Tinea-Fan

28
STATUS RESPONSI Tinea Cruris et Corporis Disusun Oleh: Afandi Dwi Harmoko G9911112005 Pembimbing: Dr. Arie Kusumawardhani, Sp.KK KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 0

Transcript of Tinea-Fan

Page 1: Tinea-Fan

STATUS RESPONSI

Tinea Cruris et Corporis

Disusun Oleh:

Afandi Dwi Harmoko

G9911112005

Pembimbing:

Dr. Arie Kusumawardhani, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2013

0

Page 2: Tinea-Fan

STATUS RESPONSI

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Penguji : Dr. Arie Kusumawardhani, Sp.KK

Nama : Afandi Dwi Harmoko

NIM : G9911112005

STATUS PASIEN

TINEA CRURIS ET CORPORIS

A. SINONIM

Tinea cruris disebut juga eczema marginatum, Jockey itch, ringworm of the

groin atau dhobie itch.1 Sedangkan Tinea corporis disebut juga tinea sirsinata, tinea

glabrosa, Schrende Fletche, herpes sircine trichophytique, ringworm of the body,

atau kurap.2

B. DEFINISI

Tinea cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus.

Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit

yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural

saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian

bawah atau bagian tubuh yang lain. 1

Tinea corporis merupakan infeksi jamur dermatofita pada kulit tubuh berambut

halus pada daerah muka, lengan, badan, dan glutea. Kelainan ini dapat terjadi pada

tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada paha.2 Jamur dermatofita

ini mempunyai kemampuan untuk menggunakan keratin sebagai sumber nutrisinya,

karena mempunyai enzim keratinase.3 Tinea ini meliputi semua dermatofitosis

1

Page 3: Tinea-Fan

superfisialis yang tidak termasuk bentuk tinea capitis, barbe, kruris, pedis et manum,

dan unguinum.1,2,4,5

Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan kadang bersama-sama

dengan kelainan pada paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau

sebaliknya tinea cruris et corporis.6

.

C. EPIDEMIOLOGI

Tinea cruris dan corporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada

daerah dengan iklim yang panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, kondisi

yang hangat dan lembab membantu penyebaran infeksi ini. Oleh karena itu, daerah

tropis dan subtropis memiliki insien yang tinggi terhadap tinea corporis. Angka

kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan

perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris. Maserasi

dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit

yang akan memudahkan infeksi. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak

langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang

mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan

lain-lain.6,7

Kebersihan badan dan lingkungan yang kurang sangat besar pengaruhnya

terhadap perkembangan penyakit ini. Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang

yang kurang mengerti kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang banyak

berkeringat serta kelembaban kulit yang lebih tinggi.6

Tinea cruris et corporis dapat ditularkan secara langsung dari manusia atau

binatang yang terinfeksi melalui autoinokulasi dari reservoir-nya seperti kolonisasi T.

rubrum pada kaki. Anak kecil cenderung lebih sering terserang patogen jenis

zoofilik, terutama M. canis yang dibawa oleh kucing dan anjing.5

D. ETIOLOGI

Tinea cruris et corporis disebabkan oleh golongan jamur yang menyebabkan

dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin.

2

Page 4: Tinea-Fan

Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu

Microsporum, Epidermophyton, dan Tricophyton.1

Semua jenis dermatofita dapat menyebabkan dermatofitosis. Jenis yang

predominan menyebabkan dermatofitosis adalah genus Tricophyton, diikuti

Epidermophyton dan Microsporum.8

Fungi yang biasanya menyebabkan tinea kruris sering kali oleh E. Flocosum,

namun dapat pula oleh T. Rubrum dan T. Mentagrophytes yang ditularkan secara

langsung atau tidak langsung.7

Sedangkan jamur yang menjadi penyebab yang paling sering dari tinea

korporis adalah T. rubrum, T. mentagrophytes, M. canis, dan T. tonsurans.2,4 T.

rubrum dan T. verrucosum adalah penyebab tersering pada kasus dengan

penambahan keterlibatan folikuler. Tinea imbricata disebabkan oleh T.

Concreticum.5

E. PATOGENESIS

Jalan masuk yang mungkin pada infeksi dermatofita adalah kulit yang luka,

jaringan parut, dan adanya luka bakar. Infeksi ini disebabkan oleh masuknya

artospora atau konidia. Patogen menginvasi lapisan kulit yang paling atas, yaitu pada

stratum korneum, lalu menghasilkan enzim keratinase dan menginduksi reaksi

inflamasi pada tempat yang terinfeksi. Inflamasi ini dapat mengeliminasi patogen

dari tempat infeksi sehingga patogen akan mencari tempat yang baru di bagian tubuh.

Perpindahan organisme inilah yang menyebabkan gambaran klinis yang khas berupa

central healing.8

Jamur dermatofita hanya dapat tumbuh dan bertahan hidup pada stratum

korneum manusia, dimana dapat menyediakan sumber nutrisi untuk dermatofita dan

untuk pertumbuhan mycelia jamur. Infeksi dermatofita mencakup tiga tahap penting:

perlekatan ke keratinosit kulit (adhesi), penetrasi ke dalam sel, dan pembentukan

respon host.5

1. Perlekatan (Adhesi)

Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada

jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora

3

Page 5: Tinea-Fan

normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang

diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat fungistatik. 5,10

2. Penetrasi

Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum

korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi

juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga

menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi

jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel dermatofita juga bisa

menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika

begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.5,10

3. Perkembangan Respons Host

Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang

terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity

(DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada

pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi primer

menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi

menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan

pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel

langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe.

Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk

menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier

epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi.

Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.5,10

F. GEJALA KLINIS

Penderita umumnya datang dengan keluhan gatal. Kelainan yang dilihat dalam

pemeriksaan fisik berupa lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema,

skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengahnya biasanya

lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif (tanda peradangan lebih jelas) yang

sering disebut dengan sentral healing 1,2,5,6

Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga

dapat terlihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Lesi

4

Page 6: Tinea-Fan

dapat meluas dan memberi gambaran yang tidak khas terutama pada pasien

imunodefisiensi.Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya

tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-

sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris

atau sebaliknya tinea cruris et corporis.1

G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Gejala klinis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas

pemeriksaan lansung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain seperti

pemeriksaan histopatologik dan imunologik tidak diperlukan.1 Gambaran

histopatologi tinea korporis tidak khas. Gambaran histopatologi tidak lazim

digunakan untuk menegakkan diagnosis karena gambaran klinis dan pemeriksaan

laboratorium lebih jelas, mudah, murah, dan khas daripada melakukan pemeriksaan

histopatologi.7

Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan

klinis yang berupa kerokan kulit. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan

dikumpulkan sebagai berikut: terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan

spiritus 70%, kemudian dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di

luar kelainan sisik kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril.1

Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula-mula

dengan pembesaran 10x10, kemudian dengan pembesaran 10x45. Pemeriksaan

dengan pembesaran 10x100 biasanya tidak diperlukan.1

Sediaan basah dengan meletakkan bahan di atas gelas objek. Kemudian

ditambah 1-2 tetes larutan KOH, untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit

dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan KOH, ditunggu 15-20 menit, hal ini

diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk memepercepat proses pelarutan dapat

dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil. Pada saat keluar asap dari

sediaan tersebut, pemanasan dihentikan. Bila terjadi penguapan, maka akan terbebtuk

Kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen

5

Page 7: Tinea-Fan

jamur yang lebih nyata dapat ditambahkan zat pewarna pada sediaaqn KOH,

misalnya tinta parker superchroom blue black.1

Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar,

terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artospora) pada kelainan

kulit lama dan/atau sudah diobati.1

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan

langsung dengan sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan

ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Pembiakan

dilakukan pada medium agar Sabouraud karena dianggap merupakan media yang

paling baik untuk pertumbuhan jamur. Media ini dibubuhi antibiotik kloramfenikol

atau ditambah pula klorheksimid untuk menghindarkan kontaminasi bakterial

maupun jamur kontaminan. Media ini lalu disimpan pada suhu kamar. Spesies jamur

ditentukan oleh sifat koloni, hifa, dan spora yang dibentuk.1

H. DIAGNOSIS

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesis biasanya pasien mengeluh gatal pada bagian perut,

punggung, dada, daerah lipat paha, lipat perineum, bokong, dan dapat ke genitalia.

Ruam kulit dapat berbatas tegas, eritematosa, dan bersisik. Gatal dirasakan

bertambah bila pasien berkeringat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan efloresensi

yaitu berupa makula eritematosa numular sampai geografis, berbatas tegas dengan

tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Pada perjalanan penyakit yang kronik

dapat makula menjadi hiperpigmentasi dengan skuama di atasnya.7

Pada kerokan kulit dengan KOH dijumpai adanya hifaatau spora jamur.

Sediaan dapat diambil dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luar

kelainan sisik kulit, dengan cara dikerok atau disikat menggunakan pisau tumpul

steril, kemudian diletakkan pada medium dermatofita. Untuk melihat elemen jamur

lebih nyata, dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta parker

superchroom blue black.1

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan

langsung sedian basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini

6

Page 8: Tinea-Fan

dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap

paling baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. Kloramfenikol

ditambahkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, dan cycloheximide untuk

menghambat pertumbuhan jamur saprofit.10

I. DIAGNOSIS BANDING

1. Kandidosis4

Pasien mengeluh rasa gatal yang hebat disertai rasa panas seperti terbakar,

terkadang juga nyeri jika ada infeksi sekunder

Lokasi biasanya terdapat di bokong sekitar anus, lipat ketiak, lipat paha, lipat

bawah payudara, sekitar umbilicus, garis-garis kaki dan tangan. Kuku.

Efloresensi berupa daerah yang eritematosa, erosif, kadang dengan papul dan

skuama. Pada keadaan yang kronik dapat terjadi likenifikasi, hiperpigmentasi,

hyperkeratosis, dan kadang berfisura.

Pada tes KOH ditemukan pseudohifa

Pada media Sabouroud terlihat koloni berwarna coklat mengkilat,

permukaannya basah.

2. Eritrasma4

Eritrasma merupakan suatu infeksi dangkal kronik yang biasanya menyerang

daerah yang banyak berkeringat.

Penyebabnya adalah Corynebacterium minutissimum.

Dimulai dengan daerah eritema miliar, selanjutnya meluas ke seluruh region,

menjadi merah, terasa panas seperti habis terkena cabai.

Penyinaran dengan sinar Wood memperlihatkan fluoresensi warna merah

bata.

3. Psoriasis4

Dimulai dengan macula dan papula eritematosa dengan ukuran lentikular

sampai nummular, menyebar secara sentrifugal

Lokasi biasanya pada siku, lutut, kulit kepala, telapak kaki dan tangan,

punggung, tungkai atas dan bawah, serta kuku.

7

Page 9: Tinea-Fan

Efloresensi berupa macula eritematosa yang besarnya bervariasi dari miliar

sampai nummular, dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar,

sirsinar, polisiklis, dan geografis. Macula ini berbatas tegas, ditutupi oleh

skuama yang kasar berwarna putih mengkilat. Jika skuama digores dengan

benda tajam menunjukkan tanda tetesan lilin. Jika penggoresan diteruskan

maka akan timbul titik-titik perdarahan yang disebut sebagai Auspitz sign.

Dapat pula menunjukkan fenomena Koebner atau reaksi isomorfik, yaitu

timbul lesi-lesi psoriasis pada bekas trauma atau garukan.

J. PENATALAKSANAAN

1. Non Medikamentosa1

Edukasi kepada pasien untuk meningkatkan kebersihan badan dengan

mandi secara teratur, menggunakan sabun ringan dan meningkatkan kebersihan

lingkungan. Kemudian dianjurkan untuk menghindari memakai pakaian yang

ketat dan tidak menyerap keringat.

2. Medikamentosa

a. Topikal

Obat topikal diberikan bila lesi terbatas. Kebanyakan antijamur topikal

ini dipakai dua kali sehari selama 2-4 minggu.

1) Konvensional11

Pengobatan dengan agen topikal lama kurang efektif dan memerlukan

waktu yang lama.

a) Salep 2-4: asam salisilat dan sulfur

Asam salisilat bersifat keratolitik. Untuk lesi yang sangat superficial

asam salisilat mungkin sudah cukup efektif, namun untuk lesi yang

kebih dalam maka asam salisilat akan mempermudah penetrasi

antijamur lain yang lebih poten

b) Salep Whitfield dan modifikasinya (AAV-I dan AAV-II): asam

salisilat dan asam benzoate

c) Asam undesilenat

Merupakan cairan kuning dengan bau khas yang tajam

8

Page 10: Tinea-Fan

Dosis biasa berefek sebagai fungistatik, namun dalam dosis tinggi

dan pemakaian yang lama berefek fungisidal

Aktif terhadap Epidermophyton, Tricophyton, dan Microsporum

Tersedia dalam bentuk salep campuran mengandung 5%

undesilenat dan 20% seng undesilenat

Bentuk bedak dan aerosol mengandung 2% undesilenat dengan

20% seng undesilenat (seng berfungsi untuk menekan luasnya

peradangan)

Dapat menyebabkan iritasi mukosa

2) Baru11

a) Tolnaftat, tolsiklat

Suatu tiokarbamat yang efektif untuk pengobatan sebagian besar

dermatofitosis

Tidak efektif terhadap kandida

Reaksi alergi atau toksik belumpernah dilaporkan

Tersedia dalam bentuk krim, gel, bubuk, cairan aerososl atau

larutan topikal dengan kadar 1%

Diberikan topikal 2-3 kali sehari

Rasa gatal akan hilang dalam 24-72 jam

Pada lesi dengan hiperkeratosis sebaiknya diberikan bergantian

dengan salep asam salisilat 10%

Beberapa kasus membutuhkan waktu 4-6 minggu, jarang yang

melebihi 10 minggu

b) Haloprogin

Antijamur sintetik berbentuk kristal putih kekuningan

Larut dalam alkohol, tidak larut air

Efektif terhadap dermatofita, Malassezia furfur, dan Kandida

Dapat timbul iritasi, rasa terbakar, vesikulasi, meluasnya maserasi

dan sensitisasi

Tersedia dalam bentuk krim dengan kadar 1%

9

Page 11: Tinea-Fan

c) Derivat Imidazole (mikonazole, klotrimazole, tiokonazole, bifonazole,

ketokonazole)

d) Siklopiroksolamin

Antijamur topical berspektrum luas

Untuk dermatofitosis, kandidiasis, dan tinea versikolor

Tersedia dalam bentuk krim 1%

Iritasi jarang terjadi

e) Derivat alilamin (naftitin HCl, terbinafin)

b. Sistemik

1) Derivate imidazole

Derivate imidazole ini bekerja dengan cara mengganggu biosintesis

sterol yang berperan dalam pembentukan membran sel dan dan

mitokondria12

a) Fluconazole 150 mg sekali seminggu selama 4-6 minggu

Diserap sempurna di saluran cerna tanpa dipengaruhi oleh

makanan

Kadar plasma setelah pemberian oral sama dengan pemberian

interavena

Efek sampingnya berupa gangguan saluran cerna, alergi,

eosinofilia, Steven Johnson’s syndrome, gangguan faal hati

sementara, dan trombositopeni

Tersedia dalam bentuk kapsul berisi 50 dan 150 mg

b) Itraconazole 100 mg sekali sehari selama 15 hari, untuk anak-anak: 5

mg/kg BB/hari selama 1 minggu

Diserap sempurna bila diberikan bersama makanan

Rifampin dapat mengurangi kadar itrakonazole dalam plasma

Infeksi yang berat mungkin membutuhkan dosis sampai dengan

400 mg sehari

Efek sampingnya berupa mual dan muntah, kemerahan, pruritus,

lesu, pusing, pedal edema, parestesia, dan kehilangan libido

10

Page 12: Tinea-Fan

Sediaanya berupa kapsul berisi 100 mg

2) Terbinafine 250 mg sekali sehari selama 2 minggu

Untuk anak-anak: 3-6 mg/kg BB/hari

3) Griseofulvin 500 mg sekali sehari selama 2-6 minggu

Untuk anak-anak: 10-20 mg/kg BB/hari maksimal sampai 6 minggu

Bekerja dengan cara menghambat mitosis jamur dengan mengikat

protein mikrotubuler dalam sel

Terikat kuat dengan keratin

Tidak larut dalam air, sehingga penyerapannya dalam saluran cerna

kurang baik, penyerapan lebih mudah bila diberikan bersama makanan

yang berlemak

Efek samping yang berat jarang terjadi, leukopenia, granulositopenia,

sakit kepala, arthralgia, neuritis perifer, demam, pandangan kabur,

insomnia, mual, muntah, diare, flatulensi, rasa kering di mulut,

urtikaria, fotosensitivitas, erupsi morbiliform, urtikaria, eritema

multiforme (Bahry and Setiabudi, 2005).

Tidak ada perbedaan efektivitas terapi yang signifikan diantara obat-obat

diatas.5

K. PROGNOSIS

Prognosis tinea cruris et corporis pada umunya adalah baik bila faktor

predisposisi dapat dihindarkan atau dihilangkan, sumber penularan dapat

dihindarkan, pengobatan teratur dan tuntas.13

11

Page 13: Tinea-Fan

DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja, U. 2007. Mikosis. Dalam: Djuanda, A. Hamzah, M dan Aisah, S (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 89 – 105

2. Mansjoer, A., et al. 2000. Mikosis Superfisialis. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius. Hal: 93-9

3. Ellis, Davis. 2008. Mycologi Online: Dermatophytosis.http://www.mycology.adelaide.edu.au/Mycoses/Cutaneous/Dermatophytosis/

4. Siregar RS., 1996. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. hal:19-215. Verma, S., Heffernan, M.P. 2008. Superficial Fungal Infection: Dermatophytosis,

Onycomycosis, Tinea Nigra, Piedra In Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Seventh edition. Vol. II, Mc Graw Hill, New York. P: 1807-1821

6. Boel, Trimulya., 2003. Mikosis Superfisialis. http://library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-trelia1.pdf

7. Siregar, R S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. Hal: 29 – 31

8. Laksmipathy, D T. Kannabiran, K. 2010. Review on dermatomycosis: pathogenesis and treatment. Journal of Natural Science. Vol 2. No.7, 726 – 31

9. Sjarifuddin, P K. Susilo, J. 2000. Dermatofitosis. Dalam: Gandahusada, S. Ilahude, H H D dan Pribadi, W (eds). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 289 – 95

10. Shy, Rosemary. 2007. Pediatrics in Review: Tinea Corporis and Tinea Capitis. http://pedsinreview.aappublications.org/misc/terms.dtl

11. Bahry, B. Setiabudy, R. 2005. Obat Jamur. Dalam: Ganiswara (ed). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 560 – 70

12. Pane, Y S. 2009. Antifungal Drugs. Pharmacology and Therapeutics Departement. School of Medicine Universitas Sumatera Utara

13. Bramono, K. 2010. Dermatofitosis. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM

12

Page 14: Tinea-Fan

STATUS PENDERITA

I IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. S

Umur : 54 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jl Kemuning 29 Banaran Boyolali

Tanggal Pemeriksaan : 11 Mei 2013

No. RM : 01194988

II ANAMNESIS

A. Keluhan utama

Gatal di selangkangan dan badan

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan gatal-gatal di selangkangan dan badan sejak

2 bulan yang lalu. Gatal awalnya hanya sedikit di selangkangan, namun semakin

lama semakin meluas dan terasa juga di badan. Gatal hilang timbul dan dirasakan

semakin memberat ketika berkeringat. Karena merasa gatal, pasien sering

menggaruknya. Pada tempat yang dirasa gatal tampak kulit kemerahan. Nyeri (-),

demam (-), rasa seperti terbakar (-).

Pasien sudah memeriksakan diri ke dokter umum dan diberikan obat

mikonazol. Keluhan gatal dirasakan sedikit berkurang. Kemudian pasien

memeriksakan diri ke klinik penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr. Moewardi

Surakarta

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi : (-)

13

Page 15: Tinea-Fan

Riwayat diabetes melitus : disangkal

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat alergi obat : disangkal

Riwayat alergi makanan : disangkal

Riwayat asma : disangkal

D. Riwayat Keluarga

Riwayat penyakit serupa : (-)

Riwayat alergi obat : disangkal

Riwayat alergi makanan : disangkal

Riwayat asma : disangkal

E. Riwayat Kebiasaan

Pasien biasa mandi 2x sehari dengan sabun dan memakai handuk yang

terpisah dengan anggota keluarga yang lain. Sumber air dari sumur. Ganti pakaian

luar 1x sehari, ganti pakaian dalam 1x sehari.

III PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

1. Keadaan umum : Baik, compos mentis, gizi kesan cukup

2. Vital sign :

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 88x/menit

Laju pernapasan : 20x/menit

Suhu : afebris

3. Kepala : dalam batas normal

4. Wajah : dalam batas normal

5. Leher : dalam batas normal

6. Punggung : dalam batas normal

7. Axillaris : dalam batas normal

8. Thorax : dalam batas normal

14

Page 16: Tinea-Fan

9. Abdomen : lihat status dermatologis

10. Inguinal : lihat status dermatologis

11. Ekstremitas atas : dalam batas normal

12. Ekstremitas bawah : dalam batas normal

B. Status Lokalis Dermatologis

1. Regio abdomen

Patch eritem dengan skuama halus diatasnya, berbatas tegas, dengan tepi

papul-papul eritem

2. Regio inguinal

Tampak plak hiperpigmentasi dengan tepi aktif disertai squama halus

15

Page 17: Tinea-Fan

16

Page 18: Tinea-Fan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% didapatkan gambaran hifa

jamur.

Gambar 1. Pemeriksaan Kerokan Kulit dengan KOH 10%

V. DIAGNOSIS BANDING

1. Tinea cruris et corporis

2. Kandidiasis

3. Eritrasma

4. Psoriasis

VI. DIAGNOSIS

Tinea cruris et corporis

VII. TERAPI

A. Non Medikamentosa

1. Mandi minimal 2x/hari dengan air bersih

2. Mengganti pakaian luar maupun dalam dengan teratur minimal 2 kali sehari

17

Page 19: Tinea-Fan

3. Menjaga daerah lesi dari keringat atau keadaan yang lembab

4. Meminum dan menggunakan obat dengan teratur dan sesuai petunjuk, jika

keluhan hilang tetap kontrol ke dokter hingga dinyatakan sembuh

5. Menghindari pemakaian handuk dan pakaian bersama

6. Hindari menggaruk walaupun terasa gatal

B. Medikamentosa

Topikal : Ketoconazol cream 2x sehari selama 3-5 minggu

Sistemik : Griseofulvin 1x 500mg selama 2-6 minggu

Cetirizine 1x 10 mg

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad sanam : bonam

Ad fungsionam : bonam

Ad cosmeticum : bonam

18