Toleransi
-
Upload
hilman-hasabi -
Category
Documents
-
view
443 -
download
2
description
Transcript of Toleransi
20
Disampaikan untuk memenuhi tugas pembelajaran Pendidikan Agama Islam siswa kelas XII-AV2, SMK Negeri 5 Surabaya
Penyusun :
M. Hilman Hasabi (11)……………(Anggota)
M. Badruz Zaman (12)…………….(Anggota)
M. Rizky Imandanu (13)…………..(Anggota)
M. Taufiq Romadhon (14)…………(Anggota)
Muhaimin M. Romadhon (15)…….(Anggota)
SMK NEGERI 5 SURABAYA
TAHUN 2011
Tasamuh / Toleransi
20
1. Pendahuluan
Pertama-tama kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT
karena berkat limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya , kami dapat
menyelesaikan makalah berjudul Tasamuh / Toleransi ini. Berbagai
masalah-masalah yang kami hadapi saat mengerjakan makalah ini
sangat banyak mulai dari pencarian materi, pemilihan materi,
penyusunan materi, hingga menyimpulkan makalah.
Maka dari itu kami berterima kasih kepada teman-teman sekelompok
kami yang mau bahu-membahu dan turun tangan dalam penyusunan
makalah ini, dan kami juga berterima kasih kepada Guru Pebimbing
yaitu Bapak Muslimin karena sudah mau membimbing kami dengan
kasih sayang dan tulus ikhlas sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Kami berharap dengan menyusun makalah ini, kami dapat lebih
mengerti tentang ilmu Pelajaran Agama Islam terutama pada materi
tentang Tasamuh / Toleransi pada penerapannya dalam kehidupan
pribadi dan bermasyarakat terutama manfaat dan hikmahnya tentang
materi ini untuk bekal hidup bahagia dunia dan di akhirat. Dan bila ada
kekurangan dalam penyusunan makalah tentang Tasamuh / Toleransi
ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Islam adalah agama universal yang ajarannya ditujukan bagi umat
manusia secara keseluruhan. Inti ajarannya selain memerintahkan
penegakan keadilan dan eliminasi kezaliman, juga meletakan pilar-
pilar perdamaian yang diiringi dengan himbauan kepada umat
manusia agar hidup dalam suasana persaudaraan dan toleransi tanpa
memandang perbedaan ras, suku, bangsa dan agama, karena manusia
pada awalnya berasal dari asal yang sama.
Tasamuh / Toleransi
20
Dan yang terakhir pesan dari kelompok kami, tuntutlah cita-citamu
setinggi mungkin. Bila ingin menjadi orang yang sukses dan jangan
lupa berdo’a kepada Allah SWT supaya Anda selalu diberi kemudahan
dalam setiap permasalahan yang kalian hadapi, Terima Kasih…
2. Pembahasan
A.Pengertian
Tasamuh / Toleransi : secara etimologi berasal dari kata
tolerance (dalam bahasa Inggris) yang berarti sikap membiarkan,
mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan
persetujuan. Di dalam bahasa Arab menterjemahkan dengan tasamuh,
berarti saling mengizinkan, saling memudahkan.
Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan toleransi secara
etimologi adalah sikap saling mengizinkan dan menghormati
keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan.
Pada umumnya, toleransi diartikan sebagai pemberian
kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama warga
masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya
dan menentukan nasibnya masing-masing, selama di dalam
menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak bertentangan dengan
syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam
masyarakat.
Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para
ahli sebagai berikut :
1. W.J.S Purwadarminta menyatakan
Toleransi adalah sikap atau sifat menenggang berupa
menghargai serta membolehkan suatu pendirian, pendapat,
Tasamuh / Toleransi
20
pandangan, kepercayaan maupun yang lainnya yang berbeda
dengan pendirian sendiri.
2. Ensiklopedi Indonesia
Toleransi dalam aspek sosial, politik, merupakan suatu sikap
membiarkan orang untuk mempunyai suatu keyakinan yang
berbeda. Selain itu menerima pernyataan ini karena sebagai
pengakuan dan menghormati hak asasi manusia.
3. Ensiklopedi Amerika
Toleransi memiliki makna sangat terbatas. Ia berkonotasi
menahan diri dari pelanggaran dan penganiayaan, meskipun
demikian, ia memperlihatkan sikap tidak setuju yang tersembunyi
dan biasanya merujuk kepada sebuah kondisi dimana kebebasan
yang di perbolehkannya bersifat terbatas dan bersyarat.
Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa
toleransi adalah suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk
membiarkan kebebasan kepada orang lain serta memberikan
kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak
asasi manusia.
Pelaksanaan sikap toleransi ini harus didasari sikap kelapangan
dada terhadap orang lain dengan memperhatikan prinsip-prinsip
yang dipegang sendiri, yakni tanpa mengorbankan prinsip-prinsip
tersebut. Jelas bahwa toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat
perbedaan prinsip, dan menghormati perbedaan atau prinsip orang
lain tanpa mengorbankan prinsip sendiri. Dengan kata lain,
pelaksanaannya hanya pada aspek-aspek yang detail dan teknis
bukan dalam persoalan yang prinsipil.
Tasamuh / Toleransi
20
Di dalam memaknai toleransi ini terdapat dua penafsiran tentang
konsep tersebut. Pertama, penafsiran negatif yang menyatakan
bahwa toleransi itu cukup mensyaratkan adanya sikap membiarkan
dan tidak menyakiti orang atau kelompok lain baik yang berbeda
maupun yang sama. Sedangkan, yang kedua adalah penafsiran
positif yaitu menyatakan bahwa toleransi tidak hanya sekedar
seperti pertama (penafsiran negatif) tetapi harus adanya bantuan
dan dukungan terhadap keberadaan orang lain atau kelompok lain.
Selain itu toleransi mempunyai unsur-unsur yang harus ditekankan
dalam mengekspresikannya terhadap orang lain. Unsur-unsur
tersebut adalah:
1. Memberikan kebebasan atau kemerdekaan
Dimana setiap manusia diberikan kebebasan untuk berbuat,
bergerak maupun berkehendak menurut dirinya sendiri dan juga di
dalam memilih suatu agama atau kepercayaan. Kebebasan ini
diberikan sejak manusia lahir sampai nanti ia meninggal dan
kebebasan atau kemerdekaan yang manusia miliki tidak dapat
digantikan atau direbut oleh orang lain dengan cara apapun. Karena
kebebasan itu adalah datangnya dari Tuhan YME yang harus dijaga
dan dilindungi. Di setiap negara melindungi kebebasan-kebebasan
setiap manusia baik dalam undang-Undang maupun dalam
peraturan yang ada. Begitu pula di dalam memilih satu agama atau
kepercayaan yang diyakini, manusia berhak dan bebas dalam
memilihnya tanpa ada paksaan dari siapapun.
2. Mengakui Hak Setiap Orang
Suatu sikap mental yang mengakui hak setiap orang di dalam
menentukan sikap perilaku dan nasibnya masing-masing. Tentu
saja sikap atau perilaku yang dijalankan itu tidak melanggar hak
Tasamuh / Toleransi
20
orang lain, karena kalau demikian, kehidupan di dalam masyarakat
akan kacau.
3. Menghormati Keyakinan Orang Lain
Landasan keyakinan di atas adalah berdasarkan kepercayaan,
bahwa tidak benar ada orang atau golongan yang berkeras
memaksakan kehendaknya sendiri kepada orang atau golongan
lain. Tidak ada orang atau golongan yang memonopoli kebenaran
dan landasan ini disertai catatan bahwa soal keyakinan adalah
urusan pribadi masing-masing orang.
