Travelling Singapore-Malay Finales
-
Upload
yulia-murdianti -
Category
Documents
-
view
101 -
download
10
Transcript of Travelling Singapore-Malay Finales
-
DIARY TRAVELLING SINGAPORE MALAYSIA
yalom! Setelah sempat merasakan liburan beberapa hari di negeri
orang, kini saya ingin berbagi pengalaman dengan sahabat
sekalian. Sebenarnya liburan ini sudah direncanakan jauh-jauh
hari, kalau tidak salah bulan Januari 2014 saya sudah booking tiket
pesawat dari Semarang ke Singapore lalu untuk perjalanan pulangnya
saya pilih rute Singapore-Surabaya semuanya by maskapai Airasia.
Awalnya kami berencana untuk berangkat bertiga (saya dan teman saya
serta adiknya). Namun, karena ada salah satu teman saya dari Tuban
yang ingin ikut juga, akhirnya kami jadi pergi berempat.
Sejak persiapan perjalanan ini
sebenarnya ada saja hal yang di luar rencana.
Misalnya tiket pesawat yang sudah dibooking
jauh-jauh hari, ternyata diundur jadwal
penerbangannya. Semula saya membeli tiket
penerbangan Airasia rute Semarang-Singapore
(dapat harga promo sekitar Rp 350000,00
waktu itu) agar bisa berangkat dengan teman
saya (Vina) dan adiknya (Ricko) dari Semarang.
Waktu itu Vickie yang mau ikut berangkat
belakangan belum membeli tiket. Saya pun
mendesaknya untuk segera membeli tiket
karena takutnya kehabisan atau bahkan
harganya nanti malah semakin mahal. Akhirnya
Vickie membeli tiket Airasia rute Yogyakarta-
Singapore untuk hari keberangkatan yang sama.
Tak disangka dan tak diduga, beberapa hari
setelah Vickie membeli tiket penerbangan dari
Yogyakarta itu, jadwal penerbangan Airasia dari
Semarang diundur sehari! Tentu saja saya jadi
merasa tidak enak hati karena sayalah yang
mendesak Vickie untuk cepat membeli tiket..eh
ternyata malah penerbangan saya diundur
sehari. Akhirnya saya putuskan untuk
membatalkan penerbangan dari Semarang
(karena reschedule penerbangan dari Airasia
jadi tiket bisa direfund full dengan dipotong
biaya administrasi) dan membeli tiket
penerbangan dari Yogyakarta juga supaya bisa
berangkat bersama Vickie tadi. Hal yang sama
terjadi pula pada tiket pulang..karena
penerbangannya direschedule sehari, saya
akhirnya juga membeli tiket penerbangan lain
dari Singapore melalui maskapai Jetstar rute
Singapore-Surabaya.
Setelah urusan tiket pesawat beres, kami mulai
menyusun jadwal rencana perjalanan
(itinerary). Sebenarnya Vickie yang bikin sih,
karena dia semangat sekali bikinnya saya Cuma
komentar sedikit saja dari itinerary bikinan dia,
toh itinerary itu sudah sangat detail. Karena
berangkat terpisah dengan Vina dari Semarang,
kami merancang jadwal sehingga kami bisa
bertemu di Singapore. Nah, karena waktu
liburan saya lebih lama sehari daripada Vina,
saya dan Vickie memutuskan untuk mampir ke
Kuala Lumpur, Malaysia. Lumayan lah mampir
sehari, jadi selama liburan nanti kami bisa
berkunjung ke Malaysia dan Singapore. Kami
pun membooking tiket hostel di Malaysia
(meskipun kami tidak menginap di sana, hanya
untuk istirahat sebentar, mandi dan menitipkan
barang-barang), hostel di Singapore, tiket
kereta api menuju Kuala Lumpur, dan tiket bus
menuju Singapore. Untuk voucher hostel di
Malaysia kami memesan lewat
travelhemat.com, sedangkan voucher hostel di
Singapore (Beary Nice Hostel) kami pesan lewat
Agoda. Untuk tiket kereta api Johor Baru-Kuala
Lumpur serta tiket bus ke Singapore kami pesan
online melalui website masing-masing, yaitu
S
-
www.ktmb.com.my/ untuk KA Johor Baru-KL
serta www.easibook.com untuk pemesanan
tiket bus KL-Singapore, dengan pembayaran
menggunakan kartu kredit (pertama kalinya
juga mencoba pembayaran dengan credit card,
mana credit card nya pinjam pula..hehehe)
Seminggu sebelum berangkat, kami
mengajukan cuti kerja di kantor. Kebetulan
karena sedang tidak banyak pekerjaan, kami
diizinkan cuti meskipun sebenarnya cuti yang
kami ajukan termasuk cukup lama (lima hari
kerja). Kami juga mulai mempersiapkan
boarding pass keberangkatan (untuk Airasia,
boarding pass bisa diurus H-14 keberangkatan).
Karena kami tidak memilih tempat duduk,
waktu melakukan check in online lewat website
Airasia, tempat duduk kami sudah dipilihkan.
Puji Tuhan ternyata saya dan Vickie mendapat
tempat duduk bersebelahan, meskipun dekat
dengan sayap pesawat (mungkin itu risiko tiket
promo ya..hehe).
Kami mulai packing dan mempersiapkan
barang-barang yang akan dibawa, termasuk
memastikan barang-barang yang dilarang
dibawa ke kabin karena kami tidak
menggunakan fasilitas bagasi. Saya juga baru
tahu kalau ternyata di kabin tidak boleh
membawa cairan lebih dari 100 ml per botol
dan maksimal hana boleh membawa 10 botol
cairan.
Kami mulai packing hari Rabu, 9 Juli 2014
(bersamaan dengan Pilpres Indonesia) hehehe.
Setelah packing dan memastikan berat tas
ransel kami tidak lebih dari 7 kg, kami pun siap
untuk memulai perjalanan kami besok sore.
Thursday, 10 July 2014
Hari ini sebenarnya kami masih masuk kerja.
Syukurlah karena ini bulan puasa, jam pulang
kantor kami dimajukan satu jam. Lumayan juga
karena sepulang kerja kami akan langsung
berangkat ke Surabaya sebelum ke Yogyakarta
besok paginya. Akhirnya hari Kamis sore itu
kami membawa semua barang yang sudah kami
siapkan dan berangkat ke Surabaya dari Tuban
dengan mengendarai motor. Ternyata lumayan
juga perjalanan dari Tuban ke Surabaya, apalagi
jalan di dalam kota Surabaya sore hari agak
padat. Kami sampai di rumah Vickie sekitar pk
19.00 WIB. Di sini kami disambut oleh kakak
ipar Vickie yang sengaja dimintai tolong untuk
menemani kami di rumah, karena sebenarnya
rumah Vickie ini kosong karena orang tuanya
berada di Yogyakarta. Setelah berbincang
sebentar dengan kakak iparnya Vickie, kami pun
beristirahat sebentar, mandi, kemudian makan
malam. Setelah itu kami beristirahat untuk siap-
siap berangkat ke Yogyakarta menggunakan
kereta api besok pagi.
Day 0~Friday, 11 July 2014
This is my birthday!! Hahaha..kebetulan saja sebenarnya hari ini saya berulang tahun. Banyak juga
ternyata yang ingat dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya (senangnya )
Pagi-pagi saya dan Vickie mencari sarapan walau banyak warung yang tutup karena ini masih masuk
bulan puasa. Akhirnya kami sarapan nasi soto di dekat pasar di daerah dekat rumah Vickie itu.
Setelah itu kami segera kembali ke rumah, mengambil barang-barang lalu naik angkutan kota
menuju Stasiun Gubeng Surabaya.
-
My First Train Ticket on my Birthday
Oh iya, ini juga pengalaman pertama saya naik
kereta api lhoo...hehe makanya saya sangat
excited. Saya sampai takut ketinggalan kereta
dan Vickie harus berkali-kali meyakinkan saya
bahwa kami tidak akan ketinggalan kereta.
Memang waktu itu kereta yang akan kami naiki
datang terlambat (saya takutnya jangan-jangan
kami nggak sadar dan keretanya sudah
berangkat tadi hehehe). Anyway, ternyata naik
kereta api itu enak juga, dan seperti yang
dikatakan Vickie, kalau merasa bosan kita bisa
jalan-jalan di kereta, berbeda dengan di bus
dimana kita harus duduk sepanjang perjalanan.
Ruangan di dalam gerbong ini luas juga, jarak
pandang juga lebih luas daripada di bus. Meski
demikian, saya juga tidak jalan-jalan selama di
kereta karena saya merasa ngantuk jadi saya
putuskan untuk tidur di kereta api tersebut
sembari menunggu sampai di Yogyakarta.
Kereta yang kami naiki, KA Pasundan, berangkat
sekitar pk 09.30 WIB dari Stasiun Gubeng,
Surabaya dan sampai di Stasiun Lempuyangan,
Yogyakarta sekitar pk 14.00 WIB. Dari stasiun
Yogyakarta kami berjalan kaki ke rumah Vickie
di Yogyakarta. Kebetulan rumahnya terletak
tidak jauh dari stasiun. Setelah sampai di sana,
kami diterima dengan ramah dan dijamu
dengan makan siang dan snack yang lezat
(many many thanks untuk keluarga Vickie ini!
). Setelah mandi, sebenarnya kami berencana
untuk pergi ke Marlioboro, tetapi apa daya
hujan turun sejak sore. Akhirnya kami hanya
beristirahat dan bersantai di rumah. Malam
harinya saya diajak mencari minuman hangat
(bahasa Jawanya wedang). Dengan berbekal
payung kami pun berjalan menuju warung
wedang tersebut, tapi eh ternyata warungnya
tidak buka . Ya sudah lah, berarti kami
memang harus istirahat di rumah hehehe.
Akhirnya setelah bersyukur atas tahun-tahun
kehidupan yang telah saya lewati selama dua
puluh lima tahun ini, serta berdoa untuk
kelancaran liburan kami, saya pun tidur dan
bersiap untuk berangkat ke Singapore dari
Bandara Adisutjipto keesokan harinya.
Day 1~Saturday, 12 July 2014
Hari ini saya bangun pk 05.00 WIB. Setelah mandi dan sarapan, saya dan Vickie diantar oleh ayah
Vickie ke bandara. Bandara waktu itu masih sepi dan kami menunggu sampai sekitar pk 06.00
dimana pintu masuk untuk penerbangan internasional dibuka. Setelah membayar airport tax, kami
menuju bagian imigrasi lalu pengecekan barang. Proses pra-keberangkatan ini cukup cepat. Hanya
saja saat akan masuk ke ruang tunggu, saya sempat ditanya oleh petugas bandara apakah saya
-
berangkat seorang diri. Waktu saya bilang saya berangkat dengan teman saya, saya diminta untuk
menunjukkan tiket pulang dari Singapore ke Surabaya. Awalnya saya heran mengapa hanya saya
yang ditanya demikian, lalu setelah saya ingat-ingat lagi, kemungkinan karena status saya di paspor
masih pelajar jadi mungkin petugas itu takut kalau saya akan lama berada di Singapore tanpa visa.
Foto Boarding Pass Airasia YOG-SIN dan Kupon Airport tax Bandara Adisutjipto
Suasana keberangkatan menuju pesawat Airasia rute Yogyakarta - Singapura
Kami pun menunggu di ruang tunggu penerbangan. Karena jadwal penerbangan kami pk 07.00, kami
menunggu sekitar empat puluh lima menit sampai diizinkan naik ke pesawat. Oh iya, kekhawatiran
kami akan pengecekan barang yang akan memakan waktu lama ternyata tidak terjadi. Kami pun naik
pesawat dan menduduki kursi sesuai dengan nomor seat pada tiket kami, hanya saja saya bertukar
tempat dengan Vickie yang ingin duduk di dekat jendela, mungkin karena ingin menjajal kamera
barunya yang sengaja dibeli sebelum liburan kami ke Singapura ini. Next...penerbangan
Adisutjipto-Changi Airport pun dimulai...
