Toip 1.pdf
-
Upload
qiratulaini -
Category
Documents
-
view
85 -
download
0
Transcript of Toip 1.pdf
BAB I
PENDAHULUAN
Laju pertumbuhan penduduk dunia yang terus meningkat disertai standar hidup
masyarakat yang semakin tinggi, menyebabkan kebutuhan produksi untuk semua
jenis mineral juga terus meningkat. Pada saat bersamaan, usaha pencarian
cadangan bijih menjadi semakin kompleks. Semakin jarang ditemukan cadangan
yang tersingkap di permukaan, sehingga pencarian terutama ditujukan pada
cadangan yang berada di bawah permukaan. Ini pun semakin lama semakin dalam
dan semakin dalam.
Untuk itulah, dibutuhkan kerja lebih keras di lapangan dan analisa laboratorium
lebih teliti disertai kerja terpadu dari para ahli geologi, geokimia, geofisika,
matematika dan untuk semua itu dibutuhkan keahlian komputer dari setiap orang
yang terlibat di dalamnya. Disamping itu, industri pertambangan harus terus
mengembangkan eksplorasi (exploration) yang berbasis pada pemahaman
mendalam tentang geologi struktur, stratigrafi, petrologi, mineralogi, dan bagaimana
fluida bermigrasi di bawah permukaan atau genesa dari suatu deposit bijih.
Genesa bahan galian adalah disiplin ilmu yang mempelajari cara terbentuknya
suatu deposit bahan galian secara alamiah. Dengan mempelajari genesa bahan
galian, maka karakteristik suatu deposit bahan galian dapat diketahui, seperti bentuk
deposit, letak deposit, luas penyebaran, besar cadangan, dan dengan petunjuk itu
dapatlah ditentukan metode penambangan yang dapat dilakukan serta cara
pengolahannya.
Dalam membahas genesa bahan galian, maka ada beberapa istilah yang
sering dipakai dan harus dipahami, antara lain:1. Bijih (Ore)
Suatu deposit yang meliputi mineral bijih, mineral gang, dan batuan
samping, dimana dari deposit tersebut dapat diekstraksi satu atau lebih jenis
logam. Pengertian bijih ini harus dibedakan dengan pengertian mineral bijih.2. Mineral Bijih (Ore Mineral)
Kumpulan dari satu mineral (simple ore) atau beberapa mineral (complex
ore) yang daripadanya dapat diekstraksi satu atau lebih logam secara
menguntungkan.
3. Mineral Gang (Gangue Mineral)Mineral pengiring atau mineral yang biasanya berasosiasi dengan mineral
bijih dalam suatu deposit bijih. Biasanya bersifat tidak ekonomis seperti kuarsa,
kalsit, fluorit, pirit, siderit dan lain-lain.4. Batuan Samping (Country Rock)
Batuan yang terdapat di sekeliling suatu deposit mineral.
5. Singenetik (Syngenetic)
Deposit yang terbentuk bersamaan dengan pembentukan batuan di
sekelilingnya.6. Epigenetik (Epigenetic)
Deposit yang terbentuk lebih dulu dari batuan disekitarnya.7. Deposit Mineral
Istilah yang digunakan untuk suatu akumulasi atau konsentrasi mineral dalam
suatu tubuh mineral yang terbentuk secara alami dan memiliki nilai ekonomis untuk
ditambang (Bateman, 1950). Dalam suatu deposit dapat dihasilkan beberapa
mineral bijih yang berbeda.
Mineral bijih dapat ditemukan dalam bentuk logam murni seperti emas dan
tembaga, dan bisa juga dalam bentuk kombinasi logam dengan sulfur, arsenik,
oksigen, silicon, atau elemen-elemen lainnya. Umumnya deposit bijih ditemukan
dalam bentuk kombinasi sehingga untuk mendapatkan logam murni harus
diekstraksi lebih dulu.
Suatu jenis logam dapat diekstraksi dari beberapa mineral bijih yang berbeda
seperti tembaga dari chalcocite, bornite, chalcopyrite, cuprite, dan malachite.
Kalkosit (Cu2S) Kalkosit merupakan mineral bijih tembaga yang
sangat penting . Warnanya hitam – abu abu yang sedikit mengkilap alias
metal . Kadang Kalkosit ditemukan di batuan sedimentasi . Bertahun –
tahun Kalkosit ditambang karena satu alasan, yaitu kandungan
tembaganya yang sangat kental alias besar . perbandingannya atomnya
67% dan rata–rata berat tembaganya 80% dari berat si kalkosit itu (lihat
Gambar berikut).
http://isolution3.files.wordpress.com/2010/10/240px-chalcocite.jpg
Kalkosit dari Papua
Kalkopirit (CuFeS2) Kalkopirit adalah suatu mineral besi sulfide
tembaga yang mengeristal sistem bersudut empat. Kalkopirit mirp
dengan kuningan yang mempunyai warna kuning keemasan. Karena
unsurnya adalah tembaga dan warnanya lebih kuning dari tembaga biasa
Kalkopirit juga sering di sebut “Yellow Copper” alias tembaga kuning
(Lihat Gambar berikut).
http://isolution3.wordpress.com/2010/10/25/kalkopirit-and-kalkosit-mineral-dari-papua/
Kalkopirit dari Papua
Kuprit adalah mineral oksida terdiri dari oksida tembaga (I) Cu2O,
dan merupakan bijih tembaga kecil.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kuprit
Kuprit dari Morenci, Arizona
Sejak 3000 tahun sebelum Masehi, Malachite telah dikenal dan ditambang di
Mesir dan Israel. Di Indonesia batu ini dinamakan batu biduri pandan. Selain
digunakan dalam perhiasan batu ini juga ditumbuk untuk dijadikan sebagai
pelengkap kecantikan seperti eye shadow atau sebagai pigmen warna lukisan. Batu
ini indah dan tidak terlalu mahal, banyak juga digunakan sebagai kalung manik-
manik, mosaic, kotak dan jam tangan. Pemahat atau pengukir batu biduri pandan ini
harus menggunakan pelindung karena zat tembaga yang dikeluarkan batu ini saat
ditumbuk amat beracun jika dihirup. Saat ini Zaire adalah penghasil utama
malachite selain Rusia, Inggris, Amerika, Zambia, New Mexico, Arizona, Namibia
dan Australia. Batu ini sangat digemari di Eropa terutama di negara Rusia (Gambar).
http://elevenmillion.blogspot.com/2009/08/batu-malasit-malachite.html
Batu Malasit
Suatu mineral bijih dapat mengandung lebih dari satu logam seperti stannite
yang mengandung tembaga dan timah.
Mineral bijih dapat dibagi lagi menjadi:
1. Bijih Primer (Hipogenetic)
Deposit bijih yang terbentuk bersamaan dengan pembentukan batuan.
2. Bijih Sekunder (Supergenetic)
Deposit bijih yang merupakan hasil ubahan dari mineralmineral/ batuan yang
telah terbentuk sebelumnya.
Pengertian mineral hypogene yang pertama kali diusulkan oleh Ransome sebenarnya
tidak persis sama dengan pengertian mineral primer. Istilah hypogene menunjukkan mineral
yang terbentuk langsung dari suatu larutan. Sehingga semua mineral hypogene adalah mineral
primer, tapi sebaliknya tidak semua mineral primer termasuk mineral hypogene, seperti deposit
hemati sedimenter dan bijih Kuroko.
Dalam aplikasinya, para ahli tambang membedakan pengertian antara cadangan
mineral (mineral reserves) dengan sumberdaya mineral (mineral resources).
a. Sumberdaya mineral meliputi deposit mineral yang bersifat hipotetis dan spekulatif,
deposit yang belum tersingkap, maupun deposit yang tidak ekonomis atau deposit yang
belum diketahui ekonomis tidaknya (Gambar 1.1).
b. Cadangan mineral adalah konsentrasi mineral yang berguna atau pun komoditas energi,
yang memiliki nilai ekonomis dengan pasti.
Identified ResourcesUndiscovered Resources
In known districts In undiscovered districts
RESERVES
HYPOTHETICALRESOURCES
SPECULATIVERESOURCES
CONDITIONALRESOURCES
Degrees of certainty of existencePotential resources = Conditional + Hypothetical + Speculative
A. PENGERTIAN BAHAN GALIANPengertian umum bahan galian adalah semua bahan atau subtansi yang terjadi
dengan sendirinya di alam dan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk berbagai
keperluan industrinya.
Menurut UU No. 11 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan; Bahan
Galian adalah unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam
batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan alam.
Bahan galian dapat berupa logam maupun bukan logam, dan dapat berupa
bahan tunggal ataupun berupa campuran lebih dari satu bahan.
Di Indonesia, berdasarkan PP No. 27 thn. 1980 bahan galian dibagi atas tiga
golongan yaitu:
1. Golongan A : Golongan bahan galian strategis artinya strategis dalam Pertahanan dan
keamanan Negara serta Perekonomian Negara. Contoh: minyakbumi, gas
alam, uranium, batubara, dan lain-lain.
2. Golongan B : Golongan bahan galian vital artinya dapat menjamin hajat hidup orang
banyak atau yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara
luas. Contoh: besi, mangan, kromit, bauksit, tembaga, timbal, seng,
emas, platina, air raksa, dan lain-lain.
3. Golongan C: Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan A dan B. Contoh:
pasir, talk, magnesit, dan lain-lain.
Unsur-unsur yang membentuk bahan-bahan deposit bahan galian diperoleh dari
massa batuan cair pijar (magma) yang berasal dari mantel bumi bagian atas atau dari
kerak bumi bagian luar.
Dari 98 unsur yang diketahui, hanya ada 8 unsur saja yang dijumpai pada kerak
bumi dalam jumlah lebih dari 1%; sedangkan kerak luar bumi sendiri (sampai kedalaman
kurang lebih 15 km) tersusun dari 13 unsur utama, yaitu : oksigen (O) silicon (Si).
aluminium (Al), besi (Fe), kalsium (Ca), natrium (Na), kalium (K), magnesium
(Mg),titanium (Ti), fosfor (P), hydrogen (H), karbon (C), dan mangan (Mn).
Termasuk dalam unsur-unsur yang jumlahnya sangat sedikit adalah kelompok
logam mulia dan bahan-bahan yang ekonomis seperti : platina , emas, perak, tembaga,
timbal, seng, timah putih, nikel, dan lain-lain. Jadi jelaslah, tanpa proses-proses geologi
yang dapat mengakumulasikan bahan-bahan tersebut, maka bahan-bahan tersebut tidak
dapat dijumpai dalam jumlah yang ekonomis.
Memahami proses terakumulasinyanya suatu deposit mineral sangat penting
dalam pekerjaan ekplorasi, dengan mengenal cara terbentuknya bermacam-macam
endapan mineral maka pencariannya dapat lebih terarah.
Mineral-mineral pembentuk batuan jumlahnya juga sangat sedikit, dari lebih 1600
jenis mineral yang dikenal, hanya kira-kira 50 jenis saja yang termasuk jenis mineral
pembentuk batuan dan dari 50 jenis mineral pembentuk batuan tersebut, hanya 29 jenis
saja yang termasuk umum dijumpai.
Tabel 1.1. Persentase mineral pembentuk batuan yang umum dijumpai pada kerak bumi(Bateman, 1950).
Mineral Litosfera Batuan Beku Batuan Sedimen• Feldspar• Kwarsa• Piroksin, Amfibol, Olivin•Mika•Magnetit• Titanit, ilmenit• Lain-lain• Kaolin• Dolomit• Khlorit• Kalsit• Limonit
4921158313-----
502117831------
1635-
15--399544Jumlah 100 100 100
Mineral-mineral yang termasuk mineral ekonomi, kira-kira hanya sekitar 200
jenis dan dalam jumlah presentase yang tidak sebanyak jenis mineral pembentuk
batuan.
Batuan adalah bahan yang terjadi dengan sendirinya di alam dan merupakan
agregasi atau kumpulan dari satu atau lebih mineral.
Mineral adalah bahan anorganis yang terjadi dengan sendirinya di alam dan
merupakan unsur pembentuk batuan. Mineral dapat terdiri dari satu jenis unsur kimia
saja , misalnya mineral karbon yang hanya terdiri dari unsur C, atau lebih dari satu
unsur, seperti pada mineral halit yang terdiri dari Na dan Cl, atau mineral silika yang
terdiri dari SiO2.
B. KLASIFIKASI BAHAN GALIANLingdren (1911) mengemukakan suatu klasifikasi yang didasarkan pada genetic
suatu deposit bijih. Dengan berfokus pada penelitian kumpulan mineral yang dilakukan
baik di lapangan maupun di laboratorium, Lingdren berusaha meneliti kondisi Tekanan
(P) dan Temperatur (T) pembentukan masing-masing mineral.
Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa kebanyakan deposit mineral terbentuk
dari:
1. Proses fisika-kimia dalam intrusi dan ekstrusi batuan beku, larutan atau dalam gas,
yang terkumpul dalam jumlah besar, dan,
2. Proses konsentrasi secara mekanik.
Klasifikasi Bahan Galian (Lingdren, 1911):I. Deposit dari Proses Mekanik
II. Deposit dari Proses Kimia Temperatur TekananA. Pada permukaan Air
1. Oleh Reaksi2. Evaporasi
B. Pada tubuh batuan1. Konsentrasi subtansi yang terkandung dalam
batuana. oleh pelapukanb. oleh airtanahc. oleh metamorfisme
2. Konsentrasi dari subtansi luara. Tanpa aktifitas magmab. Berhubungan dengan aktivitas magma
(i) Berkaitan dengan air- Deposit Epitermal- Deposit Mesotermal- Deposit Hipotermal
(ii) Emanasi magma langsung- Deposit Pirometasomatik- Sublimasi
C. Konsentrasi dalam magma oleh difrensiasi1. Deposit Magmatik2. Pegmatites
0 – 70
0 – 1000 – 1000 – 400
0 – 100
50 – 200200 – 500500 – 600
500 – 800100 – 600
700 – 1500±575
Menengah – Tinggi
MenengahMenengah
Tinggi
Menengah
MenengahTinggi
Sangat Tinggi
Sangat TinggiRendah – Menengah
Sangat TinggiSangat tinggi
Karena dasar utama klasifikasi tersebut adalah T dan P pembentukan deposit yang
kadang hanya didasarkan pada pengamatan di laboratorium, beberapa deposit belum
dapat dimasukkan kedalam klasifikasi diatas dan harus dipisahkan dengan istilah lain
seperti deposits of native copper dan deposits resulting from oxidation and supergen
sulfide enrichment, serta regionally metamorphosed sulfide deposits.
Kesulitan lain dalam penempatan deposit tertentu dalam klasifikasi Lingdren adalah
seperti deposit yang terdapat di Cerro de Pesco Peru, dimana secara mineralogi deposit
tersebut termasuk deposit mesotermal, tapi menurut Craton dan Bowditch mineral-
mineral tersebut ternyata terbentuk pada kedalaman yang relatif dangkal dengan
kondisi pada tekanan rendah. Dengan demikian deposit tersebut bisa juga dimasukkan
kedalam deposit epitermal. Untuk itu, faktor-faktor pengontrol terbentuknya suatu deposit
bahan galian (selain temperatur dan tekanan) harus juga mendapat perhatian seperti
faktor struktur geologi, pengaruh fisika dan kimia batuan samping, ratio relatif dari
konsentrasi ion-ion yang berbeda dalam larutan asal, dan kompleksitas kimiawi.
Niggli (1925) memperkenalkan suatu klasifikasi yang didasarkan pada pemisahan
proses magmatik menjadi plutonik dan vulkanik, yang terdiri atas :
I. Plutonik:1. Hidrotermal2. Pegmatitik-Pneumatolitik3. Orto-magmatik
II. Vulkanik:1. Exhalative to hydrothermal2. Pneumatolitik3. Ortomagmatik
Schnederhohn (1932) mengembangkan klasifikasi genetic sebagai berikut:A. Magmatic Rocks and Ore Deposition
a. Intrusive MagmaticI. Intrusive Rocks and Liquid Magmatic Deposits
I-II. Liquid Magmatic – PneumatolyticII. Pneumatolytic;
1. Pegmatite Veins,2. Pneumatolytic Veins and Impregnations,3. Contact Pneumatolytic
II-III. Pneumatolytic – HydrothermalIII. Hydrothermal
c. Extrusive MagmaticI. Extrusive – Hydrothermal
II. ExhalationB. Sedimentary Deposits :
1. Weathered Zone (Oxidation & Enrichment);2. Placers;3. Residual;4. Biochemical-inorganic;5. Salts;6. Fuels;7. Descending groundwater deposits.
C. Metamorphic Deposits1. Thermal Contact Metamorphism2. Metamorphism Rocks3. Metamorphosed Ore Deposits4. Rarely formed metamorphic deposits
Mead L. Jensen dan Alan M. Bateman (1981) mengembangkan klasifikasi sebagaiberikut:
TEORI PROSES TIPE DEPOSITTerbentuk oleh proses internalKristalisasi MagmatikMagmatic crystallization
Segregasi MagmatikMagmatic segregation
HidrotermalHydrothermal
Sekresi LateralLateral secretion
Proses MetamorfikMetamorphic Processes
Presipitasi mineral bijih sebagai unsurutama atau unsur minor batuan bekudalam bentuk disseminated grainsatau segregations.
Pemisahan mineral bijih olehkristalisasi fraksinasi dan prosesyang berhubungan selama difrensiasimagma
Liquation, Pemisahan liquid (liquidimmiscibility), pemisahan sulfida darimagma, larutan sulfida-oksida atauoksida yang terakumulasidi bawahsilikat atau diinjeksikan ke batuansamping atau pada sejumlah kasusdierupsikan ke permukaan.
Pengendapan dari hot aquaeoussolution, yang bisa berasal darimagmatik, metamorfik, permukaanatau sumber lainnya.
Difusi material pembentuk bijih ataugangue dari batuan samping kedalampatahan atau struktur lainnya.
Metamorfisme kontak atau regionalyang menghasilkan deposit mineralindustri
Deposit pirometasomatik (skarn)terbentuk oleh proses replasemenbatuan samping disekitar intrusi.
Konsentrasi awal atau further elemenbijih oleh proses metamorfisme,seperti granitisasi, proses alterasi, dll
Mineral REE di Carbonatites,Semua deposit granit, basal,
dunit, nefelin-senit.
Layer kromit di Great DykeZimbabwe dan BushveldCo, plex, RSA
Tubuh bijih tembaga-nikelSudbury, Canada; Pechenga,USSR dan Yilgam Block,Western Australia
Deposit Titanium AllardLake, Quebec, Canada.
Vein dan stockworktimahtungsten- tembagaCornwall, UK
Deposit tembaga porfiriPanguna, PNG dan Bingham,USA
Deposit tembagaYellowknife, Canada.
Deposit emas Mother Lode,USA.
Deposit Andalusit, Transvaal,RSA
Deposit Garnet, NY, USA.
Deposit tembaga Mackay,USA danCraigmont, Canada.Deposit talk, Luzenac, France
Beberapa vein emas dandeposit disseminated nikel dalamtubuh ultramafik.
TEORI PROSES TIPE DEPOSITTerbentuk oleh proses eksternalAkumulasi Mekanik
Presipitasi SedimenterSedimentary precipitates
Proses Residual
Pengayaan sekunder atausupergenSecondary or supergeneEnrichment
Volcanic exhalatif( = Sedimentaryexhalatif)
Konsentrasi gravitasi, mineralresisten ke dalam endapan placer.
Presipitasi particular elements dalamsuitable sedimentary environment,dengan atau tanpa intervensiorganisme biologis.
Pencucian (leaching) elemen yangmudah larut dari batuan danmeninggalkan elemen yang tidaklarut sebagai material sisa.
Pencucian (leaching) elemenberharga dari bagian atas suatudeposit mineral dan kemudiandipresipitasikanpada kedalaman untukmembentuk konsentrasi yang tinggi.
Exhalations larutan hidrotermal dipermukaan, biasanya di bawah lautdan umumnya menghasilkan tubuhbijih stratiform.
Timah placer MalaysiaEmas placer Yukon, Canada.Deposit kaolin Georgia, USA
Banded iron formations of thePrecambrian shields.
Deposit mangan Chiaturi,USSR
Deposit evaporit Zechstein,Eropa.
Deposit Posfat Florida, USA.
Nikel laterit New Caledonia,Bauksit Hungaria, Prancis,
Jamaika dan Arkansas, USA.
Beberapa bonanza emas danperak
Bagian atas sejumlahdeposit tembaga porfiri
Deposit logam dasarMeggan, Jerman;
Deposit Kuroko, Jepang;Black Smoker deposits ofmodern oceans
Merkuri Almaden, SpanyolDeposit solfatara (kaolin +
alunit), Sisilia.
C. FLUIDA PEMBAWA BIJIHBagaimana suatu deposit bijih bisa terbentuk?
Pembentukan deposit mineral/bijih adalah suatu proses yang sangat kompleks.
Setiap jenis mineral/bijih (ore) dan mineral gangue, memiliki tipe deposit sendiri yang
berbeda dengan tipe deposit lainnya, baik proses pembentukannya, mineralogy, tekstur,
kandungan, bentuk, ukuran, dan lain-lain. Ada banyak hal yang saling menpengaruhi
dalam pembentukan suatu deposit mineral/bijih. Salah satu faktor yang paling dominan
dalam pembentukan deposit suatu mineral adalah fluida pembawa bijih.
Fluida pembawa bijih terdiri atas:
(1) fluida magmatik,
(2) fluida hidrotermal,
(3) air meteoric,
(4) air laut,
(5) air konat, dan
(6) fluida metamorfik.
Temperatur dan tekanan juga memegang peranan yang sangat penting, tapi
sebagian proses bekerja pada temperatur dan tekanan permukaan. Faktor lain yang
cukup berperan adalah gas, porositas dan permeabilitas batuan, atmosfer, organisme
dan batuan samping.
1. MAGMA
Magma adalah larutan pijar (a high temperature molten) yang bersifat mobil
dan terbentuk secara alamiah pada mantel bumi bagian atas atau pada kerak bumi.
Temperatur magma sangat tinggi, berkisar antara 625oC (magma felsik) hingga
>1200oC (magma mafik). Umumnya, komposisi magma tidak homogen; sebagian
kaya akan unsur-unsur ferromagnesian, sebagian lainnya banyak mengandung silika,
sodium atau potassium, volatile, xenolith reaktif, atau substansi-substansi lainnya.
Komposisi magma juga terus berubah karena adanya reaksi kimia selama proses
asimilasi dan difrensiasi dalam magma berlangsung. Disamping itu, magma bersifat
tidak static dan bukan merupakan suatu system yang tertutup. Magma terus menuju
suatu kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya.
Asimilasi magma adalah proses larutnya batuan samping ke dalam magma
akibat pergerakan magma. Pergerakan magma sendiri terjadi akibat adanya:
1. Tekanan gravitasi batuan sekitarnya terhadap dapur magma
2. Tekanan lateral karena gerakan tektonik
3. Perubahan volume pada waktu magma mengkristal dimana gas-gas keluar
4. Stoping (batuan samping yang jatuh ke dalam magma akibat pergerakan/
desakan magma ke batuan samping).
Difrensiasi magma adalah proses yang menyebabkan magma terpisah menjadi
dua bagian atau lebih yang berbeda komposisi. Difrensiasi meliputi:
1. Liquid Immiscibility; pembentukan dua liquid yang tidak bercampur dalam suatu
tempat (seperti minyak dan air).
2. Kristalisasi Fraksional; pemisahan kristal yang terbentuk lebih dulu dari larutan
karena gaya gravity settling, mekanika filter pressing, atau pengaruh arus
konveksi dalam dapur magma.
3. Transport material dalam larutan (magma) oleh pemisahan gas dari magma terletak
pada bagian atas dapur magma.
4. Difusi thermal; gradient temperatur menyebabkan perbedaan mineral yang
terbentuk.
Pada proses pendinginan magma, kristalisasi dan pemisahan ke dalam fraksi-
fraksi terjadi karena proses kristalisasi fraksinasi atau difrensiasi. Elemen logam
(dalam hal ini) dapat terkonsentrasi oleh suatu mekanisme pembentukan batuan
dalam berbagai bentuk (yang akan dibahas kemudian).
Selama difrensiasi berlangsung, bagian magma yang bersifat lebih mafik kaya
akan kromium, nikel, platinum dan terkadang fosforous dan elemen-elemen lainnya.
Sebaliknya, konsentrasi tin, zirconium, thorium dan berbagai elemen lain
ditemukan dalam unit silicic (felsik).• Kumpulan mineral penyusun batuan beku (logam dan non-logam) dari kristalisasi
magma merepresentasikan sifat-sifat magma asal mineral-mineral tersebut.• Didalam dapur magma, terjadi beberapa proses yang saling terkait dan
berkesinambungan (tergantung sifat magma asalnya).
2. FLUIDA HIDROTERMALSisa magma semakin banyak mengandung air magmatik (juvenil). Air
magmatiktersebut mengandung volatile dan larutan mineral yang memiliki titik beku
yang cukup rendah dan merupakan ―mother liquorsǁ dari larutan hidrotermal. Bowen
dan ahli geologi lainnya menyatakan bahwa larutan hidrotermal adalah residu dari
injeksi pegmatite setelah unsur-unsur pegmatite mengkristal.
Kandungan volatile dan larutan mineral yang memiliki titik beku yang cukup
rendah tersebut dikenal dengan istilah mineralizers. Mineralizers ini mengandung (1)
elemen bersifat mobil dalam jumlah cukup banyak dalam batuan, (2) elemen seperti
tembaga, lead, zinc, perak, emas dan lain-lain; LIL (large-ion lithophile), (3) elemen
seperti Li, Be, B, Rb, dan Cs; dan (4) dalam jumlah cukup banyak berupa alkali, alkali
earth, dan volatile khususnya Na, K, Ca, Cl, dan CO2. Kesemuanya itu memegang
peranan penting dalam transportasi metal pada proses hidrotermal.
Kandungan air magmatik menyebabkan turunnya viskositas magma, titik beku
mineral semakin rendah dan memungkinkan pembentukan mineral yang tidak bisa
terbentuk pada ―dry meltǁ. White (1967) menyatakan bahwa komposisi air magmatik
bisa dideterminasi dari (1) tipe magma dan sejarah kristalisasi, (2) hubungan
temperatur dan tekanan selama dan setelah pemisahan dari magma, (3) jenis air lain
yang kemungkinan bercampur dengan air magma pada saat bergerak, dan (4) reaksi
dengan batuan samping.
Air adalah komponen bersifat mobil paling penting dalam magma, jumlahnya
yang terus bertambah seiring dengan proses difrensiasi memegang peranan penting
dalam transportasi komponen bijih. Jumlah air dalam magma berkisar antara 1 – 15 %
yang merupakan fungsi dari berbagai parameter seperti – kandungan air dalam
magma awal, banyaknya air yang masuk dari batuan samping, tingkat porositas-
permeabiliatas batuan samping, tekanan magma dan tekanan dinding dapur
magma, dan temperatur.
Gambar 1.2. Kandungan dan sirkulasi air dalam dapur magma (magma chamber)
Pemahaman sifat fluida (hidrotermal) sangat penting untuk menjelaskan potensi
kimia dan bagaimana fluida tersebut dapat bergerak disepanjang zona-zona lemah
seperti patahan, kekar, pori-pori batuan dan lain-lain. Disamping sifat air magmatik
diatas, maka hal-hal lain yang mempengaruhi pembentukan deposit bijih adalah
kandungan volatile, densitas fluida, salinitas dan kandungan senyawa-senyawa
kompleks dalam fluida tersebut.
Kandungan volatile, meskipun jumlahnya kecil, sangat berperan dalam
mengurangi viskositas larutan, menurunkan titik melting, mengumpulkan dan
media transportasi logam, dan juga berperan penting dalam pembentukan deposit
mineral.
Densitas fluida hidrotermal mempengaruhi viskositas, dinamika aliran (flow
dynamics) dan mengontrol kelarutan komponen bijih (Helgeson, 1964).
Salinitas berhubungan langsung dengan konsentrasi logam pada temperatur
tinggi, dimana semakin tinggi salinitas fluida semakin besar konsentrasi logam
berat dalam larutan (Ellis, 1970).
Senyawa kompleks yang paling penting dalam fluida adalah kompleks klorida
karena perannya dalam transportasi dan pembentukan deposit bijih. Kompleks ini
dapat membentuk bijih dengan berbagai unsur seperti Cu+2, Zn+2, Pb+2, Ag, Hg+2.