4. Saling Mengerti
Tidak akan terjadi, saling menghormati antara sesama
manusia bila mereka tidak ada saling mengerti. Saling anti dan
saling membenci, saling berebut pengaruh adalah salah satu akibat
dari tidak adanya saling mengerti dan saling menghargai antara
satu dengan yang lain.
Sedangkan toleransi dalam pergaulan hidup antara umat
beragama yang didasarkan pada tiap-tiap agama menjadi tanggung
jawab pemeluk agama itu sendiri, mempunyai bentuk ibadah
(ritual) dengan sistem dan cara tersendiri yang ditaklifkan
(dibebankan) serta menjadi tanggung jawab orang yang
pemeluknya atas dasar itu. Maka toleransi dalam masalah-masalah
keagamaan, melainkan perwujudan sikap keberagamaan pemeluk
suatu agama dalam pergaulan hidup antara orang yang tidak
seagama, dalam masalah-masalah kemasyarakatan atau
kemaslahatan umum.
Toleransi beragama mempunyai arti sikap lapang dada
seseorang untuk menghormati dan membiarkan pemeluk agama
untuk melaksanakan ibadah menurut ajaran dan ketentuan agama
Tasamuh / Toleransi
20
masing-masing yang diyakini, tanpa ada yang mengganggu atau
memaksakan baik dari orang lain maupun dari keluarganya
sekalipun.
Secara teknis pelaksanaan sikap toleransi beragama yang
dilaksanakan di dalam masyarakat lebih banyak dikaitkan dengan
kebebasan dan kemerdekaan menginterprestasikan serta
mengekspresikan ajaran agama masing-masing.
Masyarakat Islam memiliki sifat yang pluralistik dan sangat
toleran terhadap berbagai, kelompok sosial dan keagamaan karena
hidup bermasyarakat merupakan suatu kebutuhan dasar hidup
manusia agar tujuan hidup manusia dapat diwujudkan, karena bila
terbentuk suatu kehidupan berdasarkan persaudaraan, penuh kasih
sayang dan harmoni.
B.Macam-macam, Aplikasi & Permasalahan Dalam
Kehidupan
Islam mendorong para pengikutnya agar bersikap tolerasi dengan pengikut
agama dan bersikap positif terhadap budaya, karena Allah Swt telah menjadikan
manusia sebagai khalifah yang mempunyai tanggung jawab kolektif untuk
membangun bumi ini, baik secara moril maupun materil. Firman Allah:“Dia (Allah)
telah menciptakan kamu dari bumi dan memberi kamu potensi untuk
memakmurkan, mengembangkan dan memanfaatkan kekayaannya…. " (Hud, ayat
61).
Sebaliknya, Samuel P. Huntington dalam teori “Clash Civilization”
menghimbau konflik antar suku bangsa dan negara. Ia selain mengkonfrontasikan
kebudayaan barat dengan kebudayaan lain, juga merubah konflik ekonomi dan
ideologi sebagai konflik budaya, dimana konflik mendatang sangat terkait dengan
konflik budaya ini, termasuk konflik keagamaan di negara Balkan, India, Pakistan,
Arab dan Israel. Ini mengingatkan kita kepada imigran Eropa ke Amerika di masa
Tasamuh / Toleransi
20
lalu yang berupaya mengeleminir penduduk setempat (suku Indian) dengan
pembantaian masal. Hal yang sama juga dilakukan di Australia. Pembantaian juga
dilakukan bagi bangsa lain yang berbeda ras dengan imigran. Baru-baru ini di
Perancis, sejumlah staf yang beragama Islam di bandara de Gaule diberhentikan
tanpa alasan. Hampir 1.5 juta penduduk muslim di negeri ini yang dinyatakan
penganggur dan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja hanya menerima
pelamar yang berperawakan eropah.
Sementara itu, terjadi ledakan bom di stasiun Subway, Inggris. Sebelumnya,
di Amerika terjadi serangan 11 September 2001 ke Menara Kembar (WTC), dan
Markas Besar Tentara Amerika (Pentagon) dan di Indonesia ledakan bom Bali, Hotel
Marriot dan ledakan bom di Poso, yang menewaskan sejumlah orang tidak berdosa.
Pelaku bom ini yang dilakukan oleh segelintir kalangan Islam yang tidak
bertanggung jawab.
Teori Huntington, serangan 11 September, ledakan bom di Indonesia, Inggris
dan tindakan diskriminatif di Perancis dan lainnya, telah memperburuk hubungan
muslim dan non-muslim dan tidak sesuai dengan ajaran Islam yang berdasarkan Al
Qur’an dan Sunnah.
Hubungan tidak harmonis antara muslim dengan kelompok non muslim telah
melahirkan sejumlah salah pengertian, opini yang keliru dan pernyataan yang berisi
provokatif dan penyebar sikap kebencian dan permusuhan terhadap Islam. Islam
dituduh sebagai agama teroris, mengandung ajaran membunuh orang secara
membabi buta dan merupakan ancaman bagi keberlangsungan kebudayaan
moderen. Ini disebabkan pencambur-adukkan antara Islam sebagai agama yang
berdasar Al Qur’an dan Hadis dengan aksi segelintir orang Islam yang tidak
bertanggung jawab. Dari sini, terlihat ugensi topik prinsip hubungan muslim dan
non muslim dalam Islam untuk menjelaskan petunjuk Allah Swt dan UtusanNya nabi
Muhammad Saw tentang hal tersebut. Bagaimana para sabahat nabi dan umat
Islam dari masa ke masa menerapkan prinsip dan nilai Ilahi dalam menciptakan
kehidupan yang damai di tengah-tengah masyarakat yang berbeda agama, budaya,
ras suku dan bangsa.
Prinsip hubungan muslim dengan orang lain dijelaskan Allah Swt dalam Al
Qur’an dan melalui UtusanNya nabi Muhammad Saw, dimana harus terjalin atas
Tasamuh / Toleransi
20
dasar nilai persamaan, toleransi, keadilan, kemerdekaan, dan persaudaraan
kemanusiaan (al-ikhwah al-insaniyah). Nilai-nilai Qur’ani inilah yang
direkomendasikan Islam sebagai landasan utama bagi hubungan kemanusiaan yang
berlatar belakang perbedaan ras, suku bangsa, agama, bahasa dan budaya.
Karena nilai-nilai Qur’ani diatas terkait dengan hubungan muslim dengan non
muslim, tentu timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan ‘non muslim’ dalam
pandangan Islam.
Pengertian Non-muslim sangat sederhana, yaitu orang yang tidak menganut
agama Islam. Tentu saja maksudnya tidak mengarah pada suatu kelompok agama
saja, tapi akan mencakup sejumlah agama dengan segala bentuk kepercayaan dan
variasi ritualnya. Al Qur’an menyebutkan kelompok non muslim ini secara umum
spt terdapat dalam surat Al-Hajj, ayat 17. dan surat al-Jasiyah, ayat 24, sbb:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang
Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah
akan memberi Keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah
menyaksikan segala sesuatu”.
Dan mereka berkata: "Kehidupan Ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia
saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain
masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka
tidak lain hanyalah menduga-duga saja.
Dalam ayat Al Qur’an tadi terdapat lima kelompok yang dikategorikan
sebagai non muslim, yaitu ash-Shabi’ah atau ash-Shabiin, al-Majus, al-Musyrikun, al-
Dahriyah atau al-Dahriyun dan Ahli Kitab. Masing-masing kelompok secara ringkas
dapat dijelaskan sebagai berikut1:
Pertama Ash-Shabi’ah, yaitu kelompok yang mempercayai pengaruh planet
terhadap alam semesta.
