas dengan
kondisinya
Ansietas
Gangguan Citra Tubuh Nyaman Klien
bertanya-tanya
tentang penyakitnya
Atrofi Testis
Gangguan spermatoge
nesis
Perubahan fungsi
seksual
Disfungsi Seksual
POST OP
Penatalaksanaan pembedahan
Kemungkinan adanya pendarahan
masif
Defisit Pengetahuan
11
Adanya Luka Insisi
Pajanan Patogen
Risiko Infeksi
Klien mengeluh nyeri
Nyeri Akut
Risiko Pendarahan
12
KONSEP KEPERAWATAN
2.3 Asuhan Keperawatan kepada klien penderita benigna prostat hyperplasia
2.3.1 Pengkajian
Kaji berapa lama keluhan hesistansi (mngejan untuk memulai urine), keluhan
intermitensi (miksi berhenti dan kemudian memancar lagi), pancaran miksi melemah,
keluhan miksi tidak puas, keluhan miksi menetes, keluhan peningkatan frekuensi
miksi, keluhan miksi sering pada malam hari, keluhan sangat ingin miksi dan keluhan
rasa sakit waktu miksi mulai dirasakan.
Kaji pengaruh gangguan miksi pada respons psikologis dan perencanaan
pembedahan. Pada pengkajian sering didapatkan adanya kecemasan, gangguan
konsep diri (gambaran diri) yang merupakan respon dari adanya penyakit dan rencana
untuk dilakukan pembedahan.
2.3.1.1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan TTV dilakukan terutama pada klien praoperatif. Nadi dapat
meningkat pada keadaan kesakitan, pada retensi urine akut, dehidrasi sampai syok
pada retensi uine, serta urosepsis sampai syok septik.
Pada pemeriksaan pengaruh penyempitan lumen uretra memberikan
manifestasi pada tanda-tanda obstruksi dan iritasi saluran kemih. Tanda obstruksi
yang didapatkan meliputi hesistansi, pancaran miksi melemah, intermitensi, dan
menetes setelah miksi. Sementara itu tanda iritasi, meliputi : adanya peningkatan
frekuensi, urgensi, nokturia dan dysuria.
Penis dan uretra juga diperiksa untuk mendeteksi kemungkinan stenosis
meatus, struktur uretra, batu uretra, karsinoma, maupun fimosis,. Pemeriksaan
skrotum untuk menentukan adanya epididymitis.
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk mngetahui
adanya hidronefrosis dan pyelonefrosis. Pada daerah supra-simfisis, keadaan retensi
13
akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballottement dank lien akan trasa ingin
miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
Rectal touch/pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk mnentukan konsistensi
system persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
2.3.1.2 Pengkajian Diagnostik
1) Urinalis untuk melihat adanya tanda infeksi pada saluran kemih.
2) Fungsi ginjal untuk menilai adanya gangguan fungsi ginjal.
3) Pemeriksaan uroflowmetri.
4) Foto polos abdomen untuk menilai adanya batu saluran kemih.
5) PIV, untuk melihat adanya komplikasi pada ureter dan ginjal, seperti
hidroureter, hidronefrosis.
2.3.1.3 Pengkajian Penatalaksanaan Medis
1) Penghambat adrenergik α, agar mengurangi resistensi otot polos prostat.
2) Teknik pembedahan :
a) Pembedahan endourologi (TURP) atau pembedahan terbuka, bertujuan
untuk reseksi prostat yang mmbesar.
b) Kriteria pembedahan dilakukan : klien yang mengalami retensi urine akut
atau pernah retensi urine akut, klien dengan residual urine >100ml. klien
dengan penyulit, terapi medikamentosa tidak berhasil dan flowmetri
menunjukan pola obstruktif.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan eliminasi urine b.d retensi urine, obstruksi uretra
sekunder dari pembesaran prostat dan obstruksi uretra.
2. Nyeri b.d peregangan dari terminal saraf, dysuria, resistensi otot prostat, efek
mengejan saat miksi efek sekunder dari obstruksi uretra, nyeri pascabedah.
14
3. Resiko tinggi trauma b.d kerusakan jaringan pasca-prosedur pembedahan.
4. Resiko tinggi infeksi b.d port de entrée luka pascabedah
5. Pemenuhan informasi preoperative b.d rencana pembedahan, prognosis
penyakit
6. Kecemasan b.d prognosis pembedahan, tindakan invasif diagnostic
2.3.3 Rencana Keperawatan
Tujuan dari rencana keperawatan praoperatif adalah mengadaptasikan keluhan
nyeri, pemenuhan eliminasi urine, penurunan kecemasan dan terpenuhinya kebutuhan
informasi tentang asuhan perioperative
Gangguan pemenuhan eliminasi urine b.d retensi urine, obstruksi uretra sekunder
dari pembesaran prostat
Tujuan : dalam waktu 7 x 24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi klien
Kriteria Evaluasi :
- Frekuensi miksi dalam batas 5–8 x/24 jam.
