tugas EBM uji klinis.doc
-
Upload
galih-yogo -
Category
Documents
-
view
110 -
download
12
description
Transcript of tugas EBM uji klinis.doc
FORMULIR TELAAH JURNAL UJI KLINIS
Judul
Penulis
Publikasi
Penelaah
Tanggal
telaah
I. DESKRIPSI JURNAL
Komponen Deskripsi Jurnal
1. Tujuan utama penelitian
2. Tujuan tambahan penelitian
3. Hasil utama penelitian
4. Hasil tambahan penelitian
5. Kesimpulan penelitian
Uraian Deskripsi Jurnal
II. TELAAH JURNAL
A. Validitas Seleksi
Komponen Validitas Seleksi
1. Kriteria Seleksi
2. Metode alokasi subjek
3. Concealment
4. Angka Drop Out
5. Jenis analisis : Intention to treat atau perprotocol analysis
Uraian Deskripsi Jurnal
Kesimpulan Validitas Seleksi
B. Validitas Pengontrolan Perancu
Komponen Validitas Pengontrolan Perancu
1. Pengontrolan perancu pada tahap desain dengan cara restriksi
2. Pengontrolan perancu pada tahap desain dengan cara randomisasi
3. Analisis terhadap komparabilitas baseline data
4. Pengontrolan perancu pada saat analisis (bila diperlukan)
Uraian Validitas Pengontrolan Perancu
Kesimpulan Validitas Pengontrolan Perancu
C. Validitas Informasi
Komponen Validitas Informasi
1. Blinding (penyamaran)
2. Komponen pengukuran variabel penelitian (kualifikasi pengukur,
kualifikasi alat ukur, kualifikasi cara pengukuran, kualifikasi tempat
pengukuran).
Uraian Validitas Informasi
Kesimpulan Validitas Informasi
D. Validitas Analisis
Komponen Validitas Analisis
1. Analisis terhadap baseline data
2. Analisis dan interpretasi terhadap hasil utama dan hasil tambahan
3. Bila dilakukan analisis interim, jelas stopping rule-nya
4. Dilakukan analisis lanjutan bisa baseline data tidak sama
Uraian Validitas Analisis
Kesimpulan Validitas Analisis
E. Validitas Interna Kausal
Komponen Validitas Interna Kausal
1. Temporality
2. Spesifikasi
3. Kekuatan hubungan
4. Dosis respons
5. Konsistensi internal
6. Konsistensi eksternal
7. Biological plausibility
Uraian Validitas Interna Kausal
Kesimpulan Validitas Interna Kausal
F. Validitas Eksterna
Komponen Validitas Eksterna
1. Validitas eksterna 1
Besar sampel
Participation rate
2. Validitas eksterna 2
Validitas eksterna 1
Logika akademis untuk generalisasi penelitian
Uraian Validitas Eksterna
Kesimpulan Validitas Eksterna
G. Importancy
Komponen Importancy
1. Perbandingan effek size yang diperoleh dengan effek size yang
diharapkan oleh pembaca
2. Bila outcome kategorik : nilai relative risk (RR), relative risk
reduction (RRR), absolute risk reduction (ARR), number needed to
treat (NNT), dan cost analysis
Uraian Validitas Interna Kausal
Kesimpulan Validitas Interna Kausal
H. Applicability
Komponen Importancy1. Transportability2. Kemampuan pelayanan, ekonomi¸ dan sosial budayaUraian Validitas Interna Kausal
Kesimpulan Validitas Interna Kausal
III. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
CONTOH
TELAAH JURNAL UJI KLINIS
Judul Three days versus five days treatment with Amoxicillin for
non-severe pneumonia in young children: a multicentre
randomized controlled trial
Penulis ISCAP Study Group
Publikasi BMJ 2004;328;791
Penelaah M. Sopiyudin Dahlan
Tanggal
telaah
30 uni 2009
I. DESKRIPSI JURNAL
A. Komponen Deskripsi Jurnal
1. Tujuan utama penelitian
2. Tujuan tambahan penelitian
3. Hasil utama penelitian
4. Hasil tambahan penelitian
5. Kesimpulan penelitian
B. Uraian Deskripsi Jurnal
1. Tujuan Utama Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membandingkan
kesembuhan pada hari ke-5 antara pengobatan Amoxicillin tiga hari
dengan pengobatan lima hari pada pasien anak dengan pneumonia
ringan.1
2. Tujuan Tambahan Penelitian
Tujuan tambahan pada penelitian ini dapat kita identifikasi dari
paragraph pada bagian pendahuluan.2 Selain itu, terdapat juga tujuan
tambahan yang tidak dinyatakan dalam bagian pendahuluan akan
tetapi dapat kita temukan pada bagian hasil. Berikut ini adalah
identifikasi tujuan tambahan baik yang tertulis secara eksplisit pada
bagian pendahuluan maupun yang ditemukan pada bagian hasil.
Untuk mengetahui perbandingan proporsi kesembuhan antara
pengobatan tiga hari dan lima hari berdasarkan strata ada tidaknya
keluhan mengi.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kegagalan terapi.
Untuk mengetahui perbandingan kekambuhan pada hari ke-6
sampai dengan hari ke- 14.
Untuk mengetahui proporsi respiratory syncytial virus pada saat
enrolnment.
Untuk mengetahui proporsi strain resistant S. pneumoniae dan H.
influenzae pada nasofaring saat enrolment terhadap antibiotik
Kotrimoksazol, Kloramfenikol, Oxacillin, dan Eritromisin.
Untuk mengetahui proporsi strain resistant S. pneumoniae dan H.
influenzae pada nasofaring saat Hari ke-14 terhadap antibiotik
Kotrimoksazol, Kloramfenikol, Oxacillin, dan Eritromisin.
Untuk mengetahui biaya pengohatan kegagalan klinis dan kambuh.
Untuk mengetahui keamanan pengobatan
3. Hasil Utama Penelitian
Proporsi kesembuhan pada pengobatan tiga hari dan lima hari masing-
nnasing sebesar 89,5% dan 89,9% dengan perbedaan absolut sebesar
0,4% (IK95% antara -2,1 sampai dengan 3%).3
4. Hasil Tambahan Penelitian
Pada penclilian ini ada beberapa hasil tambahan.
Proporsi kesembuhan pada pengobatan tiga hari dan lima hari pada
kelompok tanpa keluhan mengi adalah masing-masing sebcsar
89,1% dan 90% dengan perbedaan absolut sebesar 0,7% (1K95%
antara -2,1% sampai dengun 3,4%).4
Proporsi kesembuhan pada pengobatan tiga hari dan lima hari pada
subjek dengan keluhan mengi adalah nlasing-masing sebesar 90,7%
dan 89,8% dengan perbedaan absolut sebesar 0,9% (IK95% antara
-5,9% sampai dengan 7,8%).5
Terdapat faktor yang berhubungan dengan kegagalan klinis. Ketiga
Faktor tersebut adalah respitatory syncytial virus dengan adjusted
odds ratio 1,95 (IK95% 1,0-3,8), frekuensi pernapasan >10
kali/menit (2,89 IK95% 1,83 -4,55), dan ketidakpatuhan pada
pengobatan hari ke-5 (11,57 IK95% 7,4-18,0).6
Tidak ada perbedaan proporsi kekambuhan setelah hari ke-5
sampai hari ke-15 antara kelompok terapi tiga hari dengan
kelompok terapi lima hari dengan angka kekambuhan masing-
masing sebesar 5,3% dan 4,4% dengan perbedaan absolut sebesar
0,9% (1K 95%:1%-3%).7
Proporsi respiratory syncytial virus pada saat enrolment adalah
sebesar 23,4%.8
Proporsi strain resistant S. pneumoniae saat enrolment pada
kelompok tiga hari dan lima hari adalah 66,6% vs 66,1% terhadap
Kotrimoksazol, 5% vs 3,3% terhadap Kloramfenikol, 16,4% vs
15,5% terhadap Oxacillin, dan 3,6% vs 2,2% terhadap Eritromisin.9
Proporsi strain resistant H. Influenzae pada saat enrolment pada
kelompok tiga hari dan lima hari adalah 54,4% vs 61,0% terhadap
Kotrimoksazol, 25% vs 24,4% terhadap Kloramfenikol, 30% vs
28% terhadap Eritromisin dan 19,6% vs 16,9% terhadap Ampisilin.
