TUBERKULOSIS PERITONITIS
-
Upload
indah-triayu-irianti -
Category
Documents
-
view
1.436 -
download
0
description
Transcript of TUBERKULOSIS PERITONITIS
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN
TUBERKULOSIS PERITONITIS
DISUSUN OLEH :
Indah Triayu Irianti
STAMBUK110207018
SUPERVISOR
dr. Harun Iskandar, SP.PD,SP.P,K-P
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR2012
1
REFERATJUNI 2012
TUBERKULOSIS PERITONITIS
I. PENDAHULUAN
Tuberkulosis peritonitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberkulosis yang berasal dari peritoneum, penyakit ini jarang berdiri
sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan dari proses tuberkulosis di tempat lain
terutama dari tuberkulosis paru, namun sering ditemukan bahwa pada waktu diagnosa
ditegakkan proses tuberkulosis di paru sudah tidak terlihat lagi. Hal ini bisa terjadi
karena proses tuberkulosis di paru mungkin sudah menyembuh sedangkan
penyebarannya masih berlangsung ditempat lain.1
Tuberkulosis peritonitis jarang di jumpai dan sangat jarang ditemukan di
negara maju, tetapi tidak jarang ditemukan di negara dengan prevalensi tuberkulosis
tinggi, termasuk di negara-negara berkembang dan terbelakang, terutama di negara
dengan pandemi HIV dan peningkatan imigrasi. Di Amerika Serikat, Tuberkulosis
mempunyai prevalensi yang relatif rendah, dan kebanyakan pasien yang baru di
diagnosis adalah mereka yang berasal dari luar Amerika Serikat (imigran). Pada
negara-negara industri, tuberkulosis meningkat pada populasi imigran dan pada
pasien yang menderita AIDS dan mereka yang sedang menjalani terapi
immunosupresan.2,3,4
Tuberkulosis peritonitis diperkirakan terjadi pada 0,1% sampai 3,5% dari
mereka dengan TB paru aktif dan mewakili 4% sampai 10% dari semua TB ekstra
paru. Kasus Tuberkulosis peritonitis sering pada individu kurang dari 40 tahun dan
sering terjadi pada perempuan berumur 40 tahun. Individu dengan penyakit HIV,
sirosis, diabetes, keganasan, dan mereka yang terus menerus menjalani dialisis
merupakan kelompok resiko tinggi menderita tuberkulosis peritonitis.5
II. DEFINISI
2
Tuberkulosis peritonitis merupakan suatu peradangan pada peritoneum parietal
atau viseral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat
pada penyakit ini sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat sistem
gastrointestinial, mesenterium, dan organ genitalia interna.1
III. PATOGENESIS
Patogenesis Tuberkulosis peritonitis didahului oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis yang menyebar secara hematogen ke organ-organ di luar paru termasuk
peritoneum. Dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan tubuh dapat
mengakibatkan terjadinya Tuberkulosis peritonitis. Cara lain adalah dengan
penjalaran langsung dari kelenjar mesenterika atau dari tuberkulosis usus. Pada
peritoneum terjadi tuberkel dengan massa perkijuan yang dapat membentuk satu
kesatuan (konfluen). Pada perkembangan selanjutnya dapat terjadi penggumpalan
atau pembentukan nodul tuberkulosis pada omentum di daerah epigastrium dan
melekat pada organ-organ abdomen dan lapisan viseral maupun parietal sehingga
dapat menyebabkan obstruksi usus dan pada akhirnya dapat mengakibatkan
tuberkulosis peritonitis. Selain itu, kelenjar limfe yang terinfeksi dapat membesar
yang menyebabkan penekanan pada vena porta yang mengakibatkan pelebaran vena
dinding abdomen dan asites. Terjadinya Tuberkulosis peritonitis melalui beberapa
cara, yaitu :1,2
1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru
2. Melalui dinding usus yang terinfeksi
3. Dari kelenjar limfe mesenterium
4. Melalui tuba fallopi yang terinfeksi
Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritonitis terjadi bukan sebagai akibat
penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktivasi proses laten yang terjadi
pada peritonieum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer
terdahulu (infeksi laten “dorman infection”). Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa
mengalami supresi da menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia bisa
3
menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi
tuberkulosapada setiap saat. Jika organisme interseluler tadi mulai bermultiplikasi
secara cepat. Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa, yaitu : 1
1. Bentuk eksudatif
Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang
banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk
ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil
berwarna putih kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau pada
alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum. Disamping partikel yang kecil-
kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar sampai sebesar kacang tanah. Disekitar
tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah.
Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga
merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan asites kadang-kadang bercampur
darah dan terlihat kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanya
keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti
benjolan tumor.
2. Bentuk adhesive
Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak
dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas
antara usus dan peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor,
kadangkadang terbentuk fistel. Hal ini disebabkan karena adanya
perlengketanperlengketan. Kadang-kadang terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena
perlengketan dinding usus dan peritoneum parintel kemudian timbul proses necrosis.
Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi . Tuberkel-tuberkel biasanya
lebih besar.
3. Bentuk campuran
4
Bentuk ini kadang-kaadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi
melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan
dalam kantong-kantong perlengketan tersebut. Beberapa penulis menganggap bahwa
pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya
terjadi bentuk exudatif dan kemudian bentuk adhesive. Pemberian hispatologi
jaringan biopsy peritoneum akan memperlihatkan jaringan granulasi tuberkulosa yang
terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia langerhans, dan pengkejutan umumnya
ditemukan.
IV. GEJALA KLINIS
Sebagian besar gejala klinis Tuberkulosis peritonitis memperlihatkan gejala yang
non-spesifik dan perjalanan klinis yang lambat, dan sulit dibedakan dengan penyakit
intraabdominal lainnya sehingga cukup rumit untuk menegakkan diagnosis. Gejala
klinis sangat bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan
sampai berbulan-bulan sehingga sering penderita tidak menyadari keadaan ini.2
Keluhan dan gejala yang didapatkan seperti : sakit perut , pembengkakan perut,
asites, penurunan berat badan, anoreksia,demam, diare,konstipasi, batuk,dan keringat
malam.1,2,5,6,7,8
Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan kurus dan kahexia,
pada wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses tuberkulosis
pada ovarium atau tuba, sehingga pada alat genitalia bisa ditemukan tanda-tanda
peradangan yang sering sukar dibedakan dengan kista ovarium.1
Tabel 1. Keluhan pasien Tuberkulosis Peritonitis bersumber dari beberapa penelitian.1,5,6,7,8
5
Keluhan Sulaiman
A
1975-1979
30 pasien
%
Manohar
dkk
1984-1988
45 pasien
%
Tarim
Akin dkk
1988-1997
23 pasien
%
Kai Ming
Chow dkk
1989-2000
60 pasien
%
VH
Chong,N
Rajendran
1995-2004
10 pasien
%
Ming-
Leun Hu
dkk
2000-2006
14 pasien
%
Sakit perut 57 35,9 82 73 60 71,4
Pembengkak
an perut
50 73,1 96 93 70 57,1
Batuk 40 - 20 -
Demam 30 53,9 69 58 60 35,7
Keringat
malam
26 - - -
Anoreksia 30 46,9 73 - 60 -
Berat badan
menurun
23 44,1 80 - 40 42,9
mencret 20 - - 10 -
konstipasi - - - 21,4
Dari beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa gejala yang paling
banyak didapatkan pada pasien Tuberkulosis Peritonitis yaitu : pembengkakan perut,
sakit perut,demam,dan penurunan berat badan.
