TINDAKAN SOSIAL KOMUNITAS BRAVO FOR DISABILITIES...
Transcript of TINDAKAN SOSIAL KOMUNITAS BRAVO FOR DISABILITIES...
TINDAKAN SOSIAL KOMUNITAS BRAVO FOR
DISABILITIES DALAM PEMBERDAYAAN
PENYANDANG DISABILITAS
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
MUHAMMAD NUR RIFQI QASTHARI
NIM. 1112111000025
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M / 1438 H
i
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Skripsi dengan judul “Tindakan Sosial Komunitas Bravo For Disabilities”
bertujuan untuk menganalisa motivasi tindakan sosial dari komunitas Bravo For
Disabilities dalam melakukan kegiatan pemberdayaan terhadap penyandang
disabilitas. Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan subjek skripsi
yaitu komunitas Bravo For Disabilities dengan menggunakan teknik
nonprobability sampling. Teknik pengumpulan data dari skripsi ini menggunakan
teknik wawancara dan observasi sebagai sumber data primer dan studi
dokumentasi sebagai sumber data pendukung. Kerangka teori yang digunakan
adalah konsep tindakan sosial Weber, dengan melihat pada empat tipe tindakan,
yaitu: rasionalitas sarana-tujuan (instrumental), rasionalitas nilai, tindakan
afektual, dan tindakan tradisional.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan sosial komunitas
Bravo For Disabilities diwujudkan dalam bentuk kegiatan seperti pendampingan
dan pengujian aksesibilitas. Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya motif dari
komunitas Bravo For Disabilities dalam melakukan pemberdayaan terhadap
penyandang disabilitas yakni: pertama, individu yang tergabung dalam komunitas
Bravo For Disabilities dan mengikuti kegiatan pemberdayaan penyandang
disabilitas dikarenakan adanya suatu tujuan yang ingin dicapai. Kedua, mereka
melakukan kegiatan pemberdayaan penyandang disabilitas dipengaruhi oleh nilai-
nilai yang dianutnya dan sudah dianggap baik. Ketiga, mereka dengan sukarela
melakukan kegiatan pemberdayaan penyandang disabilitas dikarenakan faktor
emosi (rasa iba) dari dalam dirinya. Keempat, Mereka melakukan kegiatan
pemberdayaan penyandang disabilitas dikarenakan memang sudah menjadi suatu
kebiasaan yang mereka lakukan secara berulang-ulang.
Kata kunci: Motif tindakan, Pemberdayaan, Penyandang Disabilitas
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Tindakan Sosial Komunitas Bravo For Disabilities Dalam
Pemberdayaan penyandang Disabilitas”. Shalawat serta salam penulis haturkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas
ketidaksempurnaan dari penulis, menyadari masih banyak kekurangan-
kekurangan dari skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, terutama
kepada :
1. Ayahanda Nurhuda Hidayat dan Ibunda Ani Marhaniyati beserta adik-adik
yang telah memberikan doa dan dukungan baik materil maupun nonmateril
sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
2. Prof. Dr. Zulkifli, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Cucu Nurhayati, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Sosiologi
telah membantu dan mendukung proses penulisan skripsi ini.
vii
4. Ibu Dr. Joharotul Jamilah, M.Si., sebagai sekertaris Program Studi
Sosiologi dan sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu dan ilmu yang bermanfaat bagi penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap Bapak dan Ibu dosen pengajar Prodi Sosiologi, FISIP, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmunya kepada penulis
selama berkuliah.
6. Para staf pengurus bidang akademik dan administrasi, FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu kepengurusan berkas dan
administrasi dalam proses penulisan skripsi ini.
7. Teman hidup, Vhenita Febriani yang telah memberikan motivasi agar
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman seperjuangan, Suki (Alim), Faizal (Macan), Dwi Wahyu (Diwaw),
Rahmi yang selalu memberikan semangat agar penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman satu ikatan, Tegar, Alby, Lukman, Reza, Arif, Rusydan, Saikhu
(Doyok), Ara, Ayu (Yubos), Aul, Isan (pekat), Lutfi (Gopay), Reza (Wota)
yang sama-sama berjuang untuk mendapatkan gelar sarjana.
10. Senior-senior gabut Sosiologi, Bang Ican, Bang Wira, bang Haiqal, Bung
Maman, yang selalu memberikan ilmu, semangat dan dukungannya.
11. Komunitas Bravo For Disabilities yang bersedia menjadi informan
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
viii
12. Semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang
penulis tidak bisa sebutkan satu persatu.
Jakarta, 13 februari 2017
Muhammad Nur Rifqi Qasthari
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ............................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 5
D. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 6
E. Kerangka Teoritis ................................................................................. 13
E.1. Konsep Tindakan Weber ...................................................... 13
F. Metodologi Penelitian .......................................................................... 15
G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 18
BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN
A. Kondisi Penyandang Disabilitas di Indonesia ..................................... 20
B. Sejarah dan Tujuan Komunitas Bravo For Disabilities ....................... 26
BAB III TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Upaya Komunitas Bravo For Disabilities dalam Pemberdayaan
Penyandang Disabilitas ....................................................................... 32
B. Motivasi Tindakan Sosial Komunitas Bravo For Disabilities dalam
Pemberdayaan Penyandang Disabilitas .............................................. 45
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 51
B. Saran .................................................................................................... 54
x
Daftar Pustaka ...................................................................................................... xiii
Lampiran Lampiran .............................................................................................. xvi
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi dan Karakteristik Disabilitas.................................................. 21
Tabel 2. Hambatan Aksesibilitas Fisik Bagi Penyandang Disabilitas ................... 42
xii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Perkiraan Persentase Anggota Komunitas Bravo For Disabilities
Berdasarkan Profesi ............................................................................... 29
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini membahas tentang tindakan sosial komunitas Bravo For
Disabilities dalam pemberdayaan penyandang disabilitas. Alasan utama
penulis mengangkat judul ini berangkat dari keprihatinan belum terwujudnya
kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan haknya sebagai
warga negara seutuhnya. Kenyataan pada saat ini masih ditemukan perlakuan
diskriminatif kepada para penyandang disabilitas.
Kesetaraan merupakan hak bagi setiap warga negara tanpa terkecuali.
Kehidupan tanpa diskriminasi merupakan cita-cita bagi para penyandang
disabilitas untuk mendapatkan kehidupan yang layak seperti orang-orang pada
umumnya. Kesetaraan merupakan kunci mendapatkan kehidupan yang
sejahtera.
World Health Organization (WHO) memandang disabilitas sebagai, Sebuah
definisi yang memayungi pelemahan, keterbatasan aktivitas, dan halangan dalam
berpartisipasi. Pelemahan berarti adanya masalah yang terjadi pada struktur atau
fungsi tubuh, keterbatasan aktivitas berarti sebuah kesulitan yang dialami seseorang
dalam melakukan tugas atau aksi, sedangkan halangan berpartisipasi berarti sebuah
masalah yang dihadapi oleh seseorang dalam menjalani hidupnya
(rotaryclubjakartabatavia.org Diakses pada tanggal 06/05/2016 pukul 08.55 WIB).
Saat ini para penyandang disabilitas masih dimarjinalkan oleh
lingkungan sosialnya. Penyandang disabilitas masih dianggap sebagai orang-
orang yang harus mendapatkan bantuan untuk membantu kehidupannya.
Terlebih lagi diperkuat oleh adanya suatu pandangan bahwa permasalahan
disabilitas merupakan permasalahan kesehatan sehingga mempengaruhi pola
2
pikir dengan mendefinisikan penyandang disabilitas adalah orang-orang sakit
yang patuh dikasihani. Pandangan masyarakat mengenai keberadaan
penyandang disabilitas sebagai „orang sakit‟ masih terus terjaga dan menjadi
tradisi yang terkonstruk secara alami hingga saat ini. Lebih memprihatinkan
lagi, penyandang disabilitas dipandang bukan bagian dari „masyarakat normal‟
yang layak mendapatkan segala hak sebagai warga negara dalam lingkungan
masyarakatnya.
Kebutuhan penyandang disabilitas sama halnya dengan yang lainnya,
yaitu penghidupan, cinta, pendidikan, pekerjaan, mempunyai kontrol dan
pilihan dalam kehidupan seseorang, dan akses untuk pelayanan yang cukup
(termasuk medis dan rehabilitasi jika diperlukan) merupakan suatu hak
(Saputro et al. 2015:19)
Indonesia memiliki Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang
penyandang disabilitas. Dalam undang-undang tersebut terlihat adanya upaya
dari pemerintah untuk merangkul para penyandang disabilitas dengan cara
pemenuhan segala hak-haknya. Pemerintah ingin menghapus ketimpangan
sosial yang dialami oleh para penyandang disabilitas saat ini, baik dalam segi
aksesibilitas, pendidikan, kesempatan mendapatkan pekerjaan, partisipasi
politik, partisipasi sosial dan budaya.
Namun pada tahap pelaksanaannya, kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan nyatanya belum mampu menghapus segala ketimpangan yang
ada. Kesempatan para penyandang disabilitas untuk mendapatkan hak-haknya
3
masih belum berjalan sepenuhnya sesuai dengan apa yang tertulis dalam
Undang-Undang.
Sulistyo saputro mengatakan, “masalah dengan penyandang disabilitas
terletak pada bagaimana masyarakat merespon individu dan disabilitas yang
dimiliki, dan pada lingkungan fisik dan sosial yang dirancang (oleh orang-
orang non disabilitas) hanya untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang
tidak memiliki masalah disabilitas” (2015:19). Cara pandang yang seperti
inilah yang membuat realisasi atas kebijakan-kebijakan yang mendukung
penyandang disabilitas menjadi terhambat.
Dalam hal ini, permasalahan mengenai disabilitas bukanlah suatu
permasalahan yang harus dibebankan dan menjadi tanggungjawab pemerintah
saja dengan hanya mengandalkan kepastian dari realisasi dari kebijakan-
kebijakan yang dibuatnya. Perlu adanya kontribusi yang kuat dari masyarakat
untuk mewujudkan kehidupan yang ramah akan disabilitas, terlebih kontribusi
penuh dari masyarakat sipil yang concern dalam bidang tersebut.
Gellner (1995) memberikan sebuah definisi positif mengenai
masyarakat sipil yaitu, “merupakan masyarakat yang terdiri atas berbagai
institusi non-pemerintah yang cukup kuat untuk mengimbangi negara.
Meskipun tidak menghalangi negara dari memenuhi peranannya sebagai
penjaga perdamaian dan sebagai wasit diantara berbagai kepentingan besar,
tetap dapat menghalangi negara dari mendominasi dan mengatomisasi
masyarakat” (h.6).
4
Melihat dari kutipan sebelumnya, masyarakat sipil bukanlah bagian dari
pemerintah, namun menjelma sebagai alat kontrol pemerintah.Masyarakat
sipil dipandang suatu alat kontrol pemerintahan agar tidak terjadi banyaknya
lagi ketimpangan-ketimpangan yang ada. Masyarakat sipil hadir sebagai wakil
masyarakat yang memiliki posisi penting di dalam negara.
Masyarakat sipil yang begitu gencarnya mengaspirasikan pandangan
mereka mengenai hak-hak bagi penyandang disabilitas yaitu komunitas Bravo
For Disabilities. Peran Bravo For Disabilities dipandang sebagai suatu
perwujudan dari peran masyarakat sipil. Kehadiran komunitas seperti Bravo
For Disabilities diharapkan mampu menjadi fasilitator bagi penyandang
disabilitas untuk dapat merasakan hak-haknya seperti masyarakat lainnya yang
dituangkan dalam bentuk pemberdayaan.
Pemberdayaan dimaksudkan untuk memberikan wawasan dan
pengetahuan kepada penyandang disabilitas yang dijadikan sebagai alat untuk
mendapatkan status sosial dilingkungan masyarakat. Kartasasmita
berpandangan, “pemberdayaan juga dinilai sebagai sebuah sarana untuk
memaksimalkan potensi sumber daya manusia dengan menempatkan manusia
sebagai aktor dari pembangunan, dengan cara meningkatkan kemampuan
sumber daya masyarakat, mengembangkan dan mendinamiskan potensinya,
atau dengan kata lain, memberdayakannya” (1996:141).
Mewujudkan pemberdayaan diperlukan adanya suatu tindakan. Setiadi
& Kolip mengatakan, “tindakan sosial merupakan tindakan yang berhubungan
dengan orang lain baik antar-individual atau antarkelompok” (2011:71). Max
5
Weber (dalam Setiadi & Kolip, 2011) memberikan batasan tindakan sosial
sebagai tindakan seorang individu yang dapat memengaruhi individu-individu
lainnya dalam masyarakat (h.71). Dari tindakan sosial komunitas Bravo For
Disabilities ini yang dapat menentukan berjalan atau tidaknya suatu
pemberdayaan terhadap penyandang disabilitas.
Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan sebelumnya, muncul
ketertarikan penulis untuk meneliti mengenai tentang: TINDAKAN SOSIAL
KOMUNITAS BRAVO FOR DISABILITIES DALAM PEMBERDAYAAN
PENYANDANG DISABILITAS.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah yang sudah dijelaskan dan tema yang
sudah diangkat sebelumnya mengenai Tindakan Sosial Komunitas Bravo For
Disabilities dalam Pemberdayaan Penyandang Disabilitas, penulis
merumuskanpertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana upaya yang dilakukan komunitas Bravo For
Disabilities dalam pemberdayaan penyandang disabilitas?
2. Apa motivasi dari tindakan sosial komunitas Bravo For
Disabilities dalam pemberdayaan penyandang disabilitas?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang sudah dirumuskan sebelumnya,
penelitian ini bertujuan untuk memberikan suatu gambaran mengenai upaya
6
yang dilakukan komunitas Bravo For Disabilities dalam pemberdayaan
penyandang disabilitas. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
motivasi tindakan sosial komunitas Bravo For Disabilities dalam
pemberdayaan penyandang disabilitas .
Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini dimaksudkan agar bisa
dijadikan sebagai suatu referensi bagi peneliti lainnya yang akan membahas
dengan topik penelitian yang sama. Penelitian ini bisa menjadi manfaat bagi
pembaca sebagai suatu gambaran sosiologis mengenai tindakan sosial
komunitas Bravo For Disabilities dalam pemberdayaan penyandang
disabilitas.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian sebelumnya yang
membahas topik yang berkaitan dengan penelitian yang akan penulis lakukan,
yaitu:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Fatkhur Rokhim & Pambudi
Handoyo dari program studi Sosiologi, Universitas Negeri Surabaya dalam
Jurnal Paradigma. Volume 03 Nomer 03 Tahun 2015, yang membahas
mengenai MAKNA KERJA BAGI PENYANDANG DISABILITAS DI
YAYASAN BINA KARYA “TIARA HANDYCRAFT” SURABAYA.
Penelitian dalam jurnal sosiologi ini dimaksudkan untuk menggali makna
kerja bagi penyandang disabilitas di yayasan bina karya “tiara handycraft”
Surabaya. Dilakukannya penelitian ini dilatarbelakangi oleh sulitnya
7
penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan. Penelitian ini ingin
memberikan suatu gambaran mengenai makna kerja bagi penyandang
disabilitas itu sendiri. Penelitian ini cenderung memusatkan perhatiannya pada
pekerjaan yang mempunyai makna sangat berarti bukan untuk segelintir orang
saja, melainkan untuk semua orang termasuk para penyandang disabilitas itu
sendiri. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi Alfred schutz. Hasil dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa makna kerja bagi penyandang disabilitas di Yayasan Bina
Karya “Tiara Handycraft” adalah 1. Bekerja sebagai bentuk eksistensi diri. 2.
Bekerja sebagai usaha untuk mengumpulkan modal. 3. Bekerja sebagai upaya
adaptasi dengan lingkungan sosial. 4. Bekerja untuk penghasilan tambahan
keluarga. 5. Bekerja sebagai sumber penghasilan utama keluarga.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Achmad budi santoso & M.
Jacky dari program studi Sosiologi, Universitas Negeri Surabaya dalam Jurnal
Paradigma. Volume 01 Nomor 03 Tahun 2013, yang membahas tentang
SOLIDARITAS VIRTUAL DAN PEMBERDAYAAN DIFABEL DALAM
BLOGOSPHERE INDONESIA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana solidaritas virtual antar difabel dibangun di dalam ruang public
virtual dan apakah ruang public virtual mampu memberdayakan difabel.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh suatu kenyataan bahwa dalam dunia
offline, penyandang disabilitas sering mengalami kekerasan fisik maupun
kekerasan simbolik. Namun hal itu bertolak belakang dengan dunia online,
mereka dapat membentuk komunitas difabel di dalam dunia online yang saling
8
mendukung dengan memunculkan solidaritas tanpa adanya kekerasan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Kesimpulan yang didapat dari
penelitian ini diperoleh 3 jargon yang membangun solidaritas virtual, yaitu
jargon file persaudaraan, diskriminasi, dan we are subject. Tiga jargon file
disebarkan melalui perilaku blogging, yang mampu menyebabkan efek sosial
virtual komunitas difabel. Selain itu ditemukan agregasi algoritma yang
merupakan pembentukan basis massa, yang digunakan untuk membangun
solidaritas virtual. Solidaritas yang terbentuk maka menimbulkan
pemberdayaan untuk para difabel sehingga memunculkan produktifitas
difabel.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Rizki & Dyah Utami,
S.Sos, M.M dari program studi sosiologi, Universitas Negeri Surabaya dalam
Jurnal Paradigma. Volume 02 Nomor 01 Tahun 2014, mengenai
KONSTRUKSI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS TERHADAP
PENGGUNAAN ANGKUTAN UMUM DI KABUPATEN SIDOARJO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memahami dan menjelaskan
kontruksi social penyandang disabilitas terhadap penggunaan angkutan kota di
kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terbatasnya fasilitas
untuk penyandang disabilitas pada angkutan umum. Masih adanya perlakuan
diskriminatif terhadap penyandang disabilitas menjadi faktor yang
melatarbelakangi penelitian ini dilakukan. Metode penelitian ini yaitu
kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah penyandang disabilitas mulai
meninggalkan angkutan kota sebagai alat transportasi mereka unuk melakukan
9
aktivitas dan mobilitas dikarenakan beberapa faktor yang mendukung mereka
beralih menggunakan transportasi pribadi. Kurangnya fasilitas, perlakuan
diskriminatif dan biaya akomodasi yang terlalu tinggi yang menjadi faktor
pendukung para penyandang disabilitas beralih ke kendaraan pribadi.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Maria desti rita, Yunisca
nurmalisa & Hermi Yanzi yang berjudul PERANAN KPU DALAM
SOSIALISASI PEMILUKADA KEPADA PENYANDANG DISABILITAS
DI KOTA BANDAR LAMPUNG. Penelitian dari jurnal.fkip.unila.ac.id, Vol
4, No 1 (2016) membahas tentang peran KPU dalam sosialisasi pemilukada
kepada penyandang disabilitas di kota Bandar Lampung. Tujuan penelitian ini
untuk mendeskripsikan peranan KPU dalam pemberian informasi, penyediaan
aksesibilitas dan meningkatkan partisipasi pemilih pada penyandang
disabilitas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini menunnjukkan masih terdapat penyandang disabilitas yang
tidak terdaftar dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap) karena KPU kesulitan
menjangkau keberadaan mereka. Pelaksanaan sosialisasi hanya dilakukan
pada penyandang disabilitas yang tergabung dalam organisasi atau kelompok
penyandang disabilitas, dengan harapan mereka dapat menjadi agen-agen
penyampai sosialisasi kepada penyandang disabilitas yang tidak terjangkau
oleh KPU.
Kelima, penelitian dari e-jurnal jmsos.studentjournal.ub.ac.id, VOL 1,
NO 4 (2015) yang dilakukan oleh Dwinda Mayrizka mengenai
STRUKTURASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DISABILITAS (STUDI
10
KASUS KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS
DI KABUPATEN SIDOARJO). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kesulitan
dalam mendapatkan pekerjaan yang dialami oleh penyandang disabilitas
sehingga banyak dari mereka menjadi pengangguran dan mengakibatkan
rendahnya kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, pemberdayaan penyandang
disabilitas diharuskan mampu mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pola dimensi struktural dari kebijakan tersebut adalah
legitimasi-dominasi-signifikasi. Hasil penelitian lapang menunjukkan bahwa
implementasi kebijakan pemberdayaan penyandang disabilitas di Kabupaten
Sidoarjo belum berjalan maksimal. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
menjalankan kebijakan pemberdayaan melalui program kegiatan pelatihan
keterampilan, namun nyatanya tidak sepenuhnya terbukti mampu
memberdayakan penyandang disabilitas. Kebijakan pemberdayaan berjalan
timpang satu arah karena peran pemerintah yang lebih dominan mengatur
masyarakat. Selain itu, pelatihan ini menimbulkan kesadaran praktis dan
diskursif di diri peserta pelatihan sehingga mengindikasikan bahwa pelatihan
keterampilan tersebut terbukti tidak sepenuhnya mampu memberdayakan
penyandang disabilitas yang menjadi peserta pelatihan tersebut.
Melihat tinjauan pustaka sebelumnya, terdapat kesamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Fatkhur Rokhim & Pambudi Handoyo yang membahas mengenai makna
kerja bagi penyandang disabilitas di yayasan bina karya “Tiara Handycraft”
11
Surabaya, penelitian ini memiliki suatu persamaan dengan penelitian yang
akan penulis lakukan yaitu membahas suatu persoalan yang ditekankan pada
para penyandang disabilitas. Yang menjadikan pembeda penelitian ini dengan
penelitian yang akan penulis lakukan yaitu dilihat dari fokus penelitian itu
sendiri. Penelitian ini lebih berfokus melihat pada makna kerja bagi
penyandang disabilitas sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan
berfokus pada bagaimana tindakan sosial suatu komunitas dalam upaya
pemberdayaan penyandang disabilitas.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Achmad budi santoso & M. Jacky
yang membahas tentang solidaritas virtual dan pemberdayaan difabel dalam
blogosphere Indonesia, persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan
penulis lakukan terletak pada kesamaan persoalan yang diangkat, yaitu
permasalahan penyandang disabilitas. Penelitian ini lebih menekankan pada
dunia maya (online) sebagai kajian utamanya sedangkan penelitian yang akan
penulis lakukan cenderung melihat dunia nyata dalam meneliti persoalan
penyandang disabilitas.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Rizki & Dyah Utami,
S.Sos, M.M mengenai konstruksi sosial penyandang disabilitas terhadap
penggunaan angkutan umum di kabupaten Sidoarjo, Penelitian ini lebih
berfokus pada konstruksi sosial penyandang disabilitas terhadap penggunaan
angkutan umum. Ini berarti penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Rizki
& Dyah Utami, S.Sos, M.M memiliki perbedaan yang cukup mendasar dengan
penelitian yang akan penulis lakukan, penulis memfokuskan pada tindakan
12
sosial suatu komunitas dalam pemberdayaan penyandang disabilitas, terlepas
dari tetap memfokuskan pandangannya terhadap penyandang disabilitas.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Maria desti rita, Yunisca
nurmalisa & Hermi Yanzi yang berjudul Peranan KPU dalam sosialisasi
pemilukada kepada penyandang disabilitas di kota Bandar Lampung. Yang
menjadi pembeda penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan
terlihat dari fokus permasalahan yang diteliti, penelitian ini lebih melihat pada
sosialisasi bagi penyandang disabilitas, penelitian yang akan penulis lakukan
lebih melihat tindakan sosial pada pemberdayaan penyandang disabilitas.
Yang terakhir, penelitian dari Dwinda Mayrizka mengenai strukturisasi
implementasi kebijakan disabilitas (studi kasus kebijakan pemberdayaan
penyandang disabilitas di kabupaten Sidoarjo. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian yang akan penulis lakukan terletak dari kesamaan fokus
penelitian yang melihat pada pemberdayaan penyandang disabilitas.
Walaupun sama-sama melihat pada pemberdayaan penyandang disabilitas,
penelitian ini lebih melihat pada sektor pekerjaan yang diberdayakan kepada
penyandang disabilitas sedangkaan penelitian yang akan penulis lakukan
melihat pada bagaimana tindakan sosial suatu komunitas dalam pemberdayaan
penyandang disabilitas itu sendiri.
13
E. Kerangka Teoritis
E.1. Konsep Tindakan Weber
Weber melihat pokok pembahasan sosiologi pada apa yang ia sebut
sebagai tindakan sosial (social action). Menurut Weber, sosiologi adalah
ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial. Suatu tindakan hanya
dapat dikatakan sebagai tindakan sosial apabila tindakan tersebut
dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan
berorientasi pada perilaku orang lain. Dengan kata lain, tindakan sosial
adalah tindakan yang penuh makna subjektif bagi pelakunya (Upe,
2010:203). Dalam hal ini, Weber memposisikan sosiologi sebagai ilmu
yang memusatkan perhatiannya pada pemahaman interpretatif atau yang
biasa dikatakan sebagai verstehen.
Dalam istilah lain verstehen dapat diartikan sebagai pemahaman
subyektif (Subjective understandable), pemaknaan dalam perspektif
subyektif (interpretation in subjective terms) atau pemahaman
(Comprehension). Melalui pendekatan verstehen, sosiologi akan dapat
menjelaskan slasan mengapa dan pertimbangan apa yang mendasari
sehingga seseorang melakukan sebuah tindakan dan penjelasan kausal
mengenai tindakan sosial dan akibatnya (Maliki, 2012).
Weber melihat bagaimana individu menjalani dan memberi makna
terhadap hubungan sosial dimana individu menjadi bagian didalamnya. Ia
juga memandang bahwa individu sebagai batas teratas dan pembawa
tingkah laku yang bermakna (Weber, 1946:65).
14
Weber memusatkan perhatiannya pada tindakan yang jelas-jelas
melibatkan campur tangan proses pemikiran (dan tindakan bermakna
yang ditimbulkan olehnya) antara terjadinya stimulus dan respon (Ritzer
& Goodman, 2011:136).
Weber (dalam Ritzer & Goodman, 2011) menggunakan
metodologi idealnya untuk menjelaskan makna tindakan dengan cara
mengidentifikasi empat tipe tindakan dasar, yang pertama adalah
rasionalitas sarana-tujuan(Instrumentally rational), yaitu tindakan
ditentukan oleh harapan terhadap perilaku objek dalam lingkungan dan
perilaku manusia lain; harapan-harapan ini digunakan sebagai „syarat‟
atau „sarana‟ untuk mencapai tujuan-tujuan aktor lewat perhitungan yang
rasional. Tipe tindakan sosial yang kedua adalah rasionalitas nilai (Value
rational), yaitu tindakan yang ditentukan oleh keyakinan penuh
kesadaran akan nilai perilaku-perilaku etis, estetis, religius atau bentuk
perilaku lain, yang terlepas dari prospek keberhasilannya. Tipe tindakan
sosial yang ketiga adalah afektual (Affectual), yaitu tindakan yang
ditentukan oleh kondisi emosi aktor. Tipe tindakan sosial yang keempat
adalah tradisional (Traditional) yaitu tindakan yang ditentukan oleh cara
bertindak aktor yang biasa dan telah lazim dilakukan (h.137).
15
F. Metodologi Penelitian
F.1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Sebagaimana yang didefinisikan oleh Meleong (dalam Herdiansyah,
2010), “bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah, yang
bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks social secara
alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang
mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti” (h.9).
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penulis dapat
menjelaskan secara lebih detail mengenai tindakan sosia komunitas
Bravo For Disabilities dalam pemberdayaan penyandang disabilitas.