Proporsi strain resistant S. pneumoniae pada hari ke-14 pada
kelompok tiga hari dan lima hari adalah 66,7% vs 78,2% terhadap
Kotrimoksazol, 5,5% vs 4,2% terhadap Kloramfenikol, 10,6% vs
12,1% terhadap Oxacillin, dan 1,2% vs 2,8% terhadap Eritromisin.
Proporsi strain resistant H. influenzae pada hari ke-14 pada
kelompok tiga hari dan lima hari adalah 57,4%, vs 60,4% terhadap
Kotrimoksazol, 21,4% vs 22,2% terhadap Kloramfenikol, 31% vs
28,7% terhadap Eritromisin, dan 23,3% vs 22,2% terhadap
Ampisilin.
Biaya pengobatan untuk kelompok yang berhasil adalah sebesar 11
dan 19 rupees. Biaya pengobatan untuk mereka yang gagal terapi
atau kambuh adalah sebesar 272,79 rupees (SB 514.2) untuk
masing-masing kelompok. Biaya pengobatan untuk 1000 kasus
pneumonia ringan adalah $1100 dan $1250.10
Tidak ada perbedaan efek samping antara pengobatan tiga hari
dengan pengobatan lima hari.11
5. Kesimpulan Penelitian
Pengobatan pneumonia ringan dengan Amoxicillin sclama tiga hari
sama efektifnya dengan pengobatan selama lima hari.12
II. TELAAH JURNAL
Validitas Seleksi
A. Komponen Validitas Seleksi
1. Kriteria scleksl
2. Metode alokasi subjek
3. Concealment
4. Angka drop out
5. Jenis analisis: intention to treat atau perprotocol analysis
B. Uraian Validitas Seleksi
1. Kriteria Seleksi
Populasi penelitian ini adalah pasien anak (2-59 bulan) dengan
pneumonia tidak berat. Pneumonia tidak berat ditegakkan dengan
kriteria batuk, pernapasan cepat, dan kesulitan bernapas. Definisi
frekuensi pernapasan adalah ≥ 50 kali/menit untuk usia 2-11 bulan,
atau ≥ 40 kali/menit untuk usia 12 -59 bulan.13 Menurut penelaah,
sebaiknya kriteria pneumonia adalah terbukti positif terinfeksi bakteri
dengan metode kultur bakteri. Pada laporan penelitian ini, tidak jelas
berapa persen subjek yang memang terbukti terinfeksi bakteri.
Berdasarkan Tabel 3, penelaah memperkirakan bahwa persentase
subjek yang terbukti positif terinfeksi bakteri H. influenzae dan S.
pneumoniae adalah kurang dari 50% subjek. Subjek lainnya mungkin
terinfeksi bakteri jenis lain atau terinfeksi nonbakteri.
Di lain sisi, penelitian ini tampaknya merupakan penelitian
fragmatis, yaitu penelitian yang ingin menyerupai praktik dokter
sehari-hari. Pada kenyataannya, diagnosis pneumonia sering kali,
ditegakkan hanya dengan kriteria klinis. Dalam konteks ini, kriteria
pneumonia dengan kriteria sebagaimana digunakan oleh peneliti
masih dapat diterima. Sebagai jalan tengahnya, peneliti dapat
melakukan analisis stratifikasi berdasarkan subjek yang terbukti
terinfeksi bakteri dan subjek yang tidak terinfeksi bakteri. Akan tetapi,
peneliti rupanya tidak melakukan analisis stratifikasi ini.
2. Metode Alokasi Subjek
Pada penelitian ini, alokasi subjek dilakukan secara randomisasi blok
dengan jumlah blok yang bervariasi.14 Jumlah blok yang bervariasi
dimaksudkan untuk menghindari upaya “unblinding”.
3. Concealment
Concealment adalah prosedur untuk menyembunyikan tabel hasil
randomisasi. Pada penelitian ini, concealment dilakukan dengan cara
memberikan nomor secara serial pada sediaan obat penelitian. Dengan
pemberian nomor serial ini, hasil randomisasi disembunyikan kepada
peneliti.
4. Angka Drop Out
Pada penelitian ini direkrut 2188 subjek dari Agustus 2000 sampai
dengan Desember 2002. Sebanyak 1095 subjek masuk ke dalam terapi
tiga hari dan sebanyak 1093 subjek masuk ke dalam terapi lima hari.
Proporsi gagal di-follow up pada kedua kelompok adalah sebanyak
3,7% pada hari ke-3, 5,4% pada hari ke-5, dan 6,8% pada hari ke-14.15
Tidak ada perbedaan proporsi gagal follow up antara kelompok tiga
hari dan kelompok lima hari baik pada hari ke-3, ke-5, maupun ke- 14.
5. Jenis Analisis
Pada penelitian ini dilakukan analisis intention to treat (ITT) dan
analisis perprotokol. Kedua analisis ini baik digunakan sehingga kita
dapat membandingkan perbedaan hasil antara analisis ITT dengan
analisis perprotokol. Selain itu, dengan analisis ITT, semua subjek
yang telah masuk ke dalam penelitian (telah melalui tahap alokasi
random) akan dianalisis, baik yang mengikuti prosedur penelitian
maupun yang tidak mengikuti prosedur penelitian Dengan demikian,
dengan analisis ITT, seolah-olah tidak ada subjek, yang keluar dari
penelitian.
C. Kesimpulan Validitas Seleksi
Penelitian ini mempunyai validitas seleksi yang baik dari aspek alokasi
random, drop out, concealment, dan jenis analisis. Validitas seleksi sedikit
meragukan pada komponen kriteria subjek penelitian karena tidak semua
subjek terbukti terinfeksi bakteri. Walaupun demikian, karena penelitian
ini merupakan penilitian yang bersifat pragmatis, maka kekurangan
validitas seleksi dari aspek kriteria subjek masih dapat diterima. Peneliti
sebaiknya melakukan analisis stratifikasi berdasarkan konfirmasi infeksi
bakteri (ya atau tidak).
Validitas Pengontrolan Perancu
A. Komponen Validitas Pengontrolan Pcrancu
1. Pengontrolan perancu pada tahap desain dengan cara restriksi
2. Pengontrolan perancu pada tahap desain dengan cara randomisasi
3. Analisis terhadap komparabilitas baseline data
4. Pengontrolan perancu pada saat analisis (bila diperlukan)
B. Uraian Validitas Pengontrolan Perancu
1. Pengontrolan Perancu pada Tahap Desain: Restriksi dan Randomisasi
Pada penelitian ini, terdapat beberapa perancu yang dikontrol dengan
cara restriksi. Variabel tersebut adalah tanda-tanda pneumonia berat
(sianosis, kejang, tidak dapat minum, tidak dapat bangun, malnutrisi
berat, dan stridor), kondisi lainnya yang memerlukan terapi antibiotik,
terdapat penyakit jantung bawaan yang didiagnosis secara klinis,
kelainan sistemis yang kronis, riwayat mengi berulang atau asma,
mengalami perawatan dalam dua minggu terakhir, memperoleh
antibiotik dalam dua hari sebelumnya, mengalami measles dalam satu
bulan sebelumnya, riwayat alergi penisilin, dan yang sudah mengikuti
penelitian.16 Metode lainnya yang digunakan oleh peneliti untuk
mengontrol variabel perancu adalah dengan teknik alokasi random.
Metode yang digunakan adalah randomisasi blok dengan jumlah blok
yang bervariasi.l7
2. Komparabilitas Baseline Data dan Kepatuhan
Baseline data disajikan oleh peneliti pada Tabel 1. Menurut peneliti,
tidak ada perbedaan karakteristik baseline data antara dua kelompok
pengobatan.18 Penelaah sependapat dengan pendapat peneliti. Tidak
ada perbedaan antara kedua kelompok berdasarkan usia, tinggi badan,
berat badan, lama sakit, suhu, frekuensi napas, jenis kelamin, status
gizi, demam, batuk, kesulitan bernapas, muntah, diare, mengi, dan
adanya respiratory syncytial virus (RSV).19
Berdasarkan kepatuhan minum obat, tidak didapatkan perbedaan
kepatuhan antara kedua kelompok pengobatan. Angka kepatuhan pada
kelompok pengobatan tiga hari dan lima hari pada hari ke-3 dan ke-5
masing-masing sebesar 94,2% vs 93,9% dan 85,6% vs 84,9%.20 Bila
dihitung dengan jumlah tablet yang diminum, rata-rata dosis yang
diminum adalah 5,56 (SD 1,6) dari total 6 dosis yang harus diminum
untuk kelompok tiga hari dan 8,9 (SD 0,9) dari total, 10 dosis yang
harus diminum untuk kelompok lima hari.21
3. Pengontrolan Perancu pada Saat Analisis
Pada penelitian ini, pengontrolan variabel perancu pada tahap analisis
tidak diperlukan. Hal ini karena baseline data antara kedua kelompok
sudah setara.