Tabel 2. Karakteristik demografi pada 14 pasien dengan diagnosis Tuberkulosis
Abdomen di RS.Chang Gung Memorial Taiwan tahun 2000 - desember 2007. 7
6
Usia Jenis Infeksi Penyakit yang
mendasari
Gejala Klinis*
62/P TB Peritonitis DM,CRF,HTN,hepatitis
C,LC
1,2,3,5,10
70/P TB Peritonitis, TB paru HTN, LC 1,2,3,4,6,10
74/L TB Peritonitis,TB paru, TB
meningitis
Stroke,CRF,HTN 1,8
31/P TB usus disertai perforasi,
formasi abses
- 1,4,5,6
74/P TB Peritonitis Hepatitis C,LC,TB
meningitis
1,2,3,4,5
51/L TB hepar Kanker kandung kemih 4,5
73/L TB Peritonitis DM,CRF,HTN,LC 2,3,4,7,10
20/P Intraabdominal tuberculoma - 1,6
53/L TB Peritonitis disertai obstruksi
usus, TB paru
CRF, HTN, Stroke,
cushing’s syndrome
1,9
61/L TB Peritonitis,TB paru Alkoholisme, LC 2,3
47/P TB colon Cushing’s syndrome 1,2,7
80/P TB Peritonitis,TB usus,TB paru DM 1,2,3,7
72/P TB Peritonitis - 1,2,3,4
41/L TB hepar Hepatitis C 5
Keterangan : P :perempuan; L: laki-laki; TB :tuberculosis; DM : diabetes mellitus;
CRF : chronic renal failure; HTN : hipertensi;LC : liver sirosis; * Gejala klinis : 1.
Sakit perut,2. Pembengkakan perut,3. Asites,4. Penurunan berat badan,5. Demam,6.
Massa abdomen,7.konstipasi,8. tinja berdarah, 9. Tanda peritoneal,10. Sepsis.7
Dari tabel 2 diatas memperlihatkan bahwa lokasi Tuberkulosis abdominal paling
banyak terjadi pada peritoneum dan usus atau yang dikenal dengan Tuberkulosis
7
Peritonitis dan Tuberkulosis Usus dengan memperlihatkan tanda dan gejala terbanyak
berupa sakit perut, pembengkakan perut, asites,dan penurunan berat badan.7
Tabel 3. Pemeriksaan Fisik pada 30 pasien Tuberkulosis Peritonitis di RS.Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 1975-1979.1
Gejala Persentase
Pembengkakan perut dan nyeri 51%
Asites 43%
Hepatomegali 43%
ronkhi pada kedua paru 33%
efusi pleura 27%
Splenomegali 30%
tumor intraabdomen 20%
fenomena papan catur 13%
Limfadenopati 13%
terlibatnya paru dan pleura 63%
Pada pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah
asites,demam,pembengkakan perut dan nyeri perut, hepatomegali,dan terlibatnya
paru dan pleura (atas dasar foto thoraks). Fenomena papan catur yang selalu
dikatakan karakteristik pada penderita Tuberkulosis peritonitis ternyata tidak sering
dijumpai.Fenomena papan catur yaitu pada perabaan didapatkan adanya massa yang
diselingi perabaan lunak, kadang-kadang didapatkan pada obstruksi usus.1
V. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda yang didapatkan, pemeriksaan
fisik, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan laboratorium
maupun penunjang, banyak metode yang dapat digunakan dalam membuat diagnosis.
8
Setiap metode memiliki kelebihan, kekurangan, dan keterbatasan. Diantaranya
ditampilkan pada tabel dibawah ini :9
Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian dari beberapa metode pemeriksaan.9
Metode Keuntungan dan kerugian
Kultur Membutuhkan waktu yang lama
Smear Diangnosis yang cepat
Biopsi Invasive
PCR (polymerase chain reaction) Diagnosis yang cepat
Positif-palsu dan negatif
(mahal)
Pemeriksaan Laboratorium.
Pada Pemeriksaan Laboratorium yaitu pemeriksaan darah rutin sering dijumpai
adanya anemia penyakit kronis, leukositosis ringan ataupun leukopenia,
trombositosis, gangguan faal hati dan sering dijumpai laju endap darah (LED)
yang meningkat. Pada pemeriksaan tes tuberkulin hasilnya sering negatif. 1
Pada pemeriksaan analisa cairan asites umumnya memperlihatkan eksudat dengan
protein > 3 gr/dl, dengan jumlah sel diatas 100-3000sel/ml. Biasanya lebih dari
90% adalah limfosit LDH biasanya meningkat. Cairan asites yang perulen dapat
ditemukan begitu juga cairan asites yang bercampur darah (serosanguinous).
