Tinjauan Pustaka Cpd
-
Upload
yani-pukari-sweet -
Category
Documents
-
view
91 -
download
3
description
Transcript of Tinjauan Pustaka Cpd
TINJAUAN PUSTAKA
I. Induksi persalinan
1. Definisi
Induksi persalinan adalah upaya stimulasi mulainya proses persalinan (dari tidak ada
tanda – tanda persalinan, distimulasi menjadi ada).
2. Indikasi untuk induksi persalinan
a. Indikasi janin : kehamilan lewat waktu (postmaturitas), inkompabilitas Rhesus,
gangguan yang dapat membahayakan kehidupan janin
b. Indikasi ibu : kematian janin intrauterin
3. Kontraindikasi dilakukan induksi persalinan
a. Disproporsi sefalopelvik
b. Insufisiensi plasenta
c. Malposisi dan malpresentasi
d. Plasenta previa
e. Gemelli
f. Distensi rahim yang berlebihan
g. Cacat rahim
4. Pematangan serviks prainduksi
Salah satu metode yang dapat dikuantifikasi dan bersifat prediktif terhadap keberhasilan
induksi persalinan adalah metode yang dijelaskan oleh Bishop. Parameter skor Bishop
adalah pembukaan, panjang serviks, konsistensi, posisi, dan turunnya kepala. Induksi ke
persalinan aktif biasanya berhasil pada skor 9 atau lebih dan kurang berhasil pada skor
dibawahnya. Induksi persalinan akan lebih berhasil bila serviks sudah matang. Namun,
wanita sering memiliki indikasi untuk menjalani induksi persalinan dalam keadaan
serviks yang belum matang. Seiring turunnya skor Bishop, angka kegagalan induksi
semakin meningkat.
5. Induksi persalinan dengan teknik farmakologis
Prostaglandin
Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan serviks melalui
sejumlah mekanisme yang berbeda. Ia menggantikan substansi ekstraseluler pada
serviks, dan PGE2 meningkatkan aktivitas kolagenase pada serviks. Ia menyebabkan
peningkatan kadar elastase, glikosaminoglikan, dermatan sulfat, dan asam hialuronat
pada serviks. Relaksasi pada otot polos serviks menyebabkan dilatasi. Pada akhirnya,
prostaglandin menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraseluler, sehingga
menyebabkan kontraksi otot miometrium. Risiko yang berhubungan dengan penggunaan
prostaglandin meliputi hiperstimulasi uterus dan efek samping maternal seperti mual,
muntah, diare, dan demam. Saat ini, kedua analog prostaglandin tersedia untuk tujuan
pematangan serviks, yaitu gel dinoprostone (Prepidil) dan dinoprostone inserts
(Cervidil). Prepidil mengandung 0,5 mg gel dinoproston, sementara Cervidil
mengandung 10 mg dinoprostone dalam bentuk pessarium
Misoprostol
Penggunaan misoprostol tidak direkomendasikan pada pematangan serviks atau
induksi persalinan pada wanita yang pernah mengalami persalinan dengan seksio sesaria
atau operasi uterus mayor karena kemungkinan terjadinya ruptur uteri. Wanita yang
diterapi dengan misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan harus
dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya di rumah sakit sampai penelitian
lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan keamanan terapi pada pasien. Uji
klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval dosis 25 mcg
intravagina setiap empat sampai enam jam. Dosis yang lebih tinggi atau interval dosis
yang lebih pendek dihubungkan dengan insidensi efek samping yang lebih tinggi,
khususnya sindroma hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir
lebih dari 90 detik atau lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode .10
menit berurutan, dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit.
Ruptur uteri pada wanita dengan riwayat seksio sesaria sebelumnya juga mungkin
merupakan komplikasi, yang membatasi penggunaannya pada wanita yang tidak
memiliki skar uterus.
Mifepristone
Mifepristone (Mifeprex) adalah agen antiprogesteron. Progesteron menghambat
kontraksi uterus, sementara mifepristone melawan aksi ini. Agen ini menyebabkan
peningkatan asam hialuronat dan kadar dekorin pada serviks.4 Dilaporkan Cochrane, ada
7 percobaan yang melibatkan 594 wanita yang menggunakan mifepristone untuk
pematangan serviks. Hasilnya menunjukkan bahwa wanita yang diterapi dengan
mifepristone cenderung memiliki serviks yang matang dalam 48 sampai 96 jam jika
dibandingkan dengan plasebo. Sebagai tambahan, para wanita ini cenderung melahirkan
dalam waktu 48-96 jam dan tidak dilakukan seksio sesaria. Namun demikian, hanya
sedikit informasi yang tersedia mengenai luaran janin dan efek samping pada ibu;
sehingga tidak cukup mendukung bukti keamanan mifepristone dalam pematangan
serviks.
Oksitosin
Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk menginduksi
persalinan apabila serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin dalam plasma serupa
selama kehamilan dan selama fase laten dan fase aktif persalinan, namun terdapat
peningkatan yang bermakna dalam kadar oksitosin plasma selama fase akhir dari kala II
persalinan. Konsentrasi oksitosin tertinggi selama persalinan ditemukan dalam darah tali
pusat, yang menunjukkan bahwa adanya produksi oksitosin yang bermakna oleh janin
selama persalinan. Oksitosin endogen diesekresikan dalam bentuk pulsasi selama
persalinan spontan, hal ini tampak dalam pengukuran konsentrasi oksitosin plasma ibu
menit per menit.
II. Distosia
1. Pengertian distosia
Persalinan yang normal (Eutosia) ialah persalinan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung spontan di dalam 24 jam, tanpa menimbulkan kerusakan yang berlebih
pada ibu dan anak. Antonim secara harfiah, distosia berarti persalinan yang sulit dan
ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Secara umum, persalinan yang
abnormal sering terjadi apabila terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan
jalan lahir. Kelainan persalinan ini adalah konsekuensi empat kelainan yang dapat bediri
sendiri atau berkombinasi :
Kelainan gaya dorong (ekspulsi) baik akibat gaya uterus yang kurang kuat atau
kurangnya koordinasi untuk melakukan pendataran dan dilatasi serviks (disfungsi
uterus), maupun kurangnya upaya otot volunter selama persalinan kala dua.
Kelainan tulang panggul ibu, yaitu panggul sempit.
Kelainan presentasi, posisi, atau perkembangan janin.
Kelainan jaringan lunak saluran reproduksi yang membentuk halangan bagi
turunnya janin, seperti terdapat tumor.
Kelainan – kelainan ini telah secara mekanistis disederhanakan oleh American College
of Obstetricians and Gynecologists (1995) menjadi 3 kategori :
a) Kelainan kekuatan (power) : kontraktilitas uterus upaya ekspulsif ibu
b) Kelainan yang melibatkan janin (passenger)
c) Kelainan jalan lahir (passage) : panggul
(obstetri william)
2. Distosia karena kelainan kekuatan ibu (His)
Distosia karena kekuatan – kekuatan yang mendorong anak keluar kurang kuat (inertia
uteri). Dulu inertia uteri dibagi dalam :
a. Inertia uteri primer, ialah kalau his lemah dari permulaan persalinan.
b. Inertia uteri sekunder, ialah kalau mula – mula his baik tapi kemudian menjadi lemah
karena otot – otot rahim lelah jika persalinan berlangsung lama.
Pembagian inertia uteri yang sekarang adalah :
a. Inertia hipotonis
Dimana kontraksi terkoordinasi tapi lemah hingga menghasilkan tekanan yang
kurang dari 15 mmHg. Pada his yang baik tekanan intrauterin mencapai 50-60
mmHg. Biasanya terjadi dalam fase aktif atau kala II, maka dinamakan juga
kelemahan his sekunder. Asfiksia anak jarang terjadi dan reaksi terhadap oksitocin
baik sekali.
b. Inertia hipertonis
Dimana kontraksi tidak terkoordinasi, misalnya kontraksi segmen tengah lebih kuat
dari segmen atas. Inertia uteri ini sifatnya hipertonis, sering disebut inertia spastis.
Pasien biasanya sangat kesakitan. Inertia uteri hipertonis terjadi dalam fase laten,
maka boleh dinamakan inertia primer. Tanda – tanda fetal distress cepat terjadi.
3. Distosia kelainan presentasi dan posisi pada janin
4. Distosia akibat kelainan jalan lahir
Klasifikasi panggul menurut Caldwell-Moloy, terdapat 4 tipe panggul dasar/
karakteristik :
a) Tipe Gynaecoid
Bentuk pintu atas panggul seperti ellips melintang kiri-kanan, hampir mirip lingkaran.
Diameter transversal terbesar terletak ditengah. Dinding samping panggul lurus.
Merupakan jenis panggul tipikal wanita (female type).
b) Tipe Anthropoid
Bentuk pintu atas panggul seperti ellips membujur ateroposterior. Diameter
transversal terbesar juga terletak ditengah. Dinding samping panggul juga lurus.
Merupakan jenis panggul tipikal golongan kera (ape type).
c) Tipe android
Bentuk pintu atas panggul seperti segitiga. Diameter transversal terbesar terletak
diposterior dekat sakrum. Dinding samping panggul membentuk sudut yang makin
sempit ke arah bawah. Merupakan jenis panggul tipikal pria (male type).
d) Tipe platypelloid
Bentuk pintu atas panggul seperti “ kacang” atau “ginjal”. Diameter transversal
terbesar juga terletak ditengah. Dinding samping panggul membentuk sudut yang
makin lebar ke arah bawah.
Pada panggul dengan ukuran normal, tidak akan mengalami kesukaran saat
kelahiran per vaginaan janin dengan berat badan yang normal. Akan tetapi karena
pengaruh gizi, lingkungan atau hal-hal lain, ukuran-ukuran panggul dapat menjadi lebih
kecil daripada standar normal, sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalinan per
vaginaan, terutama kelainan pada panggul android dapat menimbulkan distosia yang
sukar diatasi.
Cara paling mudah untuk memprediksi apakah seorang wanita berpanggul sempit
atau tidak, adalah melalui tinggi badannya. Wanita dengan tinggi kurang dari 145 cm
berpotensi lebih tinggi untuk memiliki panggul sempit. Tetapi pada dasarnya jika tinggi
badan kurang dari 145cm pun, jika ukuran kepala dan tubuh bayi kecil, misalnya seperti
pada bayi lahir prematur, maka persalinan normal masih dimungkinkan. Sebaliknya, jika
tinggi badan lebih dari 145 cm pun, jika ada kondisi-kondisi tertentu, bisa saja memiliki
kendala untuk melahirkan normal.
Kendala - kendala tersebut antara lain :
Ukuran kepala bayi.
Jika ukuran kepala dan badan terlampau besar melebihi ukuran jalan lahir (panggul)
ibu, walaupun ibu tergolong tinggi kelahiran harus tetap melalui bedah sesar.
Kelainan panggul
Tipe panggul ginekoid (panggul normal wanita) dapat melahirkan pervaginam,
sedangkan tipe panggul lain seperti panggul yang tidak simetris, dan android (panggul
pria) tidak dapat melahirkan pervaginam.
Kelainan letak bayi
Jika posisi bayi tidak sesuai seperti yang diharapkan, akan menyulitkan persalinan.
Ukuran Panggul
Gambar 3. Mengukur Panggul
Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum 1, linea
innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir
bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur
dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke
seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang.
Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung
jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang
konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang
dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11
cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara
bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan
konjugata obstetrika sedikit sekali.1
Gambar 4. Diameter pada Pintu Atas Panggul
Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul
tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina
isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak
antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak
panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica
berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter
interspinarum berukuran 4,5 cm.
Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga
dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan
kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak
antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum
ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak
antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis ditujukan untuk memeriksa pintu atas panggul digunakan
diameter anteroposterior, diameter interspinosus digunakan untuk mengukur luas dari
tulang tengah dan diameter intertuberous digunakan untuk mengukur pintu bawah
panggul. Sudut yang sempit dibawah 900 dapat dikatakan sebagai panggul sempit. Selain
daripada itu perlu juga dinilai seberapa besar ukuran kepala janin dan perkiraan dapat
atau tidaknya melewati jalan lahir pervaginam.
Pengunaan x-ray tidak dapat digunakan sendirian untuk menentukan apakah adanya
jalan lahir yang terganggu atau kemungkinan terjadinya CPD. Pengunaan x-ray juga
sudah jarang sekali digunakan karena efek ionisasi dari sinar x sendiri sangat berbahaya
pada janin karena pertumbuhan sel-sel janin yang cepat. Oleh karena itu pengunaan x-ray
sudah tidak dianggap bernilai untuk menentukan dapat atau tidaknya janin dilahirkan
pervaginum.
Keuntungan pengunaan CT pelvimetri sangat jauh berbeda dibandingkan dengan x-
ray, perbedaannya adalah dengan kurangnya jumlah radiasi yang mengenai janin, akurasi
yang lebaih baik dan penilalian yang lebih mudah. Dengan pengunaan x-ray pelvimetri
gonad menerima radiasi sebesar 885mrad, sedangkan pada pengunaan CT, jumlah radiasi
sangat tergantung pada alat yang digunakan, jumlah radiasi yang terkena biasanya antara
250 sampai 1500mrad.
Keuntungan pengunaan MRI pelvimetri yang utama adalah tidak adanya radiasi
pengion, pengukuran yang lebih akurat, dapat menentukan gambar dari bayi, dan dapat
digunakan untuk mengevaluasi adanya distosia dari jaringan lunak. Pengunaan MRI
adapat digunakan untuk mengukur ukuran pelvis dan volume kepala bayi yang sangat
berguna untuk menentukan dan memastikan adanya indikasi kuat untuk sectio secaria.
Kelemahan yang sangat utama dari pengunaan MR pelvimetri adalah biaya yang masih
tinggi untuk melakukan pemeriksaan ini.
Mengukur ukuran kepala janin untuk memprediksi adanya fetopelvic disproportion
terbukti sangat mengecewakan. Pemeriksaan utuk mengukur besar kepala janin adalah
dengan menghitung diameter dari alis janin sampai dengan subociputal. Pengukuran
sendiri biasanya dilakukan dengan mengunakan CT scan ataupun MRI karena
pengukuran dengan mengunakan X-ray akan menyebabkan distorsi paralax. Pengukuran
dari diameter biparietal dan lingkar kepala dapat dihitung dengan mengunakan USG dan
ukuran ini dapat digunakan untuk memberikan informasi dan membantu dalam
menatalaksana distosia. Selain daripada itu pengukuran fetal pelvic indeks dapat
digunakan untuk melihat apakan adanya komplikasi dalam persalinan. Sayangnya
sensifitas dari penghitungan cephalopelvic disproportion sangat rendah. Dan sampai saat
ini belum ada penelitian maupun metode yang akurat untuk memprediksi adanya
fetopelvic disproportion hanya berdasarkan ukuran kepala janin. Penentuan adanya FPD
ataupun CPD hanya dapat ditetapkan dengan pengukuran dengan CT, MRI dan temuan
klinis.2,4
Ukuran Panggul Luar
Ukuran-ukuran luar panggul ini dapat digunakan bila pelvimetri radiologik tidak dapat
dilakukan. Dengan cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan ukuran-
ukuran panggul apabila dikombinasikan dengan pemeriksaan dalam. Alat¬alat yang
dipakai antara lain jangka-jangka panggul Martin, Oseander, Collin, dan Boudeloque.
• Distansia spinarum (± 24 cm — 26 cm); jarak antara kedua spina iliaka anterior
superior sinistra dan dekstra.
• Distansia kristarum (± 28 cm — 30 cm); jarak yang terpanjang antara dua tempat yang
simetris pada krista iliaka sinistra dan dekstra. Umumnya ukuran-ukuran ini tidak
penting, tetapi bila ukuran ini lebih kecil 2 — 3 cm dari nilai normal, dapat dicurigai
panggul itu patologik.
• Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar): jarak antara spina iliaka posterior
sinistra dan spina iliaka anterior superior dekstra dan dari spina iliaka posterior dekstra ke
spina iliaka anterior superior sinistra. Kedua ukuran ini bersilang. Jika panggul normal,
maka kedua ukuran ini tidak banyak berbeda. Akan tetapi, jika panggul itu asimetrik
(miring), kedua ukuran itu jelas berbeda sekali.
• Distansia intertrokanterika: jarak antara kedua trokanter mayor. Konjugata eksterna
(Boudeloque) ± 18 cm: jarak antara bagian atas simfisis ke prosesus spinosus lumbal 5.
• Distansia tuberum (± 10,5 cm): jarak antara tuber iskii kanan dan kiri. Untuk
mengukurny dipakai jangka Oseander. Angka yang ditunjuk jangka hams ditambah 1,5
cm karena adanya jaringan subkutis antara tulang dan ujung jangka, yang menghalangi
pengukuran secara tepat. Bila jarak ini kurang dari normal, dengan sendirinya arkus pubis
lebih kecil dari 90 derajat.
Klasifikasi CPD
Umumnya, disproporsi fetopelvik diakibatkan oleh kurangnya kapasitas panggul, ukuran
anak yang besar atau yang paling sering adalah kombinasi antara kedua hal tersebut.
Kurangnya diameter panggul dapat menyebabkan distosia selama proses persalinan.
CPD dibagi menjadi 2 :
CPD absolut : perbedaan antara kepala janin dengan panggul ibu sedemikian rupa
sehingga menghalangi terjadinya persalinan per vaginam dalam kondisi optimal
sekalipun
CPD relatif : jika akibat kelainan letak, kelainan posisi atau kelainan defleksi
sedemikian rupa sehingga menghalangi persalinan per vaginam.
Kesempitan panggul dapat terjadi pada : pintu atas panggul, bidang tengah panggul
pintu bawah panggul atau kombinasi diantaranya.
1) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior terpendeknya
(konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang
dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan
mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm.
Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai
konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan
kedua diameter dibandingkan sempit hanya pada salah satu diameter.
Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi janin bila
melewati pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari 10 cm. Wanita
dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil, namun juga
memiliki kemungkinan janin kecil.
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul,
sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian
selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan
kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat
tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi menjadi
inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang
berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul
sempit.
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk dalam
rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul
menyebabkan kepala janin mengapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat
menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat
presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam
kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.
2) Penyempitan pintu tengah panggul
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol ke
dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi
lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan
pintu atas panggul. Hal ini menyebabkan terhentinya kepala janin pada bidang transversal
sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti
penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul
apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tengah
adalah 13,5 cm atau kurang. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti
dengan pelvimetri roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini
kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran persalinan apalagi bila
diikuti dengan ukuran diameter sagitalis posterior pendek.
3) Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan
diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul
terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan
pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam
menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan
perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 90o sehingga oksiput
tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik
sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.
Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan anamnesa.
Misalnya pada tuberculosis vertebra, poliomyelitis,skoliosis, kifosis, bentuk perut
pendular abdomen, maupun cara berjalannya yang pincang atau miring. Pada wanita
dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas
panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang normal
tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat
diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar dengan
bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh
keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalam dengan tangan dapat
diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta memberi gambaran jelas pintu
bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak memiliki banyak arti.
Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai tingkat
ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat memberikan
pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak mungkin didapatkan dengan
pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu atas dan diameter antar spina
iskhiadika. Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi janin
sehingga jarang dilakukan.
Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan radiasi, tingkat keakuratan
lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah, namun biayanya mahal. Selain itu juga
dapat dilakukan pemeriksaan dengan MRI dengan keuntungan antara lain tidak ada
radiasi, pengukuran panggul akurat, pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini
jarang dilakukan karena biaya yang mahal.
Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran pangul
yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu
volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan spontan.
Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr. Pada metode
Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah rongga panggul dan tangan
yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan apakah kepala menonjol di atas
simfisis atau tidak. Metode Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan memegang
kepala janin dan menekan kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari tangan yang
lain masuk ke vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut
dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan
simfisis.
Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang ada
yang melebihi 5000gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000gram dinamakan bayi
besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir
yang melebihi 4500gram adalah 0,4%. Biasanya untuk berat janin 4000-5000 gram pada
panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam proses melahirkan. Faktor keturunan
memegang peranan penting sehingga dapat terjadi bayi besar. Janin besar biasanya juga
dapat dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes mellitus, postmaturitas, dan pada
grande multipara. Selain itu, yang dapat menyebabkan bayi besar adalah ibu hamil yang
makan banyak, hal tersebut masih diragukan.
Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah merupakan suatu hal
yang mudah. Kadang-kadang bayi besar baru dapat kita ketahui apabila selama proses
melahirkan tidak terdapat kemajuan sama sekali pada proses persalinan normal dan
biasanya disertai oleh keadaan his yang tidak kuat. Penggunaan alat ultrasonic juga dapat
mengukur secara teliti apabila terdapat bayi dengan tubuh besar dan kepala besar.
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan dalam proses
melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan dalam persalinan
biasanya terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada
postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit
melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada janin yang
memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin dapat meninggal
selama proses persalinan dapat terjadi karena terjadinya asfiksia dikarenakan selama
proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya bahu
mengakibatkan terjadinya macet dalam melahirkan bagian janin yang lain. Sedangkan
penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat mengakibatkan terjadinya cedera
pada nervus brakhialis dan muskulus sternokleidomastoideus.
Penatalaksanaan
1. Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala janin dan
panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginam dengan
selamat dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap
kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapat
diketahui sebelum persalinan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa
pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan
lainnya adalah umur kehamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin
bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada kemungkinan disfungsi
plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu dapat
diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah keluar
sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy medioateral
yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala ditarik curam
kebawah dengan hati-hati dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut
tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul,
sehingga menjadi bahu depan dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir
dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong memasukkan
tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan
dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan
kanannya, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari
panggul untuk melahirkan bahu depan.
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of labour. Trial
of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test of labour
sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai pada pembukaan
lengkap dan berakhir 2 jam kemudian. Saat ini test of labour jarang digunakan karena
biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul sempit dan terdapat
kematian anak yang tinggi pada cara ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir spontan per vaginam
atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan percobaan
dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya, keadaan ibu
atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban
pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps
yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea. 1
2. Seksio Sesarea
Sectio cesarea dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum persalinan
mulai atau pada awal persalinan. Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan
panggul berat dengan kehamilan aterm, atau disproporsi cephalopelvik yang nyata.
Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi
seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan
karena persalinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan
persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.
3. Simfisiotomi
Simfisotomi ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang panggul
kanan pada simfisis agar rongga panggul menjadi lebih luas. Tindakan ini tidak banyak
lagi dilakukan karena terdesak oleh seksio sesarea. Satu-satunya indikasi ialah apabila
pada panggul sempit dengan janin masih hidup terdapat infeksi intrapartum berat,
sehingga seksio sesarea dianggap terlalu berbahaya.
4. Kraniotomi dan Kleidotomi
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila
panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan
seksio sesarea.
Prognosis
Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan berlangsung sendiri
tanpa pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan janin.
Bahaya bagi ibu
Partus lama seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil, dapat
menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum.
Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan, dapat timbul
regangan segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi patologik.
Keadaan ini terkenal dengan nama rupture uteri mengancam; apalagi jika tidak segera
diambil tindakan untuk mengurangi regangan maka akan timbul rupture uteri (robek
uterus).
Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalipelvik, jalan lahir pada suatu
tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul. Hal itu
menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya iskemia dan kemudian
nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa hari post partum akan terjadi fistula
vesikoservikalis, atau fistula vesikovaginalis, atau fistula rektovaginalis.
Bahaya bagi janin
Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal,apalgi jika ditambah dengan
infeksi intrapartum.
Prolapsus funikuli, apabila terjadi, mengandung bahaya yang sangat besar bagi janin
dan harus diusahakan kelahirannya dengan segera apabila ia masih hidup.
Dengan adanya disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat melewati rintangan pada
panggul dengan mengadakan moulage. Moulage dapat dialami oleh kepala janin tanpa
akibat yang jelek sampai batas-batas tertentu, akan tetapi apabila batas-batas tersebut
terlampaui, terjadi sobekan pada tentorium serebelli dan perdarahan intracranial.
Selanjutnya tekanan oleh promontorium terkadang oleh simfisis pada panggul picak
menyebabkan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin, selain itu dapat pula
menimbulkan fraktur pada os parietalis.