Topik 1 - (Febrian, Meyda, M.irfan, Martinus, Selvi)
-
Upload
caturpatrian -
Category
Documents
-
view
56 -
download
0
description
Transcript of Topik 1 - (Febrian, Meyda, M.irfan, Martinus, Selvi)
-
MAKALAH KELOMPOK
PENGOLAHAN GAS
REVIEW DAN STUDI KASUS SELEKSI
TEKNOLOGI GAS SWEETENING
ANGGOTA KELOMPOK:
Febrian Tri Adhi W. (1006679586)
Martinus (1006759334)
Meyda Astria (1006679743)
Mohamad Irfan (1006660604)
Selvi Sanjaya (1006759403)
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
-
Review
Teknologi Gas Sweetening
1. Pendahuluan
1.1 Proses Penghilangan Gas Asam pada Gas Alam
Penghilangan gas asam (CO2, H2S, dan komponen sulfur lainnya) dari
gas alam sering disebut sebagai proses gas sweetening. Gas asam yang hadir
dalam gas alam perlu dihilangkan untuk: meningkatkan nilai kalor gas,
mencegah korosi pipa dan peralatan proses gas, dan kristalisasi gas asam
(CO2) selama proses kriogenik/pencairan.
Penghapusan gas asam dapat dicapai dengan banyak cara. Variasi dan
pengembangan masing-masing proses telah dikembangkan selama bertahun-
tahun untuk menghilangkan beberapa jenis gas dengan tujuan
mengoptimalkan biaya modal dan operasional, memenuhi spesifikasi gas, dan
untuk tujuan lingkungan (Tennyson et. at 1977).
Proses utama yang tersedia dapat dikelompokkan sebagai berikut
(Maddox, 1982):
Proses Absorpsi (Absorpsi Fisika dan Kimia)
Proses Adsorpsi (Solid Surface)
Pemisahan Fisika (Membran, Pemisahan Kriogenik)
Larutan Hybrid (Campuran Larutan Fisika dan Kimia)
1.2. Faktor Pemilihan Proses
Saat ini, proses penghilangan gas asam sudah begitu luas dan tersedia
begitu banyak, sehingga pemilihan proses optimum menjadi masalah. Setiap
proses memiliki kelebihan relatif terhadap yang lain untuk aplikasi tertentu,
sehingga dalam pemilihan proses yang sesuai, faktor-faktor berikut harus
dimasukkan ke dalam pertimbangan:
Jenis dan konsentrasi dari pengotor dalam gas umpan;
Konsentrasi masing-masing kontaminan dan tingkat penghilangan
(gas asam) yang diperlukan;
Komposisi hidrokarbon dari gas;
-
Spesifikasi akhir (untuk komposisi gas asam) yang diinginkan;
Biaya modal dan biaya operasional;
Volume gas yang akan diproses;
Selektivitas yang diperlukan untuk menghilangkan gas asam;
Kondisi di mana gas umpan tersebut tersedia untuk pengolahan.
Pengambilan keputusan dalam memilih proses penghilangan gas asam
dapat disederhanakan berdasarkan komposisi gas dan kondisi operasi. Tinggi
tekanan parsial CO2 dalam gas umpan (345kPa) meningkatkan kemungkinan
menggunakan pelarut fisik, sementara di lain pihak, kehadiran sejumlah besar
hidrokarbon berat menghambat penggunaan absorpsi fisika. Sebaliknya,
tekanan parsial CO2 yang rendah dan tekanan outlet rendah dari aliran produk
dapat mendukung penerapan absorpsi kimia (Tennyson et al 1977). Proses
seleksi bisa terbukti sangat sulit, ada sejumlah variabel yang harus
dipertimbangkan untuk mendapatkan proses seleksi akhir.
2. Teknologi Gas Sweetening
2.1. Proses Adsorpsi
Proses adsorpsi melibatkan adsorpsi gas asam dengan menggunakan
adsorben padat. Proses penghilangan dilakukan dengan reaksi kimia atau
ikatan ion partikel padat dengan gas asam. Umumnya, proses adsorpsi berupa
ferrum oksida, oksida zinc, dan seolit (molecular sieve). Assorben biasanya
ditentukan oleh struktur mikropori yang menahan komponen yang akan
dipisahkan. Ketika unggun jenuh dengan gas asam, vessel dihilangkan dari
sistem untuk regenerasi dengan mengalirkan aliran gas panas yang sudah
bersih melalui unggun. Pada proses adsorpsi yang disebutkan di atas, hanya
molecular sieve yang sesuai untuk penghilangan konsentrasi CO2 yang kecil
dari gas alam.
Molecular sieve menggunakan crystalline zeolite padat sintesis untuk
menghilangkan pengotor gas. Struktur kristal membuat sejumlah kutub polar
yang besar yang disebut sis aktif. Molekul gas yang polar seperti H2S dan
H2O dari ikatan asam lemah pada sisi aktif. Molekul non-polar seperti
hidrokarbon tidak akan terikat dengan sisi aktif. Meskipun molekul karbon
-
dioksida bersifat non-polar dan tidak akan terikat dengan sisi aktif, karbon
dioksida dalam jumlah yang kecil akan terjebak dalam pori dikareakan
struktur linear CO2. Proses tersebut lebih sesuai untuk gas umpan dengan
konsentrasi CO2 yang kecil.
Kelebihan proses Adsorpsi:
Molecular sieve tidak mengalami degradasi mekanis.
Pengoperasian proses terbilang mudah
Dehidrasi simultan terhadap pengilangan gas asam mungkin terjadi
Regenerasinya murah.
Kecepatan pemisahan gas asamnya tinggi.
Kekurangan proses adsorpsi:
Prosesnya terbatas pada aliran gas yang sedikit pada tekanan sedang.
Tidak sesuai untuk sirkulasi kontinyu dikarenakan pengurangan.