Hasil kultur cairan asites dapat diperoleh dalam waktu 4-8 minggu. Perbandingan
serum asites albumin (SAAG) pada tuberculosis peritoneal ditemukan rasionya <
1,1 gr/dl, namun hal ini juga bisa dijumpai pada keadaan keganasan, sindroma
nefrotik, penyakit pankreas , kandung empedu atau jaringan ikat sedangkan bila
ditemukan >1,1 gr/dl ini merupakan cairan asites akibat portal hipertensi.
9
Perbandingan glukosa cairan asites dengan darah pada Tuberculosis peritoneal
<0,96 sedangkan pada asites dengan penyebab lain rationya >0,96. Penurunan Ph
cairan asites dan peningkatan kadar laktat dapat dijumpai pada tuberculosis
peritoneal dan dijumpai signifikan berbeda dengan cairan asites pada sirosis hati
yang steril, namun pemeriksaan PH dan kadar laktat cairan asites ini kurang
spesifik dan belum merupakan suatu kepastian karena hal ini juga dijumpai pada
kasus asites oleh karena keganasan atau spontaneous bacterial peritonitis.1
Tabel 5. Perbandingan serum asites albumin pada Tuberkulosis Peritonial dan Penyakit lainnya. 1
Pemeriksaan Tuberkulosis
Peritonial,
Hipertensi
Portal
Keganasan,Sindrom
Nefrotik, Penyakit
pancreas &
Empedu
SAAG (serum
asites albumin
serum)
<1,1 gr/dl >1,1 gr/dl <1,1 gr/dl
Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) didapatkan hasil kurang dari 5 % yang
menunjukkan hasil positif dan dengan kultur cairan ditemukan kurang dari 20%
hasilnya positif.
Dibawah ini adalah alur penegakan diagnostis Tuberkulosis paru
berdasarkan pemeriksaan BTA.1
10
Gambar 1. Bagan Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru.10
Pemeriksaan cairan asites lain yang sangat membantu, cepat dan non invasive
adalah pemeriksaan ADA (adenosin deminase activity), interferon gama (IFNϒ)
dan PCR. Dengan kadar ADA > 33 u/l mempunyai Sensitifitas 100%. Spesifitas
95%, dan dengan Cutt off > 33 u/l mengurangi false positif dari sirosis hati atau
keganasan. Pada sirosis hati konsentrasi ADA signifikan lebih rendah dari
Tuberculosis Peritoneal (14 ± 10,6 u/l) .1
Pada pasien dengan konsentrasi protein yang rendah dijumpai Nilai ADA yang
sangat rendah sehingga mereka menyimpulkan pada konsentrasi asites dengan
protein yang rendah nilai ADA dapat menjadi false negatif. Untuk itu
pemeriksaan Gama interferon (INFϒ) adalah lebih baik walaupun nilainya dalah
sama dengan pemeriksaan ADA, sedangkan pada pemeriksaan PCR hasilnya
lebih rendah lagi dibanding kedua pemeriksaan tersebut. Angka sensitifitas untuk
11
pemeriksaan tuberculosis peritoneal terhadap Gamma interferon adalah 90,9 %,
ADA:18,8% dan PCR 36,3% dengan masing-masing spesifitas 100%. 1
Pemeriksaan CA-125. CA-125 (Cancer antigen 125) termasuk tumor associated
glycoprotein yang terdapat pada permukaan sel. CA-125 merupakan antigen yang
terkait karsinoma ovarium, antigen ini tidak ditemukan pada ovarium orang
dewasa normal, namun CA-125 ini dilaporkan, juga meningkat pada keadaan
benigna dan maligna, dimana kira-kira 80% meningkat pada wanita dengan
keganasan ovarium, 26% pada trimester pertama kehamilan, menstruasi,
endometriosis, mIoma uteri dan salpingitis, juga kanker primer ginekologi yang
lain seperti : endometrium, tuba falopi, endocervix, pankreas,ginjal,colon juga
pada kondisi yang bukan keganasan seperti gagal ginjal kronik, penyakit
autoimum, pancreas, sirosis hati, peradangan peritoneum seperti
tuberkulosis,perikardium dan pleura. Beberapa laporan yang telah mendapatkan
peningkatan CA-125 dan menyimpulkan bila dijumpai peninggian serum CA-125