Validitas Informasi
A. Komponen Validitas Informasi
1. Blinding (penyamaran)
2. Komponen pengukuran variabel penelitian (kualifikasi pengukur,
kualifikasi alat ukur, kualifikasi cara pengukuran, kualifikasi tempat
pengukuran)
B. Uraian Validitas Informasi
1. Blinding (Penyamaran)
Pada penelitian ini dilakukan double blind (penyamararn ganda).
Untuk lebih menjamin proses blinding, peneliti melakukan
randomisasi blok dengan jumlah blok yang bervariasi.
2. Komponen Pengukuran Variabel Penelitian
Pada penelitian ini, prosedur penelitian dan komponen pengukuran
untuk semua variabel utama penelitian (gagal terapi, keberhasilan
terapi, kambuh, cost analysis, kepatuhan pengobatan, dan prosedur
laboratorium) telah dijelaskan secara rinci.
Kegagalan terapi didefinisikan sebagai berkembangnya indrawing
dada, kejang, mengantuk, ketidakmampuan untuk minum, frekuensi
pernapasan pada hari ke-3 atau sesudahnya lebih besar dari titik
potong spesifik berdasarkan kelompok umur, atau saturasi oksigen
dengan pemeriksaan oksimetri pada hari ke-3 kurang dari 90%. Subjek
yang tidak memenuhi kriteria gagal terapi pada hari ke-3 dan, ke-5
dinyatakan sebagai sembuh secara klinis. Subjek yang loss to follow
pu atau keluar dari penelitian kapan pun sesudah rekruitmen dianggap
sebagai gagal terapi pada analisis intention to treat.22
Kambuh didefinisikan sebagai munculnya kembali tanda-tanda
penyakit pneumonia atau penyakit berat setelah hari ke-5 di antara
mereka yang telah sembuh secara klinis.23
Kepatuhan pada pengobatan dinilai dengan menghitung jumlah pit
pada saat follow up. Definisi tidak patuh adalah apabila obat yang
diminum kurang dari tujuh dosis pada hari ke-3 dan kurang dari lima
dosis antara hari ke-3 dan ke-5.24
Pengumpulan data mengenai biaya diambil dari subjek yang
mengalami kegagalan pengobatan atau kambuh. Dari mereka
dikumpulkan data mengenai apa saja penanganan medis yang mereka
peroleh. Untuk menghitung biaya, peneliti mengumpulkan data
beberapa rumah sakit swasta yang menangani pasien menengah ke
bawah di tujuh kota kemudian merandom tiga rumah sakit untuk
setiap kota. Data biaya diambil dari rumah sakit ini dengan
memperhitungkan biaya obat, pemeriksaan, perawatan, konsultasi, dan
pengeluaran dari saku keluarga pasien.25
Keberadaan respiratory syncytial virus (RVS) pada aspirat nasofaring
dinilai saat pendaftaran dengan cara Becton Dickinson Directogen
RSV kit. Apusan nasofaring diambil pada saat pendaftaran dan 14 hari
untuk mengisolasi S. pneumoniae dan H. influenzae. Apusan
diletakkan pada plat agar yang mengandung 5% darah domba dengan
Gentamicin untuk S. pneumoniae dan modifikasi agar cokelat dengan
Bacitracin (300 µg/ml) untuk H. influenzae. Resistensi terhadap
antibiotik diuji dengan metode difusi seperti yang direkomendasikan
oleh Komite Nasional untuk Standar Laboratorium Klinis.26
Beberapa hal yang dilakukan oleh peneliti untuk mempertahankan
validitas informasi adalah sebagai berikut.
1. Semua staf yang tergabung dalam penelitian harus mengikuti
pelatihan yang terstandardisasi.27
2. Sensitivitas alat untuk mendeteksi virus adalah 83%.28
3. Kunjungan dilakukan dalam 24 jam pada peserta yang tidak
datang untuk follow up. 29
C. Kesimpulan Validitas Informasi
Penelitian ini mempunyai validitas informasi yang baik.
Validitas Analisis
A. Komponen Validitas Analisis
1. Analisis terhadap baseline data
2. Analisis dan interpretasi terhadap hasil utama dan hasil tambahan
3. Bila dilakukan analisis interim, jelas stopping rule-nya
4. Dilakukan analisis lanjutan bila basaline data tidak sama
B. Uraian Validitas Analisis
1. Analisis terhadap Baseline Data Dilakukan secara Klinis
Pada penelitian ini, peneliti melaporkan baseline data pada Tabel 1.
Peneliti membandingkan baseiine data secara klinis, tidak dengan
menguji secara statistik. Peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan baseline data antara kelompok pengobatan. Metode untuk
membandingkan baseline data dan interpretasi yang dilakukan peneliti
terhadap baseline data sudah tepat.
2. Analisis dan Interpretasi terhadap Hasil Utama dan Hasil Tambahan
Sesuai dengan Seharusnya
Analisis untuk Keluaran Utama
Keluaran utama penelitian terdapat pada Tabel 2. Data yang
terdapat pada tabel tersebut dapat dimodifikasi menjadi tabel
berikut
Tabel 1. Perbandingan kesembuhan pada hari ke lima antara pengobatan
Amoxicillin tiga hari dengan pengobatan Amoxicillin lima hari berdasarkan
analisis intention to treat (ITT)
Proporsi kesembuhan pada pengobatan tiga hari dan lima hari
masing-masing sebesar 89,5% dan 89,9% dengan perbedaan
absolut sebesar 0,4% (IK95% antara -2,1% sampai dengan 3%).
Penelitian menguji hasil ini dengan uji Chi-Square30 dengan
interpretasi sebagai berikut : “tidak ada perbedaan proporsi
kesembuhan antara pengobatan tiga hari dengan pengobatan lima
hari.” Pemilihan analisis dengan uji Chi-Square sudah tepat karena
baik variabel pengobatan maupun kesembuhan merupakan variabel
kategorik. Interpretasi hasil juga tepat karena pada interval
kepercayaan terdapat angka 0 sehingga nilai p dapat diperkirakan
lebih besar dari 0,05.
Peneliti melakukan analisis intention to treat (ITT). Hasil yang
disajikan peneliti sudah sesuai dengan prinsip ITT, yaitu semua
subjek akan dianalisis berdasarkan kelompok hasil randomisasinya.
Subjek yang keluar dari penelitian karena sebab apapun akan
dimasukkan ke dalam kelompok gagal terapi. Pada kelompok
pengobatan tiga hari, pada hari ke-5 total terdapat 62 subjek yang
keluar dari penelitian dan 53 subjek yang gagal terapi. Dengan
demikian, total subjek yang "dianggap" gagal adalah subjek yang
keluar dari penelitian (62 subjek) ditambah dengan subjek yang
benar-benar gagal (53 subjek) yaitu berjumlah 115 subjek. Pada
kelompok pengobatan lima hari, pada hari ke-5 total terdapat 67
subjek yang keluar dari penelitian dan 43 subjek yang gagal terapi.
Dengan demikian, total subjek yang "dianggap" gagal adalah
subjek yang keluar dari penelitian (67 subjek) ditambah dengan
subjek yang benar-benar gagal (43 subjek) yaitu berjumlah 110
subjek. Pada analisis ITT, angka kegagalan untuk kelompok
pengobatan tiga hari dan lima hari masing-masing sebesar 10,5%
dan 10,1% sedangkan berdasarkan analisis perprotokol masing-
masing sebesar 5,1% dan 4,2%. Angka-angka ini sesuai dengan
hasil yang dilaporkan oleh peneliti.31
Tabel 2. Perbandingan kesembuhan pada hari ke-5 antara pengobatan Amoxicillin
tiga hari dengan pengobatan Amoxicillin lima hari berdasarkan analisis
perprotokol
Analisis untuk Keluaran Tambahan
Proporsi kesembuhan hari ke-5 berdasarkan stratifikasi keluhan
mengi
Proporsi kesembuhan pada pengobatan tiga hari dan lima hari
berdasarkan non-wheezing adalah masing-masing sebesar 89,1 %
dan 90,% dengan perbedaan absolut sebesar 0,7% (IK95% antara
-2,1% sampai dengan 3,4%). Peneliti menguji hasil ini dengan uji
Chi-Square32 dengan interpretasi berikut: "tidak ada perbedaan
proporsi kesembuhan antara pengobatan tiga hari dengan
pengobatan lima hari pada kelompok wheezing." Pemilihan analisis
dengan uji Chi-Square sudah tepat karena baik variabel pengobatan
maupun kesembuhan merupakan variabel kategorik. Interpretasi
hasil juga tepat karena pada interval kepercayaan terdapat angka 0
sehingga nilai p dapat diperkirakan lebih besar dari 0,05.
