TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB BANK TERHADAP …
Transcript of TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB BANK TERHADAP …
TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB BANK TERHADAP HILANGNYA SEJUMLAH DANA TABUNGAN NASABAH
MELALUI LAYANAN ELECTRONIC BANKING (E-BANKING)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
WARDIMAN LAHUPASKA S NIM : 130200450
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
ii
TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB BANK TERHADAP HILANGNYA SEJUMLAH DANA TABUNGAN NASABAH MELALUI
LAYANAN ELECTRONIC BANKING (E-BANKING)
ABSTRAK
Wardiman Lahupaska S*
Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H**
Drs. Mahmul Siregar, S.H., M. Hum***
Hilangnya dana simpanan nasabah pengguna layanan e-banking dapat terjadi akibat dari kelalaian oleh pihak nasabah ataupun pihak bank. Adapun permasalahan dalam skripsi ini ialah bagaimanakah perlindungan hukum terhadap nasabah bank dalam hukum Indonesia, bagaimanakah layanan elektronik banking dalam perspektif hukum di Indonesia dan tanggungjawab bank terhadap hilangnya sejumlah dana tabungan nasabah melalui layanan elektronik banking. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, bahan hukum yang diambil berupa data sekunder, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Adapun kesimpulan dalam skripsi ini adalah bentuk perlindungan hukum bagi nasabah terbagi menjadi dua yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Layanan e-banking memberikan kemudahan kepada para nasabah untuk melakukan transaksi perbankan seperti cek saldo, transfer antar rekening, dan lain-lain. ketentuan yang dapat dipergunakan untuk mengatur e-banking yaitu Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik seperti yang terdapat dalam Pasal 1 angka (1) dan (2) dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan seperti yang terdapat di dalam Pasal 1 angka (1) dan (2) dan dalam hal perlindungan nasabah terdapat dalam Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka (1) dan (2), Pasal 4 dan Pasal 19. Kerugian hilangnya sejumlah dana tabungan nasabah melalui e-banking yaitu dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata apabila karena kelalaian atau kesalahan bank bersangkutan dan dapat dikaitkan dengan kepengurusan bank sebagaimana yang bertindak mewakili badan hukum bank tersebut berdasarkan ketentuan anggaran dasar perusahaan. Kata kunci : Bank, dana tabungan nasabah, layanan e-banking *) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I Skripsi Penulis, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***) Dosen Pembimbing I Skripsi Penulis, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
iii
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya: Nama : Wardiman Lahupaska S NIM : 130200450 Judul : TINJAUAN YURIDIS TANGGUNG JAWAB BANK TERHADAP
HILANGNYA SEJUMLAH DANA TABUNGAN NASABAH MELALUI
LAYANAN ELECTRONIC BANKING (E-BANKING)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya
sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuat oleh orang lain.
Apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana
tersebut diatas, maka saya bersedia mempertanggungjawabkannya sesuai dengan
ketentuan yang belaku termasuk menerima sanksi pencabutan gelar kesarjanaan
yang telah saya peroleh.
Medan, Maret 2018
Wardiman Lahupaska S
NIM. 130200450
Universitas Sumatera Utara
iv
KATA PENGANTAR
Terdapat sebuah pepatah Cina yang mengatakan: “The gem cannot be
polished without friction, nor man perfected without trials”. Hal inilah yang
Penulis sadari selama penulisan skripsi ini. Berbagai tantangan harus dihadapi
untuk mencapai akhir penulisan skripsi yang sesuai dengan harapan Penulis.
Merupakan suatu kehormatan bagi Penulis untuk mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penulisan skripsi ini.
Disertai dengan berkat Tuhan Yesus Kristus yang tidak pernah berkesudahan, dan
bantuan-bantuan tersebut, Penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul: “Tinjauan Yuridis Tanggungjawab Bank Terhadap Hilangnya
Sejumlah Dana Tabungan Nasabah Melalui Layanan Electronic Banking (E-
Banking)” dengan usaha terbaik.
Secara khusus Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada kedua orangtua Penulis, Wilmar Silalahi dan Sinta Turnip, yang setia
membawa Penulis ke dalam doanya, tiada hentinya memberikan perhatian,
dukungan, nasihat, dan semangat serta kesabaran yang tidak ternilai harganya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) dengan baik.
Juga kepada abang penulis, Karlon Wisly Silalahi yang selalu mendukung,
memperhatikan dan menghibur Penulis selama pengerjaan skripsi ini. Skripsi ini
Penulis persembahkan untuk mereka.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga Penulis haturkan kepada
pihak-pihak berikut:
Universitas Sumatera Utara
v
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara;
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Dr. OK. Saidin S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Dr. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
6. Bapak Prof. Sulaiman, S.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik;
7. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. selaku Ketua Departemen
Hukum Ekonomi, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I. Terima kasih atas
ilmu, kesabaran, dan waktunya dalam memberikan bimbingan dan arahan
terhadap Penulis dalam penyusunan skripsi ini
8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum.. selaku Dosen Pembimbing II.
Terima kasih atas ilmu, kesabaran, dan waktunya dalam memberikan
bimbingan dan arahan terhadap Penulis dalam penyusunan skripsi ini
9. Seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
10. Orangtua penulis, Wilmar Silalahi dan Sinta Turnip serta abangda Karlon
Wisly Silalahi yang selalu memberikan semangat dan dorongan sehingga
memotivasi Penulis dalam pengerjaan skripsi ini;
11. Keluarga besar Silalahi dan Turnip yang telah memberikan motivasi dan doa
yang tak berkesudahan kepada Penulis;
Universitas Sumatera Utara
vi
12. Daniel Alexander Siregar, Pasca Sari Saragih, Emkel Deanta Ginting dan
Naomi Claudya Siahaan, teman seperjuangan Penulis sejak menginjakkan
kaki di Fakultas Hukum USU. See You On Top!;
13. Keluarga Besar Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Komisariat Fakultas
Hukum USU. Terimakasih atas banyaknya pengalaman berharga yang sudah
membantu membentuk karakter Penulis. UOUS!;
14. Teman-teman penulis, bang Jesaya, bang Anggie, bang Aubertus, bang
Gabriel, bang Chrispo, bang Rio, bang Jan, bang Dimas, bang Heru, bang
William, bang Andry, bang Roni, Yohannes, Tony, Gian, Hans, Yudika,
Vina, Garcia, dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu;
15. Yoel Abhimata, Karissa Eliza Putri Silalahi dan Yohanna Elvira
Tampubolon, tiga sahabat penulis yang selalu menyemangati penulis sampai
detik ini;
16. Badan Pengurus Harian Panitia Natal Keluarga Besar FH-USU 2016, Defin
Sirait, Pinta Nababan, Sothya Ginting, Rissa Putri, Magdalena Sitompul. Dan
Panitia Natal beserta jajarannya yang tidak dapat disebutkan satu persatu;
17. Teman-teman Stambuk 2013. Vivi Damayanty, Briando Roy, Silvya M.,
Carin Felina, Putri Nadhira, Yemima Amelia, Rissa Putri, Fitty Simamora,
Onny Rhenata dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu;
18. Sahabat SMA penulis, Bramantio Widi, Eldwin Thimotie, Juan Gidalty,
Phillipus Ergi, Enrico, dan Calvin Christian teman penulis saat masih
bersekolah di SMA Marsudirini Bekasi.
19. Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI) Fakultas Hukum USU.
Universitas Sumatera Utara
vii
Penulis sadar masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran agar
dapat menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Medan, Maret 2018
Penulis
Wardiman Lahupaska S
NIM. 130200450
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i
ABSTRAKSI ................................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 7
C. Tujuan Penulisan......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 8
E. Tinjauan Kepustakaan ................................................................. 8
F. Keaslian Penulisan .....................................................................12
G. Metode Penelitian ......................................................................15
H. Sistematika Penulisan .................................................................18
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK DALAM HUKUM INDONESIA A. Perlindungan Nasabah Bank berdasarkan Perundang-undangan di
Bidang Perbankan
1. Perlindungan Nasabah Melalui Penerapan
Prinsip kehati-hatian ..............................................................20
2. Perlindungan Nasabah Melalui Penerapan Prinsip-prinsip Tata
Kelola Perusahaan yang Baik Terhadap Bank .........................25
3. Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam Melindungi
Nasabah Perbankan................................................................32
B. Perlindungan Nasabah Bank Berdasarkan UU Perlindungan
Konsumen
1. Hak Nasabah Sebagai Konsumen ...........................................39
2. Perlindungan Nasabah Secara Preventif ..................................41
3. Perlindungan Nasabah Secara Represif .................................. 46
C. Perlindungan Nasabah Bank Berdasarkan Hukum Perdata
1. Hubungan Hukum Perdata antara Bank dan Nasabah ..............47
Universitas Sumatera Utara
ix
2. Perlindungan Nasabah Berdasarkan Hukum Perdata ...............51
BAB III LAYANAN ELECTRONIC BANKING DALAM PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA
A. Penggunaan Layanan E-Banking Dalam Perbankan
1. Perkembangan E-Banking di Indonesia ..................................55
2. Tujuan dan Manfaat Layanan E-Banking ................................57
3. Fasilitas Layanan E-Banking ..................................................61
4. Keamanan Layanan E-Banking ..............................................65
B. Aspek Hukum Layanan E-Banking
1. Dasar Hukum Layanan E-Banking .........................................70
2. Hubungan Hukum Antara Bank dan Nasabah Dalam Layanan E-
Banking ............................................................................... 74
3. Kewajiban dan Tanggungjawab Bank Pelaksana Layanan E-
Banking ............................................................................... 76
C. Pengawasan Terhadap Layanan E-Banking
1. Pengawasan Internal Bank .....................................................83
2. Pengawasan Eksternal Bank ...................................................87
BAB IV TANGGUNGJAWAB BANK TERHADAP HILANGNYA SEJUMLAH DANA TABUNGAN NASABAH MELALUI LAYANAN ELECTRONIC BANKING A. Penyebab Hilangnya Sejumlah Dana Tabungan Nasabah Melalui
Layanan Elektronik Banking
1. Faktor Kerusakan Mesin ....................................................... 90
2. Kesalahan Manusia ............................................................... 95
B. Perlindungan Nasabah Terhadap Hilangnya Sejumlah Dana
Tabungan Nasabah dalam Layanan E-Banking ............................96
C. Penyelesaian Perselisihan antara Bank dan Nasabah Terkait
Hilangnya Sejumlah Dana Tabungan Nasabah Melalui Layanan E-
Banking .................................................................................. 101
D. Tanggungjawab Bank Terhadap Hilangnya Sejumlah Dana
Tabungan Nasabah Melalui Layanan E-Banking ..................... 112
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.............................................................................. 119 B. Saran ....................................................................................... 120 DAFTAR PUSTAKA 122
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat pada saat ini lebih mempercayakan aset yang menjadi miliknya
pada suatu Lembaga Keuangan yakni Bank. Hubungan antara masyarakat dan
lembaga keuangan tersebut adalah masyarakat sebagai nasabah dan lembaga
keuangan sebagai pelaku usaha. Mengenai nasabah tidak diatur secara langsung
pengertiannya di dalam undang-undang, akan tetapi di dalam Undang-Undang No.
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 1 ayat 15 disebutkan
“Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau
memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain
nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada
Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan.” Berdasarkan pengertian konsumen tersebut
nasabah dapat dikategorikan sebagai konsumen.
Sesuai dengan perkembangan saat ini seringkali ditemukan permasalahan
antara Nasabah dengan Lembaga Keuangan/Bank hal ini dikarenakan kemajuan
teknologi di dalam dunia Perbankan. Kemajuan teknologi dapat memberikan peluang
bisnis baru bagi jasa perbankan, yaitu kegiatan yang berbasis jaringan (web). Adapun
kegiatan yang di maksud adalah elektronik banking (e-banking). Manfaat e-banking
dalam jasa keuangan untuk mempermudah pengguna e-banking melakukan transaksi
Universitas Sumatera Utara
2
perbankan. Nasabah mendapatkan pelayanan cepat, aman, nyaman, dan tersedia setiap
saat serta dapat diakses dimana saja.1
Dalam Perkembangannya, e-banking telah memberikan manfaat bagi dunia
perbankan namun disisi lain terdapat pula risiko-risiko yang melekat pada layanan
tersebut. Bank Indonesia sebagai regulator
2 dan pengawas kegiatan perbankan di
Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 tentang
Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi Pada Bank
Umum, agar setiap bank yang menggunakan teknologi informasi khususnya e-
banking, dapat meminimalisir risiko-risiko yang timbul sehubungan dengan
kegiatan tersebut sehingga mendapatkan manfaat yang maksimal dari penggunaan
teknologi informasi. 3
E-banking tidak hanya memberikan keuntungan bagi pihak yang
menyelenggarakannya, namun terdapat pula risiko yang akan dihadapi dari
penyelenggaraan e-banking. Risiko tersebut adalah risiko dari tingkat kehandalan
teknologi e-banking dan risiko dari tingkat perlindungan hukum yang dapat
diberikan akibat penyelenggaraan e-banking.
4 Sektor finansial merupakan salah
satu target eksploitasi oleh para frauder (kecurangan)5
1 Selly Maulina, Tanggung Jawab Bank Terhadap Nasabah Yang Mengalami Kerugian
Dalam Penggunaan Elektronik Banking, Kamus Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016), hlm 354
2 Bank Indonesia sebagai regulator dalam sistem pembayaran, maksudnya adalah untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia adalah satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan, mengedarkan, mencabut, menarik, dan memusnahkan uang rupiah dari peredaran karena Bank Indonesia merupakan bank sentral di Indonesia
3 Budi Rahadjo, Aspek tehnologi dan keamanan dalam internet banking, Makalah Seminar Internet Banking: “Internet banking: Implementasi dan Tantangannya ke depan, Jakarta, 2001, hlm 13
4 Budi Agus Riswandi. Hukum dan Internet di Indonesia. (Yogyakarta : UII Press. 2003). hlm 77
. Perbankan sebagai layanan
5 Fraud atau kecurangan adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dengan maksud disengaja menggunakan sumber daya organisasi/perusahaan secara tidak wajar untuk memeroleh
Universitas Sumatera Utara
3
transaksi keuangan massal tidak luput dari cyber crime yang dilakukan frauder
(kecurangan). Phishing6 dapat menggunakan halaman website palsu untuk
mengelabui dan mencuri data-data pribadi pengguna.7
Bank adalah lembaga kepercayaan, dalam menjalankan kegiatan electronic
banking (e-banking) harus pula diselenggarakan dengan memperhatikan ketentuan
maupun prinsip-prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko terkait
penyelenggaraan e-banking khsusunya risiko reputasi dan risiko hukum.
8 E-
banking merupakan delivery channel9 dalam industri perbankan, dan hubungan
keperdataan yang timbul terkait e-banking berupa hubungan rekening antara bank
dan nasabahnya. Dalam hal ini, permasalahan hukum akan timbul apabila
transaksi elektronik yang dilakukan gagal. Pemahaman mengenai bentuk tanggung
jawab para pelaku dimulai dari adanya hubungan hukum yang terjadi diantara
kedua belah pihak dalam suatu perikatan. Hubungan hukum antara penyedia jasa
dan konsumen (nasabah) pada akhirnya melahirkan suatu hak dan kewajiban yang
mendasari terciptanya suatu tanggung jawab.10
Perlindungan terhadap nasabah perbankan merupakan salah satu
permasalahan yang sampai saat ini belum mendapatkan tempat yang baik di dalam
keuntungan pribadi sehingga merugikan pihak organisasi/perusahaan yang bersangkutan atau pihak lain.
6 Phising adalah singkatan dari Password Harvesting Phising yang artinya adalah tindakan memancing dengan tujuan untuk mengumpulkan password
7 Ikhsan Radiansyah, Candiwan, Yudi Priyadi, Analisis ancaman phishing dalam layanan online banking, Jurnal Ekonomika-Bisnis,Vol. 7 No. 1 (Januari 2016), hlm 2
8 Vyctoria. Bongkar Rahasia E-Banking Security dengan Teknik Hacking dan Carding. (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2013), hlm 74
9 Delivery Channel adalah fasilitas pelayanan yang diberikan kepada nasabah untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam bertransaksi.
10 Brian A.P., Diskusi Permasalahan Hukum Terkait Internet Banking dan Solusi Penyelesaiannya. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 3, Nomor 2. (Mei 2005), hlm 48
Universitas Sumatera Utara
4
sistem perbankan nasional.11 Seringkali terjadi dalam kenyataan, nasabah selalu
dianggap lemah atau pada posisi yang kurang diuntungkan apabila terjadi kasus-
kasus perselisihan antara bank dengan nasabahnya, sehingga nasabah dirugikan.
Sulitnya pembuktian dan penggunaan aturan penegakan hukum yang masih bias
terhadap perkara yang berunsur internet dalam dunia perbankan semakin
menyudutkan nasabah dalam menuntut pertanggung jawaban atas kerugian yang
dialaminya.12
Layanan e-banking merupakan salah satu bentuk dari kemajuan teknologi
dalam perbankan, berupa sebuah alat atau media elektronik yang menyediakan
sebuah layanan kepada nasabah-nasabah penyimpan dana dalam bentuk tabungan
dan mengizinkannya untuk melakukan transaksi-transaksi pembayaran, mengambil
uang atau mengecek saldo simpanan. Dengan adanya e-banking dapat
memudahkan nasabah penyimpan dana dalam bentuk tabungan, untuk melakukan
berbagai transaksi. Namun dengan adanya kemajuan terknologi ini menimbulkan
Salah satu pintu gerbang kejahatan pada praktik e-banking adalah
penyalahgunaan data pribadi nasabah. Kerahasiaan sangat diperlukan untuk
kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang
menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan memercayakan uangnya
pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari pihak bank ada jaminan
bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak
disalahgunakan. Dengan adanya ketentuan tersebut, ditegaskan bahwa bank harus
memegang teguh rahasia bank.
11 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta : Penerbit Kencana
Prenada Media Group, 2000), hlm.130. 12 Dwi Ayu Astrini, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Pengguna Internet
Banking Dari Ancaman Cybercrime, Juornal Lex Privatum, Vol.III/No. 1 (Jan-Mar/2015), hlm 78
Universitas Sumatera Utara
5
berbagai masalah yang merugikan nasabah bank, yaitu hilangnya dana simpanan
nasabah pengguna e-banking
Hilangnya dana simpanan nasabah pengguna layanan e-banking dapat
terjadi akibat dari kelalaian oleh pihak nasabah, yaitu pihak nasabah tersebut
memberitahukan pin e-banking dan memberikan e-banking milik nasabah kepada
orang lain untuk melakukan transaksi penarikan melalui e-banking. Selain itu
hilangnya dana simpanan nasabah pengguna layanan e-banking juga dapat terjadi
akibat dari adanya kesalahan sistem pada bank, contohnya pada saat nasabah
hendak melakukan transaksi penarikan dana simpanan melalui e-banking, namun
saat itu terjadi kesalahan sistem yang menyebabkan sejumlah dana simpanan yang
hendak di tarik oleh nasabah, tidak keluar dari mesin e-banking, tetapi transaksi
tersebut tercatat oleh sistem pada mesin e-banking, sehingga sejumlah dana
simpanan yang hendak di tarik oleh nasabah tersebut berkurang dari tabungan
nasabah.
Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor
Jasa Keuangan, nasabah berhak mendapatkan ganti rugi atas dana miliknya yang
hilang. Jika dilihat dari pertanggungjawaban Bank sebagai pihak yang memiliki
otoritas maka Bank harus tetap bertanggungjawab karena Bank memiliki otoritas
penuh mengawasi para pekerjanya sehingga pembobolan dana nasabah dapat
dicegah. Menurut Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di
Sektor Jasa Keuangan bahwa Pengaduan wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh
Universitas Sumatera Utara
6
Lembaga Jasa Keuangan Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian
Pengaduan, Konsumen dan Lembaga Jasa Keuangan dapat melakukan
penyelesaian Sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan bahwa Bank
sebagai pihak yang posisinya lebih kuat harus membuktikan bahwa prosedur dan
sistemnya telah benar. Terlepas dalam hal ini pembobolan bank merupakan
kejahatan perbankan yang perlu penanganan secara serius.
Di Indonesia, selain perjanjian yang mengatur hubungan keperdataan,
hukum positif yang mengatur tentang tanggung jawab penyelenggaraan transaksi
elektronik adalah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UUITE). Dalam rangka perlindungan konsumen, UUITE
mengatur adanya teknologi netral yang dipergunakan dalam transaksi elektronik
serta mensyaratkan adanya kesepakatan penggunaan sistem elektronik yang
dipergunakan. Selain itu setiap penyelenggara sistem elektronik diwajibkan untuk
menyediakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab
terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya. Penyelenggara
sistem elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem
elektroniknya. Namun demikian ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak
pengguna sistem elektronik.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai hak dan kewajiban nasabah penyimpan dana serta tanggung jawab bank
Universitas Sumatera Utara
7
terhadap nasabah pengguna layanan e-banking apabila mengalami kerugian berupa
hilangnya dana simpanan miliknya.
Dengan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk membuat karya tulis
dalam bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Tanggungjawab Bank
Terhadap Hilangnya Sejumlah Dana Tabungan Nasabah Melalui Layanan
Electronic Banking (E-Banking).”
B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap nasabah bank dalam hukum
Indonesia?
2. Bagaimanakah layanan electronic banking dalam perspektif hukum di
Indonesia?
3. Bagaimanakah tanggungjawab bank terhadap hilangnya sejumlah dana
tabungan nasabah melalui layanan electronic banking?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan peneliti melaksanakan penulisan ini adalah :
a. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap nasabah bank dalam
hukum Indonesia.
b. Untuk mengetahui layanan electronic banking dalam perspektif hukum di
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
8
c. Untuk mengetahui tanggungjawab bank terhadap hilangnya sejumlah dana
tabungan nasabah melalui layanan electronic banking.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah:
a. Secara teoretis
Sebagai bahan masukan teoritis bagi penulis untuk menambah pengetahuan
dan pemahaman hukum hilangnya sejumlah dana tabungan nasabah melalui
layanan melalui electronic banking.
b. Secara Praktis
Untuk menerapkan pengetahuan penulis secara praktis agar masyarakat
mengetahui tanggungjawab bank terhadap hilangnya sejumlah dana
tabungan nasabah melalui layanan electronic banking.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Tanggungjawab
Tanggungjawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau
perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggungjawab juga
berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Prinsip
tanggungjawab merupakan perihal yang sangat penting di dalam hukum
perlindungan konsumen. Dalam kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan
kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggungjawab dan seberapa
jauh tanggungjawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.13
13 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Grasindo, 2000) hlm. 59
Universitas Sumatera Utara
9
Menurut hukum tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi
kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral
dalam melakukan suatu perbuatan.14
2. Bank
Bank adalah salah satu jenis usaha yang berhubungan dengan menabung,
perputaran uang, deposito dan lainnya. Bank adalah lembaga keuangan yang
menghimpun dan menyalurkan dan. Penghimpunan dana secara langsung berupa
simpanan dana masyarakat yaitu tabungan, giro dan deposito dan secara tidak
langsung berupa pinjaman. Penyaluran dana dilakukan dengan tujuan modal kerja,
investasi dan deposito dan untuk jangka panjang dan jangka menengah.15
Bank merupakan lembaga penghimpun dana, yaitu menghimpun dana dari
masyarakat luas yang dapat berupa deman deposit (giro), saving deposit (tabungan)
dan time deposit (deposito).
16
Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga
perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dana mengeluarkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit,
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak” (Undang-undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan).
14 Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta,
2010), hlm 74 15 Budisantoso Totok, Triandaru Sigit. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. (Jakarta :
Salemba Empat, 2006), hlm 5 16 Juhaya S. Pradja, Dasar-dasar Perbankan, (Bandung : Penerbit Pustaka Setia, 2013), hlm
18
Universitas Sumatera Utara
10
yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana pada waktu yang
ditentukan.17
3. Tabungan Nasabah
Dalam perbankan, setiap orang yang memiliki rekening dalam suatu bank,
orang yang menggunakan jasa penyimpanan benda pada bank dan termasuk juga
pengiriman rekening antar bank, Seperti letter of credit, melakukan permohonan
kredit untuk kepentingan nasabah). Customer (Nasabah Langganan): suatu pihak
(orang atau perusahaan) yang mengatakan deposito atau memiliki rekening Koran
atau hal-hal serupa lainnya pada sebuah bank. Istilah untuk ini lebih tepat
“Nasabah”.18
a. Nasabah bank sebagai penyimpan
Bank memiliki dua fungsi, yakni berfungi sebagai penampung dana
nasabah dan sebagai penyalur dana nasabah, berdasarkan kedua fungsi tersebut
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa nasabah dibagi menjdai dua golongan, yaitu:
Berdasarkan rumusan Pasal 1 Angka 17 Undang-Undang Perbankan, yang
dimaksud sebagai “nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan
dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan
nasabah yang bersangkutan”. Dalam arti sederhana, setiap orang yang
menyimpan uangnya di bank disebut sebagai nasabah penyimpan. Dalam arti
yuridis, nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di
bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah
yang bersangkutan. Jika dicermati obyek perjanjian simpanan berupa giro,
17 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Edisi kedua. (Jakarta : Ghalia Indonesia,
2003), hlm 25 18 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, (Minnesota: West Publishing Co., 1993),
hlm. 203
Universitas Sumatera Utara
11
deposito, dan tabungan, maka tidak ditemukan baik dalam KUH Perdata
maupun KUH Dagang. Namun sebagai perjanjian, terdapat ketentuan umum
dalam Pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi “Semua persetujuan, baik
yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak terkenal dengan suatu
nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan yang ada.
b. Nasabah bank sebagai penerima kredit
Berikutnya dirumuskan pula dalam Pasal 1 Angka 18 Undang-Undang No.10
tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992
tentang perbankan, yang dimaksud nasabah sebagai penerima kredit atau
“nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan”. Adapun
fasilitas yang bisa diperoleh oleh nasabah debitur, misalkan penggunaan
kartu kredit, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya.
4. Layanan E-Banking
Electronic Banking (E-Banking) atau Internet banking merupakan produk
perbankan elektronik yang ditawarkan pihak bank untuk memberikan kemudahan
kepada nasabah dalam melakukan transaksi perbankan melalui komputer dan
jaringan internet.19
Bank menyediakan layanan Electronic Banking atau e-banking untuk
memenuhi tuntutan dan kebutuhan nasabah sebagai alternatif media untuk
melakukan transaksi perbankan, tanpa nasabah datang ke bank atau ke ATM.
Kecuali untuk transaksi setoran dan tarikan uang tunai. Transaksi E-Banking dapat
19 Suryani, Komunikasi Terapeutik : Teori Dan Praktik. (Jakarta: Penerbit Egc, 2010), hlm
41
Universitas Sumatera Utara
12
dilakukan di mana saja, di belahan bumi manapun, selama ada jaringan layanan
data dan dapat berakses. Transaksi dapat dilakukan 24 jam serta real time.20
a. Transfer dana atau pemindahan dana
Jenis Transaksi e-banking :
b. Pengecekan informasi (saldo,transaksi,dll.)
c. Melakukan transaksi pembayaran (listrik,kartu kredit, dll.)
d. Melakukan transaksi pembelian (pulsa PLN, pulsa telepon, dll.)
Layanan e-banking memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan nasabah.