-
Penerbangan kami berlangsung selama kurang lebih dua jam. Tidak lama setelah pesawat lepas
landas, kami diberi kartu embarkasi yang harus kami isi dan kami tunjukkan saat pemeriksaan
imigrasi nanti. Sempat agak bingung juga waktu pertama kali mengisi kartu ini (maklum, pertama kali
ke luar negeri sih hehehe). Setelah membaca-baca majalah yang ada di bangku kami, saya
memutuskan untuk tidur sementara Vickie beberapa kali memotret pemandangan yang tampak dari
jendela pesawat (sayangnya sebagian pemandangan tertutup oleh sayap pesawat ).
Foto-foto dari dalam pesawat, sayangnya sebagian pemandangan tertutup sayap pesawat
Kami tiba di Changi Airport sekitar pk 12.35 waktu setempat (waktu di Singapore satu jam lebih awal
daripada waktu Indonesia bagian barat). Setelah turun dari pesawat dan sampai di Changi Airport
(Terminal 1), tempat pertama yang kami cari adalah: Toilet! Hehehe.. Kebetulan di depan lorong
menuju toilet itu ada free potable water. Kami pun mengisi botol minum kosong yang sudah kami
siapkan dengan free potable water tersebut. Walaupun agak susah mengisi botol minum kami
sampai penuhkarena sepertinya keran potable water itu memang dirancang untuk langsung
minum di tempat, bukan untuk isi ulang tapi kami tetap bersyukur bisa memperoleh air minum
gratis di sini (apalagi setelah tahu harga air mineral di Singapore). Air minum di bandara ini segar
sekali lho, bahkan menurut saya lebih segar dan nikmat daripada air mineral yang saya beli di salah
satu foodcourt di Singapura (apa karena gratis jadi terasa lebih segar ya? Hehehe)
Setelah merapikan diri, kami mulai mengagumi bandara yang luasnya berkali lipat luas mall yang
pernah saya jumpai di Indonesia. Kami pun mulai mencari informasi peta bandara dan ke mana kami
harus pergi selanjutnya. Beberapa brosur berisi wisata dan peta Singapura sempat kami ambil di
bandara. Setelah berkeliling sebentar sambil mencari lokasi keberangkatan (untuk persiapan besok
ketika kami pulang nanti), kami pun bertanya kepada petugas bandara ke mana kami harus pergi
untuk menuju ke stasiun MRT terdekat. Petugas itu mengatakan supaya kami naik skytrain ke
Terminal 2 dan kami pun segera mencari skytrain lalu menuju ke Terminal 2 Changi Airport.
-
Arrival at Changi Airport
Sebagai sesama first-time traveller di negeri orang, saya dan Vickie sama-sama tidak tahu bahwa
setelah tiba di bandara tujuan pun kami seharusnya pergi ke bagian imigrasi untuk pengecekan
passport. Karena di Terminal 1 tadi kami sibuk berkeliling, kami sampai tidak sadar bahwa mungkin
penumpang pesawat yang lain sudah pergi ke bagian imigrasi. Nah, begitu hendak mencari stasiun
MRT barulah kami sadar bahwa kami harus melewati imigrasi. Di sini pun kami bingung karena
bagian imigrasi ini sangat sepi. Kami sama-sama tidak tahu bagaimana prosedur pengecekan di
negeri Singapura ini. Ketika Vickie bermaksud untuk maju mengantre, tiba-tiba ia seolah ditolak
oleh sang petugas imigrasi. Ternyata ada garis antrean yang tidak boleh dilewati dan kami tidak
melihatnya. Tiba-tiba petugas imigrasi yang lain memanggil saya. Saya pun berjalan menuju ke
tempat petugas itu. Setelah passport saya diperiksa dan ditanya berapa lama saya akan stay di
Singapura, saya pun diperbolehkan lewat. Oh iya, kartu embarkasi yang sudah saya isi tadi sebagian
disimpan oleh bagian Imigrasi dan sebagian diselipkan di dalam paspor saya. Yang jelas, saya ingat
wanti-wanti supaya jangan sampai kartu embarkasi itu hilang. Rupanya tidak lama kemudian, Vickie
juga sudah selesai pengecekannya di counter lain. Saya jadi geli sendiri kalau ingat kejadian
ini...memang sama-sama baru pertama kali ke luar negeri, tidak ada yang jadi contoh pula..jadi kami
seperti orang cupu saja hehe.
Setelah melewati imigrasi, kami pun mencari tempat untuk membeli EZ link card yang berfungsi
sebagai semacam debit card untuk pembayaran transportasi di Singapura (bus maupun MRT). Kami
mengantre di depan sebuah counter MRT, mengikuti orang-orang yang juga sepertinya mau
membeli tiket MRT, sampai tiba-tiba seorang ibu menyapa Vickie dan mengatakan bahwa kami bisa
membeli EZ link card di counter lain. Kami pun diantar ibu itu ke counter tsb dan ibu itu mengatakan
kepada petugasnya bahwa kami ingin membeli EZ link card. Setelah itu kami membeli dua buah EZ
link card seharga SGD 12 plus top up sebesar SGD 20 untuk tiap orang. Puji Tuhan ibu tadi begitu
baik hati memberitahu kami sehingga kami tidak perlu mengantre di counter sebelumnya
(antreannya lumayan panjang sih hehehe). Saya dan Vickie menduga, mungkin ibu itu juga orang
Indonesia dan melihat kami tampak seperti orang yang baru pertama kali datang ke Singapura
(Anyway, thanks a lot untuk Tante baik hati itu!)
-
EZ Link Card
Setelah memegang EZ link card, kami pun
menuju ke tempat keberangkatan MRT dan
menunggu bersama penumpang lain. Oh iya,
pertama kali akan menggunakan EZ link card ini
saya sempat kebingungan. Sebelum masuk ke
ruang tunggu keberangkatan, kita harus mescan
EZ link card tsb di suatu mesin, barulah pintu
menuju ruang tunggu akan terbuka. Nah waktu
itu saya mencoba menscan EZ link card saya
tapi tidak terjadi apa-apa..rupanya saya salah
meletakkan kartu saya! Saya ternyata
menempelkan EZ link card saya di layar monitor
yang seharusnya menampilkan saldo EZ link
card saya, bukan di tempat scanning
seharusnya..what a stupid mistake..haha.
Untunglah petugas di stasiun MRT
memberitahu saya dan akhirnya saya pun bisa
masuk melewati pintu itu . Oh iya, di setiap
stasiun MRT selalu ada papan penunjuk dan
peta MRT yang memudahkan setiap
pengunjung untuk menentukan MRT yang akan
dinaikinya. Ini sangat membantu lho, apalagi
untuk pendatang pertama kali seperti kami .
Nah kami pun menaiki MRT pertama kami dari
Changi Airport menuju stasiun MRT Paya Lebar.
Sesuai itinerary yang sudah dirancang, kami
berencana untuk makan siang di Geylang Serai
Market Food court yang lokasinya tidak begitu
jauh dari Stasiun Paya Lebar.
Perjalanan menggunakan MRT ternyata bukan
hanya cepat, tapi super cepaaaaat! Ini harus
jadi contoh untuk Indonesia..selain kendaraan
umum yang dilengkapi AC, bersih, dan nyaman,
ternyata selang waktu antarkedatangan MRT
pun tidak terlalu lama. Sejauh yang kami alami,
paling lama lima menit kami menunggu MRT
selanjutnya datang. Kalau fasilitas transportasi
umum di Indonesia seperti ini, saya yakin kok
akan banyak orang yang memilih untuk naik
kendaraan umum sehingga banyaknya jumlah
kendaraan pribadi yang berpotensi
meningkatkan kemacetan dan polusi pun bisa
ditekan. Lama perjalanan antarstasiun juga
begitu cepat, nyaris tak terasa. Rasanya baru
sebentar duduk kok sudah sampai hehehe...ini
juga yang membuat saya kadang-kadang malah
agak malas duduk dan memilih untuk berdiri
(kecuali waktu saya merasa capek) karena
perjalanan antarstasiun rata-rata hanya 2
menit! Benar-benar sesuai dengan namanya:
Mass Rapid Transit, bukan hanya sekedar nama
tapi benar-benar rapid alias cepaaat!
-
Dari stasiun MRT Changi ke Paya Lebar kami
melewati tiga stasiun MRT. Sepanjang
perjalanan, kami sempat melihat apartemen
dan gedung-gedung tinggi dengan beraneka
model. Yang menarik perhatian saya adalah
begitu banyaknya apartemen di Singapura ini.
Kalau di Indonesia orang lebih banyak memilih
tinggal di rumah, ternyata di Singapura ini justru
apartemen yang banyak peminatnya. Mungkin
karena harga tanah yang sangat mahal ya. Coba
saja bandingkan luas daratan Singapura dengan
Indonesia (jadi merasa beruntung tinggal di
Indonesia, masih bisa punya rumah dan tanah
sendiri).
Nah, di apartemen-apartemen yang kami lihat
ini tampak banyak tiang jemuran. Jadi, dari
jendela apartemen tampak sebatang tiang yang
menjulur keluar untuk digunakan sebagai
tempat menggantung pakaian. Lucu juga sih
melihat teknik menjemur yang digunakan di
rumah-rumah susun di Indonesia ternyata
dipakai juga di negara modern seperti
Singapura .
Hanya dalam waktu beberapa menit, kami
sampai di stasiun Paya Lebar. Dengan mengikuti
Vickie yang mengikuti arah petunjuk di stasiun
(jujur saja saya agak buta arah dan sulit
mengingat-ingat jalan hehehe), kami pun keluar
dari stasiun MRT dan bersiap menuju Geylang
Serai Market.
Perjalanan menuju Geylang Seri Market food
court ternyata tidak semulus bayangan
kami.Dari stasiun MRT Paya Lebar, kami
berjalan mengikuti papan penunjuk jalan yang
ada sambil mencari tulisan Geylang. Kami
berjalan cukup lama sampai akhirnya kami
merasa perjalanan kami sudah terlalu jauh.
Kami pun bertanya kepada orang lewat..orang
pertama yang kami tanyai ternyata sama-sama
turis juga..lalu orang kedua yang kami tanya
malah menyarankan kami untuk naik taksi saja
.
Akhirnya dengan berbekal peta hasil print dari
Google Map, kami pun kembali menelusuri
jalan yang sudah kami lalui tadi sambil mengira-
ngira lokasi Geylang Serai Market tersebut. Kata
Vickie sih, tersesat itu justru yang mewarnai
perjalanan seorang backpacker haha
Setelah memutari lagi suatu kompleks pasar
rakyat, kami berhenti sejenak dan membuka
peta Singapore yang kami ambil di bandara
Changi tadi. Saat itu lewatlah seorang om-om
mengendarai sepeda. Awalnya beliau berlalu
melewati kami, tapi tiba-tiba saja beliau
kembali lalu menghampiri kami yang sedang
membuka peta Singapore. Beliau bertanya
dengan ramah, Where are you going? Vickie
pun menjawab, Geylang serai market food
court,. Kemudian Om tadi memberi petunjuk
arah food court yang beliau tahu. Ternyata
lokasi yang ditunjukkan oleh Om itu sebetulnya
sudah dekat dengan tempat yang kami lewati
tadi..bahkan sudah dua kali kami mengitari
daerah tersebut. Ini jadi pengalaman juga untuk
kami agar lebih berhati-hati mencari lokasi
lewat Google Map..hehehe. Anyway, finally
kami pun berhasil menemukan Geylang serai
market food court itu..What a relief!
