Tugas 3 - Mini Critical Review
-
Upload
ryan-fitrian-sofwan-fauzan -
Category
Documents
-
view
40 -
download
3
description
Transcript of Tugas 3 - Mini Critical Review
-
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................................... ii
1. PENGANTAR .................................................................................................................................... 1
2. SISTEM PRODUKSI SAAT INI ....................................................................................................... 2
2.1. Utilisasi tebu di Indonesia ............................................................................................... 2
2.2. Biorefinery tebu .............................................................................................................. 3
3. POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN DENGAN KONSEP BIOREFINERY ................ 7
3.1. Industri gula dunia .......................................................................................................... 7
3.2. Biomassa dari tanaman tebu ........................................................................................... 8
3.3. Industri gula tebu di Indonesia ........................................................................................ 9
4. ANALISIS DAN STRATEGI PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN KILANG
BIOMASSA .......................................................................................................................................... 14
5. ANALISIS KEEKONOMIAN ......................................................................................................... 19
5.1. Biaya Modal Tetap (Fixed Capital Investment) ............................................................ 19
5.2. Biaya Produksi (Cost of Manufacturing) ...................................................................... 21
5.3. Analisis Profitabilitas .................................................................................................... 21
6. TANTANGAN PENGEMBANGAN KILANG BIOMASSA ......................................................... 25
7. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ......................................................................................... 26
Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 27
-
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Contoh diagram blok proses produksi gula pasir dari tebu (PG Meritjan PTPN X) ........... 3
Gambar 2.2 Diagram blok proses biorefinery tebu generasi pertama ..................................................... 4
Gambar 2.3 Diagram blok proses biorefinery tebu ................................................................................. 5
Gambar 2.4 Diagram blok proses biorefinery tebu (1G+2G) ................................................................. 6
Gambar 2.5 Gambaran biorefinery tebu di Indonesia ............................................................................. 7
Gambar 2.6 Berbagai produk yang dapat dihasilkan dari tebu dengan konsep biorefinery .................... 7
Gambar 3.1 Tanaman tebu dan bagian-bagiannya .................................................................................. 9
Gambar 3.2 Peta pabrik gula di Pulau Sumatera .................................................................................. 12
Gambar 3.3 Peta pabrik gula di Pulau Kalimantan ............................................................................... 12
Gambar 3.4 Peta pabrik gula di Pulau Sulawesi ................................................................................... 13
Gambar 3.5 Peta pabrik gula di Pulau Jawa .......................................................................................... 13
Gambar 3.6 Posisi Indonesia di industri tebu dunia menurut FAO pada tahun 2012 ........................... 14
Gambar 4.1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komersialisasi teknologi bioetanol .................. 15
Gambar 5.1 Diagram aliran dana kumulatif (discounted) dari biorefinery tebu ................................... 25
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Produksi tebu Indonesia dari tahun 2008-2013....................................................................... 9
Tabel 3.2 Produksi gula pasir Indonesia dari tahun 2008-2013 ............................................................ 10
Tabel 3.3 Daftar pabrik gula di Indonesia ............................................................................................. 10
Tabel 4.1 Rangkuman isu-isu utama terkait pengembangan biorefinery di industri tebu di Indonesia 16
Tabel 5.1 Rincian biaya pembelian alat (equipments) .......................................................................... 20
Tabel 5.2 Perhitungan revenue.............................................................................................................. 21
Tabel 5.3 Perhitungan biaya produksi ................................................................................................... 22
Tabel 5.4 Perhitungan aliran dana (cash flow) ...................................................................................... 24
-
1
Mini (Critical) Review Pengembangan Kilang Biomassa di Indonesia
Basis bahan mentah: tebu dan bagas
1. PENGANTAR
Adalah hal yang sudah diketahui serta diantisipasi banyak pihak bahwa di masa depan,
akan terjadi pergantian sumber energi global karena sumber bahan bakar fosil terus
menipis, sehingga pengembangan serta penggunaan sumber-sumber energi baru dan
terbarukan harus mulai diwujudkan. Salah satu jenis energi terbarukan yang cukup
menjanjikan adalah yang berasal dari biomassa. Biodiesel, bio-oil, dan biofuel lainnya
terbukti dapat dihasilkan dari berbagai jenis biomassa dan merupakan solusi bagi energi
masa depan yang menjanjikan. Selain itu, biomassa juga dapat menghasilkan produk lain
yang juga bernilai jual tinggi berupa senyawa-senyawa kimia dan juga listrik.
Perpindahan dari sistem yang telah ada sekarang, yang bergantung pada bahan bakar fosil
sebagai sumber energi utama serta industri petrokimia untuk pemenuhan kebutuhan akan
produk-produk senyawa kimia bernilai tinggi, menuju ke sistem di mana semua sumber
energi dan produk-produk tersebut adalah sumber-sumber terbarukan tentulah tidak mudah
dan memerlukan banyak pengembangan, kajian, penelitian, serta proses adaptasi agar
proses transisi terjadi secara lancar.
Konsep yang dapat digunakan dalam upaya utilisasi sumber-sumber terbarukan tersebut
adalah konsep kilang biomassa atau biorefinery. Biorefinery pada dasarnya mirip dengan
konsep kilang minyak dalam menghasilkan produk-produk petrokimia, di mana semua
(atau hampir semua) bagian dari material yang diolah dikonversi menjadi berbagai produk
bernilai jual tinggi dan tidak ada yang terbuang. Perbedaannya adalah hanya pada material
yang diolah tersebut, di mana pada kilang minyak yang diolah dan dikonversi adalah
minyak bumi (sumber fosil) sedangkan pada kilang biomassa material yang diolah adalah
biomassa.
Pengembangan biorefinery saat ini tengah berfokus pada bahan baku benilai rendah,
seperti limbah-limbah biomassa sisa produksi agrodindustri. Limbah biomassa
lignoselulosik telah banyak diteliti untuk dilihat kemampuannya dalam memproduksi
biofuels seperti etanol, listrik, dan senyawa-senyawa kimia, dan untuk mencapai proses
-
2
produksi yang menguntungkan secara ekonomi, kuncinya adalah dengan mengaplikasikan
konsep biorefinery.