Kualitas layanan e-banking dapat memberikan suatu motivasi kepada nasabah
untuk menjalin hubungan yang kuat dengan bank yang telah menjadi pilihan.
Dalam jangka panjang, hubungan seperti ini memungkinkan perusahaan perbankan
untuk memahami dengan seksama harapan nasabah serta kebutuhannya. Apabila
kebutuhan dan kepuasan nasabah tercapai maka akan meningkatkan keuntungan
perusahaan.21
F. Keaslian Penulisan
Judul ini diangkat berdasarkan ide, gagasan, pemikiran penulis serta fakta
yang terjadi di dalam masyarakat. Judul skripsi ini belum pernah ada di tulis di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini benar dibuat oleh penulis
dan keaslian penulisan ini dapat dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis secara
ilmiah.
Pada dasarnya belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, meskipun
ada beberapa penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan judul
20 Supriyono, Maryanto. Buku Pintar Perbankan. (Yogyakarta: Penerbit ANDI. 2011), hlm
77 21 Lipis, Allen H., Perbankan Elektronik, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2012), hlm 53
Universitas Sumatera Utara
13
penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan tersebut sebagai
berikut:
1. Skripsi yang berjudul Analisis Permasalahan Hukum Perbankan Berkaitan
Dengan Transaksi E-Banking (Studi Kasus Pada Bank Bni-1946 Kantor
Cabang USU-Medan). Skripsi ini ditulis oleh:
Nama : Guslihan Anggia Nusa
Nim : 110200078
Departemen : Hukum Keperdataan
Tahun : 2017
Skripsi ini membahas tentang:
a. Pelaksanaan/prosedur transaksi melalui e-banking pada Bank BNI-1946
Kantor Cabang USU-Medan.
b. Hambatan-hambatan yang terkait dengan transaksi e-banking di Bank BNI-
1946 Kantor Cabang USU-Medan.
c. Upaya penyelesaian terhadap permasalahan hukum yang timbul dalam
transaksi Perbankan melalui e-banking pada Bank BNI-1946 Kantor
Cabang USU-Medan.
2. Skripsi yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang
Mengalami Kerugian Dalam Transaksi Perbankan Melalui Internet Banking
(Studi Kasus putusan Nomor 439 B/Pdt.Sus-Arbt/2016). Skripsi ini ditulis oleh:
Nama : Andro Hartanto
Nim : 130200520
Departemen :Hukum Keperdataan
Tahun : 2017
Universitas Sumatera Utara
14
Skripsi ini membahas tentang:
a. Hukum perbankan dalam transaksi internet banking.
b. Aspek hukum dalam pelaksanaan layanan internet banking.
c. Bentuk perlindungan hukum terhadap nasabah yang mengalami kerugian
yang diderita oleh nasabah pengguna layanan internet banking (studi kasus
putusan Nomor 439 B/Pdt.Sus-Arbt/2016).
3. Tesis yang berjudul Perlindungan Hukum Nasabah Bank dalam Cyber Crime
Terhadap Internet Banking dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tesis ini ditulis oleh:
Nama : Khairil Aswan Harahap
Nim : 077005051
Departemen: Hukum Kenotariatan
Tahun : 2009
Tesis ini membahas tentang:
a. Pengaturan internet banking di Indonesia.
b. Bentuk Cyber Crime di bidang Perbankan.
c. Perlindungan untuk nasabah bank dalam Cyber Crime terhadap internet
banking dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
Tinjauan Yuridis Tanggungjawab Bank Terhadap Hilangnya Sejumlah
Dana Tabungan Nasabah Melalui Layanan Electronic Banking (E-Banking)
diangkat oleh penulis sebagai judul skripsi dan telah diperiksa serta diteliti melalui
penelusuri kepustakaan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penelusuran kepustakaan tidak ditemukan adanya judul yang sama pada Arsip
Universitas Sumatera Utara
15
Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara/Pusat Dokumentasi dan informasi hukum Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, namun ada beberapa judul skripsi yang mirip namun dengan
substansi yang berbeda, seperti yang tercantum diatas.
G. Metode Penelitian
Penulisan skripsi ini membutuhkan adanya data dan keterangan yang dapat
dijadikan bahan analitis untuk dapat membahas masalah . Untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data dan keterangan tersebut penulis menggunakan metode sebagai
berikut:
1. Spesifikasi penelitian
Jenis penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis normatif yakni
penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau
norma-norma dalam hukum positif mengenai tanggungjawab bank tentang
hilangnya sejumlah dana tabungan nasabah melalui layanan electronic
banking. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan
walaupun penelitian ini tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber
kepustakaan, yakni penelitian terhadap media massa ataupun dari internet.
Adapun pendekatan yang dilakukan ialah pendekatan perundang-undangan
,pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan Undang-undang No 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
Universitas Sumatera Utara
16
1/POJK.07/2014 Tentang lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor
jasa keuangan.
2. Data penelitian
Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder seperti dimaksud dibawah
ini :
a. Bahan hukum primer
Berbagai bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di
bidang hukum perdata yang mengikat, antara lain Undang-undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di
Sektor Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
55/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum, dan
Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan
Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank
Umum
b. Bahan hukum sekunder
Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat
digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang
ada. Semua dokumen yang dapat menjadi sumber informasi mengenai
tanggungjawab bank tentang hilangnya sejumlah dana tabungan nasabah,
Universitas Sumatera Utara
17
seperti hasil seminar atau makalah dari pakar hukum, Koran, majalah,
kasus-kasus yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini, dan juga
sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan
permasalahan yang dibahas.
c. Bahan Hukum Tertier
mencakup kamus bahasa untuk pembenahan tata Bahasa Indonesia dan
juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa istilah asing.
3. Teknik pengumpulan data
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan
melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi
kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan
data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan,
majalah, surat kabar, hasil seminar, dan sumber-sumber lain yang terkait
dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis data
Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan metode
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat
sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk
menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya
hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Kualitatif
yaitu metode yang diperoleh menurut kualitas kebenarannya kemudian
dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehinga
diperoleh jawaban atas permasalahan.
Universitas Sumatera Utara
18
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa
sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
Bab I mengenai pendahuluan merupakan gambaran umum yang berisi
tentang Latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan, tinjauan kepustakaan, keaslian penulisan, metode penulisan, sistematika
penulisan.
Bab II mengenai tinjauan umum tentang perlindungan hukum terhadap
nasabah bank dalam hukum indonesia. Berisikan tentang Perlindungan Nasabah
Bank Berdasarkan Perundang-undangan di Bidang Perbankan terdiri dari
Perlindungan Nasabah melalui penerapan prinsip kehati-hatian, perlindungan
nasabah melalui penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik
terhadap bank, peran otoritas jasa keuangan dalam melindungi nasabah perbankan.
Adapun perlindungan nasabah bank berdasarkan uu perlindungan konsumen terdiri
dari hak nasabah sebagai konsumen, perlindungan nasabah secara preventif dan
perlindungan nasabah secara represif. Kemudian perlindungan nasabah bank
berdasarkan hukum perdata berisikan tentang hubungan hukum perdata antara bank
dan nasabah dan perlindungan nasabah berdasarkan hukum perdata.
Bab III mengenai layanan elektronik banking dalam perspektif hukum di
Indonesia. Berisikan tentang penggunaan layanan e-banking dalam perbankan
terdiri dari perkembangan e-banking di indonesia, tujuan dan manfaat layanan e-
banking, fasilitas layanan e-banking, dan keamanan layanan e-banking. adapun
aspek hukum layanan e-banking terdiri dari dasar hukum layanan e-banking,
Universitas Sumatera Utara
19
hubungan hukum antara bank dan nasabah dalam layanan e-banking dan kewajiban
dan tanggungjawab bank pelaksana layanan e-banking. Kemudian pengawasan
terhadap layanan e-banking berisikan tentang pengawasan internal bank dan
pengawasan eksternal bank.
Bab IV mengenai tanggungjawab bank terhadap hilangnya sejumlah dana
tabungan nasabah melalui layanan elektronik banking. Bab ini berisi tentang
penyebab hilangnya sejumlah dana nasabah melalui layanan elektronik banking,
perlindungan nasabah terhadap hilangnya sejumlah dana tabungan nasabah dalam
layanan e-banking, penyelesaian perselisihan antara bank dan nasabah terkait
hilangnya sejumlah dana tabungan nasabah melalui layanan e-banking dan
tanggungjawab bank terhadap hilangnya sejumlah dana tabungan nasabah melalui
layanan e-banking.
Bab V mengenai kesimpulan dan saran merupakan bab penutup dari
seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat
berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.
Universitas Sumatera Utara
20
BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK
DALAM HUKUM INDONESIA
A. Perlindungan Nasabah Bank Berdasarkan Perundang-undangan di
Bidang Perbankan
1. Perlindungan Nasabah Melalui Penerapan Prinsip Kehati-hatian
Kehati-hatian berasal dari kata “hata-hati” (prudent) yang erat kaitannya
dengan fungsi pengawasan bank dan manajemen bank. Prudent dapat juga
diterjemahkan dengan bijaksana, namun dalam dunia perbankan istilah itu
digunakan dan diterjemahkan dengan hati-hati atau kehati-hatian (prudential).22
Istilah “prudent” secara harafiah dalam bahasa Indonesia dapat diartikan
sebagai “bijaksana” ataupun “hati-hati”. Rachmadi Usman menjelaskan bahwa
prinsip kehati-hatian dimaknai sebagai suatu asas atau prinsip yang menyatakan
bahwa Bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-
hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan
kepadanya.
23
Prinsip kehati-hatian merupakan konsep yang memiliki unsur sikap,
prinsip, standar kebijakan, dan teknik manajemen risiko Bank yang sedemikian
rupa, sehingga dapat menghindari akibat sekecil apapun, yang dapat
22 Permadi Gandapraja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank (Jakarta : Penerbit Gramedia
Pustaka Utama, 2004), hlm 21. 23 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta : Penerbit
Gramedia, 2001), hlm 18.
Universitas Sumatera Utara
21
membahayakan atau merugikan stakeholders, terutama para nasabah deposan dan
Bank itu sendiri.24
Penerapan prinsip kehati-hatian oleh perbankan sebagai lembaga, yang
meliputi kelembagaan bank, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Hal ini bermakna bahwa kewajiban bank
menerapkan prinsip kehati-hatian sudah melekat sejak bank itu didirikan. Contoh
sederhana, misalnya Bank berbentuk Perseroan Terbatas, maka seluruh regulasi
yang berlaku dalam pendirian Bank berbentuk Perseroan Terbatas harus
diperhatikan.
25 Prinsip kehati-hatian wajib diterapkan dalam proses dan cara yang
tercermin dalam pedoman atau standard operating procedures yang dibuat oleh
bank. Prinsip kehati-hatian di sini harus ditafsirkan sebagai ketaatan bank terhadap
seluruh regulasi yang berlaku sejak Bank didirikan, beroperasi dan menjalankan
kegiatan usahanya.26
Penerapan prinsip kehati-hatian yang dibebankan pada organ bank itu
sendiri untuk menghindari bank dari kerugian dan menjaga kepentingan nasabah
yang mempercayakan dananya kepada bank. Dengan demikian, bank wajib
menjamin bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh bank mematuhi
seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku (regulatory compliance).
27
Istilah-istilah yang digunakan dalam berbagai tulisan ditanggapi oleh
Sjahde ini sebagai berikut : prinsip kehati-hatian oleh Undang-undang perbankan
1992 telah diambil sebagai terjemahan dari prudential principle yang sudah
24 Johannes Ibrahim, Cross Default dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian
Kredit Bermasalah (Jakarta : PT. Refika Aditama 2004), hlm 88. 25 Rachmadi Usman, op.cit, hlm 19. 26 Lastuti Abubakar & Tri Handayani, Telaah yuridis terhadap implementasi prinsip kehati-
hatian bank dalam aktivitas perbankan indonesia, Journal De Lega Lata, Volume 2, Nomor 1, (Januari – Juni 2017), hlm 79.
27 Rachmadi Usman, op.cit, hlm 20.
Universitas Sumatera Utara
22
dikenal dikalangan perbankan.28 Terjemahan itu tidak tepat, seharusnya prudential
diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia dengan arif, sedangkan prudentiality
principle seyogyanya diterjemahkan dengan prinsip kearifan.29
Bank Indonesia dalam menerjemahkan prudential banking ke dalam
Bahasa Indonesia sebagai prinsip kehati-hatian. Hal ini dicantumkan di dalam
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Bila dilihat pada pasal-
pasal dalam UU Perbankan ditemukan istilah prinsip kehati-hatian seperti tersebut
dalam Pasal 2, Pasal 29 ayat (2) UU Perbankan serta penjelasan-penjelasan yang
terdapat dalam kedua undang-undang tersebut.
30
Bank sebagai lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dan
menyalurkannya kembali pada masyarakat, berkewajiban untuk mengutamakan
kepentingan nasabahnya, yaitu masyarakat. Namun, kewajiban ini harus dibarengi
dengan pelaksanaan prinsip kehati-hatian (prudential principles) pada transaksi
yang dilakukan dengan nasabah. Hal ini bertujuan agar bank dapat menjaga tingkat
kesehatan sebagaimana yang telah ditentukan oleh Undang-Undang Perbankan.
31
Implementasi prinsip kehati-hatian bank yang diatur oleh Undang-undang
Perbankan bila dilihat, mengenai hal ini sebenarnya telah dinyatakan dengan tegas
keberadaannya dalam UU Perbankan, kemudian terdapat beberapa ketentuan yang
terdapat dalam aturan-aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah berupa Peraturan
Pemerintah maupun Keputusan Presiden dan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh
28 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 174.
29 Permadi Gandapraja, op.cit, hlm 24. 30 Toto Octaviano Dendhana, Penerapan Prudential Banking Principle dalam Upaya
Perlindungan Hukum bagi Nasabah Penyimpan Dana, Journal Lex et Societatis, Vol.I/No.1 (Jan-Mrt, 2013), hlm 42.
31 Susilo, Y Sri dkk. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Penerbit Salemba Empat. 2009), hlm 82.
Universitas Sumatera Utara
23
Bank Indonesia berupa Surat Keputusan Bank Indonesia yang diwujudkan ke
dalam Surat Edaran Bank Indonesia bagi perbankan nasional yang merupakan
penjabaran lebih lanjut dari asas kehati-hatian dan kesehatan bank tersebut.32
Suatu prinsip adalah suatu pernyataan atau suatu kebenaran yang pokok,
yang memberikan suatu petunjuk kepada pemikiran atau tindakan.
33 Penerapan
prinsip kehati-hatian bank merupakan dasar untuk menjalankan kegiatan
operasional bank. Istilah kehati-hatian dalam Bahasa Inggris dapat dipadankan
dengan care sebagai kata benda dan carefull kata sifat. Sedang kata prudent
sebagai kata sifat diartikan sebagai bijaksana atau hati-hati.34
Pengertian kedua istilah tersebut tidak ditemukan baik didalam UU No. 7
Tahun 1992, UU No. 10 Tahun 1998 maupun peraturan-peraturan perbankan
lainnya. Oleh sebab itu menyimak isi yang tercantum dalam kedua undang-undang
perbankan, dapatlah dikatakan bahwa prinsip kehati-hatian adalah berkaitan
dengan aktivitas atau kegiatan perbankan dalam menjalankan operasionalnya
Bank Indonesia dalam menerjemahkan prudential banking ke dalam Bahasa
Indonesia sebagai prinsip kehati-hatian. Hal ini dicantumkan di dalam peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Bila dilihat pada pasal-pasal
dalam UU No. 7 Tahun 1992 dan perubahannya dalam UU No. 10 Tahun 1998
ditemukan istilah prinsip kehati-hatian seperti tersebut dalam Pasal 2, Pasal 29 ayat
(2) UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan berikut perubahannya dalam UU No.
10 Tahun 1998 tentang Perbankan, serta penjelasan-penjelasan yang terdapat dalam
kedua undang-undang tersebut.
32 Mia Lasmi Wardiah, op.cit, hlm 30. 33 Moekidjat, Kamus Manajemen. (Bandung : Mandar Maju, 1990), hlm. 413 34 Echols John, M dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama, 1997), hlm. 454.
Universitas Sumatera Utara
24
sehingga melalui penerapan prinsip tersebut diharapkan dapat tercipta kondisi atau
keadaan bank yang sehat dan berfungsi dengan baik.
Penerapan prinsip kehati-hatian bank akan dapat memberikan perlindungan
terhadap kepentingan nasabah. Agar perlindungan ini benar-benar memberikan
rasa aman kepada masyarakat penyimpan dana atau nasabah maka perlu adanya
penilaian kesehatan bank. Untuk menilai kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai
segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi
yang sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat, sehingga Bank Indonesia
sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk
bagaimana bank tsb. harus dijalankan atau bahkan dihentikan kegiatan
operasionalnya.35
Mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dikemukakan bahwa : Dengan
memperhatikan prinsip kehati-hatian itu, maka diharapkan perbankan Indonesia
dalam melakukan usahanya akan melindungi kepentingan masyarakat penyimpan
dana khususnya serta nenunjang kegiatan eknomi pada umumnya, bahkan lembaga
perbankan diharapkan dituntut mampu menciptakan stabilitas nasional dalam arti
yang seluas-luasnya.
36
Adanya keterkaitan yang erat antara asas kehati-hatian, kepercayaan dan
kesehatan bank tersebut, hal ini tentunya memiliki hubungan secara khusus
terhadap kerangka perlindungan terhadap dana masyarakat, dalam hal nasabah
penyimpan dana yang telah menyimpan uangnya pada bank tersebut. Dengan
demikian berarti prinsip kehati-hatian dipandang harus menjadi landasan
35 Zulkarnain Sitompul, Penjaminan Dana Nasabah Bank, Jurnal Hukum Bisnis, No. 22,
2003, hlm. 78. 36 Asikin, Pokok-Pokok Hukum Perbankan, (Jakarta : PT. Raja Grasindo Persada, 1995),
hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
25
bekerjanya bank, justru dalam kerangka memberikan perlindungan terhadap dana
yang telah disimpan masyarakat.
Nasabah merupakan pihak pertama yang sangat berkepentingan terhadap
bank, baik dalam kerangka mengambil keuntungan dari simpanan uangnya
terhadap bank untuk nasabah penyimpan dana, maupun mengambil keuntungan
meminjam uang dari bank bagi nasabah debitur. Di samping itu juga kepentingan
akan jasa jasa lainnya yang dilakukan oleh bank pada saat ini. Dilihat dari
kepentingan yang seperti itu, terdapat dua sisi yang saling berkaitan, yaitu sisi
kepentingan nasabah terhadap bank dan sisi kepentingan bank terhadap nasabah,
sehingga dalam rangka menciptakan suatu bank yang sehat, maka sisi nasabah dan
sisi bank mempunyai peranan yang sama.
Penerapan prinsip kehati-hatian pada dasarnya adalah dalam kerangka
menjembatani kedua sisi kepentingan tersebut, baik itu kepentingan bank maupun
kepentingan nasabah yang sama-sama mengharapkan adanya keuntungan dalam
keterlibatan mereka sebagai pelaku dalam kegiatan perbankan. Khusus bagi
nasabah penyimpan dana, maka keberadaan asas kehati-hatian dan kesehatan bank
tersebut adalah justru dalam rangka melindungi dana yang mereka simpan pada
bank.37
2. Perlindungan Nasabah Melalui Penerapan Prinsip-prinsip Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik Terhadap Bank
Good corporate governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem
ekonomi pasar dan berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan
37 Toto Octaviano Dendhana, op.cit, hlm 88
Universitas Sumatera Utara
26
yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara.38 Tata
Kelola Perusahaan Yang Baik / Good Corporate Governance (GCG) adalah
struktur dan mekanisme yang mengatur pengelolaan perusahaan sehingga
menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para
pemegang saham maupun pemangku kepentingan. 39
Good Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu
system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
40
Good corporate governance merupakan peraturan yang ditegakkan melalui
lembaga internal dan eksternal yang berbeda untuk menyelesaikan konflik
keagenan dan melindungi kepentingan pemegang saham organisasi dimana
berguna untuk memastikan bahwa perusahaan dijalankan secara bertanggung jawab
dan akuntabel yang meningkatkan kinerja secara keseluruhan.
41
38 Boediono dan Mas Achmad Daniri, Pedoman Umum Good Corporate Governance,
(Jakarta : Komite Kebijakan Governance, 2006), hlm i 39 Effendi, M. A. The Power of Good Corporate Governance: Teori dan Implementasi. Edisi
2. (Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Jakarta, 2016), hlm 24 40 Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral (PRES). Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia
Manajemen Good Corporate Governance. (Jakarta : Bank Indonesia, 2013), hlm 62 41 Putra, Adrie. Penerapan 5 (lima) Pilar Tata Kelola Terhadap Nilai Perusahaan Perbankan
di Indonesia. Forum Ilmiah Vol 11 Nomer 1 (Januari 2014), hlm 112
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa good corporate
governance, merupakan suatu sistem tata kelola perusahaan yang mengatur pola
hubungan antara para pemangku kepentingan perusahaan dan melindungi
kepentingan para pemegang saham serta dirancang untuk meningkatkan kinerja
perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
27
Tujuan utama dari GCG adalah untuk menciptakan sistem pengendaliaan
dan keseimbangan (check and balances) untuk mencegah penyalahgunaan dari
sumberdaya perusahaan dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan.
Secara umum Tata kelola perusahaan adalah rangkaian proses, kebiasaan,
kebijakan, aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta
pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. 42
Tata kelola perusahaan yang baik (good corparate governance) adalah
sebagai suatu mekanisme tata kelola organisasi secara baik dalam melakukan
pengelolaan sumberdaya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis ataupun
produktif dengan prinsip-prinsip terbuka, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
independen, dan adil dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Tata kelola
organisasi secara baik apakah dilihat dalam konteks mekanisme internal organisasi
ataupun mekanisme eksternal organisasi. Mekanisme internal lebih fokus kepada
bagaimana pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan
prinsip-prinsip diatas sedangkan mekanisme eksternal lebih menekankan kepada
bagaimana interaksi organisasi dengan pihak eksternal berjalan secara harmoni
tanpa mengabaikan pencapaian tujuan organisasi.
43
Dalam dunia perbankan sangat diperlukan pengelolaan sistem secara benar
dan tepat. Dalam hal ini mekanisme pengelolaan harus dilakukan secara baik dan
tepat agar bank tersebut dapat melaksanakan visi dan misi serta tujuan sesuai apa
yang diinginkan. Pengelolaan dimaksudkan disini adalah melakukan strategi dalam
mengatur sistem agar dapat menghasilkan hal yang telah ditentukan seperti visi,
42 Susana Iriyani, “Penerapan Tata Kelola Usaha”, internet, diakses tanggal 25 Februari
2018 43 Sulistyanto, “Good Corporate Governance: Berhasilkah Diterapkan Di Indonesia?”
Jurnal Widya Warta, No.2 Tahun XXVI (2003), hlm 12
Universitas Sumatera Utara
28
misi dan tujuan. Dengan dilakukan pengelolaan secara baik maka bank tersebut
akan mendapatkan reputasi yang baik dan akan menarik minat masyarakat untuk
melakukan transaksi di bank tersebut sehingga mereka bisa menjadi nasabah bank
tersebut. Untuk meningkatkan persentase nasabah setiap periodenya perlu
dilakukan beberapa evaluasi per periodenya agar dapat dibandingkan dengan
periode sebelumnya, sehingga ketika ada kesalahan atau ketidaksesuaian dapat
ditinjau kembali. Melaksanakan peninjauan persentase nasabah setiap periodenya
merupakan salah satu cara dalam mengelola bank secara baik dan benar. Untuk
melaksanakan pengelolaan secara baik, dapat diterapkan sistem Good Corporate
Governance atau GCG. GCG merupakan suatu tata kelola yang baik yang
menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparancy), akuntabilitas
(accountability), tanggung jawab (responsibility), indepedensi (indepedency), dan
kewajaran (fairnees).44
Salah satu kewajiban bank-bank peserta rekapitalisasi yang dilaksanakan
oleh pemerintah adalah melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik atau Good
Corporate Governance agar dapat memberikan perlindungan yang maksimum
kepada semua pihak yang berkepentingan dalam stakeholders, terutama nasabah
atau deposan. Disamping itu penerapan Good Corporate Governance dapat
membantu bank meminimalisasi kualitas pembiayaan yang tidak baik,
meningkatkan akurasi penilaian bank, infrastruktur, kualitas pengambilan
keputusan bisnis, dan mempunyai sistem deteksi dini terhadap high risk bussines
area, product, dan service/pelayanan terhadap masyarakat. Dukungan terhadap
penerapan Good Corporate Governance pada perbankan juga diberikan oleh Bank
44 Sri Astutik, Prinsip Good Corporate Governance Dalam Perbankan, International Journal
of Islamic Financial Services, Volume 4 No. 3, (Desember 2012), hlm 21
Universitas Sumatera Utara
29
Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan dalam negeri dengan segera
menyusun kode etik Good Corporate Governance khusus perbankan.
Kedudukan nasabah selama ini masih dianggap lemah atau dalam posisi
yang kurang diuntungkan apabila terjadi kasus-kasus hukum atau kasus
perselisihan antara bank dengan nasabahnya, sehingga nasabah dirugikan. Oleh
karena itu, masalah perlindungan nasabah khususnya penyimpan dana harus
mendapatkan perhatian khusus sebagai komitmen Bank Indonesia dan perbankan
untuk menempatkan nasabah pada posisi yang sejajar dengan kedudukan bank.
Perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana, tidak boleh diabaikan
begitu saja, karena dalam dunia perbankan, nasabah merupakan unsur yang sangat
berperan, karena hidup matinya dunia perbankan sangat bergantung pada
masyarakat atau nasabah.
Situasi ekstemal dan internal perbankan yang semakin kompleks, risiko
kegiatan usaha perbankan yang semakin beragam, semakin meningkatlah
kebutuhan akan penerapan secara optimal prinsip tata kelola perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance / GCG). Penerapan prinsip-prinsip GCG selain
untuk meningkatkan daya saing bank itu sendiri, juga untuk lebih memberikan
perlindungan kepada masyarakat. Penerapan GCG menjadi suatu keniscayaan,
mengingat sektor perbankan mengelola dana nasabah.45
Penerapan GCG berawal dari krisis perbankan di Indonesia yang terjadi
pada tahun 1997 hingga tahun 2000, krisis tersebut terjadi tidak hanya dikarenakan
krisis ekonomi dan merosotnya nilai tukar rupiah saja tetapi juga dikarenakan
45 Mieke Aggraeni Dewi, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Syariah Berdasar
Undang Undang Perbankan Dan Peraturan Bank Indonesia, Jurnal Hukum Dan Dinamika Masyarakat Vol.14 No.2 (April 2017), hlm 129
Universitas Sumatera Utara
30
belum dilaksanakannya Good Corporate Governance. Pada saat itu terjadi
beberapa hal yang menyebabkan minat masyarakat berkurang terhadap dunia
perbankan, salah satu dari hal tersebut adalah tidak adanya transparansi terhadap
informasi keuangan nasabah. Di karenakan alasan tersebut reputasi perbankan
nasional menjadi jelek. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mengembalikan
kepercayaan masyarakat pada industri perbankan, usaha ini dilakukan dengan cara
melakukan tindakan penting salah satunya adalah dengan melakukan penerapan
GCG, selain penerapan GCG juga harus melakukan tindakan penting lainnya yaitu
melakukan ketaatan terhadap prinsip kehati-hatian dan juga sangat penting
diperlukannya pengawasan yang efektif dari otoritas pengawas bank.46
Kebutuhan untuk menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang
baik (good corparate governance) juga dirasakan sangat kuat dalam industri
perbankan, situasi eksternal dan internal perbankan semakin kompleks. Risiko
kegiatan usaha perbankan semakin beragam. Keadaa tersebut semakin
meningkatkan kebutuhan akan praktik tata kelola perusahaan yang sehat (good
corporate governance) di bidang perbankan. Penerapan prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan yang baik (good corparate governance) selain itu untuk meningkatkan
daya saing bank itu sendiri, juga untuk lebih memberikan perlindungan kepada
nasabah. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corparate governance)
menjadi suatu keniscayaan mengingat sektor perbankan mengelola dana nasabah.
