TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM …
Transcript of TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM …
i
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI NARAPIDANA LANSIA
DI RUMAH TAHANAN (RUTAN)
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Oleh:
FARADINA RACHMA PUTRI WIJAYA
C100150160
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
i
HALAMAN PERSETUJUAN
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI NARAPIDANA LANSIA
DI RUMAH TAHANAN (RUTAN)
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
FARADINA RACHMA PUTRI WIJAYA
C100150160
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen
Pembimbing
(Hartanto S.H.,M.H)
ii
HALAMAN PENGESAHAN
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI NARAPIDANA LANSIA
DI RUMAH TAHANAN (RUTAN)
OLEH
FARADINA RACHMA PUTRI WIJAYA
C100150160
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Selasa, 4 Februari 2020
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Hartanto S.H.,M.H (……………………….)
(Ketua Dewan Penguji)
2. Kuswardhani, S.H.,M.Hum. (……………………….)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Septarina Budiwati, S.H.,M.Kn (……………………….)
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan
Prof. Dr. H. Khudzaifah Dimyati, S.H., M.Hum
NIK. 537/NIDN. 0727085803
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah diitulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam makalah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apaila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
makan akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 04 Februari 2020
Penulis
FARADINA RACHMA PUTRI WIJAYA
C10150160
1
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI NARAPIDANA LANSIA
DI RUMAH TAHANAN (RUTAN)
Abstrak
Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Narapidana Lansia Di
Rumah Tahanan (Rutan). Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tujuan
Penelitian ini: a) untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap
narapidana lansia di dalam rumah tahanan di dalam hukum pidana di Indonesia, b)
untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap lansia di dalam prespektif nilai-
nilai keislaman dan c) untuk mengetahui kendala yang dialami oleh narapidana
lansia di dalam rumah tahanan. Jenis Penelitian yang penulis gunakan dalam
penyusunan skripsi adalah penelitian diskriptif. Metode pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-empiris. Pendekatan yuridis-empiris
adalah suatu penelitian hukum yang berguna untuk memadukan antara yuridis
(dasar hukum) dengan empiris (peristiwa hukum yang nyata) terhadap bagaimana
bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Hasil Penelitian dalam penelitian
ini yaitu Perlindungan Hukum Terhadap Narapidana Lansia yang Diatur dalam
Peraturan Hukum Pidana di Indonesia yaitu “Perlindungan hukum terhadap lansia
tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 32 tahun 2018 tentang perlakuan bagi tahanan dan narapidana
lanjut usia pada Pasal 2. Sedangkan Sanksi Pidana yang Bisa Diterapkan untuk
Narapidana Lansia yaitu Perlindungan hukum terhadap lansia diatur dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 32
tahun 2018 tentang perlakuan bagi tahanan dan narapidana lanjut usia pada Pasal
2. Kendala yang dialami oleh Narapidana Lansia didalam Rumah Tahanan ada di
dalam aturan-aturan khusus yang ada di dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2018 tentang perlakuan bagi
tahanan dan narapidana lanjut usia pada Pasal 2.
Kata Kunci: perlindungan, lanjut usia, tahanan, narapidana
Abstract
Juridical Review of Legal Protection for Elderly Prisoners in Detention Centers.
Muhammadiyah Surakarta University. The purpose of this study: a) to find out
how the legal protection of elderly prisoners in detention in criminal law in
Indonesia, b) to find out the legal protection of the elderly in the perspective of
Islamic values and c) to determine the constraints experienced by prisoners elderly
in detention. The type of research the author uses in the preparation of the thesis is
descriptive research. The approach method used in this study is juridical-
empirical. Juridical-empirical approach is a legal research that is useful for
combining juridical (legal basis) with empirical (real legal events) on how law
works in the community. Research results in this study are the Legal Protection of
Elderly Prisoners Regulated in the Criminal Law Regulations in Indonesia,
namely Legal protection for the elderly is regulated in the Minister of Law and
Human Rights Regulation of the Republic of Indonesia Number 32 of 2018
2
concerning the treatment of detainees and elderly prisoners in the elderly Article
2. Whereas Criminal Sanctions that can be Applied for Elderly Prisoners, namely
legal protection for the elderly, is regulated in the Minister of Law and Human
Rights Regulation of the Republic of Indonesia Number 32 of 2018 concerning
the treatment of detainees and elderly prisoners in Article 2. Obstacles
experienced by Elderly Prisoners in the Detention House is in the special rules
contained in the Regulation of the Minister of Law and Human Rights of the
Republic of Indonesia Number 32 of 2018 concerning the treatment of detainees
and elderly prisoners in Article 2.
