tinpus

36
BAB III PEMBAHASAN LAPORAN KASUS Textbook Klinis Pasien 1.Triad Whipple meliputi: Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi. 2.Gejala otonom seperti berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar. 3.Gejala neuroglikopenik seperti bingung, mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku berbeda, gangguan visual, parestesi, mual sakit kepala. 4.Malaise seperti mual dan sakit kepala. Anamnesis: Seorang wanita usia 53 tahun mendadak mengalami penurunan kesadaran ketika meminum obat diabetes. Pasien mengaku tidak selera makan selama 4 hari tetapi masih tetap meminum obat anti diabetesnya, kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD dr. Soebandi Jember pukul 19.00. Pasien tidak mengeluh mual, muntah maupun kejang. Pasien mengaku tidak meminum-minuman keras Pemeriksaan fisik: kesadaran compos mentis, tak anemis. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang

description

tinpus neuro

Transcript of tinpus

Page 1: tinpus

BAB III

PEMBAHASAN LAPORAN KASUS

Textbook Klinis Pasien

1.Triad Whipple meliputi:

Keluhan adanya kadar glukosa

darah plasma yang rendah. Kadar

glukosa darah yang rendah (<3

mmol/L). Hilangnya dengan cepat

keluhan sesudah kelainan biokimia

dikoreksi.

2.Gejala otonom seperti berkeringat,

jantung berdebar-debar, tremor,

lapar.

3.Gejala neuroglikopenik seperti

bingung, mengantuk, sulit berbicara,

inkoordinasi, perilaku berbeda,

gangguan visual, parestesi, mual

sakit kepala.

4.Malaise seperti mual dan sakit

kepala.

Anamnesis: Seorang wanita usia

53 tahun mendadak mengalami

penurunan kesadaran ketika

meminum obat diabetes. Pasien

mengaku tidak selera makan

selama 4 hari tetapi masih tetap

meminum obat anti diabetesnya,

kemudian pasien dibawa ke

IGD RSUD dr. Soebandi

Jember pukul 19.00. Pasien

tidak mengeluh mual, muntah

maupun kejang. Pasien

mengaku tidak meminum-

minuman keras

Pemeriksaan fisik: kesadaran

compos mentis, tak anemis.

Pemeriksaan Penunjang

a. Gula darah sewaktu

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang: GDA

menurun.

Terapi

1..Injeksi metil prednisolon 62,5 –

125 mg intravena

2. Pemberian dekstrosa diteruskan

dengan infus dekstrosa 10% selama ±

3 hari. Monitor glukosa darah setiap

3-6 jam sekali dan kadarnya

Terapi

1. Planning

Inf RL 20 tpm

Inj. Omeprazole 2 x 1

p/o Amlodipin 5 mg 1 x 1

Page 2: tinpus

dipertahankan 90-180 mg%.

3. Obat penghambat Beta blocking

selektif digunakan dengan aman

3.Injeksi glukosa 40% intravena 25

mL

1

flash

Bila kadar

glukosa 60-

90 mg/dL

1 flash dapat

meningkatkan

kadar glukosa

25-50 mg/dL.

Kadar glukosa

yang diinginkan

> 120 mg/dL

2

flash

Bila kadar

glukosa 30-

60 mg/dL

3

flash

Bila kadar

glukosa <

30 mg/dL

p/o Valsartan 80 mg 2 x 1

Inj. D40% (K/P)

BAB 4

Page 3: tinpus

PEMBAHASAN HIPOGLIKEMI

4.1 Definisi

Hipoglikemia (Hypoglycemia), merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa/gula

darah rendah atau berada di bawah level normal. Glukosa, yang merupakan sumber energi

penting bagi tubuh utamanya berasal dari makanan dan karbohidrat. Nasi, kentang, roti, susu,

buah-buahan dan permen adalah beberapa dari sekian banyak makanan yang kaya akan

karbohidrat.

Setelah makan, glukosa akan diserap ke dalam aliran darah untuk selanjutnya dibawa

ke sel-sel tubuh. Insulin, hormon yang diproduksi oleh pankreas, akan membantu sel

mengubah glukosa menjadi energi. Jika pada suatu waktu Anda mengonsumsi glukosa

melebihi jumlah yang dibutuhkan tubuh, maka tubuh akan menyimpan glukosa yang berlebih

tersebut di dalam hati dan otot dalam bentuk yang disebut sebagai glikogen. Tubuh akan

menggunakan glikogen untuk energi ketika dibutuhkan, misalnya di antara waktu makan.

Glukosa yang berlebih juga dapat diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam sel lemak.

Lemak juga bisa digunakan untuk energi.

Ketika kadar gula dalam darah mulai turun, hormon lain yang diproduksi oleh

pankreas yaitu glukagon akan memecah glikogen dan melepaskan glukosa ke dalam aliran

darah untuk menormalkan kembali kadar gula dalam darah. Pada sebagian orang dengan

diabetes, respon glukagon terhadap hipoglikemia terganggu dan hormon-hormon lain seperi

epinefrin (juga disebut adrenalin) dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Tapi

penderita diabetes yang dirawat dengan suntikan insulin, anti diabetes yang meningkatkan

produksi insulin, kadar glukosa darah tidak dapat kembali ke level normal dengan cepat.

Hipoglikemia dapat terjadi secara tiba-tiba. Biasanya bersifat ringan, tidak

membahayakan dan bisa ditangani dengan cepat dan mudah hanya dengan makan atau

minum makanan yang kaya akan glukosa. Namun jika tidak ditangani, hipoglikemia bisa

memburuk dan menyebabkan penderitanya mengalami perasaan bingung, canggung, hingga

pingsan. Bahkan hipoglikemia berat dapat menyebabkan kejang, koma dan bahkan kematian.