-
Geylang Serai Market Food court
Kami pun masuk ke food court itu dan memilih
tempat untuk membeli makanan. Di Geylang
Serai Market ini ada berbagai counter makanan
yang menjual beraneka jenis masakan. Ada
masakan ala India, melayu, Chinese food,
bahkan ada juga masakan Indonesia. Setelah
berkeliling, kami memutuskan untuk memesan
nasi lemak dan nasi jenganan di kedai Sinar
Harapan Nasi Padang (meskipun namanya nasi
padang tapi penjualnya bukan orang Padang
lho..hehehe). Namun, karena nasi jenganan
tidak tersedia, saya pun beralih memesan
kweetiauw goreng di counter Al-Rahman
Muslim Food. Nasi lemak yang kami beli
seharga 3 SGD sedangkan kweetiauw goreng
seharga 3.5 SGD. Nasi lemak ini lebih mirip nasi
rames..nasi dilengkapi sayur dan lauknya
berupa ayam goreng. Kata Vickie sih, masih jauh
lebih enak nasi campur di Indonesia hehehe.
Kweetiauw goreng yang saya santap pun
citarasanya berbeda sekali dengan kweetiauw
goreng yang biasa saya makan di Indonesia.
Kalau biasanya kweetiauw goreng di Indonesia
identik dengan Chinese food, di sini penjualnya
orang keturunan India.Tidak heran kweetiauw
goreng yang biasanya terasa soft kini terasa
sekali bumbu rempah-rempahnya. Lauk
pelengkapnya pun bukan daging ayam atau
udang seperti di Indonesia, melainkan daging
kambing. Bagi saya yang terbiasa menyantap
kweetiauw goreng ala Chinese food, tentu saja
makanan ini terasa asing di lidah saya.Tapi ya
berhubung sudah lapar dan sudah terlanjur
pesan, akhirnya kami habiskan kedua menu
makanan itu. Di sini saya juga membeli sebotol
air mineral 600 ml seharga 1 SGD..cukup mahal
ya dibandingkan dengan harga air mineral di
Indonesia (ini yang membuat kami bergerilya
mencari minuman murah termasuk free refill
potable water).
Beli nasi lemak di sini nih... Kalau beli kweetiauw nya di sini..
Botanic Garden
Setelah mengisi perut, kami bersiap untuk perjalanan berikutnya menuju Botanic Garden. Kami pun
kembali ke Stasiun MRT Paya Lebar lalu naik MRT menuju Botanic Garden.Ternyata stasiun MRT
Botanic Garden ini ada di dalam kompleks tempat wisata Botanic Garden itu sendiri. Karena untuk
masuk ke Botanic Garden ini free of charge, kami pun langsung mulai berjalan mengelilingi taman
Botanic ternama di Singapura itu sambil melihat-lihat lokasi yang bagus untuk berfoto .
-
Botanic Garden ini sangat luas dan butuh waktu juga untuk bisa mengitari setiap bagian dari taman
ini. Sesuai namanya, Botanic Garden ini berisi beraneka ragam spesies tanaman. Mulai dari jenis
lumut (saya agak kaget juga melihat bebatuan yang sengaja dijadikan habitat tumbuhnya lumut),
bunga, hingga pepohonan. Sayangnya, karena saya bukan termasuk pecinta tumbuhan, saya pun
hanya melewati tanaman-tanaman itu sambil lalu. Seandainya saya adalah seorang pecinta
tanaman, mungkin saya akan sangat tertarik dengan beraneka tanaman yang ada di sini, apalagi di
setiap bagian taman ada papan nama yang menuliskan nama tanaman tersebut.
Selain sebagai cagar alam tumbuhan, Botanic Garden ini juga banyak dimanfaatkan wisatawan untuk
bersantai dan bahkan berolahraga. Beberapa kali kami jumpai orang-orang yang jogging di area
taman (mungkin karena area yang luas dan kondisi taman yang sejuk dan asri, banyak orang yang
senang jogging di situ). Ada pula sekelompok orang yang bermain sepak bola dan soft ball. Tidak
mengherankan, karena di Botanic Garden ini ada area seperti padang rumput yang cukup luas. Kita
bisa bersantai tiduran di padang rumput itu sambil menggelar tikar seperti orang-orang
camping..duduk santai sambil makan bekal dan menikmati panorama alam di sekitar. Di sini juga
terdapat gazebo-gazebo yang dimanfaatkan pengunjung untuk berkumpul bersantai bersama. Bagi
masyarakat Singapura yang sepertinya terbiasa hidup dengan kondisi serbacepat, Botanic Garden ini
cocok sekali digunakan untuk refreshing di akhir pekan bersama orang-orang terkasih. Suasana yang
nyaman dan tenang bisa membantu mendamaikan pikiran yang mungkin suntuk setelah bekerja
selama week days. Anyway, di Botanic Garden ini saya dan Vickie hanya berjalan berkeliling sambil
sesekali berfoto di spot-spot yang menarik.
-
Rencana kami sedikit berubah karena semula kami merancang waktu sekitar satu setengah jam
untuk explore Botanic Garden, tetapi kenyataannya kami hanya menghabiskan waktu sekitar empat
puluh menit saja di sini. Itu juga karena kami tidak masuk ke National Orchird Park nya (kalau masuk
ke National Orchird Park, ada tambahan charge tiket masuk). Setelah itu kami kembali ke stasiun
MRT untuk melanjutkan perjalanan sesuai rencana ke Holland Village.
Holland Village
Dalam bayangan kami, di Holland Village kami akan menemui area pemukiman yang khas dengan
gaya Belanda seperti misalnya adanya kincir angin. Namun ternyata, Holland Village yang kami
jumpai adalah sebuah kompleks ruko dan caf bergaya Eropa modern. Di sini kami pun hanya
berjalan berkeliling dan mengambil beberapa foto. Oh iya, di Holland Village ini ada sebuah caf
yang tempatnya terbuat dari kontainer lho..tempatnya dekat sekali dengan pintu masuk Holland
Village. Setelah berkeliling dan berfoto-foto, kami pun bersiap melanjutkan perjalanan ke Chinese
and Japanese Garden menggunakan MRT.
Chinese Garden
Sekali lagi, ini adalah salah satu tempat wisata
gratis di Singapura. Namun jangan kita terapkan
slogan ada harga ada rupa untuk tempat-
tempat wisata di Singapura ini ya. Meskipun
gratis, keindahan dan kebersihan di tempat
wisata ini sungguh terjaga dengan baik.
-
Menurut saya, Chinese and Japanese Garden ini
adalah salah satu tempat wisata yang menarik.
Memasuki kompleks Chinese and Japanese
Garden kita bisa memilih bagian mana dulu
yang ingin dieksplore. Saya dan Vickie memilih
untuk lebih dulu mengeksplore Chinese Garden
karena saya sangat tertarik dengan Pagoda yang
ada di sana.
Berbeda dengan bayangan akan suasana desa
Holland yang tidak terpenuhi di Holland Village,
di Chinese Garden ini saya benar-benar
terpuaskan oleh spot-spot wisata yang ada.
Mengawali perjalanan masuk ke Chinese
Garden, kami melewati jembatan yang dibuat
menyerupai jembatan ala negeri Tiongkok kuno,
khas dengan susunan kayu sebagai tempat
pijakan dan warna merah menghiasi bagian
pegangan jembatan. Jembatan ini dibuat
menyeberangi sungai kecil menuju ke Pagoda
tujuh tingkat yang menjulang di depan. Untuk
mencapai pagoda tersebut, kami harus menaiki
beberapa puluh anak tangga (tenang, nggak
tinggi-tinggi amat kok). Di dalam Pagoda sendiri
ada anak tangga melingkar yang akan
membawa pengunjung mencapai puncak
Pagoda. Kami sempat pesimis menaiki pagoda
itu karena kami masih membawa ransel seberat
tujuh kilogram di punggung kami yang sudah
kami bawa sejak dari Changi Airport tadi.
Akhirnya di tingkat kelima Pagoda, Vickie
menyarankan untuk meninggalkan sementara
tas ransel kami di sebuah sudut supaya kami
bisa naik ke puncak pagoda dengan lebih
leluasa. Thank God, setidaknya selama
beberapa saat kami bisa menaiki anak tangga
yang melingkar itu tanpa beban . Dari puncak
Pagoda, kita bisa melihat pemandangan area
Chinese Garden dari atas. Tatanan sungai yang
dilengkapi jembatan dan replika kapal,
kompleks patung tokoh-tokoh Tiongkok kuno,
serta taman yang hijau nan asri tampak indah
dilihat dari serambi puncak Pagoda ini. Setelah
mengambil beberapa foto, kami pun menuruni
kembali anak tangga di dalam Pagoda dan
berjalan menuju kompleks patung tokoh-tokoh
Tiongkok kuno.
Oh iya waktu kami turun dari Pagoda ini,
ternyata ada pasangan yang sedang berfoto
pre-wedding di sini lho.. Pasangan koko dan cici
yang difoto itu berbaring di lantai dasar pagoda,
sedangkan fotografernya mengambil gambar
dari atas, mungkin supaya kelihatan anak
tangga pagoda yang melingkar seperti spiral.
Kalau mendengar cara bicaranya sih sepertinya
mereka orang Indonesia juga. Hebat amat ya,
foto prewed saja sampai dibela-belain ke
Singapura hehehe.
Foto di jembatan ala Tiongkok Pagoda Tujuh Tingkat Pak Senior bisa capek juga naik Pagoda
-
Dari ketujuh patung tokoh Tiongkok kuno yang ada, saya agak kaget melihat sebuah patung
bertuliskan Hua Mu Lan di bawahnya. Selama ini saya kira kisah Mulan hanyalah dongeng fiksi
yang diangkat menjadi film kartun oleh Disney, tetapi ternyata di bagian bawah patung tersebut
terdapat penjelasan singkat sejarah tentang Hua Mulan, seorang anak perempuan jendral yang
menyamar menjadi pria demi menggantikan ayahnya untuk berperang. Sepertinya kisah Mulan ini
juga menjadi legenda di Tiongkok.
Foto bersama Mulan Foto di Peta Chinese and Japanese Garden dekat entrance gate
Setelah berfoto bersama figure-figure Tiongkok
klasik tersebut, kami melanjutkan eksplorasi
kami ke bagian yang lebih dalam dari Chinese
Garden ini. Tidak jauh dari kompleks patung
Tiongkok tadi, terdapat sebuah danau dan di
atasnya ada sebuah replika kapal ala Tiongkok
juga. Ternyata di dekat replika kapal tersebut
terdapat dua pagoda lagi, tetapi ukurannya
lebih kecil daripada pagoda pertama yang kami
masuki tadi.
Menyeberangi danau tadi, terdapat sebuah
jalan pendek. Jalan menyeberangi danau ini
dilengkapi dengan atap model bangunan
Tiongkok, jadi serasa melewati jembatan di
istana Tiongkok yang sering kita lihat di film-film
Mandarin seperti Putri Huang Zhou . Nah,
setelah melewati jalan tersebut kami pun
berjalan menuju museum kura-kura yang ada di
dalam kompleks tersebut. Desain gedung
museum kura-kura ini dari luar sepertinya
meniru desain bangunan rumah ala bangsawan
Tiongkok. Di bagian tengah terdapat kolam
penuh dengan ikan hias (sepertinya ikan koi)
dan di sekeliling kolam itu terdapat ruangan-
ruangan, salah satunya adalah museum kura-
kura. Namun, kami tidak masuk ke dalam
museum kura-kura tersebut dan memilih untuk
mengitari kompleks taman yang sangat asri itu.
Dari lokasi museum kura-kura tadi ada sebuah
jembatan besar menuju ke sisi lain taman.
