TOTOBUANG Volume 7 Nomor 1, Juni 2019 Halaman 1 15 ...

15
1 TOTOBUANG Volume 7 Nomor 1, Juni 2019 Halaman 115 PROBLEMATIKA KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 LILIRILAU KABUPATEN SOPPENG (The Problems Faced by Class XI Students of SMA 1 Lilirilau, Soppeng District in Speaking Indonesian Skills) Yulismayanti a & Ahmad b a Universitas Iqra Buru Jalan Prof. Dr. A. Basalamah, M.Si. Namlea, Maluku b Universitas Muhammadiyah Kupang Jln. KH. Ahmad Dahlan No 17 Kota Kupang, NTT Pos-el: [email protected] (Diterima:7 Mei 2019; Direvisi: 28 Mei 2019; Disetujui: 31 Mei 2019) Abstract This study aims to describe the problems faced by class XI students of SMA 1 Lilirilau, Soppeng district in speaking Indonesian skills. The formulation of the problem in this study is what are the problems faced by the 11th grade students of Lilirilau 1 Public High School in Soppeng Regency. This study uses a qualitative descriptive research design. Data collection techniques of this research are observation, questionnaire, and interview. The data analysis technique of this research is that researchers examine the data used for research. The results of the research obtained are there are several factors that influence the learning of Indonesian speaking skills in class XI Lilirilau 1 Public High School, Soppeng District. Influenced by regional or first language dialects, feeling of fear and shame when speaking in front of the class, feeling of lack of experience, feeling of lack of confidence, feeling nervous, indecisive, and stiff when they speak in front of the class, the frequency of students reading books about speaking skills in the library are still lacking, and family and general public environments are less supportive. Keywords: Indonesian, problematics, speaking skills Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan problematika yang dihadapi siswa kelas XI SMA Negeri 1 Lilirilau kabupaten Soppeng dalam keterampilan berbicara bahasa Indonesia. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah problematika apa sajakah yang dihadapi siswa kelas XI SMA Negeri 1 Lilirilau Kabupaten Soppeng. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah observasi, angket, dan wawancara. Teknik analisis data penelitian ini adalah peneliti memeriksa data yang dipergunakan untuk penelitian. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu ada beberapa faktor yang memengaruhi pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA Negeri 1 Lilirilau Kabupaten Soppeng dipengaruhi oleh dialek daerah atau bahasa pertama, perasaan takut dan malu pada saat berbicara di depan kelas, adanya perasaan kurang pengalaman, perasaan kurang percaya diri, karena merasa gugup, bimbang, dan kaku setiap mereka berbicara di depan kelas, tingkat kekerapan siswa membaca buku mengenai keterampilan berbicara di perpustakaan masih kurang, dan lingkungan keluarga dan masyarakat umum yang kurang mendukung. Kata-Kata kunci: bahasa Indonesia, problematika, keterampilan berbicara. PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk sosial. Tindakannya yang pertama dan yang paling penting adalah tindakan sosial. Suatu tempat saling mempertukarkan pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling mengutarakan perasaan dan saling mengekspresikan serta menyetujui suatu pendirian atau keyakinan. Oleh karena itu, di dalam tindakan sosial harus terdapat elemen- elemen yang umum, yang sama-sama disetujui dan dipahami oleh sejumlah orang yang merupakan suatu masyarakat, Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan komunikasi. Salah satu yang dibutuhkan dalam berkomunikasi ialah bahasa. Di sini perlu disadari bahwa

Transcript of TOTOBUANG Volume 7 Nomor 1, Juni 2019 Halaman 1 15 ...

1

TOTOBUANG

Volume 7 Nomor 1, Juni 2019 Halaman 1—15

PROBLEMATIKA KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA SISWA

KELAS XI SMA NEGERI 1 LILIRILAU KABUPATEN SOPPENG

(The Problems Faced by Class XI Students of SMA 1 Lilirilau, Soppeng District in

Speaking Indonesian Skills)

Yulismayantia & Ahmadb aUniversitas Iqra Buru

Jalan Prof. Dr. A. Basalamah, M.Si. Namlea, Maluku bUniversitas Muhammadiyah Kupang

Jln. KH. Ahmad Dahlan No 17 Kota Kupang, NTT

Pos-el: [email protected]

(Diterima:7 Mei 2019; Direvisi: 28 Mei 2019; Disetujui: 31 Mei 2019)

Abstract

This study aims to describe the problems faced by class XI students of SMA 1 Lilirilau, Soppeng district

in speaking Indonesian skills. The formulation of the problem in this study is what are the problems faced by the

11th grade students of Lilirilau 1 Public High School in Soppeng Regency. This study uses a qualitative

descriptive research design. Data collection techniques of this research are observation, questionnaire, and

interview. The data analysis technique of this research is that researchers examine the data used for research.

The results of the research obtained are there are several factors that influence the learning of Indonesian

speaking skills in class XI Lilirilau 1 Public High School, Soppeng District. Influenced by regional or first

language dialects, feeling of fear and shame when speaking in front of the class, feeling of lack of experience,

feeling of lack of confidence, feeling nervous, indecisive, and stiff when they speak in front of the class, the

frequency of students reading books about speaking skills in the library are still lacking, and family and general

public environments are less supportive.

Keywords: Indonesian, problematics, speaking skills

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan problematika yang dihadapi siswa kelas XI SMA Negeri 1

Lilirilau kabupaten Soppeng dalam keterampilan berbicara bahasa Indonesia. Rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah problematika apa sajakah yang dihadapi siswa kelas XI SMA Negeri 1 Lilirilau

Kabupaten Soppeng. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif. Teknik pengumpulan data

penelitian ini adalah observasi, angket, dan wawancara. Teknik analisis data penelitian ini adalah peneliti

memeriksa data yang dipergunakan untuk penelitian. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu ada beberapa faktor

yang memengaruhi pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA Negeri 1

Lilirilau Kabupaten Soppeng dipengaruhi oleh dialek daerah atau bahasa pertama, perasaan takut dan malu

pada saat berbicara di depan kelas, adanya perasaan kurang pengalaman, perasaan kurang percaya diri,

karena merasa gugup, bimbang, dan kaku setiap mereka berbicara di depan kelas, tingkat kekerapan siswa

membaca buku mengenai keterampilan berbicara di perpustakaan masih kurang, dan lingkungan keluarga dan

masyarakat umum yang kurang mendukung.

Kata-Kata kunci: bahasa Indonesia, problematika, keterampilan berbicara.

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk sosial.

Tindakannya yang pertama dan yang

paling penting adalah tindakan sosial.

Suatu tempat saling mempertukarkan

pengalaman, saling mengemukakan dan

menerima pikiran, saling mengutarakan

perasaan dan saling mengekspresikan serta

menyetujui suatu pendirian atau

keyakinan. Oleh karena itu, di dalam

tindakan sosial harus terdapat elemen-

elemen yang umum, yang sama-sama

disetujui dan dipahami oleh sejumlah

orang yang merupakan suatu masyarakat,

Untuk mewujudkan hal tersebut

diperlukan komunikasi. Salah satu yang

dibutuhkan dalam berkomunikasi ialah

bahasa. Di sini perlu disadari bahwa

Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15

2

bahasa berperan penting dalam kehidupan

dalam bermasyarakat, karena tanpa bahasa

maka segala jenis kegiatan dalam

masyarakat akan lumpuh (Keraf, 1993:1).

Berbahasa pada dasarnya tidak lain

adalah mencerdaskan pikiran, gagasan dan

maksud dengan perkataan lain. Manfaat

yang paling besar dari bahasa adalah dapat

dipergunakan untuk menyampaikan

pikiran, gagasan, atau maksud kepada

orang lain. Penggunaan bahasa Indonesia

yang benar akan meningkatkan empat

keterampilan, yaitu keterampilan

berbicara, keterampilan membaca,

keterampilan menyimak dan keterampilan

menulis. Terampil berbahasa dapat

meningkatkan kepercayaan diri untuk

berbicara di hadapan orang lain. Bahasa

merupakan kegiatan keterampilan yang

meliputi beberapa aspek, yaitu

keterampilan menyimak, keterampilan

berbicara, keterampilan membaca, dan

keterampilan menulis. Terampil berbahasa

berarti terampil menyimak, terampil

berbicara, terampil membaca, dan terampil

menulis” (Tarigan, 1986:22).

Keempat keterampilan tersebut

saling berhubungan dengan proses-proses

berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa

seseorang mencerminkan pikirannya.

Semakin terampil seseorang berbahasa

semakin jelas pula jalan pikirannya.

Semua itu dapat dipengaruhi dan dikuasai

dengan jalan berlatih. Melatih

keterampilan berbahasa berarti pula

melatih keterampilan berpikir (Tarigan,

1986:22).

Salah satu ciri hakikat manusia

adalah berbicara. Keterampilan berbicara

sebaiknya diajarkan sejak dini, karena

keterampilan berbicara sangat diperlukan

terhadap keberhasilan seseorang dalam

profesinya. Namun, masih banyak orang

yang tidak menyadari dan beranggapan

bahwa kelengkapan alat bicara sudah

cukup menjamin seseorang melakukan

tindak tutur yang baik. Disadari atau tidak,

tujuan berbicara bukan hanya untuk

menyampaikan kata sebanyak-banyaknya,

melainkan untuk berkomunikasi dengan

orang lain yang memungkinkan orang lain

dapat memahami apa yang diucapkan.

Demikian halnya dalam proses belajar

mengajar di sekolah, diperlukan satu

bentuk komunikasi lisan.

Kepandaian dan keterampilan

berbicara dapat diperoleh dengan jalan

praktik dan banyak latihan (Tarigan

1986:1). Tanpa adanya latihan dan praktik

yang memadai maka akan menimbulkan

masalah dalam pembelajaran bahasa

Indonesia khususnya keterampilan

berbicara. Hal itu sesuai hasil penelitian

Fitriani (2001) yang menyatakan bahwa

guru kurang memberikan praktik dan

latihan dalam pembelajaran keterampilan

berbicara bahasa Indonesia yang baik dan

benar.

Berdasarkan gambaran di atas,

keterampilan berbicara perlu

dikembangkan dan dipelajari oleh setiap

orang karena keterampilan berbicara

sangat penting dalam berkomunikasi.

Penulis berpikir bahwa keterampilan

berbicara bukan sekadar pengetahuan

biasa yang dapat dilakukan tiap-tiap orang

termaksud siswa SMA Negeri 1 Lilirilau.

Pernyataan tersebut didasari oleh keluhan

siswa yang didengar penulis. Mereka

menyampaikan keluhan bahwa tidak

mudah menggunakan bahasa secara lisan,

baik monolog maupun dialog. Hal ini

dapat dilihat pada siswa yang biasanya

lebih mudah menjawab atau mengurangi

suatu persoalan dalam bentuk tertulis

dibandingkan secara lisan. Sering terjadi

seorang siswa yang mempunyai nilai

bagus dalam menjawab soal-soal secara

tertulis tetapi kurang aktif dalam berbicara

di kelas.

Berdasarkan uraian di atas, penulis

terdorong ingin mengetahui penyebab

kurang terampilnya siswa dalam berbicara.

Padahal, siswa sangat terampil

menggunakan bahasa Indonesia secara

tertulis. Penelitian ini dilakukan di

Kabupaten Soppeng dengan pertimbangan

untuk mengetahui perkembangan dan

selain pertimbangan biaya dan kemudahan

akomodasi. Selain itu, karena di tempat

tersebut belum ada yang meneliti masalah

tersebut.

Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)

3

LANDASAN TEORI

1. Pengertian Berbicara

Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (1990:114), berbicara berasal

dari kata “bercakap,” kemudian menjadi

bicara yang berarti pertimbangan (pikir):

berbahasa namun batasan ini susah untuk

dipakai karena disamakan antara

keterampilan berbicara dengan berbahasa,

padahal berbicara merupakan komponen

dari keterampilan berbahasa

(Poerwodarminta, 1987:136).

Berbicara merupakan salah satu

kemampuan khusus manusia. Oleh karena

itu, pembicara seumur dengan bangsa

manusia. Hendrik (1990:14) mengatakan

bahwa bahasa dan pembicaraan itu

muncul, ketika manusia mengungkapkan

dan menyampaikan pikiran kepada orang

lain. Nuryanto dan kawan-kawan

(2018:84) menyatakan bahwa

keterampilan berbicara dalam bahasa

Indonesia merupakan suatu keterampilan

bahasa yang perlu dikuasai dengan baik,

karena keterampilan ini merupakan suatu

indikator terpenting bagi keberhasilan

mahasiswa dalam belajar bahasa. Dengan

penguasaan keterampilan berbicara yang

baik, mahasiswa dapat mengomunikasikan

ide-ide mereka, baik di sekolah maupun

dengan penutur asing dan juga menjaga

hubungan baik dengan orang lain. Apalagi

bila keterampilan berbicara tersebut

diiringi dengan kesantunan berbahasa yang

bagus.

Pada KTSP (Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan) dijelaskan bahwa

pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan

untuk meningkatkan kemampuan peserta

didik untuk berkomunikasi dalam bahasa

Indonesia dengan baik dan benar, baik

secara lisan maupun tulis, serta

menumbuhkan apresiasi terhadap hasil

karya kesastraan manusia Indonesia. Dari

sini bisa dilihat bahwa tujuan

pembelajaran bahasa Indonesia yakni

menciptakan anak didik yang terampil

berbicara. Keterampilan berbicara akan

digunakan untuk berkomunikasi dalam

kesempatan formal maupun informal

(Ningsih, 2013:1).

Berbicara adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan tindakan menyatakan

sesuatu kepada seseorang dalam bentuk

ujaran (bahasa lisan). Pengertian tersebut

memberikan gambaran bahwa berbicara

atau aktivitas manusia dengan bahasanya

yang terwujud dalam kegiatan

berkomunikasi secara lisan. Oleh karena

itu, retorika pada hakikatnya senantiasa

berkaitan dengan kegiatan manusia dalam

berkomunikasi. Berkomunikasi yang

dimaksud adalah kegiatan komunikasi

yang dilakukan dengan menggunakan

bahasa sebagai alatnya.

Menurut Semi (1992:2), berbicara

perlu dipelajari dan dilakukan melalui

latihan. Orang tidak mungkin dapat

berbicara dengan benar bila tidak pernah

mau mencoba berbicara di depan orang

banyak.

Setiap orang mampu berbicara

secara alamiah, namun tidak semua orang

mampu berbicara secara terampil dan

teratur sehingga kegiatan berbicara

menimbulkan kegugupan dan gagasan

yang dikemukakan menjadi tidak teratur

(Putri, dkk, 2016:89). Hal ini juga

menimbulkan penggunaan bahasa yang

tidak teratur. Pembelajaran keterampilan

berbicara sangat perlu dan penting

diajarkan pada setiap jenjang pendidikan,

baik tingkat SD maupun sampai ke jenjang

yang lebih tinggi karena adanya

pembelajaran tersebut siswa mampu untuk

berkomunikasi dengan baik. Dengan

demikian, mereka mampu menguasai

perkembangan kosakata dan berani untuk

menyampaikan ide atau gagasan secara

lisan, baik dalam situasi formal maupun

nonformal yang dibimbing oleh guru

terkait materi yang diberikan.

Pembelajaran bahasa memegang andil

besar dalam membina kemampuan

berbicara. Hal ini menunjukkan bahwa

keterampilan berbicara siswa dapat

ditingkatkan melalui pembelajaran bahasa

yang efektif dan efisien.

Berdasarkan pengertian di atas,

dapat disimpulkan bahwa berbicara

merupakan suatu kegiatan manusia dalam

berkomunikasi dengan menggunakan

Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15

2

bahasan lisan untuk mencapai tujuan atau

maksud yang diinginkan.

2. Keterampilan Berbicara

Dalam kehidupan sehari-hari,

manusia dalam menyampaikan pikiran,

gagasan, maksud sering menggunakan

bahasan lisan atau dalam bentuk ucapan

(berbicara). Aspek tersebut termasuk

dalam unsur produktif, yang berfungsi

sebagai penyimpangan, penyebar

informasi dengan menggunakan bahasan

lisan (Tarigan, 1986:86).

Beberapa keterampilan yang

diperlukan siswa, antara lain:

a. Pengucapan kata-kata yang betul.

b. Penggunaan bunyi-bunyi bahasa

dengan baik dan jelas.

c. Menyatakan sesuatu dengan tugas

sehingga jelas perbedaannya

dengan perkataan lain.

d. Sikap berbicara yang baik.

e. Mempunyai nada berbicara yang

menyenangkan.

f. Menggunakan kata-kata secara

tepat sesuai maksud yang

dinyatakan.

g. Menggunakan kalimat yang efektif.

h. Mengorganisasikan pokok-pokok

pikiran dengan baik.

i. Mengetahui kapan ia harus

berbicara dan kapan mesti

mendengarkan kawan berbicara,

serta berbicara secara bijaksana

(Dallaman dalam Safe’ie,

1988:19).

Safe’ie (1988:4–7) Mengemukakan

bahwa “keterampilan berbicara memiliki

empat unsur pokok, yaitu rasional yang

baik, etika dan nilai moral, bahasa, dan

pengetahuan”.

3. Tujuan Berbicara

Tujuan utama dari berbicara adalah

untuk berkomunikasi agar dapat

menyampaikan pikiran secara efektif, oleh

karena itu, pembicara harus memahami

yang ingin dikmunikasikannya, dan

mampu mengevaluasikan efek

komunikasikan terhadap para

pendengarnya, serta harus mengetahui

prinsip-prinsip yang mendasari segala

situasi pembicaranya, baik secara

kelompok maupun perorangan.

Sebagai alat sosial, maka pada

dasarnya berbicara mempunyai tujuan

umum, yaitu:

a) memberitahukan, melaporkan;

b) menajamu, menghibur; dan

c) membujuk, mengajak, mendesak,

dan meyakinkan (Tarigan,

1986:15–16).

Gabungan atau campuran dari

maksud-maksud itupun mungkin saja

terjadi. Suatu pembicaraan misalnya

mungkin saja merupakan gabungan dari

melaporkan menjamu begitu pula mungkin

bila sekaligus menghibur dan meyakinkan,

Ochs dan Winkers (dalam Tarigan,

1986:16).

4. Prinsip Umum yang Mendasari

Kegiatan Berbicara

Menurut Brook (Tarigan, 1986:16—

17). Beberapa prinsip umum yang

mendasari kegiatan berbicara, antara lain:

1) Membutuhkan paling sedikit dua

orang.

2) Mempergunakan suatu sandi/tanda

linguistik yang dipahami bersama.

3) Menerima atau mengikuti suatu

daerah referensi umum.

4) Menghubungkan setiap pembicara

dengan yang lainnya dan kepada

lingkungannya segera.

5) Merupakan suatu pertukaran antara

partisipasi.

6) Hanya melibatkan aparat atau

perlengkapan yang berhubungan

dengan suara atau bunyi bahasa

dan pendengaran (vokal and

auditory apparatus).

7) Secara tidak pandang bulu

menghadapi serta memperlakukan

apa yang nyata dan apa yang

diterima sebagai dalil (Brooks

dalam Tarigan, 1986: 16:17).

Menurut Wookbert (dalam Tarigan,

1986:17—18), ada empat dasar/hakikat

yang diperlukan seseorang dalam

menyatakan pikiran/pendapat kepada

orang lain, yaitu:

4

Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)

3

a) Sang pembicara merupakan suatu

kemauan, suatu maksud, suatu

makna yang diinginkan dimiliki

oleh orang lain, yaitu suatu pikiran

(a thought).

b) Sang pembicara atau pemakai

bahasa, membentuk pikiran dan

perasaan menjadi kata-kata.

c) Sang pembicara atau suatu yang

ingin disimak, ingin didengarkan,

menyampaikan maksud dan kata-

katanya kepada orang lain melalui

suara, dan dilihat.

d) Sang pembicara atau sesuatu yang

harus memperhatikan rupa, Sesuatu

tindakan yang harus diperhatikan,

dan dibaca melalui mata.

Menurut Tarigan, (1986:19),

keberhasilan seorang berkomunikasi dalam

masyarakat menunjukkan kematangan atau

kedewasaan pribadinya. Ada empat

keterampilan utama yang merupakan ciri

pribadi yang dewasa (a mature

personality), yaitu:

a) keterampilan sosial;

b) keterampilan semantik;

c) keterampilan fonetik; dan

d) keterampilan vokal (Tarigan,

1986:19).

Keterampilan sosial (social skill)

adalah kemampuan untuk mempergunakan

kata-kata dengan tepat penuh pengertian.

Keterampilan fonetik (phonetic skill)

adalah kemampuan membentuk unsur-

unsur fonetik bahasa kita secara tepat.

Keterampilan vokal (vocal skill) adalah

kemampuan untuk menciptakan efek

emosional yang diinginkan dengan suara

kita.

5. Jenis-jenis Berbicara

Ada lima landasan yang digunakan

dalam mengklasifikasi kegiatan berbicara,

kelima landasan tersebut, yaitu:

a) Situasi

Aktivitas berbicara selalu terjadi atau

berlangsung dalam suasana, situasi, dan

lingkungan tertentu. Menurut Logan dkk

(dalam Tarigan, 1986:48), jenis berbicara

menurut situasi, yaitu:

1) Jenis-jenis (kegiatan) berbicara

informasi meliputi

(a) tukar pengalaman;

(b) pencakapan;

(c) menyampaikan berita;

(d) menyampaikan pengumuman;

(e) bertelepon; dan

(f) memberi petunjuk.

2) Jenis-jenis (kegiatan) berbicara

formal, yaitu:

(a) ceramah;

(b) perencanaan dan penelitian;

(c) interview; dan

(d) prosedur parlementer; dan

(e) berbicara.

b) Tujuan

Menurut tujuannya maka kegiatan

berbicara berbagi lima jenis, yaitu:

1) berbicara menghibur;

2) berbicara menginformasikan;

3) berbicara menstimulasi;

4) berbicara meyakinkan; dan

5) berbicara menggerakkan.

c) Metode Penyajian

Ada empat cara yang bisa digunakan

orang dalam menyampaikan

pembicaraannya, yaitu:

1) Penyampaian secara mendadak

2) Penyampaian berdasarkan catatan

kecil

3) Penyampaian berdasarkan hafalan

4) Penyampaian berdasarkan naskah

d) Jumlah penyimak

Berdasarkan jumlah penyimak,

berbicara dapat dibagi atas tiga jenis,

yaitu:

1) berbicara antarpribadi;

2) berbicara dalam kelompok kecil;

dan

3) berbicara dalam kelompok besar.

e) Peristiwa khusus

Menurut Logan dkk (dalam Tarigan,

1986:56), berdasarkan peristiwa khusus

berbicara atau pidato dapat digolongkan

atas enam jenis, yaitu:

1) pidato persentasi;

5

Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15

2

2) pidato penyambungan;

3) pidato perjamuan (makan malam);

4) pidato perkenalan; dan

5) pidato norminasi (mengumpulkan).

6. Pengetahuan Dasar Berbicara

Mulgrave (Tarigan, 1986:20–22)

mengatakan bahwa berbicara dapat

ditinjau sebagai suatu seni dan juga

sebagai suatu ilmu. Jika berbicara itu

dipandang sebagai suatu seni, maka

penekanannya ditekankan pada penerapan

sebagai suatu alat komunikasi dalam suatu

masyarakat. Jika berbicara dipandang

sebagai suatu ilmu, maka ada beberapa hal

penting yang perlu diperhatikan, antara

lain:

a) mekanisme bicara dan mendengar;

b) latihan dasar bagi ujaran dan suara

c) bunyi-bunyi dalam rangkaian dan

tujuan;

d) diftong-diftong;

e) konsonan-konsonan;

f) bunyi-bunyi bahasa; dan

g) pantologi ujaran.

Pengetahuan mengenal teori dalam

berbicara, sangat bermanfaat dalam

menunjang kemampuan dan kesuksesan

dalam praktik berbicara, maka dari itulah,

diperlukan pendidikan berbicara. Adapun

konsep yang mendasari pendidikan

berbicara dikategorikan dalam tiga

kelompok, yaitu:

a) Hal-hal yang berkaitan dengan

hakikat atau sifat dasar ujaran:

b) Hal-hal yang menyatakan proses-

proses intelektual yang

dipergunakan untuk

mengembankan kemampuan

berbicara dengan baik, dan

c) Hal-hal yang memudahkan

seseorang untuk mencapai

keterampilan berbicara.

Mulgrave (Tarigan, 1986:22)

mengatakan bahwa analisis mengenai

proses-proses intelektual yang

dipergunakan untuk mengembangkan

kemampuan berbicara menunjukkan

perlunya pengaturan bahan bagi

penampilan lisan, perlunya penggunaan

ekspresi yang jelas dan efektif bagi

komunikasi yang khusus tanah, dan

perlunya menyimak suatu keterampilan

yang penuh saksama dan perhatian.

7. Rambu-rambu dalam Berbicara

Menurut Artsyad & Mukti,

1988:31—32). Sukseskan suatu

pembicaraan tergantung pada pembicaraan

dan pengantar. Untuk itu diperlukan

beberapa syarat kepada seseorang

pembicaraan dan pendengar, antara lain:

a) Menguasai masalah yang

dibicarakan. Penguasaan masalah

akan menumbuhkan keyakinan

kepada diri pembicara, sehingga

akan menimbulkan rasa percaya

diri yang merupakan modal utama

bagi pembicara.

b) Mulai berbicara jika situasi

memungkinkan. Sebelum memulai

pembicaraan, hendaknya

pembicara memperhatikan situasi

seluruhnya, khususnya pendengar.

Bila pendengar sudah siap, baru

nilai berbicara.

c) Pengarahan yang tepat kata salam

dalam memancing perhatian

pendengar. Sesudah memberikan

kata salam membuka pembicaraan,

seorang pembicara yang baik akan

menginformasikan tujuan ia

berbicara dan menjelaskan

pentingnya pokok pembicara itu

bagi pendengar.

d) Berbicara harus jelas dan tidak

terlalu cepat. Bunyi-bunyi bahasa

harus diucapkan secara tepat dan

jelas. Kalimat harus efektif dan

pilihan kata pun harus tepat.

e) Pandangan mata dan gerak-gerik

yang membantu. Pandangan mata

dengan hal ini mempunyai peranan.

f) Kenyaringan suara. Suara

hendaknya agar dapat didengar

oleh semua pendengar dalam

ruangan itu.

g) Dalam komunikasi dua arah,

mulailah berbicara jika sudah

dipersilahkan. Bila ingin

mengemukakan pendapat,

berbicaralah jika telah diberi

6

Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)

3

kesempatan. Jangan memotong

pembicaraan orang lain dan jangan

pula berebut berbicara. Jangan

berbicara berbelit-belit, tetapi

langsung pada sasaran.

8. Kebahasaan yang Menunjang Faktor

Keefektifan Berbicara

Sebagai pembicara yang baik,

seseorang harus memberikan kesan bahwa

ia menguasai yang dibicarakan dan

memperhatikan keberanian dan kegairahan

serta kejelasan dalam berbicara. Dalam hal

ini ada beberapa faktor yang harus

diperhatikan oleh pembicara, yaitu faktor

kebahasaan dan faktor non kebahasaan.

Faktor kebahasaan yang menunjang

kefektifan dalam berbicara, yaitu:

a) Ketetapan ucapan, seseorang

pembicara harus membiasakan diri

mengucapkan bunyi-bunyi bahasa

secara tepat.

b) Penempatan tekanan, nada, tanda,

dan durai yang sesuai.

c) Pilihan kata (diksi). Pilihan kata

hendaknya tepat jelas dan

bervariasi.

d) Ketepatan sasaran pembicara

(Arsyad dkk, 1988:17—19).

Sedangkan faktor yang

memengaruhi efektivitas retoris terdapat

pada setiap unsur komunikasi, yaitu:

komunikasi, resipiens, pesan, dan medium.

a) Pada komunikator

Hendrikus (1990) mengatakan

bahwa faktor-faktor yang memengaruhi

efektivitas dalam proses komunikasi

retoritis yaitu:

1) Pengetahuan tentang komunikasi

dan keterampilan komunikasi,

dalam, hal ini adalah penguasaan

bahasan dan keterampilan

menggunakan bahasan dalam

media komunikasi untuk

mempermudah proses belajar.

2) Sikap komunikasi seperti rendah

hati, rela mendengar dan menerima

saran dapat memberi dampak yang

besar dalam proses komunikasi

retoris.

3) Sistem sosial dimaksudkan bahwa

semua komunikasi berada dan

hidup di dalam masyarakat

tertentu. Posisi kedudukan yang

memiliki komunikator dalam

masyarakat sangat memengaruhi

efektivitas komunikasi retoris.

4) Sistem kebudayaan seperti tingkah

laku, kata adab, dan pandangan

hidup yang diwariskan oleh suatu

kebudayaan tertentu yang akan

mempunyai efektivitas dalam

proses komunikasi dengan orang

lain.

b) Pada Resipiens

Faktor-faktor ini pada umumnya sam

dengan faktor yang memengaruhi

komunikator yaitu, pengetahuan tentang

komunikasi dan keterampilan

berkomunikasi, sikap resipiens, dan sistem

sosial dan kebudayaan.

c) Pada Pesan dan Medium

Kedua faktor ini perlu diperhatikan

oleh komunikator dalam proses

komunikasi retoris, terutama dalam hal:

1) Elemen-elemen pesan komunikator

manajemen pesan dengan

mempergunakan medium, yang

berupa kata-kata, kalimat, ide yang

dikemukakan, alat-alat peraga yang

dipakai untuk memperjelas pesan

yang berupa suara, aksen,

artikulasi, mimik, dan gerak yang

disampaikan.

2) Struktur pesan.

3) Isi pesan seharusnya mudah

dipahami dan tidak terlalu sulit.

Faktor-faktor non-kebahasaan yang

menunjang keefektifan berbicara:

a) Sikap yang wajar, tentang, dan

tidak kaku.

b) Pandangan harus diarahkan kepada

lawan berbicara.

c) Kesediaan menghargai pendapat

orang lain.

d) Gerak-gerik mimik yang tepat.

e) Keyakinan suara yang sangat

menentukan.

7

Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15

2

f) Kelancaran seorang pembicara

yang lancar akan memudahkan

pendengar menangkap isi

pembicaraan.

g) Relevansi/penalaran gagasan demi

gagasan haruslah berhubungan

dengan logis.

h) Penguasaan topik. Pembicaraan

formal selalu menuntut

persiapannya supaya topik yang

dipilihnya betul-betul dikuasai.

Kriteria Bermasalah dalam

Pembelajaran

a. Pemahaman Konsep Kurikulum dan

Penerapannya

Kata kurikulum berasal dari bahasa

Latin kurikulum yang berarti ‘jalur pacu’.

Secara tradisional, pengertian kurikulum

secara emosional tersebut mengilhami

penerapan kurikulum di sekolah. Dimyanti

(1993:3) mengemukakan beberapa

pengertian kurikulum, yaitu:

1. Kurikulum sebagai pedoman

pembelajaran.

2. Kurikulum sebagai isi pelajaran.

3. Kurikulum sebagai pengalaman

belajar yang direncanakan.

4. Kurikulum sebagai tertulis untuk

dilaksanakan.

Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia No. 2 tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (UUSPN), kurikulum

adalah seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai isi dan bahan

pelajaran serta cara yang dipergunakan

sebagai pedoman penyelesaian kegiatan

belajar mengajar.

Kurikulum diartikan sebagai

sejumlah kegiatan yang diberikan kepada

siswa. kegiatan tersebut sebagian besar

berupaya penyajian bahan pelajaran yang

dimaksudkan agar siswa menerima,

menguasai, dan mengembangkan bahan

pelajaran itu. Materi pelajaran yang

dituangkan dalam kurikulum itu banyak

berpengaruh terhadap minat siswa untuk

mempelajari materi pelajaran yang

bersangkutan.

Kurikulum yang kurang baik akan

berpengaruh terhadap hasil belajar.

kurikulum yang kurang baik itu misalnya,

kurikulum yang terlalu padat, tingkat

kesulitannya di atas kemampuan siswa,

tidak sesuai atau tidak mampu menampung

aspirasi, bakat minat, dan perhatian siswa.

Dalam hal ini, kemampuan pihak yang

menyusun sangat menentukan. Artinya

materi-materi pelajaran yang terdapat

dalam kurikulum harus dijabarkan

menurut kapasitas siswa sehingga dapat

cepat mengerti isi materi pelajaran

tersebut.

b. Penguasaan Metode

Dalam mengajar keterampilan

berbicara, guru sebaiknya menerapkan

berbagai macam metode, agar sistem

terlatih dan mahir dalam berbicara.

Adapun kriteria penilaian terhadap siswa

terbagi ke dalam dua aspek linguistik yaitu

kemahiran menggunakan kata-kata

(kosakata), misalnya ungkapan, idiom,

majas, dan variasi kalimat. Sedangkan

yang termasuk ke dalam nonlingustik yaitu

bagaimana siswa dalam berbicara, apakah

siswa tersebut bersifat tentang, jujur,

berani, dan terbuka.

Dalam pengajaran keterampilan

berbicara, guru perlu menguasai metode

mengajar karena hal tersebut merupakan

suatu pengetahuan dikuasai. Hal tersebut

dimaksudkan agar dalam mengajar atau

menyajikan bahan pelajaran kepada siswa

di dalam kelas baik secara individual

maupun secara kelompok, mudah diserap,

dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa

dengan baik. Makin baik metode

pengajaran yang diterapkan makin efektif

pula pencapaian tujuan pembelajaran.

c. Penguasaan Pendekatan

Dalam pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia diperlukan pendekatan

yang dapat mengatakan pengajaran bahasa

mencapai sasaran yang diinginkan.

Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia

dalam kurikulum 1994 menggunakan

pendekatan komunikatif, yaitu pendekatan

yang berorientasi kepada kegiatan belajar

mengajar fungsi bahasa.

8

Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)

3

Pendekatan komunikatif dalam

pengajaran bahasa dan sastra Indonesia

mempunyai dan prinsip sebagai berikut:

1. Bahasa mempunyai fungsi utama

sebagai alat komunikasi.

2. Tujuan utama bahasa dan sastra

Indonesia adalah penguasaan

kompetensi dan performansi.

3. Pengajaran bahasa dan sastra

Indonesia didasarkan atas

kebutuhan siswa.

4. Dalam proses belajar mengajar

mengoptimalkan pemakaian bahasa

Indonesia.

5. Siswa diarahkan pada penggunaan

bahasa.

Dalam proses belajar dengan metode

komunikatif ini, guru menjalankan peran-

peran sebagai berikut:

1. Fasilitator, yaitu yang memberi

kemudahan-kemudahan bagi

sisw3a selama proses komunikasi

berlangsung. Semua siswa

melaksanakan aktivitas.

2. Komunikator, yaitu sewaktu-waktu

jadi partisipan bebas dalam

kegiatan komunikasi yang

dilakukan siswa.

3. Organisator sumber belajar.

4. Penasihat dan pembimbing

kegiatan belajar siswa.

5. Manajer atau pengelola kegiatan

belajar mengajar.

6. Analisis kebutuhan belajar siswa,

yaitu meneliti kebutuhan siswa

dalam belajar yang harus

disediakan guru.

Penguasaan Materi Pelajaran

Materi pelajaran merupakan segala

informasi yang berisi fakta-fakta prinsip,

dan konsep yang diperlukan untuk

mencapai tujuan. Sehubungan dengan itu

Tarigan (1986:22—24), mengemukakan

pedoman penentuan materi pelajaran

sebagai berikut:

1. Sudut Pandangan (point of view)

Materi pelajaran harus mempunyai

landasan, prinsip, dan sudut pandangan

tertentu yang menjawab atau melandasi

buku pelajaran secara keseluruhan. Sudut

pandangan ini dapat berupa teori dan ilmu

jiwa, bahasa, dan sebagainya.

2. Kejelasan Konsep

Konsep-konsep yang digunakan

dalam buku pelajaran harus jelas dan

landasan. Keremangan dan kesamaran juga

harus dilandasi agar pembaca dapat

memperoleh pengertian dan pemahaman.

3. Relevansi dan Kurikulum

Materi pelajaran harus relevan

dengan kurikulum yang berlaku.

4. Menarik Minat

Materi pelajaran dibuat untuk siswa.

Oleh karena itu, pembuat materi pelajaran

harus mempertimbangkan minat-minat

siswa.

5. Menumbuhkan Motivasi

Motivasi berasal dari kata “motif”

yang berarti daya pendorong bagi

seseorang untuk melakukan sesuatu.

Materi pelajaran yang baik adalah materi

yang dapat membuat siswa ingin, mau, dan

senang mempelajarinya.

6. Menstimulasi Aktivitas Siswa

Materi pelajaran yang baik adalah

buku yang dapat merangsang, menantang,

dan mengingat aktivitas siswa.

7. Menghargai Perbedaan Individu

Materi pelajaran yang baik tidak

membesar-besar perbedaan individu

tertentu, perbedaan dalam kemampuan

bakat, minat, ekonomi, sosial, dan budaya

setiap individual tidak dipermasalahkan,

tetapi diterima sebagaimana adanya.

8. Memantapkan Nilai-nilai

Materi pelajaran yang baik berusaha

memantapkan nilai-nilai yang berlaku

dalam masyarakat.

Kegiatan Belajar-Mengajar

Kegiatan belajar mengajar

merupakan salah satu dari dua kegiatan

yang searah. Rumusan kegiatan belajar

9

Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15

2

mengajar dapat berupa uraian singkat yang

akan dilaksanakan. Komponen kegiatan

belajar mengajar tersebut meliputi, sumber

pelajaran, serta pemilihan media dan

metode pengajaran. Uraian kegiatan

belajar mengajar ini mencerminkan

langkah-langkah kegiatan, penguasaan,

dan pengelompokan pembelajaran.

Faktor Eksternal dan Faktor Internal

yang Memengaruhi Siswa, yaitu:

a. Faktor Eksternal Siswa

1. Pengaruh lingkungan, lingkungan

keluarga, lingkungan masyarakat,

dan lingkungan sekolah.

2. Faktor guru, karena guru

merupakan orang yang berhadapan

langsung dengan siswa.

3. Kurangnya buku-buku penunjang,

khususnya buku keterampilan

berbicara.

b. Faktor Internal Siswa

Faktor yang terdapat dalam diri

siswa yang berpengaruh terhadap

keberhasilan belajar adalah bakat, minat,

kemampuan, dan motivasi belajar. Siswa

merupakan masukan (bahan) mentah yang

perlu dibimbing dalam proses belajar

mengajar.

Pengajaran Bahasa Indonesia di

sekolah diarahkan pada penggunaan bahan

sebagai alat komunikasi. Pengajaran

tersebut dituntut untuk dapat

mengantarkan siswa untuk mampu dan

terampil dalam berbicara dengan baik

secara monolog maupun dialog di hadapan

umum atau di depan orang banyak, secara

formal. Namun, untuk mencapai tujuan

tersebut masih ditemukan beberapa

masalah baik yang dihadapi oleh siswa

maupun oleh guru dalam pembelajaran

keterampilan berbicara.

Masalah yang dihadapi oleh siswa

dalam pembelajaran keterampilan

berbicara ini, secara garis besar dapat

dikelompokkan menjadi dua faktor, yakni

faktor internal dan eksternal. Kedua faktor

inilah yang selanjutnya diidentifikasikan

dan dianalisis secara rinci untuk

mendapatkan gambaran tentang

problematika pembelajaran keterampilan

berbicara. Gambaran inilah yang menjadi

hasil akhir penelitian.

METODE

Variabel dan Desain Penelitian

1. Variabel Penelitian

Variabel selalu ada pada setiap jenis

penelitian yang bersifat kuantitatif.

Variabel dalam penelitian ini yaitu

problematika pembelajaran keterampilan

berbicara bahasa Indonesia siswa kelas XI

SMA Negeri 1 Lilirilau Kabupaten

Soppeng.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah deskriptif

kuantitatif. Penulisan kualitatif atau

prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis

dan tulisan tentang orang-orang atau

perilaku yang dapat diamati.

3. Teknik Pengumpulan Data

Tujuan penelitian yang ingin dicapai

yaitu mengetahui memperoleh data dan

informasi serta mengidentifikasi

problematika keterampilan berbicara

bahasa Indonesia di kelas XI SMA Negeri

I Lilirilau. Untuk memperoleh data dan

informasi yang lengkap, peneliti

menggunakan metode antara lain:

a) Observasi atau Pengamatan

Untuk memperoleh informasi secara

langsung dengan menyaksikan proses

belajar mengajar di kelas khususnya dalam

pembelajaran keterampilan berbicara.

b) Wawancara

Tes wawancara 8 butir diberikan

dengan rangkaian tanya jawab dengan

guru bidang studi Bahasa Indonesia, untuk

memperoleh data tentang problematika

yang ditemukan dalam pengajaran

keterampilan berbicara. Penelitian

dilakukan dengan teknik wawancara

dengan senantiasa berpedoman pada daftar

10

Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)

3

pertanyaan yang telah disiapkan.

c) Angket

Penyebaran angket sebanyak 15

butir. Angket ini digunakan untuk

memperoleh data tentang problematika

keterampilan berbicara bahasa Indonesia

siswa kelas XI SMA Negeri I Lilirilau.

Angket ini digunakan untuk melengkapi

data yang diperoleh melalui teknik

wawancara.

4. Defenisi Operasional Variabel

Problematika keterampilan

berbicara dalam penelitian ini yaitu:

Masalah atau kendala yang dihadapi siswa

dalam pembelajaran baik menerima

maupun dalam menyampaikan pesan

melalui bahas lisan (berbicara) sehingga

tujuan yang diinginkan oleh pembicara

dapat tercapai dengan baik.

PEMBAHASAN

Data penelitian ini dianalisis sesuai

dengan prosedur yang telah ditentukan

pada bab terdahulu. Adapun data yang

dianalisis adalah data hasil wawancara

dengan guru bidang studi Bahasa dan

Sastra Indonesia dan data hasil angket

siswa. Data tersebut menggambarkan

problematika pembelajaran keterampilan

berbicara pada siswa kelas XI SMA

Negeri 1 Lilirilau Kabupaten Soppeng.

Masalah yang diamati dalam

penelitian ini adalah penguasaan metode,

penguasaan materi, kurikulum dan

penerapan, dan kegiatan belajar mengajar.

Hasil wawancara dengan guru,

wawancara dilakukan sesuai dengan daftar

pertanyaan dan disesuaikan dengan

keadaan pada saat itu, Hasil wawancara

dengan guru bidang studi Bahasa

Indonesia, dalam hubungannya dengan

kelengkapan buku paket siswa. menurut

tenaga pengajar mata pelajaran Bahasa

Indonesia siswa kurang memiliki buku

paket sehingga muncul salah satu kendala

yang memengaruhi keterampilan berbicara

bahasa Indonesia, selain itu juga tingkat

ketetapan siswa dalam membaca buku di

perpustakaan masih kurang.

Mengenai kegemaran siswa terhadap

pembelajaran keterampilan berbicara,

menurut guru mata pelajaran Bahasa

Indonesia siswa kadang-kadang

menyenangi pembelajaran keterampilan

berbicara, sesuai dengan materinya.

Mengenai waktu yang telah

disediakan untuk bidang studi Bahasa

Indonesia setiap minggunya. Menurut guru

bidang studi, waktu itu sudah cukup untuk

mengajarkan keterampilan berbicara.

Wawancara dengan guru bidang studi

Bahasa Indonesia, diperoleh data

mengenai kendala-kendala dalam

pembelajaran keterampilan berbicara

dihubungkan dengan kurang aktifnya

siswa dalam kegiatan berbicara (bertanya,

menjawab, mengemukakan pendapat, dan

diskusi) umumnya disebabkan oleh merasa

malu, merasa takut, dan kurang percaya

diri, karena adanya perasaan gugup,

bimbang, dan kaku dalam setiap diberi

kesempatan untuk berbicara di depan

kelas.

Masalah lebih banyak bersumber

dari diri siswa, yaitu hal-hal yang

berkaitan dengan faktor psikis siswa,

walaupun faktor eksternal ada, namun

sangat kecil pengaruhnya terhadap

ketidakaktifan siswa dalam kegiatan

berbicara bila hal dibandingkan dengan

faktor eksternal. Faktor dalam diri siswa

yang memengaruhi kegiatan belajar

mengajar sehingga kurang aktif terutama

dalam kegiatan berbicara adalah adanya

perasaan kurang percaya diri, perasaan

malu, kurang pengalaman, dan perasaan

takut, sedangkan faktor eksternal yaitu,

dipengaruhi oleh dialek daerah atau bahasa

Ibu dan keadaan lingkungan keluarga dan

masyarakat umum yang kurang

mendukung. Kedua faktor tersebut

menjadi masalah bagi siswa. dengan

adanya masalah yang dihadapi siswa

dalam kegiatan berbicara, maka sasaran

yang ingin dicapai pembelajaran bahasa

Indonesia pada aspek berbicara, yaitu

siswa dicapai pembelajaran bahasa

Indonesia pada aspek berbicara, yaitu

siswa mampu dan terampil menggunakan

bahasa Indonesia dalam berkomunikasi

11

Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15

2

pada situasi yang resmi formal, kurang

berjalan dengan baik.

Data hasil penelitian menggunakan

angket membuktikan bahwa masih banyak

masalah yang dihadapi siswa kelas XI

SMA Negeri 1 Lilirilau Kabupaten

Soppeng dalam berbicara bahasa Indonesia

yang baik dan benar, informasi tentang

problematika pembelajaran keterampilan

berbicara di SMA Negeri 1 Lilirilau dapat

diketahui melalui pertanyaan dan

informasi siswa. Berdasarkan analisis

respon siswa terhadap materi pelajaran

bahasa Indonesia di sekolah menunjukkan

21,42% yang menyatakan sangat

menyenangi mata pelajaran Bahasa

Indonesia, 14,28% responden yang

menyatakan senang terhadap mata

pelajaran Bahasa Indonesia, 23,8% yang

menyatakan ragu-ragu, 26,19% responden

yang kurang menyenangi mata pelajaran

Bahasa Indonesia, dan 14,28% responden

yang sama sekali tidak menyenangi mata

pelajaran Bahasa Indonesia.

Mengenai Ketertarikan Siswa

terhadap Materi Pelajaran Lain daripada

Materi Pelajaran Bahasa Indonesia

menunjukkan bahwa tidak seorang pun

yang sangat tertarik maupun yang tertarik

terhadap materi pelajaran lain daripada

materi pelajaran Bahasa Indonesia,

64,28% responden yang ragu-ragu tertarik

mempelajari materi pelajaran lain daripada

materi pelajaran lain, 28,57% responden

yang lebih tertarik materi pelajaran Bahasa

Indonesia daripada materi pelajaran lain,

dan 7,14% responden yang sangat tidak

tertarik materi pelajaran Bahasa Indonesia

daripada materi pelajaran lain.

Mengenai Materi yang Disenangi

Siswa dalam Pelajaran Bahasa Indonesia

di sekolah menunjukkan 21,42% yang

menyatakan menyenangi pelajaran Bahasa

Indonesia pada aspek menulis, 26,19%

responden yang menyatakan menyenangi

mata pelajaran Bahasa Indonesia dari

aspek membaca, 11,90% responden yang

menyenangi pelajaran Bahasa Indonesia

aspek berbicara, dan 40,47% responden

yang menyatakan menyenangi pelajaran

Bahasa Indonesia, khususnya aspek

menyimak.

Mengenai Tanggapan Siswa

terhadap Keterampilan Berbicara Bahasa

Indonesia di sekolah, menunjukkan

52,15% responden yang menyatakan sulit,

42,85% responden yang menyatakan

mudah dan tidak seorang pun yang

menyatakan bahwa keterampilan berbicara

itu sangat sulit dan sangat mudah.

Mengenai Waktu Siswa Membaca

Buku tentang Materi Berbicara di

Perpustakaan ada sejumlah 23,80%

responden yang menyatakan sangat sering,

16,66% responden yang menyatakan

sering, 47,61% yang menyatakan jarang,

dan 90% responden yang menyatakan

tidak pernah membaca buku di

perpustakaan.

Mengenai Pengaruh Dialek

Daerah/Bahasa Pertama 21,42%

responden yang menyatakan sangat sering

dipengaruhi, 42,61% responden yang

menyatakan sering dipengaruhi, 19,04%

responden menyatakan jarang, dan 11,90%

responden yang menyatakan tidak pernah.

Persepsi siswa terhadap Penggunaan

Bahasa Anggota Keluarga Masing-masing

dalam Kehidupan Sehari-Hari,

menunjukkan bahwa 9,52% siswa yang

menyatakan sangat sering menggunakan

bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-

hari, 7,14% responden yang menyatakan

sering, 23,80% responden yang

menyatakan ragu-ragu, 35,71% responden

yang menyatakan tidak setuju, dan 23,80

responden yang menyatakan sangat tidak

setuju atau menyatakan kebanyakan

keluarganya menggunakan bahasa daerah

daripada bahasa Indonesia.

Persepsi Siswa Tentang

Keseringan Menggunakan Bahasa Daerah

daripada Bahasa Indonesia dalam

Berkomunikasi di Luar Lingkungan

Sekolah dapat dipahami bahwa ada,

59,52% responden yang menyatakan

sangat sering menggunakan bahasa daerah

daripada bahasa Indonesia dalam

kehidupan sehari-hari, 1190% responden

yang menyatakan sering menggunakan

bahasa daerah daripada bahasa Indonesia

12

Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)

3

11,90 responden yang menyatakan jarang

menggunakan bahasa Indonesia daripada

bahasa daerah, dan sekitar 16,66

responden yang lebih sering menggunakan

bahasa Indonesia daripada bahasa daerah

di lingkungannya masyarakat.

Persepsi Siswa terhadap

Pengumpulan Kurang Aktifnya dalam

Kegiatan Keterampilan Berbicara

(bertanya, menggunakan pendapat,

menjawab, dan diskusi), 7,14% responden

yang menyatakan sangat setuju bahwa

mereka kurang aktif dalam kegiatan

keterampilan berbicara karena faktor malu,

76,19% responden yang menyatakan

setuju kalau faktor malu adalah salah satu

penyebab kurang aktif dalam berbicara,

7,14% responden yang menyatakan sangat

tidak setuju, dan 952% responden yang

menyatakan tidak setuju.

Faktor Penyebab Kurang Aktifnya

Siswa dalam Kegiatan Keterampilan

Berbicara, 14,28% responden yang

menyatakan sangat setuju bahwa faktor

penyebab kurang aktifnya siswa dalam

berbicara adalah rasa takut, 71,42%

responden yang menyatakan setuju, hanya

4,76% responden yang menyatakan sangat

tidak setuju, dan 9,52% responden yang

menyatakan tidak setuju.

Faktor utama lain yang

memengaruhi siswa kurang aktif dalam

kegiatan pembelajaran berbicara siswa

kurang aktif dalam pembelajaran berbicara

karena dipengaruhi faktor kurang percaya

diri. Terlihat dari tabel di atas responden

mengaku kurang percaya diri sebanyak

52,38%.

Tanggapan Siswa terhadap Guru

yang Mengajar Materi Berbicara

sebanyak 23,80% responden yang

mengatakan sangat menarik, 47,61%

responden yang mengatakan menarik,

28,57% responden yang menyatakan

kurang menarik, dan tidak seorang pun

yang menyatakan tidak menarik.

Tanggapan Siswa mengenai

Kelengkapan Buku Paket disimpulkan

bahwa siswa kurang aktif dalam kegiatan

keterampilan berbicara di kelas karena

tidak memiliki buku paket. Terbukti lebih

banyak siswa yang tidak memiliki buku

paket daripada yang memiliki, yaitu

sekitar 57,14% yang tidak memiliki bunga

kurikulum paket dan hanya 19.04% siswa

yang memiliki buku paket.

Keterlibatan Siswa dalam Diskusi

di Kelas siswa kurang aktif dalam diskusi

di kelas, menunjukkan 7,14% responden

yang menyatakan sangat sering terlibat

langsung dalam diskusi, 26,19%

responden yang menyatakan sering,

47,61% responden yang menyatakan

jarang, dan 19,04% responden yang

menyatakan tidak pernah terlibat langsung

dalam diskusi di kelas.

Berdasarkan analisis data yang

dikemukakan pada bagian sebelumnya,

pada bagian ini dibahas tentang

problematika yang dihadapi siswa kelas XI

SMA Negeri 1 Lilirilau Kabupaten

Soppeng dalam pembelajaran keterampilan

berbicara bahasa Indonesia.

Hasil analisis data membuktikan

bahwa, masih ada beberapa problematika

atau masalah yang dihadapi siswa

khususnya siswa kelas XI SMA Negeri 1

Lilirilau Kabupaten Soppeng, masalah-

masalah tersebut yaitu:

1. Siswa dipengaruhi oleh dialek daerah

atau bahasa pertama.

Berdasarkan analisis data, siswa

kurang aktif dalam pembelajaran

keterampilan berbicara bahasa Indonesia

karena dipengaruhi oleh dialek daerah atau

bahasa pertama. Hal ini disebabkan oleh

pengaruh lingkungan, yaitu siswa lebih

sering men bahasa daerah daripada bahasa

Indonesia dalam berkomunikasi. Untuk

mengatasi hal tersebut, sebaiknya siswa

dibiasakan untuk senantiasa berbahasa

Indonesia baku pada saat berlangsungnya

proses belajar mengajar.

2. Adanya rasa malu, rasa takut, dan

kurang percaya diri.

Siswa kurang aktif dalam

pembelajaran keterampilan berbicara di

kelas karena adanya rasa malu, rasa takut,

dan rasa kurang percaya diri. Ketiga hal

tersebut muncul karena siswa kurang

13

Totobuang, Vol. 7, No. 1, Juni 2019: 1—15

2

dilatih dalam berbicara di depan umum,

metode yang digunakan oleh guru sifatnya

masih menonton, kurang motivasi dan

bakat yang tertanam dalam diri siswa. oleh

karena itu untuk mengatasi masalah

tersebut, dalam rangka meningkatkan

pembelajaran keterampilan berbicara

sebaiknya siswa dibahas untuk berani

tampil berbicara di depan kelas, dengan

jalan banyak memberikan latihan dan

praktek Guru sebaiknya menerapkan

berbagai macam metode, agar siswa

terlatih dan mahir dalam berbicara.

Berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa, faktor yang

memengaruhi siswa sehingga kurang aktif

dalam pembelajaran keterampilan

berbicara adalah adanya faktor eksternal

dan faktor internal. Faktor eksternal yaitu

faktor yang berasal dari luar diri siswa,

misalnya siswa kurang dilatih dalam

berbicara di depan umum, penerapan

metode yang digunakan guru masih

menonton. Faktor internal siswa yaitu

kurangnya motivasi dan bakat dalam diri

siswa.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang

diperoleh kelas XI SMA Negeri 1 Lilirilau

Kabupaten Soppeng, maka penulis

menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor,

yaitu 1) dipengaruhi oleh dialek daerah

atau bahasa pertama, 2) adanya perasaan

takut dan malu pada saat berbicara di

depan kelas, 3) adanya perasaan kurang

pengalaman, 4) adanya perasaan kurang

percaya diri, karena merasa gugup,

bimbang, dan kaku setiap mereka

berbicara di depan kelas, dan 5) tingkat

kekerapan siswa membaca buku mengenai

keterampilan berbicara di perpustakaan

masih kurang, dan lingkungan keluarga

serta masyarakat umum yang kurang

mendukung.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1985. Penelitian

Pendidian Prosedur dan Strategi.

Bandung: Angkasa

Arikunto, Suharsimi. 1991. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Prsktik.

Jakarta: Rineke Cipta

Arsyad, G. Maidar & U.S. Mukti. 1988.

Pembinaan Kemampuan Berbicara

Bahasa Indonesia. IKIP Jakarta:

Erlangga.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

1997. Pengembangan keterampilan

Berbicara. Jakarta: Depdikbud.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

1990. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Dimyati, Mudjiono. 1999. Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.

Fitriani. 2001. “Problematika

Pembelajaran Keterampilan

Berbicara Bahasa Indonesia Siswa

Kelas III SMA Neg. 3 Makassar”.

Skripsi Makassar: FBS UNM.

Henrikus, Dori Wuwur. 1990. Retorika

Terampil Berpidato, Berdiskusi,

Beragumentasi, Bernegosiasi,

Landero.

Keraf, Gorys. 1988. Diskusi dan Gaya

Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.

Keraf, Gorys. 1993. Komposisi. Jakarta:

Ikrar Mandiri Abadi.

Ningsih, Ayu Gustia, dkk. 2013.

“Peningkatan Keterampilan

Berbicara melalui Metode Bermain

Teka-Teki Siswa Kelas X Mas-Ti

Tabek Gadang Kabupaten Lima

Puluh Kota”. Jurnal Bahasa, Sastra

dan Pembelajaran. Vol. 1, No. 3.

Nuryanto, Sukarir. Dkk. 2018.

“Peningkatkan Keterampilan

Berbicara Mahasiswa PGSD dalam

Perkuliahan Bahasa Indonesia

Berbasis Konservasi Nilai-Nilai

Karakter melalui Penerapan Metode

Task Based Activity dengan Media

Audio Visual”. Jurnal Penelitian

Pendidikan. Vol. 35, No. 1.

Osberne, W. John. 1990. Kiat Berbicara di

Depan Umum Eksekutif Jalan

Menuju Keberhasilan. Jakarta: PT

Bumi Aksara.

Putri, Mariani Wulan, dkk. 2016.

“Peningkatan Kemampuan Berbicara

dengan Menggunakan Metode

14

Problematika Keterampilan Berbicara … . (Yulismayanti & Ahmad)

3

Talking Stick pada Siswa Kelas Viii

6 SMP Negeri 4 Denpasar Tahun

Ajaran 2015/2016”. Jurnal Santiaji

Pendidikan. Vol. 6, No. 2.

Salam & Sahiri. 1990. “Dasar-dasar

Penerapan pendekatan Berbahasa

dan Mengaplikasikan Sastra

Indonesia”. Ujung Pandang: FPBS

IKIP Ujung Pandang.

Syafi’ie, Iman. 1998. Retorika dalam

Menulis. Jakarta: Depdikbud.

Tarigan, Hendrik Guntur. 1986. Berbicara

Keterampilan Berbahasa. Bandung:

Angkasa.

15