3. AIR METEORIK
Air yang berasal dari atmosfir (hujan, salju) disebut air meteorik. Air tersebut
mengalami perkolasi ke bawah dan bereaksi dengan lithosfer dalam proses supergen.
Dalam proses tersebut, air meteoric melarutkan oksigen, nitrogen, karbondioksida,
dan gas-gas lain serta berbagai elemen kerak bumi lainnya - sodium, calcium,
magnesium, sulfat dan karbonat – yang sangat penting untuk mengikat dan
membentuk deposit bijih.
4. AIR LAUTKarakteristik air laut sebagai fluida pembentuk bijih adalah dalam konteks
evaporit, fosforit, submarine exhalites, nodul mangan, dan endapan kerak samudera.
Air laut diasumsikan dapat (1) berperan pasif sebagai medium dispersi untuk pelarutan
ion, molekul, dan partikel suspensi, dan (2) berperan aktif dalam melarutkan ion dalam
batuan di lantai dasar samudera (table 15.1).
5. AIR KONATAir yang terperangkap dalam batuan sedimen bersamaan dengan
pengendapanmaterial sedimen disebut air konat. Air konat sangat banyak diteliti
dalam hubungannya dengan eksplorasi dan produksi lapangan minyak. Disamping itu
air konat sangat banyak mengandung sodium dan klorida, dan juga mengandung
calcium, magnesium, dan bikarbonat, dan kadang strontium, barium, dan nitrogen
(White, 1968). Pada kondisi aktif, air konat memiliki daya pelarutan yang sangat tinggi
terhadap unsur-unsur logam.
6. FLUIDA METAMORFIKAir konat dan air meteoric yang berada di dalam bumi karena pengaruh panas
dan tekanan (oleh pengaruh intrusi magma atau metamorfisme regional) menjadi
sangat reaktif (Shand, 1943). Perubahan inilah yang kemudian menjadi air metamorfik
yang diyakini sangat aktif sebagai pembawa bijih.
BAB II
KONSENTRASI MAGMATIK
Deposit magmatik dihasilkan dari kristalisasi langsung, atau konsentrasi oleh
proses difrensiasi di dalam dapur magma. Beberapa bijih terbentuk karena adanya
efek fisika seperti gravitasi; misalnya pembentukan kristal kromit yang terendapkan
pada lantai dapur magma, dan sebagian lainnya terbentuk karena perubahan kimia,
seperti perubahan pH yang dihasilkan dari reaksi antara fluida pembawa bijih
dengan batuan induk (host rock). Turunnya temperatur dan tekanan, atau perubahan
velocity media transport, atau pemisahan larutan, juga dapat menyebabkan reaksi
kimia yang menghasilkan pengendapan bijih.
Secara umum dalam pembentukan deposit mineralnya, magma asal yang
terbentuk pada awalnya masih bersifat mafik, terutama yang terbentuk di sepanjang
zona subduksi (dibawah kerak kontinen atau pada kerak samudera). Magma mafik
ini sebagian besar mengandung komponen silikat dan dalam jumlah terbatas
komponen oksida dan sulfida (gambar 2.1). Pada kondisi ini elemen metal dapat
terkonsentrasi dalam berbagai bentuk oleh mekanisme pembentukan batuan berupa
kristalisasi, fraksinasi, dan difrensiasi magma (gambar 2.2).
Kristalisasi magma mafik menghasilkan kromit, nikel, platinum dan lain-lain.
Kristalisasi magma selanjutnya, magma sisa (rest magma) semakin
bersifat felsik dan semakin banyak mengandung komponen sulfida dan oksida.
Proses difrensiasi magma pada tahapan ini memegang peranan penting dalam
membentuk deposit-deposit mineral berharga.
Kristalisasi magma felsik menghasilkan tin, zirconium, thorium dan elemen
lainnya.
Sebagian magma sisa kemudian menerobos batuan samping yang
dikenal sebagai peristiwa injeksi magmatik. Komponen berharga dari proses ini
disebut deposit injeksi magmatik.
Secara berangsur, kadar air dan konsentrasi volatile di dalam magma sisa
(rest magma) bertambah banyak. Disamping itu, banyak juga terkandung CO2,
boron, fluorine, chlorine, sulfur, phosphorus, dan elemen-elemen lainnya.
Kesemua komponen tersebut membantu mengurangi viskositas magma dan
menurunkan titik beku mineral. Magma sisa pada kondisi ini memasuki tahapan
aqueo-igneous – yaitu suatu peralihan antara fase igneous menjadi fase
hidrotermal – yang disebut tahap pegmatitik.
Jika kandungan gas dalam magma - yang terdiri atas unsur air (±90%);
CO2, H2S, dan S melimpah; dan CO, HCL, HF, H2, N, Cl, F, B dan lain-lain -
semakin besar, proses magmatik akan memasuki proses pneumatolitik yaitu
proses yang disebabkan oleh lepasnya gas dari dalam magma. Gas-gas
tersebut merupakan agen yang baik untuk memisahkan dan mengangkut
material berharga dari magma. Proses pneumatolitik adalah proses yang
sangat penting dalam membentuk metasomatisme kontak (Daubree, 1841).
Gambar 2.1.Skema sekuen proses magmatik awal yang mengawali pembentukan ore magma danpenempatannya. Gambar ini menunjukkan proses difrensiasi yang semakin ke kanansemakin asam (digambar ulang dari A.J. Naldrett dalam Gulibert & Park, 1981).
Guilbert & Park, 1981, menyatakan bahwa pengendapan bijih magmatik dapat
terjadi melalui lima cara, yaitu:
1. Sedimentasi Magmatik (magmatic sedimentation) atau pengendapan dan
akumulasi mineral yang telah mengkristal (crystal settling).
2. Kristalisasi langsung pada dinding atau lantai dapur magma.
3. Pemisahan liquid magmatik dan pemadatannya.
4. Konsolidasi batuan beku yang mengandung asesori mineral ekonomik.
5. Kristalisasi magma secara keseluruhan.
Pengendapan terjadi karena pada saat terjadi konveksi, terjadi penurunan
temperatur magma yang memungkinkan mineral-mineral tertentu mulai terbentuk
terutama pada puncak dapur magma. Kristal mineral-mineral tersebut memiliki variasi
berat jenis, ukuran butir, dan bentuk kristal. Variasi ini menyebabkan kristal-kristal
tersebut bergerak kebagian bawah dapur magma karena gaya gravitasi dan didukung
oleh viskositas magma asal yang masih rendah. Akumulasi mineral tertentu dapat
terjadi karena hanya larutan bersifat mafik yang memiliki viskositas rendah yang dapat
terbentuk melalui proses ini.•Olivine membentuk dunit,•Olivine dan ortopiroksin membentuk peridotit (90% atau lebih olivine),•Olivine dan piroksin membentuk pyroxenite (90% atau lebih enstatite).
Gambar 2.2 Modifikasi Bowen’s reaction series (Guilbert & Park, 1981)
Jensen & Bateman, 1981, membagi deposit bijih dari konsentrasi magmatik ke
dalam dua tipe, yaitu :
1. Magmatik Awal (Early Magmatic)
a. Dissemination
b. Segregation
c. Injection
2. Magmatik Akhir (Late Magmatic)
a. Residual liquid segregation
b. Residual liquid injection
- Residual liquid Pegmatitic Injection
c. Immiscible liquid segregation
d. Immiscible liquid injection
1. Magmatik Awal (Early Magmatic).
Deposit magmatik awal dihasilkan dari pembekuan magma langsung yang disebut
orthotectic dan orthomagmatic. Deposit ini terbentuk oleh (1) kristalisasi langsung
tanpa konsentrasi, (2) segregasi kristal yang terbentuk lebih dahulu, dan (3) injeksi
material padat ke tempat lain oleh difrensiasi. Mineral bijih mengkristal lebih dulu
dibanding batuan silikat dan sebagian kemudian terpisah karena difrensiasi kristalisasi.
a. Diseminasi (Dissemination)
Proses kristalisasi magma untuk pertama kali, terjadi relatif pada kedalaman
besar, menghasilkan batuan beku granular. Kristal mineral (termasuk mineral bijih
dalam bentuk fenokris) yang terbentuk dalam proses ini tidak terkonsentrasi, tapi
tersebar merata (disseminated) di dalam tubuh batuan beku intrusive, bisa berbentuk
dike, pipa atau massa berbentuk stok. Ukuran depositnya sangat besar
dibandingkan jenis deposit lainnya. Contoh deposit adalah pipa intan Afrika Selatan
yang tersebar merata dalam batuan kimberlite dan korundum yang tersebar dalam
nephelin syenite di Ontario.
b. Segregasi (Segregation)
Segregasi magmatik awal adalah konsentrasi pertama pertama yang
menghasilkan unsur-unsur berharga dari magma, terbentuk karena difrensiasi
kristalisasi akibat gaya gravitasi. Karena kristalisasi tersebut, sebagian material
menjadi lebih berat dari larutan sehingga material tersebut terendapkan dan
terakumulasi pada bagian bawah dapur magma. Bentuk deposit mineral jenis ini
biasanya lenticular dan berukuran kecil. Kadang juga ditemukan dalam bentuk layer
dalam batuan induk. Contoh depositnya adalah deposit kromit Bushveld Igneous
Complex (BIC) di Afrika Selatan.
c. Injeksi (Injections)
Beberapa deposit bijih magmatik terbentuk dalam grup ini. Mineral bijih
kemungkinan terbentuk karena difrensiasi kristalisasi, lebih dulu atau bersamaan
dengan dengan mineral batuan silikat yang berasosiasi dengan mineral bijih tersebut.
Mineral-mineral yang terbentuk tidak terakumulasi pada tempatnya terendap, tapi di-
injeksi-kan dan terkonsentrasi pada batuan samping. Contoh deposit seperti ini adalah
diketitanoferous magnetit di Cumberland, dan pipa platinum di Afrika selatan.
2. Magmatik Akhir (Late magmatic).
Deposit magmatik akhir terdiri atas deposit mineral bijih yang mengkristal dari
magma residual setelah pembentukan batuan silikat sebagai bagian akhir dari proses
magmatik. Gejala yang sering diperlihatkan berupa pembentukan mineral-mineral
kemudian yang memotong endapan magmatik awal, dicirikan oleh adanya reaction rim
pada sekeliling mineral yang telah terbentuk. Deposit yang terbentuk berasal dari proses
difrensiasi kristalisasi, akumulasi gravitatif dari heavy residual liquid, dan pemisahan
liqud sulfide droplets (yang disebut liquid immiscibility), dan berbagai bentuk difrensiasi
lainnya.
Perbedaan nyata antara proses magmatik awal dan akhir adalah deposit magmatik
awal terbentuk pada tempat dimana tubuh intrusi batuan beku (magma) terbentuk dan
setelah akumulasi mineral bijih membeku, tidak ada lagi perpindahan tempat. Sedang
pada deposit magmatik akhir, kadang-kadang akumulasi tersebut masih berpindah dan
diendapkan pada batuan samping.
a. Gravitative Liquid Accumulation
Residual Liquid Segregation
Pemisahan yang terjadi di dalam dapur magma oleh proses difrensiasi
kristalisasi sudah terjadi mulai dari tahap awal sampai konsolidasi akhir. Karena
mineral-mineral mafik mengkristal lebih dulu, maka magma residu yang lebih bersifat
felsik menjadi sangat kaya akan silika, alkali, dan air. Kristal yang terbentuk pertama
cenderung akan bergerak ke dasar dapur magma karena berat jenisnya lebih besar
dari liquid residu-nya. Deposit mineral pada tipe ini terbentuk karena adanya proses
difrensiasi kristalisasi dan akumulasi magma residual. Contoh endapannya adalah
deposit Titanomagnetik di Bushveld.
Residual Liquid Injection
Liquid residual yang banyak mengandung logam yang terakumulasi di dalam
dapur magma, sebelum terkonsolidasi, bisa mengalami pergerakan dan diinjeksikan
ke tempat lain yang tekanannya lebih rendah (karena adanya tekanan dari batuan
induk atau tekanan dari dalam magmanya sendiri) membentuk mineral-mineral
berikutnya secara terkonsentrasi (Residual Liqud Injection).
b. Residual Liquid Pegmatitic Injection
Pembentukan pegmatitik dihasilkan dari injeksi fluida magmatik yang
mengandung bahan-bahan mineral pembentuk batuan yang masih tersisa, air,
karbondioksida, konsentrasi rare elements, mineralizers, dan logam. Beberapa
deposit pegmatite memiliki deposit mineral berharga dan layak untuk dieksploitasi.
Tubuh pegmatitik biasanya berupa intrusi dike atau intrusi irregular.
Pegmatit yang memiliki nilai ekonomi umumnya berasosiasi dengan batuan
beku felsik seperti granit dan diorit. Deposit pegmatite dicirikan oleh dominasi kuarsa,
feldspar, dan mika; mineral tersebut membentuk zonasi dari dinding (wall) ke inti
(core) injeksi.
Feldspar dan mika dominan pada bagian dinding hingga intermediet, kuarsa
dominan pada bagian inti. Kristal-kristal besar pada zona inti dihasilkan dari fluiditas
magma yang sangat tinggi (viskositas rendah) memungkinkan ion-ion dapat
bergerak lebih cepat untuk membentuk muka kristal. Deposit logam yang cukup
penting adalah tantalium, niobium, tin, tungsten, molybdenum, dan uranium.
Disamping itu, terdapat pula deposit mineral industri seperti feldspar, mika, kuarsa,
korondum, kriolit, gemstone, rare earth, dan mineral-mineral yang mengandung
beryllium, lithium, cesium, dan rubidium.
c. Immiscible LiquidImmiscible Liquid Segregation
Pada tahap ini, terjadi penetrasi larutan magma yang tersisa dan kemudian
membentuk mineral-mineral berikutnya secara terkonsentrasi (Immiscible Liquid
Separation & Acumulation). Skinner & Peck menemukan suatu larutan immiscible
sulfide melt pada tahap akhir pendinginan lava Hawai yang jenuh akan sulfide sulfur
pada temperatur 1065oC. Sulfide-rich phases terdiri atas dua – yang pertama
immiscible sulfide-rich liquid dan yang kedua adalah copper-rich pyrrhotite solid
solution. Sulfide-rich liquid terdiri atas kombinasi pyrrhotite, chalcopyrite, dan
magnetite. Larutan tersebut mengandung oksigen yang cukup banyak, yang
menurunkan permukaan sulfide liquidus. Skinner & Peck menyimpulkan bahwa
pada fase pertama yang mengkristal adalah copper-nickel-rich pyrrhotite solid
solution. Jadi fase pertama kristalisasi immiscible sulfide liquid dapat
mengkonsentrasikan copper dan nickel yang dapat menghasilkan suatu ore bodies
yang komersial.
Vogt dalam Jensen & Bateman, 1981, melihat bahwa iron-nickel-copper
sulfides larut sekitar 6 atau 7 persen dalam magma mafik dan selama pendinginan
larutan tersebut memisahkan diri sebagai immiscible sulfide drops, yang kemudian
terakumulasi pada dasar dapur magma dan membentuk liquid sulfide segregation.
Dalam hal ini segregasi tersebut akan menyerupai akumulasi molten copper
(matte) yang terkumpul pada bagian bawah tungku peleburan.
Sulfida-sulfida akan tetap dalam bentuk liquid hingga semua silikat mengkristal;
karenanya sulfida-sulfida tersebut melakukan penetrasi dan merusak silikat yang
terbentuk lebih dulu dan kemudian mengkristal disekitarnya. Jadi sulfida adalah
mineral pyrogenic yang mengkristal paling akhir, dan karena sulfida-sulfida tersebut
melakukan penetrasi dan merusak silikat yang terbentuk sebelumnya, kadan mereka
dinterpretasikan sebagai hidrotermal.
Immiscible Liquid Injection
Jika fraksi yang kaya akan sulfida telah terakumulasi (seperti dijelaskan
diatas) dan kemudian mengalami gangguan sebelum terkonsolidasi, fraksi tersebut
akan mendesak ke dinding dapur magma membentuk celah atau membentuk daerah
breksiasi pada batuan samping dan akhirnya terkonsolidasi membentuk immiscible
liquid injection.
Setelah proses-proses di atas terjadi (Early Magmatic Process dan Late
Magmatic Process) jika magma asalnya banyak mengandung unsur volatile,
maka unsureunsur volatile tersebut bersama larutan sisa, disebut larutan magma
sisa (rest magma) akan membentuk jebakan transisi ke pegmatitit-pneumatolitis.
Apabila pembentukan deposit pegmatitit-pneumatolitis sudah berakhir,
maka larutan sisa magmanya akan sangat encer, karena tekanan gasnya sudah
menurun dengan cepat. Larutan terakhir ini akan membentuk jebakan
hidrotermal.
BAB III
METASOMATISME KONTAK
Umumnya magma tidak sempat mencapai permukaan bumi, tapi terkonsolidasi di
dalam kerak bumi. selama proses konsolidasi tersebut (1) emanasi fluida bertemperatur
tinggi (selama atau sesaat setelah konsolidasi magma) menghasilkan efek pada invaded
rock, dan (2) kristalisasi cenderung menyebabkan konsentrasi volatil dalam residual liquid
bertambah, sehingga pada akhir konsolidasi terdapat volatil dalam jumlah besar yang akan
bereaksi dengan batuan samping.
Efek emanasi magma pada batuan samping terdiri atas dua tipe, yaitu (1) efek panas
tanpa aksesi dari magma yang menghasilkan metamorfisme kontak, dan (2) efek panas
yang disertai aksesi dari dapur magma yang menghasilkan metasomatisme kontak.
Kedua tipe tersebut agak sulit dibedakan, dalam kaitannya dengan deposit mineral
metamorfisme kontak jarang menghasilkan deposit mineral yang cukup eonomis dan
sebaliknya metasomatisme kontak sering menghasilkan deposit mineral yang ekonomik.
Metamorfisme kontak memperlihatkan sifat-sifat yang dipengaruhi oleh (1) endogene
atau efek internal pada daerah diluar margin tubuh intrusif dan (2) exogene atau efek
eksternal pada batuan yang kontak dengan intrusi magma.
A. Efek endogene berupa perubahan tekstur dan mineral pada border zone; mineral
pegmatit seperti tourmalin, beryl, atau garnet bisa ditemukan.
B. Efek exogene terdiri atas baking atau pengerasan pada batuan samping dan secara
umum menyebabkan transformasi. Mineral lama diurai, dan ion-ionnya mengalami
rekombinasi untuk membentuk mineral stabil pada kondisi tersebut. Sebagai contoh,
mineral AB dan CD bisa ter-rekombinasi menjadi AC dan BD. Dalam impure limestone
yang mengandung Calcium Carbonat, magnesium, iron, kuarsa dan lempung dapat
terjadi alterasi seperti:⇒ Calcium oksida + kuarsa → wollastonite⇒ dolomit + kuarsa + air → termolite⇒ dolomit + kuarsa + air + iron → actinolite⇒ kalsit + lempung + kuarsa → grossularite garnet
Dalam semua alterasi tersebut komposisi kimia batuan hampir tidak ada perubahan.
Alterasi semakin kuat pada daerah yang dekat dengan tubuh intrusi dan menghasilkan
suatu metamorphic aureule disekitar intrusi dalam berbagai bentuk dan ukuran tergantung
pada bentuk dan ukuran intrusi.
Metasomatisme kontak berbeda dengan metamorfisme kontak dalam hal banyaknya
accessions dari magma yang terlibat dalam reaksi. Dalam reaksi metasomatik dengan
batuan kontak, mineral baru yang terbentuk dibawah kondisi temperatur dan tekanan yang
tinggi bisa terdiri atas sebagian atau seluruhnya berasal dari magma. Mineraloginya pun
lebih bervariasi dan kompleks dibanding metamorfisme kontak, sedang depositnya terbentuk
dengan baik terutama pada batuan calcareous.
A. PROSES DAN EFEK
Emanation membawa unsur-unsur yang me-replace the intruded rock membentuk
mineral logam dan non-logam yang terdistribusi secara tidak teratur dalam contact
aureule. Tapi tidak semua intrusi magma dapat menghasilkan deposit metasomatisme
kontak berharga karena sangat terkait dengan tipe magma dan lingkungan
pembentukannya. Magma harus mengandung unsur-unsur berharga, dan batuan kontak
harus berupa batuan yang reaktif dan pada the invaded zone sebaiknya dapat dicapai
oleh sirkulasi air konat dan air meteorik.
Temperatur. Semakin jauh dari zona kontak, temperatur semakin menurun.
Penurunan tersebut (secara gradual selama pendinginan magma yang lambat)
menyebabkan terjadinya zona mineralisasi disekitar tubuh intrusif. Disamping
temperatur, zonasi tersebut juga sangat tergantung pada chemical gradient.
Kehadiran mineral wollastonite, andalusite, sillimanite, kyanite, kuarsa, dan lain-lain,
mengindikasikan bahwa metasomatisme kontak terjadi pada temperatur antara 300o-
800oC, meski bisa juga (sangat jarang) terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi.
Rekristalisasi, Rekombinasi, dan Accessions. Rekristalisasi dan rekombinasi
mineral penyusun batuan terjadi pada alteration halo. Rekristalisasi adalah indikasi
paling ringan dalam aksi kontak magma dengan invaded rock, terbentuk pada zona
alterasi terluar. Rekombinasi ion-ion terjadi dengan penambahan material dari magma.
Sebagai contoh, mineral AB dan CD te-rekombinasi menjadi AC dan BD, kemudian
menjadi ACX dan BDY, dimana X dan Y adalah Accessions dari magma.• Dolomit + kuarsa (+ temperatur tinggi) → tremolite, kemudian seiring dengan naiknya
temperatur terbentuk forsterite, diopside, periclase, wollastonite, monticellite, spurrite,
merwinite, dan larnite.• Magmatic accession terutama terdiri atas logam-logam, silika, sulfur, boron, chloride,
fluorine, potassium, magnesium, dan sejumlah sodium.
Perubahan Volume. Berbagai penelitian menunjukkan adanya ekspansi volume
dalam metasomatisme kontak. Lingdren yang meneliti deposit metasomatik di Morenici,
Arizona, menunjukkan jika CaO dalam 1cc CaCO3 dikonversi menjadi andradit garnet,
volume CaO akan berubah menjadi 1,40cc, atau terjadi ekspansi volume hampir
setengah dari volume semula.
Tahap Pembentukan. Metasomatisme kontak mulai terjadi sesaat setelah intrusi
dan berlanjut hingga setelah bagian terluar intrusif terkonsolidasi. Secara umum, tahap
pertama terjadi rekristalisasi dan rekombinasi dengan atau tanpa accessions dari
magma. Mineral yang pertama terbentuk adalah mineral-mineral silikat. Magnetit dan
hematite kadang terbentuk bersamaan atau sesudah pembentukan mineral-mineral
silikat tersebut, tapi secara umum kedua jenis mineral tersebut (silikat dan oksida)
mendahului pembentukan mineral-mineral sulfida. Berturut-turut terbentuk pyrite dan
arsenopyrite, disusul oleh pyrhotite, molybdenite, sphalerite, chalcopyrite, galena, dan
paling akhir terbentuk sulfo-salts. Pada beberapa tempat, sulfida ditemukan terbentuk
bersamaan dengan silikat, namun ini sangat jarang terjadi.
Transfer material antara fluida magmatik dengan batuan samping terutama terjadi
pada periode akhir konsolidasi magma, yaitu setelah pendinginan border atau chill zone
dan selama akumulasi magma sisa dimana mineralizer mulai terbentuk.
B. HUBUNGAN METASOMATISME KONTAK DENGAN INTRUSIPembentukan deposit metasomatisme kontak sangat tergantung pada komposisi
magma, batuan induk (host rock), dan kaitan antara ukuran dan kedalaman tubuh
intrusif. Tubuh ekstrusif juga menghasilkan efek pada batuan samping seperti baking,
pengerasan, atau efek lain pada daerah kontak, tapi sangat jarang menghasilkan deposit
mineral.
Komposisi Intrusi. Efek metamorfisme dapat terjadi pada semua jenis magma, tapi
metasomatisme kontak umumnya hanya terbentuk pada intrusi yang bersifat intermediet
hingga felsik. Jarang deposit yang dijumpai pada intrusi mafik dan hampir tidak ada
dalam intrusi ultramafik. Penyebabnya adalah karena pada material felsik lebih banyak
mengandung fluida dibanding material mafik.
Ukuran dan Bentuk Intrusi. Umumnya deposit metasomatik kontak berasosiasi
dengan tubuh intrusi yang berukuran besar seperti stocks dan batholith. Jarang
ditemukan deposit yang berasosiasi dengan intrusi yang lebih kecil seperti laccolith, sill,
ataupun dike. Disamping itu, tubuh intrusi yang membentuk kontak dengan kemiringan
landai dengan batuan samping menghasilkan zona mineralisasi yang lebih luas dibanding
kontak intrusi dengan kemiringan besar.
Kedalaman Intrusi. Kedalaman intrusi adalah faktor yang penting dalam
pembentukan deposit metasomatisme, karena deposit hanya terbentuk pada batuan
dengan massa dasar granular, yang mengindikasikan pendinginan yang relatif lambat
pada kedalaman yang besar (±1000~2100m). Tidak adanya deposit pada batuan dengan
tekstur glassy atau afanitik yang mengindikasikan pendinginan yang cepat pada
kedalaman dangkal, menunjukkan bahwa kondisi dekat permukaan tidak cocok untuk
pembentukan deposit metasomatik.
Alterasi pada Intrusi. Tubuh intrusi juga mengalami alterasi selama terjadinya
metamorfisme kontak. Epidote misalnya, adalah mineral utama dalam tubuh intrusi yang
kemungkinan dihasilkan dari absorpsi CaO dan CO2 dari the invaded rock. Mineral lain
yang terbentuk dengan cara yang sama adalah sebagian garnet, vesuvianite, chlorite,
diopside, disamping serisitisasi yang juga kadang ditemukan.
C. HUBUNGAN METASOMATISME KONTAK DENGAN THE INVADED ROCK
Karakter dan penyebaran alterasi pada the invaded rock tergantung pada
komposisi dan struktur (baik primer maupun sekunder) the invaded rock tersebut.
Komposisi The Invaded Rock. Batuan karbonat adalah batuan yang paling penting
dalam pembentukan deposit metasomatik. Pure limestone dan dolomit mudah
mengalami rekristalisasi dan rekombinasi dengan elemen-elemen dari external source.
Sedang kehadiran unsur-unsur pengotor seperti silika, alumina, dan besi dalam impure
carbonate rocks memungkinkan terbentuknya lebih banyak kombinasi mineral. Batupasir
juga mengalami rekristalisasi menjadi kuarsit dan kadang mengandung pula mineral-
mineral metasomatik. Serpih (shale) dan slate teraltersi menjadi hornfels yang
mengandung andalusite, sillimanite, staurolite, dan garnet, namun secara umum
batuan-batuan argillaceous jarang mengandung deposit metasomatisme yang bernilai
ekonomis.
Struktur The Invaded Rock. Struktur yang terdapat pada the invaded rock baik
primer maupun sekunder, seperti kemiringan bidang perlapisan dan sesar,
mempengaruhi luas dan posisi zona metasomatik kontak. Kemiringan perlapisan yang
condong kearah tubuh intrusi sangat baik untuk pembentukan zona metasomatik.
Demikian juga sesar dapat menjadi channelway untuk fluida metasomatik menyebar.
D. DEPOSIT METASOMATISME KONTAKDeposit metasomatisme kontak umumnya ukurannya relatif kecil dengan dimensi
sekitar 30 - 120m, distribusinya tidak merata di dalam contact aureule dan cenderung
terkonsentrasi pada sisi tubuh intrusi yang landai. Bentuknya umumnya irregular atau
mengikuti bidang perlapisan, kekar-kekar, atau struktur lainnya.
Mineral-mineral gang yang biasa ditemukan dalam deposit metasomatik antara lain
adalah grossularite dan andradite garnet, hedenbergite, tremolite, actinolite,
wollastonite, epidote, zoesite, vesuvianite, diopside, forsterite, anorthite, albite,
luorite, chlorite, mika dan lain-lain. Kuarsa dan mineral-mineral karbonat selalu
ditemukan. Sebagai tambahan, silikat yang mengandung mineralizers seperti tourmaline,
axinite, scapolite, ludwigite, chondrodite, dan topaz, kadang-kadang ditemukan juga.
Mineral bijih terdiri atas oksida, logam murni (native), dan sulfida, arsenides, dan
sulfosalts. Bijih oksida terdiri atas magnetite (paling banyak), ilmenite, hematite
(specularite), corondum, dan spinel. Logam murni yang paling banyak adalah graphite,
sedang emas dan platinum dijumpai dalam jumlah sedikit. Sulfida terutama terdiri atas
base-metal sulfides. Kadang juga ditemukan sulfo-arsenides dan antimonides, tellurides,
sceelit, dan wolframit.
Tabel 3.1 Tipe-tipe deposit mineral, mineral utama, dan contoh deposit yang terbentuk
oleh Metasomatisme Kontak (Bateman & Jensen, 1981)
Deposit Chief Minerals Example of DepositIron
Copper(Tembaga)
Zinc
Lead
Tin
Tungsten
Molybdenum
Graphite
Gold
Silver
Manganese
Emery
Garnet
Corondum
Magnetite and hematite
Chalcopyrite and bornite, with pyrite,pyrhotite, sphalerite, molybdenite, andiron oxides
Sphalerite with magnetite, sulfides of ironand lead
Galena, magnetite, and sulphides of iron,copper
Cassiterite, wolframit, magnetite,scheelite, pyrrhotite
Scheelite and minor sulphides, orwolframit with molybdenite and minorsulfides
Molybdenite, pyrite, garnet
Graphite and contact silicates
Gold with arsenopyrite, magnetite, andsulfides of iron and copper
Argentite, native, argentiferous galena
Manganese and iron oxides and silicates
Magnetite and corondum, with ilmeniteand spinel
Garnet and silicates
Corondum with magnetite, garnet, andother silicates
Cornwal. Pa. Mex
Some deposits of Morenci and Bisbee,Arizona
Hanover, N. Mexico
Magdalena, N. Mexico
Pitkaranta, Finland
Mill City, Nevada
Yetholm, Australia
South Australia
Cable, Mont.; Suan, Korea
Bingham district-Lark andU.S. Mines
Langban, Swedwn
Virginia, Peekskil, N.Y.;Turkey; Greece
Peekskil, N.Y.; Chester,Mass.
BAB IV
HIDROTERMALProses pembentukan bijih secara primer pertama kali terbentuk dalam dapur magma,
yang diikuti oleh proses-proses di luar dapur magma selama dan sesaat setelah proses
konsolidasi berlangsung.
Hydrothermal mineralizing solution sebagian berasosiasi dengan magma dan
sebagian lagi tidak. Istilah hidrotermal secara harfiah diartikan sebagai air panas, dan air
panas bisa saja berasal dari proses lain selain proses magmatik. Dia bisa berupa air
meteorik atau air konat atau kandungan air yang dilepaskan dari dalam batuan selama
proses metamorfisme dan membentuk larutan hidrotemal. Menurut Helgeson, larutan
hidrotermal adalah larutan yang kental, weakly dissociated, dan larutan elektrolit yang kaya
akan chloride. Dengan kandungan chloride dan hadirnya ion H+, menunjukkan bahwa bahwa
larutan hidrotemal tersebut bersifat asam. Tentu saja hal ini sangat tergantung pada derajat
disosiasi HCl menjadi ion H+ dan Cl-. Pada temperatur 100Oc atau kurang, HCl hampir
komplit mengalami disosiasi dan pH menjadi rendah.
Lingdren berdasarkan pada temperatur, tekanan dan asosiasi mineral deposit
hidrotermal, membagi deposit hidrotermal kedalam tiga kelas:
1. Hipotremal : Deposit hidrotermal yang terbentuk pada temperatur tinggi (3000– 500oC) dan
tekanan sangat tinggi didekat intrusif
2. Mesotremal : Deposit hidrotermal yang terbentuk pada temperatur intermediet (200o –
300oC), tekanan tinggi, dan terletak cukup jauh dari intrusif.
3. Epitermal : Deposit hidrotermal yang terbentuk pada temperatu rendah (50o – 200oC),
tekanan menengah, dan terletak jauh dari intrusif.
Buddington menambahkan dua kelas:
4. Teletermal : Deposit hidrotermal yang terbentuk setelah larutan bermigrasi jauh dari
intrusif dimana kemungkinan sebagian materialnya tidak berasal dari intrusif, temperatur
dan tekanan rendah.
5. Xenotermal : Deposit hidrotermal yang terbentuk oleh larutan dekat permukaan pada
kondisi temperatur awal dan tekanan awal tinggi menyebabkan terjadinya reaksi dan
pengendapan yang cepat
Dalam perjalanan melewati batuan, larutan hidrotermal secara berangsur
mengendapkan mineralnya dalam bentuk (1) pengendapan dalam berbagai jenis bukaan
(cavity filling) dalam batuan, membentuk cavity-filling deposits, atau (2) replasemen
metasomatik dalam batuan membentuk replacement deposits. Pengisian bukaan oleh
presipitasi bisa bersamaan dengan replasemen batuan samping. Namun secara umum,
terjadi gradasi antara kedua tipe deposit mineral tersebut. Replasemen dominan terbentuk
relatif dekat dari tubuh intrusif dan dibawah kondisi temperatur dan tekanan yang tinggi
menghasilkan deposit hipotermal. Pengisian bukaan terbentuk relatif jauh dari tubuh intrusif
dan dibawah kondisi temperatur dan tekanan yang rendah yang menghasilkan deposit
epitermal. Sedang pada deposit mesotermal, kedua bentuk tersebut dapat ditemukan.
A. PRINSIP DASAR PROSES HIDROTERMAL
Proses hidrotermal menghasilkan deposit mineral yang merupakan sumber
suplaiutama dari berbagai jenis mineral seperti emas, perak, tembaga, timah, antimon,
kobalt, merkuri, molybdenum, uranium, tungsten, fluorspar, barite, gems, dan lain-lain.
Beberapa hal yang menjadi syarat pembentukan deposit hidrotermal adalah:
1. Tersedia mineralizing solutions (mineralizers) yang cukup banyak untuk melarutkan
dan menjadi media transport bahan-bahan mineral,
2. Tersedianya bukaan (opening) dalam batuan sebagai saluran migrasi larutan
hidrotermal,
3. Tersedia tempat untuk pengendapan kandungan mineral,
4. Reaksi kimia yang menghasilkan deposit, dan
5. Konsentrasi larutan cukup mengandung bahan-bahan mineral deposit untuk
membentuk deposit yang baik.
Kandungan volatile dan larutan mineral yang memiliki titik beku yang cukup rendah tersebutdikenal dengan istilah mineralizers. Mineralizers ini mengandung (1) elemen bersifat mobildalam jumlah cukup banyak dalam batuan, (2) elemen seperti tembaga, lead, zinc, perak,emas dan lain-lain; LIL (large-ion lithophile), (3) elemen seperti Li, Be, B, Rb, dan Cs; dan (4)dalam jumlah cukup banyak berupa alkali, alkali earth, dan volatile khususnya Na, K, Ca, Cl,dan CO2. Kesemuanya itu memegang peranan penting dalam transportasi metal pada proseshidrotermal.
1. Pergerakan Larutan Hidrotermal Melalui Batuan
Pergerakan larutan hidrotermal dari sumber ke tempat pengendapan sangat
tergantung pada tersedianya bukaan (opening) dalam batuan, sedang pembentukan
tubuh bijih yang besar tergantung kepada banyaknya suplai material yang bisa terangkut
melalui bukaan tersebut. Dengan demikian bukaan tersebut harus saling berhubungan
antara satu dengan lainnya. Berbagai tipe bukaan dalam batuan yang dapat menjadi
saluran migrasi larutan disajikan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Tipe-tipe bukaan dalam batuanOriginal Cavities
Pore spaces
Crystal lattices
Vesicles or ―blow holesǁ
Lava drain channel
Cooling cracks
Igneous breccia cavities
Bedding Planes
Induced Channel
Fissures, with or without faulting
Shear-zone cavities
Cavities due to folding and warping
Saddle reefs
Pitches and flats
Anticlinal and synclinal cracking and slumping
Volcanic pipes
Tectonic pipes
Collapse breccias
Solution caves
Rock alteration openings
Porositas. Porositas batuan adalah persentase pori dalam batuan. Pada batuan
dengan butiran berbentuk bulat, kisaran posositas dari minimum 25,95% dan maksimum
47,64%. Namun perlu diingat bahwa butiran batuan tidak pernah sepenuhnya bulat.
Material berbentuk angular memiliki porositas yang lebih besar dibanding yang berbentuk
bulat, dan material berukuran halus relatif lebih besar posositasnya dibanding material
berukuran kasar.
Persentase porositas dari beberapa sampel batuan adalah sebagai berikut:
Jenis Rata-rata Maksimum Minimum
GranitBatugampingBatupasdirOil sandsBatulempung
0,3694,8815,919,4
28,43
0,6213,3628,28
0,190,534,81
Permeabilitas. Permeabilitas adalah kemampuan material meluluskan air.
Permeabilitas tergantung pada porositas batuan, tapi batuan yang porous belum tentu
permeabilitasnya bagus. Permeabilitas tergantung pada ukuran pori, banyaknya pori,
dan interkoneksi antar pori. Beberapa lava vesikular berporositas tinggi, tapi karena
tidak salin berhubungan menyebabkan permeabilitasnya rendah.
Pore Spaces. Pori batuan adalah ruang antar butiran. Pore spaces ini
menyebabkan batuan menjadi permeabel dan memungkinkan transport dan akumulasi
bijih-bijih, petroleum, gas, dan air.
Bedding Planes. Kenampakan pada formasi sedimen berupa bidang perlapisan.
Vesicles or―Blow Holesǁ. Vesicles ar―blow holesǁ adalah bukaan yang
dihasilkan oleh ekspansi vapor seperti terlihat pada bagian atas beberapa aliran lava
basal. Jika vesicle tersebut terisi disebut amygdaloid.
Volcanic Flow Drains. Volcanic Flow Drains terbentuk pada aliran lava manakala
sisi luar lava telah solid dan lava cair pada bagian dalam keluar membentuk pipa/saluran.
Cooling Cracks. Terbentuk sebagai hasil kontraksi betuan beku yang mendingin.
Cooling cracks bisa berbentuk blok, paralel, atau irregular. Fissures. Fissures adalah
bukaan berbentuk tabular memanjang dalam batuan. Terbentuk oleh gaya kompresi,
tensile, atau torsion yang bekerja pada batuan dan kadang diikuti oleh patahan. Jadi
patahan termasuk fissures, tapi tidak semua fissures diikuti oleh patahan.
Fissures ini merupakan saluran yang sangat baik untuk transportasi larutan. Jika
fissures tersebut terisi oleh logam atau mineral, disebut fissures veins.
Folding and Warping. Pelenturan dan lipatan lapisan sedimen menghasilkan
bentuk:
(1) bukaan saddle reef pada puncak lipatan yang tertutup,(2) pitches and flats adalah bukaan yang terbentuk oleh pemisahan lapisan pada gentle
slumping, dan(3) longitudinal cracks sepanjang puncak antiklin atau sinklin.
Igneous breccia Cavities. Breksi batuan beku ada dua tipe, yaitu: breksi vulkanik
yang membentuk aglomerat dan breksi intrusif.
Volcanic Pipe. Pada saat terjadi aktifitas vulkanik terbentuk bukaan berbentuk pipa
akibat adanya material yang terlempar keluar. Material yang terlempar keluar tersebut
kadang kembali jatuh ke dalam lubang vulkanik membentuk breksi dan menyisakan
ruang antar fragmen.
Tectonic Breccia, Collapse Breccia, etc. Breksi juga bisa terbentuk akibat adanya
penghancuran pada batuan brittle disebabkan oleh lipatan, sesar, intrusi atau berbagai
gaya tektonik lain. Sama seperti breksi yang terbentuk pada volcanic pipes, fragmen
breksi yang terkonsolidasi menyisakan ruang antar fragmen. Pergerakan Larutan
Hidrotermal Melalui Batuan.
Rock Alteration Openings. Batuan yang mengalami alterasi bersifat lebih porous
dibanding batuan yang tidak teralterasi.
Pergerakan larutan melalui batuan umumnya melalui bukaan yang berbentuk
fissures karena sifatnya yang saling berhubungan, atau melalui bukaan lain yang lebih
kecil seperti shear zone, lapisan lava vesikuler, atau sedimen yang porous.
Disamping tersedianya bukaan, ukuran butir partikel batuan juga cukup penting
dalam pembentukan deposit hidrotermal, bukan hanya dalam kaitannya dengan
pergerakan larutan dalam batuan, tapi juga dalam kaitannya dengan reaksi kimia
antara batuan samping dengan larutan. Batuan dengan ukuran partikel kecil (seperti
claystone) menunjukkan luas permukaan yang kontak dengan larutan lebih besar dari
batuan dengan ukuran partikel besar (seperti sandstone), hal ini memungkinkan
terjadinya reaksi kimia yang lebih banyak antara batuan dengan larutan. Sedang ukuran
porinya sangat kecil sehingga permeabilitasnya menjadi rendah. Kondisi demikian
memang kurang baik untuk migrasi larutan, tapi sebaliknya sangat baik untuk
pengendapan mineral.
Pengendapan mineral terjadi seiring dengan turunnya temperatur dan
berkurangnya tekanan dalam larutan. Turunnya temperatur sangat tergantung pada
jumlah larutan yang bergerak dan kapasitas batuan samping untuk menerima panas dari
larutan. Sementara akan berkurang seiring dengan semakin berkurangnya kedalaman
akibat pergerakan larutan relatif ke atas.
B. ALTERASI BATUAN SAMPING DAN GANGUE
Batuan samping (country rock) yang ditempati deposit bijih dari proses hidrotermal,
hampir selalu memperlihatkan adanya efek reaksi yang dihasilkan dari fluida panas yang
mengalami sirkulasi menuju kesetimbangan. Efek tersebut berbentuk selubung (isolasi)
yang membatasi antara batuan segar dengan terobosan magma sisa. Selubung tersebut
disebut alterasi batuan samping. Alterasi hidrotermal adalah setiap perubahan
komposisi mineral batuan (baik fisik maupun kimia) karena pengaruh fluida hidrotermal.
Alterasi bisa disebabkan antara lain oleh:
1. Diagenesis dalam sedimen
2. Proses regional, termasuk metamorfisme
3. Proses postmagmatic atau postvolcanic yang berasosiasi dengan proses
pendinginan
4. Proses mineralisasi langsung
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk dan intensitas alterasi hidrotermal
adalah:
1. Karakteristik dan komposisi batuan induk (host rock)
2. Komposisi fluida hidrotermal yang meliputi Eh, pH, tekanan vapor, komposisi
anion-kation, dan derajad hydrolysis.
3. Kondisi temperatur dan tekanan dan perubahan fase hidrotermal
4. Perubahan akibat penguraian unsur-unsur dalam larutan, seperti penguraian H2S
yang menyebabkan larutan menjadi lebih asam.
Luas daerah alterasi untuk setiap deposit sangat bervariasi, kadang bisa mencapai
beberapa kilometer jika alterasi tersebut dipengaruhi oleh a network of vein. Perubahan
minor dalam distribusi mineral gangue bisa menunjukkan arah penyebaran vein yang
mengandung bijih.
Mineral BijihOre Minerals
Mineral GangGanggue Minerals
Wall-rockAlteration
EpithermalGener Mesothermalalized
Hyphothermal
HgS
Sb2S3
Au AgS
Barren
AgS Ag3SbS3
PbS Cu12Sb4S13
ZnS
CuFeS2
Au
FeAsS Bi
MoS2
CaWO4 (Fe,Mn)WO4
SnO2
M Ka a R F Br l o l ak s S d u ra e i o o is d d k r ti o e r it n r o t
i st i
P K K ti u ar a li r st s i
a t
MontmorilloniteKaolinite
Variab Chloritel Carbonatese
Seque Sericiten Quartzc Pyritee
Metasomatik kontakContact Metasomatic
Fe3O4 CaWO2 DiopsitGarnetIdocraseTremolit
DiopsideGarnetIdocrase
Pegmatikpegmatite
SnO2 Be3Al2Si6O18 O Tr ut r
o mk al l
a is n
QuartzMuscoviteTourmalineTopaz
Gambar 4.2. Kondisi kimia dan mineralogi secara umum yang berasosiasi dengan zonaepimeso-hypothermal, metasomatik kontak, dan pegmatik (D. Garlick).
Reaksi yang penting untuk alterasi ada beberapa tipe yaitu:
1. Hidrolisis; Hidrolisis batuan samping sangat penting karena berfungsi untuk:a. Merubah anhydrous silicates seperti feldspar menjadi hydrolyzed.b. Mempertahankan pH fluida yang pada gilirannya mempengaruhi solubility dan
hubungan asosiasi-dissosiasi dalam fluida.Hydrolisis mengontrol transfer K+, Na+, Ca2+, Mg2+, dan ion-ion lainnya daribatuan silikat ke dalam larutan (solution).
2. Hydration-Dehydration3. Metasomatisme alkali atau alkali tanah4. Serpentinisasi mineral olivin dan rombik-piroksin5. Kloritisasi mineral-mineral ferromagnesian6. Saussuritisation atau alterasi basic plagiclase menjadi sodic plagioclase,
epidote, kalsit, dan lain-lain.7. Uralitisation atau alterasi piroksin menjadi amfibol8. Propylitisation atau alterasi batuan beku berbutir halus (terutama andesit)
menjadi klorit, epidot, serisit, dan lain-lain9. Kaolinitisation atau alterasi feldspar menjadi mineral lempung.
C. DEPOSIT MINERAL YANG DIHASILKAN
Pengisian celah (cavity filling) adalah pengendapan larutan mineral dalam bukaan
yang terdapat pada batuan samping (rock opening). Larutannya sendiri bisa dalam
kondisi cair atau kental, panas atau dingin, dan berasal dari magmatik atau bukan.
Umumnya mereka dalam bentuk cair dan panas. Mineral pertama tumbuh dari dinding
bukaan kearah dalam bukaan.
Dalam beberapa kasus, satu atau beberapa mineral terendapkan pada semua
bagian dinding bukaan menghasilkan homogeneus atau massive ore. Dalam bukaan
juga kadang terlihat adanya crustificatian atau adanya perulangan pengendapan mineral
dari arah luar ke arah dalam bukaan. Perulangan tersebut bisa dalam bentuk simetris jika
terjadi perulangan secara sistematis (123454321) atau bentuk asimetris jika
perulangannya tidak sistematis (acbdbebfbgbka).
Perulangan asimetris bisa terjadi jika ada reopening pada deposit yang telah
terbentuk sebelumnya, misalnya pertama terendapkan abba yang kemudian setelah
reopening celah abba diisi oleh mineral lain c,d,e,f, dan seterusnya.
Jika pengendapan mineral terjadi disekeliling fragmen-fragmen breksi, maka
dihasilkan cockade ore. Jika kristal mineral utama tumbuh dari dinding kearah dalam
bukaan, terbentuk comb structure. Jika pengisiian bukaan tidak komplit dalam seluruh
bukaan batuan, terbentuk vugs yang kadang bisa dimasuki manusia.
Pengisian celah meliputi dua proses utama, yaitu: (1) pembentukan bukaan, dan
(2) pengendapan mineral. Keduanya bisa terjadi secara bersamaan, namun umumnya
keduanya terbentuk secara terpisah.
Deposit pengisian celah (cavity filling) ditemukan dalam bentuk-bentuk berikut:
1. Fissure veins; tubuh bijih berbentuk tabular yang meliputi satu atau lebih fissure.
Fissure veins adalah bentuk deposit cavity filling yang paling penting dan paling
banyak ditemukan. Fissure veins terbentuk (1) oleh stresses yang bekerja pada
kerak bumi dan bisa diikuti oleh pen-sesar-an, dan (2) oleh gaya dari dalam tubuh
intrusi selama mineralisasi berlangsung. Vein matter pada fissure terdiri atas
beberapa mineral gang dan bijih. Tidak seperti pada deposit cavity filling lainnya,
fissure veins umumnya mengandung lebih dari satu mineral gang seperti kuarsa,
kalsit, dan rhodochrosite. Mineral bijih yang sering ditemukan dalam kelas ini adalah
gold, silver, silver-lead, copper, lead, zinc, tin, antimony, cobalt, mercury,
molybdenum, uranium, tungsten, fluorspar, barite, dan gems. Beberapa bentuk
fissure veins adalah:
a. Chambered veins; jika dinding fissure veins berbentuk irregular dan terbreksiasi
terutama pada hanging wall-nya.
b. Dilation (lenticular) veins dalam batuan sekiss; jika fissure veins
berbentuk lensa gemuk yang saling berhubungan.
c. En echelon veins dalam batuan sekiss; jika fissure veins berbentuk
lensa gemuk yang tidak saling berhubungan.
d. Sheeted veins; kelompok fissure veins yang rapat dan paralel.
e. Linked veins; kelompok fissure veins yang paralel dan dihubungkan oleh
diagonal veinlets.
2. Shear-zone deposits; tubuh bijih yang tipis, melembar, bukaan yang saling
berhubungan sehingga sangat baik dalam pembentukan deposit cavity filling. Bijih
yang sering ditemukan dalam bentuk ini adalah gold dan pyrite.
3. Stockwork; veinlet pembawa bijih berukuran kecil, membentuk network, dan saling
berhubungan. Bijih yang biasa ditemukan dalam bentuk ini adalah tin, gold, silver,
copper, molybdenum, cobalt, lead, zinc, mercury, dan asbestos.
4. Saddle reef; suatu celah (ruang) pada puncak lipatan antiklin berbentuk sadel kuda,
yang kemudian terisi dengan deposit cavity filling.
5. Ladder veins; vein pendek yang biasanya adalah cabang dike.
6. Pitches and flat- fold cracks
7. Breccia-filling deposits, volcanic, collapse, and tectonic
8. Solution cavity filling : cave, channel, and gash vein
9. Pore-space filling
10. Vesicular filling.
Metasomatic replacement atau simply replacement adalah proses yang sangat
penting dalam pembentukan deposit mineral hipotermal, mesotermal, dan penting dalam
pembentukan deposit mineral epitermal. Metasomatic replacement umumnya
menghasilkan deposit mineral-mineral bijih seperti iron, copper, lead, zinc, gold, silver,
tin, mercury, molybdenum, manganese, barite, fluorite, magnesite, dan kyanite.
Bentuk depositnya adalah disseminated, massive, dan lode.
BAB V
GENESA DEPOSIT TEMBAGA PORFIRITambang tembaga tertua yang diketahui terletak di Maadi pada zaman pra-dinasti
Egiptian sekitar 10 km dari Kairo dan artefak tembaga yang ditemukan menunjukkan bahwa
industri peleburan bijih tembaga telah dimulai sejak 3300SM. Di Zambia juga ditemukan
tambang tembaga di daerah Bwana Mkubwa dekat Ndola. Selanjutnya diketahui pula bahwa
di Asia Kecil dan Siprus telah ada peleburan dan pengolahan tembaga, dan mencapai
puncaknya pada zama Egiptian (Bowen & Gunatilaka, 1977).
Catatan sejarah menunjukkan bahwa antara tahun 1580 – 1850 produksi tembaga
per tahun 10.000 ton. Jadi pada saat itu, hanya deposit tembaga berkadar tinggi yang telah
dieksploitasi. Di Eropa Utara, bijih tembaga yang ditambang pada tahun 1540 berkadar 8%
tembaga. Pada tahun 1890 deposit tembaga berkadar 6% tembaga sudah mulai digarap
dan menjelang 1906, berkat kemajuan teknologi penambangan, deposit tembaga dengan
kadar 2% tembaga sudah dianggap ekonomis.
Dewasa ini Amerika Serikat, Kanada, Cili, Peru, dan Zambia merupakan
negaranegara penghasil tembaga utama dunia. Sedangkan negara-negara konsumen
tembaga utama adalah Eropa barat, Jepang, dan negara-negara di Amerika Utara.
Penggunaan tembaga umumnya adalah untuk keperluan industri listrik, telekomunikasi,
keteknikan, transportasi, dan lain-lain.
Meski terdapat logam pengganti tembaga, seperti aluminium, kenyataan
menunjukkan bahwa kebutuhan akan tembaga terus meningkat seiring dengan
kemajuan teknologi dan taraf hidup masyarakat yang membaik. Sistem pengolahan
tembaga dilakukan dengan ekstraksi tembaga, dimana tembaga dipisahkan dengan cara
flotasi. Bijih tembaga pekat dari flotasi tersebut kemudian dibakar dalam tanur pada
temperatur tinngi sehingga tembaganya memisah. Pengolahan tahap akhir dilakukan
dengan elektrolisis atau pemurnian tembaga (Moeller, 1968).
A. HAKEKAT DAN KLASIFIKASI TEMBAGA
Tembaga adalah salah satu unsur transisi periode keempat dan anggota
golongan IB dalam sistem periodik. Sebagaimana unsur transisi lainnya, tembaga juga
merupakan logam padat dengan sifat kimia seperti pada tabel 5.1. Unsur ini di alam
dapat berbentuk logam bebas atau dalam bentuk senyawa-senyawa sulfida dan oksida,
berwarna merah tembaga, berat jenis 8 dan kekerasan 3.
Tabel 5.1 Sifat kimia tembaga (Goates, 1981)
Sifat Kimia Tembaga (Cu)
Jari-jari Atom (A)Titik leleh (oC)ElektronegativitasKonfigurasi elektronTingkat oksidasiNomor atomBerat atomTitik didih (oC)
1,2810801,8
3d104s1
+1, +2, +329
63,542310
Berdasarkan asosiasi batuannya, Jacobsen (1975) dalam Bowen dan Gunatilaka
(1977) telah membagi deposit tembaga ke dalam empat kategori yang terdiri atas:
1. Plutonik; termasuk kompleks ultramafik dan mafik, kompleks karbonat dan porfiri, danpirometasomatik skarn.
2. Hidrotermal; termasuk vein hidrotermal, replasemen dan bijih pipa breksi (breccia pipeores).
3. Volkanogenik; termasuk stratabound massive base metal sulphides dandisseminated sulphides dalam tufa dan aglomerat.
4. Sedimen; termasuk deposit yang terbentuk dalam lapisan merah kontinen (continentalred beds) dan calc-arenites.
Sebenarnya keempat kelas tersebut di atas sedikit banyak telah mengalami
pengaruh hidrotermal. Alasan untuk memisahkan hidrotermal ke dalam kelas tersendiri
karena kenyataan menunjukkan bahwa sebagian deposit tembaga yang berhubungan
genetik dengan hidrotermal, seperti tipe deposit hidrotermal residu, tidak bisa
dimasukkan ke dalam ketiga kelas lainnya. Contoh deposit tembaga seperti ini adalah
deposit bijih tembaga Butte di Montana yang berasosiasi dengan vein berbentuk
anyaman.
Selanjutnya dari keempat kelas di atas, terdapat empat jenis deposit tembaga
utama yaitu (1) deposit bijih tembaga porfiri, (2) deposit bijih tembaga hidrotermal, (3)
deposit bijih tembaga sedimen vulkanik, dan (4) deposit bijih tembaga stratiform.
Gambar 5.1 Total produksi per tahun dari empat jenis deposit tembaga utama dan umur relatifmasing-masing deposit (Bowen dan Gunatilaka, 1977)
Dari histogram di atas, menunjukkan bahwa secara ekonomi, produksi tembaga
terbesar berasal dari deposit porfiri yang juga merupakan deposit berumur relatif muda.
B. DEFINISI DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI DAN PENYEBARANNYA
Istilah tembaga porfiri berasal dari hubungan mineralisasi tembaga dengan batuan
plutonik. Deposit ini dicirikan oleh tembaga dan molibdenit dalam bentuk hamburan
(disseminated) atau fenokris dalam batuan dengan tekstur porfiritik. Tembaga porfiri
didefinisikansulfida hipogen yang dikontrol oleh struktur primer dan umumnya
berasosiasi dengan intrusi asam atau intermediat porfiri (Kirkham, 1971, dalam
Guilbert dan Park, 1987).• Deposit besar adalah untuk menggambarkan total produksi tembaga dari deposit
tembaga porfiri yang sangat besar, sekitar 15 milyar ton per tahun.• Deposit berkadar rendah hingga menengah adalah untuk menjelaskan konsentrasi
tembaga dalam deposit tembaga porfiri. Umumnya kandungan tembaga berkisar
antara 0,6 – 0,9% Cu, yang paling tinggi sekitar 1 – 2% Cu seperti di El Teniente dan
Chuquimata, sedang yang paling rendah adalah 0,35% Cu hingga saat ini dianggap
belum ekonomis. Mineral tembaga yang paling umum dijumpai adalah kalkopirit,
sedang jenis lain seperti bornit dan kalkosit jumlahnya sangat kecil.
