Thesis; Perubahan Konstruksi Identitas Swiss Terkait Dengan Keikutsertaan Dalam Schengen Treaty...
-
Upload
purwoko-adhi-nugroho -
Category
Documents
-
view
566 -
download
6
Transcript of Thesis; Perubahan Konstruksi Identitas Swiss Terkait Dengan Keikutsertaan Dalam Schengen Treaty...
PERUBAHAN KONSTRUKSI IDENTITAS SWISS TERKAIT
DENGAN KEIKUTSERTAAN DALAM SCHENGEN TREATY
TAHUN 2005
PURWOKO ADHI NUGROHO
(070710431)
PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
SEMESTER GENAP 2010/2011
i
PERUBAHAN KONSTRUKSI IDENTITAS SWISS TERKAIT DENGAN KEIKUTSERTAAN DALAM SCHENGEN TREATY
TAHUN 2005
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Studi S-1 pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga
Disusun oleh:
Purwoko Adhi Nugroho 070710431
Pembimbing
Anne Francoise Guttinger, DEA
PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
SEMESTER GENAP 2010/2011
ii
HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT
Skripsi berjudul
PERUBAHAN KONSTRUKSI IDENTITAS SWISS TERKAIT DENGAN KEIKUTSERTAAN DALAM SCHENGEN TREATY
TAHUN 2005
Bagian atau keseluruhan isi Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademis pada bidang studi dan/atau universitas lain dan tidak pernah
dipublikasikan/ ditulis oleh individu selain penyusun kecuali bila dituliskan
dengan format kutipan dalam isi Skripsi.
Apabila ditemukan bukti bahwa pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Airlangga.
Surabaya, 24 Juni 2011
Purwoko Adhi Nugroho
iii
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Skripsi berjudul
PERUBAHAN KONSTRUKSI IDENTITAS SWISS TERKAIT
DENGAN KEIKUTSERTAAN DALAM SCHENGEN TREATY
TAHUN 2005
Skripsi ini telah memenuhi persyaratan dan disetujui untuk diujikan di depan Komisi Penguji
Surabaya, 24 Juni 2011
Dosen Pembimbing
Anne Francoise Guttinger, DEA
Mengetahui,
Ketua Program Studi S-1 Hubungan Internasional
Dra. BLS Wahyu Wardhani, MA, Ph.D NIP. 19640331 198810 2 001
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “PERUBAHAN KONSTRUKSI IDENTITAS SWISS
TERKAIT DENGAN KEIKUTSERTAAN DALAM SCHENGEN TREATY
TAHUN 2005” ini telah dipertahankan di depan Komisi Penguji
pada 4 Juli 2011, pukul 13.00 WIB
di Ruang Cakra Gedung C Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga
Komisi Penguji Ketua,
Drs. I. Basis Susilo, MA. NIP. 19540808 198103 1 007
Anggota, Anggota, Dra. BLS Wahyu Wardhani, MA, Ph.D Dra. Lilik Salamah, M.Si NIP. 19640331 198810 2 001 NIP. 19560507 198601 2 000
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya yang sederhana ini, aku persembahankan
untuk Papa, Mama, Bram, dan setiap mereka
yang sangat berarti dalam hidupku, untuk setiap
doa dan dukungan dalam langkahku
Terima Kasih
Surabaya, 24 Juni 2011
Purwoko Adhi Nugroho
vi
“I still live, I still think: I still have to live, for
I still have to think.”
“There are no beautiful surfaces without a terrible
depth.”
Friedrich Nietzsche
“Writing is a way of being, just don’t let others
steal the pleasure.”
Hizkia Yosie Polimpung
vii
KATA PENGANTAR
Kajian mengenai identitas, telah menjadi suatu daya tarik tersendiri
bagi penulis. Ketertarikan penulis akan kajian-kajian identitas diawali dengan
sebuah keisengan penulis untuk membaca sebuah buku yang berjudul Batman and
Philosophy. Salah satu chapter dalam buku tesebut yang berjudul ”Could Batman
Have Been the Joker?” karya Sam Cowling dan Chris Ragg, mengungkapkan
mengapa kemudian Bruce Wayne memilih Batman sebagai identitasnya,
bukankah Bruce juga dapat memilih Joker sebagai identitasnya. Identitas seorang
Batman menjadi baik, karena terdapat identitas lain, yaitu Joker, yang memegang
signifikansi peranan sebagai pihak yang jahat. Dalam hal ini, terdapat pertanyaan
bagaimana identitas dapat terbentuk dan kemudian bagaimana suatu identitas
dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku suatu aktor. Dalam identitas, selalu
terdapat proses individuasi yang akan memisahkan “self” dengan “other”, yang
kemudian akan berpengaruh pada signifikansi peranan dari pemangku identitas
tersebut. Konteks identitas, tidak hanya berlaku dalam individu dan peranan
individu dalam lingkup sosial tertentu saja, melainkan juga berlaku dalam suatu
kelompok sosial termasuk signifikansi suatu negara dalam sistem internasional.
Ketertarikan penulis terhadap kajian-kajian identitas membuat penulis
semakin mendalami kajian tersebut, termasuk dalam terminologi kajian keilmuan
Hubungan Internasional. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan utama
mengapa penulis memilih konstruksi identitas sebagai tema dalam penulisan
skripsi yang berjudul ”Perubahan Konstruksi Identitas Swiss Terkait dengan
Keikutsertaan dalam Schengen Treaty tahun 2005”. Dalam skripsi ini, penulis
berusaha untuk mengkaji bagaimana Swiss mengkonstruksikan identitas
nasionalnya dan kemudian bagaimana identitas nasional tersebut dapat berubah
sebagai pengaruh dari keikutsertaan Swiss dalam Schengen Treaty Uni Eropa.
Penulis, di dalam mengkaji konstruksi identitas nasional Swiss, menggunakan
proposisi identitas konstruktivisme Anne Clunan terkait dengan proses konstruksi
identitas nasional.
Dengan terselesaikannya tulisan skripsi ini, penulis mengucapkan
viii
rasa terima kasih. Pertama, kepada Tuhan, Sang Alfa hingga Omega, dalam ketiga
identitas trinitasnya, Allah Sang Bapa, Yesus Kristus Sang Putra, dan Roh Kudus.
Terima kasih untuk penyertaan dan kasih Tuhan yang sungguh luar biasa. Terima
kasih.
Kedua, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang sangat besar
kepada papa dan mama, yang selalu mendukung dan mengingatkan penulis, dalam
setiap langkah yang penulis ambil, termasuk ketika penulis memutuskan untuk
mengambil Program Studi S-1 Ilmu Hubungan Internasional Universitas
Airlangga. Terima kasih untuk adek, yang juga selalu ada. Tidak lupa, terima
kasih untuk Budhe Sasmita dan Mas Koko’, yang juga selalu memberikan
dukungan. Terima kasih.
Ketiga, terima kasih kepada Ibu Baiq Lekar Sinayang Wahyu
Wardhani, yang telah menjadi dosen wali, yang dengan sabar mengarahkan
penulis selama perkuliahan di HI Unair. Terima kasih untuk Ibu Anne Francoise
Guttinger, dalam setiap pendampingan yang diberikan selama penulis
menyelesaikan skripsi ini, dan terima kasih untuk setiap pencerahan yang
diberikan. Terima kasih kepada setiap dosen, Bapak Djoko Sulistyo, Bapak Basis
Susilo, Bapak Vinsensio Dugis, Ibu Sartika Soesilowati, Bapak Ajar Triharso,
Bapak Wahyudi Purnomo, Ibu Lilik Salamah, Bapak Muttaqien, Mas Joko
Susanto, Mas Yunus, Mas Syafril Mubah, Mas Wahyu, Ibu Irma, Mbak Citra,
Mbak Irfa, dan Mbak Olin, yang selama empat tahun terakhir memberikan ilmu
dalam setiap perkuliahan maupun dalam diskusi. Terima kasih.
Keempat, sahabat-sahabat angkatan 2007 penulis, Rommel Utungga
Pasopati, Pradipto Bhagaskoro, Imania Aira Karina, Septian Rizky, Syariffudin,
Bintang Indra, Yoga Bisma, Hirshi Anadza, Robin Riwanda, Dyon Hardianto,
Endrisari Widya Murani, Yudhanti Adhityarini, Amanda Dianova, Nadifatul
Quriah, dan Athius Solikah. Sungguh empat tahun sangatlah kurang. Juga untuk
teman-teman 2007 lainnya, Terima kasih.
Kelima, terima kasih kepada setiap teman HI, dari setiap angkatan.
Terima kasih.
Keenam, terima kasih untuk setiap kamerad Forum Komunikasi
ix
Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia (FKMHII), Sapta Dwi, Gilang
Rana Lapino, Natya Shina Nandana, Rengga Dina, Geviana Payouw, Lusia
Novitasari, Dipa Raditya, Adi Mulia Pradana, Gitra Arumsari, Jessica Angkasa,
Nayana Dharsono, Shady Raytama, Hardya Pranadipa, Benni Yusriza, Yetty
Grace Siagian, Aziz Mozart, Frida Rahmawati, Alm. Saut Yosua Silalahi (Albert),
dan setiap kamerad FKMHII lainnya, terima kasih.
Ketujuh dan yang terakhir, untuk Sang Amphitrite, Sang Biru. Terima
kasih untuk keimajineran imaji yang memang meskipun tidak akan pernah
menjadi nyata, tetapi aku tetap suka. Terima kasih.
x
Daftar Isi Halaman Judul.................................................................................................. i Halaman Pernyataan Tidak Plagiat............................................................... . ii Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing.................................................... . iii Halaman Pengesahan ........................................................................................ iv Halaman Persembahan ..................................................................................... v Halaman Motto ................................................................................................. vi Kata Pengantar ................................................................................................. vii Daftar Isi ............................................................................................................ x Daftar Tabel, Gambar dan Diagram ............................................................... xii Abstrak ............................................................................................................... xiii Bab 1 Pendahuluan ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 7 1.4 Kerangka Teoritis .......................................................................... 7
1.4.1 Identitas dalam Konstruktivisme........................................ 7 1.4.2 Rational Choice Theory (RCT) .......................................... 11 1.4.3 Politic Collective Action ..................................................... 13 1.4.4 Sintesa Teori ....................................................................... 15
I.5 Hipotesis ........................................................................................ 18 I.6 Metodologi Penelitian .................................................................... 19
I.6.1 Definisi Konseptual dan Operasional ................................. 19 I.6.1.1. Identitas ................................................................ 19 I.6.1.2. Prinsip Netralitas .................................................. 20
I.6.2 Tipe Penelitian .................................................................... 21 I.6.3 Ruang Lingkup Penelitian .................................................. 21 I.6.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 21 I.6.5 Teknik Analisis Data ......................................................... 22 I.6.6 Sistematika Penelitian ......................................................... 22
Bab 2 Aspek Historis dan Dinamika Konstruksi Identitas Swiss ............ 24 2.1 Aspek Historis Swiss .................................................................... 24 2.2 Fase Lama Tatanan Historis Swiss dan Fase Transisi .................. 26
2.2.1 Pembentukan Awal Negara Konfederasi Swiss ................. 26 2.2.2 Asal Mula Netralitas Swiss ............................................... 27 2.2.3 Kekalahan Negara Konfederasi Swiss dan Implementasi
Netralitas ............................................................................ 29 2.2.4 Fase Transisi (1798-1847) ................................................ 30 2.2.5 Netralitas sebagai Identitas Nasional dalam Rentang Waktu
1515-1847 .......................................................................... 32 2.3 Fase Baru Tatanan Historis Swiss ................................................. 36
xi
2.3.1 Dinamika Netralitas Swiss dalam Rentang 1848-1945 ...... 36 2.3.2 Dinamika Netralitas Swiss paska Era Perang (1945-
kontemporer) ...................................................................... 40 2.3.2.1. Dinamika Netralitas Swiss dalam Dinamika
Kehidupan Sosial ................................................. 41 2.3.2.2. Dinamika Netralitas Swiss dalam Integrasi Eropa
dan Internasional .................................................. 44 Bab 3 Sistem Pemerintahan dan Politik Swiss: Federalisme, Direct
Democracy, dan Referendum sebagai Proses Pembentukan Kebijakan Luar Negeri Swiss .......................................................... 48 3.1 Sistem Federalisme ....................................................................... 49
3.1.1. Interpretasi dan Implemetasi Federalisme Swiss .............. 49 3.1.1.1 Communes .............................................................. 49 3.1.1.2 Kanton .................................................................... 50 3.1.1.3 Konfederasi ............................................................ 51
3.1.1.3.1 Parlemen (Legislatif) ............................... 52 3.1.1.3.1 Pemerintah (Eksekutif) ............................ 53
3.1.1.4 Pola Relasional antar Unit Sosial Politik Swiss dalam Federalisme ............................................................ 53
3.2 Direct Democracy (Demokrasi Langsung) ................................... 54 3.3 Referendum sebagai Proses Pembentukan Kebijakan Luar Negeri 59
3.3.1. Impementasi Referendum sebagai Proses Pembentukan Kebijakan Luar Negeri: Penolakan Referendum Integrasi ke dalam EEA ....................... 64
Bab 4 Analisa Perubahan Konstruksi Identitas Swiss ............................. 68
4.1 Netralitas sebagai National Self-Image dari Aspirasi Historis Swiss ................................................................................ 69
4.2 Tes Historis terhadap National Self-Image Netralitas Swiss ........ 69 4.3 Tes Efektivitas Diri terhadap National Self-Image Netralitas Swiss .................................................................................. 77 4.4 Dampak Perubahan Konstruksi Identitas Swiss ........................... 84
Bab 5 Kesimpulan ........................................................................................ 89 Daftar Pustaka ................................................................................................... 92
xii
DAFTAR DIAGRAM DAN TABEL DIAGRAM Diagram 1.1 Alur Kausalitas Identitas ................................................................ 8 Diagram 3.1 Proses Pembentukan Kebijakan Luar Negeri ................................. 64 TABEL Tabel 2.1 Referendum yang terkait dengan Uni Eropa ....................................... 45 Tabel 3.1 Skema Konseptual: Pemilihan Institusional Isu Direct Democracy
dalam Level Konfederasi .................................................................... 58 Tabel 3.2 Nilai Penting Direct Democracy ......................................................... 59 Tabel 3.3 Kebanggaan terhadap Direct Democracy ........................................... 59 Tabel 4.1 Hasil Referendum Bilateral Agreements I pada 21 Mei 2000 ............ 73 Tabel 4.2 Pandangan Rakyat Swiss terhadap Uni Eropa .................................... 74 Tabel 4.3 Integrasi ke dalam Uni Eropa.............................................................. 74 Tabel 4.4 Nilai Penting Netralitas ....................................................................... 75 Tabel 4.5 Kebanggaan terhadap Netralitas ......................................................... 75 Tabel 4.6 Urgensi Perubahan Netralitas.............................................................. 76 Tabel 4.7 Arah Perubahan Netralitas .................................................................. 76 Tabel 4.8 Hasil Referendum EEA pada 6 Desember 1992 ................................. 79 Tabel 4.9 Hasil Referendum Que le Peuple Décide! pada 8 Juni 1997 .............. 80 Tabel 4.10 Hasil Referendum Oui à l’Europe pada 4 Maret 2001 ..................... 80 Tabel 4.11 Hasil Referendum Schengen Treaty dan Dublin Convention pada 5
Juni 2005 ............................................................................................ 83 Tabel 4.12 Populasi Warga Negara Asing yang Menetap di Swiss Berdasarkan
Nasionalitas ........................................................................................ 85 Tabel 4.13 Naturalisasi Swiss (1984-2010) ........................................................ 86 Tabel 4.14 GDP dari Pendekatan Pengeluaran ................................................... 87 Tabel 4.15 Perdagangan Swiss dengan EU-27 ................................................... 88
xiii
Abstrak Swiss, merupakan sebuah negara berdaulat yang terletak dalam kawasan
Eropa. Sebagai salah satu negara Eropa, Swiss memiliki karakteristik yang sama dengan mayoritas negara Eropa Barat baik secara geografis, kultural, bahasa, politik, dan keikutsertaan perekonomian Swiss dalam single market. Akan tetapi, di sisi lain, identitas nasional Swiss, yaitu prinsip netralitas, mengakibatkan Swiss berbeda apabila dibandingkan dengan negara Eropa Barat pada umumnya.
Netralitas Swiss, merupakan suatu konstruksi identitas nasional Swiss dalam kehidupan bernegara, yang kemudian terimplementasikan ke dalam setiap kebijakan luar negeri Swiss. Sehingga kemudian berpengaruh ke dalam setiap pola aksi, reaksi, dan interaksi Swiss dalam konstelasi sistem dunia internasional. Netralitas Swiss, merupakan sebuah prinsip yang sangat kompleks, yang terkonstruksi dengan adanya pengaruh kanton, opini publik, sistem federal, dan direct democracy.
Hubungan kausalitas antara identitas nasional Swiss dengan referendum Schengen Treaty pada tahun 2005, menjadi fokus utama dalam penelitian eksplanatif ini. Referendum tersebut merupakan momentum terjadinya perubahan dalam konstruksi identitas nasional Swiss. Perubahan yang terjadi, merupakan suatu proses konstruksi identitas yang melibatkan tidak hanya pemerintah Negara Konfederasi Swiss, tetapi juga rakyat Swiss dan kanton. Penelitian ini, didesain dalam aspek historis, deskripsi terhadap sistem pemerintahan Swiss, dan analisa terhadap perubahan konstruksi identitas nasional Swiss terkait dengan referendum Schengen Treaty 2005 dengan menggunakan sintesa teori, yang terdiri dari identitas konstruktivisme, rational choice theory, dan politic collective action.
Kata Kunci: identitas konstruktivisme, identitas nasional, netralitas, referendum, politic collective action, rational choice theory, dan Schengen Treaty.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Swiss, merupakan negara berdaulat dalam kawasan Eropa, dengan
total luas wilayah yang kecil, hanya 41.293 km2, di Eropa bagian tengah.1 Swiss
merupakan negara berbentuk konfederasi, yaitu suatu bentuk negara yang terdiri
dari negara-negara berdaulat dengan konstitusi masing-masing dan bersatu dalam
ikatan suatu perjanjian sebagai satu entitas negara.2 Konfederasi Swiss terbentuk
atas 26 negara bagian yang disebut sebagai kanton (canton) dengan perbedaan
demografi, budaya, dan bahasa, hal ini berimplikasi pada pembentukan
karakteristik Swiss sebagai negara multilingual dan multikultural. Secara garis
besar, kanton Swiss terbagi ke dalam empat basis kultural, yaitu Jerman, Perancis,
Italia, dan Romans, yang berpengaruh dalam keempat bahasa mayoritas yang
dipergunakan yaitu Jerman 63,9%, Perancis 19,5%, Italia 6,6%, dan Rheto-
Romans 0,4%.3 Basis kultural kanton, tidak hanya berpengaruh dalam pembagian
secara linguistik, sosial, dan kultural tetapi juga politis. Kanton yang berbahasa
Perancis dan daerah urban lebih pro terhadap Eropa daripada kanton yang
berbahasa Jerman dan daerah pedesaan.4
1 Leo Schelbert, Historical Dictionary of Switzerland (Maryland: The Scarecrow Press, Inc, 2007), hal. xxxix. 2 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT. Gramedia, 1981), hal. 139. 3 Schelbert, Op.Cit., hal. li. 4 Clive H Church, “Introduction,” dalam Clive H Church, Switzerland and the European Union, a Close, Contradictory and Misunderstood Relationship (New York: Routledge, 2007), hal. 2.
Hal ini dikarenakan perbedaan
pandangan yang sangat dipengaruhi oleh faktor historis, dimana kanton berbahasa
2
Perancis lebih liberal dan moderat, sementara kanton berbahasa Jerman sangat
konservatif.
Mengacu pada proposisi Alexander Wendt, aktor dalam dunia
internasional membutuhkan identitas yang stabil, karena identitas akan
menentukan posisi, signifikansi peran, pengertian, dan ekspetansi dari aktor di
dalam struktur sistem dunia internasional.5 Oleh karena itu, aktor (negara),
termasuk Swiss, diharuskan untuk memiliki identitas nasional dalam menentukan
bagaimana interaksi Swiss dalam sistem. Swiss, sebagai negara berdaulat,
memiliki karakteristik yang anomali,6 pada satu sisi hampir sama dengan
mayoritas negara Eropa Barat, baik secara kultural, geografis, bahasa, politik, dan
termasuk keikutsertaan Swiss dalam single market. Pada sisi lain, Swiss memiliki
konstruksi identitas nasional sebagai negara yang netral, dimana identitas ini
berbeda dengan negara Eropa pada umumnya. Dengan identitas tersebut Swiss
mendefinisikan dan memberikan batasan yang jelas antara Swiss sebagai sebuah
entitas negara berdaulat dengan wilayah Eropa, dalam hal ini Swiss tidak merasa
sebagai bagian dari satu Eropa. Identitas nasional Swiss tersebut, berdampak pada
terpilihnya Swiss sebagai rumah untuk organisasi internasional seperti,
International Red Cross, World Trade Organizations (WTO), International
Olympic Community, World Economic Forum, dan lainnya.7
Swiss bukan merupakan satu-satunya negara yang mengusung prinsip
5 Maja Zehfuss, “Constructivism and Identity,” dalam Stefano Guzzini dan Anna Leander, Constructivism and International Relations: Alexander Wendt and His Critics (New York: Routledge, 2006), hal. 94. 6 Clive H Church, Op.Cit., hal. 1. 7 “Switzerland,“ dalam http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/country_profiles/1035212.stm., diakses tanggal 01 Januari 2010.
3
netralitas sebagai identitas nasional. Akan tetapi, netralitas Swiss memiliki akar
yang jauh lebih mendalam daripada negara-negara netral Eropa lain, yaitu Swedia,
Finlandia, dan Austria, karena netralitas Swiss tidak hanya dalam level
pemerintahan dan sebagai implementasi kebijakan negara, tetapi juga telah
menjadi karakteristik Swiss secara holistik dalam setiap bagian struktur sosial
Swiss, yang terbagi-bagi ke dalam kanton dan bahkan dalam setiap individu. Hal
ini berpengaruh ke dalam setiap pola aksi, reaksi, dan interaksi Swiss dalam
konstelasi sistem dunia internasional. Konsepsi atas konstruksi identitas nasional
prinsip netralitas Swiss terbentuk karena pernyataan St. Niklaus von Flüe,8 “Do
not meddle in foreign disputes”,9
Netralitas Swiss diakui pertama kali dalam dunia internasional pada
tahun 1815, dengan pendeklarasian posisi dan identitasnya sebagai sebuah negara
berdaulat yang netral.
pada tahun 1481. Pernyataan tersebut berarti
untuk tidak terlibat dalam perselisihan luar negeri, yang menjadi dasar sikap netral
Swiss.