Pada orang dewasa dan anak-anak diatas usia 10 tahun, hipoglikemia sebenarnya

jarang terjadi kecuali sebagai akibat efek samping dari pengobatan diabetes. Di luar itu,

hipoglikemia juga bisa terjadi karena penggunaan obat lain, kekurangan hormon atau enzim,

atau karena adanya kondisi kesehatan lain seperti tumor.

4.2 Epidemiologi

Page 4: tinpus

Karena definisi yang digunakan berbeda perbandingan kekerapan kejadian

hipoglikemia dari berbagai studi harus dilakukan dengan hati-hati. Sangat bermanfaat untuk

mencatat kekerapan kejadian hipoglikemia agar pengaruh berbagai regimen terapi terhadap

timbulnya hipoglikemia dan ciri-ciri klinik yang menyebabkan pasien beresiko dapat

dibandingkan. Dalam The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang

dilaksanakan pada pasien diabetes tipe 1, kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60

pasien/tahun pada kelompok yang mendapat terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20

pasien/tahun pada pasien yang mendapat terapi konvensional. Sebaliknya dengan kriteria

yang berbeda kelompok the Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia yang berat

didapatkan pada 28 dengan terapi insulin intensif dan 17 dengan terapi konvensional.1

Walaupun tidak menyenangkan, hipoglikemia yang ringan seringkali hanya dianggap sebagai

konsekuensi terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat dihindari. Walaupun demikian,

hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan karena potensial dapat diikuti kejadian

hipoglikemia yang lebih berat

4.3 Klasifikasi Hipoglikemia

Hipoglikemia akut menunjukkan gejala Triad Whipple. Triad Whipple meliputi:

1. Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Gejala otonom seperti

berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar.

2. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik seperti

bingung, mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku berbeda, gangguan visual,

parestesi, mual sakit kepala.

3. Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.

Hipoglikemia juga dapat dibedakan menjadi:

1. True hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 60 mg/dl

2. Koma hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 30 mg/dl

3. Reaksi hipoglikemi, yaitu bila kadar glukosa darah sebelumnya naik, kemudian diberi

obat hipoglikemi dan muncul tanda-tanda hipoglikemia namun kadar glukosa darah

normal.

4. Reaktif hipoglikemi, timbul tanda-tanda hipoglikemi 3-5 jam sesudah makan.

Biasanya merupakan tanda prediabetik atau terjadi pada anggota keluarga yang

terkena diabetes melitus.

Page 5: tinpus

4.4 Gejala Hipoglikemia

Faktor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan diabetes

adalah ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus menerus. Gangguan

asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan system saraf

pusat, dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma. Seperti jaringan yang lain,

jaringan saraf dapat memanfaatkan sumber energy alternative, yaitu keton dan laktat. Pada

hipoglikemia yang disebabkan oleh insulin, konsentrasi keton di plasma tertekan dan

mungkin tidak mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai

sumber energy alternative.1

Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologi terhadap glukosa darah

tidak hanya membatasi makin parahnya metabolisme glukosa, tetapi juga menghasilkan

berbagai keluhan dan gejala yang khas. Petugas kesehatan, pasien dan keluarganya belajar

mengenai keluhan dan gejala tersebut sebagai episode hipoglikemia dan dapat segera

melakukan tindakan-tindakan koreksi dengan memberikan glukosa oral atau bentuk

karbohidrat “refined” yang lain. Kemampuan mengenali gejala awal sangat penting bagi

pasien diabetes yang mendapat terapi insulin yang ingin mencapai dan mempertahankan

kadar glukosa darah normal atau mendekati normal. Terdapat keluhan yang menonjol

diantara pasien maupun pada pasien itu sendiri pada waktu yang berbeda. Walaupun

demikian pada umumnya keluhan biasanya timbul dalam pola tertentu, sesuai komponen

fisiologis dan respon fisiologis yang berbeda.1

Tabel 3. Keluhan dan gejala hipoglikemia akut yang sering dijumpai pada pasien diabetes.1.3

Otonomik Neuroglikopenik Malaise

Berkeringat

Jantung berdebar

Tremor

Lapar

Bingung

Mengantuk

Sulit berbicara

Inkoordinasi

Perilaku yang berbeda

Gangguan visual

Parestesi

Mual

Sakit kepala

Pada pasien diabetes yang masih relative baru, keluhan dan gejala yang terkait dengan

system saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat yang lebih menonjol dan

biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh

neuroglikopeni, seperti gangguan konsentrasi atau koma. Sakit kepala dan mual mungkin

Page 6: tinpus

bukan merupakan keluhan malaise yang khas. Pada pasien diabetes yang lama intensitas

keluhan otonomik cenderung berkurang atau menghilang. Hal tersebut menunjukkan

kegagalan yang progresif aktivasi system saraf otonomik. 1

Page 7: tinpus

PalpitationcoldSweatingAnxiety

JantungVasokontriksi pd perifer (kulit)

Ganglion Sebacea

ssp

Aktivasi reseptor adrenergik

Merangsang ginjal mengeluarkan Katekolamin

Hipothalamus merangsang sistem simpatis

KOMA

Otak berhenti berfungsi

Asupan glukosa di otak tidak cukup

HYPOGLICEMIC

Gula darah turun drastis

Konsumsi AntidiabetikGula darah masih terkonrol, sebelum sarapan

DM type 2

Hypoglicemic Patofisiologi:

Page 8: tinpus

Gambar 1. Patofisiologi hipoglikemia.5

Pengenalan hipoglikemia

Respon pertama pada saat kadar glukosa turun di bawah normal adalah peningkatan

akut sekresi hormone caunter-regulatory (glukosa dan epinefrin): batas glukosa tersebut

adalah 65-68 mg% (3,6-3,8 mmol/L). Lepasnya epinefrin menunjukkan aktivasi system

simpatoadrenal. Bila kadar glukosa tetap turun sampai 3,2 mmol/L, gejala aktivasi otonomik

mulai tampak. Fungsi kognisi, yang diukur dengan kecepatan reaksi dan berbagai fungsi

psikomotor yang lain, mulai terganggu pada kadar glukosa 3 mmol/L, pada individu yang

masih mempunyai kesiagaan (awareness) hipoglikemia, aktivasi system simpatoadrenal

terjadi sebelum disfungsi serebral yang bermakna timbul pasien-pasien tersebut tetap sadar

yang mempunyai kemampuan kognitif yang cukup untuk melakukan tindakan koreksi yang

diperlukan.1

PalpitationcoldSweatingAnxiety

JantungVasokontriksi pd perifer (kulit)

Ganglion Sebacea

ssp

Aktivasi reseptor adrenergik

Merangsang ginjal mengeluarkan Katekolamin

Hipothalamus merangsang sistem simpatis

KOMA

Otak berhenti berfungsi

Asupan glukosa di otak tidak cukup

HYPOGLICEMIGula darah turun drastis

Konsumsi AntidiabetikGula darah masih terkonrol, sebelum sarapan

DM type 2

Hypoglicemic Patofisiologi:

Page 9: tinpus

Gambar 2. Koma hipoglikemia.3

Hipoglikemi Yang Tidak Disadari (UNAWARENESS)

1. Kegagalan respon proteksi fisiologis dan timbulnya hipoglikemia yang tidak disadari.

Hypoglycemic coma (fase I and II)

Hypotensionn

VasodilatationTemperature ↓

Metabolism ↓

Hypoglycemia Coma

SHOCK

Low Blood Glucose for the brain

Blood Glucose still Low

Failed to compesate

Penghambat sekresi insulin

Peningkatan gula darah

Glukoneogenesis Glikogenolisis

CTH

KortisolGH Vasopresin Glukagon

Epinefrin + aktivitas saraf simpatik

Jalur simpatis

Hipofisis

HipotalamusSel alfa

Hipoglikemia

+

+

Page 10: tinpus

Walaupun dengan derajat yang berbeda-beda, hampir semua pasien diabetes yang

mendapat terapi insulin mengalami gangguan pada mekanisme proteksi terhadap

hipoglikemia yang berat. Pada pasien DMT 2 gangguan tersebut umumnya ringan.1

Pada diagnose DM dibuat, respon glukosa terhadap hipoglikemia umumnya normal.

Pada pasien DMT 1 mulai turun sesudah menderita diabetes 1-2 tahun dan sesudah 5 tahun

hampir semua pasien mengalami gangguan atau kehilangan respon. Penyebabnya sampai saat

ini belum diketahui pasti tetapi tampaknya tidak berkaitan dengan neuropati otonomik atau

kendali glukosa darah yang ketat. Sel alfa secara selektif gagal mendeteksi adanya

hipoglikemia dan tidak dapat menggunakan hipoglikemia sebagai rangsangan untuk

mensekresi glukagon, walaupun sekresi yang glukagon masih dapat dirangsang oleh

perangsang lain seperti alanin. Hipotesis yang paling meyakinkan adalah gangguan tersebut

timbul akibat terputusnya paracrine-insulin cross-talk didalam islet cell, akibat produksi

insulin endogen yang turun.1

Pada diabetes yang sudah lama sering dijumpai respon simpatoadrenal yang berkurang

walaupun dengan tingkat gangguan yang bervariasi. Respon epinefrin terhadap rangsangan

yang lain, seperti latihan jasmani tampaknya normal. Seperti pada gangguan respon

glukagon, kelainan tersebut merupakan kegagalan mengenal hipoglikemia yang selektif.1

Pasien diabetes dengan respon glukagon dan epinefrin yang berkurang paling rentan

terhadap hipoglikemia. Hal tersebut terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari karena

hilangnya glucose counter regulation dan gangguan respon simpatoadrenal.1

2. Hipoglikemia yang tidak disadari

Merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien diabetes yang mendapat terapi

insulin. Segi epidemiologis melaporkan sekitar 25% pasien DMT 1 mengalami kesulitan

mengenal hipoglikemia yang menetap atau berselang seling. Kemampuan mengenal

hipoglikemia mungkin tidak absolute dan keadaan hipoglikemia unawareness yang parsial

juga dijumpai. Dari sekitar 25% pasien yang sebelumnya menyatakan dirinya tidak

mengalami hipoglikemia unawareness ternyata waktu menjalani tes gagal mengenal

hipoglikemia. Bila didapatkan hipoglikemia yang tidak didasari kemungkinan pasien

mengalami episode hipoglikemia yang berat 6-7 kali lipat, peningkatan tersebut juga terjadi

pada terapi standar. Pada pasien-pasien tersebut selayaknya tidak diberikan terapi yang

intensif, tidak diizinkan untuk memiliki izin mengemudi dan juga tidak diperkenankan untuk

menjalankan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Keluarga pasien selayaknya juga diberikan

tentang kemungkinan terjadinya hipoglikemia yang berat dan cara penanggulangannya.

Page 11: tinpus

Berbagai keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari dapat dilihat

dalam tabel 4.1

Tabel 4. Keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemia yang tidak disadari (Heller,

2003)

Keadaan klinis Kemungkinan mekanisme

Diabetes yang lama

Kendali metabolic yang ketat

Alcohol

Episode nocturnal

Usia muda (anak)

Usia lanjut

Tidak diketahui

Hipoglikemia yang berulang

merusak neuron glukosensitif

Regurgitasi transport glukosa

neuronal yang meningkat

Peningkatan kortisol dengan akibat

gangguan jalur utama transmisi

neuron

Penekanan respon otonomi respon

Gangguan kognisi

Tidur menyebabkan gejala awal

hipoglikemia tidak diketahui

Posisi berbaring mengurangi respon

simpatoadrenal

Kemampuan abstrak belum cukup

Perubahan perilaku

Gangguan kognisi

Respon otonomik berkurang

Sensitivitas adrenergic berkurang

3. Alkohol

Pasien dan kerabatnya harus diberi informasi tentang potensi bahayanya alkohol.

Alkohol meningkatkan kerentanan tehadap hipoglikemia awareness. Episode hipoglikemia

sesudah meminum alkohol mungkin lebih lama dan berat dan mungkin karena dianggap

mabuk hipoglikemia tidak dikenali oleh pasien atau kerabatnya.1

Page 12: tinpus

4. Usia muda dan usia lanjut

Pasien diabetes anak, remaja dan usia lanjut rentan terhadap hipoglikemia. Anak

umumnya tidak mengenal atau melaporkan keluhan hipoglikemia dan kebiasaan yang kurang

teratur serta aktivitas jasmani yang sulit diramalkan menyebabkan hipoglikemia menjadi

masalah yang besar bagi anak. Otak yang sedang tumbuh sangat rentan terhadap

hipoglikemia. Episode hipoglikemia yang berulang terutama yang disertai kejang dapat

mengganggu kemampuan intelektual anak di kemudian hari.1

Keluhan hipoglikemia pada usia lanjut sering tidak diketahui, dan mungkin dianggap

sebagai keluhan-keluhan pusing atau serangan iskemia yang sementara. Hipoglikemia akibat

sulfonilurea tidak jarang, terutama sulfonilurea yang bekerja lama seperti glibenklamide.

Pada usia lanjut respon otonomik cenderung turun dan sensitifitas perifer epinefrin juga

berkurang. Pada otak yang menua gangguan kognitif mungkin terjadi pada hipoglikemia yang

ringan.1

Pada anak dan usia lanjut sasaran kendali glikemia sebaiknya tidak terlalu ketat dan

oleh sebab itu dosis insulin perlu disesuaikan. Lebih lanjut disarankan agar sulfonilurea yang

bekerja lama tidak digunakan pada pasien DMT 2yang berusia lanjut.1

Obat penghambat β (β-blocking agent) yang tidak selektif sebaiknya tidak digunakan

karena menghambat lepasnya glukosa hati yang dimediasi oleh reseptor β2, penghambat β

yang selektif dapat digunakan dengan aman.1

4.5 Etiologi dan faktor predisposisi

Etiologi hipoglikemia antara lain:

1. Hipoglikemia pada DM stadium dini.

2. Hipoglikemia dalam rangka pengobatan DM

a. Penggunaan insulin

b. Penggunaan sulfonilurea

3. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM

a. Hiperinsulinisme alimenter pasca gastrektomi

b. Insulinoma

c. Penyakit hati berat

d. Tumor ekstrapankreatik: fibrosarkoma, karsinoma ginjal

e. Hipopituitarisme

Page 13: tinpus

Faktor predisposisi terjadi hipoglikemia

1. Kadar insulin berlebihan

a. Dosis yang berlebihan

b. Peningkatan bioavailabilitas insulin: absorpsi cepat oleh karena latihan

jasmani, penyuntikan insulin di perut, perubahan ke human insulin, penurunan

clearance insulin

2. Peningkatan sensitivitas insulin

a. Penyakit Addison, hipopituarisme

b. Penurunan berat badan

c. Latihan jasmani, post partum

3. Asupan karbohidrat berkurang

a. Makan tertunda, porsi makan kurang

b. Anorexia nervosa

c. Muntah, gastroparesis

4. Lain-lain

Alkohol, obat-obatan yang meningkatkan kerja sulfonilurea

4.6 Terapi Hipoglikemia Diabetik

1. Glukosa oral

Setelah dignosa hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler,

berikan 10-20 gram glukosa oral. Dapat berupa roti, pisang atau karbohidrat kompleks

lainnya. Pada penderita yang sulit menelan dapat diberikan madu atau gel glukosa

pada mukosa mulut.

2. Glukosa intravena

Pada pasien koma hipoglikemi diberikan injeksi glukosa 40% intravena 25 mL yang

diencerkan 2 kali

Injeksi glukosa 40% intravena 25 mL

1 flash Bila kadar glukosa 60-90 mg/dL 1 flash dapat meningkatkan kadar

glukosa 25-50 mg/dL.

Kadar glukosa yang diinginkan >

120 mg/dL

2 flash Bila kadar glukosa 30-60 mg/dL

3 flash Bila kadar glukosa < 30 mg/dL

Page 14: tinpus

3. Bila belum sadar, dilanjutkan infus maltosa 10% atau glukosa 10% kemudian diulang

25 cc glukosa 40% sampai penderita sadar.

4. Injeksi metil prednisolon 62,5 – 125 mg intravena dan dapat diulang. Dapat

dikombinasi dengan injeksi fenitoin 3 x 100 mg intravena atau fenitoin oral 3 x 100

mg sebelum makan.

5. Injeksi efedrin 25 -50 mg (bila tidak ada kontra indikasi) atau injeksi glukagon 1 mg

intramuskular. Kecepatan kerja glukagon sama dengan pemberian glukosa intravena.

Bila penderita sudah sadar dengan pemberian glukagon, berikan 20 gram glukosa oral

dan dilanjutkan dengan 40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung untuk

mempertahankan pemulihan.

6. Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea sebaiknya

pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh koma lagi setelah

suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan dengan infus dekstrosa 10%

selama ± 3 hari. Monitor glukosa darah setiap 3-6 jam sekali dan kadarnya

dipertahankan 90-180 mg%. Hipoglikemia karena sulfonilurea ini tidak efektif dengan

pemberian glukagon.

Page 15: tinpus

Gambar 1. Algoritma tatalaksana hipoglikemi.

4.7 Hipoglikemia non diabetikum

Ada dua jenis hipoglikemia yang bisa terjadi pada orang yang tidak menderita diabetes:

Hipoglikemia reaktif, juga disebut hipoglikemia postprandial, terjadi dalam waktu 4

jam setelah makan.

15-20 g KH ORALMONITOR KETATGD 70 mg/dlGD > 70 mg/dl

BISAMAKAN

CEK GD @ 15 MNT

15-20 g KH ORAL- SNACK DLM 30 MNT- CARI PENYEBAB- EDUKASI

GD > 70 mg/dl GD 70 mg/dl

15-20 g KH ORALBISA

MAKAN

CEK GD @ 15 MNT

INFUS D10%BOLUS D40% 25 ml IV

TDK BISAMAKAN

BAIK

MEMBAIK

MENURUNKESADARAN

GD 70 mg/dl

17

Page 16: tinpus

Hipoglikemia puasa, juga disebut hipoglikemia postabsortif, sering berhubungan

dengan penyakit yang mendasarinya.

Gejala keduanya mirip dengan hipoglikemia yang berhubungan dengan diabetes. Gejala yang

mungkin terjadi, antara lain: perasaan lapar, berkeringat, sempoyongan, pusing, mengantuk,

kebingungan, kesulitan berbicara, kecemasan dan kelemahan. Untuk mengetahui

penyebabnya, dokter akan melakukan pemeriksaan laboratorium guna mengukur glukosa

darah, insulin dan bahan kimia lain yang berperan dalam penggunaan energi tubuh.

Hipoglikemia reaktif

Diagnosa

Untuk mendiagnosa hipoglikemia reaktif, dapat dilakukan beberapa tahap:

Menanyakan tanda dan gejalanya.

Memeriksa kadar glukosa darah saat gejala muncul dengan mengambil sampel darah.

Memeriksa apakah gejala mereda setelah glukosa darah kembali normal yaitu di 70

mg/dL atau lebih setelah makan atau minum.

Kadar glukosa darah yang dibawah 70 mg/dL pada saat gejala terjadi, dan normal kembali

setelah makan, maka mengkonfirmasikan diagnosis hipoglikemia. Tes toleransi glukosa oral

tidak lagi digunakan untuk mendiagnosis hipoglikemia reaktif karena pemeriksaan ini

dianggap malah memicu gejala hipoglikemik.

Penyebab dan pengobatan

Penyebab sebagian besar kasus hipoglikemia reaktif masih diperdebatkan hingga kini.

Beberapa peneliti menyebutkan bahwa orang-orang tertentu mungkin lebih sensitif terhadap

hormon-hormon normal tubuh seperti epinefrin, yang menyebabkan banyaknya muncul

gejala hipoglikemia. Sedangkan peneliti lainnya menyakini bahwa hipoglikemia reaktif

disebabkan karena minimnya sekresi glukagon. Ada juga beberapa penyebab hipoglikemia

reaktif yang diyakini meskipun jarang terjadi. Operasi lambung atau perut dapat

menyebabkan hipoglikemia reaktif karena terlau cepatnya makanan menuju usus kecil.

Kondisi kekurangan enzim yang langka seperti intoleransi fruktosa juga dapat menyebabkan

hipoglikemia reaktif.

Untuk mengatasi hipoglikemia reaktif, sebagian ahli kesehatan menyarankan:

Makan makanan kecil/ringan setiap 3 jam.

Aktif secara fisik.

Page 17: tinpus

Makan beragam makanan, seperti daging, unggas, ikan, atau sumber protein nabati,

makanan bertepung seperti roti gandum, beras, dan kentang, buah-buahan, sayuran,

dan produk susu.

Mengonsumsi makanan tinggi serat.

Menghindari atau membatasi makanan tinggi gula, terutama saat perut kosong.

Dalam menanganinya, sebagian ahli kesehatan merekomendasikan diet tinggi protein dan

rendah karbohidrat, namun fakta penelitian belum membuktikan efektivitas diet semacam ini

untuk mengatasi hipoglikemia reaktif.

Hipoglikemia puasa

Diagnosis

Hipoglikemia puasa didiagnosis dari sampel darah yang menunjukkan kadar glukosa dalam

darah di bawah 50 mg/dL setelah puasa di waktu malam, diantara waktu makan, atau setelah

melakukan aktivitas fisik.

Penyebab dan pengobatan

Penyebab hipoglikemia puasa bisa dari obat-obatan tertentu, minuman beralkohol, penyakit

kritis, kekurangan hormon, beberapa jenis tumor dan kondisi kesehatan tertentu yang terjadi

sejak bayi dan kanak-kanak.

Obat-obatan

Obat-obatan, termasuk beberapa jenis obat yang digunakan untuk mengobati diabetes,

menjadi penyebab hipoglikemia yang paling umum. Obat lain yang dapat menyebabkan

hipoglikemia, antara lain:

Salisilat, termasuk aspirin, jika diminum dalam dosis besar

Obat sulfa, yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri

Pentamidin, digunakan dalam penanganan pneumonia jenis serius

Kina, yang digunakan untuk mengobati malaria.

Jika menggunakan obat akan menyebabkan kadar glukosa darah Anda turun, maka dokter

mungkin akan menghentikan, menggantikan atau mengubah dosisnya.

Minuman beralkohol

Page 18: tinpus

Minum minuman beralkohol dapat menyebabkan hipoglikemia. Kerusakan tubuh akibat

alkohol akan menyebabkan terganggunya fungsi hati dalam menaikkan kadar glukosa darah.

Hipoglikemia yang disebabkan karena minum alkohol bisa berakibat fatal dan serius.

Penyakit kritis

Beberapa jenis penyakit yang mempengaruhi hati, jantung atau ginjal dapat menyebabkan

hipoglikemia. Sepsis, yang merupakan infeksi berat, dan kelaparan adalah penyebab lain dari

hipoglikemia. Dalam kasus ini, mengobati penyakit atau penyebab lainnya akan mengatasi

hipoglikemia.

Kekurangan hormone

Kekurangan hormon dapat menyebabkan hipoglikemia pada anak-anak kecil, tetapi jarang

terjadi pada orang dewasa. Kekurangan kortisol, hormon pertumbuhan, glukagon, atau

epinefrin dapat menyebabkan hipoglikemia puasa. Pemeriksaan laboratorium terhadap kadar

hormon akan menentukan diagnosis dan pengobatannya. Bila memang itu penyebabnya,

maka mungkin akan dilakukan terapi pengganti hormon.

Tumor

Insulinomas adalah insulin-producing tumor pada pankreas. Insulinomas dapat menyebabkan

hipoglikemia dengan meningkatkan kadar insulin terlalu tinggi dalam kaitannya dengan kadar

glukosa darah. Tumor ini jarang terjadi dan biasanya tidak menyebar ke bagian tubuh lain.

Uji laboratorium dapat menentukan penyebab pastinya. Pengobatan dimulai dari langkah

jangka pendek untuk mengatasi hipoglikemia dan tindakan medis untuk mengangkat tumor.

Kondisi yang terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak.

Anak-anak jarang mengalami hipoglikemia. Jika mereka mengalaminya, penyebabnya

mungkin :

Intoleransi singkat puasa, yang akan mengganggu pola makan yang teratur,

kecenderungan ini biasanya dialami anak usia 10 tahun.

Hiperinsulinisme, yang merupakan produksi insulin yang berlebih. Kondisi ini dapat

menyebabkan hipoglikemia sementara pada bayi yang baru lahir, yang bisa terjadi

pada bayi dari ibu yang mengidap diabetes. Hiperinsulinisme persistent pada bayi atau

anak-anak adalah ganggguan yang kompleks yang memerlukan evaluasi dan

pengobatan oleh dokter spesialis.

Page 19: tinpus

Defisiensi enzim yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Kekurangan-

kekurangan ini dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk memproses gula alami,

seperti fruktosa dan galaktosa, glikogen atau metabolit lainnya.

Kekurangan hormon seperti kurangnya hormon hipofisis atau adrenal.

* Alat pengukur gula darah pribadi tidak bisa digunakan untuk mendiagnosis hipoglikemia

reaktif.

Mekanisme Hipoglikemia dan Rasional Penanggulangan

Mempertahankan kadar glukosa darah dalam rentangan normal 60 – 110 mg/dl

bergantung pada beberapa faktor. Banyak faktor terlibat dalam kontrol homeostatik ini.

Penurunan kadar glukosa darah bisa akibat peningkatan insulin atau insulin-like effect. Efek

insulin terhadap kadar glukosa darah merupakan gambaran dari proses : translokasi glukosa

ke intrasel, fosforilasi glukosa oleh reaksi heksokinase, penggunaan glukosa-6-phosphate,

Embden Meyerhof pathway, hexose monophosphate shunt (pentose phosphate pathway), dan

penggunaan glukosa untuk sintesis glikogen. Penurunan kadar glukosa darah bisa juga akibat

dari penurunan glikogenolisis, suatu proses yang tergantung pada katekolamin dan glukagon,

sama seperti pada penyimpanan glikogen jaringan. Penurunan glukoneogenesis merupakan

mekanisme hipoglikemia utama. Penurunan proses glukoneogenesis bisa akibat dari

ketidakcukupan kortisol (atau glukokortikoid lain), yang merangsang sintesis enzim

glukoneogenik tertentu dan kadar glukagon yang tidak adekwat. Insufisiensi hipofisa anterior

menyebabkan hipoglikemia oleh karena berkurang atau tidak ada hormon pertumbuhan, yang

mempunyai kerja anti-insulin, oleh karena berkurangnya perangsangan adrenokortikotropin

terhadap korteks adrenal. Insufisiensi hormon tiroid menurunkan kadar glukosa oleh karena

menurun absorpsi gastrointestinal pada hipotiroidi.

Insufisiensi ginjal sering menjadi dasar penurunan glukosa darah, terutama pada

pasien diabetes. Renal glukoneogenesis secara bermakna meningkat pada penderita diabetes,

dan ini memberikan kontribusi secara bermakna terhadap kadar glukosa darah. Dengan

muncul insufisiensi ginjal pada pasien-pasien ini, peningkatan komponen glukoneogenesis ini

berkurang atau tidak ada sama sekali. Kebutuhan insulin pada diabetisi dengan insufisiensi

ginjal bisa berkurang. Pasien menjadi lebih sensitif terhadap efek hipoglikemik sulfonilurea.

Meminum alkohol bersama dengan pengurangan asupan makanan atau berpuasa

diikuti dengan penurunan glukoneogenesis oleh karena beberapa faktor yang dibutuhkan pada

pemecahan etanol dialihkan dari proses glukoneogenesis. Pada glikogenolisis I (Gerke’s

disease) terjadi penurunan atau tidak ada phosphatase yang memecah glucose-6-phosphate

Page 20: tinpus

menjadi glukosa dan fosfat inorganik. Tipe III (penyakit Cori) dan tipe VI (penyakit Hers)

mengakibatkan penurunan kadar glukosa oleh karena defek pada reaksi fosforilase.

Hipoglikemia ketotik anak-anak diduga disebabkan oleh defisiensi alanin asam amino

glukoneogenik. Hipoglikemia sensitif leusin disebabkan oleh pelepasan insulin berlebihan

oleh perangsangan leusin. Hipoglikemia sementara pada bayi dari ibu diabetes dijumpai bila

ibu diabetes tidak terkontrol baik. Ibu hiperglikemia menyebabkan hiperglikemia pada

kompartmen janin, yang menyebabkan hiperplasia sel- pada pankreas janin. Setelah lahir,

atau setelah bayi keluar dari milieu ibu, pelepasan insulin dari sel- hiperplastik ini

menyebabkan hipoglikemia sementara. Hipoglikemia sehubungan dengan eritroblastosis

fetalis dianggap berasal dari peningkatan sekresi insulin sel- yang disebabkan oleh

kekurangan insulin temporer sekunder terhadap pengrusakan yang cepat oleh sel-sel

hemolisis.

Sindroma hipoglikemia yang diindus obat, yang tersering dijumpai disebabkan oleh

kelebihan insulin dan pemakaian OHO, terutama glibenklamid. Dosis insulin yang tidak

bijaksana pada diabetisi, sama seperti penggunaan insulin tanpa setahu dokter, terutama oleh

personal medik, bisa mengindus hipoglikemia berat. Keadaan diatas, serangan berulang-ulang

bisa mengakibatkan kerusakan otak permanen. Indikasi yang baik pemberian insulin eksogen

adalah deteksi antibodi insulin dalam plasma. Obat hipoglikemik oral (OHO) bisa menjadi

penyebab hipoglikemia berat dan berkepanjangan, terutama pasien dewasa yang sakit atau

berpuasa namun terus minum obat.

Diantara hipoglikemik non fasting, mungkin tersering adalah reactive hypoglycemia

dari diabetes mellitus awal. Penurunan yang lambat pada tes toleransi glukosa darah, atau

setelah makan, adalah akibat dari perlambatan pelepasan insulin setelah stimulus,

mengakibatkan terjadi hipoglikemia sekitar 3-4 jam setelah makan. Reactive hypoglycemia

(functional hyperinsulinemia) yang terjadi 90-120 menit setelah makan adalah paling

prevalen pada penyakit syaraf dan orang penggugup dan dapat dianggap akibat pelepasan

insulin hiperresponsif terhadap stimulus kalori. Hipoglikemia sehubungan dengan

“tachyalimentation (lintas makanan yang cepat)” terjadi 2-3 jam setelah makan. Gangguan ini

dijumpai pada kira-kira 10 % pasien yang menjalani gastrektomi total, gastrojejunostomi,

atau piloroplasti. Pemindahan gumpalan makanan yang cepat ke dalam usus bagian atas

menyebabkan hiperglikemia yang merangsang pankreas normal melepaskan jumlah insulin

yang besar, dengan akibat hipoglikemia. Manifestasi klinik kelainan ini berupa fase

hiperepinefrinemik.

Page 21: tinpus

Intoleransi fruktosa herediter muncul sebagai autosomal recessive disorder yang

ditandai dengan defisiensi hepatic fructose-1-phosphate (F-1-P) aldolase. Ini mengakibatkan

penumpukan F-1-P aldolase, yang menghambat fructose-1,6-diphosphate aldolase dan

meyela aliran substrat untuk glukoneogenesis. Galaktosemia yang disebabkan oleh galactose-

1-phosphate uridyltransferase deficiency adalah penyakit autosomal recessive dimana

defisiensi enzim menyebabkan penumpukan galactose-1-phosphate dan galaktikol.

Galactose-1-phosphate menekan glukoneogenesis melalui penghambatan enzim

phosphoglucomutase Penumpukan produk antara galaktose bisa mengakibatkan pembentukan

katarak, hemolisis, penyakit hepatoselular, ikterus, dan asites.

Defek pada dekarboksilasi oksidatif dari valine, leucine, dan isoleusin pada bayi (-

ketoacid oxidase deficiency) bertanggungjawab terhadap hipoglikemia pada pasien tertentu

yang mencerna gumpalan makanan yang mengandung asam amino. Penyakit ini dianggap

berasal dari perangsangan leusin yang meningkatkan pelepasan insulin. Pengurangan

glukoneogenesis yang dapat berasal dari pengurangan ketersediaan prekursornya juga

merupakan kemungkinan mekanisme. Penyakit ini sering disebut maple syrup urine disease

atau branched chain ketoaciduria (BCKA), adalah suatu autosomal recessive. Karakteristik

ini dilaporkan pada 1 dari 300.000 kelahiran hidup. Manifestasi klinik termasuk gangguan

pertumbuhan, muntah, hipertonisitas, lemah, apnea, dan kejang-kejang. Gangguan neurologik

berasal dari penumpukan metabolite pada sistem syaraf dari pada terhadap defek enzim per

se. Pembatasan makanan yang mengandung asam amino yang tidak sesuai bisa

memperlambat penyakit ini, tetapi pemberian diet tidak praktis.

Tipe hipoglikemia nonfasting dijumpai pada intoleransi fruktose herediter, suatu

penyakit resesif autosomal yang diturunkan. Stadium akut ditandai dengan nausea dan

muntah. Intoleransi fruktosa khronik ditandai dengan gangguan pertumbuhan, muntah,

ikterus, hepatomegali dengan aminasedemia, dan albuminuria. Penyakit ini akibat dari difisit

fructose-1-phosphate aldolase, menyebabkan penumpukan fructose-1-phosphate dengan

penurunan substrat glukoneogenik. Menghindari diet fruktosa adalah pengobatan pilihan.

Oleh karena penulisan ini ditujukan untuk penanggulangan kedaruratan metabolik dan

endokrin, pertimbangan mendalam mengenai penegakan diagnostik dari berbagai tipe

hipoglikemia adalah kurang tepat. Terpenting memperoleh informasi historis dari pasien

berkaitan dengan waktu kejadian serangan hipoglikemia. Ini bisa membedakan tipe fasting

dan nonfasting.