Indonesia yang merupakan negara tropis, memiliki keuntungan karena mempunyai
beberapa pilihan dalam melaksanakan konsep biorefinery. Salah satu yang potensial untuk
mulai diteliti dan dikaji adalah pelaksanaan konsep biorefinery di industri gula tebu. Saat
ini, industri gula tebu di Indonesia hanya mengandalkan penghasilan utamanya dari
produksi gula pasir itu sendiri, yang sebenarnya rentan kalah saing oleh gula impor karena
teknologi yang dimiliki Indonesia masih terbatas. Integrasi konsep biorefinery pada
industri gula tebu ini dapat menjadi solusi akan hal tersebut, karena jika industri gula tebu
saat ini mampu memanfaatkan komponen lain dari tanaman tebu tersebut menjadi bahan
bakar, senyawa kimia, serta sumber listrik, pendapatan industri tebu tersebut tak hanya
bergantung pada produksi gula saja. Jumlah limbah biomassa, bagas tebu misalnya, yang
sangat melimpah namun bernilai ekonomi rendah serta bahkan dapat mencemari lokasi
penggilingan sehingga jika konsep biorefinery mampu diterapkan, utilisasi bagas tebu
akan menjadi suatu proses yang menguntungkan baik secara ekonomi maupun lingkungan.
Di masa depan, konsep kilang biomassa atau biorefinery untuk utilisasi seluruh komponen
dari biomassa tebu akan menjadi suatu hal yang penting dan menjadi titik balik bagi
industri tebu yang berkelanjutan. Fermentasi etanol dan berbagai komoditas lainnya dari
limbah biomassa tersebut, serta proses-proses konversi biomassa yang ada (seperti
pulping) adalah komponen kunci bagi konsep biorefinery tersebut.
2. SISTEM PRODUKSI SAAT INI
2.1. Utilisasi tebu di Indonesia
Tanaman tebu di Indonesia utamanya dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi gula
pasir. Gambar 2.1 menunjukkan contoh diagram blok proses produksi gula pasir dari tebu
di Pabrik Gula (PG) Meritjan PTPN X. Selain produksi gula pasir sebagai produk utama,
banyak pabrik gula tebu di Indonesia yang mulai menyadari manfaat dari salah satu
produk samping yang mereka hasilkan, yaitu tetes tebu atau molase. Meskipun demikian,
kebanyakan dari industri gula tebu tersebut tidak mengolah sendiri molase yang
dihasilkan, melainkan hanya menampung dan menyeleksi molase yang memiliki kulaitas
baik dan memiliki nilai jual tinggi untuk kemudian dijual ke industri lain, seperti industri
-
3
bioetanol misalnya. Produk samping lain seperti ampas tebu atau bagas tebu yang
dihasilkan selama proses produksi gula juga hanya dimanfaatkan sebatas sebagai bahan
bakar boiler saja. Belum terintegrasinya pengolahan molase serta pemanfaatan bagas atau
sampah tebu lainnya salah satunya adalah karena pengetahuan serta eksplorasi mengenai
biorefinery masih sangat terbatas di Indonesia.
Gambar 2.1 Contoh diagram blok proses produksi gula pasir dari tebu (PG Meritjan PTPN X)
2.2. Biorefinery tebu
2.2.1. Biorefinery tebu generasi pertama
Pada skema biorefinery ini, jus tebu yang biasa digunakan untuk produksi gula pasir, juga
digunakan untuk produksi bioetanol dan juga value-added chemicals lainnya. Belum ada
pemanfaatan dari material-material lain yang mengandung lignoselulosa (bagas tebu,
dedaunan, dan sampah/residu tebu lainnya). Gambar 2.2 menunjukkan diaram blok proses
umum dari biorefinery tebu generasi pertama. Skema ini marak dikembangkan pada
Persiapan Tebu
Pengujian brix dan pH
Stasiun penimbangan
Stasiun gilingan
Unigrator
Cane cutter
Mill
Rotary screen
Timbangan Bolougne
Stasiun Pemurnian
Juice heater
Defecator
Tangki sulfitir
Clarifier
Rotary vacuum filter
Stasiun penguapan
Multiple effect
evaporator
Stasiun masakan
Vacuum pan
Stasiun puteran
High/low-grade fugal
Crystallizer
Stasiun pengeringan dan
pengemasan
Dryer and cooler
Vibrating screen
TANAMAN TEBU
KRISTAL GULA PASIR
-
4
berbagai penelitian dan juga dilakukan di skala industri pada saat awal-awal diketahui
bahwa biofuel (bioetanol) dapat diproduksi dari bebagai tanaman.
Gambar 2.2 Diagram blok proses biorefinery tebu generasi pertama
(Sumber: Cavalett, dkk, 2012)
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.2, produksi bioetanol dilakukan dengan bahan yang
sama dengan produksi gula pasir, yaitu dari jus tebu itu sendiri. Biorefinery generasi
pertama memanfaatkan bahan utama dari suatu tanaman (crops) dan seringkali
menyebabkan konflik dengan industri makanan yang juga sangat membutuhkan bahan
utama tersebut, dan dalam kasus di atas, produksi biofuel (etanol) harus bersaing dalam
penyediaan bahan baku dengan industri pangan (industri gula). Meskipun keduanya
(produksi gula pasir dan produksi etanol atau bahan kimia lain) dapat dilakukan
berbarengan, alangkah jauh lebih baik jiga bahan yang digunakan untuk produksi etanol
(dan chemicals lainnya) berbeda dengan bahan baku untuk produksi gula pasir dengan
Tebu
Pembersihan tebu
Ekstraksi gula
Juice treatment
Juice concentration
Kristalisasi
Pengeringan
Gula pasir
Juice treatment
Juice concentration
Fermentasi
Distilasi dan rektifikasi
Dehidrasi
Etanol (anhydrous)
Sampah/residu tebu
Produksi panas dan daya
Steam, listrik
Bagas tebu
Mo
lase
-
5
tetap menggunakan konsep biorefinery. Solusi yang telah dieksplorasi dalam beberapa
tahun terakhir ini adalah dengan memanfaatkan limbah/residu tanaman yang tidak
digunakan atau tersisa dari produksi bahan pangan, yang sebagian memiliki kandungan
lignoselulosa.