Tabel 3. Perbandingan kesembuhan pada hari ke -5 antara pengobatan
Amoxicillin tiga hari dengan pengobatan Amoxicillin lima hari pada subjek tanpa
keluhan mengi
Proporsi kesembuhan pada pengobatan tiga hari dan lima hari
berdasarkan strata wheezing adalah masing-masing sebesar
90,7% dan 89,8% dengan perbedaan absolut sebesar 0,9%
(IK95% antara -5,9% sampai dengan 7.8%). Peneliti menguji
hasil ini dengan uji Chi-Square33 dengan interpretasi berikut;
"tidak ada perbedaan proporsi kesembuhan antara pengobatan
tiga hari dengan pengobatan lima hari pada kelompok non
whezzing" Pemilihan analisis dengan uji Chi-Square sudah
tepat karena baik variabel pengobatan maupun kesembuhan
merupakan variabel kategorik, Interpretasi hasil juga tepat karena
interval kepercayaan terdapat angka 0 sehingga nilai p dapat
diperkirakan lebih besar dari 0,05
Tabel 4. Perbandingan kesembuhan pada hari ke-5 antara pengobatan Amoxicillin
tiga hari dengan pengobatan Amoxicillin lima hari pada subjek dengan keluhan
mengi
Faktor faktor yang berhubungan dengan kegagalan terapi
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kegagalan terapi, peneliti melakukan dua tahap analisis yaitu
analisis univariat dan analisis multivariat. Pada analisis univariat,
peneliti menggunakan analisis Chi-Square, menghitung odds rasio
dan interval kepercayaannya. Pada analisis multivariat, peneliti
menggunakan analisis regresi logistik.34 Hasil analisis univariat
disajikan oleh peneliti pada Tabel 4. Tabel tersebut dapat
dimodifkasi menjadi tabel sebagai berikut.
Tabel 5. Hubungan univariat antara beberapa variabel baseline dengan
kesembuhan
Analisis kemudian dilanjutkan dengan analisis multivariat. Dengan
analisis multivariat, dikeetahui terdapat tiga faktor yang
berhubungan dengan kegagalan klinis. Ketiga faktor tersebut
adalah respiratory syncytial virus dengan adjusted odds rasio 1,95
(IK95% 1,0-3,8), frekuensi pernapasan > 10 kali/menit (2,89
IK95% 1,83 -4,55), dan ketidakpatuhan pada pengobatan hari ke-5
(11,57 IK95% 7,4-18;0). Pemilihan uji Chi-Square pada analisis
univariat sudah tepat karena semua variabel bebas adalah variabel
kategorik dan variabel tergantung adalah variabel kategorik.
Karena penelitian ini merupakan penelitian Kohort, maka
parameter kekuatan hubungan yang sesuai adalah relative risk (RR)
dan analisis multivariat yang sesuai adalah analisis GLM pada
program Stata. Pada penelitian ini, digunakan odds rasio (OR)
sebagai parameter kakuatan hubungan dan regresi logistik sebagai
analisis multlvufat, Pemtlihan OR dan regresi logistik pada
penelitian ini masih dapat dlterima karena insidens kegagalan terapi
adalah kecil (10%), pola insidens yang kecil, hasil perhitungan OR
akan sama dengan perhitungan RR dan hasil perhitungan regresi
logistic akan sama dengan regresi GLM pada program Stata.
Proporsi relaps antara hari ke-6 dengan hari ke-14
Tidak ada perbedaan proporsi kekambuhan setelah hari ke-5
sampai hari ke-15 antara kelompok terapi tiga hari dengan
kelompok terapi lima hari dengan angka kekambuhan masing-
masing sebesar 5,3% dan 4,4% dengan perbedaan absolut sebesar
0,9% (IK 95%: -1% - 3%). Peneliti menguji hasil ini dengan uji
Chi-Squure35 dengan interpretasi berikut: "tidak ada perbedaan
proporsi kesembuhan antara pengobatan tiga hari dengan
pengobatan lima hari pada kelompok non-wheezing." Pemilihan
analisis dengan uji Chi-Square sudah tepat karena baik variabel
pengobatan maupun kesembuhan merupakan variabel kategorik.
Interpretasi hasil juga tepat karena pada interval kepercayaan
terdapat angka 0 sehingga nilai p dapat diperkirakan lebih besar
dari 0,05.
Tabel 6. Perbandingan kekambuhan antara pengobatan Amoxicillin tiga hari
dengan pengobatan Amoxicillin lima hari
Proporsi RSV pada saat enrollment
Proporsi respiratory syncytial virus pada saat enrollment adalah
sebesar 23,4%. Pada kelompok pengobatan tiga hari dan lima hari,
proporsi RSV adalah masing-masing sebesar 23% dan 23,9%.
Peneliti tidak membandingkan perbedaan proporsi dengan uji
statistik. Keputusan peneliti tersebut sudah sesuai karena baseline
data pada uji klinis tidak diuji dengan statistik akan tetapi cukup
dinilai secara klinis saja.
Resistensi S. pneumoniae dan H. influenzae terhadap beberapa
antibiotik pada saat enrollment dan hari ke-14
Proporsi strain resistant S. pneumoniae pada saat enrollment pada
kelompok pengobatan tiga hari dan lima hari adalah 66,6% vs
66,1% terhadap Kotrimoksazol, 5% vs 3,3% terhadap
Kloramfenikol, 16,4% vs 15,5% terhadap Oxacillin, dan 3,6% vs
2,2% terhadap Eritromisin.36 Proporsi strain resistant H. influenzae
pada saat enrollment pada kelompok pengobatan tiga hari dan lima
hari adalah 54,4% vs 61,0% terhadap Kotrimoksazol, 25% vs
24,4% terhadap Kloramfenikol, 30% vs 28% terhadap Eritromisin,
dan 19,6% vs 16,9% terhadap Ampisilin.
Peneliti menguji hasil ini dengan uji Chi-Square dengan
interpretasi berikut: "tidak ada perbedaan pola resistensi antara
kedua kelompok pengobatan pada saat enrollment." Pemilihan
analisis dengan uji statistik tidak tepat karena data resistensi
tersebut adalah baseline data. Baseline data pada uji klinis
seharusnya tidak diuiji secara statistik akan tetapi cukup secara
klinis.
Tabel 7. Resistensi S. pneumonia dan H. influenza pada beberapa antibiotic pada
kelompok pengobatan Amoxicillin tiga hari dengan pengobatan Amoxicillin lima
hari pada saat enrollment.
Proporsi strain resistant S. pneunoniae pada hari ke-14 pada
kelompok pengobatan tiga hari dan lima hari adalah 66,7% vs
78,2% terhadap Kotrimoksazol, 5,5% vs 4,2% terhadap
Kloramfenikol, 10,6% vs 12,1% terhadap Oxacillin, dan 1,2% vs
2,8% terhadap Eritromisin. Proporsi strain resistant H. influenzae
pada hari ke- 14 pada kelompok pengobatan tiga hari dan lima hari
adalah 57,4% vs 60,4% terhadap Kotrimoksazol, 21,4% vs 22,2%
terhadap Kloramfenikol, 31 % vs 28,7% terhadap Eritromisin, dan
23,3% vs 22,2% terhadap Ampisilin. Peneliti menguji hasil ini
dengan uji Chi-Square37 dengan interpretasi berikut: "tidak ada
perbedaan pola resistensi pada hari ke-14 antara kelompok
pengobatan” Pemilihan analisis dengan uji Chi-Square sudah tepat
karena baik variabel pengobatan maupun resistensi merupakan
variabel kategorik.
Tabel 8. Resistensi S. pneumonia dan H. influenza pada beberapa antibiotik pada
kelompok pengobatan Amoxicillin tiga hari dengan pengobatan Amoxicillin lima
hari pada saat pada hari ke-14.