Umumnya deposit tembaga porfiri berumur post-Paleozoikum, khususnya antara
kala Kapur dan Paleogen. Sillitoe (1972) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977)
menyatakan penyebaran tembaga porfiri tergantung pada tingkat erosi yang
menyebabkan tersingkapnya rantai plutonik-vilkanik dan pembentukannya berhubungan
erat dengan generasi magma pada zona-zona subduksi.
Deposit tembaga porfiri yang utama ditemukan pada daerah bagian barat benua
Amerika yang memanjang dari Alaska, Kolumbia, Amerika Serikat (Wasington), Montana,
Idaho, Kolorado, Utah, Nevada, New Mexico, Peru dan Cili bagian utara hingga
Argentina, dan kemungkinan memanjang hingga Antartika. Sementara itu di bagian barat
Pasifik ditemukan juga deposit tembaga porfiri memanjang dari Kepulauan Solomon,
Papua New Guinea, Papua Barat, Kalimantan Timur, Filifina hingga Taiwan.
Tempat lain dimana deposit tembaga porfiri ditemukan adalah Rumania, Bulgaria,
Iran, Pakistan, dan di negara-negara bekas Uni Soviet seperti Armenia dan Kazakhtan.
C. HUBUNGAN TEKTONIK LEMPENG DENGAN PEMBENTUKAN DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI
Variasi gerakan arus konveksi pada lapisan astenolit mengakibatkan terjadinya
tiga jenis pola gerakan lempeng bumi yaitu konvergen, divergen, dan transform.
Sehubungan dengan pembentukan deposit tembaga porfiri, maka pola gerakan lempeng
yang paling penting menurut Sillitoe (1972) dalam Bateman (1979) adalah konvergen
dimana terjadi gerakan saling mendekati antara dua lempeng menyebabkan terjadinya
suatu benturan, pembentukan palung dan banyak menimbulkan gempabumi serta
gunungapi benua. Akibat benturan-benturan lempeng tersebut membentuk zona
subduksi yang umumnya terjadi antara lempeng benua dan lempeng samudera, yang
diikuti oleh peleburan sebagian akibat tekanan dan temperatur yang tinggi menghasilkan
magma calc-alkali.
Gambar 5.2 Hubungan antara pembentukan deposit tembaga porfiri dengan zona subduksi(Sillitoe, 1972, dalam Bateman, 1979).
Gambar 5.3 Hubungan penyebaran deposit tembaga porfiri dengan jalur subduksiMesozoikum-Kenozoikum (Sillitoe, 1972, dalam Bateman, 1979).
Kandungan logam di dalam magma calc-alkali umumnya berasal dari kerak
samudera yang terdiri atas tiga layer, dimana layer 1 adalah endapan sedimen laut yang
banyak mengandung logam, dan dibawahnya layer 2 dan 3 adalah basal dan gabro.
Sejak zaman Kapur terjadi gerakan konvergen antara benua Amerika dengan
lempeng Pasifik disepanjang bagian barat Amerika. Tabrakan ini membentuk rantai
vulkanik disepanjang jalur subduksi tersebut, sekaligus juga membentuk deposit tembaga
porfiri. Sedangkan pada bagian barat Pasifik juga terjadi subduksi akibat gerakan
lempeng Eurasia ke arah timur membentuk deposit tembaga porfiri di sepanjang bagian
barat Pasifik termasuk kepulauan Solomon, Papua New Guinea, Jepang, dan lain-lain.
Sementara itu gerakan relatif lempeng Eurasia dan Afrika membentuk juga deposit
tembaga porfiri di Iran, Pakistan, dan Turki.
D. MEKANISME PEMBENTUKAN DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI
Deposit tembaga porfiri dihasilkan melalui suatu proses geokimia-fisika dari
rangkaian berupa magmatik akhir, magmatik hidrotermal, meteorik hidrotermal, hingga
normal hidrotermal seiring dengan berkurannya kedalaman. Intrusi calc-alkali atau alkali
menghasilkan batuan berkomposisi tertentu dari monzonit kuarsa hingga granodiorit atau
diorit hingga senit. Batuan samping yang melarut ke dalam magma akan
turutbmempengaruhi komposisi magma danstruktur kemas magma. Umumnya deposit
tembaga porfiri berukuran jauh lebih besar dari deposit hidrotermal lainnya. Bentuk
deposit ini memperlihatkan bahwa struktur berskala besar ikut mengontrol mineralisasi
dan kedalaman pembentukannya.
Gustafon dan Hunt, 1975, dalam Park dan Guilbert, 1986, yang menyelidiki
proses pembentukan deposit tembaga porfiri di El Salvador Chili menyimpulkan tiga hal,
yaitu:
1. Stok porfiri terbentuk di dalam atau di atas zona cupola dalam bentuk kompleks dike
(dike swarm).
2. Transfer tembaga, logam lain dan sulfur ke dalam stok porfiri dan batuan samping
terjadi karena adanya pemisahan fluida magma dan metasomatik secara menyeluruh.
3. Transfer panas dari magma ke batuan samping menyebabkan terjadinya sirkulasi
airtanah.
Hampir semua deposit tembaga porfiri memiliki kondisi yang sama dengan kondisi
di atas. Perbedaan proses tergantung pada kedalaman pembentukan, kehadiran
airtanah, volume dan tingkatan magma, konsentrasi logam, sulfur, dan volatil lainnya.
Gambar 5.4 menunjukkan bahwa mineralisasi awal (b) terjadi pada kondisi
airtanah minimum dan invasi larutan magmatik ke batuan samping menyebabkan
terjadinya alterasi K-feldspar dari pusat invasi ke arah luar, membentuk zona alterasi
potasik dan zona alterasi propilitik. Selanjutnya (c) invasi airtanah yang berkonveksi
menghasilkan larutan meteorik hidrotermal dan bersama dengan larutan magmatik
hidrotermal yang sudah ada sebelumnya disertai oleh penurunan temperatur yang tajam,
membentuk serisit dan pirit yang memotong alterasi potasik-propilitik yang terbentuk
duluan. Peristiwa ini menghasilkan zona altersi serisitisasi (phyllic) yang dikenal sebagai
phyllic overprint. Tahap akhir (d) didominasi oleh larutan meteorik hidrotermal hingga
normal hidrotermal membentuk zona alterasi argilik.• Pembentukan zona alterasi yang lengkap sangat tergantung pada kandungan dan
suplai airtanah dari batuan samping.
E. PROSES PEMISAHAN TEMBAGA SELAMA KRISTALISASI MAGMA
Ringwood dan Curtis (1955) dalam Bown dan Gunatilaka (1977) menjelaskan
bahwa kandungan tembaga dalam magma basal sekitar 200 ppm, sebaliknya dalam
magma ultrabasa dan granitis kandungannya hanya sekitar 20 ppm. Selama difrensiasi
magma basal, kandungan Fe, Co, dan Ni cenderung terbentuk duluan dalam fraksinasi
kristalisasi, sedang tembaga belum terbentuk dalam silikat atau bentuk lainnya dan
cenderung menjadi konsentrasi residu dalam fraksi larutan. Tembaga akan cepat
terbentuk tergantung pada fS2 (fugacity sulphur = tekanan parsial sulfur), fO2, dan pH
larutan. Tembaga dalam larutan tidak terbentuk dengan baik pada kondisi fS2 rendah.
Demikian pula pembentukan tembaga sebagai elemen chalcophile (logam-S)
berlangsung dengan baik pada pH tertentu.
Houghton (1974) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menerangkan pengaruh fS2
dan fO2 dalam pembentukan fase sulfida. Sulfur memisahkan diri dari larutan silikat dan
digantikan oleh oksigen kemudian membentuk logam S (chalcophile). Reduksi dalam fO2
dikontrol oleh kristalisasi fraksinasi mineral yang kaya Fe-O. Dengan kata lain, kelarutan
sulfur dalam magma tergantung pada besarnya kandungan Fe2+. Kristalisasi fraksinasi
akan meningkatkan fO2 dan tembaga dalam fraksi larutan, kemudian memisah dalam
fase sulfida.
Pendinginan intrusi basa sangat jarang yang menghasilkan konsentrasi logam
dalam fraksi hidrotermal. Hal ini karena kandungan air dalam magma primer sangat
rendah. Magma basa baru bisa membentuk fluida hidrotermal setelah berasimilasi
dengan material yang mengandung air. Jadi proses pengayaan untuk membentuk larutan
bijih kurang efektif dalam magma basa dibanding dengan magma intermedit. Umumnya
deposit porfiri berasosiasi dengan batuan beku intermedit. Hubungan genetik antara Cu-
Mo dengan batuan intermedit terlihat pada penyebaran geografisnya seperti dalam zona
alterasi-mineralisasi model Lowell-Guilbert yang akan dibahas kemudian. Zona tersebut
menjelaskan bagaimana perubahan temperatur, tekanan, dan reaktifitas konveksi fluida
dari pusat panas, dan sekaligus juga menerangkan bagaimana pergerakan fluida selama
proses pendinginan berlangsung. Pembentukan bijih adalah mekanisme difrensiasi
logam yang terkonsentrasi dari normal magma. Dalam kasus ini, asosiasi batuan
bekunya akan menentukan kandungan logam yang terbentuk.
F. KONDISI MAGMATIK-HIDROTERMAL SELAMA PEMBENTUKAN DEPOSITTEMBAGA PORFIRI
Kehadiran air atau fase aquatik dalam magma selama pembentukan tembaga
porfiri merupakan hal yang sangat penting. Kontak air dengan magma yang sedang
memisah terjadi dalam beberapa tahap. Fluida hidrotermal pertama yang memisah relatif
kaya akan CO2 dibanding fluida yang memisah kemudian. Juga fraksi awal banyak
mengandung klorida (NaCl>KCl>HCl>CaCl).
Kehadiran air dalam magma menurunkan temperatur kristalisasi. Burnham (1967)
dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menjelaskan bahwa pada saat magma yang tidak
jenuh mengintrusi lapisan permeabel yang mengandung fluida, perbedaan tekanan akan
menyebabkan migrasi fluida tersebut. Jika tekanan fluida lebih besar dibanding tekanan
hidrostatik, volatil akan keluar dari magma hingga tekanan kembali normal. Magma bisa
jenuh dengan komponen volatil hanya jika tersedia cukup suplai fluida dari batuan
samping, pada saat tekanan lebih besar dari tekanan litostatik. Sirkulasi konveksi fluida
dapat terjadi karena perbedaan temperatur, kerapatan fluida dekat magma, dan
masuknya fluida dingin dari sekitar magma. Pola sirkulasi dikontrol oleh permeabilitas
batuan samping. Perbedaan temperatur yang besar bisa menyebabkan terjadinya
pemusatan dan kristalisasi besar-besaran secara serentak dalam magma. Pada saat
kristalisasi berlangsung pada suatu kisaran temperatur, pemisahan kristal komponen non
volatil menyebabkan bertambahnya konsentrasi volatil dalam fraksi cairan dan
selanjutnya menambah tekanan gas dalam larutan. Jika tekanan gas selama pendinginan
dan kristalisasi lebih besar dari tekanan batas, akan menyebabkan terjadinya vesikulasi.
Proses pendinginan magma basa yang miskin air menyebabkan terjadinya
breksiasi berskala besar. Bersamaan dengan bertambahnya permeabilitas,
memungkinkan air meteorik ber-konveksi dan masuk ke dalam zona intrusi, sehingga
redistribusi dan konsentrasi bijih dapat terbentuk.
G. PERUBAHAN GEOKIMIA SELAMA PEMBENTUKAN DEPOSIT
Pendinginan larutan hidrotermal dan reaksi dengan batuan samping
meningkatkan kandungan K+, Na+, dan Ca+ dari larutan klorida. Replasemen plagioklas
pada temperatur tinggi menjadi ortoklas dihasilkan dari subtitusi Ca+ dan Na+ menjadi K+.
Alterasi dan presipitasi kuarsa (silisifikasi) diikuti oleh pembentukan molibdenit dan
kemudian pada temperatur lebih rendah diikuti oleh logam-logam dasar sulfida lainnya.
Pengendapan logam sulfida dalam jumlah tertentu tergantung pada keaktifan logam dan
sulfur dalam larutan. Alterasi batuan samping umumnya digunakan untuk
menginterpretasi lingkungan kimia-fisika deposit bijih. Zona alterasi tersebut
menunjukkan bahwa fluida pembawa bijih mulai bermigrasi keluar dari stok porfiri pada
temperatur 500o – 700oC. Pada beberapa daerah tembaga porfiri, pola-pola struktur
membantu dalam menentukan pola pengendapan bijih hidrotermal. Bukaan pada batuan
(opening in rock) dapat menunjukkan berapa tingkatan pengendapan. Umumnya bukaan
yang pertama pada deposit porfiri menunjukkan alterasi yang menghasilkan K-feldspar,
muskovit, biotit, dan kumpulan Cu-Fe-S dengan kadar sulfur rendah. Proses kimia yang
penting dalam alterasi adalah hidrasi, dehidrasi, metasomatis kation dan metasomatis
anion. Dalam hal ini, yang paling penting adalah hidrolisis atau metasomatis ion H+.
Beberapa perubahan geokimia yang terjadi adalah sebagai berikut:
- Serisitisasi ortoklas:3KalSi3O8 + 2H+→ Kal2AlSi3O10(OH)2 +2K+ + 6SiO2
- Kloritisasi biotit:2K(Mg,Fe) AlSi O (OH) + 4H+
- Kloritisasi albit:2NaAlSi3O8 + 4(Mg,Fe) + 2(Fe,Al) + 10H2O → (Mg,Fe)4 ((Fe,Al)2 Si2O10(OH)8 + 4SiO2 +2Na+12H+
- Serisitisasi klorit :2Al(Mg,Fe)5AlSi3O10(OH)8+5Al + 3Si(OH)4 + 3K + 2H → 3Kal2AlSi3O10(OH)2+10(Fe,Mg)2++12H2O
- Silisifikasi serisit :
Kal2AlSi3O10(OH)2 + 3Si(OH)4 + 10H+→ 3Al3+ + K+ + 6SiO2 + 12H2O
Dari reaksi di atas dapat dilihat bahwa secara kualitatif, sedikit atau banyak
selama proses alterasi dapat dihasilkan ion H+. Meyer dan Hemley (1967) dalam Bowen
dan Gunatilaka (1977) mencatat bahwa ion H+ jumlahnya kecil dalam alterasi propilitik
dan K-feldspar, kemudian bertambah banyak dalam alterasi serisitisasi dan argilik.
Dalam hubungan antara larutan hidrotermal dan kumpulan mineral sulfida,
oksida, dan alterasi batuan samping, parameter yang paling penting adalah fO2, fS2,
dan pH.
H. PERPINDAHAN BIJIH
Transportasi tembaga dalam jumlah besar terjadi pada fluida aquatik (fase
aquatik) dimana bijihnya dapat meliputi semua atau sebagian larutan. Karena itu, pada
proses pengendapan bijih hidrotermal, sifat larutan dan stabilitas mineral merupakan
dasar yang sangat penting. Fluida aquatik pada temperatur dan tekanan tertentu
mengandung logam dan sulfur dalam larutan sebagai ion atau molekul dalam jumlah
besar untuk pembentukan bijih tembaga porfiri. Konsentrasi logam dapat berkisar antara
1 – 104ppm. Dalam deposit hidrotermal, perbandingan antara total kandungan sulfur
dengan total logam berat (heavy metal) cukup tinggi. Kenyataan bahwa kandungan
sulfur dalam larutan (yang dapat mengikat logam) sangat besar dapat terlihat dari
ditemukannya deposit sulfur murni pada beberapa deposit tembaga porfiri. Data inklusi
fluida menunjukkan bahwa larutan bijih banyak mengandung alkali klorida (ditambah
CO2, NH3, dan CH4) dan kandungan garamnya kadang sampai 50%. Hal ini menunjukkan
bahwa larutan bijih juga bereaksi dengan klorida selama transportasi.
Berdasarkan pH dan fO2, hanya lima jenis sulfur yang stabil dalam larutan aquatik,
2- 2- - - yaitu SO4 , S , HS, H2S, HSO4 . Pada kondisi asam dengan temperatur rendah,
sulfur- yang paling penting untuk pembentukan logam kompleks adalah HSO4 (pH 2),
sebaliknya S2- adalah basa kuat (pH 13) yang penting sebagai media transport bijih pada
temperatur tinggi, dan selanjutnya pada temperatur sekitar 250oC, pH larutan berkisar
antara pH 6-8 dimana pada kondisi ini SO 2-. HS-, H2S merupakan sulfur yang paling
penting
Data kelarutan tembaga dalam larutan aquatik masih sedikit diketahui. CuFeS2
larut dalam air murni pada temperatur 350oC dan dalam air yang jenuh H2S pada
temperatur di atas 200oC dengan tekanan 200 atm. Covelit larut H2S pada temperatur
200oC dengan tekanan 43 atm. Selanjutnya pada temperatur rendah dimana kandungan
sulfur rendah, maka senyawa kompleks klorida adalah merupakan agen transport
tembaga yang penting.
Pengendapan senyawa kompleks sulfida disebabkan oleh:
1. Pendinginan sebagai akibat dari pergerakan fluida di sepanjang daerah dengan
perbedaan temperatur yang besar,
2. Percampuran dengan air meteorik, dan
3. Reaksi dengan batuan samping.
I. STUDI PEMBENTUKAN DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI
Studi pembentukan deposit tembaga porfiri dilakukan dengan isotop oksigen dan
hidrogen yang sangat penting untuk:
1. Menentukan asal dan kejadian air dalam deposit bijih hidrotermal, dan
2. Perkiraan temperatur pembentukan tembaga porfiri.
Studi isotop oksigen dan hidrogen didasarkan pada prinsip bahwa kandungan 18O
dan H dalam semua air alam berbeda. Analisa isotop oksigen dan hidrogen yang
dihubungkan dengan kerangka geologi deposit tembaga porfiri menunjukkan adanya dua
pola larutan yang berbeda tapi saling terkait (lihat gambar 5.3), yaitu:
1. Larutan magmatik hidrotermal internal (magmatic hydrotermal solution) dibawah
tekanan litostatik yang tinggi dan terbentuk selama kristalisasi tahap akhir, dan
2. Sirkulasi meteorik-hidrotermal eksternal (external meteoric-hydrothermal circulation)
dengan tekanan litostatik yang rendah dan terletak di bagian luar tubuh porfiri.
Gambar 5.5 Skema yang memperlihatkan pengaruh magmatik-hidrotermal dan meteorikhidrotermal dihubungkan dengan model Lowell-Guilbert (Taylor, 1974, dalamBowen dan Gunatilaka, 1977).
Pada tahap awal kedua sistem tersebut dapat saling berinteraksi, tapi kadang
sistem internal telah berhenti sementara sistem eksternal masih berpengaruh kuat.
Akibatnya terjadi invasi sistem eksternal ke bagian dalam dan membentuk zona serisit-
pirit dan argilik yang terletak dibagian luar zona potasik. Kedudukan utama kalkopirit
dalam sistem deposit tembaga porfiri adalah pada daerah interaksi kedua sistem tersebut
di atas atau pada daerah antara zona potasik dan zona serisitisasi. Zona mineralisasi
tembaga porfiri tersebut disebut kulit bijih (ore shell).
Roedder (1971) dalam Imay (1978) yang melakukan penelitian tentang inklusi
fluida pada deposit tembaga porfiri menemukan bahwa distribusi inklusi fluida sangat
khas. Inklusi pada zona inti umumnya memiliki salinitas yang tinggi yang diperkirakan
berasal dari magmatik primer pada temperatur sekitar 500oC. Sedang pada zona luar,
inklusi fluida memiliki salinitas rendah yang diperkirakan karena adanya percampuran
dengan air meteorik pada temperatur sekitar 200o – 350oC.
J. MODEL GENETIK DEPOSIT TEMBAGA PORFIRI
Seperti dijelaskan di depan, proses pembentukan deposit tembaga porfiri yang
diikuti dengan penurunan temperatur menyebabkan terbentuknya zona alterasi disekitar
tubuh intrusi. Beberapa model genetik deposit tembaga porfiri yang telah diajukan oleh
para ahli geologi pertambangan, kesemuanya untuk menjelaskan proses dan
karakteristik dari tembaga porfiri. Semua model menekankan hubungan antara intrusi
batuan plutonik dan deposit bijih yang terbentuk serta berdasarkan pada model
magmatik-hidrotermal.
Selama pergerakan magma ke permukaan, cairan pijar tersebut akan jenuh air
dengan tekanan gas yang semakin tinggi seiring kristalisasi. Kecenderungan dari intrusi
magma melalui zona-zona lemah dan pelepasan volatil dari cairan yang mendingin
tersebut berdifusi melalui zona ini. Akibat adanya perbedaan suhu yang nyata antara
magma dengan batuan di sekitarnya menghasilkan suatu urutan zona alterasi dan
mineralisasi yang khas pada deposit tembaga porfiri.
K. MODEL LOWELL-GUILBERT
Lowell dan Guilbert (1970) dalam Guilbert dan Park (1986) yang menyelidiki zona
alterasi-mineralisasi deposit tembaga porfiri di San Manuel-Kalamazoo mencatat bahwa
pada sebagian besar deposit porfiri, terdapat hubungan yang sangat dekat antara batuan
beku induk, tubuh bijih, dan batuan samping. Batuan samping umumnya terbentuk antara
Prakambrium-Kapur Akhir, berupa batuan sedimen dan metasedimen. Kedalaman intrusi
berkisar antara 1000–1500m. Umumnya deposit porfiri berasosiasi dengan tipe intrusi
monzonit kuarsa hingga granodiorit dan kadang pula dijumpai berasosiasi dengan diorit
kuarsa, riolit, dan dasit. Model genetik Lowell-Guilbert meliputi deposit porfiri yang
berumur Trias-Tersier Tengah (200-30 jt tahun yang lalu).
Ukuran dan bentuk batuan plutonik turut mengontrol ukuran dan bentuk tubuh
bijih, tapi hal ini kadang susah dikenali jika intensitas erosi tinggi. Bentuk stok yang
memanjang tidak teratur sangat umum pada deposit porfiri, meski kadang juga dijumpai
deposit berbentuk kubah, bulat panjang, melensa, bundar, dan bentuk sumbat. Umumnya
tubuh plutonik berupa kelompok dike (dike swarm) dan jarang ditemukan yang berbentuk
sill. Tersingkapnya tubuh plutonik dipermukaan disebabkan oleh prosestektonik dan erosi
yang bekerja setelah mineralisasi berlangsung. Tubuh deposit tembaga porfiri umumnya
berukuran kuran dari 2 km2, tapi kadang pula ada yang sangat luas seperti deposit
Endako di Kolumbia yang berukuran 60.000 x 300.000 m. Bentuk dan ukuran intrusi
porfiri juga dikontrol oleh struktur primer sekaligus juga ikut mengontrol pembentukan
deposit tembaga porfiri. Struktur-struktur lokal yang berukuran kecil sulit dikenali. Struktur
seperti ini bisa hadir sebelum dan sesudah deposit porfiri terbentuk, kadang pula hilang
karena pengaruh intrusi itu sendiri.
Salah satu ciri khas batuan intrusi adalah bahwa mereka bukan merupakan tubuh
yang pasif, tapi merupakan suatu tubuh dimana proses-proses seperti asimilasi,
replasemen, dan pembekuan terjadi akibat adanya tenaga yang terkandung dalam tubuh
magma. Akibat aadanya tenaga dalam tubuh intrusi menyebabkan deposit bijih porfiri
selalu berasosiasi dengan breksiasi dan penkekaran disekitar tubuh bijih.
Nielsen (1968) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menyusun urutan
pembentukan deposit porfiri yang diawali dengan suatu intrusi, kemudian disusul oleh
kristalisasi awal yang membentuk lapisan solid shell. Kristalisasi tersebut yang kemudian
menghasilkan tekstur porfiritik hingga afanitik. Pada umumnya, proses metalisasi terjadi
bersamaan atau setelah pembentukan tubuh porfiri itu. Komposisi batuan intrusi yang
berasaosiasi dengan deposit tembaga porfiri umumnya intermedit yang secara lengkap
urutannya adalah diorit, granodiorit, monzonit kuarsa, monzonit kuarsa porfiri, dan
riolit. Jadi diorit adalah asosiasi deposit tembaga porfiri yang paling basa.
L. ZONA ALTERASI TEMBAGA PORFIRI
Pergerakan larutan hidrotermal ke permukaan pada saat pendinginan magma
dengan merembes pada batuan samping menyebabkan perubahan metasomatik pada
batuan disekitarnya. Perubahan atau alterasi disekitar stok porfiri berbentuk coaxial.
Umumnya ada empat zona alterasi yang dapat dikenali yang kesemuanya dicirikan oleh
kumpulan mineralnya (gambar 5.6). Kadang keempat zona alterasi tersebut tidak lengkap
ditemukan disekitar intrusi. Zona alterasi tersebut digunakan dalam prospeksi dan
eksplorasi depost bijih tembaga porfiri.
Zona Potasik (Potassic Zone)
Zona potasik merupakan zona alterasi yang paling dekat dengan tubuh intrusi dan
dicirikan oleh kumpulan mineral ortoklas-biotit dan ortoklas-klorit, dan pada beberapa
tempat keduanya ditemukan. Zona alterasi ini hampir selalu dijumpai dalam deposit bijih
porfiri. Replasemen mineral primer oleh biotit, K-feldspar, kuarsa, serisit, dan kadang
anhidrit. Pecahan stokwork (stockwork fracture) dan microveinlet dalam batuan primer
terisi oleh kuarsa dan K-feldspar.
K-feldspar dan serisit yang stabil dapat terbentuk pada kondisi magmatik akhir
(late magmatic) dan hidrotermal awal (early hydrothermal). Biotit, klorit, K-feldspar,
serisit, kuarsa, dan anhidrit terbentuk pada kondisi dimana kandungan Fe dan Mg terus
bertambah pada tekanan gas tertentu. Variasi bijih sulfida pada zona ini tidak terlalu
banyak dijumpai.
Alterasi biotit berwarna coklat terang atau hijau terang dan bisa tumbuh bersama
(intergrown) dengan klorit. Pada saat bersamaan massa dasar mengalami biotisasi,
maka batuan ubahan mengalami perubahan warna.
Batas stabilitas k-feldspar dan serisit pada zona ini diperkirakan merupakan batas
antara kondisi magmatik akhir dengan hidrotermal awal. Umumnya kuarsa yang
ditemukan dalam zona ini adalah kuarsa hasil alterasi. Pada zona ini juga kadang
dijumpai mineral karbonat, epatit, rutil, dan wolframit dalam veinlet dan mikroveinlet.
Zona Serisitisasi (Phyllic Zone)
Zona serisitisasi terletak disekitar zona potassik dan selalu hadir dalam urutan
zona alterasi deposit tembaga porfiri. Kadang pula zona ini saling overlap dengan zona
potasik. Zona ini dicirikan oleh mineral kuarsa, serisit, pirit dengan minor klorit, hidromika,
dan rutil. Pirit dapat terbentuk lebih dari 20% dalam bentuk hamburan dan veinlet, sedang
serisit juga bisa hadir dalam jumlah cukup banyak. Bagian dalam zona ini dicirikan oleh
kandungan alterasi serisit, sedang bagian luar dicirikan oleh berbagai kandungan mineral
lempung (clay mineral) dan hidromika. Secara petrografi zona ini dicirikan oleh
serisitisasi yang kuat dari semua silikat. Ortoklas dan plagioklas diganti oleh muskovit
yang berbutir baik. Biotit juga terubah menjadi serisit dan akhirnya menjadi rutil dan
leukokson. Pada proses serisitisasi silikat, kuarsa juga terbentuk dalam jumlah cukup
besar dan merupakan komponen silisifikasi yang utama dalam zona serisitisasi.
Serisitisasi mineral K-feldspar menunjukkan intensitas yang semakin bertambah dari
bagian dalam zona ini ke bagian luar. Pirit dan kalkopirit tersebar merata dalam daerah
serisitisasi dan merupakan zona bijih yang penting dalam deposit tembaga porfiri.