2.2.2. Biorefinery tebu generasi kedua
Untuk menghindari persaingan di sisi bahan baku dengan indutri pangan, skema
biorefinery generasi kedua harus dilakukan, terutama di negara berkembang seperti
Indonesia di mana keamanan pangan masih menjadi salah satu masalah. Pada kasus tebu,
residu atau produk samping (selain molase) yang dapat dimanfaatkan untuk proses
produksi bioetanol dan chemicals lainnya di antaranya adalah bagas/ampas tebu serta
dedaunan yang tersisa saat proses pemanenan tebu dilakukan. Kedua bahan tersebut
memiliki kandungan lignoselulosa, yaitu material yang umum terdapat pada berbagai
tanaman berkayu, terdiri dari lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Contoh diagram blok
proses biorefinery tebu generasi kedua ditampilkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Diagram blok proses biorefinery tebu
(Sumber: Yang, S, dkk, 2013 [dimodifikasi])
Sampah/residu tebu
Pretreatment
Hidrolisis
Fermentasi
Etanol, chemicals
Bagas tebu
Sampah
(dedaunan,
dll)
Molase
Enzim
Pembakaran
(combustion)
Steam, listrik
Tebu
Pemanenan tebu
Pembersihan tebu
Ekstraksi gula
Juice treatment
Juice concentration
Kristalisasi
Pengeringan
Gula pasir
-
6
Biorefinery tebu generasi kedua dapat dilakukan dengan mengintegrasikannya dengan
generasi pertama, yaitu dengan tetap menggunakan jus tebu sebagai substrat
fermentasi etanol dengan membagi aliran untuk produksi gula pasir dan aliran untuk
produksi etanol namun ditambah dengan pemrosesan material lignoselulosik dari
bagas tebu dan sampah tebu lainnya. Meskipun demikian, Indonesia yang produksi
tanaman tebunya tidak sebanyak Brazil atau India, dirasa masih belum cocok
menggunakan skema gabungan ini. Gambar 2.4 menunjukkan diagram blok proses
biorefinery gabungan generasi pertama dan kedua.
Gambar 2.4 Diagram blok proses biorefinery tebu (1G+2G)
(Sumber: Cavalett, 2011)
Secara keseluruhan, gambaran biorefinery tebu di Indonesia ditampilkan dalam
Gambar 2.5, dengan potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut beserta produk-
produk truunan yang dapat dihasilkan dari biorefinery tebu ditampilkan pada Gambar
2.6.
-
7
Gambar 2.5 Gambaran biorefinery tebu di Indonesia
(biru: telah ada, merah: belum ada)
Gambar 2.6 Berbagai produk yang dapat dihasilkan dari tebu dengan konsep biorefinery
(Sumber: Cavalett, 2011)
3. POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN DENGAN KONSEP
BIOREFINERY
3.1. Industri gula dunia
Gula merupakan salah satu bahan pangan yang cukup vital bagi kehidupan manusia, dan
merupakan salah satu sumber energi utama. Secara umum, kebutuhan gula dunia dipenuhi
oleh dua sumber utama yang keduanya merupakan tanaman, yaitu tebu (sugarcane) yang
biasa tumbuh subur di daerah tropis dan subtropis dan bit (sugar beet) yang tumbuh di
daerah dengan temperatur yang lebih dingin/sejuk (OHara, 2011). Pada tahun 2013, 2,165
Tebu di
Indonesia Jus
Gula kristal
Etanol
Molase
Etanol
Bagas dan
residu lain
Etanol, chemicals
Pulp
Listrik,
steam
-
8
miliar ton tanaman tebu diproduksi di seluruh dunia dengan Brazil dan India yang
mendominasi.
Sampai saat ini, tanaman tebu sebagian besar dimanfaatkan sebagai sumber gula kristal
untuk keperluan konsumsi manusia. Brazil, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.1,
menempati posisi teratas dalam jumlah produksi tebu dan dapat menyisihkan sebagian
hasil produksi tebu tersebut untuk keperluan lain yaitu untuk produksi bioetanol dari jus
tebu baik molase (tetes tebu), yang dikenal sebagai bioetanol generasi pertama. Negara
lain dnegan produksi tebu lebih rendah nampaknya masih bergantung pada gula pasir
sebagai produk utama dari tebu.
3.2. Biomassa dari tanaman tebu
Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman C4 berjenis perennial grass atau
rerumputan yang tumbuh sepanjang tahun yang termasuk ke dalam famili Poaceae.
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik pada temperatur hangat hingga panas dan
kondisi yang cukup lembab sehingga tumbuh dengan baik di daerah tropis dan subtropis.
Brazil sampai saat ini selalu menempati posisi teratas dalam produksi tanaman tebu
dunia, sekitar 35% dari total produksi dunia (2007) dengan India dan China menyusul di
posisi selanjutnya.
Tanaman tebu ditumbuhkan karena tangkainya yang berserat kaya dengan gula
(kandungan sukrosa mencapai 7-14% dan merupakan komponen paling banyak dari total
padatan) dan utamanya digunakan untuk produksi sukrosa. Proses pemanenan tebu secara
tradisional dilakukan dengan cara melepaskan bagian atas dari tangkai (tops) dan daun,
dan kemudian hanya tangkainya (millable stalk) yang akan dikirim ke pabrik gula untuk
diproses. Gambar 3.1 menunjukkan ilustrasi tanama tebu dan bagian-bagiannya.
Biasanya tops serta dedaunan tebu ini dibiarkan terdekomposisi, menjadi kompos alami
bagi tanah perkebunan tebu, atau dibakar. Hanya dedaunan tebu yang memiliki
kemampuan meningkatkan kualitas tanah, sehingga material sisa yang lainnya memiliki
potensi untuk dijadikan bahan baku (feedstock) untuk produksi bioetanol dan pada
akhirnya akan bermuara pada biorefinery tebu.
-
9
Gambar 3.1 Tanaman tebu dan bagian-bagiannya
(Sumber: Hamann, 2014)
3.3. Industri gula tebu di Indonesia
Indonesia memiliki luas lahan panen tebu sekitar 470.000 hektar pada tahun 2013
(Statistik Pertanian, 2013) dan dari area tersebut diproduksi atau dipanen tanaman tebu
dan jumlah produksinya selama beberapa tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Produksi tebu Indonesia dari tahun 2008-2013
Tahun Produksi gula tebu (ribu ton)
2008 2668,4
2009 2333,9
2010 2288,7
2011 2244,2
2012 2554,7
2013 2592,6
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013)
Dari jumlah tebu yang dipanen/diproduksi, dihasilkan produk gula pasir dengan
jumlah produksi selama beberapa tahun terakhir ditunjukkan oleh Tabel 3.2.
-
10
Tabel 3.2 Produksi gula pasir Indonesia dari tahun 2008-2013
Tahun Produksi gula tebu (ribu ton)
2008 1382,7
2009 1326,9
2010 1295,3
2011 1284,2
2012 1445,1
2013 1369,4
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013)
Indonesia memiliki beberapa pabrik gula yang tersebar di berbagai belahan nusantara.
Tabel 3.3 menunjukkan beberapa pabrik gula tebu di Indonesia, sedangkan Gambar
3.2-3.5 menunjukkan peta pabrik gula di berbagai pulau di Indonesia.
Tabel 3.3 Daftar pabrik gula di Indonesia
PG
Asembagus Situbondo Jawa
Timur
PG Jatiroto, Jatiroto,
Lumajang, Kabupaten
Lumajang, Jawa Timur
PG Mojo, Sragen, Jawa
Tengah
PG
Bandjaratma Brebes Jawa
Tengah
PG
Jatiwangi, Jatiwangi Kabupate
n Majalengka, Jawa Barat
PG Mojodikota
PG Bone
(Arasoe) Bone Sulawesi
Selatan
PG
Jatitujuh Jatiwangi Kabupaten
Majalengka, Jawa Barat
PG Ngadirejo Kediri, Jawa
Timur, (lokasi)
PG Bantul, Kabupaten
Bantul, Yogyakarta
PG Jombang
Baru Jombang, Jawa Timur
PG Olean, Situbondo, Jawa
Timur
PG Camming Bone Sulawesi
Selatan
PG
Kadhipaten, Kadipaten, Kabup
aten Majalengka, Jawa Barat
PG Pandji, Situbondo, Jawa
Timur
PG Candi Sidoarjo Jawa
Timur
PG Kalibagor Banyumas, Jawa
Tengah
PG Pagottan, Madiun, Jawa
Timur
PG Ceper Baru Klaten Jawa
Tengah
PG Kanigoro Madiun, Jawa
Timur
PG
Pajarakan, Probolinggo, Jaw
a Timur
PG Cepiring Kendal Jawa
Tengah
PG
Karangsuwung, Karangsuwun
g, Karangsembung, Cirebon, J
awa Barat
PG Pakis Baru Pati Jawa
Tengah
PG Cinta Manis, Kabupaten
Ogan Ilir, Sumatera Selatan
PG Kebon
Agung, Malang, Jawa Timur
PG Pangka, Tegal Jawa
Tengah,
PT Gunung Madu
Plantations, Lampung
Tengah, Lampung
PG
Kedaton, Pleret, Kabupaten
Bantul, Yogyakarta
PG Pesantren
Baru, Pesantren, Kota
Kediri, Jawa Timur
PT Pemuka Sakti
Manisindah, Way
PG Kedawung, Pasuruan, Jawa
Timur
PG Prajekan, Bondowoso
-
11
Kanan, Lampung
PT Sugar Group
Companies, Tulang
Bawang, Lampung
PG Kersana PG
Pundong, Pundong, Kabupat
en Bantul, Yogyakarta
PG
Colomadu Karanganyar Jaw
a Tengah
PG Ketanggungan Barat/PG
Tersana II, Brebes, Jawa
Tengah
PG Purwodadi
(Poerwodadie), Magetan, Ja
wa Timur
PG Cukir
(Tjoekir) Cukir, Diwek, Jom
bang, Jawa Timur, (lokasi)
PG Krembung, Sidoarjo, Jawa
Timur, (lokasi)
PG Purwokerto
PG De
Maas, Besuki, Situbondo, Ja
wa Timur, (lokasi)
PG Krian, Jawa
Timur, (lokasi)
PG Rejo
Agung, Madiun, Jawa
Timur
PG Gempol Palimanan PG Krebet Baru
1, Malang, Jawa Timur
PG Rejosari, Magetan, Jawa
Timur
PG
Gempolkerep Mojokerto, Ja
wa Timur,
PG Krebet Baru
2, Malang, Jawa Timur
PG Rendeng Kudus, Jawa
Tengah
PG
Gending, Probolinggo, Jawa
Timur
PG Lestari, Nganjuk Jawa
Timur
PG Semboro, Jember, Jawa
Timur
PG Gondang
Baru, Jogonalan, Klaten, Ja
wa Tengah
PG
Madukismo Bantul Yogyakart
a
PG Sindanglaut, Jawa Barat
PG Gondang
Lipuro, Bambanglipuro, Kab
upaten Bantul, Yogyakarta
PG Merican Kediri Jawa
Timur
PG Sragi, Pekalongan, Jawa
Tengah
PG Jatibarang Brebes, Jawa
Tengah
PG
Mojopanggung, Tulungagung,
Jawa Timur
PG Subang Pasir
Bungur Subang, Jawa Barat
PG Sudono
(Soedhono), Ngawi, Jawa
Timur
PG
Tasikmadu Karanganyar Jawa
Tengah
PG Watutulis, Jawa Timur
PG
Sugarindo Singaparna Jawa
Barat
PG Trangkil, Pati, Jawa
Tengah
PG
Wonolangan, Probolinggo, J
awa Timur
PG Sumberharjo PG Tersana
Baru, Cirebon, Jawa Barat
PG
Wringinanom, Situbondo, Ja
wa Timur
PG
Takalar, Takalar, Sulawesi
Selatan
PG Tulangan, Sidoarjo, Jawa
Timur
PG Watutulis, Jawa Timur
(Sumber: http://id.wikipedia.org/)
-
12
Gambar 3.2 Peta pabrik gula di Pulau Sumatera
(Sumber: http://pabrikgula-baru.blogspot.com/)
Gambar 3.3 Peta pabrik gula di Pulau Kalimantan
(Sumber: http://pabrikgula-baru.blogspot.com/)
-
13
Gambar 3.4 Peta pabrik gula di Pulau Sulawesi
(Sumber: http://pabrikgula-baru.blogspot.com/)
Gambar 3.5 Peta pabrik gula di Pulau Jawa
(Sumber: http://pabrikgula-baru.blogspot.com/)
-
14
Berdasarkan data dari FAO (Food and Agriculture Organization), Indonesia
menempati posisi ke-8 sebagai produsen tebu di dunia pada tahun 2012, seperti yang
disajikan pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Posisi Indonesia di industri tebu dunia menurut FAO pada tahun 2012
(Sumber: FAO, 2014)
4. ANALISIS DAN STRATEGI PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN
KILANG BIOMASSA
Tebu adalah salah satu tanaman yang cukup sering digunakan sebagai bahan baku
produksi etanol disamping produk utamanya yaitu gula pasir, dan oleh karena itu konsep
biorefinery sering diterapkan pada industri berbasis tebu. Produksi etanol dari jus tebu
dan juga molase (biorefinery tebu generasi pertama) dilakukan dengan proses fermentasi.