1 Lihat lebih lanjut buku-buku tafsir spt Al-Qurtubi, Al-Tabari, Ibnu Katsir yang menjelaskan lebih luas tentang pengertian kelompok non muslim yang disebut dalam ayat tersebut. Selain itu, lihat pula buku ‘al-Mausu’ah al-Muyassarah fi al-adyan wa al-mazahib al-mu’ashirah’ yang diterbitkan WAMY tahun 1988 dan ‘huriyah al-mu’taqad al-diiny li ghair al-muslimin fi zhilal samahat al-Islam’ oleh Ali Abdul ‘al al-Syinawi.
Tasamuh / Toleransi
20
Kedua Al-Majus, adalah para penyembah api yang mempercayai bahwa jagat
raya dikontrol oleh dua sosok Tuhan, yaitu Tuhan Cahaya dan Tuhan Gelap yang
masing-masingnya bergerak kepada yang baik dan yang jahat, yang bahagia dan
yang celaka dan seterusnya.
Ketiga Al-Musyrikun, kelompok yang mengakui ketuhanan Allah Swt, tapi
dalam ritual mempersekutukannya dengan yang lain seperti penyembahan berhala,
matahari dan malaikat.
Keempat yang disebut Al-Dahriyah, kelompok ini selain tidak mengakui
bahwa dalam Alam semesta ini ada yang mengaturnya, juga menolak adanya
Tuhan Pencipta. Menurut mereka alam ini eksis dengan sendirinya. Kelompok ini
agaknya identik dengan kaum atheis masa kini.
Kelima Ahli Kitab. Dalam hal ini terdapat dua pendapat ulama. Pertama,
mazhabi Hanafi berpendapat bahwa yang termasuk Ahli Kitab adalah orang yang
menganut salah satu agama Samawi yang mempunyai kitab suci spt Taurat, Injil ,
Suhuf, Zabur dan lainnya. Tapi menurut Imam Syafii dan Hambali, pengertian Ahli
Kitab terbatas pada kaum Yahudi dan Nasrani. Kelompok non muslim ini disebut
juga dengan Ahli Zimmah, yaitu komunitas Yahudi atau Nasrani yang berdomisili di
wilayah umat Islam dan mendapat perlindungan pemerintah muslim.
Surat An-Nisak, ayat 1 (Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri
yang sama) merupakan penetapan nilai al-Ikhwah al-Insaniyah (Persaudaraan
kemanusiaan) yang dimaksud sebagai pedoman hubungan antar kelompok manusia
yang disebut Al Qur’an diatas. Nilai ini harus menjadi landasan masalah
multikulturisme, multiagama, multibahasa, multibangsa dan pluralisme secara
umum, karena Al-Qur’an menganggap perbedaan ras, suku, budaya dan agama
sebagai masalah alami (ketentuan Tuhan). Justeru itu, perbedaan tadi tidak boleh
dijadikan ukuran kemuliaan dan harga diri, tapi ukuran manusia terbaik adalah
ketaqwaan dan kesalehan sosial yang dilakukannya. Ini yang dimaksud firman
Tuhan dalam al-Hujurat ayat 13 sbb:
Persamaan adalah prinsip mutlak dalam Islam dalam membina hubungan
sesama manusia tanpa beda spt ditegaskan Rasulullah SAW dalam hadist yang
diriwayatkan Anas bin Malik:
Tasamuh / Toleransi
20
“(Asal usul) Manusia adalah sama, tidak obahnya seperti gigi. Kelebihan
seseorang hanya terletak pada ketaqwaannya kepada Allah Swt.
Dalam lafaz yang lain berbunyi yang dirawatkan oleh al-Hasan.
“Kelebihan hanya terdapat dalam kebaikan. Seseorang merasa lebih dengan
keberadaan saudaranya. Kebaikan seseorang terlihat bila yang dianggap benar itu
sama dengan kebenaran yang dianggapnya sendiri”
Hadis diatas secara tegas menyatakan bahwa di depan kebenaran dan
hukum, semua harus dianggap sama dan terjamin kehormatan, harga diri dan
kebebasannya. Kelebihan seseorang hanya dilihat dari sejauh mana konsistensinya
terhadap kebenaran dan undang serta sebesar apa antusiasnya untuk berbuat
kebajikan dan menjauhi diri dari tindakan melanggar hukum, kejahatan dan
kezaliman.
Biografi Nabi Muhammad Saw mencatat implementasi prinsip persamaan di
atas spt terlihat dari kasus Usamah bin Yazid. Usama yang dikenal sebagai sahabat
terdekat Rasulullah itu, mencoba memberikan dispensasi hukuman bagi Fatimah
binti al-Aswad al-Makhzumiyah yang tertangkap basah melakukan tindakan kriminal
mencuri. Rasulullah tersinggung dan marah, lalu berkata kepada Usamah:
“Umat terdahulu binasa lantaran bila kaum elit mereka mencuri, dibebaskan,
tapi bila kaum lemah yang mencuri, langsung diadili dan dijatuhi sanksi. Demi Allah,
kalau Fatimah putri Muhammad yang mencuri, pasti saya potong tangannya
(sebagai sanksi tindakan kriminilnya)”2. Dari sini, jelas bahwa pada zaman
Rasulullah Saw persamaan adalah pilar utama keadilan sosial.
Persamaan dan keadilan itu ibarat dua sisi uang logam yang bila salah satu
sisinya hilang, sisi yang lain tidak ada artinya. Stabilitas sosial dan masyarakat tidak
akan tercapai, bila keduanya menjadi sirna. Untuk itu, merupakan suatu keharusan
memberlakukan keadilan kepada semua pihak tanpa melihat perbedaan status
sosial. Prinsip inilah yang dilaksanakan Khalifah Umar bin Khattab. Tanpa segan-
segan, Umar memperjuangkan agar al-Fizari (rakyat jelata) memperoleh keadilan
2 Hadis Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Tarmizi, an-Nasa’I dan Ibnu Majah. Lihat lebih lanjut buku “al-Targhib wa al-Tarhib min al-Hadits al-Syarif” (Himbauan dan Peringatan dari Hadis yang mulia) karangan al-Munziri (Abdul ‘Azhim bin Abdul Qawi Abu Muhammad, wafat 656 H), hal. 3/173, Tahqiq Ibrahim Syamsuddin, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, tahun 1417H.
Tasamuh / Toleransi
20
atas tindakan melanggar hukum yang dilakukan seorang raja terkenal (Jablah bin
al-Aiham). Jablah bersama rombongan besar berjumlah 500 orang yang penuh
kemegahan, datang ke Mekkah. Pada waktu tawaf, ujung jubbahnya terinjak oleh al-
Fizari, lalu ia memukulnya sampai hidungnya cidera berat. Al-Fizari mengadukan
kejadian tsb kepada Khalifah Umar untuk menuntut keadilan. Jablah dipanggil
khalifah untuk diminta keterangan tentang latar belakang pemukulan. Jablah
memberi keterangan: “Ia (al-Fizari) dengan sengaja menginjak jubahku. Kalau tidak
untuk menghormati Ka’bah ini, pedangku sudah membelah antara dua matanya”.