47
46 Sri Sulistyanto, dan Lidyah, Rika, “Good Governance : Antara Idealisme dan Kenyataan”,
Modus, Volume 4 (Pebruari, 2002), hlm 16 47 Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Hukum Perbankan, (Jakarta : Penerbit Kencana,
2017), hlm 143
Universitas Sumatera Utara
31
Prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik ini dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Akuntabilitas (accountability) Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif. Manajemen bank harus memiliki kewenangan-kewenangan beserta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya.
b. Pertanggungjawaban (responsibility) Pertanggungjawaban yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan ketentuan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yangs ehat. Prinsip ini menuntut manajemen bank dan manajemen senior melakukan kegiatan secara bertanggungjawab. Manajemen bank harus menghindari segala biaya transaksi yang berpotensi merugikan pihak ketiga maupun pihak lain di luar ketentuan yang telah disepakati, seperti tersirat pada undang-undang regulasi, kontrak, maupun pedoman operasional bank.
c. Keterbukaan (transparency) Keterbukaan yaitu informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. Informasi harus diungkapkan secara tepat waktu dan akurat. Informasi yang diungkapkan, antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan bank. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan bank sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.
d. Kewajaran (fainess) Kewajaran yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan dengan yang berlaku. Bank dilarang melakukan praktik tercela yang dilakukan orang dalam yang merugikan pihak lain.
e. Kemandirian (independency) Kemandirian yaitu pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun. Prinsip ini menuntut para pengelola bank agar dapat bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimiliki, tanpa ada tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan sistem operasional bank yang berlaku.48
Perusahaan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dengan
meningkatkan semangat kerja, akuntabilitas, keadilan, transparansi dan tanggung
jawab. Memperbaiki pengelolaan dan control Perseroan untuk memastikan bahwa
standar-standar di bidang hukum dan keuangan berjalan dalam kerangka tata kelola
48 Ikatan Bankir Indonesia, Supervisi Manajemen Risiko Bank, (Jakarta : PT Gramedia,
2016), hal 136
Universitas Sumatera Utara
32
yang diatur berdasarkan hukum dan perundang-undangan serta Anggaran Dasar
Perseroan.
3. Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Melindungi Nasabah Perbankan
Pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan perbankan sesuai
dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam undang-
undang tersebut dijelaskan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh
lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan
undang-undang. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang indepeden
dan bebas dari campur tangan pihak lain mempunyai tugas diantaranya adalah
mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal
ventura dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengolaan dana masyarakat.
OJK adalah suatu lembaga pemegang otoritas tertinggi dan disebut lembaga
extraordinary, di mana lembaga ini mendapatkan pemindahan fungsi pengaturan
dan pengawasan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti Perbankan, Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan non-bank (asuransi, dana pensiun dan termasuk di
dalamnya lembaga pembiayaan konsumen) seluruh bisnis keuangan di Indonesia
berada di bawah pengaturan dan pengawasannya yang bebas dari intervensi pihak
manapun. Namun pembentukan lembaga superpower menimbulkan kekhawatiran
tentang kewenangan besar yang dimilikinya.49
49 Adrian Sutedi. Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (Jakarta: Penerbit Raih Asa Sukses,
2014), hlm 78.
Universitas Sumatera Utara
33
OJK dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi
independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparan dan kewajaran
(fairness). OJK merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi
dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan
moneter. OJK melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari kedua otoritas tersebut
secara ex-officio(jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan
kewenangannya pada lembaga lain). Keberadaan ex-officio ini dimaksudkan dalam
rangka koordinasi, kerjasama dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter
dan sektor jasa keuangan, untuk memastikan terpeliharanya kepentingan nasional
dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan
koordinasi dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara
stabilitas sistem keuangan.50
Dilihat dari latar belakang pembentukan OJK, yaitu adanya anggapan
pemerintah bahwa Bank Indonesia (BI) sebagai Bank Sentral telah gagal dalam
mengawasi sektor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada krisis
ekonomi yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, dimana 16 bank
dilikuidasi. Pada saat itu tujuan OJK dibentuk antara lain agar keseluruhan
kegiatan didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil,
transparan dan akuntabel mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat. Disamping itu tujuan pemebentukan OJK ini agar BI fokus kepada
pengolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengewasan bank karena bank itu
merupakan sektor perekonomian.
50Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta : Penerbit Kencana, 2014),
hlm 217.
Universitas Sumatera Utara
34
Peran OJK dalam melindungi nasabah perbankan sangat diharapkan oleh
masyarakat, sebab salah satu faktor utama penyebab permasalahan perbankan saat
ini adalah kurangnya integritas pemillik serta rendahnya kompetensi para
pengelola bank sehingga kegiatan usaha bank tidak lagi dikelola secara sehat
bahkan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi para pemilik, pengurus, atau
pihak lainya. Peryataan tersebut dapat dibuktikan dengan adanya pelanggaran
pelayanan dan pemasaran produk jasa bank meskipun tidak dilakukan secara
langsung oleh pihak bank seperti penipuan yang dilakukan oleh seorang karyawan
bank dengan modus penawaran produk perbankan dengan return yang tinggi,
kasus penipuan dengan kedok gadai emas pada perbankan syariah, ataupun
tawaran-tawaran menggiurkan lainnya yang sangat menarik masyarakat. Padahal
pelayanan jasa dan etika pemasaran produk jasa bank harus dilakukan dengan baik
dan benar sehingga mampu menarik calon nasabah bank yang bersangkutan, serta
tidak merugikan salah satu pihak.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen digunakan sebagai bagian dari
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta sebagai bentuk adanya
kepastian hukum ketika terjadi pelanggaran-pelanggaran hak atau kewajiban oleh
pihak bank yang mengakibatkan kerugian konsumen. Adanya UU No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen ini tidak cukup untuk mencegah terjadinya
pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga keuangan, seperti perbankan. Hal ini
menunjukan bahwa pengawasan yang lebih intensif sangat dibutuhkan.
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/07/2014 tentang
Penyampaian Informasi dalam rangka pemasaran produk atau layanan jasa
keuangan, Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) wajib menyediakan dan
Universitas Sumatera Utara
35
menyampaikan informasi mengenai produk dan layanan jujur berdasarkan
informasi yang sebenarnya tentang manfaat, biaya, dan resiko dari setiap produk
atau layanan serta wajib menyediakan dan menyampaikan informasi mengenai
produk dan layanan yang tidak menyesatkan sehingga tidak menimbulkan
perbedaan penafsiran antara konsumen atau masyarakat strategi pemasaran produk
dan layanan yang merugikan konsumen dengan memanfaatkan kondisi konsumen
yang tidak memilik pilihan lain dalam mengambil keputusan. Dengan demikian
pelaku usaha jasa keuangan termasuk perbankan diwajibkan untuk memberikan
perlindungan terhadap nasabah atas kepercayaan yang diberikan kepada bank.
Sebagai contoh konkrit dari bentuk pengawasan yang dilakukan oleh OJK
adalah dengan mewajibkan produk finansial untuk mencantumkan cap halal dan
OJK yang berlaku sejak tanggal 6 Agustus 2014. Tindakan tersebut dilakukan
sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen atas ketidak jelasan informasi
terkait produk finansial yang ditawarkan oleh perbankan. Sehingga kini dalam
penjualan produk finansial atau berpromosi disyaratkan untuk lebih jelas tidak
menyesatkan konsumen, sebagai gambaran promosi dan layanan karti kredit
kepada konsumen, selain harus memenuhi persyaratan peraturan baru yang sesuai
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, juga menjelaskan cara menghitung bunga
kepada calon nasabah, selain itu apabila ada PUJK yang tidak mengindahkan
peraturan yang ada, pihak OJK akan memberikan teguran dan langkah terakhir
dengan merekomendasikan mencabut izin operasionalnya.
Dengan adanya peraturan Otoritas Jasa Keuangan, surat edaran jasa
keuangan, tindakan nyata perlu dilakukan di lapangan agar perlindungan
konsumen yang telah diatur di dalamnya tidak hanya sebatas peraturan tertulis
Universitas Sumatera Utara
36
saja. Dari uraian di atas jelas sekali peran Otoritas Jasa Keuangan dalam
perlindungan perbankan, sehingga diharapkan kinekerja dari Otoritas jasa
Keuangan ditingkatkan agar terwujud peningkatan kesejahteraan rakyat serta
kepastian mutu, jumlah dan keamanan produk atau jasa keuangan.51
1. Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan ber-wenang melakukan pembelaan hukum, yang meliputi :
Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memberikan perlindungan hukum kepada konsumen perbankan yakni : a. Memberikan wewenang pada Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/ atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
b. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
c. Memberikan dan/atau mencabut : izin usaha; izin orang perseorangan; efektifnya pernyataan pendaftaran; surat tanda terdaftar; persetujuan; pengesahan; persetujuan atau penetapan pembubaran; serta penetapan lain sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan.
d. Berwenang untuk meminta data dan informasi dari Pelaku Usaha Jasa Keuangan berkaitan dengan pelaksanaan ketentuan perlindungan Konsumen.
Berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan, menerangkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan berwenang dalam
melakukan pembelaan hukum bagi konsumen yaitu:
1. Memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan Konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;
2. Mengajukan gugatan : 1) Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugi-
kan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik;
51 Habibullah, Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Perlindungan Konsumen
Produk Perbankan, diakses https://muamalatqolam.wordpress.com/2017/04/27/peran-otoritas-jasa-keuangan-ojk-dalam-perlindungan-konsumen-produk-perbankan/html
Universitas Sumatera Utara
37
2) Untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada Konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
2. Ganti kerugian sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf b angka 2 hanya digunakan untuk pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan.
Dari rumusan-rumusan tersebut maka peran Otoritas Jasa Keuangan dalam
sistem hukum perlindungan konsumen tidak terbatas hanya dengan memfasilitasi
perlindungan konsumen yakni menampung dan menjadi lembaga mediasi tetapi
juga menjadi lembaga yang berpihak kepada konsumen dan masyarakat dalam
bentuk kegiatan pembelaan hukum. Bentuk-bentuk perlindungan yang dilakukan
oleh Otoritas Jasa Keuangan meliputi perlindungan dalam upaya pencegahan
terjadinya pelanggaran dan pemulihan hak-hak konsumen apabila konsumen
mengalami kerugian.
Masih lemahnya norma hukum yang mengatur tugas pengawasan oleh
Otoritas Jasa keuangan yang dapat dilihat pada Pasal 8 Undang-Undang No. 21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, menjabarkan kewenangan tugas
pengaturan Otoritas Jasa Keuangan, sedangkan pada Pasal 9 menjabarkan
kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan tugas pengawasan, akan
tetapi dalam pasal tersebut terdapat kekaburan norma antara tugas pengawasan dan
pengaturan, dimana dalam Pasal 9 huruf (a), yakni “Otoritas Jasa Keuangan
mempunyai wewenang menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan”, yang seharusnya merupakan tugas pengaturan.52
Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga independen
yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan,
52 Rati Maryani Palilati, Perlindungan Hukum Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa
Keuangan. Jurnal IUS | Vol IV | Nomor 3 (Desember 2016), hlm 97
Universitas Sumatera Utara
38
pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan selaku penerima mandat
dari Bank Indonesia (BI), maka OJK memiliki bidang baru yaitu edukasi dan
perlindungan konsumen. Bidang ini pula yang menjadi pintu masuk OJK untuk
meminimalisir terjadinya sengketa antara pelaku jasa keuangan dengan nasabah
atau konsumen.53
53 Fathan Qorib, “Menunggu Gebrakan OJK Lindungi Konsumen Bank”,
www.hukumonline.com, diakses tanggal 16 Februari 2018
Untuk lebih mengakomodir dan memberikan perlindungan
kepada konsumen, OJK telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan yang ditandatangani pada tanggal 26 Juli 2013.
Ketentuan dalam Pasal 21 POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan menyebutkan bahwa Pelaku Usaha
Jasa Keuangan (PUJK) wajib memenuhi keseimbangan, keadilan dan kewajaran
dalam pembuatan perjanjian dengan konsumen.
Peraturan otoritas jasa keuangan No. 1/POJK.07/2013 pada Pasal 22 ayat
(3) huruf b, menjelaskan contoh dari klausula baku yang dilarang pada huruf ini
adalah: perjanjian pembukaan rekening baru di pelaku usaha jasa keuangan, yang
menyatakan: “Tunduk pada syarat dan ketentuan yang berlaku pada pelaku usaha
jasa keuangan beserta segala perubahan menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari formulir aplikasi rekening ini.” Berdasarkan asas kepatutan, para
pihak terikat pada syaratsyarat perjanjian yang seharusnya sudah diketahui
sebelumnya. Para pihak tidak mungkin dapat mengetahui dan memahami syarat-
syarat yang belum ada.
Universitas Sumatera Utara
39
Menurut ketentuan Pasal 38 huruf c POJK No.1/pojk.07/2013 menwajibkan
pelaku usaha jasa keuangan setelah menerima pengaduan, untuk menyampaikan
pernyataan maaf dan menawarkan ganti rugi (redress/remedy) atau perbaikan
produk dan atau layanan. Menurut ketentuan Pasal 39 POJK No.1/ pojk.07/2013
menjabarkan bahwa apabila antara konsumen dan pelaku usaha jasa keuangan
tidak mencapai kesepakatan penyelesaian pengaduan, Konsumen dapat melakukan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui lembaga alternatif penyelesaian
sengketa yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan atau melalui pengadilan.
Untuk penyelesaian sengketa tidak dilakukan melalui lembaga alternatif
penyelesaian sengketa, maka konsumen dapat menyampaikan permohonan kepada
Otoritas Jasa Keuangan untuk memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen
yang dirugikan oleh pelaku di Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
B. Perlindungan Nasabah Bank Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen
1. Hak Nasabah sebagai Konsumen
Konsumen Menurut pengertian pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.” Yang
dimaksud di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen sebagai konsumen
adalah konsumen akhir. Karena konsumen akhir memperoleh barang dan/atau jasa
bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk digunakan, baik bagi kepentingan
dirinya sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain.
Perlindungan hukum bagi konsumen saat ini telah diatur dalam Undang
Undang Perlindungan Konsumen pasal 1 angka 1 yang mengartikan bahwa
Universitas Sumatera Utara
40
“perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.54
Kepastian hukum untuk menjamin perlindungan kepada konsumen itu
antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta
membuka akses informasi tentang barang dan / atau jasa baginya, dan menumbuh
kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab.
55
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen disebutkan sejumlah hak konsumen yang mendapatkan jaminan
perlindungan dari hukum,yaitu :
b. Hak untuk memilih barang dan / atau jasa serta mendapatkan barang dan / jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar , jelas , dan jujur mengani kondisi dan jaminan barang dan / atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dab keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi , perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara cepat.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. h. Hak untuk mendapatkan kompensasi , ganti rugi dan /atau penggatian ,
apabila barang dan / atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Dari semua hal diatas,namun pada intinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) hak
yang menjadi dasar, yaitu:
54 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 55 Adrian sutedi, Tanggungjawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Bogor :
Penerbit Ghalia Indonesia, 2008), hlm.8.
Universitas Sumatera Utara
41
a. Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian harta
kekayaan:
b. Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga wajar;
c. Hak untuk memperoleh penyesalan yang patut terhadap permasalahan yang
dihadapi.
2. Perlindungan Nasabah secara Preventif
Perlindungan hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya permasalahan
atau sengketa, masyarakat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau
pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.
Berdasarkan pendapat Hadjon, maka dapat dipahami bahwa hukum harus
melindungi hak nasabah penyimpan sebagai kondisi subjektif yang harus
diciptakan guna kelangsungan eksistensi nasabah penyimpan, agar memiliki
kekuatan yang terorganisasi, baik secara individual maupun struktural, dalam
proses kegiatan usaha. Perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dapat
dilakukan dengan cara perlindungan hukum secara preventif untuk mencegah
terjadinya sengketa melalui tindakan pemerintah berdasarkan pembentukan norma-
norma yang relevan atau diskresi.
Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana
kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya
sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive.56
Perlindungan preventif yaitu perlindungan yang diberikan kepada
konsumen pada saat konsumen tersebut akan membeli atau menggunakan atau
memanfaatkan suatu barang dan atau jasa tertentu, mulai melakukan proses
56 Philipus M.Hadjon, op.cit, hlm. 4
Universitas Sumatera Utara
42
pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan selanjutnya
memutuskan untuk membeli, atau menggunakan atau memanfaatkan barang dan
jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu tersebut.
Perlindungan hak konsumen berlangsung secara preventif yang sebisa
mungkin mencegah terjadinya kerugian menyangkut kesehatan, keamanan dan
kepentingan ekonomi konsumen. Pentingnya perlindungan konsumen secara
preventif adalah karena saat ini konsumen sering mendapatkan promosi dengan
cara yang sangat menarik dan penuh dengan “iming-iming” yang dikemas dengan
sangat menarik dan meyakinkan sehingga membuat konsumen terjebak untuk
membeli produk/ jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan.
Untuk itulah konsumen membutuhkan informasi yang akurat dan memadai
sebagai referensi saat konsumen merencanakan, melakukan proses pemilihan dan
sebelum memutuskan untuk membeli produk/ jasa sesuai kebutuhannya. Dengan
adanya standardisasi maka akan membantu konsumen untuk mendapatkan
informasi yang seluas-luasnya mengenai aspek keamanan, keselamatan dan kinerja
produk sehingga konsumen dapat membeli produk/ jasa yang memenuhi aspek-
aspek tersebut..
Sarana Perlindungan Hukum Preventif (Penegakan Hukum) berupa :
a. Regulasi Upaya perlindungan hukum konsumen perbankan oleh Otoritas
Jasa Keuangan dapat dilihat dari telah dikeluarkannya beberapa peraturan-
peraturan yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013
tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan, SEOJK Nomor:
Universitas Sumatera Utara
43
1/SEOJK.07/ 2014 tentang Pelaksanaan Edukasi dalam Rangka
Meningkatkan Literasi Keuangan Kepada Konsumen dan/atau Masyarakat
dan SEOJK Nomor: 2/SEOJK.07/ 2014 tentang Pelayanan dan
Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
b. Pembinaan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi
pelayanan dan penyelesaian pengaduan konsumen dan mempertimbangkan
aspek manajemen resiko, dalam SEOJK Nomor: 2/ SEOJK.07/ 2014
tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku
Usaha Jasa, menetapkan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib untuk
melakukan pelatihan, dengan mengutamakan karyawan yang tugas sehari-
harinya yakni :
1) Berhadapan langsung dengan konsumen (front liner)
2) Melakukan pengawasan pelaksanaan pelayanan dan penyelesaian
pengaduan konsumen; atau
3) Terkait dengan penyusunan pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Karyawan yang memenuhi kriteria tersebut wajib mendapatkan
pelatihan secara berkala dan wajib mendapatkan pelatihan paling
kurang dari satu kali dalam masa kerjanya. Selain itu demi
meningkatkan fungsi pelayanan dan pengaduan, pelaku usaha jasa
keuangan diwajibkan untuk melakukan evaluasi terhadap setiap
pelatihan yang telah diselenggarakan.
c. Sosialisasi Sehubungan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
01/ POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan,
perlu untuk mengatur ketentuan mengenai pelaksanaan Edukasi dalam
Universitas Sumatera Utara
44
rangka meningkatkan literasi keuangan kepada Konsumen dan/atau
masyarakat dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan. Oleh karena itu
Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan Nomor: 1/SEOJK.07/ 2014 tentang Pelaksanaan Edukasi dalam
Rangka Meningkatkan Literasi Keuangan Kepada Konsumen dan/atau
Masyarakat, yang berisikan :
1) Cakupan rencana edukasi
2) Pelaksanaan edukasi
3) Penyusunan, penyampaian dan perubahan rencana edukasi
4) Serta laporan pelaksanaan edukasi Pelaku usaha jasa keuangan
diwajibkan menyelenggarakan edukasi dalam rangka meningkatkan
literasi keuangan kepada konsumen dan/atau masyarakat. Rencana
penyelenggaraan maupun laporan pelaksanaan edukasi tersebut wajib
dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan setiap tahunnya.
d. Pelayanan pengaduan
Otoritas Jasa Keuangan dalam SEOJK Nomor: 2/SEOJK.07/ 2014 tentang
Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha
Jasa, mengatur ketentuan mengenai pelayanan dan penyelesaian pengaduan
konsumen pada Pelaku Usaha Jasa keuangan bagaimana mekanisme dalam
pelayanan dan penyelesaian pengaduan konsumen.
Pelaku usaha jasa keuangan wajib melaporkan secara berkala adanya
pengaduan dan tindak lanjut pelayanan dan penyelesaian pengaduan yang
di maksud kepada Otoritas Jasa Keuangan. laporan tersebut disampaikan
secara berkala setiap tiga bulan. Apabila pelaku usaha jasa keuangan tidak
Universitas Sumatera Utara
45
menyampaikan laporannya secara berkala melebihi jangka waktu tiga
bulan secara berturut-turut sejak akhir batas waktu penyampaian laporan,
maka pelaku usaha jasa keuangan dikenakan sanksi kewajiban membayar
atas keterlambatan dan/atau tidak disampaikannya laporan pengaduan,
penanganan dan penyelesaian pengaduan. Dalam SEOJK Nomor:
2/SEOJK.07/ 2014 ini tidak terdapat penjelasan mengenai besaran sanksi
yang akan dikenakan oleh Pelaku Usaha Jasa keuangan tersebut.
e. Sanksi Otoritas Jasa keuangan menurut Undang-Undang No.21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan pada Pasal 9 huruf g menyatakan bahwa
Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk menetapkan sanksi
administratif terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Pelaku Usaha Jasa Keuangan menurut POJK No.1/POJK.07/2014 tentang
Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa disektor Jasa Keuangan pada
ketentuan Pasal 12 Ayat (1) menetapkan bahwa lembaga jasa keuangan
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan OJK ini
dikenakan sanksi administratif antara lain :
1) Peringatan tertulis;
2) Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
3) Pembatasan kegiatan usaha;
4) Pembekuan kegiatan usaha; dan/ atau
5) Pencabutan izin kegiatan usaha.57
57 Rati Maryani Palilati, Perlindungan Hukum Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa
Keuangan, Jurnal IUS | Vol IV | Nomor 3 (Desember 2016), hlm 55
Universitas Sumatera Utara
46
3. Perlindungan Nasabah secara Represif
Bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul.
Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi pemerintah yang
didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum
preventif, pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil
keputusan yang didasarkan pada diskresi. Perlindungan hukum tersebut pada
umumnya dituangkan dalam suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih
mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada
pihak yang melanggarnya.58
Perlindungan Hukum Represif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana
lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa.
59 Pada perlindungan hukum yang
represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum
oleh pengadilan umum dan pengadilan administrasi di Indonesia termasuk kategori
perlindungan hukum ini. Perlindungan hukum secara represif digunakan sebagai
landasan bagi perlindungan hukum setelah terjadinya sebuah perkara ataupun
sengketa. Prinsip perlindungan hukum secara represif kerap digunakan oleh
pemerintah ataupun aparat terkait sebagai landasan dalam penyelesaian sengketa.
Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang terbentuk untuk mengawasi jalannya
kegiatan usaha sektor jasa keuangan.60
Sarana Perlindungan Hukum Represif (Penyelesaian Penegakan Hukum)
berupa ketentuan Pasal 39 POJK No.1/ pojk.07/2013 menjabarkan bahwa apabila
58 Trio Hendro dan Conny Candra Rahardja, Bank dan Institusi Keuangan Non Bank Di
Indonesia, (Yogyakarta : Penerbit UPP STIM YKPN, 2014), hlm. 493 59 Philipus M.Hadjon, op.cit., hlm 5 60 Putri Mardiani Agusti & Hudi Asrori, Bantuan Hukum Sebagai Alternatif Perlindungan
Hukum Pengguna Jasa Lembaga Keuangan Mikro Terhadap Risiko Kerugian, Privat Law Vol. IV No. 2 (Juli - Desember 2016), hlm 113
Universitas Sumatera Utara
47
antara konsumen dan pelaku usaha jasa keuangan tidak mencapai kesepakatan
penyelesaian pengaduan, Konsumen dapat melakukan penyelesaian sengketa di
luar pengadilan melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditetapkan
oleh Otoritas Jasa Keuangan atau melalui pengadilan.
a. Litigasi Berdasarkan ketentuan Pasal 2 POJK No. 1/POJK.07/2014 Penyelesaian pengaduan oleh lembaga jasa keuangan menurut, wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh lembaga jasa keuangan, yang apabila tidak tercapai kesepakatan dalam penyelesaian atas pengaduan tersebut, maka konsumen dan lembaga jasa keuangan dapat melakukan penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau melalui pengadilan.
b. Non Litigasi Otoritas Jasa Keuangan telah memberikan sarana dalam penyelesaian sengketa dengan menggunakan jalur non litigasi yakni dengan diterbitkannya Peraturan mengenai sengketa yang dalam penyelesaiannya melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.61
C. Perlindungan Nasabah Bank Berdasarkan Hukum Perdata
1. Hubungan Hukum Perdata antara Bank dan Nasabah
Orang Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai
subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank terbagi
menjadi orang yang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa
hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah giro. Sedangkan nasabah
simpanan dan atau jasa di peruntukkan orang yang belum dewasa, misalnya
nasabah tabungan atau nasabah lepas (working customer) untuk transfer dan lain
sebagainya. Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum
dewasa tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya.
Konsekuensi hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi persyaratan
61 Rati Maryani Palilati, op.cit, hlm 57-58
Universitas Sumatera Utara
48
sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat
perjanjian itu dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian.
Dalam hukum perdata perjanjian yang dilakukan oleh pihak yang belum
dewasa berarti tidak memenuhi persyaratan subjektif. Ancaman atas pelanggaran
tersebut adalah perjanjian dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu dapat dibatalkan
oleh pihak yang dapat mewakili anak yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua
atau walinya dengan melalui cara gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang
orang tua anak itu tidak melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah
dan berlaku mengikat. Nasabah kredit dan Nasabah rekening giro yang biasanya
mewajibkan nasabahnya orang dewasa. Hal ini dikarenakan resiko bank sangat
besar jika dalam pemberian kredit dan/atau pembukaan rekening giro
diperbolehkan bagi orang yang belum dewasa. Disamping itu dalam rekening giro
biasanya, tidak diterima bagi orang yang belum dewasa karena berkaitan dengan
alat pembayaran berupa cek dan/atau bilyet giro. Jika bank menerima giro bagi
orang yang belum dewasa maka cek dan/atau bilyet giro dipermasalahkan, yang
akhirnya dapat mengurangi kepercayaan kepada bank, karena transaksi tersebut
melibatkan berbagai pihak, yakni penarik, tertarik, pembawa serta endosemen, dan
lain-lain yang lebih kompleks.62
Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang paling
terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan
dan mengembangkan banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk menempatkan
uangnya, pada produk-produk perbankan yang ada pada bank tersebut.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank dapat memobilisir dana dari
62 Try Widyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, (Bandung :
Penerbit Ghalia Indonesia, 2006),hlm 24-27
Universitas Sumatera Utara
49
masyarakat, untuk ditempatkan pada banknya dan bank akan memberikan jasajasa
perbankan.63
Nasabah bank wajib memberitahukan oleh bank setiap perubahan policy
yang signifikan yang dapat mempengaruhi accountnya pihak nasabah atau
mempengaruhi jasa bank yang selama ini diberikan oleh bank. Apabila bank
memberikan jasa pengiriman uang untuk kepentingan nasabahnya, maka dalam hal
ini akan menempatkan posisinya sebagai “pelaksana amanat” dari nasabahnya.