Diagnosis insulinoma atau tumor sel pp. Langerhans diduga kuat dengan adanya

peninggian kadar insulin yang tidak sesuai dengan kadar glukosa darah. Kebanyakan pasien

Page 22: tinpus

dengan tumor yang menghasilkan insulin menunjukkan kadar glukosa darah dibawah 45

mg/dl dalam 14 jam, dan dibawah 35 mg/dl dalam 24 jam. Bila tidak dijumpai hipoglikemia

dalam interval waktu ini, masa berpuasa dilanjutkan menjadi 70 jam. Tanda klinik

hipoglikemia akan muncul, dan glukosa plasma menurun dibawah 35 mg/dl pada pasien

dengan tumor yang menghasilkan insulin. Pasien dengan insulinoma bisa menunjukkan

sedikit peningkatan glukosa plasma setelah periode latihan jasmani. Pengambilan plasma

untuk pemeriksaan glukosa pada semua interval waktu, digunakan juga untuk pemerikssaan

insulin imunoreaktif. Contoh plasma yang menunjukkan penurunan kadar glukosa darah

diperiksa untuk insulin imunoreaktif. Kemungkin ada ketidak-sesuaian kadar insulin dengan

kadar glukosa. Beberapa penulis memakai rasio insulin/glukosa pada evaluasi ini. Rasio

Insulin (sebagai U/ml) terhadap glukosa (sebagai mg/dl) (rasio I/G) ini pada orang normal

sekitar 0,3; pada pasien dengan hiperinsulinemia yang tidak sesuai kemungkinan lebih tinggi.

Rasio insulin/glukosa dihitung sebagai berikut :

Insulin Plasma (U/ml) x 100

Rasio I/G =

Glukosa Plasma (mg/dl) - 30

Rasional penurunan glukosa plasma 30 mg/dl adalah bahwa penurunan glukosa ini

akan menyebabkan penurunan plasma insulin 0 sampai 1 U/ml. Pada orang sehat berpuasa

sepanjang malam, rasio I/G sekitar 49, dan setelah 72 jam berpuasa sekitar 50. Pada pasien

insulinoma, rasio ini meningkat (nilai 100 – 140) dengan hipoglikemia yang diindus puasa.

Dianjurkan bahwa lebih dari satu tes harus dilakukan untuk memastikan nilai abnormal.

Tes lain untuk menentukan sekresi insulin autonom melibatkan penetuan jumlah connecting

peptide (C-peptida) dalam plasma setelah menginduksi hipoglikemia dengan insulin eksogen.

Kegagalan menekan peningkatan kadar C-peptida pada hipoglikemia yang diinduksi

merupakan bukti adanya produksi insulin autonom.

Kadar proinsulin plasma juga digunakan pada diagnosis tumor sel Langerhans. Fajans dan

Floyd melaporkan bahwa komponen proinsulin meningkat pada 85 % pasien dan ada

kelebihan 25 % insulin imunoreaktif total puasa.

Prosedur untuk membangkitkan sekresi insulin berlebihan kadang-kadang perlu

untuk memastikan diagnosis hipoglikemia. Pada tes tantangan tolbutamid, pasien puasa

diberikan 1 gram sodium tolbutamid intravena. Darah diambil untuk kadar glukosa dan

insulin plasma pada jam 0, 10, 30, 60, 120, dan 180 menit setelah infus. Keputusan untuk

Page 23: tinpus

menentukan kadar insulin plasma akan bergantung pada apakah ada atau tidak penurunan

kadar glukosa yang bermakna. Penurunan glukosa darah yang jelas pada 30 menit setelah

pemberian tolbutamid, tanpa kembali ke kadar normoglikemik selama tes berlangsung,

dijumpai pada pasien dengan tumor yang menghasilkan insulin. Kadar insulin plasma

meningkat. Plasma insulin mencapai kadar maksimal 100 U/ml pada 10-30 menit pada

orang normal, kemudian menurun. Pada pasien dengan insulinoma, sering dijumpai nilai

berkisar 150 – 500 U/ml. Modifikasi tes tolbutamid intravena adalah penggunaan

tolbutamid (2 g) yang diberikan peroral dengan 2 g bikarbonat natrium.

Tes glukagon mungkin lebih aman dari tantangan dengan tolbutamid oleh karena ia

menghindari kemungkinan induksi hipoglikemia berat. Kadar insulin plasma secara

bermakna meningkat pada orang normal yang menerima 1 mg glukagon intramuskular (mis.

kadar mencapai 200 U/ml pada 5-10 menit), tetapi nilai yang dicapai pasien dengan

insulinoma lebih besar. Tes glukagon dan tolbutamid lebih berguna dari pada tantangan

leusin dalam menegakkan diagnosis insulinoma.

Tes toleransi glukosa tidak berguna pada diagnosis banding fasting hypoglycemia,

tetapi amat membantu dalam membedakan beberapa tipe nonfasting (reactive) hypoglycemia.

Pada penanggulangan kedaruratan seperti diutarakan diatas, pendekatan terbaik

adalah memberikan glukosa intravena. Pada beberapa kasus pemberian glukagon

intramuskular membantu jika tersedia glikogen cadangan.

Kisaran normal dan target glukosa darah

Kadar glukosa normal pada orang non diabetes

Setelah bangun tidur-puasa 70-99 mg/dL

Setelah makan 70-140 mg/dL

Target glukosa darah pada orang dengan diabetes

Sebelum makan 70-130 mg/dL

1-2 jam setelah makan dimulai dibawah 180 mg/dL

Sumber: American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes—2008.

Diabetes Care. 2008;31:S12–S54.

Untuk orang dengan diabetes, glukosa darah di bawah 70 mg/dL adalah hipoglikemia

Page 24: tinpus

DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison`s. Principles of Internal Medicine. 17thEdition. United State of America.

2008

2. Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC

3. Sudoyo, A, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Internal

Publishing

4. Sylvia AP, Lourraine MW. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi

ke 6. Vol II. Jakarta :EGC. 2003

5. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta :

EGC. 2006.

6. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes—2008.

Diabetes Care. 2008;31:S12–S54.

7. http://www.drugs.com/cg/non-diabetic-hypoglycemia.html

8. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3388042/

9. www.nlm.nih.gov/medlineplus/tutorials/ hypoglycemia /db099105.pdf

Page 25: tinpus