Karbonat dan anhidrit sangat jarang ditemukan dalam zona ini. Kontak antara zona
potasik dengan zona serisitisasi adalah kontak berangsur hingga puluhan meter.
Hubungan antara zona alterasi potasik dan zona serisitisasi berdasarkan data
isotop oksigen dan hidrogen menunjukkan bahwa airtanah (groundwater) juga berperan
aktif selama mineralisasi pada zona ini. Proses naiknya fluida magmatik ke permukaan
bercampur dengan airtanah dan cenderung membentuk fumarolla bertemperatur tinggi di
permukaan. Pemisahan volatil selama proses transportasi ke permukaan yang kemudian
membentuk sublimasi dan kandungan logam pada kedua zona tersebut.
Gambar 5.6 Skema zona alterasi-mineralisasi deposit tembaga porfiri di San Manuel-Kalamazoo. (a) Zona Alterasi, (b) Zona Mineralisasi, dan (c) Bentuk depositSulfida (Lowell dan guilbert (1970) dalam Guilbert dan Park (1986)).
Zona Argilik (Argillic Zone)
Zona argilik jarang ditemukan dalam urutan zona alterasi deposit tembaga porfiri
dan dicirikan oleh perubahan plagioklas menjadi kaolin pada bagian dalam atau
montmorilonit pada bagian luar. Pirit juga hadir, tapi tidak sebanyak dengan zona
serisitisasi dan lebih berbentuk veinlet daripada hamburan. Biotit tidak mengalami
perubahan dan K-feldspar hanya sedikit terubah. Jika zona ini hadir dalam urutan zona
alterasi, maka batasnya dengan zona serisitisasi sangat sulit ditentukan. Mineral lain
yang juga ditemukan sebagai alterasi pada zona ini adalah piropilit, dickit, dan topaz.
Contoh daerah dimana zona ini ditemukan adalah deposit porfiri Butte dan Bisbee.
BAB VI
GENESA ENDAPAN MINERAL SEKUNDERMagma adalah sumber yang penting dalam pembentukan suatu deposit mineral.
Meski beberapa mineral bisa berasal dari air laut atau sumber lain, sebagian besar lainya
berasal dari proses magmatik dan proses–proses yang berkaitan. Setelah suatu deposit
mineral tersingkap kepermukaan, maka proses konsentrasi sekunder dipermukaan mulai
bekerja. Pelapukan melepaskan mineral berharga dari batuan asal (scarce rock)
membentuk endapan residual atau memicu terjadinya redistribusi elemen-elemen berharga
dalam proses pengayaan supergen. Sebagian lagi tertransportasi secara mekanik
membentuk endapan placer atau sebagian larutan yang terbawa hingga kesuatu cekungan
dan terbentuk sebagai endapan sedimen konvensional. Proses terakhir bukan hanya
menghasilkan batuan sedimen, tapi juga endapan logam dan berbagai material industri yang
bersifat ekonomik. Unsur–unsur yang mudah larut dalam air terakumulasi pada suatu
lingkungan yang tertutup dimana unsure-unsur tersebut terkonsentrasi sebagai endapan
evaporasi.
Proses organik juga memegang peranan yang cukup penting, baik sebagai
katalisator maupun sebagai sumber bahan organik misalnya dalam pembentukan endapan
hidrokarbon.
Proses non-magmatik lain yang berperan dalam pembentukan deposit bahan galian
adalah proses metamorfisme yang tidak hanya merubah bentuk dan tekstur deposit mineral
yang sudah ada sebelumnya, tapi juga membuat deposit mineral yang baru. Di bawah
pengaruh tekanan dan temperatur yang tinggi, ditambah air pada sejumlah kasus, mineral
metamorfik yang stabil pada lingkungan yang baru terbentuk. Perubahan bukan hanya
berupa rekristalisasi, tapi juga berupa rekombinasi material yang menghasilkan mineral
baru.
Ganesa endapan bahan galian yang dibahas pada bagian ini dibatasi pada
pembentukan endapan mineral sekunder yang meliputi:• Endapan mineral yang berhubungan dengan proses eksternal :
Konsentrasi Residual (Residual Concentration)
Oksidasi Permukaan dan Pengayaan Supergene (Surficial Oxidation and
Supergene Enrichment)
Konsentrasi Mekanik (Mechanical Concentration)
Endapan Sedimenter
Evaporasi•Metamorfisme.
A. ENDAPAN MINERAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROSES EKSTERNAL
1. KONSENTRASI RESIDUAL
Endapan yang berbentuk dari konsentrasi residual adalah endapan yang
terakumulasi atau teronsetrasi di dekat atau di atas batuan sumbernya melalui proses
pelapukan. Endapan residual hanya dapat terbentuk pada permukaan yang relatif
datar, bila permukaan berubah menjadi miring, maka endapan tersebut akan
mengalami transportasi dan membentuk endapan placer eluvial.
Endapan yang berbentuk dari konsentrasi residual adalah endapan yang
terakumulasi atau teronsetrasi di dekat atau di atas batuan sumbernya melalui proses
pelapukan. Endapan residual hanya dapat terbentuk pada permukaan yang relatif
datar, bila permukaan berubah menjadi miring, maka endapan tersebut akan
mengalami transportasi dan membentuk endapan placer eluvial.
Pelapukan sebagai proses yang memegang peranan penting dalam
konsentrasi residual merupakan suatu kejadian komplek dan meliputi berbagai proses
yang bisa bekerja sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan proses yang lain.
Misalnya pelapukan batuan bisa terjadi dalam bentuk desintegrasi mekanik atau
dekomposisi kimiawi atau kedua-duanya. Mineral yang tidak stabil pada saat
pelapukan berlangsung akan larut dan terbawa ketempat lain, sedangkan mineral
stabil menjadi residu dan kemudian terakumulasi membentuk konsentrasi residual.
Tabel 1. Klasifikasi Batuan Sedimen Berdasarkan Proses Pembentukannya
BATUAN SEDIMEN KLASTIK BATUAN SEDIMEN ORGANIK BATUAN SEDIMEN RISTALINRUDACEOUS- Breksi-Konglomerat-Calcirudite (Limestone)ARENACEOUS- Quatoze Sandstone- Arkose- Flagstone- Greensand- Blaksand- Lithic Sandstone- Calcarenite(Limestone)
ARGILLACEOUS-Claystone-Shale-Mudstone- Siltstone- Mari- Calcilutite(Limestone)
(sebagian) LIMESTONE- Reef Limestone- Shelly Limestone- Coral Limestone- Algae Limestone- Crinoidal Limestone- Foraminifera Limestone
ENDAPAN ABYSSAL- Biogenic Ooze1. Calcareous Ooze2. Siliceous Ooze3. Red Clay(sebagai) CHERT COAL
PHOSPHATIC DEPOSITS4. Primari Marine phosphate5. Bone Beda6. Guana
(sebagian) LIMESTONE7. Oolitic & Pisolitic Ls.8. Calc Tufa
EVAPORITE DEPOSITS4. Potash & Magnesium Salt3. Rock Salt ( Halite)2. Gypsum & Anhydrite1. Calcite & Dolomite
SEDIMENTARY IRON ORES1. Detrital2. Residual (laterite)3. Replacement&Diagenetik
tingkat Akhir4. Marine5. Freshwater(sebagaian) CHERT
Gambar 1. Pembentukan deposit mineral yang dikontrol oleh proses-proses sekunder.
Pelapukan (weathering) dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti air,
angin, perubahan temperatur, tumbuhan dan bakteri. Pelapukan adalah tahapan awal
dari proses denudasi, dimana hasil lapukan biasanya tidak langsung mengalami
transportasi. Hal inilah yang membedakan antara istilah pelapukan dengan erosi.
Secara umum, pelapukan dapat dibagi menjadi:
a. Pelapukan mekanik yang menyebabkan terjadinya desintegrasi/penghancuranbatuan terutama disebabkan oleh ekspansi air dalam pori atau kekar batuan akibatperubahan temperatur. Ekspansi air ini dikenal dengan istilah Frost Action.Pelapukan mekanik tidak menghasilkan mineral baru, tapi aksinya yang mereduksiukuran dan memperluas permukaan partikel menyebabkan pelapukan kimiawidapat bekerja lebih efektif. Desintegrasi mekanik umumnya terbentuk pada daerahkering.
b. Pelapukan kimiawi yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi oleh aksiunsur-unsur yang terbawa dalam air hujan. Sebagai contoh adalah reaksi berikut:2 CaCO3 + H2O + CO2 → 2Ca(HCO3)2
(limestone + water + carbondioksida → calcium bicarbonate)Pelapukan kimiawi ini sangat aktif terutama pada daerah beriklim tropis ataulembab dimana air hujan lebih banyak mengandung CO2.
c. Pelapukan biologis yang terjadi karena adanya aktifitas bakteri dan organismemikroskopik lainnya yang menghasilkan perubahan komposisi air dan udara didalam tanah dan mengakibatkan perubahan kompleks mineral tanah. Demikianjuga pergerakan dari mikroorganisme di dalam tanah dan aksi akar tanaman yangmenerobos ke dalam tubuh batuan, biasanya cukup kuat untuk memecahkan tubuhbatuan.
Syarat utama pembentukan deposit mineral dari konsentrasi residual adalah:
1. kehadiran batuan atau lode yang mengandung mineral berharga yang resisten,
sedang unsur-unsur yang tidak berharga mudah larut pada saat pelapukan
berlangsung.
2. kondisi iklim yang memungkinkan berlangsungnya pelapukan kimiawi; dalam hal ini
iklim tropik dan subtropik adalah kondisi yang sangat tepat untuk pembentukan
endapan residual.
3. kemiringan lereng relatif landai, dan
4. stabilitas lahan yang cukup lama sehingga residu yang terkumpul tidak terganggu
oleh erosi.
Deposit berharga yang dapat terbentuk dari suatu proses konsentrasi residual
diantaranya adalah:
1. Endapan bauksit residual; merupakan endapan laterit didominasi oleh alumuniumhidroksida (bauksit) yang merupakan bijih alumunium utama.
2. Endapan nikel residual; endapan nikel (garnierit) residual terbentuk oleh pelapukanintensif di daerah tropis pada batuan basa-ultrabasa. Endapan laterit nikel di NewCaledonia merupakan sumber produksi nikel terbesar di dunia yang telahditambang sejak tahun 1876.
3. Endapan besi residual; batuan asal endapan ini adalah batugamping yangmengandung endapan mineral besi dan bebas alumunium dan silika, atau batuanbeku basa dengan kandungan Fe jauh lebih besar daripada Al. Kebanyakan lateritpembawa besi memiliki kandungan yang rendah dan tidak menguntungkan secaraekonomi. Contoh yang baik dari endapan ini adalah di Conakry (Guinea) yangberasal dari batuan ultrabasa.
4. Endapan mangan residual; kelarutan Mn lebih besar dibanding Fe atau Al, terutamapada daerah aktifitas organik. Mn cenderung bergerak kebagian bawah danterakumulasi di dasar zona pelapukan pada batuan basa dan ultrabasa (pH tinggi).
5. Lempung (kaolin) residual; Hydrous aluminomsilicate, kaolin, terbentuk daripelapukan aluminumsilicate, terutama feldspar. Konversi ortoklas menjadi kaolindapat diilustrasikan dengan reaksi berikut.4KalSi3O8 + 2CO2 + 4H2O → 2K2CO3 + Al4Si4O10(OH)8 + 8SiO2
2. OKSIDASI DAN PENGAYAAN SUPERGENE
Jika suatu deposit tersingkap pada zona oksidasi, deposit tersebut akan
mengalami pelapukan dan teralterasi pada bagian permukaan batuannya. Air
permukaan mengoksidasi beberapa mineral bijih dan melarutkan mineral lainnya.
Deposit bijih yang teroksidasi kemudian mengalami pencucian, sehingga sebagian
mineral-mineral berharga yang dikandungnya meresap turun hingga ke muka airtanah
atau pada suatu kedalaman dimana oksidasi sudah tidak bekerja lagi. Daerah dimana
proses oksidasi masih dapat bekerja disebut zona oksidasi. Pengaruh oksidasi
kadang bisa mencapai tempat yang cukup jauh dari zona oksidasi.
Jika penetrasi larutan hasil pencucian pada zona oksidasi mencapai muka
airtanah, kandungan logamnya mengalami presipitasi dan membentuk sulfida
sekunder yang dikenal sebagai pengayaan sulfida supergene atau sekunder
(secondary or supergene sulfide enrichment). Pada bagian bawah atau pada
daerah yang tidak mengalami pengayaan disebut zona hipogen atau primer (primary
or hypogene zone).
Perubahan Kimia Selama Pengayaan Supergene BerlangsungAda dua perubahan kimia yang terjadi pada zona oksidasi:
a. Oksidasi, pelarutan dan pemindahan mineral berharga, dan
b. Transformasi mineral logam in situ menjadi senyawa oksida
Umumnya deposit mineral logam mengandung pyrite. Mineral ini memberikan
suplai sulfur untuk membentuk iron sulfat dan sulfuric acid. Demikian juga dengan
pyrhotite. Reaksi berikut menggambarkan keadaan tersebut:
[1] FeS2 + 7O + H2O ↔ FeSO4 + H2SO4
[2] 2FeSO4 + H2SO4 + O ↔ Fe2(SO4)3 + H2O[3] 6FeSO4 + 3O + H2O ↔ 2Fe2(OH)3 + 2Fe(OH)3
[4] Fe2(SO4)3 + 6H2O ↔ 2Fe(OH)3 + 3H2SO4
[5] Fe2(SO4)3 + FeS2 ↔ 3FeSO4 + 2S
Reaksi-reaksi di atas menggambarkan peranan pyrite yang menghasilkan
pelarut-pelarut utama, ferric sulfate dan sulfuric acid, dan juga ferric hydroxide dan
basic ferric sulfates. Selain dari proses di atas, ferric sulfate juga bisa diperoleh dari
chalcopyrite dan sulfida lainnya. Ferric hydroxide berubah menjadi hematite dan
goethite dan terkadang limonit yang merupakan ciri khas semua zona oksidasi.
Tabel 2. Mineral yang berasosias dengan pelapukan
Tipe Proses Deposit BatuanMineral-mineral
Utama Assesori
PelapukanKerakBumi
Daerahberiklim
humid danpanas
Laterite (batuanultrabasa dan basa)
Serpentine, nontronite,garnierite, magnesite,
calcite, chlorites
Ni-nontronite, revdanskite, opal,chalcedony, gaethite,
hallosyite, talc,hydromagnesite, brucite
Bauksit (batuanbasa dan asam)
Diasphore, boehmite,gibbsite
Gaethite, kaolinite, nontronite, chlorite,hydrohematite,limonite
DaerahBeriklimSejuk Kaolinites Kaolinite
Halloysite, montmorillonite,chalcedony, opal, goethite, allophane,
limonite
Zona oksidasi depositsulfida-gossans
Cu - deposits
Malachite, azurite,limonite,
native Cu, cuprite, tenorite
Melanterite, chalcanthite, brochantite,antlerite, dioptase, libethenite,
chalcophylitte, gypsum, aragonite,olivenite, atacamite
Pb - Zn deposits
Smithsonite, anglesite,pyromorphite, cerrusite,
limonite
Plumbojarosite, mimetite, vanadinite,crocoite, hydrozincite, hemimorphite,
auricalcite, aragonite, gypsum, adamite,goslarite,phosgenite, wulfenite, linarite
Sb - deposits Valentinite, senarmontite,cervantite, limonite
Kermesite, stibiconite, bindheimite,aragonite, gypsum, scorodite
Ag - deposits Silver, cerargyrite,argentite, limonite
Electrum gold, chlorargyrite,acanthite
Infiltrasi
Fe - deposits Siderite, limonite Illite, pyrite, kaolinite, baryte, chalcedony
U - deposits Carnotite Roscoelite
Cu - deposits(zona sementasi)
Covellite, chalcocite.Bornite, chalcopyrite
Pyrite, limonite, goethite, gold
Berikut ini adalah beberapa reaksi dimana ferric sulfate berperan dalam
melarutkan beberapa mineral:
[6] Pyrite FeS2 + Fe2(SO4)3 ↔ 3FeSO4 + 2S
[7] Chalcopyrite- CuFeS2 + Fe2(SO4)3 ↔ CuSO4 + 5FeSO4 + 2S
[8] Chalcocite- Cu2S + Fe2(SO4)3 ↔ CuSO4 + 2FeSO4 + 2S
{9} Cavelllite- CuS + Fe2(SO4)3 ↔ CuSO4 + 2FeSO4 + S
[10] Sphalerite- ZnS + 4Fe2(SO4)3 + 4 H2O ↔ ZnSO4 + 8FeSO4 + 4H2SO4
[11] Galena- PbS+Fe2(SO4)3 +H2O+3O ↔ PbSO4 + 2FeSO4 + H2SO4
[12] Silver- 2Ag + Fe2(SO4)3 ↔ Ag2SO4 + 2FeSO4
Jika pyrit tidak tersedia dalam endapan, maka pelarut tidak akan tersedia
dalam jumlah yang cukup banyak sehingga sulfida hypogene tidak mengalami
pengkayaan. Hal seperti ini ditemukan di tambang New California di Ajo, Arizona,
dimana chalcopyrite kemudian terubah menjadi capper cabonat dan supergene
sulfide tidak ditemukan.
Gambar 3. Diagram zona pelapukan vein yang memperlihatkan zona oksidasi, zonapengayaan supergene dan zona primer ( Jensen & Bateman, 1981)
Proses Oksidasi Menyebabkan Pemisahan LogamOksidasi pada sekumpulan bijih menyebabkan terjadinya pemisahan
kandungan logamnya pada tempat yang berbeda-beda, seperti pada kandungan
lead-zinc-pyrite endapan batugamping ―mantoǁ di Mexico. Pada endapan tersebut,
pyrite terangkut ketempat lain, galena mengalami oksidasi membentuk anglesite dan
cerrusite dan sphalerite larut sebagai zinc sulfate yang bermigrasi ke dalam
batugamping membentuk tubuh bijih zinc carbonate.
Gossan dan CappingGossan adalah tanda atau jejak yang terletak di atas suatu daerah pengayaan
karena proses oksidasi. Gossan adalah konsentrasi mineral berat dari material
―limonitikǁ yang berasal dari mineral sulfida masif atau dari sisa besi yang tercuci
dan meresap ke bawah. Capping adalah bagian atas tubuh bijih atau batuan yang
tercuci, tapi masih memperlihatkan adanya kandungan mineral sulfide dalam bentuk
hamburan (disseminated).
3. KONSENTRASI MEKANIK (Endapan yang berhubungan dengan Sedimentasi Klastik)
Konsentrasi mekanik adalah pemisahan moineral berat dari mineral ringan
karena pengaruh gaya gravitasi secara alami (natural gravity separation) pada saat
terbawa oleh air atau media transportasi lainnya. Pemisahan tersebut menghasilkan
suatu konsentrasi mineral berat yang disebut endapan placer.
Pembentukan endapan placer meliputi dua proses, yaitu:
1. proses pembebasan mineral stabil dari matriksnya selama pelapukan berlangsung,
2. proses konsentrasi mineral stabil tersebut.
Proses konsentrasi bisa terjadi jika mineral berharga memiliki tiga sifat berikut:
1. memiliki berat jenis yang tinggi.
2. komposisi kimia yang resisten terhadap pelapukan
3. durability (melleability, toughness, atau hardness)
Mineral-mineral yang memiliki sifat-sifat tersebut di atas dan banyak ditemukan
dalam endapan placer adalah emas, platinum, tinstone, magnetite, chromite, ilmenit,
rutile, native copper, gemstone, zircon, monazite, phosphate, dan kadang quicksilver.
Pyrite dan uraninite dijumpai pula pada beberapa endapan Prokambrium.
Mineral-mineral yang terbentuk pada suatu endapan placer berasal dari:
1. Endapan lode yang komersial, seperti vein emas di Mother Lode Gold of
California.
2. Endapan lode yang tidak komersial, seperti small gold quartz stringer atau veinlet
cassiterite, endapan placer di Indonesia.
3. Sparsely disseminated ore minerals, seperti sebaran platinum dalam intrusi basa
di Ural Mountains.
4. Mineral pembentuk batuan, seperti butiran magnetit, ilmenite, monazite, dan zircon,
sebagai contoh, ilmenite beach sand di India dan Australia.
Transportasi mineral dari tempatnya semula terutama dipengaruhi oleh
gravitasi dan media transportasi yang bekerja berupa air (sungai dan laut), angin atau
es.
Transportasi material hasil lapukan biasanya dalam bentuk:
a. Suspention, dan
b. Bottom Traction, rolling and soltation
Jarak dan proses transportasi sangat mempengaruhi tekstur endapan mineral
(bentuk butir, kebundaran dan ukuran butir) yang terbentuk.
Transportasi akan terus berlangsung selama energi media transport lebih
besar dari gaya gravitasi yang bekerja. Jika gaya gravitasi lebih besar dari energi
media, pengendapan mulai berlangsung dengan mengikuti berbagai kriteria,
misalnya:
1. Mineral yang lebih berat akan terendap lebih dulu dibanding mineral yang lebihringan pada ukuran yang sama.
2. Mineral yang lebih kecil akan terendap lebih dulu dibanding mineral yang lebihbesar jika berat kedua mineral sama.
3. Mineral berbentuk bulat terendapkan lebih cepat dibanding mineral pipih.
Placer EluvialEndapan eluvial terbentuk jika terdapat kemiringan permukaan disekitar batuan
sumber (source rock). Mineral-mineral berat akan terkumpul atau terakumulasi di
bagian bawah bukit dan mineral-mineral ringan yang tidak resisten akan larut dan
terbawa oleh media transport ke daerah lain. Pada beberapa kasus, endapan placer
yang bernilai ekonomis terakumulasi di dalam kantong-kantong pada batuan dasar
seperti endapan kasiterit di dalam potholes dan sinkholes pada batuan karbonat.
Gambar 4. Penampang endapan residual (kiri) dan placer eluvial(kanan) pada pelapukan vein-vein kasiterit
Placer Sungai atau aluvialEndapan aluvial merupakan salah satu tipe endapan placer terpenting yang
menghasilkan mineral/bijih dan tambang-tambang konvensional banyak
memanfaatkan endapan jenis ini. Endapan ini terbentuk setelah bahan rombakan
mengalami transportasi dari batuan sumber oleh air sungai dan kandungan
mineralmineral yang terbawa mengalami pemilahan (sorting) berdasarkan berat jenis
oleh gaya gravitasi. Pemilahan ini memungkinkan endapan ini mudah diekstraksi
denganmeto de-metode yang konvensional.
Tabel 3. Sifat fisik dan lingkungan pengendapan beberapa mineral ekonomikyang ditemukan pada endapan placer.
Mineral Formula SpesificGravity Hardness
Principal PlacerEnvironment
Heavyheavy
mineral
LightHeavyMineral
GoldPlatinumCassiteriteWolframiteMagnetiteIlmeniteRutileColumbite-TantalitePyrochloreXenotimeMonaziteBastnaesiteBaddeleyiteZirconDiamond
AuPtSnO2(FeMn)(WO)4Fe2O4FeTiO3TiO2
(FeMn)(NbTa)2O6(NaCa)2(NbTi)2(O,F)7YPO4(CeLaDi)PO4CeFCO3ZrO2ZrSiO4C
15.5-19.414-19
6.8-7.17.0-7.5
5.24.5-5.0
4.2
5.3-7.34.2-4.4
4.54.9-5.3
4.95.5-6.04.6-4.7
3.5
2.5-34-4.56-7
5-5.55.5-6.5
5.66-6.5
65-5.54-5
5-5.54.56.57.510
Fluvial, eluvial (beach)Fluvial
Eluvial, fluvial, marineEluvial, colluvial
Beach SandBeach SandBeach Sand
FluvialEluvia
Beach SandBeach Sand
EluvialEluvial
Beach SandBeach, eluvial,fluvial
Gambar 5. Lokasi-lokasi khusus endapan placer alluvial :A. di depan batuan rintangan B. di bagian bawah air terjun
C. di pertemuan dua anak sungai D. bagian dalam meander sungai
Namun demikian, pemilahan karena gaya berat juga menyebabkan fraksi
butiran mineral-mineral berat yang didapatkan dalam suatu endapan placer alluvial
Memiliki ukuran butir lebih kecil daripada mineral-mineral ringan seperti kuarsa dan
feldspar. Hal ini disebabkan oleh daya angkut dan daya endap media transport
terhadap mineral ringan yang mempunyai ukuran butir lebih besar sama dengan daya
angkut dan daya endap mineral berat dalam ukuran yang lebih kecil . Dengan
demikian untuk mendapatkan mineral berat dengan ukuran butir relatif besar,
haruslah dicari pada endapan placer dengan ukuran butir mineral –mineral ringan
yang lebih besar lagi.
Placer PantaiBatuan sumber endapan placer pantai berasal dari batuan atau urat-urat yang
tersingkap di tepi pantai, sungai, atau endapan placer tua yang mengalami
perombakan dan diendapkan dipantai dengan bantuan gelombang laut atau arus
bawah laut.
Mineral–mineral yang terpenting dari endapan placer pantai adalah kasiterit,
intan, emas, ilmenit, magnetit, monazite,rutil, xenotime dan zircon. contoh endapan ini
adalah endapan emas placer di Nome (Alaska) intan di Namibia, pasir ilmenit-
monazit-rutil di Travencore dan Quilon India dan pasilmagnetit di North Island
Selandia Baru.
Endapan placer pantai terbesar terdapat dipantai timur Australia dengan
dimensi panjang 900 Km dan tebal 30-40 Meter. Endapan tersebut merupakan
daerah produksi rutil dan zircon yang terpenting di dunia.
Placer Laut LepasEndapan placer laut lepas terbentuk di daerah Continental Shelf yang berjarak
beberapa kilometer dari garis pantai. Tipe placer laut lepas yang cukup penting
terdapat di Selat Karimata (sekitar pulau Bangka dan Pulau Belitung, Indonesia) yang
berasal dari placer sungai dan placer pantai yang terbenam oleh permukaan air laut.
Placer AeolianPembentukan endapan placer Aeolian yang terpenting adalah melalui
perombakan placer pantai oleh angin, seperti endapan pasir besi titanomagnetit di
North Island Selandia Baru.
Tabel. 4 Mineral yang Berasosiasi Dengan Proses sedimenter
TipeProses
DepositBatuan
Mineral-Mineral
Utama Assesori
Mekanik
Gravel,Konglomerat
Quartz, Fragmen batuan materialorganik
Gold, uraninite, pyrite, marcasite,galena, sphalerite
Pasir,batupasir(depositalluvial)
Magnetite, ilmenit, ritile, quartz,pyroxenes, tourmaline, titanite, Cadan Mg carbonates, plagioclase,
orthoclase
Gold, platinum, diamond, monazite,zircon, xenotime, cassiterite,
wolfranite, scheelite, ruby sapphire,topaz, spinels, almandine, pyrope,
chromiteLempung,
batulempungIllite, montmorillonite, kaolinite Limonie, goethite, calcite, opal,
marcasite, halloysite
DepositKimiadan
Biokimiapada
danaugaram
dan laut
Limestone Calcite Dolomite, cahlcedony, siderite,limonite, psilomelane, baryte, celestite
Dolomite Dolomite Calcite, limonite, psilomelane,quartz, glauconite, baryte, phosphorite
Evaporite Gypsum,anhydrite
Thenardite, mirabilite, glauberite,epsomite, halite, soda, polygorskite,
sulphur, baryte, aragonite
Salt deposits Halit, carnallite, sylvite, kainite,polyhalite
Gypsum, anhydrite, dolmite, calcite,glauberite, epsomite, aragonite
Borates Ascharite, hydroboracite, baracite,colemanite, pandermite, ulexite
Inyoite, inderite, realgar, calcite,dolomite, magnesite
Phosphorites Phosphorite, apatite Gluaberite, limonite, illite, quartz, pyrite
Fe-ores
Goethite, chamossite, thuringite,glauconite, siderite
Pyrite, vivianite, baryte, psilomelane,rhodochrosite, hematite, apatite,
chalcedony
Mn-ores Psilomelane, pyrolusite, manganite,rodhochrocite, opal, hydrogoethite
Glauconite, chamosite, baryte,marcasite, pyrite, apatite
Bauksit Diaspore, boehmite, gibbsite Goethite, kaolinite, chlorites,limonite, hydrohematite
Silicides Opal,Quartz, Chalcedony Pyrite, marcasite, Calcite
Batubara Substansi organik Illite, dawsonite, ankerite, quartz,pyrite, marcasite
B. ENDAPAN SEDIMENTERProses sedimentasi konvensional meliputi proses-proses pelapukan → transportasi
→ pengendapan → diagenesa. Masing-masing proses tersebut menghasilkan bentuk
endapan mineral dengan karateristik sendiri-sendiri, seperti sebagian telah dibahas pada
bagian depan, yaitu (i) proses pelapukan yang menghasilkan endapan residual dan
pengayaan supergene, dan (ii) proses transportasi yang memungkinkan terjadinya
konsentrasi secara mekanik yang menghasilkan endapan placer.
Pada bagian ini akan dibahas endapan mineral yang terbentuk pada saat atau
setelah terjadinya pengendapan dan diagenesa yang sangat erat hubungannya dengan
sedimentasi kimiawi.
Pembentukan endapan sedimenter dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Sumber material (source of material) tersedia2. Pengumpulan material dalam bentuk larutan (solution) atau proses lain
3. Transportasi material ke tempat akumulasi jika diperlukan4. Pengendapan material dalam suatu cekungan sedimenter yang diikuti oleh prosesdiagenesa (kompaksi, alterasi kimia, atau perubahan lainnya)
Material yang menyusun suatu deposit sedimenter adalah mineral-mineral yang
berasal dari pelapukan batuan. Terbentuknya suatu deposit mineral sedimenter yang
bernilai ekonomis sangat tergantung pada jenis batuan asalnya. Batuan asal harus cukup
mengandung mineral-mineral yang dibutuhkan, misalnya endapan bijih besi bisa
terbentuk dari pelapukan mineral pembawa besi pada batuan beku seperti hornblende,
piroksin, atau mika, atau terbentuk dari pelapukan mineral-mineral pembawa besi dari
batuan sedimen dan batuan metamorf.
Menurut Walther (1894) diagenesis adalah semua perubahan yang terjadi pada materialsedimenter selama proses sedimentasi berlangsung. Diagenesis tersebut meliputi:a. Kompaksi (lithifaction); Kompaksi adalah proses penekanan material sedimenter karena gaya
berat diatasnya sehingga pori dan kandungan airnya berkurang.b. Sementasi (cementation); Sementasi adalah proses pengikatan material sedimenter lepas oleh
material sekunder seperti material kalsium karbonat, silika, oksida besi, gipsum, minerallempung dan lain-lain. Menurut Correns (1950) sementasi dipengaruhi oleh perubahan pHperubahan pH air dalam akumulasi sedimenter tersebut.
c. Alterasi kimia dan rekristalisasi ; Partikel mineral yang kurang stabil cenderung berubahmenjadi mineral yang lebih stabil di permukaan bumi
Pelarutan material sekunder terjadi saat pelapukan berlangsung, dimana yang
terutama bertindak sebagai pelarut adalah:
1. Air karbonat (carbonate water) yang sangat efektif dalam melarutkan batugamping,
besi, mangan dan fosfor.
2. Humic dan asam organik lainnya yang berasal dari dekomposisi vegetasi merupakan
pelarut yang efektif untuk besi.
3. Larutan sulfat yang efektif dalam melarutkan besi dan mangan tapi jarang tersedia
dalam jumlah yang cukup besar.
Material-material hasil pelarutan terbawa oleh air sungai atau air bawah
permukaan hingga sebagian besar diantaranya mencapai lautan dan kemudian
diendapkan. Besi umumnya diendapkan sebagai (i) ferrous carbonate (siderite); (2)
hydrous ferric oxide, goethite (limonite); (3) ferric oxide (hematite); dan (4) minor basic
ferric salt.
Glauconite, chamosite, dan greenalite jarang terbentuk, sedang mangan umumnya
terbentuk sebagai oksida. Endapan sedimenter lainnya adalah fosfor, sulfur, tembaga,
uranium, karbonat dan material lempung.
Kondisi pengendapan dapat dideterminasi dari komposisi mineral yang terbentuk,
ukuran, purity dan distribusinya (areal dan stratigrafi). Besi dan mangan sedimenter bisa
terendap baik pada lingkungan air tawar maupun lingkungan air asin, yakni dalam bags,
swamps, marshes, danau, laguna, dan laut. Fosfat dan sulfur umumnya terbentuk dalam
kondisi marine.
C. EVAPORASI
Pengendapan mineral dalam proses evaporasi tergantung pada beberapa faktor,
diantaranya yang paling penting adalah temperatur, tekanan, lingkungan pengendapan,
dan perubahan musim dan iklim. Evaporasi lebih efektif terjadi pada daerah beriklim
kering dan panas.
Air laut adalah sumber utama mineral yang terbentuk oleh proses evaporasi.
Sekitar 3,45 persen air laut terdiri atas garam larut dimana 99,7 persen diantaranya terdiri
atas tujuh ion-ion berikut ini:
Na+ 30,61 Cl- 55.04 Ca2+ 1,16 K+ 1,10Mg2+ 3,69 SO 2- 7,68 HCO - 0,41
Sekitar 45 elemen lain dalam konsentrasi air laut ditemukan sebagai mineral jejak
dalam evaporit. Misalnya endapan borate yang terbentuk sebagai endapan evaporit di
Death Valley, California. Salah satu contoh sekuen pengendapan evaporit dalam suatu
cekungan yang terisolasi adalah sebagai berikut:
1. Calcite & Dolomite t
2. Gypsum & Anhydrite
3. Rock Salt (Halite)
4. Potash & Magnesium Sal
3. METAMORFISMEMetamorfisme adalah proses rekristalisasi dan rekombinasi mineral yang telah ada
sebelumnya karena pengaruh panas, tekanan, waktu dan berbagai larutan yang ada,
membentuk mineral baru tanpa melalui fasa cair. Proses ini juga dapat menghasilkan
deposit mineral yang berharga, terutama metamorfisme kontak dan regional yang
terutama dikontrol oleh pengaruh panas dari (misalnya) magma.
Umumnya magma tidak sempat mencapai permukaan bumui, tapi terkonsolidasi di
dalam kerak bumi. Selama proses konsolidasi tersebut:
1. emanasi fluida bertemperatur tinggi (selama atau sesaat setelah konsolidasi magma)
menghasilkan efek pada batuan samping, dan
2. kristalisasi cenderung menyebabkan konsentrasi volatil dalam jumlah besar yang akan
bereaksi dengan batuan samping.
Efek emanasi magma pada batuan samping terdiri atas dua tipe, yaitu
1. efek panas tanpa aksesi dari magma yang menghasilkan metamorfisme kontak,
2. efek panas yang disertai aksesi dari dapur magma yang menghasilkan metasomatisme
kontak.
Metamorfisme kontak memperlihatkan sifat yang dipengaruhi oleh (1) endogene
atau efek internal pada daerah diluar kontak tubuh intrusif dan (2) exogene atau efek
eksternal pada batuan yang kontak dengan intrusi magma.
Efek endogene berupa perubahan tekstur dan mineral pada border zone, mineral
pegmatite seperti tourmaline, beryl, atau garnet bisa ditemukan.
Efek exogene terdiri atas baking atau pengerasan pada batuan samping dan secara
umum menyebabkan transformasi. Mineral lama diurai, dan ion-ionnya mengalami
rekombinasi untuk membentuk mineral stabil pada kondisi tersebut.
Sebagai contoh, mineral AB dan CD bisa ter-rekombinasi menjadi AC dan BD.
Dalam impure limestone yang mengandung Calcium Carbonat, magnesium, iron, kuarsa
dan lempung dapat terjadi alterasi seperti:⇒Calcium oksida + kuarsa → wollastonite⇒Dolomite + kuarsa + air → termolite⇒Dolomite + kuarsa + air + iron → actinolite⇒ Kalsit + lempung + kuarsa → grossularite garnet
Dalam semua alterasi tersebut komposisi kimia batuan hampir tidak ada
perubahan. Alterasi semakin kuat pada daerah yang dekat dengan tubuh intrusi dan
menghasilkan suatu metamorphic aureula disekitar intrusi dalam berbagai bentuk dan
ukuran tergantung pada bentuk dan ukuran intrusi.
Tabel 5. Mineral yang berasosiasi dengan proses metamorfikTipe
MetamorfismeFasies mineral tipe-tipe
batuan Mineral-mineral
Met
amor
fism
e R
egio
nal
(fasi
es m
etam
orfik
uta
ma)
Zeolite facies Quartz, albite, chlorites, pumpellyite, native Cu
Green shist facies(chloritic schist)
Quartz, albite, epidote, chlorites, actinolite,calcite, sericite, talc, serpentine, magnetite,hematite, graphite, chrysotile
Glaucophane facies Quartz, spessartite, rhodonite, glauchopane,vesuvianite, jadeite, muscovite, epidote,chlorites, calcite
Epidote - amphibolitefacies (epidoteamphibolites)
Epidote, common amphibolite, plagioclase,biotite, almandine, sillimanite, andalusite,staurolite, anthophyllite, magnetite
Amphibolite facies(amphibolites)
Common amphibole, diopside, hypersthene,basic plagioclases, orthoclase, sillimanite,forsterite, rutile
Eclogite facies(eclogites)
Garnet, kyanite, enstatite, rutile
Semakin jauh dari zona kontak, temperatur semakin menurun. Penurunan tersebut
(secara gradual selama pendinginan magma yang lambat) menyebabkan terjadinya
zona mineralisasi disekitar tubuh intrusif. Disamping temperatur, zonasi tersebut juga
tergantung pada chemical gradient.
Dolomit + kuarsa (+temperatur tinggi) → tremolite, kemudian seiring dengan naiknya
temperatur terbentuk forsterite, diopside, periclase, wollastonite, monticellite, spurrite,
merwinite, dan larnite.
Metamorfisme konyak mulai terjadi sesaat setelah intrusi dan berlanjut hingga
setelah bagian terluar intrusif terkonsolidasi. Beberapa jenis deposit mineral non logam
yang terbentuk adalah:⇒ Asbestos⇒Grafit⇒ Talk, soapstone, dan pyrophyllite⇒ Silimanit grup
Batuan karbonat adalah batuan yang paling penting dalam pembentukan deposit
metamorfisme kontak yang membentuk endapan skarn. Pure limestone dan dolomite
mudah mengalami rekristalisasi dan kehadiran unsur-unsur pengotor seperti silika,
alumina, dan besi dalam impure carbonate rocks memungkinkan terbentuknya lebih
banyak kombinasi mineral. Batupasir juga mengalami rekristalisasi menjadi kuarsit.
Serpih (shale) dan slate teralterasi menjadi hornfels yang mengandung andalusite,
sillimanite, staurolite, dan garnet.
BAB VII
MORFOLOGI DAN TIPE-TIPE DEPOSIT BIJIHDeposit syngenetic adalah suatu deposit yang terbentuk bersamaan dengan
batuan tempatnya berada dan kadang deposit ini adalah bagian dari suatu urutan
stratigrafi, seperti horison sedimenter yang kaya akan besi ( iron-rich sedimentary
horizon). Sebaliknya deposit epigenetic adalah deposit yang terbentuk setelah batuan
induknya (host rock) terbentuk. Jika suatu tubuh bijih (ore body) penyebarannya terlihat
lebih panjang dalam satu arah dibandingkan arah lainnya, maka arah penyebaran yang
lebih panjang tersebut adalah strike tubuh bijih (gambar 1). Kemiringan tubuh bijih yang
tegak lurus terhadap strike adalah dip dan dimensi terpanjangnya adalah axis-nya.
Dalam bagian ini, pembahasan klasifikasi tubuh bijih didasarkan pada bentuknya
yang discordant atau concordant terhadap perlapisan batuan disekelilingnya.
A. TUBUH BIJIH DISCORDANT
1. Tubuh Berbentuk Regular (Regularly shaped bodies)a. Tubuh Bijih Tabular
Tubuh bijih tabular melebar dalam dua dimensi, tetapi restricted
development pada dimensi ketiga. Termasuk dalam kelas ini adalah vein-vein
(kadang disebut fissureveins) dan lode. Vein kadang berbentuk miring dan
seperti pada patahan, bidang vein dapat dibagi sebagai hanging wall dan foot
wall (gambar 2).
Pembentukan vein dapat diilustrasikan dalam pembentukan struktur
pinch-and-swell pada vein. Pinch-and-swell adalah salah satu struktur vein
yang terbentuk setelah adanya kekar (fracture) dalam batuan karena suatu gaya
yang bekerja (gambar 2a). Selanjutnya perubahan posisi batuan menyebabkan
terjadinya pembukaan celah (open space = dilatant zones) yang merupakan
suatu celah yang dapat dimasuki oleh suatu mineral (gambar 2b). Material
pengisi vein bisa terdiri dari satu mineral tetapi umumnya terdiri atas intergrowth
mineral bijih dan mineral ganggue.
b. Tubuh Bijih Tubular
Tubuh bijih tubular relatif pendek dalam dua dimensi, tapi memanjang
pada dimensi ketiga. Jika tubuh ini berbentuk vertikal atau hampir vertikal
maka disebut pipa atau chimneys, tapi jika berbentuk horisontal atau hampir
horisontal maka disebut mantos. Mineral pengisi yang paling umum adalah
kuarsa dan pada beberapa mineralisasi ditemukan bismuth, molibdenum,
tungsten, dan timah. Pipa memiliki beberapa tipe dan cara pembentukan
(Mitcham, 1974), tetapi umumnya terbentuk oleh partial dissolution batuan
induk. Baik pipa maupun mantos kadang memiliki cabang-cabang (branch)
dan anostomes. Pada beberapa deposit tubular yang terbentuk oleh aliran
sub-horisontal fluida pembawa mineral (mineralizing fluid), kadar bijih
mineralisasi yang dihasilkan kadang bersifat diskontinu yang menghasilkan
tubuh bijih berbentuk pod.
Gambar 5.1. Diagram yang menggambarkan istilah-istilah yang digunakan dalamDeskripsi tubuh bijih (orebody).
Gambar 5.2. Pembentukan struktur pinch-and-swell dalam vein
2. Tubuh Berbentuk Irregular (Irregularly shaped bodies)a. Deposit Disseminated
Pada deposit disseminated, mineral bijih tersebar dalam tubuh batuan
induk seperti bentuk penyebaran mineral asesori dalam batuan beku.
Disseminated mineral ekonomik bisa meliputi (i) keseluruhan atau sebagian
besar batuan induk dan sepanjang veinlet yang memotong batuan induk
dalam bentuk network yang sangat rapat (stockwork) atau bisa juga (ii)
berupa disseminated mineral ekonomik dalam veinlet (stockwork). Stockwork
umumnya terbentuk pada batuan beku intrusi yang bersifat asam hingga
intermedit, tetapi ada juga yang memotong kontak ke batuan samping, dan
hanya sebagian kecil yang terbentuk di dalam batuan samping (country
rock).
Deposit disseminated merupakan penghasil tembaga dan
molibdenum terbesar di dunia disamping juga menghasilkan timah, emas,
merkuri dan uranium. Depositnya hampir seluruhnya berbentuk cylindrical
dan sisanya berbentuk caplike.•Deposit Replasemen Irregular (Irregular Replacement Deposits)
Beberapa deposit bijih terbentuk oleh replasemen batuan yang telah ada
pada temperatur rendah hingga menengah (<400oC), misalnya deposit magnetit
dalam sedimen yang kaya akan karbonat (Morteani, 1989), tubuh bijih
pyrophyllite dalam alterasi piroklastik (Stuckey, 1967) dan deposit siderit dalam
batugamping (Pohl et al. 1986).
Proses replasemen lainnya terjadi dalam temperatur tinggi, pada daerah
kontak dengan intrusi batuan beku berukuran menengah hingga besar. Deposit
yang terbentuk disebut metamorfik kontak atau pirometasomatik; atau saat ini
lebih populer dengan istilah skarn. Tubuh bijihnya dicirikan oleh pembentukan
mineral calc-silicate seperti diopside, wollastonite, andradite garnet dan aktinolit.
Deposit ini berbentuk extremely irregular; lidah (tongues) bijih dapat terbentuk
disepanjang struktur planar – bedding, joint, faults, etc.- dan terdistribusi pada
aureole kontak kadang apparently capricious. Material-material yang paling
penting dari deposit skarn adalah besi, tembaga, tungsten, grafit, zinc, lead,
molibdenit, timah, uranium, garnet, talk dan wollastonit.
B. TUBUH BIJIH CONCORDANT
1. Batuan Induk Sedimenter (Sedimentary host rock)Tubuh bijih concordant (terhadap bidang perlapisan) dalam batuan sedimen
sangat penting sebagai penghasil beberapa logam yang berbeda, terutama logam
dasar dan besi. Depositnya merupakan bagian integral dari sekuen stratigrafi, seperti
pada deposit Phanerozoic ironstones yang merupakan deposit bijih syngenetic yang
terbentuk oleh proses sedimenter, atau sebagai epigenetic infillings pada pori-pori
atau sebagai tubuh bijih replasemen. Biasanya tubuh bijihnya paralel dengan bidang
perlapisan (stratiform).
Batuan sedimen sebagai batuan induk deposit bijih:
- Batugamping; Batugamping sering menjadi batuan induk deposit base metalsulphide, dimana (i) jika dalam sekuen stratigrafi didominasi oleh batuan karbonat,bijih kadang terbentuk dalam sejumlah lapisan. Bijih tersebut terbentuk pada jikapermeabilitas batuan bertambah besar karena adanya dolomitisasi atau retakandan (ii) jika batuan karbonat hanya merupakan bagian minor dalam sekuenstratigrafi, maka batugamping (karena solubilitas dan reaktifitasnya) merupakanhorison yang sangat baik bagi mineralisasi.
- Batuan Argillaceous; Serpih, mudstone, argilit dan slate adalah batuan induk yangpenting untuk tubuh bijih concordant dimana terkadang remarkably kontinu danekstensif. Bijih yang biasa dijumpai dalan batuan Argillaceous adalah tembaga,lead, zinc.
- Batuan Arenaceous; Beberapa bahan galian yang biasa dijumpai dalam batupasirsebagai batuan induk adalah logam dasar seperti bijih tembaga, lead dan perak,dan vanadium-uranium, serta mineral berat yang terakumulasi secara mekanikseperti magnetit, ilmenit, rutil dan zircon.
- Batuan Rudaceous; kerikil aluvial dan konglomerat juga merupakan batuan indukyang penting untuk deposit placer seperti deposit emas aluvial.
- Sedimen kimia; Besi sedimenter, mangan, evaporit dan fosfat adalah bahan galianyang terbentuk oleh proses sedimentasi kimia.
2. Batuan beku sebagai batuan induk (Igneous host rock)a. Batuan Induk VulkanikAda dua tipe deposit yang paling sering ditemukan dalam batuan beku,
yaitu vesicular filling deposit dan volcanic-associated massive sulphide
deposit. Tipe deposit yang pertama tidak terlalu penting tetapi tipe kedua memiliki
penyebaran yang sangat luas dan merupakan penghasil logam dasar yang
penting serta terkadang pula menjadi penghasil emas dan perak.
Tipe pertama terbentuk dalam lubang vesikular yang permeabel pada
bagian atas aliran lava basal dimana permeabilitasnya kemungkinan
disebabkan oleh autobreksiasi. Contoh mineralisasi yang biasa dijumpai dalam
bentuk tembaga murni dan salah satu depositnya ditemukan pada basal
berumur Prakmbrium Akhir di Keweenaw Peninsula di sebelah utara Michigan.
Deposit sulfida masif yang berasosiasi dengan batuan vulkanik (volcanic-
associated massive sulphide deposit) kadang bisa mengandung lebih dari 90%
sulfida besi terutama pirit atau pirhotit. Deposit ini umumnya adalah tubuh
stratiform, lentikular atau berbentuk anyaman (sheet-like), terbentuk pada
daerah interface antara batuan vulkanik dengan batuan vulkanik atau interface
antara batuan vulkanik dengan batuan sedimen. Seiring dengan
bertambahnya kandungan magnetit, maka kandungan bijih secara berangsur
berubah menjadi bijih magnetit oksida masif dan/atau hematit, seperti terlihat
pada Savage River di Tasmania, Fosdalen di Norwegia, dan Kiruna di Swedia
(Solomon, 1976). Deposit ini dapat dibagi ke dalam tiga kelas deposit:
(a) Zinc-lead-copper, (b) zinc-copper, dan (c) tembaga.
Batuan induk yang paling penting adalah riolit dimana bijih pembawa
lead umumnya hanya berasosiasi dengan batuan ini. Kelas tembaga hampir
selalu berasosiasi dengan batuan vulkanik mafik.
b. Batuan Induk PlutonikBeberapa intrusi batuan beku plutonik posses rhythmic layering dan hal ini
terbentuk dengan baik pada intrusi basik. Biasanya layer-layer tersebut
merupakan perulangan antara mineral basik dengan mineral felsik, tetapi kadang
mineral-mineral yang memiliki nilai ekonomik, seperti kromit, magnetit dan
ilmenit, bisa membentuk discrete mineable seams such layered complexes.
Seam ini secara alami stratiform dan ukurannya bisa mencapai beberapa
kilometer, seperti seam kromit di Bushveld Complex Afrika Selatan. Bentuk lain
deposit ortomagmatik adalah tubuh bijih sulfida nikel-tembaga yang terbentuk
oleh sinking immiscible sulphide liquid ke dasar dapur magma yang
mengandung magma basik dan ultrabasik.
c. Batuan Induk Metamorfik
Bagian dari beberapa deposit yang terbentuk pada proses metamorfik.
d. Deposit ResidualDeposit ini terbentuk oleh pergerakan kembali material non-bijih dari
protore. Sebagai contoh, pencucian silika dan alkali dari nefelin-senit may leave
behind a surface capping of hydrous aluminium oxides (bauksit). Beberapa
bauksit residual terbentuk pada permukaan saat ini, lainnya terkubur di bawah
sedimen muda yang membentuk basal beds. Pelapukan batuan feldspatik
(granit, arkose, dll.) dapat menghasilkan deposit kaolin yangmana, di granit
Cornish Inggris, membentuk funnel atau troughshaped bodies yang mencapai
kedalaman sekitar 230 meter dari permukaan.
e. Pengayaan Supergen (Supergene Enrichment)Proses pengayaan supergen sedikit banyak telah mempengaruhi
hampir semua tubuh bijih. Setelah deposit terbentuk, uplift dan erosi
menyebabkan deposit tersebut mencapai sirkulasi airtanah, yang mencuci
dan melepaskan beberapa jenis logam dari tubuh bijih. Logam-logam tersebut
kemudia mengalami redeposit ditempat lain dan banyak diantaranya
menghasilkan deposit yang memiliki nilai ekonomis yang penting.
BAB VIIITEKSTUR DAN STRUKTUR ENDAPAN
Studi tekstur memberikan banyak informasi tentang genesis dan sejarah suatutubuh bijih. Tekstur menceritakan apakah suatu mineral atau material terbentuk olehpengendapan dalam rongga oleh larutan silikat atau larutan aquaeous, atau olehreplasemen batuan atau mineral bijih yang telah ada sebelumnya. Subsequentetamorphism bisa merubah tekstur primer secara drastis. Interpretasi tekstur mineraladalah suatu bahasan yang sangat luas dan sulit dan hanya beberapa poin pentingyang akan di bahas pada bagian ini.
A. Pengisian rongga (open space filling)
1. Presipitasi dari leburan silikat (silicate melt)
Faktor kritis untuk situasi ini adalah pada saat kristalisasi dan ada tidaknya
kristalisasi silikat secara simultan. Mineral bijih oksida, seperti kromit, kadang
mengkristal lebih cepat sehingga bentuk kristalnya euhedral. Kromit terendapkan
dengan interstitial liquid silikat may suffer corrosion dan partial resorption untuk
menghasilkan tekstur atoll dan butiran rounded, dimana mineral ini membentuk
monomineral bands.
Pada saat mineral oksida dan silikat mengkristal secara simultan, tekstur
butir anhedral – subhedral seperti pada batuan granit terbentuk (?), owing to
mutual interference selama pertumbuhan butiran semua mineral. Tekstur
micrographic yang meliputi mineral bijih oksida bisa juga terbentuk pada tahap ini.
Sulfida, karena melting point-nya rendah, mengkristal setelah silikat dan, jika
sulfida tidak dapat memisahkan diri dari silikat, akan hadir sebagai agregat butiran
rounded representing globules of immiscible sulphide liquid, atau sebagai butiran
anhedral atau aggregat butiran yang mengkristal interstitially terhadap silikat dan
bentuknya (governed) berada di sekeliling butiran silikat.
2. Presipitasi dari larutan aquaeous
Rongga-rongga (open spaces), such a dilatant zones sepanjang patahan,
merupakan jalan yang dilalui larutan pada topografi karst, dll. Jika prevailing
kondisi Fisika—kimia induce presipitasi, maka kristal akan terbentuk. Kristal ini
terbentuk sebagai hasil spontaneous nucleation dengan larutan, atau lebih
tepatnya, oleh oleh nucleation pada ruang tertutup. Proses ini diawali oleh
presipitasi dan pembentukan mineral pada dinding vein. Jika larutan berubah
komposisi maka bisa terjadi perubahan mineral sehingga pengisian vein
membentuk banded yang disebut crustiform banding. Struktur ini terlihat pada
beberapa vein dimana mineralizing solutions mengalami perubahan komposisi
seiring dengan waktu dan memperlihatkan kepada kita urutan mineral yang
mengalami presipitasi, urutan ini disebut sekuen paragenetik (paragenetic
sequence).
Pengendapan pada kekar-kekar juga terbentuk di permukaan pada interface
sedimenair atau batuan-air selama pembentukan deposit masif sulfida yang
berasosiasi dengan vulkanik (misalnya). Dibawah situasi rapid flocculation
terbentuknya material dan tekstur primer menghasilkan bentuk colloform banding.
3. Replasemen
Edward (1952) mendefinisikan replasemen sebagai dissolving suatu
mineral dan pada saat bersamaan diendapkan mineral lain pada tempat tersebut,
tanpa intervening development rongga dan tanpa adanya perubahan volume.
Replasemen adalah proses yang yang penting dalam pembentukan beberapa
deposit bijih, termasuk diantaranya kelas skarn. Proses ini tidak hanya meliputi
mineral-mineral pada batuan samping, tapi juga mineral-mineral bijih dan ganggue.
Pada hampir semua bijih memperlihatkan terjadinya proses replasemen.
Tanda-tanda the most compelling replasemen adalah pseudomorphism.
Pseudomorphism kasiterit dari ortoklas ditemukan di Cornwall Inggris, dan pirhotit
dari hornblende di Sullivan British Columbia.
Proses replasemen sekunder (supergen) diawali pengayaan sulfida oleh
perkolasi air meteorik ke bawah, kadang sangat dramatik dan fraught dengan
economic importance. They can be every bit sama pentingnya dengan replasemen
primer (hipogen) brought about by solution emanating dari crustal atau bawah
permukaan.
4. Inklusi fluida (fluid Inclusions)
Pertumbuhan kristal tidak pernah sempurna dan memungkinkan
terjebaknya fluida dalam kristal tersebut dalam ukuran <100 μm, yang disebut
inklusi fluida. Studi inklusi fluida dapat proved untuk digunakan dalam dechiphering
sejarah pembentukan beberapa tipe batuan dan genesa bijih, terutama mengenai
transport dan pengendapan bijih (Roedder, 1984).
Inklusi fluida dibagi dalam beberapa tipe:
o Inklusi Primer; terbentuk selama pertumbuhan kristal, provide us dengan sampel
fluida pembentuk bijih. Inklusi ini juga merupakan data geotermometrik yang
penting dan memberikan suatu informasi tentang physical state fluida, misalnya
mengenai apakah fluida tersebut mendidih pada saat terjebak. Inklusi primer
terdapat pada hampir semua batuan dan mineral deposit. Sepuluh mineral
transparan dimana inklusi fluida paling banyak ditemukan menurut Sheperd et al.
adalah:
1. Kuarsa2. Fluorite3. Halite4. Kalsit5. Apatit6. Dolomit7. Sphalerit8. Barit9. Topaz10. Kasiterit
Material yang paling penting dalam fluida adalah air dan karbondioksida.
Inklusi primer dapat dibagi lagi ke dalam empat grup (Nash, 1976) sebagai berikut:
Tipe I. Inklusi dengan salinitas sedang, secara umum terdiri atas dua fase,
terutama terdiri atas air dan gelembung water vapour, meliputi 10-40%
inklusi. Kehadiran gelembung mengindikasikan bahwa fluida terjebak pada
elevated temperature. Sodium, potassium, kalsium dan klorin terbentuk
dalam larutan dengan salinitas berkisar antara 0 – 23 wt% NaCl.
Tipe II. Inklusi yang kaya akan gas, umumnya mengandung lebih dari 60% vapour.
Air juga merupakan unsur yang dominan, tapi CO2 hanya ditemukan
dalam jumlah kecil. Tipe ini merepresentasikan trapped steam. Kehadiran
secara bersamaan inklusi yang kaya akan gas dan inklusi aquaeous yang
sedikit mengandung gas menunjukkan bahwa fluida mendidih pada saat
terjebak.
Tipe III, Inklusi yang membawa halite. kisaran salinitas tipe ini lebih dari 50%.
Inklusi ini mengandung kristal halit kubik dan beberapa daughter minerals,
seperti sylvite dan anhydrite. Semakin banyak jumlah dan variasi daughter
minerals semakin kompleks fluida bijih (ore fluid).
Tipe IV, Inklusi yang kaya akan CO2, dengan perbandingan CO2: H2O berkisar
antara 3 hingga lebih dari 30 mol%.
o Inklusi Sekunder; inklusi ini terbentuk dari beberapa proses setelah kristalisasi
mineral induk (host mineral). Salah satu cara pembentukan inklusi adalah selama
healing retakan dan hal ini mengawali pembentukan planar arrays beberapa inklusi
kecil. Inklusi sekunder sering ditemukan pada deposit tembaga porfiri karena
hampir semua deposit ini berulang kali mengalami breksiasi. Inklusi
pseudosecondary adalah inklusi yang terbentuk pada peralihan antara inklusi
primer dengan inklusi sekunder.
Contoh analisis inklusi fluida disampaikan oleh Kelly & Turneaure (1970)
yang menyajikan studi detail tentang mineralogi, paragenetic sequence (urutan
pembentukan mineral) dan geotermometri vein timah dan tungsten di Bolivia.
Mereka menyatakan bahwa bijih yang ditemukan adalah deposit plutonik hingga
subvulkanik, terbentuk pada kedalaman 350-4000 m dan pada temperatur sekitar
350-70oC. Larutan bijih pada tahap awal vein merupakan highly saline brines (di
atas 46 wt% NaCl tetapi CO2-nya rendah) dan kehadiran inklusi tipe I dan II dalam
kuarsa dan kasiterit mengindikasikan bahwa terjadi pendidihan. Inklusi fluida pada
mineral yang terbentuk belakangan tidak memperlihatkan tanda-tanda pendidihan
dan fluida yang terperangkap memiliki salinitas yang rendah, 2-10% baik untuk
fluorit maupun siderit.
5. Alterasi Batuan Samping
Alterasi batuan samping umumnya terbentuk di sekitar vein dan tubuh bijih
hidrotermal lainnya yang antara lain ditunjukkan oleh perubahan warna, tekstur,
perubahan mineralogi atau kimia, atau kombinasi dari semuanya. Semakin tinggi
temperatur pengendapan mineral bijih, semakin intens alterasi, meskipun tidak
selamanya berarti pengaruh alterasi lebih luas karena daerah pengaruh alterasi
sangat tergantung kepada banyak hal misalnya ukuran tubuh bijih.
Gambar 6.1. Sketsa empat tipe inklusi fluid yang paling penting (after Nash, 1976).L = liquid aquaeous, V = vapour, LCO2 = liquid CO2
Ada dua divisi utama alterasi batuan samping, yaitu hipogen dan supergen.
Alterasi hipogen disebabkan oleh naiknya larutan hidrotermal, dan alterasi
supergen oleh naiknya air meteorik yang bereaksi dengan mineral yang sudah ada
srebelumnya. Pada bagian ini kita lebih terfokus pada alterasi hipogen karena (a)
kontribusinya terhadap pengetahuan kita tentang bagaimana kondisi dan evolusi
larutan pembawa bijih, (b) kadang memiliki nilai ekonomi untuk kegiatan
eksplorasi, dan (c) menghasilkan mineral seperti phyllosilicates yang dapat
digunakan untuk melakukan pengukuran radiometrik pada alterasi batuan samping
dan pada asosiasi mineralisasi.
Alterasi batuan samping sangat tergantung pada sifat batuan induk dan sifat
larutan pembawa bijih-nya. Sifat batuan induk yang penting diantaranya adalah
komposisi kimia, ukuran butir, sifat fisik (terkekarkan atau tidak) dan permeabilitas.
Sedang untuk sifat larutan pembawa bijih (hidrotermal) adalah sifat kimia, pH, Eh,
tekanan dan temperatur. Beberapa proses yang terjadi selama alterasi hidrotermal
diilustrasikan pada gambar 4.
Kurva 1 merepresentasikan alterasi K-feldspar menjadi muskovit (serisit):
3KalSi3O8 + 2H+ (aq)↔ Kal3Si3O10(OH)2 + 2K+ (aq) + 6SiO2
K-feldspar muskovit (serisit) kuarsa.
Kurva 2 merepresentasekan tahap lain removal alkalis dari batuan oleh hidrolisis:
2Kal3Si3O10(OH)2 + 2H+ + 3H2O ↔ 3Al2Si2O5(OH)4 + 2K+
muskovit kaolinite
Gambar 6.2. Some equilibrium relations in the system K2O-Al2O3-SiO2-H2O in chlorideelectrolyte environment. Total pressure is 0,1034 Gpa and quartz is present.The approximate positions of some wall rock alteration assemblageshave been added. (After Meyer & Hemley, 1967).
Selama alterasi batuan samping hampir semua mineral pembentuk batuan are
susceptible to attack oleh larutan asam, karbonat, zeolit, feldspatoid dan Ca-plagioklas
kurang resisten; piroksin, ampibol dan biotit memiliki resistensi sedang, dan sodic
plagioclase, potash feldspar dan muskovit memiliki resistensi tinggi. Kuarsa kadang
entirely tidak terpengaruh dalam proses alterasi.
Tipe-tipe alterasi batuan samping• Advanced argillic alteration; Alterasi yang dicirikan oleh kehadiran mineral dickite,kaolinite (keduanya Al2Si2O3(OH)4), pyrophyllite (Al2Si4O10(OH)2) dan kuarsa. Serisitbiasanya juga ada dan frequently alunite, pyrite, tourmaline, topaz dan zunyite.Sedangkan andalusit kemungkinan bisa hadir pada temperatur tinggi.Alterasi ini adalah salah satu alterasi yang paling intense, kadang dijumpai padazona bagian dalam (inner zone) bersama-sama dengan vein logam dasar ataudeposit pipa berasosiasi dengan stok plutonik asam, seperti di Butte, Montana, danCerro de Pasco, Peru. Alterasi ini juga dijumpai pada lingkungan hot spring dandalam telescoped deposit logam berharga yang dangkal. Asosiasi sulfida yangdijumpai dalam tubuh bijih umumnya kaya sulfur; covellite, digenite, pyrite danenargite.• Sericitization; Dalam lapangan bijih dunia, sericitization adalah tipe alterasi yangpaling banyak dijumpai pada batuan yang kaya akan aluminium seperti slates,granits, dll. Mineral yang dominan adalah sericite dan quartz, sedangkan pyritekadang menyertai mereka. Jika potassium dilepas ke batuan samping sehinggabatuan seperti diorit kekurangan elemen ini, maka serisitisasi dapat terjadi. Selamaberlangsungnya serisitisasi granit, feldspar dan mika bisa mengalami transformasimenjadi serisit, dengan kuarsa sekunder sebagai salah satu hasilnya, tapi kuarsaprimer tetap tidak terpengaruh except pembentukan inklusi fluida sekunder. Denganapperance potash feldspar sekunder dan biotit sekunder, serisitisasi berangsurmenjadi alterasi potassic, yang banyak dijumpai pada bagian tengah deposittembaga porfiri.
Gambar 6.3. Kumpulan alterasi batuan samping yang sering dijumpai dalambatuan aluminosilicate di plot pada diagram ACF dan AKF. (AfterMeyer & Hemley, 1967)A adalah Al2O3 dan komponen lain yang sifat kimianya samaC adalah CaO ditambah komponen-komponen yang samaK adalah K2O + Na2OF adalah FeO + MgO + MnOkaol. : kaolinite, dick. : dickite, pyroph. : pyrophyllite, tourm. : tourmalin, chl: chlorite
• Intermediate argillic alteration; Mineral utama dalam alterasi ini adalah mineralkaolin- dan montmorillonit-grup sebagai alterasi plagioklas. Mineral-mineral ini bisabersama-sama dengan amorphous clays (clay yang kelihatan amorphous di bawahX-rays dan biasanya disebut allophane). Intermediate argillic zone sebenarnya bisadibagi dalam dua sub-zone dimana pada bagian luar alterasi didominasi oleh mineralmontmorillonit dan pada bagian dalam yang berbatasan dengan zona serisitisasididominasi oleh mineral kaolin. Pada zona ini sulfida secara umum tidak penting.Zona ini berbatasan dengan alterasi propylitic pada bagian luar.• Propylitic alteration; Zona alterasi ini dicirikan oleh chlorite, epidote, albite dancarbonate (calcite, dolomite atau ankerite). Minor sericite, pyrite, dan magnetitekemungkinan juga bisa ditemukan dan meski jarang, zeolites dan montmorillonitekadang-kadang ditemukan pula. Istilah alterasi propylitic pertama kali diperkenalkanoleh Becker pada tahun 1882untuk alterasi diorit dan andesit di sekitar ComstockLode, Nevada. Zona alterasi propylitic kadang-kadang sangat luas sehingga banyakdigunakan sebagai penunjuk dalam eksplorasi. Zona alterasi ini bisa dibagi lagidalam beberapa sub-zona berdasarkan kelimpahan mineral alterasinya, antara lain:Chloritization; Chlorite bisa hadir sendiri atau dengan kuarsa atau tourmalin dalam
kombinasi yang sangat simpel. Mineral propylitic yang lain bisa juga ditemukandan anhydrite juga bisa dijadikan penciri. Klorit hidrotermal memperlihatkanperubahan perbandingan Fe : Mg seiring dengan bertambahnya jarak dari tubuhbijih, dimana Fe lebih banyak pada daerah yang dekat dengn sulfida. Perubahanperbandingan ini bisa direkam dengan pengukuran simple refractive index, yangjuga bisa menjadi petunjuk dalam eksplorasi. Pembentukan klorit sekunder bisadihasilkan dari alterasi mineral mafik yang telah ada sebelumnya pada batuansamping atau dari penghantara Mg dan Fe dari sumber lain.
Carbonatization; Dolomitisasi adalah alterasi yang sering ditemukan padapengendapan bijih dengan temperatur rendah hingga menengah padabatugamping, dan dolomit adalah karbonat yang paling banyak terbentuk olehaktifitas hidrotermal. Sama seperti pada chloritization, variasi perbandingan Fe:Mg with poximity to ore.• Potassic Alteration; Potasf feldspar sekunder dan/atau biotit adalah mineral yang
paling penting pada alterasi ini. Mineral lempung tidak ada tapi chlorite, magnetit danhematite bisa ditemukan dalam jumlah kecil. Anhydrit cukup penting khususnyadalam deposit tembaga porfiri, seperti di El Salvador, Chile, dimana anhydrite bisalebih 15% dari batuan alterasi.• Silicification; Meliputi bertambahnya proporsi kuarsa atau silika crypto-crystalin(seperti cherty atau opaline silica) dalam batuan alterasi. Silika kemungkinanberasal dari larutan hidrotermal, seperti pada kasus cherthified batugamping yangberasosiasi dengan deposit lead-zinc-fluorite-baryte atau kemungkinan juga sebagaihasil dari alterasi feldspar dan mineral lain selama pencucian bagian dasar.Silisifikasi kadang dijadikan petunjuk kepada bijih, misalnya Black Hill, Dakota.• Feldspathization; Istilah feldspatisasi digunakan pada proses metasomatismapotasium atau sodium yang menghasilkan potash feldspar yang baru atau albite.Albitisasi ditemukan disekitar beberapa deposit emas.
• Tourmalinization; Tourmalinisasi berasosiasi dengan deposit dengan temperaturmenengah hingga tinggi, seperti pada beberapa vein emas dan timah yangmemperlihatkan adanya tourmalinisasi yang kuat pada batuan samping. Jika batuansamping yang teralterasi banyak mengandung gamping (lime-rich) axinite dapatterbentuk.• Tipe alterasi lainnya;Pyritization; disebabkan oleh masuknya sulfur yang merubah oksida besi dan
mineral mafik.Hematitization; tipe alterasi yang kadang berasosiasi dengan uranium.Bleaching; disebabkan oleh adanya reduksi hematitGreisenization; alterasi sepanjang bagian pinggir deposit tin-tungsten dan
beryllium pada batuan granitik atau gneissesFenitization; biasanya berasosiasi dengan deposit pada batuan karbonat dan
dicirikan oleh pembentukan nephelin, aegirine, sodic amphiboles dan alkalifeldspar pada aureoles massa karbonat.
Serpentinisasi ; dan the allied pembentukan talk, dapat terbentuk baik padabatuan ultrabasik maupun pada batugamping. Serpentinisasi berasosiasi dengandeposit emas dan nikel.
Zeolitisasi ; ditandai oleh pembentukan stilbite, natrolite, heulandite, dll., dankadang disertai mineralisasi tembaga murni dalam basal amigdaloidal. Tipebatuan tipe alterasi
Tipe Batuan Tipe Alterasiserisitisasi,
argillasasi,BATUAN ASAM silisifikasi, dan
piritisasi.kloritisasi,
BATUAN INTERMEDIT - BASAkarbonatisasi,serisitisasi,piritisasi, danpropilitisasi.
BATUAN KARBONAT Skarnifikasitourmalinisasi
Tabel 6.1. Hubungan antara tipe batuan dengan tipe alterasi yang terbentuk.
BAB IXBEBERAPA TEORI UTAMA GENESA BIJIH (ORE GENESIS)
Teori tentang genesa deposit bijih secara umum dapat dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu deposit bijih yang terbentuk melalui (i) proses internal dan (ii) proses
eksternal (lihat bagian I halaman 7-8). Pada bagian ini, hanya akan dibahas beberapa
teori utama tentang genesa deposit bijih yang belum dibahas pada bagian depan.
Pembentukan deposit bijih oleh proses internal• Lateral secretionLensa dan vein quartz dalam batuan metamorf dihasilkan oleh pengisian zone
dilatasi dan rongga (open fracture) oleh silika yang bermigrasi keluar dari batuan yang
melingkupinya. Pada saat migrasi, silika disertai oleh unsur-unsur batuan samping yang
lain termasuk komponen logam dan sulfur. Derivation mineral-mineral dari immediate
neighbourbood vein disebut lateral secretion. Dalam gambar (a) berikut, terdapat vein
yang terbentuk saat larutan hidrotermal (yang jenuh dengan silika) bergerak ke atas.
Sebagian larutan tersebut mengalami difusi ke batuan samping dan membentuk silisifikasi.
Kurva menunjukkan berkurangnya level silika dari sumbernya (misalnya vein). Gambar (b)
memperlihatkan situasi yang terbalik dimana kurva silika bertambah naik dari vein ke
batuan samping. Dalam hal ini silika diabstraksi dari batuan samping dan kemudian
terakumulasi dalam vein.
Gambar 9.1 Perbandingan hipotetis profil silika.(a) silika ditambahkan ke batuanSamping dan (b) silika diabstraksi dari batuan samping dandiendapkan sebagai kuarsa dalam vein. C menunjukkan level normalsilika dalam batuan samping.
Deposit ekonomik di Yellowknife Field adalah deposit yang terbentuk di dalam
lensa quartz-carbonate dalam extensive chloritic shear zones yang memotong
amphibolites (metabasites). Deposit tersebut memperlihatkan konsentrasi, silika,
karbondioksida, sulfur, air, emas, perak dan elemen logam lainnya. Mineral utama adalah
quartz, karbonat, sericite, pyrite, arsenopyrite, stibnite, chalcopyrite, sphalerite, pyrrhotite,
berbagai sulfosalt, galena, scheelite, emas dan aurostibnite. Batuan induk terbentuk
adalah batuan metamorfisme regional dari fasies amphibolite hingga greenschist. Alterasi
carbonate-sericite-shist dan chlorite-carbonate-schist yang berbentuk ―haloǁ terbentuk
dalam batuan induk bersamaan dengan pembentukan deposit.
Apakah metabasites dapat menjadi sumber (source) sulfur dan elemen
logam yang terbentuk di dalam deposit ?
Metabasites terdiri atas lava dan tufa vulkanik basa yang termetamorfosis. Batuan
ini kaya akan elemen-elemen seperti emas, perak, arsenic, tembaga, dll., dibandingkan
batuan beku lainnya. Untuk unsheared metabasites di daerah Yellow Knife, kadar unsur
berharga yang terkandung (semuanya dalam ppm) antara lain adalah : S = 1500; As = 12,
Sb = 1, Cu = 50, Zn = 50, Au = 0,01; Ag = 1. Sedang dimensi-nya adalah : panjang =
152m, lebar = 152m, kedalaman = 4,8km. Jumlah bijih dalam sistem diasumsikan sekitar 6
x 106 dengan kadar rata-rata S = 2,34%, As = 1,35%, Sb = 0,15%, Cu = 0,07%, Zn =
0,28%, Au = 0,654 oz ton-1 dan Ag = 0,139 oz ton-1. Kandungan total elemen-elemen ini
dalam shear system sebelum mengalami shearing dan alterasi, dan dalam deposit
disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 9.1. Kandungan elemen ―chalcopileǁ dalam shear zones dan deposit, Yellowknifegold deposit, Canada
Elemen Kandungan total dalam shear systemsebelum shearing and alterasi
(juta ton)
Kandungan total dalamdeposit
(juta ton)
SAsSbCuZnAuAg
620.5
0.042.02.0
12.2 x 106 oz1219 x 106 oz
0.140.1810.0090.0040.017
3.9 x 104
0.834 x 104 oz
• Proses metamorfik
Metamorfisme isokimia pada beberapa batuan dapat menghasilkan material
untuk keperluan industri. Salah satu contoh adalah marble yang dapat terbentuk baik
melalui metamorfisme kontak maupun regional. Contoh lain adalah slate, asbestos,
corundum dan emery, garnet, beberapa gemstone, graphite, magnesite, pyrophyllite,
mineral sillimanite, talc dan wollastonite. Metamorfisme allokimia (metasomatisme)
kadang menyertai metamorfisme kontak atau regional. Proses ini menghasilkan
deposit skarn yang banyak mengandung logam atau mineral industri.
Peranan proses metamorfik lain dalam pembentukan bijihPada bagian ini kita akan membahas perubahan metamorfisme yang meliputi
rekristalisasi dan redistribusi material oleh difusi ionik dalam fasa padat. Pada kondisi
ini unsur bijih yang bersifat mobil bisa terangkut ke tempat lain dengan tekanan
rendah, seperti shear zone, retakan (fracture) atau puncak lipatan. Mela;ui cara ini vein
quartz-chalcopyrite-pyrite dapat terbentuk dalam amphibolites dan schist dan beberapa
vein emas terbentuk dalam jalur greenstone (saager et al., 1982).
Pembentukan deposit bijih oleh proses eksternal
Proses eksternal meliputi sedimentasi mekanik dan kimiawi, proses residual dan
pengayaan supergen (supergene enrichment), dan proses exhalative. Pada bagian ini,
pembahasan akan difokuskan pada proses exhalative yang meliputi semua aktifitas
larutan hidrotermal yang muncul di permukaan termasuk didalamnya bijih sulfida masif.
Proses volcanic-exhalative (sedimentary-exhalative)Deposit exhalative memiliki kaitan yang sangat erat dengan batuan vulkanik dan
sebagian lagi pada batuan induk sedimen yang dikenal dengan istilah deposit sedex
(sedimentary-exhalative). Depositnya comformable dan banded; dan pada tipe yang
berasosiasi dengan vulkanik unsur utamanya adalah pyrite dengan berbagai variasi
tembaga, lead, zinc dan baryte; logam mulia dan mineral lainnya juga bisa hadir dalam
deposit ini. Selama beberapa dekade, deposit exhalatif dimasukkan dalam kelompok tubuh
bijih replasemen hidrotermal epigenetik (Bateman, 1950). Baru pada tahun 1950-an,
deposit ini ditemukan bersifat singenetik, submarine exhalative, tubuh bijih sedimenter,
dan deposit tipe ini ditemukan pada proses pembentukan dari hydrothermal vents (black
smokers) pada tempat yang sangat luas disepanjang pusat pemekaran lantai samudera
(Rona, 1988).
Tubuh bijih exhalative yang berafiliasi dengan vulkanik memperlihatkan beberapa
tipe:
Tipe Cyprus; berasosiasi dengan vulkanik yang bersifat basik, biasanya dalam
bentuk ophiolites dan kemungkinan terbentuk di samudera atau pada busur belakang
pematang. Tipe ini terutama berupa tubuh cupriferous pyrite.
Tipe Kuroko; berasosiasi dengan vulkanik yang bersifat felsik, terbentuk pada
tahap akhir evolusi busur kepulauan (island arc), dengan kandungan logam yang lebih
bervariasi seperti tembaga-zinc-lead dan terkadang emas dan perak. Baryte dalam jumlah
besar, quartz dan gypsum juga bisa dijumpai pada deposit tipe ini. Deposit sulfida masif
yang berasosiasi dengan vulkanik umumnya berbentuk gundukan atau berbentuk
mangkok. Tipe yang terakhir kemungkinan terbentuk jika larutan hidrotermal lebih saline
(padat) dibanding air laut disekitarnya muncul pada suatu depresi mawah laut (gambar …).
Beberapa deposit tipe Cyprus terbentuk dengan cara seperti ini dan data inklusi fluida
mendukung hipotesa tersebut (Rona, 1988).
Untuk tipe Kuroko, proses pembentukannya melalui beberapa tahap berikut:
1. Presipitasi sphalerite, galena, pyrite, tetrahedrite, baryte yang berukuran halus
dengan minor chalcopyrite (black ore) oleh percampuran larutan hidrotermal yang
relatif dingin (~200oC) dengan air laut yang dingin. Black ore : sp + ga + py + bar
2. Rekristalisasi dan pertumbuhan butiran mineral-mineral tersebut dalam tahap 1
pada bagian dasar gundukan oleh larutan yang lebih panas (~250oC),
bersamasama dengan pengendapan lagi sphalerit, dll.
3. Influx larutan panas yang kaya akan tembaga (~300-350oC) yang me-replace
mineral yang terbentuk sebelumnya dengan chalcopyrite pada bagian bawah
deposit (yellow ore). Redeposit mineral pengganti ini terjadi pada level yang tinggi.
Yellow ore : py + cp dan bijih stockwork : py + cp + qz.
4. Masih panas, larutan yang tidak jenuh dengan tembaga kemudian melarutkan
chalcopyrite untuk membentuk pyrite di bagian bawah deposit.
5. Pengendapan chert-hematite exhalites di atas dan di sekeliling deposit sulfida.
Seperti telah diuraikan di depan, perbedaan tipe air dicirikan oleh perbandingan
isotop hidrogen (D/H) dan oksigen (18O/16O) (Shepard, 1977). Dengan
menggunakan perbandingan tersebut, dapat dilihat variasi air yang terlibat dalam
proses mineralisasi secara umum. Variasi perbandingan isotop hidrogen dan
oksigen yang disimbolkan dengan δ (o/oo), dimana:
δ =⎛ Rsampel
x R⎞− 1⎟ × 1000⎝ s tan dar⎠Dalam formula diatas untuk hidrogen, δx = δD dan R = D/H; untuk oksigen, δx = δ18Odan R = 18O/16O. Standar untuk hidrogen dan oksigen adalah standar mean oceanwater (SMOW). Secara alamiah, D/H sekitar 1/7000 dan 18O/16O sekitar 1/500. Nilaiini diukur langsung dari substansi asli seperti air thermal, air formasi dalam sedimendan inklusi fluida, atau dideterminasi secara tidak langsung dengan menggunakan airyang diserap oleh
Gambar 7.2 Sketsa yang memperlihatkan pembentukan deposit sulfida masif pada lantaisamudera (After Rona, 1988).(a) larutan hidrotermal dengan densitas yang lebih besar dari pada air laut disekitarnya, berkumpul dalam
suatu cekungan membentuk deposit berbentuk mangkuk.(b) larutan dengan densitasnya lebih rendah dari air laut membentuk gundukan sulfida (sulphide mound)
dan ada yang naik mengapung membentuk hydrothermal plume. Dari sini, partikel oksida, sulfida dansilika kemudian turun ke batuan disekitarnya membentuk deposit batuan ferromanganese oxide(chert) dengan atau tanpa pyrite dan akumulasi hydrothermal sedimentary yang disebut exhalites.
BAB XGENESA BATUBARA
Secara definisi : Batubara adalah batuan sedimen yang berasal dari material
organik (organoclastic sedimentary rock), dapat dibakar dan memiliki kandungan
utama berupa C, H, O.
Secara proses (Genesa) : batubara adalah lapisan yang merupakan hasil
akumulasi tumbuhan dan material organik pada suatu lingkungan pengendapan
tertentu, yang disebabkan oleh proses syn-sedimentary dan post-sedimentary,
sehingga menghasilkan rank dan tipe tertentu.
Skema Pembentukan Batubara
Cekungan Pengendapan Batubara
Humic coal vs Sapropelic coal
Humic CoalMelewati tahap gambut dengan disertai proses humifikasi setelah terakumulasi padatempat dimana pohon-pohon (bahan dasar) itu tumbuh.Komponen organik terbesar adalah material yang mengkilap berwarna coklat sampaihitam (terlihat dengan mata telanjang) dan umumnya berasal dari serat kayu yangterhumifikasi Pada rank rendah (brown coal) secara mikroskopis didominasi olehhuminit dan pada rank yang lebih tinggi (hard coal) didominasi oleh vitrinite. Cirikhasnya adalah berlapis.
Sapropelic CoalTidak melewati fase gambut tetapi mengikuti alur proses diagenesa seperti batuansedimen yang kaya akan bahan organik Banyak mengandung material organik danmineral hasil transportasi.Fraksi organiknya terdiri dari algae dan bermacam produk hancuran tumbuhan darisekitarnya atau bagian yang lebih jauh lagi berupa sporaSecara mikroskopis dibedakan menjadi boghead coal (bahan utamanya adalahalgae/maceral Alginit) dan cannel coal (bahan utamanya adalah spora/maseralSporinit).Kusam dan terbentuk dari lumpur organik butir halus yang terbentuk pada kondisikurang oksigen/reduksi (air dangkal, seperti : kolam, danau, lagun) Tidak Berlapis
Batubara coklat (Brown coal)Batubara coklat (Brown coal) adalah jenis batubara yang paling rendahperingkatnya, bersifat lunak, mudah diremas, mengandung kadar air yang tinggi (10-70%), terdiri atas batubara coklat muda lunak (soft brown coal) dan batubara lignitikatau batubara cokelat keras (lignitik atau hard brown coal) yang memperlihatkanstruktur kayu. Nilai kalorinya < 5700 kal/gr (dry mineral matter free)
Batubara keras (Hard coal)Batubara keras (Hard coal) adalah semua jenis batubara yang peringkatnya lebihtinggi dari brown coal, bersifat lebih keras, tidak mudah diremas, kompak,mengandung kadar air yang relatif rendah, umumnya struktur kayunya tidak tampaklagi, relative tahan terhadap kerusakan fisik pada saat penanganan (coalhandling).Nilai kalorinya > 5700 kal/gr (dry mineral matter free).
