TINGKAT KONTAMINASI MIKROBA PADA SUSU … · (ASI), dapat diolah menjadi mentega, keju, gula susu...
-
Upload
doannguyet -
Category
Documents
-
view
225 -
download
1
Transcript of TINGKAT KONTAMINASI MIKROBA PADA SUSU … · (ASI), dapat diolah menjadi mentega, keju, gula susu...
i
SKRIPSI
Oleh
FITRIA NINGSIH I 111 11 043
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2015
TINGKAT KONTAMINASI MIKROBA PADA SUSU PASTEURISASI SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L)
DENGAN PENAMBAHAN KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L) PADA PENYIMPANAN YANG BERBEDA.
ii
SKRIPSI
Oleh
FITRIA NINGSIH I 111 11 043
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2015
TINGKAT KONTAMINASI MIKROBA PADA SUSU PASTEURISASI SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L)
DENGAN PENAMBAHAN KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L) PADA PENYIMPANAN YANG BERBEDA
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Fitria Ningsih
NIM : I 111 11 043
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli.
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama
dalam Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka
bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan
seperlunya.
Makassar, Desember 2015
Fitria Ningsih
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘AlaikumWarahmatullahiWabarakatuh,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, oleh karena atas
berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Salam
dan salawat kepada Rasulullah Muhammad Saw. Sang revolusioner sejati yang
menjadi teladan dalam menghantarkan kita selalu menuntut ilmu untuk bekal
akhirat dan duniawi.
Terima kasih terucap bagi segenap pihak yang telah meluangkan waktu,
pemikiran dan tenaganya sehingga penulisan skripsi ini rampung. Oleh sebab itu,
sepantasnyalah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si. Selaku pembimbing utama yang
meluangkan banyak waktunya dan idenya dalam penyusunan skripsi dan
Ibu Endah Murpi Ningrum, S.Pt., MP. Selaku pembimbing anggota yang
banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan motivasi kepada
penulis selama perkuliahan.
2. Kedua orang tua yang saya sangat sayangi dan banggakan sampai akhir
hayatnya Ayahanda Alm. Sumardin dan Ibunda Rosdawati yang terus-
menerus mendoakan, memotivasi serta mengarahkan penulis.
3. Saudara-saudara kandung saya Fitra Apriyanto, S.Kom. dan Saputra
Irianto yang selalu membantu baik material maupun non material,
mendorong dan mengarahkan penulis selama masa perkuliahan.
vi
4. Sahabat seperjuanganku Sitti Sarah dan Handayani yang selalu ada
dalam setiap kondisi apapun
5. Saudaraku Ayu Soraya, Kartina, Sitti Masita, S.Pt., Karmila Gaffar,
S.Pi., Muthmainnah Sarira, S.Pi., Fitriani, S.Pt., Syahriana Sabil,
S.Pt., Irmayana Ayu Anita, S.Pt., Andi Nurul Ainun, S.Pt., Sarianti,
S.Pt., Nur Aryati, Andi Pancawati, S.Pt., Aprisal Nur, Hendra Wanto,
Alifran Esarianto, S.Pt., Andi Faisal, S.Pt. dan Indri Ratna sari S.Pt.
yang tetap memberikan semangat yang begitu luar biasa kepada penulis.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Latief Tolleng, M.Sc selaku penasehat akademik,
atas segala waktu dan bimbingannya selama masa studi ini.
7. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Ambo Ako, M.Sc, Ibu Prof. Dr. drh. Hj.
Ratmawati Malaka, M.Sc., Dan Ibu Dr. Fatmah Maruddin, S.Pt., MP.
Selaku Penguji atas waktu dan segala masukan yang bermanfaat dalam
penyusunan skripsi ini.
8. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc, selaku Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin.
9. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc. selaku ketua program
studi peternakan.
10. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
11. Bapak/ibu staf tata usaha Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
12. Teman – teman seperjuanganku SOLANDEVEN ber-HIMATEHATE
dan kakanda Lukman Hakim, S.Pt., Syamsuddin S.Pt., Arham Janwar,
S.Pt., Selvintala, S.Pt, Syahroni S.Pt, Haikal kamil S. Pt., Muhammad
vii
Irfan, S.Pt., M.Si., Andri teguh prabowo S.Pt., turut membantu dalam
memberikan motivasi.
13. Rekan-rekan Solandeven 2011 yang tidak sempat saya sebut satu persatu
terima kasih telah banyak menjadi inspirasi penulis untuk selalu belajar di
tengah tingginya perbedaan di antara kita.
Dengan segala kerendahan hati penulis perhadapkan kepada sang
pembaca, semoga memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya serta
kepada pribadi penulis pada khususnya serta mohon disempurnakan atas segala
kekurangan.
Makassar, November 2015
Fitria Ningsih
viii
ABSTRAK
FITRIA NINGSIH (I 111 11 043). Tingkat Kontaminasi Mikroba pada Susu Pasteurisasi Sari Buah Sirsak (Annona muricata L) dengan Penambahan Kayu Secang (Caesalpinia sappan L). Dibawah bimbingan FARIDA NUR YULIATI sebagai pembimbing utama dan ENDAH MURPI NINGRUM sebagai pembimbing anggota. Penambahan sari buah sirsak (Annona muricata L.) dan kayu secang pada susu pasteurisasi selain untuk peanekaragaman atau diversivikasi produk susu juga diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif bahan pengawet alami, karena sirsak dan kayu secang tersebut mengandung senyawa antibakteri (flavonoid) yang dapat membuat susu lebih awet. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kontaminasi bakteri Escherichia coli dan Total Plate Count (TPC) dengan menggunakan Buffered Peptone Water (BPW) sebagai pengencer, Nutrien Agar (NA) untuk mengetahui jumlah total bakteri (TPC/ Total Plate Count) dan Eosin Methylent Blue (EMBA) untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli. Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Jumlah Total Bakteri (TPC) pada susu pasteurisasi sari buah sirsak dengan penambahan kayu secang lebih tinggi pada penyimpanan 5 hari dan lebih rendah pada penyimpanan 15 hari. Jumlah bakteri Escherichia coli lebih tinggi pada penyimpanan 15 hari pada susu pasteurisasi sari buah sirsak dengan penambahan kayu secang 0%, 1% dan 2%. Kata kunci : susu sapi segar, sari buah sirsak, konsentrasi kayu secang, Total Plate Count
(TPC) dan Escherichia coli.
ix
ABSTRACT
FITRIANINGSIH (I111 11 043). Microbial Contamination levels in Pasteurized Milk Fruit Soursop (Annona muricata L) with the addition of Secang Wood (Caesalpinia sappan L). Under the guidance of FARIDA NUR YULIATI as main supervisor and ENDAH MURPI NINGRUM as a guide member.
The addition of fruit juice soursop (Annona muricata L.) and the wooden cup in addition to peanekaragaman pasteurized milk or dairy product diversification are also expected to be used as an alternative to natural preservatives, as soursop and the wooden cup containing antibacterial compounds (flavonoids) that can make milk more durable. The purpose of this study was to determine the level of contamination of the bacteria Escherichia coli and Total Plate Count (TPC) using Buffered Peptone Water (BPW) as diluent, Nutrient Agar (NA) to determine the total number of bacteria (TPC / Total Plate Count) and eosin Methylent Blue (EMBA) to determine the amount of the bacteria Escherichia coli. Results of the study were analyzed descriptively. The results showed that the amount of total bacteria (TPC) on soursop juice pasteurized milk with the addition of wooden cup higher on day 5 of storage and lower at 15 days of storage. The number of bacteria Escherichia coli was higher in 15-day storage at soursop juice pasteurized milk with the addition of wooden cup 0%, 1% and 2%.
Keywords: Fresh milk, fruit juice soursop, the concentration of the wooden cup, Total Plate Count (TPC) and Escherichia coli.
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Susu ......................................................................... 3 Tinjauan Umum Susu Pasteurisasi ..................................................... 5 Morfologi Tanaman Sirsak ............................................................... 8 Kandungan Kimia Tanaman Sirsak .................................................... 10 Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) ............................................... 15 Tinjauan Umum Escherichia coli ...................................................... 18 Klasifikasi Escherichia coli ............................................................... 19
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ............................................................................. 22 Materi Penelitian ................................................................................ 22 Rancangan Penelitian ........................................................................ 22 Prosedur Penelitian ............................................................................ 23 Parameter yang Diamati .................................................................... 24 Analisis Data ..................................................................................... 26 Diagram Alir ..................................................................................... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Total Plate Count ................................................................................. 30 Jumlah Escherichia coli ....................................................................... 35
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................... 41 Saran ..................................................................................................... 41
xi
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 42 LAMPIRAN .................................................................................................... 48 RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... 52
xii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Syarat mutu susu pasteurisasi ............................................................... 6
2. Standar kontaminasi bakteri pada susu ............................................... 8
3. Jumlah bakteri Escherichia coli (Log10 cfu/ml) pada susu pasteurisasi sari buah sirsak dengan penambahan kayu secang .................................... 36
xiii
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman 1. Escherichia coli .................................................................................... 19
2. Diagram alir pembuatan perebusan kayu secang ................................. 27
3. Diagram alir pembuatan sari buah sirsak ............................................. 28
4. Diagram alir pembuatan susu pasteurisasi sari buah sirsak dengan penambahan kayu secang dan sukrosa pada level berbeda ................. 29
5. Jumlah total bakteri (TPC) .................................................................. 31
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Jumlah total bakteri (TPC) ................................................................. 49
2. Jumlah total bakteri Escherichia coli ................................................. 49
3. Gambar bakteri Escherichia coli ....................................................... 49
4. Prosedur kerja penelitian ................................................................... 50
1
PENDAHULUAN
Susu merupakan minuman bergizi tinggi yang dihasilkan ternak perah
menyusui, seperti sapi perah, kambing perah, atau bahkan kerbau perah. Susu
sangat mudah rusak dan tidak tahan lama disimpan kecuali telah mengalami
perlakuan khusus.
Faktor mikrobiologis menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan
susu. Hal ini diakibatkan karena susu sangat mudah tercemar oleh mikroba.
Salah satu bakteri yang dapat mencemari susu adalah bakteri Escherichia coli.
Escherichia coli dapat menyebabkan diare. Bakteri ini biasanya mencemari susu
pada waktu proses pemerahan dan pengolahan, sehingga menjadikan masa
simpan susu relatif singkat, yaitu hanya sekitar 5 (lima) jam apabila
disimpan dalam suhu ruang. Kelemahan susu dalam hal masa simpan yang
relatif' singkat membutuhkan teknologi yaitu pasteurisasi. Pasteurisasi efektif'
membunuh bakteri patogen di dalam susu. Selain itu pasteurisasi bermanfaat
untuk mempertahankan nilai gizi dan fisik susu.
Penambahan sari buah sirsak (Annona muricata L.) dan kayu secang pada
susu pasteurisasi selain untuk peanekaragaman atau diversivikasi produk susu
juga diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif bahan pengawet alami, karena
kayu secang tersebut mengandung senyawa antibakteri (flavonoid) yang dapat
membuat susu lebih awet. Flavonoid yang terkandung dalam kayu secang
dimanfaatkan sebagai pengobatan alternatif untuk pengobatan kanker. Selain kayu
secang, buah sirsak juga digunakan untuk pengobatan kanker, tanaman sirsak
juga dimanfaatkan untuk pengobatan demam, diare dan lain-lain (Mardiana,
2
2011). Selain itu daun sirsak juga bermanfaat sebagai antioksidan, anti kanker,
anti bakteri dan lain-lain. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya
penelitian tentang Tingkat Kontaminasi Mikroba pada Susu Pasteurisasi dengan
Penambahan Daun Sirsak (Annona muricata L) dan Kayu secang (Caesalpinia
sappan L) pada Penyimpanan yang Berbeda .
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat kontaminasi bakteri
Escherichia coli dan total plate count (TPC) pada susu pasteurisasi sari buah
sirsak (Annona muricata L) dengan penambahan kayu secang (Caesalpinia
sappan L) pada penyimpanan yang berbeda. Kegunaan dari penelitian adalah
sebagai sumber informasi kepada masyarakat tentang tingkat kontaminasi
mikroba pada susu pasteurisasi sari buah sirsak (Annona muricata L) dengan
penambahan kayu secang (Caesalpinia sappan L) selama penyimpanan pada suhu
dingin.
3
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN UMUM SUSU
Susu merupakan minuman bergizi tinggi yang dihasilkan ternak perah
menyusui, seperti sapi perah, kambing perah, atau bahkan kerbau perah. Susu
sangat mudah rusak dan tidak tahan lama disimpan kecuali telah mengalami
perlakuan khusus. Susu segar yang dibiarkan di kandang selama beberapa waktu,
maka lemak susu akan menggumpal di permukaan berupa krim susu, kemudian
bakteri perusak susu yang bertebaran di udara kandang, yang berasal dari sapi
masuk ke dalam susu dan berkembang biak dengan cepat. Oleh bakteri, gula susu
diubah menjadi asam yang mengakibatkan susu berubah rasa menjadi asam. Lama
kelamaan susu yang demikian itu sudah rusak. Kontaminasi oleh bakteri pada
susu dapat berasal dari sapi, udara, lingkungan, manusia yang bertugas, atau
peralatan yang digunakan (Sumoprastowo, 2000).
Secara kimia susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula,
garam-garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Air susu
mengandung unsur-unsur gizi yang sangat baik bagi pertumbuhan dan kesehatan.
Komposisi unsur-unsur gizi tersebut sangat beragam tergantung pada beberapa
faktor, seperti faktor keturunan, jenis hewan, makanan yang meliputi jumlah dan
komposisi pakan yang diberikan, iklim, waktu, lokasi, prosedur pemerahan, serta
umur sapi. Komposisi utama susu adalah air, lemak, protein (kasein dan albumin),
laktosa (gula susu), dan abu (Muharastri, 2008).
Komposisi susu sangat beragam tergantung pada beberapa faktor, akan
tetapi angka rata-rata untuk semua jenis kondisi dan jenis sapi perah adalah
4
sebagai berikut: lemak 3,9%, protein 3,4%, laktosa 4,8%, abu 0,72%, dan air
87,10%. Selain zat tersebut, susu yang mengandung bahan lain dalam jumlah
sedikit seperti sitrat, enzim-enzim, vitamin A, vitamin B dan vitamin C
(Sumoprastowo, 2000). Manfaat dari susu adalah mengandung semua zat yang
diperlakukan oleh tubuh dan mudah dicerna, dapat menggantikan air susu ibu
(ASI), dapat diolah menjadi mentega, keju, gula susu dan lain-lainnya dan
mempunyai rasa yang enak (Sumoprastowo, 2000).
Keburukan dari susu adalah a) kerusakan yang terjadi akibat pengaruh
bakteri, dimana bakteri-bakteri yang terkadang terdapat dalam susu yaitu bakteri-
bakteri asam susu yang mengubah gula susu menjadi asam susu, bakteri-bakteri
pembusuk dan bakteri yang berasal dari kotoran, b) dapat mengandung bibit
penyakit yang berasal dari binatang penghasil susu sendiri (TBC, penyakit mulut
dan kuku), orang yang memerah susu dan alat yang tidak bersih atau yang dicuci
dengan air kotor dan c) dapat dicampur dengan bahan lain seperti air, santan, air
beras atau diambil kepala susunya. Hal-hal yang harus diperhatikan dengan susu
sapi yang baru dibeli adalah susu itu harus bersih, segera dimasak sesudah
diterima, sesudah dimasak segera dibiarkan menjadi dingin dan jangan
mencampur susu lama dengan susu baru (Amalia, 2012).
Susu juga bisa terkontaminasi oleh mikroorganisme penyebab penyakit
menular pada manusia seperti tuberculosis, difteri, dan tifus. Oleh karena itu, susu
harus ditangani secara baik dan memenuhi syarat-syarat kualitas dari pemerintah.
Dalam melindungi konsumen susu, pemerintah dalam hal ini Dinas Peternakan,
selalu mengadakan pengawasan peredaran susu, kesehatan sapi perah dan ternak
5
perah, petugas yang terlibat pada penanganan susu, dan bahan makanan ternak
(Sumoprastowo, 2000).
SUSU PASTEURISASI
Pasteurisasi pada susu pertama kali dilakukan oleh Franz Von Soxhlet
pada tahun 1886. Susu pasteurisasi atau dikenal dengan istilah pasteurized milk
adalah produk susu yang diperoleh dari hasil pemanasan susu pada suhu minimum
161°F selama minimum 15 detik, segera dikemas pada kondisi yang bersih dan
terjaga sanitasinya. Ada beberapa bakteri yang bertahan pada suhu pasteurisasi,
dalam jumlah sedikit, namun dipertimbangkan tidak berbahaya dan tidak akan
merusak susu selama kondisi pendinginan yang normal (Shearer, et al., 1992).
Pasteurisasi pada susu dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu LTLT dan
HTST. Cara pasteurisasi yang dilakukan juga berpengaruh terhadap kandungan
gizi dan roma produk pangan. Pada susu HTST dinilai lebih efektif, karena lebih
sedikit menimbulkan kerusakan pada kandungan gizi dan karakteristik
organoleptik pada susu, dibandingkan dengan LTLT. Proses pasteurisasi HTST
(minimum 72 °C selama 15 detik) disarankan untuk continuous flow
pasteurization dan LTLT (minimum 63°C selama 30 menit) untuk batch
pasteurization (Codex, CAC/RCP 57-2004).
Bahan baku susu untuk memproduksi susu pasteurisasi di Indonesia,
produsen (industri pengolahan susu) diperbolehkan menggunakan susu
rekombinasi atau susu rekonstitusi, karena pasokan susu segar dalam negeri masih
belum mencukupi kebutuhan susu dan produk susu dalam negeri. Bray (2008)
menjelaskan bahwa standar kualitas bahan baku susu berdasarkan Total Plate
6
Count (TPC) dan Somatic Cell Count (SCC) harus dijadikan landasan
kepentingan perlindungan kesehatan publik, bukan hanya semata untuk
memaksimasi kepentingan produsen produk susu dengan memperpanjang daya
simpannya.
Produk hasil pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya bertahan
1-2 hari, sedangkan jika disimpan pada suhu rendah dapat bertahan selama
1 minggu (Sarinengsih, 2009). Persyaratan mutu susu pasteurisasi berdasarkan
BSN (1995) tentang Susu Pasteurisasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat mutu susu pasteurisasi menurut BSN (1995) tentang Susu Pasteurisasi
Syarat Karakteristik A B Bau khas khas Rasa khas khas Warna khas khas Kadar lemak minimum 2.80 1.50 Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 7.7 7.5 Uji reduktase dengan methylen blue 0 0 Kadar protein minimum 2.5 2.5 Uji fosfatase 0 0 Total plate count maksimum 3 × 104 3 × 104 Koliform maksimum 10 10
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1995) Keterangan: A = susu pasteurisasi tanpa penyedap cita rasa B = susu pasteurisasi yang diberi penyedap cita rasa
Produk susu pasteurisasi dihasilkan dengan cara pemanasan bahan baku
susu dengan suhu dan selama waktu tertentu, kemudian segera didinginkan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri. Ada beberapa kelompok bakteri yang disebut
thermoduric, yakni bakteri yang bertahan hidup pada suhu pasteurisasi, demikian
juga ada bakteri yang disebut psychrotrophic merupakan kontaminan utama pada
produk susu, tetap hidup pada susu pendinginan, namun tidak bertahan hidup
7
selama proses pasteurisasi, dan menghasilkan flavor yang tidak sedap. Bacillus
cereus, bakteri pembentuk spora yang mampu bertahan hidup selama proses
pasteurisasi, juga bertahan pada suhu pendinginan, dan penghasil enterotoxin,
yang menjadi penyebab keracunan pangan, dapat berkembang biak pada susu
pasteurisasi selama masa penyimpanan (Valik et al., 2003).
Penelitian Valik et al (2013) menyimpulkan bahwa susu pasteurisasi pada
suhu penyimpanan 9°C dan diatasnya, daya simpan hanya sekitar 5 hari.
Penyimpanan di bawah 9°C akan tetap aman, namun bakteri lainnya yang bersifat
psychrotrophic akan menjadi penyebab kerusakan dan keracunan pada susu.
Penelitian tersebut, diperlukan tanggungjawab produsen susu pasteurisasi untuk
menjamin bahwa daya simpan yang dicantumkan pada produknya dapat diteliti
secara seksama, berdasarkan TPC, disesuaikan dengan suhu penyimpanan yang
disarankan pada konsumennya.
Pemeriksaan dan penyortiran bahan baku susu berdasarkan TPC menjadi
faktor penting untuk menghasilkan susu pasteurisasi yang berkualitas baik dan
memiliki daya simpan yang cukup lama. Pengendalian TPC yang terkandung pada
susu segar dalam negeri masih menjadi persoalan, batas jumlah mikroba 3 juta per
ml saja masih sulit dicapai, lebih berat lagi bila dihadapkan pada standar yang
berlaku secara internasional (1 juta per ml) (Bray, 2008).
Total plate count (TPC) adalah pemeriksaan kualitas susu dengan cara
menghitung jumlah koloni pada beberapa pengenceran, kemudian ditumbuhkan
pada media plate count agar dan diinkubasi 37oC selama 2 x 24 jam sehingga
diketahui jumlah koloni per ml sampel. Standar kualitas bahan baku susu
8
berdasarkan TPC dijadikan landasan kepentingan perlindungan kesehatan publik,
bukan hanya semata untuk memaksimasi kepentingan produsen produk susu
dengan memperpanjang daya simpannya (Bray, 2008). SNI 01-6366-2000
mensyaratkan pemeriksaan TPC perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas susu.
Jumlah TPC >106 cfu/ml menyebabkan mikroba cepat berkembang dan toksin
sudah terbentuk. Batas maksimun cemaran mikroba susu pasteurisasi yang
ditetapkan SNI No. 01-6366 Tahun 2000 yaitu 3x104 (cfu/ml) atau 4,47 (log cfu/ml).
Syarat kontaminasi mikroba pada susu di Indonesia telah dibakukan dalam
Standar Nasional Indonesia (SNI, 2000) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 2. Standar kontaminasi bakteri pada susu Jenis Kontaminasi Mikroba
Batas Maksimum Kontaminasi Mikroba (CFU/ml)
Susu Segar Susu Pasteurisasi
Susu Bubuk Susu Steril/ UHT
Jumlah Total 1X106 <3X104 5X104 <10/0,1 Coliform 2X101 <0,1X101 0 0 Escherichia coli (Patogen) 0 0 0 0 Enterococci 1X102 1X102 1X101 0 Staphylococcus aureus 1X102 1X101 1X101 0 Clostridium sp. 0 0 0 0 Salmonella sp. Negatif Negatif Negatif Negatif Camphylobacter sp. 0 0 0 0 Listeria sp. 0 0 0 0 Sumber : Badan Standardisasi Nasional Indonesia (SNI, 2000).
MORFOLOGI TANAMAN SIRSAK
a. Daun
Tanaman sirsak termasuk tanaman tahunan yang dapat tumbuh dan
berbuah sepanjang tahun, apabila air tanah mencukupi selama pertumbuhannya.
Di Indonesia tanaman sirsak menyebar dan tumbuh baik mulai dari dataran rendah
9
beriklim kering sampai daerah basah dengan ketinggian 1.000 meter dari
permukaan laut (Septiatin, 2009).
Daun sirsak berwarna hijau muda sampai hijau tua memiliki panjang 6-18
cm, lebar 3-7 cm, bertekstur kasar, berbentuk bulat telur, ujungnya lancip pendek,
daun bagian atas mengkilap hijau dan gundul pucat kusam di bagian bawah daun,
berbentuk lateral saraf. Daun sirsak memiliki bau tajam menyengat dengan
tangkai daun pendek sekitar 3-10 mm (Radi 1998).
Daun yang berkualitas adalah daun sirsak dengan kandungan antioksidan
yang tinggi terdapat pada daun yang tumbuh pada urutan ke-3 sampai urutan ke-5
dari pangkal batang daun dan dipetik pukul 5-6 pagi (Zuhud, 2011).
b. Bunga
Bunga tunggal (flos simplex) dalam satu bunga terdapat banyak putik
sehingga dinamakan bunga berpistil majemuk. bagian bunga tersusun secara
hemicylis, yaitu sebagian terdapat dalam lingkaran yang lain spiral atau terpencar.
mahkota bunga berjumlah 6 sepalum yang terdiri atas 2 lingkaran, bentuknya
hampir segi tiga, tebal dan kaku, berwarna kuning keputih-putihan, dan setelah tua
mekar, kemudian lepas dari dasar bunganya, putik dan benang sari lebar dengan
banyak karpel (bakal buah). Bunga keluar dari ketiak daun, cabang, ranting, atau
pohon. bunga umumnya sempurna, tetapi terkadang hanya bunga jantan dan
bunga betina saja dalam satu pohon. bunga melakukan penyerbukan silang, karena
umumnya tepung sari matang lebih dahulu sebelum putiknya (Radi, 1998).
c. Buah
Buah sirsak mengandung vitamin dan serat. Selain mengandung vitamin
A, B, dan C, sirsak juga mengandung gula sekitar 12 %. Setiap buah sirsak terdiri
10
dari 68% daging buah yang dapat dimakan, sisanya berupa kulit sebanyak 20%,
biji 8,5%, dan empulur 4% (bagian tengah pada buah sirsak sebagai tempat
melekatnya daging buah sirsak) kandungan air pada buah sirsak cukup tinggi,
yakni sekitar 82% (Haryoto, 1998).
d. Biji
Biji buah sirsak berwarna coklat agak kehitaman dan keras, berujung
tumpul, permukaan halus mengkilat dengan ukuran panjang kira-kira 16,8 mm
dan lebar 9,6 mm. Jumlah biji dalam satu buah bervariasi, berkisar antara 20-70
butir biji normal, sedangkan yang tidak normal berwarna putih kecoklatan dan
tidak berisi (Radi, 1998).
e. Pohon
Pohon sirsak memiliki model Troll, ketinggian mencapai 8-10 meter, dan
diameter batang 10-30 cm (Radi, 1998). Tanaman sirsak (Annona muricata Linn.)
termasuk tanaman tahunan dengan sistematik sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Ordo : Dicotyldonae Classis : Ranunculales Familia : Annonaceae Genus : Annona Species : Annona muricata Linn (Depkes RI, 2001).
KANDUNGAN KIMIA TANAMAN SIRSAK
a. Alkaloida
Alkaloida merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik.
11
Alkaloida mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga digunakan
secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne, 1987).
b. Senyawa Fenolik
Senyawa fenolik merupakan senyawa dengan suatu gugus OH yang
terikat pada cincin aromatik (Fessenden dan Fessenden, 1982). Fenolik
merupakan metabolit sekunder yang tersebar dalam tumbuhan. Senyawa fenolik
dalam tumbuhan dapat berupa fenol sederhana, antraquinon, asam fenolat,
kumarin, flavonoid, lignin dan tanin (Harborne, 1987). Senyawa fenolik telah
diketahui memiliki berbagai efek biologis seperti aktivitas antioksidan melalui
mekanisme sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkhelat logam,
peredam terbentuknya oksigen singlet serta pendonor elektron (Karadeniz et al.,
2005).
Salah satu antioksidan alami yaitu asam galat (3, 4, 5-trihydroxy benzoic
acid). Asam galat termasuk dalam senyawa fenolik dan memiliki aktivitas
antioksidan yang kuat. Penentuan kandungan fenolik total dapat dilakukan dengan
menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu (Lee et al.,2003).
Adanya inti aromatis pada senyawa fenol (gugus hidroksi fenolik) dapat
mereduksi fosfomolibdat fosfotungstat menjadi molibdenum yang berwarna biru
(Sudjadi dan Rohman, 2004). Kandungan fenolik total dalam tumbuhan
dinyatakan dalam GAE (gallic acid equivalent) yaitu jumlah kesetaraan miligram
asam galat dalam 1 gram sampel (Lee et al., 2003).
12
c. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu dari kelompok senyawa fenolik yang
dapat ditemukan pada buah dan sayur. Flavonoid memiliki berbagai aktivitas
biologis yang berperan sebagai antikanker, antiviral, antiinflamasi, mengurangi
resiko penyakit kardiovaskuler dan penangkapan radikal bebas. Kekuatan aktivitas
antioksidan dari flavonoid bergantung pada jumlah dan posisi dari gugus OH yang
terdapat pada molekul (Farkas et al., 2004). Semakin banyak substitusi gugus
hidroksi pada flavonoid, maka aktivitas antiradikalnya semakin besar (Amic et al.,
2003).
Adanya gugus orto-katekol (3‘4‘-OH) pada cincin B flavonoid merupakan
faktor penentu kapasitas antioksidan yang tinggi (Amic et al.,2003). Pada
tumbuhan aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat) terdapat dalam
berbagai bentuk struktur. Semua flavonoid mengandung 15 atom karbon pada inti
dasar, yang tersusun dalam konfigurasi C6 - C3 - C6 yaitu dua cincin aromatik
yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat
membentuk cincin ketiga (Markham, 1988).
Kandungan flavonoid total dapat ditentukan secara kolorimetri dengan
reagen AlCl3 dan dinyatakan dalam RE (rutin equivalent) (Zhishen et al., 1999).
Prinsip penetapan berdasarkan gugus orto dihidroksi dan gugus hidroksi keton
yang membentuk kompleks reagen AlCl3 sehingga memberikan efek batokromik
(Harborne, 1987). Aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat) terdapat
dalam berbagai bentuk struktur (Markham, 1988). Kemampuan dalam meredam
radikal bebas yang berperan penting dalam aktivitas flavonoid sebagai
13
antioksidan. Beberapa senyawa flavonoid terbukti dapat meredam radikal bebas
DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) (Windono, et al., 2004 ).
d. Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang
menyerupai sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin tersebar luas diantara
tanaman tinggi. Saponin merupakan senyawa berasa pahit, menusuk,
menyebabkan bersin dan mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin
adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok.
Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan, dan
tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama
beratus-ratus tahun (Robinson, 1995).
e. Tanin
Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam golongan
polifenol yang terdapat dalam tumbuhan, yang mempunyai rasa sepat dan
memiliki kemampuan menyamak kulit. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan
berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu
Umumnya tumbuhan yang mengandung tanin dihindari oleh pemakan tumbuhan
karena rasanya yang sepat. Salah satu fungsi tanin dalam tumbuhan adalah
sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (herbivora) (Harborne, 1987).
f. Glikosida
Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan gula dan bukan gula.
Bagian gula biasa disebut glikon sementara bagian bukan gula disebut aglikon
atau genin (Gunawan, et al., 2002). Klasifikasi (penggolongan) glikosida sangat
14
sukar. Bila ditinjau dari gulanya, akan dijumpai gula yang strukturnya belum
jelas. Sedangkan bila ditinjau dari aglikonnya akan dijumpai hampir semua
golongan konstituen tumbuha n, misalnya tanin, sterol, terpenoid, dan flavonoid.
Hampir semua glikosida dapat dihidrolisis dengan pendidihan dengan asam
mineral. Hidrolisis dalam tumbuhan juga terjadi karena enzim yang terdapat
dalam tumbuhan tersebut. Nama enzimnya secara umum adalah beta glukosidase,
sedangkan untuk ramnosa nama enzimnya adalah ramnase (Anonim, 2010).
g. Steroid/Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualen. Triterpenoid adalah senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering
kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik. Uji yang banyak digunakan ialah reaksi
Liebermann – Burchard (asam asetat anhidrida – H2SO4 pekat) yang kebanyakan
triterpena dan sterol memberikan warna hijau biru. Steroida adalah triterpena yang
kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantren (Harborne,
1987).
Dahulu steroida dianggap sebagai senyawa satwa tetapi sekarang ini makin
banyak senyawa steroida yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan (fitosterol).
Fitosterol merupakan senyawa steroida yang berasal dari tumbuhan. Senyawa
fitosterol yang biasa terdapat pada tumbuhan tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol,
dan kampesterol (Harborne, 1987).
15
KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L).
Kayu secang (Caesalpinia sappan L) merupakan perdu yang umumnya
tumbuh di tempat terbuka sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut
seperti di daerah pegunungan yang berbatu tetapi tidak terlalu dingin. Tingginya
5-10 m. Batangnya berkayu, bulat dan berwarna hijau kecoklatan. Batang dan
percabangannya terdapat duri-duri tempel yang bentuknya bengkok dan letaknya
tersebar. Daun secang merupakan daun majemuk menyirip ganda dengan panjang
25-40 cm, jumlah anak daunnya 10-20 pasang yang letaknya berhadapan. Bunga
sepang adalah bunga majemuk berbentuk malai, bunganya keluar dari ujung 21
tangkai dengan panjang 10-40 cm, mahkota bunga berbentuk tabung berwarna
kuning. Buah sepang adalah buah polong, panjang 8-10 cm, lebar 3-4 cm, ujung
seperti paruh berisi 3-4 biji, jika masak berwarna hitam. Bijinya bulat memanjang
dengan panjang 15-18 mm dan lebar 8-11 mm, tebalnya 5-7 mm, warnanya
kuning kecoklatan. Akar sepang adalah akar tunggang berwarna coklat kotor
(Hariana, 2006).
Klasifikasi botani tanaman sepang adalah sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1994):
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicolyledonae Bangsa : Resales Suku : Cesalpiniaceae Marga : Caesalpinia Jenis : Caesalpinia sappan L Nama Umum : Secang
16
Kandungan kimia kayu secang (Caesalpinia sappan L.) adalah sebagai
berikut (Hariana, 2006):
1. Bazilin adalah golongan senyawa yang memberi warna merah pada sepang
dengan struktur C6H14O5 dalam bentuk kristal. Brazilin merupakan senyawa
antioksidan yang mempunyai katekol dalam struktur mempunyai efek melindungi
tubuh dari keracunan akibat radikal kimia. Brazilin diduga mempunyai efek anti-
inflasi dan anti bakteri (Staphylococcus aureus dan Escherichia coli).
2. Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik yang
banyak merupakan pigmen tumbuhan. Fungsi kebanyakan flavonoid dalam tubuh
manusia adalah sebagai antioksidan. Antioksidan melindungi jaringan dari
kerusakan oksidatif akibat radikal bebas yang berasal dari proses-proses dalam
tubuh atau dari luar. Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa kelompok
polifenol memiliki peran sebagai antioksidan dan juga antibakteri (Widowati,
2011).
3. Tanin adalah komponen zat organik yang sangat komplek dan terdiri dari
senyawa fenolik yang mempunyai berat molekul 500-3000, dapat bereaksi dengan
protein membentuk senyawa komplek larut. Tanin bersifat sebagai antibakteri dan
astringent atau menciutkan dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri.
Kadar tanin tertinggi diperoleh dengan cara pemasakan selama 20 menit dan kadar
terendah pada perlakuan penyeduhan selama 10 menit, kadar tanin yang diperoleh
pada perebusan 20 menit adalah 0,137% (Winarti dan Sembiring, 1998)
Komponen kimia yang terkandung pada kayu secang, seperti brazilin
menjadi pewarna alami makanan. Pewarna makanan merupakan benda berwarna
17
yang memiliki afinitas kimia terhadap makanan yang diwarnainya. Tujuan
pemberian warna dimaksudkan agar makanan terlihat lebih berwarna sehingga
menarik perhatian konsumen. Bahan pewarna umumnya berwujud cair dan bubuk
yang larut di air. Pewarna makanan dapat berupa pewarna jenis direct, mordant
dan vat, dan penggunaannya secara ketat dikontrol hukum (Anonim, 2012).
Pewarna alami diperoleh dari tanaman ataupun hewan yang berupa pigmen.
Pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: klorofil (terdapat
pada daun-daun berwarna hijau), karotenoid terdapat pada kayu secang, wortel
dan sayuran lain berwarna oranye-merah) (Suhanda, 2006).
Kayu secang memiliki kandungan brazilin yang merupakan senyawa
antioksidan yang mempunyai katekol dalam struktur kimianya namun yang paling
berperan sebagai antioksidan yaitu kadar fenol kayu secang. Penelitian
Miksusanti, et al (2011) berkesimpulan bahwa (Caesalpinia sappan L.) dapat
menghambat aktivitas bakteri Bacillus cereus dengan kadar fenol 590,428 mg/g.
Penelitian Kumala, et al (2009) dan Kumala, et al (2013) berkesimpulan bahwa
rebusan kayu secang menghambat aktivitas bakteri Salmonella thypii dan
Escherichia coli secara in vivo diduga yang berperan adalah tanin dan asam galat.
Jumlah total bakteri susu pasteurisasi dengan penambahan rebusan kayu
secang selama penyimpanan terjadi penurunan jumlah bakteri yang terkandung di
dalam susu pasteurisasi dari penyimpanan 0 hari sampai pada penyimpanan 9 hari.
Hal ini disebabkan karena susu pasteurisasi mendapat perlakuan penambahan
rebusan kayu secang dan disimpan pada suhu 4oC sehingga pertumbuhan bakteri
dihambat. Jumlah total bakteri tertinggi pada penyimpanan 3 hari sebesar 2,99
18
(log cfu/ml) dan terendah pada penyimpanan 9 hari sebesar 1,67 (log cfu/ml)
(Fadliah, 2014).
TINJAUAN UMUM Escherichia coli
Escherichia coli, yaitu bakteri anaerob fakultatif Gram negatif berbentuk
batang yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini merupakan
penghuni normal usus, selain berkembang biak di lingkungan sekitar manusia.
Pertama dijumpai pada tahun 1885 (Arisman, 2009).
Bakteri Escherichia coli merupakan jasad indikator dalam substrat air dan
bahan makanan. Bakteri ini mampu memfermentasikan laktosa pada temperatur
37°C dengan membentuk asam dan gas. Bakteri ini berpotensi patogen karena
pada keadaan tertentu dapat menyebabkan diare (Suriawiria, 1996).
Bakteri Coliform dibedakan menjadi 2, yaitu fekal dan non-fekal. Yang
termasuk kelompok bakteri Coliform fekal adalah Escherichia coli, sedangkan
kelompok bakteri Coliform non-fekal adalah E. aerogenes. Untuk membedakan
Escherichia coli dari E. aerogenes dapat dilakukan uji IMViC (indol, merah metil,
voges-proskauer, sitrat), yaitu uji yang menunjukkan pembentukan indol dari
triptofan, uji merah metil yang menunjukkan fermentasi glukosa menghasilkan
asam sampai pH 4,5 sehingga medium akan berwarna merah dengan adanya
merah metil, uji voges-proskauer yang menunjukkan pembentukan asetil metil
karbinol dari glukosa, dan uji penggunaan sitrat sebagai sumber karbon. E. coli
mempunyai sifat yang berbeda dengan E. aerogenes karena pada umumnya dapat
memproduksi indol dari triptofan, membentuk asam sehingga menurunkan pH
sampai 4,5, tidak memproduksi asetil metil karbinol, dan tidak dapat
19
menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon. Sifat-sifat E. coli lainnya
yang penting adalah bakteri ini dapat memfermentasi laktosa dengan
memproduksi asam dan gas, mereduksi nitrat menjadi nitrit, bersifat katalase
positif, dan oksidase negatif (Fardiaz, 1992).
KLASIFIKASI Escherichia coli
Genus Escherichia dinamai demikian sebagai bentuk penghormatan bagi
Theordor Escherich, seorang dokter anak yang pertama kali mengisolasi spesies
Escherichia coli. Terdapat lima spesies pada genus Escherichia namun
Escherichia coli yang paling patogen (ditunjukkan pada Gambar 1). Menurut
Todar (2008), klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Species : Escherichia coli
Gambar 1. Escherichia coli
E. coli ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya yaitu (Todar,
2008):
1. Enterophatogenic E. coli (EPEC), adalah penyebab penting diare pada bayi.
20
2. Enterotoxigenic E. coli (ETEC) adalah penyebab diare yang sering pada
wisatawan dan adalah penyebab penting diare pada bayi.
3. Enteroinvasive E. coli (EIEC) adalah penyebab diare seperti disentri yang
disebabkan oleh shigella.
4. Enterohemoragic E. coli (EHEC) adalah penyebab berbagai jenis penyakit,
berkisar dari diare ringan sampai nyeri abdomen berat dengan colitis
hemoragik.
5. Enteroagregative E. coli (EAEC) menyebabkan diare yang akut dan kronis.
Eschericia coli (E. coli) adalah bakteri batang Gram negatif fermentatif
dengan panjang 0,4–0,7 μm, lebar 1–3 μm, dan dapat berupa satu individu
maupun berpasangan (Gyles et al. 2010). Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik
pada media bakteri sederhana, seperti agar Mac Conkey, dan membentuk koloni
besar berwarna merah. Selain itu, dapat pula diidentifikasi dengan reaksi positif
pada uji indol, reaksi negatif pada uji produksi urease, dan hidrogen sulfida (Gyles
et.al. 2010). E. coli dapat dengan mudah ditumbuhkan dari spesimen klinis ke
media umum atau selektif pada suhu 37°C, dalam kondisi anaerob (Nataro dan
Kaper 1998).
Menurut Songer dan Post (2005), habitat E. coli pada sebagian besar
vertebrata adalah ileum bawah dan usus besar. Berkolonisasi pada saluran
pencernaan neonatal dalam waktu satu jam pasca lahir. E.coli merupakan flora
fakultatif utama di dalam usus. Pada umumnya, E. coli menetap secara normal di
lumen usus inang tetapi apabila inang dalam keadaan lemah (immunosupresi) atau
21
saat sistem pelindung gastrointestinal terganggu maka bakteri normal, non
patogeni tersebut dapat menyebabkan infeksi (Nataro dan Kaper 1998).
Berbeda strain (tipe) akan berbeda pula bentuk penyakitnya. Oleh karena
itu sangat penting membedakan antara strain yang patogenik dan nonpatogenik.
Secara serologis, penggolongan E. coli dibedakan berdasarkan antigen permukaan
yaitu antigen O pada lipopolisakarida dan antigen H pada flagella. Antigen O
digunakan untuk menentukan serogrup sedangkan antigen H untuk menentukan
serotipe. Terdapat setidaknya 170 macam antigen O yang saat ini diakui (Nataro
dan Kaper 1998). Selain itu antigen kapsular (K) juga dapat digunakan dalam
penggolongan (Songer dan Post 2005). Keberadaan antigen K ditentukan dengan
uji aglutinasi bakteri bahwa suatu strain E. coli tidak dapat teraglutinasi dengan
antiserum O tetapi teraglutinasi apabila kultur tersebut dipanaskan (Nataro dan
Kaper 1998).
22
METODE PENELITIAN
WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015, bertempat di
Laboratorium mikrobiologi, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin,
Makassar, Sulawesi Selatan.
MATERI PENELITIAN
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, termometer,
cawan petri, mikropipet, alat penghitung koloni (colony counter), tabung reaksi,
vortex, rak tabung reaksi, tissue, bunsen, waterbath, cawan petri, sendok,
penyaring, gelas ukur, timbangan, autoklaf, dan kulkas.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sari buah sirsak
(Annona muricata L), susu segar, Nutrien Agar (NA), BPW (Buffered Peptone
Water), media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), alkohol 70%, akuades, gula
dan spiritus.
RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) pola faktorial 3X4 dengan 3 kali ulangan, yaitu:
Faktor pertama : level kayu secang :
A1 : 0%
A2 : 1%
A3 : 2%
23
Faktor Kedua : Lama penyimpanan (40C)
B0 : 0 hari
B1 : 5 hari
B2 : 10 hari
B3 : 15 hari
PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan 4 tahapan yaitu:
1. Pembuatan Sari Buah Sirsak
Tahap pertama pembuatan sari buah sirsak yaitu, buah sirsak yang matang
dan segar dipotong dan dipisahkan kulitnya, kemudian daging buah dipisahkan
dari biji. Daging buah sirsak dicampur air dengan perbandingan 1 : 1, kemudian
diblender, dan dilakukan penyaringan agar terpisah antara sari buah dengan
ampas.
2. Pembuatan sediaan rebusan kayu Secang (Caesalpinia sappan L.)
Pembuatan rebusan kayu secang 1% dan 2%, yaitu dengan cara perebusan
selama 20 menit (Winarti dan Sembiring, 1998). Kayu secang dicampur air
dengan perbandingan 1:100 (b/v) kemudian direbus selama 20 menit pada
kondisi ini kadar tanin yang diperoleh sangat tinggi. Perebusan dilakukan dengan
suhu 95-1000C dipertahankan selama 20 menit (Kusumawati 2008).
3. Proses Pembuatan Susu Pasteurisasi dengan Penambahan Sari Buah Sirsak dan
Kayu Secang.
Susu pasteurisasi dibuat dari susu segar dengan penambahan sari buah
sirsak 12%, dan kayu secang 0%, 1% dan 2% pada 1 liter susu sapi segar.
24
Selanjutnya campuran larutan tersebut ditambahkan 3% gula kemudian
dipasteurisasi dengan metode HTST (75 0C selama 15 detik).
4. Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan pada suhu 4oC dengan lama penyimpanan masing
masing 0 hari (kontrol), 5 hari, 10 hari dan 15 hari untuk melihat daya simpan
susu pateurisasi dengan penambahan sari buah sirsak dan rebusan kayu secang
terhadap jumlah total bakteri.
PARAMETER YANG DIAMATI
Pengamatan kualitas susu akan dilakukan setiap 3 minggu menggunakan 1
liter susu segar dengan 200 ml per ulangan, pengamatan ini dilakukan sebanyak 2
periode pengamatan dengan total susu yang digunakan 1 liter dan selanjutnya
dilakukan pengamatan sebagai berikut :
Perhitungan Jumlah Total Mikroba
Pembuatan media Nutrien Agar (NA): pembuatan media dilaksanakan di
Laboratorium Mikrobiologi. Sebanyak 28 gram NA dilarutkan dalam 1 liter
akuades, kemudiaan dipanaskan hingga larut sempurna lalu di sterilkan dalam
autoklaf pada suhu 1210C selam 15 menit.
Perhitungan jumlah total mikroba : susu kemudian disimpan pada gelas ukur,
selanjutnya sampel diambil 1 ml kemudian dicampurkan 9 ml dengan larutan
Buffered Peptone Water (BPW) 0,1% (menjadi Pengenceran 1:10 atau 10-1)
pada tabung reaksi dan dihomogenkan dengan vortex. Pengenceran dilakukan
1:100 (10-2) dengan cara memindahkan 1 ml dari pengenceran 10-1 ke dalam 9
25
ml larutan BPW 0,1%. Pengenceran dilakukan dengan cara yang sama pada
tabung reaksi 10-2, sampai 10-7.
Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam cawan petri. Media NA sebanyak
15 ml pada Suhu 40-500C dituangkan ke masing – masing cawan petri tersebut,
lalu dihomogenkan perlahan (cawan petri digeser-geser di atas meja membuat
angka 8 mendatar) lalu biarkan agar memadat. Inkubasi dilakukan pada suhu
35-370C, 24-48 jam.
Perhitungan Jumlah Mikroba :
Jumlah mikroba dihitung dengan alat colony counter yaitu jumlah mikroba per ml
=
Perhitungan Jumlah Bakteri Escherichia coli :
Pembuatan media EMBA : pembuatan media dilaksanakan di Laboratorium
Mikrobiologi. Sebanyak 37,5 gram EMBA dilarutkan dalam 1 liter akuades,
kemudian dipanaskan hingga larut sempurna lalu disterilkan dalam autoklaf
pada suhu 1210C selama 15 menit.
Perhitungan jumlah bakteri Escherichia coli : sampel susu yg sudah
dipasteurisasi diambil 1 ml kemudian di campurkan 9 ml dengan larutan
Buffered Peptone Water (BPW) 0,1% (menjadi pengenceran 1:10 atau 10-1)
pada tabung reaksi dan dihomogenkan dengan tube shaker. Pengenceran
dilakukan 1:100 (10-2) dengan cara memindahkan 1 ml dari pengenceran 10-1
ke dalam 9 ml larutan BPW. Lakukan pengenceran dengan cara yang sama
pada tabung reaksi 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6 dan 10-7.
X1
faktor pengencer
26
Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam cawan petri. 15 ml EMBA pada
suhu 40-500C dituangkan ke masing-masing cawan petri kemudian digeser-
geser di atas meja membuat angka 8 mendatar lalu biarkan agar memadat.
Inkubasi dilakukan pada suhu 35 - 370C, 24 - 48 jam.
Perhitungan Jumlah Bakteri Escherichia coli :
Menghitung jumlah bakteri yang tumbuh yang mencirikan Escherichia coli
menggunakan colony counter yaitu koloni yang membentuk titik warna hitam
dari masing-masing pengenceran.
ANALISIS DATA
Analisis data dilakukan dengan analisis statistik deskriptif, yaitu penyajian
data dalam bentuk diagram dan tabel (jumlah bakteri). Total jumlah bakteri pada
susu segar dan susu pasteurisasi dihitung persentasenya dari selisih sebelum dan
setelah pasteurisasi.
27
DIAGRAM ALIR
Diagram alir pembuatan susu pasteurisasi dengan penambahan sari buah
sirsak:
a. Tahap Perebusan Kayu Secang
Gambar 2. Diagram Alir Perebusan Kayu Secang
Kayu secang
Kerukan kayu secang dicampur air dengan perbandingan 1:100
Direbus selama 20 menit pada suhu 95 sampai 1000C
Disaring
Rebusan kayu secang
28
b. Tahap Pembuatan Sari Buah Sirsak
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Sari Buah Sirsak
Buah Sirsak yang matang dan segar
Dipotong dan dipisahkan kulitnya
Daging buah dipisahkan dari biji
Daging buah sirsak dicampur air dengan perbandingan 1:1
Diblender
Disaring (dipisahkan antara ampas dan sari buah)
Sari buah sirsak
29
c. Tahap pembuatan susu pasteurisasi dengan pembuatan sari buah sirsak dan kayu secang
Gambar 4. Diagram alir pembuatan susu pasteurisasi sari buah sirsak dengan penambahan kayu secang
Gula 3 % Susu segar
Dihomogenkan
Dipasteurisasi dengan metode HTST dengan Suhu 75 oc selama 15 detik
Susu pasteurisasi
Penyimpanan suhu 4oC
Sari buah sirsak 12% + Kayu secang
0%, 1%, 2%
15 Hari 10 Hari 5 Hari 0 Hari
Escherichia coli Total Plate Count (TPC)
Di hitung
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas mikrobiologis merupakan salah satu kualitas yang dapat
mempengaruhi produk pangan asal hewani selain kualitas fisik dan kimia. Salah
satu contoh kualitas mikrobiologis yang dapat mengurangi mutu produk pangan
adalah bakteri. Bakteri merupakan salah satu faktor biologis yang dapat
mencemari produk pangan asal hewani terutama pada produk susu. Ada beberapa
kelompok bakteri yang yang dapat mencemari produk susu yaitu thermoduric,
yakni bakteri yang bertahan hidup pada suhu pasteurisasi, demikian juga ada
bakteri yang disebut psychrotrophic merupakan kontaminan utama pada produk
susu, tetap hidup pada suhu dingin, namun tidak bertahan hidup selama proses
pasteurisasi, dan menghasilkan flavor yang tidak sedap. Bacillus cereus, bakteri
pembentuk spora yang mampu bertahan hidup selama proses pasteurisasi, juga
bertahan pada suhu pendinginan, dan penghasil enterotoxin, yang menjadi
penyebab keracunan pangan, dapat berkembang biak pada susu pasteurisasi
selama masa penyimpanan (Valik et al., 2003).
Total plate count (TPC) adalah pemeriksaan kualitas susu dengan cara
menghitung jumlah koloni pada beberapa pengenceran, kemudian ditumbuhkan
pada media plate count agar dan diinkubasi 37oC selama 2 x 24 jam sehingga
diketahui jumlah koloni per ml sampel. Standar kualitas bahan baku susu
berdasarkan TPC dijadikan landasan kepentingan perlindungan kesehatan publik,
bukan hanya semata untuk memaksimasi kepentingan produsen produk susu
dengan memperpanjang daya simpannya (Bray, 2008). SNI 01-6366-2000
mensyaratkan pemeriksaan TPC perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas susu.
31
Jumlah Total Bakteri (TPC) susu pasteurisasi sari buah sirsak dengan
pernambahan kayu secang disajikan pada Gambar 5.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah bakteri pada susu pateurisasi
sari buah sirsak dengan penambahan rebusan kayu secang lebih rendah
dibandingkan dengan susu pasteurisasi sari buah sirsak tanpa kayu secang. Pada
penyimpanan 0 hari masih banyak terdapat bakteri setelah dipasteurisasi, bakteri
tersebut terdiri dari bakteri Gram positif dan Gram negative. Hal tersebut
disebabkan karena terjadi kontaminasi pada proses pemerahan, pengolahan dan
lama pemyimpanan sebelum pasteurisasi. Frazier dan Westhoff (1979) yang
menyatakan bahwa Hidupnya mikroorganisme pada susu yang dipasteurisasi
bergantung pada suhu penyimpanan, jumlah, dan tipe mikroorganime yang tahan
pasteurisasi.
Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa secara umum jumlah total
bakteri tertinggi terdapat pada penyimpanan 5 hari dan terendah pada
penyimpanan 15 hari artinya pada hari ke-5 bakteri beradaptasi dengan media
0
1
2
3
4
5
6
7
0 Hari 5 Hari 10 Hari 15 Hari
0%
1%
2%
6.0
5.14.9
6.3 6.1 5.9
4.23.8 3.7
3.9 3.73.5
Jum
lah
Tot
al B
akte
ri c
fu/m
l (L
og 1
0)
Level Kayu Secang :
Lama Penyimpanan
Gambar 5. Jumlah Total Bakteri
32
pertumbuhannya sehingga mengalami fase pertumbuhan cukup baik sedangkan
pada hari ke 10 dan15 bakteri mengalami fase menuju kematian sehingga
jumlahnya menurun. Hal ini disebabkan karena pada hari ke 10 dan 15
kemungkinan pertumbuhan bakteri dihambat oleh kandungan kimia pada sari
buah sirsak dan kayu secang. Hal ini sesuai dengan pendapat Volk dan Wheeler
(1993), yang menyatakan bahwa bakteri memiliki 4 fase pertumbuhan yaitu
pertumbuhan bakteri dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase lag, fase logaritma
(eksponensial), fase stasioner dan fase kematian. Fase lag merupakan fase
penyesuaian bakteri dengan lingkungan yang baru. Lama fase lag pada bakteri
sangat bervariasi, tergantung pada komposisi media, pH, suhu, aerasi, jumlah sel
pada inokulum awal dan sifat fisiologis mikroorganisme pada media sebelumnya.
Ketika sel telah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru maka sel mulai
membelah hingga mencapai populasi yang maksimum. Fase stasioner terjadi pada
saat laju pertumbuhan bakteri sama dengan laju kematiannya, sehingga jumlah
bakteri keseluruhan bakteri akan tetap. Fase menuju kematian yang ditandai
dengan peningkatan laju kematian yang melampaui laju pertumbuhan, sehingga
secara keseluruhan terjadi penurunan populasi bakteri.
Menurut Fitriani (2015), susu pasteurisasi sari buah sirsak 12% sangat
disukai oleh panelis karena mempunyai rasa yang enak, selain itu sari buah sirsak
mengandung antibakteri. Antibakteri yang terkandung pada sirsak adalah fenol.
Fenol terdapat dalam tannin yang berfungsi sebagai anti bakteri yang dapat
merusak membran sel yang menyebabkan kebocoran metabolit penting dan
menginaktifkan bakteri. Padmaningrum, et. al (2012) menyatakan bahwa tannin
33
yang mengandung senyawa fenolik bersifat sebagai antibakteri dan astringent atau
menciutkan dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri. Senyawa fenol
paling banyak digunakan karena senyawa tersebut tidak hanya terdapat pada
antibiotik sintetik, namun pada senyawa alam yang dikenal sebagai polifenol.
Polifenol dapat merusak membran sitoplasma secara total dengan mengendapkan
protein sel. Fenol merusak membran sel disaat konsentrasi rendah yang
menyebabkan kebocoran metabolit penting dan menginaktifkan bakteri.
Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu metabolisme mikroba yang
merugikan. Mikroorganisme dapat menyebabkan bahaya karena kemampuan
menginfeksi dan menimbulkan penyakit serta merusak bahan pangan.
Kayu secang mengandung senyawa kimia terpenoid, fenil propana, steroid,
saponin, flavonoid, alkaloid, tanin, fitosterol, dan zat warna brazilin (Sudarsono et
al., 2002). Hasil uji bioautografi ekstrak etanol kayu secang menunjukkan bahwa
komponen golongan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus adalah senyawa flavonoid, terpenoid, saponin dan yang
memiliki aktivitas terhadap Shigella dysentriae adalah senyawa flavonoid,
terpenoid, saponin, dan brazilin (Dianasari, 2009).
Flavonoid dapat membentuk kompleks dengan cairan ekstraseluler dan
melarutkan protein serta membentuk kompleks dengan dinding sel bakteri
(Cowan, 1999). Saponin dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan
mekanisme penghambatan terhadap sintesis protein karena terakumulasi dan
menyebabkan perubahan komponen penyusun sel bakteri tersebut (Rosyidah et
al., 2010). Komponen fenolik utama pada kayu secang dibagi menjadi empat sub
34
tipe struktural, yaitu brazilin, chalcon, protosappanin dan homisoflavonoid
(Sentilkumar et al., 2011). Mekanisme toksisitas fenolik terhadap mikroorganisme
meliputi penghambatan enzim oleh komponen yang teroksidasi, mungkin melalui
reaksi dengan sulfidril atau interaksi nonspesifik dengan protein. Kemampuan
antimikroba tanin mungkin berkaitan dengan kemampuan untuk menginaktivasi
adhesin mikroba, enzim, dan transport protein pembungkus sel. Tanin juga
membentuk kompleks dengan polisakarida (Cowan, 1999).
Menurut Fadliah (2014), jumlah total bakteri (TPC) pada penyimpanan 9
hari susu pateurisasi dengan penambahan rebusan kayu secang 2% yaitu 1,6
(log10 cfu/ml) lebih rendah dibandingkan dengan susu pasteurisasi tanpa
penambahan kayu secang yaitu 7,0 (log10 cfu/ml). Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa susu pasteurisaasi dengan penambahan rebusan kayu secang
2% masih layak dikonsumsi selama 9 hari karena berada di bawah standar SNI
tahun 2000 yaitu 4,47 (log10 cfu/ml) atau 3 X 104. Hal ini disebabkan karena kayu
secang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri yang terkandung
di dalam susu selama penyimpanan
Suhu mempengaruhi tingkat kontaminasi mikroba dan dapat
memperpanjang daya simpan suatu produk. Penelitian Valik et al (2013)
menyatakan bahwa susu pasteurisasi pada suhu penyimpanan 9°C dan diatasnya
mempunyai daya simpan hanya sekitar 5 hari. Penyimpanan di bawah 9°C akan
tetap aman, namun bakteri lainnya yang bersifat psychrotrophic akan menjadi
penyebab kerusakan dan keracunan pada susu. Penelitian tersebut, diperlukan
tanggungjawab produsen susu pasteurisasi untuk menjamin bahwa daya simpan
35
yang dicantumkan pada produknya dapat diteliti secara seksama, berdasarkan
TPC, disesuaikan dengan suhu penyimpanan yang disarankan pada konsumennya.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jumlah total bakteri (TPC)
yang terdapat dalam susu pasteurisasi sari buah sirsak dengan pernambahan kayu
secang 0%, 1% dan 2% masih layak dikonsumsi pada penyimpanan 10 dan 15
hari berturut-turut yaitu 3,9; 3,7 dan 3,5 (log10 cfu/ml) karena masih memenuhi
standar SNI dan tidak melewati batas maksimum cemaran mikroba susu
pasteurisasi yang ditetapkan SNI No. 01-6366 Tahun 2000 yaitu 4,47 (log10
cfu/ml) atau 3x104 (cfu/ml) dan pada penyimpanan 5 hari tidak layak dikonsumsi
karena melewati batas maksimum cemaran mikroba.
JUMLAH BAKTERI Esherichia coli
Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri indikator dalam substrat air
dan bahan makanan. Bakteri ini mampu memfermentasikan laktosa pada suhu
37°C dengan membentuk asam dan gas. Bakteri ini berpotensi patogen karena
pada keadaan tertentu dapat menyebabkan diare (Suriawiria, 1996).
Menurut Badan Standardisasi Nasional Indonesia dalam SNI (2000)
menyatakan standar kontaminasi bakteri Escherichia coli (patogen) pada susu
segar dan susu pasteurisasi adalah 0. Pasteurisasi merupakan proses pemanasan di
bawah titik didih. Pasteurisasi pada susu dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu Low
Temperature Long Time (LTLT) dan Hight Temperature Short Time (HTST).
Pasteurisasi yang digunakaan pada penelitian ini yaitu pasteurisasi dengan cara
HTST pada suhu 75oC selama 15 detik. Cara pasteurisasi yang dilakukan juga
berpengaruh terhadap kandungan gizi dan roma produk pangan. Pada susu HTST
36
dinilai lebih efektif, karena lebih sedikit menimbulkan kerusakan pada kandungan
gizi dan karakteristik organoleptik pada susu, dibandingkan dengan LTLT. Proses
pasteurisasi HTST (minimum suhu 72 °C selama 15 detik) disarankan untuk
continuous flow pasteurization dan LTLT (minimum suhu 63°C selama 30 menit)
untuk batch pasteurization (Codex, CAC/RCP 57-2004).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasteurisasi HTST pada suhu 75oC
selama 15 detik tidak menjamin matinya bakteri Escherichia coli yang dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah bakteri Escherichia coli (Log10 cfu/ml) pada susu pasteurisasi sari buah sirsak dengan penambahan kayu secang.
Level Kayu Secang Penyimpanan
0 Hari 5 Hari 10 Hari 15 Hari
0% 1,8 2 2,7 3,0
1% 0 0 2,4 2,6
2% 0 0 2.1 2,4
Rata-rata 0,6 0,7 2,4 2,7
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah bakteri Escherichia coli pada susu
pasteurisasi sari buah sirsak tanpa rebusan kayu secang (kontrol) lebih tinggi
dibandingkan dengan susu pasteurisasi sari buah sirsak dengan penambahan
rebusan kayu secang. Hal ini disebabkan karena kayu secang mengandung
senyawa kimia yang dapat bersifat antibakteri. Hal ini sesuai dengan penelitian
Fadliah (2014) menyatakan bahwa kayu secang memiliki kandungan brazilin
yang merupakan senyawa antioksidan yang mempunyai katekol dalam struktur
kimianya namun yang paling berperan sebagai antioksidan yaitu kadar fenol kayu
secang. Penelitian Miksusanti, et al (2011) berkesimpulan bahwa (Caesalpinia
37
sappan L.) dapat menghambat aktivitas bakteri Bacillus cereus dengan kadar fenol
590,428 mg/g. Penelitian Kumala, et al (2009) dan Kumala, et al (2013)
berkesimpulan bahwa rebusan kayu secang menghambat aktivitas bakteri
Salmonella thypii dan Escherichia coli secara in vivo diduga yang berperan adalah
tanin dan asam galat.
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada penyimpanan hari ke 10 dan 15
terjadi peningkatan jumlah bakteri Escherichia coli pada susu pasteurisasi sari
buah sirsak dengan penambahan 1% dan 2% rebusan kayu secang yaitu 2,4 - 2,6
(log10 cfu/ml) dan 2,1 – 2,4 (log10 cfu/ml), selain itu pada susu pasteurisasi sari
buah sirsak tanpa kayu secang juga mengalami peningkatan jumlah bakteri E.coli
dari penyimpanan 0 sampai 15 hari yaitu 1,8 – 3,0 (log10 cfu/ml). Hal ini
menandakan bahwa susu pasteurisasi sari buah sirsak dengan penambahan 0%,
1% dan 2% kayu secang tidak layak dikonsumsi pada penyimpanan ke 10 dan ke
15 hari karena sudah tidak memenuhi standar SNI. Hal ini sesuai dengan Badan
Standardisasi Nasional Indonesia dalam SNI (2011) menyatakan bahwa standar
kontaminasi bakteri koliform pada susu pasteurisasi adalah < 1X 102 cfu/ml atau
2,0 (log10 cfu/ml) dan SNI (2000) menyatakan standar kontaminasi bakteri
Escherichia coli (patogen) pada susu segar dan susu pasteurisasi adalah 0.
Berdasarkan TPC susu pasteurisasi sari buah sirsak dengan penambahan
kayu secang masih layak dikonsumsi sampai hari ke 15. Hal ini berbanding
terbalik dengan uji E. coli yang menyatakan bahwa susu pasteurisasi sari buah
sirsak dengan penambahan kayu secang pada hari ke 10 dan ke 15 sudah tidak
layak di konsumsi. Hal ini disebabkan karena daya kerja atau aktifitas fenol yang
38
terkandung dalam kayu secang efektif pada penyimpanan ke 0 dan 5 hari sehingga
tidak terdapat bakteri E. coli dan kurang efektif pada penyimpanan ke 10 dan ke
15 hari. Selain itu bakteri E.coli termasuk bakteri Gram negatif sehingga bakteri
tersebut sulit dibunuh. Menurut Radji (2010), E. coli dan S.sonnei ATCC 9290
merupakan bakteri Gram negatif, tetapi aktivitasnya terhadap ekstrak etanol kayu
secang berbeda. Perbedaan aktivitas ini dapat disebabkan dari struktur antigen
masing-masing bakteri. Escherichia coli mempunyai antigen O (lipopolisakrida),
H (flagel), dan K (kapsul) sedangkan Shigella spp mempunyai antigen O (Radji,
2010). Lipopolisakarida melindungi bakteri Gram negatif dari lisis yang
diperantarai oleh komplemen dan merupakan stimulator pelepasan sitokin yang
poten. Flagel merupakan organ pergerakan bakteri, membuat organisme mampu
untuk menemukan sumber nutrisi dan menembus mukus pejamu (Gillespie,
2009).
Kapsul pada bakteri dapat mencegah fagositosis, sebagai cadangan nutrisi
dan untuk bertahan terhadap kekeringan (Radji, 2010). Oleh karena itu bakteri
Escherichia coli lebih sulit dibunuh daripada Shigella spp.
Perbedaan sensitivitas bakteri terhadap antibakteri juga dipengaruhi oleh
struktur dinding sel bakteri. Bakteri Gram positif cenderung lebih sensitif terhadap
antibakteri karena struktur dinding sel bakteri Gram positif lebih sederhana
dibandingkan struktur dinding sel bakteri Gram negatif sehingga memudahkan
senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel bakteri Gram positif (Dewi, 2010).
Pasteurisasi diharapkan mampu mematikan bakteri patogen yang ada pada
susu segar. Murdiati et al (2004) menyatakan bahwa tujuan pasteurisasi adalah
39
menghilangkan mikroba patogen yang membahayakan kesehatan manusia tanpa
merubah rasa, konsistensi dan kandungan nutrisi susu. Menurut Hobss dan
Roberts (1997) tujuan dari pasteurisasi adalah untuk membunuh bakteri patogen
dan bakteri non patogen (pembusuk atau perusak), sekaligus untuk meningkatkan
mutu susu.
Lama penyimpanan juga dapat mempengaruhi tingkat kontaminasi
mikroba pada susu. Semakin lama susu disimpan semakin banyak bakteri
Escherichia coli yang tumbuh. Produk hasil pasteurisasi bila disimpan pada suhu
kamar hanya bertahan 1-2 hari, sedangkan jika disimpan pada suhu rendah dapat
bertahan selama 1 minggu (Sarinengsih, 2009). Menurut Sanjaya et al (2009)
sebaiknya penyimpanan susu di dalam refrigerator tidak lebih dari 7 hari. Selain
lama penyimpanan, kontaminasi silang juga dapat mempengaruhi tingkat
kontaminasi mikroba. Chotiah (2006) menyatakan bahwa faktor utama yang
menentukan mutu susu yang telah mendapat perlakuan tertentu (pasteurisasi)
adalah bahan baku, proses pengolahan dan pengemasan.
Susu pasteurisasi merupakan susu segar yang dipanaskan pada suhu
tertentu dan dapat memperpanjang daya simpan. Rennie (1989), menyatakan
bahwa jaminan kualitas dan keamanan pada susu pasteurisasi diharapkan akan
dapat meningkatkan konsumsi susu secara umum, dan secara tak langsung akan
mendorong upaya peningkatan produksi susu
Bakteri Escherichia coli dapat menyebabkan diare, meningitis (infeksi
otak), kolangitis (infeksi saluran empedu), pneumonia (infeksi paru-paru),
uretritis (infeksi saluran kemih), pyelonefritis (infeksi pada ginjal), sistitis
40
(kantung kemih) dan lain-lain. Yolanda (2014) menyatakan bahwa sebagian besar
jenis E.coli tidak berbahaya dan merupakan bagian yang penting dari saluran
cerna manusia yang sehat karena berfungsi menghasilkan vitamin K dan menjaga
keseimbangan bakteri di usus. Namun, beberapa jenis E.coli disebut E.coli
patogenik dapat menimbulkan penyakit infeksi, seperti infeksi pada kantung
empedu, saluran kemih, selaput otak, paru, dan saluran cerna. Infeksi – infeksi
tersebut tidak hanya dapat disebabkan oleh E.coli, namun dapat juga disebabkan
bakteri jenis lain.
Salah satu cara penanganan dalam usaha mengawetkan susu adalah dengan
perlakuan pemanasan sedang atau pasteurisasi. Sofos (1993) , menyatakan bahwa
upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah menghindari mengkonsumi
pangan mentah, melakukan pasteurisasi HTST terlebih dahulu sesuai dengan
Good Manufactirung Procedur (GMP) dan menerpkan sanitasi higieni serta
aseptis dalam setiap menangani makanan.
Susu yang dipasterisasi pada suhu 75 oC selama 15 detik kurang efektif
menurunkan TPC dan E.coli. Hal ini disebabkan oleh sanitasi yang kurang baik
dan penyimpanan yang lama pada suhu kamar. Robinson dan Tamime (1981),
menyatakan bahwa kandungan mikroorganisme patogenik maksimum yang boleh
ada pada bahan pangan yang siap dikonsumsi tidak boleh lebih dari 105 koloni.
Menurut Pederson (1988), jumlah bakteri yang tinggi pada susu pasteurisasi
dapat disebabkan oleh proses pasteurisasi yang tidak benar, sanitasi yang kurang
baik, atau penyimpanan pada suhu yang terlalu tinggi setelah pasteurisasi.
41
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Jumlah total bakteri pada susu pasteurisasi sari buah sirsak dengan
penambahan kayu secang 1% dan 2% lebih rendah dibandingkan susu
pasteurisasi sari buah sirsak tanpa kayu secang.
2. Semakin lama susu pasteurisasi sari buah sirsak dengan penambahan kayu
secang 0%, 1% dan 2% disimpan semakin tinggi jumlah bakteri Escherichia
coli dan semakin rendah jumlah total bakteri (TPC) mulai dari penyimpanan 5
hari sampai penyimpanan 15 hari.
Saran
Sebaiknya suhu pasteurisasi dinaikkan karena pada suhu 75oC selama 15
detik kurang efisien untuk menurunkan TPC dan E. Coli serta tidak menyimpan
susu di refrigerator lebih dari 1 minggu.
42
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, G. (2012). Penetapan Kadar Lemak Pada Susu Kental Manis Metode. Sokletasi. Tugas Akhir. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Amic, D., D., Amic, D., Beslo and Trinaj. 2003. Structure Radical Scavenging
Activity Relationship of Flavonoids, Croatia Chemica Acta, 76 (1), 55-6. Anonim, 2010. Tanaman Sirsak. (Blog kesehatan.net). Diakses tanggal 25
Februari 2015. Anonim. 2012. Pewarna Makanan. http: //id. Wikipedia .org /wiki/ Pewarna
makanan. Diakses tanggal 25 Februari 2015. Arisman. 2009. Keracunan Makanan. EGC. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 1995. Susu Pasteurisasi. SNI 01-3951-1995.
Jakarta. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 2000. Batas maksimum kontaminasi
mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan. SNI No. 01-6366-2000.
Bray, D. R. 2008. Milk Quality is More than Somatic Cell Count and Standard
Plate Count, it’s Now Shelf-life. Department of Animal Sciences-University of Florida, USA.
Chotiah, S. 2006. Daftar Koleksi Biakan Mikroba Balitvet Culture Collection.
Edisi tahun 2006. Balai Besar Penelitian Veteriner. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor. Hlm. 24-25.
Codex. 2004. CAC/RCP 57-2004: Coce of hygienic practice for milk and milk
products. FAO and WHO, Rome. Cowan, M. M. 1999. Plant Products as Antimocrobial Agents, Clinical
Microbioligy Reviews, 565, 568, 570. Departement of Microbiology, Miami University, Oxford, Ohio.
Dewi, dan Fajar K. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu
(Morinda citrifolia, Linn.) Terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar, Skripsi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2001. Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan
Bagi Pengusaha Makanan dan Minuman. Yayasan Pesan. Jakarta.
43
Dianasari, N. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Shigella dysentriae Beserta Bioautografinya, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Fadliah, M. 2014. Kualitas Organoleptik Dan Pertumbuhan Bakteri Pada Susu
Pasteurisasi Dengan Penambahan Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Selama Penyimpanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta.
Farkas, H., A. Duvnjak, N. Kosaric, Z. Sahm, S. Bringer-Meyer, O. Goebel D. Mayer, and S. Sahm. 2004. Ethanol" dalam Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry,edisi ke-5, Vol. A9., Verlag-Chemie, Weinheim, Jerman, hal. 587-653.
. Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik jilid 2. Erlangga,
Jakarta. Fox, B. A. And A. G. Cameron. 1989. Food Science, Nutrition and Health. 5th ed.
Edward Arnold. London. Frazier, W.C. And D.C. Westhoff. 1979. Food Microbiology. 4th ed. McGraw-
Hill Book Co. Singapore. Gillespie, H. Stephen, Bamford and B. Kathleen. 2009. At Glance Mikrobiologi
Medis dan Infeksi, 18-19, Erlangga, Jakarta. Gunawan, D., Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Penebar
Swadaya, Jakarta. Gyles CL, JF Prescott, G. Songer, dan C.O. Thoen. 2010. Pathogenesis of
Bacterial Infectious in Animals 4th edition. USA: Wiley-Blackwell. Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Modern Menganalisa
Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Padmawinata, K. ITB : Bandung. Hariana, A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Niaga Swadaya. Depok. Haryoto. 1998. Sirup Sirsak. Kanisius. Yogyakarta.
Hobbs, B. C. and D. Roberts. 1997. Food Poisoning and Food Hygiene. 5th edition. Edward Arnold. London.
Karadeniz, f., H.S. Burdurlu, N. Koca, and Y. Soyer. 2005, Antioxidant Activity of Selected Fruits and Vegetables Grown in Turkey, Turk. J. Agric. For., 29, 297-303.
44
Kumala, S., D. Devana. dan Tulus. 2013. Aktivitas antibakteri rebusan secang (Caesalpinia sappan l.) terhadap Salmonella thypii secara in vivo. Jurnal. AGRITECH. 33: 54-71.
Kumala, S., D.Yuliani, dan Tulus. 2009. Pengaruh pemberian rebusan kayu
secang (Caesalpinia sappan L.) terhadap mencit yang diinfeksi bakteri Escherichia coli. Jurnal Farmasi Indonesia 4 (4): 188 -198.
Kusumawati, M. 2008. ”Studi Kandungan Nitrat Tersedia Pada Media Tanam
Lumpur Lapindo-Bokashi Pasca Penanaman Crotalaria Striata”. Skripsi Program studi Biologi ITS: Surabaya.
Lee, K.W., Y.J. Kim., H.J. Lee, and C.Y. Lee. 2003. Cocoa Has more Phenolik
Phytochemical and A higher Antioxidant Capacity than Teas and Red Wine, J.Agric. Food Chem., 51 (52), 729-7295.
Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Diterjemahkan oleh
Padmawinata. ITB: Bandung. Miksusanti, N. Fitrya, dan Marfinda. 2011. Aktivitas campuran ekstrak kulit
manggis (Garcinia mangostana L.) secang (Caesalpina sappan L.) terhadap Bacilluscereus. Jurnal Penelitian dan Kayu Sains. 14 (3): 141-152.
Muharastri, Y. 2008. Analisis Kepuasan Konsumen Susu UHT Merek Real Good
Di Kota Bogor. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 12.
Murdiati, T.B., A. Priadi., S. Rachmawati dan Yuningsih. 2004. Susu pasteurisasi
dan penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). JITV 9(3): 172-180.
Nataro J.P. dan J.B. Kaper. 1998. Diarheagenic Escherichia coli. Clinical
Microbiol Rev 11(1): 142-201. Padmaningrum, R.T., S. Marwati, dan A. Wiyarsi. 2012. Karakteristik ekstrak zat
warna pada kayu secang (Caesalpinia sappan L.) sebai indikator tirasi asam basa. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Pederson, C.S. 1988. Microbiology of Food Fermentation. The Avi Publishing
Co. Inc. Wesport, Connecticut. pp. 81-82. Radi, J. 1998. Sirsak Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius. Bandung.
45
Radji M.. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi : Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran, 298-299.EGC. Jakarta.
Rennie, D. M. 1989. Food control in environmental health. Butterworths. pp. 3-20.
Rosyidah, K., S. A. Nurmuhaimina, N. Komari dan M. D. Astuti. 2010. Aktivitas Antibakteri Fraksi Saponin Dari Kulit Batang Tumbuhan Kasturi (Mangifera casturi), Bioscientiae, 7(2), 29, Program Studi Kimia FMIPA Universitas Lambung Mangkurat. Banjar baru.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi (Penerjemah Kosasih Padmawinata), penerbit ITB. Bandung.
Robinson, R.K. And A.Y. Tamime. 1981. Microbiology of Fermented Milks.
Applied Sci. Publish, London. Sabil, S. 2015. Pasteurisasi Hight Temperature Short Time (HTST) Susu terhadap
Listeria monocytogenes pada Penyimpanan Refrigerator. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Sanjaya A, W., M. Sudarwanto and K. Robert. 2009. Detection of Listeria
Monocytogenes in Pasteurized Mil Sold In Bogor and Its Relationship With Human Health. Faculty of Veterinary Medicine; Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sarinengsih, M. 2009. Pengaruh penambahan asam Dokosaheksaenoat (DHA)
terhadap ketahanan susu pasteurisasi rasa cokelat. Skripsi. Bandung (ID): FMIPA. UPI. Bandung.
Sentilkumar, N., S. Murugesan, N. Bhanu, S. Supriya dan C. Rajeshkannan, 2011,
Biochemical Estimation and Antimicrobial Activities of the Extracts of Caesalpinia sappan Linn., Bangladesh Journal of Scientific and Industrial Research, 46(4), 429, Division of Bioprospecting, Institute of Forest Genetics and Breeding. Coimbatore.
Septiatin, A. 2009. Apotik Hidup dari Rempah-Rempah dan Tanaman Liar,
CV.Yrama Widya. Bandung. Shearer, J. K., K. C. Bachman, and J. Boosinger. 1992. The production of quality
milk this document is ds61, one of a series of the animal sciencedepartment. Florida cooperative extension service. Institute of Food and Agricultural Sciences. University of Florida. USA.
Sofos, J. N. 1993. Current microbiological consideration in food preservation. Int. J.
Food Microbiol. 19: 87-108.
46
Songer, J.G. and K.W. Post. 2005. Veterinary Microbiology: Bacterial and Fungal.
Sudarsono, P. N., D. Gunawan, S. Wahyuono, I. A. Donatus, dan Purnomo, 2002,
Tumbuhan Obat II Hasil Penelitian, Sifat-sifat, dan Penggunaan, 33, UGM, Yogyakarta.
Sudjadi dan Rohman, A. 2004. Analisa Obat dan Makanan. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta. Suhanda, I. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Buku Kompas. Jakarta. Sumoprastowo. 2000. Memilih dan Menyimpan Bahan Makanan. Bumi Aksara.
Yogyakarta. Suriawiria. 1996. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar pengolahan Buangan secara
Biologis. Penerbit Alumni: Bandung.
Tjitrosoepomo, Gembong. 1994. Taksonomi Tumbuhan (Schizophytha, Thalophytha, Bryophytha). UGM Press. Yogyakarta.
Todar. 2008. Classification of Escherichia coli.http:// www. microbilogimedia. com. Diakses pada tanggal 25 Februari 2015.
Valik L., F. Gorner, and D. Laukova. 2003. Growth dynamics of Bacillus cereus and shelf-life of pasteurised milk. Czech J. Food SCI. (21): 195–202.
Volk, W.A. dan Wheeler, M.F., 1993, Mikrobiologi Dasar, Jilid I, Ed ke-5,
Erlangga. Jakarta. Widowati, W. 2011.Uji fitokimia dan potensi antioksidan ekstrak etanol kayu
secang (Caesalpinia sappan L.). Jurnal. JKM. 11 (1): 23-31. Winarti, C. dan Sembiring B.S. 1998. Pengaruh cara dan lama ekstraksi terhadap
kadar tanin ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L). Balitro Bogor. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1998. 4: 17-18.
Windono,T., R. Budiono, Ivone, V. Sherly dan Y. Saputro. 2004. Studi Hubungan
Struktur-Aktivitas Kapasitas Peredaman Radikal Bebas Senyawa Flavonoid terhadap 1,1 difenil 2 pikrilhidrazil ( DPPH ). Artocarpus 4 (1) :42-52.
Yolanda, N. 2014. Escherichia coli. http://www.kerjanya.net. Diakses pada
tanggal 20 September 2015.
47
Zhishen, J., T. Mengcheng and W. Jiungming. 1999. Research on antioxidant activity of flavonoids from natural materials, Journal of Food Chemistry, vol. 64, pp. 555-9.
Zuhud, E., 2011. Bukti Kedahsyatan Sirsak Menumpas Kanker. Yunita Indah.
Cet-1. Agromedia Pustaka. Jakarta.
48
LAMPIRAN
49
Lampiran 1. Jumlah Total Bakteri (TPC)
Level Kayu Secang Penyimpanan
0 Hari 5 Hari 10 Hari 15 Hari
0% 6,0 6,3 4,2 3,9
1% 5,1 6,1 3,8 3,7
2% 4,9 5,9 3,7 3,5
Rata-rata 0,6 0,7 2,4 2,7
Lampiran 2. Jumlah total bakteri Escherichia coli
Level Kayu Secang Penyimpanan
0 Hari 5 Hari 10 Hari 15 Hari
0% 1,8 2 2,7 3,0
1% 0 0 2,4 2,6
2% 0 0 2.1 2,4
Rata-rata 0,6 0,7 2,4 2,7
Lampiran 3.
Bakteri Escherichia coli
50
Lampiran 4. Prosedur kerja penelitian 1. Persiapan alat
Oven Kompor Listrik
Autoclave
51
2. Pasteurisasi susu
Tabung Reaksi Penangas Air
3. Penyimpanan diinkubator dan menghitung bakteri
Inkubator Coloni Counter
52
RIWAYAT HIDUP
FITRIA NINGSIH akrab disapa Fitri, lahir di Kandoa pada
tanggal 07 Agustus 1993 dari seorang Ayah yang bernama
Sumardin dan seorang Ibu yang bernama Rosdawati. Fitri
adalah anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di sekolah dasar SDN 364 Labokke pada tahun
1999-2005. Setelah itu, melanjutkan lagi di tingkat pendidikan menengah pertama
di SMP Negeri 1 Bua pada tahun 2005 – 2008. Kemudian melanjutkan ketingkat
Pendidikan Menengah Atas di SMAN 1 Bua pada tahun 2008 – 2011. Selanjutnya
pada tahun 2011 masuk kejenjang perkuliahan di tingkat perguruan tinggi negeri
melalui jalur JPPB di Universitas Hasanuddin Makassar tepatnya di Fakultas
Peternakan hingga sekarang tahun 2015.