Di Indonesia sendiri, kebanyakan hanya molase yang dimanfaatkan menjadi etanol karena
semua jus tebu akan diproses menjadi gula kristal untuk keperluan pangan. Material sisa
dari pemrosesan tebu di industri-industri berbasis tebu seperti ampas/bagas tebu dan
sampah tebu lainnya yang tersedia dalam jumlah melimpah membuat tebu menjadi salah
satu feedstock yang menjanjikan untuk komersialisasi teknologi etanol berbasis selulosa.
Kapasitas produksi serta jumlah industri gula tebunya yang banyak dan termasuk ke 10
besar dunia, membuat Indonesia menjadi negara yang cukup potensial untuk
pengembangan konsep biorefinery tebu ke tahap yang lebih lanjut.
-
15
Meskipun demikian, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi dalam
pengembangan awal produksi bioetanol berbasis biorefinery tebu ini, tidak hanya dari sisi
teknis dan ekonomi, namun juga dari segi struktur industri yang lebih luas di mana industri
tebu menjadi hal yang penting, karena tentunya dengan adanya perubahan dan/atau
integrasi teknologi yang baru di industri berbasis tebu yang ada, industri lain sedikit
banyak akan terpengaruh. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi proses komersialisasi
bioetanol ditinjau dari sisi teknis, ekonomi, sustainability, serta kebijakan publik dapat
dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komersialisasi teknologi bioetanol
(Sumber: OHara, 2011 [dimodifikasi])
Analisis faktor-faktor di atas dapat dilakukan lebih mendalam dengan menggunakan
metode analisis sistem. Metode ini mengidentifikasi identitas, informasi, serta hubungan-
hubungan pada sistem serta isu-isu utama pada jalur pengembangan sistem biorefinery
tebu, dari mulai intensi dari sistem hingga ke pengembangan konsep baru, struktur, dan
strategi bagi industri. Rangkuman dari beberapa isu utama yang diidentifikasi dengan
metode analisis ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Teknis
Pengumpulan dan penyimpanan biomassa, penggunaan dan recovery bahan kimia,
strategi pretreatment dan hidrolisis, desain reaktor, produksi enzim, agen fermentasi,
integrasi proses, pemrosesan air, penggunaan energi.
Ekonomi
Biaya produksi, biaya modal, biaya transportasi biomassa, harga feedstock, harga produk, diversifikasi pemasukan,
aliran dana, risiko dan sensitivitas harga, likuiditas, model pembiayaan.
Kebijakan Publik
Carbon tax, keamanan energi, mandat penggunaan biofuels, bantuan untuk R&D, insentif pajak, kebijakan energi terbarukan,
community support.
Sustainability
LCA, efisiensi karbon, teknologi energi di masa depan, perubahan penggunaan lahan, dampak terhadap produksi bahan pangan,
reduksi gas rumah kaca, penggunaan bahan bakar fosil, penggunaan air.
KOMERSIALISASI TEKNOLOGI BIOETANOL
-
16
Tabel 4.1 Rangkuman isu-isu utama terkait pengembangan biorefinery di industri tebu di
Indonesia
Identitas Prinsip dan standar
- Industri tebu: menumbuhkan,
memanen, mentranspotasikan,
menggiling, menyimpan dan
memasrkan
- Agribisnis berbasis komoditas
- Dukungan: pemerintah, penelitian,
finansial
- Industri etanol dari molase/tetes tebu
sudah mulai berkembang
- Industri dihadapkan pada perubahan
yang cepat di sisi struktur industri tebu
- Optimasi sustainability
- Tidak ada dampak pada penyediaan
bahan pangan
- Pengukuran dan pelaporan kelayakan
secara finansial
- Meminimasi risiko dari teknologi baru
yang akan diterapkan untuk pertama
kali
Informasi Isu
- Pengetahuan akan teknologi
penggilingan gula konvensional sudah
sangat baik
- Pengetahuan akan bioetanol generasi
pertama cukup, terbatas pada molase
- Pengetahuan akan bioetanol generasi
kedua masih kurang, karena lebih
kompleks
- Harga minyak mentah dunia di masa
depan sulit diramalkan
- Dukungan pemerintah untuk
pengembangan industri dalam bentuk
apa?
- Banyak sekali opsi teknologi bioetanol
sulit memilih yang terbaik
- Pangan vs bahan bakar
- Industri bahan bakar fosil yang resisten
- Sustainability yang terkadang salah
kaprah
- Risiko teknologi baru
- Adopsi teknologi baru cenderung lama
- Akses finansial untuk pendanaan
industri
Hubungan Konteks baru, struktur, strategi
- Integrasi secara kontraktual dan rantai
pasok yang telah ada di antara
penanam, pemanen, dan penggiling
tebu
- Hubungan industri dan peneliti cukup
baik
- Tebu adalah sumber bioenergi
terbarukan
- Biofuel dan efisiensi energi
berkontribusi untuk mengurangi efek
rumah kaca
- Penggilingan gula diintegrasikan
-
17
- Tren regulasi pemerintah terhadap
industri
dengan pabrik gula dan bioenergi
dengan konsep biorefinery
- Keberlangsungan industri yang
independen terhadap bantuan
pemerintah
- Industri memberikan dampak
lingkungan dan finansial yang positif
terhadap komunitas
Intensi Pekerjaan
- Peningkatan sustainability dan
profitabilitas industri
- Memberi nilai tambah dari bagas/residu
lainnya
- Produsi bioetanol dari biomassa
kualitas rendah
- Mengurangi gas rumah kaca dan
efeknya terhadap perubahan iklim
- Mengurangi ketergantungan akan impor
minyak mentah
- Pengembangan teknologi bioetanol dari
bagas tebu
- Isu teknologi pretreatment, hidrolisis
enzimatik, dan fermentasi
- Integrasi teknologi-teknologi pada poin
2 ke sistem penggilingan tebu
Pendalaman, sustainability
- Pengukuran sustainability melalui LCA dan indikator lainnya
- Analisis kelayakan ekonomi
- Teknologi akan semakin berkembang dengan cepat pada saat awal komersialisasi
(Sumber: OHara, 2011 [dimodifikasi]).