F.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sekretariat Bravo For Disabilities
yang bertempat di Jl. Raya tanjung barat RT 013 RW 004 no. 124,
jagakarsa, Jakarta selatan. Penelitian juga dilaksanakan di taman
Universitas Negeri Jakarta yang bertempat di Jl. Rawamangun Muka,
Rawamangun, Jakarta timur. Penelitian ini juga dilaksanakan di SLB
Negeri 5 Jakarta yang bertempat di Jl. KS. Tubun III Dalam RT 02 RW
02 no. 37, Slipi, kecamatan Palmerah, Jakarta barat. Waktu penelitian ini
akan dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2016.
F.3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian bisa dikatakan sebagai narasumber atau
informan dari penelitian ini. Subjek dari penelitian ini yaitu setiap orang
16
yang terlibat kedalam komunitas Bravo For Disabilities seperti pengurus
dan voluntir.
Penelitian ini dikategorikan kedalam teknik nonprobability
sampling dikarenakan penulis tidak bisa menentukan banyaknya sampel
yang diteliti sehingga penulis mempunyai kesempatan untuk
menghentikan atau melanjutkan penelitian jika subjek yang diteliti bisa
memberikan suatu penggambaran yang cukup jelas mengenai penelitian
yang sedang penulis lakukan. Hal ini dikarenakan yang ditekankan pada
penelitian ini bukanlah banyaknya sampel, melainkan akuratnya data
yang diterima oleh penulis.
F.4. Sumber dan Jenis Data
Jenis data utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
berupa kata-kata dan tindakan yang dituangkan kedalam dokumen yang
dijadikan sebagai sumber data.
F.5.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian ini
adalah wawancara mendalam ditambah Dokumentasi.
a. Wawancara
Penulis menggunakan teknik wawancara yang dijadikan sebagai teknik
pengumpulan data dikarenakan sumber data dari penelitian ini akan lebih
tepat sasaran jika menggunakan teknik wawancara. Penulis melakukan
wawancara kepada perwakilan dari komunitas Bravo For Disabilities
yang terlibat dalam pemberdayaan penyandang disabilitas yaitu:
17
No. Nama Jenis Kelamin Posisi/ Staus
1. Bery Suprapto Laki-laki Koordinator
umum periode
2014-2016
2. Ridha Rahmawan Putra Laki-laki Pengurus Div.
Voluntir 2014-
2016
3. Andi Nadia Kamila Perempuan Voluntir
4. Kholilurrohim Laki-laki Voluntir
5. Eva Rahma Sridamayanti Perempuan Voluntir
6. Ana Ainusi Salamah Perempuan Voluntir
b. Observasi
Penulis menggunakan teknik observasi dengan mengamati kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh komunitas Bravo For Disabilities yang
berkaitan dengan sumber data dari penelitian ini. Dengan pengamatan
langsung, penulis dapat menangkap suatu kejadian yang dijadikan
sebagai sumber data dari penelitian ini.
c. Studi Dokumentasi
Penulis melakukan studi dokumentasi dengan mengobservasi
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan sumber data penelitian ini
seperti buku, modul, laporan dan lain sebagainya.
18
F.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik analisis data yang penulis gunakan yaitu dengan
mengumpulkan segala sumber data yang didapat di lapangan kemudian
penulis mengelompokkannya ke dalam sub-sub tema tertentu sesuai
dengan fokus masalah dari penelitian ini. Setelah dikelompokkan sesuai
dengan sub-sub tema, data dianalisa dan disajikan dalam bentuk narasi
untuk mendeskripsikan temuan dan hasil dari penelitian sehingga dapat
ditarik kesimpulan atas hasil penelitian tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN, terdiri atas pernyataan masalah, pertanyaan
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM, terdiri atas kondisi penyandang disabilitas di
Indonesia, konteks sosiologis terbentuknya komunitas Bravo For Disabilities
berserta tujuannya.
BAB III TEMUAN DAN ANALISIS DATA, terdiri atas bagaimana upaya
yang dilakukan komunitas Bravo For Disabilities dalam pemberdayaan
penyandang disabilitas dan motivasi tindakan sosial komunitas Bravo For
Disabilities dalam pemberdayaan penyandang disabilitas.
19
BAB IV KESIMPULAN terdiri dari kesimpulan penelitian ini serta saran
untuk penelitian berikutnya.
20
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Kondisi Penyandang Disabilitas Di Indonesia
Penyandang disabilitas masih selalu dikaitkan dengan permasalahan
kesehatan.Keterbatasan kemampuan seorang penyandang disabilitas untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri memperkuat suatu opini masyarakat bahwa
para penyandang disabilitas hanyalah sekumpulan orang-orang sakit yang
tidak berdaya. Rendahnya pengetahuan masyarakat saat ini memicu
terciptanya pelabelan yang disematkan kepada penyandang disabilitas akan
hal tersebut. Hal ini juga diperburuk oleh kurangnya perhatian dari pemerintah
akan kebutuhan-kebutuhan para penyandang disabilitas sehingga membuat
mereka semakin termarjinalkan oleh lingkungannya.
Permasalahan disabilitas dapat ditinjau dari sisi internal dan eksternal
sebagaimana berikut (Agus Diono. 2014):
1. Permasalahan Internal
a) Gangguan atau kerusakan organ dan fungsi fisik dan atau
mental sebagai akibat kelainan dan kerusakan organ
menyebabkan berbagai hambatan dalam kehidupan
penyandang disabilitas.
b) Gangguan, hambatan atau kesulitan dalam orientasi, mobilitas,
komunikasi, aktivitas, penyesuaian diri, penyesuaian sosial,
kepercayaan diri, gangguan belajar, keterampilan, pekerjaan.
2. Permasalahan Eksternal
a) Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap masalah
disabilitas.
b) Stigma (kutukan, nasib), isolasi dan perlindungan yang
berlebihan.
c) Kurangnya peran keluarga dan masyarakat terhadap masalah
disabilitas dan penanganannya.
21
d) Kurangnya upaya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas
dalam berbagai aspek kehidupan.
e) Masih banyaknya penyandang disabilitas yang hidup di bawah
garis kemiskinan dan tingkat pendidikan masih sangat rendah.
f) Masih banyaknya keluarga penyandang disabilitas yang
menyembunyikan atau menutupi bila memiliki anggota
keluarga disabilitas.
g) Peran dunia usaha belum maksimal (h.20).
Tabel 1. Klasifikasi dan Karakteristik Disabilitas
Tipe Nama Jenis Disabilitas Pengrtian
A Tunanetra Disabilitas fisik Tidak dapat mlihat; buta
B Tunarungu Disabilitas fisik Tidak dapat mndengar dan /
kurang dalam mndngar; tuli
C Tunawicara Disabilitas fisik Tidak dapat berbicara; bisu
D Tunadaksa Disabilitas fisik Cacat tubuh
E1 Tunalaras Disabilitas fisik Cacat suara dan nada
E2 Tunalaras Disabilitas mental Sukar mngendalikan emosi
dan social
F Tunagrahita Disabilitas mental Cacat pikiran; lemah daya
tangkap
G Tunaganda Disabilitas ganda Penderita cacat lebih dari satu
kecacatan
Sumber: Saputro et al. 2015
Saat ini, permasalahan disabilitas bukanlah menjadi suatu permasalahan
kesehatan, melainkan permasalahan sosial. Hal tersebut berlaku sejak adanya
perubahan data disabilitas dari Indikator kesehatan menjadi indikator
22
kesejahteraan sosial, persoalan disabilitas menjadi masalah sektor sosial.
Permasalahan disabilitas sudah tidak dapat lagi dipandang sebagai
prmasalahan kesehatan dikarenakan keadaan disabilitas seseorang bukanlah
suatu penyakit yang dapat disembuhkan dengan bantuan medis saja,
melainkan perlu adanya penanganan-penanganan yang lebih dari sekedar itu.
Indonesia memiliki UU No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa penyandang disabilitas
dikategorikan sebagai bagian dari masyarakat yang bermasalah dan memiliki
disfungsi sosial. Istilah tersebut menimbulkan polemik dikarenakan
penggunaan istilah tersebut menciptakan diskriminasi ganda bagi penyandang
disabilitas itu sendiri. Pemerintah menempatkan penyandang disabilitas
sebagai orang yang tidak dapat berpartisipasi secara penuh dan berfungsi
secara utuh dalam masyarakat (Irwanto, Eva, Asmin,Mimi dan okta. 2010).
Menurut UU No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan
Keputusan Menteri Sosial No.82/HUK/2005 tentang Tugas dan Tata Kerja
Departemen Sosial menyatakan bahwa focal point dalam penanganan
permasalahan penyandang disabilitas di Indonesia adalah Kementerian Sosial
RI. Tugas tersebut lebih diarahkan pada upaya pelayanan dan rehabilitasi
sosial, yaitu proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk
memungkinkan penyandang disabilitas mampu melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar dalam kehidupan masyarakat (Irwanto et al. 2010:7).
Indonesia memiliki UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, setiap bangunan harus menyediakan
23
fasilitas/infrastruktur yang ramah bagi penyandang disabilitas. Indonesia juga
memiliki UU No. 28 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Transportasi yang
mengatur mengenai kewajiban untuk memenuhi hak atas aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas (Irwanto et al. 2010).Namun pada tahap pelaksanaan,
masih terjadi ketimpangan antara kebijakan dengan realitas yang ada. Masih
sangat terlihat tidak adanya harmonisasi antara kebijakan dengan
implementasi di tingkatan masyarakat.
Hal ini tercermin melalui sarana transportasi umum yang tidak
bersahabat dengan penyandang disabilitas, tidak adanya trotoar yang
mendukung bagi penyandang disabilitas, tempat parkir kendaraan yang tidak
cocok bagi penyandang disabilitas, elevator yang terlalu sempit, sarana
sanitasi yang tidak mendukung, dan juga jalanan yang licin serta tidak rata
yang tidak dapat dilewati oleh penyandang disabilitas. Kesenjangan juga
terjadi ketika masyarakat kekurangan informasi mengenai kebijakan-kebijakan
terkait penyandang disabilitas. Pada berbagai peraturan terdapat ketentuan
yang memungkinkan penyandang disabilitias melakukan gugatan atas haknya,
namun ketentuan ini tidak banyak diketahui (Irwanto et al. 2010).
Pada sektor pekerjaan, penyandang disabilitas masih mengalami
diskriminasi. Irwanto et al menegaskan, “berdasarkan PP No. 43 Tahun 1998,
pengusaha wajib mempekerjakan 1 orang penyandang disabilitas untuk setiap
100 pekerja yang dipekerjakannya” (2010:17). Penyandang disabilitas yang
seharusnya memiliki kuota khusus untuk dipekerjakan di semua perusahaan
24
yang ada di Indonesia nyatanya belum bisa menikmati haknya dengan alasan
keterbatasan yang dimiliki penyandang disabilitas itu sendiri.
Hingga saat ini belum ada sanksi yang jelas yang dikeluarkan oleh
pengadilan ataupun sanksi administratif yang diterapkan oleh Kementerian
Tenaga Kerja sehubungan dengan perusahaan yang tidak memperkenankan
penyandang disabilitas untuk bekerja (Irwanto et al. 2010:17). Penyandang
disabilitas masih mendapatkan perlakuan diskriminatif karena ketidakjelasan
regulasi dari pemerintah yang mengatur akan hal tersebut.
Dalam bidang pendidikan, pemerintah juga memberikan suatu perhatian
khusus untuk para penyandang disabilitas dalam mendapatkan haknya.
Indonesia mempunyai UU No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
nasional dan juga PP No. 19 Tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional
Irwanto et al. mengatakan, “secara hukum partisipasi siswa dan mahasiswa
dengan disabiltas jelas dilindungi, berarti mereka bisa memilih dan
menentukan jenis, satuan, jenjang pendidikan yang sesuai bakat, minat dan
kemampuannya sebab dasar penyelenggaraan pendidikan di Indonesia
berorientasi pada demokrasi, berkeadilan dan tanpa diskriminasi” (2010:23).
Partisipasi siswa dan mahasiswa dengan disabilitas diperkuat dengan
diberlakukannya kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan inklusi.
Konsep dasar pendidikan inklusi sejalan dan mendukung dasar
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, yang merupakan sebuah
pendekatan yang berupaya untuk membebaskan semua peserta didik dalam
belajar, agar mereka dapat berpartisipasi penuh dalam pembelajaran yang
25
dilengkapi dengan penyediaan layanan pendukung belajar guna memenuhi
kebutuhan semua peserta didik dalam belajar (Irwanto et al. 2010:24).
Suatu upaya yang paling dasar bagi penyandang disabilitas untuk
mendapatkan kesetaraan dan mendapatkan tempat dalam lingkungan
masyarakat yaitu dengan memberikan kesempatan mendapatkan pendidikan.
Pendidikan memiliki peranan penting dalam lingkungan masyarakat
dikarenakan fungsi dari pendidikan itu sendiri yaitu untuk memberikan suatu
keterampilan dan legitimasi yang dituangkan melalui ijazah. Tanpa adanya
keterampilan dan ijazah, setiap orang tidak akan mendapatkan kesempatan
memperoleh pekerjaan untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Pendidikan juga memiliki peranan yang lebih dari itu. Setiadi & Kolip
(2011) mengatakan, aspek-aspek kebudayaan di dalam masyarakat, seperti
ilmu pengetahuan, hukum dan nilai-nilai (demokrasi, moral, agama) hanya
mungkin dimengerti oleh warga masyarakat melalui pendidikan (h.922).
Namun pada realitanya, partisipasi penyandang disabilitas dalm bidang
pendidikan masih bisa dikatakan baru sampai tataran hukum. Faktor utama
yang menjadi hambatan penyandang disabilitas berpartiipasi penuh dalam
bidang pendidikan yaitu faktor kesiapan staf pengajar dalam menangani
penyandang disabilitas.
Staf-staf pengajar masih awam dalam menangani para penyandang
disabilitas dikarenakan terbatasnya ilmu dasar terkait hal tersebut sehingga
perlakuan pada penyandang disabilitas yang harusnya mendapatkan perlakuan
khusus akhirnya disamakan perlakuannya dengan orang-orang lainnya karena
26
keterbatasan pengetahuan tersebut. Irwanto et al. mengatakan, “tak jarang
sikap dan perlakuan guru saat pembelajaran berlangsung menuju kearah
ekstrim terlalu melindungi dan/atau terlalu mengabaikan siswa dengan
disabilitas (2010:25).
Ketidakselarasan antara hukum tertulis dengan realita yang ada
mendapatkan respon dari berbagai pihak. Kondisi seperti ini melahirkan
banyaknya organisasi dan komunitas yang mulai memfokuskan diri untuk
mengambil kembali hak-hak para penyandang disabilitas yang seharusmya
didapat sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang ada.
Bravo For Disabilities merupakan salah satu dari sekian banyaknya
masyarakat sipil yang bergerak akan hal itu. Komunitas ini ingin
menghadirkan suatu tatanan masyarakat tanpa diskriminasi. Komunitas ini
membawa suatu prinsip bahwa kesamaan hak dan kewajiban merupakan suatu
jalan terwujudnya masyarakat yang sejahtera.
B. Sejarah dan Tujuan Komunitas Bravo For Disabilities
Bravo For Disabilities merupakan komunitas yang peduli dengan para
penyandang disabilitas. Bravo For Disabilities terbentuk pada tanggal 20
februari 2005 dengan nama awal Bravo Penca (Barisan Volunter Penyandang
Cacat) yang kemudian berganti nama menjadi Bravo For Disabilities pada
tanggal 2 mei 2010 dikarenakan adanya perubahan sebutan penyandang cacat
menjadi penyandang disabilitas. Jika melihat dari kata Bravo itu sendiri
memiliki makna sebagai sebuah semangat dan For Disabilities menunjukan
27
bahwa komunitas ini memperjuangkan hak-hak dan membantu para
penyandang disabilitas.
Bravo For Disabilities dibentuk orang-orang yang memiliki
latarbelakang berbeda. Bery, koordinator umum komunitas Bravo For
Disabilities mengatakan:
“Awalnya dari panggilan hati untuk suatu tujuan yaitu membantu
penyandang disabilitas dan juga dilandasi ketertarikan yang sama, lalu
rutin ngadain diskusi mengenai penyandang disabilitas, dari situ
terbentuklah Bravo For Disabilities” (Hasil wawancara dengan Bery
tanggal 23/08/2016).
Bravo For Disabilities bukan hanya dibentuk oleh mahasiswa
Universitas Negeri Jakarta yang memiliki program studi Pendidikan Luar
Biasa, akan tetapi juga ada mahasiswa dari Universitas dan program studi lain
yang ikut andil dalam terbentuknya komunitas ini seperti Universitas
Indonesia dan Mercubuana (Hasil wawancara dengan Bery tanggal
23/08/2016).
Bravo For Disabilities itu sendiri memiliki struktur kepengurusan yang
kongkrit sehingga komunitas ini bisa dikatakan telah mapan untuk menjadi
sebuah komunitas. Berikut format kepengurusan komunitas Bravo For
Disabilities:
28
Sumber: Hasil Wawancara dengan Bery Suprapto tanggal 23/08/2016
Saat ini komunitas Bravo For Disabilities tercatat memiliki anggota
sekitar 200 orang dengan latarbelakang yang berbeda-beda. Namun karena
kesibukan yang rbeda-beda, hanya segelintir orang yang masih dikatakan aktif
berpartisipasi dalam kegiatan Bravo For Disabilities. Bery mengatakan:
“Untuk anggota Bravo For Disabilities ada sekitar 200an. Terdiri dari
kira-kira sekitar 70% latarbelakangnya mahasiswa, 20% guru dan
dosen, sisanya sih orang-orang yang kerja kantoran. Namun lagi-lagi
untuk anggota tetapnya itu ga tentu, sering juga ngadain regenerasi
anggota karena kan setiap manusia pasti ada kesibukannya sendiri jadi
tidak semua anggota selalu aktif dalam kegiatan” (wawancara dengan
Bery tanggal 23/08/2016).
Koordinator Umum
Koordinator Harian
Bendahara Sekertaris
Div.
Voluntir
Div.
Pendidikan
Div.
Litbang
Div.
Humas
29
Grafik 1 Perkiraan Persentase Anggota Komunitas Bravo For Disabilities
Berdasarkan Latarbelakang Profesi
Bravo For Disabilities memiliki seketariat yang terletak di Jl.raya
tanjung barat RT/RW 13/04 no 124, Jagakarsa, Jakarta selatan. Sekertariat ini
digunakan sebagai tempat diskusi para anggota komunitas. Seketariat tersebut
bukanlah merupakan tempat yang dijadikan pusat kegiatan dari komunitas
Bravo For Disabilities dikarenakan komunitas ini lebih memfokuskan
kegiatannya ditempat umum. Bery mengatakan:
“Kegiatan kami biasanya tergantung situasi, kegiatannya juga biasanya
ditempat-tempat umum di sekitaran Jakarta. Kalo kegiatan seperti
diskusi seringnya di taman UNJ” (wawancara dengan Bery tanggal
23/08/2016).
Bravo For Disabilities memiliki slogan yakni, keterbatasan bukan
berarti dunia terbatas. Dalam bravofordisabilities.blogspot.co.id, “Slogan dari
Bravo yakni Keterbatasan bukan berarti dunia terbatas ini menunjukan bahwa
keberadaan penyadang disabilitas sebagai bagian dari masyarakat, yang hidup
berdampingan dan memiliki hak serta kewajiban yang sama dengan
Mahasiswa
Tenaga Pengajar
Lain-Lain
30
masyarakat lainnya tanpa terkecuali” (Diakses tanggal 07/09/16 pukul14:53
WIB).
Keterbatasan akses didalam lingkungan fisik yang sangat tidak ramah
bagi penyandang disabilitas sehingga seringkali membawa kesulitan bagi
mereka dalam melakukan setiap aktivitasnya ini dijadikan sebagai suatu alasan
bagi komunitas ini untuk memperjuangkan hak-hak yang seharusnya diberikan
kepada para penyandang disabilitas.
visi dari komunitas Bravo For Disabilities yaitu mewujudkan
kehidupan tanpa diskriminasi, yang artinya adalah kita ingin mewujudkan
kehidupan tanpa memandang apa yang namanya perbedaan karena adanya
keterbatasan (wawancara dengan Bery tanggal 23/08/2016).
Bery mengatakan, Bravo For Disabilities lebih berfokus pada
pembangunan sosial (Hasil wawancara tanggal 23/08/2016). Dengan kata
lain, Bravo For Disabilities lebih menekankan pada terwujudnya aksesibilitas
bagi penyandang disabilitas untuk menjalani kehidupannya seperti orang lain
pada umumnya. Kegiatan-kegiatan dari komunitas Bravo For Disabilities
yang melibatkan langsung para penyandang disabilitas yaitu pendampingan
dan pengujian aksesibilitas.
Bery menekankan, “komunitas Bravo For Disabilities merupakan
komunitas non-profit. Kita tidak pernah memungut biaya sedikitpun untuk
dalam segala kegiatan yang diadakan oleh komunitas maupun yang
mengundang komunitas Bravo For Disabilities. (wawancara tanggal 23
agustus 2016).
31
“Kita ga pernah matok harga untuk setiap kegiatan-kegiatan yang
melibatkan Bravo didalamnya karena murni dari hati, tanpa minta
imbalan sepeserpun. Namun lagi-lagi setiap kegiatan biasanya dikasih
bayaran. Mau ga mau diterima, dan uangnya kita masukan ke dalam kas
dan dipakai untuk kegiatan-kegiatan kedepannya lagi dan menjadi
sumber dana dari komunitas ini” (wawancara dengan Bery tanggal
23/08/2016).
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh komunitas Bravo For
Disabilities dengan melibatkan voluntir-voluntir didalamnya tidak semata-
mata didasarkan pada uang semata. Melihat dari banyaknya voluntir yang
tergabung dalam kegiatan-kegiatan Bravo For Disabilities menandakan
bahwa mereka melakukan hal tersebut benar-benar berangkat dari rasa
kepedulian mereka terhadap penyandang disabilitas, bukan berorientasi pada
keuntungan semata.
32
BAB III
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Upaya Komunitas Bravo For Disabilities Dalam Pemberdayaan
Penyandang Disabilitas
Komunitas Bravo For Disabilities memposisikan dirinya sebagai
komunitas yang berperan aktif mewujudkan kesejahteraan para penyandang
disabilitas dengan mendorong mereka untuk menjadi mandiri dalam hal
pemenuhan segala kebutuhan hidupnya. Fokus utama komunitas ini yaitu
mewujudkan kehidupan bagi penyandang disabilitas yang tanpa adanya
diskriminasi. Dengan kata lain, komunitas ini memiliki peran untuk
mewadahi para penyandang disabilitas dalam segi pemenuhan pendidikan
dan keterampilan serta berusaha mewujudkan aksesibilitas yang ramah bagi
para penyandang disabilitas yang dicerminkan dari kegiatan-kegiatannya.
Keberadaan komunitas Bravo For Disabilities memiliki peranan
penting bagi para penyandang disabilitas. Komunitas ini memiliki kegiatan-
kegiatan yang membuat para penyandang disabilitas memiliki keterampilan
dan wawasan yang luas sehingga mereka dapat menjalani kehidupannya
secara mandiri. Komunitas ini berupaya untuk memotivasi para penyandang
disabilitas agar memiliki kesadaran untuk berusaha mendapatkan apa yang
sudah menjadi haknya sebagai warga negara. Dari itu semua, para
penyandang disabilitas yang posisinya selalu termajinalkan diharapkan
33
mampu menunjukkan eksistensinya sehingga dapat mengubah pandangan
masyarakat luas yang sebelumnya selalu memandang para penyandang
disabilitas hanyalah orang-orang yang tidak berdaya semata.
Komunitas Bravo For Disabilities memiliki cara agar semua itu
dapat terwujud yaitu dengan melakukan pemberdayaan bagi para
penyandang disabilitas. Pemberdayaan diharapkan mampu menjadikan para
penyandang disabilitas mendapatkan tempat yang selayaknya didapatkan
sebagai warga negara sehingga mereka bisa menjalani kehidupannya seperti
masyarakat lainnya.
Komunitas Bravo For Disabilities memiliki dua kegiatan yang
melibatkan para penyandang disabilitas didalamnya, yaitu pendampingan
dan pengujian aksesibilitas. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan upaya
pemberdayaan komunitas Bravo For Disabilities terhadap penyandang
disabilitas.
A.1 Pendampingan
Pendampingan merupakan upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh
komunitas Bravo For Disabilities. Meskipun kegiatan pendampingan yang
dilakukan oleh komunitas Bravo For Disabilities menyasar kepada
kelompok disabilitas, namun praktek pendampingan yang diterapkan oleh
komunitas ini lebih ke arah komunikasi antar individu, komunikasi antara
tenaga pendamping dengan individu-individu penyandang disabilitas.
Seperti yang diungkapkan oleh Ridha, pengurus komunitas Bravo
For Disabilities, ia mengatakan:
34
“Kegiatan yang diutamain dari Bravo lebih kepada pendampingan
penyandang disabilitas” (wawancara dengan Ridha tanggal
20/10/2016).
Hal yang sama dikemukakan oleh Eva, salah satu anggota komunitas ini,
ia mengatakan:
“Kegiatan Bravo itu sendiri yang sering dijalanin itu pendampingan
penyandang diabilitas” (Wawancara dengan Eva tanggal
16/11/2016).
Andi mengatakan, pendampingan adalah sebuah kegiatan untuk
membantu individu atau kelompok dalam memenuhi kebutuhannya
sendiri. Pendampingan merupakan upaya untuk memfasilitasi individu
atau kelompok dalam mengembangkan kemandirian mereka (wawancara
tanggal 16/11/2016).
Dalam melakukan pendampingan, tenaga pendamping diharuskan
memiliki kompetensi-kompetensi guna untuk memahami kondisi dari
penyandang disabilitas itu sendiri sehingga penanganan-penanganan yang
akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dari pendampingan itu sendiri.
Tim Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (B2P3KS)
menjelaskan bahwa tenaga pendamping diharuskan memiliki kemampuan
secara teknis, antara lain (2010):
a. Pengetahuan (knowledge)
Pendamping penyandang disabilitas dituntut memiliki modal dasar
pengetahuan tentang pekerjaan sosial secara memadai baik mikro
maupun makro. Agar penyandang disabilitas memiliki kemandirian
dalam menapaki kehidupannya, perlu diberdayakan sehingga
mengurangi ketergantungannya terhadap orang lain. Pendamping juga
perlu dibekali dengan pengetahuan secara memadai mengenai
pemberdayaan, baik mengenai pengertian, prinsip pemberdayaan,
filosofi, strategi, proses kebudayaan, hakikat, unsure, nilai budaya,
dinamika kebudayaan, komunikasi antar budaya, kearifan local dan
35
keanekaragaman budaya yang ada di masyarakat. Pendamping
diharapkan dapat memberikan motivasi dan semangat meningkatkan
kerjasama yang harmonis antara petugas, keluarga dan lingkungan
sekitarnya.
b. Keterampilan
Dengan melihat kondisi penyandang disabilitas yang berbeda-beda,
tenaga pendamping dituntut berpikiran secara rasional untuk
memahami tindakan seperti apa yang harus dilakukan dalam
memberikan pelayanan. Tenaga pendamping diupayakan memiliki
pemikiran, mengapa hal tersebut perlu dilakukan dan bagaimana
apabila tidak dilakukan terutama bagi disabilitas yang selama ini
menjadi objek pelayanannya. Keterampilan yang dimiliki oleh tenaga
pendamping diharapkan dapat memberikan rasa aman dan nyaman
seperti dorongan, nasehat, arahan, serta motivasi dalam menjalankan
kehidupannya secara damai.
c. Sikap dan Nilai (Attitude and Value)
Motivasi menjadi pendamping bagi penyandang disabilitas terinspirasi
oleh rasa keterpanggilan kemanusiaan dan memiliki kepentingan
menyalurkannya. Rasa sukarela mendorong mereka untuk mengabdi
dalam pelayanan sosial terhadap penyandang disabilitas. Pengabdian
mereka merupakan bentuk dorongan nyata mengambil tanggung jawab
sosial untuk mengurangi, mencegah ketidaksejahteraan sosial yang
dialami oleh penyandang disabilitas serta meningkatkan taraf
kesejahteraan sosial penyandang disabilitas (h.4-5).
Sebelum diturunkan langsung untuk menjadi tenaga pendamping
biasanya para calon tenaga pendamping mendapatkan pembekalan terlebih
dahulu mengenai pengetahuan dasar tentang penanganan penyandang
disabilitas dan diajarkan berkomunikasi dengan para penyandang
disabilitas sesuai dengan jenis disabilitasnya. Ketiga syarat tersebut harus
dipenuhi untuk dijadikan sebagai patokan keberhasilan dari pendampingan
itu sendiri (Wawancara dengan Bery tanggal 20/10/2016).
“Pendamping mesti tau hal-hal dasar mengenai disabilitas biar bisa
ngerti penanganan-penanganan apa aja yang harus dilakuin pas
berhadapan langsung dengan penyandang disabilitas yang menjadi
objek pendamping. Penting banget emang mengacu pada
persyaratan-persyaratan untuk jadi tenaga pendamping” (wawancara
dengan Bery tanggal 20/10/2016).
36
Lebih lanjut lagi, Andi menuturkan bahwa:
“Tenaga pendamping diberikan pembekalan-pembekalan dasar dulu
sebelum terjun langsung melakukan pendampingan seperti diajarkan
bahasa isyarat dan komunikasi oral untuk berkomunikasi dengan
tuna rungu, diajarkan cara mendasar menghadapi anak-anak autis
dan juga lainnya tergantung dari kebutuhan penyandang disabilitas
yang nantinya bakal didampingi” (wawancara dengan Andi tanggal
16/11/2016).
Sasaran utama dari program pendampingan yang dilakukan oleh
komunitas Bravo For Disabilities lebih berfokus pada kelompok atau
organisasi penyandang disabilitas. Dengan memfokuskan diri pada
kelompok atau organisasi penyandang disabilitas, diharapkan program
pendampingan dapat berjalan secara efektif. Hal ini diperkuat dengan
realita yang ada bahwa para penyandang disabilitas memiliki perbedaan
dalam segi kebutuhan yang disebabkan oleh jenis disabilitas yang berbeda-
beda.
Dengan memfokuskan pada kelompok atau organisasi penyandang
disabilitas, sangatlah efisien karena melihat bahwa kelompok atau
organisasi tersebut sudah lebih terorganisir sesuai dengan jenis
disabilitasnya itu sendiri. Meskipun difokuskan ke dalam suatu kelompok,
pendampingan lebih mengarah pada komunikasi antar individu, yaitu antar
tenaga pendamping dengan individu penyandang disabilitas.
Kegiatan pendampingan dari komunitas Bravo For Disabilities lebih
mengedepankan pada penanaman nilai-nilai dasar pengetahuan dan
keterampilan individu untuk menciptakan suatu kondisi dimana
penyandang disabilitas dapat mengatasi keterbatasannya dengan potensi-
37
potensi yang ada dalam dirinya sendiri tanpa menggantungkan hidupnya
dengan orang lain.
“Bravo pengennya kegiatan pendampingan ini bisa dijadiin tempat
sementara buat belajar, bukan jadi tempat buat bergantung para
penyandang disabilitas pada tenaga pendamping. Maka dari itu
edukasi disini diperlukan buat bangunin kesadaran dari mereka
supaya ada semangat untuk mencukupi hidupnya sendiri tanpa
bantuan orang lain” (wawancara dengan Ridha tanggal 20/10/2016).
Program pendampingan yang dilakukan oleh komunitas Bravo For
Disabilities terhadap penyandang disabilitas sifatnya adalah insidentil,
yang artinya kegiatan tersebut dilakukan hanya pada kesempatan atau
waktu tertentu saja, tidak tetap dan juga menjadi sebuah kegiatan rutin.
Seperti yang dikemukakan oleh Andi:
“kegiatan pendampingan dilakukan tidak rutin, tergantung panggilan
dari yang membutuhkan pendampingan itu sendiri, kadang bisa
seminggu 2 kali, kadang dalam kurun waktu tertentu tidak ada
kegiatan pendampingan” (wawancara dengan Andi tanggal
16/11/2016).
Bery juga mengatakan:
“Biasanya mereka yang butuh tenaga pendamping menghubungi
pengurus dari Bravo For Disabilities untuk melakukan
pendampingan. Dari sini komunitas Bravo nantinya ngirimin
voluntir yang siap sedia melakukan pendampingan tersebut”
(wawancara dengan Bery tanggal 20/10/2016).
Kerja nyata dari program pendampingan yang dilakukan oleh
komunitas Bravo For Disabilities yaitu pendampingan kegiatan pengajian
organisasi ITMI (Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia). Kegiatan
berikutnya yaitu pendampingan saat peresmian Portal S di RSCM bersama
Gubernur Basuki Tjahja Purnama. Pada november 2016, komunitas Bravo
For Disabilities juga melakukan kegiatan pendampingan pada acara jalan
38
sehat disabilitas untuk menyabut Hari Disabilitas Internasional yang jatuh
pada tanggal 3 Desember 2016.
Tugas komunitas Bravo For Disabilities yaitu menyiapkan segala
kebutuhan dan menjaga kelancaran kegiatan tersebut dengan menjadi
pendamping para penyandang disabilitas yang ikut berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan tersebut. Lebih lanjut lagi Andi mengatakan:
“Tugas kita disitu membantu para penyandang disabilitas dalam
melakukan orientasi mobilitas seperti contohnya menuntun tunanetra
berjalan ke suatu tempat seperti toilet. Kita tugasnya ngejelasin letak
dan kondisi toilet tersebut juga membiasakan mereka berjalan
menggunakan tongkat bantu” (wawancara tanggal 16/11/2016).
Komunitas Bravo For Disabilities juga mempunyaikegiatan rutin
tahunan yaitu wisata edukasi. Wisata edukasi merupakan kegiatan yang
mengajak anak-anak penyandang disabilitas untuk berwisata sambil
belajar. Andi mengatakan:
“kami mengajak siswa-siswi sekolah luar biasa berkunjung ke
tempat wisata pendidikan seperti tempat-tempat bersejarah. Tugas
kami mendampingi sekaligus memberikan pengajaran untuk
menambah pengetahuan(wawancara tanggal 16/11/2016).
Pada bulan maret 2016 kemarin, kegiatan wisata edukasi diadakan
oleh komunitas Bravo For Disabilities. Komunitas Bravo For Disabilities
mengajak siswa-siswi Sekolah Luar Biasa B dan C Cempaka Putih. SLB B
dan C Cempaka Putih merupakan sekolah khusus yang menangani anak-
anak yang memiliki gangguan pendengaran atau tuna rungu dan gangguan
intelektual atau tuna grahita. Komunitas Bravo For Disabilities menggajak
mereka berwisata sambil belajar ke Museum Teknologi yang berada di
39
Taman Mini Indonesia Indah (Wawancara dengan Andi tanggal
16/11/2016).
Andi mengatakan:
“Untuk anak-anak tunarungu yang kita tekankan pada penggunaan
bahasa isyarat, bahasa tubuh dan bahasa verbal untuk berkomunikasi
dengan mereka. Untuk tunagrahita kita lebih menekankan interaksi
ringan agar mreka mudah menangkap apa yang kita sampaikan
kepada mereka” (wawancara tanggal 16/11/2016).
Pendampingan dan pengajaran kepada anak penyandang disabilitas
sama halnya dengan yang dilakukan kepada anak-anak lain pada
umumnya. Namun memang dibutuhkan keahlian khusus seperti cara
berkomunikasi. Pendamping dituntut harus dapat berkomunikasi dengan
baik sehingga proses pengajaran yang dilakukan oleh pendamping kepada
anak penyandang disabilitas dapat dipahami oleh mereka. Peran
komunikasi sangat diperlukan disini guna dapat membangun interaksi
antar dua arah sehingga fokus dari pendampingan tersebut dapat terpenuhi.
Tujuan mendasar dari adanya program tersebut adalah untuk
membantu mereka dalam melakukan orientasi mobilitas dalam pemenuhan
kebutuhan mereka. Kegiatan tersebut juga memberikan suatu pengalaman
dan edukasi bagi penyandang disabilitas itu sendiri sehingga dapat
dijadikan suatu bekal yang cukup untuk menjadi mandiri dalam hal
pemenuhan kebutuhannya.
40
A. 2. Pengujian Aksesibilitas
Melihat kondisi saat ini para penyandang disabilitas masih
dihadapkan pada suatu dilema yang sangat besar. Rasa kemauan untuk
menjadi mandiri terhalang oleh terbatasnya ruang gerak karena faktor
keterbatasan yang ada pada diri mereka. Belum ramahnya aksesibilitas
publik bagi para penyandang disabilitas menjadi hambatan utama yang
menghalangi para penyandang disabilitas untuk beraktivitas seperti
masyarakat pada umumnya. Para penyandang disabilitas masih
terdiskriminasi oleh keadaan sehingga membuat posisi mereka menjadi
semakin terpinggirkan.
Kondisi yang sangat memprihatinkan seperi ini membuat komunitas
Bravo For Disabilities ingin melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar
menjadi tenaga pendamping. Komunitas Bravo For Disabilities ingin
menjadi penggerak bagi para penyandang disabilitas untuk
memperjuangkan hak-haknya sebagai masyarakat pada umumnya.
Kegiatan yang dilakukan oleh komunitas Bravo For Disabilities
adalah pengujian aksesibilitas. Pengujian aksesibilitas merupakan suatu
aksi sosial yang dilakukan oleh komunitas Bravo For Disabilities dengan
melibatkan langsung para penyandang disabilitas untuk ikut turun
langsung ke jalan memperjuangkan hak-hak yang seharusnya didapatkan
seperti halnya masyarakat pada umumnya (wawancara dengan Bery
tanggal 20/10/2016). Komunitas Bravo For Disabilities berharap kegiatan
yang dilakukan oleh mereka sedikit banyaknya dapat mempengaruhi
41
kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan disabilitas saat
ini.
Aksesibilitas bagi penyandang disabilitas merupakan bagian penting
bagi para penyandang disabilitas itu sendiri dalam membentuk
kemandiriannya dikarenakan dengan adanya aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas dapat mewujudkan kesamaan kesempatan untuk mendapatkan
akses dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Tujuan dari adanya aksesibilitas bagi penyandang disabilitas yaitu
untuk mempermudah mereka dalam melakukan aktivitasnya secara
mandiri karena memperoleh kesempatan yang sama menikmati fasilitas
publik yang disediakan oleh pemerintah (wawancara dengan Ridha tanggal
20/10/2016).
Aksesibilitas untuk penyandang disabilitas terdiri atas 2 (dua) bagian
yaitu (Handoko, 2004):
1. Aksesibilitas fisik, yang terdiri atas
a. Aksesibilitas pada bangunan umum dan lingkungan
b. Aksesibilitas pada sarana transportasi
2. Aksesibilitas non fisik, yang terdiri atas
a. Aksesibilitas di bidang perundang-undangan
b. Aksesibilitas di bidang ketenagakerjaan
c. Aksesibilitas di bidang informasi, komunikasi dan teknologi
d. Aksesibilitas di bidang pendidikan
e. Aksesibilitas di bidang kehidupan sehari-hari (h. 132-133)
Saat ini, penyandang disabilitas masih dihadapkan berbagai
hambatan dalam mendapatkan aksesibilitas fisik maupun non fisik.
Keadaan tersebut membuat ketidakmungkinannya para penyandang
disabilitas untuk berpartisipasi penuh dalam situasi seperti ini.
42
Fokus utama dari komunitas Bravo For Disabilities lebih ke arah
aksesibilitas fisik. Kholilurrohim mengatakan:
“Kita lebih ngedepanin aksesibilitas fisik seperti aksesibilitas sarana
bangunan umum dan aksesibilitas sarana transportasi. Kenapa kita
ngedepanin aksesibilitas fisik itu karena aksesibilitas fisik itu
merupakan faktor penunjang dasar yang mendukung para
penyandang disabilitas beraktivitas” (wawancara dengan
Kholilurrohim tanggal 16/11/2016).
Tabel 2. Hambatan Aksesibilitas Fisik Bagi Penyandang Disabilitas
No. Kategori Hambatan
1. Kecacatan Fisik Perubahan tingkat ketinggian
permukaan yang mendadak
seperti tangga atau parit
Tidak adanya pertautan landai
antara jalan dan terotoar
Tidak cukup ruang untuk
berbelok, lubang pintu dan
koridor terlalu sempit
Permukaan jalan yang renjul
(misalnya karena ada bebatuaan)
mengambat jalan kursi roda
Pintu yang terlalu berat dan sulit
dibuka
Tombol-tombol yang terlalu
tinggi letaknya
Tangga yang terlalu tinggi
Lantai yang terlalu licin
Bergerak cepat melalui pintu
putar atau pintu yang menutup
secara otomatis
Pintu lift yang menutup terlalu
cepat
Tangga berjalan tanpa pegangan
yang bergerak terlalu cepat
43
2. Kecacatan Sensoris Tuna netra:
Tidak adanya petunjuk arah atau
cirri-ciri yang dapat didengar atau
dilihat dengan penglihatan
terbatas yang menunjukkan
nomor lantai pada gedung-gedung
bertingkat
Rintangan-rintangan kecil seperti
jendela yang membuka ke luar
atau papan reklame yang
dipasang di tempat pejalan kaki
Cahaya yang menyilaukan atau
terlalu redup
Lift tanpa petunjuk tactual (dapat
diraba) untuk membedakan
bermacam-macam tombol, atau
petunjuk suara untuk
menunjukkan nomor lantai
Tuna rungu:
Tunarungu tidak mungkin dapat
memahami pengumuman melalui
pengeras suara di bandara atau
terminal angkutan umum.
Mereka juga mengalami
kesulitan membaca bibir di
auditorium dengan pencahayaan
yang buruk, dan mereka mungkin
tidak dapat mendengar bunyi
tanda bahaya
3. Kecacatan Intelektual Para penyandang disabilitas intelektual
akan mengalami kesulitan mencari jalan
di dalam lingkungan baru jika disana
tidak terdapat petunjuk yang jelas dan
baku
Sumber: Tarsidi, 2008
Pengujian aksesibilitas komunitas Bravo For Disabilities mengacu
pada kebutuhan-kebutuhan akan aksesibilitas fisik bagi penyandang
disabilitas. Pemenuhan aksesibilitas fisik harus mengacu pada hambatan-
hambatan-hambatan aksesibilitas yang ada. Kegiatan pengujian
aksesibilitas yang dilakukan oleh komunitas Bravo For Disabilities
44
merupakan suatu aksi sosial yang dikemas berbeda dari aksi sosial
biasanya. Kholilurrohim mengatakan:
“kegiatan pengujian aksesibilitas bukanlah kegiatan aksi sosial yang
dilakukan dengan cara berorasi untuk menyuarakan tuntutannya,
kegiatan kami lebih kearah menyinggung kebijakan pemerintah
secara halus dan tersirat” (Wawancara tanggal 16/11/2016).
Pengujian aksesibilitas dilakukan dengan cara melakukan kunjungan
ke tempat fasilitas umum bersama dengan para penyandang disabilitas
untuk diuji aksesibilitasnya, kemudian mencatat apa saja kekurangan dari
aksesibilitas itu sendiri yang ditemukan dilapangan, lalu catatan tersebut
dijadikan sebagai suatu acuan yang nantinya akan diajukan kepada pemda
terkait sebagai teguran bahwa masih ada fasilitas publik yang belum ramah
bagi penyandang disabilitas. Data tersebut juga dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan bagi pemda untuk merealisasikan apa yang
sebenarnya dibutuhkan oleh penyandang disabilitas itu sendiri
(Wawancara dengan Eva tanggal 16/11/2016).
Kegiatan pengujian aksesibilitas yang pernah dilakukan oleh
komunitas Bravo For Disabilities yaitu kegiatan pengunjungan ke trotoar-
trotoar sekitar Jakarta. Komunitas Bravo For Disabilities ingin
memastikan apakah trotoar tersebut layak digunakan oleh penyandang
disabilitas seperti contohnya kesediaan guiding block yang memudahkan
para tuna netra berjalan menuju tempat yang ditujunya. Pengujian
aksesibilitas juga pernah dilakukan di halte dan bus transjakarta untuk
melihat bagaimana kesiapan sarana transportasi dalam pemenuhan fasilitas
untuk para penyandang disabilitas. Seperti yang diungkapkan oleh Ana:
45
“Pengunjungan ke halte transjakarta, ke trotoar-trotoar Jakarta yang
masih belum menyediakan akses penyandang disabilitas atau yang
sudah ada akses penyandang disabilitas tapi disalahgunakan oleh
pedagang kaki lima dan pangkalan tukang ojek jadi agenda
pengujian aksesibilitas yang dijalanin komunitas Bravo” (wawancara
dengan Ana 16/11/2016).
Kegiatan ini menyasar pada perubahan dalam skala yang besar, yaitu
mendorong terwujudnya kebijakan pemerintah mengenai hak-hak bagi
penyandang disabilitas. Pengujian Aksesibilitas dari komunitas Bravo For
Disabilities ini sangatlah efektif diterapkan dengan melihat dari
pencapaian tujuan yang ingin dicapai oleh komunitas Bravo For
Disabilities yaitu menekan pemerintah untuk mewujudkan hak-hak bagi
penyandang disabilitas yang pada hakikatnya sudah terumuskan dalam
kebijakan-kebijakan dari pemerintah itu sendiri.
B. Motivasi Tindakan Sosial Komunitas Bravo For Disabilities dalam
Pemberdayaan Penyandang Disabilitas
Setiap individu memiliki motivasi tersendiri yang melatarbelakangi
mereka untuk ikut dalam pemberdayaan penyandang disabilitas. Melihat
lebih dalam, motivasi-motivasi setiap individu yang tergabung ke dalam
komunitas Bravo For Disabilities secara tidak langsung berdampak pada
bertahannya komunitas tersebut hingga saat ini sehingga eksistensi dari
komunitas Bravo For Disabilities tetap terjaga hingga sekarang. Untuk
melihat motivasi tindakan sosial dari komunitas Bravo For Disabilities,
penulis menggunakan konsep tindakan yang dikemukakan oleh Max
weber.
46
Weber mengemukakan, untuk menjelaskan makna tindakan dapat
diidentifikasikan melalui empat tipe, yaitu rasionalitas sarana-tujuan
(instrumental), rasionalitas nilai, tindakan afektual dan tindakan
tradisional. Berdasarkan temuan data yang diperoleh, penulis
mengemukakan bahwa adanya motivasi tindakan sosial dari komunitas
Bravo For Disabilities dalam pemberdayaan penyandang disabilitas,
dengan diantaranya adalah:
1. Rasionalitas Sarana-Tujuan (Instrumental)
Dalam hal ini, tindakan sosial individu yang tergabung ke
dalam komunitas Bravo For Disabilities didasarkan pada motif untuk
mendapatkan suatu tujuan tertentu. Individu-individu yang tergabung
ke dalam kegiatan pemberdayaan komunitas Bravo For Disabilities
sudah memperhitungkan secara matang dan rasional dampak dari
tindakan sosial yang mereka lakukan.
Mereka yang tergabung ke dalam komunitas Bravo For
Disabilities melakukan pemberdayaan terhadap penyandang
disabilitas didasarkan pada motif ingin mendapatkan suatu tujuan
tertentu yaitu materi. Materi dianggap sebagai suatu pemicu atau
motivasi yang ingin dicapai oleh individu-individu yang melakukan
pemberdayaan terhadap penyandang disabilitas tersebut.
Materi dipandang bukan saja berbentuk imbalan uang,
melainkan dalam hal ini materi dipandang sebagai suatu imbalan ilmu
47
dan pengalaman yang mereka dapat karena melakukan pemberdayaan
terhadap penyandang disabilitas. Andi mengatakan:
“Dengan bergabung dan ikut turun tangan melakukan
pendampingan penyandang disabilitas bisa nambah ilmu dan
pengalaman. Ditambah juga dari latarbelakang saya yang juga
mahasiswa jurusan Pendidikan Luar Biasa, ilmu yang saya
dapetin dari kegiatan ini bisa jadi modal untuk saya kedepan
nantinya” (wawancara tanggal 16/11/2016).
Individu-individu yang bergabung dengan komunitas Bravo
For Disabilities dan ingin terlibat langsung ke dalam kegiatan-
kegiatannya dilatarbelakangi oleh keinginan untuk mendapatkan ilmu
tentang disabilitas. Mereka ingin menambah pemahaman mengenai
disabilitas, baik itu permasalahannya dan juga penanganannya
(wawancara dengan Bery tanggal 23/08/2016). Kholilurrohim
mengatakan:
“Gabung di komunitas Bravo For Disabilities dan ngikutin
segala kegiatannya itu bisa menambah ilmu. Banyak banget
ilmu dan pengalaman yang saya peroleh disini” (wawancara
tanggal 16/11/2016).
Adanya motif tindakan sosial yang dilandaskan pada tindakan
rasional-tujuan (instrumental) dapat dilihat bahwa individu-individu
yang berada di dalam komunitas Bravo For Disabilities memilih untuk
ikut turun langsung melakukan pemberdayaan terhadap penyandang
disabilitas didasari oleh pertimbangan-pertimbangan rasional
sebelumnya. Dengan kata lain, mereka yang terlibat langsung ke
dalam kegiatan-kegiatan komunitas Bravo For Disabilities
48
berorientasi pada suatu tujuan, yaitu bertambahnya ilmu dan
pengalaman.
2. Rasionalitas Nilai
Tindakan komunitas Bravo For Disabilities dalam melakukan
kegiatannya untuk memberdayakan penyandang disabilitas juga
didasari oleh kesadaran keyakinan mengenai nilai-nilai yang penting
di dalam masyarakat. Keberadaan nilai-nilai tersebut dijadikan sebagai
motif dari individu-individu tersebut untuk melakukan kegiatan
pemberdayaan penyandang disabilitas.
Ridha mengatakan:
“...sebenarnya bukan karena sepenuhnya dilatarbelakangi oleh
faktor saya yang notabennya berkecimpung dalam dunia
disabilitas karena saya mahasiswa PLB. Pada dasarnya
manusia itu emang harus saling tolong menolong. Keberadaan
penyandang disabilitas saat ini sedang dalam posisi yang harus
ditolong” (wawancara 20/10/2016).
Adanya nilai-nilai di dalam masyarakat seperti „tolong-
menolong‟ yang melekat pada individu tersebut dapat mempengaruhi
motif individu dalam melakukan suatu tindakaan yang dianggap baik
tanpa tertalu berorientasi pada keinginan indvidu tersebut untuk
mendapatkan sesuatu dari tindakan yang dijalaninya.
3. Tindakan Afektual
Tindakan sosial yang dilakukan oleh komunitas Bravo For
Disabilities juga dilatarbelakangi oleh kondisi perasaan atau emosi
dari indvidu-individu di dalam komunitas itu sendiri. Dengan kata
49
lain, tindakan ini lebih mengedepankan emosi individu. Eva
mengatakan:
“Miris banget lihat penyandang disabilitas dengan segala
keterbatasannya, ditambah lagi kondisi lingkungan yang ga
berpihak dengan mereka. Ini yang membuat hati saya tergerak
untuk membantu mereka...” (wawancara tanggal 16/11/2017).
Kondisi emosi seseorang dapat memengaruhi tindakan yang
akan individu terebut jalani terlepas dari dampak yang akan ia
dapatkan dari suatu tindakan tersebut dan mengesampingkan
pertimbangan-pertimbangan rasional tersebut. Ridha menegaskan:
“Banyak juga dari mereka yang tergabung dalam kegiatan
komunitas Bravo For Disabilities didasarkan karena rasa iba
melihat penyandang disabilitas...” (wawancara tanggal
20/10/2016).
Berdasarkan itu semua terlihat bahwa kondisi emosi atau
perasaan dari individu juga dapat mempengaruhi suatu tindakan sosial
yang akan dijalaninya sehingga kondisi emosi tersebut dapat
dikatakan juga memiliki peran penting dalam memengaruhi tindakan
dari individu-individu tersebut.
4. Tindakan Tradisional
Kebiasaan yang sudah mendarah daging atau yang sudah lazim
dilakukan juga memengaruhi tindakan sosial dari individu-individu
dalam komunitas Bravo For Disabilities. Dalam hal ini, tindakan
tradisional dianggap sebagai tindakan sosial yang tidak
memperhitungkan aspek rasional, tetapi lebih menekankan pada aspek
–aspek yang memang sudah biasa dilakukan oleh individu tersebut.
50
Ana mengatakan:
“...Sebagai seorang mahasiswa PLB, kegiatan-kegiatan di
Bravo seperti pendampingan itu emang sudah menjadi
kebiasaan. Karena emang saya kan basic-nya disitu. Jadi
kegiatan pendampingan itu seperti makanan sehari-hari, selalu
saya jalani baik yang bersama komunitas Bravo For
Disabilities ataupun dari tawaran yang membutuhkan tenaga
pendamping” (wawancara tanggal 16/11/2016).
Kebiasaan-kebiasaan yang sudah ada memang dapat menjadi
motif individu melakukan tindakan sosial. Ketika kebiasaan-kebiasaan
tersebut terwadahi oleh adanya komunitas Bravo For Disabilities, hal
ini semakin menjadi suatu pemacu individu-individu tersebut untuk
melakukan kegiatan tersebut secara terus menerus. Tindakan sosial
inilah yang dipandang sebagai tindakan tradisional seperti yang
dikemukakan oleh Max Weber.
51
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
“Keterbatasan bukan berarti dunia terbatas”. Sebuah slogan yang selalu
dikemukakan oleh komunitas Bravo For Disabilities sebagai penyemangat
bagi para penyandang disabilitas untuk berani menghadapi kehidupan ini.
Komunitas Bravo For Disabilities merupakan komunitas yang peduli akan
penyandang disabilitas. Komunitas Bravo For Disabilities memandang
disabilitas bukanlah sebagai suatu aib masyarakat yang pada akhirnya
membuat mereka termajinalkan di dalam lingkungan sosial dan menjadikan
para penyandangnya menjadi menutup diri dari dunia luar. Komunitas Bravo
memandang setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk
mendapatkan hak yang dapat dijadikan sebagai penunjang dalam
menjalankan kewajibannya tanpa terkecuali.
Fokus utama komunitas ini yaitu mewujudkan kehidupan bagi
penyandang disabilitas yang tanpa adanya diskriminasi. Dengan kata lain,
komunitas ini memiliki peran untuk mewadahi para penyandang disabilitas
dalam segi pemenuhan pendidikan dan keterampilan serta berusaha
mewujudkan aksesibilitas yang ramah bagi penyandang disabilitas.
. Ada dua kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan fokus dari
penelitian ini, yaitu:
52
1. Dalam merealisasikan program pemberdayaan ke dalam bentuk kegiatan,
komunitas Bravo For Disabilities menggunakan dua aras strategi
pemberdayaan, yaitu:
a) Pendampingan. Pendampingan merupakan suatu kegiatan yang
memfasilitasi individu atau kelompok yang diberdayakan dalam
mengembangkan kemandirian mereka. Tenaga pendamping
diharuskan memiliki pengetahuan dasar sebagai tenaga pendamping
penyandang disabilitas agar komunikasi antara tenaga pendamping
dengan penyandang disabilitas dapat berjalan dengan baik. Dengan
syarat tersebut, tenaga pendamping diberi pelatihan terlebih dahulu
sebelum terjun langsung melakukan pendampingan kepada
penyandang disabilitas. Tujuan dari kegiatan tersebut yaitu untuk
membantu mereka dalam melakukan orientai mobilitas untuk
pemenuhan kebutuhannya dan juga memberikan suatu pengalaman
dan edukasi agar dapat menjadi mandiri dalam hal pemenuhan
kebutuhannya.
b) Pengujian aksesibilitas. Pengujian aksesibilitas merupakan suatu aksi
sosial yang melibatkan penyandang disabilitas untuk ikut turun
langsung ke lapangan memperjuangkan hak-hak yang selama ini
belum didapatkan. Fokus utama yang diperjuangkan oleh komunitas
Bravo For Disabilities dan penyandang disabilitas dalam kegiatan
pengujian aksesibilitas ini yaitu berfokus pada aksesibilitas fisik.
Aksesibilitas fisik memiliki peranan penting bagi penyandang
53
disabilitas karena aksesibilitas fisik memudahkan aktivitas
penyandang disabilitas dalam melakukan mobilitas untuk memenuhi
segala kebutuhan hidupnya. Kegiatan pengujian aksesibilitas
bukanlah suatu aksi sosial yang dilakukan dengan cara berorasi,
melainkan pengujian aksesibilitas dilakukan dengan cara melakukan
kunjungan ke tempat-tempat umum yang belum ramah akan
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, keadaan di lapangan
tersebut dijadikan suatu data yang nantinya digunakan untuk diajukan
kepada pemda terkait untuk dijadikan pertimbangan mereka dalam
membangun fasilitas publik yang ramah bagi penyandang disabilitas.
2. Tindakan sosial yang dilakukan oleh komunitas Bravo For Disabilities
dipengaruhi oleh berbagai motif. Motif yang pertama, individu yang
tergabung dalam komunitas Bravo For Disabilities dan mengikuti
kegiatan pemberdayaan penyandang disabilitas dikarenakan adanya suatu
tujuan yang ingin dicapai. Motif yang kedua, mereka melakukan kegiatan
pemberdayaan penyandang disabilitas dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
dianutnya dan sudah dianggap baik. Motif yang ketiga, mereka dengan
sukarela melakukan kegiatan pemberdayaan penyandang disabilitas
dikarenakan faktor emosi (rasa iba) dari dalam dirinya. Motif yang
keempat, Mereka melakukan kegiatan pemberdayaan penyandang
disabilitas dikarenakan memang sudah menjadi suatu kebiasaan yang
mereka lakukan secara berulang-ulang.
54
B. Saran-saran
Keterbatasan referensi dan waktu penelitian menjadi faktor utama
penghambat dari penelitian ini. Dengan adanya hambatan-hambatan yang
penulis alami saat melakukan penelitian ini, penulis ingin memberikan saran
kepada peneliti-peniliti yang ingin melanjutkan penelitian ini. Diharapkan
skripsi ini menjadi bahan yang kompatibel bagi peneliti lain untuk dijadikan
sebagai acuan melakukan penelitian berikutnya. Peneliti juga diharapkan
dapat lebih mengeksplorasi bagaimana tindakan sosial yang dilakukan oleh
komunitas Bravo For Disabilities secara lebih luas. Penulis juga
menyarankan agar melihat komunitas Bravo For Disabilities dari sudut
pandang lain agar dapat memperoleh keberagaman penelitian yang
membahas tema ini.
xiii
Daftar Pustaka
Buku:
Gellner, Ernest. 1994. Membangun Masyarakat Sipil (terj). Bandung: Mizan
Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika
Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan
Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo
Maliki, Zainudin. 2012. Rekonstruksi Teori Sosial Modern. Yogyakarta: Gajahmada
University Press
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2011. Teori Sosiologi Modern.
Jakarta: Kencana
Setiadi, Elly M. & Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta
dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Ambo upe, 2010. Tradisi Aliran dalam Sosiologi dari Filosofi Positivistik ke Post
Positivistik. Jakarta: Rajawali Pers
Weber, Max. 2009. From Max Weber: Essays in Sosiology, Oxford
University Prees, 1946. (dialihbahasakan oleh Noorkholish).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Jurnal dan Tesis:
Budi santoso, Achmad & M. Jacky. 2013. SOLIDARITAS VIRTUAL DAN
PEMBERDAYAAN DIFABEL DALAM BLOGOSPHERE INDONESIA.
Jurnal Paradigma. Volume 01 Nomor 03
Desti rita, Maria. Yunisca nurmalisa & Hermi Yanzi. 2016. PERANAN KPU
DALAM SOSIALISASI PEMILUKADA KEPADA PENYANDANG
DISABILITAS DI KOTA BANDAR LAMPUNG. E-Jurnal. Diunduh 5
Agustus 2016 (jurnal.fkip.unila.ac.id, Vol 4, No 1)
Diono, Agus. 2014. “Program Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas dan
Pergeseran Paradigma Penanganan Penyandang disabilitas” h. 19-24 Di
Buletin jendela Data dan Informasi Kesehatan: Situasi Penyandang
Disabilitas. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
xiv
Handoko. 2004. Aksesibilitas Publik Bagi Penyandang Cacat Di Indonesia. Jurnal
Desain 2d3d Vol. 1 No. 2 h.131-146. Tangerang: Universitas Pelita
Harapan
Irwanto, Eva Rahmi Kasim, Asmin Fransiska, Mimi Lusli, dan Okta Siradj. 2010.
Analisis Situasi Penyandang Disabilitas Di Indonesia: Sebuah Desk-
Review. Jakarta: Pusat Kajian Disabilitas Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Indonesia
Mayrizka, Dwinda. 2015. STRUKTURASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
DISABILITAS (STUDI KASUS KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN
PENYANDANG DISABILITAS DI KABUPATEN SIDOARJO) . Diunduh 5
Agustus 2016(E-Jurnal. jmsos.studentjournal.ub.ac.id, VOL 1, NO 4)
Rizki, Muhammad & Dyah Utami. 2014. KONSTRUKSI SOSIAL PENYANDANG
DISABILITAS TERHADAP PENGGUNAAN ANGKUTAN UMUM DI
KABUPATEN SIDOARJO. Jurnal Paradigma. Volume 02 Nomor 01
Rokhim, Fatkhur & Pambudi Handoyo. 2015. MAKNA KERJA BAGI
PENYANDANG DISABILITAS DI YAYASAN BINA KARYA “TIARA
HANDYCRAFT” SURABAYA. Jurnal Paradigma. Volume 03 Nomer 03
Saputro, Sulistyo Et al. 2015. Analisa Kebijakan Pemberdayaan dan Perlindungan
Sosial Penyandang Disabilitas. Surakarta: Deputi Bidang Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial
Tarsidi, Didi. 2008. Aksisibilitas Lingkungan Fisik Bagi Penyandang Cacat: Upaya
Menciptakan Fasilitas Umum dan Lingkungan Yang Aksesibel demi
Kesamaan Kesempatan Bagi Penyandang Cacat untuk Hidup Mandiri
dan Bermasyarakat. Bandung: Makalah disajikan pada Focus Discussion
Group tentang Draft Raperda Pelindungan Penyandang Cacat Kota
Bandung
Tim Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial. 2014. Pengkajian
Kompetensi Tenaga Pendamping Bagi Penyandang Disabilitas.
Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan
Kesejahteraan Sosial
Internet:
http://rotaryclubjakartabatavia.org/disability/ (Diakses pada tanggal 06/05/2016)
Wawancara:
Wawancara dengan Bery, Agustus 2016.
Wawancara dengan Bery, Oktober 2016.
Wawancara dengan Eva, November 2016.
xv
Wawancara dengan Ana, November 2016.
Wawancara dengan Ridha, November 2016.
Wawancara dengan Andi, November 2016.
Wawancara dengan Kholillurohim, November 2016.
xvi
LAMPIRAN
xvii
INFORMAN 1
Nama : Bery Suprapto
Usia : 23 Tahun
Profesi : Guru
Jabatan : Koordinator umum komunitas Bravo For Disabilities
Tempat : SLB Negeri 5 Jakarta
Waktu : 23 Agustus 2016 dan 20 Oktober 2016
P = Penulis
I = Informan
P Bagaimana pandangan anda tentang keadaan penyandang disabilitas di
Indonesia?
I Pandangan tentang keadaan penyandang disabilitas di Indonesia untuk
keadaannya sendiri masih jelas banget terlihat kalau kondisinya masih
belum terakomodir dengan baik khususnya di Jakarta, hal itu terlihat dari
bertolakbelakangnya kebijakan dengan realita yang ada.
P Apa itu Bravo For Disabilities?
I Bravo For Disabilities merupakan komunitas yang peduli disabilitas.
Terbentuknya Bravoitu awalnya dari panggilan hati untuk suatu tujuan
yaitu membantu penyandang disabilitas dan juga dilandasi ketertarikan
yang sama, lalu rutin ngadain diskusi mengenai penyandang disabilitas,
dari situ terbentuknya Bravo For Disabilities.
Awalnya nama Bravo adalah Bravo Penca (Barisan Voluntir Penyandang
Cacat). Pada 2010 kita ganti nama menjadi Bravo For Disabilities karena
xviii
adanya perubahan penyebutan dari penyandang cacat menjadi penyandang
disabilitas. Awal terbentuknya Bravo dulu itu pendirinya 7 orang dan itu
bukan hanya dari UNJ jurusan pendidikan Luar Biasa saja, ada juga dari
Universitas lain seperti UI dan Mercubuana.
Untuk anggota Bravo For Disabilities ada sekitar 200-an. Terdiri dari kira-
kira sekitar 70% latarbelakangnya mahasiswa, 20% guru dan dosen,
sisanya sih orang-orang yang kerja kantoran. Namun lagi-lagi untuk
anggota tetapnya itu ga tentu, sering juga ngadain regenerasi anggota
karena kan setiap manusia pasti ada kesibukannya sendiri jadi tidak semua
anggota selalu aktif dalam kegiatan.
Visi dari komunitas Bravo itu mewujudkan kehidupan tanpa diskriminasi,
pengennya kita bisa mewujudkan kehidupan tanpa memandang perbedaan
karena keterbatasan. Fokus kita itu lebih ke arah pembangunan sosial, lebih
ke arah gimana aksesibilitas manfaatnya bagi penyandang disabilitas
dirasakan oleh penyandang disabilitas itu sendiri. Kegiatan kami biasanya
tergantung situasi, kegiatannya juga biasanya di tempat-tempat umum di
ekitaran Jakarta. Kalo kegiatan seperti diskusi seringnya di taman UNJ.
Kita ga pernah matok harga untuk etiap kegiatan-kegiatan yang melibatkan
Bravo di dalamnya karena murni dari hati, tanpa minta imbalan
sepeserpun. Namun lagi-lagi setiap kegiatan biasanya dikasih bayaran.
Mau ga mau diterima, dan uangnya kita masukkan kekegiatan kedepannya
dalam kas dan dipakai untuk kegiatan-kegiatan kedepannya lagi dan
menjadi sumber dana dari komunitas ini.
P Mengapa tertarik bergabung dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan Bravo
For Disabilities?
I Kalo ditanya kenapa tertarik dengan penyandang disabilitas, itu hati yang
berbicara. Begitu juga dengan anak-anak lainnya yang bergabung dalam
komunitas ini. Tidak jarang juga, mereka yang ikut gabung dan ikut ke
dalam kegiatan-kegiatannya dilatarbelakangi oleh keinginan untuk
xix
mendapatkan ilmu tentang disabilitas. Mereka ingin menambah
pemahaman mengenai disabilitas, baik itu permasalahannya dan juga
penanganannya.
P Langkah apa yang dilakukan oleh Bravo For Disabilities untuk mengatasi
diskriminasi yang terjadi pada para penyandang disabilitas saat ini?
I Langkah yang kita ambil itu biasanya advokasi ke pemerintah sebagai
penyambung lidah untuk penyandang disabilitas dalam memperjuangkan
hak-haknya. Kita juga melakukan sosialisasi ke masyarakat untuk
memberikan pengetahuan tentang disabilitas.
P Bagaimana bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Bravo For Disabilities?
I Biasanya kita mengirim voluntir untuk melakukan pendampingan ke para
penyandang disabilitas. Biasanya mereka yang butuh tenaga pendamping
menghubungi pengurus dari Bravo For Disabilities untuk melakukan
pendampingan. Dari sini komunitas Bravo nantinyamengirim voluntir yang
siap sedia melakukan pendampingan tersebut.
Bravo juga pernah mendapat panggilan untuk melakukan pengajaran di
sekolah-sekolah inklusi. Namun yang seperti itu sangat jarang. Selain itu
ada kegiatan pengujian aksesibilitas. Biasanya kita turun ke jalan bersama
penyandang disabilitas untuk memperjuangkan hak-hak dari penyandang
disabilitas.
xx
INFORMAN 2
Nama : Ridha Rahmawan Putra
Usia : 20 Tahun
Profesi : Mahasiswa
Jabatan : Pengurus komunitas Bravo For Disabilities divisi Voluntir
Tempat : Taman Universitas Negeri Jakarta
Waktu : 20 Oktober 2016
P = Penulis
I = Informan
P Bagaimana pandangan anda tentang keadaan penyandang disabilitas di
Indonesia?
I Penyandang disabilitas saat ini masih belum terpenuhi semua hak-haknya
meskipun sudah ada Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang
penyandang disabilitas. Namun implemntasi yang ada masih belum
terwujud.
P Apa itu Bravo For Disabilities?
I Bravo For Disabilities merupakan komunitas pemerhati disabilitas.
P Mengapa tertarik bergabung dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan Bravo
For Disabilities?
I Bravo For Disabilities merupakan wadah untuk orang-orang yang
mempunyai jiwa sosial terhadap disabilitas. Segala ilmu mengenai
disabilitas bisa didapatkan disini sehingga wawasan kita bisa lebih luas dan
terbuka mengenai dunia disabilitas karena emang laterbelakang saya disini.
Sebenarnya bukan karena sepenuhnya dilatarbelakangi oleh faktor saya
xxi
yang notabennya berkecimpung dalam dunia disabilitas karena saya
mahasiswa PLB. Pada dasarnya manusia itu emang harus saling tolong
menolong. Keberadaan penyandang disabilitas saat ini sedang dalam posisi
yang harus ditolong. Banyak juga dari mereka yang tergabung dalam
kegiatan komunitas Bravo For Disabilities didasarkan karena rasa iba
melihat penyandang disabilitas meskipun seharusnya mereka tidak boleh
memandang disabilitas sebagai suatu hal yang patut dikasihani.
P Langkah apa yang dilakukan oleh Bravo For Disabilities untuk mengatasi
diskriminasi yang terjadi pada para penyandang disabilitas saat ini?
I Melakukan penyadaran kepada pemerintah dan masyarakat umum. Intinya
pengen mengubah pola pikir mereka mengnai disabilitas bahwa
penyandang disabilitas bukanlah orang sakit yang tidak bisa berbuat apa-
apa seperti memenuhi kebutuhannya sendiri.
P Bagaimana bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Bravo For Disabilities?
I Kegiatan yang diutamain dari Bravo lebih kepada pendampingan
penyandang disabilitas. Bravo pengennya kegiatan ini nbisa dijadiin tempat
semntara buat belajar, bukan jadi tempat buat bergantung para penyandang
disabilitas pada tenaga pendamping. Maka dari itu edukasi disini
diperlukan buat bangunin kesadaran dari mereka supaya ada semangat
untuk mncukupi hidupnya sndiri tanpa bantuan orang lain. Kegiatan
berikutnya pengujian aksesibilitas di fasilitas umum. Tujuannya itu ya
untuk memudahkan mereka dalam menjalani aktivitasnya ecara mandiri
dan juga punya kesempatan yang sama dengan lainnya dalam menikmati
fasilitas publik yang disediakan pemerintah.
xxii
INFORMAN 3
Nama : Andi Nadia Kamila
Usia : 20 Tahun
Profesi : Mahasiswa
Jabatan : Voluntir
Tempat : Taman Universitas Negeri Jakarta
Waktu : 16 November 2016
P = Penulis
I = Informan
P Bagaimana pandangan anda tentang keadaan penyandang disabilitas di
Indonesia?
I Penyandang disabilitas masih belum mendapatkan hak-hak yang
seharusnya didapatkan oleh mereka.
P Apa itu Bravo For Disabilities?
I Komunitas yang peduli dengan disabilitas.
P Mengapa tertarik bergabung dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan Bravo
For Disabilities?
I Dari dulu saya sangat tertarik dengan disabilitas. Hati saya trgerak
bergabung dalam komunitas ini untuk berssama-sama berjuang mnciptakan
khidupan ramah bagi penyandang disabilitas. Dengan bergabung dan ikut
turun tangan melakukan pendampingan penyandang disabilitas bisa
nambah ilmu dan pengalaman. Ditambah juga dari latarbelakang saya yang
juga mahasiswa jurusan Pendidikan Luar Biasa, ilmu yang saya dapetin
dari kegiatan ini bisa jadi modal untuk saya kedepan nantinya.
xxiii
P Langkah apa yang dilakukan oleh Bravo For Disabilities untuk mengatasi
diskriminasi yang terjadi pada para penyandang disabilitas saat ini?
I Ya itu tadi, kita beri kesempatan penyandang disabilitas untuk
mendapatkan hak yang sama seperti yang lainnya. Kita memposisikan diri
kita juga sebagai mediator antara mereka dengan pemerintah agar bisa
terwujudnya kehidupan yang ramah bagi mereka.
P Bagaimana bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Bravo For Disabilities?
I Kegiatan utama dari Bravo itu pendampingan. Pendampingan itu semacam
kegiatan untuk membantu penyandang disabilitas memenuhi kebutuhannya
sendiri. Kita berupaya memfasilitasi mreka untuk mngembangkan
kemandirian mereka. Maka dari itu tenaga pendamping diberikan
pembekalan-pembekalan dasar dulu sebelum terjun langsung melakukan
pendampingan, seperti diajarkan bahasa isyarat dan komunikasi oral untuk
berkomunikasi dengan tunarungu, diajarkan cara mendasar menghadapi
anak-anak autis dan juga lainya tergantung dari kbutuhan penyandang
disabilitas yang nantinya bakal didampingi. Kegiatan pendampingan
dilakukan tidak rutin, tergntung panggilan dari yang membutuhkan
pendampingan itu sendiri, kadang bisa sminggu 2 kali, kadang dalam
kurun waktu tertentu tidak ada kegiatan pendampingan.
Contoh kegiatannya itu seperti saat pendampingan peremian Portal S di
RSCM, terus juga acara jalan sehat disabilitas waktu itu. Tugas kita disitu
membantu para penyandang disabilitas dalam melakukan orientasi
mobilitas seperti contohnya menuntun tunanetra berjalan ke suatu tempat
seperti toilet. Kkta tugasnya ngejelasin letak dan kondisi toilet tersebut
juga membiasakan mreka berjalan menggunakan tingkat bantu.
Selain itu kita juga ada kegiatan wisata edukasi. Kami mengajak siswa-
siswi ekolah Luar Biasa berkunjung ke tempat wisata pndidikan seperti
tempat-tempat bersejarah. Tugas kami mendampingi sekaligus
memberikan pengajaran untuk menambah pengetahuan. Waktu bulan
maret kemarin, kita mengajak siswa-siswi SLB B dan C Cempaka Putih
xxiv
mengunjungi museum teknologi yang berada di Taman Mini.
Penanganan untuk anak-anak tunarungu yang kita tekankan pada
penggunaan bagasa isyarat, bahasa tubuh dan bahasa verbal untuk
berkomunikasi dengan mereka. Untuk tunagrahita kita lebih menekankan
interaksi ringan agar mreka mudah menangkap apa yang kita sampaikan
kepada mereka.
xxv
INFORMAN 4
Nama : Kholilurrohim
Usia : 20 tahun
Profesi : Mahasiswa
Jabatan : Voluntir
Tempat : Taman Universitas Negeri Jakarta
Waktu : 16 November 2016
P = Penulis
I = Informan
P Bagaimana pandangan anda tentang keadaan penyandang disabilitas di
Indonesia?
I Penyandang disabilitas saat ini mulai bertambah jumlahnya dan
penyandang disabilitas saat ini belum bisa terakomodasi kebutuhannya dari
segi pendidikan, sosial, akses dan lain sebagainya.
P Apa itu Bravo For Disabilities?
I Bravo For Disabilities itu barisan voluntir untuk disabilitas yang bergrak
dalam membela hak-hak penyandang disabilitas.
P Mengapa tertarik bergabung dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan Bravo
For Disabilities?
I Gabung di komunitas Bravo For Disabilities dan ngikutin segala
kegiatannya itu bisa menambah ilmu. Banyak banget ilmu dan pengalaman
yang saya peroleh disini, kebetulan juga saya emang kuliah di jurusan
PLB. Jadi ilmu dan pengalaman yang saya dapet disini ga sia-sia.
Disamping itu juga, gabung dan ikut kegiatannya bisa nambah banyak
xxvi
teman, bisa dibilang saya bisa memperluas link karena ikut gabung disini.
P Langkah apa yang dilakukan oleh Bravo For Disabilities untuk mengatasi
diskriminasi yang terjadi pada para penyandang disabilitas saat ini?
I Dengan cara audiensi dengan para pemerintah dan dengan
mensosialisasikan ke masyarakat umum tentang hak dan kewajiban dari
penyandang disabilitas.
P Bagaimana bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Bravo For Disabilities?
I Bentuk kegiatannya sih ada 2. Pendampingan dan pengujian akssibilitas.
Kalau pendampingan itu sih lbih kea rah membiasakan mereka dalam
melakukan kegiatannya sehari-hari. Kalau pengujian aksesibilitas itu
seperti aksi sosial. Tapi kegiatan ini bukanlah kegiatan aksi sosial yang
dilakukan dengan cara berorasi untuk menyuarakan tuntutannya, kgiatan
kami lebih kea rah menyinggung kebijakan pemerintah secara halus dan
tersirat. Terus juga kita lbih ngedepanin aksesibilitas fisik seperti
aksesibilitas sarana bangunan umum dan aksesibilitas sarana transportasi.
Kenapa kita ngedepanin aksesibilitas fisik itu karena aksesibilitas fisik itu
merupakan faktor penunjang dasar yang mndukung para penyandang
disabilitas beraktivitas.
xxvii
INFORMAN 5
Nama : Eva Rahma Sridamayanti
Usia : 21 Tahun
Profesi : Mahasiswa
Jabatan : Voluntir
Tempat : Taman Universitas Negeri Jakarta
Waktu : 16 November 2016
P = Penulis
I = Informan
P Bagaimana pandangan anda tentang keadaan penyandang disabilitas di
Indonesia?
I Penyandang disabilitas saat ini sih udah bisa dilihat keberadaannya, yang
artinya mereka udah mau terlibat di lingkungan masyarakat. Namun dalam
pemenuhan pelayanan untuk membuat pnyandang disabilitas menjadi
mandiri masih perlu ditingkatin lagi.
P Apa itu Bravo For Disabilities?
I Bravo itu sebuah komunitas yang bergerak dalam dunia disabilitas, bisa
juga dibilang bravo itu pemerhati disabilitas yang utamanya untuk
mewujudkan dunia tanpa diskriminasi.
P Mengapa tertarik bergabung dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan Bravo
For Disabilities?
I Miris banget lihat penyandang disabilitas dengan segala keterbatasannya,
ditambah lagi kondisi lingkungan yang ga berpihak dengan mereka. Ini
yang membuat hati saya tergerak untuk membantu mereka. Disini
xxviii
komunitas Bravo For Disabilities ini mewadahi saya untuk beraksi nyata
dalam dunia disabilitas. Entah itu berkontak langsung membantu disabilitas
ataupun mewujudkan kebutuhan-kebutuhan bagi penyandang disabilitas.
P Langkah apa yang dilakukan oleh Bravo For Disabilities untuk mengatasi
diskriminasi yang terjadi pada para penyandang disabilitas saat ini?
I Untuk mengatasi diskriminasi yang trjadi pada penyandang disabilitas
salah satunya dengan mengadakan sosialisasi dan mengadvokasi ke
pemerintah atau pihak yang terkait dalam mewudukan kemadirian
penyandang disabilitas dan juga hak-hak mereka.
P Bagaimana bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Bravo For Disabilities?
I Bentuk kegiatan kita itu semacam pendampingan dan pengujian
aksesibilitas. Kegiatan Bravo yang sering dijalanin itu pendampingan
penyandang disabilitas. Kalau pendampingan itu kita ngedampingin
penyandang disabilitanya. Kalau pengujian aksesibilitas itu kita melakukan
kunjungan ke tempat fasilitas umum, terus kita catet apa aja yang kita
temuin disana dan belum ada. Catatan ini yang kita jadiin sebagai data
untuk dilaporin ke pemda supaya bisa dijadiin pertimbangan bagi mereka
untuk membuat sarana dan prasarana ramah disabilitas.
xxix
INFORMAN 6
Nama : Ana Ainusi Salamah
Usia : 21 Tahun
Profesi : Mahasiswa
Jabatan : Voluntir
Tempat : Taman Universitas Negeri Jakarta
Waktu : 16 November 2016
P = Penulis
I = Informan
P Bagaimana pandangan anda tentang keadaan penyandang disabilitas di
Indonesia?
I Pandangan saya terhadap penyandang disabilitas itu melihat saat ini masih
banyak layanan-layanan yang masih belum bisa di akses oleh mereka
sehingga mereka belum bisa memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
Mandiri disini bisa dikatakan mencukupi kebutuhan sendiri sepeerti
berpergian dan lainnya. Masih minim banget sosialisasi terkait penyandang
disabilitas kepada masyarakat umum.
P Apa itu Bravo For Disabilities?
I Bravo merupakan komunitas yang bergerak untuk penyandang disabilitas
dimana kami memperjuangkan hak-hak disabilitas untuk mewujudkan
dunia tanpa diskriminasi.
P Mengapa tertarik bergabung dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan Bravo
For Disabilities?
I Dari komunitas Bravo For Disabilities, saya bisa dapet banyak link untuk
xxx
kedepan saya nantinya. Bisa dibilang juga, Bravo ini kan ibaratnya menjadi
sebagai wadah bagi setiap orang untuk bergerak membantu penyandang
disabilitas. Kalau saya sebagai seorang mahasiswa PLB, kegiatan-kegiatan
di Bravo seperti pendampingan itu emang sudah menjadi kebiasaan.
Karena emang saya kan basic-nya disitu. Jadi kegiatan pendampingan itu
seperti makanan sehari-hari, selalu saya jalani baik yang bersama
komunitas Bravo For Disabilities ataupun dari tawaran yang membutuhkan
tenaga pendamping.
P Langkah apa yang dilakukan oleh Bravo For Disabilities untuk mengatasi
diskriminasi yang terjadi pada para penyandang disabilitas saat ini?
I Sosialisasi langsung dan turun ke jalan bersama penyandang disabilitas dan
mengadvokasi pemerintah maupun masyarakat dalam mewujudkan hak-
hak penyandang disabilitas.
P Bagaimana bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Bravo For Disabilities?
I Bentuk kegiatan Bravo itu ada pendampingan sama pengujian aksesibilitas.
Kalau pendampingan itu salah satu contohnya wisata edukasi, kita ngajak
anak-anak penyandang disabilitas berwisata sambil belajar. Biasanya sih ke
museum. Kalau pengujian aksesibilitas itu kita blusukan ke jalan,
contohnya pengunjungan ke halte transjakarta, ke trotoar-trotoar Jakarta
yang masih belum menydiakan akses penyandang disabilitas atau yang
sudah ada akses penyandang disabilitas tapi disalahgunakan oleh
pedagang kaki lima dan pangkalan tukang ojek jadi agenda pengujian
aksesibilitas yang dijalanin komunitas Bravo.