Keywords: protection, elderly, prisoners, prisoners
1. PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berdasarkan pada hukum
yang mana sistem yang dianut adalah sistem Eropa Kontinental. Pemerintahaan
Indonesia berdasar atas konstitusi (hukum dasar), dan tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas). Hal ini sesuai dengan ketentuan di dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi :
“Negara Indonesia adalah Negara hukum”.
Sistem hukum Indonesia sebagai sebuah sistem aturan yang berlaku di
negara Indonesia adalah sistem aturan yang sedemikian rumit dan luas, yang
terdiri atas unsur-unsur hukum, di mana di antara unsur hukum yang satu dengan
yang saling bertautan, saling pengaruh mempengaruhi serta saling mengisi”.
Maka dari itu dapat dilihat bahwa eksistensi hukum di Indonesia itu sendiri dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti agama, ras, suku, bangsa dan lain-lain.
Dalam sistem hukum Indonesia dikenal dengan hukum kepidanaan, yakni
sistem aturan yang mengatur semua perbuatan yang tidak boleh dilakukan
(dilarang untuk dilakukan) oleh setiap warga negara Indonesia disertai sanksi
yang tegas bagi setiap pelanggar aturan tersebut serta tata cara yang harus dilalui
bagi para pihak yang berkompeten
Pelanggar yang dimaksud adalah seseorang yang dengan sengaja telah
melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh sistem hukum yang telah
ditetapkan sehingga dapat dikenakan sanksi atau denda. Di mana pelanggar
tersebut akan dikenakan sanksi yaitu sanksi pidana. Hal tersebut telah diatur di
dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dikenal dua
3
macam pidana yaitu pidana pokok dan tambahan, di mana salah satu pidana
pokoknya adalah pidana penjara yang mana orang yang menjalani pidana penjara
yang dapat disebut dengan narapidana.
Sebelum menjadi seorang narapidana, seseorang tersebut dapat disebut
sebagai terdakwa dan akan berada di dalam rumah tahanan sebelum putusnya
putusan oleh pengadilan akibat perbuatannya tersebut. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terdakwa melarikan diri atau terjadi sesuatu hal yang tidak
diinginkan lainnya. Setelah diputus dan putusan tersebut telah diterima oleh para
pihak yang bersangkuta, maka posisi terdakwa telah berubah menjadi seorang
narapidana. Serta akan berada di lapas atau lembaga pemasyarakatan untuk
dilakukan pembinaan.
Akan tetapi tidak semua daerah memiliki rumah tahanan atau rutan dan
lembaga pemasyarakatan atau lapas secara terpisah, sehingga terkadang di suatu
daerah karena kapasitas lembaga pemasyarakatan yang telah melampui batas
maksimal maka tidak menutup kemungkinan rumah tahanan untuk saat ini
memiliki peran ganda yaitu memelihara atau menahan terdakwa dan membina
narapidana.
Perbuatan melawan hukum atau melakukan tindak pidana tidak hanya
dilakukan oleh orang usia muda/remaja, namun juga bisa dilakukan oleh orang
lanjut usia (lansia) yang jika dilihat dari kondisi fisik atau psikisnya, jelas
mengalami penurunan dibandingkan dengan usia muda/remaja. Pelaku tindak
pidana yang telah lanjut usia (LANSIA) merupakan salah satu warga binaan di
Lembaga Pemasyarakatan yang harus mendapatkan pembinaan dan pengarahan
yang intensif. Karena dari segi usia jelas menunjukan kondisi fisik dan mental
yang makin melemah dan kurang stabil, bila dibandingkan dengan narapidana
yang masih berusia muda. “Di samping itu, seseorang yang sudah lanjut usia atau
sering disebut Manula ataupun Lansia adalah periode di mana organisme telah
mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan
kemunduran sejalan dengan waktu.
Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 34-35 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1998 tentang Kesejahteraan terhadap Lansia yang berbunyi:
4
Pasal 34
(1) Pemberian kemudahan layanan dan bantuan hukum dimaksudkan untuk
melindungi dan memberikan rasa aman kepada lanjut usia.
(2) Pemberian kemudahan layanan dan bantuan hukum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. penyuluhan dan konsultasi hukum;
b. layanan dan bantuan hukum di luar dan/atau di dalam pengadilan.
Pasal 35
(1) Pemberian perlindungan sosial dimaksudkan untuk memberikan
pelayanan bagi lanjut usia tidak potensial agar dapat mewujudkan taraf
hidup yang wajar.
(2) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan melalui pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial yang
diselenggarakan baik di dalam maupun di luar panti.
(3) Lanjut usia tidak potensial terlantar yang meninggal dunia dimakamkan
sesuai dengan agamanya dan menjadi tanggung jawab Pemerintah
dan/atau masyarakat.
Rumusan Masalah dalam penelitian ini meliputi; bagaimana perlindungan
hukum terhadap narapidana lansia yang diatur dalam peraturan hukum pidana di
Indonesia? Seberapa berat sanksi pidana yang bisa diterapkan pada narapidana
lansia? Dan apa kendala yang dialami oleh narapidana lansia di dalam rumah
tahanan ?
2. METODE
Metode pendekatan merupakan suatu pola pemikiran yang ada dalam suatu
penelitian. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yuridis-empiris. Pendekatan yuridis-empiris adalah suatu penelitian hukum yang
berguna untuk memadukan antara yuridis (dasar hukum) dengan empiris
(peristiwa hukum yang nyata) terhadap bagaimana bekerjanya hukum di
lingkungan masyarakat.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan jenis
penelitian diskriptif. Penelitian diskriptif adalah suatu metode penelitian yang
menggambarkan peristiwa hukum dan fakta yang ada dalam kehidupan sosial
secara mendalam.
5
Penelitian ini lokasinya di Rumah Tahanan yang berada di Boyolali.
Adapun pertimbangan dipilihnya wilayah tersebut karena sesuai dengan studi
kasus dalam judul skripsi yang akan dibuat.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Perlindungan Hukum Narapidana Lansia dalam Peraturan Hukum di
Indonesia
Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu 1) Sarana
Perlindungan Hukum Preventif yaitu subyek hukum dari suatu kesempatan untuk
mengajukan suatu keberatan atau suatu pendapat sebelum keputusan pemerintah
menjadi bentuk yang definitif, dan 2) Sarana Perlindungan Hukum Represif yaitu
subyek dari perlindungan ini adalah pemerintah dan masyarakat.
Perlindungan hukum pada umumnya juga telah diatur di dalam Undang-
Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang
terdapat pada Pasal 5 yang berbunyi: “Sistem pembinaan pemasyarakatan
dilaksanakan berdasarkan asas; pengayoman; Persamaan perlakuan dan
pelayanan; pendidikan; pembimbingan; penghormatan harkat dan martabat
manusia; kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, dan;
terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang
tertentu.”
3.2. Sanksi Pidana yang Bisa Diterapkan untuk Narapidana Lansia
Perlindungan hukum terhadap lansia diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2018 tentang perlakuan
bagi tahanan dan narapidana lanjut usia pada Pasal 2, yang berbunyi sebagai
berikut :
Terhadap tahanan dan narapidana lanjut usia bertujuan untuk memberikan
pemenuhan kebutuhan tahanan atau narapidana yang telah lanjut usia supaya
mendapatkan pemeliharaan kemampuan fisik, mental, dan sosial; Perlakuan
bagi Tahanan dan Narapidana Lanjut Usia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memberikan program kepribadian dan kemandirian; Program kepribadian
dan kemandirian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan agar sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Dalam hal Tahanan dan
Narapidana Lanjut Usia yang Tidak Berdaya diberikan Perlakuan Khusus;
Penetapan Tahanan dan Narapidana yang Tidak Berdaya sebagaimana
6
dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Kepala Lapas atau Kepala Rutan
berdasarkan Asesmen Asesor; Pelaksanaan Asesmen oleh Asesor
dilaksanakan terhadap Tahanan dan Narapidana: sejak penerimaan ; atau
setelah menjalani masa pidana, termasuk dalam kelompok lanjut usia.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut terdapat perlakuan khusus bagi
narapidana lansia yaiu berupa pemberian dispensasi untuk tidak ikut melakukan
gotong royong dan memperoleh perlakuan khusus dalam hal pembagian waktu
tidur. Berkaitan dengan hal tersebut sanksi terhadap narapidana lansia tetap
diberikan bersamaan dengan perlakuan khusus yang diberikan berkaitan dengan
kondisi fisik narapidana.
Sanksi dan perlakuan khusus yang diberikan kepada narapidana lansia
sebagaimana diuraikan di atas, telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia mengenai narapidana lansia dalam hal ini yaitu
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 32
tahun 2018 tentang perlakuan bagi tahanan dan narapidana lanjut usia pada Pasal
2.
