TOPIK -...

12
95 Dialog Vol. 40, No. 1, Juni 2017 TOPIK SUPPORTS FOR VIOLENCE: TESTING THE SOCIAL IDENTITY AND THREAT PERCEPTION G A Z I S A L O O M* * ) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jl. Kertamukti 5 Ciputat. Email : [email protected] ** Naskah diterima April 2017, direvisi Mei 2017 dan diestujui untuk diterbitkan Juni 2017 ABSTRACT This study aimed at examining the impact of social identification and threat perception on public supports for violence. This study employed quantitative method involving 198 students of Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. Supports for violence was measured by a questionnaire asking respondents’ attitude towards the acts of violence committed by Front of Islamic Defence (FPI) as a radical Islamic movement. The data were analyzed by multiple regression and Structural Equation Modeling (SEM) using SPSS and M.Plus Program. This study concluded that strong identification as Muslims significantly influenced the supports to FPI acts through threat perception as a moderator variable. The study recommends for further investigation by employing qualitative approach to examine how independent variables influenced the supports for violence. KEY WORDS: Support, Violence, Identification DUKUNGAN TERHADAP KEKERASAN: MENGUJI IDENTITAS SOSIAL DAN PERSEPSI KETERANCAMAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh identitas sosial dan persepsi keterancaman terhadap dukungan publik kepada kekerasan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan sampel mahasiswa UIN Jakarta sebanyak 198 orang. Dukungan terhadap kekerasan diukur dengan menanyakan sikap responden terhadap aksi razia yang dilakukan oleh Front Pembela Islam sebagai ormas Islam yang kerapkali dipersepsikan oleh sebagian publik sebagai gerakan Islam garis keras. Data dianalisis dengan tehnik regresi ganda dan SEM dengan menggunakan program SPSS dan M.Plus. Penelitian ini menyimpulkan bahwa identifikasi sebagai orang Islam berpengaruh terhadap dukungan terhadap FPI melalui persepsi keterancaman sebagai variabel moderator. Peneliti merekomendasikan agar dilakukan riset lanjut dengan metode kualitatif untuk menelusuri bagaimana independent variabel mempengaruhi dukungan terhadap kekerasan. KATA KUNCI: Kekerasan, Identitas, Persepsi Keterancaman

Transcript of TOPIK -...

95Dialog Vol. 40, No. 1, Juni 201794 Kompatibiltas Islam dan Demokrasi...

D A F TA R P U S TA K A

Abootalebi, Ali Reza, Islam and Democracy: state-society relations in developing countries, 1980-1994, Garland Publishing: New York, 2000.

Al-Qur’an Surat Al-Hujuraat ayat 13 (manusiadiciptakan berbagai bangsa untuk salingmengenal).

Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran ayat 159 (akhlak danbeberapa sifat Nabi Muhammad SAW).

Al-Qur’an Surat AsySyuura ayat 38 (kewajibanbermusyawarah tentang masalahkeduniaan).

Azra, Azyumardi, Indonesia, Islam and Democracy:dynamics in a global context, SolsticePublishing with the support of The AsiaFoundation: Jakarta, 2006.

Dahl, Robert, Democracy and It’s Critics, YaleUniversity Press: US, 1989.

Gellner, Ernest, Post Modernism, Reason andReligion, London:1992, dalam bukuAzyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam,dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Post-Modernisme, PARAMADINA: Jakarta, 2006.

Held, David, Models of Democracy, UK: PolityPress, reprinted 2000.

Imarah, Muhammad, Fundamentalisme dalamPerspektif Pemikiran Barat dan Islam, GemaInsani: Jakarta, 1999.

Marty, Martin E dan R Scott Appleby,Fundamentalism Comprehended, TheUniversity of Chicago Press: London, 1995.

Marty, Martin E, What is Fundamentalism?Theological Perspective dalam bukuAzyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam,

dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Post-Modernisme, PARAMADINA: Jakarta, 2006.

Maududi, Abul A’la, Apakah Arti Islam dalamAltaf Gauhar, Tantangan Islam, PUSTAKA:Bandung, 1982.

O Voll, John, Islam and Democracy: Is Modernizationa Barrier?, Religion Compass, GeorgetownUniversity, Blackwell Pusblishing, 2006.

Pandangan Ibnu Taimiyah dalam buku FazlurRahman, Gelombang Perubahan dalam Islam,studi tentang fundamentalisme Islam, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2001.

Samson, Allan, Conceptions of Politics, Powerand Ideology in Contemporary IndonesianIslam, hal.199-200 dalam buku BahtiarEffendy, Islam dan Negara, PARAMADINA:Jakarta, 2009.

Win Erwina, Brigita, Demokrasi dalam PerspektifIslam: UII Yogyakarta, 2010.

INTERNET

http://www.mediaumat.com/news-dalam-negeri/2060-omong-kosong-demokrasi-aksi-hti-tolak-obama-dihadang-.html.

http://khilafahislam.multiply.com/journal/item/60.

http://hizbut-tahrir.or.id/2010/07/11/khilafah-vs-demokrasi/.

Dialog Vol. 41, No.1, Juni 2017 95

TOPIK

SUPPORTS FOR VIOLENCE: TESTING THE SOCIALIDENTITY AND THREAT PERCEPTION

G A Z I S A L O O M*

*) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jl. Kertamukti 5 Ciputat. Email : [email protected]** Naskah diterima April 2017, direvisi Mei 2017 dan diestujui untuk diterbitkan Juni 2017

ABSTRACTThis study aimed at examining the impact of social identification and threat perception on public supports for

violence. This study employed quantitative method involving 198 students of Syarif Hidayatullah State IslamicUniversity of Jakarta. Supports for violence was measured by a questionnaire asking respondents’ attitude towardsthe acts of violence committed by Front of Islamic Defence (FPI) as a radical Islamic movement. The data wereanalyzed by multiple regression and Structural Equation Modeling (SEM) using SPSS and M.Plus Program.This study concluded that strong identification as Muslims significantly influenced the supports to FPI acts throughthreat perception as a moderator variable. The study recommends for further investigation by employing qualitativeapproach to examine how independent variables influenced the supports for violence.

KEY WORDS: Support, Violence, Identification

DUKUNGAN TERHADAP KEKERASAN: MENGUJI IDENTITASSOSIAL DAN PERSEPSI KETERANCAMAN

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh identitas sosial dan persepsi keterancaman

terhadap dukungan publik kepada kekerasan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengansampel mahasiswa UIN Jakarta sebanyak 198 orang. Dukungan terhadap kekerasan diukur denganmenanyakan sikap responden terhadap aksi razia yang dilakukan oleh Front Pembela Islam sebagaiormas Islam yang kerapkali dipersepsikan oleh sebagian publik sebagai gerakan Islam garis keras.Data dianalisis dengan tehnik regresi ganda dan SEM dengan menggunakan program SPSS danM.Plus. Penelitian ini menyimpulkan bahwa identifikasi sebagai orang Islam berpengaruh terhadapdukungan terhadap FPI melalui persepsi keterancaman sebagai variabel moderator. Penelitimerekomendasikan agar dilakukan riset lanjut dengan metode kualitatif untuk menelusuri bagaimanaindependent variabel mempengaruhi dukungan terhadap kekerasan.

KATA KUNCI: Kekerasan, Identitas, Persepsi Keterancaman

96 Dukungan terhadap Kekerasan...96 Dukungan terhadap Kekerasan...

A. PENDAHULUANDukungan atas kekerasan yang bernuansa

sosial, politik, dan agama diperdebatkan olehbanyak ilmuwan dan periset dari berbagaidisipilin ilmu terutama bidang ilmu sosial danperilaku. Pertanyaan paling mendasar terkaittema ini, mungkinkah seseorang atau kelompokatau masyarakat mendukung kekerasan?Pertanyaan ini penting dikemukakan mengingatdukungan terhadap kekerasan adalah satu halyang tidak mungkin diterima secara akal sehatdi satu sisi, tetapi di sisi lain, kerapkali tergambardalam kehidupan sosial, politik dan budaya kita.

Victoroff dan Kruglanski (2009) menolakkeras pendapat tentang adanya dukunganindividu dan kelompok terhadap kekerasan.Menurutnya, fakta sejarah di Eropa dan Amerikamenunjukkan hal yang sebaliknya. Dengan katalain, penolakan terhadap kekerasan dan terorismeadalah hal umum dan masuk akal, misalnyapenolakan masyarakat Eropa terhadap Red ArmyFaction di Jerman dan Italian Red Brigades di Italia1.Namun penelitian Pyszczynski dkk, penelitianLevin dkk, dan penelitian Jim Sidanius dkkbertolakbelakang dengan pernyataan Victoroffdan Kruglanski. Penelitian mereka menunjukkanbahwa di sebagian kasus ada dukungan publikterhadap aksi kekerasan dan terorisme terutamadi Timur Tengah dan dunia Islam2.

Pertentangan dan perdebatan tentangdukungan terhadap kekerasan ini tentu sajamemunculkan pertanyaan yang penting untukdijawab dalam konteks pengembangan teoripsikologi sosial terutama menyangkut dukungpublik terhadap tindakan anarkisme.

Bagaimana dengan publik di Indonesia yangdikenal sangat cinta damai dan anti kekerasansejak puluhan tahun lalu? Sebagai negara Muslimpenganut Islam moderat, banyak kalanganmeyakini bahwa Muslim Indonesia tidak

mungkin mendukung aksi kekerasan danterorisme karena kekerasan dan terorismebertentangan dengan ajaran Islam3. Tetapibanyak penelitian menunjukkan ada indikasidukungan terhadap radikalisme dan kekerasanterutama terhadap kelompok-kelompok yangdianggap menistakan agama4. Di antaracontohnya adalah kekeran terhadap penganutAhmadiyah atau penganut Syiah di SampangMadura5 atau kekerasan yang dilakukan FrontPembela Islam terhadap sejumlah pihak6

(Syaefudin 2014).Serangan dan kekerasan terhadap kelompok

lain selalu membuat identitas menjadi sesuatuyang menonjol, baik pada kelompok penyerangmaupun pada kelompok yang diserang7.Pyszczynski dkk (2003) mengemukakan tentangmenonjolnya identitas nasional, keagamaan danetnis terkait kasus penyerangan WTC tanggal11 September 2001. Temuan mereka menyebutkanbahwa penyerangan tersebut memicu danmemunculkan rasa permusuhan dan konflikbukan hanya bagi rakyat Amerika tetapi bagisemua orang dari berbagai belahan dunia8.

Dalam situasi ketidakpastian dan penuhancaman, banyak orang termotivasi untukmemperbaiki kesulitan-kesulitan psikologisseperti situasi penyerangan dan kekerasandengan mengidentifikasi orang-orang yangmereka definisikan memiliki keanggotankelompok yang sama seperti rekan sebangsa,seagama, seetnik, sebudaya atau orang-orang

1 Jeff Victoroff, Jeff dan Arie W. Kruglanski, Psychology ofTerrorism (New York: Psychology Press, 2009), 281-297.

2 Pyszczynski, Tom, Abdolhossein Abdollahi, SheldonSolomon, Jeff Greenberg, Florette Cohen, dan David Weise.“Mortality salience, martyrdom and military might: The greatsatan versus the axis of evil.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W. Kruglanski(Ed), 281-297. NewYork: Psychology Press, 2009. Lihat juga, Levin, Shana, P.J.Henry, Felicia Prato, dan Jim Sidanius. “Social dominance andsocial identity in Lebanon: Implication for support of violenceagainst the west.” Dalam Psychology of Terrorism, oleh JeffVictoroff dan Arie W. Kruglanski (Ed), 253-267. East Sussex:Psychology Press, 2009.

3 Jamhari. “Fundamentalism and the implementation of shariain Indonesia.” Dalam A Potrait of Contemporary Indonesian Islam,oleh Chaidir Bamualim, 67-76. Jakarta : Center for Languagesand Cultures, 2005.

4 Elhady, Aminullah. “Simbolisasi agama: antara ketaatan dankekerasan atas nama agama dalam masyarakat.” Harmon, JurnalMultikultural dan Multireligius, 2002: Volume 1, Nomor 3, Juli-September. Halaman 37-48. Lihat juga, Baidlowi, Masduki. “Dibalik jaringan Islam radikal.” Mimbal Ulama, Edisi 351 Juni 2011:3-7

5 Kontras Surabaya. 2012. Laporan Pemantauan dan InvestigasiKasus Syiah Sampang Madura. Surabaya: Kontras Surabaya.

6 Syaefudin, Machfud. 2014. “Reinterpretasi Gerakan DakwahFront Pembela Islam (FPI).” Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 34, No.2,Juli - Desember 2014 259-276.

7 Dovidio, John F., Samuel L. Gaertner, dan Kerry Kawakami.“Intergroup contact: the past, present, and the future.” GroupProcess & Intergroup Relations, 2003: 5-20.

8 Pyszczynski, Tom, Abdolhossein Abdollahi, SheldonSolomon, Jeff Greenberg, Florette Cohen, dan David Weise.“Mortality salience, martyrdom and military might: The greatsatan versus the axis of evil.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W. Kruglanski, 281-297. New York:Psychology Press, 2009.

Dialog Vol. 41, No.1, Juni 2017 97

yang memiliki cara pandang keagamaan dankebudayaan yang sama9.

Bahaya sosial paling besar dari situasi iniadalah bahwa identifikasi diri yang sangat kuatdengan ingroup seringkali mendorong oranguntuk meremehkan dan melakukan diskriminasiterhadap kelompok lain atau tepatnya, anggotakelompok lain di satu sisi, dan di sisi lain,cenderung bersikap berlebihan terhadapkelompok sendiri10.

Terdapat banyak penelitian empirik yangmenguji peran identitas sosial dalammenggerakkan konflik antarkelompok tetapidipastikan tidak banyak perhatian yangdicurahkan kepada faktor-faktor yangmempengaruhi kekuatan identifikasi ingroupatau kelompok sendiri11.

Teori dominasi sosial menawarkan satukemungkinan. Teori dominasi sosial berasumsibahwa konflik-konflik yang melanda banyakkelompok merupakan hasil dari kecenderungandasar manusia untuk membentuk sistemdominasi berbasis kelompok di mana kelompok-kelompok tertentu berada pada bagian puncakhirarki sosial dan kelompok lainnya berada padabagian bawah12.

Menurut teori dominasi sosial, anggotakelompok berstatus tinggi dengan hasrat yanglebih besar terhadap ketidaksetaraan kelompokdiperkirakan memiliki tingkat identifkasi ingroupyang lebih tinggi karena koneksi dengan ingroupyang dominan mempermudah akses kepadasumber daya sosial dan ekonomi yang dapatdigunakan untuk memperkuat perbedaan statusberbasis kelompok13

Salah satu cara yang dapat ditempuh anggotakelompok berstatus rendah untuk mereaksiidentitas sosial negatif yang ditimbulkan olehstatus yang rendah pada mereka adalah denganmengadopsi struktur kepercayaan perubahansosial14.

Dukungan Terhadap KekerasanMungkinkah kita mendukung kekerasan?

Mungkin ya mungkin pula tidak. Apa yangdimaksudkan dengan dukungan terhadapkekerasan? Dukungan terhadap kekerasan adalahpenerimaan terhadap aksi kekerasan dan lembagaatau organisasi yang cenderung memilih jalankekerasan untuk mencapai tujuan danpenyelesaian masalah. Levin dkk menyebutkanada dua dimensi dukungan kekerasan yaitudukungan terhadap organisasi kekerasan dandukungan terhadap aksi kekerasan15. Kesankeabsahan kekerasan dan terorisme di mata publikmelahirkan kesan lain seolah-olah publik ataumasyarakat terutama asal pelaku memberikandukungan yang nyata, minimal simpati terhadapaksi kekerasan atau terorisme yang dilakukansegelintir atau sekelompok orang.

Victoroff dan Kruglanski (2009) memberikanbantahan terhadap asumsi yang mengatakanbahwa ada dukungan publik terhadap aksi teroryang dilakukan sejumlah kelompok16. Tetapipenelitian lain, misalnya (Levin, P. Henry dan F.Prato, et al. 2009)17 dan Sidanius, Henry, et al.(2009)18 menunjukkan ada dukungan publik

9 Hogg, Michael A., dan Dominic Abrams. SocialIdentifications: A Social Psychology of Intergroup Relations and GroupProcesses. London: Routledge, 1998

10 Brewer, Marilynn B., dan Samuel L. Gaertner. “Towardreduction of prejudice: Intergroup contact and socialcategorization.” Dalam Handbooks of Psychology: IntergroupProcess, oleh Rupert Brown dan Samuel L. Gaertner, 451-474.Melden : Blackwell Publishing, 2003

11 Huddy, Leonnie. “From social to political identity: Acritical examination of social identity theory.” Political Psychology,22 No. 1 Maret 2001, 2001: 127-156.

12 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. Social Dominance. NewYork: Cambridge University Press, 1999. Lihat juga, Sidanius,Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana Levin. “Arab attributionfor the attack on America: the case of Lebanese subelites.”Dalam The Psychology of Terrorism, oleh Jeff Victoroff dan ArieW Kruglanski, 269-279. East Sussex: Psychology Press, 2009.

13 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. Social Dominance. NewYork: Cambridge University Press, 1999. Hal ini juga ditemukandalam artikel Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana

Levin. “Arab attribution for the attack on America: the case ofLebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism, olehJeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press, 2009.

14 Tajfel, Henry, dan John C. Turner. “The social identitytheory of intergroup behavior.” Dalam Psychology of IntergroupRelations, oleh Stephen Worchel dan William G. Austin, 7-24.Illinois: Nelson-Hall Inc, 1986.

15 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009.

16 Victoroff, Jeff, dan Arie W. Kruglanski. Psychology ofTerrorism. New York: Psychology Press, 2009.

17 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, and Jim Sidanius.2009. “Social dominance and social identity in Lebanon:Implications for support of violence against the west.” InPsychology of Terrorism: Classic and Contemporary Insights, byJeff Victoroff and Arie W. Kruglanski, 253-268. New York:Psychology Press.

18 Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, and Shana Levin.2009. “Arab attribution for the attack on America: the case of

97Dialog Vol. 40, No. 1, Juni 201796 Dukungan terhadap Kekerasan...

A. PENDAHULUANDukungan atas kekerasan yang bernuansa

sosial, politik, dan agama diperdebatkan olehbanyak ilmuwan dan periset dari berbagaidisipilin ilmu terutama bidang ilmu sosial danperilaku. Pertanyaan paling mendasar terkaittema ini, mungkinkah seseorang atau kelompokatau masyarakat mendukung kekerasan?Pertanyaan ini penting dikemukakan mengingatdukungan terhadap kekerasan adalah satu halyang tidak mungkin diterima secara akal sehatdi satu sisi, tetapi di sisi lain, kerapkali tergambardalam kehidupan sosial, politik dan budaya kita.

Victoroff dan Kruglanski (2009) menolakkeras pendapat tentang adanya dukunganindividu dan kelompok terhadap kekerasan.Menurutnya, fakta sejarah di Eropa dan Amerikamenunjukkan hal yang sebaliknya. Dengan katalain, penolakan terhadap kekerasan dan terorismeadalah hal umum dan masuk akal, misalnyapenolakan masyarakat Eropa terhadap Red ArmyFaction di Jerman dan Italian Red Brigades di Italia1.Namun penelitian Pyszczynski dkk, penelitianLevin dkk, dan penelitian Jim Sidanius dkkbertolakbelakang dengan pernyataan Victoroffdan Kruglanski. Penelitian mereka menunjukkanbahwa di sebagian kasus ada dukungan publikterhadap aksi kekerasan dan terorisme terutamadi Timur Tengah dan dunia Islam2.

Pertentangan dan perdebatan tentangdukungan terhadap kekerasan ini tentu sajamemunculkan pertanyaan yang penting untukdijawab dalam konteks pengembangan teoripsikologi sosial terutama menyangkut dukungpublik terhadap tindakan anarkisme.

Bagaimana dengan publik di Indonesia yangdikenal sangat cinta damai dan anti kekerasansejak puluhan tahun lalu? Sebagai negara Muslimpenganut Islam moderat, banyak kalanganmeyakini bahwa Muslim Indonesia tidak

mungkin mendukung aksi kekerasan danterorisme karena kekerasan dan terorismebertentangan dengan ajaran Islam3. Tetapibanyak penelitian menunjukkan ada indikasidukungan terhadap radikalisme dan kekerasanterutama terhadap kelompok-kelompok yangdianggap menistakan agama4. Di antaracontohnya adalah kekeran terhadap penganutAhmadiyah atau penganut Syiah di SampangMadura5 atau kekerasan yang dilakukan FrontPembela Islam terhadap sejumlah pihak6

(Syaefudin 2014).Serangan dan kekerasan terhadap kelompok

lain selalu membuat identitas menjadi sesuatuyang menonjol, baik pada kelompok penyerangmaupun pada kelompok yang diserang7.Pyszczynski dkk (2003) mengemukakan tentangmenonjolnya identitas nasional, keagamaan danetnis terkait kasus penyerangan WTC tanggal11 September 2001. Temuan mereka menyebutkanbahwa penyerangan tersebut memicu danmemunculkan rasa permusuhan dan konflikbukan hanya bagi rakyat Amerika tetapi bagisemua orang dari berbagai belahan dunia8.

Dalam situasi ketidakpastian dan penuhancaman, banyak orang termotivasi untukmemperbaiki kesulitan-kesulitan psikologisseperti situasi penyerangan dan kekerasandengan mengidentifikasi orang-orang yangmereka definisikan memiliki keanggotankelompok yang sama seperti rekan sebangsa,seagama, seetnik, sebudaya atau orang-orang

1 Jeff Victoroff, Jeff dan Arie W. Kruglanski, Psychology ofTerrorism (New York: Psychology Press, 2009), 281-297.

2 Pyszczynski, Tom, Abdolhossein Abdollahi, SheldonSolomon, Jeff Greenberg, Florette Cohen, dan David Weise.“Mortality salience, martyrdom and military might: The greatsatan versus the axis of evil.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W. Kruglanski(Ed), 281-297. NewYork: Psychology Press, 2009. Lihat juga, Levin, Shana, P.J.Henry, Felicia Prato, dan Jim Sidanius. “Social dominance andsocial identity in Lebanon: Implication for support of violenceagainst the west.” Dalam Psychology of Terrorism, oleh JeffVictoroff dan Arie W. Kruglanski (Ed), 253-267. East Sussex:Psychology Press, 2009.

3 Jamhari. “Fundamentalism and the implementation of shariain Indonesia.” Dalam A Potrait of Contemporary Indonesian Islam,oleh Chaidir Bamualim, 67-76. Jakarta : Center for Languagesand Cultures, 2005.

4 Elhady, Aminullah. “Simbolisasi agama: antara ketaatan dankekerasan atas nama agama dalam masyarakat.” Harmon, JurnalMultikultural dan Multireligius, 2002: Volume 1, Nomor 3, Juli-September. Halaman 37-48. Lihat juga, Baidlowi, Masduki. “Dibalik jaringan Islam radikal.” Mimbal Ulama, Edisi 351 Juni 2011:3-7

5 Kontras Surabaya. 2012. Laporan Pemantauan dan InvestigasiKasus Syiah Sampang Madura. Surabaya: Kontras Surabaya.

6 Syaefudin, Machfud. 2014. “Reinterpretasi Gerakan DakwahFront Pembela Islam (FPI).” Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 34, No.2,Juli - Desember 2014 259-276.

7 Dovidio, John F., Samuel L. Gaertner, dan Kerry Kawakami.“Intergroup contact: the past, present, and the future.” GroupProcess & Intergroup Relations, 2003: 5-20.

8 Pyszczynski, Tom, Abdolhossein Abdollahi, SheldonSolomon, Jeff Greenberg, Florette Cohen, dan David Weise.“Mortality salience, martyrdom and military might: The greatsatan versus the axis of evil.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W. Kruglanski, 281-297. New York:Psychology Press, 2009.

Dialog Vol. 41, No.1, Juni 2017 97

yang memiliki cara pandang keagamaan dankebudayaan yang sama9.

Bahaya sosial paling besar dari situasi iniadalah bahwa identifikasi diri yang sangat kuatdengan ingroup seringkali mendorong oranguntuk meremehkan dan melakukan diskriminasiterhadap kelompok lain atau tepatnya, anggotakelompok lain di satu sisi, dan di sisi lain,cenderung bersikap berlebihan terhadapkelompok sendiri10.

Terdapat banyak penelitian empirik yangmenguji peran identitas sosial dalammenggerakkan konflik antarkelompok tetapidipastikan tidak banyak perhatian yangdicurahkan kepada faktor-faktor yangmempengaruhi kekuatan identifikasi ingroupatau kelompok sendiri11.

Teori dominasi sosial menawarkan satukemungkinan. Teori dominasi sosial berasumsibahwa konflik-konflik yang melanda banyakkelompok merupakan hasil dari kecenderungandasar manusia untuk membentuk sistemdominasi berbasis kelompok di mana kelompok-kelompok tertentu berada pada bagian puncakhirarki sosial dan kelompok lainnya berada padabagian bawah12.

Menurut teori dominasi sosial, anggotakelompok berstatus tinggi dengan hasrat yanglebih besar terhadap ketidaksetaraan kelompokdiperkirakan memiliki tingkat identifkasi ingroupyang lebih tinggi karena koneksi dengan ingroupyang dominan mempermudah akses kepadasumber daya sosial dan ekonomi yang dapatdigunakan untuk memperkuat perbedaan statusberbasis kelompok13

Salah satu cara yang dapat ditempuh anggotakelompok berstatus rendah untuk mereaksiidentitas sosial negatif yang ditimbulkan olehstatus yang rendah pada mereka adalah denganmengadopsi struktur kepercayaan perubahansosial14.

Dukungan Terhadap KekerasanMungkinkah kita mendukung kekerasan?

Mungkin ya mungkin pula tidak. Apa yangdimaksudkan dengan dukungan terhadapkekerasan? Dukungan terhadap kekerasan adalahpenerimaan terhadap aksi kekerasan dan lembagaatau organisasi yang cenderung memilih jalankekerasan untuk mencapai tujuan danpenyelesaian masalah. Levin dkk menyebutkanada dua dimensi dukungan kekerasan yaitudukungan terhadap organisasi kekerasan dandukungan terhadap aksi kekerasan15. Kesankeabsahan kekerasan dan terorisme di mata publikmelahirkan kesan lain seolah-olah publik ataumasyarakat terutama asal pelaku memberikandukungan yang nyata, minimal simpati terhadapaksi kekerasan atau terorisme yang dilakukansegelintir atau sekelompok orang.

Victoroff dan Kruglanski (2009) memberikanbantahan terhadap asumsi yang mengatakanbahwa ada dukungan publik terhadap aksi teroryang dilakukan sejumlah kelompok16. Tetapipenelitian lain, misalnya (Levin, P. Henry dan F.Prato, et al. 2009)17 dan Sidanius, Henry, et al.(2009)18 menunjukkan ada dukungan publik

9 Hogg, Michael A., dan Dominic Abrams. SocialIdentifications: A Social Psychology of Intergroup Relations and GroupProcesses. London: Routledge, 1998

10 Brewer, Marilynn B., dan Samuel L. Gaertner. “Towardreduction of prejudice: Intergroup contact and socialcategorization.” Dalam Handbooks of Psychology: IntergroupProcess, oleh Rupert Brown dan Samuel L. Gaertner, 451-474.Melden : Blackwell Publishing, 2003

11 Huddy, Leonnie. “From social to political identity: Acritical examination of social identity theory.” Political Psychology,22 No. 1 Maret 2001, 2001: 127-156.

12 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. Social Dominance. NewYork: Cambridge University Press, 1999. Lihat juga, Sidanius,Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana Levin. “Arab attributionfor the attack on America: the case of Lebanese subelites.”Dalam The Psychology of Terrorism, oleh Jeff Victoroff dan ArieW Kruglanski, 269-279. East Sussex: Psychology Press, 2009.

13 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. Social Dominance. NewYork: Cambridge University Press, 1999. Hal ini juga ditemukandalam artikel Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana

Levin. “Arab attribution for the attack on America: the case ofLebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism, olehJeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press, 2009.

14 Tajfel, Henry, dan John C. Turner. “The social identitytheory of intergroup behavior.” Dalam Psychology of IntergroupRelations, oleh Stephen Worchel dan William G. Austin, 7-24.Illinois: Nelson-Hall Inc, 1986.

15 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009.

16 Victoroff, Jeff, dan Arie W. Kruglanski. Psychology ofTerrorism. New York: Psychology Press, 2009.

17 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, and Jim Sidanius.2009. “Social dominance and social identity in Lebanon:Implications for support of violence against the west.” InPsychology of Terrorism: Classic and Contemporary Insights, byJeff Victoroff and Arie W. Kruglanski, 253-268. New York:Psychology Press.

18 Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, and Shana Levin.2009. “Arab attribution for the attack on America: the case of

98 Dukungan terhadap Kekerasan...98 Dukungan terhadap Kekerasan...

terhadap aksi teror dan kekerasan yang dilakukansejumlah kelompok teror19.

Para peneliti secara menunjuk ke wilayahTimur Tengah sebagai kawasan yang dipenuhiaksi teror dan kekerasan karena mendapatkandukungan luas dari publik terutama umat Islamyang ada di sejumlah wilayah yang sedangdilanda konflik berkepanjangan. Levin dkkmisalnya menemukan bahwa dukungan publikterhadap aksi kekerasan dan teror yang dilakukansejumlah gerakan Islam seperti Hammas danHizbullah berkaitan erat dengan tingkatidentifikasi seseorang terhadap negara danagama, serta berkaitan erat pula dengankecenderungan dominasi sosial yang melekatdalam dinamika kepribadian respondenpenelitian20.

Penelitian lain yang juga menggambarkanadanya dukungan publik terhadap aksikekerasan adalah penelitian yang dilakukan olehSidanius dkk (2004; 2009) mengenai atribusiBangsa Arab terhadap serangan yang ditujukankepada simbol dan kepentingan Amerika di TimurTengah. Penelitian ini membandingkan duapenjelasan penting tentang motif di balik sikappermusuhan Bangsa Arab terutama kaum mudaArab terhadap Amerika dan simbol-simbolnya21.

Dua penjelasan penting ini, yaitu tesisHuntington tentang benturan peradaban atauperspektif dominasi sosial dari Sidanius, cukupmempengaruhi pola pikir para ilmuwan dalammelihat hubungan antara Islam dan Barat22.Simpulan penelitian menyebutkan bahwa motifdi balik sikap permusuhan kaum muda Arabbukan benturan peradaban antara Barat danIslam, tetapi lebih berkaitan dengan penolakan

mereka terhadap dominasi Amerika atas BangsaArab23.

Sejumlah responden menyebutkan bahwamereka tidak menerima jika diperlakukan tidakadil oleh bangsa-bangsa Barat terutama AmerikaSerikat24. Penjelasan lain menyebutkan bahwadukungan terhadap kekerasan, terutamaterhadap kelompok-kelompok yang dipersepsimengancam keyakinan dan ajaran pokokagamanya dimotivasi oleh kesamaan identitasdengan pelaku25. Kesimpulan yang samadisebutkan oleh penulis sendiri dalam penelitianlain. Ditemukan bahwa identifikasi yang kuatterhadap identitas sosial yang sama denganpelaku yang mengatasnamakan pembelaanterhadap agama menjadi pendorong cukup kuatdalam memberikan dukungan 26.

Untuk mengukur dukungan kekerasandigunakan instrumen dari Levin dkk yang telahdiuji. Hasil uji realibilitas untuk skala ini sangattinggi yaitu á=0,93.27 Jumlah penelitian yangjumlahnya relatif sedikit tentang dukunganterhadap kekerasan memperlihatkan bahwaterdapat beberapa faktor penting yangmemberikan pengaruh signifikan terhadapdukungan atas kekerasan dan terorisme.Penelitian Levin dkk (2003) dan penelitianSidanius dkk (2004) menyimpulkan bahwaidentifikasi sosial, kecenderungan dominasi sosialdan persepsi keterancaman berpengaruh terhadap

Lebanese subelites.” In The Psychology of Terrorism, by JeffVictoroff and Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press.

19 Tim peneliti yang dipimpin oleh Levin dan Sidaniusmemberikan bukti empirik bahwa dukungan terhadap kekerasanada di sejumlah lokasi penelitian yang mereka pilih.

20 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009.

21 Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana Levin.“Arab attribution for the attack on America: the case of Lebanesesubelites.” Dalam The Psychology of Terrorism, oleh Jeff Victoroffdan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex: Psychology Press,2009.

22 Victoroff, Jeff, dan Arie W. Kruglanski. Psychology ofTerrorism. New York: Psychology Press, 2009.

23 Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana Levin.“Arab attribution for the attack on America: the case of Lebanesesubelites.” Dalam The Psychology of Terrorism, oleh Jeff Victoroffdan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex: Psychology Press,2009.

24 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009. Lihat juga, Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, danShana Levin. “Arab attribution for the attack on America: thecase of Lebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press, 2009.

25 Ruth, Dyah Madya. Memutus Mata Rantai Radikalisme danTerorisme. Jakarta: Lazuardi Birru, 2010.

26 Saloom, Gazi. Infiltrasi radikalisme di masjid: Studi kasus diBogor. Laporan penelitian. Jakarta: Center for Study of Religionand Culture.

27 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009.

Dialog Vol. 41, No.1, Juni 2017 99

dukungan untuk kekerasan28.

Identifikasi SosialIdentifikasi sosial akan diukur yang versi

awalnya disusun oleh Levin dkk. Skala inidigunakan oleh Levin untuk mengukuridentifikasi sosial yang sampel penelitiannyadiambil dari kalangan orang Arab dan Libanon.Reliabilitas alat ukur identifikasi sosial termasuktinggi (á=0,87 untuk identifikasi arab, dan á=0,88untuk identifikasi Libanon)29

Sebagian besar penelitian menyimpulkanbahwa identifikasi sosial memiliki pengaruh yangsignifikan terhadap perilaku tertentu, baik secaralangsung maupun secara tidak langsung melaluivariabel moderator lainnya30. Penelitian jugamemperlihatkan bahwa pengaruh identifikasisosial menjadi signfikan terhadap variabelperilaku tertentu manakala dimediasi ataudimoderatori oleh variabel lainnya yangrelevan31. Jumlah penelitian dengan model sepertiini relatif cukup banyak, termasuk studi-studiyang terkait dinamika psikologis antarkelompok,misalnya studi Brown dan Gaertner (2003)32,

studi Castano, Leidner, Slawuta (2008)33 atauHaslam, Reicher dan Reynolds (2012)34

Banyak penelitian yang mengkaji pengaruhidentifikasi sosial terhadap konflikantarkelompok, tetapi tidak banyak penelitianyang mengkaji faktor-faktor psikologis yangmempengaruhi kekuatan identifikasi sosial.Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwadukungan sosial tidak berpengaruh langsungterhadap dukungan atas aksi kekerasan, tetapi iaharus dimediasi oleh faktor lain seperti orientasidominasi sosial dan persepsi keterancaman. Olehkarenanya, jika pengaruh identifikasi sosialdilihat pengaruhnya secara langsung terhadapdukungan atas aksi kekerasan maka besarkemungkinan pengaruhnya tidak akansignifikan35.

Pengaruh identifikasi sosial terhadapkolaborasi dan kinerja kelompok dalam setingkelompok berdasarakan penelitian dari Rink dkkmemperlihatkan nilai yang sangat signifikan.Penelitian yang dilakukan Rink dkkmenyimpulkan bahwa identifikasi sosial akanmemberikan pengaruh yang signifikan terhadapperilaku tertentu, dalam hal ini kolaborasi dankinerja kelompok sesungguhnya bergantungpada sifat identitas dan distingsi norma yang adapada kelompok36.

Rink dkk menyatakan bahwa semakinberirisan keanggotaan kelompok seseorangdengan keanggotaan orang lain maka semakinrendah tingkat identifikasi kelompok padaseseorang. Sebaliknya, semakin tunggal

28 Penelitian Levin dkk bertujuan ingin mengetahui jenisatribusi pada sampel Libanon terhadap serangan atas Amerika.Atribusi adalah konsep psikologis yang digunakanmenggambarkan sebab serangan yang ditujukan kepada Amerika,apakah disebabkan oleh kesalahan Amerika atau kebencian pihaklain kepada Amerika. Sedangkan penelitian Sidanius dkk inginmelihat pengaruh afiliasi identitas dan kecenderungan kepribadiandominan terhadap dukungan atas kekerasan. Kedua penelitianini memberikan informasi penting bahwa dukungan terhadapkekerasan memang ada dan nyata..

29 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009. Lihat juga, Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, danShana Levin. “Arab attribution for the attack on America: thecase of Lebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press, 2009.

30 Thye, Shane R., dan Edward J. Lawler. 2005. Socialidentification in group: Advances in group process Volume 22. Oxford:Elsevier Ltd.

31 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009. Lihat juga, Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, danShana Levin. “Arab attribution for the attack on America: thecase of Lebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press, 2009.

32 Brown, Rupert, and Sam Gaertner. 2003. Handbook ofPsychology: Intergroup Processes. Malden MA: BlackwellPublishing.

33 Brown, Rupert, and Sam Gaertner. 2003. Handbook ofPsychology: Intergroup Processes. Malden MA: BlackwellPublishing.

34 Haslam, S.Alexander, Stephen D. Reicher, and KatherineJ. Reynolds. 2012. “Identity, influence, and change:Rediscovering John Turner’s vision for social psychology.”British Journal of Social Psychology 51 201-218.

35 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009. Lihat juga, Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, danShana Levin. “Arab attribution for the attack on America: thecase of Lebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press, 2009.

36 Rink, Naomi Ellemers and Floor. 2005. “Identitiy in workgroups: The beneficial and detramental consequences of multipleidentities and group norms for collaboration and performance.”Dalam Social Identification in Groups, oleh Shane R. Thye danEdward J. Lawler, 1-42. Oxford: Elsevier.

99Dialog Vol. 40, No. 1, Juni 201798 Dukungan terhadap Kekerasan...

terhadap aksi teror dan kekerasan yang dilakukansejumlah kelompok teror19.

Para peneliti secara menunjuk ke wilayahTimur Tengah sebagai kawasan yang dipenuhiaksi teror dan kekerasan karena mendapatkandukungan luas dari publik terutama umat Islamyang ada di sejumlah wilayah yang sedangdilanda konflik berkepanjangan. Levin dkkmisalnya menemukan bahwa dukungan publikterhadap aksi kekerasan dan teror yang dilakukansejumlah gerakan Islam seperti Hammas danHizbullah berkaitan erat dengan tingkatidentifikasi seseorang terhadap negara danagama, serta berkaitan erat pula dengankecenderungan dominasi sosial yang melekatdalam dinamika kepribadian respondenpenelitian20.

Penelitian lain yang juga menggambarkanadanya dukungan publik terhadap aksikekerasan adalah penelitian yang dilakukan olehSidanius dkk (2004; 2009) mengenai atribusiBangsa Arab terhadap serangan yang ditujukankepada simbol dan kepentingan Amerika di TimurTengah. Penelitian ini membandingkan duapenjelasan penting tentang motif di balik sikappermusuhan Bangsa Arab terutama kaum mudaArab terhadap Amerika dan simbol-simbolnya21.

Dua penjelasan penting ini, yaitu tesisHuntington tentang benturan peradaban atauperspektif dominasi sosial dari Sidanius, cukupmempengaruhi pola pikir para ilmuwan dalammelihat hubungan antara Islam dan Barat22.Simpulan penelitian menyebutkan bahwa motifdi balik sikap permusuhan kaum muda Arabbukan benturan peradaban antara Barat danIslam, tetapi lebih berkaitan dengan penolakan

mereka terhadap dominasi Amerika atas BangsaArab23.

Sejumlah responden menyebutkan bahwamereka tidak menerima jika diperlakukan tidakadil oleh bangsa-bangsa Barat terutama AmerikaSerikat24. Penjelasan lain menyebutkan bahwadukungan terhadap kekerasan, terutamaterhadap kelompok-kelompok yang dipersepsimengancam keyakinan dan ajaran pokokagamanya dimotivasi oleh kesamaan identitasdengan pelaku25. Kesimpulan yang samadisebutkan oleh penulis sendiri dalam penelitianlain. Ditemukan bahwa identifikasi yang kuatterhadap identitas sosial yang sama denganpelaku yang mengatasnamakan pembelaanterhadap agama menjadi pendorong cukup kuatdalam memberikan dukungan 26.

Untuk mengukur dukungan kekerasandigunakan instrumen dari Levin dkk yang telahdiuji. Hasil uji realibilitas untuk skala ini sangattinggi yaitu á=0,93.27 Jumlah penelitian yangjumlahnya relatif sedikit tentang dukunganterhadap kekerasan memperlihatkan bahwaterdapat beberapa faktor penting yangmemberikan pengaruh signifikan terhadapdukungan atas kekerasan dan terorisme.Penelitian Levin dkk (2003) dan penelitianSidanius dkk (2004) menyimpulkan bahwaidentifikasi sosial, kecenderungan dominasi sosialdan persepsi keterancaman berpengaruh terhadap

Lebanese subelites.” In The Psychology of Terrorism, by JeffVictoroff and Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press.

19 Tim peneliti yang dipimpin oleh Levin dan Sidaniusmemberikan bukti empirik bahwa dukungan terhadap kekerasanada di sejumlah lokasi penelitian yang mereka pilih.

20 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009.

21 Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana Levin.“Arab attribution for the attack on America: the case of Lebanesesubelites.” Dalam The Psychology of Terrorism, oleh Jeff Victoroffdan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex: Psychology Press,2009.

22 Victoroff, Jeff, dan Arie W. Kruglanski. Psychology ofTerrorism. New York: Psychology Press, 2009.

23 Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana Levin.“Arab attribution for the attack on America: the case of Lebanesesubelites.” Dalam The Psychology of Terrorism, oleh Jeff Victoroffdan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex: Psychology Press,2009.

24 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009. Lihat juga, Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, danShana Levin. “Arab attribution for the attack on America: thecase of Lebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press, 2009.

25 Ruth, Dyah Madya. Memutus Mata Rantai Radikalisme danTerorisme. Jakarta: Lazuardi Birru, 2010.

26 Saloom, Gazi. Infiltrasi radikalisme di masjid: Studi kasus diBogor. Laporan penelitian. Jakarta: Center for Study of Religionand Culture.

27 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009.

Dialog Vol. 41, No.1, Juni 2017 99

dukungan untuk kekerasan28.

Identifikasi SosialIdentifikasi sosial akan diukur yang versi

awalnya disusun oleh Levin dkk. Skala inidigunakan oleh Levin untuk mengukuridentifikasi sosial yang sampel penelitiannyadiambil dari kalangan orang Arab dan Libanon.Reliabilitas alat ukur identifikasi sosial termasuktinggi (á=0,87 untuk identifikasi arab, dan á=0,88untuk identifikasi Libanon)29

Sebagian besar penelitian menyimpulkanbahwa identifikasi sosial memiliki pengaruh yangsignifikan terhadap perilaku tertentu, baik secaralangsung maupun secara tidak langsung melaluivariabel moderator lainnya30. Penelitian jugamemperlihatkan bahwa pengaruh identifikasisosial menjadi signfikan terhadap variabelperilaku tertentu manakala dimediasi ataudimoderatori oleh variabel lainnya yangrelevan31. Jumlah penelitian dengan model sepertiini relatif cukup banyak, termasuk studi-studiyang terkait dinamika psikologis antarkelompok,misalnya studi Brown dan Gaertner (2003)32,

studi Castano, Leidner, Slawuta (2008)33 atauHaslam, Reicher dan Reynolds (2012)34

Banyak penelitian yang mengkaji pengaruhidentifikasi sosial terhadap konflikantarkelompok, tetapi tidak banyak penelitianyang mengkaji faktor-faktor psikologis yangmempengaruhi kekuatan identifikasi sosial.Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwadukungan sosial tidak berpengaruh langsungterhadap dukungan atas aksi kekerasan, tetapi iaharus dimediasi oleh faktor lain seperti orientasidominasi sosial dan persepsi keterancaman. Olehkarenanya, jika pengaruh identifikasi sosialdilihat pengaruhnya secara langsung terhadapdukungan atas aksi kekerasan maka besarkemungkinan pengaruhnya tidak akansignifikan35.

Pengaruh identifikasi sosial terhadapkolaborasi dan kinerja kelompok dalam setingkelompok berdasarakan penelitian dari Rink dkkmemperlihatkan nilai yang sangat signifikan.Penelitian yang dilakukan Rink dkkmenyimpulkan bahwa identifikasi sosial akanmemberikan pengaruh yang signifikan terhadapperilaku tertentu, dalam hal ini kolaborasi dankinerja kelompok sesungguhnya bergantungpada sifat identitas dan distingsi norma yang adapada kelompok36.

Rink dkk menyatakan bahwa semakinberirisan keanggotaan kelompok seseorangdengan keanggotaan orang lain maka semakinrendah tingkat identifikasi kelompok padaseseorang. Sebaliknya, semakin tunggal

28 Penelitian Levin dkk bertujuan ingin mengetahui jenisatribusi pada sampel Libanon terhadap serangan atas Amerika.Atribusi adalah konsep psikologis yang digunakanmenggambarkan sebab serangan yang ditujukan kepada Amerika,apakah disebabkan oleh kesalahan Amerika atau kebencian pihaklain kepada Amerika. Sedangkan penelitian Sidanius dkk inginmelihat pengaruh afiliasi identitas dan kecenderungan kepribadiandominan terhadap dukungan atas kekerasan. Kedua penelitianini memberikan informasi penting bahwa dukungan terhadapkekerasan memang ada dan nyata..

29 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009. Lihat juga, Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, danShana Levin. “Arab attribution for the attack on America: thecase of Lebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press, 2009.

30 Thye, Shane R., dan Edward J. Lawler. 2005. Socialidentification in group: Advances in group process Volume 22. Oxford:Elsevier Ltd.

31 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009. Lihat juga, Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, danShana Levin. “Arab attribution for the attack on America: thecase of Lebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press, 2009.

32 Brown, Rupert, and Sam Gaertner. 2003. Handbook ofPsychology: Intergroup Processes. Malden MA: BlackwellPublishing.

33 Brown, Rupert, and Sam Gaertner. 2003. Handbook ofPsychology: Intergroup Processes. Malden MA: BlackwellPublishing.

34 Haslam, S.Alexander, Stephen D. Reicher, and KatherineJ. Reynolds. 2012. “Identity, influence, and change:Rediscovering John Turner’s vision for social psychology.”British Journal of Social Psychology 51 201-218.

35 Levin, Shana, P.J. Henry, Fellicia Prato, dan Jim Sidanius.“Social dominance and social identity in Lebanon: Implicationsfor support of violence against the west.” Dalam Psychology ofTerrorism: Classic and Contemporary Insights, oleh Jeff Victoroffdan Arie W. Kruglanski, 253-268. New York: Psychology Press,2009. Lihat juga, Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, danShana Levin. “Arab attribution for the attack on America: thecase of Lebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press, 2009.

36 Rink, Naomi Ellemers and Floor. 2005. “Identitiy in workgroups: The beneficial and detramental consequences of multipleidentities and group norms for collaboration and performance.”Dalam Social Identification in Groups, oleh Shane R. Thye danEdward J. Lawler, 1-42. Oxford: Elsevier.

100 Dukungan terhadap Kekerasan...100 Dukungan terhadap Kekerasan...

keanggotaan seseorang dalam suatu kelompoktanpa ada irisan dengan kelompok lain atauorang lain maka semakin tinggi tingkat identifiksikelompoknya37

Penelitian lain menunjukkan bahwa identitasyang diverifikasi akan menimbulkan emosi positifsedangkan identitas yang tidak diverifikasi akanmemunculkan emosi negatif. Kesimpulan inimerupakan data empirik yang memperkuat teoritentang kontrol identitas terhadap perilakumanusia termasuk dalam konteks hubunganantarkelompok38.

Dalam bahasa yang lain, semakin jelasidentitas seseorang maka semakin positifemosinya sebagai akibat dari kejelasanidentitasnya, dan sebaliknya, semakin kaburidentitas seseorang semakin tinggi kemungkinanmenyebabkan emosi negatif. Emosi positif lahirdari kejelasan identitas dan emosi negatif lahirdari ketidakjelasan identitas.

Dalam konteks dukungan terhadapkekerasan, hasil penelitian ini memperkuat hasilpenelitian lain tentang dukungan terhadapkekerasan seperti penelitian Levin dkk (2003) danpenelitian Sidanius dkk (2004) yaitu bahwaidentifikasi sosial yang kuat dan disertai denganorientasi dominasi sosial yang tinggi ataupersepsi keterancaman yang tinggi berpengaruhsignifikan terhadap dukungan atas aksi kekerasandan terorisme39.

Terkati dengan hal ini, Lovaglia dkk (2005)menyebutkan bahwa suatu teori tentang diri danidentitas-identitas yang terdapat di dalamnya bisamenjelaskan perbedaan kinerja akademik dankognitif karena kinerja yang sukses berkaitandengan motivasi internal yang kuat. Teori kontrolidentitas dan teori kontrol afeksi beranggapanbahwa individu berbuat dalam rangkat

memperkuat identitas, walaupun perbuatan-perbuatan itu memiliki konsekuensi yang negatifterhadap dirinya40.

Orientasi Dominasi SosialOrientasi dominasi sosial sendiri didefinisikan

sebagai hasrat individu untuk meraih dominasisosial, dukungan terhadap hirarki dan dominasiberbasis kelompok dalam wujud dominasikelompok superior atas kelompok inferior41.Orientasi dominasi sosial (ODS) adalah perbedaanindividual yang mencerminkan suatu preferensibagi hubungan kelompok yang hirarkis; suatupreferensi bagi superioritas dan dominasikelompok sendiri atas kelompok lain. Orang-orang yang memiliki SDO yang tinggi cenderungmemfavoritkan ideologi dan kebijakan yangmeningkatkan hirarki, sementara yang memilikiSDO rendah cenderung memfavoritkan ideologidan kebijakan yang memberantas hirarki42.

Temuan lain justeru bertentangan denganapa yang dikemukakan Li dkk, bila Li dkkmenemukan bahwa orang-orang yang memilikiSDO rendah cenderungan mendukung ideologidan kebijakan yang memberantas hirarki makaditemukan orang-orang yang memiliki SDOrendah justeru mendukung struktur yanghirarkis karena mereka terbiasa dan bahkanmenikmati suasana dan struktur yang hirarkistersebut43.

SDO atau ODS berkaitan dengan apapunyang menjadi distingsi kelompok yang menonjoldalam suatu konteks sosial yang ada. Distingsikelompok ini bisa jadi dalam bentuk jeniskelamin, jender, ras, kelas sosial, kebangsaan,wilayah, agama, kelompok bahasa, tingkatanhidup, tim olah raga atau apapun yang secaraesensial bisa menimbulkan distingsi potensial diantara kelompok manusia44.

37 Rink, Naomi Ellemers and Floor. 2005. “Identitiy in workgroups: The beneficial and detramental consequences of multipleidentities and group norms for collaboration and performance.”Dalam Social Identification in Groups, oleh Shane R. Thye danEdward J. Lawler, 1-42. Oxford: Elsevier.

38 Stets, Jan E., dan Peter J. Burke. 2005. “New directions inidentity control theory.” Dalam Social Identification in GroupsAdvances in Group Processes, Volume 22, 43–64 ISSN: 0882-6145/doi:10.1016/S0882-6145(05)22002-7, oleh Edward J. Lawler danShane R. Thye, 43-64. Oxford : Elsevier.

39 Identifikasi sosial yang kuat terhadap kelompok pelakukekerasan atas nama agama dan kecenderungan memilikikepribadian dominasi sosial dapat menjelaskan mengapaseseorang mendukung kekerasan terhadap pihak lain yangdianggap sebagai musuh target

40 Lovaglia, Michael J., Reef Youngreen, dan Dawn T.Robinson. 2005. “Identity maintenance, affect control, andcognitive performance.” Dalam Social Identification in GroupsAdvances in Group Processes, Volume 22, oleh Shane R. Thye danEdward J. Lawler, 65-91. Oxford: Elsevier.

41 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press.

42 Li, Zheng, Lei Wang, Junqi Shi, dan and Wei Shi. 2006.“Support for exclusionism as an independent dimension of socialdominance orientation in mainland China.” Asian Journal of SocialPsychology 9 203–209.

43 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press.

44 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press.

Dialog Vol. 41, No.1, Juni 2017 101

SDO dipengaruhi secara signifikan olehminimal empat faktor, yaitu: Pertama, SDO akandipengaruhi oleh keanggotaan seseorang danidentifikasi dengan kelompok yang palingmenonjol dan diatur secara hirarkis45. Secaraumum dan dengan kesetaraan setiap orangberharap bahwa anggota kelompok dominan danatau siapa saja yang mengidentifikasi diri dengankelompok dominan akan memiliki SDO yanglebih tinggi dibandingkan anggota kelompoksubordinat dan atau siapa saja yangmengidentifikasi diri dengan kelompoksubordinat46).

Kedua, tingkat SDO seseorang jugadipengaruhi oleh latarbelakang dan faktorsosialisasi seperti tingkat pendidikan, keyakinankeagamaan, dan seluruh pengalaman sosialisasilainnya seperti perang, depresi, bencana alam47

(Sidanius & Pratto, 1999) Ketiga, ada alasanuntuk percaya bahwa orang-orang yangdilahirkan dengan ciri tempramental dankepribadian yang berbeda. Salah satu contohpradisposisi itu adalah empati. Ada alasan untukpercaya bahwa semakin tinggi empati seseorangmaka semakin rendah SDOnya48.

Keempat, tingkat SDO seseorang bergantungpada jender. Segala sesuatu diharapkan setara,laki-laki akan memiliki tingkat SDO yang relatifdan secara rerata lebih tinggi dibandingkanperempuan49. Sidanius dkk mengembangkanskala SDO 16 item untuk mengukur sikapterhadap perbedaan kelompok dan hirarki sosial.Terdapat bukti yang banyak mengenai realibilitasdan validitas skala ini atau variasinya yangdiperoleh melalui penelitian di Swedia, Australia,negara-negara bekas Uni Soviet, dan beberapa

populasi etnik di Amerika Serikat50.Kendati demikian, studi tentang

dimensionalitas skala SDO menghasilkan hasilyang tidak dapat disimpulkan dengan dukungantertentu, yaitu suatu struktur yang unidimensidan dukungan lain, suatu struktur dua faktor.Dalam sampel mahasiswa Israel dan Amerika,Sidanius dan Pratto menemukan bahwa SDOterdiri dari dua faktor yang sangat berkaitan,yaitu: Pertama, egalitarianisme berbasiskelompok, dan kedua, dominasi berbasiskelompok. Oleh karena korelasi yang tinggi dankesamaan konseptual, Sidanius dan Prattomenyatakan bahwa skala ini bersifatunidimensi51.

Sebaliknya, Jost dan Thompson di tahun2000 juga menemukan dua faktor yaitu oposisiterhadap kesetaraan dan dukungan terhadapdominasi berbasis kelompok, dan karenanyamereka menyatakan bahwa SDO memiliki suatustruktur dua faktor52.

Di daratan Cina, Li dkk melakukan tiga studidengan menggunakan analisa eksploratori dankonfirmatori. Studi-studi ini memberikan buktiempirik yang konsisten terhadap model 3 faktorSDO di daratan Cina. Dukungan terhadappengeluaran yang tidak ditemukan dalampenelitian sebelumnya muncul sebagai faktor SDOyang independen. Dalam studi kedua, faktortersebut memprediksi perbedaan SDO antarakelompok status tinggi (kelompok manajer) dankelompok status rendah (pekerja yang barubekerja). Dalam studi ketiga, faktor eksklusiberkorelasi secara positif dengan otoritarianismedan berhubungan secara negatif dengan

45 Identifikasi seseorang dengan suatu kelompok yangmemiliki superioritas atas kelompok subordinat lainnya akanmelahirkan kecenderungan dominan ketika melakukan interaksisosial di tengah publik. Dengan kata lain, melahirkan kepercayaandiri yang kerapkali berlebihan.

46 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press.

47 Temuan Sidanius dan Pratto dalam beberapa studi merekamenunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang makasemakin tinggi kecenderungan untuk berlaku dominan. Temuanmereka juga menunjukkan bahwa semakin tinggi pemahamankeagamaan seseorang maka semakin tinggi kecenderungannyauntuk mendominasi orang lain.

48 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press.

49 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press.

50 Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana Levin.2009. “Arab attribution for the attack on America: the case ofLebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism, olehJeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press.

51 Li, Zheng, Lei Wang, Junqi Shi, dan and Wei Shi. 2006.“Support for exclusionism as an independent dimension of socialdominance orientation in mainland China.” Asian Journal of SocialPsychology 9 203–209; Lihat juga, Hogg, Michael A., danDominic Abrams. 1998. Social Identifications: A Social Psychologyof Intergroup Relations and Group Processes. London: Routledge.Baca juga Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan ShanaLevin. 2009. “Arab attribution for the attack on America: thecase of Lebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press.

52 Li, Zheng, Lei Wang, Junqi Shi, dan and Wei Shi. 2006.“Support for exclusionism as an independent dimension of socialdominance orientation in mainland China.” Asian Journal of SocialPsychology 9 203–209

101Dialog Vol. 40, No. 1, Juni 2017100 Dukungan terhadap Kekerasan...

keanggotaan seseorang dalam suatu kelompoktanpa ada irisan dengan kelompok lain atauorang lain maka semakin tinggi tingkat identifiksikelompoknya37

Penelitian lain menunjukkan bahwa identitasyang diverifikasi akan menimbulkan emosi positifsedangkan identitas yang tidak diverifikasi akanmemunculkan emosi negatif. Kesimpulan inimerupakan data empirik yang memperkuat teoritentang kontrol identitas terhadap perilakumanusia termasuk dalam konteks hubunganantarkelompok38.

Dalam bahasa yang lain, semakin jelasidentitas seseorang maka semakin positifemosinya sebagai akibat dari kejelasanidentitasnya, dan sebaliknya, semakin kaburidentitas seseorang semakin tinggi kemungkinanmenyebabkan emosi negatif. Emosi positif lahirdari kejelasan identitas dan emosi negatif lahirdari ketidakjelasan identitas.

Dalam konteks dukungan terhadapkekerasan, hasil penelitian ini memperkuat hasilpenelitian lain tentang dukungan terhadapkekerasan seperti penelitian Levin dkk (2003) danpenelitian Sidanius dkk (2004) yaitu bahwaidentifikasi sosial yang kuat dan disertai denganorientasi dominasi sosial yang tinggi ataupersepsi keterancaman yang tinggi berpengaruhsignifikan terhadap dukungan atas aksi kekerasandan terorisme39.

Terkati dengan hal ini, Lovaglia dkk (2005)menyebutkan bahwa suatu teori tentang diri danidentitas-identitas yang terdapat di dalamnya bisamenjelaskan perbedaan kinerja akademik dankognitif karena kinerja yang sukses berkaitandengan motivasi internal yang kuat. Teori kontrolidentitas dan teori kontrol afeksi beranggapanbahwa individu berbuat dalam rangkat

memperkuat identitas, walaupun perbuatan-perbuatan itu memiliki konsekuensi yang negatifterhadap dirinya40.

Orientasi Dominasi SosialOrientasi dominasi sosial sendiri didefinisikan

sebagai hasrat individu untuk meraih dominasisosial, dukungan terhadap hirarki dan dominasiberbasis kelompok dalam wujud dominasikelompok superior atas kelompok inferior41.Orientasi dominasi sosial (ODS) adalah perbedaanindividual yang mencerminkan suatu preferensibagi hubungan kelompok yang hirarkis; suatupreferensi bagi superioritas dan dominasikelompok sendiri atas kelompok lain. Orang-orang yang memiliki SDO yang tinggi cenderungmemfavoritkan ideologi dan kebijakan yangmeningkatkan hirarki, sementara yang memilikiSDO rendah cenderung memfavoritkan ideologidan kebijakan yang memberantas hirarki42.

Temuan lain justeru bertentangan denganapa yang dikemukakan Li dkk, bila Li dkkmenemukan bahwa orang-orang yang memilikiSDO rendah cenderungan mendukung ideologidan kebijakan yang memberantas hirarki makaditemukan orang-orang yang memiliki SDOrendah justeru mendukung struktur yanghirarkis karena mereka terbiasa dan bahkanmenikmati suasana dan struktur yang hirarkistersebut43.

SDO atau ODS berkaitan dengan apapunyang menjadi distingsi kelompok yang menonjoldalam suatu konteks sosial yang ada. Distingsikelompok ini bisa jadi dalam bentuk jeniskelamin, jender, ras, kelas sosial, kebangsaan,wilayah, agama, kelompok bahasa, tingkatanhidup, tim olah raga atau apapun yang secaraesensial bisa menimbulkan distingsi potensial diantara kelompok manusia44.

37 Rink, Naomi Ellemers and Floor. 2005. “Identitiy in workgroups: The beneficial and detramental consequences of multipleidentities and group norms for collaboration and performance.”Dalam Social Identification in Groups, oleh Shane R. Thye danEdward J. Lawler, 1-42. Oxford: Elsevier.

38 Stets, Jan E., dan Peter J. Burke. 2005. “New directions inidentity control theory.” Dalam Social Identification in GroupsAdvances in Group Processes, Volume 22, 43–64 ISSN: 0882-6145/doi:10.1016/S0882-6145(05)22002-7, oleh Edward J. Lawler danShane R. Thye, 43-64. Oxford : Elsevier.

39 Identifikasi sosial yang kuat terhadap kelompok pelakukekerasan atas nama agama dan kecenderungan memilikikepribadian dominasi sosial dapat menjelaskan mengapaseseorang mendukung kekerasan terhadap pihak lain yangdianggap sebagai musuh target

40 Lovaglia, Michael J., Reef Youngreen, dan Dawn T.Robinson. 2005. “Identity maintenance, affect control, andcognitive performance.” Dalam Social Identification in GroupsAdvances in Group Processes, Volume 22, oleh Shane R. Thye danEdward J. Lawler, 65-91. Oxford: Elsevier.

41 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press.

42 Li, Zheng, Lei Wang, Junqi Shi, dan and Wei Shi. 2006.“Support for exclusionism as an independent dimension of socialdominance orientation in mainland China.” Asian Journal of SocialPsychology 9 203–209.

43 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press.

44 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press.

Dialog Vol. 41, No.1, Juni 2017 101

SDO dipengaruhi secara signifikan olehminimal empat faktor, yaitu: Pertama, SDO akandipengaruhi oleh keanggotaan seseorang danidentifikasi dengan kelompok yang palingmenonjol dan diatur secara hirarkis45. Secaraumum dan dengan kesetaraan setiap orangberharap bahwa anggota kelompok dominan danatau siapa saja yang mengidentifikasi diri dengankelompok dominan akan memiliki SDO yanglebih tinggi dibandingkan anggota kelompoksubordinat dan atau siapa saja yangmengidentifikasi diri dengan kelompoksubordinat46).

Kedua, tingkat SDO seseorang jugadipengaruhi oleh latarbelakang dan faktorsosialisasi seperti tingkat pendidikan, keyakinankeagamaan, dan seluruh pengalaman sosialisasilainnya seperti perang, depresi, bencana alam47

(Sidanius & Pratto, 1999) Ketiga, ada alasanuntuk percaya bahwa orang-orang yangdilahirkan dengan ciri tempramental dankepribadian yang berbeda. Salah satu contohpradisposisi itu adalah empati. Ada alasan untukpercaya bahwa semakin tinggi empati seseorangmaka semakin rendah SDOnya48.

Keempat, tingkat SDO seseorang bergantungpada jender. Segala sesuatu diharapkan setara,laki-laki akan memiliki tingkat SDO yang relatifdan secara rerata lebih tinggi dibandingkanperempuan49. Sidanius dkk mengembangkanskala SDO 16 item untuk mengukur sikapterhadap perbedaan kelompok dan hirarki sosial.Terdapat bukti yang banyak mengenai realibilitasdan validitas skala ini atau variasinya yangdiperoleh melalui penelitian di Swedia, Australia,negara-negara bekas Uni Soviet, dan beberapa

populasi etnik di Amerika Serikat50.Kendati demikian, studi tentang

dimensionalitas skala SDO menghasilkan hasilyang tidak dapat disimpulkan dengan dukungantertentu, yaitu suatu struktur yang unidimensidan dukungan lain, suatu struktur dua faktor.Dalam sampel mahasiswa Israel dan Amerika,Sidanius dan Pratto menemukan bahwa SDOterdiri dari dua faktor yang sangat berkaitan,yaitu: Pertama, egalitarianisme berbasiskelompok, dan kedua, dominasi berbasiskelompok. Oleh karena korelasi yang tinggi dankesamaan konseptual, Sidanius dan Prattomenyatakan bahwa skala ini bersifatunidimensi51.

Sebaliknya, Jost dan Thompson di tahun2000 juga menemukan dua faktor yaitu oposisiterhadap kesetaraan dan dukungan terhadapdominasi berbasis kelompok, dan karenanyamereka menyatakan bahwa SDO memiliki suatustruktur dua faktor52.

Di daratan Cina, Li dkk melakukan tiga studidengan menggunakan analisa eksploratori dankonfirmatori. Studi-studi ini memberikan buktiempirik yang konsisten terhadap model 3 faktorSDO di daratan Cina. Dukungan terhadappengeluaran yang tidak ditemukan dalampenelitian sebelumnya muncul sebagai faktor SDOyang independen. Dalam studi kedua, faktortersebut memprediksi perbedaan SDO antarakelompok status tinggi (kelompok manajer) dankelompok status rendah (pekerja yang barubekerja). Dalam studi ketiga, faktor eksklusiberkorelasi secara positif dengan otoritarianismedan berhubungan secara negatif dengan

45 Identifikasi seseorang dengan suatu kelompok yangmemiliki superioritas atas kelompok subordinat lainnya akanmelahirkan kecenderungan dominan ketika melakukan interaksisosial di tengah publik. Dengan kata lain, melahirkan kepercayaandiri yang kerapkali berlebihan.

46 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press.

47 Temuan Sidanius dan Pratto dalam beberapa studi merekamenunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang makasemakin tinggi kecenderungan untuk berlaku dominan. Temuanmereka juga menunjukkan bahwa semakin tinggi pemahamankeagamaan seseorang maka semakin tinggi kecenderungannyauntuk mendominasi orang lain.

48 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press.

49 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press.

50 Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana Levin.2009. “Arab attribution for the attack on America: the case ofLebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism, olehJeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press.

51 Li, Zheng, Lei Wang, Junqi Shi, dan and Wei Shi. 2006.“Support for exclusionism as an independent dimension of socialdominance orientation in mainland China.” Asian Journal of SocialPsychology 9 203–209; Lihat juga, Hogg, Michael A., danDominic Abrams. 1998. Social Identifications: A Social Psychologyof Intergroup Relations and Group Processes. London: Routledge.Baca juga Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan ShanaLevin. 2009. “Arab attribution for the attack on America: thecase of Lebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism,oleh Jeff Victoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press.

52 Li, Zheng, Lei Wang, Junqi Shi, dan and Wei Shi. 2006.“Support for exclusionism as an independent dimension of socialdominance orientation in mainland China.” Asian Journal of SocialPsychology 9 203–209

102 Dukungan terhadap Kekerasan...102 Dukungan terhadap Kekerasan...

altruisme sehingga dapat dikatakan bahwakeseluruhan hasil studi ini memberikan buktiempirik yang memadai atas validitas faktor SDOyang baru ini53.

Penelitian tentang pengaruh SDO terhadapdukungan atas aksi kekerasan telah dilakukanoleh Levin dkk. yang menyimpulkan bahwa SDOmemberikan pengaruh yang signifikan terhadapdukungan atas aksi kekerasan54. Penelitian lainyang dilakukan oleh Sidanius dkk jugamenemukan bahwa atribusi permusuhan kaummuda Arab terhadap Amerika dan simbol-simbolnya tidak disebabkan oleh benturanperadaban sebagaimana yang menjadi tesisHuttington, tetapi lebih disebabkan oleh sikapperlawanan sebagai kelompok subordinat55. Didalam penelitian ini disebutkan sikap perlawanansebagai kelompok tertindas terhadap kelompokpenindas merupakan atribusi penting perilakuheroik dan perlawanan mereka. Oleh karenanya,dukungan mereka terhadap kekerasan sebagaiperlawanan simbolik terhadap orientasi dominasisosial yang dipersepsikan melekat pada Amerikadan sekutu-sekutunya56.

Persepsi KeterancamanPersepsi keterancaman adalah perasaan

terancam yang dirasakan seseorang karenaadanya ancaman dari pihak lain, baik dalambentuk ancaman riil maupun ancaman simbolik.Persepsi keterancaman ini kemudian membentuksikap permusuhan dan bahkan tindakankekerasan terhadap anggota kelompok yangdipersepsi menjadi sumber ancaman. Ancamanyang lebih banyak dirasakan secara individualmenimbulkan rasa takut dan ancaman yang lebih

banyak dirasakan secara kelompok akanmelahirkan perilaku balas dendam ataukekerasan balasan yang ditujukan kepada pihaktertentu yang dipandang mengancam57.

Menurut Stephan dkk, ada empat jenisancaman atau persepsi keterancaman, yaituancaman simbolik, ancaman riil, kecemasanantarkelompok, dan stereonegatif. Ancamansimbolik adalah ancaman yang berupa perbedaanmoral, nilai, standar, keyakinan dan sikap;ancaman riil adalah ancaman yang jelas dannyata; kecemasan antarkelompok adalahperasaan terancam yang terjadi karena interaksikelompok di mana dalam proses itu munculperasaan terhina atau diremehkan; dan terakhirstereonegatif yaitu ancaman yang disebabkanoleh label atau pandangan negatif dari kelompoklain58.

Lalonde, Doan dan Patterson di tahun 2000melakukan suatu penelitian tentang sikap publikterhadap perbaikan politik. Mereka menemukanbahwa sikap individu berhubungan denganideologi mereka, dan bahwa sikap yang tidakmendukung ideologi individu pasti dianggapsebagai ancamana potensial terhadap identitis.Contoh, kaum gay dan lesbian dalam studitersebut lebih besar kemungkinan untuk setujudengan stereotipe bahwa para pendukung antiperbaikan politik merupakan pengikut kelompokekstrim sayap kanan yang tidak toleran59.

Salah satu temuan paling menarik dalampenelitian Strauss dkk adalah hubungan yangkuat antara agreeableness dengan sikap terhadapkeragaman. Sebenarnya hubungan seperti initidak mengherankan karena agreebleness adalahtrait seperti sifat tidak mengutamakan diri sendiri,toleransi, sifat menolong, sopan dan kemampuanmelakukan kerjasama, dan bahwa tingkat

53 Levin, Shana, P.J. Henry, Felicia Prato, dan Jim Sidanius.2009. “Social dominance and social identity in Lebanon:Implication for support of violence against the west.” DalamPsychology of Terrorism, oleh Jeff Victoroff dan Arie W. Kruglanski,253-267. East Sussex: Psychology Press.

54 Victoroff, Jeff, dan Arie W. Kruglanski. 2009. Psychology ofTerrorism. New York: Psychology Press.

55 Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana Levin.2009. “Arab attribution for the attack on America: the case ofLebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism, oleh JeffVictoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press.

56 Putra, Idhamsyah Eka, dan Ardiningtyas Pitaloka. 2012.Psikologi Prasangka: Sebab, Dampak, dan Solusi. Bogor: PenerbitGhalia Indonesia. Lihat pula, Putra, Idhamsyah Eka, danArdiningtyas Pitaloka. 2012. Psikologi Prasangka: Sebab, Dampak,dan Solusi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

57 Putra, Idhamsyah Eka, dan Ardiningtyas Pitaloka. 2012.Psikologi Prasangka: Sebab, Dampak, dan Solusi. Bogor: PenerbitGhalia Indonesia. Lihat pula, Putra, Idhamsyah Eka, danArdiningtyas Pitaloka. 2012. Psikologi Prasangka: Sebab, Dampak,dan Solusi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

58 Strauss, Judy P., Mary L. Connerley, dan Peter A.Ammermann. 2003. “The “Threat Hypothesis,” Personality andAttitudes Toward Diversity.” The Journal Of Applied BehavioralScience, Vol. 39 No. 1, March DOI: 10.1177/002188630325259435-52.

59 agreeableness adalah salah satu kepribadian dari modelkepribadian big five (Ocean) yaitu kepribadian yang mudah akurdan bersepakat. Orang yang memiliki kepribadian ini cenderungingin menghindari konflik dan lebih memilih untuk melakukankerjasama, percaya penuh kepada orang lain, hangat dan lembut.

Dialog Vol. 41, No.1, Juni 2017 103

agreebleness60 yang rendah ditemukanberhubungan dengan sikap antisosial danperilaku yang disfungsional61.

Temuan Strauss dkk mendukung hasilpenelitian terdahulu seperti Maunt dkk (1998);dan Witt dkk (2002) yang menekankanpentingnya agreebleness dalam tugas di manasuasana saling ketergantungan dan kerjasamamerupakan persyaratan penting untuk meraihkinerja kontekstual. Trend peningkatankeragaman terkait dan perubahan lingkungankerja melahirkan kebutuhan yang lebih banyakp orang-orang yang mampu berinteraksi secarapositif dengan keragaman orang lain dalam setingkerja62.

Dalam penelitian ini, hanya persepsiketerancaman simbolik yang akan digunakankarena lebih relevan dengan konteks hubunganantarkelompok yang terjadi pada sampelpenelitian yang dipilih. Konstruksi alat ukurpersepsi keterancaman didasarkan atas teoripersepsi keterancaman yang dikembangkan olehStephen. Teori ini dipandang mampu mendasaripembuatan alat ukur yang mengukur persepsiatau perasaan terancam seseorang atas ideologiatau keyakinan yang ia anut.63.

Ketidakpastian, diri maupun kolektif, dapatmelahirkan persepsi keterancaman pribadimaupun kelompok. Kondisi ini memotivasiseseorang untuk melakukan identifikasi diri yangkuat terhadap kelompoknya serta perilaku yangdapat memunculkan jiwa korsa kelompok. Padakondisi ketidakpastian yang lebih ekstrim,identifikasi terkesan lebih tegas dan jiwa korsaberkaitan dengan ortodoksi, hirarki dan

ekstrimisme serta berhubungan pula dengansistem keyakinan yang bersifat ideologis64.

B. METODE PENELITIANPenelitian ini akan dilakukan dengan

pendekatan non eksprimen dan metodekuantitatif dengan prosedur sebagai berikut:kuisioner yang mengukur reaksi terhadapkekerasan dan serangan kepada kelompok IslamJamaah dan Syiah, serta sikap terhadap berbagaiormas Islam atau kelompok Islam yang dipersepsipublik sering melakukan kekerasan terhadapIslam Jamaah dan Syiah (seperti FPI dan lain-lain)dibagikan kepada kurang lebih kepada 220responden mahasiswa Fakultas Psikologi UINJakarta yang mewakili semua mahasiswa aktifpada tahun ajaran 2014/2015, tetapi yang dipakaiuntuk penelitian sebanyak 198 paket karena yanglain dipandang tidak memenuhi syarat untukdianalisis.

Data dianalisis dengan menggunakanprogram komputer statistik Lisrel dan SPSS.Program komputer statistik Lisrel digunakanuntuk menguji validitas konstruk dan itempengukuran, sedangkan program statistik SPSSdigunakan untuk menguji pengaruh variabelbebas terhadap variabel terikat, yaitu melaluitehnik analisis regresi berganda. Selain itu, untukmenemukan kesesuaian model teoritik denganmodel data maka digunakan tehnik analisis SEM.

C. HASIL PENELITIANPenulis menguji validitas konstruk pada

masing – masing variabel. Teknik uji validitasyang penulis gunakan adalah uji validitasconfirmatory factor analysis (CFA). Pada CFApeneliti berteori bahwa terdapat faktor yangdiukur oleh item atau observed variables, kemudianmodel teoritis tersebut dibandingkan dengan dataempiris. Jika kedua data tersebut fit atau tidakada perbedaan, maka model teoritis dinyatakantidak ditolak dan sebaliknya. Kriteria modelteoritis dan data dinyatakan fit atau tidak ialahapabila nilai chi-square pada model tersebut lebihbesar dari 0.05 (p > 0.05).

Skala orientasi dominan sosial memiliki itemsejumlah 16 Hasil pertama analisis CFA padavariabel dominan sosial menunjukkan bahwamodel pengukuran skala dominan sosial tidak fitdengan data (p < 0.05), pada nilai chi-square =628.04; df = 104; dan RMSEA = 0.167. namun

60 Strauss, Judy P., Mary L. Connerley, dan Peter A.Ammermann. 2003. “The “Threat Hypothesis,” Personality andAttitudes Toward Diversity.” The Journal Of Applied BehavioralScience, Vol. 39 No. 1, March DOI: 10.1177/002188630325259435-52.

61 Strauss, Judy P., Mary L. Connerley, dan Peter A.Ammermann. 2003. “The “Threat Hypothesis,” Personality andAttitudes Toward Diversity.” The Journal Of Applied BehavioralScience, Vol. 39 No. 1, March DOI: 10.1177/002188630325259435-52.

62 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press. Lihat pula, Sidanius,Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana Levin. 2009. “Arabattribution for the attack on America: the case of Lebanesesubelites.” Dalam The Psychology of Terrorism, oleh Jeff Victoroffdan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex: Psychology Press.

63 Hogg, Michael A., dan Dominic Abrams. 1998. SocialIdentifications: A Social Psychology of Intergroup Relations and GroupProcesses. London: Routledge.

103Dialog Vol. 40, No. 1, Juni 2017102 Dukungan terhadap Kekerasan...

altruisme sehingga dapat dikatakan bahwakeseluruhan hasil studi ini memberikan buktiempirik yang memadai atas validitas faktor SDOyang baru ini53.

Penelitian tentang pengaruh SDO terhadapdukungan atas aksi kekerasan telah dilakukanoleh Levin dkk. yang menyimpulkan bahwa SDOmemberikan pengaruh yang signifikan terhadapdukungan atas aksi kekerasan54. Penelitian lainyang dilakukan oleh Sidanius dkk jugamenemukan bahwa atribusi permusuhan kaummuda Arab terhadap Amerika dan simbol-simbolnya tidak disebabkan oleh benturanperadaban sebagaimana yang menjadi tesisHuttington, tetapi lebih disebabkan oleh sikapperlawanan sebagai kelompok subordinat55. Didalam penelitian ini disebutkan sikap perlawanansebagai kelompok tertindas terhadap kelompokpenindas merupakan atribusi penting perilakuheroik dan perlawanan mereka. Oleh karenanya,dukungan mereka terhadap kekerasan sebagaiperlawanan simbolik terhadap orientasi dominasisosial yang dipersepsikan melekat pada Amerikadan sekutu-sekutunya56.

Persepsi KeterancamanPersepsi keterancaman adalah perasaan

terancam yang dirasakan seseorang karenaadanya ancaman dari pihak lain, baik dalambentuk ancaman riil maupun ancaman simbolik.Persepsi keterancaman ini kemudian membentuksikap permusuhan dan bahkan tindakankekerasan terhadap anggota kelompok yangdipersepsi menjadi sumber ancaman. Ancamanyang lebih banyak dirasakan secara individualmenimbulkan rasa takut dan ancaman yang lebih

banyak dirasakan secara kelompok akanmelahirkan perilaku balas dendam ataukekerasan balasan yang ditujukan kepada pihaktertentu yang dipandang mengancam57.

Menurut Stephan dkk, ada empat jenisancaman atau persepsi keterancaman, yaituancaman simbolik, ancaman riil, kecemasanantarkelompok, dan stereonegatif. Ancamansimbolik adalah ancaman yang berupa perbedaanmoral, nilai, standar, keyakinan dan sikap;ancaman riil adalah ancaman yang jelas dannyata; kecemasan antarkelompok adalahperasaan terancam yang terjadi karena interaksikelompok di mana dalam proses itu munculperasaan terhina atau diremehkan; dan terakhirstereonegatif yaitu ancaman yang disebabkanoleh label atau pandangan negatif dari kelompoklain58.

Lalonde, Doan dan Patterson di tahun 2000melakukan suatu penelitian tentang sikap publikterhadap perbaikan politik. Mereka menemukanbahwa sikap individu berhubungan denganideologi mereka, dan bahwa sikap yang tidakmendukung ideologi individu pasti dianggapsebagai ancamana potensial terhadap identitis.Contoh, kaum gay dan lesbian dalam studitersebut lebih besar kemungkinan untuk setujudengan stereotipe bahwa para pendukung antiperbaikan politik merupakan pengikut kelompokekstrim sayap kanan yang tidak toleran59.

Salah satu temuan paling menarik dalampenelitian Strauss dkk adalah hubungan yangkuat antara agreeableness dengan sikap terhadapkeragaman. Sebenarnya hubungan seperti initidak mengherankan karena agreebleness adalahtrait seperti sifat tidak mengutamakan diri sendiri,toleransi, sifat menolong, sopan dan kemampuanmelakukan kerjasama, dan bahwa tingkat

53 Levin, Shana, P.J. Henry, Felicia Prato, dan Jim Sidanius.2009. “Social dominance and social identity in Lebanon:Implication for support of violence against the west.” DalamPsychology of Terrorism, oleh Jeff Victoroff dan Arie W. Kruglanski,253-267. East Sussex: Psychology Press.

54 Victoroff, Jeff, dan Arie W. Kruglanski. 2009. Psychology ofTerrorism. New York: Psychology Press.

55 Sidanius, Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana Levin.2009. “Arab attribution for the attack on America: the case ofLebanese subelites.” Dalam The Psychology of Terrorism, oleh JeffVictoroff dan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex:Psychology Press.

56 Putra, Idhamsyah Eka, dan Ardiningtyas Pitaloka. 2012.Psikologi Prasangka: Sebab, Dampak, dan Solusi. Bogor: PenerbitGhalia Indonesia. Lihat pula, Putra, Idhamsyah Eka, danArdiningtyas Pitaloka. 2012. Psikologi Prasangka: Sebab, Dampak,dan Solusi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

57 Putra, Idhamsyah Eka, dan Ardiningtyas Pitaloka. 2012.Psikologi Prasangka: Sebab, Dampak, dan Solusi. Bogor: PenerbitGhalia Indonesia. Lihat pula, Putra, Idhamsyah Eka, danArdiningtyas Pitaloka. 2012. Psikologi Prasangka: Sebab, Dampak,dan Solusi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

58 Strauss, Judy P., Mary L. Connerley, dan Peter A.Ammermann. 2003. “The “Threat Hypothesis,” Personality andAttitudes Toward Diversity.” The Journal Of Applied BehavioralScience, Vol. 39 No. 1, March DOI: 10.1177/002188630325259435-52.

59 agreeableness adalah salah satu kepribadian dari modelkepribadian big five (Ocean) yaitu kepribadian yang mudah akurdan bersepakat. Orang yang memiliki kepribadian ini cenderungingin menghindari konflik dan lebih memilih untuk melakukankerjasama, percaya penuh kepada orang lain, hangat dan lembut.

Dialog Vol. 41, No.1, Juni 2017 103

agreebleness60 yang rendah ditemukanberhubungan dengan sikap antisosial danperilaku yang disfungsional61.

Temuan Strauss dkk mendukung hasilpenelitian terdahulu seperti Maunt dkk (1998);dan Witt dkk (2002) yang menekankanpentingnya agreebleness dalam tugas di manasuasana saling ketergantungan dan kerjasamamerupakan persyaratan penting untuk meraihkinerja kontekstual. Trend peningkatankeragaman terkait dan perubahan lingkungankerja melahirkan kebutuhan yang lebih banyakp orang-orang yang mampu berinteraksi secarapositif dengan keragaman orang lain dalam setingkerja62.

Dalam penelitian ini, hanya persepsiketerancaman simbolik yang akan digunakankarena lebih relevan dengan konteks hubunganantarkelompok yang terjadi pada sampelpenelitian yang dipilih. Konstruksi alat ukurpersepsi keterancaman didasarkan atas teoripersepsi keterancaman yang dikembangkan olehStephen. Teori ini dipandang mampu mendasaripembuatan alat ukur yang mengukur persepsiatau perasaan terancam seseorang atas ideologiatau keyakinan yang ia anut.63.

Ketidakpastian, diri maupun kolektif, dapatmelahirkan persepsi keterancaman pribadimaupun kelompok. Kondisi ini memotivasiseseorang untuk melakukan identifikasi diri yangkuat terhadap kelompoknya serta perilaku yangdapat memunculkan jiwa korsa kelompok. Padakondisi ketidakpastian yang lebih ekstrim,identifikasi terkesan lebih tegas dan jiwa korsaberkaitan dengan ortodoksi, hirarki dan

ekstrimisme serta berhubungan pula dengansistem keyakinan yang bersifat ideologis64.

B. METODE PENELITIANPenelitian ini akan dilakukan dengan

pendekatan non eksprimen dan metodekuantitatif dengan prosedur sebagai berikut:kuisioner yang mengukur reaksi terhadapkekerasan dan serangan kepada kelompok IslamJamaah dan Syiah, serta sikap terhadap berbagaiormas Islam atau kelompok Islam yang dipersepsipublik sering melakukan kekerasan terhadapIslam Jamaah dan Syiah (seperti FPI dan lain-lain)dibagikan kepada kurang lebih kepada 220responden mahasiswa Fakultas Psikologi UINJakarta yang mewakili semua mahasiswa aktifpada tahun ajaran 2014/2015, tetapi yang dipakaiuntuk penelitian sebanyak 198 paket karena yanglain dipandang tidak memenuhi syarat untukdianalisis.

Data dianalisis dengan menggunakanprogram komputer statistik Lisrel dan SPSS.Program komputer statistik Lisrel digunakanuntuk menguji validitas konstruk dan itempengukuran, sedangkan program statistik SPSSdigunakan untuk menguji pengaruh variabelbebas terhadap variabel terikat, yaitu melaluitehnik analisis regresi berganda. Selain itu, untukmenemukan kesesuaian model teoritik denganmodel data maka digunakan tehnik analisis SEM.

C. HASIL PENELITIANPenulis menguji validitas konstruk pada

masing – masing variabel. Teknik uji validitasyang penulis gunakan adalah uji validitasconfirmatory factor analysis (CFA). Pada CFApeneliti berteori bahwa terdapat faktor yangdiukur oleh item atau observed variables, kemudianmodel teoritis tersebut dibandingkan dengan dataempiris. Jika kedua data tersebut fit atau tidakada perbedaan, maka model teoritis dinyatakantidak ditolak dan sebaliknya. Kriteria modelteoritis dan data dinyatakan fit atau tidak ialahapabila nilai chi-square pada model tersebut lebihbesar dari 0.05 (p > 0.05).

Skala orientasi dominan sosial memiliki itemsejumlah 16 Hasil pertama analisis CFA padavariabel dominan sosial menunjukkan bahwamodel pengukuran skala dominan sosial tidak fitdengan data (p < 0.05), pada nilai chi-square =628.04; df = 104; dan RMSEA = 0.167. namun

60 Strauss, Judy P., Mary L. Connerley, dan Peter A.Ammermann. 2003. “The “Threat Hypothesis,” Personality andAttitudes Toward Diversity.” The Journal Of Applied BehavioralScience, Vol. 39 No. 1, March DOI: 10.1177/002188630325259435-52.

61 Strauss, Judy P., Mary L. Connerley, dan Peter A.Ammermann. 2003. “The “Threat Hypothesis,” Personality andAttitudes Toward Diversity.” The Journal Of Applied BehavioralScience, Vol. 39 No. 1, March DOI: 10.1177/002188630325259435-52.

62 Sidanius, Jim, dan Felicia Pratto. 1999. Social Dominance.New York: Cambridge University Press. Lihat pula, Sidanius,Jim, P.J. Henry, Felicia Pratto, dan Shana Levin. 2009. “Arabattribution for the attack on America: the case of Lebanesesubelites.” Dalam The Psychology of Terrorism, oleh Jeff Victoroffdan Arie W Kruglanski, 269-279. East Sussex: Psychology Press.

63 Hogg, Michael A., dan Dominic Abrams. 1998. SocialIdentifications: A Social Psychology of Intergroup Relations and GroupProcesses. London: Routledge.

104 Dukungan terhadap Kekerasan...104 Dukungan terhadap Kekerasan...

penulis memodifikasi model tersebut dengan caramembebaskan korelasi kesalahan pengukuranantar item, sehingga diperoleh model fit. Modelteoritis orientasi dominasi sosial dinyatakan fitdengan data (p > 0.05) pada nilai chi-square =83.02; df = 64; RMSEA = 0.041. Dengan demikiantidak ada perbedaan antara model teoritis DSdengan model empiris orientasi dominasi sosial.Selanjutnya yang dilakukan adalah mengujisignifikan atau tidaknya item – item skala ODS.

Skala persepsi keterancaman terdiri dari 4item. Hasil analisis awal CFA pada skala persepsiketerancaman menunjukkan bahwa modelpengukuran persepsi keterancaman dinyatakantidak fit dengan data empiris (p < 0.05). Nilai chi-square awal pada model ini yaitu 12.47, df = 2dan RMSEA = 0.171. Model pengukuran skalapersepsi keterancaman dinyatakan fit dengan dataempiris (p > 0.05). Nilai chi-square pada modeltersebut yaitu 0.00; df = 1; dan RMSEA = 0.000

Pada skala DTK dan IS, penulismenggabungkan kedua skala tersebutdikarenakan item pada skala IS hanya ada dua.Jika item hanya ada dua, maka analisis CFA padaLisrel tidak dapat dilakukan sebab derajatkebebasan menjadi negatif. Salah satu cara untukmengatasinya adalah menggabungkan data itemtersebut dengan data item yang lain. Hasil awalanalisis CFA atas kedua variabel tersebutmenunjukkan model teoritis yang tidak fit,dengan nilai chi-square = 6.19; df = 4; dan RMSEA= 0.055. 0leh karena itu, penulis memodifikasimodel pengukuran tersebut sehingga diperolehmodel fit.

Uji HipotesisPenulis menguji hipotesis hubungan antar

variabel. Variabel independen dalam penelitian iniialah identifikasi sosial, orientasi dominan hasil,dan persepsi keterancaman, sedangkan variabeldependen dalam penelitian ini ialah dukunganterhadap perilaku kekerasan. Analisis statistikyang digunakan ialah analisis regresi. Padaanalisis regresi, peneliti menguji dampak variabelindependen terhadap variabel dependen (RSquare)

R square merupakan informasi mengenaiseberapa besar bervariasinya variabel dependenyang dijelaskan oleh variabel independen. Dengankata lain, penulis ingin mengetahui seberapabanyak varian dari dukungan terhadap perilaku

kekerasan yang dijelaskan atas bervariasinyavariabel identifikasi sosial, orientasi dominan hasildan persepsi keterancaman

Melalui analisis statistik dengan programSPSS diperoleh hasil sebagai berikut: Variabeldominasi sosial memberikan kontribusi rsquaresebesar 0.033 atau 3.3% bervariasinya variabeldukungan terhadap kekerasan disebabkan olehvariabel dominasi sosial. Sumbangan varianstersebut signifikan (p < 0.05). Sedangkan variabelpersepsi keterancaman memberikan kontribusivarian sebesar 0.293 atau 29.3% atas bervariasinyavariabel dukungan terhadap kekerasan.Sumbangan tersebut signfikan (p < 0.05).

Sementara itu, variabel identifikasi sosialmemberikan kontribusi varian yang tidaksignifikan (p > .05) yaitu sebesar 0.007 atau 0.7%atas bervariasinya variabel dukungan terhadapkekerasan. Koefisien regresi variabel dominasisosial sebesar 0.486 (p < 0.05). Kemudian variabelpersepsi keterancaman memiliki koefisien regresisebesar 0.917 (p < 0.05). Koefisien regresi variabelidentifikasi sosial tidak berpengaruh secarasignifikan (p > 0.05), dengan koefisien regresiyaitu 0.072.

Tabel 1 Hasil Regresi Berganda

Pada tahapan analisis ini penulis mengujipengaruh secara keseluruhan atau simultanvariabel dominan sosial, persepsi keterancamandan identifikasi sosial terhadap variabeldukungan terhadap kekerasan. Apabila nilai uji-F signifikan (p < 0.05), maka artinya seluruh IVtersebut berpengaruh secara signifikan terhadapvariabel dukungan terhadap kekerasan. Hasilnyasebagai berikut:

Tabel 2 Hasil Uji-F

Dialog Vol. 41, No.1, Juni 2017 105

Berdasrkan tabel diatas, maka dapatdinyatakan bahwa seluruh variabel independenyaitu orientasi dominasi sosial, persepsiketerancaman dan identifikasi sosial berpengaruhsecara simultan terhadap variabel dukunganterhadap kekerasan. Untuk mengetahuipengaruhnya secara detail satu persatu, makaberikut penulis laporkan uji-t terhadap masing-masing koefisien regresi variabel independen.

Berdasarkan informasi koefisien beta (kolomstandardized coefficient) variabel persepsiketerancaman memiliki pengaruh yang palingdominan terhadap dukungan kekerasandibandingkan dengan pengaruh variabelindependen lainnya. Hal ini dapat dilihat melaluikoefisien beta variabel persepsi atas keterancamanpaling besar diantara koefisien beta variabelindependen lainnya yaitu sebesar 0.649. Lihattabel 3 di bawah ini.

Tabel 3

Variabel Mediator Orientasi Dominasi Sosialdan Persepsi Keterancaman

Penulis menguji model penelitian yang telahdigambar pada bagian sebelumnya, yang manavariabel orientasi dominasi sosial dan persepsiketerancaman berperan sebagai variabel mediatoratas pengaruh identifikasi sosial terhadapdukungan terhadap kekerasan. Adapun hasil ujimodel tersebut dapat dilihat pada gambar berikutini:

Gambar 4Hasil Uji Model Variabel Mediator

Model diatas memiliki beberapa indek kriteriafit Model yang menyatakan bahwa variabeldominasi sosial dan persepsi keterancamanberperan sebagai variabel mediator atas pengaruhvariabel identifikasi sosial terhadap dukunganterhadap kekerasan dinyatakan fit dengan data.

Dengan demikian model tersebut dinyatakantidak ditolak pada data empiris penelitian ini.Variabel persepsi keterancaman berpengaruhsignifikan terhadap variabel dukungan kekerasandengan nilai koefisien regresi sebesar 0.53 (t=8.78;p < 0.05). Variabel identifikasi sosial berpengaruhsignifikan terhadap dukungan kekerasan dengankoefisien regresi sebesar 0.25 (t=4.46; p < 0.05).Variabel identifikasi sosial berpengaruh signifikanterhadap variabel dominasi sosial dengankoefisien regresi sebesar -0.49 (t=7.61; p < 0.05).Kemudian koefisien regresi identifikasi sosial padapersepsi keterancaman sebesar 0.40 (t=5.92; p <0.05).

Pada kolom total effect, variabel identifikasisosial berpengaruh signifikan baik terhadapdukungan kekerasan, dominasi sosial maupunterhadap persepsi keterancaman. Namun begitu,variabel mediator yang hanya berpengaruhsignifikan terhadap dukungan kekerasanhanyalah variabel persepsi keterancaman,sedangkan variabel dominasi sosial tidakberpengaruh signifikan terhadap dukungankekerasan.

D. KESIMPULANSecara keseluruhan atau bersama-sama,

seluruh independent variables (identifikasi sosial,orientasi dominasi sosial, dan persepsiketerancaman) berpengaruh signifikan terhadapdukungan atas kekerasan. Secara sendiri-sendiri,orientasi dominasi sosial dan persepsiketerancaman berpengaruh signifikan terhadapdukungan atas aksi kekerasan, sedangkanidentifikasi sosial tidak berpengaruh terhadapdukungan atas aksi kekerasan. Orientasi

105Dialog Vol. 40, No. 1, Juni 2017104 Dukungan terhadap Kekerasan...

penulis memodifikasi model tersebut dengan caramembebaskan korelasi kesalahan pengukuranantar item, sehingga diperoleh model fit. Modelteoritis orientasi dominasi sosial dinyatakan fitdengan data (p > 0.05) pada nilai chi-square =83.02; df = 64; RMSEA = 0.041. Dengan demikiantidak ada perbedaan antara model teoritis DSdengan model empiris orientasi dominasi sosial.Selanjutnya yang dilakukan adalah mengujisignifikan atau tidaknya item – item skala ODS.

Skala persepsi keterancaman terdiri dari 4item. Hasil analisis awal CFA pada skala persepsiketerancaman menunjukkan bahwa modelpengukuran persepsi keterancaman dinyatakantidak fit dengan data empiris (p < 0.05). Nilai chi-square awal pada model ini yaitu 12.47, df = 2dan RMSEA = 0.171. Model pengukuran skalapersepsi keterancaman dinyatakan fit dengan dataempiris (p > 0.05). Nilai chi-square pada modeltersebut yaitu 0.00; df = 1; dan RMSEA = 0.000

Pada skala DTK dan IS, penulismenggabungkan kedua skala tersebutdikarenakan item pada skala IS hanya ada dua.Jika item hanya ada dua, maka analisis CFA padaLisrel tidak dapat dilakukan sebab derajatkebebasan menjadi negatif. Salah satu cara untukmengatasinya adalah menggabungkan data itemtersebut dengan data item yang lain. Hasil awalanalisis CFA atas kedua variabel tersebutmenunjukkan model teoritis yang tidak fit,dengan nilai chi-square = 6.19; df = 4; dan RMSEA= 0.055. 0leh karena itu, penulis memodifikasimodel pengukuran tersebut sehingga diperolehmodel fit.

Uji HipotesisPenulis menguji hipotesis hubungan antar

variabel. Variabel independen dalam penelitian iniialah identifikasi sosial, orientasi dominan hasil,dan persepsi keterancaman, sedangkan variabeldependen dalam penelitian ini ialah dukunganterhadap perilaku kekerasan. Analisis statistikyang digunakan ialah analisis regresi. Padaanalisis regresi, peneliti menguji dampak variabelindependen terhadap variabel dependen (RSquare)

R square merupakan informasi mengenaiseberapa besar bervariasinya variabel dependenyang dijelaskan oleh variabel independen. Dengankata lain, penulis ingin mengetahui seberapabanyak varian dari dukungan terhadap perilaku

kekerasan yang dijelaskan atas bervariasinyavariabel identifikasi sosial, orientasi dominan hasildan persepsi keterancaman

Melalui analisis statistik dengan programSPSS diperoleh hasil sebagai berikut: Variabeldominasi sosial memberikan kontribusi rsquaresebesar 0.033 atau 3.3% bervariasinya variabeldukungan terhadap kekerasan disebabkan olehvariabel dominasi sosial. Sumbangan varianstersebut signifikan (p < 0.05). Sedangkan variabelpersepsi keterancaman memberikan kontribusivarian sebesar 0.293 atau 29.3% atas bervariasinyavariabel dukungan terhadap kekerasan.Sumbangan tersebut signfikan (p < 0.05).

Sementara itu, variabel identifikasi sosialmemberikan kontribusi varian yang tidaksignifikan (p > .05) yaitu sebesar 0.007 atau 0.7%atas bervariasinya variabel dukungan terhadapkekerasan. Koefisien regresi variabel dominasisosial sebesar 0.486 (p < 0.05). Kemudian variabelpersepsi keterancaman memiliki koefisien regresisebesar 0.917 (p < 0.05). Koefisien regresi variabelidentifikasi sosial tidak berpengaruh secarasignifikan (p > 0.05), dengan koefisien regresiyaitu 0.072.

Tabel 1 Hasil Regresi Berganda

Pada tahapan analisis ini penulis mengujipengaruh secara keseluruhan atau simultanvariabel dominan sosial, persepsi keterancamandan identifikasi sosial terhadap variabeldukungan terhadap kekerasan. Apabila nilai uji-F signifikan (p < 0.05), maka artinya seluruh IVtersebut berpengaruh secara signifikan terhadapvariabel dukungan terhadap kekerasan. Hasilnyasebagai berikut:

Tabel 2 Hasil Uji-F

Dialog Vol. 41, No.1, Juni 2017 105

Berdasrkan tabel diatas, maka dapatdinyatakan bahwa seluruh variabel independenyaitu orientasi dominasi sosial, persepsiketerancaman dan identifikasi sosial berpengaruhsecara simultan terhadap variabel dukunganterhadap kekerasan. Untuk mengetahuipengaruhnya secara detail satu persatu, makaberikut penulis laporkan uji-t terhadap masing-masing koefisien regresi variabel independen.

Berdasarkan informasi koefisien beta (kolomstandardized coefficient) variabel persepsiketerancaman memiliki pengaruh yang palingdominan terhadap dukungan kekerasandibandingkan dengan pengaruh variabelindependen lainnya. Hal ini dapat dilihat melaluikoefisien beta variabel persepsi atas keterancamanpaling besar diantara koefisien beta variabelindependen lainnya yaitu sebesar 0.649. Lihattabel 3 di bawah ini.

Tabel 3

Variabel Mediator Orientasi Dominasi Sosialdan Persepsi Keterancaman

Penulis menguji model penelitian yang telahdigambar pada bagian sebelumnya, yang manavariabel orientasi dominasi sosial dan persepsiketerancaman berperan sebagai variabel mediatoratas pengaruh identifikasi sosial terhadapdukungan terhadap kekerasan. Adapun hasil ujimodel tersebut dapat dilihat pada gambar berikutini:

Gambar 4Hasil Uji Model Variabel Mediator

Model diatas memiliki beberapa indek kriteriafit Model yang menyatakan bahwa variabeldominasi sosial dan persepsi keterancamanberperan sebagai variabel mediator atas pengaruhvariabel identifikasi sosial terhadap dukunganterhadap kekerasan dinyatakan fit dengan data.

Dengan demikian model tersebut dinyatakantidak ditolak pada data empiris penelitian ini.Variabel persepsi keterancaman berpengaruhsignifikan terhadap variabel dukungan kekerasandengan nilai koefisien regresi sebesar 0.53 (t=8.78;p < 0.05). Variabel identifikasi sosial berpengaruhsignifikan terhadap dukungan kekerasan dengankoefisien regresi sebesar 0.25 (t=4.46; p < 0.05).Variabel identifikasi sosial berpengaruh signifikanterhadap variabel dominasi sosial dengankoefisien regresi sebesar -0.49 (t=7.61; p < 0.05).Kemudian koefisien regresi identifikasi sosial padapersepsi keterancaman sebesar 0.40 (t=5.92; p <0.05).

Pada kolom total effect, variabel identifikasisosial berpengaruh signifikan baik terhadapdukungan kekerasan, dominasi sosial maupunterhadap persepsi keterancaman. Namun begitu,variabel mediator yang hanya berpengaruhsignifikan terhadap dukungan kekerasanhanyalah variabel persepsi keterancaman,sedangkan variabel dominasi sosial tidakberpengaruh signifikan terhadap dukungankekerasan.

D. KESIMPULANSecara keseluruhan atau bersama-sama,

seluruh independent variables (identifikasi sosial,orientasi dominasi sosial, dan persepsiketerancaman) berpengaruh signifikan terhadapdukungan atas kekerasan. Secara sendiri-sendiri,orientasi dominasi sosial dan persepsiketerancaman berpengaruh signifikan terhadapdukungan atas aksi kekerasan, sedangkanidentifikasi sosial tidak berpengaruh terhadapdukungan atas aksi kekerasan. Orientasi

106 Dukungan terhadap Kekerasan...106 Dukungan terhadap Kekerasan...

dominasi sosial memberikan sumbangan sebesar3,3% terhadap dukungan atas perilaku kekerasan,sedangkan persepsi keterancaman memberikansumbangan sebesar 29,3% terhadap dukunganatas perilaku kekerasan. Untuk identifikasi sosialsumbangannya terhadap dukungan atas perilakukekerasan hanya sebesar 0,07% dan karenanyatidak signifikan.

Penelitian ini perlu ditindaklanjuti denganstudi kualitatif untuk mengeksplorasi dinamika

identitas dan persepsi keterancaman terhadapdukungan melakukan kekerasan. Dengan studieksplorasi sebagai tindaklanjut penelitian inimaka diharapkan akan diperoleh informasi yanglengkap dan akurat mengapa kecenderunganintoleransi dan kekerasan mendapatkandukungan publik.[]

Dialog Vol. 41, No.1, Juni 2017 107

D A F TA R P U S TA K A

Baidlowi, Masduki. 2011. “Di balik jaringan Islamradikal.” Mimbal Ulama, Juni Edisi 351: 3-7.

Bakar, Irfan Abu, and Chaidar S. Bamualim. 2006.Modul Resolusi Konflik Agama dan Etnis diIndonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan BudayaUIN Jakarta.

Bates, Debbie S., and Paul A. Toro. 1999.“Developing measures to asses socialsupport among homeless and poor people.”Journal of Community Psychology, Vol. 27, No.2 137-156.

Brewer, Marilynn B., and Samuel L. Gaertner.2003. “Toward reduction of prejudice:Intergroup contact and socialcategorization.” In Handbooks of Psychology:Intergroup Process, by Rupert Brown andSamuel L. Gaertner, 451-474. Melden :Blackwell Publishing.

Brown, Rupert, and Sam Gaertner. 2003. Handbookof Psychology: Intergroup Processes. MaldenMA: Blackwell Publishing.

Castano, Emanuele, Bernhard Leidner, andPatrycja Slawuta. 2008. “Socialidentification processes, group dynamicsand the behaviour of combatants.”International Review of Red Cross Volume 90Number 870 June 259-271.

Cowman, Shaun E., Joseph R. Ferrari, andMatthew Liao-Troth. 2004. “Mediatingeffect of social support on firefighter’s senseof community and perception of care.”JOURNAL OF COMMUNITYPSYCHOLOGY, Vol. 32, No. 2 121-126. DOI:10.1002/jcop.10089 .

Descamps, Jean Claude, and Thierry Devos. 1998.“Regarding the relationship between socialidentity and personal identity.” In SocialIdentity: International Perspektive, by StephenWorchel, 123-140. London: SagePublication.

Dovidio, John F., Samuel L. Gaertner, and KerryKawakami. 2003. “Intergroup contact: thepast, present, and the future.” Group Process& Intergroup Relations 5-20.

Elhady, Aminullah. 2002. “Simbolisasi agama:antara ketaatan dan kekerasan atas namaagama dalam masyarakat.” Harmon, JurnalMultikultural dan Multireligius Volume 1,Nomor 3, Juli-September. Halaman 37-48.

Ellemers, Naomi, Russels Spears, and BertjanDoosje. 2002. “Self and Social Identity.”Annual Review of Psychology 53 161-186.

Fiedler, Klaus, and Jeanette Schmid. 2003. “Howlanguage contributes to persistence ofstreotypes as well as other, more general,intergroup issues.” In Intergroup Process:Handbook of Social Psychology, by RupertBrown and Sam Gaertner, 261-280. Oxford:Blackwell Publishing.

Hamm, Mark S. 2009. “Prison Islam in the age ofsacred terror.” Brit. J. Criminol 49, 667-685;doi:10.1093/bcj/azp035.

Hasan, Noorhaidi, and Irfan Abubakar. 2011.Islam di ruang publik: politik identitas dan masadepan demokrasi di Indonesia. Jakarta: Centerfor Study of Religion and Culture.

Haslam, S.Alexander, Stephen D. Reicher, andKatherine J. Reynolds. 2012. “Identity,influence, and change: Rediscovering JohnTurner ’s vision for social psychology.”British Journal of Social Psychology 51 201-218.

Hogg, Michael A., and Dominic Abrams. 1998.Social Identifications: A Social Psychology ofIntergroup Relations and Group Processes.London: Routledge.

Huddy, Leonnie. 2001. “From social to politicalidentity: A critical examination of socialidentity theory.” Political Psychology, 22 No.1 Maret 2001 127-156.

Ismail, Noor Huda. 2010. Temanku, Teroris? SaatDua Santri Ngruki Menempuh Jalan Berbeda.Jakarta: Penerbit Hikmah.

Jamhari. 2005. “Fundamentalism and theimplementation of sharia in Indonesia.” InA Potrait of Contemporary Indonesian Islam, byChaidir Bamualim, 67-76. Jakarta : Centerfor Languages and Cultures.

Kontras Surabaya. 2012. Laporan Pemantauan dan