THL Ade Surya Wibowo Fikosianin 12.70.0011 B UNIKA SOEGITJAPRANATA
-
Upload
reed-jones -
Category
Documents
-
view
34 -
download
9
description
Transcript of THL Ade Surya Wibowo Fikosianin 12.70.0011 B UNIKA SOEGITJAPRANATA
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan fikosianin dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Fikosianin
KelBerat
biomassa kering (g)
Jumlah aquades yang ditambah
(ml)
Total filtrat yang diperoleh
(ml)OD 615 OD 652
KF (mg/ml)
Yield (mg/g)
Warna
Sebelum Sesudah
B1 8 100 50 0.0720 0.0258 0.011 0.069 + +B2 8 100 50 0.0726 0.0256 0.011 0.069 ++ +B3 8 100 50 0.0726 0.0255 0.011 0.069 +++ +B4 8 100 50 0.0726 0.0255 0.011 0.069 +++ +B5 8 100 50 0.0726 0.0255 0.011 0.069 ++ +B6 8 100 50 0.0726 0.0253 0.011 0.069 + +
Keterangan :KF = Konsentrasi fikosianinOD 615 = Nilai absorbansi dengan panjang gelombang 615 nm OD 652 = Nilai absorbansi dengan panjang gelombang 652 nm
Warna:+ : Biru muda++ : Biru tua+++ : Biru sangat tua
Pada tabel 1, dapat diketahui bahwa berat biomassa Spirulina yang digunakan untuk pembuatan fikosianin adalah 8 gram, dimana jumlah
akuades yang ditambahkan dalam proses pembuatan fikosianin tersebut adalah 100 ml dengan total filtrat yang diperoleh sebesar 50 ml.
Berdasarkan percobaan ini, nilai absorbansi dari fikosianin diukur dengan menggunakan panjang gelombang sebesar 615 nm dan 652 nm.
1
2
Nilai absorbansi sama pada panjang gelombang 615 nm adalah pada kelompok B2 sampai B6, yaitu 0,0726. Sedangkan nilai absorbansi
terendah pada panjang gelombang 615 nm dihasilkan oleh kelompok B1, yaitu 0,0720. Di sisi lain, nilai absorbansi dengan panjang
gelombang 652 nm mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai absorbansi dengan panjang gelombang 615 nm. Pada panjang
gelombang 652 nm, dihasilkan nilai absorbansi terbesar oleh kelompok B1, yaitu 0,0258, sedangkan nilai absorbansi terendah dihasilkan
oleh kelompok B6, yaitu 0,0253. Konsentrasi fikosianin yang dihasilkan adalah 0,011 mg/ml untuk semua kelompok, dan yield yang
dihasilkan adalah sebesar 0,069 mg/g. Secara keseluruhan, warna fikosianin yang dihasilkan sesudah dikeringkan adalah berwarna biru
muda.
2. PEMBAHASAN
Mikroalga laut merupakan salah satu biota laut yang memiliki potensi menghasilkan
berbagai senyawa aktif untuk bidang pangan. Senyawa-senyawa tersebut misalnya
pigmen, asam lemak, klorofil, dan faktor pertumbuhan, serta klrorofil lain. Potensi
tersebut bermafaat untuk berbagai aspek seperti pangan, biodisel, farmasi, kosmetik,
kemasan, dan lain-lain. Hal tersebut diungkapkan oleh Sutomo (2005). Metting dan
Pyne (1986) mengungkapkan bahwa mikroalga merupakan produsen alami dari
ekosistem perairan yang dapat menghasilkan energi. Selain itu, mikroalga juga dapat
menghasilkan metabolit yang sangat bermanfaat, sehingga keberadaannya sebagai
organisme hidup yang berukuran mikroskopis sudah mulai banyak dikaji. Pemanfaatan
mikroalga pada saat ini sudah cukup berkembang, selain sebagai pakan alami dan
makanan sehat, mikroalga juga memiliki potensi yang dapat menghasilkan komponen
bioaktif untuk bahan farmasi, kedokteran, industri pangan dan sebagainya.
Spirulina merupakan mikroalga yang dapat menghasilkan pigmen fikosianin berwarna
biru yang dapat larut dalam pelarut polar seperti air. Pigmen fikosianin berpotensi
digunakan sebagai pewarna alami dan telah lama dilakukan. Menurut Richmond (1988),
jumlah pigmen fikosianin dalam alga hijau biru dapat mencapai lebih dari 20% berat
kering alga. Pengembangan produk berbahan dasar pigmen fikobiliprotein ini banyak
diaplikasikan pada permen karet, ice sherberts, popsicles, permen, minuman ringan,
dairy product, dan wasabi. Fikosianin termasuk kelompok pigmen yang terikat pada
protein (biliprotein). Selain berpotensi sebagai bahan pewarna alami, fikosianin juga
dapat berperan sebagai anti radang. Fikosianin memiliki sifat seperti pigmen pada
umumnya, yaitu dapat mengalami kerusakan pada suhu tinggi. Larutan fikosianin dapat
mengalami pemudaran warna hingga 30% setelah penyimpanan selama 5 hari dan
menjadi bening setelah 15 hari pada suhu 350C sehingga perlu adanya suatu perlakuan
khusus agar pigmen fikosianin dapat disimpan dalam waktu lama. Sebagai golongan
biliprotein, fikosianin mampu menghambat pembentukan koloni kanker. Hal tersebut
diungkapkan oleh Ó Carra & Ó heocha (1976).
3
4
Menurut Colla (2005), spirulina platensis juga dapat dijadikan sebagai sumber makanan
karena memiliki nilai gizi dan dapat juga berfungsi sebagai obat. Spirulina platensis
merupakan salah satu jenis cyanobacterium yang biasanya membentuk populasi besar
dalam air yang kaya akan karbonat dan pH basa hingga 11. Spirulina juga merupakan
sumber dari protein sel tunggal (SPC). Spirulina bernilai gizi tinggi karena mengandung
komponen nutrisi penting seperti provitamin, mineral, protein dan lemak tidak jenuh,
serta asam amino esensial seperti asam gamma-linolenat. Spirulina juga mengandung
senyawa antioksidan fenolat. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Hanaa et al (2004).
Kondisi pertumbuhan spirulina banyak diteliti untuk mengoptimalkan produksi dan
nutrisi yang diinginkan seperti asam gamma-linolenat dan fikosianin. Menurut jurnal
U.K Chauhan 2010, yang berjudul Effect of different conditions on the production of
chlorophyll by Spirulina platensis mengatakan bahwa spirulina platensis memiliki nilai
gizi yang tinggi karena mengandung protein, vitamin, asam amino essensial, dan asam
lemak. Jenis mikroalga ini sebagai sumber alternative protein untuk keperluan makanan.
Dan dapat diketahui dari hasil penelitian bahwa suhu yang sangat optimal bagi spirulina
platentis ini menghasilkan klorofil adalah pada suhu 28oC. Hal ini juga didukung oleh
Luciani M.C. et al 2007, dengan jurnalnya yang berjudul Production of biomass and
nutraceutical compounds by Spirulina platensis under diVerent temperature and
nitrogen regimes mengatakan bahwa suhu sangat berpengaruh penting pada produksi
biomassa, protein lipid dan fenolat untuk spirulina platentis. Yang mana hasil penelitian
menunjukan pada suhu 35oC memiliki efek negative pada produksi bimassa nya namun
memberikan efek positif terhadap produksi protein, fenolat. Spirulina jenis lain menurut
jurnal Jai P.P. 2010, yang berjudul Optimization of Biomass Production of Spirulina
maxima mengatakan bahawa spirulina jenis lain adalah spirulina maxima yang memiliki
gizi yang tak kalah dengan spirulina platentis yaitu bahwa ia memiliki nilai gizi yang
tinggi karena isinya dari berbagai nutrisi penting, seperti provitamin, mineral, protein
dan lemak tak jenuh ganda asam seperti asam gamma-linolenat 3.
Berdasarkan teori dari Richmond (1988), spirulina merupakan organisme yang
termasuk kelompok alga hijau biru dan bentuknya berupa multiseluler. Spirulina
memiliki tubuh berupa filament berwarna hijau-biru yang berbentuk silinder dan tidak
bercabang. Ukuran spirulina 100 kali lebih besar dibandingkan dengan sel darah
5
manusia. Spirulina tumbuh di perairan danau yang bersifat alkali dan suhu hangat atau
kolam dangkal di wilayah tropis. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Tietze (2004). Menurut Richmond (1988), spirulina kaya akan protein, hingga 50-70%
dari berat keringnya. Spirulina mempunyai membran sel yang tipis dan lembut sehingga
mudah dicerna serta tidak membutuhkan proses pengolahan khusus. Spirulina secara
alami memiliki kolesterol, kalori, lemak, dan sodium yang rendah. Spirulina
mengandung sembilan vitamin penting dan empat belas mineral yang terikat dengan
asam amino. Hal tersebut memudahkan dan mempercepat proses asimilasi dengan
tubuh. Spirulina juga mengandung 4-7% lipid atau lemak dan sebagian besar dalam
bentuk asam lemak esensial. Setiap 10 gram Spirulina mengandung 225 mg asam lemak
esensial dalam bentuk linoleat dan gamma linolenic acid (GLA). Hal tersebut sesuai
dengan teori dari Henrikson (2009).
TBT merupakan salah satu senyawa organotin yang digunakan sebagai active biocide
dan stabilizer plastik. Senyawa ini termasuk senyawa kimia berbahaya yang terkandung
di dalam air di daerah pantai dan muara dalam jumlah besar. Senyawa ini sering
dijumpai dalam keadaan terakumulasi pada biota aquatik, termasuk phytoplankton
(mikroalga) yang merupakan produsen utama dan berperan sebagai pendaur ulang
nutrien dalam ekosistem laut. Hal ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan
biomagnifikasi pada ekosistem laut. Mikroalga sangat sensitif terhadap senyawa kimia
beracun, walaupun dalam dosis rendah. Beberapa contoh mikroalga tersebut antara lain
adalah Tetraselmis tetrathele, Nannochloropsis oculata, dan Dunaliella sp., dimana
ketiganya ditekankan pada kandungan klorofil a dan b-nya. Pada penelitian yang
dilakukan, dijelaskan bahwa kandungan klorofil a dan b pada Tetraselmis tetrathele
lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol sampel yang dilakukan. Sedangkan pada
Nannochloropsis oculata dan Dunaliella sp., kandungan klorofil a dan b lebih tinggi
pada konsentrasi TBT yang paling rendah. Semakin tinggi konsentrasi TBT, maka
kandungan klorofilnya semakin rendah. Nannochloropsis oculata memiliki sensitivitas
paling tinggi terhadap TBT. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Rumampuk et al
(2004).
6
Romay et al (1998) mengatakan bahwa struktur fikosianin mengandung rantai
tetraphyrroles terbuka yang memiliki kemampuan untuk menangkap radikal oksigen.
Fikosianin merupakan salah satu dari tiga pigmen (klorofil dan karotenoid) yang
mampu menangkap radiasi sinar matahari paling efisien. Fikosianin merupakan
kompleks pigmen-protein yang saling berhubungan dan terlibat dalam pemanenan
cahaya dan energi transduksi.
Warna merupakan salah satu indikator mutu yang sangat penting pada produk pangan.
Hal ini dikarenakan warna akan mempengaruhi penampilan dari produk pangan tersebut
dimana penampilan dari produk merupakan salah satu faktor yang digunakan oleh
konsumen untuk menentukan pembelian sebuah produk pangan disamping faktor-faktor
penting lainnya seperti rasa, kesegaran, nilai gizi, kebersihan dan harga produk tersebut.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan produk dengan penampilan yang menarik, industri
pangan biasanya menggunakan zat pewarna baik alami maupun sintetis untuk
menghasilkan warna produk pangan yang diinginkan. Zat warna sintesis lebih sering
digunakan oleh industri pangan jika dibandingan dengan zat warna alami. Hal tersebut
dikarenakan harganya lebih murah, mudah didapat, beraneka ragam, bersifat stabil dan
tahan lama. Namun, karena dewasa ini keamanan pangan sudah lebih diperhatikan,
maka dari itu keamanan dari penggunaan zat warna sintetis pun juga mulai banyak
dipertanyakan. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Steinkraus (1983).
Zat warna alami umumnya dapat didapatkan dari pigmen yang dihasilkan oleh berbagai
tanaman seperti misalnya kunyit, wortel, pacar cina, coklat, berbagai hewan serta
beberapa mikroorganisme. Pembatasan penggunaan pewarna makanan sebenarnya telah
diatur oleh pemerintah, namun banyak produsen produk pangan yang menggunakan
bahan pewarna terlarang dan berbahaya bagi kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan teori
dari Syah et al. (2005).
Spirulina mengandung berbagai komponen yang bermanfaat dalam bidang industri
pangan, salah satunya mengandung pigmen. Metode ekstraksi pigmen secara tradisional
memiliki kelemahan seperti membutuhkan waktu yang lama dan jumlah pelarut yang
besar dengan hasil yang sedikit. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mendapatkan ekstrak maksimum dengan bantuan ultrasound. Menurut Duangsee
7
et al (2009), spirulina mempunyai membran tilakoid yang pada bagian dalamnya
terdapat struktur granula yang merupakan fikobilisom yang terdiri dari fikobiliprotein.
Fikobiliprotein ini memiliki fungsi untuk menyerap cahaya sehingga dapat melindungi
pigmen fotosintesis dari oksidasi cahaya dengan intensitas yang tinggi. Cahaya yang
diserap oleh fikosianin tersebut kemudian akan ditransfer kepada allofikosianin untuk
kemudian diteruskan menuju letak pusat reaksi, yaitu klorofil a yang terletak pada
membran tilakoid. Klorofil a merupakan pigmen fotosintesis yang dimiliki oleh
spirulina yang letaknya terdapat pada membran tilakoid pada kromoplas. Hal tersebut
sesuai dengan teori dari Diharmi (2001). Richmond (1988) menambahkan bahwa
pigmen yang dimiliki oleh spirulina digolongkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu
klorofil a sebesar 1,7% dari berat selnya, karotenoid dan xantofil sebesar 0,5% berat
selnya, serta fikobiliprotein yang terdiri dari 20% protein seluler yang notabene
merupakan pigmen dominan pada spirulina. Hal tersebut sesuai dengan teori dari
Richmond (1988).
Spirulina biasanya menghasilkan pigmen fikosianin dengan cepat serta memiliki sistem
pemanenan yang relatif mudah. Spirulina hanya dapat hidup pada lingkungan dengan
suasana yang sangat basa, yaitu sekitar pH 8 hingga 11, serta memiliki kandungan
senyawa karbonat-bikarbonat yang tinggi. Spirulina juga memerlukan cahaya dan CO2
untuk berfotosintesis pada lingkungannya. Hasil fotosintesisnya tetap sama dengan
tumbuhan-tumbuhan lainnya yaitu berupa oksigen yang mengakibatkan
meningkatkannya kandungan oksigen pada medium pertumbuhan spirulina tersebut.
Pada pertumbuhan dan kondisi lingkungan yang sesuai, biomassa kering spirulina yang
dihasilkan dapat mencapai 60 hingga 70 ton/hektar kolam. Hal tersebut sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Tri Panji et al. (1996).
Pada pembuatan fikosianin, mula-mula biomasa Spirulina sebanyak 8 gram dimasukkan
ke dalam erlenmeyer. Setelah itu, dilarutkan dengan aqua destilata dengan perbandingan
2 : 25. Menurut Syah et al. (2005), akuades merupakan pelarut polar yang digunakan
untuk melarutkan fikosianin pada spirulina karena pigmen fikosianin tersebut hanya
dapat larut pada pelarut polar seperti air (aquades). Kemudian, dilakukan pengadukan
dengan menggunakan stirrer selama kurang lebih 2 jam. Proses pengadukan tersebut
8
bertujuan untuk menghomogenkan spirulina dengan akuades yang ditambahkan
sehingga akan memaksimalkan proses ekstraksi pigmen fikosianin yang sedang terjadi
saat itu juga. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Silveira et al. (2007).
Selanjutnya, disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit hingga
diperoleh endapan dan supernatan (cairan berisi fikosianin). Sentrifugasi itu sendiri
bertujuan untuk memisahkan fikosianin dari spirulina. Silveira et al. (2007) mengatakan
bahwa proses sentrifugasi juga berfungsi untuk memisahkan padatan dan cairan
fikosianin yang terekstrak tersebut sehingga pada proses pengukuran absorbansinya
tidak terganggu dan mendapatkan hasil yang tepat.
Supernatan yang dihasilkan tersebut diukur nilai absorbansinya dengan panjang
gelombang 615 nm dan 652 nm. Menurut Prabuthas et al (2011), kemurnian fikosianin
dievaluasi berdasarkan rasio absorbansi. Jenis fikosianin-c merupakan yang utama
dalam fikobilin-protein pada spirulina. Terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi ekstraksi fikosianin seperti gangguan seluler, metode ekstraksi yang
dilakukan, jenis pelarut yang digunakan dan waktu berlangsungnya proses ekstraksi.
Achmadi et al. (2002) menambahkan bahwa pengukuran absorbansi digunakan untuk
mengetahui seberapa kelarutan fikosianin pada larutan tersebut. Selanjutnya, nilai
konsentrasi fikosianin dan yield-nya dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Setelah itu, supernatan sebanyak 8 ml ditambahkan dengan dekstrin dimana
perbandingan antara supernatan dan dekstrin adalah 1 : 1,25. Penambahan dekstrin
bertujuan untuk meningkatkan rendemen produk akhir. Menurut Ribut &
Kumalaningsih (2004), dekstrin termasuk dalam golongan karbohidrat dengan berat
molekul tinggi yang merupakan modifikasi pati dan asam. Dekstrin mudah larut dalam
air, lebih cepat terdispersi, tidak kental serta lebih stabil dari pati. Dekstrin dapat
berperan sebagai pembawa bahan pangan yang aktif seperti bahan flavor dan pewarna
karena bersifat mudah larut air dan sebagai bahan pengisi (filler) karena dapat
meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk. Selanjutnya setelah tercampur secara
merata, kemudian dituangkan ke dalam wadah yang dapat digunakan sebagai alas untuk
proses pengeringan. Lalu, dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 45oC hingga kering,
9
dimana kurang lebih mencapai kadar air sekitar 7%. Hal tersebut sesuai dengan teori
dari Desmorieux & Dacaen (2006) yang mengatakan bahwa apabila suhu pengeringan
fikosianin yang digunakan di atas 60oC, maka hal tersebut akan mengakibatkan
degradasi fikosianin dan munculnya reaksi maillard. Maka dari itu, suhu yang
digunakan pada pengeringan ini adalah 45oC. Proses pengeringan ini bertujuan untuk
mengurangi air bebas yang dapat digunakan oleh bakteri untuk merusak pigmen
fikosianin. Setelah dikeringkan, proses selanjutnya adalah dilakukan penumbukan
hingga berbentuk powder apabila membentuk adonan kering yang gempal.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, nilai absorbansi dari fikosianin diukur dengan
menggunakan panjang gelombang sebesar 615 nm dan 652 nm. Nilai absorbansi sama
pada panjang gelombang 615 nm adalah pada kelompok B2 sampai B6, yaitu 0,0726.