Setelah mengetahu isu-isu utama dari metode analisis sistem, tahap penting selanjutnya
dalam perancangan biorefinery adalah menentukan tujuan utama (ultimate purpose) dari
pengembangan industri yang ada menjadi industri yang integratif. Pada kasus biorefinery
tebu, tujuan utama akan bermuara pada kebutuhan untuk meningkatkan profitabilitas
industri dan juga memberikan damapk positif ke lingkungan, sehingga tujuan utamanya
(prime directive) adalah: Memastikan profitabilias dan sustainability jangka panjang dari
fasilitas produksi gula-etanol terintegrasi. Dari tujuan tersebut dapat diturunkan 2 sub-
tujuan yaitu untuk memenuhi tujuan finansial (profit) dan tujuan lingkungan
(sustainability) dan dari kedua sub-tujuan tersebut dapat diturunkan langkah-langkah yang
harus diambil.
-
18
Setelah tujuan didapat, perancangan sistem yang ingin diwujudkan harus segera dibuat.
Dalam kasus ini, diagram blok proses biorefinery tebu generasi kedua seperti pada
Gambar 2.3 dapat digunakan sebagai rancangan sistem. Selanjutnya, dilakukan analisis
tekno-ekonomi untuk sistem yang akan dipilih. Analisis tekno-ekonomi dapat dilakukan
dengan merinci variabel-variabel kunci dari sistem produksi biorefinery tebu, baik variabel
input maupun variabel tetap. Analisis sensitivitas dari parameter-parameter profitabilitas
seperti NPV terhadap faktor-faktor major seperti harga etanol, harga bahan baku, harga
enzim, persen selulosa pada biomassa, efisiensi fermentasi dan lain sebagainya juga
dilakukan.
Berdasarkan diagram blok proses biorefinery tebu generasi kedua (Gambar 2.3), dapat
dipilih beberapa alternatif skenario produksi (OHara, 2011), yaitu sebagai berikut:
- Skenario basis
Pada skenario ini tidak ada jus tebu yang dikonversi menjadi etanol, hanya dari
molase saja. Seluruh bagas digunakan untk kogenerasi dan produksi listrik untuk
dijual. Tidak ada bagas yang digunakan untuk produksi etanol. Tidak ada sampah /
residu lain yang diproses.
- Skenario kogenerasi
Pada skenario ini tidak ada jus tebu yang dikonversi menjadi etanol, hanya dari
molase saja. Seluruh bagas dan sebagian sampah tebu lain digunakan untuk
kogenerasi dan produksi listrik untuk dijual. Tidak ada bagas yang digunakan untuk
produksi etanol.
- Skenario low ethanol
Pada skenario ini tidak ada jus tebu yang dikonversi menjadi etanol, hanya dari
molase saja. Seluruh bagas dan sampah tebu lain digunakan untuk kogenerasi dan
surplusnya digunakan untuk produksi etanol.
- Skenario moderate ethanol
Pada skenario ini 70% jus tebu dimanfaatkan menjadi gula pasir dan sisanya
dikonversi menjadi etanol. Seluruh molase digunakan untuk produksi etanol. Seluruh
bagas dan sampah tebu lain digunakan untuk kogenerasi dan surplusnya digunakan
untuk produksi etanol.
- Skenario high ethanol
-
19
Pada skenario ini tidak ada gula pasir yang diproduksi dan semua jus tebu dikonversi
menjadi etanol. Seluruh bagas dan sampah tebu lain digunakan untuk kogenerasi dan
surplusnya digunakan untuk produksi etanol.
Melihat produksi tebu dan gula pasir Indonesia saat ini, skenario kogenerasi sepertinya paling
baik karena pada skenario tersebut gula pasir masih dapat diproduksi dalam jumlah yang
banyak sehingga dapat menjamin pemenuhan kebutuhan gula nasional dan etanol masih
dapat diproduksi dari molase. Dengan demikian, isu pangan vs energi dapat teratasi.
Meskipun demikian, di masa depan Indonesia mungkin akan mengadopsi skenario low
ethanol atau moderate ethanol di biorefinery tebu yang dimilikinya seiring dengan teknologi
konversi biomassa serta teknologi sintesis pemanis lain selain gula pasir yang terus
berkembang.
5. ANALISIS KEEKONOMIAN
Analisis dekonomi dilakukan dengan asumsi bahwa produk yang dihasilkan dari sistem
biorefinery tebu ini adalah gula. Perhitungan mengikuti rujukan dari Moncada, dkk.
(2012), dan skema yang digunakan adalah skema 1 dari rujukan tersebut (base case).
Berikut detil asumsi yang digunakan:
- Produksi gula: dari jus tebu
- Produksi etanol: dari molase hasil pemrosesan tebu menjadi gula
- Kogenerasi: bagas tebu hasil penggilingan
5.1. Biaya Modal Tetap (Fixed Capital Investment)
Karena biaya pembelian dan pemasangan alat-alat adalah biaya modal yang memiliki porsi
paling besar dalam FCI, maka diasumsikan bahwa FCI disini hanya biaya pembelian alat-
alat saja. Tabel 5.1 menampilkan harga beli alat-alat untuk proses produksi gula dan
proses produksi etanol. Berdasarkan Tabel 5.1, maka FCI yang diperlukan adalah: USD
28730500 + USD 1946300 = USD 30676800.
