Tppl Bandeng Fix
-
Upload
arni-khurnia-suci -
Category
Documents
-
view
21 -
download
5
description
Transcript of Tppl Bandeng Fix
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Benih bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam
usaha budidaya bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambak
dirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan
benih merupakan salah satu kendala dalam meningkatkan teknologi budidaya bandeng.
Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya
bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng
dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat
penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah,
penyediaan dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan
nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak
menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih
nener di hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus
meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun.
Teknologi produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam
suatu Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala
Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di hatchery sepenggal dapat diandalkan.
Karena resiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat cocok
dikembangkan di daerah miskin sebagai salah satu upaya penaggulangan kemiskinan bila
dikaitkan dalam pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL). Dilain pihak, hatchery
lengkap (HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih bandeng (nener) yang bermutu
serta tepat musim, jumlah dan harga. Usaha pembenihan bandeng di hatchery dapat
mengarahkan kegiatan budidaya menjadi kegiatan yang mapan dan tidak terlalu dipengaruhi
kondisi alam serta tidak memanfaatkan sumber daya secara berlebihan. Dalam siklusnya
yang utuh, kegiatan budidaya bandeng yang mengandalkan benih hatchery bahkan dapat
mendukung kegiatan pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan terhadap sumber daya
benih species lain yang biasa terjadi pada penangkapan nener di alam maupun melalui
penebaran di perairan pantai (restocking).
Disisi lain, perkembangan hatchery bandeng di kawasan pantai dapat dijadikan titik
tumbuh kegiatan ekonomi dalam rangka pengembangan wilayah dan penyerapan
tenaga kerja yang mengarah pada pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya,
tenaga yang terserap di hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga
berlaku sebagai konsumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat mendorong
kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hatchery. Potensi sumber daya hayati perikanan
budidaya sesuai data Direktorat Jendral Perikanan dan Pengembangan Perikanan 2010,
diketahui bahwa potensi nener atau benih bandeng di Indonesia cukup melimpah, terutama
nener hasil pemijahan alam, (Kordi dan Ghufron, 2005). Selama ini nener ikan bandeng
yang digunakan untuk pembesaran ikan bandeng itu sendiri masih mengandalkan dari alam.
Sedangkan produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya
bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam
upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting (Fujaya,
2008).
1.2. Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan teknik pendederan nener bandeng dengan benar dan
mendapatkan hasi yang optimal, serta mengetahui pengaruh perbedaan pemberian pakan
alami dan buatan.
1.3. Manfaat
Manfaat dari praktikum pendederan nener bandeng ini adalah agar mahasiswa
mengetahui bagaimana cara pendederan nener bandeng dengan baik dan benar serta dapat
mengetahui pengaruh perbedaan pemberian pakan alami dan buatan pada nener banden
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nener Bandeng
Ikan Bandeng digolongkan sebagai ikan pemakan tumbuhan (Herbivora), namun
dalam pemeliharaan di tambak, ikan ini lebih suka memakan “klekap” yaitu kehidupan
komplek yang terdiri dari ganggang kersik (Bacillariopyceae), bakteri, protozoa, cacing dan
udang renik yang sering juga disebut “Microbenthic Biological Complex”. Ikan bandeng
termasuk dalam famili Chanidae (milk fish) yaitu jenis ikan yang mempunyai bentuk
memanjang, padat, pipih (compress)dan oval. Menurut Sudrajat (2008) taksonomi dan
klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesie : Chanos chanos
Ikan bandeng juga mempunyai sirip punggung yang jauh di belakang tutup insang,
dengan 14 – 16 jari–jari pada sirip punggung, 16 – 17 jari–jari pada sirip dada, 11 – 12 jari–
jari pada sirip perut, 10 – 11 jari–jari pada sirip anus/dubur (sirip dubur /anal finn terletak
jauh di belakang sirip punggung), dan sirip ekor berlekuk simetris dengan 19 jari – jari. Sisik
pada garis susuk berjumlah 75 – 80 sisik (Ghufron dan Kordi, 2005).
