tinjauan pustaka epiglotitis

19
BAB I PENDAHULUAN Epiglotitis akut adalah suatu infeksi akut Haemophillus influenzae di orofaring, hipofaring, dan laring supraglotik. Pada epiglotitis, atau yang kadang disebut supraglotitis terjadi selulitis yang melibatkan banyak area supraglotis. Epiglotitis akut secara khas terdapat pada anak-anak dengan usia diantara 2 sampai 6 tahun, walaupun pada usia yang lain termasuk dewasa dapat terjadi. Pada banyak kasus, patogen yang berperan adalah Haemophillus influenzae tipe B (HIB). Dengan diperkenalkannya imunisasi vaksin HIB, maka insidensi epiglotitis telah berkurang lebih dari 90%. Gejala dari epiglotitis akut berkembang sangat cepat dalam hitungan jam, berkisar selama 2-6 jam dengan onset demam, nyeri tenggorokan, dan stridor inspirasi. Diagnosis epiglotitis akut harus dipertimbangkan bila rasa sulit menelan dan rasa sakit di tenggorokan tidak sesuai dengan gejala-gejala faringitis yang terlihat. Dalam menunjang diagnosis epiglotitis dapat dilakukan foto polos leher lateral, dimana dapat terlihat obstruksi supraglotis karena pembengkakan epiglotis. Walaupun epiglotitis merupakan infeksi yang jarang, namun kesadaran akan penyakit ini sangat 1

description

tht

Transcript of tinjauan pustaka epiglotitis

Page 1: tinjauan pustaka epiglotitis

BAB I

PENDAHULUAN

Epiglotitis akut adalah suatu infeksi akut Haemophillus influenzae di

orofaring, hipofaring, dan laring supraglotik. Pada epiglotitis, atau yang kadang

disebut supraglotitis terjadi selulitis yang melibatkan banyak area supraglotis.

Epiglotitis akut secara khas terdapat pada anak-anak dengan usia diantara 2

sampai 6 tahun, walaupun pada usia yang lain termasuk dewasa dapat terjadi.

Pada banyak kasus, patogen yang berperan adalah Haemophillus influenzae tipe B

(HIB). Dengan diperkenalkannya imunisasi vaksin HIB, maka insidensi epiglotitis

telah berkurang lebih dari 90%.

Gejala dari epiglotitis akut berkembang sangat cepat dalam hitungan jam,

berkisar selama 2-6 jam dengan onset demam, nyeri tenggorokan, dan stridor

inspirasi. Diagnosis epiglotitis akut harus dipertimbangkan bila rasa sulit menelan

dan rasa sakit di tenggorokan tidak sesuai dengan gejala-gejala faringitis yang

terlihat. Dalam menunjang diagnosis epiglotitis dapat dilakukan foto polos leher

lateral, dimana dapat terlihat obstruksi supraglotis karena pembengkakan

epiglotis.

Walaupun epiglotitis merupakan infeksi yang jarang, namun kesadaran

akan penyakit ini sangat penting karena angka mortalitasnya yang tinggi jika tidak

didiagnosis dan diterapi segera.

1

Page 2: tinjauan pustaka epiglotitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Laring

Laring terletak di depan hipofaring dan di seberang vertebra

servikalis ketiga sampai keenam. Laring bergerak secara vertikal dan ke

arah anteroposterior selama menelan dan fonasi. Laring juga dapat secara

pasif bergerak dari sisi ke sisi menghasilkan karakteristik sensasi memarut

yang disebut krepitus laring. Pada orang dewasa, laring berakhir pada

batas bawah vertebra C6. Laring memiliki 3 tulang rawan berpasangan,

yaitu Arytenoid, Corniculate, Cuneiform, dan 3 tidak berpasangan, yaitu

Thyroid, Cricoids, Epiglottis. (Gambar 2.1) 4,5

Di sebelah superior terdapat os hioideum. Meluas dari masing-

masing sisi bagian tengah os hioideum adalah suatu prosesus panjang dan

pendek yang mengarah ke superior. Tendon dan otot-otot lidah mandibula

dan kranium, melekat pada permukaan superior korpus dan kedua

prosessus. Saat menelan, kontraksi otot-otot ini akan mengangkat laring.

Di bawah os hioideum dan menggantung pada ligamentum tiroideum

adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea. Kedua alae menyatu di garis

tengah pada sudut yang lebih dulu dibentuk pada pria, lalu membentuk

“Adam apple”. Pada tepi posterior masing-masing alae, terdapat kornu

superior dan inferior. Artikulatio kornu inferus dengan kartilago krikoidea,

memungkinkan sedikit pergeseran atau gerakan antara kartilago tiroidea

dengan kartilago krikoidea.4,5

Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago

aritenoidea, masing-masing berbentuk seperti piramid bersisi tiga. Tiap

kartilago aritenoidea mempunyai dua prosesus, prosesus vokalis anterior

dengan prosesus muskularis lateralis. Ligamentum vokalis meluas ke

anterior dari masing-masing prosesus dan berinsersi ke dalam kartilago

tiroidea di garis tengah. Prosesus vokalis membentuk dua per lima bagian

belakang dari korda vokalis, sementara ligamentum vokalis membentuk

2

Page 3: tinjauan pustaka epiglotitis

bagian membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung

bebas dan permukaan superior korda vokalis suara mebentuk glottis.

Bagian laring di atasnya disebut supraglotis dan di bawahnya subglottis.

Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang

terbentuk seperti bat pingpong. Pegangan melekat melalui suatu

ligamentum pendek pada kartilago tiroidea tepat di atas korda vokalis,

sementara bagian raket meluas ke atas di belakang korpus hioideum ke

dalam lumen faring, memisahkan pangkal lidah dan laring. 4,5

Epiglotis adalah kartilago yang berbentuk daun dan menonjol ke

atas di belakang dasar lidah. Epiglotis dewasa umumnya sedikit cekung

pada bagian posterior. Namun pada anak dan sebagian orang dewasa,

epiglotis jelas melengkung dan disebut epiglotis omega atau juvenils.

Fungsi epiglotis untuk mendorong makanan yang ditelan ke samping jalan

nafas laring. Selain itu, laring juga disokong oleh jaringan elastik. Plika

ariepiglotika, berjalan ke belakang dari bagian samping epiglotis menuju

kartilago aritenoidea, membentuk batas jalan masuk laring. Kartilago

krikoidea adalah kartilago yang berbentuk cincin signet dengan bagian

yang besar di belakang. Terletak di bawah kartilago tiiroidea, berhubungan

melalui membran krikotiroidea. Kornu inferior kartilago tiroidea

berartikulasi dengan kartilago tiroidea pada setiap sisi. (Gambar 2.2)4,5,6

2.2. Fisiologi Laring

Selain organ penghasil suara, laring mempunyai tiga fungsi utama,

yaitu proteksi jalan nafas, respirasi, dan fonasi. Kenyataannya secara

filogenik, laring mula-mula berkembang sebagai suatu sfingter yang

melindungi pernafasan, sementara perkembangan suara merupakan

peristiwa yang terjadi belakangan.4,5

Perlindungan jalan nafas selama menelan terjadi melalui berbagai

mekanisme yang berbeda. Aditus laring sendiri tertutup oleh kerja sfingter

dari otot tiroaritenoideus dalam plika ariepiglotika dan plika vokalis

ventrikularis, disamping aduksi plika vokalis dan aritenoid yang

3

Page 4: tinjauan pustaka epiglotitis

ditimbulkan oleh otot intrinsik lainnya. Elevasi laring di bawah pangkal

lidah melindungi laring lebih lanjut dengan mendorong epiglotis dan plika

ariepiglotika ke bawah menutupi aditus. Struktur ini mengalihkan

makanan ke lateral , menjauhi aditus laring dan masuk ke sinus piriformis,

selanjutnya ke intraoitus esofagi. Relaksasi krikofaringeus yang terjadi

bersamaan mempemudah jalan makanan ke dalam esofagus sehingga tidak

masuk ke laring. Disamping itu, respirasi juga dihambat selama proses

menelan melalui suatu refleks yang diperantarai reseptor pada mukosa

daerah supraglotis. Hal ini mencegah inhalasi makanan atau saliva. 4,5

Selama respirasi, tekanan intratoraks dikendalikan oleh berbagai

derajat penutupan plika vokalis. Perubahan tekanan ini membantu sistem

jantung seperti halnya dalam mempengaruhi pengisian dan pengosongan

jantung dan paru. Selain itu, bentuk plika vokalis ventrikularis dan sejati

memungkinkan laring berfungsi sebagai katup tekanan bila menutup,

memungkinkan peningkatan tekanan intratorakal yang diperlukan untuk

tindakan mengejan misalnya mengangkat berat atau defekasi. Pelepasan

tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk

mempertahankan ekspansi alveoli terminal paru dan membersihkan sekret

atau partikel makanan yang berakhir dalam aditus laring, selain semua

mekanisme proteksi lain yang disebutkan di atas. 4,5

Namun pembentukan suara agaknya merupakan fungsi laring yang

paling kompleks dan paling baik diteliti. Penemuan sistem pengamatan

serat optik dan stroboskop yang dapat dikoordinasikan dengan frekuensi

suara sangat membantu dalam memahami fenomena ini. Plika vokalis

yang teraduksi, kini di duga berfungsi sebagai suatu alat bunyi pasif yang

bergetar akibat udara yang dipaksa antara plika vokalis sebagai akibat

kontraksi otot-otot ekspirasi. Otot intrinsik laring dan krikotiroideus

berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk

dan massa ujung-ujung bebas korda vokalis sejati dan teggangan korda itu

sendiri. Otot ekstra laring juga dapat ikut berperan. Demikian pula karena

posisi nasalis dapat dimanfaatkan untuk perubahan nada yang dihasilkan

4

Page 5: tinjauan pustaka epiglotitis

laring. Semuanya ini dipantau melalui suatu mekanisme umpan balik yang

terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem dalam laring sendiri yang

kurang dimengerti. Sebaliknya, kekerasan suara pada hakikatnya

proporsional dengan tekanan aliran udara subglotis yang menimbulkan

gerakan korda vokalis sejati. Di lain pihak, berbisik diduga terjadi akibat

lolosnya udara melalui komisura posterior di antara aritenoid yang

terabduksi tanpa getaran korda vokalis sejati.4,5

2.3. Epiglotitis Akut

2.3.1. Definisi

Epiglotitis akut merupakan kondisi inflamasi akut pada struktur

supraglotis, seperti epiglotis, valleculla, aryepiglottic folds dan arytenoids,

serta ditandai adanya edema pada struktur tersebut yang dapat menyumbat

jalan nafas. 3,7

Definisi lain, epiglotitis akut merupakan inflamasi bakterial,

dengan agen penyebab utama adalah Haemophilus influenzae,

Streptococcus pneumoniae, dan Streptococcus β hemolitikus.8

2.3.2. Epidemiologi

Dengan adanya imunisasi terhadap Haemophilus influenzae tipe B

(HIB), prevalensi penyakit ini menurun secara signifikan, dan data

epidemiologi menyatakan bahwa pada anak yang menderita epiglotitis

yang sudah divaksinasi lebih sering disebabkan oleh Haemophilus

influenza yang bukan tipe B. Organisme lain yang menyebabkan

epiglotitis meliputi Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae,

dan Staphylococcus aureus. Infeksi ini merupakan kegawatdaruratan yang

sebenarnya anak sering terkena umumnya berusia 2-4 tahun, dan kasus ini

lebih sering muncul pada musim dingin.2,9

Epiglotitis akut jarang pada orang dewasa, dan prevalensi nya

mungkin sama seperti epiglotitis pada anak-anak. Usia yang sering terkena

umumnya sekitar usia 50 tahun.3 Insidensi epiglottitis akut pada orang

5

Page 6: tinjauan pustaka epiglotitis

dewasa berkisar antara 0,97-3,1 per 100.000 dengan angka mortalitas

berkisar 7,1 %. 10

2.3.3. Etiologi

Penyebab utama epiglotitis akut adalah Haemophilus influenzae,

Streptococcus pneumoniae, dan Streptococcus β hemolitikus.8 Penyebab

lain yang jarang adalah Pneumococcus sp, Mycobacterium sp, atau

Bacteroides melanogenicus.3

Pada epiglotitis dewasa, penyebab non infeksius dapat berupa

trauma oleh benda asing, luka bakar inhalasi, dan luka bakar kimia. Selain

itu, penyebab non infeksius lainnya dapat berhubungan dengan penyakit

sistemik atau reaksi terhadap kemoterapi. Pada anak-anak sering

dihubungkan dengan asma dan alergi.10

2.3.4. Patogenesis

Haemophilus influenzae tidak menghasilkan eksotoksin dan

peranan antigen somatik toksiknya pada penyakit alamiah belum

dimengerti dengan jelas. Organisme yang tidak bersimpai adalah anggota

tetap flora normal saluran pernafasan manusia. Simpai bersifat

antifagositik bila tidak ada antibodi antisimpai khusus. Bentuk

Haemophilus influenzae yang mempunyai simpai, khususnya tipe B,

menyebabkan infeksi pernafasan supuratif (sinusitis, laringotrakheitis,

epiglotitis, otitis) dan pada anak kecil, yaitu meningitis. 2,3,7

Pada epiglotitis akut, infeksi biasanya bermula di saluran

pernafasan atas sebagai peradangan hidung dan tenggorokan. Kemudian

infeksi bergerak ke bawah, ke epiglottis. Infeksi seringkali disertai dengan

bakterimia (infeksi darah). Epiglotitis bisa segera berakibat fatal karena

pembengkakan jaringan yang terinfeksi bisa menyumbat saluran udara dan

menghentikan pernafasan. Infeksi biasanya dimulai secara tiba-tiba dan

berkembang dengan cepat.2,3,7

Epiglotitis akut dapat menyerang ke lidah bagian posterior dan

laring. Keadaan ini menyebabkan terjadinya stridor (obstruksi jalan nafas)

6

Page 7: tinjauan pustaka epiglotitis

dan septikemia. Pada faring, terjadi inflamasi dan epiglotis menjadi

hiperemis(seperti merah buah cherry) sering disebabkan oleh Haemophilus

influenzae tipe B. Antigen ini memiliki kapsul PRP (Polyribose-ribitol-

phosphate) dan menyebabkan inflamasi akut non-spesifik yang berat.

Kebanyakan penderita mempunyai antibodi terhadap antigen ini. Hal ini

kemungkinan ditemukan pada anak-anak yang Haemophilus influenzae

tipe B. Adapun Haemophilus influenzae tipe B yang tidak memiliki kapsul

biasanya ditemukan pada 50% anak-anak yang sehat. 2,3,7

2.3.5. Gejala klinis

Gejala dari epiglotitis akut berkembang sangat cepat dalam

hitungan jam, berkisar selama 2-6 jam dengan onset demam, nyeri

tenggorokan, dan stridor inspirasi. Suara cenderung serak, dan tidak

terdapat batuk yang menyalak seperti pada Croup. Ketika struktur

epiglotis mejadi lebih bengkak, maka dapat terjadi sumbatan jalan nafas.

(Gambar 2.3)

Anak biasanya tampak sakit, duduk tegak dengan mulut terbuka

dan dagu mengarah ke depan, terdapat stridor, dan keluar liur dari

mulutnya (drooling) akibat nyeri pada saat menelan. 1,2,3

Pada orang dewasa, gejala klinis epiglotitis akut berupa demam,

nyeri tenggorokan, suara serak, sulit menelan dan nyeri menelan. Onset

gejala sebelum manifestasi biasanya lebih lama daripada pada anak-anak,

biasanya lebih dari 24 jam. Gambaran klinis epiglotitis pada dewasa

sedikit berbeda, dimana etiologi infeksius lebih sering Streptococcus grup

A daripada Haemophilus. Perjalanan klinisnya lebih ringan dengan sedikit

variasi musiman dan penekanan jalan nafas. 2,11

2.3.6. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan secara murni berdasarkan anamnesa dan

pemeriksaan klinis. Pemeriksaan epiglotis mungkin dapat mencetuskan

sumbatan jalan nafas sehingga tidak di anjurkan. Pada radiografi jaringan

lunak proyeksi lateral dapat menunjukkan tanda klasik “Thumb sign” dari

7

Page 8: tinjauan pustaka epiglotitis

epiglotis yang edematous dengan hipofaring yang dilatasi. Walaupun

kadang-kadang epiglotis ini sendiri tidak membesar, tetapi region

supraglotis masih kelihatan tidak jelas dikarenakan adanya pembengkakan

struktur supraglotis lainnya. Pada kasus yang berat, terapi tidak boleh

ditunda sampai mendapatkan gambaran radiologi. Anak dengan suspek

epiglotitis harus dibawa ke ruang operasi segera untuk menegakkan

diagnosis dan menyelamatkan jalan nafas. Pemeriksaan laringoskopi direk

biasanya akan menunjukkan epiglotis bengkak dan kemerahan (Gambar

2.4), seperti halnya pada aryepiglottic folds dan pita suara semu. Pita suara

nyata dan subglotis umumnya kelihatan normal ataupun terlibat hanya

minimal. 2,3,9,10,11

2.3.7. Diagnosis Banding

Penyebab utama dari stridor inflamasi pada anak adalah

laringotrakeobronkitis, epiglotitis, dan yang jarang berupa trakeitis

bakterial. Perbedaan utama tanda dari laringotrakeobronkitis dan

epiglotitis dijelaskan pada tabel berikut ini : 1,7

Tabel 2.1. Perbandingan utama tanda dari Epiglotitis dan Laringotrakeobronkitis

Epiglotitis Laringotrakeobronkitis

Microbiology Haemophilus influenzae

tipe B.

Parainfluenza virus

Age group 2-6 years < 3 years

Onset Rapid (hours) Slow (usually days)

Cough Absent Barking cough

Dysphagia Severe None

Stridor Inspiratory Biphasic

Temperature Elevated Elevated

Posture Sitting forward Lying back

8

Page 9: tinjauan pustaka epiglotitis

Drooling marked None

Voice Muffled Hoarse

X-ray Thumbprint sign

(Gambar 2.5)

Steeple sign

(Dikutip dari : Lalwani Ak. Stridor in Children. Current Diagnosis & Treatment

Otolaryngology Head and Neck Surgeon 2nd edition. New York: McGraw-

Hill.2007)

2.3.8. Penatalaksanaan

Terapi ditujukan pada pemeliharaan jalan nafas dan dilanjutkan

pemberian antibiotik dan terapi suportif. Pengambilan sampel darah,

pemasangan jalur intravena, pengecekan temperatur rektal, dan sebagainya

harus ditunda sampai jalan nafas aman. Setelah anak dianastesi dan

diagnosis ditegakkan, anak harus diintubasi untuk mengamankan jalan

nafas. Pemasangan pipa endotrakeal oral dapat diganti kemudian dengan

pipa nasotrakeal, dengan visualisasi langsung glottis. Peralatan yang

diperlukan untuk bronkoskopi rigid dan trakeostomi harus tersedia dan

siap dilakukan pada ruang operasi pada kasus kehilangan jalan nafas

sebelum intubasi. Pada orang dewasa, terdapat 2 prediktor klinis yang

relatif berguna dalam menentukan kebutuhan penanganan jalan nafas,

yaitu pasien dengan presentasi keluar saliva dari mulutnya (drooling) dan

pasien yang tiba di IGD kurang dari 8 jam setelah onset nyeri

tenggorokan. 2,6

Setelah jalan nafas aman, dilakukan kultur terhadap epiglottis dan

darah. Secara empiris, terapi antimikroba dimulai dengan antimikroba

terhadap H.influenzae dan Streptococcus grup A , dan secara klasik berupa

sefalosporin generasi ketiga (cefuroxime, cefotaxime, atau ceftriaxone).

Ampisilin atau sulbactam dan trimethoprim/sulfamethoxazole merupakan

alternative lainnya. Kloramfenikol sangat efektif diberikan akan tetapi

tidak direkomendasikan karena keterbatasan agen antimikroba lainnya

yang kurang toksik. 2,6

9

Page 10: tinjauan pustaka epiglotitis

Ekstubasi biasanya memungkinkan dilakukan setelah 48-72 jam,

dimana pada waktu ini edema telah cukup berkurang sehingga udara dapat

masuk melewati sekitar pipa endotrakeal. Laringoskopi serat optik

transnasal merupakan teknik yang sering digunakan dan terpercaya dalam

memastikan resolusi edema sebelum ekstubasi. 2,6 Ekstubasi juga dapat

dilakukan setelah melakukan “cuff leak test with a deflated cuff”, dengan

hasil >24% dari volume tidal maka dilakukan ekstubasi. 10

2.3.9. Prognosis

Kebanyakan pasien dapat mengalami terapi ekstubasi dalam

beberapa hari dan dalam jangka waktu lama. Prognosis baik jika

penatalaksanaan dilakukan secara tepat serta jalan nafasnya dapat

dibebaskan dengan segera. Angka mortalitas kurang dari 1%. 2,6

BAB III

KESIMPULAN

Laring terletak di depan hipofaring dan diseberang vertebra servikalis ketiga

sampai keenam. Laring memiliki 3 tulang rawan berpasangan, yaitu Arytenoid,

Corniculate, Cuneiform, dan 3 tidak berpasangan, yaitu Thyroid, Cricoids,

Epiglottis. Epiglotis adalah kartilago yang berbentuk daun dan menonjol ke atas di

belakang dasar lidah. Epiglotis dewasa umumnya sedikit cekung pada bagian

posterior. Namun pada anak dan sebagian orang dewasa, epiglotis jelas

melengkung dan disebut epiglotis omega atau juvenils. Fungsi epiglotis untuk

mendorong makanan yang ditelan ke samping jalan nafas laring.

Epiglotitis akut merupakan kondisi inflamasi akut pada struktur supraglotis,

seperti epiglotis, valleculla, aryepiglottic folds dan arytenoids, serta ditandai

adanya edema pada struktur tersebut yang dapat menyumbat jalan nafas.

Penyebab utama epiglotitis akut adalah Haemophilus influenzae, Streptococcus

pneumoniae, dan Streptococcus β hemolitikus.

10

Page 11: tinjauan pustaka epiglotitis

Diagnosis ditegakkan secara murni berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan

klinis. Gejala dari epiglotitis akut berkembang sangat cepat dalam hitungan jam,

berkisar selama 2-6 jam dengan onset demam, nyeri tenggorokan, dan stridor

inspirasi. Suara cenderung serak, dan tidak terdapat batuk yang menyalak seperti

pada Croup. Ketika struktur epiglotis mejadi lebih bengkak, maka dapat terjadi

sumbatan jalan nafas. Anak biasanya tampak sakit, duduk tegak dengan mulut

terbuka dan dagu mengarah ke depan, terdapat stridor, dan keluar liur dari

mulutnya (drooling) akibat nyeri pada saat menelan. Pada radiografi jaringan

lunak proyeksi lateral dapat menunjukkan tanda klasik “Thumb sign” dari

epiglotis yang edematous dengan hipofaring yang dilatasi.

Terapi ditujukan pada pemeliharaan jalan nafas dan dilanjutkan pemberian

antibiotik dan terapi suportif. Setelah jalan nafas aman, dilakukan kultur terhadap

epiglotis dan darah. Secara empiris, terapi antimikroba dimulai dengan

antimikroba terhadap H.influenzae dan Streptococcus grup A , dan secara klasik

berupa sefalosporin generasi ketiga (cefuroxime, cefotaxime, atau ceftriaxone).

DAFTAR PUSTAKA

1. Lalwani Ak. Stridor in Children. Current Diagnosis & Treatment

Otolaryngology Head and Neck Surgeon. 2nd edition. New York: McGraw-

Hill.2007

2. Ballenger JJ, Snow Jr Jb. Infectious and Inflammatory Disease of The

Larynx. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th

edition. Spain : BC Decker Inc. 2003 : 1185-1217.

3. Chung CH. Acute Epiglottitis Presenting as The Sensation of A Foreign

Body in The Throat. HKMJ. 2000 :6:322-324

4. Dhingra PL. Anatomy and Physiology of Larynx. Disease of ear, Nose,

and Throat. 4th edition. New Delhi : Elseiver. 2007:259-263.

5. Seely, Stephens, Tate. Respiratory System. Anatomy and Phisiology. 6th

edition. Mc-Graw-Hill.2004:813-858.

11

Page 12: tinjauan pustaka epiglotitis

6. Bailey Bj. Stridor, Aspiration, and Cough. Head & Neck Surgery

Otolaryngology. 4th edition volume 1. Texas : Lippincott

Williams&Wilkins. 2006.

7. Dhingra PL. Acute and Chronis Inflamamations of Larynx. Disease of Ear,

Nose, and Throat. 4th edition. New Delhi : Elseiver. 2007:266-271.

8. Probst R, Grevers G.Iro H. Larynx and Trachea. Basic

Otorhinolaryngology. Thieme. 2006:337-384.

9. Groover C. “Thumb Sign “ of Epiglottitis. NEJM. 2011:365(5) :447.

10. Mathoera RB, Wever PC, Van Dorsten FRC, Balter SGT. Epiglottitis in

The adult Patient. Netherlands The Journal of Medicine .2008:66(9):373-

377.

11. Tan CK, Chan KS, Cheng KC. Adult Epiglottitis. Canadian Medical

Assosiation Journal. 2007:176(5):264.

12