10 Implementasi awal prinsip netralitas dalam kebijakan luar
negeri Swiss terkesan bahwa Swiss merupakan sebuah negara yang skeptis dan
isolasionis, dimana Swiss menutup diri dari segala interaksi dengan dunia luar
yang diakibatkan karena adanya xenophobia11
8 Merupakan seorang pertapa (hermit) Swiss, yang terkenal dengan sebutan Bruder Klaus. Dikenal dan diakui sebagai penasehat dalam keagamaan dan spiritual, dan juga dalam pemerintahan Konfederasi. Pada tahun 1481, Flüe memegang peranan penting di dalam menyelamatkan kesatuan Konfederasi dengan memperkenalkan Stanser Verkommnis. dapat dilihat dalam Schelbert, Op.Cit., hal. 109-110. 9 Ibid., hal. 244. 10 Ibid., hal. lxxii.
dalam karakteristik netralitas
11 Xenophobia merupakan perasaan yang sangat kuat atas kebencian atau ketakutan terhadap orang-orang dari negara lain, dapat dilihat dalam A. S. Hornby, Oxford Advanced Learners Dictionary (International Student’s Edition). (Oxford University Press, 2000), hal. 1563. Dengan kata lain, merupakan suatu ketakutan akan masuknya bangsa lain yang memungkinkan adanya
4
sebagai identitas nasional Swiss. Ketakutan Swiss terhadap bangsa asing
merupakan dampak dari kekalahan Swiss dari Francis 1, Perancis dalam
Peperangan Marignano (1515)12 dan okupasi Perancis pimpinan Napoleon (1798)
atas teritorial Swiss,13 sehingga prinsip netralitas Swiss lebih sebagai suatu prinsip
dalam lingkup sosial yang kemudian berpengaruh ke dalam lingkup politik dan
militer. Hal ini berpengaruh pada pola interaksi Swiss tehadap sistem konfliktual
dunia internasional sejak kemerdekaan Swiss hingga tahun 1945. Interaksi Swiss
terhadap sistem dalam era ini, lebih mengarah pada upaya Swiss untuk menjaga
kedaulatan Swiss sebagai sebuah negara dari tekanan dan intervensi sistem dunia
internasional, terutama dari negara-negara Eropa.14
Dalam dinamikanya, identitas nasional Swiss mengalami perubahan
yang disesuaikan dengan dinamika konstelasi dunia internasional. Terdapat
peningkatan kompleksitas dari relasional dalam sistem, yaitu adanya ameliorasi
terhadap fokus dunia internasional yang tidak hanya pada high politics lagi, tetapi
terfokus pada low politics. Dengan kata lain, kebijakan luar negeri dari aktor
negara menjadi semakin kompleks untuk mencapai national interest masing-
masing. Oleh karena itu, Swiss menghadapi tantangan untuk melakukan
perubahan dalam kebijakan luar negerinya untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi dalam dunia internasional,
15
intervensi-intervensi terhadap kehidupan berbangsa. Xenophobia yang dimiliki Swiss, merupakan akibat dari era kolonial dari imperium yang berusaha ditegakkan oleh Napoleon. 12 Leo Schelbert, Op.Cit., hal. lxvi. 13 Ibid., hal. lxxi. 14 “Neutrality and Isolationism,” dalam http://www.swissworld.org/en/politics/foreign_policy/neutrality_and_isolationism/, diakses tanggal 28 Desember 2009. 15 “Switzerland and the World,” dalam http://www.swissworld.org/en/politics/foreign_policy/switzerland_and_the_world/,
yang memaksa Swiss untuk
5
melakukan perubahan definisi dan batasan dalam konstruksi identitas, yaitu
netralitas Swiss.
Perubahan identitas nasional Swiss terlihat pada keikutsertaan Swiss
dalam Schengen Treaty yang merupakan salah satu poin dalam Bilateral
Agreements II antara Swiss dengan Uni Eropa yang disetujui oleh publik Swiss
dalam referendum Juni 2005.16 Persetujuan publik Swiss dalam referendum ini
merupakan sebuah langkah sangat besar terkait dengan karakteristik netralitas
Swiss, yang dilandasi faktor xenophobia. Keikutsertaan Swiss dalam Schengen
Treaty merupakan suatu keputusan referendum yang anomali dalam publik Swiss.
Anomali karena dalam referendum yang terkait dengan integrasi parsial maupun
holistik ke dalam Uni Eropa secara umum akan ditolak oleh publik Swiss, yaitu
dalam EEA Treaty (1992), “Négociations d’adhésion à la UE: Que le peuple
décide!” atau negosiasi untuk bergabung ke dalam Uni Eropa (1997) dan “Oui à
l’Europe” atau Yes to Europe sebagai pembukaan negosiasi keanggotaan Uni
Eropa (2001).17
Schengen Treaty merupakan sebuah perjanjian dalam tubuh Uni Eropa
pada tahun 1985, yang mengatur mengenai persoalan state border di antara
negara-negara Eropa yang menandatangani perjanjian tersebut. Schengen Treaty
adalah perjanjian dalam lingkup sosial, dimana dalam perjanjian ini terdapat suatu
pergerakan secara sosial karena warga negara Eropa maupun non Eropa yang
diakses tanggal 28 Desember 2009. 16 “Bilateral Agreement Switzerland-EU,” dalam http://www.europa.admin.ch/themen/00500/index.html?lang=en, diakses tanggal 12 Januari 2011. 17 Alexander H. Trechsel, “Direct Democracy and European Integration: a Limited Obstacle?” dalam Clive H Church, Switzerland and the European Union, a Close, Contradictory and Misunderstood Relationship (New York: Routledge, 2007), hal. 39.
6
memiliki visa Schengen dapat mobilisasi keluar masuk dari satu negara Eropa ke
negara Eropa lainnya dan juga bekerja di negara-negara Eropa yang tergabung
dengan bebas tanpa harus melalui proses birokrasi dan administrasi yang rumit.18
1.2 Rumusan Masalah
Terdapat reduksi proses birokrasi dan administrasi, atau dengan kata lain border-
less, yang mendukung free-movement person dalam Eropa sehingga semakin
memperbesar kemungkinan masuknya warga negara asing ke dalam Swiss.
Kemudian, Schengen Treaty sebagai alat integrasi Uni Eropa memiliki
kepentingan politis untuk dapat menyatukan negara-negara Eropa, baik anggota
maupun non-anggota Uni Eropa, sebagai satu kesatuan. Dua pernyataan tersebut
memperlihatkan bahwa dengan keikutsertaan Swiss dalam Schengen Treaty
terdapat perubahan identitas nasional Swiss, dimana netralitas tradisional Swiss
berusaha untuk memberikan batasan terhadap Eropa, kemudian dalam netralitas
kontemporer menjadi lebih integratif ke dalam Eropa.
Terhadap latar belakang masalah yang telah dijelaskan, permasalahan
yang menjadi fokus utama analisa penulis adalah: bagaimana perubahan
konstruksi identitas dalam netralitas kebijakan luar negeri Swiss dalam Schengen
Treaty pada tahun 2005?
18 Arti penting Schengen Treaty bagi Uni Eropa adalah sebagai sebuah alat integrasi secara mendalam Uni Eropa terhadap negara-negara anggotanya maupun negara Eropa non-anggota dalam sektor kebijakan migrasi, dengan demikian Eropa menjadi semakin border-less, dan upaya untuk mempersatukan negara-negara Eropa dalam sebuah naungan politis dan sosial menjadi semakin besar, dapat dilihat dalam Hugo Brady, EU Migration Policy: A to Z, (2008), hal. 23.
7
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran akan arti penting
suatu konstruksi identitas bagi sebuah negara ketika berinteraksi di dalam sistem
dunia internasional, dan kemudian bagaimana konstruksi identitas negara tersebut
dapat dibentuk dan dapat berubah. Dalam hal ini, netralitas merupakan konstruksi
identitas dari Swiss dan mengalami suatu perubahan ketika Swiss ikut serta dalam
Schengen Treaty pada tahun 2005.
1.4 Kerangka Teoritis
1.4.1 Identitas dalam Konstruktivisme
Secara umum, identitas adalah nilai-nilai yang merepresentasikan
suatu aktor sosial, baik individual maupun komunal, yang kemudian mendapatkan
pengakuan secara sosial atas nilai-nilai tersebut dalam struktur. Berdasarkan
Castells,19 identitas terbentuk ketika terdapat aktor yang menganalisa dan
menjelaskan pengkonstruksian citra sosial akan sesuatu. Michel Foucault
berpendapat bahwa identitas tidak diberikan atau muncul begitu saja. Identitas dan
karakteristik, terkonstruksi sebagai sebuah produk atas power dan relasi atau
keterkaitan atar power, kelipatan, pergerakan, hasrat, tekanan.20
Sedangkan, terminologi konstruktivisme dalam kajian Ilmu Hubungan
Internasional, merupakan sebuah teori yang memberikan penekanan pada
interaksi internasional dengan menggabungkan antara pengaruh normatif dari
struktur sebuah institusi yang kemudian dikaitkan dengan perubahan identitas dan
19 Manuel Castells, The Power of Identity (Blackwell Publishing, Ltd, 2010), hal 7. 20 Michel Foucault, Power / Knowledge (New York: Pantheons Book, 1977), hal. 74.
8
kepentingan yang akhirnya berdampak pula pada normatif tersebut.21 Alexander
Wendt mengungkapkan bahwa dalam konstruktivisme, identitas merupakan
konsep sentral untuk mengkonstruksi sesuatu. Identitas akan bersignifikansi
terhadap pembentukan kepentingan dari aktor tertentu yang dapat berimplikasi
terhadap pola interaksi aktor dalam sistem.22
Postulat Wendt mengenai konstruksi identitas didukung oleh Peter J.
Katzenstein. Katzenstein berpendapat bahwa identitas berperan dalam
pembentukan kepentingan nasional dan kebijakan suatu aktor dalam berinteraksi
dalam sistem.
23
sumber: Ronald L. Jepperson, Alexander Wendt, dan Peter J. Katzenstein, “Norms, Identity, and Culture in National Security” dalam Peter J. Katzenstein, The Culture of National
Security: Norms and Identity in World Politics (New York: Columbia University Press, 1996), hal. 11.
Katzenstein menggambarkan bahwa terdapat jalur kausalitas yang
terbentuk antara norma (dari lingkungan), identitas, kepentingan, dan kebijakan,
yang tergambarkan dalam skema 1.1.
Diagram 1.1 Alur Kausalitas Identitas
21 Martin Griffiths dan Terry O'Callaghan, International Relations, the Key Concepts (London: Routledge, 2002), hal. 50. 22 Maja Zehfuss, Op.Cit., hal. 94. 23 Ronald L. Jepperson, Alexander Wendt, dan Peter J. Katzenstein, “Norms, Identity, and Culture in National Security” dalam Peter J. Katzenstein, The Culture of National Security: Norms and Identity in World Politics (New York: Columbia University Press, 1996), hal. 10.
Identity
Interest
Policy
Environmental Structure
9
Dalam skema jalur kausalitas tersebut, norma yaitu elemen kultural
dan institusional dari lingkungan internal dan eksternal aktor negara akan
membentuk identitas, kepentingan nasional, atau kebijakan negara secara
langsung. Sebaliknya, dampak dari identitas adalah adanya variasi identitas atau
perubahan identitas akan berdampak pada kepentingan nasional dan kebijakan
negara.
Wendt menekankan bahwa identitas dari suatu negara tidak muncul
begitu saja,24 tetapi dibentuk dari bagaimana pandangan atau persepsi negara lain
terhadap negaranya.25
Berbeda dengan pendekatan konstruktivisme Anne Clunan,
Dengan kata lain, identitas suatu negara dikonstruksi oleh
bagaimana negara lain atau sistem melihat dan mendeskripsikan negara tersebut,
bukan dalam konteks negara tersebut melihat negaranya sendiri. Persepsi akan
others atas self inilah yang menciptakan konstruksi identitas dari suatu negara.
Oleh karena itu, argumentasi Wendt dalam pendekatan konstruktivisme, kurang
sesuai dalam menjelaskan bagaimana Swiss dapat membentuk netralitas sebagai
konstruksi identitasnya dan bagaimana Swiss mengalami perubahan konsepsi
netralitas.
26
24 Alexander Wendt, “Identity and Structural Change in International Politics,” dalam Yosef Lapid dan Friedrich Kratochwil, The Return of Culture and Identity in IR Theory (London: Boulder CO, 2006), hal. 48. 25 Alexander Wendt, “Collective Identity Formation and International State,” dalam The American Political Science Review, hal. 385. 26 Anne Clunan, The Social Construction of Russia’s Resurgence (Baltimore: The Johns Hopkins University Press, 2009), hal. 3.
yaitu
Aspirational Constructivism (konstruktivisme aspirasi). Konstruktivisme aspirasi,
menjelaskan bahwa konstruksi identitas nasional tidak sesederhana sebagai suatu
hasil dari tradisi historis, akan tetapi sebagai suatu subyek yang akan diubah elit
10
politik dengan suatu alasan tertentu. Identitas, dalam hal ini, berdasar pada
kebanggaan atau self-esteem atas aspirasi historis, atau dengan kata lain
menggunakan kenangan historis yang kemudian dibentuk dengan menggunakan
rasionalitas elit politik yang aspiratif. Identitas merupakan hasil dari proses yang
dibentuk kondisi masa lalu dan sekarang dengan berdasar pada rasionalitas
manusia, sehingga identitas nasional tidak bersifat tetap.27
Identitas nasional, menurut Clunan, adalah suatu bentuk identitas
kolektif yang mengkonstitusikan serangkaian aktor sebagai suatu negara, dimana
identitas kolektif merupakan serangkaian ide yang secara umum diterima oleh
setiap grup atau aktor di dalam mendefinisikan lingkup kolektifitas dan
menentukan aturan-aturan umum yang berlaku di dalamnya.
28 Kemudian, di
dalam konstruksi suatu identitas nasional, terdapat beberapa tahapan yang harus
dilakukan. Tahapan pertama adalah proses pembentukan national self-image,
sebagai kandidat dari identitas nasional.29 National self-image merupakan
serangkaian preskripsi, deskripsi, dan evaluasi atas ide-ide tertentu. Tahap kedua
adalah proses pembentukan national self-image menjadi identitas nasional yang
dominan dari negara.30
27 Ibid., hal. 7-8. 28 Ibid., hal. 28. 29 Ibid., hal. 29. 30 Ibid., hal. 44.
Proses pembentukan ini akan dilakukan oleh elit politik
atas dasar rasionalitas, melalui tes historis, yaitu ketepatan dan kesesuaian aspek
aspirasi historis negara tersebut, dan tes efektivitas diri (self effifacy test), yaitu
pengujian hasil tes historis akan kesesuaian national self-image untuk
diaplikasikan dalam realita negara. Setelah melalui tahapan tersebut, national self-
11
image telah menjadi suatu identitas nasional yang dominan dari suatu aktor
(negara). Kemudian dari identitas nasional dominan akan dibentuk kepentingan
nasional, yang diimplementasikan dalam setiap kebijakan negara.31
Konstruktivisme aspirasi akan mengkontestasikan identitas nasional yang
dominan dengan aktor lain dalam sistem, dengan mengembangkan orientasi
perilaku yang berupa kooperasi, kompetisi, dan konfrontasi, melalui strategi
manajemen identitas (identity management strategies). Strategi manajemen
identitas akan meliputi kepentingan dan perilaku tertentu terhadap negara lain
yang fokus terhadap perbandingan atas ingroup atau outgroup. Konstruksi atas
ingroup atau outgroup dalam identitas nasional berupa persepsi atas kesamaan
atau ketidaksamaan terhadap dimensi nilai, yaitu tujuan politik, dan dimensi
material dan status.32
1.4.2 Rational Choice Theory
Rational Choice Theory (RCT), merupakan salah satu pendekatan
yang dipergunakan di dalam menjelaskan perilaku sosial dan ekonomi yang
berbasis pada suatu rasionalitas. Dengan kata lain, terdapat suatu perilaku atas
rasio (rasionalitas) yang dipertimbangkan di dalam melakukan suatu perilaku.
Konsep rasionalitas secara teoritis, terhubung erat dengan problematika dalam
ranah logis.33
31 Ibid., hal. 47. 32 Ibid., hal. 48. 33 John C. Harsanyi, “Advances in Understanding Rational Behavior,” dalam Jon Elster, Rational Choice (New York: New York University Press, 1986), hal. 82.
Dalam pembahasan atas perilaku yang berdasarkan pada rasionalitas
akan selalu melibatkan pilihan-pilihan terbaik. Pilihan yang rasional merupakan
12
suatu instrumen yang diarahkan oleh aksi, dimana suatu aksi dinilai dan dipilih
sebagai suatu upaya untuk mencapai suatu hasil akhir.34
Jon Elster
Dengan demikian,
rasionalitas merupakan suatu konsep normatif yang menunjukkan apa yang harus
dilakukan untuk mencapai sesuatu.
35 mengatakan bahwa unit dasar dari kehidupan sosial
berasal dari aksi individu-individu, dimana untuk dapat menjelaskan institusi
sosial dan perubahan sosial dapat dilakukan dengan melihat bagaimana
kemunculannya sebagai sebuah hasil dari rangkaian aksi dan interaksi individu.
Kemudian dalam RCT, karena RCT merupakan konsep teoritis yang menjelaskan
perilaku sosial, maka dasar dari setiap bentuk RCT adalah berada dalam asumsi
bahwa setiap fenomena sosial kompleks akan dapat dijelaskan melalui aksi
individu-individu dasar yang membentuk lingkup sosial tersebut. Individu, dalam
RCT akan termotivasi untuk mengaplikasikan suatu aksi oleh keinginan atau
tujuan yang menunjukkan preferensi dari individu. Preferensi muncul sebagai
akibat dari ketidakmungkinan individu untuk mencapai setiap apa yang
diinginkan oleh individu, dimana kemudian preferensi akan sangat ditentukan
oleh rasionalitas individu. Terkait dengan hal tersebut, RCT menjelaskan bahwa
individu diharuskan untuk mengantisipasi hasil dari alternatif preferensi aksi dan
menghitung apa yang terbaik yang dapat diperoleh.36
Kemudian, dalam terminologi kajian ilmu Hubungan Internasional,
34 Jon Elster, Nuts and Bolts For the Social Sciences (Cambridge: Cambridge University Press, 1989), hal. 22. 35 Ibid., hal. 13. 36 John Scott, “Rational Choice Theory” dalam Gary Browning, Abigail Halcli, dan Frank Webster, Understanding Contemporary Society: Theories of the Present (London: Sage Publications Ltd., 2000), hal. 128.
13
RCT merupakan suatu teori atas preferensi kebijakan luar negeri, yang
mengevaluasi pilihan kebijakan suatu negara dari berbagai pilihan yang ada untuk
dipergunakan dalam mencapai tujuan negara tersebut dalam level internasional,
yang berdasarkan pada rasionalitas.37
1.4.3 Political Collective Action
Pilihan kebijakan tersebut secara umum
merupakan pilihan kebijakan yang berupa strategi-strategi yang bersifat kooperatif
atau kompetitif, dimana negara dalam melakukan pemilihan atas preferensi
kebijakan luar negeri, akan berdasar pada rasionalitas elit politik dalam
pemerintahan negara tersebut. Elit akan melihat preferensi mana yang paling
sesuai dan dibutuhkan oleh negaranya ketika berinteraksi dalam sistem dunia
internasional.
Aksi kolektif (collective action) adalah suatu fenomena sosial. Secara
definitif, aksi kolektif merupakan serangkaian praktek sosial yang melibatkan
sejumlah individu atau kelompok tertentu, menampilkan karakteristik morfologi
yang sama dalam waktu dan tempat, berimplikasi terhadap lingkup area hubungan
sosial, dan kapasitas orang yang terlibat di dalam menyatakan apa yang mereka
lakukan.38 Suatu aksi kolektif dikarakteristikkan oleh tiga aspek,39
37 Charles L. Glaser, Rational Theory of International Politics The Logic of Competition and Cooperation (New York: Princenton University Press, 2010), hal. 26. 38 Alberto Melluci, Challenging Codes: Collective Actions in the Information Age (Cambridge: Cambridge University Press, 1996), hal. 20. 39 Ibid., hal. 23-24.
pertama,
adanya solidaritas dalam artian bahwa adanya pengakuan dan diakui identitas satu
individu dengan yang lain sebagai bagian dari unit sosial yang sama. Kedua, aksi
kolektif akan selalu melibatkan adanya suatu konflik tertentu yang kemudian
14
menimbulkan perlunya adanya suatu kontrol sosial. Ketiga, melibatkan adanya
kegagalan sistem untuk menjaga struktur.
Sedangkan aksi kolektif politik atau political collective action,
merupakan aksi-aksi kolektif yang bergerak dalam batasan lingkup politik.
Meskipun demikian, arena politik dimana aksi kolektif politik berlangsung berada
di luar pola politik konvensional.40 Dalam artian bukan merupakan suatu aksi
yang dilakukan oleh partai politik atau politik pemerintah, akan tetapi lebih
merupakan suatu aksi yang muncul di luar lingkar politik tersebut sebagai suatu
bentuk tanggapan atas tujuan tertentu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
dalam aksi kolektif politik perlu dikonstruksikan suatu aksi politik yang
sebelumnya tidak ada dan juga tidak terdapat adanya regulasi untuk membatasi
interaksi antara aktor aksi kolektif politik dengan lingkungan politik di sekitarnya,
akan tetapi berpengaruh dalam proses dan konstelasi politik. Edmondson,41
menambahkan meskipun ketiadaan regulasi dan bersifat fluktuatif, bentuk dari
aksi kolektif politik tersebar dan terorganisir, sehingga kemudian sering
diasosiasikan sebagai pergerakan ”grassroots” dalam koridor politik yang
demokratis. Aksi yang terorganisir dilakukan berdasarkan suatu proyek tertentu
dan dapat berupa protes, penyerangan, demonstrasi, dan lain-lain. Pendapat yang
sama diungkapkan oleh Alberto Melluci,42
40 Ricca Edmondson, The Political Context of Collective Action: Power, Argumentation, and Democracy (New York: Routledge, 1997), hal. xiii. 41 Ibid., hal. xiv. 42 Alberto Melluci, Nomads of the Present: Social Movements and Individual Needs in Contemporary Society (London: Hutchinson Radius, 1989), hal. 25.
bahwa aksi kolektif politik lebih
merupakan sebagai suatu produk dari suatu tujuan yang dikembangkan dalam
lingkup kesempatan dan batasan. Maka, dalam koridor politik, aksi kolektif
15
bergerak dalam upaya untuk memperoleh kekuasaan, yang dimungkinkan dengan
adanya kesempatan-kesempatan dan memiliki batasan ruang gerak.
Aksi kolektif politik, dapat disimpulkan sebagai suatu bentuk
pergerakan politik secara komunal dalam pemerintahan suatu negara, di luar dari
peran serta pemerintah atau partai politik yang ada, yang berpengaruh terhadap
tidak hanya situasi dan kondisi politik tetapi juga dalam perumusan kebijakan,
termasuk kebijakan luar negeri dari negara yang bersangkutan.
1.4.4 Sintesa Teori
Konstruktivisme aspirasi Clunan dapat menjelaskan bagaimana
perubahan konstruksi identitas Swiss, yang berimplikasi terhadap perubahan
signifikansi kebijakan dan peran Swiss dalam sistem. Di dalam konstruktivisme
aspirasi, terdapat dua tahapan yang dipergunakan di dalam proses konstruksi dan
implementasi identitas nasional dari aktor (negara),43
43 Anne Clunan, Op.Cit., hal. 29, 44, 47, dan 48.
sehingga sesuai untuk
dipergunakan di dalam penelitian terhadap konstruksi dan perubahan konstruksi
identitas Swiss. Kemudian, di dalam tahapan proses konstruksi identitas, elit
politik Swiss, yaitu Federal Council sebagai pemegang kekuasaan eksekutif
Negara Konfederasi Swiss, dengan menggunakan rasionalitas aspiratif
membentuk national self-image melalui aspirasi historis. National self-image dari
Swiss yang terbentuk, akan melalui tes historis dan tes efektivitas diri (efficacy
test). Perubahan yang terjadi dalam konstruksi identitas nasional Swiss,
16
berdasarkan pemikiran Peter J. Katzenstein,44
Kemudian, proposisi-proposisi dari Clunan dalam konstruktivisme
aspirasi, tidak dapat berdiri sendiri di dalam menganalisis konstruksi dan
perubahan konstruksi identitas. Pertama, di dalam proses konstruksi identitas
nasional konstruktivisme aspirasi, baik dalam aspirasi historis, tes historis,
maupun tes efektivitas diri, diperlukan rasionalitas dari elit politik di dalam
menentukan pilihan yang aspiratif. Kemudian untuk memperkuat proposisi
Clunan, dibutuhkan rational choice theory (RCT), untuk menjelaskan bagaimana
elit politik Swiss, yaitu Federal Council, dapat menentukan preferensi-preferensi
identitas nasional yang tepat berdasarkan rasionalitas. Dalam terminologi
Hubungan Internasional, RCT menjelaskan bahwa elit politik, berdasarkan
rasionalitas mereka, akan menentukan bagaimana preferensi-preferensi dapat
muncul, untuk kemudian dipilih sebagai keputusan dari aktor (negara).
secara otomatis akan berpengaruh
terhadap perubahan signifikansi Swiss dalam peranan interaksi Swiss dengan
sistem dunia internasional.
45
Kedua, konstruktivisme aspirasi, yang dirumuskan oleh Clunan,
adalah merupakan konstruksi identitas dan kepentingan nasional, yang terbentuk
berdasarkan atas kajian mengenai konstruksi atas identitas Rusia paska Perang
Dingin dalam rentang waktu 1991-2004, sementara penelitian yang dirumuskan
adalah kajian mengenai konstruksi atas identitas Swiss dalam rentang waktu
Dengan
menggunakan rasionalitasnya, elit akan melihat preferensi yang paling sesuai
untuk negaranya.
44 Ronald L. Jepperson, Alexander Wendt, dan Peter J. Katzenstein, Op.Cit., hal. 10. 45 Charles L. Glaser, Op.Cit., hal. 26.
17
1992-2005. Terdapat perbedaan fundamental terkait dengan sistem pemerintahan
Rusia dan Swiss. Dalam sistem pemerintahan Rusia, elit politik memegang
peranan dan tanggung jawab yang penuh di dalam menentukan setiap kebijakan,
termasuk dalam kebijakan luar negeri. Sementara dalam sistem pemerintahan
Swiss, elit politik terlibat di dalam proses pembentukan kebijakan, tetapi
keputusan kebijakan berada di tangan rakyat Swiss melalui referendum. Adanya
sistem direct democracy yang teradopsi dalam sistem pemerintahan Swiss,
menciptakan adanya gap antara konstruktivisme aspiratif dengan analisis terhadap
konstruksi identitas Swiss.
Konstruktivisme aspirasi menekankan adanya peranan signifikan
rasionalitas elit politik dalam menentukan konstruksi identitas suatu aktor negara.
Proposisi tersebut sulit untuk diterapkan dalam menganalisa konstruksi identitas
Swiss, sehingga diperlukan aksi kolektif politik (political collective action) untuk
menjelaskan bagaimana rakyat Swiss secara kolektif dapat ikut serta dan
berpengaruh secara signifikan dalam pembentukan kebijakan luar negeri Swiss
dan dalam konstruksi identitas Swiss. Secara umum, aksi kolektif politik
merupakan aksi kolektif yang terakomodir dalam ranah politik sebagai suatu
bentuk tanggapan, dan sangat berpengaruh dalam proses dan konstelasi politik
suatu negara.46
46 Ricca Edmondson, Op.Cit., hal. xiii.
Terkait dengan konstruksi identitas Swiss, elit politik memberikan
preferensi-preferensi yang memungkinkan atas identitas nasional Swiss, dan
keputusan akan berada pada rakyat Swiss. Kemudian, elit politik Swiss akan
mengakomodasi dan mengarahkan rakyat Swiss sebagai suatu aksi kolektif
18
politik, untuk memilih dan memutuskan preferensi identitas nasional yang
diinginkan oleh elit politik sebagai suatu outcome. Dalam proses membentuk dan
mengarahkan aksi kolektif politik rakyat Swiss, elit politik menggunakan partai
politik, kelompok kepentingan, dan media untuk melakukan diskusi, kampanye,
dan propaganda pada rakyat.
1.5 Hipotesis
Dengan berdasarkan pada pemahaman terhadap latar belakang
masalah dan landasan-landasan teori tersebut, dapat ditarik sebuah hipotesis atau
jawaban sementara dari permasalahan ini bahwa terjadi perubahan konstruksi
identitas nasional Swiss dalam referendum Schengen Treaty pada tahun 2005.
Netralitas sebagai identitas nasional Swiss yang terbentuk adalah netralitas yang
memiliki ruang gerak sosial yang jauh lebih terbuka, sebagai akibat dari adanya
reduksi terhadap tingkat xenophobia Swiss, dan bersifat lebih kooperatif dengan
aktor di luar Swiss, terutama Uni Eropa. Perubahan yang terjadi berlangsung
dalam dua tahapan, yaitu perubahan dalam rasionalitas elit politik di dalam
menentukan preferensi kebijakan luar negeri Swiss, yang kemudian terjadi
perubahan dalam lingkup kehidupan sosial Swiss, baik pada rakyat maupun
kanton Swiss. Swiss telah mengalami perubahan konsepsi netralitas kebijakan luar
negerinya sebagai sebuah negara berdaulat dengan mengikuti Schengen Treaty.
19
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Definisi Konseptual dan Operasional
1.6.1.1 Identitas
Identitas mengacu pada aktor sosial tertentu, yang terkonstruksi
sebagai label terhadap nilai-nilai tertentu di dalam struktur dan norma atas sebuah
komunitas atau institusi sosial tertentu.47 Identitas mendefinisikan dan
memisahkan “us” dengan “them” dalam struktur sosial, dimana identitas
merupakan batasan atas nilai tertentu yang memperoleh pengakuan. Anthony
Giddens (1991),48 mendeskripsikan bahwa identitas merupakan esensi atau
sumber bagi suatu aktor, yang dikonstruksikan sendiri melalui proses individuasi.
Kemudian, identitas dibentuk dalam suatu komunal sehingga menjadi suatu
identitas kolektif dengan struktur yang berfungsi untuk mengidentifikasikan
identitasnya.49 Terdapat berbagai bentuk identitas kolektif, antara lain kelas,
gender, ras, agama, dan lain-lain, akan tetapi identitas nasional merupakan bentuk
dari identitas kolektif yang paling fundamental dan inklusif.50
Dalam ranah operasional, netralitas merupakan identitas kolektif yang
terkonstruksi sebagai identitas nasional Swiss. Netralitas dikonstruksi Swiss atas
dasar kebutuhan Swiss untuk mengidentifikasikan Swiss di dalam sistem dunia
internasional dan memisahkan Swiss dalam batasan yang jelas dengan aktor-aktor
Identitas nasional,
menjadi sumber legitimasi antar-bangsa yang telah diakui atas validitas sistem
negara di setiap wilayah regional dan dunia internasional secara holistik.
47 Manuel Castells, Op.Cit., hal. 6. 48 Ibid., hal. 7. 49 Kwame Anthony Appiah, The Ethics of Identity (New Jersey: Princenton University Press, 2005), hal. 55-70. 50 Anthony D. Smith, National Identity (London: Penguin Books Ltd., 1991), hal. 143.
20
dunia internasional lainnya. Netralitas sebagai identitas nasional Swiss, kemudian
mendeterminasi pola aksi-reaksi dan interaksi Swiss dengan sistem dunia
internasional, yang terimplementasikan dalam setiap kebijakan luar negeri Swiss.
1.6.1.2 Prinsip Netralitas
Netral berakar pada kata dalam bahasa Latin, yaitu ne uter, yang
berarti neither one nor the other atau tidak salah satu atau yang lainnya.51
Berdasarkan asal katanya, netral berarti ketidakberpihakkan terhadap sesuatu.
Suatu power akan dikatakan sebagai netral apabila tidak memihak salah satu
pihak yang memiliki konflik. Netralitas merupakan suatu status dari suatu negara
yang menyatakan untuk tidak terlibat dalam interaksi yang potensial memiliki
ketegangan dengan aktor negara lainnya.52 Galeotti53
Prinsip netralitas, kemudian dapat diartikan sebagai langkah atau
strategi untuk tidak terlibat atau ikut campur dalam hal-hal yang berkaitan dengan
otoritas aktor lain. Apabila suatu negara mengeluarkan suatu pernyataan
kenetralannya maka negara tersebut memiliki kepentingan untuk tidak terlibat
dalam suatu isu tertentu dan berposisi di luar lingkaran lingkup isu tersebut.
Secara operasional, Swiss adalah negara yang netral. Dengan demikian, Swiss
berargumen bahwa toleransi
merupakan suspensi atau penerimaan intervensi power politis dalam suatu nilai
tertentu, berbeda dengan netralitas yang tidak menerima intervensi apapun.
51 Stefan Aeschimann dkk., Swiss Neutrality (Bern: Federal Department of Defence, Civil Protection and Sports (DPPS), 2004), hal, 2. 52 Chas. W. Freeman Jr., The Diplomat’s Dictionary (Washington: US Institute of Peace Press, 1997), hal. 197. 53 Anna Elisabetta Galeotti, “Identity, Difference, Toleration” dalam John S. Dryzek, Bonnie Honig, dan Anne Phillips, Political Theory (New York: Oxford University Press, 2006), hal. 567.
21
tetap ikut serta dalam pola interaksi sistem dunia internasional. Tetapi, kebijakan
dan kepentingan luar negeri Swiss, tidak diarahkan pada intervensi dalam bentuk
apapun terhadap otoritas aktor lain. Netralitas Swiss, juga berarti bahwa Swiss
sebagai sebuah negara yang berdaulat memproteksi kedaulatan dan otoritasnya
atas kekuatan-kekuatan pihak eksternal yang berusaha untuk mengintervensi.
Kenetralan Swiss, memiliki karakteristik yang self-determined, permanen, dan
dijaga dengan ketat.54
1.6.2 Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang dipergunakan bersifat eksplanatif. Penelitian ini
berusaha untuk memberikan penjelasan dan analisis mengenai hubungan antar
variabel melalui pengujian hipotesis.55
1.6.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah Swiss dan kawasan Uni Eropa dan
dalam tenggang waktu 1992, yaitu ketika publik Swiss menolak referendum untuk
bergabung ke dalam European Economic Area (EEA) hingga tahun 2005 ketika
referendum mengenai Schengen Treaty disetujui oleh publik Swiss.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam keperluan
penelitian ini adalah teknik kualitatif dengan pendekatan studi literatur dan
54 Stefan Aeschimann dkk., Op.Cit., hal. 2. 55 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 26-27.
22
pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data sekunder ini memanfaatkan
sumber-sumber literatur seperti dari buku, jurnal ilmiah, electronic book, artikel
media massa, dan artikel online. Peneliti fokus pada setiap informasi yang
berhubungan dengan setiap variabel penelitian.
1.6.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis kualitatif, karena setiap data yang dipergunakan berasal dari
sumber literatur, maka data-data yang diperoleh berwujud kata-kata, daripada
rangkaian angka. Oleh karena itu, metode analisis data yang tepat untuk
dipergunakan adalah analisis kualitatif. Teknik analisis data kualitatif ini
dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.56
1.6.6 Sistematika Penulisan
Laporan penelitian ini terbagi ke dalam lima bab pembahasan, dimana
masing-masing bab tersebut memiliki pembagian pembahasan sebagai berikut:
Bab 1 mengenai pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan kerangka pemikiran. Selain itu, terdapat
pula metodologi penelitian yang terdiri dari konseptualisasi dan operasionalisasi
konsep, tipe penelitian dan ruang lingkup penelitian, teknik pengumpulan dan
analisis data serta sistematika penulisan.
Bab 2 mengenai pemaparan aspek historis dari origin netralitas
56 Ibid., hal. 339.
23
sebagai konstruksi identitas Swiss dan dinamika konstruksi identitas Swiss.
Bab 3 mengenai pemaparan bagaimana sistem politik Swiss, peran
serta publik swiss dalam penentuan kebijakan luar negeri Swiss melalui
referendum, dan pengaruh pemerintah konfederasi Swiss terhadap publik Swiss.
Bab 4 mengenai pemaparan analisa sintesis konstruktivisme aspirasi,
RCT, dan political collective action terhadap perubahan konstruksi identitas
nasional Swiss.
Bab 5 berisi kesimpulan atas hasil analisa yang tertuang dalam pada
bab 2, 3, dan 4 terkait isi dari penelitian. Selain itu, pada bab ini juga berisi hasil
pengujian hipotesis yang telah dilakukan.
24
BAB 2
ASPEK HISTORIS DAN DINAMIKA KONSTRUKSI IDENTITAS SWISS
Konsepsi prinsip netralitas sebagai sebuah konstruksi identitas Swiss,
tidak dapat dipahami tanpa melakukan peninjauan terhadap latar belakang historis
Swiss, karena aspirasi historis merupakan salah satu aspek penting di dalam
konstruksi identitas, berdasarkan identitas konstruktivisme menurut Clunan.57
2.1 Aspek Historis Swiss
Selain itu, melalui aspirasi historis dapat diketahui bagaimana originalitas
netralitas sebagai suatu konstruksi identitas dan kemudian bagaimana
perkembangan dan dinamika netralitas Swiss hingga dalam era kontemporer.
Pemaparan atas aspek historis Swiss dalam penelitian ini akan fokus dalam asal
mula konstruksi prinsip netralitas Swiss, dan dinamika prinsip netralitas Swiss
hingga era kontemporer, pada abad ke-21, yang disediakan untuk memberikan
pemaparan dan gambaran mengenai aspek historis dan dinamika netralitas sebagai
identitas nasional, dengan tujuan untuk menyediakan penjelasan yang detail atas
aspirasi historis Swiss, menurut konstruktivisme aspirasi Clunan.
Aspek historis Swiss, secara umum, dapat dibagi ke dalam dua fase
utama, yaitu fase lama dan fase baru. Fase lama dalam catatan historis Swiss,
adalah era dimana pemerintahan Konfederasi Lama masih berlangsung, yaitu
57 Anne Clunan, Op.Cit., hal. 7.
25
sejak 1291 dan berakhir hingga Revolusi Helvetica pada tahun 1798.58
Karakteristik utama dari fase lama adalah adanya pembatasan demokrasi terhadap
small upper class, pembatasan kebebasan untuk membentuk kebebasan kolektif,
dan pembatasan kohesi negara terhadap konfederasi dasar dengan aliansi militer
yang diarahkan ke luar dan jaringan kebijakan yang diarahkan ke dalam.
Sementara fase baru historis Swiss dimulai pada tahun 1848, yang
direpresentasikan oleh Konfederasi Swiss yang lebih liberal,59
Secara umum, Swiss modern merupakan produk dari fase baru dalam
tatanan historis Swiss. Meskipun demikian, terdapat berbagai elemen dari fase
lama yang juga menjadi karakteristik negara Konfederasi Swiss dalam era
kontemporer, yaitu kecenderungan terhadap lokalisme, ide-ide atas otonomi
komunal, tradisi untuk bekerjasama dalam asosiasi yang kooperatif, adanya
tendensi Swiss untuk mengidentifikasi terhadap dirinya sendiri untuk
membedakan Swiss dengan kekuatan di luar Swiss, dan struktur negara yang
federalistik.
dimana terdapat
pula tiga karakteristik dasar dari fase ini, yaitu terdapat suatu transformasi dari
demokrasi otoritarian menuju demokrasi egaliter yang terikat secara legal,
terdapat perpanjangan kebebasan kolektif yang melingkupi hak dan kebebasan
individu, dan terdapat kemajuan federasi melalui pembentukan otoritas dengan
kekuasaan legilatif dan eksekutif sendiri.
60
58 Georg Kreis, “Modern Switzerland as a Product of Its History,” dalam Rolf Kieser dan Kurt R. Spillmann, The New Switzerland: Problems & Policies (California: The Society for the Promotion of Science and Scholarship, Inc., 1995), hal. 4. 59 Ibid., hal. 5. 60 Ibid., hal. 5.
26
2.2 Fase Lama Tatanan Historis Swiss dan Fase Transisi
2.2.1 Pembentukan Awal Negara Konfederasi Swiss
Titik awal historis Swiss sebagai sebuah kesatuan yang berdaulat
adalah pada 1 Agustus 1291, yang ditandai dengan berdirinya Konfederasi Swiss
melalui liga perjanjian di antara tiga provinsi di lembah Alpen, yaitu Uri, Schwyz,
dan Unterwalden (Nidwalden dan Obwalden).61 Liga yang terbentuk oleh ketiga
provinsi tersebut merupakan suatu aliansi untuk mengantisipasi adanya intrusi
dari Habsburg. Perjanjian tersebut disebut sebagai Rütli Oath, yaitu sebuah
sumpah yang mengikat pemimpin dari ketiga provinsi tersebut di Rütli, yang
merupakan sebuah padang rumput di tepi barat danau Lucerne.62 Secara umum,
aliansi dibentuk untuk menjaga kedaulatan dan keamanan bersama yang
mengancam, dimana kemudian liga atau aliansi ini menjadi cikal bakal dari
Negara Konfederasi Swiss.63
Kemudian, jaringan aliansi yang berawal dari tiga provinsi tersebut
telah bertransformasi menjadi sebuah kesatuan konfederasi dari negara bagian
yang berotonomi, yang berupaya untuk memperluas cakupan wilayah teritorial
dan mempererat integrasi di dalam konfederasi. Pada abad ke 14
th, Negara
Konfederasi Swiss memperluas wilayahnya dengan melingkupi Lucerne, Zurich,
Glarus, Zug, dan Bern,64
61 Leo Schelbert, Op.Cit., hal. lxii. 62 “History of Switzerland,” dalam http://historyswitzerland.geschichte-schweiz.ch/old- swiss-confederacy-1291.html, diakses tanggal 23 Maret 2011. 63 Leo Schelbert, Op.Cit., hal. lxii. 64 “History of Switzerland,” Loc.Cit.
dimana ancaman terhadap kemerdekaan Konfederasi
Swiss masih tetap berlangsung, dan dengan adanya musuh bersama, yaitu
Habsburg, justru menjadi pemersatu untuk dapat mengatasi perbedaan-perbedaan
27
yang ada di antara negara bagian yang mengancam konfederasi yang relatif baru.
2.2.2 Asal Mula Netralitas Swiss
Pada tahun 1477, di dalam Negara Konfederasi Swiss terdapat
perselisihan antara negara bagian yang berada di area pedesaan (rural) dan
perkotaan (urban) terkait dengan masa depan konfederasi. Negara bagian yang
berada di area pedesaan, yaitu Uri, Schwyz, Unterwalden, Glarus, dan Zug,
cenderung untuk beraliansi dengan uskup dari Constance. Sementara negara
bagian yang berada pada area perkotaan, yaitu Lucerne, Zurich, dan Bern
beraliansi pada kota Fribourg dan Solothurn untuk menjadi bagian dari
konfederasi.65
65 “History of Switzerland,” Loc.Cit.
Perselisihan yang terjadi berakibat pada ketidakseimbangan
konstelasi konfederasi dan mengancam adanya kemunculan bahaya separasi
terhadap Negara Konfederasi Swiss. Hal ini diakibatkan karena adanya
kekhawatiran negara bagian di area pedesaan akan kemungkinan dominasi area
perkotaan, sehingga mereka cenderung untuk tidak memperluas Konfederasi
Swiss yang lama. Kondisi ini terus berlanjut dan semakin membahayakan posisi
Negara Konfederasi Swiss karena adanya tekanan eksternal yang memanfaatkan
konstelasi Swiss. Hingga kemudian, sebuah kompromi baru muncul ketika
mendekati akhir tahun 1481, dengan bantuan St. Niklaus von Flüe untuk
melakukan mediasi dan menyarankan kesatuan yang baru. Flüe memproposisikan
Swiss untuk fokus terhadap kesatuan konfederasi, dan menghasilkan sebuah
perjanjian, yaitu Stanser Verkomnis atau Perjanjian di Stans, dimana perjanjian ini
28
merupakan perjanjian bersama pertama dari kedelapan anggota Konfederasi Swiss
dan menjadi dasar dari konfederasi selama lebih dari tiga abad.66
Dalam proposisi tersebut, Flüe juga menyarankan Swiss untuk tetap
netral dalam mengahadapi konflik-konflik internal. Flüe menyatakan “Do not
meddle in foreign disputes”,
67 dan ”Neutrality would deny potential aggressors a
casus belli, a reason for war, and would thus serve to deter foreign aggression”.68
Kemudian, pada tahun 1495, penguasa Kerajaan Suci Roma,
Maxmilian I, berusaha untuk menciptakan kembali kontrol atas kanton-kanton
dalam konfederasi.
Pernyataan-pernyataan Flüe tersebut berarti bahwa dengan mengambil posisi
netral, maka Konfederasi Swiss akan terhindar dari konflik-konflik yang terjadi di
luar Swiss, tidak akan terlibat dalam peperangan, dan terhindar dari agresi dari
pihak eksternal. Meskipun demikian, aplikasi nyata dari konsep netralitas Swiss,
baru diterima, diakui, dan diimplementasikan pada generasi selanjutnya, untuk
kemudian menjadi signifikansi sebagai alat untuk mencapai kebebasan dan
demokrasi.
69
Maxmilian I bergabung dengan Liga Swabian, yang
merupakan aliansi dari wilayah Utara Jerman untuk membendung ekspansi Swiss.
Akan tetapi, kemenangan kembali diraih oleh Negara Konfederasi Swiss, dan
pada tahun 1501, Basel dan Schaffhausen bergabung dengan konfederasi,
sementara Appenzell menjadi anggota Konfederasi Swiss ke-13.
66 Leo Schelbert, Op.Cit., hal. lxv. 67 Ibid., hal. 244. 68 Stephen Halbrook, Target Switzerland: Swiss Armed Neutrality in World War II (New York: Sarpedon, 1998), hal. 7. 69 Leo Schelbert, Op.Cit., hal. lxv.
29
2.2.3 Kekalahan Negara Konfederasi Swiss dan Implementasi Netralitas
Negara Konfederasi Swiss, paska perang di Swabian (1495), terlibat
dalam konflik perebutan wilayah atas lembah Po, dengan Perancis, Austria, dan
Italia. Pada satu sisi, Swiss memiliki kepentingan di area tersebut, dan di sisi yang
lain Swiss berupaya untuk menghindarkan Perancis dan Rusia dekat dengan
wilayah teritorialnya.70
Dengan diimplementasikannya konsep netralitas oleh Konfederasi
Swiss, maka Swiss tidak lagi terlibat dalam permasalahan dan konflik yang terjadi
di luar Swiss. Swiss, memfokuskan diri di dalam menjaga keberlangsungan
Akan tetapi, di dalam upayanya, Negara Konfederasi
Swiss mengalami kekalahan dalam peperangan Marignano pada tahun 1515 oleh
Francis I dari Perancis. Dalam perjanjian perdamaian, Swiss tetap memiliki
sebagian besar dari wilayah teritorialnya. Kekalahan Swiss dalam peperangan ini
tidak hanya menandakan berakhirnya kekuatan militer Swiss yang terkenal, tetapi
juga berakhirnya ekspansionisme Negara Konfederasi Swiss. Terkait dengan
kekalahan yang dialami dan isu perbedaan etnis, bahasa, dan agama yang dihadapi
oleh Swiss, berakibat pada Swiss dihadapkan dalam dua opsi yang
memungkinkan, yaitu menghancurkan Konfederasi Swiss yang telah terbentuk
dengan melibatkan Swiss ke dalam kebijakan-kebijakan Perancis, Austria, dan
Italia, atau tetap independen. Kemudian, Swiss memilih untuk tetap independen
dengan merepresentasikan dirinya sebagai sebuah negara yang netral dan pada
tahun 1516, wilayah Ticino dan Veltlin masuk ke dalam Konfederasi Swiss
karena berdasar pada konsep netralitas.
70 Ibid., hal. lxvi.
30
Negara Konfederasi Swiss dengan setiap negara anggotanya. Bahkan ketika Thirty
Years’ War atau Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648) berlangsung, Swiss tidak
terlibat di dalamnya. Kemudian, dalam Perjanjian Perdamaian Westphalia (1648),
Negara Konfederasi Swiss, yang diwakilkan Rudolf Wettstein, Walikota Basel,
memperoleh pengakuan kemerdekaan secara yuridis dari Kerajaan Suci Roma.71
2.2.4 Fase Transisi (1798-1847)
Pada tahun 1798, pasukan Perancis telah berhasil mengokupasi Vaud,
Solothurn, Fribourg, dan Nidwalden. Kemudian konfederasi pun runtuh dengan
jatuhnya Bern ke tangan Perancis pada tahun yang sama. Kejatuhan Negara
Konfederasi Swiss menandai berakhir fase lama historis Swiss, dimana Perancis
mendirikan Republik Helvetica. Jatuhnya Konfederasi Swiss ke tangan Perancis,
merupakan efek dari rangkaian permasalahan internal yang dialami oleh Swiss.72
71 Ibid., hal. xxviii. 72 Stephen Halbrook, Op.Cit., hal. 8.
Permasalahan Konfederasi Swiss adalah sebagai sebuah konfederasi yang terdiri
dari 13 Kanton, secara internal terdapat perbedaan etnis, bahasa, agama, kultur,
dan tradisi. Kemudian dalam sistem pemerintahan dan politik konfederasi, Swiss
tidak memiliki pemerintahan sentral, dimana tidak ada satu pemimpin dari satu
kanton untuk lebih dominan daripada yang lain, selain itu Swiss juga tidak
memiliki pasukan nasional konfederasi. Implementasi dari konsep netralitas
belum dapat berfungsi secara maksimal karena perbedaan yang ada, termasuk
disparitas antara area pedesaan dan perkotaan belum dapat terjembatani. Swiss
membutuhkan sebuah sistem pemerintahan yang baik yang mampu
31
mengakomodasi konsep netralitas. Kelemahan-kelemahan tersebut yang
kemudian dimanfaatkan oleh Perancis, sehingga akhirnya pada tahun 1798, Swiss
berhasil diokupasi dan pemerintahan konfederasi diganti dengan Republik
Helvetica, yang merupakan sebuah negara unitaris yang mengikuti model
revolusioner Perancis.
Di bawah konstitusi Perancis, kedaulatan yang dimiliki oleh Kanton
dihapuskan, kewarganegaraan dirubah menjadi bersifat nasional bukan kantonal,
pemisahan antara gereja dengan negara, dan memutuskan sistem moneter dan
perpajakan yang sama dengan Perancis. Langkah-langkah tersebut
diimplementasikan Perancis dengan tujuan untuk mempermudah di dalam
menciptakan kontrol atas Swiss.73
Kejatuhan final dari kekuasaan Napoleon pada tahun 1815,
dilanjutkan dengan didirikannya kembali Konfederasi Swiss dan sekaligus
Pada tahun 1803, pasukan Perancis
meninggalkan Swiss dan Swiss kemudian dijadikan sebagai negara satelit
Perancis, dibawah Undang-undang Mediasi Napoleon (Napoleon’s Mediation
Acts) tahun 1803. Melalui undang-undang tersebut kekuasaan kantonal dari ke-13
kanton diberikan kembali, dan berada dibawah pemerintahan Konfederasi
Helvetica. Akan tetapi, dengan awal kekalahan dan jatuhnya kekuasaan Napoleon
pada tahun 1813, maka Undang-undang Mediasi Napoleon tahun 1803 menjadi
tidak berlaku, dan pada tahun 1814-1815 terdapat upaya untuk mengembalikan
sistem konfederasi yang lama dan kanton mendapatkan kembali bentuk
pemerintahan yang sebelumnya.
73 Leo Schelbert, Op.Cit., hal. lxxi.
32
penambahan Valais, Geneva, dan Neuchâtel sebagai kanton baru dalam
Konfederasi Swiss. Pada Kongres Vienna tahun 1815, Konfederasi Swiss
mendeklarasikan kemerdekaannya dan sekaligus menyatakan dirinya sebagai
sebuah negara yang berdaulat dan netral.74
2.2.5 Netralitas sebagai Identitas Nasional dalam Rentang Waktu 1515-
1847
Akan tetapi, terdapat pergesekan
antara pihak liberal dengan konservatif, mengenai bagaimana sistem
pemerintahan yang terbaik untuk diterapkan dalam Negara Konfederasi Swiss.
Pergesekan yang terjadi berujung pada Perang Sipil pada tahun 1847 yang
berlangsung selama 26 hari, dan dimenangkan oleh kanton-kanton yang liberal.
Terdapat beberapa aspek historis yang berpengaruh terhadap
konstruksi awal netralitas Swiss. Pertama, pada tahun 1477, terdapat perselisihan
internal dalam Negara Konfederasi Swiss antara area rural (mayoritas kanton
dengan bahasa dan kultural Jerman) dengan urban (mayoritas kanton dengan
bahasa dan kultural Perancis),75
74 Ibid., hal. lxxii. 75 “History of Switzerland,” Loc.Cit.
yang memunculkan ide Niklaus von Flüe atas
identitas yang netral dalam proposisi Stanser Verkomnis. Ide tersebut
dimaksudkan untuk memperkuat kondisi dan situasi internal Swiss, dengan
menghilangkan perselisihan di antara area rural dan urban, dan untuk
menghindarkan Swiss dari kemungkinan penetrasi, baik kekuatan maupun
pengaruh asing, yang dapat mengancam Negara Konfederasi Swiss. Kedua,
33
kekalahan Swiss dalam perang Marignano pada tahun 1515.76 Ketiga, perselisihan
berkelanjutan antara rural dan urban berdampak pada kekalahan dan kejatuhan
Swiss dalam mempertahankan wilayah teritorial Swiss dari okupasi Perancis pada
tahun 1789-1815.77 Keempat, adanya eskalasi konflik internal yang berakibat
pada pecahnya Perang Sipil pada tahun 1847, selama 26 hari antara kaum
konservatif dan liberal.78
Kedua kekalahan tersebut, secara historis, memiliki dampak besar
terhadap masyarakat Swiss. Kekalahan dalam Peperangan Marignano,
bersignifikan terhadap kekalahan kekuatan militer Swiss yang kuat dan ditakuti
karena berhasil mempersatukan kanton-kanton Swiss dalam konfederasi, dan
Kemudian, dari keempat aspek historis tersebut, dapat dilihat bahwa
Swiss dalam awal kehidupan bernegara, memiliki ikatan kohesifitas antar kanton
yang lemah. Kelemahan tersebut berdampak negatif terhadap kesatuan Negara
Konfederasi Swiss, karena setiap kanton memiliki otoritas penuh dalam
mengelola dan mengontrol wilayahnya masing-masing. Lebih dari itu, perbedaan
karakteristik dan kultural dari setiap kanton sangat berpengaruh terhadap konflik
yang terjadi pada tahun 1477, 1789, dan 1847, sehingga, Swiss menjadi negara
yang rentan terhadap ancaman separasi. Kondisi ini dimanfaatkan oleh negara-
negara Eropa, untuk menduduki wilayah Swiss yang secara kultural memiliki
kesamaan, terutama Perancis, yang berdampak pada kekalahan Swiss dalam
Peperangan Marignano pada tahun 1515 dan kejatuhan Swiss atas Perancis
pimpinan Napoleon Bonaparte pada tahun 1789.
76 Leo Schelbert, Op.Cit., hal. lxvi. 77 Ibid., hal. lxxi. 78 Ibid., hal. lxxii.
34
sekaligus mengakhiri ekspansionisme Swiss.79 Kemudian, dengan jatuhnya
Konfederasi Swiss ke tangan Perancis, dan dirubahnya sistem pemerintahan
menjadi ke dalam Republik Helvetica, berakibat dalam hilangnya status dan hak
otonomi kantonal yang dimiliki negara bagian Swiss, dimana pemerintahan
Republik Helvetica terpusat dan diatur oleh Republik Perancis. Dampak yang
terbentuk ke dalam kehidupan sosial dan masyarakat Swiss adalah terbentuknya
masyarakat yang takut akan bangsa asing, atau xenophobia, yang berpengaruh
terhadap dinamika hubungan interaksi luar negeri Swiss. Ketakutan masyarakat
Swiss terhadap bangsa asing juga terkait dengan letak geografis Swiss di Eropa.
Swiss merupakan sebuah negara landlocked,80 yang dikelilingi oleh negara-negara
Eropa yang merupakan rival monarki Swiss, yaitu Perancis, Jerman, Austria, dan
Italia, yang sangat berpengaruh dalam menentukan konstelasi politik di Eropa.81
79 Ibid., hal. lxvi. 80 Landlocked adalah suatu area wilayah yang dikelilingi oleh daratan, dapat dilihat dalam A. S. Hornby, Op.Cit., hal.751. Suatu wilayah disebut landlocked karena terkunci dengan daratan dan tidak memiliki batas atau wilayah perairan (laut). Sehingga negara landlocked adalah negara yang hanya berbatasan dengan negara lain atau daratan. 81 Laurent Goetschel, Magdalena Bernath, dan Daniel Schwarz, Swiss Foreign Policy: Foundations and Possibilities (New York: Routledge, 2005), hal. 14.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa, Swiss merupakan suatu entitas negara kecil,
yang berada dalam arena kontestasi negara-negara yang lebih besar, baik secara
demografis maupun teritorial. Posisi geografis Swiss, menjadi faktor determinan
atas ketakutan Swiss terhadap intervensi bangsa asing karena terkait dengan
karakteristik Swiss yang multilingual dan multikultural. Adanya ketakutan bahwa
dengan adanya intervensi dari luar, dapat meningkatkan eskalasi konflik internal
antar kanton (Jerman dan Perancis), yang dapat berdampak pada separasi Negara
Konfederasi Swiss.
35
Kondisi demikian, memaksakan Swiss untuk menerapkan suatu
identitas yang dapat menghindarkan Swiss dari ancaman separasi terhadap
konfederasi Swiss. Sehingga kemudian Swiss menerapkan ide Flüe untuk
mengimplementasikan netralitas sebagai konstruksi identitas Swiss. Upaya Swiss
untuk mengkonstruksikan identitas nasional Swiss, dilakukan paska kekalahan
Swiss dalam Peperangan Marignano. Kekalahan tersebut, memaksa Swiss untuk
mengadopsi konsep netralitas ke dalam karakteristik dan identitasnya yang
diimplementasikan ke dalam setiap kebijakannya.82
Meskipun demikian, dengan terbentuknya Republik Helvetica
menggantikan Negara Konfederasi Swiss, menghapuskan konstruksi identitas
Swiss, sehingga Swiss harus mengkonstruksi kembali netralitas sebagai identitas
nasional Swiss sesaat setelah jatuhnya kekuasaan Perancis atas Swiss pada tahun
1815, dengan melalui proses restorasi Konfederasi Swiss, dengan tujuan untuk
menghindarkan Swiss dan rakyat Swiss dari intervensi baik secara sosial, politik,
maupun militer. Swiss, mendeklarasikan kemerdekaan dan status konstruksi
identitas nasional sebagai negara yang netral dalam Kongres Vienna pada tahun
1815.
Netralitas, menjadi pilihan
yang paling rasional untuk diimplementasikan oleh Swiss sebagai sebuah negara
konfederasi. Dengan kata lain, netralitas Swiss pada tahun 1515 ini merupakan
opsi terbaik Swiss yang dipilih untuk tetap mempertahankan bentuk
konfederasinya yang memiliki karakteristik multilingual dan multikultural.
83
82 Stephen Halbrook, Op.Cit., hal. 8. 83 Leo Schelbert, Op.Cit., hal. lxxii.
Untuk pertama kalinya, secara internasional konsep netralitas dari
Konfederasi Swiss diakui dan menjadi bahan pertimbangan. Pengalaman Swiss
36
atas kekalahannya dalam mempertahankan diri atas serangan Perancis
menyadarkan Swiss akan kelemahan-kelemahan Swiss, terutama tidak adanya
kesatuan di antara kanton dalam konfederasi. Diperlukan adanya perubahan
sistemik dalam pemerintahan dan politik Swiss. Konsep netralitas Swiss dalam
era ini berarti bahwa netralitas merupakan alat yang dipergunakan Swiss untuk
mengikat Negara Konfederasi Swiss secara holistik, dan juga sebagai alat untuk
menghindarkan Negara Konfederasi Swiss terhadap adanya kemungkinan
intervensi dan pengaruh dari lingkup eksternal Swiss.
2.3 Fase Baru Tatanan Historis Swiss
2.3.1 Dinamika Netralitas Swiss dalam Rentang 1848-1945
Pada 12 September 1848, sebuah konstitusi baru disetujui, dan dengan
dasar pemerintahan yang baru maka terjadi perubahan dari Konfederasi Swiss
lama Negara Konfederasi Swiss yang baru, yang liberal, dengan Bern sebagai
ibukota Negara Konfederasi. Negara Konfederasi Swiss yang baru merupakan
bentuk pemerintahan dasar dari Konfederasi Swiss yang bertahan hingga era
kontemporer. Dalam Konstitusi Federal yang baru, Swiss merupakan negara
konfederasi dengan Konfederasi sebagai pemerintah pusat, dan Kanton sebagai
negara bagian dengan kedaulatannya. Pemerintah Konfederasi menentukan dan
bertanggungjawab atas kebijakan-kebijakan luar negeri, militer, dan tarif,
sementara kebijakan pendidikan, hukum, dan pajak dipegang oleh pemerintahan
kanton masing-masing.84
84 Ibid., hal. lxxiii.
37
Netralitas yang menjadi identitas nasional Swiss dalam bernegara
tidak dicantumkan dalam Konstitusi Federal yang baru, dan juga tidak tertulis
sebagai bagian dari tujuan yang hendak dicapai oleh Konstitusi Federal. Meskipun
demikian, prinsip netralitas memiliki arti penting yang bertujuan untuk menjaga
kemerdekaan dan kebebasan Swiss, sebagai sebuah Negara Konfederasi yang
berdaulat. Oleh karena itu, pemerintah Konfederasi, bertugas dan
bertanggungjawab untuk mengawasi dan menjaga netralitas yang dianut.
Kemudian, Konstitusi Federal tahun 1848 ini, telah menjadi titik penting dalam
catatan historis Swiss, dimana dengan pengadopsian konstitusi ini, Swiss dapat
mereduksi dan mengakhiri konflik dan krisis internal yang telah menjadi
persoalan utama sejak Konfederasi Swiss dibentuk.
Pengakuan dunia internasional atas kenetralan Swiss semakin diakui
dimana dalam Perang Franco-Prussia (1870-1871), Swiss bersedia untuk merawat
pasukan Jenderal Charles Bourbaki yang menderita kekalahan,85
85 Stefan Aeschimann dkk., Op.Cit., hal. 5.
dan kemudian
juga dengan adanya inisiatif dari Henri Dunant, seorang Swiss, untuk membentuk
Palang Merah (Red Cross). Kemudian dalam Konvensi Geneva, sebuah konvensi
untuk mengakomodasikan perjanjian internasional dalam peperangan. Konvensi
Geneva menghasilkan terbentuknya Palang Merah Internasional atau
International Committe of the Red Cross (ICRC) dan Hukum Geneva atau ”Law
of Geneva”, yang secara umum berisi tentang perlindungan dan aturan atas
personel medis dan perlengkapan, tawanan perang, dan penduduk sipil dalam
38
zona perang.86
Pada dasarnya, konsep netralitas tradisional yang dianut oleh Negara
Konfederasi Swiss adalah bahwa Swiss yang merupakan kesatuan berdaulat
menerapkan sikap yang netral dalam segala faktor, baik sosial, politik, ekonomi,
hubungan diplomatik, dan dalam hal militer. Kemudian, terkait dengan bidang
militer, kenetralan berarti bahwa Swiss tidak akan terlibat dalam kontak militer
dengan pihak manapun dan Swiss tidak akan terlibat dalam perang, konflik, atau
suatu kontak senjata tertentu kecuali apabila Swiss mendapatkan serangan terlebih
dahulu.
Peran serta Swiss, baik dalam pengadaan Konvensi Geneva
maupun dalam IRCC dan Hukum Geneva semakin memperkuat posisi Swiss
sebagai sebuah kedaulatan yang netral.
87 Dengan demikian, kontak militer yang dilakukan dan diupayakan Swiss
hanya dalam konteks untuk melindungi negara dan kedaulatannya saja (self-
defense). Kemudian, konsep netralitas Swiss terdefinisikan dalam Konvensi
Hague 1907, dimana dalam konsep netralitas dibutuhkan ketidakterlibatan dan
ketidakberpihakan dalam perang dan konflik, pertahanan diri sendiri, tidak
mendukung kekerasan dan agresi, tidak ada perdagangan dengan pelaku aksi
kekerasan dan agresi, dan adanya hak integritas teritorial.88
Dalam Perang Dunia I (1914-1919), wilayah teritorial Swiss terjebak
dan dikelilingi oleh negara-negara yang terlibat perang. Swiss tetap
mempertahankan kenetralannya dan tidak melibatkan diri dalam perang, bahkan
86 Leo Schelbert, Op.Cit., hal. 131-132. 87 Daniele Ganser dan Georg Kreis, “Swiss Neutrality: Incompatible with EU Membership?,” dalam Clive H Church, Switzerland and the European Union, a Close, Contradictory and Misunderstood Relationship (New York: Routledge, 2007), hal. 52. 88 Hanspeter Kriesi dan Alexander H. Trechsel, The Politics of Switzerland: Continuity and Change in Consensus Democracy (New York: Cambridge, University Press, 2008), hal. 19-20.
39
Swiss menempatkan pasukannya untuk menjaga teritorialnya agar tidak menjadi
wilayah perang dan dimasuki oleh pasukan dari negara lain. Dengan berakhirnya
Perang Dunia I, Swiss juga ikut menandatangani Perjanjian Versailles (1919),
dengan demikian, Swiss semakin memperjelas posisinya sebagai negara yang
netral dan berkontribusi secara aktif dalam mengupayakan keseimbangan dan
stabilitas Eropa.89
Kegagalan Liga Bangsa-Bangsa sebagai sebuah organisasi untuk
mengelola perdamaian, membawa dampak pada pecahnya Perang Dunia II (1939-
1945). Dalam Perang Dunia II, teritorial Swiss terancam mengingat bahwa Nazi
Jerman di bawah Hitler berada di sebelah Utara dan Itali dalam pimpinan
Mussolini berada di Selatan Swiss. Kondisi pun semakin diperburuk dengan
adanya aneksasi Jerman terhadap Austria pada tahun 1938 dan kejatuhan Perancis
pada tahun 1940, sehingga Swiss terjebak dalam kepungan wilayah teritorial axis.
Swiss menyadari bahwa, Perang Dunia II tidak hanya perang dalam rangka kontes
hegemoni atas wilayah Eropa, tetapi juga peperangan ideologi antara demokrasi,
nasional sosialisme, fasisme, dan komunisme. Sesaat setelah pecahnya Perang
Dunia II, pemerintah konfederasi memutuskan secara ketat bahwa Swiss tetap
netral dan berusaha untuk menjaga wilayahnya dengan menembak jatuh setiap
pesawat, baik axis maupun sekutu yang memasui wilayah Swiss, baik dengan
Swiss, juga bergabung dengan Liga Bangsa-Bangsa pada tahun
berikutnya, sebagai upaya Swiss untuk menunjukkan bahwa Swiss mendukung
perdamaian dunia internasional. Meskipun demikian, keputusan ini berbeda
dengan nilai netralitas dimana Swiss tergabung dalam suatu organisasi tertentu.
89 Leo Schelbert, Op.Cit., hal. lxxvi.
40
sengaja maupun tidak. Pihak Nazi Jerman sebenarnya berupaya untuk masuk ke
wilayah Swiss dan menganeksasi, akan tetapi hingga Perang Dunia II berakhir,
wilayah teritorial Swiss tetap aman dan netral.90
2.3.2 Dinamika Netralitas Swiss paska Era Perang (1945-kontemporer)
Paska berakhirnya Perang Dunia
II, Swiss bertahan sebagai satu-satunya negara demokrasi di Eropa Tengah.
Paska Perang Dunia I dan II, Swiss menghadapi tekanan terhadap
perubahanan tatanan konstelasi politik dan hubungan antar negara di Eropa.
”Eropa Baru” secara politis, militer, dan strategis terbagi ke dalam dua kubu, yaitu
barat dan timur. Karena era paska perang, tatanan dunia berubah dimana terdapat
dua kekuasaan baru yang muncul, dimana kedua kekuatan yang saling bersaing
tersebut merupakan pemenang dari Perang Dunia II, yaitu Uni Soviet dengan
ideologi komunisme dan Amerika Serikat dengan liberalisme. Kawasan Eropa
adalah wilayah yang paling merasakan dampak dari perubahan tatanan dunia baru
ini, karena negara-negara Eropa terlibat secara langsung. Uni Soviet dan
komunisme menguasai Eropa timur, sementara Eropa Barat bersekutu dengan
Amerika. Terjebak dalam situasi konstelasi politik Perang Dingin, Swiss tetap
berusaha untuk menjaga kenetralannya untuk tidak memihak pihak manapun.
Strategi yang diterapkan oleh Swiss adalah strategi bertahan dimana Swiss tidak
ikut serta dan melakukan isolasi terhadap berbagai interaksi internasional.
Meskipun berada dalam tatanan ”Eropa Baru”, Swiss tetap mempertahankan
konsep netralitas sebagai elemen sentral dari konsepsi dan identitas Swiss.
90 Ibid., hal. lxxvii.
41
Terdapat perubahan terhadap konsep netralitas Swiss, dimana Swiss
memutuskan untuk bergabung dan ikut serta dalam organisasi yang hanya bersifat
”teknis” dan menguntungkan tetapi tetap menolak untuk bergabung dengan
organisasi yang bersifat ”politis”.91
2.3.2.1 Dinamika Netralitas Swiss dalam Dinamika Kehidupan Sosial
Dalam hal ini, sebuah organisasi yang bersifat
”politis”, menurut Swiss, adalah organisasi yang melibatkan kepentingan politik
dan memungkinkan adanya pengorbanan kepentingan politik dan sebagian
kedaulatan dari negara tersebut, yang akan berpengaruh terhadap kehidupan sosial
Swiss baik secara parsial maupun holistik.
Swiss, sebagai sebuah negara yang menganut prinsip netralitas,
memiliki komitmen untuk ikut serta di dalam menciptakan dan menjaga
perdamaian dunia. Oleh karena itu, meskipun netralitas yang terkonstruksi dalam
masyarakat dan kehidupan sosial Swiss terbentuk sebagai akibat dari adanya
fenomena xenophobia dalam rakyat Swiss, Negara Konfederasi Swiss tetap
berpartisipasi aktif dalam aksi-aksi humanitarian. Swiss terlibat secara aktif di
dalam memberikan ijin tinggal bagi pengungsi dan memberikan suaka, dimana
Negara Konfederasi Swiss, mengacu pada Konvensi Geneva pada tahun 1951.92
91 Daniele Ganser dan Georg Kreis, Op.Cit., hal. 56. 92 Leo Schelbert, Op.Cit., hal. 279.
Berdasarkan Konvensi Geneva, Swiss mengakui keberadaan pengungsi sebagai
individu atau kelompok individu yang hidup dalam bahaya di negara asalnya
karena persoalan agama, ras, nasionalitas, pandangan politik, atau kelas sosial.
Kebijakan Swiss tersebut, dimanfaatkan pengungsi dan pencari suaka, yang
42
muncul sebagai akibat dari Perang Dunia II di dataran Eropa. Paska Perang Dunia
II, dalam rentang tahun 1945-2000, diestimasikan terdapat sekitar dua juta
imigran masuk dan bermukim di Negara Konfederasi Swiss, baik temporer
maupun permanen.93
Terkait dengan gelombang imigran tersebut, pada tahun 1960-an
rakyat Swiss mengambil langkah untuk melakukan pergerakan anti-imigrasi
dalam skala yang besar.
94 Titik momentum kemunculan pergerakan disebabkan
karena tidak terkontrolnya jumlah pengungsi di Schwarzenbach, Swiss.
Momentum kedua, terjadi dalam era tahun 1980an, dimana jumlah pengungsi
yang mencari suaka di Swiss meningkat dari 3000 per tahun (1980) menjadi
37.000 per tahun (1990).95 Penolakan mayoritas rakyat Swiss merupakan akibat
dari adanya ketakutan terhadap pengungsi dan pencari suaka yang masuk ke
dalam wilayah yurisdiksi Swiss. Ketakutan tersebut, selain karena diakibatkan
karena adanya latar belakang pengaruh xenophobia dalam kehidupan sosial rakyat
Swiss, juga karena 90% dari pengungsi dan pencari suaka memasuki Swiss secara
ilegal dan tanpa adanya dokumen dan identitas resmi.96
Faktor xenophobia dalam konstruksi netralitas Swiss berdampak
Kemudian, dengan adanya
peningkatan imigrasi, maka tingkat persaingan rakyat Swiss dalam lapangan
pekerjaan semakin tinggi, dan juga adanya peningkatan dalam level kriminalitas.
Faktor ini semakin memperkuat xenophobia dari rakyat dan kehidupan sosial
Swiss.
93 Ibid., hal. 172. 94 Ibid., hal. 172. 95 Wolf Linder, Swiss Democracy: Possible Solutions to Conflict in Multicultural Societies (New York: Palgrave Macmillan, 1998), hal. 106. 96 Leo Schelbert, Op.Cit., hal. 279.
43
kontroversif terhadap kebijakan-kebijakan Swiss atas pengungsi dan pencari
suaka, selama kurang lebih tiga dekade. Partai Swiss yang berafiliasi kanan dan
kekuatan pergerakan xenophobia, menolak dan melawan pertumbuhan pengungsi
dan kebijakan yang mendukung.97
Pemerintah Negara Konfederasi Swiss, memutuskan untuk mengambil
jalan tengah, dimana memperketat kebijakan dengan memberikan batasan
terhadap pencari suaka, akan tetapi tetap membiarkan arus pengungsi sesuai
dengan standar hukum internasional dan kemanusiaan.
Mereka berpendapat bahwa imigran yang
datang dan masuk ke Swiss, adalah pengungsi dan pencari suaka palsu, yang
masuk ke dalam Swiss dengan tujuan ekonomi, bukan sosial dan politik.
Kemudian, mereka menuntut akan adanya kebijakan dan regulasi yang ketat
terhadap pengungsi dan pencari suaka, dengan tujuan untuk menciptakan regulasi
yang kompleks sehingga mempersulit masuknya imigran ke dalam Swiss.
Sedangkan partai Swiss yang berafiliasi kiri, dan agensi keagamaan dan sosial,
sebaliknya, menuntut akan adanya perlakuan dan kebijakan yang mendukung arus
imigrasi dengan dasar nilai-nilai kemanusiaan.
98
97 Wolf Linder, Op.Cit., hal. 106. 98 Ibid., hal. 106.
Keputusan demikian,
tidak disetujui oleh partai Swiss yang berafiliasi kiri, dan agensi keagamaan dan
sosial, sehingga mereka mengajukan inisiatif populer (referendum), yang diajukan
pada Federal Council, yang disetujui dan diadakan pada 5 April 1987. Akan
tetapi, referendum yang diajukan dengan tujuan untuk mengubah kebijakan
Konfederasi gagal, Pemerintah Negara Konfederasi dan Partai Swiss yang
berafiliasi kanan dan pergerakan xenophobia, menang dalam referendum dengan
44
mayoritas suara 67,4%. Secara umum, kekalahan referendum pada 5 April 1987,
termotivasi atas perlunya pembatasan dalam menentukan proporsi populasi asing
di Swiss, dengan tujuan untuk melindungi nilai tradisional Swiss dan kebanggaan
rakyat Swiss atas nilai tersebut, adanya ketakutan akan kehilangan status sosial,
dan populasi berlebih yang dikhawatirkan berdampak pada hilangnya konstruksi
identitas Swiss.
2.3.2.2 Dinamika Netralitas Swiss dalam Integrasi Eropa dan Internasional
Konsep Netralitas, kemudian menjadi faktor utama dalam penolakan
Swiss terhadap Treaty of Rome (1957). Penolakan tersebut beralasan karena
sebuah aksesi dan integrasi secara politis oleh suatu organisasi tidak hanya
bertentangan dengan tradisi konsepsi netralitas Swiss tetapi juga akan
menimbulkan kekacauan yang mengancam kedaulatan dan kemerdekaan Swiss.
Faktor ini lah yang kemudian mendorong Swiss untuk bertolak dan justru
bergabung dengan Inggris, beserta dengan Denmark, Portugal, Austria, Norwegia,
dan Swedia untuk kemudian mendirikan European Free Trade Zone (EFTA) pada
tahun 1960. Tujuan utama dari pembentukan EFTA adalah penghilangan
hambatan perdagangan dan kerjasama ekonomi yang lebih intens bagi sesama
anggota.99
99 Hanspeter Kriesi dan Alexander H. Trechsel, Op.Cit., hal. 173.
Swiss memutuskan untuk terlibat dalam EFTA, karena EFTA
merupakan organisasi yang hanya bersifat teknis tanpa ada kepentingan politis
dan karena Swedia dan Austria juga merupakan negara netral. Selain itu, Swiss
juga membutuhkan suatu kerja sama dengan negara lain untuk memenuhi
45
kepentingan nasionalnya terutama dalam bidang perekonomian. Dalam
perkembangannya, pada tahun 1972 Swiss beserta dengan negara-negara EFTA
bergabung dengan Free Trade Agreements dari European Community (EC),
dimana dalam perjanjian ini Swiss menyetujui untuk masuk ke dalam wilayah
perdagangan bebas yang disertai dengan penghilangan penghambat perdagangan
dan kuota, untuk lebih meningkatkan kekuatan perekonomian.100 Swiss
menyetujui proses ini setelah melalui proses perdebatan yang panjang dalam
parlemen dan popular vote dengan tingkat persentase sejumlah 72,5%, dengan
catatan bahwa kerja sama yang terjadi hanya dalam ranah perekonomian dan
perdagangan saja dan netralitas Swiss harus dapat dijaga.101
Kemudian, dalam Tabel 2.1 dapat dilihat bagaimana referendum yang
dilakukan Swiss terkait dengan Uni Eropa.
Tabel 2.1 Referendum yang terkait dengan Uni Eropa
sumber: Alexander H. Trechsel, “Direct Democracy and European Integration: a Limited
Obstacle?” dalam Clive H Church, Switzerland and the European Union, a Close, Contradictory and Misunderstood Relationship (New York: Routledge, 2007), hal. 39.
dalam tabel tersebut, dapat dilihat bahwa publik Swiss menolak untuk bergabung
ke dalam European Economic Area (EEA) pada Desember 1992, dalam
100 “Bilateral Agreement Switzerland-EU,” Loc.Cit. 101 Daniele Ganser dan Georg Kreis, Op.Cit., hal. 57.
46
referendum negosiasi untuk bergabung ke dalam Uni Eropa pada Juni 1997, dan
dalam referendum pembukaan negosiasi keanggotaan Uni Eropa pada Maret
2001.102
Meskipun publik Swiss menolak untuk berintegrasi dengan Uni
Eropa, tetapi Swiss tetap melakukan kerjasama dengan Uni Eropa melalui
Bilateral Agreements I (2000) dan II (2005), yang disetujui oleh publik Swiss
dalam referendum. Dimana dalam Bilateral Agreements II, Swiss berpartisipasi
dalam Schengen Treaty dan Dublin Convention. Dalam referendum Schengen
Treaty pada tahun 2005, pemerintah mendapatkan dukungan dalam mayoritas
ganda, yaitu dari rakyat dan kanton, dengan 54,6% suara rakyat Swiss dan 14
kanton. Sehingga secara otomatis, referendum diterima dan Swiss kemudian
tergabung dalam Schengen Area, sesuai dengan ketentuan dalam Schengen
Treaty. Oleh karena itu, meskipun Swiss tidak terintegrasi sebagai anggota resmi
dari Uni Eropa secara holistik, tetapi Swiss terintegrasi secara parsial. Kondisi
demikian, menyatakan bahwa terdapat perubahan dalam konstruksi identitas
nasional Swiss. Netralitas Swiss menjadi lebih lunak dan adanya penerimaan dan
Penolakan publik Swiss terhadap referendum didasari karena Uni Eropa
merupakan sebuah institusi atau organisasi dalam kawasan Eropa yang bersifat
politis, yang bertujuan untuk menciptakan satu Eropa melalui berbagai macam
integrasi yang akan mengorbankan sebagian dari kedaulatan negara anggotanya.
Oleh karena itu, integrasi Swiss sebagai sebuah negara berdaulat ke dalam Uni
Eropa, dianggap publik Swiss sebagai suatu ancaman terhadap kedaulatan dan
identitas nasional Swiss.
102 “Bilateral Agreement Switzerland-EU,” Loc.Cit.
47
toleransi terhadap warga Eropa.
Secara umum, Swiss memiliki latar belakang historis yang panjang
dan kompleks. Dimana dalam setiap fase historis memiliki karakteristik yang
berbeda, dan setiap fase tersebut sangat berpengaruh dalam pembentukan
karakteristik, konstelasi, dan posisi Swiss sebagai sebuah kesatuan kedaulatan
hingga saat ini. Kemudian, dinamika yang terjadi dalam setiap fase tersebut dapat
menjadi bahan acuan dalam melakukan kajian terhadap konstruksi identitas Swiss
dan perubahan konstruksi identitas Swiss yang terjadi.
48
BAB 3
SISTEM PEMERINTAHAN DAN POLITIK SWISS:
FEDERALISME, DIRECT DEMOCRACY, DAN REFERENDUM SEBAGAI
PROSES PEMBENTUKAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI SWISS
Swiss merupakan sebuah negara dengan sistem federal dan Swiss
mengembangkan pemerintahan yang berbeda dalam berbagai aspek dengan
demokrasi negara-negara Eropa Barat lainnya. Swiss mengkombinasikan elemen
parlementer dengan demokrasi presidensiil, dan juga menggunakan sistem
representatif dan hak pilih populer.103
Bab ini merupakan bab yang berisi tentang sistem pemerintahan dan
sistem politik Swiss, dengan tujuan untuk dapat mengetahui bagaimana netralitas
sebagai identitas nasional Swiss dibentuk, dikembangkan, serta dijaga oleh sistem
yang berlaku dalam negara konfederasi Swiss. Oleh karena itu, bab ini terfokus
Sistem pemerintahan dan politik Swiss
mengadopsi nilai-nilai federalisme dan demokrasi, dimana federalisme menjamin
jumlah representasi yang sama pada setiap kanton dalam konfederasi, sementara
demokrasi menuntut akan adanya representasi yang sama untuk setiap individu.
Sistem yang demikian merupakan sistem yang tepat di dalam mengakomodir
kebutuhan berpolitik dari karakteristik multikultural dan netralitas Swiss, serta
sistem ini juga sangat mendukung bentuk pemerintahan sebuah negara
konfederasi yang terdiri dari 26 kanton, dimana setiap kanton mendapatkan
otoritas dan kedaulatan atas kantonnya masing-masing.
103 René Rhinow dan Annemarie Huber-Hotz, “The Future of the Political System,” dalam Rolf Kieser dan Kurt R. Spillmann, The New Switzerland: Problems & Policies (California: The Society for the Promotion of Science and Scholarship, Inc., 1995), hal. 16.
49
pada pembahasan mengenai federalisme, direct democracy (demokrasi langsung),
dan referendum sebagai sebuah proses pembentukan suatu kebijakan luar negeri
Swiss.
3.1 Sistem Federalisme
3.3.1 Interpretasi dan Implemetasi Federalisme Swiss
Swiss merupakan sebuah negara konfederasi yang terdiri dari negara-
negara bagian atau kanton yang berdaulat dengan karakteristik multilingual dan
multikultural. Federalisme Swiss dianggap dan diakui sebagai suatu bentuk
pemisahan atas kekuasaan yang bertujuan untuk mempertahankan perbedaan dan
untuk melindungi politik, kultural, bahasa, dan regional dari minoritas. Dalam hal
ini, federalisme Swiss mengarah pada suatu sistem yang terintegrasi dan bersatu,
akan tetapi pada sisi yang lain juga sekaligus mempertahankan otonomi dan
perbedaan.104 Prinsip federalisme Swiss dioperasionalkan melalui tiga unit sosial
politik atau level pemerintahan, yaitu Communes, Kanton, dan Konfederasi,
dengan serangkaian mekanisme dan pola perilaku yang menghubungkan mereka
dan meregulasikan interaksi yang berlangsung.105
3.1.1.1 Communes
Communes merupakan unit sosial politik terkecil dari Swiss yang
diketahui dan diakui sebagai korporasi publik dengan otoritas tidak terpusat atas
104 Ibid., hal. 27. 105 Paolo Dardanelli, “Federalism: Institutional Adaptation and Symbolic Constraints” dalam Clive H Church, Switzerland and the European Union, a Close, Contradictory and Misunderstood Relationship (New York: Routledge, 2007), hal. 19.
50
wilayah teritorialnya.106 Communes memiliki pemerintahan sendiri dengan
otoritas tidak tertulis dalam konstitusi, secara umum otonomi communes meliputi,
hak dan kebebasan untuk membentuk pemerintahan lokal termasuk dalam merger
antara satu communes dengan yang lain, hak untuk menentukan pajak sesuai
dengan kebutuhan, dan kebebasan aksi atas persoalan yang bukan merupakan
kompetensi dari kanton maupun konfederasi. Tugas dan kewajiban communes
tidak hanya melingkupi cakupan lokal Swiss saja, tetapi juga dalam level kanton
dan konfederasi.107
3.1.1.2 Kanton
Tugas dalam level lokal meliputi registrasi pemukiman dan
pemilih (voter), melakukan pemilihan lokal, dan administrasi dan menyediakan
pelayanan publik. Kemudian, dalam level kanton dan konfederasi tugas
communes meliputi pengumpulan dan pembagian pajak, dan distribusi informasi
dan manajemen pemilihan dalam level kanton maupun konfederasi.
Unit sosial politik selanjutnya adalah negara bagian yang disebut
sebagai kanton. Kanton merupakan bentuk original Swiss, dimana Swiss secara
resmi terbentuk dari integrasi dan unifikasi kanton-kanton pada tahun 1848.
Kedaulatan yang dimiliki oleh kanton sudah merupakan hak otoritas yang dimiliki
oleh setiap kanton sejak berdirinya Negara Konfederasi Swiss. Kanton tidak
hanya memiliki kedaulatan dan otoritas atas teritorinya, tetapi juga memiliki
institusi politik, sejarah, dan identitasnya sendiri.108 Terdapat 26 kanton109
106 Jeanmaire dan Michel AG, The Swiss Confederation Brief Guide 2010 (Bern: Information Services of the Federal Chancellery, the Departments and Parliamentary Services, 2010), hal. 14. 107 Ibid., hal. 69. 108 Oswald Sigg, Political Switzerland (Zurich: Pro Helvetica, 1997), hal. 14.
dengan
51
perbedaan ukuran, demografi, kultural, dan bahasa, akan tetapi, dibawah
konstitusi federal, setiap kanton memiliki hak yang sama. Dalam unifikasi, setiap
kanton menyerahkan sebagian dari kebebasan dan kedaulatannya kepada
pemerintah konfederasi, meskipun demikian, kanton memiliki hak dan kuasa
penuh yang diatur dalam konstitusi federal untuk mengatur kantonnya sendiri.
Kanton dalam Konfederasi Swiss memiliki hak konstitusi yang sangat luas dan
merupakan arena signifikan dalam aksi politik Swiss.110
3.1.1.3 Konfederasi
Faktor ini yang kemudian
mempengaruhi proses adopsi sistem federalisme ke dalam pemerintahan Swiss,
dengan tujuan untuk dapat menciptakan keharmonisan secara politik atas integrasi
dalam konfederasi.
Konfederasi merupakan unit sosial politik dan level pemerintahan
berdaulat tertinggi dari Swiss. Meskipun kekuasaan konfederasi terbatasi oleh
kekuasaan kantonal yang terlindungi dalam konstitusi, konfederasi memiliki
kekuasaan dan pengaruh yang signifikan. Konfederasi, memiliki tujuan untuk
melindungi kebebasan dan hak individu dari publik Swiss, melindungi
kemerdekaan dan keamanan negara dan untuk mempromosikan kesejahteraan
bersama, pengembangan yang berkelanjutan, kohesi internal, dan perbedaan
109 Negara Konfederasi Swiss terdiri dari 26 Kanton, sesuai dengan Artikel I dalam Konstitusi Federal, yang menyatakan “The Swiss people and the cantons of Zurich, Bern, Lucerne, Uri, Schwyz, Obwalden and Nidwalden, Glarus, Zug, Fribourg, Solothurn, Basel-Stadt and Basel-Landschaft, Schaffhausen, Appenzell-Auserhoden and Appenzel-Innerhoden, St. Gallen, Graubünden, Aargau, Thurgau, Ticino, Vaud, Valais, Neuchâtel, Geneva, and Jura, constitute the Swiss Confederation“ dapat dilihat dalam Leo Schelbert, Op.Cit., hal. 60. 110 Ibid., hal. 61.
52
kultural111
3.1.1.3.1 Parlemen (Legislatif)
. Dalam Negara Konfederasi Swisss, baik parlemen maupun pemerintah
(eksekutif) terbentuk melalui dan sangat dipengaruhi oleh konstruksi federatif dan
demokrasi.
Kekuasaan tertinggi dalam Negara Konfederasi Swiss terdapat dalam
Federal Assembly (Majelis Federal), yang memiliki dua badan dengan kekuasaan
yang sama,112 yaitu National Council (Dewan Nasional) yang merepresentasikan
rakyat Swiss dan Council of States (Dewan Negara) yang merepresentasikan
kepentingan kantonal. National Council terdiri dari 200 anggota yang terpilih dari
kanton berdasarkan ukuran dan jumlah populasi kanton, sementara Council of
States terdiri dari 46 anggota.113 Federal Assembly, tidak memiliki hak untuk
mengambil keputusan akhir, karena hukum, kebijakan, dan setiap keputusan
merupakan subyek untuk diputuskan dalam referendum. Meskipun demikian,
Federal Assembly telah memperkuat posisi konstitusionalnya melalui partisipasi
aktif dalam proses legislatif, pengawasan dengan ketat terhadap pemerintah dan
administrasi, meningkatkan kerjasama dalam kebijakan luar negeri, perluasan
dalam pelayanan parlementer, dan prosedur efektif lainnya.114
111 Eva Maria Belser, “Transboundary Local Governance in Switzerland” dalam Bertus De Villiers, Crossing the Line: Dealing with Cross-Border Communities (Johannesburg: Konrad-Adenauer-Stiftung, 2009), hal. 109. 112 Oswald Sigg, Op.Cit., hal. 28. 113 Setiap kanton, dalam Council of States memiliki dua representatif, kecuali untuk setengah-kanton (half canton), yaitu satu kanton yang terbagi ke dalam dua pemerntahan dan administrasi kantonal, yaitu Obwalden dan Nidwalden, Basel-Stadt dan Basel-Landschaft, dan Appenzell-Auserhoden dan Appenzel-Innerhoden, dimana masing-masing hanya memiliki satu representatif dalam Council of States. dapat dilihat dalam Leo Schelbert, Op.Cit., hal. 60. 114 René Rhinow dan Annemarie Huber-Hotz, Op.Cit., hal. 17.
53
3.1.1.3.2 Pemerintah (Eksekutif)
Pemerintah dalam Negara Konfederasi Swiss disebut sebagai Federal
Council (Dewan Federal), yang merupakan sebuah badan kolektif yang terdiri dari
tujuh anggota dengan hak-hak yang sama dengan seorang Presiden yang dipilih
dari anggota, dimana setiap anggota dipilih oleh Federal Assembly.115 Anggota
dari Federal Council memenuhi dua fungsi, sebagai anggota dari dewan. Mereka
bersama-sama bertanggung jawab atas pemerintahan Konfederasi dengan
mendukung setiap keputusannya. Setiap anggota masing-masing mengepalai tujuh
departemen.116
3.1.1.4 Pola Relasional antar Unit Sosial Politik Swiss dalam Federalisme
Oleh karena itu, setiap anggota juga bertanggung jawab di dalam
memimpin setiap departemen dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
pekerjaannya, termasuk dalam merepresentasikannya dalam persoalan spesifik
pada Federal Council, Parlemen, publik, dan media.
Hubungan dan pembagian kekuasaan diantara ketiga level
pemerintahan, terutama antara pemerintahan konfederasi dengan kantonal diatur
dalam konstitusi federal. Termasuk dalam keputusan Swiss untuk mengadopsi
sistem federalisme dengan memberikan otonomi kepada pemerintah dalam level
kantonal. Otonomi kantonal diberikan secara ekstensif untuk menghindari adanya
kemungkinan pertumbuhan kekuasaan federasi yang tidak terkontrol. Artikel 3
Konstitusi Federal, mengatakan bahwa setiap kekuasaan harus dan dapat
115 Ibid., hal. 19. 116 Departemen dalam Federal Council adalah Departemen Luar Negeri, Departemen Urusan Dalam Negeri, Departemen Keadilan dan Kepolisian, Departemen Militer, Departemen Keuangan, Departemen Ekonomi Publik, dan Departemen Transportasi dan Energi. dapat dilihat dalam Oswald Sigg, Op.Cit., hal. 33-35.
54
diberikan kepada kanton, kecuali apabila penduduk Swiss dan kanton
memutuskan bahwa melalui amandemen konstitusi, dilimpahkan pada
konfederasi.117
3.2 Direct Democracy (Demokrasi Langsung)
Artikel 3, mendefinisikan area dari kedaulatan kantonal dan adanya
pemisahan otoritas secara vertikal dengan jelas antara konfederasi dengan kanton.
Terdapat dua alasan mengenai arti penting dari Artikel 3 tersebut, yaitu
menghindari kemungkinan asumsi kekuasaan baru tanpa melalui perubahan
konstitusi dan terdapat suatu prosedur yang berupa mekanisme direct democracy
(demokrasi langsung). Kemudian, dalam pemisahan otoritas antara konfederasi
dengan kanton, implementasi kebijakan dilimpahkan kepada kanton dan juga
communes. Secara umum, kanton bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan
pendidikan, kesejahteraan sosial, kebudayaan dan lain-lain atas kantonnya
masing-masing. Sedangkan konfederasi bertanggung jawab atas hubungan dan
kebijakan luar negeri, sesuai dengan Artikel 54 dari Konstitusi Federal. Sistem
federalisme ini adalah sistem yang didesain untuk stabilitas, berkelanjutan, dan
keseimbangan antara berbagai kepentingan minoritas dalam negara.
Institusi sistem politik Swiss yang paling krusial adalah direct
democracy atau demokrasi langsung. Sebagai sebuah institusi sistem politik,
direct democracy, menjadi sebuah alat pendukung sistem yang sangat signifikan,
dimana memiliki kemampuan untuk mempengaruhi level kompetisi dan
117 Wolf Linder, Op.Cit., hal. 42.
55
kerjasama partai politik, pemerintah, Parlemen, proses legislatif, dan terutama
mempengaruhi proses pembentukan kebijakan dalam semua level pada Negara
Konfederasi Swiss.118
Direct democracy memiliki perbedaan mendasar dengan model
demokrasi representatif yang umum dipergunakan negara-negara demokrasi
dalam era kontemporer.
Secara umum, direct democracy memberikan kesempatan
bagi individu warga negara untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan politik
negaranya.
119 Demokrasi representatif, mempromosikan suatu bentuk
pemerintahan dimana pemerintah dan parlemen dipilih dan ditentukan oleh rakyat,
dan yang kemudian akan memiliki hak kekuasaan dalam pemerintahan sebagai
representasi atau perwakilan dari rakyat atau dari suara mayoritas. Sementara itu,
demokrasi dalam Swiss lebih dari itu, tidak cukup hanya mengadopsi premis
’pemerintah dari dan untuk rakyat’, tetapi juga ’pemerintah melalui rakyat’.