Sedangkan nilai absorbansi terendah pada panjang gelombang 615 nm dihasilkan oleh
kelompok B1, yaitu 0,0720. Di sisi lain, nilai absorbansi dengan panjang gelombang
652 nm mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai absorbansi dengan panjang
gelombang 615 nm. Pada panjang gelombang 652 nm, dihasilkan nilai absorbansi
terbesar oleh kelompok B1, yaitu 0,0258, sedangkan nilai absorbansi terendah
dihasilkan oleh kelompok B6, yaitu 0,0253. Konsentrasi fikosianin yang dihasilkan
adalah 0,011 mg/ml untuk semua kelompok, dan yield yang dihasilkan adalah sebesar
0,069 mg/g. Secara keseluruhan, warna fikosianin yang dihasilkan sesudah dikeringkan
adalah berwarna biru muda. Menurut Fox (1991), nilai OD atau absorbansi dipengaruhi
oleh konsentrasi dan kejernihan larutan. Berdasarkan teori tersebut dapat dilihat bahwa
terdapat korelasi antara turbidity dan OD yang didapat, dimana semakin keruh suatu
larutan maka nilai OD yang didapatkan akan semakin tinggi pula. Selain itu,
berdasarkan percobaan dihasilkan konsentrasi fikosianin sebesar 0,011 mg/ml untuk
semua kelompok, dan yield yang dihasilkan adalah sebesar 0,069 mg/g. Yield yang
dihasilkan dari percobaan ini berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin yang
dihasilkan, dimana semakin tinggi konsentrasi fikosianin yang dihasilkan maka yield
yang dihasilkan juga akan semakin tinggi pula, begitu juga sebaliknya. Secara
keseluruhan, warna fikosianin yang dihasilkan sesudah dikeringkan adalah berwarna
lebih biru muda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mishra et al., (2008) yang
10
mengatakan warna fikosianin akan memudar sebesar 30% selama penyimpanan dan
kemudian berubah bening setelah 15 hari pada suhu 35oC.
Jurnal K. Masthan et al 2011, yang berjudul BENEFICIAL EFFECTS OF BLUE
GREEN ALGAE SPIRULINA AND YEAST SACCHAROMYCES CEREVISIAE ON
COCOON QUANTITATIVE PARAMETERS OF SILKWORM BOMBYX MORI L
membahas tentang efek dari spirulina dan ragi diaplikasikan bersama-sama pada ulat
larva. Diketemukan bahwa didalam spirulina terdapat vitamin B2, B6, dan C. Penelitian
merekomendasikan konsentrasi spirulina dan ragi sebesar 300ppm sebagai pakan untuk
ulat karena paling efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ulat. Namun bila ragi dan
spirulina tersebut dibandingkan maka gangang spirulina lah yang memberikan hasil
yang lebih baik. Jurnal Katarzyna C. (2007), yang berjudul Bioaccumulation of Cr(III)
ions by Blue-Green alga Spirulina sp. Part I. A Comparison with Biosorption
menemukan bahwa spirulina memberikan efek yang signifikan pada penerapan dalam
pengolahan air limbah serta dapat diterapkan pada suplemen pakan biologis mineral
yang baik.
3. KESIMPULAN
Spirulina merupakan mikroalga yang dapat menghasilkan pigmen fikosianin
berwarna biru yang dapat larut dalam pelarut polar seperti air.
Spirulina secara alami memiliki kolesterol, kalori, lemak, dan sodium yang
rendah.
Spirulina hanya dapat hidup pada lingkungan dengan suasana yang sangat basa,
yaitu sekitar pH 8 hingga 11, serta memiliki kandungan senyawa karbonat-
bikarbonat yang tinggi.
Fikosianin dapat mengalami kerusakan pada suhu yang tinggi.
Proses pengadukan bertujuan untuk menghomogenkan spirulina dengan akuades
yang ditambahkan sehingga akan memaksimalkan proses ekstraksi pigmen
fikosianin.
Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan fikosianin dari spirulina.
Dekstrin dapat berperan sebagai pembawa bahan pangan yang aktif seperti
bahan flavor dan pewarna karena bersifat mudah larut air dan sebagai bahan
pengisi (filler) karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk.
Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi air bebas yang dapat digunakan
oleh bakteri untuk merusak pigmen fikosianin.
Nilai absorbansi dengan panjang gelombang 652 nm mengalami penurunan
dibandingkan dengan nilai absorbansi dengan panjang gelombang 615 nm.
Nilai OD atau absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan.
Semakin keruh suatu larutan maka nilai OD yang didapatkan akan semakin
tinggi pula.
Konsentrasi fikosianin yang dihasilkan oleh semua kelompok adalah sebesar
0,011 mg/ml, dan yield yang diperoleh adalah sebesar 0,069 mg/g.
Semakin tinggi konsentrasi fikosianin yang dihasilkan maka yield yang
dihasilkan juga akan semakin tinggi pula, begitu juga sebaliknya.
Secara keseluruhan, warna fikosianin yang dihasilkan sesudah dikeringkan
adalah berwarna lebih biru muda.
11
12
Semarang, 6 Oktober 2014 Asisten Dosen:- Agita Mustikahandini
Ade Surya Wibowo 12.70.0011
4. DAFTAR PUSTAKA
Achmadi SS, Jayadi, Tri-Panji.(2002). Produksi pigmen oleh Spirulina platensis yang ditumbuhkan pada media limbah lateks pekat.Hayati. 9(3):80-84.
Colla, L. M et al. (2005). Production of Biomass and Nutraceutical Compounds by Spirulina platensis under Different Temperature and Nitrogen Regimes. Journal of Bioresource Technology. Elsevier. Brazil.
Desmorieux H. Decaen N. (2006). Convective drying of Spirulina in thin layer. Journal Of Food Engineering, 77:64-70.
Diharmi A. (2001).Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kandungan Pigmen Bioaktif Mikrolaga Spirulina platensis Strain Lokal (INK). Bogor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Duangsee, Rachen., Natapas Phoopat., & Suwayd Ningsanond. (2009). Phycocyanin Extraction from Spirulina platensis and Extract Stability Under Various pH and Temperature. Asian Journal of Food and Agro-Industry.
Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.
Hanaa H. Abd El-Baky, Farouk K. El Baz And Gamal S. El-Baroty. (2004). Production of Antioxidant by the Green Alga Dunaliella salina. International Journal of Agriculture and Biology.
Henrikson R. 2009. Earth Food Spirulina. Ed Ke-6. Hawai: Ronore Interprise, Inc. Hal 37.
Jai Prakash Pandey, Amit Tiwari,. (2010). Optimization of Biomass Production ofSpirulina maxima. J. Algal Biomass Utln. 2010, 1 (2): 20-32
K. MASTHAN, T. RAJ KUMAR* AND C.V. NARASIMHA MURTHY. (2011). BENEFICIAL EFFECTS OF BLUE GREEN ALGAE SPIRULINA AND YEAST SACCHAROMYCES CEREVISIAE ON COCOON QUANTITATIVEPARAMETERS OF SILKWORM BOMBYX MORI L. Asian Jr. of Microbiol. Biotech. Env. Sc. Vol. 13, No. (1) : 2011 : 205-208
Katarzyna Chojnacka. (2007). Bioaccumulation of Cr(III) ions by Blue-Green algaspirulina sp.Part I. A Comparison with Biosorption. American Journal of Agriculturaland Biological Sciences 2 (4): 218-223, 2007
Luciane Maria Colla, Christian Oliveira Reinehr, Carolina Reichert, Jorge Alberto
13
14
Vieira Costa. (2007). Production of biomass and nutraceutical compounds by Spirulina platensis under diVerent temperature and nitrogen regimes. Laboratory of Biochemical Engineering, Department of Chemistry, Federal University Foundation of Rio Grande (FURG), P.O. Box 474, CEP 96201-900 Rio Grande, RS, Brazil
Metting B dan Pyne JW. (1986). Biologically Active Compounds from Microalgal. Journal of Enzyme Microb. Tech. Vol. 8. Butterworth and Co Publish.