disertai dengan cairan asites yang eksudat, jumlah sel > 350/m3, limfosit yang
dominan maka Tuberkulosis peritoneal dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa.1
Pemeriksaan Penunjang
USG (Ultrasonografi )
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam
rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-
kantong).Gambaran USG tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang
bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam rongga abdomen, massa
didaerah ileosaecal dan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal, adanya penebalan
mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan omentum, mungkin bisa dilihat
dan harus diperiksa secara teliti. 1
CT Scan
Pemeriksaan CT Scan pada Tuberculosis Peritonitis tidak memberikan
gambaran yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum
12
yang berpasir dan untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya
gejala klinik dari tuberculosis peritoneal. 1
Gambar 2. CT-Scan dengan kontras menunjukkan omentum caking dan penebalan
usus halus.11
Gambar 3. CT-Scan menunjukkan sejumlah besar cairan asites dengan penebalan
peritoneum dan infiltrasi difus omentum tanpa limfadenopati.12
Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan
pembesaran yang jelas menunjukkan suatu Tuberkulosis peritonitis sedangkan adanya
nodul yang tertanam dan penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan suatu
perintoneal karsinoma.1
Peritonoskopi (Laparoskopi)
Peritonoskopi / laparoskopi merupakan pemeriksaan makroskopi yang sangat
berguna untuk menegakkan diagnosa Tuberkulosis Peritonitis. Laparaskopi adalah
cara yang relatif aman, mudah, dan terbaik untuk mendiagnosa Tuberkulosis
13
peritonitis. Pada salah satu penelitian dilaporkan bahwa laparoskopi dapat
mendiagnosis hingga 94%, tetapi diagnosis ini harus dikonfirmasi oleh pemeriksaan
histologi. Laparoskopi baik digunakan untuk mendapatkan diagnosa pasien-pasien
muda dengan gejala sakit perut yang tidak jelas penyebabnya. Laparoskopi dengan
biopsi merupakan gold standar untuk diagnosis Tuberkulosis Peritonitis. Cara ini
dapat mendiagnosa Tuberkulosis peritonitis 85% - 95% dan dengan biopsi yang
terarah dapat dilakukan pemeriksaan histologi agar bisa menemukan adanya
gambaran granuloma sebesar 85% - 90% dari seluruh kasus, dan bila dilakukan kultur
bisa ditemui BTA hampir 75%. Hasil histologi yang lebih penting lagi adalah bila
didapatkan granuloma yang lebih spesifik yaitu granuloma dengan perkejuan.1,5,6
Gambar 4. Tuberkulosis Peritonitis pada Laparaskopi.13
Gambaran yang dapat dilihat pada Tuberkulosis peritonitis : 1
1. Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang dijumpai
tersebar luas pada dinding peritoneum dan usus dan dapat pula dijumpai
permukaan hati atau alat lain tuberkel dapat bergabung dan merupakan sebagai
nodul.
2. Perlengketan yang dapat bervariasi, diantaranya pada alat-alat didalam rongga
peritoneum. Sering pada keadaan ini merubah letak anatomi yang normal.
Permukaan hati dapat melengket pada dinding peritoneum dan sulit untuk
dikenali. Perlengketan diantara usus mesenterium dan peritoneum dapat sangat
ekstensif.
14
3. Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan yang sangat kasar
yang kadang-kadang berubah gambarannya menyerupai nodul.
4. Cairan asites sering dujumpai berwarna kuning jernih, kadang-kadang cairan
tidak jernih lagi tetapi menjadi keruh, cairan yang hemoragis juga dapat dijumpai.