Rupanya sisi lain dari taman itu banyak
digunakan untuk berolah raga. Kami sering
sekali berpapasan dengan orang-orang yang
jogging. Nah, di taman ini juga kami
-
menemukan keran potable water dan kami pun
tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk
mengisi persediaan air minum kami sebagai
bekal ke Malaysia nanti malam (tahu sendiri
harga air mineral di Singapore ini lumayan
mahal untuk kantong orang Indonesia yang
biasa saja seperti kami )
Gapura menuju perbatasan taman Pemandangan Chinese Garden tampak dari atas Pagoda
Setelah puas berkeliling, kami bermaksud
mengakhiri wisata kami di Chinese Garden ini
karena hari telah sore dan kami harus mengejar
waktu agar tidak terlambat naik kereta ke Kuala
Lumpur. Kami pun berjalan terus mencari pintu
keluar. Semakin jauh kami berjalan, kami tidak
juga melihat tulisan pintu keluar maupun
petunjuk lokasi stasiun MRT. Vickie mulai curiga
dan berkata bahwa kemungkinan Chinese
Garden ini one way, artinya masuk dan keluar
dari pintu yang sama. Kami coba lagi berkeliling
dan bertanya kepada orang yang kami temui di
jalan, tetapi sepertinya mereka juga tidak tahu
dengan pasti jalur terdekat keluar dari taman
tersebut menuju stasiun MRT. Kami memang
sempat menemukan sebuah gerbang mirip
pintu keluar, tetapi gerbang itu sudah tertutup
dan kami tidak bisa melewati gerbang itu.
Akhirnyatiada pilihan lain selain kembali lagi
ke pintu masuk tadi. Padahal lokasi kami
sekarang sudah cukup jauh dari pintu masuk.
Dengan berbekal semangat dan energi first-time
traveller (biasanya yang pemula-pemula itu
semangatnya lebih tinggi ), kami pun
bergerak cepat kembali menuju pintu masuk.
Ternyata sepertinya dari jalur tadi kami bisa
juga kembali ke pintu masuk deh..jadi
seharusnya tidak perlu balik ke jalur awal tadi
hahaha. Kalau tahunya belakangan rasanya jadi
menyesal ya..kami pun teringat kata-kata yang
pernah diucapkan bosnya Vickie,
Ketidaktahuan itu mahal. Lebih baik kita tidak
tahu kenyataannya daripada nanti malah
menyesal.
Sayang memang kami belum sempat
mengunjungi Japanese Garden, tapi ya nggak
apa-apa lah. Kami sudah cukup terpuaskan
dengan wisata Chinese Garden yang menawan
tadi. By the way, setelah kembali ke Indonesia
dan saya coba cek peta Chinese&Japanese
Garden, sepertinya benar, dari jalur kami yang
tersesat kemarin di Chinese Garden masih bisa
kok menuju ke Japanese Garden lalu kembali ke
pintu masuk...ya sudah lah, untuk pengalaman
saja...warga lokal juga belum tentu paham rute
di negaranya sendiri (saya sendiri mungkin di
Indonesia juga begitu hehehe).
Finally, kembali juga kami ke Stasiun MRT.
Ternyata perjuangan belum berakhir..hahaha.
Saya baru tahu kalau ternyata di stasiun MRT ini
kadang-kadang dilakukan random checking.
-
Kebetulan sore itu, saya dan Vickie cukup
beruntung menjadi sampel random checking
tersebut. Kami diminta untuk membuka tas
kami untuk diperiksa isinya. Setelah dilihat
bahwa tas kami berisi pakaian, kami pun
dipersilakan melanjutkan perjalanan . Kami
pun melanjutkan perjalanan ke Jurong East
untuk makan malam.
Jurong East
Sesampainya di Jurong East, kami langsung mencari food court yang katanya menjual makanan
dengan harga tidak terlalu mahal. Setelah berkeliling melihat-lihat counter makanan yang ada, Vickie
merekomendasikan Ananas Caf, yang katanya banyak direkomendasikan oleh para traveler di blog
mereka. Di sini kami membeli nasi plus bebek panggang (roasted duck) seharga SGD 1.5 per porsi.
Murah sekali ya?? Kami juga terharu ternyata masih ada makanan murah di Singapore..hehe. Namun
demikian, ya namanya murah, tentu porsinya juga kecil. Setidaknya lumayan lah untuk mengganjal
perut kami sampai besok pagi. Yang jelas, soal rasa sih menurut saya oke kok..justru menurut kami,
makanan ini lebih enak daripada makanan yang kami santap di Geylang Serai Market (bukan karena
harganya murah terus jadi terasa lebih enak lhoo..hehe bener kok rasa makanan di Ananas Cafe ini
oke punya). Karena tidak ada tempat khusus untuk makan di Ananas Cafe ini, maka kami pun
mencari tempat yang nyaman untuk makan. Akhirnya kami memilih duduk di rerumputan tidak jauh
dari counter-counter makanan tadi.
Di depan kami ada sebuah panggung yang sedang menampilkan orkestra. Kami pun menikmati
makan malam sederhana kami sambil mendengarkan alunan musik orkestra yang terlantun apik dari
para pemainnya. Seusai makan, kami masih bersantai sejenak sembari menikmati musik orkestra
tadi. Tiba-tiba ada sebuah lagu yang saya kenal (dari tadi lagunya nggak ada yang familiar sih
hehehe). Lagu itu adalah instrumental dari lagu Peng You (artinya teman), salah satu lagu
Mandarin yang cukup populer (biasanya dinyanyikan di karaoke-karaoke oleh para pecinta lagu
mandarin tempo dulu).
Setelah cukup beristirahat dan menikmati suasana di sekitar Jurong East, kami pun melanjutkan
perjalanan ke MRT Jurong East. Sebelumnya kami sempat berfoto dengan background Jurong East
Mall di malam hari. Cukup lah sebagai bukti rekam jejak kami di tempat ini sekalipun kami tidak
sempat masuk ke mall-nya hehe. Dari stasiun MRT Jurong East, kami menuju ke Marsiling. Dari
stasiun MRT Marsiling ini kami harus naik bus nomor 950 menuju ke Woodlands Check Point. Nah,
-
inilah pertama kalinya kami naik bus di Singapore. Kami pun mencari terminal pemberhentian bus
tersebut dan menemukan sebuah terminal di seberang stasiun MRT. Setelah menyeberang melalui
jembatan penyeberangan, kami pun tiba di terminal pemberhentian bus tersebut. Kami sempat agak
bingung karena ketika kami bertanya kepada seorang yang juga menunggu bus di situ, katanya kami
harus naik bus nomor lain untuk menuju ke Woodlands. Ternyata bus yang ditunjukkan orang tadi
sepertinya hanya berhenti di Woodlands, sedangkan bus no. 950 yang akan kami naiki akan
mengantar kami sampai ke Johor Baru (untung saja kami nggak naik bus yang salah hehe)
Road to Kuala Lumpur
Setelah menunggu beberapa saat, tampaklah
bus no. 950 ini dan kami pun segera naik.
Ternyata banyak juga orang yang naik di bus ini.
Setelah sampai di imigrasi Singapore, bus ini
berhenti dan semua penumpang bergegas naik
eskalator menuju ke bagian imigrasi.
Sebelumnya Vickie sempat memberitahu bahwa
semakin cepat sampai ke imigrasi, semakin
cepat pula kita bisa kembali ke bus untuk
kemudian berangkat ke Johor Baru. Jangan
sampai lah kita sampai ketinggalan bus dan
harus menunggu lama kedatangan bus
berikutnya. Bus yang dinaiki untuk ke Johor
Baru nanti juga tidak harus sama dengan bus
yang kita naiki dari Marsiling sebelumnya kok,
yang penting sama-sama nomor 950 .
Sesampainya di sana ternyata antrean di
imigrasi sudah cukup panjang. Beruntunglah
untuk warga Singapura karena untuk warga
dengan paspor Singapura ternyata ada jalur
khusus yang antreannya tentu tidak sepanjang
jalur antrean untuk all passport. Untunglah
proses di imigrasi ini juga cukup cepat. Kami
pun bergegas kembali untuk naik bus no.950
lagi untuk diantar ke Johor Baru (sekali lagi
harus cepat-cepatan naik bus ini karena
peminatnya banyak). Nah setelah sampai di
imigrasi Malaysia, kami segera turun dari bus
dan menuju bagian imigrasi. Sama seperti di
keimigrasian Singapura, kami pun mengantre
untuk proses imigrasi ini. Setelah beres
semuanya, kami pun berjalan menuju stasiun
kereta Johor Baru Sentral yang lokasinya dekat
sekali dengan keimigrasian Malaysia tadi. Nah,
setelah sampai di JB Sentral ini tenang sudah
rasanya. Kami tiba cukup awal, sekitar pk 22.30
waktu setempat (waktu di Singapore sama
dengan waktu di Johor Baru Malaysia).
Karena proses pemesanan tiket sudah kami
lakukan secara online di Indonesia beberapa
hari sebelumnya melalui website KTM online
(pembayarannya dengan credit card jugayang
sekali lagi kami pinjam dari kenalan kami hehe),
kami tidak perlu lagi ribet membeli tiket kereta.
Kereta yang akan kami tumpangi adalah kereta
api malam Senandung Sutera. Vickie juga sudah
bertanya ke bagian tiket dan memastikan
bahwa E-tiket yang sudah kami print dan kami
siapkan dari Indonesia tidak perlu lagi ditukar
dengan tiket.
-
E-Ticket KA Senandung Sutera
Awalnya kami berencana untuk numpang mandi di stasiun ini. Maklum lah, sudah sejak siang kami
berjalan berkeliling ke sana kemari dan bekas keringat yang mengering pun menempel di badan
kami. Seandainya bisa mandi tentu sangat menyegarkan. Vickie meminta saya menunggu di ruang
tunggu sementara dia mencari lokasi kamar mandinya. Setelah agak lama berkeliling, Vickie pun
kembali sambil senyum-senyum. Dia bercerita bahwa setelah berkeliling lama dan mencari tulisan
toilet, dia tidak bisa menemukannya. Namun, dia melihat papan penunjuk dengan gambar mirip
gambar yang biasa digunakan untuk petunjuk toilet, tetapi di situ bukan tertulis toilet melainkan
tandas. Setelah coba dicek, ternyata benar bahwa tandas itu adalah toilet....hahaha. Ya, ini sih
baru permulaan kami menemukan nama-nama unik dalam bahasa Melayu yang mungkin menurut
kita sebagai orang Indonesia, terasa lucu dan janggal . Sayangnya tandas di stasiun ini tidak bisa
dipakai mandi karena tidak ada shower atau bak mandinya, murni hanya toilet saja. Akhirnya kami
hanya membersihkan diri seperlunya dengan tissue basah lalu menunggu kedatangan kereta yang
akan membawa kami ke Kuala Lumpur.
Suasana stasiun kereta JB Sentral Upper bed di Kereta Senandung Sutera menuju KL
Sembari menunggu kereta datang, ada seorang
wanita berhijab yang duduk di samping saya
mengajak saya mengobrol. Kacaunya, dia
mengajak saya ngobrol dengan bahasa Melayu.
Untunglah dia segera sadar bahwa saya orang
Indonesia, mungkin dari cara bicara saya ya
hehe. Tapi tetap saja..dia mengajak bicara dan
bertanya dengan bahasa Melayu (ampun deh!)
Pokoknya bagi saya bahasa Melayu ini susah
dimengerti. Meskipun dibilang mirip dengan
-
bahasa Indonesia, tetap saja saya susah
mencerna pembicaraan dengan bahasa Melayu
ini. Menurut saya lebih baik berkomunikasi
dengan bahasa Inggris saja deh..haha.
Sekitar pk 23.45 kereta pun tiba. Kami segera
mengantre untuk pengecekan tiket sampai
akhirnya kami masuk ke dalam kereta sesuai
dengan gerbong yang tertera di tiket kami. Kami
memesan coach tipe ADNS, yaitu gerbong berisi
tempat tidur susun dengan model seperti
bangsal. Gerbongnya sama dengan gerbong
biasa kok, hanya saja kalau gerbong kereta api
biasanya diisi dengan kursi, untuk coach tipe ini
isinya adalah tempat tidur susun. Kalau mau sih
ada juga coach yang tipe VIP, jadi satu ruangan
berisi satu bunch bed (1 upper bed dan 1 lower
bed) serta dilengkapi kamar mandi dalam.