-
20
Tabel 5.1 Rincian biaya pembelian alat (equipments)
Produksi gula Produksi etanol
Alat Jumlah
Harga
satuan
(USD)
Harga total
(USD) Alat Jumlah
Harga
satuan
(USD)
Harga total
(USD)
Cane cutter 3 60000 180000
Stirred
fermenters
1000 L
4 2500000 10000000
Mill 5 4300 21500
Airlift
fermenters
100 L
2 1000000 2000000
Rotary
screen 1 35000 35000
Airlift
fermenters
1000 L
4 2500000 10000000
Timbangan
bolougne 1 8000 8000
Centrifuge
disc stack 1 100000 100000
Juice
heater 2 20000 40000
Rotary
drum
vacuum
filter
1 38000 38000
Tank 3 60000 180000 Spray drier 1 100000 100000
Clarifier 1 100000 100000 Fluidised
bed drier 1 500000 500000
Rotary
vacuum
filter
1 38000 38000 Steriliser 2 90000 180000
Multiple
effect
evaporator
7 4000000 28000000 Feed tanks 4 100000 400000
Vacuum
pan
9 3000 27000 Pumps 8 4700 37600
Crystallizer 1 30000 30000
Dryer
cooler
1 50000 50000
Vibrating
screen
1 13000 13000
Timbangan
tetes
1 8000 8000
TOTAL 28730500 TOTAL 1946300
-
21
5.2. Biaya Produksi (Cost of Manufacturing)
Basis perhitungan biaya produksi mengikuti rujukan dari Moncada dkk. (2012) skema 1
(base case), dengan kapasitas tebu yang diproses mengikuti jumlah produksi tebu
Indonesia tahun 2013 berdasarkan Badan Pusat Statistik yaitu 2592,6 ribu ton/tahun.
Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut:
o Seluruh tebu diproses menjadi gula dan etanol
o Biaya bahan baku hanya tebu saja, karena memiliki porsi paling besar dalam
biaya bahan baku
Berdasarkan Moncada dkk. (2012), faktor pengali perolehan produksi gula dan etanol
terhadap jumlah tebu yang diproses untuk base case adalah sebagai berikut:
o Gula: 0,11 ton gula/ton tebu
o Etanol: 26,19 L etanol/ton tebu
Dengan menggunakan data harga tebu,gula, dan etanol yang tersedia, maka pemasukan
(revenue) per tahunnya dapat dihitung. Tabel 5.2. menyajikan data perhitungan revenue.
Tabel 5.2 Perhitungan revenue
Jumlah Harga Harga total (USD/tahun)
Tebu yang dibutuhkan 2592600 70 USD/ton 181482000
Gula yang diproduksi 285186 500 USD/ton 142593000
Etanol yang diproduksi 67900194 1,24 USD/L 84196241
Pemasukan (Revenue) = Harga total gula+etanol 226789241
Selain itu, menurut Moncada dkk. (2012), perhitungan biaya produksi gula dan etanol
dilakukan dengan mengalikan faktor pengali untuk setiap komponen biaya dengan
kapasitas produksi, yang tersaji pada Tabel 5.3.
5.3. Analisis Profitabilitas
Untuk melihat kelayakan sistem biorefinery tebu ini secara eknomi, dilakukan analisis
profitabilitas untuk menghitung beberapa parameter profitabilitas seperti Net Present
Value (NPV), Payback Period (PBP), dan Internal Rate of Return (IRR). Data-data serta
asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut:
o FCI: USD 30.676.800
o Biaya produksi: USD 217.796.433 / tahun
o Revenue: USD 226.789.241
-
22
o Taxation rate: 10%
o Tidak ada biaya tanah dan working capital
o Depresiasi menggunakan MACRS
o Usia pabrik diasumsikan 11 tahuN
Setelah data yang diperlukan tersedia, dilakukan perhitungan aliran dana biorefinery tebu
ini dan data disajikan pada Tabel 5.4 dan diagran aliran dana kumulatif (discounted)
disajikan pada Gambar 5.1.
Tabel 5.3 Perhitungan biaya produksi
Komponen biaya
produksi
Faktor pengali Biaya total
(USD/tahun) Keterangan
Gula Etanol
Bahan baku - - 181482000 Sama dengan harga
total tebu
Utilitas 0/ton gula 0,02/L etanol 1683924,8
Upah pekerja 0,0021/ton gula 0,0092/L
etanol 1074050,7
Maintenance &
overhead 0,01/ton gula 0,02/L etanol 3109854,8
Administrasi 0,06/ton gula 0,26/L etanol 30446603
TOTAL 217796433
Setelah aliran dana setiap tahun diketahui, berikutnya adalah perhitungan parameter-
parameter profitabilitas, yaitu sebagai berikut:
1. Net Present Value (NPV)
NPV adalah posisi dana di akhir umur pabrik, pada kasus ini nilai NPV adalah USD
19.478.667,95.
2. Payback Period (PBP)
PBP adalah waktu yang diperlukan agar modal tetap (FCI) terbayar, atau dengan kata
lain saat aliran dana kumulatif bernilai nol. Pada kasus ini, berikut perhitungan PBP:
= 4 + 0 (2698605,797)
2069462,391 (2698605,797)= 4,57
-
23
3. Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah nilai suku bunga saat NPV bernilai nol. IRR harus bernilai di atassuku
bunga maksimum yang ditetapkan perusahaan agar suatu proyek atau pabrik dapat
dikatakan layak dioperasikan. Pada kasus ini, nilai IRR adalah 24,95%.
-
24
Tabel 5.4 Perhitungan aliran dana (cash flow)
Tahun Investasi Depresiasi FCI-
depresiasi
Revenue COM After Tax Cash
Flow
After Tax Cash Flow
(discounted)
Cumulative Cash
Flow
0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 -30676800 0 30676800 0 0 -30676800 -27888000 -27888000
2 0 6135360 24541440 226789240,6 217796432,9 8707062,911 7195919,761 -20692080,24
3 0 9816576 14724864 226789240,6 217796432,9 9075184,511 6818320,444 -13873759,79
4 0 5889945,6 8834918,4 226789240,6 217796432,9 8682521,471 5930278,991 -7943480,804
5 0 3533967,36 5300951,04 226789240,6 217796432,9 8446923,647 5244875,007 -2698605,797
6 0 3533967,36 1766983,68 226789240,6 217796432,9 8446923,647 4768068,188 2069462,391
7 0 1766983,68 0 226789240,6 217796432,9 8270225,279 4243933,241 6313395,632
8 0 0 0 226789240,6 217796432,9 8093526,911 3775690,036 10089085,67
9 0 0 0 226789240,6 217796432,9 8093526,911 3432445,487 13521531,16
10 0 0 0 226789240,6 217796432,9 8093526,911 3120404,988 16641936,14
11 0 0 0 226789240,6 217796432,9 8093526,911 2836731,808 19478667,95
-
25
Gambar 5.1 Diagram aliran dana kumulatif (discounted) dari biorefinery tebu
Berdasarkan parameter-parameter tersebut, dapat dikatakan bahwa biorefinery tebu
dengan skenario kogenerasi dengan melihat potensi biomassa tebu yang ada cukup layak
untuk dilakukan. Tentunya, hal ini perlu dikaji dan ditelaah lebih lanjut dari berbagai
aspek agar realisasi pengembangan biorefinery tebu di Indonesia semakin berkembang
dengan baik.
