THT Lapkas

17
BAB I PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan karsinoma yang tumbuh dari mukosa nasofaring dimana terdapat bukti adanya differensiasi epitel skuamosa baik secara mikroskopik atau struktural. 1,2 Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas THT di Indonesia. Karsinoma nasofaring termasuk dalam 5 besar tumor ganas dengan frekuensi tertinggi bersama dengan karsinoma serviks, karsinoma payudara, tumor getah bening dan tumor kulit. Didaerah kepala leher karsinoma yang paling sering dijumpai sekitar 60 % diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18 %, laring, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, dan hipofaring. 1,3,5 Secara global, pada tahun 2000 diperkirakan terdapat 65.000 kasus baru dan 38.000 kematian yang diakibatkan oleh kanker nasofaring. Sedangkan di Indonesia, frekuensi pasien hampir merata diseriap daerah. Data di RSUPN Dr. Cipto mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Makkasar 25 kasus, Palembang 25 kasus, dan 11 kasus di Padang dan Bukit tinggi. 1 Karsinoma nasofaring terjadi akibat gabungan dari faktor predisposisi genetik, faktor lingkungan, dan infeksi virus Ebstein – Barr (EBV). 4,6 1

description

lapkas

Transcript of THT Lapkas

Page 1: THT Lapkas

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring merupakan karsinoma yang tumbuh dari mukosa nasofaring

dimana terdapat bukti adanya differensiasi epitel skuamosa baik secara mikroskopik atau

struktural.1,2

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara

tumor ganas THT di Indonesia. Karsinoma nasofaring termasuk dalam 5 besar tumor ganas

dengan frekuensi tertinggi bersama dengan karsinoma serviks, karsinoma payudara, tumor getah

bening dan tumor kulit. Didaerah kepala leher karsinoma yang paling sering dijumpai sekitar 60

% diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18 %, laring, dan tumor ganas rongga mulut,

tonsil, dan hipofaring.1,3,5

Secara global, pada tahun 2000 diperkirakan terdapat 65.000 kasus baru dan 38.000

kematian yang diakibatkan oleh kanker nasofaring. Sedangkan di Indonesia, frekuensi pasien

hampir merata diseriap daerah. Data di RSUPN Dr. Cipto mangunkusumo Jakarta saja

ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus,

Makkasar 25 kasus, Palembang 25 kasus, dan 11 kasus di Padang dan Bukit tinggi.1

Karsinoma nasofaring terjadi akibat gabungan dari faktor predisposisi genetik, faktor

lingkungan, dan infeksi virus Ebstein – Barr (EBV).4,6

Genetik menunjukkan hubungan yang linear pada kelemahan gen HLA dengan

peningkatan resiko terjadinya karsinoma nasofaring.konsumsi makanan yang mengandung

nitrosamine, misalnya : ikan asin, paparan formaldehida, merokok, alkohol meningkatan resiko

terjadinya karsinoma nasofaring.6,7

Manifestasi klinis yang ditimbulkan pada karsinoma nasofaring adalah adanya massa di

leher, epistaksis, obstruksi nasal, perubahan dari kualitas suara, nyeri, otalgia, diplopia,

penurunan kesadaran, dan neuropati kranial. Pada pasien juga biasa ditemukan adanya otitis

1

Page 2: THT Lapkas

media serosa akibat adanya obstruksi tuba eustacius. Sedangkan diagnosis pasti diperoleh dengan

pemeriksaan histologis dan sitologis melalui biopsy nasofaring.1,3,4

Terapi karsinoma nasofaring sendiri dapat dibagi menjadi terapi spesifik dan suportif.

Terapi spesifik ditujukkan uuntuk karsinoma nasofaring sendiri, sedangkan terapi suportif

ditujukan untuk efek yang ditimbulkan oleh karsinoma nasofaring, atau terapi yang dilakukan

pada karsinoma nasofaring. Radioterapi sendiri merupakan pengobatan primer pada karsinoma

nasofaring, sedangkan pengobatan tambahan dapat diberikan kemoterapi, diseksi leher radikal

dan nasofaringektomi jika masih ada sisa kelenjar pasca radioterapi.3,4,5

Tidak seperti keganasan kepala leher yang lainnya, karsinoma nasofaring mempunyai

resiko terjadinya rekurensi. Kekambuhan tersering terjadi kurang dari 5 tahun, 5 -15 %

kekambuhan sering terjadi antara 5-10 tahun, sehingga pasien.perlu perawatan selama 10 tahun.

Prognosis sendiri tergantung dari stadium dari kanker, host ( makin muda, dan berjenis kelamain

wanita memiliki prognosis yang lebih baik ), dan tatalaksana yang baik.1,2

2

Page 3: THT Lapkas

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Tn. A. L

Umur : 47 tahun

Pekerjaan : PNS

Agama : Kristen Protestan

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Kakas Jaga 3

MRS : 13 April 2012

ANAMNESIS

Keluhan utama:

Benjolan di leher kiri

Riwayat penyakit sekarang:

Benjolan di leher di bawah telinga kiri, muncul sejak ± 2 tahun yang lalu. Awalnya benjolan

hanya sebesar kelereng kemudian muncul lagi benjolan lainnya dengan ukuran yang sama.

Benjolan semakin membesar ± 1 tahun terakhir. Sekarang benjolan berukuran sekitar satu

kepalan tangan, terasa kenyal, permukaannya berbenjol-benjol, dan nyeri yang dirasakan

menghebat sejak ± 3 bulan terakhir.

Penderita juga mengeluhkan suara parau ± 1 bulan terakhir.

Penderita tidak merasakan adanya penurunan pendengaran. Keluhan sering mimisan, ingus

bercampur darah, dan melihat ganda disangkal.

Riwayat penyakit dahulu:

Penderita belum pernah menderita keluhan yang sama seperti ini sebelumnya. Tidak ada

riwayat keluar cairan dari dalam telinga kiri maupun kanan.

Riwayat penyakit keluarga/sosial:

Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga

3

Page 4: THT Lapkas

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tensi : 110/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 37,7 C⁰

Status Lokalis

Pemeriksaan telinga

No. Pemeriksaan

Telinga

Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri

tarik aurikula (-)

Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri

tarik aurikula (-)

3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-), otorhea

(-)

Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-), otorhea

(-)

4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-),cone of light (+)

Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), edema (-),

perforasi (-),cone of light (+)

4

Page 5: THT Lapkas

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Bentuk (normal), hiperemi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Rinoskopi anterior

Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)

Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa pucat

(-), hiperemia (-)

Bentuk (normal), mukosa pucat

(-), hiperemia (-)

Meatus nasi media Mukosa hiperemis, sekret (-,

bening ketal), massa berwarna

putih mengkilat (-).

Mukosa hiperemis, sekret (-),

massa berwara putih mengkilat

(-).

Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi (-) Edema (-), mukosa hiperemi (-)

Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus

(-)

Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus

(-)

5

Page 6: THT Lapkas

Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

Geligi

Sulit dievaluasi karena pasien sulit untuk membuka mulut (1 jari).

Lidah

Uvula

Palatum mole

Faring

Tonsila palatine

Fossa Tonsillaris dan

Arkus Faringeus

Pemeriksaan leher

Ditemukan massa pada colli sinistra, dengan karakteristik:

Ukuran: sinistra ± 5 x 3 cm;

Batas: tegas

Mobilisasi: immobile terhadap jaringan di bawah dan sekitarnya

Permukaan: licin, tidak rata

Nyeri tekan: -

Keterbatasan gerak leher: +

DIAGNOSIS

Suspect Karsinoma nasofaring

DIAGNOSIS BANDING

Limfoma

6

Page 7: THT Lapkas

RENCANA TERAPI (sementara/simtomatik)

Medikamentosa

- IVFD RL : D5 = 2:1

- Cefadroxil 3 x 500mg

- Tramadol Inj amp 3 x 1

PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIUSULKAN

Pemeriksaan Radiologi :

- Ro Torax PA

- CT-Scan daerah kepala dan leher (terutama nasofaring)

Pemeriksaan Histo/PA :

- FNAB

PROGNOSIS

Dubia et malam

Follow up pasien

Hasil Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (13 April 2012)

Leukosit : 9100 mm3

Eritrosit : 4,71 x 106 mm3

Hb : 13,3 g/dlHematocrit : 41,2%Trombosit : 333.000 mm3

Kreatinin : 1,1 mg/dlUreum : 25 mg/dlNatrium : 129 meq/lKalium : 4,7 meq/lClorida : 105 meq/l

EKG (16 April 2012)

Axis RAD

Endoskopi (20 April 2012)

Suspect Karsinoma nasofaring

7

Page 8: THT Lapkas

Follow up harian

14/04/2012 S: massa di leher kiri (+), Nyeri (+)O: T: 110/80mmHg N: 92x/m R: 20x/m Sb: 37,7C T: serumen (+) H: concha dbn T: T1 – T1

Leher: massa (+)A: TNF

P: - IVFD RL : D5 = 2:1- Cefadroxil 3 x 500mg- Tramadol Inj amp 3 x 1

15-19/04/12 S: massa di leher kiri (+), Nyeri (+)O: T: 120/80mmHg N: 88x/m R: 24x/m Sb: 37,4C T: serumen (+) H: concha dbn T: T1 – T1

Leher: massa (+)A: TNF

P: - IVFD RL : D5 = 2:1- Ceftriaxone 2x1 gr IV- Tramadol Inj amp 3 x 1- Ranitidin 2x1 inj amp

21-22/04/12 S: massa di leher kiri (+), Nyeri (+)O: T: 110/80mmHg N: 84x/m R: 28x/m Sb: 36C T: MAE serumen (+) H: concha dbn T: T1 – T1

Leher: massa (+)A: TNF

P: - IVFD RL : D5 = 2:1- Ceftriaxone 2x1 gr IV- Tramadol Inj amp

3 x 1(k/p)- Ranitidin 2x1 inj amp

23/04/2012 S: minta pulang paksa massa di leher kiri (+), Nyeri (+)O: T: 110/80mmHg N: 84x/m R: 24x/m Sb: 36C T: MAE serumen (+) H: concha dbn T: T1 – T1

Leher: massa (+)A: TNF

P: - Ganti oral- Cefadroxil 500mg 2x1

caps - Tramadol tab 3x1 - Ranitidin 2x1 tab- Neurodex 2x1 tab

8

Page 9: THT Lapkas

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Pada anamnesis didapatkan adanya benjolan di leher sebelah kiri yang dirasakan sejak ± 2 tahun

yang lalu. Awalnya benjolan hanya sebesar kelereng, lama kelamaan muncul benjolan yang lain

dan kemudian mulai membesar sejak ± 1 tahun terakhir. Penderita merasa nyeri pada benjolan,

dan mulai menghebat sejak ± 3 bulan terakhir. Penderita juga mengeluhkan suara parau. Keluhan

seperti penurunan pendengaran, mimisan, nyeri menelan, dan penglihatan ganda disangkal oleh

penderita.

Manifestasi klinis yang ditimbulkan pada karsinoma nasofaring adalah adanya massa di leher,

epistaksis, obstruksi nasal, perubahan dari kualitas suara, nyeri, otalgia. Pada tingkat lanjut dapat

terjadi diplopia, penurunan kesadaran, dan neuropati cranial, bisa juga ditemukan adanya otitis

media serosa. Pada kasus ini didapatkan adanya massa di leher disertai nyeri pada massa

tersebut, dan adanya perubahan dari kualitas suara berupa suara parau. Sedangkan keluhan yang

lainnya disangkal oleh penderita.

Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan lain selain adanya massa pada regio colli

sinistra dengan ukuran ± 5 x 3 cm, batas tegas, immobile terhadap jaringan sekitarnya,

permukaannya licin dan tidak rata, tidak ada nyeri tekan dan terdapat keterbatasan pada gerakan

leher.

Berdasarkan literatur, pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya masa pada leher akibat adanya

metastase karsinoma pada leher. Epistaksis oleh karena sumbatan hidung, oleh karena itu untuk

nasofaring sendiri perlu diperiksa dengan cermat dengan memakai nasofaringoskop, karena

sering gejala belum ada sedangkan tumor sudah tumbuh atau tumor belum tampak karena masih

terdapat dibawah mukosa (creeping tumor). Selain itu pada pemeriksaan telinga dapat ditemukan

9

Page 10: THT Lapkas

adanya otitis media akibat tersubatnya tuba eustachius. Pada pemeriksaan neurologi dapat

ditemukan paresis nervus cranial sebagai gejala lanjut pada karsinoma nasofaring.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan melingkupi pemeriksaan hematologi rutin, EKG dan

endoskopi. Pada pemeriksaan hematologi rutin tidak ditemukan adanya kelainan. Pada

pemeriksaan EKG didapatkan hasil berupa Axis RAD. Dan pada pemeriksaan endoskopi

ditemukan adanya suspek Karsinoma Nasofaring.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan CT-scan daerah kepala dan leher sehingga pada tumor

primer yang tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan. Diagnosis pasti ditegakkan

dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung

dan dari mulut. Pada kasus ini seharusnya dilakukan pemeriksaan biopsi sebagai gold standard

sebagai penentuan diagnosis dan arah terapi.

Pada penderita ini diberikan terapi suportif, seperti antibiotik dan analgesik. Berdasarkan

literature, terapi kasinoma nasofaring dapat dibagi menjadi terapi spesifik dan suportif. Terapi

spesifik ditujukan untuk karsinoma nasofaring sendiri, sedangkan terapi suportif ditujukkan

untuk efek yang ditimbulkan oleh karsinoma nasofaring. Pengobatan spesifik berupa radioterapi

tidak dilakukan karena tidak tersedia sarana radioterapi di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou.

Pada kasus ini di diagnosis banding dengan limfoma. Pada limfoma massa biasanya bilateral,

sedangkan pada pasien ini massanya unilateral. Hal ini juga diperkuat dengan adanya hasil

pemeriksaan penunjang berupa endoskopi yang hasilnya cenderung mengarah ke karsinoma

nasofaring.

Prognosis pada kasus ini adalah dubia et malam. Karena pada kasus ini ditemukan adanya massa

di leher yang menunjukkan sudah terjadinya metastasis pada leher. Selain itu, penderita berjenis

kelamin laki-laki dan berusia diatas 40 tahun, hal ini berbanding terbalik dengan literature yang

menunjukkan makin muda (> 40 tahun) dan berjenis kelamin perempuan memiliki prognosis

yang lebih baik. Tata laksana yang bersifat suportif dan tidak tersedia tata laksana yang bersifat

primer, makin memperburuk prognosis pada pasien ini.

10

Page 11: THT Lapkas

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Pada pemeriksaan penunjang berupa endoskopi didapatkan hasil yang mengarah kepada

karsinoma nasofaring, sehingga direncanakan untuk diberikan terapi suportif dan terapi spesifik.

Pada pasien ini hanya diberikan terapi suportif karena belum dilakukan biopsi jaringan dan

belum tersedianya sarana terapi spesifik berupa radioterapi.

SARAN

Seharusnya dilakukan pemeriksaan CT scan kepala dan leher sebagai screening awal karsinoma

nasofaring. Pada pasien ini juga perlu dilakukan edukasi dengan baik sehingga pasien tidak

memilih untuk pulang secara paksa dan dapat mengikuti terapi yang direncanakan.

11