Biopsi dapat ditujukan pada tuberkel-tuberkel secara terarah atau pada jaringan
lain yang terbukti mengalami kelainan dengan menggunakan alat biopsi khusus
sekaligus cairan dapat dikeluarkan. Walupun pada umumnya gambaran
peritonoskopi Tuberculosis peritonitis dapat dikenal dengan mudah, namun
gambarannya bisa menyerupai penyakit lain seperti peritonitis karsinomatosis,
karena itu biopsi harus selalu diusahakan dan pengobatan sebaiknya diberikan
jika hasil pemeriksaan patologi anatomi mendukund suatu peritonitis
tuberkulosis. Peritonoskopi tidak selalu mudah dikerjakan dan dari 30 kasus, 4
kasus tidak dilakukan peritonoskopi karena secara teknis dianggap mengandung
bahaya dan sukar dikerjakan. Adanya jaringan perlengketan yang luas merupakan
hambatan dan kesulitan dalam memasukkan alat dan ruangan yang sempit di
dalam rongga abdomen juga menyulitkan pemeriksaan dan tidak jarang alat
peritonoskopi terperangkap didalam suatu rongga yang penuh dengan
perlengketan, sehingga sulit untuk mengenal gambaran anatomi alat-alat yang
normal dan dalam keadaan demikian maka sebaiknya dilakukan laparotomi
diagnostik.
Laparatomi
Dahulu laparotomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosa yangs erring
dilakukan, namunsaat ini banyak penulis menganggap pembedahan hanya dilakukan
jika dengan cara yang lebih sederhana tidak meberikan kepastian diagnosa atau jika
15
dijumpai indikasi yang mendesak seperti obstruksi usus, perforasi, adanya cairan
asites yang bernanah.1
VI. TERAPI
Pada dasarnya pengobatan sama dengan pengobatan tuberkulosis paru, obat-
obat seperti : streptomisin,INH,Etambutol,Ripamficin dan pirazinamid memberikan
hasil yang baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan dan lamanya
pengobatan biasanya mencapai sembilan bulan sampai 18 bulan atau lebih. 1,6
Untuk pengobatan Tuberkulosis pada organ lain, seperti TB perironitis ini,
lama pengobatan dapat diberikan 9-12 bulan. Panduan OAT yang diberikan adalah
2RHZE/7-10 RH.14
Rifampisin dan INH diberikan selama 12 bulan, sedangkan pirazinamid selama
2 bulan pertama. Kortikosteroid diberikan 1 - 2mg/kgBB selama 1 - 2 minggu
pertama. Pada keadaan obstruksi usus karena perlengketan perlu dilakukan tindakan
operasi. Beberapa penulis berpendapat bahwa kortikosteroid dapat mengurangi
perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya asites. Dan juga terbukti bahwa
kortikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian,namun pemberian
kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah endemis dimana terjadi resistensi
terhadap Mikobakterium tuberculosis. Alrajhi dkk yang mengadakan penelitian
secara retrospektif terhadap 35 pasien dengan tuberculosis peritoneal mendapatkan
bahwa pemberian kortikosteroid sebagai obat tambahan terbukti dapat mengurangi
insidensi sakit perut dan sumbatan pada usus. Pada kasus-kasus yang dilakukan
peritonoskopi sesudah pengobatan terlihat bahwa partikel menghilang namun di
beberapa tempat masih dilihat adanya
perlengketan.1,6,14
Tabel 6. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis Primer. 14
Obat Dosis (Mg/Kg
BB/Hari)
Dosis yg dianjurkan DosisMaks
(mg)
Dosis (mg) / berat badan
(kg)
Harian (mg/
kgBB / hari)
Intermitten
(mg/Kg/
< 40 40-60 >60
16
BB/kali)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000 Sesuai
BB
750 1000
Tabel 7. Dosis Obat Anti Tuberkulosis kombinasi dosis tetap.14
BB Fase Intensif Fase Lanjutan
2 bulan 4 bulan Atau 6
bulan
Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu Harian
RHZE
150/75/400/275
RHZ
150/75/400
RHZ
150/150/500
RH
150/75
RH
150/150
EH
400/150
30-37 2 2 2 2 2 1,5
38-54 3 3 3 3 3 2
55-70 4 4 4 4 4 3
>71 5 5 5 5 5 3
Pedoman ISPD tahun 2005 menguraikan secara singkat prinsip-prinsip dasar
dalam manajemen Tuberkulosis Peritonitis. Protokol pengobatan berdasarkan
pengalaman TB ekstraperitoneal pada pasien End Stage Renal Disease. Pedoman
ISPD merekomendasikan empat obat yaitu : rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan
ofloksasin. Pirazinamid dan ofloksasin harus dihentikan setelah 3 bulan, sedangkan
rifampisin dan isoniazid harus dilanjutkan dengan total 12 bulan. Dosis biasa pada
obat ini adalah rifampisin 10 mg / kg sehari (maksimal 600 mg); isoniazid 3 - 5 mg /
kg sehari; pirazinamid 30 mg / kg 3 kali seminggu, dan ofloksasin 200 mg sehari.6
VII. PROGNOSIS
Tuberkulosis Peritonitis jika dapat segera ditegakkan dan mendapat pengobatan
umumnya akan menyembuh dengan pengobatan yang adequate.
17
VIII. KESIMPULAN
1. Tuberkulosis peritonitis biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa
ditempat lain
2. Oleh karena itu gejala klinis yang bervariasi dan timbulnya perlahan-lahan sering
diagnosa terlambat baru diketahui.
3. Dengan pemeriksaan diagnostik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang
lainnya dapat membantu menegakkan diagnosa
4. Dengan pemberian obat anti tuberkulosa yang adekuat biasanya pasien akan
sembuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sutadi,Maryani.S. 2003. Tuberkulosis Peritoneal. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara.
2. Lazarus, AA., Thilagar,B. 2007. Abdominal Tuberculosis. United States Government. Dis Mon ;53:32-38.
18
3. Joseph, D.Boss.,et.al. 2012. TB Peritonitis Mistaken for Ovarian Carcinomatosis Based on an Elevated CA-125. Case Reports in Medicine. Hindawi publishing Corporation.
4. Vogel.,et.al. 2008. Tuberculous Peritonitis in a German patient with Primary Billiary Cirrhosis. Journal of Medical Case Reports, 2:32. BioMed Central Ltd. Available at http://www.jmedicalcasereports.com/content/2/1/32. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012.
5. Chong, VH., Rajendran, N. 2005. Tuberculosis Peritonitis in Negara Brunai Darussalam. Original Article. Annals Academy of Medicine Singapore ; 34 (9) p 548-52.
6. Akin,Tarim.,et.al.2000. Diagnostic Tools For Tuberculous Peritonitis. The Turkish Journal of Gastroenterology ; 11(2) p 162-65.
7. Chow,MK.,et.al 2001. Tuberculous Peritonitis-Associated Mortality is High among Patients Waiting for the Results of Mycobacterial Cultures of Ascitic Fluid Sampels. Oxford Journals of Clinical Infectious ; 35 (4) p 409-13. Available at http://cid.oxfordjournals.org/content/35/4/409.full. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012
8. Hu Leun-Ming.,et.al. 2009. Abdominal Tuberculosis : Analysis of Clinical Features and Outcome of Adult Patients in Southern Taiwan. Journal of Medical Chang Gung ; 32 (5) p 509-15.
9. Akpolat,Tekin. 2009. Tuberculosis Peritonitis. Peritoneal Dyalisis International Istanbul,Turkey ;29 (2) p 166-69.
10. Manaf,Abdul.,et.al. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2 (1) p. 13.
11. Anonym.2007. Tuberculosis : A Radiologic Review. Radiographics The Journal of Continuing Medical Education in Radiology ; 27 (5) p.1255-73.Available at http://radiographics.rsna.org/content/27/5/1255/F32.expansion.html. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012.
12. Anonym.2007.Greater and Lesser Omenta :Normal Anatomy and Pathologic Processes. Radiographics The Journal of Continuing Medical Education in Radiology ; 27 (3) p.3707-720.Available at http://radiographics.rsna.org/content/27/3/707/F8.expansion.html. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012.
13. Anonym.2009. TB Peritonitis on Laparascopy. Naugatuck Valley Gastroenterology Consultans. Available at
19
http://planetgi.com/worxcms_published/atlas_abnormal_gallery_page309.shtml. Di unduh pada tanggal 6 juni 2012.
14. Adiatma YT.,et.al. IPD’s CIM 1st Edition: Tuberkulosis. Pt Medinfocomm Indonesia. Jakarta.
20