Analisis biaya
Biaya pengobatan untuk kelompok yang berhasil adalah sebesar 11
dan 19 rupees. Biaya pengobatan untuk mereka yang gagal terapi
atau kambuh adalah sebesar 272,79 rupees (SB 514.2) untuk
masing-masing kelompok. Biaya pengobatan untuk 1000 kasus
pneumonia ringan adalah $1100 dan $1250. Peneliti menggunakan
uji-t tidak berpasangan untuk membandingkan biaya antara kedua
pengobatan.38 Akan tetapi, pada hasil penelitian tidak dilaporkan
hasil uji-t tidak berpasangan. Kita juga tidak dapat melakukan
pengujian uji-t tidak berpasangan karena tidak cukup informasi
untuk melakukan pengujian. Syarat minimal untuk melakukan
pengujian uji-t tidak berpasangan adalah data jumlah subjek untuk
tiap kelompok, rerata untuk tiap kelompok, serta standar deviasi
untuk tiap kelompok. Pada penelitian ini, data yang tidak ada
adalah data standar deviasi.
Adverse event
Pada penelitian ini, adverse event (AE) dianalisis secara deksripti£
Peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada adverse event yang serius
(serious adverse event-SAE) dan tidak ada perbedaan antara kedua
pengobatan. Analisis yang dilakukan peneliti sudah tepat.
Interpretasi bahwa tidak ada perbedaan AE antara kedua kelompok
pengobatan juga tepat. Interpretasi peneliti bahwa pada penelitian
tidak ada SAE kurang tepat karena segala sesuatu yang
mengakibatkan subjek memerlukan perawatan termasuk ke dalam
SAE. Pada penelitian ini terdapat 41 subjek yang memerlukan
perawatan di rumah sakit, sebanyak 18 subjek dari kelompok
pengobatan tiga hari dan 23 subjek darl kelompok lima hari.39
3. Pada Analisis Interim, Jelas Stopping Rule-nya
Pada penelitian ini direncanakan analisis interim pada saat subjek
mencapai sepertiganya dengan menggunakan stopping rule menurut
O'Brien Flemming (OBF). Batas kemaknaan pada saat analisis interim
adalah sebesar 0,005 dan batas kemaknaan pada analisis akhlr adalah
0>047.40 Pemilihan analisis dan rencana analisis interim yang
dilakukan oleh peneliti sudah sesuai dengan stopping rule menurut
OBF.
4. Dilakukan Analisis Lanjutan bila Baseline Data Tidak Sama
Pada penelitian ini, analisis lanjutan tidak diperlukan. Hal ini karena
karena baseline data antara kedua kelompok sudah setara.
C. Kesimpulan Validitas Analisis
Validitas analisis penelitian ini cukup baik. Beberapa kekurangan analisis
dan interpretasi pada hasil tambahan (tidak dilaporkan uji-t pada keluaran
biaya, pengujian secata statistik pada baseline data resistensi, dan
interpretasi SAE) bersifat minor sehingga tidak mengganggu validitas
analisis secara keseluruhan.
Validitas Interna Kausal
A. Komponen Validitas Interna Kausal
1. Temporality
2. Spesifikasi
3. Kekuatan hubungan
4. Dosis respons
5. Konsistensi internal
6. Konsistensi eksternal
7. Biological plausibility
B. Uraian Validitas Interna Kausal
1. Temporality
Pada penelitian uji klinis, temporality, sudah pasti terpenuhi.
2. Spesifikasi
Pada penelitian uji klinis, spesifikasi terpenuhi apabila baseline data
antara kelompok penelitian setara sehingga perbedaan hasil pengobatan
bisa dijelaskan oleh karena perbedaan pengobatan yang diberikan. Pada
penelitian ini, spesifikasi terpenuhi karena baseline data antara kelompok
pengobatan tiga hari setara dengan kelompok pengobatan lima hari.
3. Kekuatan Hubungan
Pada penelitian uji klinis non-inferiority, kriteria kekuatan hubungan
harus dibandingkan dengan effek size yang diharapkan. Effek size pada uji
klinis non-inferiority adalah perbedaan proporsi maksimal yang masih
dianggap sama. Pada uji klinis non-inferiority, peneliti mau
membuktikan hubungan yang lemah atau effek size yang lebih kecil
daripada effek size maksimal. Pada penelitian ini, effek size maksimal
adalah sebesar 5% artinya pengobatan tiga hari dikatakan sama
efektifnya dengan pengobatan lima hari jika perbedaan
kagagalan/kesembuhan pengobatan tidak lebih dari 5%.41 Perbedaan
kesembuhan yang didapatkan penelitian adalah 0,4% berarti lebih rendah
daripada 5%. Dengan demikian, kekuatan hubungan (yang lemah)
terpenuhi.
4. Dosis Respons
Apabila pengobatan tiga hari dan lima hari dianggap sebagai dosis
respons, maka penelitian ini membuktikan tidak adanya dosis respons.
Karena penelitian ini merupakan penelitian uji klinis non-inferiority,
maka tidak adanya dosis respons sesuai dengan hipotesis penelitian.
5. Konsistensi Internal
Konsistensi internal terpenuhi apabila hasil pada strata tertentu sama
dengan hasil pada keseluruhan. Pada penelitian ini, analisis stratifikasi
dilakukan oleh peneliti berdasarkan kelompok mengi. Peneliti
membuktkan bahwa hasil yang diperoleh pada kelompok mengi, pada
kelompok tidak mengi, dan pada keseluruhan adalah sama.42 Dengan
demikian, konsistensi internal terpenuhi. Walaupun demikian, terdapat
analisis stratifikasi yang penting untuk dilakukan akan tetapi peneliti
tidak melakukannya. Analisis tersebut adalah analisis stratifikasi
berdasarkan konfirmasi ada tidaknya infeksi bakteri.
6. Konsistensi Eksternal
Kriteria konsistensi eksternal terpenuhi apabila hasil penelitian sama
dengan hasil penelitian lainnya. Angka kesembuhan yang diperoleh pada
penelitian ini sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilaksanakan di tempat lain (Pakistan).43 Untuk faktor-faktor yang
berhubungan dengan kegagalan terapi, terdapat perbedaan hasil antara
hasil penelitian ini dengan hasill yang diperoleh di Pakistan. Pada
penelitian di Pakistan, variabel umur bukan merupakan variabel yang
berhubungan dengan kegagalan terapi.44
7. Biological Plausibility
Biological plausibility untuk keluaran utama (kesembuhan pada hari
ke-5)
Menurut peneliti, sangat rasional bila Amoxicillin dengan pengobatan
yang lebih singkat (tiga hari) terbukti bermanfaat untuk pneumonia. Hal
ini karena sekitar 50% kasus terbukti terinfeksi S. pneumoniae dan H
influenzae.45 Sementara Amoxicillin adalah antibiotik yang efektif untuk
kedua bakteri tersebut. Pengobatan Amoxicillin dalam jangka pendek
telah terbukti efektif untuk infeksi lainnya yang disebabkan kedua bakteri
ini dlan juga bakteri lainnya Infeksi tersebut antara lain tonsilofaringitis,
infeksi saluran kemih, dan infeksi pada anak lainnya yang sering terjadi.46
Biological plausibility untuk faktor faktor yang berhubungan dengan
kegagalan terapi
Pada penelitian ini, variabel umur adalah salah satu variabel yang
berhubungan dengan kegagalan pengobatan. Hal ini berbeda dengan
temuan di Pakistan yang menemukan bahwa umur tidak berhubungan
dengan kegagalan pengobatan. Menurut peneliti, perbedaan temuan ini
mungkin disebabkan proporsi yang sedikit dari anak usia < 12 bulan
yang serta viriasi antara beberapa tempat penelitian.47
C. Kesimpulan Validitas Interna Kausal
Aspek validitas interna kasual untuk keluaran utama (kesembuhan pada
hari ke-5) terpenuhi oleh penelitian ini. Aspek tersebut adalah
temporality, spesifikasi, kekuatan hubungan, dosis respons, konsistensi
internal, konsistensi eksternal, dan biological plausibility. Untuk
keluaran tambahan, validitas interna kausal tidak begitu mendapat
pembahasan yang cukup. Hal ini wajar karena untuk laporan pada jurnal,
peneliti mesti lebih memprioritaskan pembahasan pada keluaran utama.