Hubungan formal antara nasabah dengan bank terdapat pada formulir-formulir
yang telah diisi oleh nasabah dan disetujui oleh bank. Hubungan antara bank
dengan nasabah seringkali menunjuk pada berlakunya ketentuan yang lebih luas
dan ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang lebih luas dan ketentuan
tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang berlaku dan merupakan bagian serta
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan aplikasi tersebut.
Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah
pihak. Berbeda dengan nasabah debitur, maka untuk nasabah deposan atau nasabah
non debitu-non deposan, tidak terdapat ketentuan khusus yang mengatur untuk
kontrak jenis ini dalam KUHPerdata. Karena itu, kontrak-kontrak untuk nasabah
seperti itu hanya tunduk kepada ketentuanketentuan umum dari KUHPerdata
mengenai kontrak. Prinsip hubungan nasabah penyimpan dana dengan bank adalah
hubungan kontraktual, dalam hal ini hubungan kreditur-debitur, dimana pihak bank
berfungsi sebagai debitur sedangkan pihak nasabah berfungsi sebagai pihak
kreditur, prinsip hubungan seperti ini juga tidak dapat diberlakukan secara mutlak.
63 Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk tabungan
dan Deposito. (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995). hlm 32
Universitas Sumatera Utara
50
Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang paling
terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan
dan mengembangkan banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk menempatkan
uangnya, pada produk-produk perbankan yang ada pada bank tersebut.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank dapat memobilisir dana dari
masyarakat, untuk ditempatkan pada banknya dan bank akan memberikan jasajasa
perbankan.
Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu bank, yaitu fungsi pengerahan
dana dan penyaluran dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan
nasabah yaitu :
a. Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana Artinya bank
menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik masyarakat (para
penanam dana). Bentuk hubungan hukum antara bank dan nasabah
menyimpan dana, dapat terlihat dari hubungan hukum yang muncul dari
produk-produk perbankan, seperti deposito, tabungan, giro, dan sebagainya.
Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang dalam bentuk peraturan bank
yang bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus dipatuhi oleh setiap
nasabah penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus disesuaikan dengan
produk perbankan yang ada, karena syarat dari suatu produk perbankan
tidak akan sama dengan syarat dari produk perbankan yang lain. Dalam
produk perbankan seperti tabungan dan deposito, maka ketentuan dan
syarat-syarat umum yang berlaku adalah ketentun-ketentuan dan syarat-
syarat umum hubungan rekening deposito dan rekening tabungan.
Universitas Sumatera Utara
51
b. Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur. Artinya bank sebagai
lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Bentuknya dapat berupa
kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi, atau kredit usaha kecil.
2. Perlindungan Nasabah Berdasarkan Hukum Perdata
Hukum Perlindungan Konsumen dalam Hukum Perdata Hukum
perlindungan konsumen dalam hukum perdata yakni dalam pengertian hukum
perdata dalam arti luas, yakni hukum perdata yang terdapat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUH Dagang), serta Peraturan PerundangUndangan Nasional yang tergolong
dalam hukum privat. KUH Perdata walaupun tidak secara khusus mengatur
menyebutkan istilah konsumen, tetapi ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata
juga mengatur masalah hubungan antara pelaku usaha.64
Dalam hukum perdata yang lebih banyak digunakan atau berkaitan dengan
azas-azas hukum mengenai hubungan/masalah konsumen adalah buku ketiga
tentang perikatan dan buku keempat mengenai pembuktian dan daluarsa. Buku
ketiga memuat berbagai hubungan hukum konsumen. Seperti perikatan, baik yang
terjadi berdasarkan perjanjian saja maupun yang lahir berdasarkan Undang-undang.
Hubungan hukum konsumen adalah untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu,
dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUHPerdata). Hubungan konsumen ini juga
dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 1313 sampai Pasal 1351 KUHPerdata. Pasal
1313 mengatur hubungan hukum secara sukarela diantara konsumen dan produsen,
dengan mengadakan suatu perjanjian tertentu. Hubungan hukum ini menimbulkan
64 Ridwal Kamil, Hukum Perlindungan Konsumen, diakses dari http://www.hukum-
ut.id/2017/03/hukum-perlindungan-konsumen.html, tanggal 7 Maret 2018
Universitas Sumatera Utara
52
hak dan kewajiban pada masing-masing pihak. Perikatan karena Undang-undang
atau akibat sesuatu perbuatan menimbulkan hak dan kewajiban tertentu bagi
masing-masing pihak (ketentuan Pasal 1352 KUHPerdata). Selanjutnya diantara
perikatan yang lahir karena Undangundang yang terpenting adalah ikatan yang
terjadi karena akibat sesuatu perbuatan yang disebut juga dengan perbuatan
melawan hukum (ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata). Sedangkan pertanggung
jawaban perbuatan itu tidak saja merupakan perbuatan sendiri tetapi juga dari
orang yang termasuk tanggung jawabnya seperti yang diatur pada Pasal 1367-1369
KUHPerdata. Pembahasan dalam tulisan ini dibatasi pada aspek hukum
privat/perdata dalam usaha perlindungan hukum terhadap konsumen. 65
Perbuatan melawan hukum (on rechtmatigedaad) diatur dalam buku ketiga
titel 3 Pasal 1365 sampai 1380 KUHPerdata, dan merupakan perikatan yang timbul
dari Undang-undang. Perikatan dimaksud dalam hal ini adalah terjadi hubungan
hukum antara konsumen dan produsen dalam bentuk jual beli yang melahirkan hak
dan tanggung jawab bagi masing-masing pihak dan apabila salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya akan menimbulkan permasalahan dalam hubungan
hukumnya. Dalam bahasan lebih lanjut tulisan ini dibatasi pada hubungan hukum
pada perjanjian jual beli. Perjanjian jual beli adalah satu perjanjian yang mengikat
antara pihak penjual berjanji menyerahkan suatu barang/benda dan pihak lain yang
bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga (ketentuan
pada Pasal 1457 KUHPerdata). Dari pengertian yang diberikan oleh Pasal 1457
65 Adam Pamungkas, Hukum Perlindungan Konsumen, diakses dari http://awanda
pamungkas.blogspot.co.id/2012/12/hukum-perlindungan-konsumen.html, tanggal 7 Maret 2018
Universitas Sumatera Utara
53
KUHPerdata ini, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban
yaitu: 66
a. Kewajiban pihak penjual untuk menyerahkan barang yang akan dijual
kepada pembeli.
b. Kewajiban pihak pembeli untuk membayar harga barang yang akan dibeli
kepada penjual. Tentang kewajiban penjual ini, pengaturannya dimulai dari
Pasal 1472 KUHPerdata. Penjual wajib menegaskan dengan jelas untuk apa
ia mengikat diri dalam persetujuan jual beli. Kemudian lebih lanjut pasal
tersebut memberikan suatu “interpretasi” : segala sesuatu yang kurang jelas
dalam persetujuan jual beli, atau yang mengandung pengertian kembar
harus diartikan sebagai maksud yang “merugikan” bagi pihak penjual.
Pada dasarnya kewajiban penjual menurut Pasal 1473 dan Pasal 1474
KUHPerdata terdiri dari dua :
a. kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.
b. kewajiban penjual untuk memberi pertanggungan atau jaminan
(vrijwaring), bahwa barang yang dijual tidak mempunyai sangkutan
apapun, baik yang berupa tuntutan maupun pembebanan.
Pasal 1365 KUHPerdata merumuskan bahwa “setiap orang bertanggung
jawab tidak hanya untuk kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatannya tapi juga
disebabkan oleh kelalaiannya”. Hal ini dilihat dari kejadian yang dialami
konsumen dimana produsen tidak memenuhi ketentuan atau standarisasi suatu
produk yang akhirnya merugikan konsumen bahkan sampai mengancam jiwa
66 Anis Suryani, Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dengan Perjanjian, diakses dari
https://indonesianlegaldiscussion.wordpress.com/2014/12/13/perbedaan-perbuatan-melawan-hukum-dengan-perjanjian/html, tanggal 8 Maret 2018
Universitas Sumatera Utara
54
konsumen. Pasal 1366 KUHPerdata menyebutkan: “Setiap orang bertanggung-
jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi
juga untuk kerugian yang diesbabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”.
Maksud yang terkandung dalam Pasal 1366 KUHPerdata tersebut adalah
kerugian yang dialami konsumen tidak semata-mata menjadi kesalahan murni dari
pelaku usaha. Kerugian yang dialami oleh konsumen juga tidak hanya karena
kesalahan pelaku usaha tidak jelas memberikan informasi, akan tetapi kesalahan
tersebut juga dapat muncul karena kelalaian konsumen sendiri yang kurang cermat
dan teliti ketika hendak membeli suatu barang dan/ atau jasa.67
67 Eli Wuria, Hukum perlindungan Konsumen, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2015),
hlm. 69
Universitas Sumatera Utara
55
BAB III
LAYANAN ELECTRONIC BANKING DALAM PERSPEKTIF
HUKUM DI INDONESIA
A. Penggunaan Layanan E-Banking dalam Perbankan
1. Perkembangan E-Banking di Indonesia
Perbankan Elekronik (bahasa Inggris: e-banking) yang juga dikenal dengan
istilah internet banking ini adalah melakukan transaksi, pembayaran, dan transaksi
lainnya melalui internet dengan website milik bank yang dilengkapi sistem
keamanan. Dari waktu ke waktu, makin banyak bank yang menyediakan layanan
atau jasa e-banking yang diatur melalui Peraturan Bank Indonesia No.
9/15/PBI/2007 Tahun 2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam
Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum. Penyelenggaraan internet
banking merupakan penerapan atau aplikasi teknologi informasi yang terus
berkembang dan dimanfaatkan untuk menjawab keinginan nasabah perbankan
yang menginginkan servis cepat, aman, nyaman murah dan tersedia setiap saat (24
jam/hari, 7 hari/minggu) dan dapat diakses dari mana saja baik itu dari HP,
Komputer, laptop/note book, PDA, dan sebagainya.
Aplikasi teknologi informasi dalam internet banking akan meningkatkan
efisiensi, efektifitas, dan produktifitas sekaligus meningkatkan pendapatan melalui
sistem penjualan yang jauh lebih efektif daripada bank konvensional. Tanpa
adanya aplikasi teknologi informasi dalam e-banking, maka e-banking tidak akan
jalan dan dimanfaatkan oleh industri perbankan. Secara umum, dalam penyediaan
layanan e-banking, bank memberikan informasi mengenai produk dan jasanya via
Universitas Sumatera Utara
56
portal di internet, memberikan akses kepada para nasabah untuk bertransaksi dan
meng-update data pribadinya.
Indonesia adalah negara keempat di dunia yang penduduknya paling
banyak menggunakan layanan e-banking. Hal ini jugalah yang turut memacu bank-
bank di Indonesia untuk melahirkan layanan e-banking. E-banking khususnya di
Indonesia memiliki perkembangan yang sangat pesat. Hal ini tidak terlepas dari
keuntungan yang dapat diraih dengan memanfaatkan layanan e-banking.68 Ada
beberapa alasan yang dapat dikemukakan bahwa industri perbankan saat ini banyak
mengadopsi konsep e-banking, yaitu :69
a. Industri perbankan berkeinginan memperluas jangkauan akses pasarnya;
b. Industri perbankan berkeinginan untuk meningkatkan mutu dan kualitas
pelayanan terhadap para nasabahnya
c. Penerapan e-banking dapat dijadikan sebagai sarana strategis untuk melakukan
kompetisi antar bank yang terasa sangat ketat.
Namun menurut Director for Financial Services Nielsen Indonesia Dena
Firmayuansyah, terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi perkembangan yang
mempengaruhi perkembangan e-banking di Indonesia yaitu : 70
a. Kualitas layanan e-banking yang belum merata. Hal ini membuat nasabah
seringkali menemui kegagalan transaksi
b. Keamanan yang belum terjamin. Beberapa modus kejahatannya antara lain
website forging (modus kejahatan dengan membuat tampilan dan alamat
68 J. Panglaykim, op.cit, hlm 48. 69 WD Agustutin, Perlindungan Hukum dalam Internet Banking terhadap nasabah bank,
diakses dari https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1103005038-3-bab2.pdf, tanggal 8 Agustus 2017 70 Dena Firmayuansyah, “Perkembangan Layanan Internet Banking Indonesia dan Jepang”,
diakses dari http://www.halojepang.com tanggal 9 Agustus 2017
Universitas Sumatera Utara
57
domain situs web persis dengan situs web bank yang asli sehingga pelaku
dapat dengan mudah memperoleh username dan password)
c. Kurangnya proteksi nasabah terhadap pelanggaran kurang diperhatikan,
meskipun peraturan mengenai Informasi dan Transaksi Elektornik (ITE) telah
diterapkan di tanah air sejak 2008.
Semakin majunya teknologi, transaksi perbankan mulai menggunakan
teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah.
Dimana pada awalnya pelayanan nasabah masih dilakukan dengan cara face to
face, dimana nasabah datang langsung ke Bank. Dengan pelayanan teknologi
berbasis komputer ditambah dengan akses melalui internet bahkan dengan mobile
“HP” (SMS Banking) yang sudah banyak diterapkan bank sehingga transaksi lebih
mudah. Dengan teknologi informasi membuat perusahaan mengubah strategi bisnis
dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk
dan jasa.71
2. Tujuan dan Manfaat Layanan E-Banking
Institusi perbankan dalam penerapan e-banking harus memberikan jasa
pelayanan yang lebih sesuai dengan kehendak nasabah dan lebih menjamin
keamanannya sehingga dapat memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada para
nasabah. Penggunaan e-banking oleh nasabah akan memberikan pelayanan yang
lebih baik tanpa mengenal tempat dan waktu. Tujuan e-banking bagi pihak bank
yaitu :72
71 Abdurokhim, Analisis Komparatif Penggunaan Sistem Informasi Perbankan Antara Bank
Syariah Dan Bank Konvensional, Jurnal Ilmiah Indonesia Vol. 1 No. 1, (September 2016), hlm 42. 72 Mary J.Cronin, Banking and Finance on The Internet, John Wiley & Sons, Canada, 1998,
hlm 75.
Universitas Sumatera Utara
58
a. Menjelaskan produk dan jasa seperti, pemberian pinjaman dan kartu kredit b. Menyediakan informasi mengenai suku bunga dan kurs mata uang asing yang
terbaru; c. Menunjukan laporan tahunan perusahaan dan keterangan pers lainnya; d. Menyediakan informasi ekonomi dan bisnis seperti perkiraan bisnis; e. Memberikan daftar lokasi kantor bank tersebut dan lokasi ATM; f. Memberikan daftar pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja baru; g. Memberikan gambaran mengenai bank h. Menyediakan informasi mengenai sejarah bank dan pristiwa terbaru; i. Memberikan pelayanan kepada nasabah untuk memeriksa neraca tabungan
dan memindahkan dana antar tabungan j. Menyediakan algorithma yang sederhana sehingga para nasabah dapat
membuat perhitungan untuk pembayaran pinjaman, perubahan atau pengurangan pembayaran hipotik, dan lain sebagainya
k. Menyediakan sambungan menuju situs lain di internet yang masih berhubungan dengan e-banking. Pada dasarnya teknologi e-banking yang telah dibuat oleh dunia perbankan
memiliki manfaat bagi bank yaitu efisiensi kinerja perbankan dalam penggunaan
kertas karena semua sudah melalui internet dan dapat menjadi sumber pendapatan
yang diperoleh dari biaya layanan yang dibebankan kepada nasabah. Pengurangan
pengunaan kertas dan efisiensi kinerja bank akan mengurangi biaya yang di
keluarkan oleh perbankan dan laba akan meningkat karena biaya akan berkurang.
Demikian dengan pendapatan yang didapat dari penggunaan e-banking oleh
nasabah akan menambah laba dari bank tersebut.73
Layanan dan fasilitas e-banking teryata telah diperkenalkan kepada nasabah
dari beberapa tahun yang lalu menurut Wikipedia.org. Dan sudah banyak
73 Ronaldo Egan, Pengaruh Internet Banking Terhadap Kinerja Perbankan di Indonesia
(Studi Empiris Pada Bank yang Listing di BEI), Jurnal Akuntansi Bisnis, Vol. XI No. (Maret 2013), hlm 139
Universitas Sumatera Utara
59
konsumen yang merasakan keuntungannya. Selain itu, beberapa bank BUMN
sampai bank swasta pun juga merasakan manfaatnya seperti berikut.:74
a. Business expansion. Layanan internet banking menghilangkan batas ruang dan waktu dimana layanan perbankan dapat diakses kapan saja dan dari mana saja di seluruh Indonesia, dan bahkan dari seluruh dunia.
b. Customer loyality. Bagi nasabah khususnya yang sering bergerak (mobile), akan merasa lebih nyaman untuk melakukan aktivitas perbankannya tanpa harus membuka account di bank yang berbeda-beda di berbagai tempat karena dia dapat menggunakan satu bank saja.
c. Revenue improvement. Biaya untuk memberikan layanan perbankan melalui internet bankingdapat lebih murah daripada membuka kantor cabang. Hal ini dikarenakan layanan internet bankingdapat menekan biaya operasional bank (mengurangi biaya pemrosesan transaksi dan mengurangi kebutuhan pendirian cabang baru) dengan tidak mengurangi kemampuan melayani konsumen dalam jumlah yang sama. Selain itu, transaksi internet banking dapat meningkatkan pendapatan berbasis komisi atau biaya (fee based income) karena semakin sering nasabah bertransaksi lewat internet banking, semakin banyak pula fee yang diperoleh bank dan hal ini telah mendorong jenis pendapatann non-bunga tumbuh lebih cepat daripada pendapatan bunga.75
d. Competitive advantage. Bank yang memiliki layanan internet bankingakan memiliki keuntungan dibandingkan dengan bank yang tidak memiliki layanan internet banking.
e. New business model. Internet banking memungkinakan adanya bisnis model yang baru dimana layanan perbankan baru tersebut dapat diluncurkan melalui web dengan cepat.
Manfaat e-banking selain dapat menghemat biaya pelayanan (overhead
cost) cukup signifikan, dapat menambah jumlah nasabah, melayani tuntutan pasar
yang menghendaki pelayanan bank yang berorientasi paperless, timeless, dan
borderless, contagion, willingness karena pengaruh bank-bank lain yang telah
menyelenggarakan internet banking, membangun image dan peningkatan level
persaingan khususnya bagi bank-bank yang belum banyak dikenal masyarakat,
memperluas jaringan pelayanan yang atas dasar analisis ekonomis dan geografis
74 Budi Rahardjo, Aspek Teknologi dan Keamanan dalam Internet banking, Materi Seminar
Internet banking di Banking Reseach and Reguation Directorate, Bank Indonesia, “Internet banking Implementasi & Tantangannya ke Depan”, (Agustus 2001), hlm 1-2.
75 Agus Nicholase, Pengaruh Trust dan Loyalty terhadap Pelayanan I-Banking pada Bank BCA dan Bank Mandiri, diakses dari http://pdfsb.com/jurnal+bank?p=6.html, tanggal 10 Juli 2017
Universitas Sumatera Utara
60
lebih menguntungkan dan mudah untuk menerapkan e-banking dibandingkan
dengan membuka kantor cabang, serta information collection terutama informasi
mengenai keinginan pasar perbankan, lebih cepat dan up to date diserap melalui e-
banking.76
a. Tidak membuang waktu. Karena semua layanan bisa Anda gunakan
dimanapun Anda berada seperti lewat mesin ATM, gadget ataupun internet
komputer.
Selain bank, konsumen ataupun nasabah bank penyedia e-banking pun juga
merasakan banyak manfaatnya. Berikut beberapa manfaat yang bisa didapatkan
dengan menggunakan layanan e-banking.
b. Aman dan nyaman. Setiap layanan e-banking tentunya harus sesuai syarat
dan ketentuan yang sudah ada dan juga harus terdaftar dengan BI dan
OJK.77
Layanan e-banking yang mengedepankan kecepatan dan efisiensi
memberikan kemudahan bagi nasabah. Beberapa tujuan pihak nasabah
menggunakan e-banking antara lain:
78
a. Mempermudah nasabah dalam bertransaksi perbankan, karena dengan internet banking akses perbankan dapat dilakukan di komputer pribadi (personal computer) nasabah bahkan lebih dekat tanpa harus datang ke kantor cabang
b. Mempercepat kegiatan transaksi perbankan, hanya dengan komputer pribadi, nasabah dapat mengakses transaksi apapun dengan beberapa “klik” di mouse computer, hal ini dapat dilakukan tanpa membuang-buang waktu untuk datang dan mengisi formulir dikantor bank
c. Menghemat biaya seperti menghemat ongkos jalan ke kantor cabang.
76 Reza Kurniawan, op.cit, hlm 16 77 https://efinansial.com/apa-itu-e-banking/html tanggal 4 Maret 2018 78 Eny prihiyani, bisnis keuangan kompas, diakses dari http//www.bisniskeuangan.
kompas.com, tanggal 5 Maret 2018jam 15.06 Wib
Universitas Sumatera Utara
61
Di dalam peraturan hukum Indonesia, belum ada pengaturan perundang-
undangan khusus mengatur tentang e-banking di Indonesia, kita dapat menemukan
peraturan yang berkaitan dengan perlindungan nasabah e-banking dengan cara
menafsirkan peraturan-peraturan tersebut ke dalam pemahaman tentang internet
banking atau mengaitkan peraturan satu dengan peraturan lainnya.79
a. Memaksimalkan Fungsi ATM, Bukan Sebatas Tempat Menarik Uang
3. Fasilitas Layanan E-Banking
E-banking ini bermanfaat untuk masyarakat yang ingin mengetahui lebih
jelas seputar produk serta layanan e-banking. Hal ini dilakukan sekaligus untuk
mendukung program literasi keuangan yang selama ini dilakukan agar bisa berjalan
dengan baik.
Perkembangan pesat bidang teknologi juga berdampak pada perkembangan
transaksi perbankan, seperti adanya fitur ATM, e-banking, Mobile Banking, Phone
Banking, SMS banking, EDC, E-Commerce, hingga Video Banking yang
memberikan kemudahan bagi nasabah dalam mengakses transaksi banking.
Adapun fasilitas layanan e-banking sebagai berikut :
Masyarakat sejauh ini mengenal ATM hanya sebatas tempat ambil uang.
OJK ini akan menjelaskan seluk beluk transaksi elektronik secara detail. Hal
pertama yang dipaparkan secara lengkap dalam Buku Bijak Ber-E-Banking
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini adalah mengenai ATM atau anjungan tunai
mandiri (automated teller machine). E-banking menjelaskan mengenai tipe
ATM dan sistematika kerja ATM, di mana ATM sendiri terbagi menjadi 4
79 Sri Maharsi, Perlindungan hukum terhadap Nasabah Menggunakan Internet Banking
dengan Menggunakan Kerangka Technology Acceptance Model (TAM). Jurnal Universitas Kristen Petra Surabaya, 2007, hlm 63.
Universitas Sumatera Utara
62
(empat) jenis yakni ada ATM tunai, non-tunai, ATM setor tunai, hingga
ATM yang memberikan pelayanan lengkap tunai non-tunai setor tunai.
ATM punya banyak fungsi lain, selain tempat ambil uang tunai. Fungsi lain
tersebut meliputi akses sejumlah layanan, antara lain: transfer duit, cek saldo,
bayar tagihan kartu kredit, bayar listrik, beli pulsa, dan bahkan sampai bisa
untuk melakukan pembayaran premi asuransi misalnya. ATM tunai seperti
uraian di atas berfungsi untuk melakukan bertransaksi tunai alias menarik
duit lewat mesin ATM ini. ATM non-tunai mempunyai fitur khusus buat
transaksi non-tunai, seperti transfer, bayar tagihan, cek saldo, dan lain-lain.
Tarik tunai di mesin ATM non tunai ini tidak bisa dilakukan. ATM setor
tunai atau biasa disebut mesin Cash Deposit Machine (CDM) berfungsi
sebagai tempat untuk setor uang sehingga memudahkan nasabah untuk tidak
perlu antri ke teller bank. Minimal setor uang melalui mesin ini
menggunakan lembaran Rp50 ribu atau Rp100 ribu. Sedangkan ATM
serbabisa mempunyai fitur yang komplit, dari transaksi tunai sampai setor
tunai. Semua bisa. Anda mesti paham bahwa tidak semua bank punya ATM
dalam jumlah banyak di setiap tempat sehingga perlu solusi dalam bentuk
jaringan ATM yang bisa digunakan secara bersama-sama.
b. EDC untuk Transaksi Jual Beli Melalui Kartu Kredit dan Kartu Debit
Selain ATM, buku paduan OJK di atas juga memberi ulasan lengkap
mengenai Electronic Data Capture atau EDC, di mana EDC ini berfungsi
untuk melakukan transaksi jual beli melalui kartu kredit, tanpa perlu uang
tunai. EDC ini biasanya digunakan ketika berbelanja, sehingga konsumen
Universitas Sumatera Utara
63
tidak perlu repot mencairkan uang di ATM untuk melakukan transaksi
belanja.
Sesuai kampanye Bank Indonesia untuk lebih menggerakkan cashless
society, alias masyarakat yang bertransaksi tanpa uang tunai, Mesin EDC
memungkinkan kita membayar transaksi tanpa uang tunai sehingga praktis
dalam berbelanja tanpa ribet menghitung uang. Biasanya EDC bisa dipakai
buat transaksi di toko-toko dan pusat perbelanjaan yang mempunyai transkasi
cukup besar, mengingat ada target nominal tertentu bagi toko yang
menyediakan layanan mesin EDC. Perlu diingat juga bahwa EDC tidak
hanya bisa dipakai dengan cara digesek, namun bisa juga dengan cara
menempelkan kartu ke mesin itu.