6. TANTANGAN PENGEMBANGAN KILANG BIOMASSA
Indonesia memang potensial dari segi ketersediaan bahan baku molase hasil pemrosesan
tebu menjadi gula, akan tetapi beberapa tantangan masih harus dihadapai untuk
mewujudkan sistem biorefinery yang terintegrasi dengan baik, beberapa di antaranya
adalah dari segi teknologi. Pengetahuan tentang teknologi konversi biomassa, baik secara
termal maupun bioproses masih sangat jarang diketahui banyak orang, bahkan pihak
industri sekalipun. Hal ini tentunya cukup menghambat pross pengembangan biorefinery
di Indonesia.
Tantangan berikutnya adalah masalah regulasi pemerintah, dan salah satu yang cukup
berdampak adalah kebijakan mengenai bahan bakar minyak. Pemerintah masih
memberikan subsidi bahan bakar minyak di beberapa tahun terakhir, dan hal ini secara
-40000000
-30000000
-20000000
-10000000
0
10000000
20000000
30000000
0 2 4 6 8 10 12
Alir
an d
ana
(USD
)
Tahun ke-
-
26
tidak langsung akan menghambat perkembangan teknologi biofuels karena harga BBM
subsidi yang lebih murah membuat masyarakat enggan berpindah dan membuat investor
juga urung berinvestasi. Sosialisasi pada masyarakat akan mendesaknya krisis energi yang
akan dihadapi dunia dan Indonesia masih kurang dan pengenalan biofuels pada masyarakat
juga masih belum gencar.
Selain itu, kondisi anggaran serta sarana dan prasarana yang tersedia di industri juga masih
belum memungkinkan untuk pengembangan biorefinery lebih lanjut jika tidak adanya
kerjasama antara industri, pemerintah, serta kaum akademisi.
7. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Biorefinery diharapkan dapat menjadi suatu solusi ampuh untuk mengatasi krisis energi
yang diramalkan akan terjadi di masa depan dengan pemanfaatan secara maksimal setiap
komponen dari berbagai tanaman menjadi bahan bakar dan bahan kimia lain yang bernilai
jual tinggi. Salah satu potensi yang dimiliki Indonesia dalam hal bahan baku adalah cukup
tingginya produksi tebu setiap tahunnya serta telah banyaknya pabrik gula di seluruh
nusantara. Hal ini seharusnya tentu dapat mempermudah proses integrasi dan
pengembangan konsep biorefinery ke sistem pemanfaatan tebu yang kini sudah ada, dan
pihak industri sudah mulai menyadari hal tersebut dengan menyeleksi dan menjual molase
ke perusahaan penghasil bioetanol. Namun alangkah lebih baik jika proses konversi
molase manjadi etanol dapat diintergrasikan langsung dengan proses produksi gula.
Meskipun demikian, beberapa tantangan masih harus dihadapi oleh Indonesia dalam
proses pengembangan kilang biomassa, seperti ketersediaan teknologi serta masih
awamnya kebanyakan masyarakat Indonesia akan biofuels.
Analisis serta strategi perancangan biorefinery tebu di Indonesiaharus dilakukan dengan
baik dan matang serta dalam semua aspek baik teknis, ekonomi, regulasi, serta
lingkungan. Lebih jauh lagi, di masa depan Indonesia sangat berpotensi untuk
mengembangkan lebih jauh biorefinery tebu generasi kedua dengan memanfaatkan bagas
dan sampah tebu lainnya menjadi bioetanol dan chmeicals lainnya yang bernilai jual
tinggi.
-
27
Sebagai tahap awal pengembangan biorefinery tebu di Indonesia, pemerintah dengan
pihak industri haruslah mulai bekerjasama dalam pengembangan rancangan integrasi
konversi molase menjadi etanol di berbagai pabrik gula yang ada di Indonesia. Research
and development di bidang ini juga harus mulai digencarkan agar potensi yang ada di
negeri ini dapat termanfaatkan dengan baik dan ini tidak hanya berlaku untuk tebu saja,
namun untuk berbagai sumber daya alam lain di Indonesia yang berpotensi sebagai bahan
baku kilang biomassa.
Daftar Pustaka
1. Kamat, S.; Khot, M.; Zinjarde, S.; RaviKumar, A.; Gade, W. N. 2013. Coupled
production of single cell oil as biodiesel feedstock, xylitol and xylanase from
sugarcane bagasse in a biorefinery concept using fungi from the tropical mangrove
wetlands.Bioresource Technology 135 246253.
2. Cavalett, O; Junqueira, T. L.; Dias, M. O. S.; Jesus, C. D. F.; Mantelatto, P. E.; Cunha,
M. P.; Franco, H. C. J.; Cardoso, T. F.; Filho, R. M.; Rossell, C. E. V.; Bonomi, A.
2012. Environmental and economic assessment of sugarcane first generation
biorefineries in Brazil. Clean Technology Environmental Policy 14 399-410.
3. Yang, S.; El-Enshasy, H. A.; Thongchul, N. 2013. Bioprocessing technologies in
biorefinery for sustainable production of fuels, chemicals, and polymers. Wiley &
Sons: New Jersey.
4. Cavalett, O. 2011. Virtual sugarcae biorefinery A computational tool to compare
sustainablity impacts of different produstion strategies in a biorefinery context. Lab.
Nacional de Cincia e Tecnologia do Bioetanol (CTBE)-CNPM: Brazil.
5. OHara, I. 2011. Cellulosic ethanol from sugarcane bagasse in Australia: exploring
industry feasibility through systems analysis, techno-economic assessment and pilot
plat development. Queensland University of Technology: Queensland.
6. Moncada, J.; El-Halwagi, M. M.; Cardona, C. A. 2012. Techno-economic analysis for
a sugarcane biorefinery: Colombian case. Bioresource Technology
http://dx.doi.org/10.1016/j.biortech.2012.08.137.
7. http://pabrikgula-baru.blogspot.com/. Diakses 1 Januari 2015.