Desain proses terbilang kompleks.
Faktor ekonomi dalam proses pengolahan gas
Laju sirkulasi adalah faktor paling penting dalam aspek ekonomi.
Sirkulasi pelarut memengaruhi ukuran pompa, pipa, alat penukar kalor, dan
menara regenerasi sehingga memiliki efek yang besar terhadap biaya kapital
pabrik. Sirkulasi juga memengaruhi kebutuhan energi untuk regenerasi
pelarut karena kebutuhan panas reboiler berhubungan langsung dengan laju
cairan. Faktor lainnya adalah korosivitas larutan yang menentukan material
konstruksi khususnya pada flash separator dan regenerator dikarenakan suhu
tinggi dan keasaman.
Secara umum, CAPEX untuk proses penghilangan gas asam dengan
adsorpsi cenderung sama dengan metode-metode yang lain. Sementara dari
segi OPEX, metode adsorpsi cenderung murah dibandingkan dengan metode
lain dengan mempertimbangkan pemilihan adsorben yang murah dan
terjangkau. Selain itu, metode ini tidak menggunakan banyak energi karena
proses regenerasinya cenderung murah.
-
Aspek lingkungan
Proses penghilangan karbon dioksida menghasilkan emisi berupa
komponen organik volatil (VOCs), karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen
oksida, partikulat, ammonia, H2S, logam, pelarut yang terbawa, dan lain-lain.
Polutan-polutan ini kemungkinan terbuang sebagai emisi udara, limbah cair,
atau limbah padat. Semua limbah ini diolah termasuk emisi udara meskipun
sulit untuk ditampung.
Dalam proses adsorpsi, regenerasi yang mudah memungkinkan
pengolahan limbah dari hasil regenerasi yang cukup mudah. Emisi udara bisa
diolah dengan proses oksidasi termal terlebih dahulu, kemudian di-vent ke
udara setelah terlebih dahulu dihilangkan gas-gas berbahaya, sementara
limbah padat maupun cair bisa diolah dengan mudah karena berupa
komponen organik.
2.2 Proses Absorpsi
2.2.1 Absopsi Fisika
Process absorpsi fisika dilakukan dengan menggunakan pelarut
organik untuk mengabsorpsi gas asam secara fisik. Process absorpsi gas
asam seperti CO2 bergantung pada tekanan dan suhu umpan.
Penghilangan CO2 secara absorpsi ini secara optimum dilakukan pada
tekanan yang sangat tinggi dan suhu yang rendah. Hal ini dikarenakan
pada keadaan ini, tekanan parsial CO2 akan meningkat sedangkan
tekanan uapnya menurun sehingga pemisahan menjadi sangat efektif.
Setelah pemakaian pelarut sebagai absorben gas asam. Pelarut ini dapat
diregenerasi. dengan proses flashing ke tekanan rendah atau dengan
stripping menggunakan uap atau gas inert, sementara sebagian pelarut
lain bisa diregenerasi hanya dengan proses flashing tanpa panas
tambahan (seperti dimetil eter dari polietilen glikol). Proses ini
berlangsung pada tekanan yang rendah dan suhu yang tinggi.
Pemilihan dari proses absorpsi fisika untuk menghilangkan CO2
dari gas alam untuk proyek LNG diinginkan memiliki ketentuan
sebagai berikut:
-
Tekanan parsial CO2 dalam umpan harus 50 psi atau lebih
tinggi.
Konsentrasi hidrokarbon berat dalam umpan harus rendah.
Hidrokarbon berat yang dimaksud adalah C3+.
Hanya sebagian gas asam yang perlu dihilangkan.
Selektivitas penghilangan gas asam berfokus pada CO2.
Ada berbagai proses fisika untuk menghilangkan CO2 dari gas
alam, namun tidak semua proses yang tersedia mampu menyisihkan
CO2 sampai ke spesifikasi dari LNG standar, yaitu 50-100 ppmv of
2.5% CO2 sebagai produk. Proses absorpsi Fisika ini diantaranya:
a. Process dengan Selexol (Selexol Process)
Proses absorpsi ini menggunakan pelarut carbide selexol, yaitu
pelarut yang terbuat dari dimetil eter dari polietilen glikol [CH3
(CH2CH2O) nCH3], dengan n adalah nilai antara 3 sampai 9
(Johnson and Homme, 1984). Proses absorpsi dengan selexol ini
harus didahului dengan proses gas dehydration sebelum memasuki
unit absorpsi selexol.
Keuntungan dari proses selexol:
Kenaikan panas pelarut dalam absorber rendah karena tidak
ada panas dari reaksi kimia.
Sweet gas dari absorber kering karena afinitas dari pelarut
selexol dengan air tinggi.
Biaya pabrik dan biaya operasi minimal.
Regenerasi dari pelarut adalah dengan stripping menggunakan
udara, sehingga tidak diperlukan panas dari reboiler.
Proses selexol memungkinkan untuk pembangunan sebagian
besar pabrik dengan material carbon-steel (baja karbon) karena
karakternya yang tidak berair dan sifat kimianya yang inert.
-
Kekurangan dari proses selexol:
Pelarut memiliki afinitas tinggi pula untuk hidrokarbon berat
yang akan dihilangkan pula sekaligus dengan CO2, sehingga
akan terjadi kerugian hidrokarbon berat (kondensat).
Proses ini lebih efisien dioperasikan pada tekanan yang tinggi.
b. Proses dengan rectisol
Proses rectisol menggunakan metanol dingin sebagai pelarut,
dan karena tekanan uap tinggi dari metanol, proses ini biasanya
dioperasikan pada rentang suhu -30 sampai -100F. Kondisi tersebut
merupakan kondisi yang sangat cocok, karena jumlah senyawa
hidrokarbon rantai yang lebih panjang, seperti etana dan komponen
yang lebih berat sangat terbatas (Weiss, 1988). Ada banyak proses
konfigurasi yang mungkin untuk proses rectisol tergantung pada
proses persyaratan/spesifikasi dan skalabilitas. Proses rectisol
sekarang ini banyak digunakan dalam industri gas alam untuk
menghilangkan CO2.