Masyarakat perlu tahu bahwa ke depannya transaksi dengan EDC ini akan
semakin populer untuk berbagai keperluan misalnya bayar uang belanja,
bayar tol, bayar tiket pesawat, bayar listrik dan sebagainya. Ada 3 jenis
Mesin EDC yang biasa dipakai di merchant atau pusat perbelanjaan yaitu
Fixed Line/Line Telepon yang menggunakan line telepon dari Telkom
dengan biaya langganan line ini ke Telkom langsung, kemudian ada juga
GPRS Power yang bekerja berdasarkan sinyal seluler layaknya hand phone
dan yang terakhir adalah GPRS Mobile yang menggunakan sumber energi
baterai yang bisa diisi ulang.
c. E-banking, Layanan Mudah Seolah Punya Teller Pribadi
Selanjutnya, e-banking juga membahas mengenai e-banking. E-banking
merupakan layanan yang diberikan pihak bank untuk mempermudah
transaksi banking tanpa perlu pergi langsung ke bank (melalui internet),
Universitas Sumatera Utara
64
seperti aktivitas cek saldo, transfer, dan lain-lain. Dengan Internet banking,
Anda seolah punya teller pribadi dan gak perlu capek antri di bank buat
melakukan hampir semua layanan perbankan seperti cek saldo, transfer dana,
melihat mutasi rekening, beli pulsa, bayar tagihan listrik, TV kabel, air,
telepon, asuransi, Internet, beli tiket, Setor uang deposito dan masih banyak
lagi yang lainnya. Proses pendaftaran internet banking juga mudah tinggal
datang ke bank, isi formulir dan kemudian anda akan diberi token plus user
ID dan password, one time password (OTP) via SMS yang tergantung jenis
banknya.
d. SMS Banking, Transaksi Perbankan Dalam Genggaman
SMS Banking yang hampir serupa dengan internet banking. Pebedaannya,
SMS banking bisa dilakukan tanpa koneksi internet, yakni cukup melalui
pesan singkat. Fitur SMS banking mirip dengan Internet banking, tapi tidak
perlu pakai Internet kalau menggunakan layanan ini. Hal yang utama adalah
kita punya stok pulsa yang cukup.
e. Mobile Banking, Solusi Menarik di Antara e-banking dan SMS Banking
Mobile Banking yang merupakan perpaduan antara SMS banking dan
internet banking. Syarat agar Anda bisa melakukan transaksi melalui Mobile
Banking ini adalah harus medaftarkan sim card melalui aplikasi bank pada
smartphone. Bisa saja Anda kurang puas jika hanya mengandalkan layanan
SMS seperti yang ada di fitur SMS banking buat transaksi. Jika demikian ada
solusi lain yaitu melalui layanan mobile banking, di mana kita akan
mendapatkan fitur lain yang lebih canggih. Fitur ini bisa diakses lewat dua
pilihan yaitu melalui menu provider atau mobile banking lewat aplikasi.
Universitas Sumatera Utara
65
Mobile banking bisa dibilang solusi tengah antara Internet banking dan SMS
banking. Pengguna mobile banking bisa melakukan transaksi perbankan di
mana pun dan kapan pun.
f. Phone Banking, Anda Tinggal Telepon dan Transaksi Keuangan pun Beres
Melalui fitur Phone Banking, nasabah hanya perlu menelepon pihak bank
untuk melakukan transaksi, tanpa perlu pergi ke ATM, dan tanpa perlu
koneksi internet. Ya, sangat simpel, tinggal telepon semua beres, namun
Anda tetap wajib mendaftar dulu ke bank untuk mendapatkan PIN phone
banking yang akan digunakan buat otorisasi atau izin buat bertransaksi via
telepon.
g. Video Banking, Bisa Tatap Muka dengan Teller Bank Melalui Video
Berbeda dengan fitur banking lain yang bisa dilakukan kapan saja, fitur
Video Banking ini hanya memberikan pelayanan pada waktu tertentu saja,
seperti hari Sabtu dan Minggu. Dengan video banking ini, kita bisa
melakukan transaksi seolah olah tatap muka dengan teller Bank, seperti
layaknya bertransaksi di loket bank tapi lewat video.80
Keamanan fisik atau aset keuangan dijamin oleh standar implementasi,
seperti halnya prinsip akuntan yang diterima secara umum yang diformulasikan
oleh American Institute of Certified Public Accountants dan Financial Accounting
Standards Board ditambah lagi dengan praktik bisnis yang rasional, yakni meliputi
4. Keamanan Layanan E-Banking
80 https://www.cermati.com/artikel/7-layanan-e-banking-yang-perlu-anda-ketahui.html,
diakses dari 7 Maret 2018
Universitas Sumatera Utara
66
pembatasan prosedur keamanan dari keduanya.81 Untuk fungsi-fungsi sensitif
seperti pembelian dan pembayaran (disbursements) untuk dokumen sensitif yang
rusak (shredding) sebelum menggunakan sistem mereka. Dalam beberapa hal,
prinsip sistem keamanan informasi adalah ekuivalen untuk menetapkan prosedur
keamanan ini, tetapi dalam banyak hal mereka meningkatkan masalah manajemen
dan teknis.82
Pada tahun 1991, The National Research Council (NRC) menerbitkan
Computers at Risk; Safe Computing in the Information Age, dan dikenal sebagai
formulasi komprehensif dari Generally Accepted System Security Principle (GSSP)
yang akan menyediakan artikulasi yang jelas dari keamanan esensial ke depan,
kepastian (assurance), dan praktik.
83 Berikut ini contoh-contoh yang ditawarkan
NRC sebagai elemen potensial dari GSSP.84
1. Kualitas kontrol (quality control). Setiap sistem harus memiliki ketepatan sistem untuk menyediakan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk menyuplai sebelum perhatian keamanan dimasukkan ke dalam laporan. Setiap sistem harus mengawasi kode akses serta data, khususnya bentuk operasi-operasi oleh pengguna. Setiap sistem harus menjamin (properly) setiap pengguna dengan pantas melalui identifikasi sistem yang benar. Setiap sistem harus mencatat semua surat pemeriksa keuangan pada sistem operasi keamanan yang relevan, mencakup percobaan-percobaan yang tidak patut (improrer attempts) melalui akses sistem dan perlindungan pencatatan untuk mencegah dari penghapusan atau perubahan setelah peristiwa pencatatan. Setiap sistem harus mempunyai tempat khusus pengguna yang diperbolehkan untuk memodisikasi keamanan negara (the security state) dari sistem menurut standar prosedur. Setiap sistem jaringan harus mempunyai metode encryption confidensial atau komunikasi sensitif.
2. Ketentuan Pengawasan kode akses serta data (access control on code as well as data) d. Identifikasi pengguna dan autentisitas (user indentification and
authentication).
81 Abdul Kadir dan Terra Ch. Triwahyuni, op.cit, hlm 25. 82 Budi Agus Riswandi, loc.cit,. hlm 114. 83 Abdul Kadir dan Terra Ch. Triwahyuni, op.cit, hlm 27. 84 Edmon Makarim, Hukum Perdagangan Elektronika, (Jakarta : Penerbit Refika Aditama,
2001 hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
67
e. Keamanan mencatat (security logging). f. Keamanan administrasi (security administrator). g. Data encryption. h. Pemeriksa keuangan independen (independent audit), independensi,
pemeriksaan rahasia dari sistem administrasi, menganalogikan pemeriksaan keuangan bisnis oleh perusahaan akuntan.
i. Analisis risiko/bahaya (hazard analysis) Analisis biaya seharusnya dilakukan untuk setiap sistem keamanan kritik.
Kelompok jaringan kerja IEFT membangun Guidelines for the Secure
Operation of the Internet, yakni pedoman pelaksanaan keamanan internet yang
harus diimplementasikan berdasarkan basis kerelaan dari masyarakat pengguna
internet. Pedoman tersebut berisikan tentang poin-poin utama yakni sebagai
berikut :85
a. Pengguna bertanggung jawab secara pribadi untuk mengerti dan menghormati sistem kebijakan keamanan, baik komputer maupun jaringan. Pengguna layanan internet banking harus dapat mempertanggungjawabkan perilaku mereka sendiri dalam menggunakan layanan internet banking.
b. Pengguna mempunyai tanggung jawab menjalankan mekanisme keamanan yang tersedia dan prosedur untuk melindungi data mereka sendiri. Mereka juga mempunyai suatu tanggung jawab untuk menilai dalam melindungi sistem mereka yang digunakan.
c. Penyedia jasa komputer dan jaringan bertanggung jawab untuk pembiayaan operasi sistem keamanan mereka. Mereka selanjutnya bertanggung jawab untuk memberitahukan pengguna dari kebijakan keamanan dan setiap perubahan untuk kebijakan ini.
d. Vendor dan pembangun sistem bertanggung jawab untuk menyediakan sistem yang mendengar dan mewujudkan (embody) kelayakan pengawasan keamanan.
e. Pengguna, penyedia jasa, hardware dan software vendor bertanggung jawab untuk mengoperasikan sistem keamanan.
f. Perbaikan teknis di protokol keamanan internet banking seharusnya mencari (sought) permasalahan mendasar. Dalam protokol baru, hardware atau software untuk internet semestinya menghormati aspek keamanan dari proses pembangunan dan desain protokol. Suatu pedoman meliputi prinsip set yang harus di ambil ke dalam laporan tidak hanya oleh organisasi yang menata rencana keamanan, tetapi juga oleh legislator dan regulator yang menetapkan legal framework untuk keamanan komputer.
Suatu pedoman meliputi prinsip set yang harus di ambil ke dalam laporan
tidak hanya oleh organisasi yang menata rencana keamanan, tetapi juga oleh
85 Budi Agus Riswandi, loc.cit,. hlm 115.
Universitas Sumatera Utara
68
legislator dan regulator yang menetapkan legal framework untuk keamanan
komputer. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :86
a. Accountability Pemilik, Penyedia, penguna dan pemerhati lainnya dengan sistem keamanan informasi seharusnya bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkannya. Memperluas kemungkinan tanpa mengompromikan keamanan, semua pihak seharusnya dapat mengakses keuntungan dengan cepat terhadap materi ilmu pengetahuan dan keamanan.
b. Awareness Ethics. Sistem informasi dan keamanan mereka seharusnya dipromosikan dengan cara menghormati hak-hak dan kepentingan pihak-pihak lain. Ketentuan keamanan seharusnya mengambil semua aspek yang relevan mencakup teknis, perdagangan, dan hukum. Ketentuan keamanan seharusnya menempatkan risiko dari bahaya dan risiko dari sistem nilai informasi. Ketentuan keamanan seharusnya menggabungkan setiap aspek, kebijakan, dan prosedur organisasi lainnya. Aturan pencegahan dan merespons cabang pada keamanan harusnya diambil setiap waktu. Keamanan segarusnya dinilai secara periodik menyangkut pengembangan sistem informasi yang melewati batas waktu. Sistem keamanan informasi seharusnya seimbang dengan penggunaan legitimasi arus informasi dalam masyarakat demokrasi
c. Multidiciplianary. Ketentuan keamanan seharusnya mengambil semua aspek yang relevan mencakup teknis, perdagangan, dan hukum.
d. Proportionality. Ketentuan keamanan seharusnya menempatkan risiko dari bahaya dan risiko dari sistem nilai informasi.
e. Integration. Ketentuan keamanan seharusnya menggabungkan setiap aspek, kebijakan, dan prosedur organisasi lainnya.
f. Timeliness. Aturan pencegahan dan merespons cabang pada keamanan harusnya diambil setiap waktu.
g. Reassesment. Keamanan segarusnya dinilai secara periodik menyangkut pengembangan sistem informasi yang melewati batas waktu.
h. Democracy. Sistem keamanan informasi seharusnya seimbang dengan penggunaan legitimasi arus informasi dalam masyarakat demokrasi.
Ada dua jenis keamanan yang dipakai dalam internet banking yaitu:87
a. Sistem Cryptografi Sistem ini menggunakan angka-angka yang dikenal dengan kunci (key). Sistem ini disebut juga dengan sistem sandi. Ada dua tipe cryptografi yaitu simetris dan asimetris. Pada sistem kriptografi simetris, skema algoritma sandi akan disebut kunci-simetris apabila untuk setiap proses enkripsi maupun deksripsi data secara keseluruhan digunakan kunci yang sama.Skema ini berdasarkan jumlah data per proses dan alur pengolahan data didalamnya dibedakan menjadi dua kelas, yaitu block-chipher dan stream-chiper. Sedangkan pada sistem kriptografi asimetris, skema algoritma
86 Jane K. Winn & Benjamin Wright, Hukum Perdagangan Elektronik (New York : Aspen
Law and Bussiness, 2000), hlm. 2-3. 87 Budi Raharjo, Keamanan Sistem Informasi Berbasis Internet (Bandung: PT.Insan
Indonesia, 2005), hlm.82.
Universitas Sumatera Utara
69
sandinya menggunakan kunci yang berbeda untuk proses enkripsi dan dekripsinya. Skema ini disebut juga sebagai sistem kriptografi kunci publik karena kunci untuk enkripsi dibuat untuk diketahui oleh umum (public key), tapi untuk proses dekripsinya hanya dapat dilakukan oleh yang berwenang yang memiliki kunci rahasia untuk mendekripsinya, disebut private-key.
b. Sistem Firewall Firewall merupakan sistem yang digunakan untuk mencegah pihak-pihak yang tidak diizinkan untuk memasuki daerah yang dilindungi dalam unit pusat kerja perusahaan. Firewall berusaha untuk mencegah pihak-pihak yang mencoba tanpa izin dengan cara melipat gandakan dan mempersulit hambatan-hambatan yang ada. Namun yang perlu diingatkan adalah bahwa sistem firewall ini tidak dapat mencegah masuknya virus atau gangguan yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri.
Untuk mengantisipasi timbulnya permasalahan yang terkait dengan
keamanan sistem informasi, maka perlu diimplentasikan suatu kebijakan dan
prosedur pengamanan. Kebijakan dan prosedur tersebut harus mencakup:88
a. Identifikasi sumber-sumber dan aset-aset yang akan dilindungi.
b. Analisa kemungkinan ancaman dan konsekuensinya.
c. Perkiraan biaya atau kerugian-kerugian yang dapat ditimbulkan.
d. Analisa potensi tindakan penangkal dan biayanya serta kerugian lainnya.
e. Mekanisme pengamanan yang sesuai.
Pelaksanaan jasa pelayanan perbankan dalam transaksi melalui internet
banking diantaranya UU Perbankan, Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU
ITE dan Undang-undang Telekomunikasi. Ketentuan hukum dari peraturan-
peraturan diatas mencerminkan perlindungan hukum yang komprehensif, di mana
perlindungan hukum masih bersifat parsial yang terletak di berbagai macam
perundang-undangan.
88 Brian Ami Prastyo, Diskusi Permasalahan Hukum Terkait Internet Banking dan Solusi
Penyelesaiannya, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 3, Nomor 2, (Agustus 2005), hlm. 65-66.
Universitas Sumatera Utara
70
B. Aspek Hukum Layanan E-Banking
1. Dasar Hukum Layanan E-Banking
E-banking sebagaimana diatur di Peraturan Bank Indonesia
No.9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan
Teknologi Informasi oleh Bank Umum (“PBI 9/2007”) termasuk Layanan
Perbankan Melalui Media Elektronik atau Electronic Banking yaitu layanan yang
memungkinkan nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan
komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik.
E-banking dapat disediakan secara mandiri dan/atau dilakukan melalui jasa
pihak ketiga. Bank dan/atau pihak ketiga tersebut wajib menerapkan manajemen
risiko atas layanan internet banking. Berdasarkan Pasal 8 jo. Pasal 2 PBI 9/2007,
kebijakan dan prosedur penggunaan teknologi informasi meliputi aspek layanan
internet banking, dimana penerapan manajemen risiko pada teknologi informasi
antara lain mencakup:
a) kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian
risikopenggunaan teknologi informasi; dan
b) sistem pengendalian intern atas penggunaan teknologi informasi
Ketentuan pemantauan dan pengendalian risiko penggunaan teknologi
informasi diatur lebih lanjut di dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.
9/30/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi
Informasi oleh Bank Umum (“SEBI No. 9”). Berdasarkan SEBI No. 9, Bank wajib
menerapkan manajemen risiko untuk menghadapi serangan virus.
Kewajiban untuk menerapkan manajemen risiko ini juga diatur di
dalam Pasal 13Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Universitas Sumatera Utara
71
Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP 82/2012”). Bank dan/atau pihak ketiga
selaku penyelenggara sistem elektronik yang mengelola internet banking wajib
tunduk pada peraturan ini. Pasal 13 PP 82/2012 berbunyi: “Penyelenggara Sistem
Elektronik wajib menerapkan manajemen risiko terhadap kerusakan atau kerugian
yang ditimbulkan.”
Penjelasan Pasal 13 PP 82/2012 lebih lanjut menjelaskan: “Yang dimaksud
dengan “menerapkan manajemen risiko” adalah melakukan analisis risiko dan
merumuskan langkah mitigasi dan penanggulangan untuk mengatasi ancaman,
gangguan, dan hambatan terhadap Sistem Elektronik yang dikelolanya.”
Bank juga memiliki kewajiban untuk memberitahukan risiko pada
nasabah sebagaimana diatur di Pasal 8 ayat (1) dan (2) Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan (“POJK 1/2013”) yang berbunyi:
(1) Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyusun dan menyediakan ringkasan
informasi produk dan/atau layanan.
(2) Ringkasan informasi produk dan/atau layanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib dibuat secara tertulis, sekurang-kurangnya memuat
manfaat, risiko, dan biaya produk dan/atau layanan; dan syarat dan
ketentuan.
Pada dasarnya tidak ada definisi khusus untuk virus berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam buku Pintar Ber-eBanking yang
diluncurkan oleh OJK, diungkapkan bahwa: “Virus adalah program yang bersifat
merusak dan akan aktif dengan bantuan orang (dieksekusi), dan tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
72
mereplikasi sendiri, penyebarannya karena dilakukan oleh orang, seperti copy,
biasanya melalui attachement e-mail, game, program bajakan dll.
Di dalam buku tersebut, terdapat beberapa jenis serangan terhadap layanan
internet banking antara lain:
a. Phising, yakni tindakan meminta (memancing) pengguna komputer untuk
mengungkapkan informasi rahasia dengan cara mengirimkan pesan penting
palsu, dapat berupa e-mail, website, atau komunikasi elektronik lainnya; dan
b. Malware in the Browser (MIB), yakni teknik pembobolan rekening internet
banking dengan memanfaatkan software jahat (malware) yang telah
menginfeksi browser internet nasabah.
Atas kerugian yang disebabkan oleh virus seperti di atas,
maka Saudara dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada Bank dengan dasar
sebagai berikut:
a) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (“UUPK”)
Berdasarkan Pasal 19 UUPK, Bank wajib memberikan ganti rugi kepada
nasabah selaku konsumen jasa perbankan atas kerugian dari jasa internet
banking yang disediakan Bank. Namun perlu diperhatikan bahwa ketentuan ini
tidak akan berlaku apabila nasabah menderita kerugian yang dikarenakan oleh
tindakan/kelalaian nasabah yang sebelumnya telah diperingatkan/diedukasi
oleh Bank. Perlu diketahui, Bank memiliki kewajiban berdasarkan SEBI No.
9 untuk melakukan edukasi kepada nasabah agar setiap pengguna jasa layanan
Bank melalui e-banking menyadari dan memahami risiko yang dihadapinya.
Universitas Sumatera Utara
73
Risiko yang harus diberitahukan ini termasuk risiko kejahatan internet banking
yakni risiko serangan virus seperti phising dan MIB.[4]
Oleh karena itu, pengaduan dan permintaan ganti rugi hanya dapat dilakukan
jika Bank tidak memberikan edukasi mengenai layanan dan jika benar terbukti
bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan Bank.
b) Tuntutan ganti rugi kepada Bank selaku Penyelenggara Jasa
Keuangan sebagaimana diatur di dalam POJK 1/2013.
Berdasarkan Pasal 37 hingga Pasal 39 POJK 1/2013, jika
pengaduan konsumen terbukti benar, maka konsumen dapat mengajukan
pengaduan kepada Bank. Setelah penerimaan pengaduan, Bank wajib
melakukan :
1) pemeriksaan internal atas pengaduan secara kompeten, benar, dan
obyektif;
2) melakukan analisis untuk memastikan kebenaran pengaduan; dan
3) menyampaikan pernyataan maaf dan menawarkan ganti rugi atau
perbaikan produk dan atau layanan. Jika kesepakatan penyelesaian
pengaduan tidak tercapai, nasabah dapat melakukan penyelesaian sengketa
di luar pengadilan atau melalui pengadilan.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 tentang
Penyelesaian Pengaduan Nasabah, Saudara dapat mengajukan pengaduan kepada
Bank. Bank memiliki kewajiban untuk memproses pengaduan tersebut dalam
jangka waktu 2 (dua) hari untuk pengaduan lisan, dan 20 (dua puluh) hari kerja
untuk pengaduan tertulis.89
89 Pasal 6 ayat (4) dan Pasal 10 ayat (1)
Adapun Dasar Hukumnya yaitu
Universitas Sumatera Utara
74
a. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
b. Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem
dan Transaksi Elektronik;
c. Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian
Pengaduan Nasabah;
d. Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan
Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank
Umum;
e. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan;
f. Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/30/DPNP tentang Penerapan
Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank
Umum.
2. Hubungan Hukum antara Bank dan Nasabah dalam Layanan E-
Banking
Transaksi yang dilakukan secara elektronik pada dasarnya adalah perikatan
ataupun hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan
jaringan sistem elektronik berbasiskan komputer dengan sistem komunikasi, yang
selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan komputer global atau internet
(vide Pasal 1 angka 2 UU ITE)90
Hubungan hukum merupakan merupakan hubungan antara dua pihak atau
lebih (subyek hukum) yang mempunyai akibat hukum (menimbulkan hak dan
90 Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
kompuetr, jaringan kompuetr, dan/atau media leketronik lainnya
Universitas Sumatera Utara
75
kewajiban) dan diatur oleh hukum. Dalam hal ini hak merupakan kewenangan atau
peranan yang ada pada seseorang (pemegangnya) untuk berbuat atas sesuatu yang
menjadi obyek dari haknya itu terhadap orang lain. Sedangkan kewajiban adalah
sesuatu yang harus dipenuhi atau dilaksanakan oleh seseorang untuk memperoleh
haknya atau karena telah m,endapatkan haknya dalam suatu hubungan hukum.
Obyek hukum adalah sesuatu yang berguna, bernilai, berharga bagi subyek hukum
dan dapat digunakan sebagai pokok hubungan hukum. Sedangkan subyek hukum
adalah segala sesuatu yang dapat menjadi pendukung hak dan kewajibannya atau
memiliki kewenangan hukum (rechtsbevoegdheid).
Dalam lingkup privat, hubungan hukum tersebut akan mencakup hubungan
antar individu, sedangkan dalam lingkup public, hubungan hukum tersebut akan
mencakup hubungan antar warga negara dengan pemerintah maupun hubungan
antar sesama anggota masyarakat yang tidak dimaksud untuk tujuan-tujuan
perniagaan, yang antara lain berupa pelayanan publik dan transaksi informasi antar
organisasi Pemerintahan.91
Dalam kegiatan perniagaan, transaksi memiliki peran yang sangat penting.
Pada umumnya makna transaksi seringkali direduksi sebagai perjanjian jual beli
antar para pihak yang bersepakat untuk itu, padahal dalam persepektif yuridis,
terminologi transaksi tersebut pada dasarnya ialah keberadaan suatu perikatan
maupun hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Makna yuridis transaksi
pada dasarnya lebih ditekankan pada aspek materiil dari hubungan hukum yang
disepakati oleh para pihak, bukan perbuatan hukumnya secara formil. Oleh karena
91 Draft Penjelasan Umum RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebelum disahkan
menjadi UU ITE
Universitas Sumatera Utara
76
itu keberadaan ketentuan hukum mengenai perikatan tetap mengikat walaupun
terjadi perubahan media maupun perubahan tata cara bertransaksi. Hal ini tentu
saja terdapat pengecualian dalam konteks hubungan hukum yang menyangkut
benda tidak bergerak, sebab dalam konteks tersebut perbuatannya sudah ditentukan
oleh hukum, yaitu harus dilakukan secara ”terang” dan ”tunai”
Dalam lingkup keperdataan khususnya aspek perikatan, makna transaksi
tersebut akan merujuk keperdataan khususnya aspek perikatan, makna transaksi
hukum secara elektronik itu sendiri akan mencakup jual beli, lisensi, asuransi, sewa
dan perikatan-pertkatan lain yang lahir sesuai dengan perkembangan mekanisme
perdagangan di masyarakat. Dalam lingkup publik, maka hubungan hukum
tersebut akan mencakup hubungan antara warga negara dengan pemerintah
maupun hubungan antar sesama anggota masyarakat yang tidak dimaksudkan
untuk tujuan-tujuan perniagaan. Mengenai definisi public, dalam Black Law
Dictionary disebutkan bahwa public is relating or belonging to an entire
community, state, or nation
3. Kewajiban dan Tanggungjawab Bank Pelaksana Layanan E-Banking
Terkait dengan para pihak yang melakukan kegiatan transaksi elektronik
diatur bahwa pengirim atau penerima dapat melakukan transaksi elektronik sendiri,
melalui pihak yang dikasakan olehnya, atau melalui agen elektronik92. Dalam hal
ini pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan
transaksi elektronik adalah93
a. Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi.
:
92 Lihat Pasal 20 ayat (1) UU ITE 93 Lihat Pasal 20 ayat (2) UU ITE
Universitas Sumatera Utara
77
b. Jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa.
c. Jika dilakukan melalui agen elektronik segala akibat hukum dalam pelaksanaa transaksi elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara agen elektronik.
d. Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beropersinya agen elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap sistem elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara agen elektronik. Namun demikian jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala kibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna layanan. Ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan /atau kelalaian pihak pengguna sistem elektronik.
Dalam rangka memberikan perlindungan dan keamanan bagi
penyelenggaraan kegiatan transaksi elektronik, sejalan dengan UU ITE, Bank
Indonesia telah menerbitkan berbagai pengaturan (regulasi) terkait penggunaan
teknologi informasi bagi perbankan dan lembaga penyelenggara sistem
pembayaran dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank
Indonesia. Pengaturan tersebut antara lain ditujukan untuk meningkatkan
keamanan, integritas data, dan ketersediaan layanan electronic banking, misalnya
dengan mewajibkan seluruh penerbit kartu untuk menggunakan chip pada kartu-
kartu pembayarannya, menggunakan ‘two factors authentication’ pada
transaksi on-line yang bersifat financial, melakukan enkripsi pada transaksi mobile
banking.94
a. Bank bertanggung jawab atas penerapan manajemen risiko
Dalam PBI dimaksud diatur bahwa Bank dapat menyelenggarakan
teknologi informasi sendiri dan atau menggunakan jasa pihak penyedia jasa
teknologi informasi sepanjang memenuhi persyaratan antara lain :
94 PBI No. 9/15/PBI/2007 tgl. 30 November 2007 Tentang Penerapan Manajemen Risiko
Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum (PBI TSI).
Universitas Sumatera Utara
78
b. Pihak penyedia jasa harus menjamin keamanan sleuruh informasi termasuk
raasai bank dan data pribadi nasabah
c. Pihak peneydia jasa tetap memberikan akses kepada auditor intern, ekstern
dan Bank Indonesia.
d. Pihak penyedia jasa harus bersedia untuk kemungkinan early
termination apabila menyulitkan fungsi pengawasan Bank Indonesia.
Penggunaan pihak penyedia jasa teknologi informasi oleh Bank (outsource)
harus didasarkan pada perjanjian tertulis, dengan memperhatikan prinsip kehati-
hatian, manajemen risiko dan didasarkan pada hubungan kerjasama secara wajar.