Saya dan Vickie memilih upper bed. Katanya sih
supaya nggak terganggu dengan orang yang lalu
lalang di gerbong. Tempat tidur di coach tipe
ADNS ini cukup nyaman. Walau tidak luas, tapi
cukup ruang untuk bisa tidur dengan leluasa
(asal nggak ekstrim-ekstrim amat posisi
tidurnya). Sayangnya di sini hanya disediakan
kain tipis sebagai selimut. Alhasil, saya yang
tadinya hanya mengenakan celana pendek
akhirnya memakai celana panjang saya juga
sebagai antisipasi kalau-kalau nanti kedinginan.
Dengan mengenakan jaket, celana panjang, dan
kaos kaki, saya pun bersiap untuk tidur
sementara kereta melaju menuju ke Kuala
Lumpur. Oh iya, soal barang bawaan tidak perlu
khawatir, masih ada ruang kok di tempat tidur
ini untuk tempat tas. Di sini juga disediakan
kantong untuk tempat sepatu. Selain itu, di
setiap tempat tidur juga dilengkapi dengan tirai,
jadi buat yang tidur suka ngiler atau bergaya
aneh-aneh nggak perlu khawatir jadi tontonan
khalayak umum . Jadilah malam hari pertama
kami di negeri asing ini kami lewatkan di dalam
kereta api Senandung Sutera rute Johor Baru-
Kuala Lumpur. Have a nice dream and good
rest, prepare for tomorrows new adventure!
Day 2~Sunday, 13 July 2014
Pagi-pagi sekitar pk 05.00 saya terbangun.
Sepertinya sudah alarm alami tubuh saya untuk
bangun pk 05.00 (kebiasaan persiapan
berangkat ke kantor). Setelah menyadari bahwa
kami masih cukup jauh dari tujuankarena
menurut jadwal kami seharusnya sampai di
Kuala Lumpur sekitar pk 07.00saya pun
memutuskan untuk kembali berbaring. Ternyata
celana panjang yang saya pakai cukup berguna
lho, saya jadi tidak merasa terlalu dingin.
Semalam tadi juga sebenarnya saya tidur cukup
nyenyak, tetapi sejak bangun saya jadi tidak
bisa tidur lagi. Saya merasakan ketika kereta
berhenti di stasiun-stasiun tertentu. Akhirnya
sekitar pk 06.00 saya kembali bangun dan
memutuskan untuk cuci muka dan gosok gigi.
Setelah itu saya merapikan barang-barang saya
dan kembali berbaring sambil melihat
pemandangan di luar jendela kecil di samping
tempat tidur saya. Sempat terdengar suara
dengkuran dari penumpang lain (saya tidak tahu
dari mana asalnya..jangan-jangan dari Vickie
sendiri di bed sebelah..hehehe). Saya pikir,
pulas sekali ya orang-orang ini. Tapi ada juga
beberapa orang yang sudah bangun dan mulai
berjalan-jalan di gerbong, ngobrol dengan
sesama temannya yang sudah bangun.
Kebanyakan orang berbicara dengan bahasa
Mandarin, jadi saya pun tidak tahu apa yang
mereka bicarakan sekalipun mereka berbincang
dengan suara agak keras.
Sekitar pukul tujuh pagi, ada pemberitahuan
melalui speaker bahwa kereta akan segera tiba
di stasiun KL Sentral. Saya pun bangkit dan
membuka tirai tempat tidur saya. Saya menoleh
ke samping dan melihat tirai tempat tidur Vickie
masih tertutup rapi. Wah, pasti masih tidur
pulas orang ini, pikir saya. Beberapa saat
kemudian, seorang petugas berkeliling dan
mengumumkan lagi bahwa kereta akan segera
tiba di stasiun terakhir. Berhubung tidak ada
-
tanda-tanda pergerakan dari bed Vickie, dengan
mengabaikan rasa sungkan, saya pun membuka
sedikit tirai tempat tidur Vickie itu dan
mengatakan bahwa kereta sudah hampir
sampai. Ternyata benar dia baru saja
terbangun. Akhirnya dia pun segera bangun dan
bersiap-siap untuk turun. Eh ternyata masih
banyak juga yang baru saja bangun..sepertinya
memang kereta api malam dengan model bed
ini sangat nyaman untuk perjalanan, siapa tahu
ya bisa jadi inspirasi untuk PT KAI .
KL Sentral Station
Setibanya kami di stasiun KL Sentral, kami pun
mencari tempat pembelian kartu Rapid Trans
(mirip MRT di Singapore). Setelah diberi
petunjuk dan mencari-cari, akhirnya kami pun
menemukan tempat pembelian kartu tsb. Kami
membeli kartu myRapid tersebut seharga MYR
10 plus top up sebesar MYR 10 (total pulsa
yang ada di dalam kartu sebesar MYR 15). Nah,
setelah itu kami pun bersiap untuk naik
monorail ke Stasiun Bukit Bintang. Memang ada
perubahan jadwal dari itinerary kami karena
kami takut terlambat ke datang ke gereja.
Setelah menemukan stasiun monorail, kami pun
menaiki monorail tersebut. Kami duduk santai
di dalam monorail sembari menikmati
pemandangan kota Kuala Lumpur yang dilewati
sepanjang jalur monorail. Berbeda dengan MRT
atau Rapid Trans, monorail ini melaju dengan
kecepatan rendah.
Foto my rapid KL (mirip EZ link card)
Stasiun Bukit Bintang yang menjadi tujuan kami seharusnya kami capai setelah melewati Stasiun
Hang Tuah dan Stasiun Imbi. Tanpa saya sadari, di Stasiun Hang Tuah, monorail ini ternyata berbalik
arah kembali ke KL Sentral! Vickie bilang, semua penumpang turun di Stasiun Hang Tuah kecuali
kami berdua. Saya sendiri malah tidak sadar. Memang kemudian monorail ini bergerak kembali ke
arah KL Sentral. Wah..ada something wrong, nih. Apakah seharusnya kami turun di stasiun tadi lalu
naik monorail lain menuju Bukit Bintang? Padahal di peta monorailnya terlihat bahwa seharusnya
monorail yang kami naiki tadi juga menuju ke Bukit Bintang. Saya pun bertanya kepada seorang
penumpang (seorang cicik-cicik yang baru saja selesai foto-foto selfie di dalam monorail). Saya
bertanya apakah monorail ini menuju ke Bukit Bintang. Dia menjawab, katanya kami naik monorail
yang salah, tapi sepertinya dia juga tidak terlalu tahu bagaimana menuju ke Bukit Bintang dengan
monorail. Akhirnya kami memutuskan untuk tetap berada di dalam monorail dan nanti akan turun di
stasiun Hang Tuah. Kami sempat turun dari monorail tadi dan melihat peta jalur monorail, kalau-
kalau kami naik monorail yang salah dari KL sentral tadi, tapi ternyata memang monorail yang kami
naiki sudah benar. Ya sudah, kami tunggu sampai di Hang Tuah lagi.
-
Sesampainya di stasiun Hang Tuah, ternyata benar,
semua penumpang turun dan sopir pun berpindah
posisi ke arah KL sentral lagi. Kami pun turun dari
monorail dan mencari papan petunjuk monorail
menuju Bukit Bintang. Setelah mengikuti papan
petunjuk itu, kami pun menunggu monorail menuju
Bukit Bintang di sisi seberang tempat kami berhenti
tadi (harapan kami sih begitu). Ternyata setelah Vickie
bertanya kepada seorang penumpang yang baru saja
datang dan menunggu monorail, tempat kami
menunggu pun akan membawa kami kembali ke KL
Sentral! Nah lho! Haha..akhirnya kami pun bertanya kepada petugas stasiun, dan ternyata oh
ternyata...jalur monorail dari Hang Tuah menuju Bukit Bintang sedang diperbaiki (Hang Tuah-Imbi-
Bukit Bintang). Jika ingin ke Bukit Bintang naik monorail, kami harus berjalan kaki menuju stasiun
Imbi lalu baru bisa naik monorail ke Bukit Bintang. Kami pun bergegas keluar dari stasiun Hang Tuah
dan menuju ke Stasiun Imbi yang sepertinya tidak jauh dari situ. Namun, karena sepertinya
nanggung juga kalau jalan kaki ke stasiun Imbi lalu naik monorail ke Bukit Bintang, kami memutuskan
untuk berjalan kaki menuju Bukit Bintang.
Dengan berbekal peta lokasi dari Google Map dan bertanya kepada beberapa orang sepanjang jalan,
kami pun sampai di Bukit Bintang. Nah, sekarang tinggal mencari lokasi hostel kami: Serenity Hostel.
Kami bahkan melewati gereja yang nantinya akan kami datangi untuk kebaktian. Vickie bilang,
seharusnya hostel kami tidak jauh dari situ. Setelah berjalan cukup lama dan bertanya ke sana sini,
kami pun menemukan alamat hostel tersebut (saya sih hanya mengikuti Vickie saja, karena seperti
sudah saya sebutkan, saya agak buta arah soal jalan hehe). Vickie mengingat alamat hostel itu ada di
daerah Changkat, Bukit Bintang, nomor 60. Namun, ternyata di alamat tersebut tidak terdapat
Serenity hostel. Kami pun terus berjalan sampai akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat
sebentar sambil Vickie mengecek peta dan alamat Serenity Hostel tersebut. Betapa terkejutnya kami
karena ternyata alamatnya bukan nomor 60, melainkan nomor 20..hahaha. Saya langsung tertunduk
lemas. Saya sudah tidak merasa kesal atau marah karena salah alamat itu...sepertinya karena lelah
berjalan jadi sudah tidak ada lagi energi untuk marah atau kesal, malah bisa bikin tambah capek saja
hehehe. Vickie pun menyemangati saya untuk meneruskan perjalanan kembali mencari si Serenity
Hostel ini dan finally...kami pun berhasil menemukannya.
-
Sesampainya di Serenity Hostel, kami
bermaksud untuk menitipkan barang dan
numpang mandi sebelum kami ke gereja. Waktu
itu sudah sangat mepet dengan jadwal
kebaktian, jadi ya sudah bisa dipastikan kami
terlambat datang ke kebaktian nanti. Tapi ya
sudah lah, mau gimana lagi. Setelah Vickie
bernegoisasi dengan si pengurus hostel, kami
pun diizinkan untuk numpang mandi dan
menitipkan barang-barang kami, meskipun kami
belum bisa check in karena jadwal check in nya
adalah pukul satu siang. Kami pun segera mandi
dan bersiap untuk pergi ke gereja yang kami
lewati tadi. Untunglah lokasi gereja itu dekat
dengan hostel kami. Dengan berjalan kaki, kami
pun menuju ke gereja. Dalam perjalanan
menuju gereja, saya akui mood saya agak jelek,
mungkin pengaruh capek juga berjalan tadi dan
karena sudah tahu akan terlambat datang
kebaktian. Di situ Vickie sempat menyindir,
katanya saya tidak cocok berwisata ala
backpacker. Dalam hati saya kesal juga..ya
gimana lagi, orang memang capek juga, dan
entah kenapa sejak pagi napas saya juga tidak
bisa los, seperti tertahan begitu, makanya saya
juga tidak bisa jalan cepat-cepat mengimbangi
dia.
Akhirnya kami pun tiba di gereja. Rupanya
bukan kami saja yang baru saja datang, padahal
kami sudah terlambat setengah jam dari jadwal
kebaktian. Namun, kami tetap diizinkan masuk.
Ini pertama kalinya saya mengikuti kebaktian di
gereja Kristen. Memang sangat berbeda ya
dengan perayaan ekaristi dalam gereja Katolik
yang saya ikuti setiap Minggu yang sarat
dengan ritual dan tata perayaan liturgi yang
baku. Di sini kebaktian berlangsung dengan
bahasa Inggris (untunglah, bukan bahasa
Melayu hehehe). Nah, waktu pertama kali
datang, kami disambut oleh seorang usher. Dia
menanyakan apakah kami baru pertama kali
datang ke gereja itu dan saya mengiyakan.