Validitas Eksterna
A. Komponen Validitas Eksterna
1. Validitas eksterna 1
Besar sampel
Participation rate
2. Validitas eksterna 2
Validitas eksterna 1
Logika akademis untuk generalisasi penelitian
B. Uraian Validitas Eksterna
1. Validitas Eksterna 1
Suatu penelitian uji klinis mempunyai validitas eksterna 1 yang baik
apabila besar sampel yang direkrut terpenuhi dan participation rate
tinggi. Pada penelitian ini, dengan kesalahan tipe I sebesar 5% dan
kesalahan tipe II sebesar 80%, prediksi kegagalan terapi pada
kelompok lima hari sebesar 12% dan effek size minimal sebesar 5%,
diperlukan subjek sebanyak 950/kelompok.48 Apakah perhitungan
tersebut benar?
Berdasarkan tujuannya, penelitian tersebut membandingkan proporsi
antara dua kelompok. Dengan demikian, rumus besar sampel yang
digunakan adalah:
Dari teks di atas, kita memperoleh informasi bahwa:
Kesalahan tipe I=5%, dengan demikian zα=1,96
Power penellitian = 90%, sehingga kesalahan tipe II = 100%-power
= 100%-80% = 10%, dengan demikian, zβ=1,28
P2 = proporsi kegagalan terapi pada pengobatan lima hari = 12%
Q2 = 100%-P2 = 100%-12% = 88%
P1-P2 = perbedaan proporsi maksimal yang dianggap bermakna =
5%
P1 = P2+15% = 12%+5% = 17%
Q1 = 100%-P1 = 100%-17% = 83%
P = (P1+P2)/2 = (17%+12%)/2 = 14,5%
Q = 100%-P = 100%-14,5% = 85,5%
Dengan rangkaian informasi terselOut, kita dapat melakukan
perhitungan besar sampel:
= 1040
Dengan demikian, kita dapat melakukan konfirmasi bahwa besar
sampel yang dihitung oleh penulis jurnal adalah tidak tepat.
Seharusnya, jumlah subjek untuk setiap kelompok adalah 1040
bukan 950 subjek. Walaupun demikian, ternyata subjek yang
direkrut pada penelitian ini adalah masing-masing sebanyak 1095
dan 1093, lebih banyak dari subjek minimal yang diperlukan. Secara
statistik, besar sampel minimal terpenuhi. Akan tetapi, secara etis,
seharusnya peneliti menjelaskan mengapa besar sampel yang
direkrut lebih banyak daripada besar sampel yang diperlukan.
Participation rate pada penelitian ini adalah seolah-olah 100%
karena analisis yang digunakan adalah analisis ITT.
Berdasarkan pertimbangan besar sarnpel minimal terpenuhi dan
participation rate 100%, maka hasil yang diperoleh pada penelitian
ini dapat digeneralisasikan pada pcpulasi terjangkau. Populasi
terjangkau penelitian ini adalah anak dengan pneumonia yang
berobat di rumah sakit di tujuh rumzh sotkit rujukan di India.49
2. Validitas Eksterna 2
Karena secara logis hasil penelitian dapat digeneralisasi pada
populasi target, maka hasil penelitian ini dapat digeneralisasikan
pada populasi targetnya. Populasi target pada penelitian ini adalah
anak dengan pneumonia tidak berat di India.
C. Kesimpulan Validitas Eksterna
Penelitian ini mempunyai validitas eksterna 1 dan validitas eksterna 2 yang
baik. Peneliti mempunyai keyakinan bahwa hasil penelitian dapat
digeneralisasikan kepada populasi yang lebih luas karena hasil penelitiannya
sejalan dengan penelitian lainnya yang dilakukan di tempat yang berbeda.
Peneliti merekomendasikan pengobatan tiga hari untuk anak dengan
pneumonia tidak berat karena sama efektifnya dengan pengobatan lima hari
serta membutuhkan biaya yang lebih murah.50 Walaupun demikian, terdapat
kelemahan penelitian yang ada kaitannya dengan generalisasi penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian yang berbasiskan rumah sakit, penyebab
infeksi tidak semuanya diketahui, masa follow up dibatasi selama 15 hari, dan
subjek dengan riwayat asma tidak diikutsertakan di dalam penelitian.51
Importancy
A. Komponen Importancy
1. Perbandingan effek size yang diperoleh dengan effek size yang
diharapkan oleh pembaca.
2. Bila outcome kategorik: nilai relative risk (RR), relative risk reduction
(RRR), absolute risk reduction (ARR), number needed to treat (NNT),
dan cost analysis.
B. Uraian Importancy
1. Perbandingan effek size yang diperoleh dengan effek size yang
diharapkan oleh pembaca.
Peneliti menetapkan effek size maksimal sebesar 5%. Sebagai pembaca,
penelaah setuju dengan judgement peneliti. Dengan demikian, penelaah
sepakat dengan semua interpretasi dari keluaran utama yang
disampaikan oleh peneliti.
2. Bila outcome kategorik: nilai relative risk (RR), relative risk reduction
(RRR), absolute risk reduction (ARR), number needed to treat (NNT),
dan cost analysis.
Dengan menggunakan tabel keluaran utama, kita dapat menghitung
nilai relative risk (RR), relative risk reduction (RRR), absolute risk
reduction (ARR), dan number needed to treat (NNT).
Berdasarkan nilai NNT, kita mengetahui bahwa diperlukan 229
pengobatan Amoxicillin selama tiga hari untuk memperoleh satu
perbedaan kesembuhan dengan pengobatan lima hari.52 Nilai NNT ini
"sangat besar" sehingga pengobatan tiga hari bisa dianggap sama
dengan pengobatan lima hari.
Bila dihitung dari aspek biaya, berdasarkan perhitungan peneliti, untuk
mengobati 1000 subjek dengan pengobatan tiga hari dan lima hari,
masing-masing memerlukan $1100 dan $1250. Bila dikonversi ke
dalam rupiah, biaya pengobatan masing-masing sebesar Rp 11.000.000
dan Rp12.500.000. Selisih biaya adalah sebesar Rp1.500.000 untuk
setiap 1000 pasien, atau berbeda Rp1.500/pasien. Perbedaan sebesar
Rp1.500 ini relatif, besar kecilnya tergantung " pada pasien yang
sedang dihadapi dan tergantung pada wilayah kerja seorang dokter. Bila
dokter tersebut bekerja di suatu wilayah yang memerlukan
penghematan obat-obatan, maka hasil penelitian ini memberikan
argumentasi yang cukup kuat bagi dokter tersebut untuk memberikan
pengobatan selama tiga hari kepada pasien pneumonia tidak berat.
C. Kesimpulan Importancy
Penelitian ini memenuhi aspek importancy.
Applicability
A. Komponen Applicability
1. Transportability
2. Kemampuan pelayanan, ekonomi, dan sosial budaya
B. Uraian Applicability
1. Transportability
Apakah hasil penelitian yang dilakukan di India ini dapat digeneralisasi
untuk pasien yang kita hadapi di Indonesia (transportability)? Tentu
saja secara logis, hasil tersebut dapat digeneralisasi pada pasien di
Indonesia dengan dua pertimbangan utama.
a. Pasien anak dengan pneumonia tidak berat.
b. Pola kuman pada wilayah tempat anak tersebut tinggal diketahui
masih sensitif terhadap Amoxicillin.
c. Gambaran keseluruhan tampilan klinis pasien.
2. Kemampuan pelayanan, ekonomi, dun sosial budaya
Karena Amoxicillin adalah obat yang tersedia dimana-mana, dengan
biaya yang terjangkau, maka hasil utama penelitian ini sangat
mampulaksana. Syarat utamanya terletak pada Judgement mengenai
transportability hasil penelitian kepada populasi atau pasien yang kita
hadapi di Indonesia.
C. Kesimpulan Applicability
Hasil penelitian utama mampulaksana untuk dikerjakan di Indonesia
dengan syarat aspek transportability terpenuhi.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini mempunyai validitas interna non-kausal (validitas seleksi,
informasi, pengontrolan perancu, dan analisis), validitas interna kausal,
dan validitas eksterna yang baik. Penelitian ini juga memenuhi kriteria
importancy dan applicability. Aspek applicability sangat tergantung pada
judgement kita mengenai transportability dari hasil penelitian kepada
populasi atau pasien yang sedang kita hadapi.