Ikan bandeng dikenal sebagai ikan petualang yang suka merantau. Ikan bandeng ini
mempunyai bentuk tubuh langsing mirip terpedo, dengan moncong agak runcing, ekor
bercabang dan sisiknya halus. Warnanya putih gemerlapan seperti perak pada tubuh bagian
bawah dan agak gelap pada punggungnya (Mudjiman, 1998). Bandeng banyak dikenal orang
sebagai ikan air tawar. Habitat asli ikan bandeng sebenarnya di laut, tetapi ikan ini dapat
hidup di air tawar maupun air payau. Ikan bandeng hidup di Samudra Hindia dan
menyeberanginya sampai Samudra Pasifik, mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir
dan pulau-pulau dengan koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2 – 3
minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau, dan kadangkala danau-danau.
Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak (Purnomowati,
dkk., 2007). Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang hari. Di habitat aslinya
ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa
tumbuhan mikroskopis seperti: plankton, udang renik, jasad renik, dan tanaman multiseluler
lainnya. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran mulutnya (Purnomowati, dkk.,
2007).
Ikan bandeng jantan dan betina sulit dibedakan baik secara morfologi, ukuran, warna
sisik, bentuk kepala dan lain–lainnya. Namun pada bagian anal (lubang pelepasan) pada
induk bandeng yang matang kelamin menunjukkan bentuk anatomi yang
berbeda (Purnomowati, dkk., 2007). Untuk ikan bandeng jantan mempunyai 2 tonjolan kecil
(papila) yang terbuka di bagian luarnya yaitu selaput dubur luar dan lubang pelepasan yang
membuka pada bagian ujungnya. Di dalam alat genital jantan (vasa deferentia), mulai dari
testes menyatu sedalam 2 – 10 mm dari lubang pelepasan. Lubang kencing (urinari pore)
melebar ke arah saluran besar dari sisi atas. Selain itu 2 tonjolan urogenital yang membuka ke
arah ventral anus (Rusmiyati, 2012). Sedangkan untuk betina mempunyai 3 tonjolan kecil
(papila) yang terbuka di bagian anal. Satu lubang adalah lubang anus yang sejajar
dengan lubang genital pore sedangkan lubang satunya lagi yaitu lubang posterior dari genital
pore berada pada ujung urogenital papila. Dari 2 oviduct menyatu kearah saluran yang lebar
yang merupakan saluran telur dan saluran tersebut berakhir di genital pore (Rusmiyati, 2012).
Ikan bandeng termasuk jenis ikan euryhaline dimana dapat hidup pada kisaran kadar garam
yang cukup tinggi (0 – 140 promil). Oleh karena itu ikan bandeng dapat hidup di daerah
tawar (kolam/sawah), air payau (tambak), dan air asin (laut)(Purnomowati, dkk., 2007).
Menurut Ahmad et al, (1993), larva bandeng merupakan bagian dari komunitas
plankton di laut lepas yang kemudian hidup dan berkembang, hidup di perairan pantai
berpasir, berair jernih dan banyak mengandung plankton, serta bersalinitas 25-35%o. Tahapan
larva berlangsung sampai sekitar 30 hari setelah menetas. Larva mulai makan plankton 72
jam setelah ditetaskan. Benih yaitu larva berumur lebih dari 25 hari atau disebut juga nener,
hidup di perairan pantai berkarang atau pantai berlumpur, berair jernih yang kadang-kadang
ditumbuhi vegetasi campuran atau mangrove, namun subur dan bersalinitas 25-35%o.
Pendederan yaitu benih berumur 1-2 bulan dan berukuran 5-8 cm, hidup di perairan pantai
berlumpur yang banyak mengandung plankton dan kelekap, serta bersalinitas sekitar 20%o.
Dewasa adalah bandeng berumur 6 bulan sampai 4 tahun dengan panjang total 40-70 cm,
biasa hidup di perairan pantai karang atau perairan pantai berlumpur yang ditumbuhi kelekap,
serta bersalinitas 30-35%o. Bandeng dewasa biasa tertangkap dengan gill net di perairan
pantai pada kedalaman 2-10m. Induk, biasa berumur lebih dari 4 tahun, dengan panjang total
70-150 cm hidup di perairan pantai sampai perairan laut dalam dan di terumbu karang. Alat-
alat reproduksinya sudah berkembang dan memijah di perairan dalam. Sampai umur 8 tahun
masih produktif, pada musim pemijahan biasa bergerombol di perairan terumbu karang.