Kemudian kami diminta untuk mengisi formulir,
mungkin setiap orang yang baru pertama kali
datang memang diminta mengisi formulir
tersebut (saya memberikan form itu kepada
Vickie supaya dia saja yang mengisi ).
Puji Tuhan setelah tiba di gereja, mood saya
pun membaik (memang saya sering berubah-
ubah mood sih hehehe) Kami pun mengikuti
kebaktian yang berlangsung: mendengarkan
khotbah, berdoa, dan menyanyikan pujian.
Seusai kebaktian, kami didatangi lagi oleh usher
yang menyambut kami. Kami pun diantar untuk
menuju kafetaria. Di situ kami dipertemukan
dengan beberapa orang yang juga baru
pertama kali datang ke gereja itu. Ada seorang
pemuda keturunan India dan seorang gadis
keturunan Tionghoa bersama ibunya. Pemuda
keturunan India ini pindah ke Kuala Lumpur
untuk bekerja, sedangkan gadis keturunan
Tionghoa tadi ternyata warga Singapore yang
kebetulan sering berkunjung ke Malaysia untuk
urusan pekerjaan. Selanjutnya kami
dipertemukan dengan seorang Om,
kemungkinan seorang pengurus gereja. Dia
menanyakan beberapa hal tentang biodata
kami seperti nama, asal, pekerjaan, dan apa
yang kami lakukan di Bukit Bintang. Karena saya
dan Vickie ini cuma turis, kami hanya diberi
sedikit info tentang tempat wisata di Kuala
Lumpur, sedangkan dua orang lainnya diberi
informasi mengenai kegiatan-kegiatan gereja di
luar kebaktian. Kami disuguhi segelas kopi
panas (benar-benar panas lho), lumayan juga
untuk sedikit melepas dahaga. Akhirnya setelah
berbincang sebentar dan sempat berfoto
bersama, kami pun pulang ke tempat masing-
masing. Saya dan Vickie yang belum sarapan
sejak pagi pun berjalan menuju Pecinan di
daerah Alor untuk mencari sarapan .
-
Foto dengan jemaat gereja Baptist Church, KL Suasana Pecinan (Alor) siang hari
Pada siang hari, di pinggir jalan sepanjang Alor banyak restoran menawarkan masakannya. Setelah
melewati beberapa rumah makan, kami pun menjatuhkan pilihan pada sebuah kedai yang
menyediakan layanan prasmanan. Jadi kami bisa memilh sendiri menu yang akan kami makan. Di
situ terdapat berbagai macam pilihan makanan. Kami pun mulai memilih sendiri menu kami. Seperti
halnya restoran Chinese food di Singapura, restoran di sini juga tidak segan menawarkan masakan
berbahan dasar daging babi. Banyak juga ragam masakan dari daging babi ini, seperti babi kecap,
babi goreng, baikut, dan lain-lain jenis masakan yang saya tidak tahu namanya . Saya memilih
menu ca sawi, babi goreng tepung, dan babi kecap. Menu makanan Vickie pun sepertinya tidak jauh
beda...masih berkutat di seputar daging babi juga hehehe. Harga makanan ini per porsi nya MYR 8,
cukup murah dibandingkan dengan harga makanan di Singapore. Untuk minumannya, Vickie
membeli air mineral di Circle K yang berada tidak jauh dari tempat kami makan. Harga air mineral
botol pun jauh lebih murah daripada di Singapura, yaitu MYR 2 untuk 1 liter air mineral. Kami pun
menikmati makanan kami sambil bersantai sejenak. Di situ saya juga dinasihati untuk mengenakan
penutup telinga jika merasa dingin. Kemungkinan sesak napas yang saya alami itu juga efek dari
kedinginan. Oke, noted deh nasihat dari pak senior backpacker travelling, bisa dipraktikkan buat next
trip .
Menu Makan Siang di Alor Street
Setelah mengenyangkan perut dengan masakan
ala Chinese, kami pun kembali ke hotel sekalian
untuk check in. Petugas hostel itu menunjukkan
lokasi kamar mandi, toilet, dapur dan kamar
kami. Ternyata air mineral di hostel ini tidak
gratis . Setelah check in, kami pun bersantai
-
sejenak. Vickie juga punya kesempatan untuk
mengisi baterai kameranya untuk persiapan di
Batu Caves dan Petronas Tower nanti. Sekitar
pk 14.00 kami bersiap untuk berangkat ke Batu
Caves. Vickie menanyakan kepada penjaga
hostel mengenai transportasi yang bisa
digunakan menuju Batu Caves. Petugas hostel
itu menyarankan untuk naik bus menuju ke
Pasar Seni kemudian naik bus lagi menuju ke
Batu Caves. Rute ini berbeda dengan rencana
kami untuk naik monorail dari Bukit Bintang
menuju Titiwangsa kemudian naik bus ke Batu
Caves. Kami pun mencoba mengikuti saran dari
petugas hostel. Setelah berjalan menuju tempat
perhentian bus, kami naik bus untuk menuju ke
Pasar Seni. Di sini saya sempat melakukan
kesalahan bodoh hahaha.. Karena terbiasa scan
kartu ketika naik bus, saya kira untuk naik bus
ini pun kami harus scan kartu. Saya memang
tidak melihat orang-orang yang naik sebelum
saya scan kartu atau tidak. Nah, saya pun
menanyakan kepada Vickie kenapa dia tidak
menyecan kartunya. Ternyata waktu Vickie
bermaksud untuk menyecan kartu, sopir bus
tersebut mengatakan bahwa tidak perlu scan
kartu karena ternyata bus yang kami naiki itu
free of charge. Wow, enak juga ya, ada fasilitas
bus gratis begini. Pantas saja penumpangnya
pun berjibun. Sepertinya Vickie agak kesal
karena kami terlihat seperti orang bingung di
bus tadi. Dia pun berpesan, Lain kali dilihat
dulu penumpang yang lain gimana, jangan
kelihatan kaya orang bingung. Iya deh....
Setelah tiba di Pasar Seni kami pun turun. Dari
situ seharusnya kami naik bus lagi menuju Batu
Caves. Ternyata setelah bertanya kepada
seseorang, untuk ke Batu Caves kami
seharusnya tidak berhenti di tempat tadi, tetapi
di dekat gedung HSBC. Jadilah kami berjalan lagi
ke dekat HSBC. Di situ banyak bus yang lewat,
dan akhirnya ada bus bertuliskan Pinggiran
Batu Cave. Kami pun menaiki bus tersebtu.
Ternyata bus itu tidak bisa membawa kami ke
Batu Caves, hanya ke daerah pinggirnya saja.
Untuk ke Batu Caves sendiri kami harus naik
bus lagi (Rapid KL Bus) menuju ke sana. Oke
lah...namanya juga sudah terlanjur, yang
penting kami bisa sampai ke Batu Caves. Bus
yang kami tumpangi ini tidak jauh beda dengan
bus-bus di Indonesia. Armada busnya yang
sudah tidak muda lagi, bus yang sering ngetem
sesuka hati, jalan yang macet...rasanya benar-
benar seperti di Indonesia. Bahkan saya sempat
mengambil gambar yang tampak seperti
kemacetan di daerah Johar, Semarang hehehe.
Oh iya, untuk ongkos bus (metro bus) ini kami
membayar cash, per orang sebesar MYR 2.
Perjalanan kami ke Batu Caves terkendala oleh
macet. Benar-benar deh...ternyata di Malaysia
macet juga sepertinya jadi makanan sehari-hari.
Saya pun memutuskan untuk tidur saja sembari
menunggu bus sampai di pemberhentian nanti.
Akhirnya sekitar pk 15.00 kami tiba di
pemberhentian bus untuk selanjutnya naik
Rapid KL menuju ke Batu Caves. Sekali lagi di
sini kami diminta untuk bersabar. Rapid KL yang
seharusnya kami naiki memang sudah ada dan
mesinnya pun menyala...yang kurang hanya
sopirnya! Kami menunggu cukup lama sampai
Rapid KL dengan nomor armada yang sama
datang. Mungkin memang Rapid KL ini akan
berangkat setelah armada yang lain datang.
Benarlah, setelah sekitar setengah jam menanti,
akhirnya kami pun berangkat menuju Batu
Caves. Vickie sudah sempat uring-uringan
karena para petugas Rapid KL itu tampak santai-
santai saja membaca koran dan main catur
sementara penumpang menunggu tanpa
kepastian hehe. Ini juga nih yang membuat
jadwal kami kacau. Jam empat sore kami baru
sampai di Batu Caves, padahal seharusnya jam
4 kami sudah kembali ke KLCC untuk foto-foto
dengan background Petronas Tower .
-
Patung Dewa Murugan setinggi 140 kaki Di dalam gua Batu Caves setelah naik 272 anak tangga
Finally, tiba juga kami di Batu Caves. Dari
gerbang masuk sudah tampak patung Dewa
Wisnu yang menjulang tinggi. Kami sudah
sepakat untuk cepat saja di sini. Kami pun mulai
menaiki anak tangga menuju ke gua tempat
kuil-kuil pemujaan agama Hindu. Ternyata
setelah tiba di atas, masih ada lagi anak tangga
menuju ke tempat kuil pemujaan yang lain.
Kami hanya foto-foto saja di sini dan tidak
masuk ke kuil-kuil atau tempat pemujaan di
situ. Setelah selesai berfoto-foto ria, kami pun
bergegas menuruni kembali anak tangga itu
agar tidak terlalu sore sampai di Petronas
Tower, karena menurut Vickie, Petronas Tower
itu bagus dijadikan background foto ketika
langit masih terang.
Dari Batu Caves kami berjalan menuju
pemberhentian bus untuk naik bus jurusan
Chow Kit. Setibanya di stasiun Chow Kit, kami
bermaksud naik monorail menuju Bukit Nanas
untuk kemudian jalan kaki ke KLCC. Di sini kami
men-top up kartu rapid KL kami sebesar MYR 10
(minimum jumlah top up). Sebetulnya sayang
juga sih, karena setelah itu ternyata kami tidak
menggunakan kartu rapid KL lagi (masih sisa
saldonya nih hehehe). Nah, waktu kami
menyecan kartu kami, berkali-kali kami coba
kok tidak bisa juga. Memang sih sejak naik bus
pun, kartu rapid KL ini seperti agak susah
terdeteksi (tidak seperti EZ link card yang
mudah sekali terdeteksi). Kami pun bertanya
kepada petugas di stasiun monorail tersebut.
Waktu itu beliau menanyakan sesuatu dengan
bahasa Melayu, ...yasldfafhlfj@#$%&*#@...
bas? Apa sih maksudnya?? Setelah berusaha
mencerna, saya baru bisa menangkap kalau
ternyata beliau bertanya yang intinya, Apakah
tadi kartu ini dipakai untuk naik bus? Saya pun
mengiyakan. Setelah disetting sesuatu, akhirnya
kartu kami baru berhasil di-scan untuk
membuka pintu menuju ruang tunggu monorail.
Aih, ada-ada saja deh kejadian di Kuala Lumpur
ini...
-
Uniknya bahasa Melayu bagi orang Indonesia
Kami pun naik monorail menuju stasiun Bukit Nanas. Dari situ kami berjalan kaki menuju KLCC dan
memulai foto session dengan background Petronas Tower dan sekitarnya . Sayangnya karena
sudah terlalu sore, kami tidak sempat masuk ke Petrosains dan juga tidak sempat naik sampai
jembatan penghubung antara Petronas Tower. Namun demikian, kami menyempatkan diri masuk ke
mall Suria KLCC dan menginjakkan kaki sebentar ke dalam menara Petronas. Setelah itu kami
melanjutkan menuju Petaling Street (Chinatown) dengan menggunakan LRT (Light Rail Transit).