Demokrasi Swiss, menuntut akan adanya kontrol secara langsung terhadap
keputusan dan kebijakan pemerintah melalui referendum, dan partisipasi aktif
rakyat dalam pembuatan hukum melalui inisiatif. Dorongan atas direct democracy
muncul sebagai akibat akan adanya suatu keinginan atas suatu kebebasan sosial
dalam tatanan masyarakat, atas apa yang terjadi dalam lingkup sosial rakyat dan
akan adanya kebutuhan untuk melakukan suatu perubahan sosial.120
118 Alexander H. Trechsel, hal. Op.Cit., 36. 119 Wolf Linder, Op.Cit., hal. 89. 120 Ibid., hal. 89.
Dengan
demikian, di dalam kedaulatan yang dimiliki oleh rakyat, keputusan dari rakyat
dilihat sebagai suatu bentuk demokrasi yang paling murni, karena rakyat dapat
menentukan secara langsung keputusan mereka. Keputusan rakyat tersebut
56
merupakan suatu bentuk legitimasi yang tertinggi, sementara pemerintah
mewakili suatu bentuk demokrasi yang tidak langsung. Direct democracy menjadi
suatu alat yang sangat penting untuk proses pembelajaran sosial yang
menstimulan kesadaran masyarakat untuk berpolitik dan mampu untuk
menghadapi kompleksitas politik.
Terdapat tiga instrumen yang membentuk direct democracy Swiss,121
pertama adalah pemilihan populer (popular vote) atau referendum wajib
(compulsory referendum), yaitu merupakan suatu referendum atas isu-isu seperti
amandemen atas Konstitusi Federal atau keputusan atas suatu kebijakan luar
negeri yang menyangkut kehidupan sosial politik Swiss, keputusan referendum
akan diserahkan kepada rakyat Swiss dan Kanton melalui Council of the States
dalam sistem mayoritas ganda.122
121 Oswald Sigg, Op.Cit., hal. 24. 122 Sistem mayoritas ganda merupakan salah satu sistem dalam pelaksanaan referendum di Negara Konfederasi Swiss, sistem mayoritas ganda membutuhkan suara mayoritas dari suara rakyat Swiss dan mayoritas dari suara kanton, setidaknya dibutuhkan setengah dari kanton. Sementara sistem mayoritas tunggal hanya membutuhkan mayoritas dari suara yang diberikan rakyat. dapat dilihat dalam Hanspeter Kriesi dan Alexander H. Trechsel, Op.Cit., hal. 51.
Kedua adalah referendum opsional (optional
referendum), yaitu suatu referendum yang dapat mengkonfirmasikan atau
membuat tidak valid suatu hukum federal yang kontroversial. Referendum
operasional dapat muncul ketika suatu hukum dikeluarkan oleh parlemen, dan
terdapat tanda tangan dari 50.000 penduduk Swiss yang memiliki hak untuk
memilih yang terkumpulkan dalam jangka waktu 90 hari untuk meminta
diadakannya suatu referendum wajib atas hukum terkait. Instrumen ketiga adalah
inisiatif populer (popular inisiative), yang diajukan untuk mengamandemen atau
menghilangkan suatu Artikel dalam Konstitusi Federal, atau memperkenalkan
57
sesuatu yang baru. Inisiatif populer dapat dikatakan valid ketika terdapat 100.000
tanda tangan rakyat Swiss yang harus terkumpulkan dalam jangka waktu 18 bulan
dan diserahkan pada Federal Chancery, yang merupakan kantor dari Federal
Council, inisiatif populer juga menggunakan sistem mayoritas ganda. Instrumen-
instrumen krusial dalam direct democracy, memungkinkan rakyat Swiss untuk
mendiskusikan dan meregulasikan isu-isu sosial dan politik dalam level
konstitusional tanpa adanya intervensi dari pemerintah (eksekutif) maupun dari
parlemen.
Meskipun rakyat Swiss, baik dalam level communes, kanton, dan
konfederasi, terlibat dalam proses berpolitik dan pembentukan kebijakan Swiss,
Swiss menyadari bahwa pemerintah melalui rakyat tidak dimungkinkan untuk
diaplikasikan dalam setiap keputusan. Oleh karena itu, untuk mengakomodasikan
kepentingan dan keinginan rakyat untuk berpartisipasi dalam keputusan-
keputusan yang penting, maka Demokrasi Swiss menuntut bahwa rakyat harus
dilibatkan dalam partisipasi politik untuk keputusan-keputusan yang penting, dan
bahwa harus adanya suatu perjanjian antara pemegang otoritas, yaitu Pemerintah
Konfederasi dan rakyat Swiss dalam setiap isu penting. Hal ini kemudian menuju
pada sebuah konsep dalam sistem konstitusional yang membagi partisipasi rakyat
dalam kehidupan politik berdasarkan tingkat kepentingan (lihat Tabel 3.1).
58
Tabel 3.1 Skema Konseptual: Pemilihan Institusional Isu Direct Democracy dalam Level Konfederasi
Isu Bentuk
Hukum
Pemegang
Otoritas
Bentuk Partisipasi
Rakyat
Sangat penting Amandemen
Konstitusi
Parlemen Inisiatif, Referendum
(wajib)
Penting Hukum Umum Parlemen Referendum (opsional)
Kurang Penting Regulasi Parlemen
Eksekutif
--
-- sumber: Wolf Linder, Swiss Democracy: Possible Solutions to Conflict in
Multicultural Societies (New York: Palgrave Macmillan, 1998), hal. 90.
Berdasarkan Tabel 3.1, terdapat tiga tingkat kepentingan isu, yaitu isu sangat
penting yang merupakan isu terkait dengan Konstitusi, dalam isu ini rakyat akan
selalu berpartisipasi dalam inisiatif atau melalui referendum wajib. Kemudian, isu
penting merupakan hukum dan regulasi umum dari parlemen, dimana rakyat
berpartisipasi dalam referendum opsional. Sementara dalam isu yang kurang
penting, berupa regulasi simpel atau peraturan pemerintah, akan ditentukan
sendiri oleh pemerintah atau parlemen.
Dalam Tabel 3.2 dan 3.3 dapat terlihat bagaimana pendapat publik
Swiss terkait dengan diberlakukannya sistem direct democracy dalam sistem
pemerintahan Swiss.123
123 Berdasarkan opini publik Swiss yang dikonduksikan oleh Eurobarometer, yaitu merupakan badan survey dari European Commission yang bekerja sama dengan Swiss Foundation for Social Research (FORS).
59
Tabel 3.2 Nilai Penting Direct Democracy (%) Kategori 1999 2000 2001 2002 2003
Sangat Penting 53,3 59,0 60,6 66,3 64,8
Agak Penting 34,4 35,0 33,1 30,6 31,0
Agak Tidak Penting 9,9 5,7 5,1 3,0 3,9
Sangat Tidak Penting 2,4 0,3 1,1 0,1 0,3
Tidak Tahu 0 0 0 0 0
sumber: Eurobarometer Survey 1999-2003 ”Importance de la Démocratie Directe” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Tabel 3.2 Kebanggaan terhadap Direct Democracy (%) Kategori 1999 2000 2001 2002 2003
Sangat Bangga 37,1 42,7 44,4 46,7 43,2
Agak Bangga 47,0 46,2 46,4 46,8 47,9
Agak Tidak Bangga 13,3 9,1 7,0 5,4 7,6
Sangat Tidak Bangga 2,6 2,0 2,3 1,0 1,3
Tidak Tahu 0 0 0 0 0
sumber: Eurobarometer Survey 1999-2003 ”Fierté de la Démocratie Directe” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Terlihat dalam kedua tabel tersebut bahwa rakyat Swiss menganggap bahwa
direct democracy sangat penting dan terdapat rasa bangga terhadap adanya direct
democracy dalam sistem pemerintahan Swiss.
3.3 Referendum sebagai Proses Pembentukan Kebijakan Luar Negeri
Proses yang berlangsung di dalam pembentukan kebijakan luar negeri
Swiss, merupakan suatu proses yang rumit dan membutuhkan waktu yang
panjang. Proses pembentukan kebijakan dilakukan berdasarkan konsensus yang
60
tidak hanya berada di tangan elit politik dalam level eksekutif Swiss saja, tetapi
juga terdapat keterlibatan rakyat Swiss secara langsung dalam proses
pembentukan kebijakan, melalui referendum.
Secara umum, kebijakan luar negeri Swiss merupakan tanggung jawab
dari Federal Council, dimana Federal Council memiliki otoritas untuk
memformulasikan kebijakan luar negeri dan memberikan tanggapan berupa suatu
reaksi atas isu-isu internasional.124 Federal Council, dalam otoritas eksklusifnya,
berperan untuk menetapkan agenda setting atas isu-isu kebijakan luar negeri.
Kemudian, beserta dengan agensi-agensi administrasinya membentuk proposal
kebijakan luar negeri yang akan diajukan dalam preferensi-preferensi untuk
referendum. Dalam proses perumusan proposal tersebut, pemerintah
menempatkan partai, kelompok kepentingan, dan kanton, sebagai komponen
perumusan yang berperan dalam proses konsultasi. Proses konsultasi ini menjadi
penting karena proposal akan diajukan dalam referendum yang dilakukan oleh
rakyat Swiss, sehingga dalam proses Federal Council diharuskan untuk
mendengar dan merespon setiap kepentingan dalam cakupan yang luas.125
Dalam perumusan proposal, parlemen Swiss, baik National Council
maupun Council of States, berperan di dalam memberikan masukan yang berupa
rekomendasi umum, untuk kemudian diproses oleh Federal Council. Setelah
proposal kebijakan luar negeri dihasilkan, proposal akan dipertimbangkan,
dimodifikasi, dan kemudian melalui proses pemilihan dalam parlemen akan
124 Laurent Goetschel, Magdalena Bernath, dan Daniel Schwarz, Op.Cit., hal. 48. 125 Ibid., hal. 50.
61
dihasilkan proposal kebijakan luar negeri akhir.126 Sebelum referendum
dilangsungkan, setiap preferensi atas proposal akan diberikan dan dijelaskan
kepada rakyat Swiss oleh pemerintah. Dalam proses kampanye ini, pemilih yang
merupakan rakyat Swiss akan mendapatkan berbagai informasi dan pengaruh
dalam pembentukan opini atas kasus terkait, baik oleh pemerintah, partai politik,
kelompok kepentingan, maupun media.127
Peranan partai politik relatif kecil di dalam proses pembentukan
kebijakan luar negeri Swiss. Partai politik, secara umum berfungsi di dalam
mendukung parlemen dan pembentukan opini publik dalam kampanye
referendum.
Pemerintah, berupaya untuk
membentuk opini publik dengan menggunakan partai politik dan kelompok
kepentingan pendukung serta media, agar rakyat Swiss memilih preferensi
referendum sesuai dengan harapan pemerintah. Pemerintah juga akan
menggunakan para ahli dalam isu terkait untuk mengadakan dialog-dialog
interaktif dengan publik Swiss. Meskipun demikian, partai politik dan kelompok
kepentingan yang berseberangan dengan preferensi referendum yang diajukan
akan melakukan upaya sebaliknya.
128
126 René Rhinow dan Annemarie Huber-Hotz, Op.Cit., hal. 21. 127 Hanspeter Kriesi dan Alexander H. Trechsel, Op.Cit., hal. 63. 128 Laurent Goetschel, Magdalena Bernath, dan Daniel Schwarz, Op.Cit., hal. 52.
Partai politik Swiss merupakan organisasi yang lemah dalam level
nasional, karena lemahnya kemampuan finansial partai, kurangnya akses
informasi, dan tidak memiliki jaringan internasional yang kuat. Oleh karena itu,
peranan partai dalam kampanye menjadi terbatas. Partai lebih memilih untuk
melakukan diskusi-diskusi publik mengenai isu terkait sebelum dilaksanakannya
referendum, daripada dengan kampanye melalui media. Berbeda dengan
62
kelompok kepentingan, yang pada umumnya berupa asosiasi. Asosiasi di Swiss,
memiliki kepentingan-kepentingan tersendiri dalam pembentukan kebijakan luar
negeri Swiss dan memiliki pengaruh yang cukup signifikan di dalam
pembentukan opini publik.129
Media, dalam proses pembentukan kebijakan luar negeri terutama
dalam kampanye referendum, memegang peranan yang sentral. Media memegang
kontrol atas pembuat kebijakan dengan menentukan informasi apa yang akan
disampaikan dan bagaimana penyampaiannya.
Asosiasi memiliki posisi yang cukup kuat dalam
legitimasi proses pembuatan kebijakan luar negeri Swiss, hal ini terkait dengan
basis keanggotaan yang kuat dan solid, pendanaan asosiasi yang kuat, dan
jaringan yang luas dan berkelanjutan yang dimiliki dalam level internasional.
Pada umumnya, asosiasi akan membawa kepentingannya dalam proses
referendum, dan akan membentuk opini publik melalui anggotanya dan media.
130
129 Ibid., hal. 54. 130 Ibid., hal. 56.
Media akan memberikan
informasi terkait dengan isu dan merefleksikan opini rakyat, sekaligus
mengarahkan dan membentuk opini publik. Dengan kata lain, media Swiss tidak
hanya melakukan investigasi dan analisis terhadap pendapat rakyat Swiss dan
menginformasikan pendapat pemerintah dan lawannya terkait dengan isu
kebijakan dalam referendum, tetapi juga memberikan pandangan media atas isu
tersebut. Kemudian, elemen yang juga harus diperhitungkan dalam pembentukan
opini publik adalah melalui propaganda. Propaganda tidak harus memberikan
seluruh kebenaran atas isu terkait, akan tetapi propaganda melalui media memiliki
63
efek yang sangat besar,131
131 Wolf Linder, Op.Cit., hal. 109.
karena propaganda lebih mudah untuk diingat sehingga
lebih mudah di dalam pembentukan opini publik.
Rakyat Swiss, di dalam pembentukan opini mengenai preferensi
referendum kebijakan luar negeri yang diajukan, akan sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor tersebut. Kemudian hasil dari pembentukan opini tersebut
merupakan faktor determinan dalam bagaimana hasil dari referendum.
Referendum, apapun hasilnya, merupakan tahapan yang mengintervensi suatu
hasil akhir dari rangkaian proses pembentukan kebijakan luar negeri Swiss, atau
paling tidak akhir dari proses direct democracy yang diadopsi dalam sistem
pemerintahan dan politik Swiss. Kemudian, untuk dapat melihat dengan jelas
bagaimana suatu proses pembentukan kebijakan luar negeri Swiss berlangsung
dapat melihat ringkasan dalam diagram berikut:
64
Diagram 3.1 Proses Pembentukan Kebijakan Luar Negeri
3.3.1 Impementasi Referendum sebagai Proses Pembentukan Kebijakan
Luar Negeri: Penolakan Referendum Integrasi ke dalam EEA
Referendum, sebagai instrumen direct democracy Swiss yang
memegang peranan dalam pembentukan maupun dalam memveto suatu kebijakan
luar negeri, merupakan instrumen politik terpenting di dalam menjaga konstruksi
Federal Council
Proposal: Proyek baru atau revisi kebijakan luar negeri Draf Awal
Proses Negosiasi: Melalui para ahli
Prosedur Konsultasi: Dengan partai politik,
kelompok kepentingan, kanton
Proyek Kebijakan Luar Negeri:
Hasil proses pra-parlementer
Proses Parlementer: Pertimbangan, modifikasi,
dan pemilihan final
Proposal Kebijakan Luar Negeri Akhir Proses Pra-Referendum I:
Peranan Pemerintah, partai politik, kelompok
kepentingan, kanton, media
Proses Pra-Referendum II:
Penerimaan dan pengolahan informasi oleh rakyat Swiss
Referendum: Sistem mayoritas ganda Referendum Ditolak
Referendum Disetujui
Pengesahan Hasil Referendum
Implementasi Kebijakan Luar Negeri
Usulan Parlemen Inisiatif Populer
Prosedur Parlementer: National Council dan
Council of States
Partisipasi Rakyat: Referendum, Inisiatif Populer
65
netralitas Swiss. Referendum merupakan suatu simbol, baik bagi rakyat maupun
kanton Swiss, atas demokrasi dalam berpolitik. Melalui referendum, rakyat dan
kanton Swiss dapat mengontrol dan melindungi kehidupan sosial, baik secara
parsial maupun holistik, dari kebijakan Negara Konfederasi Swiss. Bentuk kontrol
dan perlindungan rakyat Swiss atas konstruksi netralitas, dapat terlihat melalui
referendum pada kebijakan Negara Konfederasi Swiss untuk melakukan integrasi
ke dalam European Economic Area (EEA) pada tahun 1992.
EEA merupakan suatu perjanjian ekonomi di dalam tubuh European
Community (EC), yang menawarkan suatu pasar bersama (common market), yang
berdasarkan pada empat kebebasan fundamental, yaitu pergerakan bebas atas
barang, pelayanan, orang, dan modal), yang dijamin oleh perjanjian EC.132
Pemerintah Konfederasi melalui Federal Council, mengeluarkan
pernyataan bahwa Perjanjian EEA merupakan langkah awal dari tujuan utama,
yaitu kebijakan integrasi Swiss ke dalam EC. Pernyataan tersebut dimanfaatkan
oleh pihak oposisi kebijakan Pemerintah Konfederasi di dalam kampanye
Pemerintah Konfederasi, mengindikasikan akan kertetarikan Swiss untuk
bergabung dalam EEA, sehingga pada 2 Mei 1992, Pemerintah Konfederasi
melakukan penandatangan terhadap Perjanjian EEA. Pemerintah Konfederasi
kemudian mengajukan pembukaan negosiasi untuk bergabung dalam EC.
Meskipun demikian, keputusan Pemerintah Konfederasi tersebut dapat
dilaksanakan setelah melalui referendum pada rakyat dan kanton Swiss, sehingga
diputuskan untuk diadakan referendum wajib pada 6 Desember 1992.
132 Hanspeter Kriesi dan Alexander H. Trechsel, Op.Cit., hal. 175.
66
referendum. Kampanye referendum dimulai pada bulan Juli 1992 oleh Partai
Rakyat Swiss atau Swiss People’s Party (SPV) yang mendeklarasikan sebagai
pihak oposisi, yang menentang integrasi Swiss ke dalam EEA.133 SPV beserta
kelompok-kelompok kepentingan, mendapatkan dukungan dari Association for
the Neutral and Independent Switzerland (AUNS) dan sejumlah partai sayap
kanan, partai sayap kiri, dan pergerakan-pergerakan. Dalam proses kampanye,
pihak oposisi memanfaatkan deklarasi Pemerintah Konfederasi untuk masuk dan
bergabung dalam EC, dengan menggunakan propaganda bahwa proses integrasi
tersebut akan mereduksi kedaulatan Swiss, baik dalam level konfederasi, kanton,
dan communes, yang secara langsung akan berpengaruh dalam kehidupan sosial
politik rakyat Swiss secara holistik, termasuk dalam hak dalam proses direct
democracy.134
Propaganda tersebut menghasilkan opini publik bahwa Perjanjian
EEA bukan merupakan perjanjian ekonomi biasa, tetapi lebih sebagai sebuah
penghubung Swiss ke dalam EC dengan konsekuensi, ekonomi dan politik yang
legal.
135
133 Alexander H. Trechsel, Op.Cit., hal. 42. 134 Christoph Blocher, Ten Years After Rejecting the EEA Agreement (AUNS ASIN ASNI, 2002), hal. 6. 135 Ibid., hal. 9.
Oleh karena itu, kemudian rakyat dan kanton Swiss harus melindungi
konstruksi identitasnya, yaitu netralitas, dan menimbulkan pandangan skeptis
terhadap pemerintah dimana rakyat Swiss merasa tidak terwakilkan dalam
keputusan kebijakan luar negeri yang diajukan oleh Federal Council. Hal ini
berakibat, dalam referendum pada tanggal 6 Desember 1992, Perjanjian EEA
ditolak secara mutlak dalam sistem mayoritas ganda, dengan 50,3% suara dari
67
78,8% pemilih dari keseluruhan rakyat Swiss dengan hak pemilih dan 18 dari 26
kanton Swiss.136
136 Alexander H. Trechsel, Op.Cit., hal. 42.
Rangkaian sistem pemerintahan, politik, dan proses pembentukan
kebijakan luar negeri Swiss, merupakan suatu mekanisme instrumen politik yang
unik dan rumit. Dengan hasil demikian, direct democracy menunjukkan bahwa,
kekuatan tertinggi dalam pemerintahan Swiss sebenarnya terletak pada rakyat
Swiss. Meskipun pemerintah Swiss memiliki pengaruh yang besar di dalam
menentukan suatu keputusan, akan tetapi tidak dapat memberikan jaminan akan
hasil suatu proses pembentukan kebijakan luar negeri Swiss. Hal ini juga
menunjukkan bahwa antagonisme konstruksi identitas mengakar sangat dalam
pada kehidupan sosial Swiss, yang kemudian dirangkaikan dengan mekanisme
direct democracy yang terinstitusionalkan, menjadi faktor utama dalam kebijakan
luar negeri Swiss. Dengan demikian dinamika netralitas sebagai konstruksi
identitas Swiss, sangat dipengaruhi oleh rakyat Swiss yang didukung oleh sistem
pemerintahan dan politik Swiss yang berlaku.
68
BAB 4
ANALISA PERUBAHAN KONSTRUKSI IDENTITAS SWISS
Bab 4, merupakan bab yang dipergunakan untuk menjelaskan dan
menganalisa bagaimana perubahan konstruksi identitas Swiss, yang kemudian
berpengaruh dalam netralitas kebijakan luar negeri Swiss. Perubahan yang terjadi,
terkait dengan keikutsertaan Swiss dalam Schengen Treaty Uni Eropa. Kemudian,
Bab 4 ini fokus dalam analisis terhadap konstruksi identitas Swiss dalam
referendum Schengen Treaty tahun 2005 dengan menggunakan sintesa teori.
Melalui analisis tersebut, akan dapat dilihat secara jelas bagaimana perubahan
konstruksi identitas Swiss.
Momentum yang dipergunakan peneliti dalam melihat perubahan
yang terjadi dalam konstruksi identitas Swiss adalah pada tahun 2005, dimana
publik Swiss menyetujui referendum yang bertujuan untuk integrasi ke dalam
Schengen Area Uni Eropa yang berada dalam framework Schengen Treaty. Proses
rekonstruksi identitas tersebut tidak terjadi pada tahun 2005, akan tetapi proses
rekonstruksi telah dapat terlihat sejak tahun 1992, dalam referendum EEA Treaty.
Referendum pada tahun 1992, merupakan preferensi yang diberikan pemerintah
Negara Konfederasi Swiss, dalam proses rekonstruksi identitas Swiss, karena
referendum tersebut bertujuan untuk integrasi ke dalam EEA yang merupakan
pintu masuk Swiss sebagai anggota EFTA ke dalam integrasi Eropa dalam wadah
organisasi regional Uni Eropa.
69
4.1 Netralitas sebagai National Self-Image dari Aspirasi Historis Swiss
National self-image merupakan suatu kandidat identitas nasional dari
aktor negara, yang memiliki nilai dan ide atas status internasional dari aktor
negara tersebut berikut dengan tujuan politisnya,137
4.2 Tes Historis terhadap National Self-Image Netralitas Swiss
karena national self-image
terbentuk dari kebanggaan (self-esteem) aspirasi historis dari aktor, maka
kemudian, harus dapat dibuktikan kesesuaian historis dari national self-image
tersebut. Terkait dengan Swiss, netralitas telah menjadi national self-image, yang
terkonstruksi dari aspirasi historis Swiss, seperti yang telah dijelaskan pada
paparan yang terdapat di dalam Bab 2 penelitian ini.
National self-image yang terbentuk adalah Swiss netral secara politik
dan militer, tetapi tidak lagi secara sosial. Kemudian, Eropa dalam hal ini Uni
Eropa, tidak lagi menjadi rival yang dapat mengancam konstelasi dan kehidupan
sosial Swiss, tetapi justru menjadi partner Swiss di dalam kehidupan bernegara
Swiss. Konstruksi national self-image yang demikian berbeda dengan identitas
nasional tradisional dari Swiss, yang cenderung memberikan batasan ruang gerak
sosial, untuk menghindarkan kemungkinan adanya intervensi atau pengaruh
eksternal, terutama dari Eropa.
Tes historis merupakan proses untuk membandingkan national self-
image yang ada dengan aspirasi historis, dimana legitimasi dan stabilitas status
dan kondisi tersirat dari kandidat identitas nasional akan ditentukan dengan
137 Anne Clunan, Op.Cit., hal. 29.
70
memori historis yang sama atas kondisi yang terbaik dan terburuk dari masa lalu
negara.138
Seperti yang telah dipaparkan, terdapat perubahan atas national self-
image, yang telah dijadikan sebagai sebuah preferensi kandidat identitas nasional
yang dominan oleh Federal Council, dalam perencanaan dan pembukaan
negosiasi untuk masuk ke dalam EEA, yang merupakan langkah awal di dalam
integrasi Swiss ke dalam Uni Eropa. Preferensi tersebut muncul karena adanya
ketakutan pemerintah Negara Konfederasi Swiss, bahwa Swiss tidak dapat untuk
mengimbangi pertumbuhan ekonomi negara Eropa lain yang tergabung dalam
Tes historis, dalam pemaparan Clunan, berfungsi dan bertujuan untuk
menyediakan penjelasan atas bagaimana kesesuaian dan ketepatan dari national
self-image secara histroris. Oleh karena itu, terkait dengan konstruksi identitas
Swiss, aspirasi historis dapat dikaji dengan melihat latar belakang historis, mulai
dari asal mula kemunculan netralitas sebagai konstruksi identitas Swiss dan
dinamikanya seperti yang telah dipaparkan dalam Bab 2 penelitian ini, yang
kemudian dibandingkan dengan aspirasi historis masyarakat Swiss.
Keterkaitan dalam tes historis, elit politik Swiss, diharuskan untuk
mengkaji kembali bagaimana aksi, reaksi, dan interaksi Swiss dalam sistem
berdasarkan aspek historis, sehingga akan terlihat setiap pengalaman dinamika
Swiss, baik yang terjadi dalam lingkungan internal maupun eksternal Swiss.
Dalam proses ini akan terlihat, aspek historis Swiss yang ditolak, dan juga
sekaligus aspek historis yang merupakan kebanggaan diri Swiss, yang akan
menjadi preferensi secara rasional.
138 Ibid., hal. 40.
71
EEA. Hal ini merupakan akibat dari posisi Swiss yang terletak di sentral Eropa
dengan terbatasnya sumber daya dan energi, sehingga Swiss fokus sebagai negara
industri dan bisnis yang terintegrasi secara mendalam dalam pasar bersama
(common market).139
Penolakan rakyat Swiss dalam referendum tersebut terjadi dalam
kanton-kanton yang berbahasa Jerman yang merupakan mayoritas dalam
demografi Swiss. Faktor utama yang mengakibatkan penolakan tersebut adalah
karakteristik yang konservatif dari kanton yang berbahasa Jerman, yang masih
kental dengan xenophobia, dimana tingkat xenophobia dalam kanton tersebut jauh
lebih dalam dibandingkan dengan kanton yang berbahasa Perancis. Sekali lagi, hal
ini merupakan dampak dari kekalahan dalam Peperangan Marignano (1515)
Meskipun demikian, national self-image yang terdapat
dalam preferensi yang diajukan tersebut ditolak, baik oleh aspirasi rakyat Swiss
maupun kanton, dalam referendum pada tanggal 6 Desember 1992, yang
ditujukan untuk berintegrasi ke dalam EEA.
140
dan okupasi Perancis (1798) atas teritorial Swiss.141 Kedua kejadian tersebut
terjadi sebagai akibat dari serangan dan invasi Perancis yang dipimpin oleh
Francis I dan Napoleon. Sehingga kemudian menimbulkan rasa takut kanton
berbahasa Jerman terhadap Perancis, dimana Perancis menjadi salah satu negara
berpengaruh dalam Uni Eropa.142
139 Sandra Lavenex, “Switzerland: Between Intergovernmental Co-operation and Schengen Association” dalam Marina Caparini dan Otwin Marenin, Borders and Security Governance. Managing Borders in a Globalised World (Geneva, LIT: 2006), hal. 236. 140 Leo Schelbert, Op.Cit., hal. lxvi. 141 Ibid., hal. lxxi. 142 Hanspeter Kriesi dan Alexander H. Trechsel, Op.Cit., hal. 177.
Oleh karena faktor tersebut, referendum pada
tahun 1992 gagal, dan faktor ini tidak diperhitungkan oleh pemerintah Negara
72
Konfederasi Swiss di dalam mengkonstruksikan preferensi. Kegagalan
dimungkinkan untuk terjadi karena mekanisme mayoritas ganda yang diterapkan
dalam referendum Swiss, sehingga untuk integrasi ke dalam Uni Eropa diperlukan
adanya suara mayoritas dari kanton juga.143
Paska ditolaknya referendum EEA Treaty pada tahun 1992, Swiss
mengalami kesulitan di dalam integrasi maupun kerja sama dengan Uni Eropa,
terlebih kemudian dalam referendum pembukaan negosiasi pada tahun 1996 juga
ditolak. Uni Eropa melihat bahwa pemerintah Swiss gagal di dalam
mengkonduksikan preferensi national self-image kepada rakyat Swiss. Kemudian,
hal ini mengakibatkan Swiss berada dalam posisi yang sulit. Situasi demikian
memaksa Swiss untuk melaksanakan strategi asosiasi yang berbasis sektoral
dalam perjanjian bilateral.
144 Kerja sama Bilateral I antara Swiss dengan Uni
Eropa, merepresentasikan paket kontrak kerja sama yang terdiri dari tujuh poin,
yaitu riset, kontrak publik, hambatan teknis dalam perdagangan, agrikultur,
penerbangan sipil, transportasi darat, dan free movement of the person, yang
berdasarkan pada ukuran yang ditetapkan dan dipergunakan dalam Uni Eropa.145
Perjanjian dalam kerja sama bilateral antara Swiss dengan Uni Eropa yang
pertama, ditandatangani pada Juni 1999 dan mendapatkan persetujuan dari rakyat
Swiss dalam referendum yang diadakan pada tanggal 21 Mei 2000 (lihat tabel
4.1).
143 Ibid., hal. 185. 144 Sandra Lavenex, Op.Cit., hal. 238. 145 “Switzerland and the European Union” dalam http://www.eda.admin.ch/eda/en/home/reps/eur/vgbr/ukemlo/ecofin/cheu.html, diakses pada tanggal 10 Mei 2011
73
Tabel 4.1 Hasil Referendum Bilateral Agreements I pada 21 Mei 2000
Kategori Ya Tidak % Ya % Tidak
Rakyat Swiss 1.497.093 730.980 67.2 32.8
sumber: “Votation Populaire du 21 Mai 2000” dalam http://www.admin.ch/ch/f/pore/va/20000521/index.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Kemudian, untuk melihat aspirasi rakyat Swiss, mengenai bagaimana
penerimaan rakyat Swiss terhadap bangsa asing yang tinggal di Swiss sebagai
hasil dari strategi pemerintah konfederasi di dalam mereduksi tingkat xenophobia
dapat menggunakan acuan dalam survey yang dilakukan oleh Eurobarometer pada
tahun 2000. Terdapat beberapa klausa pertanyaan yang dipergunakan, pertama
apakah merasa terganggu dengan kehadiran dan keberadaan orang asing
(imigran)? Terhadap pertanyaan tersebut, hanya 8,4% yang merasa terganggu
sedangkan 91,6% sisanya tidak merasa terganggu.146 Pertanyaan kedua, apakah
imigran perlu diberikan kesempatan yang sama dalam setiap lini kehidupan
sosial? 59,0% menyatakan Ya, dan sisanya 41,0% menyatakan Tidak.147
Pertanyaan ketiga, apakah imigran perlu diberikan hak-hak sosial yang sama
dengan rakyat Swiss? 74,1% menyatakan setuju dan sisanya 25,9 menyatakan
tidak setuju.148
146 Eurobarometer Survey 2000, “Trouvez-vous Gênante la Présence de Gens d'une Autre Nationalité” dalam http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011. 147 Eurobarometer Survey 2000, “ Pour Améliorer Relations: Promouvoir l'égalité des Chances” dalam http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011. 148 Eurobarometer Survey 2000, “ Immigrants: Ils Doivent Avoir les Mêmes Droits Sociaux Que les Suisses ” dalam http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Hasil dalam beberapa pertanyaan tersebut, memberikan respon
yang positif terhadap orang asing (imigran) yang tinggal di dalam Swiss. Hasil
tersebut berada di luar perkiraan, karena seharusnya faktor xenophobia rakyat
Swiss akan berpengaruh dalam memberikan respon yang berbeda dengan hasil
74
survey Eurobarometer tersebut, kecuali apabila memang terdapat reduksi dalam
tingkat xenophobia Swiss.
Terkait dengan keikutsertaan Swiss dalam kerja sama maupun
integrasi dalam Uni Eropa dapat dilihat dalam Tabel 4.2 dan 4.3, berikut
Tabel 4.2 Pandangan Rakyat Swiss terhadap Uni Eropa (%) Kategori 2000 2001 2002 2003 2004/2005
Sangat Positif 6,4 8,5 4,1 4,0 4,7
Cukup Positif 32,1 33,4 36,1 37,2 31,4
Netral 32,2 33,5 32,2 34,6 41,8
Cukup Negatif 23,7 18,3 23,4 20,5 17,9
Sangat Negatif 5,6 6,3 4,3 3,8 4,2
Tidak Tahu 0 0 0 0 0
sumber: Eurobarometer Survey 2000-2004/5 ”Image de l'UE” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011
Tabel 4.3 Integrasi ke dalam Uni Eropa (%) Kategori 2000 2001 2002 2003 2004/2005
Menyetujui 22,5 21,2 16,6 17,6 16,3
Mungkin Menyetujui 24,0 23,7 22,6 29,9 27,9
Mungkin Menolak 18,4 18,7 19,9 20,6 28,8
Menolak 24,6 26,6 25,8 24,9 27.0
Tidak Memiliki Hak
Pilih
10,5 9,8 15,1 6,9 0
Tidak Tahu 0 0 0 0 0
sumber: Eurobarometer Survey 2000-2004/5 ”Adhésion de la Suisse à l'UE” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011
Data dalam Tabel 4.2, menunjukkan bahwa pandangan rakyat Swiss
75
dari tahun 2000 hingga 2005, meskipun tidak secara mayoritas, tetapi banyak
yang beranggapan positif terhadap Uni Eropa. Kemudian dalam Tabel 4.3,
persentase jumlah rakyat Swiss yang setuju untuk integrasi dengan yang menolak
dapat disimpulkan berimbang, karena selisih jumlah diantaranya relatif kecil.
Berdasarkan survey tersebut, dapat disimpulkan bahwa rakyat Swiss menjadi
lebih terbuka dengan Uni Eropa daripada sebelumnya yang cenderung skeptis dan
negatif.
Dengan adanya respon positif yang diperlihatkan rakyat Swiss dalam
survey Eurobarometer terkait dengan imigran di Swiss dan pandangan terhadap
Uni Eropa, kemudian muncul pertanyaan bagaimana netralitas sebagai national
self-image Swiss dalam aspirasi rakyat Swiss. Terkait dengan hal tersebut dapat
dilihat dalam Tabel 4.4, 4.5, 4.6, dan 4.7 berikut
Tabel 4.4 Nilai Penting Netralitas (%) Kategori 1999 2000 2001 2002 2003
Sangat Penting 40,5 38,4 38,7 42,7 42,7
Agak Penting 35,3 36,7 35,1 37,0 36,0
Agak Tidak Penting 19,1 19,3 21,5 18,5 18,1
Sangat Tidak Penting 5,1 5,6 4,7 1,8 3,2
Tidak Tahu 0 0 0 0 0
sumber: Eurobarometer Survey 1999-2003 ”Importance de la Neutralité” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Tabel 4.5 Kebanggaan terhadap Netralitas (%) Kategori 1999 2000 2001 2002 2003
Sangat Bangga 27,7 26,9 28,7 29,4 29,5
76
Agak Bangga 46,0 44,3 39,6 45,3 41,4
Agak Tidak Bangga 20,0 21,1 23,9 20,2 22,6
Sangat Tidak Bangga 6,3 7,7 7,8 5,2 6,5
Tidak Tahu 0 0 0 0 0
sumber: Eurobarometer Survey 1999-2003 ”Fierté de la Neutralité” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Tabel 4.6 Urgensi Perubahan Netralitas (%) Kategori 1999 2000 2001 2002 2003
Tetap 47,8 42,4 41,7 47,4 43,4
Perlu Berubah 52,2 57,6 58,3 52,6 56,6
Tidak Tahu 0 0 0 0 0
sumber: Eurobarometer Survey 1999-2003 ” Prêt à Changer la Neutralité” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Tabel 4.7 Arah Perubahan Netralitas (%) Kategori 1999 2000 2001 2002 2003
Ditingkatkan 6,3 6,4 5,8 3,6 3,6
Sedikit Ditingkatkan 36,7 32,6 32,1 33,0 34,3
Sedikit Dibatasi 43,5 45,1 50,9 52,2 55,3
Dibatasi 13,5 15,9 11,2 11,1 6,8
Tidak Tahu 0 0 0 0 0
sumber: Eurobarometer Survey 1999-2003 ” Direction du Changement: Neutralité” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011
Dalam hasil survey yang disajikan pada Tabel 4.4 dan 4.5, secara jelas
terlihat bahwa rakyat Swiss merasa penting dan bangga atas netralitas sebagai
national self-image mereka. Hal ini menunjukkan bukti bahwa netralitas Swiss
tidak hanya merupakan karakteristik national self-image Swiss sebagai sebuah
77
entitas berdaulat, tetapi juga merupakan karakteristik Swiss secara holistik yang
mendapatkan dukungan dari rakyat Swiss. Akan tetapi, dalam Tabel 4.6, rakyat
Swiss menginginkan akan adanya perubahan dalam netralitas tersebut, yang
ditunjukkan dalam tabel 4.7, yaitu netralitas yang tidak dibatasi.
Oleh karena itu, berdasarkan tes historis, kemudian dapat disimpulkan
bahwa national self-image atas netralitas yang terbentuk dalam aspirasi
masyarakat Swiss telah berubah, menjadi sedikit lebih terbatasi dan menginginkan
adanya perluasan batasan ruang gerak sosial, yang ditandai dengan adanya
penerimaan rakyat Swiss terhadap orang asing (imigran) yang berada dan tinggal
dalam wilayah teritorial Swiss.
4.3 Tes Efektivitas Diri terhadap National Self-Image Netralitas Swiss
Legitimasi kandidat national self-image, selanjutnya akan ditentukan
dalam tes efektivitas diri sebagai gabungan dari proses refleksi dan verifikasi diri,
yang merupakan proses korespondensi dari national self-image dengan ranah
praktis, dalam kondisi sekarang.149
149 Anne Clunan, Op.Cit., hal. 41.
Dalam proses ini, aspek situasi dan kondisi
lingkungan eksternal juga memiliki peranan yang signifikan, dimana persepsi
perilaku dan kondisi sistem internasional mempengaruhi kesuksesan atau
kegagalan suatu national self-image dalam pengujian korespondensi yang
disampaikan oleh elit politik. Dengan kata lain, indikator yang akan dipergunakan
dalam tes efektivitas diri adalah perilaku Uni Eropa terhadap Swiss atas national
self-image yang merupakan konstruksi identitas sementara dari Swiss dan kondisi
78
kontemporer negara.
Proses ini, melihat bagaimana national self-image Swiss diterapkan
dalam masyarakat Swiss, maupun diaplikasikan keluar dari batasan Swiss. Oleh
karena itu, kemudian akan terlihat bagaimana kesesuaian identitas tersebut pada
masyarakat Swiss, dan bagaimana persepsi dan perilaku aktor di luar Swiss
terhadap national self-image Swiss. Terhadap kesesuaian national self-image
sebagai identitas nasional Swiss, diaplikasikan dalam masyarakat Swiss melalui
preferensi kebijakan integrasi ke dalam Schengen Treaty, dengan menggunakan
indikator ini akan terlihat kesesuaian tersebut, karena berada dalam ranah sosial
politik. Kemudian, untuk persepsi dan perilaku aktor di luar Swiss, akan dilihat
dengan menggunakan persepsi dan kerja sama Swiss dengan Uni Eropa, dalam
framework Schengen Treaty. Setelah melalui proses ini, identitas nasional yang
dominan dan sesuai akan menjadi identitas nasional dari Swiss, untuk kemudian
diimplementasikan sebagai kebijakan negara untuk memenuhi kepentingan
nasional yang terbentuk dari identitas yang ada.
Perubahan dalam national self-image Swiss, menciptakan preferensi-
preferensi yang bersifat integratif ke dalam Uni Eropa. Hal ini memunculkan
beberapa upaya pemerintah Swiss di dalam proses integrasi parsial yang
berlangsung pada tahun 1992, 1997, dan 2001. Akan tetapi, preferensi tersebut
tidak disetujui oleh aspirasi rakyat Swiss dan kanton dalam referendum yang
diadakan pada tanggal 6 Desember 1992 (lihat Tabel 4.8).
79
Tabel 4.8 Hasil Referendum EEA pada 6 Desember 1992 Kategori Ya Tidak % Ya % Tidak
Rakyat Swiss 1.762.872 1.786.708 49,7 50,3
Kanton150 4 2/2 14 4/2
sumber: “Votation Populaire du 6 Décembre 1992” dalam http://www.admin.ch/ch/f/pore/va/19921206/index.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Dalam Tabel 4.8, 18 kanton yang terdiri 14 kanton dan 2 half canton
menyatakan menolak referendum tersebut, dimana 18 kanton tersebut merupakan
kanton yang berbahasa Jerman, dan 50,3% suara rakyat Swiss yang menolak
referendum mayoritas berasal dari kanton yang berbahasa Jerman.151
150 Satuan 2/2 dan 4/2 adalah satuan untuk half canton, karena dalam half canton terdapat dua pemerintahan kantonal dalam satu kanton. Half canton yang menolak referendum adalah Obwalden dan Nidwalden, dan Appenzell-Auserhoden dan Appenzel-Innerhoden. dapat dilihat dalam “Votation Populaire du 6 Décembre 1992” dalam http://www.admin.ch/ch/f/pore/va/19921206/index.html, diakses tanggal 10 Mei 2011. 151 “Résultats dans les Cantons” dalam http://www.admin.ch/ch/f/pore/va/19921206/det388.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Kegagalan dalam referendum tahun 1992, secara otomatis berdampak
pada gagalnya upaya pembukaan negosiasi integrasi ke dalam Uni Eropa. Dengan
proposisi, kegagalan dalam integrasi perekonomian dalam EEA Treaty yang
merupakan integrasi parsial, secara otomatis juga akan berdampak pada kegagalan
integrasi secara holistik ke dalam Uni Eropa yang merupakan integrasi
institusional yang mempengaruhi kehidupan sosial dan konstelasi politik Swiss.
Terbukti dengan gagalnya dua referendum pada tahun 1997 dan 2001 untuk
pembukaan negosiasi integrasi Uni Eropa (lihat Tabel 4.9 dan 4.10).
80
Tabel 4.9 Hasil Referendum Que le Peuple Décide! pada 8 Juni 1997
Kategori Ya Tidak % Ya % Tidak
Rakyat Swiss 416.720 1.189.440 25.9 74.1
Kanton 0 20 6/2
sumber: “Votation Populaire du 8 Juin 1997” dalam http://www.admin.ch/ch/f/pore/va/19970608/index.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Tabel 4.10 Hasil Referendum Oui à l’Europe pada 4 Maret 2001
Kategori Ya Tidak % Ya % Tidak
Rakyat Swiss 597.217 1.982.549 23.2 76.8
Kanton 0 20 6/2
sumber: “Votation Populaire du 4 Mars 2001” dalam http://www.admin.ch/ch/f/pore/va/20010304/index.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Penolakan dalam ketiga referendum tersebut memaksa Federal
Council untuk melakukan strategi pendekatan yang berbeda, dimana pemerintah
konfederasi memutuskan untuk melakukan rangkaian kerja sama bilateral dengan
Uni Eropa sebagai rencana jangka panjang, kemudian pemerintah juga melakukan
pendekatan terhadap rakyat Swiss secara langsung, baik melalui partai politik,
kelompok kepentingan dan asosiasi, maupun media, untuk memberikan
pengertian dan pemahaman mengenai Uni Eropa dan rancangan program
pemerintah.152
Akan tetapi, Uni Eropa menolak pembukaan negosiasi, karena
pertama Swiss bukan merupakan negara anggota Uni Eropa. Kedua, karena
Dengan tujuan untuk mereduksi tingkat xenophobia rakyat Swiss,
sehingga dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kerja sama bilateral antara
Swiss dengan Uni Eropa.
152 Hanspeter Kriesi dan Alexander H. Trechsel, Op.Cit., hal. 179.
81
kegagalan pemerintah Swiss dalam mengkonduksikan aspirasi rakyat Swiss dalam
referendum tersebut. Hingga akhirnya pada Juni 1999, Uni Eropa memberikan
paket kerja sama dalam perjanjian bilateral, yaitu Bilateral Agreements I yang
kemudian disetujui publik Swiss dalam referendum tahun 2000. Dengan disetujui
dan diaplikasikannya Bilateral Agreements I, Swiss mengajukan pembukaan
babak negosiasi baru untuk menuju integrasi secara bertahap ke dalam Uni
Eropa.153
Rasionalisasi preferensi pemerintah Negara Konfederasi Swiss,
Federal Council, untuk bergabung dalam Schengen Treaty,
Pembukaan negosiasi dilakukan pada tahun 2002, untuk melaksanakan
Bilateral Agreements II, dimana di dalam perjanjian bilateral tersebut terdapat
ketentuan untuk bergabung dalam Schengen Treaty dan Dublin Convention.
154
Dalam Bilateral Agreements II tersebut, hanya perjanjian integrasi
pertama
berdasarkan pada letak geografis Swiss yang berada dalam posisi yang strategis,
di sentral Eropa. Kedua, pada tahun 2000, 77,7% impor Swiss berasal dari Uni
Eropa dan 60,4% ekspor Swiss ditujukan ke Uni Eropa. Ketiga, pada tahun 2000,
70% dari populasi asing Swiss berasal dari Uni Eropa, dimana 14% dari penduduk
Swiss berasal dari Uni Eropa. Terkait dengan faktor ketiga, terdapat sekitar
150.000 orang yang keluar masuk Swiss dari negara tetangga untuk bekerja.
Melihat fakta yang terdapat dalam faktor tersebut, pemerintah memberikan
preferensi terhadap rakyat Swiss dan kanton untuk bergabung dengan Schengen
Treaty.
153 Alexandre Afonso dan Martino Maggetti, “Bilaterals II: Reaching the Limits of the Swiss Third Way?” dalam Clive H Church, Switzerland and the European Union, a Close, Contradictory and Misunderstood Relationship (New York: Routledge, 2007), hal. 216. 154 Sandra Lavenex, Op.Cit., hal. 236.
82
dalam Schengen Treaty dan Dublin Convention yang tidak disetujui, sementara
perjanjian lain yang termasuk ke dalam Bilateral Agreements II dapat diterima.
Ketidaksetujuan terhadap Schengen Treaty, seperti dalam kasus referendum pada
tahun 1992, dikonduksikan oleh SVP dengan dukungan dari AUNS dan EDU.
SVP melihat bahwa integrasi ke dalam Schengen Treaty merupakan ancaman
terhadap kehidupan sosial dan konstelasi politik Swiss.
SVP melalui propagandanya dengan menggunakan isu-isu xenophobia
dan kebanggaan atas identitas Swiss, berhasil di dalam mengumpulkan 86.732
tanda tangan sah, pada awal 2005, untuk mengajukan referendum terhadap yang
bertujuan untuk menggagalkan integrasi Swiss ke dalam Schengen Treaty.155
Pemerintah dalam hal ini berupaya untuk lebih memanfaatkan peranan
media di areal kanton berbahasa Jerman dalam melakukan propaganda. Media
dalam kanton Jerman tidak terlalu memfokuskan diri terhadap pemberitaan
mengenai kasus-kasus internasional, termasuk dalam pelaksanaan referendum.
Sebagai konsekuensi atas pengajuan SVP tersebut, maka diadakan referendum
yang akan memutuskan apakah Swiss akan masuk ke dalam Schengen Treaty atau
tidak pada 5 Juni 2005. Dalam upaya menghadapi tantangan SVP dan oposan
referendum, maka pemerintah dan pendukungnya mempelajari kesalahan mereka
dalam referendum tahun 1992, karena kanton berbahasa Jerman menolak untuk
berintegrasi dalam EEA, sebagai akibat dari adanya faktor xenophobia.
156
155 Hanspeter Kriesi dan Alexander H. Trechsel, Op.Cit., hal. 181. 156 Laurent Goetschel, Magdalena Bernath, dan Daniel Schwarz, Op.Cit., hal. 56.
Hal ini berakibat pada kurangnya informasi rakyat Swiss yang berada dalam
lingkup kanton-kanton tersebut, yang berpengaruh dalam gagalnya referendum
83
tahun 1992. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah konfederasi Swiss
mengintensifkan peranan media,157
Kategori
di dalam menciptakan opini publik, yang
bertujuan untuk membentuk aksi kolektif politik rakyat Swiss yang mendukung
integrasi ke dalam Schengen Treaty. Proses pembentukan tersebut, tidak hanya
melalui media saja, tetapi juga dengan memanfaatkan partai dan kelompok-
kelompok kepentingan dengan propaganda dalam diskusi-diskusi, maupun dengan
metode yang lain.
Setelah melalui kampanye yang efektif kemenangan diperoleh
pemerintah, dengan disetujuinya referendum Schengen Treaty tersebut oleh rakyat
Swiss (lihat Tabel 4.11). Dengan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
national self-image Swiss terpenuhi, karena sesuai dengan rakyat Swiss, dengan
disetujuinya referendum Schengen Treaty. Kemudian, hal ini juga menyatakan
bahwa telah sesuai dengan harapan persepsi dan perilaku dari aktor di luar Swiss,
yaitu Uni Eropa yang menyetujui Swiss untuk terlibat dalam Bilateral Agreements
I dan II, terutama dalam Schengen Treaty.
Tabel 4.11 Hasil Referendum Schengen Treaty dan Dublin Convention pada 5 Juni 2005
Ya Tidak % Ya % Tidak
Rakyat Swiss 1'477'260 1'227'042 54.6 45.4
sumber: “Votation Populaire du 5 Juin 2005” dalam http://www.admin.ch/ch/f/pore/va/20050605/index.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Berdasarkan referendum pada tanggal 5 Juni 2005 tersebut, indikator
dalam tes efektivitas diri, yaitu perilaku Uni Eropa terhadap Swiss dan kondisi
kontemporer Swiss, menyatakan bahwa adanya penerimaan terhadap national
157 Hanspeter Kriesi dan Alexander H. Trechsel, Op.Cit., hal. 181.
84
self-image baru dari Swiss. Hal ini dikarenakan, Uni Eropa, mengakomodasikan
kepentingan Swiss untuk lebih integratif secara parsial ke dalam hubungan kerja
sama dengan Uni Eropa melalui Schengen Treaty yang merupakan bagian dari
Bilateral Agreement II. Terkait dengan kondisi kontemporer Swiss, publik Swiss
menerima preferensi national self-image atas netralitas sebagai konstruksi
identitas nasional Swiss yang baru, yang terintegrasikan ke dalam referendum
tersebut.
Dengan demikian, melalui kedua tes, yaitu tes historis dan tes
efektivitas diri, telah dihasilkan sebuah identitas nasional yang dominan Swiss.
Identitas nasional dominan Swiss yang terbentuk adalah netralitas, dimana
netralitas tersebut berbeda dengan netralitas sebagai identitas nasional tradisional
Swiss. Identitas nasional Swiss yang baru terbentuk adalah netralitas yang lebih
terbuka dengan ruang gerak sosial yang lebih luas, dan bersifat kooperatif,
terutama dengan Uni Eropa.
4.4 Dampak Perubahan Konstruksi Identitas Swiss
Perubahan netralitas sebagai konstruksi identitas Swiss, berdampak
terhadap baik kehidupan sosial maupun ekonomi Swiss. Dengan bergabungnya
Swiss ke dalam area Schengen Uni Eropa, maka secara otomatis terdapat kenaikan
terhadap jumlah populasi warga asing yang tinggal di Swiss secara permanen,
dapat dilihat dalam Tabel 4.12 dan 4.13.
85
Tabel 4.12 Populasi Warga Negara Asing yang Menetap di Swiss Berdasarkan Nasionalitas (dalam ribuan)
2005 2006 2007 2008 2009
Total 1541.9 1554.5 1602.1 1602.1 1714.0
EU-27/Negara EFTA 903.5 923.8 971.9 1037.1 1077.6
Jerman 158.7 173.9 203.2 234.6 251.9
Perancis 70.9 73.5 79.3 87.4 92.5
Itali 297.9 293.3 291.2 291.6 290.6
Austria 33.1 33.2 34.2 35.7 36.7
Portugal 167.9 174.2 183.0 196.8 206.0
Spanyol 72.2 69.1 65.9 65.2 65.0
Negara Eropa lainnya 431.1 421.0 414.0 406.8 402.2
Serbia dan Montenegro 196.8 191.5 188.1 184.4 181.3
Turki 75.9 74.3 73.2 72.2 71.6
Afrika 48.1 49.8 51.9 54.8 57.7
Amerika 61.7 63.4 66.1 69.8 72.7
Asia 94.0 93.0 94.5 96.9 99.3
Australia, Oceania 3.2 3.3 3.6 3.8 4.0
Stateless 0.3 0.3 0.3 0.5 0.6
sumber: “Foreign Resident Population by Nationality” dalam http://www.bfs.admin.ch/bfs/portal/en/index/themen/01/07/blank/key/01/01.html,
diakses tanggal 10 Mei 2011.
86
Tabel 4.13 Naturalisasi Swiss (1984-2010)
sumber: ”Naturalisation since 1984” dalam http://www.bfm.admin.ch/content/bfm/en/home/dokumentation/zahlen_und_fakten/auslaenderstati
stik/einbuergerungen.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Tabel 4.12, memperlihatkan bahwa terdapat kenaikan populasi warga
negara asing yang cukup signifikan dalam rentang waktu 2006 hingga 2009,
dimana rentang waktu tersebut merupakan rentang waktu setelah referendum 5
87
Juni 2005 berlangsung dan setelah Swiss tergabung dan masuk secara resmi
dalam area Schengen. Sementara Tabel 4.13, merupakan tabel data naturalisasi
Swiss yang berlangsung sejak tahun 1984-2010, dimana terdapat kenaikan yang
konstan per tahun, terutama dalam rentang waktu lima tahun terakhir, yaitu paska
masuknya Swiss dalam area Schengen Uni Eropa. Kenaikan tersebut merupakan
dampak dari pemberlakuan kebijakan Schengen yang mempermudah proses
birokrasi dalam migrasi dan pencari suaka.
Dalam bidang ekonomi, masuknya Swiss ke dalam area Schengen
berdampak pada percepatan laju perekonomian, karena adanya kemudahan-
kemudahan yang diperoleh, sehingga berdampak terhadap dinamika
perekonomian Swiss (lihat Tabel 4.14).
Tabel 4.14 GDP dari Pendekatan Pengeluaran (dalam juta CHF) Pendekatan Pengeluaran Harga Berlaku
2005 2006 2007 2008 2009
Ekspor 227.283 257.516 293.067 307.454 276.637
Barang 163.468 185.649 207.033 216.997 188.446
Jasa 63.815 71.867 86.034 90.457 88.191
Impor 196.074 216.988 239.528 245.480 218.064
Barang 160.463 180.584 197.660 201.955 171.787
Jasa 35.611 36.404 41.868 43.525 46.277
GDP 463.799 490.544 521.101 544.196 535.282
Per Kapita 61.830 64.907 68.398 70.573 68.638
sumber: Federal Statistical Office, Statistical Yearbook 2011 (Federal Statistical Office), hal. 537.
88
Tabel 4.15 Perdagangan Swiss dengan EU-27 (dalam juta Euro) 2006 2007 2008 2009 2010
Ekspor 72.459 77.696 82.897 74.021 86.301
Impor 88.445 77.696 98.067 87.108 102.993
Balance -15.986 -15.566 -15.170 -13.086 -16.692
Perdagangan 160.904 170.958 180.964 161.129 189.294
sumber: Federal Statistical Office, Statistical Yearbook 2011 (Federal Statistical Office), hal. 537.
Berdasarkan Tabel 4.14, dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan
kekuatan perekonomian Swiss dalam rentang waktu 2005-2009, tidak hanya
dalam peningkatan nilai ekspor Swiss, tetapi juga diikuti dengan peningkatan
GDP Swiss. Dalam tabel 4.15, dalam perdagangan antara Swiss dengan EU-27,
nilai impor Swiss masih lebih tinggi daripada ekspor, akan tetapi balance neraca
perdagangan semakin mengecil. Penguatan laju perekonomian Swiss merupakan
dampak dari bergabungnya Swiss dalam area Schengen, sehingga dipermudahnya
transportasi dan juga regulasi dalam perdagangan.
89
BAB 5
KESIMPULAN
Penelitian bertujuan untuk menjawab pertanyaan sementara atau
rumusan masalah yang terdapat dalam Bab 1 penelitian ini, yaitu bagaimana
perubahan konstruksi identitas dalam netralitas kebijakan luar negeri Swiss dalam
Schengen Treaty pada tahun 2005. Peneliti, di dalam menjawab pertanyaan
tersebut, mempergunakan teori identitas konstruktivisme, rational choice theory,
dan political collective action. Melalui proposisi identitas konstruktivisme yang
disampaikan Clunan, dapat dilihat bagaimana Swiss berhasil menciptakan
netralitas sebagai identitas nasional dan mempengaruhi pembentukan kepentingan
nasional Swiss, yang terimplementasikan ke dalam setiap kebijakan luar negeri
Swiss. Ketika proses konstruksi identitas berlangsung, proposisi Clunan dibantu
oleh RCT di dalam proses pembuatan preferensi identitas Swiss oleh pemerintah,
dengan dasar rasionalitas, kemudian, di dalam mengkonduksikan rakyat Swiss,
pemerintah menciptakan political collective action agar rakyat Swiss memilih
preferensi yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Hipotesis dalam Bab 1 penelitian ini adalah bahwa identitas nasional
Swiss adalah prinsip netralitas, dimana terkait dengan keikutsertaan Swiss dalam
Schengen Treaty 2005, terdapat perubahan konstruksi identitas nasional tersebut.
Netralitas sebagai identitas nasional yang terbentuk berbeda dengan konstruksi
identitas nasional tradisional.
Identitas nasional Swiss bersifat self imposed atau dikonstruksi
90
sendiri. Dengan kata lain, identitas nasional Swiss tidak dibentuk oleh aktor lain
yang melihat Swiss, sebagai suatu entitas, melainkan Swiss mengkonstruksi
sendiri identitasnya untuk mendeskripsikan dan memisahkan dirinya dalam
sistem. Hal ini memungkinkan bagi Swiss untuk melakukan perubahan dalam
konstruksi identitas nasionalnya, dimana identitas nasional Swiss tersebut akan
menentukan signifikansi peran Swiss di dalam sistem. Kemampuan Swiss dalam
mengkonstruksikan identitas nasionalnya, dimungkinkan dengan sistem
pemerintahan Swiss. Sistem direct democracy Swiss, dimana terdapat referendum
di dalamnya, memungkinkan rakyat Swiss untuk terlibat langsung dalam
konstelasi politik Swiss, termasuk dalam proses konstruksi identitas nasional
Swiss.
National self-image atau kandidat identitas nasional yang terbentuk
dalam penelitian ini adalah Swiss netral secara politik dan militer, tetapi tidak lagi
secara sosial, kemudian negara-negara Eropa, terutama Uni Eropa bukan menjadi
ancaman sehingga Swiss bersikap lebih kooperatif terhadap Uni Eropa. Uji
historis terhadap aspirasi masyarakat Swiss dalam penelitian ini, menemukan
bahwa pertama adanya reduksi terhadap tingkat xenophobia Swiss, sehingga
adanya penerimaan terhadap orang-orang asing atau imigran yang berada dan
tinggal di Swiss. Kedua, rakyat Swiss merasa penting dan bangga dengan
memiliki netralitas sebagai identitas nasional Swiss, akan tetapi, rakyat Swiss
merasa terbatasi dengan netralitas tersebut, sehingga rakyat Swiss menuntut untuk
adanya perubahan terhadap netralitas sebagai identitas nasional Swiss. Perubahan
yang dimaksud adalah netralitas yang jauh lebih fleksibel dan tidak membatasi
91
ruang gerak sosial.
Dalam proses selanjutnya, yaitu tes efektifitas diri, national self-image
yang telah terbentuk, dicoba untuk kemudian diaplikasikan baik ke dalam Swiss,
maupun ke luar Swiss. Ke dalam, pemerintah Swiss dengan menekankan pada
rasionalitasnya menciptakan preferensi identitas nasional yang tertuangkan dalam
kebijakan untuk bergabung ke dalam Schengen Treaty. Pada titik ini, pemerintah
membentuk opini publik yang diarahkan untuk menjadi suatu aksi kolektif politik
rakyat Swiss yang mendukung preferensi pemerintah tersebut. Ke luar, dibuktikan
pemerintah Swiss dengan diterimanya pengajuan kerja sama bilateral antara Swiss
dan Uni Eropa yang terbingkai dalam Bilateral Agreements I dan II, terutama
dalam Schengen Treaty.
Setelah melalui kedua proses tesebut, secara otomatis identitas
nasional yang dominan dari Swiss telah terbentuk, yaitu sebuah prinsip netralitas
yang fleksibel dan tidak terbatas dalam ruang gerak sosial, dengan adanya
penerimaan terhadap bangsa asing dan tidak melihat negara-negara Eropa,
terutama Uni Eropa, sebagai rival tetapi sebagai partner kerja sama. Perubahan
yang terjadi dalam konstruksi identitas nasional Swiss tersebut berlangsung secara
gradual atau bertahap. Terjadi perubahan rasionalitas dalam level pemerintahan,
yang kemudian dikonduksikan untuk merubah konstruksi identitas nasional yang
melekat pada rakyat Swiss. Maka, dengan demikian hipotesis yang terdapat dalam
Bab 1 penelitian ini telah terbukti.
92
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Appiah, Kwame Anthony. 2005. The Ethics of Identity. New Jersey: Princenton
University Press.
Blocher, Christoph. 2002. Ten Years After Rejecting the EEA Agreement. AUNS ASIN ASNI.
Brady, Hugo. 2008. EU Migration Policy: A to Z.
Budiarjo, Miriam. 1981. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia.
Castells, Manuel. 2010. The Power of Identity. Blackwell Publishing, Ltd.
Clunan, Anne. 2009. The Social Construction of Russia’s Resurgence. Baltimore: The Johns Hopkins University Press.
Edmondson, Ricca. 1997. The Political Context of Collective Action: Power, Argumentation, and Democracy. New York: Routledge.
Elster, Jon. 1989. Nuts and Bolts For the Social Sciences. Cambridge: Cambridge University Press.
Foucault, Michel. 1977. Power / Knowledge. New York: Pantheons Book.
Glaser, Charles L. 2010. Rational Theory of International Politics The Logic of Competition and Cooperation. New Jersey: Princenton University Press.
Goetschel, Laurent, Magdalena Bernath, dan Daniel Schwarz. 2005. Swiss Foreign Policy: Foundations and Possibilities. New York: Routledge.
Halbrook, Stephen. 1998. Target Switzerland: Swiss Armed Neutrality in World War II. New York: Sarpedon.
Kriesi, Hanspeter dan Alexander H. Trechsel. 2008. The Politics of Switzerland: Continuity and Change in Consensus Democracy. New York: Cambridge University Press.
Linder, Wolf. 1998. Swiss Democracy: Possible Solutions to Conflicts in Multicultural Societies. New York: Palgrave Macmillan.
Melluci, Alberto. 1989. Nomads of the Present: Social Movements and Individual Needs in Contemporary Society. London: Hutchinson Radius.
93
__. 1996. Challenging Codes: Collective Actions in the Information Age. Cambridge: Cambridge University Press.
Sigg, Oswald. 1997. Political Switzerland. Zurich: Pro Helvetica.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Smith, Anthony D. 1991. National Identity. London: Penguin Books Ltd.
JURNAL DALAM BUKU Afonso, Alexandre dan Martino Maggetti, “Bilaterals II: Reaching the Limits of
the Swiss Third Way?” dalam Church, Clive H. 2007. Switzerland and the European Union, a Close, Contradictory and Misunderstood Relationship. New York: Routledge.
Belser, Eva Maria. “Transboundary Local Governance in Switzerland,” dalam Villiers, Bertus De. 2009. Crossing the Line: Dealing with Cross-Border Communities. Johannesburg: Konrad-Adenauer-Stiftung.
Church, Clive H. “Introduction,” dalam Church, Clive H. 2007. Switzerland and the European Union, a Close, Contradictory and Misunderstood Relationship. New York: Routledge.
Dardanelli, Paolo. “Federalism: Institutional Adaptation and Symbolic Constraints,” dalam Church, Clive H. 2007. Switzerland and the European Union, a Close, Contradictory and Misunderstood Relationship. New York: Routledge.
Galeotti, Anna Elisabetta. “Identity, Difference, Toleration,” dalam Dryzek, John S., Bonnie Honig, dan Anne Phillips. 2006. Political Theory. New York: Oxford University Press.
Ganser, Daniele dan Georg Kreis. “Swiss Neutrality: Incompatible with EU Membership?,” dalam Church, Clive H. 2007. Switzerland and the European Union, a Close, Contradictory and Misunderstood Relationship. New York: Routledge.
Harsanyi, John C. “Advances in Understanding Rational Behavior,” dalam Elster, Jon. 1986. Rational Choice. New York: New York University Press.
Jepperson, Ronald L. Alexander Wendt, dan Peter J. Katzenstein. “Norms, Identity, and Culture in National Security” dalam Katzenstein, Peter J. 1996. The Culture of National Security: Norms and Identity in World Politics. New York: Columbia University Press.
94
Kreis, Georg. “Modern Switzerland as a Product of Its History” dalam Kieser, Rolf dan Kurt R. Spillmann. 1995. The New Switzerland: Problems & Policies. California: The Society for the Promotion of Science and Scholarship, Inc.
Lavenex, Sandra. “Switzerland: Between Intergovernmental Co-operation and Schengen Association,” dalam Caparini, Marina dan Otwin Marenin. 2006. Borders and Security Governance. Managing Borders in a Globalised World. Geneva: LIT.
Rhinow, René dan Annemarie Huber-Hotz. “The Future of the Political System,” dalam Kieser, Rolf dan Kurt R. Spillmann. 1995. The New Switzerland: Problems & Policies. California: The Society for the Promotion of Science and Scholarship, Inc.
Scott, John. “Rational Choice Theory,” dalam Browning, Gary, Abigail Halcli dan Frank Webster. 2000. Understanding Contemporary Society: Theories of the Present. London: Sage Publications Ltd.
Trechsel Alexander H., “Direct Democracy and European Integration: a Limited Obstacle?” dalam Church, Clive H. 2007. Switzerland and the European Union, a Close, Contradictory and Misunderstood Relationship. New York: Routledge.
Wendt, Alexander 1994. “Collective Identity Formation and International State,” dalam The American Political Science Review.
__. “Identity and Structural Change in International Politics,” dalam Lapid, Yosef dan Friedrich Kratochwil. 2006. The Return of Culture and Identity in IR Theory. London: Boulder CO.
Zehfuss, Maja. “Constructivism and Identity,” dalam Guzzini, Stefano dan Anna Leander. 2006. Constructivism and International Relations: Alexander Wendt and His Critics. New York: Routledge.
KAMUS, ENSIKLOPEDIA, DAN DOKUMEN RESMI Aeschimann, Stefan dkk. 2004. Swiss Neutrality. Bern Federal Department of
Defence, Civil Protection and Sports (DPPS).
Federal Statistical Office. 2011. Statistical Yearbook 2011. Federal Statistical Office.
Freeman, Chas. W. Jr. 1997. The Diplomat’s Dictionary. Washington: US
Institute of Peace Press.
95
Hornby, A. S. 2000. Oxford Advanced Learners Dictionary (International Student’s Edition). Oxford University Press.
Jeanmaire dan Michel AG. 2010. The Swiss Confederation Brief Guide 2010. Bern: Information Services of the Federal Chancellery, the Departments and Parliamentary Services.
Schelbert, Leo. 2007. Historical Dictionary of Switzerland. Maryland: The Scarecrow Press, Inc.
SITUS INTERNET “Bilateral Agreement Switzerland-EU,”
http://www.europa.admin.ch/themen/00500/index.html?lang=en. Diakses tanggal 12 Januari 2011.
Eurobarometer Survey 1999-2003, ”Direction du Changement: Neutralité” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011
Eurobarometer Survey 1999-2003, ”Fierté de la Démocratie Directe” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Eurobarometer Survey 1999-2003, ”Fierté de la Neutralité” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Eurobarometer Survey 1999-2003, ”Importance de la Démocratie Directe” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Eurobarometer Survey 1999-2003, ”Importance de la Neutralité” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Eurobarometer Survey 1999-2003, ”Prêt à Changer la Neutralité” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Eurobarometer Survey 2000, “Immigrants: Ils Doivent Avoir les Mêmes Droits Sociaux Que les Suisses ” dalam http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Eurobarometer Survey 2000, “Pour Améliorer Relations: Promouvoir l'égalité des Chances” dalam http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Eurobarometer Survey 2000, “Trouvez-vous Gênante la Présence de Gens d'une Autre Nationalité” dalam http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011.
96
Eurobarometer Survey 2000-2004/5, ”Adhésion de la Suisse à l'UE ” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011
Eurobarometer Survey 2000-2004/5, ”Image de l'UE ” dalam, http://nesstar.sidos.ch/webview/index.jsp, diakses tanggal 10 Mei 2011
“History of Switzerland,” http://historyswitzerland.geschichte-schweiz.ch/old- swiss-confederacy-1291.html. diakses tanggal 23 Maret 2011.
Naturalisations, ”Naturalisation since 1984” dalam http://www.bfm.admin.ch/content/bfm/en/home/dokumentation/zahlen_und_fakten/auslaenderstati stik/einbuergerungen.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
“Neutrality and Isolationism,”
http://www.swissworld.org/en/politics/foreign_policy/neutrality_and_isola tionism/. Diakses tanggal 28 Desember 2009.
“Résultats dans les Cantons” dalam http://www.admin.ch/ch/f/pore/va/19921206/det388.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
Swiss Statistics, “Foreign Resident Population by Nationality” dalam, http://www.bfs.admin.ch/bfs/portal/en/index/themen/01/07/blank/key/01/01.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
“Switzerland,“ http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/country_profiles/1035212.stm.
Diakses tanggal 01 Januari 2010.
“Switzerland and the European Union” dalam http://www.eda.admin.ch/eda/en/home/reps/eur/vgbr/ukemlo/ecofin/cheu.h tml, diakses pada tanggal 10 Mei 2011.
“Switzerland and the World,” http://www.swissworld.org/en/politics/foreign_policy/switzerland_and_the _world/. Diakses tanggal 28 Desember 2009.
“Votation Populaire du 6 Décembre 1992” dalam http://www.admin.ch/ch/f/pore/va/19921206/index.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
“Votation Populaire du 8 Juin 1997” dalam http://www.admin.ch/ch/f/pore/va/19970608/index.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
97
“Votation Populaire du 21 Mai 2000” dalam http://www.admin.ch/ch/f/pore/va/20000521/index.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
“Votation Populaire du 4 Mars 2001” dalam http://www.admin.ch/ch/f/pore/va/20010304/index.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.
“Votation Populaire du 5 Juin 2005” dalam http://www.admin.ch/ch/f/pore/va/20050605/index.html, diakses tanggal 10 Mei 2011.