Umar berkata: “Kalau begitu, kamu mempunyai dua alternatif; laksanakan tuntutan
al-Fizari dengan suka rela atau dengan paksa”. Jablah bertanya: “Apa yang harus
dilakukan?”. Umar menjawab: “Biarkan al-Fizari menciderai hidungmu spt kamu
menciderai hidungnya”. Jablah berkata: “Bagaimana mungkin, hai Khalifah, ia
adalah orang biasa, sedangkan saya raja”. Umar menegaskan: “Menurut ajaran
Islam, kamu dan dia adalah sama. Kelebihan hanya pada tingkat ketaqwaan dan
kebaikan yang dilakukan”. Jablah: “Saya kira dalam Islam saya dianggap lebih mulia
ketimbang zaman Jahiliyah”. Umar: “Anggapan spt tidak perlu. Sekarang tinggal
kamu pilih; tegakkan keadilan dengan suka rela atau dengan paksa”. Jablah: “Kalau
begitu, saya pindah agama saja”. Umar: “Saya akan jatuhkan sanksi yang lebih
berat (hukuman pancung)”. Jablah minta tenggang waktu sampai besok, namun
tengah malam ia menyelinap dan melarikan diri ke Konstantinopel. Disana ia hidup
di bawah proteksi kaisar. Beberapa lama kemudian, terdengar Jablah menyesal dan
rindu kepada Islam yang ajarannya menegaskan prinsip persamaan derajat dan
keadilan mutlak3.
Kasus Jablah ini menjadi bukti sejarah bahwa sahabat Rasulullah Saw
mengimplementasikan prinsip persamaan dan keadilan. Menurut ajaran Islam, siapa
saja harus memperoleh keadilan, baik raja maupun rakyat jelata, atasan atau
bawahan, dan muslim atau non muslim, karena manusia adalah sama.
Sampai dimana Islam menghormati prinsip persamaan antara muslim dengan
non muslim terlihat dari kesetaraan di ruang pengadilan yang diberlakukan antara
sahabat nabi dengan seorang Yahudi. Pada masa pemerintahan khalifah Umar bin
الفرج (األصفهاني 3 ،) "356ت/أبي جابر ،تحقيق" األغاني هـ الفكر ،سمير : 15ج: ، بيروت، دار العمادي و 159ص محمد ( بن عمادالدين محمد بن ،) "1051ت/ عبدالرحمن بداريا هـ دفن فيمن الريا تحقيق" الروضة الكوشك ، علي ،عبده
للتراث المأمون : 1ج: ، 1988، دمشق ،دار ص. 63ص الشعكة، مصطفى للدكتور مذاهب بال إسالم أيضا .56وأنظر
Tasamuh / Toleransi
20
Khattab, Ali bin Talib diadukan oleh seorang Yahudi kepada khalifah karena terkait
suatu kasus hukum. Ketika sama-sama menghadap khalifah, Umar memanggil Ali
bin Thalib dengan sebutan ‘Ya, Aba Hasan’ (gelar yang dipakai sebagai
kehormatan) dan Yahudi dengan namanya. Ali merasa tersinggung sampai merah
mukanya. Lalu Umar bertanya: “Apakah kamu tersinggung, karena disejajarkan
dengan orang Yahudi di pengadilan??”. Ali: “Bukan itu yang membuat saya
tersinggung, tapi anda tidak memberikan perlakuan yang sama kepadaku dan
Yahudi. Anda memanggilku dengan sebutan gelar, sedangkan orang Yahudi ini
dipanggil dengan namanya”. 4
Persamaan dan keadilan yang diajarkan Islam tersebut selain melindungi hak
setiap orang di depan siapapun, juga menolak sikap deskriminatif. Dengan
menghormati prinsip yang mulia ini, diyakini bahwa perbedaan ras, suku dan
agama atau kemajemukan tidak menjadi penyebab atau alasan terjadinya konflik
dan tindakan kekerasan, tetapi seharusnya menjadi motif ‘ta’aruf’ atau saling
mengenal.
Menurut Al-Syinawi, nilai-nilai Qur’ani spt Persamaan dan Keadilan agaknya
dapat dikategorikan sebagai prinsip dasar atau konsitusi yang harus menjadi
pedoman bagi setiap aktifitas yang berkaitan dengan hubungan antar kelompok
yang berbeda agama dalam masyarakat Islam. Pada tingkat realitas sosial,
implementasi konstitusi tadi lebih rinci dalam bentuk perjanjian dan dokumen
jaminan yang diberikan Rasulullah dan para Khalifahnya kepada kelompok non
muslim spt antara lain Shahifah al-Madinah al-Munawwarah, Surat Rasulullah dan
Khalifah Abu Bakar kepada masyarakat Najran dan surat khalifah Umar bin Khattab
kepada penduduk Bait al-Maqdis.
Dalam Shahifah al-Madinah misalnya, secara jelas Rasulullah memancangkan
pilar dan tatanan sosial baru, dimana semua orang yang hidup di kota Medinah dan
sekitarnya dianggap sebagai satu masyarakat. Kelompok non muslim Yahudi
mendapat proteksi terhadap agama dan kekayaan mereka selama tetap menunjuk
loyalitas dan konsisten terhadap perjanjian. Garis besar Shahifah al-Madinah antara
lain;
4 " سنة " القاهرة اللبنانية، المصرية الدار ، مذاهب لال اإلسالم الشعكة، ص 1996مصطفى ،58
Tasamuh / Toleransi
20
Kesatuan sosial atas dasar persamaan hak dan kewajiban tanpa melihat
perbedaan agama, suku dan kedudukan.
Integritas masyarakat yang terjauh dari aksi kezaliman, pelanggaran ajaran
agama (dosa), dan pelanggaran hukum serta menolak bekerja sama dengan
para pelakunya.
Partisipasi masyarakat dalam penetapan hubungan dengan musuh-musuh
negara.
Upaya bersama menghadapi penjahat negara dan menolak kerjasama dengan
mereka atau memberi bantuan.
Kelompok non muslim diberi kebebasan beragama dan melaksanakan ritualnya
serta perlindungan. Mereka dijamin tidak akan dipaksa masuk agama Islam dan
bebas berkunjung dalam wilayah negara.
Kontribusi kelompok non muslim dalam biaya operasional negara dan siap
membantu bila negara terancam serang musuh.
Dalam surat Rasulullah Saw kepada penduduk Najran yang mayoritas Nashrani
dan kemudian surat Khalifah Abu Bakar al-Shidiq, secara kongrit nabi Muhammad
Saw memberikan kebebasan beragama yang isinya:
“…Perlindungan Allah dan UtusanNya (agama Islam) bagi penduduk Najran.
Perlindungan itu mencakup keselamatan, kekayaan, kepercayaan (agama),
transaksi dagang, proteksi bagi pemuka agama dan para pembantunya. Tidak
dibenarkan perubahan terhadap struktur keagamaan mereka termasuk
kepastoran, lambang agama dan daerah mereka bebas dari tentara…. Bila
terkait dengan hak dan kewajiban mereka, dilakukan melalui rekomendasi
perbaikan”.
Umar bin Khattab sebagai khalifah juga memberi jaminan dan proteksi terhadap
pendudukan non muslim di Bait al-Maqdis yang intinya “Semua Gereja yang ada
tidak diduduki atau gusur dan semua penduduk memperoleh perlindungan
keamanan dan keselamatan dari pemerintah. Umar masuk ke rumah ibadat non
Tasamuh / Toleransi
20
muslim untuk melakukan sendiri efektifitas keamanannya, termasuk gereja al-
Qiyamah yang terkenal di wilayah”5.
Dari sini, jelas bahwa hak asasi kelompok non muslim terjamin dalam Islam atas
dasar persamaan hak dan kewajiban dengan umat Islam sesuai dengan kaidah:
Ini pada gilirannya menciptakan sikap kebersamaan dalam masyarakat. Hak
pertama yang harus diperoleh oleh non muslim adalah perlindungan terhadap
ancaman eksternal dan internal. Untuk perlindungan dari ancaman dari luar, umat
Islam, termasuk pemerintahannya berkewajiban menggunakan segala potensinya,
meski jumlah kelompok non muslim hanya hitungan jari. Ibnu Hazm, Ahli Fiqh
terkenal, berpendapat: “Bila ada tentara yang masuk ke negara kita untuk
menyerang ahli zimmah (kelompok non muslim), kita harus membela mereka
dengan senjata sampai nafas terakhir, demi membela orang dilindungi Allah dan
RasulNya. Siapa yang tidak melakukannya, berarti telah melecehkan perjanjian
perlindungan dengan Allah dan Rasul.
Al-Qurafi dari mazhab al-Maliki menambahkan bahwa ‘perjanjian’ yang
membawa korban nyawa dan harta umat Islam untuk melindungi Ahli Kitab adalah
perjanjian yang maha agung.
Sikap Ibnu Taimiyah terhadap kelompok non muslim, juga mencerminkan betapa
konsistennya terhadap perjanjian perlindungan dalam Islam (zimmah). Ketika
tentara Tartar hanya membebaskan tawaran orang Islam, Ibnu Taimiyah berkata
kepada komandan Tartar waktu itu:
“Kami tidak rela, kecuali kalau semua tawanan Yahudi dan Nashrani dibebaskan,
karena mereka dalam perjanjian perlindungan dengan kami (zimmah). Kami tidak
rela membiarkan orang Zimmah dan kelompok agama lain tetap menjadi tawanan6.
Perlindungan jiwa dan kekayaaan kelompok non muslim, menurut Ma’badi,
mencakup perlindungan kekayaan yang dilarang dalam Islam spt minuman keras
dan babi dan melaksanakan ritual yang bertentangan dengan ajaran agama. 5 Lihat Ali Abdul al-Syinawi ‘huriyah al-mu’taqad al-diiny li ghair al-muslimin fi zhilal samahat al-Islam’ oleh Ali Abdul ‘al al-Syinawi, hal. .170, yang juga merujuk ‘Kitab Isytirakiyah al-Islam’ oleh Mustafa al-Siba’I dan buku ‘Al-Amwal’ oleh al-Hafiz bin Salam dan ‘’Abqariyah Umar’ oleh Abbas Mahmud al-‘Akad.
6 Lihat lebih lanjut buku ‘Al-Masihiyah wal Islam fi Mishr’ karangan Dr. Husein Kafafi yang dikutip oleh Dr. Muhammad Badr Ma’badi dalam ‘Mazahir al-Tasamuh al-Islami’, hal.150 dan seterusnya.
Tasamuh / Toleransi
20
Termasuk juga, kesaksian selama tidak terkait dengan masalah agama Islam spt
perkawinan dan perceraian.
Hak non muslim lainnya adalah kehidupan yang layak di hari tua dan
merupakan fardu kifayah bagi umat Islam; pembebasan bila ditawan musuh; dan
menduduki jabatan publik selama tidak terkait langsung dengan ajaran Islam spt
Imam, Jihad dan sebagainya7.
Kalau dilihat realita prinsip persamaan dan keadilan yang terjadi di negara
barat yang dianggap sebagai ikon ‘pembela HAM, persamaan hak, dan keadilan’
masa kini, agaknya masih jauh dari panggang dari api atau sesuai dengan ikonnya.
Karena nilai-nilai lokal dan domistik yang telah terbentuk oleh lingkungan,
pandangan hidup dan budaya setempat terkadang masih menyelimuti nilai-nilai
tersebut. Akhir implementasi nilai-nilai universitas itu berbeda dari suatu negara ke
negara lain. Sebagai contoh masalah persamaan hak berwarga-negara di masing-
masing negara di barat tidak sama. Di Jerman dan Jepang, misalnya, tidak diakui
persamaan hak dalam masalah kewarga-negaraan dan terbatas bagi penduduk
asli. Meski migran Turki sudah tiga keturunan di sana, tapi tetap tidak berhak
menyandang kebangsaan Jerman. Berbeda dengan Perancis. Negara ini menganut
prinsip perbedaan mutlak antara kehidupan umum dan kehidupan pribadi. Secara
individual, semua warga negara mempunyai hak yang sama, tapi komunal tidak.
Artinya negara ini tidak mengakui hak berkelompok, termasuk kelompok budaya
dan agama. Meskipun di Perancis, jumlah umat Islam mencapai 10% dari jumlah
seluruh penduduk, namun tidak seorang anggota parlemen negari ini yang berasal
dari kelompok muslim8.
Dalam konteks hubungan dengan non-Muslim, Islam selain menetapkan
persamaan dan keadilan sebagai dasar utamanya, juga menegaskan prinsip tolerasi
yang tidak kalah pentingnya dengan prinsip persamaan dan keadilan. Kalau dilihat
kata toleransi yang dalam bahasa Arab disebut ‘at-Tasamuh’ dari aspek etimologis,
artinya al-jud (kualitas), al-bazl (upaya), al-I;tha (memberi), al-suhulah (spontan), al-
yusr (kemudahan) dan al-bu’d ‘an al-dhaiq wa al-syiddah (jauh dari kesempitan dan
kekerasan). Ringkasnya at-tasamuh adalah interaksi dengan orang lain dengan
7 Ma’badi, hal 152.بعد أنظر 8 أوروبا في والمراجعة سبتمبر 11اإلسالم المواجهة للكاتب بين عاشو ، فى مصطفى islamonline.netر،
Tasamuh / Toleransi
20
penuh kemudahan, kelonggaran dan kerelaan, baik dalam aksi suka atau tidak
suka9.
Atas ayat ini, para ulama dari dahulu sampai sekarang sepakat berpendapat
bahwa toleransi (at-Tasamuh) merupakan elemen penting ajaran Islam. Al-Qur’an
menghimbau umat manusia yang berbeda latar belakangan ras, warna, bahasan
dan agama agar hidup berdampingan dalam suasana penuh kedamaian dan
toleransi. Bila terjadi pertikaian, perselisihan dan permusuhan karena sebab-sebab
tertentu, petunjuk Allah Swt kepada umat Islam agar bersikap toleransi,
memaafkan, yang buruk dibalas dengan yang baik dan musuh bebuyut menjadi
teman yang baik. Prinsip inilah yang seharusnya yang dipakai umat Islam dalam
bergaul dengan berbagai suku bangsa sesuai dengan firman Allah Swt.
(Fuhsilat 34-35).
Bahkan Al Qur’an tidak sekedar menghimbau umat Islam agar bersikap
toleransi yang dianggap sebagai syarat mutlak bagi kehidupan yang damai, tetapi
meminta komitmen mereka agar bersikap adil. Bukan dalam arti dapat menerima
orang lain saja, tetapi harus menghormati budaya, kepercayaan dan distinksi
peradabannya. Hal yang dimaksud firman Allah Swt surat Al-Mumtahanah ayat 8
sbb:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil (menghormati
hubungan) terhadap orang-orang kafir yang tiada memerangimu dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil (dan menghormati hubungan).
Ada tiga petunjuk Tuhan dalam ayat diatas, yaitu (1) Allah Swt tidak
melarang bersikap toleransi dengan orang lain, (2) Toleransi dengan orang tidak
menyerang umat Islam dan dalam kehidupan yang damai, santun dan fair adalah
core keadilan itu sendiri, (3) penegasan bahwa siapa yang mengambil jalan
toleransi ini memperoleh kasih sayang Allah Swt. Dengan cara yang meyakinkan ini,
pesan Allah Swt dengan gampang dan mudah dapat diterima jiwa manusia,
9 " " . . فكر سلسلة ضمن من ، االجتماعى الجانب فى اإلسالم سماحة النجمي، أحمد المبدي عبد أحمد د أسنة) 13المواجهة ( اإلسالمية، الجامعات رابطة ص 2005أصدرتها ،23
Tasamuh / Toleransi
20
sekaligus sosialisasi prinsip toleransi di kalangan masyarakat dapat dicapai dengan
baik. 10
Selain itu, firman Tuhan diatas juga menjelaskan cara membina hubungan
antara muslim dengan non-muslim. Hubungan tidak saja berkembang atas dasar
prinsip keadilan dalam artian ‘siapa saja harus memperoleh haknya’, juga
meningkat ke level al-ihsan (memberi santunan). Al-Ihsan ini lebih tinggi nilainya
dari perolehan hak. Kata ‘al-bir yang pengertiannya ‘berbuat kebajikan’ sangat
identik dengan prinsip keadilan. Tidak disangkal lagi, ungkapan Qur’ani ini
merupakan tata cara bergaul dengan non muslim dalam kondisi damai yang harus
berlandaskan al-birr (berbuat kebajikan dan al-ihsan (menyantuni) yang posisinya
berada diatas pemberian hak. 11
Ajaran toleransi ini sangat mendasar dalam Islam terutama bila terjadi
perbedaan pendapat atau perselisihan atau konflik. Tapi kapan dan apa penyebab
terjadinya perselihan atau konflik yang tidak jarang memunculkan sikap kebencian
dan permusuhan terhadap lain dan bertentangan dengan prinsip toleransi?
Menurut Bistami terdapat empat bentuk anggapan yang tidak sesuai dengan prinsip
diatas.
Pertama, menganggap kelompoknya yang benar dan kelompok lain adalah
salah. Anggapan spt inilah yang melahirkan sikap kebencian dan permusuhan.
Pelakunya akan memberikan dua alternatif bagi kelompok yang berbeda
dengannya, yaitu lepaskan keyakinan atau siap diperangi. Slogan mereka yang
terkenal adalah “Islam dan Kekafiran tidak mungkin berdampingan’. Akibatnya
mereka bersikap eksklusif dan mengurung diri, hanya membaca buku kalangan
sendri, mengutip pendapat pemimpin mereka dan menolak pendapat orang lain
meski kemungkinan mengandung kebenaran. Untuk menjaga kesatuan kelompok,
mereka tidak segan mencap kelompok lain sebagai ahli bida’, dhalal, kaum sesat
dan sebagainya. Disinilah lahirnya sikap radikalisme dan ekstrimisme yang bertolak
belakang dengan prinsip toleransi dalam Islam.
10 ) " " . . المواجهة فكر سلسلة ضمن من ، اإلسالم فى التسامح زقزوق، حمدي محمود د رابطة) 13أ أصدرتهاسنة اإلسالمية، ص 2005الجامعات ،9
11 " " . ص ، اإلسالم سماحة ظل فى المسلمين لغير الديني المعتقد حرية الشناوي، العال عبد على .176د
Tasamuh / Toleransi
20
Kedua, kelompok yang beranggap sama dengan yang pertama. Bedanya,
kelompok kedua membuka diri dan mau berdialog dengan pihak lain yang tidak
sepaham. Keterbukaan berdiskusi dan bertukar pikiran memberi kesempatan bagi
kelompok kedua ini untuk mendekati kelompok lain dan menganggap al-afdhal
adalah lebih baik.
Ketiga, menganggap kelompoknya adalah benar, begitu juga kelompok yang
lain. Tapi metode yang dipakainya lebih relevan dibanding metode kelompok lain.
Semua kelompok dianggap benar, namun ada yang tidak mengetahui jalan yang
lebih relevan untuk mencari kebenaran. Kelompok spt ini cenderung dapat
menerima sikap toleransi terhadap pihak lain12.
Dalam konteks menghadapi anggapan dan sikap kelompok non muslim, Islam
telah menggaris metode yang dipakai dalam menghadapi mereka spt dijelaskan
Allah Swt dalam surat al-‘Ankabut, ayat 48.
“Jangan berdiskusi dengan kelompok Yahudi atau Nasrani yang berbeda
pendapat dengan mu, kecuali memakai cara yang lebih baik dan lebih berpetunjuk
serta lebih mudah diterima. Namun bila mereka melewati batas moderat dalam
berdiskusi, dapat dihadapi dengan pernyataan keras bahwa “Kami meyakini wahyu
Tuhan dalam Al-Qur’an, Taurat dan Injil, yaitu kita sama-sama mempercayai Tuhan
Yang Satu. Hanya kepadaNya kita menyatakan patuh dan taat”.
Selain itu, Allah Swt menjelaskan dalam Al Qur’an bahwa UtusanNya, nabi
Muhammad Swt hanya ditugaskan untuk menyebar-luaskan agama Islam, bukan
untuk memaksa orang masuk Islam seperti terlihat dalam sejumlah Firman Allah
Swt dibawah ini.
Ingatkanlah dengan dakwahmu (Hai Muhammad). Tugasmu adalah
menyampaikan dan kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,
“Engkau (Ya Muhammad) tidak mampu memaksa orang agar menjadi orang
beriman”
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); (dengan tanda-tanda
yang kongrit), telah dijelaskan mana jalan yang benar dan mana jalan yang sesat”.
خير، " 12 سعيد محمد " بسطامي ، التعددية لمشكلة إسالمية albayan-magazine.com/bayan-216 رؤية
Tasamuh / Toleransi
20
“Engkau tidak diutus dengan mandat memaksa mereka beragama, tapi
engkau diutus untuk memberi kabar gembira yang orang mengakui kebenaran
Islam dan kabar buruk dan ancaman bagi yang mengingkarinya”
Katakanlah : “Hai Ahli Kitab mari kembali kepada kalimat moderat yang
sama-sama terdapat di kalangan kita, yaitu peribadatan hanya kepada Allah Swt,
jangan mempersekutukannya. Jangan kita saling mematuhi halal atau haram yang
tidak ditetapkan Allah Swt. Kalau mereka enggan dengan himbauan yang benar,
katakan kepada mereka: “Kami hanya patuh dan taat kepada ketentuan dari Allah
Swt dan dedikasi kami hanya untuk ini, dan tidak untuk yang lainnya”.
Secara historis, terdapat sejumlah bukti sejarah yang menunjukkan bahwa
Rasulullah Saw dan para sahabat menerapkan prinsip toleransi yang disebut Al
Qur’an tadi dalam hubungan dengan kelompok non muslim. Antara lain adalah
perjanjian-perjanjian yang dilakukan nabi Muhammad Saw dengan kabilah Tughlub
yang isinya membiarkan mereka menganut agama sendiri di luar Islam; perjanjian
dengan masyarakat Nasrani di Najran dan Yahudi di beberapa kawasan sekitarnya
yang intinya memberikan kebebasan beragama, melaksanakan ritual peribadatan
dan mendirikan gereja dan sebagainya. Termasuk juga perjanjian dengan kaum
musyrik Makkah waktu itu yang pada dasarnya menunjukkan sikap tolerasi yang
luar biasa.