Background Petronas Tower dan sekitarnya Foto inside Mall Suria KLCC
Kami berhenti di stasiun Pasar Seni lalu berjalan menuju Petaling Street. Di sini suasananya mirip
dengan pasar malam di Pecinan (kalau di Semarang ada Pasar Semawis). Kami membeli minuman
sari kedelai seharga MYR 1.2 per gelas. Sembari menikmati sari kedelai nan segar tadi, kami pun
berjalan sepanjang Petaling street ini sembari melihat-lihat jajanan dan barang-barang yang dijual di
sana. Tadinya kami berencana makan malam di sini, tetapi rencana kami berubah. Di sini kami
membeli burger ayam dan telur untuk bekal sarapan kami besok pagi di Singapura. Vickie bertanya
kepada seorang penjual tentang arah ke pasar rakyat dan penjual tadi pun memberikan penjelasan
dengan bahasa Melayu. Jujur saja saya sih tidak paham apa yang dikatakannya, tapi untunglah Vickie
ini bisa mengerti maksud perkataan Tante ini. Kami pun berjalan menuju Pasar Rakyat dan membeli
oleh-oleh di situ. Seperti kebanyakan orang, kami pun membeli gantungan kunci sebagai oleh-oleh
(murah meriah sih hehe). Vickie juga sempat membeli hiasan magnet dengan gambar tempat wisata
di Malaysia. Sayangnya di Pasar Rakyat ini harganya sudah pas, tidak bisa tawar-tawaran lagi, jadi
gagal deh mengaplikasikan ilmu tawar-menawar khas ibu-ibu hehehe . Setelah puas belanja oleh-
oleh, kami pun kembali ke Bukit Bintang.
-
Suasana Petaling Street malam hari
Akhirnya kami memutuskan untuk makan
malam di Alor (lagi). Ternyata suasana malam
hari jauh berbeda dengan siang tadi. pada
malam hari, sepanjang jalan Alor dipenuhi
dengan meja dan kursi untuk para pengunjung
restoran. Kami pun memilih sebuah kedai dan
memesan makanan di situ (coba-coba saja, toh
juga nggak tahu yang mana yang enak hehehe).
Kami memesan sayur kaylan yang digoreng
garing dengan tambahan sedikit kuah serta
daging babi lagi sebagai lauknya. Untuk
minumannya...sekali lagi Vickie membelikan air
mineral botol satu liter di Circle K seperti yang
kami beli tadi pagi .
Kami tidak bisa berlama-lama di situ karena
harus mengejar jadwal keberangkatan bus
menuju Singapura. Setelah makan, kami pun
bergegas kembali ke hostel. Di sepanjang jalan
yang penuh dengan cafe-cafe, tampak orang
sudah mulai ramai berdatangan. Maklum lah,
malam ini kan bertepatan dengan final World
Cup 2014 antara Jerman vs Argentina. Sayang
sekali kami terpaksa melewatkan pertandingan
itu karena jadwalnya bertepatan dengan jadwal
perjalanan bus kami menuju Singapura. Setelah
tiba di hotel, kami pun cepat-cepat mandi dan
berkemas. Karena waktu itu sudah sekitar pk
22.00, kami memutuskan untuk naik taksi
menuju ke Terminal Bersepadu Selatan. Setelah
bertanya kepada petugas hostel, kami
diberitahu kira-kira ongkos taksi menuju
terminal adalah MYR 25. Angka itu pun menjadi
patokan ketika Vickie menawar ongkos taksi.
Setelah deal dengan ongkos MYR 25 menuju
TBS, kami pun berangkat. Sepanjang perjalanan,
sopir taksi yang ramah ini mengajak kami
ngobrol. Vickie yang antusias menanggapi
dengan sok-sok bergaya bahasa Melayu..ada-
ada saja haha. Saya memilih untuk diam
daripada malah merusak suasana, maklum lah
saya tidak pandai berakting seperti Vickie
Akhirnya kami pun tiba di terminal. Setelah
menunjukkan tiket kepada petugas, kami pun
masuk ke ruang tunggu dan menanti bus
Konsortium yang akan membawa kami ke
Singapura. Sekitar pk 24.00 bus pun datang.
Kami segera duduk di belakang sopir sesuai
tempat duduk yang sudah kami pesan secara
online di Indonesia sebelumnya. Saya pun mulai
memejamkan mata sementara bus melaju
kencang membawa kami kembali ke Negeri
Singa .
-
Ruang tunggu di Terminal Bersepadu Selatan Suasana di Terminal Bersepadu Selatan
Tiket bus Konsortium Bus Konsortium KL-Singapore
Day 3 ~ Monday, 14 July 2014
Sekitar pk 04.00 saya dibangunkan oleh Vickie
untuk segera menuju imigrasi Malaysia. Tidak
terasa kami sudah sampai di Johor Baru lagi.
Setelah melewati imigrasi Malaysia, kami segera
kembali ke bus dan menuju ke Woodland
Checkpoint untuk mengurus imigrasi Singapore.
Ketika sudah mengantre dan akhirnya tiba di
depan petugas, saya baru diberitahu bahwa
ternyata kami harus mengisi lagi form
embarkasi hahaha. Akhirnya jadilah saya dan
Vickie mengisi lagi form embarkasi itu. Setelah
selesai mengisi, kami pun kembali mengantre.
Seusai proses di imigrasi, kami pun kembali lagi
ke bus yang sudah menunggu di tempat
pemberhentian bus. Dari situ kami diantar
sampai ke Golden Mile Complex, tempat
pemberhentian terakhir bus Konsortium
(sepertinya juga tempat pemberhentian
terakhir untuk bus-bus dari KL ke Singapore
lainnya). Kami tiba sekitar pk 04.30, masih
sangat pagi. Langit pun masih gelap..ya iya
lah..di sini langit baru mulai terang sekitar pukul
tujuh. Karena sarana transportasi umum di
Singapore (kecuali taksi) baru mulai beroperasi
-
sekitar pk 06.00, kami pun harus menunggu di
situ. Vickie sempat pergi sebentar melihat-lihat
sekitar. Ternyata dia pergi ke kafetaria di dekat
situ dan sempat menyaksikan akhir
pertandingan final World Cup 2014 (katanya
mau pergi sebentar eh ternyata pergi
nonton..gak ngajak-ngajak haha). Setelah
menunggu cukup lama, kami pun berjalan
menuju tempat pemberhentian bus dan
menunggu bus yang akan membawa kami ke
Chinatown. Dua bus lewat dan tidak ada yang
menuju ke Chinatown. Kami pun curiga dan
mengecek kembali jalur bus yang lewat terminal
tersebut. Ternyata...memang tidak ada bus
menuju Chinatown yang lewat pemberhentian
bus itu..hahaha. Kami pun memutuskan untuk
berjalan kaki menuju stasiun MRT terdekat,
yaitu stasiun Nicoll Highway. Dari situ kami naik
MRT menuju ke Chinatown (sempat change
jalur MRT juga di stasiun Promenade). Stasiun
MRT Chinatown ini mungkin salah satu stasiun
MRT terbesar yang pernah kami temui.
Setibanya di stasiun ini, kami mengikuti papan
penunjuk menuju ke hostel kami, Beary Nice
Hostel di Smith Street. Tidak sulit menemukan
Smith Street setelah kami mengecek peta.
Namun demikian, kami tidak serta merta
menuju ke hostel. Kami sempat mampir di
Seven-Eleven untuk membeli Sim Card, tetapi
ternyata mereka tidak menjualnya. Sayang
sekali pelayanan di Seven-Eleven ini kurang
memuaskan. Pelayannya sama sekali tidak
ramah!
Vickie yang tidak bisa tidur sepanjang perjalanan dari Kuala
Lumpur ke Singapura tampak mengantuk dan kelelahan. Kami pun
memutuskan untuk bersantai sejenak di Smith street. Di sepanjang
Smith Street (dan juga jalan lain di Pecinan) telah dipenuhi dengan
meja dan kursi yang ramai digunakan pengunjung ketika malam
hari. Kami bersantai sejenak di situ sambil menikmati burger yang
kami beli di Petaling Street kemarin malam . Sayangnya rasanya
kurang sip..saya kira burger ayam ini menggunakan daging ayam
filet, ternyata isinya abon ayam dan telur dadar hahaha. Ya
setidaknya cukup lah untuk mengganjal perut kami.
Sekitar satu jam kami bersantai di situ. Di Chinatown ini ada free
wifi selama lima belas menit dengan login terlebih dahulu
menggunakan nomor handphone. Saya sempat sih menggunakan
fasilitas ini, hanya untuk sekedar membuka facebook dan whatsapp
sebentar. Setelah merasa cukup beristirahat, kami pun melanjutkan
perjalanan ke Beary Nice Hostel yang mestinya tidak jauh dari situ. Ketika melewati Smith Street ini
kami tidak melihat pintu masuk Beary Nice Hostel. Ternyata setelah dilihat lagi, Beary Nice ini ada di
lantai atas dengan pintu masuknya berada di sebelah sebuah rumah makan. Kami pun naik dan
masuk ke Beary Nice Hostel tersebut.
Beary Nice Hostel
Pelayanan di Beary Nice Hostel ini menurut saya lebih baik daripada Serenity Hostel. Kami tidak perlu
negoisasi atau membujuk petugas hostel untuk diizinkan menggunakan kamar mandi dan
menitipkan barang-barang kami. Bahkan kami ditawari untuk breakfast (padahal seharusnya hari itu
Ngantuk karena nggak bisa tidur
selama di bus KL-Singapore
-
kami belum mendapatkan fasilitas breakfast). Di situ saya sekalian mengisi form check in sekaligus
menyerahkan uang jaminan sebesar SGD 15 per orang. Meskipun belum bisa masuk ke kamar
karena bed kami masih digunakan orang lain yang belum check out, kami diizinkan menggunakan
fasilitas-fasilitas yang ada di situ, termasuk free wifi. Dengan ramah, petugas hostel ini juga
menunjukkan kepada saya tempat mesin cuci yang bisa digunakan apabila saya memerlukannya.
Kuitansi uang jaminan SGD 15 per orang Voucher Beary Nice Hostel!
Kami sempat bersantai sejenak di hostel sambil menonton film Frozen yang tengah diputar di televisi
waktu itu. Sementara Vickie mengupload beberapa fotonya ke Facebook, saya mandi lebih dulu lalu
kembali duduk santai menyaksikan film tadi. Setelah Vickie selesai bersiap-siap, kami pun berangkat
menuju ke Singapore National Museum. Dari Chinatown, kami naik MRT menuju stasiun Dhobby
Ghaut. Oh iya, sempat ada kejadian lucu lho di stasiun MRT Chinatown ini Karena stasiun MRT
Chinatown ini sangat luas, kami sempat bingung bagaimana menuju MRT rute Dhobby Ghout. Ketika
kami sudah masuk melewati mesin scan card, kami malah kebingungan lalu akhirnya keluar lagi.
Ternyata jalur yang kami lalui tadi sudah benar dan kami hanya perlu turun ke lantai bawah dengan
eskalator (yang tidak kami lihat sebelumnya). Akhirnya kami pun masuk lagi melewati mesin scan
kartu hahaha. Jadinya saldo di kartu kami sempat terpotong sebesar SGD 0.8 hanya karena kami
salah jalan menuju ruang tunggu MRT .
Singapore National Museum & Singapore Art Museum
Dari stasiun MRT Dhobby Ghout, kami berjalan kaki menuju ke Singapore National Museum. Dengan
berbekal peta, kami akhirnya berhasil sampai di Singapore National Museum. Dari informasi yang
kami peroleh sebelumnya, untuk masuk dan menyaksikan isi dari museum ini, kami harus membayar
tiket masuk sebesar sekitar SGD 10 per orang.
-
Setibanya di Singapore National Museum, kami
sempat berfoto di depan gedung museum
tersebut. Gedung museum ini tampak seperti
gedung-gedung pemerintahan tempo dulu. Di
halamannya terdapat balok-balok tulisan yang
membentuk kata masak (entah apa artinya).
Kami pun masuk ke dalam gedung museum ini.
Vickie sempat agak malas masuk ke dalam, tapi
saya sebenarnya ingin melihat isi museum itu.