B. Saran
Saran untuk klinisi dan pembuatan kebijakan
Karena penelitian ini valid, important, dan applicable, maka penelitian ini
dapat menjadi dasar untuk terapi tiga hari dengan Amoxicillin pada
pneumonia tidak berat. Perlu dicatat bahwa aspek applicability sangat
tergantung pada judgement kita mengenai transportability dari hasil
penelitian kepada populasi atau pasien yang sedang kita hadapi. Dua
pertimbangan utama yang perlu diperhatikan adalah mengenai derajat
penyakit pasien serta pola resistensi bakteri pada wilayah asal pasien. Bila
kedua syarat terpenuhi, terdapat alasan yang cukup kuat untuk membuat
kebijakan pengobatan Amoxicillin tiga hari untuk kasus pneumonia tidak
berat sehingga dapat melakukan penghematan biaya pengobatan.
Pada penelitian ini diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan
dengan kegagalan terapi adalah respiratory syncytial virus, excess
respiratory rate >10 kali/menit, dan ketidakpatuhan pada pengobatan hari
ke-5. Oleh karena itu, evaluasi dan edukasi terhadap pasien dengan excess
respiratory rate > 10 kali/menit harus lebih tegas, edukasi tentang
kepatuhan minum obat harus lebih jelas, dan bagi senter yang
memungkinkan pemeriksaan RSV, dapat dipertimbangkan pemeriksaan
RSV.
Saran untuk penelitian
1. Penelitian sejenis perlu dilakukan di Indonesia untuk mengonfirmasi
apakah hasil penelitian di India dan Pakistan tersebut sesuai dengan
keadaan di Indonesia.
2. Karena pada penelitian ini tidak dilakukan analisis berdasarkan
konfirmasi infeksi bakteri, pasien dengan riwayat asma tidak
diikutsertakan, dan penelitian berbasis rumah sakit rujukan, maka
penelitian yang dilakukan di Indonesia sebaiknya memperbaiki
metodologi dari aspek analisis, setting penelitian pada komunitas, dan
kriteria subjek mengikutsertakan subjek dengan riwayat asma.
DAFTAR PUSTAKA
Altman, D.G. 1999. Practical Statistics for Medical Rest-arch. Boca Raton:
Chapman and Hall.
Chow, S.C. dan J.P. Liu. 2004. Design and Analysis of Clinical Research:
Concept and Methodology. Edisi 2. New Jersey: Wiley-Interscience.
Dahlan, M.S. 2008. Evidence Based Medicine Seri 1: Statistik untuk Kedokteran
dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat. Edisi 3. Jakarta: Salemba
Medika.
Dahlan, M.S. Evidence Based Medicine Seri 2: Bestir Scmpel dan Caro-
Pengambilan Sampel untuk Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Elwood, J.M. 1999. Critical Appraisal of Epidemiological Studies and Clinical
Trials. Edisi 2. New York: Oxford University Press.
Friedman, L.M., C.L. Furberg, dan D.L. Mendes. 1998. Fundamentals of Clinical
Trials. Edisi 3. New York: Springer.
Moher, D., K.F. Schulz, dan D. Altman. 2001. "The CONSORT Statement:
Revised Recommendations for Improving the Quality of Parallel-group
Randomized Trials” JAMA 285:1987-1991.
Sastroasmoro, S., dan S. Ismael. 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto.
Schulz, K.FY dan D.A. Grimes. 2006. The Lancet Handbook of Essential
Concepts in Clinical Research. Edinburgh: Elsevier.
DAFTAR KUTIPAN DARI ARTIKEL1 Our primary objective was to compare the proportions of children recovering
after three days' treatment and five days' treatment. (halaman 2, objective,
paragraf 1)2Secondary objectives were to compare the proportions who relapsed within the
next 6-14 days, the proportions who had resistant strains of S. pneumoniae or H.
influenzae in nasopharyngeal cultures at enrolment and at 14 day follow up, and
the direct medical costs of treating clinical failures and relapses, and to assess the
proportion of participants whose nasopharyngeal aspirates was positive for
respiratory syncytial virus at enrolment. (halaman 2, objective, paragraf 1)3The clinical cure rates with three days and five days of treatment were 89.5%
and 89.9%, respectively (absolute difference 0.4 (95% confidence interval -2.1 to
3.0)). (halaman 3, Primary and secondary clinical outcomes)4Lihat tabel 2, halaman 3 5 Lihat tabel 2, halaman 36 Clinical failure was associated with isolation of respiratory syncytial virus
(adjusted odds ratio 1.95 (95% confidence interval 1.0 to 3.8)), excess respiratory
rate of > 10 breaths/minute (2.89 (1.83 to 4.55)), and non-adherence with
treatment at day 5(11.57 (7.4 to 18.0)). (halaman 3, Risk factors associated with
clinical failure)7 Lihat tabel 2, halaman 3 8 Lihat tabel 1, halaman 3 9 Lihat tabel 3, halaman 410 Average direct medical costs of successful treatment with Amoxicillin for three
days and five days were 11 and 19 rupees, respectively. Cost data were available
for most cases of treatment failure (n = 183, 82.03%) and relapse (n = 84,
79.2%). The mean direct medical cost of treating those who had not responded to
treatment or had relapsed was 272.79 rupees (SD 514.2) in both treatment
groups. From our study data, we calculate that the average direct medical costs
of treating 1000 cases of non-severe pneumonia with three days or fives days of
Amoxicillin would be 54 930 rupees (£790, $1100) and 62 430 rupees (£900,
$1250), respectively. (halaman 3-4, cost analysis)
11 Adverse reactions were similar in both treatment arms. There were no deaths,
purpura, or serious adverse effects of Amoxicillin. There were 41 hospitalisations,
with similar numbers in the three day and five day treatments (18 and 23,
respectively). There were three cases of severe vomiting, 20 cases of diarrhoea
with some dehydration, four cases of rash without itch, once case of rash with
itch, and eight cases of wheezing in a child without wheeze at enrolment.
(halaman 4, adverse effect)12 Treatment with oral Amoxicillin for three days was as effective as for five days
in children with non-severe pneumonia.(halaman 1, abstract, conclusicn)13 We defined non-severe pneumonia as a respiratory rate of ≥ 50 breaths per
minute (for ages 2-11 months) or ≥ 40 per minute (for age 12-59 months).
