Tingkah Laku Anak Autis(1)

17
PEMBELAJARAN PERUBAHAN TINGKAH LAKU ANAK AUTIS MENJELANG MASUK PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR Ruminiati 1 Abstrak: Tingkah laku anak autis berbeda dengan anak normal. Oleh karena itu perlu diterapi agar bisa seperti anak normal lainnya. Sebelum mendapatkan pembelajaran PKn di sekolah dasar, anak autis terlebih dahulu mendapatkan pembelajaran perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut antara lain perilaku hiperaktif maupun perilaku pasif dinormalkan dan pembelajaran dengan pendampingan dialihkan menjadi pembelajaran mandiri. Begitu pula pembelajaran dengan model individual secara berangsur-angsur diarahkan ke pembelajaran klasikal. Apabila perubahan tingkah laku sudah dianggap memadai anak tingkat sekolah dasar kelas satu, anak autis baru bisa diberi pembelajaran PKn SD, untuk pesiapan masuk SD inklusi. Kata kunci : pembelajaran, perubahan tingkah laku, autis, sekolah dasar. Dengan adanya peraturan pemerintah tentang standart nasional yang diatur dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 anak yang berkelainan khusus seperti halnya anak autis mendapat perlindungan hukum, dalam hak-haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak normal lainnya (Syamsudi, 2006). Pada umumnya belum semua masyarakat seperti orang tua, para 1 Ruminiati adalah dosen Program Studi PGSD Jurusan KSDP FIP Universitas Negeri Malang. 1

description

tingkah laku autisme

Transcript of Tingkah Laku Anak Autis(1)

PEMBELAJARAN PERUBAJAN TINGKAH LAKU ANAK AUTIS

PAGE 11

PEMBELAJARAN PERUBAHAN TINGKAH LAKU ANAK AUTIS

MENJELANG MASUK PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

Ruminiati

Abstrak: Tingkah laku anak autis berbeda dengan anak normal. Oleh karena itu perlu diterapi agar bisa seperti anak normal lainnya. Sebelum mendapatkan pembelajaran PKn di sekolah dasar, anak autis terlebih dahulu mendapatkan pembelajaran perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut antara lain perilaku hiperaktif maupun perilaku pasif dinormalkan dan pembelajaran dengan pendampingan dialihkan menjadi pembelajaran mandiri. Begitu pula pembelajaran dengan model individual secara berangsur-angsur diarahkan ke pembelajaran klasikal. Apabila perubahan tingkah laku sudah dianggap memadai anak tingkat sekolah dasar kelas satu, anak autis baru bisa diberi pembelajaran PKn SD, untuk pesiapan masuk SD inklusi.

Kata kunci : pembelajaran, perubahan tingkah laku, autis, sekolah dasar.

Dengan adanya peraturan pemerintah tentang standart nasional yang diatur dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 anak yang berkelainan khusus seperti halnya anak autis mendapat perlindungan hukum, dalam hak-haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak normal lainnya (Syamsudi, 2006). Pada umumnya belum semua masyarakat seperti orang tua, para terapis, guru, bahkan pakar pendidikan pun memahami karakter anak autis. Oleh sebab itu, wajar apabila penanganannya juga masih belum benar. Seperti kita ketahui bersama, bahwa tidak sedikit orang tua dari anak autis yang tetap memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya ke SD umum, dengan alasan syarat umur anaknya sudah memenuhi masa sekolah. Sebenarnya mereka juga merasa bahwa anaknya mempunyai kelainan khusus, namun tidak begitu memahami penyebab kelainan pada anak tersebut. Lebih-lebih orang tua yang tinggal di pedesaan maupun pedalaman. Begitu pula guru, terutama guru SD juga tidak semua memahami kelainan yang dialami oleh siswa dikelasnya. Sebagai contoh jika ada anak yang hiper aktif dianggap sebagai siswa paling nakal dan paling membandel. Sebaliknya, jika ada siswa yang pasif dianggap anak pendiam bahkan jika siswanya yang sulit berbicara dianggap bisu walaupun tidak tuli.

Anak-anak yang berkelainan khusus perlu disekolahkan di sekolah autis agar mendapat terapis terlebih dahulu sampai bisa mendekati seperti anak normal (Autism Society of American 2000). Namun demikian tidak semua orang tua, guru, terutama guru SD mengetahui ciri-ciri anak autis, sehingga tidak salah jika ada anggapan seperti di atas.

Dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, anak autis mendapat perlindungan hukum dari pemerintah sehingga apabila sudah diterapi di sekolah autis, berhak melanjutkan sekolah ke SD inklusi. Anak autis baru bisa masuk SD biasanya belum bisa menyamai anak SD pada umumnya, sehingga perlu waktu untuk menyesuaikan dan belum semua guru memahami karakter anak autis (Quill, tanpa tahun).

Oleh sebab itu, dengan adanya tulisan ini, diharapkan bisa untuk membantu untuk mensosialisasikan karakter maupun penyebab terjadinya gangguan autis agar lebih dipahami guru-guru SD yang sedang ditempati, maupun akan ditempati anak autis. Begitu pula bagi orang tua anak autis, para terapis, bahkan para pemerhati autis, diharapkan agar lebih mudah mencari solusi dalam menangani kelainan-kelainan tersebut. Tulisan ini juga ditujukan pada para terapis agar tahu bahwa anak autis sebelum masuk SD kelas satu dan setelah mendapatkan pembelajaran perubahan tingkah laku, supaya dipersiapkan dengan pembelajaran PKn setingkat SD, agar kelak sudah tidak asing lagi dengan pembelajaran PKn.

PENGERTIAN DAN CIRI-CIRI ANAK AUTIS

Istilah autisme berasal dari kata autos yang berarti sendiri, dan Isme yang berati aliran. Dengan demikian autisme berarti suatu paham yang tertarik pada dunianya sendiri. Sedangkan autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks seperti komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi (Lovaas, O.I. 1991).

Autis bukan penyakit menular, tetapi merupakan sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang unik, dan saling berkaitan satu sama lain. Dikatakan unik karena memiliki kekhususan tersendiri seperti gangguan spectrum autisme (autism spectrum disoders) yang identik dengan gangguan perkembangan perpasif (Shaw, William; tanpa tahun).

Sedangkan gejala atau cirri-ciri anak yang tergolong autis cukup banyak. Gejala tersebut diantaranya (1) kurang mampu berbicara dan sulit berkomunikasi dengan orang lain; (2) sulit mengungkapkan keinginannya sehingga suka sekali menarik tangan orang lain, atau menunjuk-nunjuk keinginannya; (3) suka membeo (echolalia) atau sebaliknya jika ditanya tidak menjawab tetapi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya; (4) suka menangis, marah, tertawa tanpa diketahui sebabnya; (5) sulit bermain dengan teman sebayanya; (6) tidak responsive bila diajak berbicara seakan tidak mendengar walaupun tidak tuli; (7) tidak responsif terhadap metode pembelajaran dari terapis/guru; (8) tidak suka dipeluk atau memeluk orang lain; (9) suka menyendiri dan cuek terhadap lingkungan sekitarnya; (10) takut pada benda, suara atau suasana tertentu; (11) kontak mata sangat kurang; (12) tidak sensitif atau sebaliknya sangat sensitif terhadap rasa sakit; (13) tidak mengenal bahaya apapun; (14) kemampuan motorik kurang bisa berkembang; (15) suka mengulangi gerakan yang tanpa tujuan; misalnya jinjit-jinjit, memukuli kepala, tepuk-tepuk tangan, mata melirik dan berkedip, main jari tangan, memegang kemaluannya, dan memasukkan benda ke mulutnya; (16) suka mengamuk jika keinginannya tidak terpenuhi; (17) lekat pada benda tertentu; seperti bantal, guling, gambar pada majalah; (18) menutup telinga jika mendengar suara tertentu; (19) cara bermain tidak wajar seperti suka menumpuk, suka membuang-buang; (20) suka memutar-mutar benda; (21) mempertahankan rutinitas sehingga sulit menyesuaikan diri dengan perubahan dan (22) hiperaktif atau sebaliknya sangat pasif (Yuniar, 2006).

Dua puluh dua gejala seperti yang disebutkan di atas biasanya tetap terlihat di manapun anak autis berada yang berbeda dengan tingkah laku anak seusianya. Namun demikian setiap anak mempunyai variasi gejala yang berbeda-beda. Sedangkan secara klinis diangnosis autisme tampak adanya empat gejala seperti (1) kurangnya kemampuan interaksi sosial dan emosional; (2) kurangnya komunikatif timbal balik; (3) minat yang terbatas disertai dengan gerakan berulang-ulang tanpa tujuan; dan (4) respon sensorik yang menyimpang (Maurice C, 1993).

PEMBELAJARAN PERUBAHAN TINGKAH LAKU PADA ANAK SEKOLAH AUTIS MENJELANG MASUK SEKOLAH DASAR

Pembelajaran di sekolah autis, khususnya pembelajaran PKn di sekolah autis berbeda dengan pembelajaran PKn di sekolah dasar. Perubahan tingkah laku diawali dari tahap dini, tahap menengah, dan tahap lanjut atau mahir. Setelah melalui terapis dalam tiga tahapan di atas, anak autis berhak mendapatkan wadah untuk meneruskan sekolah di SD inklusi. Pengertian inklusi di sini sama dengan pengertian terpadu, sedangkan pendidikan inklusi adalah pendidikan yang menempatkan anak autis yang berkebutuhan khusus belajar di sekolah umum/reguler (Samsudi, 2006). Dengan demikian SD inklusi adalah SD yang ditunjuk untuk menerima anak-anak autis/SLB setelah mendapatkan terapi secara matang.

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa tingkatan atau skala anak autis terdiri dari tiga tingkatan yaitu (1) tingkatan dini; (2) tingkatan menengah; dan (3) tingkatan lanjut/mahir. Setelah melalui tiga jenjang tersebut diharapkan anak autis sudah mendapatkan pembelajaran perubahan tingkah laku dengan baik. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah (1) perilaku hiperaktif dihilangkan; (2) perilaku pasif ditingkatkan agar lebih aktif; (3) perilaku dengan pembelajaran pendampingan diupayakan agar anak tidak didampingi lagi tetapi bisa mandiri; (4) pembelajaran dengan model individual secara berangsur-angsur ditinggalkan dan dibiasakan dengan pembelajaran model klasikal dan regular (Berkow, 1987).

Contoh pembelajaran perubahan tingkah laku pada anak autis pada level/ tingkatan dini, menengah dan lanjut/ mahir dengan pokok bahasan hormat menghormati. Contoh pembelajaran dengan pokok bahasan hormat menghormati untuk anak pada level dini. Jika ketemu orang dibiasakan untuk menyapa walaupun belum mengenal sebelumnya. Caranya dengan mengucapkan selamat pagi, selamat siang, selamat malam yang disesuaikan dengan waktu atau mengucapkan salam Assalamualaikum. Hal seperti ini dibiasakan secara terus menerus yang di dampingi oleh terapis, sampai bisa melakukan dengan sendirinya tanpa ada terapis di sampingnya. Begitu pula kepada orang tua atau keluarga yang mengantarkan sekolah. Dengan didampingi oleh terapis anak tersebut dibiasakan pamit pada orang tua sebelum masuk kelas.

Sedangkan di level menengah, jika lewat di depan orang atau terapis selalu dibiasakan mengucapkan permisi sambil sedikit merunduk dan jika melakukan kesalahan di biasakan untuk meminta maaf yang di dampingi oleh terapis secara terus menerus sampai bisa melakukan sendiri tanpa pendamping/ terapis.

Begitu pula untuk anak di level lanjut/mahir, anak di tingkat mahir sudah mulai meninggalkan pembelajaran dengan model individual tetapi secara bertahap dibiasakan dengan pembelajaran klasikal. Contoh pembelajaran dengan pokok bahasan hormat menghormati, anak mengangkat tangan bila akan mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan. Jadi tidak perlu datang menghadap guru, tetapi tetap duduk di bangkunya sambil mengacungkan tangan. Contoh lain anak dibiasakan mau merespon ajaan bermain temannya jika waktu istirahat, begitu juga sebaliknya mengajak bermain teman dengan sapaan yang baik atau isyarat yang sopan. Diharapkan waktu anak akan memasuki SD Inklusi, anak sudah dibiasakan tidak hiper aktif, tidak pasif, tidak tergantung dengan pendamping secara terus menerus dan biasa belajar dalam kelas klasikal, sehingga anak siap untuk menerima pembelajaran PKn SD.

Anak-anak autis yang sudah dianggap matang sampai level lanjut/ mahir dibiasakan berani menghadapi guru di depan kelas dan dibiasakan bersosialisasi dengan teman-teman lain yang telah dipersiapkan untuk masuk ke sekolah dasar. Oleh karena itu pembelajaran secara klasikal perlu diberikan setiap hari dan materi PKn SD sudah mulai bisa diberikan sehingga waktu memasuki SD sudah tidak asing lagi. Berikut adalah pengintegrasian perubahan tingkah laku anak autis dalam pembelajaran PKn mulai tingkat/ level dini, menengah dan lajut seperti dalam tabel dibawah ini:

Tabel 1

Pengintegrasian Perubahan Tingkah Laku Anak Autis

Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Menjelang Masuk Sekolah Dasar

NoLevelPokok BahasanUraian MateriNilai Perubahan Tingkah LakuMedia/ Metode

1Awal/Dini Hormat Menghormati Membalas sapaan orang lain

Menyapa orang lain yang ditemuinya

Memberi salam

Berpamitan bila akan berpisahSopan santun dan hormat Kartu bergambar

ABA

Kerapian Memakai sepatu dan ka-os kaki

Menggosok gigi

Mencuci tangan Bersih dan rapi Benda kongkrit

Kartu bergambar

ABA

Keberanian dan Kebanggaan Menyebutkan nama anggota keluarga

Menyebutkan alamat rumah

Menyebutkan nomor rumah Berani dan tanggung jawab Foto keluarga

Kartu nama

Kartu alamat

ABA/DTT

Ketertiban Melakukan perintah guru dan orang tua

Berangkat dan pulang sekolah sesuai dengan jam yang ditentukan Taat dan patuh

Fleksibel

ABA/DTT

Belas kasih Menyayangi orang lain

Menjenguk teman yang sakit Rasa

kasih sayang VCD

Kartu Bergambar

ABA

2Mene-

ngah Hormat menghormati Mengatakan permisi/dengan isyarat bila lewat didepan orang lain/kerumunan Menghar-gai orang lain VCD

Fleksibel

ABA/DTT

Mengatakan/menunjuk pada benda atau sesuatu yang diinginkan

Meminta maaf bila melakukan kesalahan

Kerapian Memakai pakaian dengan rapi

Menyisir rambut

Menggunakan tissuRapi itu indah Benda kongkrit

ABA

Keberanian dan kebanggaan Mempekenalkan diri di depan kelas

Menceritakan dengan sederhana tentang pekerjaan orang tuaBerani dan rasa memiliki Contoh dari guru

ABA

Ketertiban Menyelesaikan tugas dengan mandiri

Duduk dengan tenang disaat belajarTata Tertib Membiasakan setiap hari

ABA/DTT

Belas kasih Bertanya bila ada teman yang bersedih

Membantu teman yang membutuhkanTolong menolong Contoh dari guru

ABA

3Lanjut/Mahir Hormat menghormati Mengangkat tangan bila bertanya atau menjawab pertanyaan

Meminta bantuan pada orang lain dengan kalimat yang sopan

Merespon ajakan main teman

Mengajak teman bermain dengan kalimat sederhana maupun isyaratSantun dalam bersikap Kartu bergambar

Membisa-kan setiap hari

ABA/DTT

Kerapian Memakai asesoris dengan benar

Merapikan meja makan

Menyiapkan perlengkapan sekolahKerapian dan keindahan Membiasa-kan setiap hari

Kartu Bergambar

ABA/DTT

Keberanian dan kebanggaan Berkenalan

Mengatakan jangan dengan isyarat bila ada yang mengganggu

Bercerita tentang guru sekolahnyaBerani dan tegas Kartu bergambar

ABA/DTT

Ketertiban Tidak mengganggu teman

Latihan antri/bergiliranMematuhi Tata tertib Membiasakan setiap hari

ABA/DTT

TACHC

Belas kasih Berbagi dengan sasama

Mengekspresikan emosi sesuai dengan situasi dan kondisi

Kasih sayang antar sesama Membiasakan setiap hari

ABA/DTT

Hidup Hemat Tidak membuang makanan

Makan secukupnya

Hemat menggunakan air

MenabungHemat pangkal kaya dan sederhana Membiasakan setiap hari

ABA/DTT

Disusun oleh team terapis sekolah autis UM, 2004METODE PEMBELAJARAN PERUBAHAN TINGKAH LAKU ANAK AUTISSelain metode yang digunakan di atas ada beberapa metode lain yang digunakan dalam pembelajaran perubahan tingkah laku oleh para terapis diberbagai negara untuk anak Gangguan Spektrum Autisme (GSA). Antara lain (1) metode Treatmen and Education of Autisme and Comunication Handicap fed Children (TACHC); (2) Applaed Behavior Analysis (ABA); (3) Pictures Exchange Comunidcation Symbols (PECS); (4) Computer Pictograph for Communication/COMPIC (Maurice C, 1996)

Dari empat macam metode di atas bisa dilakukan secara murni atau kombinasi yang disesuaikan dengan kemampuan siswa. Namun kebanyakan metode yang digunakan adalah metode ABA yang dilaksanakan dengan cara Deserete Trial Training (DTT). Penggunaan metode tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak beserta lingkungannnya (Maurice C, 1996)

Kurikulum anak terapis, sampai saat sekarang belum tersusun secara baku. Hal tersebut disebabkan begitu sulitnya menyusun kurikulum yang berangkat dari kondisi dan kebutuhan siswa yang berbeda-beda. Kurikulum anak autis berbeda dengan anak normal di SD umum/reguler. Kurikulum anak normal bisa didasarkan pada tingkat perkembangan dan usia anak sehingga dari anak tingkat sekolah dasar kelas rendah sampai kelas tinggi bisa diprediksikan hampir sama, sehingga tidak sesulit kurikulum anak autis yang karakternya bermacam-macam.

Sedangkan media untuk pembelajaran perubahan tingkah laku maupun PKn yang digunakan di sekolah autis juga banyak ragamnya antara lain, kartu bergambar, benda konkret, foto keluarga, binatang kartu telpon, VCD, guru, tape recorder, televisi dapat dipilih yang relevan dengan kondisi anak dan lingkungan alam sekitarnya.

Alat evaluasi anak autis lebih ditekankan pada keberhasilan perubahan perilakunya, sehingga hampir sama atau menyamai anak SD dalam kelasnya. Oleh karena itu contoh dari perilaku guru dan terapis cukup besar pengaruhnya terhadap keberhasilan perubahan perilaku anak autis yang masuk SD inklusi.

Hal lain yang perlu diperhatikan jenis makanan yang bisa mempengaruhi kestabilan emosional anak autis seperti tepung terigu, makanan yang mengandung pengawet, makanan yang mengandung penyedap rasa, sayur yang mengandung pestisida dan sebagainya, merupakan makanan pantangan bagi anak autis. Makanan yang berpantangan tersebut bisa merubah tingkah laku anak yang semula sudah mulai stabil/normal bisa kembali menjadi hiperaktif dan sebaliknya. Oleh karena itu makanan untuk anak autis sebaiknya harus lebih mendapat perhatian.

SIMPULAN

Pembelajaran perubahan tingkah laku pada anak sekolah autis berbeda dengan pembelajaran PKn pada anak normal di sekolah dasar, walaupun usianya sudah sama atau melebihi anak sekolah dasar.

Tingkah laku anak autis yang memiliki kekhususan tersendiri dinormalkan lebih dahulu. Anak yang hiperaktif maupun yang pasif di terapis hingga bisa menjadi normal atau mendekati normal. Begitu pula kebiasaan yang selalu mendapatkan pendampingan, tahap demi tahap ditinggalkan sehingga bisa mandiri tanpa bantuan pendamping lagi. Model pembelajaran individual juga ditinggalkan dan dilatih dengan model pembelajaran klasikal. Apabila anak autis sudah bisa merubah perilaku di atas dan sudah mampu mandiri tanpa pendamping, maka anak tersebut bisa disiapkan untuk memasuki sekolah dasar.

Di samping merubah tingkah laku seperti diatas anak autis juga diberikan pembelajaran perubahan tingkah laku seperti pembelajaran PKn di SD. Misal, diberikan pokok bahasan hormat menghormati yang diberikan pada anak level dini, menengah dan lajut dengan gradasi yang berbeda. Apabila sudah mampu menyamai anak SD kelas satu maka bisa dipindahkan di SD walaupun usianya sudah banyak, maksudnya melebihi usia anak SD.

Tidak semua SD bisa menerima anak autis, karena kebanyakan Kepala Sekolah SD merasa keberatan ditempati anak autis di sekolahnya. Hal ini disebabkan anak autis dianggap menganggu pembelajaran di kelas. Oleh karena itu pemerintah dengan landasan hukum yang kuat memberikan kesempatan pada anak yang berkelainan khusus seperti anak autis untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Kebijakan pemerintah melalui Diknas setempat menunjuk SD tertentu sebagai SD inklusi sehingga anak autis yang sudah normal bisa memasuki sekolah dasar pada SD yang ditunjuk, sebagaimana anak normal lainnya, sehingga bisa menerima pembelajaran PKn SD seperti anak yang lain.

Autis bukan penyakit menular melainkan sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang unik dan saling berkaitan satu sama lain. Oleh karena itu anak normal bersosialisasi dengan anak autis tidak perlu dikhawatirkan karena tidak bisa menular. Penyebab terjadinya anak autis secara religius memang sudah kodrat, namun secara medis disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor keturunan/genetik, faktor kesalahan penggunaan obat-obatan waktu dalam kandungan, faktor usia yang sudah lanjut waktu menikah, faktor racun logam berat, serta faktor gangguan pencernaan.

Solusi yang ditempuh untuk anak autis antara lain dengan pendekatan religius, waspada minum obat waktu hamil, usia pernikahan dipertimbangkan, mengeluarkan racun logam berat, memperbaiki pencernaan melalui dokter, mencukupi kebutuhan nutrisi sel-sel saraf otak dan melakukan diet makanan yang menjadi pantangan anak autis. Selain itu perlu mendapat terapis sejak dini dan terus menerus sampai mampu masuk sekolah umum tanpa memandang usia.

DAFTAR RUJUKAN

Autism Society of America. 2000. Advocate.

Berkow, Robert, M.D. Fletcher, Andrew J. M.B., B. 1987. Chin The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. Fifteenth Edition.

Lovaas, O.I. 1991. The Me Book Teaching Developmenta;;y Disabled Children. Pro-ed Austin Texas.

Makalah-makalah dari Yayasan Autisme Indonesia. Tahun 1997 s/d 2000. Dalam Seminar Autisme.

Maurice C. 1996. Let Me Hear Your Voice. Fawcett Columbine, New York.

Maurice C. Green G, Luce S.C. 1996. Behavioral Intervention For Young Children With Autism. Pro-ed, Austin, Texas.

Quill, Kathleen Ann. .. Teaching Children With Autism. Strategis to Enchance Communication and Sozialization.

Shaw, William Phd. Bilogical Treatments For Autism and PDD

Syamsudi. 2006. Kebijakan Strategis Subdin PLB Dinas P dan K Jatim tentang Anak autis. Makalah seminar nasional tentang autis di Universitas Negeri Malang.

Yuniar, Susanti. 2006. Terapis Terpadu Gangguan Spektrum Autisme dalam Kaitannya Dengan Kesiapan Anak Masuk Sekolah. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Autis di Universitas Negeri Malang.

Ruminiati adalah dosen Program Studi PGSD Jurusan KSDP FIP Universitas Negeri Malang.

1PAGE