- Persiapan prapembedahan berjalan lancar.
- Respon pascabedah, meliputi kateter tetap kondisi baik, tidak ada sumbatan
aliran darah melalui kateter, dan tidak terjadi retensi pada saat irigasi
Intervensi Rasional
Kaji pola berkemih, dan catat produksi
urin tiap 6 jam
Mengetahui pengaruh iritasi kandung
kemih dengan frekuensi miksi
Menghidari minum banyak dalam
waktu singkat, menghindari alcohol dan
diuretic
Mencegah oven distensi kandung kemih
akibat tonus otot detrusor menurun
Intervensi pasca bedah
kaji urine dan sitem kateter/drainase,
khusunya selama irigasi kandung
kemih
retensi terjadi karena edema area
bedah, bekuan darah dan spasme
kandung kemih
15
perhatikan waktu, jumlah berkemih
dan ukuran aliran setelah kateter
dilepas
dorong pemasukan cairan 3.000 ml
sesuai toleransi
kateter biasanya dilepas 2–5 hari
setelah bedah, tetapi berkemih dapat
berlanjut menjadi masalah untuk
beberapa waktu karena edema uretra
dan kehilangan tonus.
Mempertahankan hidrasi adekuat dan
perfusi ginjal untuk aliran urine
Kolaborasi
Pemberian obat penghambat
adrenergik α.
Tindakan Trans Uretral reseksi
prostat
Untuk mengurangi resistensi oto
polos prostat
Tindakan endourologi adalah tindakn
invasif minimal untuk reseksi prostat.
Lebih aman apabila klien yang
mengalami risiko tinggi pembedahan
tidak perlu insisi pembedahan.
Gangguan pemenuhan eliminasi urine b.d retensi urine, obstruksi uretra sekunder
dari pembesaran prostat, respons pascabedah
Tujuan : dalam waktu 7 x 24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi klien
Kriteria Evaluasi :
- Frekuensi miksi dalam batas 5–8 x/24 jam.
- Persiapan prapembedahan berjalan lancar.
Intervensi Rasional
Kaji pola berkemih, dan catat produksi
urin tiap 1 jam khususnya selam irigasi
kandung kemih
Mengetahui pengaruh iritasi kandung
kemih dengan frekuensi miksi. Pada
pascabedah, retensi dapat terjadi karena
16
edema area bedah, bekuan darah, dan
spasme kandung kemih
Menghidari minum banyak dalam
waktu singkat, menghindari alcohol dan
diuretic
Mencegah oven distensi kandung kemih
akibat tonus otot detrusor menurun
Kolaborasi
Pemberian obat penghambat
adrenergik α.
Tindakan Trans Uretral reseksi
prostat
Untuk mengurangi resistensi oto
polos prostat
Tindakan endourologi adalah tindakn
invasif minimal untuk reseksi prostat.
Lebih aman apabila klien yang
mengalami risiko tinggi pembedahan
tidak perlu insisi pembedahan.
Nyeri b.d peregangan dari terminal saraf, disuria, resistensi otot prostat, efek
mengejan saat miksi efek sekunder dari obstruksi uretra, nyeri pasca bedah.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam terdapat penurunan respon nyeri
Kriteria Evaluasi :
- Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, skala nyeri 0-1 (0-
4) secara objektif didapatkan TTV dalam batas normal, wajah rileks.
Intervensi Rasional
Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST Pengkajian dengan pendekatan PQRST
yang komprehensif dapat menjadi
parameter dasar dalam melaksanakan
perencanaan intervensi.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan
Atur posisi fisiologis Posisi fisiologis akan meningkatka
asupan O2 ke jaringan yang
17
Istirahatkan klien
Manajemen lingkungan : lingkungan
tenang dan batasi pengunjung.
Ajarkan teknik relaksasi nafas
dalam.
Ajarkan teknik distraksi pada saat
nyeri
Lakukan manajemen sentuhan.
mengalami iskemia akibat respons
peradangan.
Istirahat dilakukan apabila nyeri
dirasakan sangat hebat.
Lingkungan tenang akan
menurunkan stimulus nyeri ekternal
dan pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang
berada di ruangan.
Meningkatkan asupan O2 sehiingga
akan menurunkan nyeri sekunder
dari iskemia jaringan.
Distraksi (pengalihan perhatian)
dapat menurunkan stimulus internal
dengan mekanisme peningkatan
produksi endorfin dan enkefalin
yang dapat memblok reseptor nyeri
untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan
persepsi nyeri.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan
psikologis dapat membantu
menurunkan nyeri. Masase ringan
dapat meningkatkan aliran darah dan
dengan otomatis membantu suplai
18
darah dan oksigen ke area nyeri dan
menurunkan sensasi nyeri.
Kolaborasi untuk pemberian analgetik
narkotik
Analgetik narkotik dapat memblok
stimulus nyeri agar tidak mencapai
korteks serebri sehingga persepsi nyeri
berkurang.
Risiko tinggi trauma b.d kerusakan jaringan pasca prosedur pembedahan
Tujuan : dalam waktu 5x24 jam tidak mengalami trauma pascabedah.
Kriteria evaluasi :
- Tidak ada keluhan subjektif , seperti disuria dan urgensi.
- Eliminasi urine tanpa menggunakan kateter.
- Pascabedah tanpa ada komplikasi
Intervensi Rasional
Monitor adanya keluhan subjektif pada
saat melakukan eliminasi urine.
Parameter penting dalam mengevaluasi
intervensi yang telah dilaksanakan.
Istirahatkan pasien setelah pembedahan Pasien dianjurkan tirah baring selama
24-28 jam, tergantung pada sejauh mana
prosedur yang telah dilakukan
Lepaskan kateter pada hari ke 1-3 pasca
operasi
Menurunkan resiko cedera pada uretra.
Evaluasi pasca intervensi pelebaran
uretra
Kekambuhan struktur uretra dari
intervensi pelebaran uretra adalah
komplikasi yang paling umum.
Meskipun jarang, intervensi untuk
melebarkan uretra dapat menyebabkan
trauma uretra, kondisi ini termasuk
instrumen yang dimasukkan melalui
19
urothelium kedalam korpus spongiosum.
Resiko ini dapat diminimalisasi dengan
teknik hati-hati dan pilihan pelebaran
yang tepat untuk pasien.
Kolaborasi :
1. Antibiotik intravena pasca
operasi
2. Agen antimuskarinik
Menurunkan resiko infeksi yang akan
meningkatkan respons trauma jaringan
pascabedah.
Sering digunakan untuk mencegah
kejang kandung kemih.
Risiko tinggi infeksi b.d port de entree dari luka pembedahan
Tujuan : dalam waktu 12x24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada
integritas jaringan lunak.
Kriteria evaluasi :
- Jahitan dilepas pada hari ke – 12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan
peradangan pada area luka pembedahan.
- Leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari
pembedahan, dan apakah adanya order
khusus dari tim dokter bedah dalam
melakukan perawatan luka.
Mengidentifikasi kemajuan atau
penyimpangan dari tujuan yang
diharapkan.
Lakukan mobilisasi miring kiri-kanan
tiap 2 jam.
Mencegah penekanan setempat yang
berlanjut pada nekrosis jaringan lunak.
Lakukan perawatan luka :
Lakukan perawatan luka steril pada
hari ke 3 operasi dan diulang setiap
Perawatan luka sebaiknya tidak
setiap hari untuk menurunkan kontak
20
2 hari sekali.
Bersihkan luka dengan cairan
antiseptik jenis iodine providum
dengan cara swabbing dari arah
dalam ke luar.
Bersihkan bekas sisa iodine
providum dengan alkohol 70% atau
normal salin dengan cara swabbing
dari arah dalam keluar.
Tutup luka dengan kasa steril dan
tutup dengan plester adhesif yang
menyeluruh menutupi kasa.
tindakan dengan luka yang dalam
kondisi steril sehingga mencegah
kontaminasi kuman ke luka bedah.
Pembersihan debris (sisa fagositosis,
jaringan mati) dan kuman sekitar
luka dengan mengoptimalkan
kelebihan dari iodine providum
sebgai antiseptik dan dengan arah
dari dalam keluar agar dapat
mencegah kontaminasi kuman ke
jaringan luka.
Antiseptik iodine providum
mempunyai kelemahan dalam
menurunkan proses epitelisasi
jaringan sehinggga memperlambat
pertumbuhan luka, maka harus
dibersihkan dengan alkohol atau
normal salin.
Penutupan secara menyeluruh dapat
menghindari kontaminasi dari benda
atau udara yang bersentuhan dengan
luka bedah.
Monitor adanya tanda-tanda infeksi dan
peradangan disekitar luka operasi
Infeksi luka operasi memberikan
manifestasi adanya tanda-tanda
peradangan disekitar luka seperti
kemerahan, bengkak, panas lokal dan
nyeri. Tanda-tanda infeksi seperti
keluarnya pus pada permukaan luka
21
operasi, peningkatan suhu tubuh, dan
nilai laboratorium didapatkan
leukositosis yang menjadi parameter
penting bagi perawat dalam memonitor
kondisi luka operasi.
Evaluasi kondisi luka setiap melakukan
perawatan luka
Peran perawat utama dalam memelihara
tujuan 12x24 jam jahitan pasca bedah
dapat dilepas yang berarti penyembuhan
luka operasi sudah selesai.
Pemenuhan informasi preopratif b.d rencana pembedahan pembedahan, prognosis
penyakit
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam terpenuhinya pengetahuan pasien dan keluarga
tentang pembedahan.
Kriteria evaluasi :
- Pasien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan
- Pasien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi keperawatan
- Pasien dan keluarga secara subjektife menyatakan bersedia dan termotivasi
untuk melakukan aturan atau prosedur prabedah yang telah dijelaskan.
- Pasien dan keluarga memahami tahap-tahap intraoperatif dan pascaanastesi
- Pasien dan keluarga mampu mengulang kembali secara narasi intervensi
prosedur pascaanestesi atau perencanaan pasien pulang.
- Pasien dan keluarga memahami respon pembedahan scara fisiologis dan
psikologis.
- Secara subjektif pasien menyatakan rasa nyaman dan relaksasi emosional.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan dan sumber
informasi yang telah diterima
Menjadi data dasar untuk memberikan
pendidikan kesehatan dan
22
mengklarifikasi sumber yang tidak jelas.
Diskusikan jadwal tindakan diagnostik
dan pembedahan
Pasien dan keluarga harus diberitahu
waktu dimulainya tindakan diagnostik
dan pembedahan. Apabila rumah sakit
mempunyai jadwal kamar operasi yang
padat, lebih baik pasien dan keluarga
diberitahukan tentang banyaknya jadwal
operasi yang telah ditetapkan sebelum
pasien.
Diskusikan lamanya pembedahan Kurang bijaksana bila memberitahukan
pasien dan keluarganya tentang lamanya
waktu tindakan diagnostik dan operasi
dan akan dijalani. Penundaan yang tidak
diantisipasi dapat terjadi karena berbagai
alasan. Apabila pasien tidak kembali
pada waktu yang diharapkan, keluarga
akan menjadi sangat cemas.anggota
keluarga harus menunggu dalam ruang
tunggu bedah untuk mendapat berita
yang terbaru dari staf.
Lakukan pendidikan kesehatan
preoperative
Manfaat dari instruksi preoperatif telah
dikenal sejak lama. Setiap pasien
diajarkan sebagai seorang individu,
dengan mempertibangan segala keunikan
ansietas, kebutuhan dan harapan-
harapannya.
Programkan instruksi yang didasarkan
pada kebutuhan individu direncanakan
Jika sesi penyuluhan dilakukan beberapa
hari sebelum tindakan diagnostik dan
23
dan diimplementasikan pada waktu
yang tepat.
pembedahan, pasien mungkin tidak ingat
tentang apa yang telah dikatakan. Jika
instruksi diberikan terlalu dekat dengan
waktu pembedahan, pasien mungkin
tidak dapat berkonsentrasi atau belajar
karena ansietas atau efek dari medikasi
praanestesi
Beritahu persiapan pembedahan
meliputi :
- Persiapan Intestinal
- Persiapan kulit
Pembersihan dengan enema atau laktasif
mugkin dilakkan pada malam sebelum
operasi dan mungkin diulang jika tidak
efektif. Pembersihan ini adalah untuk
mencegah defekasi selama anestesi atau
mencegah trauma yang tidak diinginkan
pada intestinalselama pembedahan
abdomen.
Tujuan dari persiapan kulit preoperative
adalah untuk mengurangi sumber bakteri
tanpa mencederai kulit.
Bila ada waktu, seperti pada bedah
elektif, pasien dapat diintruksikan untuk
mengenakan sabun yang mengandung
deterjen germisida untuk membersihkan
area kulit selama beberapa hari sebelum
pembedahan, untuk mengurangi jumlah
organisme kulit; persiapan ini dapat
dilakukan dirumah
24
- Pencukuran area operasi
Sebelum pembedahan, pasien harus
mandi air hangat dan merelakskan, serta
menggunakan sabun betadin, meskipun
hal ini lebih disukai dilakukan pada hari
pembedahan, waktu yang dijadwalkan
untuk pembedahan dapat mengharuskan
bahwa hal tersebut dilakukan pada
malam sebelumnya
Tujuan penjadwalan mandi pembersihan
sedekat mungkin dengan waktu
pembedahan adalah untu mengurangi
risiko kontaminasi kulit terhadap luka
bedah.
Mencuci rambut sehari sebelum
pembedahan sangat disarankan kecuali
kondisi pasien tidak memungkinkan hal
tersebut
Pencukuran area operasi dilakukan
apabila protocol dicukur atau ahli bedah
mengharuskan kulit untuk dicukur,
pasien diberitahukan tentang prosedur
mencukur, dibaringkan dalam posisi
yang nyaman, dan tidak memajan bagian
yang tidak perlu
Beritahu persiapan pembedahan,
meliputi:
- Persiapan istirahat dan tidur Istirahat merupakan hal yang penting
untuk penyembuhan normal. Kecemasan
25
- Persiapan rambut dan kosmetik
tentang pembedahan dapat dengan
mudah menggangu kemampuan untuk
istirahat atau tidur, kondisi penyakit
yang membutuhkan tindakan
pembedahan mungkin akan
menimbulkan rasa nyeri yang hebat
sehingga mengganggu istirahat.
Perawata harus memberi lingkungan
yang tenang dan nyaman untuk pasien.
Dokter sering memberi obat hipnotik-
sedatif atau antiansietas pada malam hari
sebelum pembedahan. Obat-obatan
hipnotik-sedatif (misalnya: flurazepam
[Dalmane]) sehingga dapat mempercepat
pasien tidur. Obat-obatan antiansietas
(misalnya: alprazolam [Xanax],
diazepam [Valium]) bekerja pada
korteks serebraldan system limbic untuk
menghilangkan ansietas
Untuk menghindari cedera, perawat
meminta melepaskan jepit rambutnya
sebelum masuk ke ruang operasi.
Rambut palsu juga harus dilepas.
Rambut panjang dapat dikepang agar
tetap pada tempatnya. Pasien akan
memakai tutup kepala sebelum
memasuki ruang operasi.
Selama dan setelah pembedahan, ahli
26
- Persiapan alat bantu (prostese) dan
perhiasan
- Persiapan administrasi dan informed
consent
anestesi dan perawat mengkaji kulit dan
membrane mukosa untuk menentukan
kadar oksigenasi dan sirkulasi pasien.
Oleh Karena itu, seluruh riasan muka
(lipstick, bedak, pemerah muka, dan cat
kuku) harus dihilangkan untuk
memperlihatkan warna kulit dan kuku
yang normal.
Pasien harus melepaskan semua
prostese, termasuk gigi palsuu lengkap
atau sebagian, kaki palsu, mata palsu,
dan lensa kontak, alat bantu dengar, bulu
mata palsu dan kacamata harus dilepas.
Apabila pasien memiliki brace (alat
penopang) atau bidai, perawat meminta
dokter untuk menentukan alat-alat
tersebut harus dilepas atau tidak.
Pada banyak lembaga, perawat harus
mendokumentasikan daftar seluruh alat
prostese atau barang – barang pribadi
termasuk perhiassan dan menyimpannya
sesuai dengan kebijakan lembaga.
Perawat juga bolem memberikan
prostese dan perhiasan pada anggota
keluarga.
Pasien sudah menyelesaikan administrasi
dan mengetahui secara finansial biaya
pembedahan. Pasien sudah mendapat
27
penjelasan dan menandatangani
informed consent.
Kecemasan b.d prognosis pembedahan, tindakan invasive diagnostik
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam kecemasan pasien berkurang atau hilang
Kriteria evaluasi :
- Pasien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaanya, dapat
mengidentifikasi penyebab atau faktor mempengaruhinya, kooperatif
tehadap tindakan, dan wajah rileks
Intervensi Rasional
Bantu pasien mengekspresikan perasaan
marah, kehilangan, dan takut
Cemas berkelajutan memberikan
dampak serangan jantung berkelanjutan
Beri dukungan prabedah Hubungan emosional yang baik antara
perawat dan pasien akan mempengaruhi
penerimaan pasien dengan pembedahan.
Aktif mendengar semua kekhawatiran
dan keprihatinan pasien adalah bagian
penting dari evaluasi praoperatif
keterbukaan mengenai tindakan bedah
yang akan dilakukan, pilihan anestesi,
dan perubahan atau kejadian
pascaoperatif yang diharapkan akan
menghilangkan banyak ketakutan tak
berdasar terhadap anestesi. Bagi
sebagian besar pasien pembedahan
adalah suatu peristiwa hidup yang
bermakna.
Kemampuan perawat dan dokter untuk
28
memandang pasien dan keluarganya
sebagai manusia yang layak untuk
didengarkan dan diminta pendapat, ikut
menentukan hasil pembedahan. Egbert et
al. (1963, dalam Gruendemann, 2006)
memperlihatkan bahwa kecemasan
pasien yang dikunjungi dan diminta
pendapat sebelum dioperasi akan
berkurang saat tiba dikamar operasi
dibandingkan mereka yang hanya
sekadar diberi pramedikasi dengan
fenobarbital
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat menimbulkan rasa
marah, menurunkan kerja sama dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
Beri lingkungan yang tenang dengan
suasana penuh istirahat
Mengurangi rangsangan eksternal yang
tidak perlu.
Beri kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan ansietasnya
Dapat menghilangkan ketegangan
terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan
Berikan privasi untuk pasien dan orang
terdekat
Memberikan waktu untuk
mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas, dan perilaku
adaptasi. Adanya keluarga dan teman-
teman yang diilih pasien untuk melayani
aktivitas dan pengalihan (misalnya:
membaca) akan menurunkan perasaan
terisolasi
29
Kolaborasi: berikan anti-cemas sesuai
indikasi, contohnya diazepam
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kecemasan
2.3.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan adalah
sebagai berikut.
1. Gangguan pemenuhan eliminasi urine teratasi
2. Penurunan skala nyeri
3. Tidak mengalami trauma pascabedah
4. Tidak terjadi infeksi luka pascabedah
5. Informasi kesehatan terpenuhi
6. Penurunan tingkat cemas
2.4 Asuhan Keperawatan kepada klien penderita abses skrotum
2.4.1 Pengkajian
Berkaitan tentang lamanya pembengkakan skrotum dan apakah ukuran
pembengkakan itu bervariasi baik pada waktu istirahat maupun pada keadaan
emosional (menangis dan ketakutan)
Dari anamnesis dapat di temukan: pasien yang baru menderita epididimitis
atau orchitis namun tidak menjalani pengobatan secara teratur,komplikasi dari
perforasi appendisitis, komplikasi dari operasi, sirkumsisi, vasektomi dan Chron’s
disease. Pasien datang dengan keluhan nyeri dan dapat pula disertai dengan demam.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien yang telah di drainase atau pada pasien dengan
gejala massa pada testis. Pasien biasanya mengeluh rasa sakit skrotum yang hebat,
kemerahan, panas, nyeri dan toksisitas sistemik termasuk demam dan leukositosis.
Pasien mungkin atau tidak mengeluh muntah.
2.4.1.1 Pemeriksaan Fisik
30
Pemeriksaan ini sangat membantu karena ditemukan skrotum teraba lembut
atau kenyal. Pada pemeriksan fisik dapat ditemukan: bengkak pada skrotum,tidak
keras,dan merah pada skrotum,dan dapat menjadi fluktuan.
Selain itu palpasi pada testis untuk menentukan epididimo-orchitis dan gejala
karsinoma testis. Pada pemeriksaan skrotum dapat juga menggambarkan
ukuran,karakteristik,dan massa yang terjadi pada testis.
Adanya pembesaran pasa skrotum bisa berhubungan dengan pembesaran
testis atau epididimis, hernia, varikokel, spermatokel, dan hidrokel. Pembesaran pada
testis dapat disebabkan oleh tumor atau peradangan. Pembesaran pada skrotum yang
nyeri dapat disebabkan oleh peradangan akut epididimis atau testis,torsio korda
spermatika,atau hernia strangulata. Apabila skrotum membesar dan dicurigai hidrokel
maka dapat dilakukan tes transluminasi.
2.4.1.2 Pengkajian Diagnostik
A. Laboratorium
1. Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan peningkatan sel darah
putih(leukosit) yang diakibatkan oleh terjadinnya inflamasi atau infeksi pada
skrotum.
2. Selain itu dapat dilakukan Kultur urin dan pewarnaan gram untuk mengetahui
kuman penyebab infeksi.
3. Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
4. Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae.
5. Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita
B. Ultrasonografi
Pada pemeriksaan Ultrasonografi pyocele akan memberikan gambaran yang
lebih parah, Hal itu membedakan dari hidrocele. Septa atau lokulasi, level cairan
menggambarkan permukaan dari hidrocele /pyocele,dan gas pada pembentukan
31
organisme. Pemeriksaan USG biasanya menunjukankan akumulasi cairan ringan
dengan gambaran internal atau lesi hypoechoic yang diserai dengan isi skrotum
normal atau bengkak.
USG skrotum sangat membantu dalam mendiagnosis abses intraskrotal
terutama jika ada massa inflamasi. USG skrotum dapat menggambarkan perluasan
abses ke dinding skrotum, epididimis, dan atau testis. USG skrotum adalah tambahan
yang berguna untuk mendiagnosis dan pemeriksaan fisik dalam penilaian abses
skrotum. Hal ini memungkinkan untuk lokalisasi abses skrotum serta evaluasi
vaskularisasi dari epididimis dan testis, yang mungkin terlibat.
C. CT-Scan
CT Scan juga dapat digunakan untuk melihat adanya penyebaran abses.
Pemeriksaan Real-time ultrasound harus dilakukan jika terjadi fraktur,dan harus
ditangani dengan eksplorasi skrotal. Testis yang mengalami kontusio biasanya
memberikan respon yang baik terhadap istirahat dan analgesia.
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d peregangan terminal saraf sekunder dari pembengkakan skrotum
2. Gangguan konsep diri (gambaran diri) b.d penurunan fungsi tubuh, koping
maladaptif
3. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan
2.4.3 Rencana Keperawatan
Tujuan dari rencana keperawatan adalah diharapkan pada evaluasi didapatkan
penurunan stimulus nyeri, penurunan kecemasan dan terpenuhinya kebutuhan
informasi
Nyeri b.d peregangan dari terminal saraf dari pembengkakan skrotum
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam terdapat penurunan respon nyeri
Kriteria Evaluasi :
32
- Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, skala nyeri 0-1 (0-
4) secara objektif didapatkan TTV dalam batas normal, wajah rileks.
Intervensi Rasional
Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST Pengkajian dengan pendekatan PQRST
yang komprehensif dapat menjadi
parameter dasar dalam melaksanakan
perencanaan intervensi.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan
Atur posisi fisiologis
Istirahatkan klien
Manajemen lingkungan : lingkungan
tenang dan batasi pengunjung.
Ajarkan teknik relaksasi nafas
dalam.
Ajarkan teknik distraksi pada saat
nyeri
Posisi fisiologis akan meningkatka
asupan O2 ke jaringan yang
mengalami iskemia akibat respons
peradangan.
Istirahat dilakukan apabila nyeri
dirasakan sangat hebat.
Lingkungan tenang akan
menurunkan stimulus nyeri ekternal
dan pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang
berada di ruangan.
Meningkatkan asupan O2 sehiingga
akan menurunkan nyeri sekunder
dari iskemia jaringan.
Distraksi (pengalihan perhatian)
dapat menurunkan stimulus internal
dengan mekanisme peningkatan
produksi endorfin dan enkefalin
33
Lakukan manajemen sentuhan.
yang dapat memblok reseptor nyeri
untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan
persepsi nyeri.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan
psikologis dapat membantu
menurunkan nyeri. Masase ringan
dapat meningkatkan aliran darah dan
dengan otomatis membantu suplai
darah dan oksigen ke area nyeri dan
menurunkan sensasi nyeri.
Kolaborasi untuk pemberian analgetik
narkotik
Analgetik narkotik dapat memblok
stimulus nyeri agar tidak mencapai
korteks serebri sehingga persepsi nyeri
berkurang.
Gangguan konsep diri (gambaran diri) b.d penurunan fungsi tubuh, koping
maladaptif.
Tujuan : dalam waktu 1 jam pasien mampu mengembangkan koping yang positif.
Kriteria :
- Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan
- Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
- Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
- Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan
cara yang akurattanpa harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
34
Kaji perubahan dari gangguan persepsi
dan hubungan dengan derajat
ketidakmampuan
Menentukan bantuan individual dalam
menyususn rencana perawatan atau
pemilihan intervensi
Identifikasi arti dari kehilangan atau
disfungsi pada pasien
Mekanisme koping pada beberapa pasien
dapat menerima dan mengatur
perubahan fungsi secara efektif dengan
sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang
lain mengalami koping maladaptif dan
mempunyai kesulitan dalam
membandingkan, mengenal, dan
mengatur kekurangan yang terdapat pada
dirinya.
Anjurkan pasien untuk
mengekspresikan perasaan
Menunjukan penerimaan, membantu
pasien untuk mengenal dan mulai
menyesuaikan dengan perasaan tersebut.
Catat ketika pasien menyatakan
terpengaruh seperti sekarat atau
mengingkari dan menyatakan inilah
kematian.
Mendukung penolakan terhadap bagian
tubuh atau perasaan negatif terhadap
gambaran tubuh dan kemampuan yang
menunjukan kebutuhan dan intervensi,
serta dukungan emosional
Pernyataan pengakuan terhadap
penolakan tubuh, mengingatkan
kembali fakta kejadian tentang realitas
bahwa masih dapat menggunakan sisi
yang sakit dan belajar mengontrol sisi
yang sehat.
Membantu pasien untuk melihat bahwa
perawat menerima kedua bagian sebagai
bagian dari seluruh tubuh. Mengijinkan
pasien untuk merasakan adanya harapan
dan mulai menerima situasi baru.
Bantu dan anjurkan perawatan yang
baik dan memperbaiki kebiasaan
Membantu meningkatkan perasaan harga
diri dan mengontrol lebih dari satu area
35
kehidupan.
Anjurkan orang yang terdekat untuk
mengijinkan pasien melakukan
sebanyak-banyaknya hal-hal untuk
dirinya.
Menghidupkan kembali perasaan
kemandirian dan membantu
perkembangan harga diri, serta
meperngaruhi proses rehabilitasi.
Dukung perilaku atau usaha seperti
meningkatkan minat atau partisipasi
dalam aktivitas rehabilitasi
Pasien dapat beradaptasi terhadap
perubahan dan pengertian tentang peran
individu masa mendatang
Monitor gangguan tidur, peningkatan
kesulitan konsentrasi, letargi dan
withdrawl
Dapat mengindikasikan terjadinya
depresi. Umumnya depresi terjadi
sebagai pengaruh dari stroke dimana
memerlukan intervensi dan evaluasi
lebih lanjur.
Kolaborasi : rujuk pada ahli
neuropsikologi dan konseling bila ada
indikasi
Dapat memfasilitasi perubahan peran
yang penting untuk perkembangan
perasaan.
Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam kecemasan pasien berkurang
Kriteria evaluasi :
- Pasien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaanya, dapat
mengidentifikasi penyebab atau faktor mempengaruhinya, kooperatif
tehadap tindakan, wajah rileks
36
Intervensi Rasional
Kaji tanda verbal dan nonverbal
kecemasan, damping pasien dan
lakukan tindakan bila menunjukan
perilaku merusak
Reaksi verbal/nonverbal dapat
menunjukan rasa agitasi, marah, dan
gelisah.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat menimbulkan rasa
marah, menurunkan kerja sama dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan untuk
mengurangi kecemasan. Beri
lingkungan yang tenang dengan
suasana penuh istirahat
Mengurangi rangsangan eksternal yang
tidak perlu.
Tingkatkan control sensasi pasien Kontrol sensasi pasien (dan dalam
menurunkan ketakutan )dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
pasien, menekankan pada penghargaan
terhadap sumber sumber koping
(pertahanan diri) yang positif, membantu
melatih relaksasi dan teknik-teknik
pengalihan serta memberikan respon
balik yang positif
Orientasikan pasien tehadap prosedur
rutin dan aktivits yang diharapkan
Orientasi dapat menurunkan kecemasan
Beri kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan ansietasnya
Dapat menghilangkan ketegangan
terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan
37
Berikan privasi untuk pasien dan orang
terdekat
Memberikan waktu untuk
mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas, dan perilaku
adaptasi. Adanya keluarga dan teman-
teman yang diilih pasien untuk melayani
aktivitas dan pengalihan (misalnya:
membaca) akan menurunkan perasaan
terisolasi
Kolaborasi: berikan anti-cemas sesuai
indikasi, contohnya diazepam
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kecemasan
2.4.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan adalah
sebagai berikut.
1. Terjadi penuruna skala nyeri
2. Mekanisme koping yang diterapkan positif
3. Terjadi Penurunan tingkat kecemasan
38
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas, kita semua dapat mengetahui bahwasanya
Kesehatan Sistem Reproduksi Manusia adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan
sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran, dan sistem
reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Kesehatan reproduksi haruslah tetap dijaga
dengan merawat organ atau alat reproduksi. Alat reproduksi akan mengalami
pematangan pada masa pubertas yang ditandai dengan gejala-gejala klinis baik pada
laki-laki maupun perempuan. Kurangnya pemahaman tentang seks akan dapat
menimbulkan kegiatan seks pranikah atau seks bebas. Konsekuensi dari seks
pranikah atau seks bebas adalah adanya rasa bersalah, punya perasaan cemas,
terinfeksi penyakit menular seksual, tidak siap untuk berumah tangga, tanggung
jawab besar untuk berkeluarga, terburu-buru, kehamilan yang tak diinginkan, dan
aborsi.
3.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa/i agar dapat memahami dan mempelajari lebih
dalam tentang gangguan sistem reproduksi pada manusia khususnya pada pria karena
sistem reproduksi ini sangat penting bagi kelangsungan hidup agar tetap lestari.
Diharapkan kepada pengajar materi ini agar bisa membimbing mahasiswa/i
dengan baik agar mahasiswa/i dapat memahami dengan mudah tentang konsep materi
ini. Dan yang paling penting adalah setelah mempelajari materi ini mahasiswa/i tidak
mengarah kepada hal-hal yang negatif.