Dalam menentukan pertanggungajawaban atas kejadian tersebut, harus kaitkan
permasalahan ini dengan dasar pokok aturan yang terdapat dalam PBI
No.9/15/PBI/2007 mengenai kewajiban Bank Umum dalam menggunakan
teknologi informasi untuk kegiatan perbankan yang pokok-pokok pengaturannya
antara lain adalah :
a. Bank yang mnyelenggarakan kegiatan internet banking wajib menerapkan manajemen risiko pada aktivitas internet banking secara efektif.
b. Penerapan manajemen risiko tersebut wajib dituangkan dalam suatu kebijakan, prosedur dan pedoman tertulis dengan mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking), yang ditetapkan dalam lampiran dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersebut.
c. Pokok-pokok penerapan manajemen risiko bagi bank yang menyelenggarakan kegiatan internet banking adalah: 1) Adanya pengawasan aktif komisaris dan direksi bank, yang meliputi: a)
Komisaris dan direksi harus melakukan pengawasan yang efektif terhadap risiko yang terkait dengan aktivitas internet banking, termasuk penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk mengelola risiko tersebut.
2) Direksi harus menyetujui dan melakukan kaji ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan bank.
d. Pengendalian pengamanan (security control). yang meliputi :
Universitas Sumatera Utara
79
1) Bank harus melakukan langkah-langkah yang memadai untuk menguji keaslian (otentikasi) identitns dan otorisasi terhadap nasabah yang melakukan transaksi melalui internet banking.
2) Bank harus menggunakan metode pengujian keaslian transaksi untuk menjamin bahwa transaksi tidak dapat diingkari oleh nasabah (non repudiation) dan menetapkan tanggung jawab dalam transaksi internet banking.
3) Bank harus memastikan adanya pemisahan tugas dalam sistem internet banking, database dan aplikasi lainnya.
4) Bank harus memastikan adanya pengendalian terhadap otorisasi dan hak akses (privileges) yang tepat terhadap sistem internet banking, database dan aplikasi lainnya.
5) Bank harus memastikan tersedianya prosedur yang memadai untuk melindungi integritas data, catatan/arsip dan informasi pada transaksi internet banking.
6) Bank harus memastikan tersedianya mekanisme penelusuran (iaudit trail) yang jelas untuk seluruh transaksi internet banking. g) Bank harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi penting pada internet banking. Langkah tersebut harus sesuai dengan sensitivitas informasi yang dikeluarkan dan/atau disimpan dalam database.
e. Manajemen Risiko Hukum dan Risiko Reputasi, yang meliputi : 1) Bank harus memastikan bahwa website bank menyediakan informasi
yang memungkinkan calon nasabah untuk memperoleh informasi yang tepat mengenai identitas dan status hukum bank sebelum melakukan transaksi melalui internet banking.
2) Bank harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa ketentuan kerahasiaan nasabah diterapkan sesuai dengan yang berlaku di negara tempat kedudukan bank menyediakan produk dan jasa internet banking.
3) Bank harus memiliki prosedur perencanaan darurat dan berkesinambungan usaha yang efektif untuk memastikan tersedianya sistem dan jasa internet banking.
4) Bank harus mengembangkan rencana penanganan yang memadai untuk mengelola, mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan (internal dan eksternal) yang dapat menghambat penyediaan sistem dan jasa internet banking.
5) Dalam hal sistem penyelenggaraan internet banking dilakukan oleh pihak ketiga (outsourcing), bank harus menetapkan dan menerapkan prosedur pengawasan dan due dilligence yang menyeluruh dan berkelaftjutan untuk mengelola hubungan bank dengan pihak ketiga tersebut.
Selain yang diatur di dalam PBI tersebut, UU ITE juga mengatur terkait
penyelenggaraan sistem elektronik yang aman dan dapat melindungi kepentingan
penggunanya sebagaimana tertera dalam Pasal 15 dan Pasal 16 ayat (1). Adanya
Universitas Sumatera Utara
80
kewajiban bagi pihak bank dan/atau pihak penyedia jasa teknologi indormasi yang
harus dipenuhi dalam menyelenggarakan suatu sistem elektronik perbankan yang
menjadi basis dari layanan internet banking menyebabkan jika terjadi kerusakan
sistem elektronik pada layanan terebut yang disebabkan oleh pihak bank maupun
pihak penyedia jasa teknologi informasi, menyebabkan nasabah dapat meminta
pertanggungjawaban pihak bank atas kerugian yang dideritanya atas dasar
Perbuatan Melawan Hukum.
Terjadinya kerusakan sistem elektronik pada layanan internet banking ini
telah memenuhi unsur-unsur perbuatan hukum karena tidak dilaksanakannya
kewajiban-kewajiban oleh pihak bank dan/atau penyedia jasa teknologi informasi
dalam penyelenggaraan sistem elektronik perbankan dan merupakan perbuatan
yang melanggar ketentuan PBI No.9/15/PBI/2007 dan ketentuan dalam Pasal 15
serta Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang ITE.
Kelalaian pihak bank dan/atau penyedia jasa teknologi informasi tersebut
memenuhi unsur kesalahan yang menimbulkan kerugian bagi nasabah pengguna
layanan internet banking. Oleh karenanya, dengan terpenuhinya unsur-unsur dari
Perbuatan Melawan Hukum tersebut, nasabah dapat meminta pertanggungjawaban
pihak bank atas dasar Pasal 1365 KUHPerdata. Hal ini dikecualikan dalam hal
perbuatan melawan hukum terjadi akibat karyawan bank yang bersangkutan,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata.
Upaya perlindungan hukum yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada
nasabah, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 dan Peraturan Bank
Universitas Sumatera Utara
81
Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang mediasi Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008. 1. Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/10/PBI/2008. Bank Indonesia menerbitkan PBI ini dengan dua tujuan utama
yaitu : pertama, untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat
pada lembaga perbankan. Kedua, untuk menurunkan publikasi negatif terhadap
bank yang dapat mempengaruhi reputasi bank. Bagi nasabah PBI ini memiliki
manfaat yang eukup besar, karena dengan adanya PBI ini nasabah diberikan upaya
percepatan penyelesaian permasalahan yang terjadi antara nasabah dengan bank.
Proses penyelesaian pengaduan nasabah yang diatur dalam PBI ini diharapkan
dapat memfasilitasi penanganan pengaduan secara efisien dan efektif, sehingga
prosesnya tidak berlarut-larut dan keluhan-keluhan nasabah yang sering dijumpai
di berbagai media dapat dikurangi, sehingga dapat membawa manfaat baik untuk
mengurangi potensi kerugian finansial pada nasabah maupun menjaga reputasr
Bank.
Nasabah yang dapat dapat mengajukan pengaduan tidak hanya nasabah
yang memiliki rekening yang memanfaatkan jasa perbankan saja tetapi juga
nasabah yang tidak memiliki rekening tapi juga memanfaatkan jasa perbankan.
Pihak yang mengajukan pengaduan tidak hanya nasabah, namun dapat dilakukan
pula oleh perwakilan nasabah yang bertindak untuk dan atas nama nasabah
berdasarkan surat kuasa khusus dari nasabah.
Universitas Sumatera Utara
82
Dalam mengajukan pengaduan, ada dua cara yang dapat dilakukan nasabah,
yaitu :
a. Secara lisan. diajukan secara langsung ke kantor bank terdekat, kantor tempat nasabah membuka rekening atau kantor bank tempat melakukan transaksi keuangan. Pengaduan secara lisan juga dapat dilakukan melalui telepon, termasuk call center (Iayanan 24 jam) yang tersedia.
b. Secara tertulis, pengaduan dilakukan dengan membuat dan menyampaikan sural resmi dengan jelas serta dengan mengungkapakan kronologis dan lokasi terjadinya permasalahan, baik diantar langsung atau dikirim melalui faksimili atau melalui pos ke bank yang bersangkutan atau melaui e-mail atau website bank dan sarana elekronik lainnya.95
Selain itu dapat juga dilakukan dengan mengisi formulir pengaduan yang
tersedia pada setiap kantor bank. Pengaduan secara tertulis ini wajib dilengakapi
fotokopi identitas dan dokumen pendukung lainnya yang mendasari transaksi
keuangan. Dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/10/PBI/2008 disebutkan jangka waktu penanganan penyelesaian pengaduan
nasabah secara lisan wajib dilakukan dalam waktu dua hari kerja terhitung sejak
tanggal pencatatan pengaduan nasabah oleh bank. Berdasarkan ketentuan Pasal 6
ayat (5) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 apabila tidak dapat
diselesaikan dalam jangka waktu dua hari kerja maka bank wajib meminta nasabah
atau perwakilan nasabah untuk mengajukan pengaduan secara tertulis dengan
dilengkapi dokumen seperti fotokopi identitas dan dokumen pendukung lainnya.
Untuk pengaduan tertulis menurut Pasal 10 ayat (1) Peraturan Bank
Indonesia Nomor 10/10/PB1/2008 wajib diselesaikan dalam jangka waktu dua
pulih hari kerja setelah penerimaan pengaduan nasabah secara tertulis oleh bank.
Dalam hal ini, pihak bank wajib bertanggungjawab dikarenakan terlanggarnya
95 Pardede Marulak, Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah, (Jakarta : Penerbit Sinar
Harapan, 2002), hm 69
Universitas Sumatera Utara
83
kewajiban pihak bank untuk menerapkan prinsip kehati-hatian serta manajemen
risiko perbankan sebagaimana diakomodir PBI No.9/15/PBI/2007.96
C. Pengawasan Terhadap Layanan E-Banking
1. Pengawasan Internal Bank
Internal auditor merupakan bagian yang tak terpisahkan dari departemen
internal audit. Internal audit merupakan pihak yang dianggap memiliki
independensi dan obyektivitas tinggi sehingga diharapkan dapat melaksanakan
tugasnya tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Internal auditor lebih mudah
untuk melihat adanya penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh pihak
manajemen berkaitan dengan hasil kerja mereka dan hal-hal yang berkaitan dengan
fungsi pengendalian intern. Internal auditor harus dapat secara maksimal
memberikan kontribusinya demi peningkatan dan perkembangan bank. Internal
audit dibentuk untuk melakukan pengawasan serta pengendalian yang baik.
Perusahaan harus mampu memberikan usulan atau rekomendasi pada pihak
manajemen dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan usaha bank
sehingga dapat membantu mana jemen dalam meningkatkan efektivitas
kinerjanya.97
Langkah-lengkah penerapan dalam internal auditor adalah dengan
melakukan hal-hal mengklasifikasi transaksi atau kegiatan perputaran,
mengidentifikasi siapa yang terlibat dalam kegiatan, mengidentifikasi titik-titk
96 Pahlefi, Pengaturan Tanggung Jawab Bank Dalam Electronic Banking Menurut
Peraturan Perundang-Undangan, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 6, Nomor 2, (Oktober, 2015), hlm 127
97 Sihwahjoeni, Evaluasi Kualitas Fungsi Internal Auditor Dalam Meningkatkan Efektivitas Bank, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.15, No.3 (September 2011), hlm 480
Universitas Sumatera Utara
84
kemungkinan risiko, memprioritaskan risiko, merancang dan menerapkan
kebijakan untuk mengurangi risiko, memantau penerapan kebijakan.
Kondisi keuangan bank perlu dipantau secara periodik karena bidang inilah
yang senantiasa memberikan gambaran tentang meningkat tidaknya bidang usaha
yang sedang dijalankan. Pantauan terhadap bidang ini biasanya mencakup keadaan
permodalan, pengaturan likuiditas, keadaan rentabilitas, keadaan kualitas aktiva
produktif dan pembentukan cadangan aktiva produktif.
Kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, sangat penting untuk diawasi
agar para pemilik dan atau manajemen harus senantiasa menjalankan kegiatan
usaha perbankan dengan tetap berpedoman pada prinsip kehati-hatian. Dalam
kondisi persaingan yang ketat ia dituntut untuk memiliki sistem pengawasan yang
tepat dan dapat bekerja secara efektif dan berfungsi sebagai pengaman atas
transaksi yang terjadi setiap saat. Di samping itu tumbuhnya jaringan kantor serta
kompleksitas produk yang ditawarkan bank, akan menimbulkan masalah tersendiri.
Rentang kendali yang cukup luas biasanya melahirkan kelemahan dalam
pengawasan, sehingga terbuka peluang bagi kemungkinan terjadinya
penyimpangan yang merugikan eksistensi bank yang bersangkutan. Apalagi bila
rentang kendali yang sangat luas ini tidak didukung oleh sistem informasi
manajemen yang memadai, sehingga apabila terjadi penyimpangan akan
mengalami kesulitan untuk melacaknya. Oleh sebab itu peran kontrol internal
menjadi angat penting dan harus memperoleh perhatian sungguh-sungguh dari
pemilik bank. Kefektivan kontrol internal akan mempengaruhi pencapaian kondisi
perbankan yang sahat, Adanya penilaian sistem pengawasan internal, diharapkan
Universitas Sumatera Utara
85
dapat menjadi masukan bagi bank Indonesia untuk mengetahui efektif tidaknya
penerapan ketentuan aturan main perbankan.98
Kegiatan usaha bank yang terus mengalami perubahan dan peningkatan
sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, globalisasi dan integrasi pasar
keuangan, membuat kompleksitas kegiatannya semakin tinggi. Kompleksitas
kegiatan usaha bank yang semakin meningkat tersebut mengakibatkan tantangan
dan eksposur risiko yang dihadapi juga semakin besar. Melihat perkembangan
tantangan dan risiko usaha bank yang semakin besar, maka diperlukan berbagai
macam upaya untuk memitigasi risiko tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya
peningkatan peran dan fungsi kepatuhan serta satuan kerja kepatuhan dan
manajemen risiko dalam pengelolaan risiko kepatuhan. Keberadaan direktur
kepatuhan dan manajemen risiko sudah merupakan fenomena umum di industri
perbankan dan dipegang oleh dua direktur terpisah. Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No: 1/6/PBI/1999 merupakan landasan hukum di Indonesia yang
mengharuskan setiap bank untuk memiliki direktur kepatuhan.
99
PBI No: 13/2/PBI/2011 yang merupakan penyempurnaan dari PBI No:
1/6/PBI/1999 adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI)
mencakup penyempurnaan dari segi organisasi di perbankan, tugas dan tanggung
jawab semua pihak yang terkait dalam pelaksana fungsi kepatuhan, sesuai dengan
kerangka manajemen risiko, dalam mendukung terciptanya budaya kepatuhan.
Berdasarkan pada peraturan tersebut, tugas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh
direktur kepatuhan adalah merumuskan strategi guna mendorong terciptanya
98 Fitriasulistiawati, Pengawasan Perbankan, diakses dari https://fitriasulistiawati.
wordpress.com/2015/12/31/pengawasan-perbankan/html, tanggal 8 Maret 2018 99 http://www.mediaedutama.co.id/program-kerja-kepatuhan-sesuai-pojk-nomor-46pojk-
032017.html, tanggal 8 Maret 2018
Universitas Sumatera Utara
86
budaya kepatuhan dalam organisasi. Kedua, mengusulkan kebijakan kepatuhan
atau prinsip-prinsip kepatuhan yang akan ditetapkan oleh direksi. Ketiga,
menetapkan sistem dan prosedur kepatuhan yang akan digunakan untuk menyusun
ketentuan dan pedoman internal organisasi. Keempat, memastikan bahwa seluruh
kebijakan serta kegiatan usaha yang dilakukan bank maupun organisasi telah sesuai
dengan ketentuan BI dan peraturan perundang undangan yang berlaku. Kelima,
meminimalkan risiko kepatuhan pada bank dan organisasi. Terakhir, melakukan
tugas-tugas lainnya yang terkait dengan fungsi kepatuhan.100
Fungsi dan peran dari direktur kepatuhan sangat substansial, hal tersebut
dikarenakan direktur kepatuhan harus berperan aktif dalam mengantisipasi dan
memonitor kepatuhan (compliance) terhadap berbagai ketentuan dan peraturan
sebagai rambu-rambu kehati-hatian yang telah ditetapkan. Penerapan fungsi dan
peran dari direktur kepatuhan sudah umum terjadi pada industri perbankan dan
sudah mulai diikuti oleh beberapa usaha di bidang non-perbankan yang ada di
Indonesia. Pada industri perbankan, direktur kepatuhan memegang peran ex-ante
atau preventif terhadap risiko regulasi atau kemungkinan pelanggaran ketentuan di
bank masing-masing, tidak terkecuali kewajiban untuk menyelesaikan
permasalahan sesuai dengan koridor yang seharusnya sesuai dengan peraturan
maupun ketentuan yang telah ditetapkan oleh BI selaku bank sentral di Indonesia.
Pada bidang usaha non-perbankan, penerapan direktur kepatuhan masih minim
diterapkan namun sudah terdapat beberapa perusahaan jenis BUMN yang
berinisiatif untuk menerapkannya. Hal tersebut dikarenakan, direktur kepatuhan
100Muliaman D. Hadad, Laporan Pengawasan Perbankan (LPP), (Jakarta : Penerbit Bank
Indonesia & Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan, 2012), hlm 15
Universitas Sumatera Utara
87
akan membantu sebuah organisasi dalam menjaga akuntabilitas dan responsibilitas
yang dimilikinya terhadap peraturan dan undang-undang yang telah ditetapkan.101
2. Pengawasan Eksternal Bank
Pengawasan bank yang dilakukan oleh auditor eksternal sangat mungkin
dapat terjadi, karena pasal 34 UU No.7 tahun 1992 menjelaskan bahwa bank secara
periodic wajib menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit akuntan publik.
Dalam melaksanakan tugasnya akuntan publik mempunyai tanggung jawab untuk
meyakinkan bahwa bank telah melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip
kehati-hatian dan memberitahukan kepada Komisaris apabila akuntan publik
menemukan tindakan penyimpangan yang dapat mengganggu kenyamanan atau
membahayakan kesehatan bank.
Kendati ketiga lembaga di atas dapat menangani tugas dan tanggung jawab
berbeda dalam pengawasan, akan tetapi pengawasan bank pada prinsipnya terbagi
dalam dua bagian yaitu pengawasan dalam rangka mendorong pertumbuhan
ekonomi, kestabilan moneter (macro economics supervision) dan pengawasan
dalam upaya mendorong agar setiap individual bank tetap sehat dan mempu
memelihara kepentingan masyarakat (prudential supervision). Sasaran yang ingin
dicapai dari macroeconomics supervision adalah mendorong sekaligus mengawasi
bank untuk ikut berperan dalam berbagai program ekonomi- moneter baik yang
terkait dengan kebijakan umum untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,
kemantapan neraca pembayaran, perluasan lapangan pekerjaan, kestablitan
101 Mike Davidson, Keberadaan Direktur Kepatuhan Serta Peran dan Kontribusi Mereka
Dalam Penerapan Enterprise Risk Management (Erm) di Perusahaan, Diakses Dari http://crmsindonesia.org/publications/keberadaan-direktur-kepatuhan-serta-peran-dan-kontribusi-mereka-dalam-penerapan-enterprise-risk-management-erm-di-perusahaan/html, tanggal 8 Maret 2018
Universitas Sumatera Utara
88
moneter serta upaya yang dapat menunjang terciptanya pemerataan pendapatan dan
kesempatan berusaha. Oleh karena itu pengawasan macroeconomics supervision
ini dilakukan melalui penetapan seperangkat kebijakan berkaitan dengan langkah-
langkah untuk mendorong perbankan ikut serta dalam pencapaian target di atas,
termasuk kebijaksanaan menciptakan iklim yang kondusif bagi terlaksananya
program makro ekonomi tersebut.
Kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, sangat penting untuk diawasi
agar para pemilik dan atau manajemen harus senantiasa menjalankan kegiatan
usaha perbankan dengan tetap berpedoman pada prinsip kehati-hatian. Dalam
kondisi persaingan yang ketat ia dituntut untuk memiliki sistem pengawasan yang
tepat dan dapat bekerja secara efektif dan berfungsi sebagai pengaman atas
transaksi yang terjadi setiap saat. Di samping itu tumbuhnya jaringan kantor serta
kompleksitas produk yang ditawarkan bank, akan menimbulkan masalah tersendiri.
Rentang kendali yang cukup luas biasanya melahirkan kelemahan dalam
pengawasan, sehingga terbuka peluang bagi kemungkinan terjadinya
penyimpangan yang merugikan eksistensi bank yang bersangkutan. Apalagi bila
rentang kendali yang sangat luas ini tidak didukung oleh sistem informasi
manajemen yang memadai, sehingga apabila terjadi penyimpangan akan
mengalami kesulitan untuk melacaknya. Oleh sebab itu peran kontrol internal
menjadi angat penting dan harus memperoleh perhatian sungguh-sungguh dari
pemilik bank. Kefektivan kontrol internal akan mempengaruhi pencapaian kondisi
perbankan yang sahat, Adanya penilaian sistem pengawasan internal, diharapkan
Universitas Sumatera Utara
89
dapat menjadi masukan bagi bank Indonesia untuk mengetahui efektif tidaknya
penerapan ketentuan aturan main perbankan.102
Adapun tujuan pengawasan berdasarkan prudential supervision adalah
berupaya agar setiap bank secara individual harus tetap sehat dan aman, sehingga
industri perbankan secara keseluruhan menjadi industri yang dapat memelihara
kepercayaan masyarakat. Dalam kaitannya dengan proses pengawasan bank,
pembinaan terhadap individual bank merupakan langkah lanjutan dari tugas
mengendalikan CAMEL bank (capital Asset Quality Management, Earning and
Liquidity) sehingga terpelihara pada suatu tingkat tertentu yang dianggap tidak
membahayakan kelangsungan usaha dan tidak mengganggu kestabilan system
perbankan nasional.
103
102 Darmanwan Achmad, Pembinaan dan Pengawasan Perbankan, diakses dari https://
darmawanachmad.wordpress.com/2010/02/27/pembinaan-dan-pengawasan-perbankan/html, tanggal 7 Maret 2018
103 Ibid
Universitas Sumatera Utara
90
BAB IV
TANGGUNGJAWAB BANK TERHADAP HILANGNYA SEJUMLAH
DANA TABUNGAN NASABAH MELALUI LAYANAN
ELECTRONIK BANKING
A. Penyebab Hilangnya Sejumlah Dana Nasabah Melalui Layanan
Elektronik Banking
1. Faktor Kerusakan Mesin
Keluhan pelanggan merupakan sumber informasi yang sangat berharga
untuk evaluasi peningkatan kinerja perusahaan, baik sumber daya manusianya
maupun produknya. Pada kenyataannya akan selalu ada kekurangan dari pihak
perusahaan dalam melayani nasabah, karena kebutuhan setiap nasabah tentunya
berubah dari waktu ke waktu.
Teknologi perbankan saat ini sudah semakin canggih. Tak perlu datang ke
bank dan mengantre untuk menarik tunai, setor tunai, transfer, atau hanya sekadar
cek saldo. Kini semua bank telah menyediakan jaringan Anjungan Tunai Mandiri
atau Automatic Teller Machine (ATM) yang tersebar di berbagai titik sebagai
bagian dari fasilitas layanannya. Hanya perlu sebuah kartu untuk memanfaatkan
mesin ATM yang disebut dengan kartu ATM. Pernah atau tidak Anda
mengalaminya sendiri, namun telah banyak kasus yang terjadi bahwa kartu ATM
tertelan pada mesin saat melakukan transaksi.
Banyak faktor yang menjadi penyebab tertelannya kartu ATM. Mulai dari
kerusakan mesin atau sistem error, kelalaian nasabah, listrik padam, hingga modus
kejahatan. Apabila nasabah dalam menggunakan kartu ATM mengalami masalah
seperti kartu tertelan dapat diselesaikan dengan melaporkan pada pihak bank yang
Universitas Sumatera Utara
91
bersangkutan, menceritakan apa yang terjadi pada saat penggunaan kartu ATM
tersebut dan pihak bank menyelesaikan masalah pada nasabah sesuai dengan aturan
yang ada. Apabila nasabah dalam menggunakan kartu ATM mengalami masalah
seperti, uang yang tidak keluar pada saat penarikan dapat diselesaikan dengan
melaporkan pada pihak bank yang bersangkutan dan menceritakan apa yang terjadi
pada saat penggunaan kartu ATM tersebut. Apabila hendak mengambil uang
menggunakan ATM baiknya mengetahui berapa sisa saldo yang ada dan
mengambil uang pada ATM bank yang bersangkutan, untuk menghindari kartu
ATM terdebet (uang yang diambil tidak keluar dari mesin ATM) karena kerusakan
pada mesin ATM atau koneksi ke server yang bermasalah pada bank yang
bersangkutan.
Terjadinya akibat adanya kerusakan pada mesin kartu ATM. Kerusakan
mesin kartu ATM ini merupakan tanggung jawab bank yang mana kesalahan
tersebut bukan dari pihak nasabah sehingga apabila kerugian sebagaimana contoh
diatas menjadi tanggung jawab bank sehingga nasabah apabila terjadi masalah
pada kartu ATM yang diakibatkan kerusakan mesin ATM dapat melaporkan pada
pihak bank sehingga dapat diselesaikan sesuai dengan prosedur yang ada.
Betapapun canggih teknologi yang ditanam dalam mesin ATM tak lepas dari
kerusakan juga. Perlu disadari bahwa mesin ATM tidak selalu bekerja sempurna.
Ada kalanya mengalami kerusakan atau sistem error yang mengakibatkan mesin
tidak bisa digunakan untuk bertransaksi. Bahkan berisiko kartu ATM tertelan jika
kerusakan mesin terjadi saat transaksi sedang berlangsung. Tak hanya kerusakan
mesin atau sistem error, tertelannya kartu ATM juga bisa disebabkan oleh kelalaian
nasabah sendiri. Kebanyakan kasus yang terjadi, nasabah tidak segera mengambil
Universitas Sumatera Utara
92
kartu ATM yang sudah keluar setelah selesai bertransaksi. Dalam durasi waktu
tertentu, jika kartu ATM tidak segera diambil, maka secara otomatis akan tertelan.
Listrik yang tiba-tiba padam juga turut andil terhadap kejadian tertelannya kartu
ATM ke dalam mesin. Hal ini biasanya terjadi pada mesin-mesin ATM yang
berada di minimarket. Saat transaksi belum selesai dan listrik padam tiba-tiba,
kartu ATM kemungkinan akan tertelan. 104
Adanya kewajiban bagi pihak bank dan/atau pihak penyedia jasa teknologi
indormasi yang harus dipenuhi dalam menyelenggarakan suatu sistem elektronik
perbankan yang menjadi basis dari layanan internet banking menyebabkan jika
terjadi kerusakan sistem elektronik pada layanan terebut yang disebabkan oleh
pihak bank maupun pihak penyedia jasa teknologi informasi, menyebabkan
nasabah dapat meminta pertanggungjawaban pihak bank atas kerugian yang
dideritanya atas dasar Perbuatan Melawan Hukum. Terjadinya kerusakan sistem
elektronik pada layanan internet banking ini telah memenuhi unsur-unsur
perbuatan hukum karena tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban oleh pihak
bank dan/atau penyedia jasa teknologi informasi dalam penyelenggaraan sistem
Pengoperasain ATM selain meningkatkan pelayanan terhadap nasabah,
tetapi juga dapat menambah pemasukan bagi bank-bank tempat nasabah tersebut
bertransaksi. Namun selain dapat membantu nasabah terkadang mesin ATM
seringkali mengalami masalah, baik seperti jaringannya terputus atau tidak online,
jumlah uang di dalam mesin ATM habis, kegagalan transaksi dimana tidak jelas
apakah transaksi itu berhasil atau gagal dan masih banyak lagi masalah yang terjadi
pada mesin ATM.
