Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)
description
Transcript of Tinjauan Pustaka 18_yuwen (1)
Pneumonia pada Anak
Yuwen Fondly Hulkyawar (102012084)/C1
Email : [email protected]
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2014
Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon jeruk – Jakarta Barat; Telp.56942061;Fax.021-5631731;
E-mail : www.ukrida.ac .id
Pendahuluan
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan
histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan
eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka
waktu yang bervariasi.1
Berbagai faktor dan etiologi yang bervariasi dan menyebabkan pneumonia dengan
penatalaksanaan yang berbeda sesuai dengan etiologinya. Dan setiap etiologi memiliki ciri
khas manifestasi klinis yang menggambarkan jenis pneumonia yang diderita.1
Pada usia anak-anak, pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian terbesar
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Mortalitas anak karena pneumonia di
negara berkembang mencapai 4 juta kematian per tahun, sedangkan insidensi pneumonia
pada balita di Indonesia diperkirakan mencapai 21 %. Adapun angka kesakitan diperkirakan
mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya.
Isi
Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang
dan riwayat penyerta, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat sosial.2
Identitas : cermati usia (untuk tahu penyebab), cermati alamat (untuk tahu apakah tinggal
di daerah polusi, negara berkembang)
Keluhan Utama : batuk / sesak / demam
1
RPS : biasanya pada pasien ditemukan batuk akut yang semula kering lalu jadi berdahak
bahkan bisa sampai berdarah, demam, sesak nafas atau nafas cepat, tampak lemah, sulit
makan atau minum.
RPK : adakah keluarga yang sakit serupa
RPD : apakah pernah sakit serupa, riwayat asma dan alergi
Sosial – Ekonomi : kondisi tempat tinggal
Pada pasien anak, dapat ditanyakan pada ibunya atau orang terdekat (alloanamnesis).
Jika anak tersebut mengeluh sesak, maka ditanyakan sejak kapan, munculnya terus menerus
atau hilang timbul, muncul sesak mendadak atau bertahap, apa yang sedang dilakukan pada
saat awal gejala (berbaring, berlari, berjalan, dsb), pemicunya atau meredakannya (postur
tubuh, obat, atau oksigen), adakah gejala penyerta seperti demam, batuk pilek, apabila batuk
maka ditanyakan berdahak atau tidak, ada darah atau tidak, ditanyakan apakah nafsu makan
menurun.3
Ditanyakan juga apakah ibunya punya riwayat penyakit paru, adakah anak atau ibunya
memiliki alergi, kebiasaan merokok (misal, dalam keluarga satu rumah), ditanyakan juga
obat-obatan yang sebelumnya digunakan dan hal-hal yang berkaitan dengan
riwayat/lingkungan sosial pasien. Anamnesis riwayat sosial haruslah mencakup keadaan
lingkungan pasien, tempat yang dikunjungi dan kontak dengan orang atau binatang yang
menderita penyakit yang serupa.1,3
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, petama-tama dilihat keadaan umum pasien dan periksa tanda-
tanda vitalnya. Kesan keadaan sakit pasien meliputi apakah pasien tidak tampak sakit, sakit
ringan, sedang, ataukah berat. 4
Kesadaran pasien, biasa dilakukan bila pasien tidak tidur, dinyatakan sebagai: Kompos
mentis, pasien sadar sepenuhnya dan memberi respons yang adekuat terhadap semua stimulus
yang diberikan; Apatik, pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap keadaan
sekitarnya, ia akan memberi respons yang adekuat bila diberikan stimulus; Somnolen, tingkat
kesadaran yang lebih rendah, pasien tampak mengantuk, selalu ingin tidur; ia tidak responsif
terhadap stimulus ringan, tetapi masih memberikan respons terhadap stimulus yang agak
keras, kemudian tertidur lagi; Sopor, pada keadaan ini pasien memberikan respons ringan
maupun sedang, tetapi masih memberi sedikit respons terhadap stimulus yang kuat, refleks
pupil terhadap cahaya masih positif; Koma, pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus
2
apapun, refleks pupil terhadap cahaya negatif; Delirium, keadaan kesadaran yang menurun,
biasanya disertai disorientasi, iritatif dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik hingga
sering terjadi halusinasi.4
Status gizi pasien, terutama dilihat bagaimana proporsi atau postur tubuhnya, apakah
baik, kurus, atau gemuk.
Pemeriksaan tanda-tanda vital mencakup, tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan.