(halaman 1, participant and method, paragraf 1)14 Block randomisation, with variable sized blocks, was done for each
participating site to avoid unblinding. (halaman 2, sample size and
randomisation, paragraf 3)15 We recruited 2188 patients from August2000 to December2002 and randomised
1095 to three days of Amoxicillin treatment and 1093 to five days of treatment
(figure). Loss to follow up was 5.4% by day 5, and 6.8% by day 14. (halaman 2,
result)16 We excluded children who had signs of severe pneumonia or disease (cyanosis,
convulsions, inability to drink, difficult to wake, severe malnutrition, stridor),
other conditions requiring antibiotic treatment, clinically recognized congenital
heart disease, chronic systemic disorders, a history of repeated wheezing or
asthma, been hospitalised in the previous two weeks, taken antibiotics -in the
previous two days, measles within the previous month, or a history of penicillin
allergy and those already enrolled in the study. (halaman 1, participant and
method, paragraf 1)17 Block randomisation, with variable sized blocks, was done for each
participating site to avoid unblinding. (halaman 2, sample size and
randomization, paragraf 3)18 There were no substantial differences in the baseline churacteristics of the
treatment groups. (halaman 2, result)19 Lihat tabel 1, halaman 3
20 Lihat tabel 1, halaman 321 The mean doses taken from the green and blue envelopes were 8.9 (SD 0.9) out
of nine doses and 5.56 (SD 1.6) out of six doses, respectively, and were similar in
both thegroups. (halaman 2, adherence to treatment)22 Treatment failure was defined as development of chest indrawing,convulsions,
drowsiness, or inability to drink at any time; respiratory rate above age spesific
cut off points on day 3 or later; or oxygen saturation by pulse oxirnetry < 90% on
day 3. Participants who did not fail on assessment at day 3 or day 5 were
considered clinically cured. Loss to follow up or withdrawal from the study at any
time after recruitment was considered as treatment failure in our intention to
treatment analysis. (halaman 2, outcomes, paragraf 2)23 Relapse was defined as recurrence of signs of pneumonia or severe disease
after day 5 among those who had been clinically cured at that time. (halaman 2,
outcomes, paragraf 2)24 Treatment adherence was assessed by pill count on follow up days. Non-
adherence was defined as intake of less than seven doses by day 3 and of less than
five doses between days 3 and 5. (halaman 2, outcomes, paragraf 3)25 Cost data collection-Participants who did not respond to treatment or who
relapsed were followed to collect data on the medical resources they used. To
calculate the costs of these resources, we listed the private sector hospitals that
cater to lower middle class in each city of Lucknow, Vellore, Mumbai, New Delhi,
Nagpur, Chandigarh, and Trivandrum and, by random draw, selected three
hospitals in each city and obtained the prices of resources from them. We
averaged the unit prices of all medical resources over the participating sites and
used these averages in the analysis. The total estimated cost was the aggregated
cost of drugs, investigations, hospitalisation, procedures and consultations, and
out of pocket expenditures. (halaman 2, outcomes, paragraf 5)26 Laboratory procedures-Presence of respiratory syncytial virus in
nasopharyngeal aspirate was assessed at enrolment by means of a Becton
Dickinson Directogen RSV kit. Nasopharyngeal swabs were taken at enrolment
and at 14 days follow up to isolate S. pneumoniae and H. influenzae. Swabs were
plated on 5% sheep blood agar with gentamicin for S. pneumoniae and modified
chocolate agar with bacitracin (300 ugl ml) for H. influenzae. Antibiotic
susceptibility was tested by disc diffusion method as recommended by the
National Committee for Clinical Laboratory Standards. (halaman 2, outcomes,
paragraf 4)27 The coordinating centre ensured quality assurance and provided standardised
training for staff treating and assessing participants. (halaman 2, participant and
method, paragraf 3)28 Viral detection technique is also of prime importance; the detection kit used in
our study had a sensitivity of 83%. (halaman 5, risk factor for treatment failure,
paragraf 2)29 Home visits were done within 24 hours for those who fe:iled to report on the
appointed days. (halaman 2, outcomes, paragraf 1)30 We calculated the difference in clinical cure rate (and 95% confidence
interval). We also performed per protocol analysis for participants with complete
follow up and adherence to treatment. We compared baseline and other
characteristics and therapeutic failures between the two treatment groups. We
used the x2 tes for categorical variables and Student's t test for continuous
variables. (halaman 2, statistical analysis, paragraf 1)31 In our intention to treat analysis, clinical cure rates were 89.5% (980/1095) and
89.9% (983/1093) in the three day treatment and five day treatment groups,
respectively (table 2), similar among wheezers and non-wheezers. In the per
protocol analysis, the clinical cure rates were 94.9% (980/1033) and 95.8%
(983/1026). There was also no difference between groups in the rate of relapse
among those considered cured on day 5 (table 2). (halaman 3, primary and
secondary clinical outcome)32 We calculated the difference in clinical cure rate (and 95% confidence
interval). We also performed per protocol analysis for participants with complete
follow up and adherence to treatment. We compared baseline and other
characteristics and therapeutic failures between the two treatment groups. We
used the x2 test for categorical variables and Student's t test for continuous
variables. (halaman 2, statistical analysis, paragraf 1)33 We calculated the difference in clinical cure rate (and 95% confidence
interval). We also performed per protocol analysis for participants with complete
follow up and adherence to treatment. We compared baseline and other
characteristics and therapeutic failures between the two treatment groups. We
used the x2 test for categorical variables and Student's t test for continuous
variables. (halaman 2, statistical analysis, paragraf 1)34 We calculated crude odds ratios and 95% confidence intervals. We constructed
a multivariate model to assess determinants of treatment fai!ure by forward
stepwise logistic regression; the final model included covariates that were
statistically significant. (halaman 2, statistical analysis, paragraf 1)35 We calculated the difference in clinical cure rate (and 95 % confidence
interval). We also performed per protocol analysis for participants with complete
follow up and adherence to treatment. We compared baseline and other
characteristics and therapeutic failures between the two treatment groups. We
used the x2 test for categorical variables and Student's t test for continuous
variables. (halaman 2, statistical analysis, paragraf 1)36 Lihat tabel 3, halaman 437 We calculated the difference in clinical cure rate (and 95% confidence
interval), We also performed per protocol analysis for participants with complete
follvw up and adherence to treatment. We compared baseline and other
characteristics and therapeutic failures between the two treatment groups. We
used the x2 test for categorical variables and Student's t test for continuous
variables, (halaman 2, statistical analysis, paragretf 1)38 We analysed costs from the payer's perspective. We multiplied the units of each
resource used by its average cost lo calculate the total expenditure on that
component of treatment. Univariate analysis was done to compare direct medical
costs in the two treatment groups. We used Student's t test to compare costs.
(halaman 2, statistical analysis, paragraf 1)39 Adverse reactions were similar in both treatment arms. There were no deaths,
purpura, or serious adverse effects of Amoxicillin. There were 41 hospitalisations,
with similar numbers in the three day and five day treatments (18 and 23,
respectively). There were three cases of severe vomiting, 20 cases of diarrhoea
with some dehydration, four cases of rash without itch, once case of rash with
itch, and eight cases of wheezing in a child without wheeze at enrolment.
(halaman 4, adverse reaction)
40 We planned one interim analysis after a third of participants had been
recruited. Using the O' Brien-Fleming approach, we carried out interim analysis
at an alpha level of 0.005 and the final analysis at 0.047. (halaman 2, sample size
and randomization, paragraf 2)41 Assuming a treatment failure rate of 12% with five day treatment, we would
consider the two treatments to be equivalent if the failure rate with the shorter
course of treatment was not more than 17% (that is, a difference of 5% or less).
(halaman 2, sample size and randomization, paragraf 1)42 In our intention to treat analysis, clinical cure rates were 89.5% (980/1095) and
89.9% (983/1093) in the three day treatment and five day treatment groups,
respectively (table 2), similar among wheezers and non-wheezers. (halaman 3,
primary and secondary clinical outcome)43 In addition, equivalence of three and five day treatment with Amoxicillin for
non-severe pneumonia has also been reported in a study from Pakistan. (halaman
4, discussion, paragraf 2)44 Unlike in the Pakistan study, we did not find any difference of outcomes in
children aged < 12 months compared with older children. (halaman 4, risk
factors for treatment failure, paragraf 1)45S. pneumoniae and H. influenzae are the commonest bacterial agents of
pneumonia in children. As in other studies, our carrier rate for either bacteria at
enrolment was less than 50%. (halaman 5, risk factors for treatment failure,
paragraf 3)46 Amoxicillin is a bactericidal drug and is effective against S. pneumoniue and
H.influenzae. Short courses of Amoxicillin have been used to treat infections
caused by these and other organisms causing tonsillo-pharyngitis, urinary tract
infections, and other common childhood infections. Hence, it is rational to expect
that Amoxicillin would work in shorter duration. In addition, equivalence of three
and five day treatment with Amoxicillin for non-severe pneumonia has also been
reported in a study from Pakistan (hulaman 4, disscussion, paragraf 2)47Possible explanations may be the lower proportion of infants recruited by us and
variation between our study sites. Since almost half of the children's mothers or
carers did not agree with a doctor's assessment of cure in our study, parents may
need appropriate counselling or else may seek treatment elsewhere. (halama n 4,
risk factors for treatment failure, parugraf 1)48 We calculated sample size to test the equivalence hypothesis. Assuming a
treatment failure rate of 12% with five day treatment, we would consider the two
treatments to be equivalent if the failure rate with the shorter course of treatment
was not more than 17% (that is, a difference of 5% or less) We used one sided
testing, with power set at 90%. The required number of patients was 950 in each
group. (halaman 2, sample size and randomisation, paragraf I &2)49 This double blind, placebo controlled, randomised trial was conductedin the
outpatient departments of seven referral hospitals in India. (halaman 1,
participant and method, paragraf 1)50We recommend the three day course of Amoxicillin for treating community
acquired non-severe pneumonia in children, as this is equally as effcctive as a five
day course but is cheaper with increased adherence and possibly decreased
emergence of antimicrobial resistance. Our findings have local as well as global
implications, because our study has also confirmed findings from a recently
published data From elsewhere. (halaman 5, conclusion)51 Its limitations are that is was a hospital based study, causes of infection were
not investigated, follow up was limited to only 15 days, and ek ildren with history
of asthma were excluded. (halaman 4, strength and limitation of study)52 We found that treatment with oral Amoxicillin for either three days or five days
was equally effective for non- severe pneumonia. Among children with complete
follow up who adhered to treatment, cure rate was about 95%. From the numbers
needed to treat, we calculate that 250 cases of non-severe pneumonia would need
to be treated with five days of Amoxicillin raher than three days for one additional
cure. (halaman 4, disscusiion paragraf 1)