Keuntungan dari proses rectisol:
Pelarut metanol tidak berbusa dan benar-benar larut dengan air
sehingga bisa mengurangi losses.
Memiliki stabilitas termal dan kimia yang tinggi.
Pelarut non-korosif.
Tidak ada masalah degradasi.
Baja karbon dapat secara luas digunakan untuk peralatan
absorber jenis ini.
Pelarut kaya dapat dengan mudah diregenerasi dengan flashing
pada tekanan rendah, sehingga mengeliminasi kebutuhan untuk
panas reboiler.
-
Kekurangan dari proses rectisol:
Pelarut metanol dingin yang digunakan mampu menyerap jejak
logam komponen seperti merkuri (Hg) untuk membentuk
amalgam dalam proses suhu rendah.
Skema kompleks rectisol dan kebutuhan untuk mendinginkan
hasil pelarut mengunjuk kepada biaya modal dan operasional
pabrik.
c. Proses dengan Flour
Proses dengan pelarut fluor adalah salah satu proses yang
cukup terkenal untuk menghilangkan gas asam saat tekanan parsial
gas CO2 pada umpan tinggi (>60 psia), atau saat gas asam yang ingin
dihilangkan kandungan CO2-nya cukup tinggi. Proses ini didasarkan
pada sifat fisik pelarut propilen karbonan (FLUORTM) untuk
penghilangan propylene karbonat (C4H6O3), adalah pelarut polar
dengan afinitas tinggi untuk CO2 dan nilai ij untuk C1 or C2 tinggi,
sehingga kehilangan hidrokarbon dalam aliran CO2 yang keluar bisa
diminimalisasi.
Pada awalnya proses fluor terbatas hanya untuk
menghilangkan gas asam dengan komposisi dari C5+ dalam aliran
gas alam rendah. Namun, penelitian baru-baru ini telah
menngembangkan konfigurasi baru untuk gas treating, sehingga
mampu menjangkau kondisi-kondisi yang lebih ekstrem. Misalnya,
sekarang ada proses fluor untuk gas alam dengan kandungan CO2
rendah sampai medium, dan proses fluor untuk gas alam dengan
kandungan CO2 medium sampai tinggi.
Keuntungan dari proses fluor:
Proses fluor mengharuskan energi bukan dari sumber api untuk
meregenerasi pelarut.
Pelarut fluor memiliki kelarutan CO2 yang tinggi dan
kemampuan tinggi untuk mengikat CO2.
-
Tidak dibutuhkan air tambahan untuk meregenerasi pelarut.
Operasinya sederhana dan keluarannya berupa gas kering.
Saat CO2 pada umpan meningkat, tidak diperlukan banyak
modifikasi pada sistem.
Kekurangan dari proses fluor:
Sirkulasi pelarut untuk proses fluor tinggi.
Pelarut fluor sangat mahal (SPE 14057).
Pelarut memiliki afinitas tinggi untuk hidrokarbon berat yang
akan dihilangkan bersama dengan CO2 sehingga menghasilkan
kerugian senyawa hidrokarbon rantai panjang (kondensat).
2.2.2 Absorpsi Kimia
Proses absorpsi kimia adalah proses pemisahan gas asam
berdasarkan pada reaksi eksotermis dari pelarut untuk menghilangkan
keberadaan CO2 dari gas alam. Kebanyak absorpsi kimia merupakan
reaksi kimia reversibel. Bahan reaktif (pelarut) menghilangkan CO2
berada dalam kontaktor pada tekanan tinggi dan diharapkan pada suhu
rendah. Reaksi ini kemudian dibalik oleh proses stripping endotermis
pada suhu tinggi dan tekanan rendah. Proses absorpsi kimia sangat
aplikatif saat tekanan parsial gas asam (CO2) rendah dan spesifikasi
akhir gas alam yang diinginkan rendah. Dalam proses ini, Kadar air
dalam gas meminimalisir absorpsi senyawa hidrokarbon rantai panjang
, sehingga membuat pelarut lebih cocok untuk men-treating gas umpan
dengan kandungan senyawa hidrokarbon rantai panjang yang cukup
tinggi. Mayoritas pelarut kimia proses absorpsi ini menggunakan baik
amina maupun karbonat.
a. Absorpsi Kimia dengan Potassium Carbonate (K2CO3)
Proses absorpsi ini menggunakan pelarut kalium karbonat dan
bekerja lebih baik pada tekanan gas parsial CO2 berkisar antara 30-
90 psi. reaksi utama dari proses ini adalah sebagai berikut:
-
Namun, (Ruziska, 1973) mengatakan bahwa persamaan reaksi
di atas sebenarnya merupakan proses dengan dua tahapan. Tahap
pertama adalah tahap hidrolisis dari kalium karbonat seperti reaksi di
bawah ini:
sementara tahapan kedua adalah reaksi yang membuat kalium
hidroksida terbentuk selama proses hidrolisis dengan CO2 untuk
membentuk kalium bikarbonat.
Reaksi dengan karbondioksida memberikan dua bagian (mol)
kalium bikarbonat saat masing-masing kalium karbonat bereaksi.
Karena itu konsentrasi dari pelarut (K2CO3) untuk penghilangan CO2
dikontrol dengan kelarutan kalium bikarbonat.
Keuntungan dari proses kalium karbonat:
Steam yang digunakan dalam sistem tidaklah banyak karena
masing-masing kolom absorber dan stripper dioperasikan pada
temperatur yang hampir sama (sistem isotermal).
Operasinya murah.