Tabel 1. Tekanan Darah Anak Normal.4
Usia Sistolik (2 SD) mmHg Diastolik (2 SD) mmHg
Neonatus 80 (16) 45 (15)
6 – 12 bulan 90 (30) 60 (10)
1 – 5 tahun 95 (25) 65 (20)
5 – 10 tahun 100 (15) 60 (10)
10 – 15 tahun 115 (17) 60 (10)
Frekuensi jantung bayi dan anak cukup bervariasi. Pengukuran dilakukan dengan
palpasi arteri radialis pada pergelangan tangannya. Frekuensi jantung rata-rata anak sebagai
berikut:
Tabel 2. Frekuensi Nadi Anak Normal.3
Usia Frekuensi rata-rata Kisaran (2SD)
Lahir 140 90-190
6 bulan pertama 130 80-180
6-12 bulan 115 75-155
1-2 tahun 110 70-150
2-6 tahun 103 68-138
6-10 tahun 95 65-125
10-14 tahun 85 55-115
Suhu tubuh bayi dan anak kurang begitu konstan dibandingkan orang dewasa. Suhu
rektal rata-rata lebih tinggi pada masa bayi dan kanak-kanak awal, biasanya suhu tersebut
tidak berada di bawah 99oF (37,2OC) sampai usianya lebih dari 3 tahun. Suhu tubuh dapat
mendekati suhu 101OF (38,3OC) pada anak normal, khususnya saat sore hari dan sesudah
melakukan aktivitas yang melelahkan.3
3
Untuk pernapasan, normalnya pada bayi dan anak dapat diamati pada tabel berikut,
Tabel 3. Frekuensi Pernapasan Anak Normal.4
Usia Rentang Rata-rata waktu tidur
Neonatus 30 – 60 35
1 bulan – 1 tahun 30 – 60 30
1 – 2 tahun 25 – 50 25
3 – 4 tahun 20 – 30 22
5 – 9 tahun 15 – 30 18
>10 tahun 15 – 30 15
Setelah memeriksa keadaan umum dan tanda-tanda vital, selanjutnya dilakukan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Untuk inspeksi meliputi gambaran yang dapat
dilihat baik itu keadaan fisiologis maupun patologis pasien (seperti mengamati keadaan
umum). Keadaan umum : terlihat sesak, batuk, lemas, rewel atau gelisah, adanya takipnea,
sianosis sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak
berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya
tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding
dada ke dalam akan tampak jelas.
Palpasi, khususnya bagian dada, dilakukan dengan meletakkan telapak tangan serta jari-
jari pada seluruh dinding dada dan punggung, dicari simetris atau tidaknya bagian thoraks,
rasa nyeri, fremitus suara, krepitas subkutis, dan keadaan lainnya yang bisa ditemukan.4
Pada perkusi anak, tidak boleh dilakukan terlalu keras, karena dinding dada anak masih
tipis dan otot-ototnya masih kecil sehingga suara perkusi lebih resonans dibandingkan dengan
suara perkusi orang dewasa. Bunyi perkusi yang abnormal dapat berupa; hipersonor atau
timpani, yang terjadi bila udara dalam paru atau pleura bertambah, misalnya emfisema paru
atau pneumothoraks, dan redup atau pekak apabila terdapat konsolidasi jaringan paru
(pneumonia lobaris, atelektasis, tumor) dan cairan dalam rongga pleura.4
Auskultasi memiliki fungsi yang dominan dalam pemeriksaan paru, karena lebih sering
dengan jelas menggambarkan keadaan patologis paru. Dalam auskultasi terdengar adanya
krepitasi, penurunan suara paru, ronkhi basah halus, wheezing.4
4
Berdasarkan skenario, pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital: RR 55x/menit, nadi
110x/menit, suhu 38,5oC. Berat badan 12kg (normal). Pada inspeksi terlihat kesadaran
kompos mentis, anak tampak sehat dan rewel, tidak ada sianosis, pernapasan cuping hidung
(+). Pada palapasi didapatkan retraksi interkosta (+) dan auskultasi terdapat ronkhi basah
halus dan wheezing.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin
Angka sel darah putih perifer anak dengan pneumonia virus cenderung normal atau sedikit
naik (< 20.000/mm3), dengan dominasi limfosit. Reaktan fase akut (misal, laju endap
darah/LED atau protein C-reaktif/CRP) biasanya normal atau hanya sedikit naik.
Pada pneumonia bakteri, angka sel darah putih biasanya naik 15.000-40.000 sel/mm3, dengan
kecenderungan ke arah sel polimorfonuklear. Angka sel darah putih <5000/mm3 sering
disertai dengan prognosis yang jelek. Kadar hemoglobin biasanya normal atau hanya sedikit
menurun. Sampel darah arteri biasanya menunjukkan hipoksemia tanpa hiperkapnia.
2. X-foto dada
X-foto dada ditandai oleh infiltrat difus. Pada beberapa penderita, infiltrat lobus sementara
dapat juga ada atau bahkan mendominasi gambaran. Sering ada hiperinflasi.
Gambar 1. Gambaran Radiologi Penderita Pneumonia (sumber: radiology.web.id/2013/05/page/6/)
3. Kultur dan pengecatan gram sputum dan darah
Tujuannya untuk mengidentifikasi semua organisme yang ada. Pemerikasaan terhadap
sputum yang diwarnai gram merupakan langkah penting dalam mendiagnosis pneumonia
akut. Adanya banyak neutrofil yang mengandung diplokokus gram-positif berbentuk lembing
5
khas merupakan bukti kuat pneumonia pneumokokus, tetapi S. pneumoniae adalah bagian
flora endogen sehingga hasil positif-palsu dapat terjadi dengan metode ini. Isolasi
pneumokokus dari biakan darah bersifat lebih spesifik. Selama fase awal penyakit, biakan
darah mungkin positif pada 20-30% pasien.5,6
4. Pemeriksaan serologi, antigen dan PCR:
Peningkatan titer antibodi spesifik menunjukkan diagnosis, tetapi hasilnya biasanya diperoleh
setelah pasien mulai membaik. Peningkatan titer aglutinin dingin terjadi pada infeksi
mikoplasma, tetapi hal ini ditemukan hanya pada 50% pasien. Karena tidak spesifik,
pemeriksaan ini kini sudah menjadi sejarah, sekarang sudah tersedia pemeriskaan untuk
antigen Mycoplasma dan pemeriksaan reaksi berantai polimerase (PCR) untuk DNA
mikoplasma.5,6
Diagnosis pasti memerlukan isolasi virus dari spesimen yang diambil dari saluran
pernapasan. Pertumbuhan virus pernapasan pada biakan jaringan biasanya memerlukan 5-10
hari. Namun, diagnosis cepat dapat ditegakkan dengan peragaan antigen virus pada sekresi
pernapasan. Kebanyakan uji menggunakan antibodi terlabel virus-spesifik untuk mendeteksi
antigen virus. Reagen yang dapat dipercaya untuk deteksi cepat RSV, parainfluenza, dan
adenovirus tersedia. Teknik serologis dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi virus
pernapasan baru. Sampel serum akut dan konvalesen dikumpulkan, dan kenaikan antibodi
terhadap agen virus spesifik dicari. Teknik diagnostik ini sulit, lambat dan biasanya secara
klinis tidak berguna, karena infeksi biasanya sembuh pada saat diagnosis dikonfirmasi secara
serologis. Meskipun demikian, serologi mungkin berguna sebagai alat epidemiologi untuk
menentukan insiden dan prevalensi berbagai patogen virus pernapasan.5
Pada kebanyakan penderita, pneumokokus dapat diisolasi dari sekresi nasofaring, tetapi
penemuan ini tidak dapat dipandang membuktikan hubungan sebab-akibat, karena 10-15%
populasi mungkin merupakan pengidap S. pneumoniae yang tidak terinfeksi. Namun, isolasi
bakteri dari darah pada cairan pleura adalah diagnostik infeksi. Bakteremia ditemukan pada
sekitar 30% penderita yang menderita pneumonia pneumokokus.5
5. Bronkoskopi dan Bilas Bronkoalveolar atau Biopsi paru
Diperlukan untuk memperoleh spesimen biakan. Prosedur invasif ini tidak digunakan pada
pneumonia yang khas, tetapi dapat digunakan pada keadaan khusus, seperti pneumonia pada
hospes dengan tanggap imun lemah atau bila gambaran klinisnya tidak biasa.1,5,6
6. Uji tuberkulin : dipertimbangkan hanya jika ada riwayat kontak dengan penderita TB
6
Diagnosis definitif pneumonia memerlukan indentifikasi organisme penyebab. Sputum
untuk biakan tidak mudah diperoleh pada anak. Agen virus tertentu (RSV, parainfluenza, dan
adenovirus) dapat dikenali melalui biakan, reaksi rantai polimerase (PCR), atau pewarnaan
imunofluoresen sel epitel terinfeksi yang dicuci dari nasofaring. M.pneumonia dapat dicurigai
jika terdapat aglutinin dingin ada pada sampel darah perifer hal ini dapat dikonfirmasi jika
ada IgM spesifik-Mycoplasma yang terdeteksi atau dengan PCR. Agen bakteri dapat
dibiakkan atau dikenali dengan deteksi antigen (untuk pneumokokus atau H. influenzae) dari
darah atau dari efusi pleura yang menyertai.1,5,6
Diagnosia Kerja
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, dapat ditegakkan diagnosis kerja yaitu Pneumonia. Pada penumonia terdapat
gejala takipnea, yang disertai dengan retraksi interkostal, subkostal, dan suprasternal;
pelebaran cuping hidung; dan penggunaan otot tambahan sering ada. Sianosis jarang terjadi,
kecuali kasusnya lebih berat. Demam dapat sedikit meninggi (pneumonia virus) atau sangat
tinggi (pneumonia bakteri). Auskultasi dada dapat menampakkan ronki dan mengi yang luas,
tetapi ronki dan mengi ini sukar dilokalisasi sumbernya dari suara yang kebetulan ini pada
anak yang amat muda dengan dada hipersonor. Biasanya pneumonia didahului oleh gejala-
gejala pernapasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan demam. Pada foto toraks ditemukan
infiltrat yang difus.1,5
Pembagian pneumonia menurut anatominya :
a. Pneumonia lobaris yaitu pneumonia yang terjadi pada satu lobus baik kanan maupun kiri.
b. Pneumonia lubularis yaitu pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai
tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering
terjadi pada bayi atau orang tua.
c. Pneumonia interstitialis yaitu radang pada dinding alveoli (interstitium) dan peribronkial
dan jaringan interlobular.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang dapat ditegakkan untuk keadaan pasien dalam kasus tersebut,
meliputi bronkitis, asma dan tuberkulosis paru.
Bronkitis merupakan proses peradangan pada bronkus dengan manifestasi utama berupa
batuk yang produktif. Proses ini dapat disebabkan karena perluasan dari proses penyakit yang
terjadi dari saluran napas atas maupun bawah. Definisi klinis dari bronkitis pada anak sampai
7
saat ini masih belum jelas, tetapi banyak para klinisi membuat diagnosis bronkitis untuk anak
dengan gejala batuk, dengan atau tanpa demam serta adanya produksi dahak/sputum.
Meskipun etiologi dari bronkitis masih sukar dijelaskan secara spesifik, dan beberapa studi
menunjukkan bahwa bronkitis merupakan penyakit yang self-resolving, tetapi bronkitis ini
pada umumnya disebabkan oleh patogen virus. Secara praktis, diagnosa bronkitis sering
tercermin dari hasil pemberian resep berupa antibiotika tertentu yang diyakini membasmi
jenis bakteri penyebab penyakit ini. Jaringan teriritasi dan memproduksi banyak lendir. Hal
ini banyak terjadi pada anak-anak yang menjadi perokok baik perokok primer maupun
sekunder dan tinggal di lingkungan yang banyak terpolusi.5
Asma adalah peradangan dalam pipa saluran napas yang ditandai dengan pembengkakan
mukosa pipa saluran napas, penyempitan pipa saluran napas, dan terbentuknya lendir
berlebihan dalam pipa saluran napas. Asma disebabkan penyakit alergi. Penyakit alergi
merupakan penyakit keturunan. Penderita asma akan merasakan sesak/sulit bernapas, bisa
disertai bunyi mengi dan batuk. Dahak/lendir pada penyakit asma berwarna putih bening
dengan konsistensi kental/encer. Pada asma tidak ada demam.
Gejala asma pada anak: batuk, sengau atau siulan saat bernapas, napas pendek, pengetatan
otot dada, sulit tidur karena napas pendek, batuk sengau memburuk ketika terserang virus
pernapasan seperti pilek dan flu, tertundanya penyembuhan atau mengalami brokitis setelah
infeksi saluran pernapasan, kelelahan atau masalah pernapasan terjadi ketika bermain atau
olahraga.
Pemicu asma yang berbeda pada setiap anak antara lain: Infeksi virus, seperti pilek, alergen,
seperti debu, bulu hewan, serbuk sari atau jamur, asap tembakau atau polutan lingkungan
lain, olahraga, perubahan udara atau udara dingin.
Tuberkulosis paru, merupakan infeksi saluran pernafasan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Gejalanya berupa demam, mengigil, keringat malam hari, batuk berkelanjutan, sakit dada,
sputum disertai darah, sesak napas.
Dari berbagai penyakit dengan gejala klinis yang hampir memiliki kesamaan, dapat
dipertimbangkan umur pasien dengan penyakit yang sering dijumpai. Pada pasien balita
berumur 2 tahun, kerap dijumpai penyakit pneumonia sebagai penyebab gangguan
pernapasan. Gejala klinis dan pemeriksaan saja tidak cukup untuk mendiagnosa anak tersebut
untuk itu dibutuhkan pemeriksaan lanjutan yang mendukung. 5
Etiologi
8
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai agen infeksi (misalnya, bakteri, virus,
jamur, dan organisme parasit) dan bahan toksik (misalnya, hidrokarbon, asap, bahan kimia,
gas, isi lambung) yang terinhalasi atau teraspirasi. Penyebab pneumonia yang paling lazim
pada anak adalah infeksi virus. Infeksi bakteri hanya menyebabkan 10-30% pneumonia pada
pediatri. Pneumonia infeksius tertentu lebih lazim mengenai usia tertentu.5
Tabel 4. Etiologi Pneumonia.5
Usia Bakteri Virus Lain-lain
Neonatus Streptokokus grup B, Bakteri
koliformis
CMV, Herpesvirus,
Enterovirus
Mycoplasma hominis,
Ureaplasma urealyticum,
Chlamydia trachomatis
4 – 16 minggu Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenza (tipe B),
Streptococcus pneumonia
CMV, RSV, Virus
influenza, Virus para
influenza
Chlamydia trachomatis,
Ureaplasma urealyticum
Sampai dengan
5 tahun
S. pnenumoniae, S. aureus,
H.influenza, Streptococcus grup A
RSV, Adenovirus,
Virus influenza
>5 tahun S. pneumoniae, H. influenza Virus influenza,
Varisela, Adenovirus
Mycoplasma pneuminiae,
Chlamydia pneumoniae,
Legionalla pneumophila
Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus sinsitial pernapasan
(Respiratory Syncitial Virus, RSV), parainfluenza, dan adenovirus. Pada umumnya, infeksi
virus saluran pernapasan bawah jauh lebih sering selama bulan-bulan musim dingin dan RSV
merupakan virus yang paling lazim yang menyebabkan pneumonia, terutama selama masa
bayi.
Kejadian yang paling sering mengganggu mekanisme pertahanan paru adalah infeksi
virus yang mengubah sifat-sifat sekresi normal, menghambat fagositosis, mengubah flora
bakteri, dan mungkin sementara mengganggu lapisan epitel saluran pernapasan normal.
Penyakit virus pernapasan sering mendahului perkembangan pneumonia bakteri beberapa
hari. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia yakni Pneumonia pneumokokus atau
Streptococcus pneumonia. Mikroorganisme memperoleh jalan masuk ke paru melalui
penyebaran hematogen atau penyebaran lokal yang turun melalui cabang-cabang bronkus
pernapasan. 1,5
Epidemiologi
9
Penyakit saluran pernapasan menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang
tertinggi di dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan
infeksi saluran napas di masyarakat atau dirumah sakit atau di pusat perawatan. Pneumonia
yang merupakan bentuk infeksi salauran napas bawah akut di parenkim paru yang serius
dijumpai sekitar 15-20%. 1
Menurut data yang didapatkan melalui departemen kesehatan Indonesia menyebutkan
bahwa pneumonia merupakan pembunuh utama anak dibawah usia lima tahun (Balita) di
dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria dan Campak.
Namun, belum banyak perhatian terhadap penyakit ini. Di dunia, dari 9 juta kematian balita
lebih dari 2 juta balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia atau sama dengan 4 balita
meninggal setiap menitnya. Dari lima kematian balita, satu diantaranya disebabkan
pneumonia.
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka
kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas)
pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5% .
Patofisiologi
Pneumonia terjadi akibat proses infeksi bila patogen yang masuk saluran napas bagian
bawah tersebut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati hambatan mekanisme
pertahanan inang berupa daya tarik mekanik (epitel cilia dan mukus), humoral (antibodi dan
komplemen) dan selular (leukosit polinuklear, makrofag, limfosit dan sitokinnya). Kolonisasi
terjadi akibat adanya berbagai faktor inang dan terapi yang telah dilakukan yaitu adanya
penyakit penyerta yang memperberat, tindakan bedah, pemberian antobiotik, obat-obatan lain
dan tindakan invasif pada saluran pernapasan. Mekanisme lain adalah pasasi bakteri
pencernaan ke paru, penyebaran hematogen, dan akibat tindakan intubasi.1,5,6
Pada pneumonia virus, misal RSV mendorong sekresi profil sitokin dominan-TH2 dari
sel T spesifik-antigen sehingga mendorong infiltrasi eosinofil. Sewaktu infeksi virus, epitel
bronkus itu sendiri banyak mengandung sitokin proinflamasi dan sebagian sitokin ini juga
berperan dalam pematangan dan kemotaksis eosinofil. Hal ini mendukung terjadinya
inflamasi pada saluran pernapsan yang terinfeksi oleh virus.5
Kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahanan yang normal dapat
menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat
merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau
10
bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di
udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus dapat terjadi melalui penyebaran
hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata. Setelah
mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi
eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti
infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas
pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi
infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan
lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
Infeksi paru tidak mengejutkan karena (1) permukaan epitel paru secara terus menerus
terpajan berliter-liter udara yang tercemar; (2) flora nasofaring terus menerus diaspirasi selagi
tidur, bahkan oleh orang sehat; (3) penyakit paru lainnnya yang umum terjadi menyebabkan
parenkim paru rentan terhadap organisme virulen. Hal tersebut membuktikan efisiensi
serangkaian mekanisme pertahanan paru. Pada sistem pernapasan terdapat beragam
mekanisme pertahanan imun dan nonimun yang berjalan dari nasofaring hingga rongga udara
di alveolus.
Tabel 5. Pertahanan Pejamu di Paru.
Lokasi
Saluran napas atasMekanisme pertahanan pejamu
Nasofaring
Rambut hidung
Perangkat mukosilia
Sekresi IgA
Air liur
Orofaring
Pengelupasan sel epitel
Pembentukan komplemen local
Interferensi dari flora residen
Saluran napas penghubung
Trakea, bronkus
Batuk, refleks epiglottis
Percabangan saluran napas yang bersudut
Perangkat mukosilia
Pembentukan imunoglobulin (IgG, IgM, IgA)
Saluran napas bawah
11
Saluran napas terminal,
alveolus
Cairan yang melapisi alvolus (surfaktan, imunoglobulin, komplemen,
fibronektin)
Sitokinin (interleukin 1, faktor nekrosis tumor)
Makrofag alveolus
Leukosit polimorfonukleus
Imunitas selular
Defek pada imunitas bawaan (termasuk kelainan neutrofil dan komplemen) serta
imunodefisiensi humoral biasanya menyebabkan peningkatan insiden infeksi oleh bakteri
piogenik. Di pihak lain, defek imunitas seluler menyebabkan penigkatan infeksi oleh mikroba
intrasel, seperti mikobakteri dan virus herpes serta mikroorganisme yang virulensinya rendah.
Beberapa faktor gaya eksogen menganggu mekanisme pertahanan imun pejamu dan
mempermudah infeksi. Sebagai contoh, merokok melemahkan kemampuan mukosilia
melakukan pembersihan dan mengurangi aktifitas makrofag paru, sedangkan alkohol tidak
hanya menghambat batuk dan refleks epiglotis sehingga risiko aspirasi meningkat, tetapi juga
mengganggu mobilisasi dan kemotaksis neutrofil.
Gambar 2. Patofiologi Pneumonia5
Gejala Klinik
12
Gambaran klinis pneumonia karena virus atau bakteri biasanya berbeda, walaupun
perbedaan tidak selalu jelas pada pasien tertentu. Takipnea, batuk, malaise, demam, nyeri
dada pleuritus, dan retraksi sering terjadi pada keduanya.
Pneumonia virus lebih sering disertai dengan batuk, mengi/stridor. Roentgenogram
dada menunjukkan infiltrat bronkopneumonia bergaris-garis difus, foto thoraks biasanya
memperlihatkan bercak-bercak berbatas kabur yang transien terutama di lobus bawah, dan
jumlah leukosit sering tidak meningkat (normal), limfosit merupakan tipe sel yang dominan.
Pembentukan sputum tidak banyak, tidak terdapat tanda-tanda fisik konsolidasi. Kebanyakan
virus pneumonia didahului gejala-gejala pernapasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan
batuk. Seringkali anggota keluarga yang lain sakit, walaupun biasanya ada demam, suhu
biasanya lebih rendah dari pada pneumonia bakteri. Takipnea, yang disertai dengan retraksi
interkostal, subkostal, dan suprasternal; pelebaran cuping hidung; dan penggunaan otot
tambahan sering ada.5,6
Infeksi berat dapat disertai dengan sianosis dan kelelahan pernapasan. Auskultasi dada
dapat menampakkan ronki dan mengi yang luas, tetapi ronki dan mengi ini sukar dilokalisasi
sumbernya dari suara yang kebetulan ini pada anak yang amat muda dengan dada hipersonor.
Pneumonia virus tidak dapat secara tepat dibedakan dari penyakit mikoplasma atas dasar
klinis murni dan kadang-kadang mungkin sukar dibedakan dari pneumonia bakteri. Karena
edema dan eksudasi berada dalam posisi strategis untuk menyebabkan sumbatan
alveolokapiler, mungkin terjadi gawat napas yang tampaknya jauh melibihi temuan fisik dan
radiologis.5,6
Sedangkan pada pneumonia bakteri biasanya disertai dengan batuk bisa mukopurulen
produktif atau tidak, kadang disertai hemoptisis., Sesudah infeksi pernapasan atas ringan,
sebentar, sering mulai merasa dingin menggigil yang disertai dengan demam setinggi 40,5oC.
Demam ini disertai dengan perasaan mengantuk dengan sebentar-sebentar gelisah;
pernapasan cepat; cemas, dan kadang-kadang delirium (mengigau). Mungkin ada sianosis
sekeliling mulut Pada temuan-temuan auskultasi berupa konsolidasi paru (misalnya,
penurunan suara pernapasan atau pernapasan bronkial, perkusi redup, dan egofoni pada
daerah terlokalisasi). Penemuan kelainan dada lain termasuk retraksi, pelebaran cuping
hidung, perkusi redup, hilangnya fremitus, palpasi dan vokal, suara pernapasan hilang, dan
ronki halus serta krepitasi pada sisi yang terkena. Roentgenogram dada sering menunjukkan
konsolidasi lobaris (penumonia bundar) serta efusi pleura (10-30%), dan jumlah leukosit
perifer meingkat (> 15.000 – 20.000/mm3), dengan dominasi neutrofil.5,6
13
Tanda-tanda fisik mengalami perubahan selama perjalanan penyakit. Tanda-tanda
klasik konsolidasi ditemukan pada hari kedua dan ketiga penyakit dan ditandai dengan
perkusi redup , fremitus bertambah, suara bronkial, dan ronki menghilang. Ketika terjadi
penyembuhan, ronki basah terdengar dan batuk longgar dan menjadi produktif basah lendir
berbercak darah banyak.5
Perkembangan efusi pleura atau empiema dapat menyebabkan ketinggalan sisi yang
terkena pada resiprasi yang dapat dilihat, dengan gerakan berlebihan pada sisi yang
berlawanan. Biasanya perkusi redup pada daerah efusi, dengan pengurangan fremitus dan
suara pernapasan. Suara bronkial sering ditemukan tepat diatas batas cairan dan pada sisi
yang tidak terkena.5
Komplikasi
1. Pneumothorax
Udara dari alveolus yang pecah di sebabkan karena sumbatan atau peradangan di saluran
bronkioli yang membuat udara bisa masuk namun tidak bisa keluar. Lambat laun alveolus
menjadi penuh sehingga tak kuat menampung udara dan pecah.
2. Empiyema (peradangan di paru)
Peradangan terjadi karena kuman atau bakteri berhasil di lokalisasi oleh pertahanan tubuh
namun tidak dapat di basmi akhirnya muncul nanah dan mengumpul di antara paru paru dan
dinding dada.
3. Otitis media akut (OMA)
Terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan masuk ke dalam tuba
eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan
hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
Penatalaksanaan
Banyak penderita yang diberi agen antibiotik pada mulanya jika dicurigai pneumonia
bakteri. Kegagalan berespons terhadap pengobatan antobiotik merupakan bukti tambahan
untuk etiologi virus. Biasanya, hanya cara-cara pendukung yang diperlukan, walaupun
beberapa penderita memerlukan rawat inap di rumah sakit untuk cairan intravena, oksigen,
atau bahkan ventilasi bantuan.5
Terapi simtomatik dengan antipiretik dan analgesik untuk menjaga kenyamanan pasien dan
mengontrol batuk
14
Amoksisilin oral adalah pilihan pertama untuk anak usia < 5 tahun ; makrolid untuk anak ≥ 5
tahun. Berikan kombinasi makrolid + amoxicillin bila dicurigai S. aureus sebagai penyebab.
Satu-satunya agen spesifik yang tersedia untuk pengobatan infeksi virus pernapasan
adalah amantadin oral (atau rimantadin) dan ribavirin aerosol. Agen-agen pertama aktif
terhadap isolat influenza A. Mereka mempunyai kemanjuran yang dapat diperagakan dalam
pencegahan infeksi influenza A yang terpajan, individu yang rentan dan pada pengobatan
penderita yang terinfeksi dengan virus influenza A. Ribavirin aerosol diberikan melalui
nebulizer (20 mg/mL selama 12-18 jam per hari), biasa diberikan untuk anak yang menderita
pneumonia akiba RSV atau bronkiolitis.5,7
Pengobatan tampak bermanfaat hanya jika dimulai dalam 48 jam dari mulainya infeksi.
Ribavirin adalah aktif in vitro terhadap RSV. Obat ini tampak bermanfaat pada bayi tertentu
yang dirawat inap dengan infeksi saluran pernapasan bawah yanng disebabkan oleh RSV.
Namun, obat ini adalah agen yang sangat mahal yang perlu diberikan, sebenarnya terus-
menerus, dengan aerosolisasi. Peran tepatnya dalam manajemen bayi terinfeksi RSV tetap
merupakan sasaran perdebatan.
Pneumonia pada bayi muda adalah paling baik ditangani di rumah sakit, karena cairan
dan antibiotik mungkin harus diberikan secara intravena. Lagipula perjalanan penyakit pada
bayi muda adalah lebih bervariasi dan lebih sering ada komplikasi. Penderita dengan
pneumonia yang disertai dengan efusi pleura atau empiema harus juga dirawat inap di rumah
sakit. pemberian oksigen segera pada penderita dengan distress pernapasan sangat
mengurangi kebutuhan pada sedatif dan analgesik; oksigen ini harus diberikan sebelum
penderita sianosis.5
Pencegahan
Pencegahan pneumonia dapat dilakukan dengan cara :
1. Memberikan vaksinasi pneumokokus atau sering juga disebut sebagai vaksin IPD
2. Memberikan imunisasi pada anak sesuai waktunya
3. Menjaga keseimbangan nutrisi anak
4. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara cukup istirahat dan juga banyak olahraga
5. Mengusahakan agar ruangan tempat tinggal mempunyai udara yang bersih dan
ventilasi yang cukup
15
Prognosis
Sebagian besar anak sembuh dari pneumonia dengan cepat dan sempurna, dan temuan-
temuan roentgenografi akan kembali normal dalam 6-8 minggu. Pada beberapa anak,
pneumonia dapat menetap lebih dari satu bulan atau dapat berulang. Pada kasus demikian,
kemungkinan penyakit yang mendasari harus diamati lebih lanjut. Evaluasi kemudian dapat
dilakukan dengan uji kulit tuberkulkin, penentuan klorida keringat, imunoglobulin serum dan
penentuan sebkelas igG, bronkoskopi dan penelanan barium.5
Kebanyakan anak dengan pneumonia virus sembuh tanpa banyak peristiwa dan tidak
mempunyai sekuele, walaupun perjalanan dapat diperpanjang, terutama pada bayi. Namun,
bukti semakin bertambah bahwa beberapa penderita terutama bayi, dapat terjadi bronkiolitis
obliteran, paru hiperlucent unilateral, atau komplikasi lain sesudah satu episode pneumonia
virus. Adenovirus terutama tipe 1,3,4,7, dan 21 agaknya dalam hal ini yang paling berbahaya,
mampu menyebabkan pneumonia fulminan akut mematikan.5
Pada era sebelum antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil berkisar dari
20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%. Lagipula insiden
empiema kronis dengan fungsi paru berubaha adalah relatif tinggi. Dengan terapi antiobiotik
yang tepat yang diberikan awal pada perjalanan penyakit, angka mortalitas selama masa bayi
dan anak sekarang kurang dari 1%, dan morbidias jangka-lama rendah.5
Dengan terapi yang tepat, biasanya terjadi pemulihan sempurna bagi kedua bentuk
pneumonia pneumokokus meskipun pada beberapa kasus mungkin terjadi penyulit: (1)
kerusakan dan nekrosis jaringan dapat menyebabkan terbentuknya abses; (2) pus dapat
tertimbun di rongga pleura dan menimbulkan empiemal; (3) organisasi eksudat intraalveolus
dapat mengubah paru menjadi jaringan fibrosa yang padat; dan (4) bakteremia dapat
menyebabkan meningitis, artritis, atau endokarditis infeksiosa. Penyulit lebih besar
kemungkinan terjadi pada pneumokokus serotipe 3.
Kesimpulan
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah
yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering
menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-
anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi
kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan
angka kematian anak.
16
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid 3. Vol. 5. Jakarta: Interna publishing; 2009. hal. 2196-8.
2. Gleadle J. History and examination at a glance. Diterjemahkan oleh: Rahmalia A,
Safitri A. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.hal. 96.
3. Bickley LS. Bates’ guide to physical examination & history taking. Edisi 8.
Diterjemahkan oleh: hartono A, Dwijayanthi L, Novrianti A, Karolina S. jakarta:
EGC; 2009. hal. 671-2.
4. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Edisi 2.
Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.hal.205-6.
5. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. 1999. Nelson textbook of pediatrics.
Volume 2. Edisi 15. Diterjemahkan oleh: Wahab AS. Jakarta: EGC. 2012. h.883-9,
1031, 1113, 1483-6.
6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robbins basic pathology. Edisi 7. Diterjemahkan
oleh: Hartanto H, darmaniah N, Wulandari N. jakarta: EGC. 2007. h. 537-43.
7. Katzung BG. Basic and clinical pharmacology. Diterjemahkan oleh: Nugroho AW,
Rendy L, Dwijayanthi L, Nirmala WK. Jakarta: EG;. 2012.hal.753-4.
17