TOTOBUANG Volume 7 Nomor 1, Juni 2019 Halaman 1 15 ...
Transcript of TOTOBUANG Volume 7 Nomor 1, Juni 2019 Halaman 1 15 ...
1
TOTOBUANG
Volume 7 Nomor 1, Juni 2019 Halaman 1—15
PROBLEMATIKA KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA SISWA
KELAS XI SMA NEGERI 1 LILIRILAU KABUPATEN SOPPENG
(The Problems Faced by Class XI Students of SMA 1 Lilirilau, Soppeng District in
Speaking Indonesian Skills)
Yulismayantia & Ahmadb aUniversitas Iqra Buru
Jalan Prof. Dr. A. Basalamah, M.Si. Namlea, Maluku bUniversitas Muhammadiyah Kupang
Jln. KH. Ahmad Dahlan No 17 Kota Kupang, NTT
Pos-el: [email protected]
(Diterima:7 Mei 2019; Direvisi: 28 Mei 2019; Disetujui: 31 Mei 2019)
Abstract
This study aims to describe the problems faced by class XI students of SMA 1 Lilirilau, Soppeng district
in speaking Indonesian skills. The formulation of the problem in this study is what are the problems faced by the
11th grade students of Lilirilau 1 Public High School in Soppeng Regency. This study uses a qualitative
descriptive research design. Data collection techniques of this research are observation, questionnaire, and
interview. The data analysis technique of this research is that researchers examine the data used for research.
The results of the research obtained are there are several factors that influence the learning of Indonesian
speaking skills in class XI Lilirilau 1 Public High School, Soppeng District. Influenced by regional or first
language dialects, feeling of fear and shame when speaking in front of the class, feeling of lack of experience,
feeling of lack of confidence, feeling nervous, indecisive, and stiff when they speak in front of the class, the
frequency of students reading books about speaking skills in the library are still lacking, and family and general
public environments are less supportive.
Keywords: Indonesian, problematics, speaking skills
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan problematika yang dihadapi siswa kelas XI SMA Negeri 1
Lilirilau kabupaten Soppeng dalam keterampilan berbicara bahasa Indonesia. Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah problematika apa sajakah yang dihadapi siswa kelas XI SMA Negeri 1 Lilirilau
Kabupaten Soppeng. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif. Teknik pengumpulan data
penelitian ini adalah observasi, angket, dan wawancara. Teknik analisis data penelitian ini adalah peneliti
memeriksa data yang dipergunakan untuk penelitian. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu ada beberapa faktor
yang memengaruhi pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA Negeri 1
Lilirilau Kabupaten Soppeng dipengaruhi oleh dialek daerah atau bahasa pertama, perasaan takut dan malu
pada saat berbicara di depan kelas, adanya perasaan kurang pengalaman, perasaan kurang percaya diri,
karena merasa gugup, bimbang, dan kaku setiap mereka berbicara di depan kelas, tingkat kekerapan siswa
membaca buku mengenai keterampilan berbicara di perpustakaan masih kurang, dan lingkungan keluarga dan
masyarakat umum yang kurang mendukung.
Kata-Kata kunci: bahasa Indonesia, problematika, keterampilan berbicara.
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial.
Tindakannya yang pertama dan yang
paling penting adalah tindakan sosial.
Suatu tempat saling mempertukarkan
pengalaman, saling mengemukakan dan
menerima pikiran, saling mengutarakan
perasaan dan saling mengekspresikan serta
menyetujui suatu pendirian atau
keyakinan. Oleh karena itu, di dalam
tindakan sosial harus terdapat elemen-
elemen yang umum, yang sama-sama
disetujui dan dipahami oleh sejumlah
orang yang merupakan suatu masyarakat,
Untuk mewujudkan hal tersebut
diperlukan komunikasi. Salah satu yang
dibutuhkan dalam berkomunikasi ialah
bahasa. Di sini perlu disadari bahwa
Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15
2
bahasa berperan penting dalam kehidupan
dalam bermasyarakat, karena tanpa bahasa
maka segala jenis kegiatan dalam
masyarakat akan lumpuh (Keraf, 1993:1).
Berbahasa pada dasarnya tidak lain
adalah mencerdaskan pikiran, gagasan dan
maksud dengan perkataan lain. Manfaat
yang paling besar dari bahasa adalah dapat
dipergunakan untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, atau maksud kepada
orang lain. Penggunaan bahasa Indonesia
yang benar akan meningkatkan empat
keterampilan, yaitu keterampilan
berbicara, keterampilan membaca,
keterampilan menyimak dan keterampilan
menulis. Terampil berbahasa dapat
meningkatkan kepercayaan diri untuk
berbicara di hadapan orang lain. Bahasa
merupakan kegiatan keterampilan yang
meliputi beberapa aspek, yaitu
keterampilan menyimak, keterampilan
berbicara, keterampilan membaca, dan
keterampilan menulis. Terampil berbahasa
berarti terampil menyimak, terampil
berbicara, terampil membaca, dan terampil
menulis” (Tarigan, 1986:22).
Keempat keterampilan tersebut
saling berhubungan dengan proses-proses
berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa
seseorang mencerminkan pikirannya.
Semakin terampil seseorang berbahasa
semakin jelas pula jalan pikirannya.
Semua itu dapat dipengaruhi dan dikuasai
dengan jalan berlatih. Melatih
keterampilan berbahasa berarti pula
melatih keterampilan berpikir (Tarigan,
1986:22).
Salah satu ciri hakikat manusia
adalah berbicara. Keterampilan berbicara
sebaiknya diajarkan sejak dini, karena
keterampilan berbicara sangat diperlukan
terhadap keberhasilan seseorang dalam
profesinya. Namun, masih banyak orang
yang tidak menyadari dan beranggapan
bahwa kelengkapan alat bicara sudah
cukup menjamin seseorang melakukan
tindak tutur yang baik. Disadari atau tidak,
tujuan berbicara bukan hanya untuk
menyampaikan kata sebanyak-banyaknya,
melainkan untuk berkomunikasi dengan
orang lain yang memungkinkan orang lain
dapat memahami apa yang diucapkan.
Demikian halnya dalam proses belajar
mengajar di sekolah, diperlukan satu
bentuk komunikasi lisan.
Kepandaian dan keterampilan
berbicara dapat diperoleh dengan jalan
praktik dan banyak latihan (Tarigan
1986:1). Tanpa adanya latihan dan praktik
yang memadai maka akan menimbulkan
masalah dalam pembelajaran bahasa
Indonesia khususnya keterampilan
berbicara. Hal itu sesuai hasil penelitian
Fitriani (2001) yang menyatakan bahwa
guru kurang memberikan praktik dan
latihan dalam pembelajaran keterampilan
berbicara bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
Berdasarkan gambaran di atas,
keterampilan berbicara perlu
dikembangkan dan dipelajari oleh setiap
orang karena keterampilan berbicara
sangat penting dalam berkomunikasi.
Penulis berpikir bahwa keterampilan
berbicara bukan sekadar pengetahuan
biasa yang dapat dilakukan tiap-tiap orang
termaksud siswa SMA Negeri 1 Lilirilau.
Pernyataan tersebut didasari oleh keluhan
siswa yang didengar penulis. Mereka
menyampaikan keluhan bahwa tidak
mudah menggunakan bahasa secara lisan,
baik monolog maupun dialog. Hal ini
dapat dilihat pada siswa yang biasanya
lebih mudah menjawab atau mengurangi
suatu persoalan dalam bentuk tertulis
dibandingkan secara lisan. Sering terjadi
seorang siswa yang mempunyai nilai
bagus dalam menjawab soal-soal secara
tertulis tetapi kurang aktif dalam berbicara
di kelas.
Berdasarkan uraian di atas, penulis
terdorong ingin mengetahui penyebab
kurang terampilnya siswa dalam berbicara.
Padahal, siswa sangat terampil
menggunakan bahasa Indonesia secara
tertulis. Penelitian ini dilakukan di
Kabupaten Soppeng dengan pertimbangan
untuk mengetahui perkembangan dan
selain pertimbangan biaya dan kemudahan
akomodasi. Selain itu, karena di tempat
tersebut belum ada yang meneliti masalah
tersebut.
Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)
3
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Berbicara
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1990:114), berbicara berasal
dari kata “bercakap,” kemudian menjadi
bicara yang berarti pertimbangan (pikir):
berbahasa namun batasan ini susah untuk
dipakai karena disamakan antara
keterampilan berbicara dengan berbahasa,
padahal berbicara merupakan komponen
dari keterampilan berbahasa
(Poerwodarminta, 1987:136).
Berbicara merupakan salah satu
kemampuan khusus manusia. Oleh karena
itu, pembicara seumur dengan bangsa
manusia. Hendrik (1990:14) mengatakan
bahwa bahasa dan pembicaraan itu
muncul, ketika manusia mengungkapkan
dan menyampaikan pikiran kepada orang
lain. Nuryanto dan kawan-kawan
(2018:84) menyatakan bahwa
keterampilan berbicara dalam bahasa
Indonesia merupakan suatu keterampilan
bahasa yang perlu dikuasai dengan baik,
karena keterampilan ini merupakan suatu
indikator terpenting bagi keberhasilan
mahasiswa dalam belajar bahasa. Dengan
penguasaan keterampilan berbicara yang
baik, mahasiswa dapat mengomunikasikan
ide-ide mereka, baik di sekolah maupun
dengan penutur asing dan juga menjaga
hubungan baik dengan orang lain. Apalagi
bila keterampilan berbicara tersebut
diiringi dengan kesantunan berbahasa yang
bagus.
Pada KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan) dijelaskan bahwa
pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan peserta
didik untuk berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia dengan baik dan benar, baik
secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil
karya kesastraan manusia Indonesia. Dari
sini bisa dilihat bahwa tujuan
pembelajaran bahasa Indonesia yakni
menciptakan anak didik yang terampil
berbicara. Keterampilan berbicara akan
digunakan untuk berkomunikasi dalam
kesempatan formal maupun informal
(Ningsih, 2013:1).
Berbicara adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan tindakan menyatakan
sesuatu kepada seseorang dalam bentuk
ujaran (bahasa lisan). Pengertian tersebut
memberikan gambaran bahwa berbicara
atau aktivitas manusia dengan bahasanya
yang terwujud dalam kegiatan
berkomunikasi secara lisan. Oleh karena
itu, retorika pada hakikatnya senantiasa
berkaitan dengan kegiatan manusia dalam
berkomunikasi. Berkomunikasi yang
dimaksud adalah kegiatan komunikasi
yang dilakukan dengan menggunakan
bahasa sebagai alatnya.
Menurut Semi (1992:2), berbicara
perlu dipelajari dan dilakukan melalui
latihan. Orang tidak mungkin dapat
berbicara dengan benar bila tidak pernah
mau mencoba berbicara di depan orang
banyak.
Setiap orang mampu berbicara
secara alamiah, namun tidak semua orang
mampu berbicara secara terampil dan
teratur sehingga kegiatan berbicara
menimbulkan kegugupan dan gagasan
yang dikemukakan menjadi tidak teratur
(Putri, dkk, 2016:89). Hal ini juga
menimbulkan penggunaan bahasa yang
tidak teratur. Pembelajaran keterampilan
berbicara sangat perlu dan penting
diajarkan pada setiap jenjang pendidikan,
baik tingkat SD maupun sampai ke jenjang
yang lebih tinggi karena adanya
pembelajaran tersebut siswa mampu untuk
berkomunikasi dengan baik. Dengan
demikian, mereka mampu menguasai
perkembangan kosakata dan berani untuk
menyampaikan ide atau gagasan secara
lisan, baik dalam situasi formal maupun
nonformal yang dibimbing oleh guru
terkait materi yang diberikan.
Pembelajaran bahasa memegang andil
besar dalam membina kemampuan
berbicara. Hal ini menunjukkan bahwa
keterampilan berbicara siswa dapat
ditingkatkan melalui pembelajaran bahasa
yang efektif dan efisien.
Berdasarkan pengertian di atas,
dapat disimpulkan bahwa berbicara
merupakan suatu kegiatan manusia dalam
berkomunikasi dengan menggunakan
Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15
2
bahasan lisan untuk mencapai tujuan atau
maksud yang diinginkan.
2. Keterampilan Berbicara
Dalam kehidupan sehari-hari,
manusia dalam menyampaikan pikiran,
gagasan, maksud sering menggunakan
bahasan lisan atau dalam bentuk ucapan
(berbicara). Aspek tersebut termasuk
dalam unsur produktif, yang berfungsi
sebagai penyimpangan, penyebar
informasi dengan menggunakan bahasan
lisan (Tarigan, 1986:86).
Beberapa keterampilan yang
diperlukan siswa, antara lain:
a. Pengucapan kata-kata yang betul.
b. Penggunaan bunyi-bunyi bahasa
dengan baik dan jelas.
c. Menyatakan sesuatu dengan tugas
sehingga jelas perbedaannya
dengan perkataan lain.
d. Sikap berbicara yang baik.
e. Mempunyai nada berbicara yang
menyenangkan.
f. Menggunakan kata-kata secara
tepat sesuai maksud yang
dinyatakan.
g. Menggunakan kalimat yang efektif.
h. Mengorganisasikan pokok-pokok
pikiran dengan baik.
i. Mengetahui kapan ia harus
berbicara dan kapan mesti
mendengarkan kawan berbicara,
serta berbicara secara bijaksana
(Dallaman dalam Safe’ie,
1988:19).
Safe’ie (1988:4–7) Mengemukakan
bahwa “keterampilan berbicara memiliki
empat unsur pokok, yaitu rasional yang
baik, etika dan nilai moral, bahasa, dan
pengetahuan”.
3. Tujuan Berbicara
Tujuan utama dari berbicara adalah
untuk berkomunikasi agar dapat
menyampaikan pikiran secara efektif, oleh
karena itu, pembicara harus memahami
yang ingin dikmunikasikannya, dan
mampu mengevaluasikan efek
komunikasikan terhadap para
pendengarnya, serta harus mengetahui
prinsip-prinsip yang mendasari segala
situasi pembicaranya, baik secara
kelompok maupun perorangan.
Sebagai alat sosial, maka pada
dasarnya berbicara mempunyai tujuan
umum, yaitu:
a) memberitahukan, melaporkan;
b) menajamu, menghibur; dan
c) membujuk, mengajak, mendesak,
dan meyakinkan (Tarigan,
1986:15–16).
Gabungan atau campuran dari
maksud-maksud itupun mungkin saja
terjadi. Suatu pembicaraan misalnya
mungkin saja merupakan gabungan dari
melaporkan menjamu begitu pula mungkin
bila sekaligus menghibur dan meyakinkan,
Ochs dan Winkers (dalam Tarigan,
1986:16).
4. Prinsip Umum yang Mendasari
Kegiatan Berbicara
Menurut Brook (Tarigan, 1986:16—
17). Beberapa prinsip umum yang
mendasari kegiatan berbicara, antara lain:
1) Membutuhkan paling sedikit dua
orang.
2) Mempergunakan suatu sandi/tanda
linguistik yang dipahami bersama.
3) Menerima atau mengikuti suatu
daerah referensi umum.
4) Menghubungkan setiap pembicara
dengan yang lainnya dan kepada
lingkungannya segera.
5) Merupakan suatu pertukaran antara
partisipasi.
6) Hanya melibatkan aparat atau
perlengkapan yang berhubungan
dengan suara atau bunyi bahasa
dan pendengaran (vokal and
auditory apparatus).
7) Secara tidak pandang bulu
menghadapi serta memperlakukan
apa yang nyata dan apa yang
diterima sebagai dalil (Brooks
dalam Tarigan, 1986: 16:17).
Menurut Wookbert (dalam Tarigan,
1986:17—18), ada empat dasar/hakikat
yang diperlukan seseorang dalam
menyatakan pikiran/pendapat kepada
orang lain, yaitu:
4
Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)
3
a) Sang pembicara merupakan suatu
kemauan, suatu maksud, suatu
makna yang diinginkan dimiliki
oleh orang lain, yaitu suatu pikiran
(a thought).
b) Sang pembicara atau pemakai
bahasa, membentuk pikiran dan
perasaan menjadi kata-kata.
c) Sang pembicara atau suatu yang
ingin disimak, ingin didengarkan,
menyampaikan maksud dan kata-
katanya kepada orang lain melalui
suara, dan dilihat.
d) Sang pembicara atau sesuatu yang
harus memperhatikan rupa, Sesuatu
tindakan yang harus diperhatikan,
dan dibaca melalui mata.
Menurut Tarigan, (1986:19),
keberhasilan seorang berkomunikasi dalam
masyarakat menunjukkan kematangan atau
kedewasaan pribadinya. Ada empat
keterampilan utama yang merupakan ciri
pribadi yang dewasa (a mature
personality), yaitu:
a) keterampilan sosial;
b) keterampilan semantik;
c) keterampilan fonetik; dan
d) keterampilan vokal (Tarigan,
1986:19).
Keterampilan sosial (social skill)
adalah kemampuan untuk mempergunakan
kata-kata dengan tepat penuh pengertian.
Keterampilan fonetik (phonetic skill)
adalah kemampuan membentuk unsur-
unsur fonetik bahasa kita secara tepat.
Keterampilan vokal (vocal skill) adalah
kemampuan untuk menciptakan efek
emosional yang diinginkan dengan suara
kita.
5. Jenis-jenis Berbicara
Ada lima landasan yang digunakan
dalam mengklasifikasi kegiatan berbicara,
kelima landasan tersebut, yaitu:
a) Situasi
Aktivitas berbicara selalu terjadi atau
berlangsung dalam suasana, situasi, dan
lingkungan tertentu. Menurut Logan dkk
(dalam Tarigan, 1986:48), jenis berbicara
menurut situasi, yaitu:
1) Jenis-jenis (kegiatan) berbicara
informasi meliputi
(a) tukar pengalaman;
(b) pencakapan;
(c) menyampaikan berita;
(d) menyampaikan pengumuman;
(e) bertelepon; dan
(f) memberi petunjuk.
2) Jenis-jenis (kegiatan) berbicara
formal, yaitu:
(a) ceramah;
(b) perencanaan dan penelitian;
(c) interview; dan
(d) prosedur parlementer; dan
(e) berbicara.
b) Tujuan
Menurut tujuannya maka kegiatan
berbicara berbagi lima jenis, yaitu:
1) berbicara menghibur;
2) berbicara menginformasikan;
3) berbicara menstimulasi;
4) berbicara meyakinkan; dan
5) berbicara menggerakkan.
c) Metode Penyajian
Ada empat cara yang bisa digunakan
orang dalam menyampaikan
pembicaraannya, yaitu:
1) Penyampaian secara mendadak
2) Penyampaian berdasarkan catatan
kecil
3) Penyampaian berdasarkan hafalan
4) Penyampaian berdasarkan naskah
d) Jumlah penyimak
Berdasarkan jumlah penyimak,
berbicara dapat dibagi atas tiga jenis,
yaitu:
1) berbicara antarpribadi;
2) berbicara dalam kelompok kecil;
dan
3) berbicara dalam kelompok besar.
e) Peristiwa khusus
Menurut Logan dkk (dalam Tarigan,
1986:56), berdasarkan peristiwa khusus
berbicara atau pidato dapat digolongkan
atas enam jenis, yaitu:
1) pidato persentasi;
5
Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15
2
2) pidato penyambungan;
3) pidato perjamuan (makan malam);
4) pidato perkenalan; dan
5) pidato norminasi (mengumpulkan).
6. Pengetahuan Dasar Berbicara
Mulgrave (Tarigan, 1986:20–22)
mengatakan bahwa berbicara dapat
ditinjau sebagai suatu seni dan juga
sebagai suatu ilmu. Jika berbicara itu
dipandang sebagai suatu seni, maka
penekanannya ditekankan pada penerapan
sebagai suatu alat komunikasi dalam suatu
masyarakat. Jika berbicara dipandang
sebagai suatu ilmu, maka ada beberapa hal
penting yang perlu diperhatikan, antara
lain:
a) mekanisme bicara dan mendengar;
b) latihan dasar bagi ujaran dan suara
c) bunyi-bunyi dalam rangkaian dan
tujuan;
d) diftong-diftong;
e) konsonan-konsonan;
f) bunyi-bunyi bahasa; dan
g) pantologi ujaran.
Pengetahuan mengenal teori dalam
berbicara, sangat bermanfaat dalam
menunjang kemampuan dan kesuksesan
dalam praktik berbicara, maka dari itulah,
diperlukan pendidikan berbicara. Adapun
konsep yang mendasari pendidikan
berbicara dikategorikan dalam tiga
kelompok, yaitu:
a) Hal-hal yang berkaitan dengan
hakikat atau sifat dasar ujaran:
b) Hal-hal yang menyatakan proses-
proses intelektual yang
dipergunakan untuk
mengembankan kemampuan
berbicara dengan baik, dan
c) Hal-hal yang memudahkan
seseorang untuk mencapai
keterampilan berbicara.
Mulgrave (Tarigan, 1986:22)
mengatakan bahwa analisis mengenai
proses-proses intelektual yang
dipergunakan untuk mengembangkan
kemampuan berbicara menunjukkan
perlunya pengaturan bahan bagi
penampilan lisan, perlunya penggunaan
ekspresi yang jelas dan efektif bagi
komunikasi yang khusus tanah, dan
perlunya menyimak suatu keterampilan
yang penuh saksama dan perhatian.
7. Rambu-rambu dalam Berbicara
Menurut Artsyad & Mukti,
1988:31—32). Sukseskan suatu
pembicaraan tergantung pada pembicaraan
dan pengantar. Untuk itu diperlukan
beberapa syarat kepada seseorang
pembicaraan dan pendengar, antara lain:
a) Menguasai masalah yang
dibicarakan. Penguasaan masalah
akan menumbuhkan keyakinan
kepada diri pembicara, sehingga
akan menimbulkan rasa percaya
diri yang merupakan modal utama
bagi pembicara.
b) Mulai berbicara jika situasi
memungkinkan. Sebelum memulai
pembicaraan, hendaknya
pembicara memperhatikan situasi
seluruhnya, khususnya pendengar.
Bila pendengar sudah siap, baru
nilai berbicara.
c) Pengarahan yang tepat kata salam
dalam memancing perhatian
pendengar. Sesudah memberikan
kata salam membuka pembicaraan,
seorang pembicara yang baik akan
menginformasikan tujuan ia
berbicara dan menjelaskan
pentingnya pokok pembicara itu
bagi pendengar.
d) Berbicara harus jelas dan tidak
terlalu cepat. Bunyi-bunyi bahasa
harus diucapkan secara tepat dan
jelas. Kalimat harus efektif dan
pilihan kata pun harus tepat.
e) Pandangan mata dan gerak-gerik
yang membantu. Pandangan mata
dengan hal ini mempunyai peranan.
f) Kenyaringan suara. Suara
hendaknya agar dapat didengar
oleh semua pendengar dalam
ruangan itu.
g) Dalam komunikasi dua arah,
mulailah berbicara jika sudah
dipersilahkan. Bila ingin
mengemukakan pendapat,
berbicaralah jika telah diberi
6
Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)
3
kesempatan. Jangan memotong
pembicaraan orang lain dan jangan
pula berebut berbicara. Jangan
berbicara berbelit-belit, tetapi
langsung pada sasaran.
8. Kebahasaan yang Menunjang Faktor
Keefektifan Berbicara
Sebagai pembicara yang baik,
seseorang harus memberikan kesan bahwa
ia menguasai yang dibicarakan dan
memperhatikan keberanian dan kegairahan
serta kejelasan dalam berbicara. Dalam hal
ini ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan oleh pembicara, yaitu faktor
kebahasaan dan faktor non kebahasaan.
Faktor kebahasaan yang menunjang
kefektifan dalam berbicara, yaitu:
a) Ketetapan ucapan, seseorang
pembicara harus membiasakan diri
mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
secara tepat.
b) Penempatan tekanan, nada, tanda,
dan durai yang sesuai.
c) Pilihan kata (diksi). Pilihan kata
hendaknya tepat jelas dan
bervariasi.
d) Ketepatan sasaran pembicara
(Arsyad dkk, 1988:17—19).
Sedangkan faktor yang
memengaruhi efektivitas retoris terdapat
pada setiap unsur komunikasi, yaitu:
komunikasi, resipiens, pesan, dan medium.
a) Pada komunikator
Hendrikus (1990) mengatakan
bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
efektivitas dalam proses komunikasi
retoritis yaitu:
1) Pengetahuan tentang komunikasi
dan keterampilan komunikasi,
dalam, hal ini adalah penguasaan
bahasan dan keterampilan
menggunakan bahasan dalam
media komunikasi untuk
mempermudah proses belajar.
2) Sikap komunikasi seperti rendah
hati, rela mendengar dan menerima
saran dapat memberi dampak yang
besar dalam proses komunikasi
retoris.
3) Sistem sosial dimaksudkan bahwa
semua komunikasi berada dan
hidup di dalam masyarakat
tertentu. Posisi kedudukan yang
memiliki komunikator dalam
masyarakat sangat memengaruhi
efektivitas komunikasi retoris.
4) Sistem kebudayaan seperti tingkah
laku, kata adab, dan pandangan
hidup yang diwariskan oleh suatu
kebudayaan tertentu yang akan
mempunyai efektivitas dalam
proses komunikasi dengan orang
lain.
b) Pada Resipiens
Faktor-faktor ini pada umumnya sam
dengan faktor yang memengaruhi
komunikator yaitu, pengetahuan tentang
komunikasi dan keterampilan
berkomunikasi, sikap resipiens, dan sistem
sosial dan kebudayaan.
c) Pada Pesan dan Medium
Kedua faktor ini perlu diperhatikan
oleh komunikator dalam proses
komunikasi retoris, terutama dalam hal:
1) Elemen-elemen pesan komunikator
manajemen pesan dengan
mempergunakan medium, yang
berupa kata-kata, kalimat, ide yang
dikemukakan, alat-alat peraga yang
dipakai untuk memperjelas pesan
yang berupa suara, aksen,
artikulasi, mimik, dan gerak yang
disampaikan.
2) Struktur pesan.
3) Isi pesan seharusnya mudah
dipahami dan tidak terlalu sulit.
Faktor-faktor non-kebahasaan yang
menunjang keefektifan berbicara:
a) Sikap yang wajar, tentang, dan
tidak kaku.
b) Pandangan harus diarahkan kepada
lawan berbicara.
c) Kesediaan menghargai pendapat
orang lain.
d) Gerak-gerik mimik yang tepat.
e) Keyakinan suara yang sangat
menentukan.
7
Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15
2
f) Kelancaran seorang pembicara
yang lancar akan memudahkan
pendengar menangkap isi
pembicaraan.
g) Relevansi/penalaran gagasan demi
gagasan haruslah berhubungan
dengan logis.
h) Penguasaan topik. Pembicaraan
formal selalu menuntut
persiapannya supaya topik yang
dipilihnya betul-betul dikuasai.
Kriteria Bermasalah dalam
Pembelajaran
a. Pemahaman Konsep Kurikulum dan
Penerapannya
Kata kurikulum berasal dari bahasa
Latin kurikulum yang berarti ‘jalur pacu’.
Secara tradisional, pengertian kurikulum
secara emosional tersebut mengilhami
penerapan kurikulum di sekolah. Dimyanti
(1993:3) mengemukakan beberapa
pengertian kurikulum, yaitu:
1. Kurikulum sebagai pedoman
pembelajaran.
2. Kurikulum sebagai isi pelajaran.
3. Kurikulum sebagai pengalaman
belajar yang direncanakan.
4. Kurikulum sebagai tertulis untuk
dilaksanakan.
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN), kurikulum
adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran serta cara yang dipergunakan
sebagai pedoman penyelesaian kegiatan
belajar mengajar.
Kurikulum diartikan sebagai
sejumlah kegiatan yang diberikan kepada
siswa. kegiatan tersebut sebagian besar
berupaya penyajian bahan pelajaran yang
dimaksudkan agar siswa menerima,
menguasai, dan mengembangkan bahan
pelajaran itu. Materi pelajaran yang
dituangkan dalam kurikulum itu banyak
berpengaruh terhadap minat siswa untuk
mempelajari materi pelajaran yang
bersangkutan.
Kurikulum yang kurang baik akan
berpengaruh terhadap hasil belajar.
kurikulum yang kurang baik itu misalnya,
kurikulum yang terlalu padat, tingkat
kesulitannya di atas kemampuan siswa,
tidak sesuai atau tidak mampu menampung
aspirasi, bakat minat, dan perhatian siswa.
Dalam hal ini, kemampuan pihak yang
menyusun sangat menentukan. Artinya
materi-materi pelajaran yang terdapat
dalam kurikulum harus dijabarkan
menurut kapasitas siswa sehingga dapat
cepat mengerti isi materi pelajaran
tersebut.
b. Penguasaan Metode
Dalam mengajar keterampilan
berbicara, guru sebaiknya menerapkan
berbagai macam metode, agar sistem
terlatih dan mahir dalam berbicara.
Adapun kriteria penilaian terhadap siswa
terbagi ke dalam dua aspek linguistik yaitu
kemahiran menggunakan kata-kata
(kosakata), misalnya ungkapan, idiom,
majas, dan variasi kalimat. Sedangkan
yang termasuk ke dalam nonlingustik yaitu
bagaimana siswa dalam berbicara, apakah
siswa tersebut bersifat tentang, jujur,
berani, dan terbuka.
Dalam pengajaran keterampilan
berbicara, guru perlu menguasai metode
mengajar karena hal tersebut merupakan
suatu pengetahuan dikuasai. Hal tersebut
dimaksudkan agar dalam mengajar atau
menyajikan bahan pelajaran kepada siswa
di dalam kelas baik secara individual
maupun secara kelompok, mudah diserap,
dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa
dengan baik. Makin baik metode
pengajaran yang diterapkan makin efektif
pula pencapaian tujuan pembelajaran.
c. Penguasaan Pendekatan
Dalam pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia diperlukan pendekatan
yang dapat mengatakan pengajaran bahasa
mencapai sasaran yang diinginkan.
Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia
dalam kurikulum 1994 menggunakan
pendekatan komunikatif, yaitu pendekatan
yang berorientasi kepada kegiatan belajar
mengajar fungsi bahasa.
8
Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)
3
Pendekatan komunikatif dalam
pengajaran bahasa dan sastra Indonesia
mempunyai dan prinsip sebagai berikut:
1. Bahasa mempunyai fungsi utama
sebagai alat komunikasi.
2. Tujuan utama bahasa dan sastra
Indonesia adalah penguasaan
kompetensi dan performansi.
3. Pengajaran bahasa dan sastra
Indonesia didasarkan atas
kebutuhan siswa.
4. Dalam proses belajar mengajar
mengoptimalkan pemakaian bahasa
Indonesia.
5. Siswa diarahkan pada penggunaan
bahasa.
Dalam proses belajar dengan metode
komunikatif ini, guru menjalankan peran-
peran sebagai berikut:
1. Fasilitator, yaitu yang memberi
kemudahan-kemudahan bagi
sisw3a selama proses komunikasi
berlangsung. Semua siswa
melaksanakan aktivitas.
2. Komunikator, yaitu sewaktu-waktu
jadi partisipan bebas dalam
kegiatan komunikasi yang
dilakukan siswa.
3. Organisator sumber belajar.
4. Penasihat dan pembimbing
kegiatan belajar siswa.
5. Manajer atau pengelola kegiatan
belajar mengajar.
6. Analisis kebutuhan belajar siswa,
yaitu meneliti kebutuhan siswa
dalam belajar yang harus
disediakan guru.
Penguasaan Materi Pelajaran
Materi pelajaran merupakan segala
informasi yang berisi fakta-fakta prinsip,
dan konsep yang diperlukan untuk
mencapai tujuan. Sehubungan dengan itu
Tarigan (1986:22—24), mengemukakan
pedoman penentuan materi pelajaran
sebagai berikut:
1. Sudut Pandangan (point of view)
Materi pelajaran harus mempunyai
landasan, prinsip, dan sudut pandangan
tertentu yang menjawab atau melandasi
buku pelajaran secara keseluruhan. Sudut
pandangan ini dapat berupa teori dan ilmu
jiwa, bahasa, dan sebagainya.
2. Kejelasan Konsep
Konsep-konsep yang digunakan
dalam buku pelajaran harus jelas dan
landasan. Keremangan dan kesamaran juga
harus dilandasi agar pembaca dapat
memperoleh pengertian dan pemahaman.
3. Relevansi dan Kurikulum
Materi pelajaran harus relevan
dengan kurikulum yang berlaku.
4. Menarik Minat
Materi pelajaran dibuat untuk siswa.
Oleh karena itu, pembuat materi pelajaran
harus mempertimbangkan minat-minat
siswa.
5. Menumbuhkan Motivasi
Motivasi berasal dari kata “motif”
yang berarti daya pendorong bagi
seseorang untuk melakukan sesuatu.
Materi pelajaran yang baik adalah materi
yang dapat membuat siswa ingin, mau, dan
senang mempelajarinya.
6. Menstimulasi Aktivitas Siswa
Materi pelajaran yang baik adalah
buku yang dapat merangsang, menantang,
dan mengingat aktivitas siswa.
7. Menghargai Perbedaan Individu
Materi pelajaran yang baik tidak
membesar-besar perbedaan individu
tertentu, perbedaan dalam kemampuan
bakat, minat, ekonomi, sosial, dan budaya
setiap individual tidak dipermasalahkan,
tetapi diterima sebagaimana adanya.
8. Memantapkan Nilai-nilai
Materi pelajaran yang baik berusaha
memantapkan nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat.
Kegiatan Belajar-Mengajar
Kegiatan belajar mengajar
merupakan salah satu dari dua kegiatan
yang searah. Rumusan kegiatan belajar
9
Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15
2
mengajar dapat berupa uraian singkat yang
akan dilaksanakan. Komponen kegiatan
belajar mengajar tersebut meliputi, sumber
pelajaran, serta pemilihan media dan
metode pengajaran. Uraian kegiatan
belajar mengajar ini mencerminkan
langkah-langkah kegiatan, penguasaan,
dan pengelompokan pembelajaran.
Faktor Eksternal dan Faktor Internal
yang Memengaruhi Siswa, yaitu:
a. Faktor Eksternal Siswa
1. Pengaruh lingkungan, lingkungan
keluarga, lingkungan masyarakat,
dan lingkungan sekolah.
2. Faktor guru, karena guru
merupakan orang yang berhadapan
langsung dengan siswa.
3. Kurangnya buku-buku penunjang,
khususnya buku keterampilan
berbicara.
b. Faktor Internal Siswa
Faktor yang terdapat dalam diri
siswa yang berpengaruh terhadap
keberhasilan belajar adalah bakat, minat,
kemampuan, dan motivasi belajar. Siswa
merupakan masukan (bahan) mentah yang
perlu dibimbing dalam proses belajar
mengajar.
Pengajaran Bahasa Indonesia di
sekolah diarahkan pada penggunaan bahan
sebagai alat komunikasi. Pengajaran
tersebut dituntut untuk dapat
mengantarkan siswa untuk mampu dan
terampil dalam berbicara dengan baik
secara monolog maupun dialog di hadapan
umum atau di depan orang banyak, secara
formal. Namun, untuk mencapai tujuan
tersebut masih ditemukan beberapa
masalah baik yang dihadapi oleh siswa
maupun oleh guru dalam pembelajaran
keterampilan berbicara.
Masalah yang dihadapi oleh siswa
dalam pembelajaran keterampilan
berbicara ini, secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi dua faktor, yakni
faktor internal dan eksternal. Kedua faktor
inilah yang selanjutnya diidentifikasikan
dan dianalisis secara rinci untuk
mendapatkan gambaran tentang
problematika pembelajaran keterampilan
berbicara. Gambaran inilah yang menjadi
hasil akhir penelitian.
METODE
Variabel dan Desain Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel selalu ada pada setiap jenis
penelitian yang bersifat kuantitatif.
Variabel dalam penelitian ini yaitu
problematika pembelajaran keterampilan
berbicara bahasa Indonesia siswa kelas XI
SMA Negeri 1 Lilirilau Kabupaten
Soppeng.
2. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif. Penulisan kualitatif atau
prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis
dan tulisan tentang orang-orang atau
perilaku yang dapat diamati.
3. Teknik Pengumpulan Data
Tujuan penelitian yang ingin dicapai
yaitu mengetahui memperoleh data dan
informasi serta mengidentifikasi
problematika keterampilan berbicara
bahasa Indonesia di kelas XI SMA Negeri
I Lilirilau. Untuk memperoleh data dan
informasi yang lengkap, peneliti
menggunakan metode antara lain:
a) Observasi atau Pengamatan
Untuk memperoleh informasi secara
langsung dengan menyaksikan proses
belajar mengajar di kelas khususnya dalam
pembelajaran keterampilan berbicara.
b) Wawancara
Tes wawancara 8 butir diberikan
dengan rangkaian tanya jawab dengan
guru bidang studi Bahasa Indonesia, untuk
memperoleh data tentang problematika
yang ditemukan dalam pengajaran
keterampilan berbicara. Penelitian
dilakukan dengan teknik wawancara
dengan senantiasa berpedoman pada daftar
10
Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)
3
pertanyaan yang telah disiapkan.
c) Angket
Penyebaran angket sebanyak 15
butir. Angket ini digunakan untuk
memperoleh data tentang problematika
keterampilan berbicara bahasa Indonesia
siswa kelas XI SMA Negeri I Lilirilau.
Angket ini digunakan untuk melengkapi
data yang diperoleh melalui teknik
wawancara.
4. Defenisi Operasional Variabel
Problematika keterampilan
berbicara dalam penelitian ini yaitu:
Masalah atau kendala yang dihadapi siswa
dalam pembelajaran baik menerima
maupun dalam menyampaikan pesan
melalui bahas lisan (berbicara) sehingga
tujuan yang diinginkan oleh pembicara
dapat tercapai dengan baik.
PEMBAHASAN
Data penelitian ini dianalisis sesuai
dengan prosedur yang telah ditentukan
pada bab terdahulu. Adapun data yang
dianalisis adalah data hasil wawancara
dengan guru bidang studi Bahasa dan
Sastra Indonesia dan data hasil angket
siswa. Data tersebut menggambarkan
problematika pembelajaran keterampilan
berbicara pada siswa kelas XI SMA
Negeri 1 Lilirilau Kabupaten Soppeng.
Masalah yang diamati dalam
penelitian ini adalah penguasaan metode,
penguasaan materi, kurikulum dan
penerapan, dan kegiatan belajar mengajar.
Hasil wawancara dengan guru,
wawancara dilakukan sesuai dengan daftar
pertanyaan dan disesuaikan dengan
keadaan pada saat itu, Hasil wawancara
dengan guru bidang studi Bahasa
Indonesia, dalam hubungannya dengan
kelengkapan buku paket siswa. menurut
tenaga pengajar mata pelajaran Bahasa
Indonesia siswa kurang memiliki buku
paket sehingga muncul salah satu kendala
yang memengaruhi keterampilan berbicara
bahasa Indonesia, selain itu juga tingkat
ketetapan siswa dalam membaca buku di
perpustakaan masih kurang.
Mengenai kegemaran siswa terhadap
pembelajaran keterampilan berbicara,
menurut guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia siswa kadang-kadang
menyenangi pembelajaran keterampilan
berbicara, sesuai dengan materinya.
Mengenai waktu yang telah
disediakan untuk bidang studi Bahasa
Indonesia setiap minggunya. Menurut guru
bidang studi, waktu itu sudah cukup untuk
mengajarkan keterampilan berbicara.
Wawancara dengan guru bidang studi
Bahasa Indonesia, diperoleh data
mengenai kendala-kendala dalam
pembelajaran keterampilan berbicara
dihubungkan dengan kurang aktifnya
siswa dalam kegiatan berbicara (bertanya,
menjawab, mengemukakan pendapat, dan
diskusi) umumnya disebabkan oleh merasa
malu, merasa takut, dan kurang percaya
diri, karena adanya perasaan gugup,
bimbang, dan kaku dalam setiap diberi
kesempatan untuk berbicara di depan
kelas.
Masalah lebih banyak bersumber
dari diri siswa, yaitu hal-hal yang
berkaitan dengan faktor psikis siswa,
walaupun faktor eksternal ada, namun
sangat kecil pengaruhnya terhadap
ketidakaktifan siswa dalam kegiatan
berbicara bila hal dibandingkan dengan
faktor eksternal. Faktor dalam diri siswa
yang memengaruhi kegiatan belajar
mengajar sehingga kurang aktif terutama
dalam kegiatan berbicara adalah adanya
perasaan kurang percaya diri, perasaan
malu, kurang pengalaman, dan perasaan
takut, sedangkan faktor eksternal yaitu,
dipengaruhi oleh dialek daerah atau bahasa
Ibu dan keadaan lingkungan keluarga dan
masyarakat umum yang kurang
mendukung. Kedua faktor tersebut
menjadi masalah bagi siswa. dengan
adanya masalah yang dihadapi siswa
dalam kegiatan berbicara, maka sasaran
yang ingin dicapai pembelajaran bahasa
Indonesia pada aspek berbicara, yaitu
siswa dicapai pembelajaran bahasa
Indonesia pada aspek berbicara, yaitu
siswa mampu dan terampil menggunakan
bahasa Indonesia dalam berkomunikasi
11
Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15
2
pada situasi yang resmi formal, kurang
berjalan dengan baik.
Data hasil penelitian menggunakan
angket membuktikan bahwa masih banyak
masalah yang dihadapi siswa kelas XI
SMA Negeri 1 Lilirilau Kabupaten
Soppeng dalam berbicara bahasa Indonesia
yang baik dan benar, informasi tentang
problematika pembelajaran keterampilan
berbicara di SMA Negeri 1 Lilirilau dapat
diketahui melalui pertanyaan dan
informasi siswa. Berdasarkan analisis
respon siswa terhadap materi pelajaran
bahasa Indonesia di sekolah menunjukkan
21,42% yang menyatakan sangat
menyenangi mata pelajaran Bahasa
Indonesia, 14,28% responden yang
menyatakan senang terhadap mata
pelajaran Bahasa Indonesia, 23,8% yang
menyatakan ragu-ragu, 26,19% responden
yang kurang menyenangi mata pelajaran
Bahasa Indonesia, dan 14,28% responden
yang sama sekali tidak menyenangi mata
pelajaran Bahasa Indonesia.
Mengenai Ketertarikan Siswa
terhadap Materi Pelajaran Lain daripada
Materi Pelajaran Bahasa Indonesia
menunjukkan bahwa tidak seorang pun
yang sangat tertarik maupun yang tertarik
terhadap materi pelajaran lain daripada
materi pelajaran Bahasa Indonesia,
64,28% responden yang ragu-ragu tertarik
mempelajari materi pelajaran lain daripada
materi pelajaran lain, 28,57% responden
yang lebih tertarik materi pelajaran Bahasa
Indonesia daripada materi pelajaran lain,
dan 7,14% responden yang sangat tidak
tertarik materi pelajaran Bahasa Indonesia
daripada materi pelajaran lain.
Mengenai Materi yang Disenangi
Siswa dalam Pelajaran Bahasa Indonesia
di sekolah menunjukkan 21,42% yang
menyatakan menyenangi pelajaran Bahasa
Indonesia pada aspek menulis, 26,19%
responden yang menyatakan menyenangi
mata pelajaran Bahasa Indonesia dari
aspek membaca, 11,90% responden yang
menyenangi pelajaran Bahasa Indonesia
aspek berbicara, dan 40,47% responden
yang menyatakan menyenangi pelajaran
Bahasa Indonesia, khususnya aspek
menyimak.
Mengenai Tanggapan Siswa
terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa
Indonesia di sekolah, menunjukkan
52,15% responden yang menyatakan sulit,
42,85% responden yang menyatakan
mudah dan tidak seorang pun yang
menyatakan bahwa keterampilan berbicara
itu sangat sulit dan sangat mudah.
Mengenai Waktu Siswa Membaca
Buku tentang Materi Berbicara di
Perpustakaan ada sejumlah 23,80%
responden yang menyatakan sangat sering,
16,66% responden yang menyatakan
sering, 47,61% yang menyatakan jarang,
dan 90% responden yang menyatakan
tidak pernah membaca buku di
perpustakaan.
Mengenai Pengaruh Dialek
Daerah/Bahasa Pertama 21,42%
responden yang menyatakan sangat sering
dipengaruhi, 42,61% responden yang
menyatakan sering dipengaruhi, 19,04%
responden menyatakan jarang, dan 11,90%
responden yang menyatakan tidak pernah.
Persepsi siswa terhadap Penggunaan
Bahasa Anggota Keluarga Masing-masing
dalam Kehidupan Sehari-Hari,
menunjukkan bahwa 9,52% siswa yang
menyatakan sangat sering menggunakan
bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-
hari, 7,14% responden yang menyatakan
sering, 23,80% responden yang
menyatakan ragu-ragu, 35,71% responden
yang menyatakan tidak setuju, dan 23,80
responden yang menyatakan sangat tidak
setuju atau menyatakan kebanyakan
keluarganya menggunakan bahasa daerah
daripada bahasa Indonesia.
Persepsi Siswa Tentang
Keseringan Menggunakan Bahasa Daerah
daripada Bahasa Indonesia dalam
Berkomunikasi di Luar Lingkungan
Sekolah dapat dipahami bahwa ada,
59,52% responden yang menyatakan
sangat sering menggunakan bahasa daerah
daripada bahasa Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari, 1190% responden
yang menyatakan sering menggunakan
bahasa daerah daripada bahasa Indonesia
12
Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)
3
11,90 responden yang menyatakan jarang
menggunakan bahasa Indonesia daripada
bahasa daerah, dan sekitar 16,66
responden yang lebih sering menggunakan
bahasa Indonesia daripada bahasa daerah
di lingkungannya masyarakat.
Persepsi Siswa terhadap
Pengumpulan Kurang Aktifnya dalam
Kegiatan Keterampilan Berbicara
(bertanya, menggunakan pendapat,
menjawab, dan diskusi), 7,14% responden
yang menyatakan sangat setuju bahwa
mereka kurang aktif dalam kegiatan
keterampilan berbicara karena faktor malu,
76,19% responden yang menyatakan
setuju kalau faktor malu adalah salah satu
penyebab kurang aktif dalam berbicara,
7,14% responden yang menyatakan sangat
tidak setuju, dan 952% responden yang
menyatakan tidak setuju.
Faktor Penyebab Kurang Aktifnya
Siswa dalam Kegiatan Keterampilan
Berbicara, 14,28% responden yang
menyatakan sangat setuju bahwa faktor
penyebab kurang aktifnya siswa dalam
berbicara adalah rasa takut, 71,42%
responden yang menyatakan setuju, hanya
4,76% responden yang menyatakan sangat
tidak setuju, dan 9,52% responden yang
menyatakan tidak setuju.
Faktor utama lain yang
memengaruhi siswa kurang aktif dalam
kegiatan pembelajaran berbicara siswa
kurang aktif dalam pembelajaran berbicara
karena dipengaruhi faktor kurang percaya
diri. Terlihat dari tabel di atas responden
mengaku kurang percaya diri sebanyak
52,38%.
Tanggapan Siswa terhadap Guru
yang Mengajar Materi Berbicara
sebanyak 23,80% responden yang
mengatakan sangat menarik, 47,61%
responden yang mengatakan menarik,
28,57% responden yang menyatakan
kurang menarik, dan tidak seorang pun
yang menyatakan tidak menarik.
Tanggapan Siswa mengenai
Kelengkapan Buku Paket disimpulkan
bahwa siswa kurang aktif dalam kegiatan
keterampilan berbicara di kelas karena
tidak memiliki buku paket. Terbukti lebih
banyak siswa yang tidak memiliki buku
paket daripada yang memiliki, yaitu
sekitar 57,14% yang tidak memiliki bunga
kurikulum paket dan hanya 19.04% siswa
yang memiliki buku paket.
Keterlibatan Siswa dalam Diskusi
di Kelas siswa kurang aktif dalam diskusi
di kelas, menunjukkan 7,14% responden
yang menyatakan sangat sering terlibat
langsung dalam diskusi, 26,19%
responden yang menyatakan sering,
47,61% responden yang menyatakan
jarang, dan 19,04% responden yang
menyatakan tidak pernah terlibat langsung
dalam diskusi di kelas.
Berdasarkan analisis data yang
dikemukakan pada bagian sebelumnya,
pada bagian ini dibahas tentang
problematika yang dihadapi siswa kelas XI
SMA Negeri 1 Lilirilau Kabupaten
Soppeng dalam pembelajaran keterampilan
berbicara bahasa Indonesia.
Hasil analisis data membuktikan
bahwa, masih ada beberapa problematika
atau masalah yang dihadapi siswa
khususnya siswa kelas XI SMA Negeri 1
Lilirilau Kabupaten Soppeng, masalah-
masalah tersebut yaitu:
1. Siswa dipengaruhi oleh dialek daerah
atau bahasa pertama.
Berdasarkan analisis data, siswa
kurang aktif dalam pembelajaran
keterampilan berbicara bahasa Indonesia
karena dipengaruhi oleh dialek daerah atau
bahasa pertama. Hal ini disebabkan oleh
pengaruh lingkungan, yaitu siswa lebih
sering men bahasa daerah daripada bahasa
Indonesia dalam berkomunikasi. Untuk
mengatasi hal tersebut, sebaiknya siswa
dibiasakan untuk senantiasa berbahasa
Indonesia baku pada saat berlangsungnya
proses belajar mengajar.
2. Adanya rasa malu, rasa takut, dan
kurang percaya diri.
Siswa kurang aktif dalam
pembelajaran keterampilan berbicara di
kelas karena adanya rasa malu, rasa takut,
dan rasa kurang percaya diri. Ketiga hal
tersebut muncul karena siswa kurang
13
Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15
2
dilatih dalam berbicara di depan umum,
metode yang digunakan oleh guru sifatnya
masih menonton, kurang motivasi dan
bakat yang tertanam dalam diri siswa. oleh
karena itu untuk mengatasi masalah
tersebut, dalam rangka meningkatkan
pembelajaran keterampilan berbicara
sebaiknya siswa dibahas untuk berani
tampil berbicara di depan kelas, dengan
jalan banyak memberikan latihan dan
praktek Guru sebaiknya menerapkan
berbagai macam metode, agar siswa
terlatih dan mahir dalam berbicara.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa, faktor yang
memengaruhi siswa sehingga kurang aktif
dalam pembelajaran keterampilan
berbicara adalah adanya faktor eksternal
dan faktor internal. Faktor eksternal yaitu
faktor yang berasal dari luar diri siswa,
misalnya siswa kurang dilatih dalam
berbicara di depan umum, penerapan
metode yang digunakan guru masih
menonton. Faktor internal siswa yaitu
kurangnya motivasi dan bakat dalam diri
siswa.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh kelas XI SMA Negeri 1 Lilirilau
Kabupaten Soppeng, maka penulis
menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor,
yaitu 1) dipengaruhi oleh dialek daerah
atau bahasa pertama, 2) adanya perasaan
takut dan malu pada saat berbicara di
depan kelas, 3) adanya perasaan kurang
pengalaman, 4) adanya perasaan kurang
percaya diri, karena merasa gugup,
bimbang, dan kaku setiap mereka
berbicara di depan kelas, dan 5) tingkat
kekerapan siswa membaca buku mengenai
keterampilan berbicara di perpustakaan
masih kurang, dan lingkungan keluarga
serta masyarakat umum yang kurang
mendukung.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1985. Penelitian
Pendidian Prosedur dan Strategi.
Bandung: Angkasa
Arikunto, Suharsimi. 1991. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Prsktik.
Jakarta: Rineke Cipta
Arsyad, G. Maidar & U.S. Mukti. 1988.
Pembinaan Kemampuan Berbicara
Bahasa Indonesia. IKIP Jakarta:
Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
1997. Pengembangan keterampilan
Berbicara. Jakarta: Depdikbud.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
1990. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Dimyati, Mudjiono. 1999. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.
Fitriani. 2001. “Problematika
Pembelajaran Keterampilan
Berbicara Bahasa Indonesia Siswa
Kelas III SMA Neg. 3 Makassar”.
Skripsi Makassar: FBS UNM.
Henrikus, Dori Wuwur. 1990. Retorika
Terampil Berpidato, Berdiskusi,
Beragumentasi, Bernegosiasi,
Landero.
Keraf, Gorys. 1988. Diskusi dan Gaya
Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.
Keraf, Gorys. 1993. Komposisi. Jakarta:
Ikrar Mandiri Abadi.
Ningsih, Ayu Gustia, dkk. 2013.
“Peningkatan Keterampilan
Berbicara melalui Metode Bermain
Teka-Teki Siswa Kelas X Mas-Ti
Tabek Gadang Kabupaten Lima
Puluh Kota”. Jurnal Bahasa, Sastra
dan Pembelajaran. Vol. 1, No. 3.
Nuryanto, Sukarir. Dkk. 2018.
“Peningkatkan Keterampilan
Berbicara Mahasiswa PGSD dalam
Perkuliahan Bahasa Indonesia
Berbasis Konservasi Nilai-Nilai
Karakter melalui Penerapan Metode
Task Based Activity dengan Media
Audio Visual”. Jurnal Penelitian
Pendidikan. Vol. 35, No. 1.
Osberne, W. John. 1990. Kiat Berbicara di
Depan Umum Eksekutif Jalan
Menuju Keberhasilan. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Putri, Mariani Wulan, dkk. 2016.
“Peningkatan Kemampuan Berbicara
dengan Menggunakan Metode
14
Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)
3
Talking Stick pada Siswa Kelas Viii
6 SMP Negeri 4 Denpasar Tahun
Ajaran 2015/2016”. Jurnal Santiaji
Pendidikan. Vol. 6, No. 2.
Salam & Sahiri. 1990. “Dasar-dasar
Penerapan pendekatan Berbahasa
dan Mengaplikasikan Sastra
Indonesia”. Ujung Pandang: FPBS
IKIP Ujung Pandang.
Syafi’ie, Iman. 1998. Retorika dalam
Menulis. Jakarta: Depdikbud.
Tarigan, Hendrik Guntur. 1986. Berbicara
Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
15