Degradasi dari pelarut minimal.
Operasinya merupakan operasi sistem sirkulasi yang
berkesinambungan dengan bahan kimia yang murah.
Kekurangan dari proses kalium karbonat:
Kalium karbonat menyebabkan tekanan korosi pada unit-
unitnya.
Pelarut kalium karbonat bereaksi dengan sejumlah corrosion
inhibitor (zat kimia yang berfungsi untuk menghalangi
terjadinya korosi) sehingga menyebabkan erosi pada unit-
unitnya.
-
Kecenderungan untuk foaming dan terbentuknya suspensi
padat cukup tinggi dalam mengurangi CO2 pada pelarut (di
kolom stripper).
Pelarut yang meninggalkan kolom stripper berpada pada
kondisi temperatur jenuh dan sebagian tervaporisasi di pompa
penghisap, sehingga menyebabkan vibrasi dan keausan yang
berbahaya bagi impeller dari pompa yang digunakan.
b. Absorpsi Kimia dengan Pelarut Amine (MEA, DEA, MDEA)
Proses penghilangan gas asam CO2 dan H2S dengan
menggunakan amine merupakan teknik absorbsi secara kimia.
Dalam absorbsi secara kimia, Proses penghilangan polutan tersebut
dilakukan dengan melibatkan reaksi kimia pada tekanan tinggi dan
suhu rendah. Senyawa amina adalah pelarut yang paling banyak
digunakan pada proses absorpsi ini karena senyawa amina dapat
bereaksi dengan CO2 membentuk senyawa kompleks (ion karbamat)
dengan ikatan kimia terputus yang lemah (Wang 2003). Ikatan kimia
ini dapat dengan mudah terputus dengan pemanasan (mild heating)
sehingga memudahkan proses regenerasi absorben (senyawa amina).
Solvent yang umumnya digunakan dalam proses ini diantaranya
adalah,
1. Monoethanol amine (MEA)
2. Diethanolamine (DEA)
3. Monodiethanol amine (MDEA)
Ketiga senyawa amina tersebut memiliki kemampuan
menyerap CO2 yang baik, laju absorpsi yang cepat, dan mudah untuk
diregenerasi (Astarita 1983, Barth 1984, Yu 1985). Berikut ini
adalah perbandingan kekurangan dan kelebihan dari masing-masing
pelarut tersebut:
-
Tabe1 1. Perbandingan karakteristik MEA, DEA, MDEA
No Sifat/Karakteristik
MEA DEA MDEA
1 Senyawa amina paling
ekonomis
Harganya tidak terlalu
mahal
Harganya paling
mahal diantara
MEA dan DEA
2 Memiliki sifat yang
reaktif dengan CO2
karena paling basa,
namun korosif
Merupakan senyawa yang
moderat dan tidak terlalu
korosif
Tidak korosif
3 Memiliki tekanan uap
yang paling tinggi, sulit
diregenerasi
Memiliki tekanan uap
yang cukup rendah
Mudah
diregenerasi
2.3 Pemisahan Fisik
2.3.1 Pemisahan Membran
Separasi membran merupakan salah satu jenis teknik separasi fisika.
Membran pada proses di sini berperan sebagai lapisan semi-permeable dan
membran ini mengendalikan laju dari berbgai molekul antara dua fasa cair,
dua fasa gas, ataupun fasa cair-gas. Aliran yang terjadi yaitu aliran
hidrodinamik.
Gambar 1. Proses pemisahan CO2 dari gas umpan menggunakan membran
-
Membran secara umum terdiri dari membran alami dan membran
sintetis. Pada dasarnya, membran adalah sebuah pemisah, yang memisahkan
konsentrasi zat-zat yang bereaksi dengan membran. Molekul-molekul
membran dapat berupa pori atau molekul dengan kerapatan tinggi,
bergantung pada zat apa yang akan diseleksinya. Jenis-jenis membran antara
lain:
a. Membran Isotropik
Mikroporos membran
Membran dengan struktur molekul yang berpori dan pori ini
terdistribusi secara merata diseluruh bagian membran. Pori berupa padatan
(rigid) dan memiliki ukuran diameter sebesar 0,0110 m. Jadi untuk
molekul yang lebih besar dari poros ini akan diseleksi.
Dense Membran
Membran dengan molekul berupa film tipis yang berguna
memisahkan zat berdsarkan perbedaan konsentrasi, difusifitas
kelarutannya dalam membran ini. Membran ini banyak digunakan
dalam pemisahan gas, pervavorasi, pemisahan dengan tekanan osmosis,
dan sebagainya.
Membran Elektrik
Membran dengan molekul berupa mikroporos dan film tipis.
Bentuk fine mikroporos lebih dominan dan setiap dinding poros mampu
menghantarkan aliran ion positif dan negatif. Membran jenis ini banyak
digunakan dalam pemisahan dengan perbedaan konsentrasi ion dalam
zat.
b. Membran Anisotropic
Membran anisotropik dikembangkan dalam bentuk yang sangat tipis
(20m). Hal ini bertujuan untuk agar laju pemisahan berlangsung lebih
cepat dan pemisahan tetap berjalan dengan efektif. Banyak proses komersil
menggunakan membran jenis ini karena sifat kecepatan pemisahan yang
tinggi sehingga produk terbentuk lebih cepat.
-
Gambar 2. Visualisasi dari berbagai lapisan membran
Deskripsi proses
Membran umumnya digunakan pada operasi lapangan gas dalam
menghilangkan CO2 dan H2O untuk memenuhi spesifikasi LNG dan
perpipaan. Agar dapat melewati membran, gas harus terlarut pada sisi
membran yang bertekanan tinggi, berdifusi di sepanjang dinding membran
dan terevaporasi dari sisi yang bertekanan rendah. Oleh karena itu, pemisahan
gas bekerja dengan prinsip bahwa gas yang lebih larut lebih siap melewati
membran polimerik daripada gas yang lain.
Setiap gas memiliki tahanan yang unik untuk pembawa gas oleh
membran tertentu. Tahanan ini bergantung pada 2 faktor, pertama adalah
ukuran dan bentuk molekul gas karena faktor ini mengontrol difusivitas gas
saat melewati membran. Kedua, tingkat interaksi molekul antara membran
dan gas menentukan kelarutan molekul dalam membran.
Selektivitas keseluruhan dari proses membran bergantung pada
ketahanan dalam sejumlah lapisan batas, film, dan struktur yang berpori. Gas
yang memiliki ketahanan yang rendah untuk dibawa disebut fast gas yang
mana menyerap dengan selektif melalui membran sedangkan gas yang
memiliki ketahanan yang tinggi disebut slow gas. Dalam gas alam, karbon
dioksida disebut fast gas dikarenakan orientasi molekul yang linier dan
-
kelarutannya tinggi dalam beberapa membran polimerik khususnya membran
polisulfon.
Permeasi membran merupakan proses yang ditentukan oleh tekanan.
Tekanan parsial antara sisi umpan dan sisi permeate memiliki pengaruh yang
besar terhadap performa separator membran. Driving force untuk transportasi
melalui membran merupakan selisih dari tekanan parsial gas umpan
sepanjang membran. Semakin besar tekanan parsial, semakin besar driving
force. Perbedaan tekanan ini memengaruhi jumlah luasan area membran yang
dibutuhkan untuk mencapai pemisahan yang diinginkan pada suhu umpan
tertentu. Kriteria proses lain yang penting adalah rasio tekanan umpan
terhadap tekanan permeate. Kriteria ini penting terkait dengan selektivitas
membran yang bertujuan untuk mencapai pemisahan yang efisien.
Tabel 2. Permeabilitas dari Berbagai Gas Dalam Membran
Gas umpan membran umumnya dipanaskan terlebih dahulu sebelum
memasuki sistem membran untuk memastikan operasi berjalan dengan
efisien. Peralatan pre-treatment bervariasi tergantung kondisi dan komposisi
gas umpan. Gas umpan disaring melalui high coalesing filter untuk
menghilangkan partikel atau aerosol termasuk pasir atau pipe scale. Gas
-
umpan didinginkan oleh pendingin. Liquid yang terkondensasi dihilangkan
dalam separator gas/liquid dan disalurkan kembali ke discharge scrubber.
Setelah penghilangan liquid, gas umpan memasuki pre-heater, trietilen glikol
terkadang digunakan sebagai medium pemanas untuk meningkatkan suhu gas.
Pengontrolan suhu dilakukan untuk memantau gas pada suhu operasi serat
membran yang diinginkan. Gas yang telah panas kemudian memasuki
separator bermembran dimana aliran akan terpisah menjadi dua; permeate
atau produk CO2 bertekanan rendah, aliran kaya CO2 dan non-permeate atau
residu, aliran kaya hidrokarbon bertekanan tinggi.
Kelebihan
Membran memiliki massa dan efisiensi ruang yang baik yang membuat
membran tersebut sesuai untuk lingkungan offshore.
Membran memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap variasi CO2
dalam gas umpan.
Penghilangan dan penanganan pelarut atau adsorben yang digunakan
secara periodik membuat sistem lebih ramah lingkungan.
Membran memiliki bagian yang terbatas/tak bergerak sehingga
membuat proses lebih signifikan terjadi.
Separasi membran hanya membutuhkan waktu dalam hitungan menit
untuk melakukan start-up.
Karena tidak ada regenerasi membran selama proses, maka sistemnya
terjadi secara continuous.
Desain dari separasi membran ini sangat cocok untuk di-scale-up.
Separasi membran membutuhkan minimal maintenance dan pengawasan
operator.
Kekurangan
Separasi membran biasanya tidak dapat mendapatkan derajat separasi
yang tinggi, oleh karena itu sangat diperlukan multiple stages dan juga
recycle dari salah satu arus.
-
Karena adanya multiple stages dan recycle, maka operasinya akan
membutuhkan energi lebih besar dan juga cost yang lebih mahal.
2.3.2 Pemisahan Kriogenik
Distilasi suhu rendah (distilasi kriogenik) adalah proses komersial
yang umumnya digunakan untuk mencairkan dan memurnikan CO2 dari
sumber kemurnian relatif tinggi ). Proses ini melibatkan
pendinginan gas menuju suhu yang sangat rendah ( ) sehingga
CO2 dapat dibekukan atau dicairkan dan dipisahkan.
Gambar 3. Proses pemisahan CO2 dari gas umpan menggunakan separasi kriogenik
Deskripsi Proses
Berbagai proses dibutuhkan dalam separasi kriogenik ini, di
antaranya yaitu compression, purification, heat exchanging, distillation,
dan poduct.
-
Gambar 4. Proses-Proses yang Terlibat Dalam Separasi Kriogenik
Tabel 3. Proses kriogenik dan rinciannya
Proses Fungsi Tipe Alat
Compression
Menekan gas umpan
untuk mendapatkan hasil
yang diinginkan
Kompresor
Purification
Memurnikan gas dengan
memisahkan H2O dan
CO2
Revesible exchanger/
sieve adsorbers
Heat Exchanging
Mendinginkan gas
umpan dengan cara cold
recovery dari produk
keluaran
Heat exchanger
Distillation Memisahkan produk-
produknya Distillation column
Product
Menekan poduk yang
keluar untuk memenuhi
spesifikasi user
Kompresor
Keuntungan
Separasi kriogenik cocok untuk gas umpan dengan konsentrasi CO2
yang tinggi.
-
Proses kriogenik ini menghasilkan CO2 cair yang siap untuk
ditransportasikan dengan pipa, ataupun transportasi melalui kapal.]
Kelemahan
Energi yang dibutukan untuk regenerasi sangat besar, terutama untuk
aliran dilute gas.
Cost operasi.yang tinggi karena kriogenik menggunakan alat-alat
dengan teknologi tinggi.
Beberapa fluida kriogenik bersifat mudah terbakar dan beracun seperti
asetilen dan etana.
Proses yang rumit karena senyawa seperti H2O harus dihilangkan
terlebih dahulu agar tidak terjadinya penyumbatan.
Separasi kriogenik membutuhkan waktu sampai beberapa jam untuk
melakukan start-up.
2.4. Pelarut Hybrid
Proses ini merupakan proses yang mengombinasikan sifat fisik dan
kimia pelarut untuk penghilangan gas asam yang efektif. Proses hibrid yang
berhasil salah satunya adalah proses sulfinol dibawah lisensi Shell E&P.
Sulfinol merupakan campuran sulfolan (tetrahidrotiofen1-1 dioksida), air, dan
diisopropanolamin (DIPA) atau metildietanolamin (MDEA). Duo fungsional
dan kemampuan dari campuran pelarut kimia dan fisik pada sulfinol membuat
pelarut tersebut lebih efisien. Teknologi ini dapat digunakan untuk
menghilangkan H2S, CO2, COS, CS2, merkaptan, dan lain-lain. Sulfinol
digunakan ketika rasio H2S terhadap CO2 20% mol karbon dioksida. Teknologi ini
dipadukan dengan absorber terintegrasi untuk meningkatkan kandungan H2S
dalam gas asam sebagai gas buang. Penggunaan sulfinol tentunya
mempermudah proses penghilangan gas pengotor karena mempersingkat
langkah pengolahan gas.
-
Gambar 5. Grafik Rasio H2S/CO2 vs Produksi Sulfur
Gambar 6. Grafik Rasio H2S/CO2 vs Produksi Sulfur
Gambar 7. Perkembangan Penggunaan Sulfinol di Berbagai Negara
-
Studi Kasus
Seleksi Teknologi Gas Sweetening
Studi kasus
Berdasarkan tes sumur yang tersedia dan hasil simulasi awal reservoir,
desain fasilitas Dayung memerlukan laju alir rata-rata 35,8 MMSCFD dari
sembilan sumur pada kondisi pengiriman awal tekanan 1785 psig dan suhu 220
oF. Sumur-sumur tersebut dapat mengirimkan 322 MMSCFD gas mentah melalui
singel atau multi jalur sumur ke kepalan stastiun dari stasiun Dayung pada
perusahaan CP. Berikut adalah informasi lainnya:
Tabel 4. Informasi aliran gas mentah
-
Dari studi kasus di atas, akan dilakukan seleksi teknologi untuk gas
sweetening terbaik, dengan produk keluaran gas yang memiliki komposisi CO2
paling kecil. Seleksi yang dilakukan adalah memberikan uraian untuk setiap
teknologi dengan kriteria segi aplikasi, keuntungan, kerugian, CAPEX dan OPEX,
lingkungan, serta maturity. Berikut ini tabel seleksi teknologi Gas Sweetening.
Dilakukan penilian terhadap teknologi yang ada untuk setiapn kriteria yang
telah ditentukan. Penilaian ini berupa angka yang berkisar antara 1-5 dengna nilai
5 tertinggi. Setiap kriteria memiliki bobot yang berbeda dilihat dari seberapa
utaam kriteria tersebut dalam suatu pemilihan teknologi. Selanjutnya akan
diakumulasikan untuk mendapatkan nilai tertinggi.
Bila didasarkan pada literatur, terutama pada saat kuliah, terdapat beberapa
rule of thumb yang secara garis besar dapat kita jadikan acuan. Berikut adalah
proses seleksi teknologi gas sweetening.
Tabel 5. Proses seleksi berdasarkan CO2
Berbasis CO2 pada gas alam
Pelarut amine CO2 < 10%
Proses benfield CO2 = 10-20%
Pelarut fisika CO2 = 10-50%
Distilasi kriogenik CO2 > 50%
Sistem membran CO2 > 50%
Table 6. Kriteria penilain selesi teknologi
kriteria 1 2 3 4 5
Keuntungan
Tidak
menguntung
kan
Sedikit
menguntug
kan
Cukup
menguntung
kan
menguntung
kan
Sangat
mengungtung
kan
Kerugian merugikan Agak
merugikan normal
Tidak cukup
merugikan
tidak
merugikan
Capex + Opex
merugikan Kurang baik normal baik Sangat baik
Lingkungan
Tidak aman Agak aman Cukup aman aman Aman sekali
Maturity Masih baru Studi belum
banyak
Cukup lama
dan dipakai
beberapa
Sudah lama,
sedikit
penguna
Sudah lama
dan banyak
digunkan
-
Tabel 7. Seleksi teknologi gas sweetening adsorpsi dan hybrid
Kriteria Teknologi
Molecular Sieve Adsorption (Metode Adsorpsi) Pelarut Hybrid
Keuntungan Molecular sieve tidak mengalami degradasi mekanis.
Pengoperasian proses terbilang mudah
Dehidrasi simultan terhadap pengilangan gas asam mungkin
terjadi
Kecepatan pemisahan gas asamnya tinggi.
Kebutuhan energinya rendah
Sifat pelarutnya rendah foaming dan non-korosif
Menghilangkan gas asam dalam jumlah yang besar
Kerugian Prosesnya terbatas pada aliran gas yang sedikit pada tekanan
sedang.
Desain proses terbilang kompleks.
Co-Absorbsi hidrokarbon berat dalam jumlah yang tinggi
Harus menghilangkan produk oksazolidon sebagai reaksi
sampingan DIPA dengan karbon dioksida.