Sikap toleransi luar biasa yang ditunjukkan Rasulullah terlihat ketika
perjanjian Hudaibiyah yang antara lainnya berisi peryaratan kaum Quraiys yang
sangat tidak fair, yaitu umat Islam yang datang kembali ke pangkuan Quraisy
(kembali kepada musyrik), tidak dipermasalahkan dan tidak disuruh kembali. Bila
seorang muslim datang kepada Nabi tanpa seizin walinya (yang berwenang), harus
dikembalikan. Perjanjian yang hanya menguntungkan pihak musyrik, diterima nabi
Muhammad Saw, bahkan ada sahabat Nabi tidak sependapat waktu itu. Baru saja
selesai penanda-tanganan perjanjian dimaksud, langsung datang ujian berat dalam
pelaksanaannya. Jundul bin Sahal, seorang muslim yang melarikan diri dari
kabilahnya, datang kepada Rasulullah Saw, dengan perkiraan akan diterima,
dengan alasan bila kembali pasti disiksa oleh kabilahnya. Namun Rasulullah
menepati perjanjian dan mengembalikan Ibnu Sahal dan berkata kepada: “Bersabar
dan Ikhlas, Allah Swt pasti memberikan solusi dan jalan keluar bagimu dan orang
Tasamuh / Toleransi
20
yang tidak berdaya sptmu. Sudah disepakati perjanjian dengan kabilah tentang itu,
kita tidak boleh melanggar perjanjian itu13.
Sikap toleransi Rasulullah terhadap mantan musuh yang dahulunya
memperlakukan Nabi secara tidak manusiawi, juga menjadi bukti sejarah atas
komitmen untuk tetap dalam koridor prinsip toleransi yang ditetapkan Al-Qur’an.
Ketika kota Mekkah ditaklukan dan Rasulullah memasuki kota tersebut sebagai
pemimpin yang menang dalam peperangan, bertanya kepada kaum Quraisy: “Kira-
kira tindakan apa yang akan aku lakukan kepada kalian?. Mereka menjawab:
“Kebaikan, saudara kami atau anak saudara kami”. Rasulullah bersabda: “Silahkan
pergi, kalian bebas. Kesalahan kalian dimaafkan. Mudah-mudahan Allah Swt
memberi ampunan bagi kalian, karena Dia Maha Pengampun”14.
Bahkan untuk menghormati hubungan yang berdasarkan persaudaraan
kemanusiaan dan prinsip tolerasitadi, Allah Swt melarang umat Islam melukai
perasaan non-muslim, dengan mencela ajaran agama, meskipun animisme spt
dimaksud dalam Al Qur’an dalam al-An’am, ayat 108.
“Janganlah kamu memaki patung-patung yang disembah kaum musyrik selain Allah. Perbuatan spt ini dapat memancing kemaraham mereka dengan memaki Allah dengan semena-mena dan melampaui batas. Sembahan patung-patung sebagai contoh bahwa setiap umat berbuat sesuai dengan tingkat kesiapan mereka.”
Sejalan dengan itu, Yusuf al-Qardhawi berpendapat bahwa istilah ‘kafir’ dan
‘musyrik’ sudah waktunya diganti dengan sebutan ‘non-muslim’, sehingga dengan
persaudaraan kemanusian tercipta perdamaian abadi di kalangan umat beragama.
Dalam ayat lain, dijelaskan bentuk toleransi yang prima seperti firman Allah
Swt dalam surat at-Taubah, ayat 6.
Abdullah Daraz mengomentarinya: “Coba anda lihat, kita sebagai umat Islam,
tidak hanya sekedar diminta memberi pekerjaan, menampung dan memberikan
perlindungan keamanan bagi kaum musyrik. Tidak pula sekedar membimbing
mereka kepada kebenaran dan menemukan arti kebaikan, tapi juga melengkapinya
13 Lihat Sirah Ibnu Hisyam, tahqiq Taha Abd al-Rauf Sa’ad, cetakan al-Kuliyyah al-Azhariyah, Cairo yang dirujuk oleh Walid abd Majid dalam al-Tasamuh al-Islami (baina nazaiyah wa tatbiq).14 Yusuf bin Abdulllah bin Abdel Bar, Al-isti’ab’, tahqiq Ali Muhammad, Darul al-Jail, Beirut, hal. 4/1674.
Tasamuh / Toleransi
20
dengan kasih sayang, perhatian dan perlindungan dalam perjalanan, sehingga
mereka benar-benar merasa aman. Apakah ada prinsip lain yang lebih baik atau
lebih manusiawi atau lebih adil dari prinsip toleransi yang ditetapkan Islam ini??
C.Tasamuh / Toleransi Menurut Pandangan Islam
Toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui
adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna
kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama. Ini semua
merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan
Tuhan. Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-
Hujurat ayat 13:
Seluruh manusia tidak akan bisa menolak sunnatullah ini.
Dengan demikian, bagi manusia, sudah selayaknya untuk mengikuti
petunjuk Tuhan dalam menghadapi perbedaan-perbedaan itu.
Toleransi antar umat beragama yang berbeda termasuk ke dalam
salah satu risalah penting yang ada dalam system teologi Islam.
Karena Tuhan senantiasa mengingatkan kita akan keragaman
manusia, baik dilihat dari sisi agama, suku, warna kulit, adapt-istiadat,
dsb.
Toleransi dalam beragama bukan berarti kita hari ini boleh bebas
menganut agama tertentu dan esok hari kita menganut agama yang
lain atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua
agama tanpa adanya peraturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi
beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan
adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala bentuk
Tasamuh / Toleransi
20
system, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan
untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing.
Adalah sikap tenggang rasa terhadap sesama dalam masyarakat
dimanapun kita berada. Tasamuh yang juga sering disebut toleransi
dalam ajaran Islam adalah toleransi sosial kemasyarakatan, bukan
toleransi di bidang aqidah keimanan. Dalam bidang aqidah keimanan,
seorang muslim meyakinin bahwa Islam satu-satunya agama yang
benar yang diridhoi Allah SWT.
“Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanya Islam.” ( QS.
Ali Imron 19)
Dalam falsafah Jawa sikap tasamuh ini sering disebut dengan
tepo seliro, artinya mengukur segala sesuatu dengan introspeksi pada
diri sendiri. Kalau aku senang orang lain pun senang, kalau aku tidak
suka orang lain juga tidak suka. Orang yang tasamuh senantiasa
berusaha membina persaudaraan dan menghindari konflik dengan
orang lain. Ia memiliki prinsip hidup dan falsafah, ”Teman seribu terasa
kurang, musuh satu terlalu banyak”. Juga istilah dalam falsafah Jawa,
“Yen kowe dijiwit krasa lara, aja njiwit wong liya”.
Islam mengajarkan bahwa sesama muslim harus bersatu serta
tidak boleh bercerai-berai, bertengkar, dan bermusuhan. Karena
sesama muslim adalah saudara. Terhadap pemeluk agama lain, kita
diperintahkan agar bersikap tasamuh. Sikap tasamuh terhadap non
muslim itu hanya terbatas pada urusan yang bersifat duniawi, tidak
menyangkut masalah akidah, syari’ah dan ubudiyah. Firman Allah SWT
:
1). Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, 2). Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. 3). Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. 4). Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, 5). Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tasamuh / Toleransi
20
Tuhan yang Aku sembah. 6). Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." ( QS. Al-Kaafirun : 1-6 )
Sikap yang menganggap bahwa semua agama adalah benar tidak sesuai dengan keimanan seorang muslim dan tidak relevan dengan pemikiran yang logis, meskipun dalam pergaulan kemasyarakatanIslam sangat menekankan prinsip tasamuh. Setiap muslim diperintahkan untuk bersikap tasamuh terhadap orang lain yang berbeda agama atau berbeda pendirian.
Perbedaan pendapat antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dalam masyarakat sudah menjadi ketentuan Allah yang diberikan kepada setiap individu manusia.
Dalam sejarah kehidupan Rasulullah SAW, tasamuh telah ditampakan pada masyarakat madinah. Pada saat itu Nabi dan kaum muslimin hidup berdampingan dengan masyarakat madinah yan beragama lain.
Toleransi pada kaum muslimin seperti yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW, diantaranya sebagai berikut:
a. Tidak boleh memaksakan suatu agama pada orang lain.
Di dalam agama Islam orang muslim tidak boleh melakukan
pemaksaan pada kaum agama lainnya, karena memaksakan suatu
agama bertentangan dengan firman Allah SWT di dalam surat Al-
Kafirun ayat 1-6.
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku".
Disitu dijelaskan bahwa orang-orang muslim tidak menyembah
apa yang di sembah oleh orang-orang kafir, begitu pula orang-orang
kafir tidak menyembah apa yang di sembah oleh orang muslimin.
Tasamuh / Toleransi
20
Disitu juga dijelaskan bahwa bagi kita agama kita (orang muslim) dan
bagi mereka agama mereka (orang kafir).
b. Tidak boleh memusuhi orang-orang selain muslim atau kafir
Perintah Nabi untuk melindungi orang-orang selain muslim
seperti yang dilakukan oleh Nabi waktu berada di Madinah. Kaum
Yahudi dan Nasrani yang jumlahnya sedikit dilindungi baik
keamanannya maupun dalam beribadah. Kaum muslimin dianjurkan
untuk bisa hidup damai dengan masyarakat sesamanya walaupun
berbeda keyakinan.
c. Hidup rukun dan damai dengan sesama manusia
Hidup rukun antar kaum muslimin maupun non muslimin seperti
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW akan membawa kehidupan yang
damai dan sentosa, selain itu juga dianjurkan untuk bersikap lembut
pada sesama manusia baik yang beragama Islam maupun yang
beragama Nasrani atau Yahudi.
d. Saling tolong menolong dengan sesama manusia
Dengan hidup rukun dan saling tolong menolong sesama
manusia akan membuat hidup di dunia yang damai dan tenang. Nabi
memerintahkan untuk saling menolong dan membantu dengan
sesamanya tanpa memandang suku dan agama yang dipeluknya. Hal
ini juga dijelaskan dalam Al-Qur'an pada surat Al-Maidah ayat 2
sebagai berikut:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa di dalam Al-Qur'an
dijelaskan dengan sikap tolong menolong hanya pada kaum muslimin
tetapi dianjurkan untuk tolong menolong kepada sesama manusia baik
Tasamuh / Toleransi
20
itu yang beragama Islam maupun non Islam. Selain itu juga seorang
muslim dianjurkan untuk berbuat kebaikan di muka bumi ini dengan
sesama makhluk Tuhan dan tidak diperbolehkan untuk berbuat
kejahatan pada manusia. Disitu dikatakan untuk tidak mematuhi
sesamanya. Selain itu juga dilarang tolong menolong dalam perbuatan
yang tidak baik (perbuatan keji atau dosa).
D.Manfaat & Hikmah Toleransi / Tasamuh
1. Ciri-ciri dan contoh sikap tasamuh
Orang yang berjiwa tasamuh itu memiliki ciri-ciri diantaranya
tidak sombong, tidak egois, tidak memaksakan kehendak, tidak pernah
meremehkan orang lain, mau menghormati (sikap, pendapat, dan
saran) orang lain, mau berbagi ilmu dan pengalaman, saling
pengertian, berjiwa besar, terbuka menerima saran dan kritik, senang
menerima nasehat orang lain, dan sebagainya.
Contoh sikap tasamuh di tengah kehidupan bermasyarakat
misalnya seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
ketika membangun masyarakat Madinah yang pada waktu itu di
Madinah terdapat tiga golongan pemeluk agama, yaitu Islam, Yahudi,
dan Nasrani. Mereka saling bekerja sama dan bergotong royong dalam
membangun Kota Madinah, tetapi hanya dalam hal-hal yang bersifat
urusan duniawi, tidak menyangkut urusan agama.
Contoh sikap tasamuh antar umat beragama (umat Islam dengan
non muslim) adalah dengan cara tidak ikut campur dalam masalah
peribadatan masing-masing pemeluk agama. Cukup dengan cara
menghormati dan menghargai perbedaan keyakinan beragama
masing-masing dan tidak saling mengganggu. Tasamuh antar sesama
umat Islam ( antar interen umat beragama) misalnya dengan cara
Tasamuh / Toleransi
20
menghormati perbedaan kelompok, madzhab, jama’ah, organisasi
keagamaan, dan perbedaan furu’iyah lainnya.
2. Manfaat & Hikmah Sikap Tasamuh
a. Menjalin ukhuwah, persatuan, dan kesatuan dalam
bermasyarakat
b. Menciptakan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat
c. Terwujudnya kerukunan dan terhindar dari perpecahan
d. Terwujudnya ketenangan dan terhindar dari ketegangan dan
konflik
e. Menghilangkan hasud, fitnah, kebencian, dendam dan
permusuhan
f. Menciptakan rasa aman, tenang, tentram, dan damai di
masyarakat
g. Menimbulkan sikap saling menghormati antar sesama.
3. Penutup
Kesimpulan : Dalam melakukan setiap perbuatan toleransi harus ada batas batas tertentu. Sudah tentu sikap toleransi ini pun bukannya tanpa batas, sebab toleransi yang tanpa batas bukanlah toleransi namanya, melainkan "luntur iman."
Batas toleransi itu ialah, pertama : apabila toleransi kita tidak lagi disambut baik atau ibarat "bertepuk sebelah tangan," di mana pihak lain itu tetap memusuhi apalagi memerangi Islam. Kalau sudah sampai "batas" ini, kita dilarang menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan.
Firman Allah SWT :"Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian menjadikan sebagai kawan kalian orang-orang yang memerangi kalian karena agama dan mengusir kalian dari negeri kalian, dan membantu (orang lain) untuk mengusir
Tasamuh / Toleransi
20
kalian. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang zhalim." (Q.S. Al-Mumtahanah : 9).
Akan tetapi hal ini tidak lantas berarti bahwa kita boleh langsung membalas, melainkan lebih dulu menghadapinya dengan pendekatan untuk "memanggil" atau menyadarkan. Bukankah Islam mengajarkan ummatnya agar menolak kejahatan dengan cara yang baik?
"Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang antaramu dengannya ada permusuhan itu seolah-olah menjadi teman yang setia." (Q.S. Al-Fushshilat : 34).
Apalagi kalau yang "memusuhi" aqidah kita adalah orang tua kitasendiri, maka penolakannya harus dengan cara yang lebih baik lagi dan tetap bersikap sebagai anak yang berbakti kepada kedua orang tua (birru al-walidain). Dengan kata lain, sekali pun berbeda agama atau keyakinan dengan orang tua, namun dalam hubungan antar manusia (hablun min an-nas), harus tetap baik. Setiap anak harus berbakti kepada kedua orang tuanya. Akan tetapi kalau orang tua memaksa anak untuk berbuat syirik, maka "fala tuthi'huma!" (jangan sekali-kali kamu ikuti), danpergaulilah keduanya di dunia dengan baik -- demikian firman Allah dalam surat Luqman : 15.
Tasamuh / Toleransi