Faktor-faktor yang berperan pada pembentukan gambutEvolusi tumbuhan: jenis tumbuhan pada skala waktu geologi.Iklim: berpengaruh terhadap kecepatan tumbuh dan variasi jenis tumbuhan sertaproses dekomposisiGeografi dan posisi:�kenaikan muka air tanah relatif lambat,�ada perlindungan rawa terhadap pantai atau sungai.Struktur Geologi dan tektonik:� Adanya keseimbangan antara penurunan cekungan terhadap kecepatanpenumpukan sisa tumbuhan (kesimbangan biotektonik).�Lihat cekungan pengendapan batubara.
a. Proses Terjadinya (Genesa) BatubaraBatubara merupakan salah satu sumber energi fosil alternatif yang cadangannya
cukup besar di dunia. Bagi Indonesia, yang sumber energi minyak buminya sudah
semakin menipis, pengusahaan penggalian batubara sudah merupakan suatu
keniscayaan. Hampir setiap pulau besar di Indonesia memiliki cadangan batubara,
walau dalam kuantitas dan kualitas yang berbeda.
Banyak pakar telah mengemukakan pendapat atau definisinya tentang apa yang
dimaksud dengan batubara. Spackman (Dalam Sunarijanto, dkk, 2008) mendefinisikan
bahwa batubara adalah benda padat karbonan berkomposisi maseral tertentu. The
International Handbook of Coal Petrography (1963) menyebutkan bahwa batubara
adalah batuan sedimen yang mudah terbakar, terbentuk dari sisa tanaman dalam
variasi tingkat pengawetan, diikat proses kompaksi dan terkubur dalam cekungan-
cekungan pada kedalaman yang bervariasi.
Selanjunta Matsui (2011) menyatakan bahwa batubara adalah batuan yang
dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan yang mengendap dan terurai, tersimpan
dalam bentuk lapisan. Posisinya umumnya terapit oleh sand stone dan shale. Sedangkan
Prijono (Dalam Sunarijanto, dkk, 2008) berpendapat bahwa batubara adalah bahan
bakar hidrokarbon tertambat yang terbentuk dari sisa tumbuh-tumbuhan yang
terendapkan dalam lingkungan bebas oksigen serta terkena pengaruh temperatur dan
tekanan yang berlangsung sangat lama. Sedang menurut Undang-undang Nomor 4
tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dijelaskan bahwa ”batubara
adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa
tumbuh-tumbuhan.
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa batubara adalah mineral
organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap di
dalam tanah selama jutaan tahun. Endapan tersebut telah mengalami berbagai
perubahan bentuk/komposisi sebagai akibat dari dari adanya proses fisika dan kimia
yang berlangsung selama waktu pengendapannya. Oleh karena itu, batubara termasuk
dalam katagori bahan bakar fosil.
Gambar 17 berikut memperlihatkan bongkahan batubara yang diambil pada
suatu pertambangan batubara.
Gambar 17. Batubara
Terdapat dua model formasi pembentuk batubara (coal bearing formation),
yakni model formasi insitu dan model formasi endapan material tertransportasi (teori
drift). Berikut akan dijelaskan masing-masing model formasi pembentuk batubara
tersebut.
1). Model Formasi Insitu
Menurut teori ini, batubara terbentuk pada lokasi dimana pohon-pohon
atau tumbuhan kuno pembentukya tumbuh. Lingkungan tempat tumbuhnya
pohon-pohon kayu pembentuk batubara itu adalah pada daerah rawa atau hutan
Batubara
basah. Kejadian pembentukannya diawali dengan tumbangnya pohon-pohon kuno
tersebut, disebabkan oleh berbagai faktor, seperti angin (badai), dan peristiwa
alam lainnya. Pohon-pohon yang tumbang tersebut langsung tenggelam ke dasar
rawa. Air hujan yang masuk ke rawa dengan membawa tanah atau batuan yang
tererosi pada daerah sekitar rawa akan menjadikan pohon-pohon tersebut tetap
tenggelam dan tertimbun.
Demikianlah seterusnya, bahwa semakin lama semakin teballah tanah
penutup pohon-pohonan tersebut. Dalam hal ini pohon-pohon tersebut tidak
menjadi busuk atau tidak berubah menjadi humus, tetapi sebaliknya mengalami
pengawetan alami. Dengan adanya rentang waktu yang lama, puluhan atau bahkan
ratusan juta tahun, ditambah dengan pengaruh tekanan dan panas, pohon-
pohonan kuno tersebut mengalami perubahan secara bertahap, yakni mulai dari
fase penggambutan sampai ke fase pembatubaraan.
Gambar 18 memperlihatkan hutan basah dan rawa kuno tempat
tumbuhnya pepohonan pembentuk batubara.
Sumber: Sunarijanto, 2008: 4 Sumber: Rijal, 2008: 84
(a) (b)
Gambar 18. Hutan Basah atau Rawa Kuno Pembentuk Batubara
Gambar 19 memperlihatkan skema pembentukan batubara insitu.
Scan Gbr 1.1. buku hadiah
Sumber: Matsui, 2011: 5
Gambar 19 Skema Pembentukan Batubara Insitu
2) Model Formasi Transportasi Material (Teori Drift)
Berdasarkan teori drift ini, batubara terbentuk dari timbunan pohon-pohon
kuno atau sisa-sisa tumbuhan yang tertransportasikan oleh air dari tempat
tumbuhnya. Dengan kata lain pohon-pohon pembentuk batubara itu tumbang
pada lokasi tumbuhnya dan dihanyutkan oleh air sampai berkumpul pada suatu
cekungan dan selanjutnya mengalami proses pembenaman ke dasar cekungan, lalu
ditimbun oleh tanah yang terbawa oleh air dari lokasi sekitar cekungan.
Seterusnya dengan perjalanan waktu yang panjang dan dipengaruhi oleh
tekanan dan panas, maka terjadi perubahan terhadap pohon-pohon atau sisa
tumbuhan itu mulai dari fase penggambutan sampai pada fase pembatubaraan.
Terdapat perbedaan tipe endapan batubara dari kedua formasi
pembentukan tersebut. Batubara insitu biasanya lebih tebal, endapannya menerus,
terdiri dari sedikit lapisan, dan relatif tidak memiliki pengotor. Sedangkan batubara
yang terbentuk atau berasal dari transportasi material (berdasarkan teori drift) ini
biasanya terjadi pada delta-delta kuno dengan ciri-ciri: lapisannya tipis,
endapannya terputus-putus (splitting), banyak lapisan (multiple seam), banyak
pengotor, dan kandungan abunya biasanya tinggi. Gambar 20 berikut
memperlihatkan skema pembentukan batubara berdasarkan teori drift (non insitu).
Sumber: Matsui, 2011: 5
Gambar 20. Skema Pembentukan Batubara non Insitu
Dari kedua teori tentang formasi pembentukan batubara tersebut di atas dapat
diketahui bahwa kondisi lingkungan geologi yang dipersyaratkan untuk dapat terjadinya
batubara adalah: berbentuk cekungan berawa, berdekatan dengan laut atau pada
daerah yang mengalami penurunan (subsidence), karena hanya pada lingkungan seperti
itulah memungkinkan akumulasi tumbuhan kuno yang tumbang itu dapat mengalami
penenggelaman dan penimbunan oleh sedimentasi. Tanpa adanya penenggelaman dan
penimbunan oleh sedimentasi, maka proses perubahan dari kayu menjadi gambut dan
seterusnya menjadi batubara tidak akan terjadi, malahan kayu itu akan menjadi lapuk
dan berubah menjadi humus.
Terdapat dua tahapan proses pembentukan batubara, yakni proses
penggambutan (peatification) dan proses pembatubaraan (coalification). Pada proses
penggambutan terjadi perubahan yang disebabkan oleh makhluk hidup, atau disebut
dengan proses biokimia, sedangkan pada proses pembatubaraan prosesnya adalah
bersifat geokimia.
Pada proses biokimia, sisa-sisa tumbuhan atau pohon-pohonan kuno yang
tumbang itu terakumulasi dan tersimpan dalam lingkungan bebas oksigen (anaerobik) di
daerah rawa dengan sistem drainase (drainage system) yang jelek, dimana material
tersebut selalu terendam beberapa inchi di bawah muka air rawa. Pada proses ini
material tumbuhan akan mengalami pembusukan, tetapi tidak terlapukan. Material
yang terbusukkan akan melepaskan unsur-unsur hidrogen (H), Nitrogen (N), Oksigen
(O), dan Karbon (C) dalam bentuk senyawa-senyawa: CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi
humus. Selanjutnya bakteri-bakteri anaerobik serta fungi merubah material tadi
menjadi gambut (peat). (Susilawati, 1992 dalam Sunarijanto, 2008: 5).
Sedangkan pada proses pembatubaraan (coalification), terjadi proses diagenesis
dari komponen-komponen organik yang terdapat pada gambut. Peristiwa diagenesis ini
menyebabkan naiknya temperatur dalam gambut itu. Dengan semakin tebalnya
timbunan tanah yang terbawa air, yang menimbun material gambut tersebut, terjadi
pula peningkatan tekanan. Kombinasi dari adanya proses biokimia, proses kimia, dan
proses fisika, yakni berupa tekanan oleh material penutup gambut itu, dalam jangka
waktu geologi yang panjang, gambut akan berubah menjadi batubara. Akibat dari
proses ini terjadi peningkatan persentase kandungan Karbon (C), sedangkan kandungan
Hidrogen (H) dan Oksigen (O) akan menjadi menurun, sehingga dihasilkan batubara
dalam berbagai tingkat mutu (Susilawati, 1992 dalam Sunarijanto, 2008: 5).
Sunarijanto (2008: 6) menyebutkan bahwa pembentukan batubara dimulai
sejak Periode Pembentukan Karbon (Carboniferous Period) yang dikenal sebagai Zaman
Batubara Pertama yang berlangsung selama 360 juta – 290 juta tahun yang lalu.
Secara berurutan, proses yang dilalui oleh endapan sisa-sisa tumbuhan sampai
menjadi batubara yang tertinggi kualitasnya adalah sebagai berikut:
a) Sisa-sisa tumbuhan mengalami proses biokimia berubah menjadi gambut (peat);
b) Gambut mengalami proses diagenesis berubah menjadi batubara muda (lignite)
atau disebut juga batubara coklat (brown coal);
c) Batubara muda (lignite atau brown coal) menerima tekanan dari tanah yang
menutupinya dan mengalami peningkatan suhu secara terus menerus dalam waktu
jutaan tahun, akan berubah menjadi batubara subbituminus (sub-bituminous coal);
d) Batubara subbituminus tetap mengalami peristiwa kimia dan fisika sebagai akibat
dari semakin tingginya tekanan dan temperatur dan dalam waktu yang semakin
panjang, berubah menjadi batubara bituminus (bitumninous coal);
e) Batubara bitumninus ini juga mengalami proses kimia dan fisika, sehingga batubara
itu semakin padat, kandungan karbon semakin tinggi, menyebabkan warna
semakin hitam mengkilat. Dalam fase ini terbentuk antrasit (anthracite);
f) Antrasit, juga mengalami peningkatan tekanan dan temperatur, berubah menjadi
meta antrasit (meta anthrasite);
g) Meta antrasit selanjutnya akan berubah menjadi grafit (graphite). Peristiwa
perubahan atrasit menjadi grafit disebut dengan penggrafitan (graphitization).
Dalam perdagangan atau pemakaiannya, peringkat mutu batubara ini
ditentukan oleh berbagai parameter, namun pada dasarnya peringkat mutu batubara
ditentukan oleh kandungan karbon tertambatnya (fixed carbon). Batubara dengan
tingkat pembatubaraan rendah dinamai dengan batubara mutu rendah atau lignit
(lignite). Batubara subbituminus biasanya lebih lembut dan rapuh serta warna agak
suram (seperti warna tanah), memiliki kadar air tinggi dan kadar karbon rendah,
sehingga nilai kalorinya juga rendah. Semakin tinggi peringkat batubara, semakin tinggi
kadar karbon, semakin tinggi nilai kalori, semakin keras, serta semakin hitam dan
mengkilat warnanya. Disamping itu juga kandungan air (moisture) akan semakin rendah
seiring dengan semakin tingginya peringkat pembatubaraan.
Ditinjau dari berbagai senyawa dan unsur yang terbentuk selama proses
pembatubaraan, maka fase perubahannya dapat dibagi ke dalam empat bagian, yakni
gambut, lignit, subbituminus, dan antrasit. Masing-masing tingkatan atau fase
pembatubaraan itu mempunyai karakteristik khusus.
Karakteristik gambut, antara lain: warna coklat, tidak padat (belum
terkompaksi), kandungan airnya sangat tinggi, kandungan karbon rendah, zat terbang
(volatile matter) sangat tinggi, mudah mengalami oksidasi dan mudah mengalami
swabakar, terutama musim kering, serta nilai kalornya rendah.
Karakteristik lignit adalah: warna masih coklat (kecoklatan), agak terkompaksi
tapi rapuh, kandungan air tinggi, kandungan karbon tertambat rendah, volatile matter
tinggi, mudah teroksidasi, serta nilai kalori yang dihasilkan rendah.
Karakteristik subbituminus/bituminus adalah: warna hitam, bahan terpadatkan
(terkompaksi), kandungan air sedang, karbon tertambat sedang, volatile matter sedang,
sifat oksidasi sedang, dan nilai kalori sedang.
Karakteristik antrasit (semi antrasit, antrasit dan meta antrasit): warna hitam
mengkilat, sangat terkompaksi, kandungan air rendah, kandungan karbon sangat tinggi,
volatile matter sangat rendah, sulit teroksidasi, dan nilai kalorinya sangat tinggi.
Batubara pada intinya terdiri dari dua jenis bahan pembentuk, yakni bahan yang
dapat terbakar (combustible material) dan bahan yang tidak dapat terbakar (non
combustible material). Bahan yang dapat terbakar adalah bahan yang dapat mengalami
oksidasi, antara lain terdiri dari unsur karbon tertambat (fixed carbon), senyawa
hidrokarbon, sulfur, senyawa hidrogen dan beberapa senyawa lain yang jumlahnya
sangat kecil. Sedangkan yang termasuk kepada bahan yang tidak dapat terbakar, tidak
dapat dioksidasi oleh oksigen, antara lain terdiri dari senyawa-senyawa anorganik,
seperti: SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O, K2O, dan senyawa logam lain
dalam jumlah yang sangat kecil (Sunarijanto, 2008: 8). Semua senyawa anorganik ini
pada akhirnya akan berakumulasi menjadi abu (sisa pembakaran). Jadi dapatlah
dikatakan bahwa senyawa anorganik ini mengurangi nilai kalori batubaranya.
Sunarijanto (2008: 8) menjelaskan bahwa pada proses pembentukan batubara,
dengan bantuan proses fisika dan kimia alam, selulosa (C49H7O44)yang berasal dari
tanaman akan mengalami perubahan menjadi gambut (C60H6O34), lignit (C70H5O25),
subbituminus (C75H5O20), bituminus (C80H5O15), dan antrasit (C94H3O3).
Demikianlah selanjutnya, bahwa dengan rentang waktu yang lama, atas
pengaruh tekanan tanah di atasnya dan temperatur, maka peringkat batubara itu
semakin tinggi, dimana nilai karbon tertambatnya akan semakin tinggi, sedangkan nilai
kandungan air akan semakin sedikit.
Dalam semua tingkatan pembentukan batubara itu terdapat berbagai unsur
yang sangat mempengaruhi peringkat mutu batubaranya dan sebagai dasar pembagian
klas penggunaannya. Secara garis besarnya dalam batubara terdapat unsur-unsur:
a) Kandungan air total (total moisture), yakni jumlah kandungan air yang ada pada
fisik batubara, yang terdiri dari air dalam batubara itu sendiri dan air yang terbawa
waktu melakukan penambangan.
b) Kandungan air bawaan (inheren moisture), yakni air yang ada dalam batubara itu
mulai saat awal pembentukannya. Kadar air itu pada dasarnya akan mempengaruhi
nilai batubara, artinya semakin tinggi kandungan air, maka semakin rendahlah
mutu batubara tersebut.
c) Kandungan zat terbang (volatile matter), adalah semua unsur yang akan menguap
(terbang) waktu batubara itu mengalami pemanasan. Volatile matter yang tinggi
akan menyebabkan mutu batubara jadi rendah, karena pada intinya volatile matter
tidak memberikan nilai kalor. Batubara dengan volatile matter tinggi, yang
tertumpuk pada stockpile, akan mudah mengalami swabakar, terutama pada udara
lembab dan adanya unsur pemicu oksidasi di dalamnya, seperti pirit dan
sebagainya.
d) Total sulphur (belerang), adalah salah satu unsur yang dapat menurunkan mutu
batubara, karena unsur belerang yang banyak akan menyebabkan rendahnya nilai
kalor dan dapat menyebabkan kerusakan pada dapur pembakaran, serta juga
menyebabkan adanya gas beracun.
e) Kandungan abu (ash content), adalah sejumlah material yang didapat dari sisa
pembakaran batubara. Semakin tinggi kadar abu batubara, maka semakin
rendahlah mutu batubara tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, abu ini
berasal dari material yang tidak dapat dioksidasi oleh oksgen.
f) Kandungan karbon tertambat (fixed carbon), adalah persentase karbon yang ada
pada suatu satuan volume batubara. Semakin tinggi kadar karbon, maka semakin
baguslah kualitas batubara tersebut, karena yang paling berguna dari batubara itu
adalah karbon ini, karena karbonlah yang menghasilkan nilai kalori pada waktu
dilakukan pembakaran batubara.
g) Nilai kalori (CV), adalah jumlah kalori yang dihasilkan per kg batubara yang dibakar.
Semakin tinggi nilai kalorinya, semakin baguslah mutu batubaranya.
BAB XIGENESA MINYAK BUMI
Minyak Bumi (bahasa Inggris: petroleum, dari bahasa Latin petrus – karang
dan oleum – minyak), dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental,
berwarna coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan
atas dari beberapa area di kerakbumi. Minyak Bumi terdiri dari campuran kompleks
berbagai hidrokarbon1), sebagian besar seri alkana2), tetapi bervariasi dalam
penampilan, komposisi, dan kemurniannya. Minyak Bumi diambil dari sumur
minyak di pertambangan-pertambangan minyak. Lokasi sumur-sumur minyak ini
didapatkan setelah melalui proses studi geologi, analisis sedimen, karakter dan
struktur sumber, dan berbagai macam studi lainnya. Setelah itu, Minyak Bumi akan
diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan hasilnya
berdasarkan titik didihnya sehingga menghasilkan berbagai macam bahan bakar,
mulai dari bensin dan minyak tanah sampai aspal dan berbagai reagen3) kimia yang
dibutuhkan untuk membuat plastik dan obat-obatan. Minyak Bumi digunakan untuk
memproduksi berbagai macam barang dan material yang dibutuhkan manusia
(Ensiklopedia Bebas Wikipedia).
Berikut ini dibahas tentang proses terjadinya (genesa) Minyak Bumi, Lokasi
Keterdapatan Minyak Bumi di Indonesia, Penambangan dan Pengolahan, serta
Teknologi Pemanfaatannya.
a. Proses Terjadinya (Genesa) Minyak BumiMinyak Bumi terdiri dari campuran kompleks berbagai hidrokarbon,
sebagian besar seri alkana, merupakan hasil penguraian jasad renik
(senyawa-senyawa organik dari mikro-organisme) di dasar laut atau di
darat, yang telah berlangsung dalam waktu yang sangat lama (jutaan
tahun yang lalu).
Ada 3 faktor atau fase utama dalam pembentukan minyak bumi
dan/atau gas alam, yaitu 1) Pembentukan batuan asal (source rock); 2)
Migrasi hidrokarbon dari batuan asal ke batuan reservoir (reservoir rock),
dan 3) Jebakan (entrapment) geologis.
Fase awal dari pembentukan minyak bumi adalah berupa adanya
kehidupan ganggang dan binatang laut yang mengumpulkan energi
(Carbon, C) dalam tubuhnya melalui proses photosintesis (lihat Gambar
1).
Sumber: http://hedisasrawan.blogspot.com/2013/05/proses-pembentukan-minyak-bumi-materi.html
Gambar 1. Fase Kehidupan Ganggang
Pada proses photosintesis, ganggang akan menyerap Carbon dan
melepaskan Oksigen. Hal ini berjalan selama masa hidupnya ganggang.
Sebagian dari ganggang itu dimakan oleh ikan dan kerang yang ada
dalam lingkungan tumbuhnya.
Pada fase kedua, yaitu masa pengendapan ganggang dan sisa
binatang laut. Pada fase ini sisa-sisa tumbuhan rawa dan hewan (kerang
laut) tersebut tertimbun oleh endapan pasir, lumpur, dan zat-zat lain,
sebagai akibat dari transportasi material tanah oleh air atau longsor,
selama jutaan tahun (lihat Gambar 2).
Selanjutnya setelah ganggang atau binatang laut (kerang) itu mati,
maka dia akan mengendap di dasar cekungan sedimen dan menjadi
batuan induk (source rock). Endapan fosil itu mengandung karbon yang
tinggi (High Total Organic Carbon). Pengendapan batuan induk itu dapat
terjadi di danau, di delta, maupun di dasar laut. Proses perubahan sisa-
sisa ganggang atau kerang menjadi batuan batuan induk ini sangat
spesifik, artinya pembentukan batuan induk sebagai pengendapan fosil
ganggang atau kerang tidak dapat berlangsung di semua tempat, karena
ketika endapan itu dapat dimasuki oleh udara luar (oksigen), maka karbon
yang ada akan mengalami proses oksidasi, sehingga dengan demikian
dia akan terurai dan tidak bisa menjadi masak secara alamiah. Proses
oksidasi itu menyebabkan terjadinya pelepasan panas (energi) dan
perubahan unsur C menjadi CO2. Itulah sebabnya tidak semua cekungan
sedimen akan mengandung minyak atau gas bumi.
Sumber: http://hedisasrawan.blogspot.com/2013/05/proses-pembentukan-minyak-bumi-materi.html
Gambar 2. Fase Terkuburnya Fosil Ganggang
Timbunan tanah yang semakin lama semakin tinggi, menyebabkan
material yang tertimbun itu mengalami tekanan dan panas bumi secara
alamiah. Akibat adanya tekanan dan panas itu, bakteri pengurai
merombak senyawa-senyawa kompleks dalam jasad organik menjadi
senyawa-senyawa hidrokarbon.
Penguraian sisa tetumbuhan dan hewan-hewan itu oleh jasad renik
dapat berupa cairan dan dapat pula berbentuk gas. Hasil penguraian
dalam bentuk cair akan menjadi minyak bumi dan yang berwujud gas
menjadi gas alam.
Beberapa bagian jasad renik mengandung minyak dan lilin. Minyak
dan lilin ini dapat bertahan lama di dalam perut bumi. Bagian-bagian
tersebut akan membentuk bintik-bintik, warnanya pun berubah menjadi
cokelat tua. Bintik-bintik itu akan tersimpan di dalam lumpur dan
mengeras karena terkena tekanan bumi. Lumpur tersebut berubah
menjadi batuan dan terkubur semakin dalam di perut bumi. Tekanan dan
panas bumi secara alami akan mengenai batuan lumpur sehingga
mengakibatkan batuan lumpur menjadi panas dan bintin-bintik di dalam
batuan mulai mengeluarkan minyak kental yang pekat.
Dengan semakin tebalnya timbunan tanah (material padat yang
tertransportasi), maka semakin dalam pulalah batuan pembawa minyak
itu terkubur, dan tentu hal itu akan memberikan panas yang semakin
tinggi pula. Minyak terbentuk pada suhu antara 50 sampai 180 derajat
Celsius. Tetapi puncak atau kematangan terbagus akan tercapai bila
suhunya mencapat 100 derajat Celsius.
Ketika batuan yang mengandung minyak itu berada pada suhu
yang amat tinggi di perut bumi, maka minyak yang dihasilkan akan
semakin banyak. Pada saat batuan lumpur mendidih, minyak yang
dikeluarkan berupa minyak cair yang bersifat encer, dan saat suhunya
sangat tinggi akan dihasilkan gas alam. Gas alam ini sebagian besar
berupa methana.
Kemudian karena adanya pergerakan bumi yang terjadi secara
terus menerus, sebagaimana dijelaskan pada teori pergerakan lempeng,
maka saat lempeng kulit bumi itu bergerak, minyak yang terbentuk di
berbagai tempat akan bergerak pula. Hal itu menyebabkan minyak bumi
yang terbentuk akan terkumpul (terjebak atau tercebak) dalam pori-pori
batu pasir atau batu kapur. Oleh karena adanya gaya kapiler dan tekanan
di perut bumi lebih besar dibandingkan dengan tekanan di permukaan
bumi, minyak bumi akan bergerak ke atas. Apabila gerakan ke atas dari
minyak bumi itu terhalang oleh batuan yang kedap cairan (impermeable)
atau batuan tidak berpori, minyak akan terperangkap dalam batuan
tersebut. Itulah sebabnya dikatakan minyak itu berada pada cebakan.
Dalam istilah lain, minyak bumi disebut juga dengan petroleum
(petrus artinya batu dan oleum yang artinya minyak).
Bentuk daerah di dalam lapisan tanah yang kedap air tempat
terkumpulnya minyak bumi disebut cekungan atau antiklinal. Pada lapisan
dasar cekungan akan terkumpul air atau air laut, sedangkan pada lapisan
di atasnya akan terkumpul minyak bumi. Oleh karena adanya peningkatan
suhu, maka gas-gas yang ada dalam minyak akan memisahkan diri dan
berkumpul di atas lapisan minyak bumi. Gas inilah yang dinamakan gas
alam. Gas alam naik ke permukaan lapisan minyak bumi karena massa
jenisnya lebih kecil daripada massa jenis minyak bumi.
Karbon terkena panas dan bereaksi dengan hidrogen membentuk
hidrokarbon. Minyak yang dihasilkan oleh batuan induk yang telah matang
ini berupa minyak mentah. Walaupun berupa cairan, ciri fisik minyak bumi
mentah berbeda dengan air. Salah satunya yang terpenting adalah berat
jenis dan kekentalan. Kekentalan minyak bumi mentah lebih tinggi dari air,
namun berat jenis minyak bumi mentah lebih kecil dari air. Minyak bumi
yang memiliki berat jenis lebih rendah dari air cenderung akan pergi ke
atas. Ketika minyak tertahan oleh sebuah bentuk batuan yang
menyerupai mangkok terbalik, maka minyak ini akan tertangkap dan siap
ditambang (perhatikan Gambar 3).
Sumber: http://hedisasrawan.blogspot.com/2013/05/proses-pembentukan-minyak-bumi-materi.html
Gambar 3. Fase Terbentuknya Cebakan Minyak Bumi
Kalau volume minyak bumi yang terakumulasi dalam suatu daerah
cebakan (antiklin) cukup besar dan layak untuk ditambang (secara
komersial menguntungkan), dilakukanlah pengeboran pada daerah
cekungan itu, lalu minyak bumi itu dihisap ke atas. Hasil penambangan itu
selanjutnya diolah (didestilasi), sehingga diperoleh berbagai macam
minyak sesuai dengan kebutuhan manusia, seperti, minyak aviation turbin
fuel atau avtur (minyak untuk mesin pesawat terbang), bensin, solar,
minyak tanah, aspal dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. 8 Kota Penghasil Minyak Terbesar di Indonesia http://lebahmadu-honeybees.blogspot.com/2012/04/8-kota-penghasil-minyak-terbesar-di.html Diakses Tanggal24 September 2013.
Edwards, R., & Atkinson, K., 1986, Ore Deposits Geology and Its Influence on Mineral Exploration,Chapman & Hall, New York.
Guilbert, J.M., & Park, JR., C.F., 1975, the Geology of Ore Deposits, W.H. Freeman & Co. New York.Jensen, M.L., & Bateman, A.M., 1981, Economic Mineral Deposits, John Wiley & Sons, New York.Rinawan, R., 2000, Pengantar Identifikasi Mineral (tidak dipublikasikan), BandungSasrawan, Hedi. (2013) Proses Pembentukan Minyak Bumi (Materi Lengkap).
http://hedisasrawan.blogspot.com/2013/05/proses-pembentukan -minyak-bumi-materi.htmlDiakses Tanggal 7 September 2013.
Sukarmin. 2009. Pengolahan Minyak Bumi dengan Destilasi Bertingkat. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_organik_dasar/minyak-bumi/pengolahan-minyak-bumi/ DiaksesTanggal 24 September 2013.
Sugiyono, Agus dan Notohamijoyo Setiadi D. Pola Pemakaian Dan Distribusi Gas Bumi Di IndonesiapadaPeriode Pembangunan Tahap Kedua. http://www.scribd.com/doc/18572406/PEMAKAIAN-DAN-DISTRIBUSI-GAS-BUMI-DI-INDONESIA Diakses Tanggal 29 September 2013