Ya masa sudah sampai di sini kita hanya foto-
foto di luar museum saja. Bayangan saya sih
museum ini seperti Museum Ronggowarsito
yang ada di Semarang, isinya sangat beragam
dan sangat informatif. Karena itu saya pun
membujuk Vickie untuk masuk ke dalam dan
kalau perlu membayar tiket masuk pun tidak
masalah (sebenarnya masalah utamanya berat
di ongkos sih hehehe). Setelah masuk ke dalam,
pemikiran saya tadi pun berubah. Ketika masuk
dan melihat list benda yang dipamerkan di
setiap lantai museum, saya jadi tidak lagi
merasa tertarik karena ternyata museum ini
banyak berisi lukisan dan foto. Saya yang bukan
penikmat lukisan jujur saja merasa sayang
mengeluarkan uang SGD 10 hanya untuk
melihat-lihat foto dan lukisan. Akhirnya kami
putuskan untuk berkeliling di lantai dasar saja.
Setelah puas berfoto di sini, kami pun lanjut ke
tempat tujuan berikutnya, yaitu Singapore Art
Museum. Nah, kalau yang satu ini, saya sudah
bilang bahwa saya kurang tertarik masuk ke
dalam. Selain karena harus membayar tiket
masuk (sekitar SGD 10 per orang juga), seperti
yang saya sampaikan tadi, saya bukan pecinta
foto atau lukisan, sementara dari informasi
yang saya peroleh melalui websitenya,
Singapore Art Museum ini berisi pameran foto
dan lukisan. Akhirnya jadilah kami hanya
berfoto di luar gedung museum seni tersebut.
Dari Singapore Art Museum, menurut itinerary
kami seharusnya kami kembali ke hostel lalu
kemudian menuju ke Orchard Road. Karena
lokasi Orchard berdekatan dengan lokasi kami
saat itu, rasanya nanggung juga kalau kembali
ke hostel lalu nanti balik lagi ke sini. Akhirnya
kami putuskan untuk langsung lanjut jalan-jalan
ke Orchard. Kami pun berjalan kaki dari
Singapore Art Museum tadi menuju ke Orchard
Road. Dalam perjalanan menuju Orchard, kami
sempat juga berfoto di depan School of Art
Singapore (SOTA).
Di Singapore ini banyak sekali bangunan yang
bentuknya unik. Jadi tidak bosan rasanya
melihat bentuk-bentuk bangunan di sini. Ini
juga yang mungkin menjadi alasan kuat
Singapura bisa menjadi tempat wisata kota
yang sangat menarik.
Orchard Road
Kami pun berjalan menyusuri Orchard Road.
Ternyata yang namanya Orchard Road itu
-
panjang juga ya hehe. Kami berencana untuk
menuju ke Lucky Plaza karena saya mau
membeli simcard untuk berkomunikasi dengan
Vina yang berangkat dari Semarang, serta
mencari Uncle Ice Cream yang sering disebut-
sebut para wisatawan Singapore ketika
berkunjung ke Orchard. Vickie sendiri sudah
ngidam sejak dari Indonesia. Bahkan sepertinya
buat dia yang penting bisa mencicipi Uncle Ice
Cream ini, terserah deh makan siangnya mau
apa. Apapun makannya, yang penting harus
makan Uncle Ice Cream . Vickie sempat putus
asa karena mengira hari itu sang pedagang
Uncle Ice Cream tidak berjualan. Lalu saya
bilang, sepertinya Uncle Ice Cream itu dijual di
dekat Lucky Plaza. Jadilah kami semakin
bersemangat untuk menuju Lucky Plaza.
Sepanjang Orchard Road ini banyak sekali mall
dan counter-counter merek ternama. Oh iya,
salah satu hal yang sangat mengesankan dan
menyenangkan bagi saya selama berwisata di
Singapore ini adalah betapa ramahnya kota ini
kepada para pejalan kaki. Hampir di setiap jalan
raya ada lampu khusus untuk pejalan kaki yang
dilengkapi dengan tombol untuk menyalakan
lampu hijau. Jika lampu penyeberangan itu
berwarna hijau artinya para pejalan kaki boleh
menyeberang. Sebaliknya, ketika lampu
berwarna merah, pejalan kaki tidak boleh
menyeberang. Selain itu, setiap kendaraan
benar-benar menghormati penyeberang yang
melalui zebra cross. Jika ada pejalan kaki yang
hendak menyeberang melalui zebra cross,
kendaraan akan memperlambat lajunya dan
mempersilakan pejalan kaki untuk
menyeberang lebih dahulu. Hal ini sangat
berkesan buat saya, karena di Indonesia
kenyataan yang terjadi kontras sekali. Saya jadi
ingat kata-kata Tante saya yang sempat
berkunjung ke Indonesia dari Belanda. Beliau
waktu itu berkata, Percuma saja di Indonesia
dikasih zebra cross kalau mobil-mobil dan
kendaraan lain nggak mau ngalah sama pejalan
kaki,. Sayangnya, kenyataannya itulah yang
terjadi di Indonesia. Bahkan mungkin bagi kita,
hal itu sudah menjadi sesuatu yang wajar.
Ketika akan menyeberang, walaupun sudah
lewat zebra cross, bukan kendaraan yang
mengalah pada pejalan kaki melainkan pejalan
kaki yang harus mengalah pada kendaraan-
kendaraan yang melaju kencang. Sungguh suatu
hal yang sangat disayangkan menurut saya.
Saya membayangkan jika orang-orang di
Singapura ini berkunjung ke Indonesia dan
menyeberang lewat zebra cross...kira-kira
bagaimana pendapat mereka, ya?
Foto-foto di sepanjang Orchard Road
-
Setelah berjalan cukup lama, kami pun tiba di Lucky Plaza. Waktu itu tampak sang kakek penjual
Uncle Ice Cream sedang mempersiapkan dagangannya di dekat Lucky Plaza. Sepertinya beliau juga
baru saja sampai di situ. Kakek dan nenek penjual Uncle Ice Cream itu menggunakan kereta mini
dengan tulisan merek Walls, mirip dengan gerobak es krim Walls yang digunakan di Indonesia.
Karena kami merasa sepertinya persiapan kakek ini masih agak lama sebelum kami bisa membeli es
krim yang terkenal itu, kami pun memilih untuk masuk ke Lucky Plaza terlebih dahulu. Kami segera
menuju ke Seven-Eleven untuk membeli simcard, tapi ternyata stok di situ sudah habis. Kami pun
disarankan untuk membeli di counter handphone di dekat situ, tetapi ternyata setelah kami cek
harga di counter itu mahal sekali..SGD 28 untuk simcard operator Starhub. Kami pun mencoba naik
ke lantai dua dan melihat counter handphone lagi. Di situ saya membeli simcard Starhub seharga
SGD 18 dengan fasilitas internet 1GB plus pulsa untuk telpon dan SMS.
Setelah itu kami berkeliling Lucky Plaza
sebentar sambil melihat-lihat barang-barang
yang dijual di sana. Ternyata isinya ya nggak
jauh-jauh beda lah dengan plaza-plaza di
Indonesia. Pakaian, makanan, produk-produk
rumah tangga, alat elektronik..mungkin ya yang
namanya plaza memang seperti itu saja hehehe.
Karena tidak berencana membeli sesuatu, kami
pun hanya melewati toko-toko tersebut.
Setelah itu kami berencana untuk membeli
Uncle Ice Cream yang kami harapkan sudah
selesai persiapannya. Ternyata...setelah kami
kembali pun, si kakek dan nenek tadi masih
belum selesai bersiap-siap. Akhirnya kami
memutuskan untuk membeli minuman di Lucky
Plaza. Kami membeli Lemon and Barley ice
seharga SGD 1.2 per gelas. Untuk membeli
minum ini saja kami harus mengantre
lho..mungkin karena dibandingkan yang lain,
counter ini yang harga minumannya lumayan
murah. Minuman ini lumayan enak juga kok dan
cukup lah untuk mengobati rasa haus kami.
Setelah membeli minuman tadi, kami pun
kembali ke dekat kakek penjual Uncle Ice
Cream. Kali ini ternyata beliau sudah mulai
melayani pembeli. Ketika kami datang, antrean
sudah terbentuk. Rupanya sejak tadi pun sudah
banyak orang yang menanti untuk bisa membeli
Uncle Ice Cream ini. Kami pun ikut mengantre.
Nah, dalam bayangan kami yang namanya Uncle
Ice Cream ini hanya ada satu macam rasa saja.
Eh ternyata...pilihan rasanya ada banyak, mulai
dari vanilla, coklat, termasuk rasa buah-buahan.
Vickie memilih membeli es krim rasa coklat
sedangkan saya memilih rasa blueberry. Harga
Uncle Ice Cream ini SGD 1.2 per potongnya.
Rupanya si opa ini sudah punya stok es krim
balok dengan berbagai rasa. Ketika ada yang
membeli, beliau tinggal memotong es krim
balok itu dengan ketebalan tertentu lalu
menyelimuti es krim balok tersebut dengan roti
tawar yang berwarna-warni.
-
The famous Orchard Uncle Ice Cream
Saya dan Vickie pun mulai menikmati Uncle Ice Cream yang terkenal itu di tempat duduk di dekat
situ. Bersama kami, banyak juga pembeli es krim yang langsung menikmati es krimnya sambil duduk-
duduk di situ. Mulai dari anak-anak sampai om-om dan tante-tante yang sudah berumur pun tampak
senang menikmati es krim lezat ini. Ternyata memang benar apa yang dikatakan orang-orang di blog
mereka, Uncle Ice Cream ini nikmaaat sekali. Es krimnya yang berbentuk balok tadi ternyata lembut
sekali ketika digigit. Rasa blueberry yang saya pilih pun sangat terasa tapi tidak berlebihan. Rasanya
seperti bercampur dengan rasa vanilla atau susu. Roti tawar yang menyelimutinya juga enak dan
lembut. Pokoknya tidak rugi dan tidak menyesal deh mengeluarkan SGD 1.2 untuk bisa menikmati
Uncle Ice Cream ini..hmmm
Sembari menunggu saya menghabiskan es krim, Vickie yang sudah lebih dulu menghabiskan es
krimnya (ngidamnya akhirnya keturutan juga..hahaha) pergi melihat-lihat rute bus di pemberhentian
bus dekat Lucky Plaza, mungkin sambil mengambil beberapa foto. Setelah itu kami menyusun ulang
jadwal perjalanan kami. Seharusnya sih kami makan siang di Orchard Road lalu menuju ke City Hall
untuk foto-foto dengan Merlion. Nah, karena waktu itu kami merasa masih punya cukup waktu,
akhirnya kami putuskan untuk sekalian mengunjungi Little India yang sejatinya akan kami kunjungi
besok pagi sebelum ke Universal Studio (USS). Di sana kami berencana untuk sekalian makan siang di
Tekka Center, food court terkenal di daerah itu.
-
Little India
Kami pun mencoba naik bus bertingkat dari
Orchard menuju ke Little India. Vickie sempat
menanyakan kondisi mamanya yang
rencananya akan menjalani operasi
pengambilan batu ginjal di Yogyakarta, dengan
nomor yang baru kami beli di Lucky Plaza tadi.
Rencananya operasinya akan dilakukan hari
Rabu. Semoga semuanya lancar dan tante bisa
sehat kembali seperti sedia kala, amiiin.
Saya sempat bertanya kepada Vickie, kalau
duduk di atas bagaimana kita bisa tahu kita
sudah sampai di Little India? Nah, kebetulan di
dekat kami duduk seorang keturunan India.
Vickie pun berkelakar bahwa kalau orang itu
turun, berarti kita sampai di Little India.
Syukurlah ada papan petunjuk yang
memudahkan kami untuk tahu bahwa kami
sudah hampir sampai di Little India. Kami pun
turun dari bus (ternyata orang India tadi malah
tidak turun hahaha).
Dengan berbekal peta, kami pun mencari Tekka
Cente