Capex + Opex Secara umum, CAPEX untuk proses penghilangan gas asam
dengan adsorpsi cenderung sama dengan metode-metode
yang lain. Sementara dari segi OPEX, metode adsorpsi
cenderung murah dibandingkan dengan metode lain dengan
mempertimbangkan pemilihan adsorben yang murah dan
terjangkau. Selain itu, metode ini tidak menggunakan banyak
energi karena proses regenerasinya cenderung murah.
Dikarenakan kemudahan penggunaan dan kelebihannya
yang mempersingkat pengolahan gas maka mengurangi
biaya operasi
-
Tabel 7. Seleksi teknologi gas sweetening adsorpsi dan hybrid (lanjutan)
Kriteria Teknologi
Molecular Sieve Adsorption (Metode Adsorpsi) Pelarut Hybrid
Lingkungan Dalam proses adsorpsi, regenerasi yang mudah
memungkinkan pengolahan limbah dari hasil regenerasi yang
cukup mudah. Emisi udara bisa diolah dengan proses oksidasi
termal terlebih dahulu, kemudian di-vent ke udara setelah
terlebih dahulu dihilangkan gas-gas berbahaya, sementara
limbah padat maupun cair bisa diolah dengan mudah karena
berupa komponen organik.
Teknologi ini menghilangkan gas pengotor dalam jumlah
yang besar dengan jalan mengingkatkan kandungan H2S
pada gas buangan yang akan diolah menuju sulfur recovery
unit sehingga dampak pada lingkungan tidak berbahaya
Maturity Metode ini sudah digunakan sejak lama. Efisisensi dan
efektivitasnya sudah dibuktikan oleh banyak perusahaan gas
alam di dunia
Teknologi ini mulai dikembangkan pada tahun 1964 saat
Shell menyelesaikan masalah pengolahan gas di
Arzew,Algeria.
Kesimpulan Metode ini sudah sangat terbukti dalam penghilangan gas
asam, tidak menyebabkan degradasi mekanis pada,
memungkinkan dehidrasi gas asam secara simultan pada gas
alam, dan cenderung bersaing dalam aspek ekonomis, dan
lingkungan dengan metode lainnya
-
Tabel 8. Seleksi teknologi gas sweetening untuk proses absorpsi (fisika dan kimia)
Kriteria Teknologi
Selexol Rectisol Flour K2CO3 MEA DEA MDEA
Keuntungan -Kenaikan panas
rendah
-regenerasi
mudah
- stabilitas termal
dan kimia tinggi
-pelarut non korosif
dan mudah
diregenerasi
-operasi sederhana dan
keluarannya gas kering
-Tidak membutuhkan
tambahan air u/
regenerasi
-Tidak
memerlukan
banyak steam
-Sifat yang
reaktif
dengan CO2
-Tidak
terlalu
korosif
-Tidak
korosif
-Mudah
diregeneras
i
Kerugian -afinitas pelarut
tinggi
-lebih efisien pada
tekanan tinggi
-membentuk
amalgam pada
suhu rendah
-sirkulasi pelarut
tinggi
-menyebabkan
korosi, erosi
pada unit-
unitnya
-Korosif
-Sulit
diregenerasi
-Kurang
reaktif jika
dibanding
kan
dengan
MEA
-Kurang
reaktif
Capex +
Opex
-Investasi rendah
-Biaya operasional
rendah
-Invesatasi besar
-Operasional besar
-Invesatasi besar
-biaya operasional
rendah
-Investasi
rendah
-Operasional
rendah
-Invetasi
rendah
-Biaya
operasional
tinggi
-Investasi
rendah
-Biaya
operasion
al tinggi
-Investasi
tinggi
-Biaya
operasion
al rendah
-
Tabel 8. Seleksi teknologi gas sweetening untuk proses adsorpsi (fisika dan kimia) (lanjutan)
Kriteria Teknologi
Selexol Rectisol Flour K2CO3 MEA DEA MDEA
Lingkungan - Tidak terlalu
berbahaya
-cukup bahaya -Tidak terlalu
berbahaya
-Cukup bahaya -Cukup
berbahaya
-Tidak
terlalu
berbahaya
-Tidak
berlalu
berbahaya
Maturity -Sudah cukup
banyak dipakai
- Sudah cukup
banyak dipakai
- Sudah cukup banyak
dipakai
-Sudah cukup
banyak dipakai
-Sudah cukup
banyak
dipakai
-Sudah
cukup
banyak
dipakai
-jarang
dipakai
-
Tabel 9. Penjelasan seleksi teknologi separasi membran dan kriogenik
Kriteria Teknologi
Seleksi Teknologi Membran Seleksi Teknologi Kriogenik
Keuntungan Separasi membran mampu untuk menangani gas dengan
kandungan CO2 di atas 50%, jadi untuk kasus ini yaitu
30,5% CO2, bukan merupakan hal yang sulit untuk
diseparasi oleh membran.
Menggunakan solvent atau absorben yang ramah
lingkungan.
Dengan mengaplikasikan tabung-tabung membran, maka
proses terjadinya separasi CO2 lebih signifikan terjadi.
Waktu start-up lebih cepat dibandingkan teknologi yang
lain. Desain separasi membran dapat di-scale-up, sesuai
dengan kebutuhan kapasitas separasi.
Separai kriogenik mampu menghaapi CO2 dan gas lebih
dari 50%, maka dengan kasus pada ConocoPhillips
Indonesia - Onshore Gas Operations yang mencapai
30,5%, hal ini dapat digunakan dengan baik.
CO2 yang sudah terpisahkan yaitu dalam fasa cair, dengan
kondisi ini CO2 dapat langsung dijual atau dialirkan
melalui pipa.
Kerugian Karena separasi membran lebih unggul digunakan di
lingkungan offshore, sedangkan sumur di ConocoPhillips
Indonesia merupakan Onshore Gas Operations.