Ó Carra P, Ó hEocha C.(1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: Academic press inc. Hal 328-371.
Prabuthas, P et al. (2011). Standardization of Rapid and Economical Method for Neutraceuticals Extraction from Algae. Journal of Stored Products and Postharvest Research. India.
Ribut, S. dan S. Kumalaningsih, (2004). Pembuatan bubuk sari buah sirsak dari bahan baku pasta dengan metode foam-mat drying. Kajian Suhu Pengeringan, Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta. http://www.pustaka-deptan.go.id.
Richmond A. (1988).Spirulina. Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.
Romay C, Armesto J, Remirez D, González R, Ledón N, García I. (1998). Antioxidant and anti-inflammatory properties of c-phycocyanin from blue-green algae.Inflammation Research 47:36-41.
Rumampuk, N. D. C., I. F. M. Rumengan, M. Ohji, T. Arai & N. Miyazaki. (2004). Effects of Tributyltin on The Chlorophyll Contents of Marine Microalga Tetraselmis tetrathele, Nannochloropsis oculata and Dunaliella sp. Coastal Marine Science 29 (1): 40-44.
http://repository.dl.itc.u-tokyo.ac.jp/dspace/bitstream/2261/5580/1.pdf.
Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.(2007). Bioresour.Technol.,98, 1629.
Steinkraus, H. (1983). Indigenous Fermented Food. Marcel Dekker. New York.
Sutomo. (2005). Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp.dan Chaetoceros gracilis) dan Pemgaruh Kepadatan Awal Terhadap Pertumbuhan C. Gracilis di Laboratorium. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. No. 37 :43-58. Pusat Penelitian Oseanografi.
15
Syah et al. (2005).Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Tietze HW. (2004). Spirulina Micro Food Macro Blessing.Ed ke-4. Australia: Haralz W Tietze Publishing.
Tri Panji S, Achmadi, Tjahjadarmawan E. (1996). Produksi asam gammalinolenat dari ganggang mikro Spirulina platensis menggunakan limbah lateks pekat.Menara Perkebunan 64 (1): 34-44.
U.K. Chauhan , Neeraj Pathak,. (2010). Effect of different conditions on the production of chlorophyll by Spirulina platensis. J. Algal Biomass Utln. 2010, 1 (4): 89 – 99
5. LAMPIRAN
5.1 Perhitungan Perhitungan Fikosianin
Konsentrasi Fikosianin(mg /ml)=OD 615−0,474(OD 652)5,34
Yield(mgg )= KFx volume( total filtrat )
g(berat biomassa)
Kelompok B1
Konsentrasi Fikosianin(mg /ml)=0,0720−0,474 (0,0258)5,34
= 0,011 mg/ml
Yield (mg /g)=0,011 x 508
= 0,069 mg/g
Kelompok B2
Konsentrasi Fikosianin(mg /ml)=0,0726−0,474(0,0256)5,34
= 0,011 mg/ml
Yield (mg /g)=0,011 x 508
= 0,069 mg/g
Kelompok B3
Konsentrasi Fikosianin(mg /ml)=0,0726−0,474(0,0255)5,34
= 0,011 mg/ml
Yield (mg /g)=0,011 x 508
= 0,069 mg/g
16
17
Kelompok B4
Konsentrasi Fikosianin(mg /ml)=0,0726−0,474(0,0255)5,34
= 0,011 mg/ml
Yield (mg /g)=0,011 x 508
= 0,069 mg/g
Kelompok B5
Konsentrasi Fikosianin(mg /ml)=0,0726−0,474(0,0255)5,34
= 0,011 mg/ml
Yield (mg /g)=0,011 x 508
= 0,069 mg/g
Kelompok B6
Konsentrasi Fikosianin(mg /ml)=0,0726−0,474(0,0253)5,34
= 0,011 mg/ml
Yield (mg /g)=0,011 x 508
= 0,069 mg/g
FOTO
18
19
5.2 Laporan Sementara