Menurut Murtidjo (2002), bandeng sebagai ikan air laut, memiliki penyebaran yang
sangat luas, yakni dari pantai Afrika Timur sampai ke Kepulauan Tuamutu, sebelah timur
Tahiti, dan dari Jepang Selatan sampai Australia Utara. Namun demikian, ikan bandeng
jarang tertangkap sebagai hasil laut.Menurut Ahmad et al, (1993), siklus reproduksi bandeng
dimulai dari perkembangan gonad yang berdasarkan nilai Gonade Somatic Indeks (GSI),
diameter telur dan penampakan histologis gonad terbagi atas muda (immature), berkembang
(developing), matang (mature), siap pijah (gravid) dan salin (spent). Bobot gonad pada fase
matang berkisar 10-25% berat tubuh. Indikator pemijahan adalah bandeng jantan dan betina
beriringan dengan posisi jantan berada di belakang betina. Pemijahan lebih sering terjadi
pada saat pasang rendah dan fase bulan seperempat. Telur bandeng ditetaskan di perairan
sedang sampai hangat dengan suhu 26-32oC dengan salinitas air 29-34%o. Di alam, telur
berbentuk bulat dengan diameter 1,10-2,25 mm, tidak memiliki gelembung lemak, ruang
perivitelin sempit, berasal dari hasil pemijahan induk bandeng di perairan pantai atau relung
karang. Telur yang telah dibuahi menetas pada suhu 27-31oC dalam waktu 25-35 jam setelah
pembuahan, kemudian terbawa arus ke arah pantai. Pemijahan alami berlangsung dalam
kelompok-kelompok kecil yang tersebar di sekitar gosong karang atau perairan yang jernih
dan dangkal sekitar pulau pada bulan-bulan Maret-Mei dan September-Januari. Jumlah telur
yang dihasilkan dalam satu kali pemijahan antara 300.000 sampai 1.000.000 butir. Bandeng
memijah secara alami pada tengah malam sampai menjelang pagi. Pemijahan bandeng
berlangsung secara partial yaitu telur yang sudah matang dikeluarkan, sedang yang belum
matang terus berkembang di dalam tubuh untuk pemijahan berikutnya. Dalam setahun, satu
ekor bandeng dapat memijah lebih dari satu kali. Di hatcheri, frekuensi pemijahan dapat
ditingkatkan sampai 3 kali dalam setahun dengan implantasi hormon LH-Rha atau HCG. LH-
Rha merupakan jenis hormon untuk mempercepet pematangan gonad hewan.
2.2. Faktor Fisika Kimia
Menurut Effendi (1976). Bahwa salah satu faktor yang sangat menentukan dalam
kehidupan dan pertumbuhan pada ikan adalah kualitas air, makanan, dan keadaan biologis
ikan bersangkutan. Beberapa faktor kualitas air yang penting dalam pembenihan ikan
bandeng yaitu faktor kimia, faktor fisika, dan faktor biologi. Parameter kualitas air yang
menentukan adalah : oksigen terlarut, karbondioksida, derajat keasaman, suhu, kandungan
nitrit, kandungan amoniak, dan kadar garam air (salinitas).Mutu air optimal bagi
pemeliharaan bandeng dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Mutu Air Optimal bagi Pemeliharaan Larva Bandeng.
Parameter Kisaran Bawah Kisaran Atas Optimum
DO (mg/l) 2,0 - 3,0 – 8,5 ppm
Amoniak (mg/l) 0,0 0,1 0
Ph 7,5 9,0 7,2 – 8,3
Temperatur (0C ) 26,0 32,0 27 – 30 0C
Salinitas (ppt) 20,0 35,0 29 – 32 ppt
(Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).
Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-310C salinitas 30
ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan ke dalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah
dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100
cm (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).
Larva umur 0-2 hari kebutuhan makanannya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai
cadangan makanannya. Hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan
rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.
Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu
disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10
dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen
(Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).
III. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu, akuarium, termometer, timbangan
analitik, pipet tetes, aerator, kertas pH, ember, gayung, penggaris, milimeter block, tissue,
gelas ukur.
3.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu, nener bandeng, pellet, Spirulina
sp., air tawar, dan air laut
3.2. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu metode eksperimental
laboratoris adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana peserta melakukan percobaan
dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis, dimana
praktikan melakukan dan mengalami sendiri, mengikuti proses, mengamati obyek,
menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan suatu obyek, keadaan dan proses dari
materi yang dipelajari tentang gejala alam dan interaksinya. Praktikum pendederan nener
bandeng dengan menggunakan akuarium yang diberi 5 ekor nener bandeng dan diberi pakan
secara rutin pagi dan sore selama 15 hari.
3.3. Pelaksanaan Praktikum
Cara kerja dari praktikum pendederan bandeng adalah sebagai berikut,
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Dicuci bersih akuarium, lalu disiapkan air laut secukupnya serta nener bandeng
disiapkan 5 ekor
3. Pemberian pakan dilakukan setiap hari, pagi hari diberikan pellet 0,025gr, dan sore
diberikan Spirulina sp. 0,025gr sekitar 1-2 tetes.
4. Diamati hingga hari ke-15
5. Dihitung nener bandeng yang mati
6. Diamati dan dicatat hasilnyaa.
Cara kerja pengukuran temperatur adalah sebagai berikut,
1. Dimasukan termometer hingga tercelup semua bagian
2. Diamkan selama ± 5menit
3. Diamati raksa berhenti pada angka berapa
4. Hasil dicatat
Cara kerja pengukuran pH adalah sebagai berikut,
1. Disiapkan kertas pH universal
2. Sebagian kertas pH dicelupkan
3. Dibandingkan kertas pH yang dicelupkan dengan pH indikator
4. Hasil dicatat
3.4. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 12 November 2014. Bertempat di
laboratorium Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan Universitas Jenderal Soediraman,
Purwokerto
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Tabel hasil pengukuran panjang dan berat awal-akhir
Panjang Awal Panjang Akhir Berat Awal Berat Akhir
2 cm 3 cm 0,2 gram 0,4 gram
4.1.2. Tabel pengukuran faktor fisika
Faktor Fisika Status Kehidupan Ikan
Hari ke- Suhu Pagi Suhu Sore pH
1. 23oC 28 oC 7
2. 24 oC 26 oC 7
3. 23 oC 28 oC 7
4. 24 oC 28 oC 7
5. 24 oC 26 oC 7
6. 23 oC 26 oC 7 Ikan Mati 1 Ekor
7. 24 oC 26 oC 7
8. 24 oC 26 oC 7
9. 24 oC 26 oC 7
10. 24 oC 25 oC 7
11. 23 oC 25 oC 7
12. 24 oC 26 oC 7
13. 24 oC 25 oC 7
14. 24 oC 26 oC 7 Ikan Mati 1 Ekor
15. 24 oC 25 oC 7
Gambar 4.1.1. Nener Bandeng
4.2. Pembahasan
Penebaran nener yang baik yaitu dengan langkah awal dalam budidaya bandeng.
Selanjutnya nener akan berkembang dalam setiap petakan pada tambak yang telah
disediakan. Saat yang baik untuk menebarkan nener ialah pada pagi atau sore hari pada
pertengahan musim penghujan. Pada saat-saat tersebut jumlah air dalam tambak tercukupi
sehingga kadar asam dan gas-gas beracun teroksidasi. Dengan demikian nener tidak
mengalami kematian. Penebaran yang tepat ialah pada pukul 6.00 sampai pukul 7.00 pagi
yang mana udara masih segar dan suhu belum naik serta padatnya penebaran harus seimbang
dengan persediaan makanan alami (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh nener bandeng yang masih hidup hanya 3
ekor sedangkan 2 ekor nener bandeng mati pada pengamatan hari ke 6 dan 14. Masa kritis
dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk
mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air
pemeliharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal (Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya, 2010). Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16
mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan
morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,
2010).
Hal ini dikarenakan saat pemeliharaan tidak diberikan aerator sehingga kandungan
oksigen terlarut sangat kecil untuk kehidupan ikan dan sebaliknya kadar karbondioksida dapat
meningkat. Berkurangnya oksigen dalam air karena digunakan untuk pernapasan atau
respirasi ikan dan untuk penguraian bahan organik yang ada dalam air. Kadar oksigen terlarut
yang layak untuk kehidupan organisme minimal 3,5 ppm. Selanjutnya Mudjiman (1986)
mengatakan bahwa kualitas air yang baik bagi kehidupan dan pertumbuhan bandeng tidak
boleh berkurang dari 3 ppm. Demikian pula agar kehidupan ikan dapat optimal maka
kandungan oksigen tidak boleh kurang dari 4 ppm (Wardoyo, 1981). Swingle (1968) dalam
Wardoyo (1981) mengatakan kandungan karbondioksida didalam air tidak boleh lebih dari 12
ppm, supaya kehidupan ikan tidak terganggu. Selain itu faktor pemberian pakan juga
mempengaruhi, pemberian pakan yang tidak tepat waktu dan kadar pakan yang diberikan
pada nener bandeng kurang tepat terkadang diberikan tidak sesuai dengan yang seharusnya.
Waktu pemberian pakan pada pagi hari yaitu sekitar pukul 08.00 dan sore hari pada pukul
06.00. Kadar pakan yang diberikan yaitu pada pagi hari 0,025gr pelet dan pada sore hari
0,025 gr atau sekitar 1-2 tetes Spirulina sp.
Faktor kepadatan juga mempengaruhi, karena ukuran ikan yang terlalu kecil dan
tempat yang besar hal ini kurang sesuai, karena akan menyebabkan pakan akan mengendap di
dasar akuarium yang lama kelamaan akan menyebabkan kualitas air menjadi buruk dan air
bisa menjadi toksik jika dibiarkan terus-menerus. Hal ini sesuai dengan pendapat
Djatikusumo (1977) bahwa faktor kepadatan akan mempengaruhi kelangsungan hidup dari
populasi. Menurut Martosudarmo dkk (1984), bahwa kepadatan dalam penampungan
pendederan di sini adalah jumlah pendederan yang dapat ditampung atau jumlah (ekor)
pendederan dalam tiap unit tempat penampungan dengan angka kematian yang kecil sekali.
Dengan kepadatan yang tinggi dalam bak penampungan, terjadi persaingan tempat, makanan
dan oksigen, sehingga semakin tinggi kepadatan populasi, maka tingkat kelangsungan hidup
menjadi kecil.
Berdasarkan hasil percobaan yang kelompok kami lakukan yaitu pakan yang
diberikan pada nener bandeng tidak hanya pellet saja namun ada tambahan pakan alami yaitu
Spirulina sp. hal ini berdampak positif bagi kelangsungan ikan, karena Spirulina sp.
mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi untuk kelangsungan kehidupan dan
pertumbuhan nener bandeng. Bila ikan budidaya mengkonsumsi pakan yang kandungan
nutrisinya rendah maka pertumbuhanya terhambat bahkan ikan timbul gejala-gejala tertentu
yang disebut kekurangan gizi (Malnutrition) (Kordi dan Ghufron, 2010).
Kualitas air media percobaan pendederan bandeng memegang peranan yang sangat
penting yaitu sebagai pendukung kehidupan pendederan bandeng. Kualitas air ditentukan
dengan mengukur beberapa faktor fisika yang penting. Adapun faktor kualitas air yang
diamati adalah suhu dan pH. Perlakuan kepadatan terhadap kelangsungan pendederan
bandeng, tidak mengalami perubahan suhu dan dalam batas toleransi. Selama penelitian 15
hari suhu air berkisar antara 23 - 28oC. Menurut Lawalata (1977) bahwa suhu berpengaruh
langsung terhadap proses metabolisme. Ranoemiharjo dan Padlan (1976) mengatakan bahwa
pertumbuhan ikan bandeng akan menurun jika suhu air turun sampai 25oC. Schuster (1960)
berpendapat bahwa suhu air yang baik untuk kehidupan ikan adalah berkisar antara 25 -
38,5oC. Dengan demikian bahwa kisaran suhu air media selama penelitian kurang baik untuk
kehidupan ikan, namun pada nener bandeng masih dapat bertahan hidup dan suhu tersebut
masih dianggap normal. Hal ini sesuai pendapat Villaluz da Unggul (1983) dalam Anggoro S
(1984) bahwa pendederan dapat hidup normal pada suhu 20 – 33oC dan dapat tumbuh baik
pada suhu 23,7 – 33 C. Menurut Kordi (2009) yang mengatakan bahwa ikan bandeng masih
dapat tumbuh optimal pada pH 6.5 sampai 9. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian kelompok
kami, pengukuran pH sampai hari ke 15 yaitu 7.
A . Pemeliharaan Larva dan Benih
Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-310C salinitas 30
ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan ke dalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah
dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100
cm (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010). Larva umur 0-2 hari kebutuhan
makanannya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Hari kedua
setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan
berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener. Pada hari ke nol telur-telur
yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai hari ke 8-
10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air
10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen (Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya, 2010). Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari
ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang
diberikan dan kualitas air pemeliharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal
(Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2010). Nener yang tumbuh normal dan sehat
umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai
umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa (Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya, 2010).
Persiapan Bak
Bak pemeliharaan larva harus bersih dan terbebas dari segala kotoran dan terbebas
dari mikroorganisme pathogen. Untuk menciptakan kondisi tersebut , maka pertama-tama bak
isiram dengan kaporit dengan dosis 5-10 ppm dan di endapkan selama 1 hari setelah itu baru
disiram dengan air tawar sampai bak bersih dari kaporit.
Pengisian Air
Pengisian air media pemeliharaan di lakukan apabila pencucian bak selesai atau
pengisian air media merupakan kegiatan terakhir dalam persiapan bak. Air yang digunakan
adalahh air laut yang telah melalui saringan filter bag. Ketinggian air media pemeliharaan
sampai 7 ton.
Penebaran Telur
Sebelum telur ditebarkan terlebih dahulu diberikan elbosin kedalam bak. Setelah itu
baru ditebar secara berlahan-lahan.
Pemberian Pakan
Ketersediaan pakan sangat menentukan dalam keberhasilan pemeliharaan larva ikan
bandeng. Pemberian makanan pada pada larva ikan bandeng harus sesuai dengan bukaan
mulut larva. Jadi beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada larva
ikan bandeng antara lain jenis makanan, jumlah pakan, waktu dan frekuensi serta cara
pemberian pakan. apabila bukaan mulut larva kurang sempurna dan tidak ada kesesuian
dalam menangkap makanan alami maka larva akan banyak mengalami stress dan pada
akhirnya mati. Lebar bukaan mulut larva ikan bandeng 225 mikon dan panjang rahang 200
mikron. Makanan yang cocok untuk bagi larva ikan bandeng yang sesuai dengan bukaan
mulutnya yaitu Rotifer(Brachionus plicatillis), yang ukurannya kurang dari 200 mikron.
Selain itu jenis makanan yang lain yang diberikan adalah Chlorella sp. selain berfungsi
sebagai bahan makanan alami bagi larva bandeng juga berfungsi sebagai makanan Rotifer.
Larva bandeng mulai makan pada saat larva berumur tiga hari, dimana pada saat itu
cadangan makanan (yolk egg) sudah habis diserap. Pada masa itu merupakan masa kritis bagi
larva karena organ pencernaannya mulai dalam tahap penyempurnaan. Menurut (Anindistuti
dkk 1995), bekal kuning telur pada larva bandeng hanya cukup untuk persediaan selama tidak
lebih dari tiga hari, setelah itu larva harus aktif mengambil makanan dari sekitar
lingkungannya. Pada saat larva berumur 3 hari sudah mulai diberikan pakan alami
berupa Chlorella sp. dan Rotifera. Pemberian Chlorella sp. berfungsi sebagai peneduh pada
media pemeliharaan larva terhadap cahaya matahari yang masuk. Dalam hal ini Chorella sp.
akan mengurangi intensitas cahaya matahari dan juga berfungsi sebagai makanan bagi
Rotifera. Pemberian pakan alami pada larva bandeng dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan
sore hari setelah pemanenan Rotifer.
Pengelolaan Air
Menurut Effendi (1976). Bahwa salah satu faktor yang sangat menentukan dalam
kehidupan dan pertumbuhan pada ikan adalah kualitas air, makanan, dan keadaan biologis
ikan bersangkutan. Beberapa faktor kualitas air yang penting dalam pembenihan ikan
bandeng yaitu faktor kimia, faktor fisika, dan faktor biologi. Parameter kualitas air yang
menentukan adalah : oksigen terlarut, karbondioksida, derajat keasaman, suhu, kandungan
nitrit, kandungan amoniak, dan kadar garam air (salinitas). Pengelolaan kualitas air bertujuan
untuk menjaga kualitas air media pemeliharaan agar tetap optimal untuk pemeliharaan larva
ikan bandeng. Adapun pengelolaan kualitas air yang dilakukan yaitu dengan cara
penyiponan, pergantian air, dan sirkulasi air. Penyiponan dilakukan selama pemeliharaan
larva bandeng yaitu sebanyak 3 kali. penyiponan pertama dilakukan pada saat larva berumur
2 hari setelah menetas. penyiponan ini perlu dilakukan pada bagian dasar bak agar cangkang-
cangkang telur akibat proses penetasan dan telur-telur yang tidak menetas dapat dikeluarkan.
Karena bila tidak disipon akan membusuk dan menjadi amoniak dan akan menjadi racun bagi
larva. Penyiponan kedua dilakukan pada saat larva berumr 10 hari. Penyiponan ini dilakuan
supaya kotoran yang berupa sisa pakan, feses larva, dan larva yang mati berada di dasar bak
dikeluarkan. Penyiponan ketiga dilakukan pada saat larva berumur 18 hari menjelang panen.
Penyiponan ini dilakukan untuk membersihkan kotoran dan lumut yang menempel di dasar
bak, penyiponan ini sangat perlu dilakukan karena jika tidak disipon larva akan tersangkut
dilumut pada saat panen nener dilakukan.
Selain penyiponan, pergantian air dan sirkulasi air perlu dilakukan pada saat
pemeliharaan larva supaya kualitas air media pemeliharaan larva tetap bagus. Pergantian air
mulai dilakukan pada saat larva berumur 10 hari dengan cara mengeluarkan air sebanyak 10
% dari volume awal dan ini dilakukan setiap hari dengan volume yang semakin meningkat
sampai dengan panen. Pergantian air ini bertujuan agar air sebagai media pemeliharaan tetap
dalam kondisi yang optimal bagi larva bandeng. Menurut Zakaria (2010) mengatakan bahwa
suhu yang baik untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan bandeng berkiasar antara 24 sampai
31 °C. Hal ini juga didukung oleh pendapat Kordi (2005) bahwa suhu optimal untuk
pemeliharaan ikan bandeng berkisar antara 23 sampai 32°C. Menrut Zakaria (2010),
kandungan oksigen yang sesuai untuk pemeliharaan ikan bandeng tidak kurang dari 3 ppm.
Kordi (2009) yang mengatakan bahwa ikan bandeng masih dapat tumbuh optimal pada pH
6.5 sampai 9. Sedangkan salinitas yang diperoleh yaitu berkisar antara 31 sampai 32 ppt.
Kisaran ini masih sesuai untuk pemeliharaan larva ikan bandeng. Menurut Anonim, (2010)
salinitas yang sesuai untuk pemeliharaan larva ikan bandeng berkisar 29 sampai 32 ppt.
Panen Larva
Pemanenan adalah suatu unit kegiatan akhir dalam pembenihan ikan bandeng. Panen
larva ikan bandeng dilakukan dengan cara pemanenan total kemudian dilakukan
pemeliharaan selanjutnya di bak sortiran selama 3 sampai 5 hari. Pemanenan larva dimulai
dengan menurunkan volume air sebanyak 80%, kemudian kelambu panen dipasang pada
ujung pipa pengeluaran air bak larva. Jika nener sudah terlihat banyak yang tertampung di
dalam kelambu panen segera diseser dan dipindahkan ke bak sortiran untuk disortir dan
dipelihara. Waktu pemanenan larva dilakukan pada pagi hari. Pemanenan dilakukan pada saat
larva berumur 17 hari (D17) sampai larva berumur 20 hari (D20) atau ketika benih telah
mencapai ukuran 12 mm dengan berat 0,006 gram dan saat penampakan morfologisnya sudah
menyamai bandeng dewasa. Menurut Anonim (2010), nener yang tumbuh normal dan sehat
umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai
umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa. (Ghufron
dan Kordi, 2005), menyatakan bahwa tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng selama
20 sampai 25 hari yaitu berkisar 65% sampai 80%. Tingginya tingkat kelangsungan hidup
larva ikan bandeng diakibatkan oleh pengelolaan air media pemeliharaan yang terkontrol
serta jumlah dan jenis pakan yang diberikan pada larva yang sudah tepat sesuai dengan
kebutuhannya.
B . Pendederan
Pendederan nener dapat dilakukan di petakan tambak, bak terkontrol, maupun hapa
yang ditancapkan di tambak. Pendederan umumnya berlangsung selama 80 hari. Pendederan
bertujuan untuk mendapatkan gelondongan bandeng berukuran 75—100 g/ekor. Selama
tahap pendederan pertambahan bobot ikan per hari berkisar 40-50 mg. Menurut Murtidjo,
(2002) telur yang dibuahi kemudian dipanen dan diinkubasi dan diaerasi hingga telur pada
tingkat embrio, selain itu pada pukul 17.00 suhu di dalam air rendah yaitu 280C.
C . Pemanenan
Menurut Cahyono (2007), ikan bandeng dengan berat awal atau berat saat penebaran
benih pertama dengan berat 40 gram dengan lama pemeliharaan 4 – 6 bulan akan mengalami
peningkatan berat tubuh sebesar 250 gram. Pemanenan dapat di lakukan maksimal setelah
benih berumur 25 hari.Bandeng dapat dipanen setelah mencapai ukuran konsumsi (300-500
g/ekor) dengan lama pemeliharaan 4-5 bulan dari gelondongan. Sementara itu, bandeng super
dapat dipanen setelah berukuran 800 g/ekor dengan masa pemeliharaannya selama 120 dari
gelondongan ukuran 100-150 g/ekor. Tingkat produktivitas bandeng dalam KJA ditentukan
oleh faktor laju pertumbuhan, sintasan, kuantitas, dan kualitas pakan serta pengelolaan budi
daya. Panen bisa dilakukan secara selektif atau total dengan menggunakan seser (Murtidjo,
2002). Air bak pemeliharaan larva diturunkan airnya sebanyak 80% atau sebanyak 5 ton.
Kelambu panen size 50 dipasang di ujung saluran pipa pengeluran bak pemeliharaan larva.
Penutup pipa pengeluaran dibuka pelan-pelan supaya nenernya keluar sedikit demi sedikit.
Nener yang berada di kelambu panen diseser menggunakan gayung dan dimasukkan ke
dalam ember. Nener yang sudah dipanen dipindahkan ke bak sortiran untuk disortir dan
dipelihara selama 3-5 hari baru panen untuk dipacking.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad et al, (1993), Ahmad, T., M.J.R. Yakob, D. Rohaniawan, M. Suparya, dan Budiman.
1993. Sistem usaha perikanan berbasis bandeng umpan. Laporan Hasil Penelitian
ARMP 1996/97. Balai Penelitian Perikanan Pantai, Maros. 57 hlm),
Amri, K. dan Khairuman. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agro Media Pustaka.
Jakarta.
Anggoro, S. 1984. Pengaruh Salinitas Terhadap Kuantitas dan Kualitas Makanan Alami
Serta Produksi Biomassa Nener Bandeng. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Direktorat Jendral Perikanan dan Pengembangan Perikanan. 2010. Budidaya
Bandeng. Jakarta.
Djatikusumo, E. W. 1977. Dinamika Populasi. AUP. Jakarta.
Effendi, I., 1978. Biologi Perikanan (Bag. I Study Natural History). Fakultas Perikanan, IPB.
Bogor. 105 hal.
Fujaya. Y, 2008. Fisiologi Ikan, Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. PenerbitRineka
cipta. Jakarta
Ghufron. M, 2001. Pembesaran Ikan Bandeng di Keramba Jaring Apung.
Kanisius.Yogyakarta Kordi dan Ghufron. 2005. Budidaya Ikan Laut. Rineka Cipta. Jakarta.
Khairuman, dan K. Amri. 2010. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka.
Jakarta. Cetakan kedelapan.
Kordi dan Gufron. 2010. Buku Pintar Pemeliharaan 14 Ikan Air Tawar Ekonomis di
Keramba Jaring Apung. Lily publisher. Jogjakarta.
Lawallata, J. J. 1977. Oceanografi Perikanan AUP. Jakarta.
Martosudarmo, B. Sudarmini, E. Salamun, B. dan Ranoemihardjo, B. S. 1984. Biologi
Bandeng. Pedoman Budidaya Tambak. Dirjen Perikanan. Jakarta.
Mudjiman, A. 1986. Budidaya Ikan di Sawah Tambak. CV. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mudjiman, A. 1998. Budidaya Bandeng di Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Murtidjo, B. A,. 2002. Bandeng. Kanisius. Yogyakarta
Padlan. Ranoemiharjo. 1976. Teknik Pengelolaan Peneneran Bandeng (Chanos chanos
Purnamawati. 2002. Peranan Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan
di Kolam Forskal). Lembaga Penelitian Perikanan Darat. Pusat Pembenihan Udang .
Jepara.
Purnomowati, I., Hidayati, D., dan Saparinto, C. 2007. Ragam Olahan Bandeng. Kanisius.
Yogyakarta.
Rusmiyati, S. 2012. Budidaya Bandeng Super. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Schuster, W. H. 1960. Sinopsis of Biological Data On Milkfish (Chanos chanos Forskal).
FAO Fisheries Biology Sinopsis. No. 4.
Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Wardoyo, S. T. H. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Kepoerluan Pertanian dan Perikanan.
Fakultas Perikanan. IPB. Bogor. hal 41.
Zakaria. 2010. Petunjuk Teknik Budidaya Ikan Bandeng.
Darihttp://cvrahmat.blogspot.com/2011/04/budidaya-ikan-bandeng.html(Diakses
tanggal 15 Juli 2013).