3.3. Kendala yang Dialami oleh Narapidana Lansia di Dalam Rumah
Tahanan Lansia menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 32 tahun 2018 tentang perlakuan bagi tahanan dan narapidana
lanjut usia dalam Pasal 1 angka (1) “Lanjut usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas.
Terdapat batasan-batasan umur pada lansia yang dari waktu ke waktu
berbeda menurut World Health Organitation (WHO) yaitu: Usia pertengahan
(middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun; Lanjut usia (elderly) antara usia 60
sampai 74 tahun; Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun; Usia sangat
tua (very old) di atas usia 90 tahun.
Akan tetapi menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006),
pengelompokkan lansia adalah: Vritilitas (pransenium) yaitu masa persiapan usia
lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun); Usia lanjut dini
(senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-
7
64tahun)’ Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degenaratif
(usia >65tahun).
Kendala yang dialami oleh narapidana lansia adalah tidak terdapatnya
makanan khusus dan tempat istirahat khusus bagi lansia meskipun dalam hal
waktu tidur diberikan kebebasan untuk dapat tidur saat jam tidur dari narapidana
lansia tersebut. Mengenai makanan yang diberikan adalah sama dengan makanan
yang diberikan kepada narapidana lainnya, tidak terdapat makanan khusus yang
memadai dari kebutuhan gizi lansia tersebut.
Kendala lain yang dialami narapidana lansia di dalam rumah tahanan
diantaranya adalah adanya keterbatasan sarana dan prasarana yaitu obat-obatan,
tidak terdapat dokter khusus untuk menangani pasien lansia di rumah tahanan,
untuk lansia yang sakit apabila berstatus tahanan maka menjadi tanggung jawab
penahan tetapi jika berstatus sebagai narapidana menjadi tanggungjawab pihak
rumah tahanan. Untuk perawatan khusus hanya ditujukan kepada narapidana yang
melahirkan, setelah melahirkan mendapat perlakuan khusus.
Dengan adanya lapas khusus untuk narapidana lansia maka perlakuan
khusus dalam hal waktu tidur dapat lebih berjalan efektif dan efisien dimana
narapidana lansia dapat memeproleh hak waktu dan tempat tidur yang memadai
berkaitan dengan kesehatan dan kondisi fisik lansia.
Mengenai makanan khusus yang seharusnya diberikan kepada lansia juga
lebih dapat diterapkan ketika terdapat lapas khusus lansia dan makanan khusus
lansia sehingga tidak menciptakan kesenjangan antara narapidana lansia dan
narapidana biasa.
Selain adanya pemenuhan hak bagi lansia, dengan adanya lapas lansia
pemberian sanksi pembinaan terhadap lansia juga dapat lebih dilaksanakan
dengan efektif dan efisien.
4. PENUTUP
Perlindungan Hukum Terhadap Narapidana Lansia yang Diatur dalam Peraturan
Hukum Pidana di Indonesia yaitu;
“Perlindungan hukum terhadap lansia tersebut diatur dalam Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 32 tahun
8
2018 tentang perlakuan bagi tahanan dan narapidana lanjut usia pada Pasal
2, yang berbunyi sebagai berikut: Terhadap tahanan dan narapidana lanjut
usia bertujuan untuk memberikan pemenuhan kebutuhan tahanan atau
narapidana yang telah lanjut usia supaya mendapatkan pemeliharaan
kemampuan fisik, mental, dan sosial; Perlakuan bagi Tahanan dan
Narapidana Lanjut Usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan
program kepribadian dan kemandirian; Program kepribadian dan
kemandirian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan agar sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Dalam hal Tahanan dan
Narapidana Lanjut Usia yang Tidak Berdaya diberikan Perlakuan Khusus;
Penetapan Tahanan dan Narapidana yang Tidak Berdaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Kepala Lapas atau Kepala Rutan
berdasarkan Asesmen Asesor; Pelaksanaan Asesmen oleh Asesor
dilaksanakan terhadap Tahanan dan Narapidana: sejak penerimaan ; atau
setelah menjalani masa pidana, termasuk dalam kelompok lanjut usia.”
Sedangkan Sanksi Pidana yang Bisa Diterapkan untuk Narapidana Lansia
yaitu Perlindungan hukum terhadap lansia diatur dalam Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2018 tentang
perlakuan bagi tahanan dan narapidana lanjut usia pada Pasal 2, yang berbunyi
sebagai berikut :
Terhadap tahanan dan narapidana lanjut usia bertujuan untuk memberikan
pemenuhan kebutuhan tahanan atau narapidana yang telah lanjut usia supaya
mendapatkan pemeliharaan kemampuan fisik, mental, dan sosial; Perlakuan bagi
Tahanan dan Narapidana Lanjut Usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberikan program kepribadian dan kemandirian;Program kepribadian dan
kemandirian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan agar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; Dalam hal Tahanan dan Narapidana
Lanjut Usia yang Tidak Berdaya diberikan Perlakuan Khusus; Penetapan
Tahanan dan Narapidana yang Tidak Berdaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dilakukan oleh Kepala Lapas atau Kepala Rutan berdasarkan Asesmen
Asesor; Pelaksanaan Asesmen oleh Asesor dilaksanakan terhadap Tahanan dan
Narapidana: Sejak penerimaan ; atau setelah menjalani masa pidana, termasuk
dalam kelompok Lanjut Usia.
Rumah tahanan boyolali kelas IIA sanksi terberat yang dialami oleh
narapidana lansia tidak ada. Di logika pun utuk apa narapidana lansia diberikan
sanksi berat kecuali kalau memang kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan
fatal karena di sini taraf kita adalah pembinaan. Akan tetapi ada sanksi terberat
bagi narapidana sejauh ini adalah karantina yang sudah diatur di dalam peraturan
menteri dan/ undang-undang yaitu selama 6 ( enam) hari.
9
Adapun kendala yang dialami oleh Narapidana Lansia didalam Rumah
Tahanan ada di dalam aturan-aturan khusus yang ada di dalam Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2018
tentang perlakuan bagi tahanan dan narapidana lanjut usia pada Pasal 2 yaitu :
Perlakuan bagi tahanan dan narapidana lanjut usia bertujuan untuk
memberikan pemenuhan kebutuhan tahanan atau narapidana yang telah
lanjut usia agar dapat memelihara kemampuan fisik, mental, dan sosial;
Perlakuan bagi Tahanan dan Narapidana Lanjut Usia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan program kepribadian dan
kemandirian;Program kepribadian dan kemandirian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; Dalam hal Tahanan dan Narapidana Lanjut Usia
yang Tidak Berdaya diberikan Perlakuan Khusus;Penetapan Tahanan dan
Narapidana yang Tidak Berdaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan oleh Kepala Lapas atau Kepala Rutan berdasarkan Asesmen
Asesor; Pelaksanaan Asesmen oleh Asesor dilaksanakan terhadap Tahanan
dan Narapidana: sejak penerimaan ; atau setelah menjalani masa pidana,
termasuk dalam kelompok lanjut usia.
Pada kenyataanya di lapas Kendala yang dialami oleh narapidana lansia
adalah tidak terdapatnya makanan khusus dan tempat istirahat khusus bagi lansia
meskipun dalam hal waktu tidur diberikan kebebasan untuk dapat tidur saat jam
tidur dari narapidana lansia tersebut. Mengenai makanan yang diberikan adalah
sama dengan makanan yang diberikan kepada narapidana lainnya, tidak terdapat
makanan khusus yang memadai dari kebutuhan gizi lansia tersebut.
Kendala lain yang dialami narapidana lansia di dalam rumah tahanan
diantaranya adalah adanya keterbatasan sarana dan prasarana yaitu obat-obatan,
tidak terdapat dokter khusus untuk menangani pasien lansia di rumah tahanan,
untuk lansia yang sakit apabila berstatus tahanan maka menjadi tanggung jawab
penahan tetapi jika berstatus sebagai narapidana menjadi tanggungjawab pihak
rumah tahanan. Untuk perawatan khusus hanya ditujukan kepada narapidana yang
melahirkan, setelah melahirkan mendapat perlakuan khusus
DAFTAR PUSTAKA
Amirudin dan Askin, H. Zaenal. (2004). Penghantar Metode Penelitian Hukum,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
10
Anggriani, Jum. (2012). Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bisri, Ilham. (2004). Prinsip-prinsip dan Implementasi Hukum di Indonesia,
Jakarta: Grafindo Persada.
Bisri, Ilhami. (2004). Sistem Hukum Indonesia : Prinsip-Prinsip dan
Implementasi di Indonesia. Jakarta: Grafindo Persada.
Dimyati, Khudzulifah dan Wardiono, Kelik. (2004). Metode Penelitian Hukum.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Press.
Fatma. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga.
Ilyas, Amir. (2012). Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Rangkang Education.
Muchsin. (2013). Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia.
Tesis. Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas
Maret.
Nurrahman, Sukiman. (2011). Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Lanjut Usia
(LANSIA) dI Lembaga Pemasyarakatan (Studi Kasus di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Sragen). Skripsi. Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta.