TINJAUAN FILSAFAT: PARADIGMA PENELITIAN PENENTUAN ...
Transcript of TINJAUAN FILSAFAT: PARADIGMA PENELITIAN PENENTUAN ...
Tinjauan Filsafat: Paradigma Penelitian … (Varuliantor Dear)
59
TINJAUAN FILSAFAT: PARADIGMA PENELITIAN PENENTUAN
FREKUENSI KERJA SISTEM KOMUNIKASI KANAL IONOSFER
(PHILOSOPHY REVIEW: RESEARCH PARADIGM ON THE
DETERMINATION OF WORKING FREQUENCY IN THE IONOSPHERIC
COMMUNICATION SYSTEM)
Varuliantor Dear
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI)
Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha 10, Bandung
e-mail: [email protected]
RINGKASAN
Makalah ini membahas tentang sejarah penelitian ionosfer pada aspek penentuan frekuensi
kerja berdasarkan tinjauan filsafat ilmu pengetahuan. Metoda yang digunakan berupa studi literatur
dari hasil penelitian yang telah terpublikasi dalam domain publik pada periode tahun 1960 hingga
2018. Tantangan pemanfaatan ionosfer sebagai kanal komunikasi menjadi latar belakang dari
perkembangan paradigma penelitian ionosfer yang muncul dan digunakan pada periode awal penelitian
hingga saat ini. Pengujian paradigma dengan metoda verifikasi dan falsifikasi menunjukkan revolusi
paradigma terjadi sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Thomas Khun. Namun demikian,
perkembangan penelitian yang terjadi menunjukkan bahwa paradigma metoda manajemen frekuensi
tetap digunakan hingga saat ini, kendatipun sistem Automatic Link Establishment (ALE) muncul sebagai
paradigma pengganti yang baru. Seiring dengan kebutuhan pengguna yang meningkat, kombinasi
kedua paradigma tersebut memiliki potensi untuk dapat terjadi dan dapat saling melengkapi
kelemahan dan keunggulan masing-masing.
1 PENDAHULUAN
Lapisan ionosfer merupakan
sumber alam yang masih menjadi topik
menarik bagi para peneliti kendatipun
kegiatan penelitian tentang ionosfer
telah berlangsung lebih dari 100 tahun,
dimulai sejak tahun 1989 (Wang et al.,
2018). Cakupan kegiatan penelitian
meliputi mekanisme fisis pembentukan
lapisan ionosfer, karakterisitik dan sifat
ionosfer, hingga pada pemanfaatan
lapisan ionosfer bagi aktivitas manusia.
Bidang keilmuan yang terlibat dalam
aktivitas penelitian ionosfer cukup
beragam seperti ilmu fisika, matematika,
kimia, serta teknik telekomunikasi.
Keberagaman bidang ilmu tersebut
menyebabkan pendekatan penelitian
yang dilakukan muncul dari sudut
pandang yang berbeda-beda. Namun
demikian, secara umum tujuan dari
penelitian ionosfer adalah untuk
meningkatkan ilmu pengetahuan yang
terimplementasi dalam bentuk
pertanyaan sains mendasar dan
pemanfaatan lapisan ionosfer bagi
aktivitas kehidupan manusia.
Ionosfer sebagai kanal
komunikasi merupakan salah satu
bentuk penelitian potensi pemanfaatan
lapisan ionosfer dalam kehidupan
manusia. Sifat lapisan ionosfer yang
memiliki kemampuan untuk
memantulkan gelombang radio pada
spektrum HF (High Frequency; 3-30
MHz) menjadikannya sebagai latar
belakang dari penelitian ionosfer untuk
kanal komunikasi. Wujud nyata dari
pemanfaatan penelitian salah satunya
berupa teknologi radio komunikasi
Berita Dirgantara Vol. 19 No. 2 Desember 2018: 59-68
60
Single Side Band (SSB) yang hingga saat
ini masih digunakan oleh masyarakat,
khususnya didaerah-daerah terpencil.
Teknologi komunikasi radio SSB yang
tak terpisahkan dengan propagasi pada
kanal ionosfer mampu menghadirkan
layanan komunikasi dengan jarak yang
jauh. Hal tersebut berdampak pada
kemampuan untuk melayani
komunikasi didaerah-daerah yang
belum terjangkau oleh pembangunan
infrastruktur telekomunikasi yang
modern. Selain itu komunikasi radio
SSB juga berperan dalam kegiatan
khusus seperti operasi militer dan
mitigasi bencana alam, sehingga
komunikasi kanal ionosfer masih terus
diteliti dan dikembangkan.
Tantangan yang muncul dalam
penelitian pemanfaatan lapisan ionosfer
sebagai kanal komunikasi adalah sifat
dan karakteristik lapisan ionosfer yang
dinamis. Sifat dan karakteristik lapisan
ionosfer yang dinamis menyebabkan
ionosfer dikenal sebagai kanal lintasan
jamak yang berubah terhadap waktu
(Time Varying Multipath Channel). Selain
itu, tantangan mendasar dari
komunikasi kanal ionosfer adalah
pemilihan frekuensi kerja yang tidak
dapat sembarangan (Maslin, 1987).
Kondisi Ionosfer yang berubah sebagai
fungsi waktu dapat menyebabkan
sebuah frekuensi kerja yang dipilih tidak
dapat digunakan setiap waktu. Hal ini
tentu menghilangkan esensi dari sistem
komunikasi, yakni kemampuan
menyampaikan informasi dari pengirim
kepada penerima setiap waktu
(reliability). Kondisi ini dapat diartikan
bahwa pemilihan frekuensi kerja
menjadi penentu performa dari sistem
komunikasi kanal ionosfer yang
dirancang.
Dalam makalah ini dijelaskan
tentang sejarah kegiatan penelitian
ionosfer dengan tema mencari metoda
penentuan frekuensi kerja dari sudut
pandang filsafat ilmu pengetahuan.
Penjelasan meliputi perkembangan awal
paradigma penelitian yang dilakukan
hingga kondisi saat ini yang dapat
dilihat sebagai contoh implementasi dari
revolusi paradigma menurut tokoh
filsafat ilmu pengetahuan (Khun, 1996).
Menurut Khun, paradigma penelitian
dapat mengalami perubahan seiring
dengan ketidakmampuan paradigma
sebelumnya sebagai solusi masalah
yang muncul. Selain menjelaskan
dinamika paradigma penelitian yang
terjadi, dalam makalah ini juga
dijelaskan proses pengujian dari
paradigma yang telah diterima
berdasarkan sudut pandang kelompok
lingkaran Wina dan Karl Popper.
Motivasi dari makalah ini adalah untuk
memberikan pemahaman secara
menyeluruh tentang sejarah
perkembangan paradigma penelitian
pemanfaatan ionosfer, khususnya pada
topik penentuan frekuensi kerja sistem
komunikasi kanal ionosfer.
2 TANTANGAN PEMANFAATAN
IONOSFER SEBAGAI KANAL
KOMUNIKASI
Parameter lapisan ionosfer yang
menentukan keberhasilan perambatan
gelombang radio adalah nilai kerapatan
elektron (N) ionosfer. Nilai kerapatan
elektron lapisan ionosfer berkorelasi
dengan nilai frekuensi plasma (fo)
lapisan ionosfer. Dalam perancangan
sistem komunikasi radio yang
memanfaatkan kanal ionosfer,
tantangan utama dan mendasar adalah
penentuan nilai frekuensi kerja (fc).
Besaran nilai frekuensi kerja (fc) harus
disesuaikan dengan nilai frekuensi
plasma (fo) lapisan ionosfer agar arah
perambatan gelombang radio dapat
kembali menuju permukaan bumi
untuk menjamin keberhasilan
komunikasi. Ilustrasi sederhana
hubungan antara nilai fc dan frekuensi
plasma (fo) lapisan ionosfer dijelaskan
pada Gambar 2-1.
Ilustrasi pada Gambar 2-1
menunjukkan bahwa perambatan
Tinjauan Filsafat: Paradigma Penelitian … (Varuliantor Dear)
61
gelombang radio pada lapisan ionosfer
dibatasi oleh nilai Lowest Usable
Frequency (LUF) dan Maximum Usable
Frequency (MUF). LUF ekivalen dengan
nilai frekuensi plasma (fo) lapisan D.
Sedangkan MUF ekivalen dengan nilai
frekuensi plasma (fo) lapisan F ionosfer.
Untuk menjamin keberhasilan
perambatan gelombang radio dari
pemancar menuju penerima, nilai fc
harus berada di antara nilai LUF dan
MUF. Apabila nilai fc lebih besar dari
nilai fo, maka gelombang radio yang
merambat pada lapisan ionosfer akan
diteruskan ke luar angkasa dan tidak
kembali menuju permukaan bumi.
Sebaliknya apabila nilai fc lebih rendah
dari nilai LUF, gelombang radio yang
merambat pada lapisan ionosfer akan
mengalami redaman atau atenuasi.
Gambar 2-1: Ilustrasi hubungan nilai frekuensi
kerja (fc) dengan frekuensi kritis
(fo) lapisan ionosfer
Selain ditentukan oleh proses
mekanisme fisis lapisan ionosfer bahwa
nilai fc harus berada antara nilai LUF
dan MUF, perubahan nilai LUF dan MUF
sebagai wujud dari sifat dinamis lapisan
ionosfer juga menjadi tantangan
tambahan dalam proses penentuan nilai
fc. Nilai LUF dan MUF yang berubah
terhadap waktu berimbas pada
keberhasilan penggunaan fc yang secara
praktis umumnya bernilai tetap. Dapat
dimungkinkan terjadi suatu kondisi
dimana nilai fc yang telah dipilih
ternyata bernilai lebih besar dari nilai
MUF pada rentang periode waktu
tertentu sehingga komunikasi yang
direncanakan tidak berhasil. Demikian
pula dapat terjadi kondisi dimana nilai
fc yang telah ditentukan dapat bernilai
lebih rendah dari nilai LUF pada rentang
waktu tertentu sehingga mengalami
redaman energi gelombang radio yang
tinggi. Oleh karena itu, pola perubahan
lapisan ionosfer perlu diketahui sebelum
melakukan pemilihan frekuensi kerja
suatu sistem komunikasi radio kanal
ionosfer.
Pola perubahan lapisan ionosfer
dapat dijelaskan dari variasi-variasi
yang dimiliki oleh lapisan ionosfer.
Setidaknya terdapat 4 variasi lapisan
ionosfer, yakni: variasi harian, variasi
musiman, dan variasi dekadal yang
mengikuti siklus aktivitas matahari 11
tahunan yang merupakan bentuk
variasi temporal, serta variasi lintang
yang merupakan bentuk variasi spasial.
Contoh variasi lapisan ionosfer disajikan
pada Gambar 2-2.
(a) (b)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 3 6 9 12 15 18 21
foF2
(MH
z)
Waktu Lokal
SSN = 0
BIK
PTK
KTB
SMD0
2
4
6
8
10
12
14
16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
foF2
(MH
z)
Bulan
SSN = 0
BIKPTKKTBSMD
Berita Dirgantara Vol. 19 No. 2 Desember 2018: 59-68
62
(c) (d) Gambar 2-2: Berbagai variasi lapisan ionosfer dari sudut pandang kemampuan pemantulan gelombang
radio, yakni: (a) variasi harian, (b) variasi musiman, (c) variasi 11 tahunan, dan (d) variasi
lintang (Jiyo, 2018).
3 PARADIGMA PENELITIAN
PENENTUAN FREKUENSI KERJA
KOMUNIKASI KANAL IONOSFER
Paradigma Awal: Metoda Manajemen
Frekuensi
Pada tahap awal penelitian
ionosfer, paradigma atau metoda yang
digunakan sebagai solusi penentuan
frekuensi kerja komunikasi kanal
ionosfer adalah dengan pendekatan
yang bersifat manajerial yang dikenal
sebagai metoda Manajemen Frekuensi.
Metoda manajemen frekuensi
memanfaatkan pengetahuan tentang
pola perubahan nilai LUF dan MUF
dalam satu hari untuk mendapatkan
rentang frekuensi yang dapat
dipantulkan oleh lapisan ionosfer.
Informasi nilai LUF dan MUF diperoleh
dari penelitian variasi lapisan ionosfer
yang kemudian dibuatkan kedalam
model matematis. Berdasarkan model
tersebut, tiap frekuensi dapat dihitung
nilai peluangnya dalam satu hari
sebagai indikator periode waktu
keberhasilan perambatan gelombang
radio dilapisan ionosfer.
Secara teknis, penerapan metoda
manajemen frekuensi adalah suatu
proses penentuan frekuensi kerja yang
memiliki peluang tertinggi untuk dapat
digunakan. Namun, berdasarkan aspek
hukum atau regulasi, metoda
manajemen frekuensi diterapkan
dengan dua konsep berikut:
1. Memilih frekuensi kerja berdasarkan
waktu komunikasi, dan
2. Memilih rentang waktu komunikasi
berdasarkan frekuensi kerja
Konsep pertama dilakukan
apabila sistem komunikasi yang
dirancang belum memiliki frekuensi
kerja yang secara hukum dapat
digunakan. Frekuensi yang dipilih dapat
diajukan kepada pihak regulator sebagai
frekuensi operasional dengan peluang
keberhasilan komunikasi yang paling
tinggi dalam satu hari. Sedangkan
konsep kedua dilakukan apabila sistem
komunikasi yang dirancang telah
memiliki frekuensi kerja yang dapat
digunakan secara hukum, namun masih
belum optimal penggunaannya.
Penggunaan frekuensi kerja tersebut
disesuaikan waktu penggunaannya
berdasarkan peluang keberhasilan yang
tertinggi. Ilustrasi penerapan metoda
manajemen frekuensi dijelaskan pada
Gambar 3-1. Pada periode awal
pemanfaatan lapisan ionosfer untuk
komunikasi, metoda Manajemen
Frekuensi menjadi paradigma satu-
satunya yang dianggap mampu menjadi
solusi dari permasalahan penentuan
frekuensi kerja. Praktisi komunikasi
radio HF seperti para amatir radio
maupun operator radio dari institusi
militer terus mengasah kemampuan
penerapan manajemen frekuensi seiring
02468
1012141618
1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015
<foF2>
(M
Hz)
BIK foF2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
BIK TJS
MH
z
00LST 06LST 12LST 18LST
Tinjauan Filsafat: Paradigma Penelitian … (Varuliantor Dear)
63
dengan popularitas penggunaan
komunikasi radio HF.
(a)
(b)
Gambar 3-1: Ilustrasi penerapan Metoda
manajemen Frekuensi dengan
konsep (a) memilih frekuensi kerja,
dan (b) memilih rentang waktu.
Pengujian Paradigma Metoda
Manajemen Frekuensi
Pada era awal tahun 1960,
paradigma metoda Manajemen
Frekuensi diusulkan dan diterima
sebagai solusi permasalahan pemilihan
frekuensi komunikasi kanal ionosfer.
Pada masa itu pengujian paradigma
manajemen frekuensi umumnya
dilakukan dengan mengikuti pola pikir
lingkaran wina yakni metoda verifikasi.
Pengujian dilakukan oleh (Earl dan
Bruce, 1986) (Ahmed et a.l, 1985)
(Goodman dan Daehler, 1988) dengan
menggunakan metoda perbandingan
antara hasil penerapan pada berbagai
sistem yang berbeda. Hasil yang
diperoleh cukup memuaskan sehingga
paradigma ini terus kokoh dan tumbuh
berkembang melalui berbagai modifikasi
dan penerapan teknik baru seperti yang
dilakukan dalam (Prescott et al., 1991)
(Marlborough dan Pickett, 1989) (Piggin
et al., 1996). Namun sayangnya, pada
periode waktu tersebut tidak ditemukan
publikasi yang menunjukkan pengujian
metoda manajemen frekuensi dengan
metoda falsifikasi menurut pemikiran
Karl Popper.
Berbagai hasil positif, baik dalam
bentuk testimoni maupun publikasi
ilmiah dari penerapan metoda
manajemen frekuensi mendorong para
peneliti untuk terus mengembangkan
model ionosfer yang telah ada. Model
ionosfer tersebut dikembangkan sebagai
perangkat (tools) perhitungan prediksi
frekuensi (De Voogt, 1960). Beberapa
model ionosfer dikemas kedalam
software yang lebih aplikatif seperti
VOACAP, ICECAP, dan ASAPS . Hingga
saat ini terdapat lebih dari 58 software
prediksi frekuensi yang umumnya dapat
diperoleh dengan mudah melalui
internet (Luxorion, 2017). Software
prediksi frekuensi secara praktis
dimanfaatkan oleh para praktisi
komunikasi radio HF untuk
menghasilkan prediksi frekuensi yang
kemudian digunakan dalam metoda
manajemen frekuensi sebagai bentuk
perencanaan frekuensi operasional
sistem komunikasi radio HF.
Paradigma baru: Sistem Automatic
Link Establishment (ALE)
Seiring dengan berkembangnya
teknologi dan meningkatnya kebutuhan
pengguna, paradigma metoda
manajemen frekuensi ternyata
dirasakan belum cukup memenuhi
ekspektasi bagi sebagian kalangan
praktisi komunikasi kanal ionosfer.
Beberapa pengguna komunikasi radio
SSB menyatakan bahwa penggunaan
manajemen frekuensi tidak cukup
praktis. Turut mendukung kondisi
tersebut, teknologi satelit yang mulai
diperkenalkan sejak akhir tahun 1960
membuat teknologi komunikasi radio
SSB menjadi kurang menarik dan mulai
tergantikan. Bagi para praktisi
komunikasi radio SSB yang bertahan,
kondisi ini menunjukkan perlunya
metoda atau paradigma baru yang
secara praktis dapat lebih mudah untuk
Berita Dirgantara Vol. 19 No. 2 Desember 2018: 59-68
64
diterapkan. Menurut teori revolusi sains
Thomas Khun, fase ini disebut sebagai
fase kritis akibat metoda manajemen
frekuensi belum mampu menjawab
kebutuhan beberapa pengguna tersebut.
Beranjak dari kebutuhan akan
paradigma baru dan seiring dengan
berkembangnya teknologi
mikrokontroler, pada awal era tahun
1980 dunia industri mulai
memperkenalkan teknologi baru yang
disebut sebagai sistem Automatic Link
Establishment (ALE). Sistem ALE
menawarkan kemampuan untuk
memilih frekuensi kerja secara otomatis
tanpa memerlukan informasi model
ionosfer atau perhitungan prediksi
frekuensi seperti yang diterapkan pada
metoda Manajemen Frekuensi.
Paradigma baru ini menggunakan aspek
yang berbeda, yakni dengan
menerapkan sistem evaluasi kanal
secara mandiri. Teknologi sistem ALE
fokus pada penelitian aspek data link
layer dan physical layer (Johnson, 1998)
yang merupakan hasil penelitian dari
kalangan enginer. Ilustrasi sistem ALE
disajikan pada Gambar 3-2.
Gambar 3-2: Mekanisme Pemilihan Frekuensi
Kerja Sistem ALE
Munculnya sistem ALE sebagai
paradigma baru dalam memilih
frekuensi kerja pada sistem komunikasi
kanal ionosfer disambut positif oleh
masyarakat. Bersamaan dengan momen
munculnya teknologi ALE, komunikasi
radio SSB mulai kembali dilirik karena
disadari bahwa komunikasi radio SSB
memiliki keunggulan yang unik, yakni:
mandiri atau tidak memerlukan
infrastruktur komunikasi modern, jarak
jangkauan komunikasi yang jauh, dan
relatif murah. Untuk kondisi tertentu
seperti peristiwa bencana alam,
keunggulan komunikasi radio SSB
menjadi nilai yang dapat diandalkan.
Sedangkan dalam komunikasi militer,
komunikasi radio SSB kembali dilirik
karena relatif lebih kebal terhadap
tindakan jamming apabila dibandingkan
dengan teknologi satelit.
Pengujian Paradigma Sistem ALE
Pengujian sistem ALE pada
periode awal dilakukan oleh kaum
profesional seperti pihak industri,
militer, dan pemerintah karena
keterbatasan dana. Pada tahun 1984
pengujian empiris pertama dilakukan
oleh perusahaan MITRE dengan
menggunakan jaringan radio HF
pemerintah Amerika Serikat yang telah
ada dan ditambahkan dengan stasiun
radio komunikasi baru (Harrison, 1985).
Hasil yang diperoleh menunjukkan
kegagalan menciptakan hubungan
komunikasai (link) akibat adanya
berbagai varian sistem ALE yang
ternyata tidak kompatibel satu sama
lain. Sifat interoperability yang
seharusnya melekat dalam sistem
komunikasi radio HF tidak dapat
diwujudkan oleh sistem ALE pada saat
itu. Hasil pengujian empiris yang
dilandasi oleh pemikiran kaum
Lingkaran Wina tersebut, yakni
verifikasi, ternyata mendapatkan hasil
yang serupa dengan konsep falsifikasi
seperti yang dikemukakan oleh Popper.
Sebagai tindak lanjut dari hasil
pengujian tersebut, pemikiran untuk
membuat suatu standar sistem ALE
Tinjauan Filsafat: Paradigma Penelitian … (Varuliantor Dear)
65
diusulkan kepada pemerintah Amerika
Serikat. Selanjutnya pada pada tahun
1990 standar sistem ALE ditetapkan,
yakni standar FED-STD 1045. Standar
untuk masyarakat umum tersebut juga
diadopsi oleh pihak militer Amerika
Serikat melalui standar MIL-STD 188-
141A (United Stated Military Standard,
1999). Berdasarkan persepektif filsafat
ilmu pengetahuan, standar ini
merupakan salah satu contoh
kebenaran konsensus yang menjadi
pijakan bari para peneliti dan praktisi
sistem ALE.
Beberapa pengujian yang telah
menerapkan standar sistem ALE STD-
FED 1045 atau MIL-SETD 188-141A
disajikan pada (Cleveland, 1994) (Street
dan Darnell, 1997) (Richard, 1996)
(Richard, 1997). Pengujian dilakukan
dengan metoda simulasi dan
eksperimen. Dominan pengujian sistem
ALE bersifat verifikasi untuk melihat
kesesuaian antara hipotesis dengan
hasil uji (Cleveland, 1994) (Street dan
Darnell, 1997). Namun, terdapat juga
pengujian yang menggunakan konsep
falsifikasi, terutama penelitian dengan
tujuan mengusulkan penerapan metoda
baru akibat dari kelemahan sistem yang
ada (Lay, 1996) (Lay, 1997). Hasil
pengujian yang telah dilakukan pada
umumnya mengarah pada
pengembangan sistem ALE yang telah
ada sesuai kebutuhan pengguna. Hingga
saat ini penelitian teknologi sistem ALE
telah berada kepada generasi ke-empat
(4G) dengan keunggulan berupa
kemampuan memilih frekuensi kerja
dan menjaga link komunikasi serta
mampu memberikan layanan transmisi
data digital dengan kecepatan tertentu.
Paradigma Saat ini dan arah
Perkembangan Penelitian
Saat ini metoda manajemen
frekuensi masih terus digunakan
terutama untuk perencanaan sistem
komunikasi radio SSB dengan tujuan
pengajuan perijinan frekuensi kerja.
Contoh penerapan metoda manajemen
frekuensi di Indonesia dapat dilihat
dalam (Dear et al., 2016). Selain itu,
metoda manajemen frekuensi juga
digunakan untuk proses evaluasi
pelaksanaan komunikasi terkait dengan
perubahan kondisi cuaca antariksa yang
terjadi secara tiba-tiba (Ritchie dan
Honary, 2009).
Disisi lain, paradigma teknologi
ALE juga terus dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan pengguna yang
turut berkembang. Keberadaan dua
paradigma penelitian penentuan
frekuensi kerja komunikasi kanal
ionosfer tersebut tidak menghilangkan
atau menggantikan satu dengan yang
lain. Bahkan, kedua paradigma tersebut
memiliki potensi untuk digabungkan.
Salah satu tantangan yang muncul
dalam pengembangan sistem ALE
adalah durasi waktu tunggu (Dwelling
Time) yang linear dengan jumlah
frekuensi yang dievaluasi. Sedangkan
permasalahan metoda manajemen
frekuensi adalah sifat penggunaannya
yang manual kendatipun lebih efektif
memilah frekuensi yang dapat diuji.
Kombinasi antara sistem ALE dan
Metoda Manajemen Frekuensi dapat
melengkapi satu sama lain. Penelitian
sistem ALE untuk mendapatkan waktu
tunggu yang lebih efektif dan penelitian
model ionosfer untuk meningkatkan
akurasi dapat menciptakan suatu
sistem yang lebih akurat dan cepat
dalam menentukan frekuensi pada
kanal komunikasi ionosfer. Kedua
paradigma ini dapat bersatu sehingga
dapat menjadi solusi dari penentuan
frekuensi kerja pada kanal ionosfer.
4 PENUTUP
Penelitian Penentuan Frekuensi
Kerja Sistem komunikasi Kanal Ionosfer
telah berlangsung lebih dari 100 tahun
dan telah menghasilkan dua paradigma
penelitian. Paradigma penelitian
tersebut adalah metoda Manajemen
Frekuensi dan Sistem Automatic Link
Berita Dirgantara Vol. 19 No. 2 Desember 2018: 59-68
66
Establishment (ALE) yang menggunakan
dua pendekatan berbeda. Metoda
manajemen frekuensi menggunakan
pendekatan manajerial yang dilakukan
secara manual dengan menggunakan
data model ionosfer. Sedangkan metoda
sistem ALE menggunakan pendekatan
evaluasi kanal secara real time yang
bersifat otomatis. Metoda sistem ALE
lahir akibat dari ketidakpuasan
sebagian pengguna terhadap metoda
manajemen frekuensi dan berkembang
menjadi sebuah paradigma baru.
Namun demikian, kendatipun teknologi
sistem ALE diterima dengan baik oleh
masyarakat pengguna, metoda
manajemen frekuensi tidak hilang
begitu saja ataupun tergantikan oleh
sistem ALE. Metoda manajemen
frekuensi masih terus digunakan
terutama untuk perencanaan dan
evaluasi. Bahkan, kombinasi metoda
manajemen frekuensi dengan sistem
ALE memiliki potensi untuk
meningkatkan kemampuan satu sama
lain maupun untuk menghasilkan
paradigma baru.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Dr. Ir. Dimitri Mahayana,
M.Eng. selaku dosen pengampu mata
kuliah Filsafat Ilmu S-3 STEI-ITB yang
menginspirasi penulis membuat
makalah ini dalam proses penelitian
yang dilakukan. Tidak lupa juga terima
kasih diucapkan kepada para peneliti
Pusat Sains Antariksa LAPAN yang
banyak memberikan saran dan
komentar positif dalam penulisan
makalah ini.
RUJUKAN
Ahmed, M., Sales, G., S., dan Reinisch, B., W. 1985. Frequency Management of a Long
Range HF Communication Link US-UK Observational Data. Proceeding in MILCOM 1985 - IEEE Military Communications Conference. Pp. 289–292.
Cleveland, J. R. 1994. Simulation of digital
message transfer with MIL-STD protocols
across HF radio networks. Proceedings of MILCOM '94, Fort Monmouth, NJ, USA. pp. 885-889. vol.3. doi: 10.1109/MILCOM.1994.473987.
De Voogt, A., H. 1960. Ionospheric Models as an
Aid for the Calculation of Ionospheric Propagation Quantities. In Proceedings of the IRE, vol. 48, no. 3, pp. 341-346.
doi: 10.1109/JRPROC.1960.287606. Dear, V, Jiyo, dan Anggarani, S., 2016. Analisis
Propagasi Gelombang Radio HF di Wilayah Penangkapan Ikan Sadeng Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika, di Yogyakarta.
Earl, G., F., dan Bruce, A., 1986. Frequency
Management Support for Remote Sea-State Sensing Using the JINDALEE Skywave Radar. IEEE J. Ocean. Eng., Vol. 11, No. 2, pp. 164–173, 1986.
Goodman, M., J., dan Daehler, M. 1988. Use of
Oblique Incidence Sounders in HF Frequency Management. Proceeding in
1988 Fourth International Conference on HF Radio Systems and Techniques.
Harrison, G. 1985. Functional analysis of link estab- lishment in automated HF system. Working paper 86W00015, MITRE Corporation, McLean, VA, Dec. 1985.
Jiyo, 2018. Manajemen Frekuensi. Bimbingan Teknis Aksi Keselamatan Penerbangan AirNav 31 Oktober-1 November 2018. Sentani, Papua.
Johnson, E., E. 1998. Third-generation technologies for HF radio networking. IEEE Military Communications Conference. Proceedings. MILCOM 98 (Cat. No.98CH36201), Boston, MA, USA,
1998, pp. 386-390 vol.2. doi: 10.1109/MILCOM.1998.722158.
Khun, S. T. 1996. The Structure of Scientific Revolutions", Third Edition. The University of Chicago Press, Chicago and London.
Lay, R. 1996. Error correction in high frequency
automatic link establishment radios with and without link protection. Proceedings of MILCOM '96 IEEE Military
Communications Conference, McLean, VA, USA. pp. 696-699 vol.3. doi: 10.1109/MILCOM.1996.571332.
Lay, R., 1997. Errors in high frequency automatic link establishment radios.
MILCOM 97 MILCOM 97 Proceedings, Monterey, CA, USA. pp. 1036-1040 vol.2. doi: 10.1109/MILCOM.1997.646774.
Luxorion 2017. Review of HF Propagation analysis & prediction programs. Cited in http://www.astrosurf.com/luxorion/qsl-review-propagation-software.htm. [November 2018].
Marlborough, R., dan Pickett, C., L. 1989. Automatic Frequency Management. IEE Colloquium on Adaptive HF Management, London, UK, 1989, pp. 211-214.
Tinjauan Filsafat: Paradigma Penelitian … (Varuliantor Dear)
67
Maslin, N., M. 1987. HF Communications: A Systems Approach. Pitman Publishing, London.
Piggin, P., W., Darnell, M., dan Gallagher, M., 1996. Passive monitoring for improved HF frequency management. IEE
Colloquium on Frequency Selection and Management Techniques for HF Communications, London, UK. pp. 16/1-16/6. doi: 10.1049/ic:19960131.
Prescott, G., Alexander, P., Holtzman, J., dan Roderman, S. 1991. A Computer Aided
Design System for Frequency Management. pp. 358–362.
Ritchie, S., E., dan Honary, F., 2009. Storm
sudden commencement and its effect on highlatitude HF communication links.
Journal of Space Weather, Vol. 7, no. 6, pp. 1–20, June 2009. doi: 10.1029/2008SW000461.
Street, M., D., dan Darnell, M. 1997. Results of
new automatic link establishment and maintenance techniques for HF radio systems. MILCOM 97 MILCOM 97 Proceedings, Monterey, CA, USA. pp. 1067-1071 vol.2. doi: 10.1109/MILCOM.1997.646780.
United States Military Standard, 1999. MIL-STD-188-141A, Interoperability and Performance Standards for Medium and
High Frequency Radio System’s. Wang, J., Ding, G., dan Wang, H., 2018. HF
Communications : Past , Present , and Future. China Communication, Vol. 15, pp. 1–9, 2018.