Jika terdapat dilute gas seperti CO2 dalam gas, maka
energi yang digunakan akan sangat besar.
Teknologi ini kurang fleksibel jika dalam gas terdapat
kandungan H2O, karena H2O harus dihilangkan terlebih
dahulu agar tidak terjadi penyumbatan. Proses kriogenik
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk start-up.
-
Tabel 9. Penjelasan seleksi teknologi separasi membran dan kriogenik (lanjutan-1)
Kriteria Seleksi Teknologi Membran Seleksi Teknologi Kriogenik
Capex + Opex Untuk biaya Capex, separasi membrane hampir sama dengan
chemical absorption. Tetapi untuk Opex, separasi membran
lebih murah karena tidak membutuhkan maintenance yang
lebih sering dibandingkan teknologi yang lain. Dan juga
membrane dapat dengan mudah diganti dengan yang baru
tanpa harus ada integrasi yang dapat memakan biaya tambahan
yang mahal.
Capex kriogenik sangat mahal, karena cold utility seperti ini
menggunakan teknologi yang kompleks dengan ketelitian
yang tinggi pula, sehingga membuat alatnya mahal. Kemudian
untuk Opex-nya pun mahal, karena maintenance dari alat
kriogenik merupakan maintenance yang spesifik.
Lingkungan Separasi membrane lebih cocok untuk diaplikasikan di
lingkungan onshore.
Untuk lingkungannya, teknologi kriogenik kurang cocok
karena kriogenik menggunakan fluida yang mudah terbakar
dan beracun seperti asetilen dan etana, dan ini membahayakan
bagian sekitarnya seperti manusia (user) dan lingkungannya
(environment).
Maturity Separasi membrane tidak se-mature jika dibandingkan dengan
chemical absorption. Walaupun begitu, teknologi ini sudah
cukup terpercaya, sudah banyak perusahaan di dunia yang
lebih memilih teknologi membrane ketimbang dengan
teknologi yang lain atas dasar pertimbangan maintenance dan
kerja operator yang lebih sedikit.
Teknologi kriogenik ini belum cukup mature, karena sampai
saat ini para ilmuan terus mencoba untuk meningkatkan
efisiensi dari teknologi kriogenik ini. Jika dibandingkan
dengan hot utility, kriogenik (cold utility) masih tertinggal
dibawah karena harganya yang mahal dan efisiensi yang masih
rendah.
-
Tabel 9. Penjelasan seleksi teknologi separasi membran dan kriogenik (lanjutan-2)
Kriteria Seleksi Teknologi Membran Seleksi Teknologi Kriogenik
Kesimpulan Untuk kasus ConocoPhillips Indonesia - Onshore Gas
Operations, teknologi membrane cocok untuk
diaplikasikan karena mampu memurnikan gas dari CO2
yang mencapai 30,5%, dengan biaya Capex dan Opex
yang bersaing dengan teknologi lainnya
Untuk kasus ConocoPhillips Indonesia - Onshore Gas
Operations, teknologi kriogenik ini tidak cocok, karena
jumlah CO2 yang terkandung di gas masih 30,5%, dan
juga teknologi ini masih terlalu mahal dan juga sulit
untuk pengoperasiannya.
Table 10. Penilaian teknologi gas sweetening
Kriteria Bobot
%
Teknologi
Adsorpsi
Absorpsi fisika Absorpsi Kimia Pemisahan Fisika Pelarut Hybrid Selexol Rectisol Flour K2CO3 MEA DEA MDEA Membran Kriogenik
Keuntungan 25 4 5 3 3 3 3 3 3 4 4 2
Kerugian 20 3 4 3 2 4 2 2 2 2 1 3
Capex + Opex 15 4 4 2 3 4 3 3 2 4 1 4
Lingkungan 20 4 4 3 4 2 5 5 3 2 2 5
Maturity 20 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3
Total Nilai 100 360 405 305 320 335 340 340 285 300 255 330
-
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat nilai terbesar dimiliki oleh teknologi
absorpsi fisika selexol. Selexol dianggap mampu memberikan hasil terbaik untuk
Gas sweetening untuk kasus di atas dimana CO2 yang ingin dipisahkan sebesar
30%. Berdasarkan perbandingan dengan rule of thumb yang diberikan, hasil ini
sesuai dengan literatur yang ada dengan penjelasan untuk CO2 yang lebih besar
dari 30%, maka proses seleksi terbaik adalah mengguakan pelarut fisika. Untuk
analisis teknologi yang lain, masing-msing memiliki kekurangan terutama dalam
memberikan keuntungan. Contohnya pelarut amine tidak dapat mengurangi CO2
bila kadarnya hingga 30%. Amine hanya mampu mengurangi CO2 pada kadar
10% dalam gas alam.
-
DAFTRA PUSTAKA
Anonim. Cryogenic Air Separation. Electrical, Electronic, and Computer
Engineering. University of Pretoria.
Anonim. 2009. Membran Zeolit Katalitik Untuk Pembentukan Syngas. Institut
Teknologi Bandung.
Anonim. 2008. Three Basic Methods to Separate Gases. CO2 Capture Project.
Anonim. Membrane Separation Technologies. RTI International.
Anonim, 2012. Sour Gas Processing. Shell Global Solutions
Bradley, Adam. 2010. Innovation in the LNG Industry: Shell's Approach
Nguyen, Thao. 2012. Degradation of Poly-1-trimethylsilyl Propyne under
Ultraviolet Irradiation and Chemical Solvent Exposure.
Reza Abedini, Amir Nezhadmoghadam. 2010. Application of Membrane in Gas
Separation Processes: Its Suitability and Mechanisms. Department of
Chemical Engineering, Faculty of Engineering, Ferdowsi University of
Mashhad, Mashhad, Iran.
Xijun Hu. Membrane Separation Processes. Advanced Physio-Chemical
Treatment Processes.