104http://www.simulasikredit.com/kartu-atm-tertelan-lakukan-ini-bila-atm-tertelan-di-
mesin/html, tanggal 8 Maret 2018
Universitas Sumatera Utara
93
elektronik perbankan dan merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan PBI
No.9/15/PBI/2007 dan ketentuan dalam Pasal 15 serta Pasal 16 ayat (1) Undang-
Undang ITE.
Kelalaian pihak bank dan/atau penyedia jasa teknologi informasi tersebut
memenuhi unsur kesalahan yang menimbulkan kerugian bagi nasabah pengguna
layanan internet banking. Oleh karenanya, dengan terpenuhinya unsur-unsur dari
Perbuatan Melawan Hukum tersebut, nasabah dapat meminta pertanggungjawaban
pihak bank atas dasar Pasal 1365 KUHPerdata. Hal ini dikecualikan dalam hal
perbuatan melawan hukum terjadi akibat karyawan bank yang bersangkutan,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata sebagai berikut:
Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili
urusan-urusan mereka, bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan olep
pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang
ditugaskan kepada orang-orang itu.
Selanjutnya dalam Pasal 1367 ayat (5) KUHPerdata disebutkan bahwa
tanggungjawab tersebut berakhir jika majikan dapat membuktikan bahwa mereka
tidak dapat mencegah perbuatan itu atas mana mereka seharusnya bertanggung
jawab. Sehingga apabila bank dapat membuktikan bahwa mereka telah melakukan
segala upaya untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pelaksanaan layanan
internet banking, terutama yang berkenaan dengan penerapan prinsip kehatihatian
dan manajemen risiko perbankan, serta dapat juga membuktikan bahwa kesalahan
yang dilakukan oleh petugas bank tersebut adalah merupakan kesalahan yang
berada di luar kekuasaan pihak bank, maka bank tersebut tidak dapat dimintakan
pertanggungjawaban.
Universitas Sumatera Utara
94
Semakin ketat, transaksi-transaksi perbankan beraneka ragam dan setiap
bank mencari cara-cara baru untuk menawarkan jasanya, antara lain yaitu dengan
disediakannya mesin ATM, jasa perbankan melalui telepon, hingga media internet.
Beraneka ragamnya jasa yang ditawarkan oleh setiap bank saat ini, khususnya jasa
bank melalui fasilitas sistem elektronik, pada kenyataannya sangat rentan akan
kejahatan, kurang terjaminnya keamanan serta perlindungan hukum belum
memadai terhadap transaksi yang dilakukan oleh pihak bank bagi nasabahnya,yang
menyebabkan nasabahnya selalu berada dalam posisi yang lemah. Masalah-
masalah yang dapat timbul akibat penggunaan fasilitas sistem elektronik banking,
mengkaji upaya hukum yang dapat dilakukan oleh nasabah bank terhadap kerugian
yang ditimbulkan dari penggunaan fasilitas sistem elektronik banking, serta
mengkaji pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen dalam memberikan perlindungan terhadap nasabah bank
pada penggunaan fasilitas sistem elektronik banking.105
Akibat kerusakan mesin ini maksudnya berdasarkan permasalahan atau
kasus yang ada dapat dikategorikan menjadi kelompok permasalahan atau kasus
yaitu secara yuridis yaitu secara kasus atau permasalahan yang diluar dari
Bentuk pertanggungjawaban terhadap pengguna internet banking apabila
terjadi masalah tergantung pada penyebab kerugian, apabila ternyata kerugian
materiil yang di diderita oleh nasabah bank pengguna internet banking diakibatkan
oleh karena kesalahan dan pihak bank, maka pihak bank bertanggungjawab
memenuhi tuntutan nasabah memberikan ganti kerugian.
105 http://iqtishod.blogspot.co.id/2010/02/analisis-yuridis-hukum-e-banking-dalam.html,
tanggal 7 Maret 2018
Universitas Sumatera Utara
95
kehendak nasabah sehingga berakibat nasabah mengalami kerugian baik secara
materil dan imateril.
2. Kesalahan Manusia
Akibat kesalahan manusia, hal ini dapat dikategorikan sebagai kasus atau
permasalahan secara teknis yaitu dimana tata cara atau pelaksanaan dalam
menjalankan kartu ATM yang bermasalah tersebut pihak nasabah tidak mengikuti
aturan yang ada. Penggunaan kartu ATM sudah bukan hal yang baru lagi bagi
masyarakat sekarang ini. Seiring dengan berkembangnya zaman penggunaan kartu
ATM sekarang ini telah banyak digunakan oleh kalangan masyarakat sebagai
nasabah bank. Nasabah yang semakin banyak yang menggunakan kartu ATM
membuat banyak pihak ketiga yang tergiur untuk dapat memanfaatkan situasi ini.
Syarat dan ketentuan umum pada bank umumnya adalah “Pemegang kartu
setiap waktu akan menjaga Kartu dan Personal Identification Number (PIN) yang
merupakan nomor rahasia Pemegang kartu bertanggung jawab penuh atas setiap
transaksi dengan menggunakan kartu dan nomor PIN dengan cara bagaimanapun
transaksi dilakukan. Penyelesaian kasus tersebut ialah tanggung jawab nasabah
karena tidak dapat menjaga nomor PIN pada kartu ATM tersebut dan menghubungi
call center palsu. nasabah dalam hal ini diwajibkan untuk berhati-hati dalam
menjaga nomor PIN dan menghubungi call center bank yang bersangkutan, bukan
call center palsu. Kasus tersebut bentuk penyelesaiannya berujung pada Mahkamah
Agung, yang mana hasil dari putusan Mahkamah Agung menyatakan bahwa kasus
itu merupakan tanggung jawab dari nasabah karena nasabah telah melanggar syarat
Universitas Sumatera Utara
96
dan ketentuan penggunaan kartu ATM yaitu menjaga nomor PIN bagaimanapun
bentuk transaksi yang dilakukan oleh nasabah terhadap kartu ATM.106
Selain mengambil kebijakan pembatasan jumlah dana yang dapat ditransfer
sebagaimana diatas, pihak bank dalam hal ini mengambil kebijakan bahwa apabila
para nasabah bank yang dimaksud melakukan transfer rutin (menggunakan fitur e-
banking) kepada pihak-pihak yang di tujuan baik perseorangan maupun korporasi.
Artinya bukan sebagai suatu bill payment biasa, nasabah tersebut harus terlebih
dahulu menukar uang yang akan ditransfer itu lebih dari nominal yang ditentukan
oleh pihak perbankan. Dengan cara demikian, bank dapat membantu
menghindarkan nasabah dari kemungkinan terjerumus menjadi korban dari
hilangnya sejumlah dana tabungan nasabah dalam layanan e-banking. Berkaitan
dengan perlindungan hukum terhadap nasabah yang menjadi korban kejahatan atas
hilangnya sejumlah dana tabungan Nnsabah dalam layanan e-banking, sistem
B. Perlindungan Nasabah terhadap Hilangnya Sejumlah Dana Tabungan
Nasabah dalam Layanan E-Banking
Perusahaan perbankan dapat melakukan perlindungan dan proteksi terhadap
para nasabahnya. Sebagai contoh nyata, Barclays Bank berupaya untuk melindungi
nasabahnya agar tidak menjadi korban kejahatan terhadap e-banking. Apabila
nasabah yang akan melakukan transaksi menggunakan e-banking dengan cara
mentransfer uang yang jumlahnya sangat besar kepada rekening eksternal, mereka
harus menelepon terlebih dahulu bank bersangkutan untuk menginisiasi transaksi
tersebut.
106 Elshinta, Kartu ATM Terblokir? Inilah Cara Mudah Membukanya, diakses dari
https://elshinta.com/news/82369/2016/10/10/kartu-atm-terblokir-inilah-cara-mudah-membukanya.html tanggal 16 Februari 2018
Universitas Sumatera Utara
97
perbankan di Indonesia melakukan perlindungan hukum terhadap nasabah yang
menjadi korban hilangnya sejumlah dana tabungan nasabah dalam layanan e-
banking, di antaranya yaitu :
1. Perlindungan secara implisit, (Implisit Deposit Protection).
Yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang
efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank.
Perlindungan ini diperoleh melalui:
a. Peraturan perundang-undangan dibidang perbankan,
b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawas dan pembinaan yang
efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia,
c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai lembaga pada
khususnya, dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya,
d. memelihara tingkat kesehatan bank,
e. melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehatia-hatian,
f. cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah, dan
g. menyediakan informasi resiko pada nasabah.
2. Perlindungan secara eksplisit, (Eksplisit Deposit Protection)
Yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin
simpanan masyarkat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga
tersebut akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang
gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga
yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana yang diatur dalam
Universitas Sumatera Utara
98
Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap
Kewajiban Bank Umum.
Bank memberikan bentuk perlindungan hukum terhadap nasabah dengan
cara memberikan fasilitas, apabila nasabahnya mengalami kerugian yang
disebabkan oleh e-banking, bank memfasilitasi nasabahnya dengan cara
memberikan bantuan hukum, baik dalam litigasi maupun non litigasi, hal ini
bertujuan semata-mata dalam perspektif perlindungan hukum terhadap nasabah dan
tercapainya keadilan, kemanfaatan serta kepastian hukum.
Beberapa contoh kasus yang sering terjadi dan sering di alami oleh nasabah
yang menggunakan layanan electronik bank, di antaranya yaitu :
1. Kasus e-banking, misalnya : pada pengguna ATM, transaksi sudah berhasil
dilakukan, akan tetapi uang tidak keluar. Dalam hal ini dengan
menggunakan pendekatan teori hukum alam, yang meletakan keadilan
sebagai tujuan utama hukum maka jika terjadi kasus diatas maka
seharusnya bank memberikan ganti rugi dalam bentuk jumlah saldo yang
telah digunakan sebagai pembayaran.
2. Kasus Internet Banking, nasabah melakukan transfer dan saldo telah
berkurang, tetapi uang yang ditransfer tidak diterima pada pihak yang di
transfer oleh nasabah. Dalam hal ini dengan menggunakan pendekatan
teori hukum alam, yang meletakan keadilan sebagai tujuan utama hukum
maka jika terjadi kasus diatas maka seharusnya bank memberikan ganti
rugi dalam bentuk jumlah saldo yang telah digunakan sebagai
pembayaran.
Universitas Sumatera Utara
99
3. Bagaimana jika seorang nasabah melakukan transaksi pembayaran listrik,
telepon, tagihan air, dan seterusnya ternyata dikemudian hari oleh pihak
PLN dinyatakan bahwa nasabah tersebut dianggap belum pernah membayar
dan nasabah mendapatkan sanksi pemutusan listrik dan harus membayar
denda. Dalam hal ini dengan menggunakan pendekatan teori hukum alam,
dalam kasus diatas bank mampu menyelesaikan kasus tersebut dengan cara
mencari penyebab yang terjadinya, karena dalam kasus diatas terdapat dua
teknis yang tidak sinkron dengan jaringan yang ada pada layanan –
layanan pembayaran, dengan demikian bank akan tahu penyebab
terjadinya permasalahan tersebut dan bank bisa memilih cara
penyelesaianya serta perlindungan hukum terhadap nasabahnya.
Perlindungan nasabah merupakan permasalahan yang sampai saat ini belum
mendapat tempat yang baik dalam sistem perbankan nasional. Berdasarkan Pasal
26 ayat (2) Undang - undang Nomor. 11 Tahun 2008 tentang ITE, menyatakan
bahwa, setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-
undang ini. Artinya dalam hal ini seorang nasabah wajib dan sah secara hukum
mendapatkan perlindungan hukum, apabila terjadi masalah dalam hubungan antara
pihak perbankan dan nasabah dalam menggunakan layanan electronik bank,
seorang nasabah yang mengalami kerugian akibat layanan electronik bank, dapat
mengajukan gugatan kepada pihak bank untuk meminta ganti rugi terhadap
kerugian yang dialaminya hal ini tertuang dalam Pasal 26 ayat (2) Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, dengan demikian secara peraturan perundang-
undangan bahwa seorang nasabah di lindungi oleh hukum yang terkait.
Universitas Sumatera Utara
100
Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang ITE telah menjadi payung
hukum bagi penyelenggaraan kegiatan transaksi elektronik, yang diselenggarakan
oleh bank. Undang-Undang ITE telah mengatur mengenai tanggung jawab yang
fair antara penyelenggara sistem elektronik bank dan nasabah. Memenuhi prinsip
hubungan keperdataan nasabah dengan bank, maka bank bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan penyelenggaraan teknologi informasi yang menggunakan
jasa pihak penyedia jasa. Demikian pula pihak penyelenggara jasa tersebut akan
terikat dengan segala ketentuan sebagai pihak terkait bank.
Perlindungan hukum bagi nasabah pengguna jasa e-banking dalam konsep
hukum, setidaknya dapat disimpulkan bahwa hakikat dari perlindungan hukum
tersebut adalah melindungi kepentingan nasabah penyimpanan dan simpanannya
dalam sebuah bank, serta resiko kerugian yang menimpanya. Perlindungan hukum
ini juga merupakan upaya untuk mempertahankan dan memelihara kepercayaan
masyarakat khususnya nasabah, maka sudah sepatutnya dunia perbankan perlu
memberikan perlindungan hukum kepada nasabah sebagai korban kejahatan e-
banking.
Perlindungan hukum pengguna jasa e-banking bersadarkan teori hukum
alam atau hukum moral sebagai pijakannya. Dalam ajaran moral biasanya
diwujudkan dengan doktrin: jangan mencuri atau jangan mengambil apa yang
bukan milikmu. Doktrin ini menurut penulis diadopsi untuk memberikan
perlindungan hukum nasabah terhadap hilangnya sejumlah dana tabungan nasabah
dalam layanan e-banking agar hak-haknya tidak dilanggar orang lain dan tetap
mendapatkan perlindungan hukum dengan sebagaimana mestinya. Namun
sesungguhnya doktrin hukum alam yang disebutkan tidak adanya
Universitas Sumatera Utara
101
melindungi hak-hak pihak lain, termasuk hak masyarakat lokal atau masyarakat
tradisional atas penggunaan pengetahuan tradisional mereka.107
Atas kerugian materiil yang diderita nasabah dalam mekanisme internet
banking, nasabah bank pengguna internet banking dapat mengajukan suatu
tuntutan maupun meminta pertanggungjawaban dari pihak bank maupun pihak
ketiga, berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata, Undang-Undang
Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Nomor 8 Tahun 1999, serta Undang-Undang Telekomunikasi Nomor 36 Tahun
1999. Permasalahan di atas dapat diselesaikan dengan pertanggungjawaban sebagai
berikut :
C. Penyelesaian Perselisihan antara Bank dan Nasabah Terkait Hilangnya
Sejumlah Dana Tabungan Nasabah Melalui Layanan E-Banking
Kerugian hilangnya sejumlah dana tabungan nasabah melalui e-banking
yaitu dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata apabila karena
kelalaian atau kesalahan bank bersangkutan dan dapat dikaitkan dengan
kepengurusan bank sebagaimana yang bertindak mewakili badan hukum bank
tersebut berdasarkan ketentuan anggaran dasar perusahaan. Terhadap penyelesaian
sengketa disediakan beberapa pilihan media baik melalui jalur luar pengadilan
maupun melalui pengadilan. Bentuk pertanggungjawaban terbatas pada kerugian
materil saja, tidak termasuk kerugian immateril.
108
107 Aryani Witasari, Aris Setiono, Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Electronic Banking
(E-Banking) Di Tinjau Dari Perspektif Hukum Pidana Di Indonesia, Jurnal Pembaharuan Hukum Volume II No. 1 (Januari - April 2015), hlm 93
108 Eka Eldoneris, Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Pengguna Internet-Banking, diakses dari https://ekaeldoneris.wordpress.com/2008/12/09/perlindungan-hukum-bagi-nasabah-pengguna-internet-banking/html, tanggal 15 Februari 2018
Universitas Sumatera Utara
102
a) Apabila kerugian materiil yang diderita oleh nasabah bank pengguna
internet banking tersebut diakibatkan oleh karena kesalahan dari nasabah
bank pengguna internet banking itu sendiri, maka nasabah bank pengguna
internet banking tidak dapat mengajukan tuntutan kepada pihak bank karena
kesalahan tersebut dilakukan oleh nasabah bank pengguna internet banking
sendiri, dan berarti pihak bank tidak melakukan wanprestasi kepada
nasabah bank pengguna internet banking tersebut.
b) Sebaliknya, apabila ternyata kerugian materiil yang diderita oleh nasabah
bank pengguna internet banking diakibatkan oleh karena kesalahan dari
pihak bank, maka pihak bank harus memenuhi tuntutan nasabah bank
pengguna internet banking tersebut serta bertanggungjawab untuk
memberikan ganti kerugian sesuai dengan kerugian yang telah diderita oleh
nasabah bank pengguna internet banking. Karena pihak bank telah
melakukan wanprestasi kepada nasabah bank pengguna internet banking.
c) Jika kerugian materiil yang diderita oleh nasabah bank pengguna internet
banking ternyata disebabkan karena perbuatan pihak ketiga, maka pihak
ketiga yang bersalah itu harus memenuhi tuntutan serta bertanggung jawab
kepada nasabah bank pengguna internet banking tersebut, atas dasar
perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata).
Dalam hal penyelesaian sengketa nasabah (konsumen yang dirugikan)
dengan pihak bank, maka dapat ditempuh melalui upaya hukum berdasarkan Pasal
45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
yaitu :(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan
atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
Universitas Sumatera Utara
103
(sebelum dikeluarkannya peraturan BI mengenai mediasi Perbankan). Melalui
ketentuan Pasal 45 ayat (2) dapat diketahui bahwa untuk menyelesaikan sengketa
konsumen, terdapat dua pilihan yaitu :
b. Penyelesaian di luar pengadilan melalui lembaga yang bertugas
menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, atau
c. Melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan produk hukum berupa Peraturan
Bank Indonesia Nomor: 10/10/PBI/2008 tanggal 28 Februari 2008 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang
Penyelesaian Pengaduan Nasabah tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan
Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 7/24/DPNP tertanggal 18 Juli 2005 yang
ditujukan kepada semua bank di Indonesia tentang Penyelesaian Pengaduan
Nasabah sebagai standar minimum mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah.
Produk hukum tersebut bertujuan mengurangi publikasi negatif terhadap
operasional bank dan menjamin terlaksananya mekanisme penyelesaian pengaduan
nasabah secara efektif dalam jangka waktu yang relatif singkat. Peraturan tersebut
diharapkan dapat mengakomodir tuntutan kesetaraan hubungan antara bank sebagai
pelaku usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan dan
merupakan salah satu bentuk peningkatan perlindungan nasabah dalam rangka
menjamin hak-hak nasabah dalam berhubungan dengan bank.109
Dalam upaya hukum Perselisihan antara Bank dan Nasabah Terkait
Hilangnya Sejumlah Dana Tabungan Nasabah Melalui Layanan E-Banking yang
dilakukan, nasabah dapat melewati langkah-langkah yang ditempuh yaitu: a.
109 Andika Persada Putera, Penyelesaian Sengketa Perbankan Dengan Mediasi, Jurnal
Yuridika : Volume 28 No 1, (Januari-April 2013), hlm 57
Universitas Sumatera Utara
104
Apabila terjadinya permasalahan kerugian yang timbul akibat kelalaian pihak bank,
nasabah dapat melakukan langkah pertama yaitu melakukan pengaduan ke pihak
bank dalam pelayanan pengaduan nasabah yang diatur pada PBI No.7/7/PBI/2005
jo PBI No. 10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. b. Apabila
pihak nasabah masih belum merasa puas akan pelayanan pengaduan nasabah dari
bank, langkah kedua yang dilakukan adalah dengan menggunakan upaya mediasi.
Dalam hal ini upaya mediasi telah disediakan oleh pihak perbankan, yang terdapat
pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/5/PBI/2006 jo PBI NO.10/10/PBI/2008
tentang Mediasi Perbankan.
E-banking sebagai inovasi dari produk perbankan yang memanfaatkan
teknologi sistem informasi, selain memberikan keuntungan dan kemudahan dalam
transaksi perbankan juga mempunyai dampak risiko yang dapat merugikan
kepentingan pihak bank maupun nasabah sebagai penyelenggara dan pengguna
layanan internet banking dalam transaksi perbankan yang dilakukan. Transaksi
perbankan melalui e-banking dapat menimbulkan permasalahan hukum yang dapat
merugikan para pihak, sehingga memungkinkan munculnya sengketa antara para
pihak di kemudian hari. Permasalahan hukum yang mungkin muncul dalam
transaksi perbankan melalui internet banking salah satunya yakni menyangkut
keamanan sistem informasi. Internet banking yang memanfaatkan teknologi sistem
informasi membuat transaksi perbankan yang dilakukan semakin berisiko. Dengan
kenyataan seperti ini, faktor keamanan merupakan hal yang penting dan paling
perlu diperhatikan.110
110 Mutiara Annisa, Masa Depan Industri Keuangan Dan Perbankan Di Era Digital
Ekonomi, diakses dari
https://www.kompasiana.com/kelompok5top/5a0272ae9b1e67146d033532/ masa-depan-industri-keuangan-perbankan-di-era-digital-ekonomi.html, tanggal 16 Februari 2018
Universitas Sumatera Utara
105
Kecanggihan teknologi tak selamanya menjamin keamanan dalam
melakukan transaksi perbankan. Sebagai contoh, pada Tahun 2001, dunia
perbankan diributkan oleh kasus pembobolan internet banking milik Bank BCA,
yang lebih dikenal dengan kasus klikbca. Kasus ini dilakukan oleh Steven
Haryanto yang dengan sengaja membuat situs palsu layanan Internet Banking BCA
dengan membeli domain-domain internet dengan nama mirip www.klikbca.com
(situs asli Internet Banking BCA), antara lain wwwklikbca.com, kilkbca.com,
clikbca.com, klickbca.com, dan klikbac.com dengan tampilan yang sama persis
dengan situs Internet Banking BCA. Dalam hal ini pelaku memanfaatkan kesalahan
ketik yang mungkin dilakukan oleh nasabah, sehingga pelaku mampu mendapatkan
User ID dan PIN dari nasabah yang memasuki situs plesetan tersebut. Di dalam
kasus ini, diperkirakan 130 nasabah tercuri datanya
(http://www.wikibooks.com).111
Berdasarkan contoh-contoh kasus di atas, dapat dilihat bahwa di dalam hal
ini yang paling dirugikan adalah nasabah pengguna layanan internet banking. Dari
sinilah muncul kemungkinan terjadi sengketa antara para pihak, yakni pihak bank
dengan nasabah. Sengketa yang timbul antara pihak bank dengan nasabah dapat
Contoh lain, yakni kasus pembobolan uang nasabah Internet Banking BCA
Cabang Purwokerto pada Tahun 2001, yang dilakukan oleh orang tak dikenal
dengan menggunakan fasilitas internet. Nasabah telah kehilangan uang sebesar Rp
38 juta, yang diambil hampir setiap hari oleh pelaku sampai rekening tersebut
ditutup (http://www.cert.or.id).
111 Januar Ikmal, Permasalahan IT di Internet Banking, diakses dari http://januar-
ikmal.blogspot.co.id/2012/10/peran-teknologi-dalam-dunia-perbankan.html, tanggal 17 Februari 2018
Universitas Sumatera Utara
106
diselesaikan dengan mengacu pada perjanjian yang telah disepakati oleh para
pihak, mengingat belum ada pengaturan secara khusus tentang transaksi perbankan
melalui e-banking dalam sistem perundang-undangan di Indonesia, sehingga belum
ada aturan yang tegas mengenai upaya hukum ataupun sanksi hukum yang dapat
diterapkan.
Perjanjian merupakan prosedur dan undang-undang bagi pihak-pihak yang
membuatnya. Hal ini berarti bahwa pejanjian yang dibuat itu sah dan mengikat
kedua belah pihak, dalam hal ini yaitu pihak bank dengan nasabah. Kedua belah
pihak wajib melaksanakan isi perjanjian dan tidak dibenarkan untuk membatalkan
atau mengakhiri perjanjian tanpa persetujuan kedua belah pihak ataupun tanpa
alasan yang dibenarkan oleh undang-undang. Hal ini sesuai dengan rumusan Pasal
1338 KUH Perdata. Apabila suatu perjanjian telah disepakati, maka masing-masing
pihak terikat karenanya dan berkewajiban memenuhi prestasinya. Akan tetapi, di
dalam pelaksanaannya terdapat kemungkinan mengalami hambatan-hambatan yang
pada akhirnya mempengaruhi tujuan perjanjian yang telah disepakati, seperti
halnya munculnya sengketa antara pihak bank dan nasabah akibat permasalahan
hukum yang timbul dalam layanan internet banking, yang pada akhirnya
mempengaruhi tujuan perjanjian yang telah disepakati para pihak.112
Di dalam suatu perjanjian memuat syarat-syarat sahnya perjanjian. Suatu
hal tertentu merupakan syarat obyektif dari perjanjian, yakni mengenai apa yang
diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan. Di
dalam perjanjian yang disepakati para pihak dalam layanan e-banking, sedikitnya
112 M. Erza Pahlevi, Hubungan Antara Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUHPerdata Dalam
Hukum Perjanjian, diakses dari http://butonlondon.blogspot.co.id/2012/04/hubungan-antara-pasal-1338-dan-pasal.html, tanggal 18 Februari 2018
Universitas Sumatera Utara
107
juga memuat dalam klausul perjanjian mengenai hak dan kewajiban para pihak
apabila terjadi perselisihan, serta upaya hukum apa yang akan digunakan untuk
menyelesaikan sengketa antara para pihak. Sengketa yang terjadi antara pihak bank
dengan nasabah dapat diselesaikan melalui pengadilan (litigasi) maupun di luar
pengadilan (nonlitigasi). Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya
dilakukan melalui pengadilan (litigasi), di mana posisi para pihak saling
berlawanan satu sama lain. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa melalui
pengadilan tidak direkomendasikan, kalaupun akhirnya ditempuh, penyelesaian itu
semata-mata hanya sebagai jalan yang terakhir setelah alternatif atau upaya
penyelesaian sengketa yang lain dinilai tidak membuahkan hasil.113
d) Peradilan berperan sebagai katup penekan atas segala pelanggaran hukum,
ketertiban masyarakat, dan pelanggaran ketertiban umum.
Proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan biasanya memerlukan
biaya yang relatif mahal dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga para pihak
yang bersengketa mengalami ketidakpastian, padahal sistem penyelesaian sengketa
sederhana, cepat dan biaya ringan adalah salah satu asas peradilan di Indonesia.
Meskipun demikian, keberadaan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
tetap dibutuhkan. Tempat dan kedudukan peradilan dalam negara hukum dan
masyarakat demokrasi masih dapat diandalkan, antara lain :
113 Hananto Prasetyo, Pembaharuan Hukum Perjanjian Sportentertainment Berbasis Nilai
Keadilan (Studi Kasus Pada Petinju Profesional di Indonesia), Jurnal Pembaharuan Hukum Volume IV No. 1 (Januari - April 2017), hlm 120
Universitas Sumatera Utara
108
e) Peradilan masih tetap diharapkan berperan sebagai tempat terakhir mencari
kebenaran dan keadilan, sehingga peradilan masih tetap diandalkan sebagai
badan yang berfungsi menegakkan kebenaran dan keadilan.114
Keputusan dari para pihak, dalam batas tertentu litigasi sekurangkurangnya
menjamin bahwa kekuasaan tidak dipengaruhi hasil dan dapat menjamin
ketentraman sosial. Sebagai suatu ketentuan umum dalam proses gugatan, litigasi
sangat baik untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan masalah-masalah posisi
pihak lawan.
115 Litigasi juga memberikan suatu standar prosedur yang adil dan
memberikan peluang yang luas kepada para pihak untuk didengar keterangannya
sebelum diambil keputusan. Litigasi tidak hanya menyelesaikan sengketa, tetapi
juga menjamin suatu bentuk ketertiban umum yang tertuang dalam undang-
undang, baik secara eksplisit maupun implisit. Selain melalui pengadilan, sengketa
antara para pihak juga dapat diselesaikan di luar pengadilan. Apabila masing-
masing pihak berkeinginan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul secara baik-
baik, penyelesaian sengketa tersebut dapat diperjanjikan untuk diselesaikan di luar
hukum acara.116
Perjanjian yang telah disepakati bersama merupakan undang-undang bagi
para pihak yang membuatnya. Dasar hukum dalam upaya penyelesaian sengketa ini
adalah kehendak bebas yang teratur dari pihak-pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikan perselisihannya di luar pengadilan, sehingga cara penyelesaian
114 Yahya Harahap. Beberapa Tinjauan mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian
Sengketa. (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm 237 115 Priyatna Abdurrasyid. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. (Jakarta:
Penerbit PT. Fikahati Aneska, Cetakan kedua 2011), hlm 69 116 Candra Irawan, Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa di luar
Pengadilan (Alternatif Dispute Resolution) di Indonesia. (Jakarta: Penerbit CV. Mandar Maju, 2010), hlm 94
Universitas Sumatera Utara
109
sengketa yang ditempuh sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing pihak,
apakah melalui proses peradilan ataukah menggunakan cara penyelesaian sengketa
yang lain. 117
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,
penyelesaian sengketa perdata disamping dapat diajukan ke peradilan umum juga
terbuka kemungkinan diajukan melalui arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum, yang dimaksud arbitrase
adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Di dalam undang-undang ini disebutkan pula Alternatif Penyelesaian
Sengketa, yakni lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan
cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Lembaga hukum yang
dapat digunakan untuk penyelesaian sengketa dalam transaksi perbankan melalui
internet banking yakni melalui lembaga Alternetive Dispute Resolution (ADR). Di
dalam sudut pandang yang luas, ADR meliputi segala cara penyelesaian sengketa
di luar pengadilan, dan secara garis besar ADR dapat dikualifikasikan dalam
negosiasi, good offices, mediasi, konsiliasi, arbitrase, dan kombinasi dari kelima
media tersebut minitrial, summary jury trial, rent-a-judge, mediasi-arbitrase.
118
117 Seftia Azrianti, Prosedur Hukum Upaya Penyelesaian Sengketa Atas Terjadinya
Wanprestasi Dalam Sewa Menyewa Rumah Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1994 Tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik, Jurnal Petita Vol 3 No.1 (Juni 2016), hlm 77
118 Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Yogyakarta : Penerbit Citra Media, Yogyakarta, 2006), hlm 82
Universitas Sumatera Utara
110
Penyelesaian sengketa dalam transaksi perbankan melalui internet ini dapat
saja dilakukan secara tradisional, misalnya melalui lembaga arbitrase. Untuk dapat
dilakukan penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase, para pihak harus
melihat apakah ada klausul arbitrase, dalam arti kata selain ada perjanjian pokok
yang bersangkutan diikuti atau dilengkapi dengan persetujuan arbitrase. Dari
berbagai sumber undang-undang, peraturan dan konvensi internasional dapat
dijumpai dua bentuk klausul arbitrase, yakni Pactum de compromittendo dan Akta
kompromis.119 Pactum de compromittendo adalah para pihak yang mengikatkan
kesepakatan akan menyelesaikan persengketaan yang mungkin timbul melalui
forum arbitrase. Pada saat mereka mengikatkan dan menyetujui klausul arbitrase,
sama sekali belum terjadi perselisihan. Sedangkan akta kompromis adalah sebuah
perjanjian arbitrase yang dibuat setelah timbulnya perselisihan antara para pihak.
Jika para pihak yang bersengketa dalam layanan internet banking telah melakukan
kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, maka perlu ditunjuk
arbiter yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh
Pengadilan Negeri atau oleh Lembaga Arbitrase untuk memberikan putusan
mengenai sengketa tersebut.120
Pasal 4 Ayat (1) UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum menyatakan bahwa “Dalam hal para
pihak telah menyetujui bahwa sengketa di antara mereka akan diselesaikan melalui
arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang, maka arbiter berwenang
menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak jika hal ini
119 M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian
Sengketa, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm 100 120 Jimmy Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan : Negoisasi,
Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase, (Jakarta : Penerbit Visimedia, 2012), hlm 84
Universitas Sumatera Utara
111
diatur dalam perjanjian mereka”. Di dalam Pasal 3 disebutkan pula bahwa
“Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang
telah terikat dalam perjanjian arbitrase”. Akan tetapi, putusan arbiter hanya
mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk
dieksekusi dari pengadilan. Selain melalui arbitrase, sengketa yang terjadi antara
para pihak dapat diselesaikan pula melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa, yakni
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Konsultasi merupakan suatu
tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu (konsultan) dengan
pihak lain (klien), di mana konsultan memberikan pendapat untuk memenuhi
keperluan pihak lain tersebut, tetapi klien bebas menentukan sendiri keputusan
yang akan diambil untuk kepentingannya sendiri.
Negosiasi merupakan proses tawar menawar atau pembicaraan untuk
mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi di antara para
pihak, yang dilakukan baik karena telah ada sengketa di antara para pihak maupun
hanya karena belum ada kata sepakat disebabkan belum pernah dibicarakan
masalah tersebut. Konsiliasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa di
antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak,
sebagai fasilitator untuk melakukan komunikasi di antara para pihak, sehingga
dapat ditemukan solusi oleh para pihak sendiri. Penilaian Ahli merupakan
penafsiran dari seseorang sebagai ahli dari suatu bidang ilmu tertentu, dalam hal ini
hukum penyelesaian sengketa, yang berperan menganalisa suatu peristiwa hukum
Universitas Sumatera Utara
112
sesuai ilmu yang dikuasai dalam rangka mencapai suatu kesepakatan para pihak
yang bersengketa.121
D. Tanggungjawab Bank Terhadap Hilangnya Sejumlah Dana Tabungan
Nasabah Melalui Layanan E-Banking
Berdasarkan upaya-upaya penyelesaian sengketa di atas, maka diharapkan
sengketa yang terjadi antara para pihak dapat diselesaikan dengan memperoleh
hasil putusan yang seadil-adilnya melalui upaya penyelesaian sengketa yang
disepakati para pihak.
Sebagaimana diatur didalam Pasal 7 huruf b yang sebelumnya telah
dijelaskan diatas tentang Kewajiban Pelaku Usaha. Perbuatan yang dilakukan oleh
bank kepada nasabah, tidak memberikan informasi yang jelas tentang karyawannya
dan nasabah tidak mengetahui rekam jejak (track record) dari karyawan tersebut.
Karyawan bank yang sering menjemput dana nasabah, dana tersebut
disalahgunakan dengan memasukkan dana tersebut ke rekening penjemput dana
nasabah atau pegawai bank, sehingga nasabah menggalami kerugian. Bank sebagai
pelaku usaha harus bertanggung jawab, mengganti kerugian terhadap nasabah.
Tanggung jawab pelaku usaha telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 19 Tentang tanggung jawab pelaku
usaha yang menyatakan:
a. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan;
121 Sophar Maru Hutaglung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2012), hlm 53
Universitas Sumatera Utara
113
b. Ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang
dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi;
d. Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan
pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan
tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Didalam tanggung jawab pelaku usaha Pasal 1367 KUHPerdata
menyatakan bahwa seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang
disebabkan perbuatan sendiri, akan tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan
oleh perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh
barang-barang yang berada dibawah pengawasannya. Didalam Pasal 1367
KUHPerdata tersebut menjelaskan bahwa seseorang tidak hanya bertanggung
jawab atas perbuatannya sendiri, melainkan orang tersebut harus tanggung jawab
pula terhadap sebuah kerugian yang disebabkan oleh orang lain yang menjadi
tanggungannya. Bank sebagai majikan yang bertanggung jawab atas perbuatan
melawan hukum dari para pegawainyan atau karyawannya. Tanggung jawab ini
Universitas Sumatera Utara
114
tidak tergantung pada kesalahan apa pun yang dilakukan oleh majikan (tanggung
jawab mutlak).122
Seperti kasus Surianty, seorang nasabah bank ternama kaget besar tatkala
melihat tabungannya terkuras sebesar Rp19.450.000 (sembilan belas juta empat
ratus lima puluh ribu rupiah). Begitu kaget, karena si nasabah merasa tidak ada
melakukan transaksi penarikan dari tabungan. Curiga atas transaksi itu, kemudian
si nasabah mencari tahu sebab musabab raibnya uang itu. Ternyata memang benar
telah terjadi transaksi dengan mempergunakan kartu ATM (anjungan tunai
mandiri/auto teller machine). Lalu, si nasabah mengadukan masalah itu ke pihak
bank. Masalahanya respons bank cukup sederhana, bank menganggap tidak ada
masalah sama sekali pada proses transaksi dan memosisikan pengadu
bertanggungjawab sendiri atas masalah itu. Menurut bank semua proses transaksi
sah dan tidak ada yang mencurigakan. Aneh bin ajaib memang. Betapa tidak,
sebuah bank besar dengan jaringan nasabah besar, tak merasa berdosa atas
kerugian nasabahnya. Apalagi bank berlindung dibalik kedok nasabah harus
tunduk pada ketentuan klausula baku.
123
Memang, peraturan-peraturan yang dikeluarkan bank cenderung sepihak,
yakni penyelamatan atau proteksi diri. Bank membuat peraturan yang bertujuan
agar kepentingannya berjalan dengan mulus dan kerugian tidak berada pada
pihaknya. Salah satu peraturan yang tidak berpihak pada nasabah adalah
pernyataan bank tidak bertanggung jawab atas penggunaan buku tabungan, ATM,
122 Wuria Eli Dewi, Hukum Perlindungan Konsumen, Cet I, (Yogyakarta : Penerbit Graha
Ilmu, 2015), hlm 37 123 Farid Wadji, Rapuhnya Posisi Nasabah Bank diakses dari http://farid-
wajdi.com/detailpost/rapuhnya-posisi-nasabah-bank.html, tanggal 28 Februari 2018
Universitas Sumatera Utara
115
SMS banking, phone banking, dan internet banking oleh pihak yang tidak
bertanggungjawab, juga pernyataan jika ada perbedaan saldo antara yang tertera
pada buku tabungan yang dinyatakan benar adalah saldo yang ada pada data bank.
Pernyataan terakhir ini sangat merugikan nasabah. Kasus tidak keluarnya uang dari
ATM akan menyebabkan perbedaan saldo, untuk hal tersebut bank tidak mau
bertanggung jawab selain menelusuri permasalahannya. Manusia tentu
memungsikan uang, ATM, SMS banking, phone banking, sampai internet banking
pada posisi penting. Berbagai transaksi dilakukan melalui media tersebut, mulai
sosial, keluarga, sampai bisnis. Bagaimana jadinya kalau transaksi bisnis yang
sudah disepakati harus batal hanya karena bermasalah pada sistem bank? Apalagi
kalau masalahnya sampai uang tidak keluar sementara saldo berkurang. Kalau ini
terjadi, rugi berlipat jadinya, transaksi batal, uang raib.124
Secara empirik, kasus internet banking lebih parah lagi. Begitu banyak
tangan-tangan "jahil" bergerilya di dunia maya itu, menguras "dompet maya" orang
berduit. Jika terjadi pembobolan, bank pun tak mau bertanggung jawab. Bank
beralasan itu kesalahan nasabah, PIN-nya gampang dilacak, dan sebagainya. Atau,
bahkan nasabah sendiri yang dituduh telah melakukan transaksi.
125
Bank berprinsip kehilangan uang melalui ATM itu tanggungjawab si
nasabah. Pokoknya argumen apapun yang disampaikan nasabah, semua itu
salahnya si nasabah, tanpa berusaha melakukan introspeksi dan restropeksi. Tetapi
Surianty punya nyali, pantang untuk menyerah. Gagal dapatkan ganti rugi dari
bank, Surianty menempuh upaya hukum melalui Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK). Cukup panjang proses untuk menggenggam keadilan itu.
124 Ibid 125 Ibid
Universitas Sumatera Utara
116
Nasabah dan bank saling berargumentasi. Saksi dan bukti diajukan. Untungnya,
putusan BPSK memang berpihak pada Surianty, bank diwajibkan untuk
mengembalikan uang si nasabah. Masalahnya pihak bank justru keberatan dan
menggugat si nasabah ke pengadilan. Nasib si nasabah, seperti sudah jatuh tertimpa
tangga pula. Posisi nasabah bank begitu rapuh. Sama sekali tiada kebijakan hukum
yang dapat melindunginya.126
Keberadaan perbankan di Indonesia semakin banyak. Setidaknya terlihat
dengan hadirnya bank-bank baru tumbuh dan berkembang, dana yang berhasil
dihimpun dari masyarakat pun merupakan catatan keberhasilan perbankan. Jumlah
dana yang dapat dihimpun suatu bank merupakan pencerminan dari meningkatnya
kepercayaan masyarakat terhadap bank. Semakin banyak dana yang dihimpun
berarti merupakan suatu indikasi bagi bank, bahwa bank yang bersangkutan
mendapat kepercayaan dari masyarakat. Bisnis perbankan merupakan bisnis
kepercayaan. Oleh karena itu pengelolaan yang hati-hati sangat diperlukan karena
dana dari masyarakat dipercayakan kepadanya.
127
Bank dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip
kehati-hatian, dan juga harus menjaga kesehatan bank agar tetap terjaga terus demi
kepentingan masyarakat pada umumnya dan bagi para nasabah penyimpan dana.
Sebagai lembaga keuangan, bank yang merupakan tempat masyarakat menyimpan
dananya dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali
pada waktunya dan disertai dengan bunga, yang dimaksud di sini bahwa suatu bank
sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat tersebut. semakin tinggi
126 Ibid 127 Joice Irma Runtu Thomas, Pertanggungjawaban Bank Terhadap Hak Nasabah Yang
Dirugikan Dalam Pembobolan Rekening Nasabah, Journal Lex et Societatis, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
Universitas Sumatera Utara
117
kepercayaan masyarakat, semakin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk
menyimpan uangnya pada bank dan menggunakan jasa-jasa lain dari bank.128
Kompetisi antarbank, kini semakin ketat, transaksi-transaksi perbankan
beraneka ragam dan setiap bank mencari cara-cara baru untuk menawarkan
jasanya, antara lain yaitu dengan disediakannya mesin ATM, jasa perbankan
melalui telepon, hingga media internet. Beraneka ragamnya jasa yang ditawarkan
oleh setiap bank saat ini, khususnya jasa bank melalui fasilitas sistem elektronik,
pada kenyataannya sangat rentan akan kejahatan, kurang terjaminnya keamanan
serta perlindungan hukum belum memadai terhadap transaksi yang dilakukan oleh
pihak bank bagi nasabahnya,yang menyebabkan nasabahnya selalu berada dalam
posisi yang lemah. Banyak masalah yang dapat timbul akibat penggunaan fasilitas
Bank-bank dalam memberikan produk yang diunggulkan dan berusaha
maksimal untuk menarik simpati masyarakat, seharusnya pihak bank dan pihak
nasabah harus berhati-hati dalam mengelola maupun mempercayakan dananya
pada bank. Pihak bank harus bisa mengukur kemampuan untuk membayar kembali
dana simpanan nasabah tersebut berikut bagi hasilnya. Di sisi lain, bagi para
nasabah harus memahami benar bank yang bagaimana yang dapat dipercaya.
Nasabah jangan hanya tergiur bunga yang tinggi, bonus atau hadiah dan lainnya,
jika ternyata bank yang dipercaya tersebut memiliki kondisi yang kurang
memuliakan nasabah. Jadi, kewajiban pembuktian ada pada nasabah. Tanggung
jawab bank dalam transfer dana, bank dibebaskan dari pertanggung jawaban
hukum, bilamana terjadi kesalahan atau keterlambatan dalam hal transfer dana
elektronik yang disebabkan oleh kesalahan hardware atau software dari komputer.
128 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Utama
Grafika, 2005), hlm 55
Universitas Sumatera Utara
118
sistem elektronik banking, mengkaji upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
nasabah bank terhadap kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan fasilitas sistem
elektronik banking. Harusnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK) dapat memberikan perlindungan terhadap
nasabah bank pada penggunaan fasilitas sistem elektronik banking. Pasal 4 UUPK
tersebut mengatur tentang hak-hak konsumen dalam hal ini harusnya diterapkan
terhadap nasabah bank.
Masalahnya dalam kompetisi antarbank itu, nasib nasabah justru
terlupakan. Fitur atau fasilitas terus diobral, tetapi posisi nasabah tetap rapuh.
Pelajaran terpenting dari kegaduhan akibat pembobolan 6 (enam) ATM yakni
perlunya melindungi nasabah dari potensi rugi. Kerugian itu bisa saja terjadi
karena sistem teknologi bank, kejahatan pihak ketiga maupun moral buruk oknum
petugas bank. Di luar itu, memang masih ada secuil harapan apabila timbul
kerugian akibat penggunaan fasilitas sistem elektronik banking. Nasabah bank
dapat melakukan upaya hukum baik secara perdata maupun pidana. Pilihan hukum
yang ada dapat berupa mengajukan gugatan secara perdata ke Pengadilan Negeri
dalam daerah hukum sebagaimana ditentukan dalam perjanjian antara bank dengan
nasabahnya atau dalam daerah hukum kedudukan bank sebagai tergugat sesuai
dengan Pasal 118 HIR. Perbuatan hukum itu dilakukan atas dasar hukum Perbuatan
Melawan Hukum menurut Pasal 1365 KUHPerdata atau wanprestasi.129
129 Ibid
Universitas Sumatera Utara
119
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa :
1. Perlindungan hukum terhadap nasabah bank dapat dikategorikan menjadi 2
(dua), yakni secara preventif dan secara represif. Perlindungan Nasabah
secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya permasalahan atau
sengketa, dimana masyarakat diberikan kesempatan untuk mengajukan
pendapat sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.
Sarana perlindungan Hukum Preventif yakni regulasi upaya perlindungan
hukum konsumesn perbankan dan sosialisasi edukasi oleh Otoritas Jasa
Keuangan yang diatur dalam POJK Nomor: 1/POJK.07/2013, pelayanan dan
penyelesaian pengaduan konsumen pada pelaku usaha jasa yang diatur
dalam SEOJK Nomor: 2/SEOJK.07/2014, dan sanksi administratif yang
diatur dalam POJK Nomor: 01/POJK.07/2014.
Perlindungan Represif bertujuan untuk menyelesaikan masalah atau
sengketa yang timbul. Sarana perlindungan represif berupa ketentuan Pasal
39 POJK No. 1/POJK.07/2013 menjelaskan bahwa apabila konsumen dan
pelaku usaha jasa keuangan tidak mencapai kesepakatan maka
penyelesaiannya dapat dilakukan diluar pengadilan melalui lembaga
halternatif penyelesaian sengketa yang ditetapkan oleh pengadilan atau
Otoritas Jasa Keuangan.
2. E-banking sebagaimana diatur di Peraturan Bank Indonesia No.
9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan
Universitas Sumatera Utara
120
Teknologi Informasi oleh Bank Umum termasuk Layanan Perbankan
melalui Media Elektronik yaitu layanan yang memungkinkan nasabah bank
untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan
transaksi perbankan melalui media elektronik.
3. Kerugian hilangnya sejumlah dana tabungan nasabah melalui
e-banking yaitu dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata
apabila karena kelalaian atau kesalahan bank bersangkutan dan dapat
dikaitkan dengan kepengurusan bank sebagaimana yang bertindak mewakili
badan hukum bank tersebut berdasarkan ketentuan anggaran dasar
perusahaan. Terhadap penyelesaian sengketa disediakan beberapa pilihan
media baik melalui jalur luar pengadilan maupun melalui
pengadilan. Bentuk pertanggungjawaban terbatas pada kerugian materil
saja, tidak termasuk kerugian immateril. Hal ini diatur dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 45.
Bank Indonesia juga melalui produk hukumnya mengeluarkan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/7PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan
Nasabah sebagai standar minimum mekanisme penyelesaian pengaduan
nasabah. Produk tersebut mengurangi publikasi negatif terhadap operasional
bank dan menjamin terlaksananya mekanisme penyelesaian pengaduan
nasabah secara efektif dalam jangka waktu yang relatif singkat.
B. Saran
Adapun saran yang diberikan dalam penulisan skripsi ini mengenai :
Universitas Sumatera Utara
121
1. Didalam peraturan-peraturan yang telah ada dalam dunia perbankan,
sekiranya pemerintah juga perlu segera merevisi Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan dengan menambahkan lebih spesifik
perlindungan hukumnya dalam kerahasiaan bank dapat dicantumkan lebih
spesifik terhadap nasabah dalam bentuk pemberian informasi transaksi
keuangan nasabah yang apabila dirugikan, agar mengetahui sebab-sebab
terjadinya kerugian yang dialami oleh nasabah.
2. Saran kepada OJK, Bank Indonesia dan bank umum yang terdapat di
Indonesia untuk melakukan tindakan perlindungan kepada nasabah dalam
kejahatan e-banking secara berkesinambungan dan secara terusmenerus
karena teknologi berkembang dengan pesat, sehingga baik peraturan
maupun tindakan-tindakan perbankan dalam melindungi nasabah harus
selalu diperbaharui dan mengikuti perkembangan teknologi tersebut.
3. Nasabah untuk lebih berhati-hati dan lebih peka terhadap
kemungkinankemungkinan terjadinya kejahatan e-banking karena
pencegahan dalam kejahatan e-banking seharusnya dilakukan oleh para
pihak bukan hanya kewajiban dari bank saja.
Universitas Sumatera Utara
122
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Asikin, Pokok-Pokok Hukum Perbankan, PT. Raja Grasindo Persada, Jakarta. 1995 Dendawijaya, Lukman, Manajemen Perbankan, Edisi kedua. Jakarta : Ghalia
Indonesia, 2003 Harahap., Yahya, Beberapa Tinjauan mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian
Sengketa. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1997 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Penerbit Kencana
Prenada Media Group, 2000 Hutaglung, Sophar Maru, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2012 Ibrahim, Johannes, Cross Default dan Cross Collateral Sebagai Upaya
Penyelesaian Kredit Bermasalah, Jakarta : PT. Refika Aditama 2004 Lipis, Allen H., Perbankan Elektronik, Jakarta : Rineka Cipta, 2012 Notoatmojo, Soekidjo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010 Permadi Gandapraja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 2004 Pradja, Juhaya S., Dasar-dasar Perbankan, Bandung : Penerbit Pustaka Setia, 2013 Riswandi, Budi Agus, Hukum dan Internet di Indonesia. Yogyakarta : UII Press.
2003 Sembiring, Jimmy Joses, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan :
Negoisasi, Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase, Penerbit Visimedia, Jakarta, 2012
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Grasindo, 2000 Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang
Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993
Susilo, Y Sri dkk. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Salemba Empat.
2009 Supriyono, Maryanto. Buku Pintar Perbankan. Yogyakarta: ANDI. 2011
Universitas Sumatera Utara
123
Suryani, Komunikasi Terapeutik : Teori Dan Praktik. Jakarta: Penerbit Egc, 2010 Sutedi, Adrian, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta: Penerbit Raih Asa
Sukses, 2014 Sutiyoso, Bambang, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Penerbit Citra Media,
Yogyakarta, 2006 Totok, Budisantoso, Triandaru Sigit. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta :
Salemba Empat, 2006 Trisadini P. Usanti dan Abd. Shomad, Hukum Perbankan, (Jakarta : Penerbit
Kencana, 2017) Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Penerbit
Gramedia, 2001 Vyctoria. Bongkar Rahasia E-Banking Security dengan Teknik Hacking dan
Carding. Yogyakarta: Andi, 2013 B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang lembaga
alternatif penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan C. Jurnal dan Makalah Brian A.P., Diskusi Permasalahan Hukum Terkait Internet Banking dan Solusi
Penyelesaiannya. Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 3, Nomor 2. Tahun 2005
Dendhana, Toto Octaviano, Penerapan Prudential Banking Principle dalam Upaya
Perlindungan Hukum bagi Nasabah Penyimpan Dana, Journal Lex et Societatis, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
Dwi Ayu Astrini, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Pengguna Internet
Banking Dari Ancaman Cybercrime, Juornal Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015
Lastuti Abubakar & Tri Handayani, Telaah yuridis terhadap implementasi prinsip
kehati-hatian bank dalam aktivitas perbankan indonesia, Journal De Lega Lata, Volume 2, Nomor 1, Januari – Juni 2017
Universitas Sumatera Utara
124
Maulina, Selly, Tanggung Jawab Bank Terhadap Nasabah Yang Mengalami Kerugian Dalam Penggunaan Elektronik Banking, Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016)
Putri Mardiani Agusti & Hudi Asrori, Bantuan Hukum Sebagai Alternatif
Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Lembaga Keuangan Mikro Terhadap Risiko Kerugian, Privat Law Vol. IV No. 2 Juli - Desember 2016
Radiansyah, Ikhsan Candiwan, Yudi Priyadi, Analisis ancaman phishing dalam
layanan online banking, Jurnal Ekonomika-Bisnis,Vol. 7 No. 1 Bulan Januari Tahun 2016
Rahadjo, Budi, Aspek tehnologi dan keamanan dalam internet banking, Makalah
Seminar Internet Banking: “Internet banking: Implementasi dan Tantangannya ke depan, Jakarta, 2001
Sitompul, Zulkarnain, Penjaminan Dana Nasabah Bank, Jurnal Hukum Bisnis, No.
22, 2003 Witasari, Aryani, Aris Setiono, Perlindungan Hukum Pengguna Jasa Electronic
Banking (E-Banking) Di Tinjau Dari Perspektif Hukum Pidana Di Indonesia, Jurnal Pembaharuan Hukum Volume II No. 1 Januari - April 2015
D. Website
Dena Firmayuansyah, “Perkembangan Layanan Internet Banking Indonesia dan Jepang”, diakses dari http://www.halojepang.com tanggal 9 Agustus 2017 jam 13.30 Wib
http://www.hukum-ut.id/2017/03/hukum-perlindungan-konsumen.html
http://awandapamungkas.blogspot.co.id/2012/12/hukum-perlindungan-konsumen.html
https://indonesianlegaldiscussion.wordpress.com/2014/12/13/perbedaan-perbuatan-
melawan-hukum-dengan-perjanjian https://darmawanachmad.wordpress.com/2010/02/27/pembinaan-dan-pengawasan-
perbankan/html http://www.simulasikredit.com/kartu-atm-tertelan-lakukan-ini-bila-atm-tertelan-di-
mesin http://iqtishod.blogspot.co.id/2010/02/analisis-yuridis-hukum-e-banking-
dalam.html WD Agustutin, “Perlindungan Hukum dalam Internet Banking terhadap nasabah
bank” diakses dari https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1103005038-3-bab2.pdf, tanggal 8 Agustus 2017 jam 13.00 Wib
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara