Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon
-
Upload
yusuf-eko-rohmadi -
Category
Documents
-
view
92 -
download
15
description
Transcript of Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon
PENGEMBANGAN SISTEM PENENTUAN POSISI
MENGGUNAKAN BLUETOOTH LOW ENERGY (BLE) iBEACON
Tesis
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi S2 Teknik Elektro
Konsentrasi Teknologi Informasi
Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi
diajukan oleh
Yusuf Eko Rohmadi
13 / 351588 / PTK / 08849
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
ii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Tesis ini tidak mengandung karya yang diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak mengandung karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah
ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
2. Informasi dan materi tesis yang terkait hak milik, hak intelektual dan paten
merupakan milik bersama antara tiga pihak yaitu penulis, dosen pembimbing
dan Universitas Gadjah Mada. Dalam hal penggunaan informasi dan materi
tesis terkait paten maka akan didiskusikan lebih lanjut untuk mendapatkan
persetujuan dari ketiga pihak tersebut diatas.
Yogyakarta, 08 Mei 2015
Yusuf Eko Rohmadi
iv
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan
rahmat dan barokahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
“Pengembangan Sistem Penentuan Posisi Menggunakan Bluetooth Low Energy
(BLE) iBeacon”. Laporan tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
dalam memperoleh gelar Master of Engineering (M.Eng.) pada Program Studi S2
Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Dalam melakukan penelitian dan penyusunan laporan tesis ini penulis
telah mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Widyawan, S.T., M.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing utama, dan
Bapak Warsun Najib, S.T., M.Sc selaku dosen pembimbing pendamping,
yang telah dengan penuh kesabaran dan ketulusan memberikan ilmu dan
bimbingan terbaik kepada penulis.
2. Bapak Sarjiya, S.T., M.T., Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro dan
Tekniknologi Informasi dan Dr.Eng. Suharyanto, S.T., M.Eng selaku Ketua
Program Studi S2 Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Universitas
Gadjah Mada yang memberikan izin kepada penulis untuk belajar.
3. Para Dosen Program Studi S2 Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada
yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis.
4. Para Karyawan/wati Program Studi S2 Teknik Elektro Universitas Gadjah
Mada yang telah membantu dan penulis dalam proses belajar.
5. Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah yang telah memfasilitasi pengajuan
Beasiswa BPPDN Dikti 2013.
6. Bapak Drs. Ardi Widyatmoko, M.Eng selaku Direktur Politeknik Pratama
Mulia (Politama) Surakarta yang telah memberikan ijin belajar di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
v
7. Para dosen dan karyawan Politama Surakarta yang telah membantu
kelancaran studi lanjut.
8. Rekan-rekan Mahasiswa TI angkatan 2013 yang senantiasa memberikan
semangat untuk menyelesaikan studi.
9. Ketiga orang tuaku yang selalu memberikan doa serta bantuan materi dalam
menempuh studi S2 dari awal hingga akhir.
10. Isriku Fitri Anita dan anakku Aabidah Syifa Al Husna yang menjadi
penyemangatku untuk bisa menempuh dan menyelesaikan studi S2.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan tesis ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu semua jenis saran, kritik dan masukan yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat
memberikan manfaat dan memberikan wawasan tambahan bagi para pembaca dan
khususnya bagi penulis sendiri.
Yogyakarta, 08 Mei 2015
Yusuf Eko Rohmadi
vi
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
(xi,yi) = koordinat iBeacon (i = 1,2,3)
AOTG = All on The Ground
B1, B2, B3 = iBeacon 1 sampai 3
BIPS = Bluetooth Indoor Positioning System
BLE = Bluetooth Low Energy
BLPA = Bluetooth Local Positioning Application
Cell ID = Cell Identification
COO = Cell of Origin
d = distance (jarak)
di = jarak iBeacon dengan smartphone pada h=0 (i=1,2,3)
dri = jarak iBeacon dengan smartphone pada h>0 (i=1,2,3)
GPM = Global Positioning Module
h = tinggi iBeacon atau smartphone
iOS = iPhone Operating System
IR = Infra red Radiation
IrDa = Infrared Data Association
LBUS = Lower Beacon Upper Smartphone
LOS = Line of Sight
M(x,y) = koordinat awal smartphone
M’(x’,y’) = koordinat smartphone hasil pengukuran
OS = Operating System
RFID = Radio Frequency Identification
RSSI = Received Signal Strenght Indicator
Rx = Receiver
Tx = Transmitter
UBLS = Upper Beacon Lower Smartphone
UBS = Upper Beacon and Smartphone
UWB = Ultra Wide Band
Wi-Fi = Wireless Fidelity
vii
ABSTRACT
Location based services is the implementation of a positioning system
which still to be an interesting topic to developed. GPS is very well known as
outdoor positioning systems and bad in indoor environment. Bluetooth is one of
the most ideal technologies among Wi-Fi, RFID and IrDA to replace GPS. The
RSSI information’s obtained from Bluetooth can be used to calculate an
estimation of the distance between transmitter and receiver. The objective of this
research is to develop a positioning system using Bluetooth generation 4,
Bluetooth Low Energy (BLE) based on to the distance measurement.
Trilateration is the positioning technique based on three reference points
which the coordinates has known. The measurement of the distance between
reference point and receiver then used to estimate the coordinates of the receiver.
In this research, Trilateration technique applied at 4 models: AOTG (All on the
Ground), UBS (Upper Beacon and Smartphone), UBLS (Upper Beacon Lower
Smartphone) and LBUS (Lower Beacon Upper Smartphone).
The best result from the four models is shown by LBUS models with the
direct line of sight between iBeacon and smartphone was fulfilled. With
Trilateration calculations, the average of error generated is ± 0.16 meters at the
farthest distance ± 4 meters.
Keywords: Bluetooth Low Energy (BLE), Positioning, iBeacon
viii
INTISARI
Layanan berbasis lokasi merupakan salah implementasi dari sistem
positioning yang hingga sampai saat ini masih menjadi tema yang menarik untuk
dikembangkan. GPS adalah teknologi penentuan posisi yang handal digunakan
pada wilayah outdoor akan tetapi tidak bekerja dengan baik saat digunakan di
wilayah indoor. Bluetooth merupakan salah satu teknologi yang paling ideal
diantara Wi-Fi, RFID dan IrDa sebagai pengganti GPS. Informasi RSSI dari
Bluetooth bisa digunakan untuk mengetahui jarak antara transmitter dengan
receiver. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan sistem
penentuan posisi menggunakan teknologi Bluetooth generasi ke-4, Bluetooth Low
Energy (BLE) berdasarkan pada jarak yang terukur.
Estimasi posisi suatu objek (receiver) dapat diketahui dengan teknik atau
metode tertentu. Trilaterasi adalah teknik penentuan posisi berdasar pada 3 titik
referensi yang telah ditentukan koordinatnya. Dengan menggunakan perhitungan
trilaterasi, hasil pengukuran jarak antara titik referensi dan receiver digunakan
sebagai variabel untuk menghitung koordinat titik receiver. Pada penelitian ini
teknik Trilaterasi diterapkan pada 4 model yaitu: AOTG (All on the Ground), UBS
(Upper Beacon and Smartphone), UBLS (Upper Beacon Lower Smartphone) dan
LBUS (Lower Beacon Upper Smartphone).
Hasil terbaik dari keempat model tersebut ditunjukkan pada model LBUS
dengan syarat kondisi direct line of sight antara iBeacon dengan smartphone.
Melalui perhitungan trilaterasi, rata-rata error yang dihasilkan adalah ± 0,16 meter
pada jarak terjauh ± 4 meter.
Kata kunci – Bluetooth Low Energi (BLE), Positioning, iBeacon.
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ...................................................................................................... iii
PRAKATA .............................................................................................................. iv
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ................................................................ vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
INTISARI ............................................................................................................. viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xii
1 BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Keaslian Penelitian..................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ................................. 8
2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 8
2.1.1 Positioning .......................................................................................... 8
2.2 Landasan Teori ......................................................................................... 15
2.2.1 Teknologi dalam Positioning ............................................................ 15
2.2.1.1 GPS ........................................................................................... 15
2.2.1.2 WLAN ...................................................................................... 16
2.2.1.3 Bluetooth ................................................................................... 16
2.2.1.4 RFID ......................................................................................... 18
2.2.2 BLE iBeacon ..................................................................................... 19
2.2.3 Mengukur Distance dalam iBeacon .................................................. 21
2.2.3.1 Received Signal Strenght Indicator (RSSI) .............................. 22
2.2.3.2 Radio Propagasi ........................................................................ 23
2.2.3.3 Time of Arrival (TOA) .............................................................. 24
2.2.3.4 Time Difference of Arrival (TDOA) .......................................... 25
2.2.3.5 Angle of Arrival (AOA) ............................................................ 25
2.2.4 Aplikasi iLoggy (Beacon Logger) .................................................... 26
2.2.5 Teknik Positioning ............................................................................ 28
2.2.5.1 Triangulasi dan Trilaterasi ........................................................ 28
2.2.5.2 Fingerprint ................................................................................ 30
2.3 Hipotesis .................................................................................................. 32
3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 33
x
3.1 Alat dan Bahan ......................................................................................... 33
3.1.1 Alat .................................................................................................... 33
3.1.2 Bahan ................................................................................................ 34
3.2 Jalannya Penelitian................................................................................... 35
3.2.1 Mengukur Karakteristik iBeacon Kontakt ........................................ 37
3.2.2 Lokasi Penelitian ............................................................................... 38
3.2.3 Menempatkan Titik Referensi dan Smartphone................................ 40
3.2.4 Mengukur 3 titik Referensi ............................................................... 41
3.2.5 Perhitungan Trilaterasi dan mencari Error ....................................... 43
3.3 Skenario Pengujian .................................................................................. 44
3.4 Cara Analisis ............................................................................................ 45
3.4.1 Analisis perhitungan Trilaterasi ........................................................ 45
3.4.2 Mencari Nilai Error .......................................................................... 47
3.4.3 Analisis pengukuran Realtime .......................................................... 47
4 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 49
4.1 Karakteristik iBeacon Kontakt ................................................................. 49
4.2 Pemetaan Lokasi Penelitian ..................................................................... 51
4.3 Koordinat iBeacon dan Koordinat Titik-titik Pengukuran ....................... 52
4.4 Rute Pengujian Skenario Kedua .............................................................. 53
4.5 Hasil Pengukuran ..................................................................................... 55
4.5.1 Pengukuran Skenario Pertama .......................................................... 55
4.5.1.1 Pengukuran Model AOTG ........................................................ 55
4.5.1.2 Pengukuran Model UBS ........................................................... 56
4.5.1.3 Pengukuran Model UBLS ......................................................... 57
4.5.1.4 Pengukuran Model LBUS ......................................................... 58
4.5.2 Pengukuran Skenario Kedua (realtime) ............................................ 61
4.6 Hasil Pengamatan..................................................................................... 63
4.6.1 Beberapa hal tentang iBeacon Kontakt ............................................. 63
4.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akurasi Pengukuran ................. 64
5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 68
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 68
5.2 Saran ........................................................................................................ 68
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 70
LAMPIRAN ........................................................................................................... 73
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Klasifikasi Teknologi dan Metode Positioning [17] ............................ 9
Gambar 2.2 Kit iBeacon Kontakt ........................................................................... 20
Gambar 2.3 Hubungan antara UUID Major dan Minor ......................................... 21
Gambar 2.4 Hubungan antara RSSI dengan GRPR ............................................... 23
Gambar 2.5 Pengukuran dengan TOA ................................................................... 24
Gambar 2.6 Penentuan Posisi dengan AOA [17] ................................................... 25
Gambar 2.7 Tampilan Menu Utama iLoggy Beacon Logger ................................. 26
Gambar 2.8 (a) iBeacon Terpindai (b) Salah satu iBeacon siap record ................. 27
Gambar 2.9 (a) Menu menampilkan data record (b) Proses record ....................... 27
Gambar 2.10 Estimasi Posisi 2-D dengan Trilaterasi............................................. 29
Gambar 2.11 Pengukuran RSSI dalam Fase off-line .............................................. 31
Gambar 3.1 Diagram alir jalannya penelitian ........................................................ 35
Gambar 3.2 Diagram alir Percobaan ...................................................................... 36
Gambar 3.3 Tampilan aplikasi Dartle.io ................................................................ 38
Gambar 3.4 Model pengukuran Karakteristik iBeacon Kontakt ............................ 38
Gambar 3.5 Denah Ruang Penelitian ..................................................................... 39
Gambar 3.6 Model peletakan Koordinat iBeacon dan Smartphone ....................... 40
Gambar 3.7 Model umum pengukuran 3 iBeacon dari 1 lokasi smartphone......... 42
Gambar 3.8 Sisi miring pada model UBLS dan LBUS ......................................... 42
Gambar 3.9 Model Pengukuran UBLS .................................................................. 43
Gambar 3.10 Model Pengukuran LBUS ................................................................ 43
Gambar 3.11 Model Rute uji secara Realtime ........................................................ 45
Gambar 3.12 Model pythagoras untuk mencari Error .......................................... 47
Gambar 4.1 Grafik Karakteristik iBeacon Kontakt berdasarkan Jarak ukur ......... 49
Gambar 4.2 Letak titik referensi iBeacon dan 17 titik pengukuran ....................... 53
Gambar 4.3 Rute pengujian secara realtime .......................................................... 54
Gambar 4.4 Pergeseran koordinat hasil pengukuran terhadap Koordinat Riil ....... 59
Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian keempat Model ...................... 60
Gambar 4.6 Model Propagasi sinyal di dalam ruang tertutup [35] ........................ 65
Gambar 4.7 Ilustrasi sinyal yang diterima karena proses pantulan ........................ 65
Gambar 4.8 Objek yang bisa memblokir sinyal iBeacon [29] ............................... 66
Gambar 4.9 Ilustrasi sinyal diterima secara direct oleh smartphone ..................... 66
Gambar 4.10 Ilustrasi dua jalur proses perambatan sinyal [36] ............................. 66
Gambar 4.11 iBeacon dengan antena ekstensi ....................................................... 67
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Positioning menggunakan Bluetooth ..................................................... 17
Tabel 2.2 Informasi dalam iBeacon [29] ................................................................ 20
Tabel 3.1 Informasi UUID, Major dan Minor dari iBeacon Kontakt ..................... 38
Tabel 3.2 Contoh Pengukuran Distance model AOTG dan UBS .......................... 45
Tabel 3.3 Contoh pengukuran Distance (dr) model UBLS dan LBUS.................. 46
Tabel 4.1 Karakteristik iBeacon Kontakt berdasarkan Jarak ukur (n=120) ........... 49
Tabel 4.2 Konversi nilai RSSI terhadap distance pada jarak 5 meter .................... 51
Tabel 4.3 Titik Referensi 3 iBeacon ....................................................................... 52
Tabel 4.4 Koordinat Smartphone sebagai Titik-titik Pengukuran .......................... 52
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Model AOTG ............................................................ 55
Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Model UBS ............................................................... 56
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran UBLS ........................................................................ 57
Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Model LBUS ............................................................. 58
Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Pengujian keempat Model ..................................... 60
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Realtime ..................................................................... 61
1
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era sekarang ini kebutuhan informasi bergeser kedudukannya, yang
semula merupakan kebutuhan sekunder atau tersier saat ini berubah
kedudukannya sebagai kebutuhan primer selain kebutuhan pokok manusia dalam
mempertahankan kehidupannya. Pergeseran ini membawa dampak kepada
bagaimana manusia bisa memperoleh informasi yang dibutuhkan saat itu, dapat
diperoleh dengan cepat dan mudah dimanapun dia berada. Hal ini berarti
kemudahan manusia dalam memperoleh informasi tersebut didukung oleh adanya
suatu teknologi yang bisa dikatakan “hidup berdampingan” dengan manusia.
Teknologi yang dimaksud adalah teknologi yang berbasis mobile. Tidak hanya
kemudahan memperoleh informasi saja yang dibutuhkan oleh manusia,
kemudahan pelayanan dalam berbagai bidang juga diperlukan oleh manusia
sebagai pengguna teknologi. Misalnya pelayanan dalam bidang bisnis, transaksi
perbankan, akademik dan lain sebagainya. Sekarang ini kemudahan-kemudahan
tersebut bisa diperoleh dengan sebuah perangkat berbasis seluler yang bisa dibawa
kemana-mana yaitu berupa mobile device, seperti smartphone dan tablet.
Pesatnya perkembangan perangkat mobile saat ini tidak menutup
kemungkinan bagi setiap orang untuk bisa memilikinya. Didukung oleh
banyaknya produsen perangkat mobile yang mengeluarkan produknya dengan
spesifikasi yang tinggi tetapi harga yang ditawarkan justru berbanding terbalik
dengan teknologi yang diterapkan. Fitur yang ditanamkan dalam perangkat
tersebut terbilang komplit ditambah dengan beberapa fitur lain yang bukan
merupakan fungsi utama perangkat tersebut sebagai pelengkap, seperti pemutar
musik, pemutar video dan lain sebagainya. Tidak semua fitur yang ditanamkan
dalam sebuah mobile device dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh
penggunanya. Misalnya fitur berbasis wireless seperti Bluetooth, kebanyakan fitur
Bluetooth digunakan hanya untuk keperluan transfer data antar device seperti
2
handphone atau laptop. Sedangkan Bluetooth dapat dimanfaatkan untuk keperluan
yang lebih dari sekedar sebagai media transfer data, misalnya untuk keperluan
layanan berbasis service seperti positioning atau localization. Positioning berarti
menentukan posisi suatu objek berdasarkan referensi objek yang lain atau
berdasar pada konteks tertentu (context-aware).
Layanan berbasis context-aware berarti sebuah sistem komputerisasi yang
menyediakan layanan dan informasi yang relevan kepada pengguna sesuai dengan
kondisi atau kebutuhan mereka [1]. Positioning merupakan bentuk layanan
berbasis context-aware, salah satu contoh penerapannya yang terdapat pada
perangkat mobile adalah GPS (Global Positioning System). GPS adalah sistem
navigasi yang digunakan untuk mencari estimasi posisi suatu objek dalam bentuk
informasi koordinat lintang dan bujur [2]. Informasi yang diambil dari layanan
GPS tersebut mampu memberikan akurasi yang baik jika diterapkan pada
lingkungan terbuka (outdoor), sedangkan dalam lingkungan yang tertutup
(indoor) GPS akan memberikan informasi yang tidak baik dengan kata lain GPS
memberikan hasil yang buruk ketika digunakan dalam lingkungan tertutup, karena
dalam kinerjanya GPS membutuhkan kondisi lingkungan yang bebas halangan
(line of sight) [3].
Kaitannya dengan positioning, terdapat beberapa teknologi selain GPS
yang bisa diimplementasikan untuk keperluan penentuan posisi dalam lingkungan
tertutup, seperti Bluetooth, WLAN, RFID dan ZigBee [4]. Menurut [5], keempat
teknologi tersebut RFID tidak termasuk di dalamnya, sedangkan WLAN termasuk
dalam kategori Wi-Fi dan teknologi yang lain adalah UWB. Diantara Wi-Fi,
Bluetooth, Zigbee dan UWB yang mempunyai range atau jangkauan terluas
adalah Wi-Fi. Diantara teknologi tersebut, bluetooth merupakan teknologi yang
paling sedikit membutuhkan infrastruktur dan biaya saat dimanfaatkan sebagai
teknologi positioning. Modul Bluetooth yang ditanamkan dalam perangkat mobile
sudah bisa digunakan untuk keperluan positioning dengan memanfaatkan jaringan
Adhoc. Sedangkan modul Wi-Fi yang tertanam pada perangkat mobile tidak bisa
langsung digunakan untuk keperluan positioning, karena masih memerlukan
3
beberapa infrastruktur seperti access point. Sehingga dengan kemudahan tersebut
penelitian dengan tema positioning ini berkonsentrasi pada teknologi Bluetooth.
Bluetooth adalah teknologi komunikasi wireless dengan jangkauan yang
terbatas yaitu dengan rentang hingga 100 meter [6]. Jangkauan atau range
Bluetooth dikategorikan menjadi tiga kelas yaitu kelas 1, 2 dan 3 dengan range
berturut-turut adalah 100m, 10m dan 5m [7]. Bluetooth yang ditanamkan di dalam
perangkat mobile merupakan Bluetooth kelas 2 atau kelas 3 karena dalam
kinerjanya membutuhkan daya rendah yang bisa dipenuhi oleh baterai sebuah
smartphone. Berbeda dengan bluetooth kelas 1 dengan jangkauan yang luas, maka
secara otomatis sumberdaya yang dibutuhkan juga tinggi. Biasanya Bluetooth
dengan kelas 1 adalah sebuah modul yang berdiri sendiri dan tidak ditanamkan
dalam perangkat mobile. Berdasarkan pengamatan pada beberapa perangkat
mobile sekarang ini perkembangan Bluetooth telah mencapai pada generasi 4 [8].
Bluetooth dengan generasi di bawah 4 dikenal sebagai Bluetooth klasik,
sedangkan Bluetooth generasi 4 dikenal dengan Bluetooth Low Energy (BLE).
Dengan adanya perkembangan Bluetooth hingga generasi 4 ini membuktikan
bahwa Bluetooth bukan teknologi yang sudah tertinggal seperti Infra Merah
(IrDa), bahkan saat ini banyak perangkat yang memanfaatkan Bluetooth sebagai
sarana komunikasi data. Beberapa contoh penggunaan teknologi Bluetooth ini
adalah perangkat audio seperti headset, keyboard dan mouse komputer, printer
dan lain-lain. Hal ini sekaligus menjawab opini bahwa Bluetooth adalah teknologi
yang mulai tertinggal merupakan opini yang tidak benar.
BLE dalam istilah lain Bluetooth Smart adalah Bluetooth yang dalam
kinerjanya membutuhkan daya yang rendah [9]. Perusahaan besar Apple
mengembangkan sebuah teknologi berbasis BLE dengan nama iBeacon. iBeacon
adalah sebuah modul atau perangkat keras yang memberikan beberapa informasi
seperti Tx Power (kuat daya yang dipancarkan), RSSI (Received Signal Strenght
Indicator) dan distance (jarak). Parameter-parameter ini akan bisa ditangkap dan
dibaca oleh perangkat mobile yang di dalamnya tertanam Bluetooth generasi 4.
Jika perangkat mobile adalah produk Apple maka iOS yang terinstal adalah iOS
4
versi 7 ke atas, dan jika berbasis Android maka sistem operasi (OS) yang terinstal
mempunyai OS minimal Jelly Bean 4,3. Fungsi utama dari iBeacon digunakan
dalam layanan berbasis lokasi (location-based service). Sebagai contoh dalam
sebuah retail pakaian terpasang beberapa iBeacon, maka dengan mudah
pengunjung bisa mencari lokasi beberapa stand penjualan produk tertentu. Contoh
tersebut hanya menjelaskan posisi relatif objek/pengguna terhadap iBeacon, yaitu
posisi sangat dekat, dekat atau jauh dan tidak menjelaskan posisi secara fisik
mengenai letak lintang dan bujur seperti pada GPS. Sehingga pada penelitian ini
terapan teknologi Bluetooth yaitu Bluetooth Low Energy yang telah dikemas
dalam sebuah modul iBeacon akan dikembangkan sebagai penentu lokasi objek
dalam ruang tertutup berdasarkan peta lokasi tertentu yang hasil akhirnya berupa
posisi dalam bentuk koordinat.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasar latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka
dapat diambil perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
a. bagaimana sifat dan karakteristik iBeacon yang menjadi dasar dalam
menentukan lokasi dan cara memetakan ruangan dalam bentuk
koordinat;
b. bagaimana menentukan posisi suatu objek dalam lingkungan tertutup
menggunakan iBeacon berdasar pada parameter distance;
c. bagaimana akurasi estimasi posisi yang dihasilkan oleh metode
Trilaterasi menggunakan iBeacon.
1.3 Keaslian Penelitian
Telah banyak penelitian mengenai penentuan posisi objek di dalam
lingkungan tertutup (indoor) menggunakan teknologi WLAN maupun Bluetooth.
Beberapa cara dan metode yang digunakan oleh para peneliti bertujuan untuk
memperoleh akurasi keberadaan objek. Di bawah ini akan disampaikan beberapa
hasil penelitian mengenai positioning menggunakan teknologi bluetooth.
5
Oleh Bruno dan Delmastro [10], mereka membuat sistem dengan nama
Bluetooth Indoor Positioning System (BIPS). Dalam sistemnya terdapat beberapa
Bluetooth Access Point (BAP) yang terpasang pada suatu gedung tertutup, dengan
radius 10 meter. Masing-masing BAP dihubungkan dengan kabel jaringan yang
kemudian tersentralisasi oleh satu buah mesin server. Saat terdapat device
bluetooth yang memasuki wilayah BAP maka akan ada proses pairing antara
device dengan BAP. Dengan menggunakan metode Time Division Duplex (TDD)
maka waktu pairing tersebut digunakan untuk menghitung jarak antara keduanya
dan selanjutnya digunakan untuk menghitung estimasi posisi.
Kotanen, dkk [11], membuat sistem Bluetooth Local Positioning
Application (BLPA). BLPA menggunakan parameter Rx Power Level (level daya
yang diterima) kemudian dengan menggunakan model propagasi sederhana
dikonversi dalam estimasi jarak. Berdasarkan hasil konversi tersebut dicari
estimasi posisi secara 3 dimensi (3D) menggunakan perhitungan Extended
Kalman Filter (EKF). Tingkat kesalahan yang diperoleh adalah 3,76 meter.
Akurasi estimasi posisi dapat diperbaiki jika pengukuran daya sinyal yang
diterima memberikan presisi yang baik.
Zhou dan Pollard [12], dengan menggunakan parameter RSSI estimasi
jarak antara transmitter dengan perangkat penerima (mobile receiver) dapat
dihitung menggunakan model radio propagasi dengan single cell. Syarat yang
ditetapkan dalam model ini adalah suatu kondisi yang bebas halangan (line of
sight). Implementasi model ini menghasilkan akurasi dengan kesalahan 1,2 meter.
Berdasarkan referensi yang diberikan oleh Mahtab dan Soh [13], bahwa
terdapat beberapa parameter yang bisa digunakan sebagai acuan untuk keperluan
Bluetooth Localization yaitu RSSI, LQ (Link Quality), Tx dan Rx power level.
Diantara beberapa parameter tersebut, Rx power level memberikan estimasi jarak
yang lebih baik diantara yang lain karena terdapatnya korelasi antara Rx power
level dengan jarak atau distance.
Subhan, dkk [14], menyajikan hubungan antara Rx power level dengan
jarak menggunakan model radio propagasi. Estimasi jarak yang diperoleh masih
6
dipengaruhi oleh adanya halangan seperti tubuh manusia, temperatur, pengaruh
sinyal lain, pantulan dan lain sebagainya. Dengan perhitungan Trilaterasi
diperoleh akurasi hingga 5,87 meter. Kemudian dengan menggunakan Gradien
Filter kesalahan tersebut dapat diperkecil hingga 45% yaitu 2,67 meter.
Bekkelien [15], menggunakan paramater RSSI dan fingerprint untuk
melokalisasi keberadaan objek. Pengukuran posisi secara fisik ditunjukkan dalam
lintang dan bujur, yaitu perpaduan antara teknik positioning dalam ruang tertutup
dengan positioning dalam lingkungan terbuka. Dengan menggunakan algoritma
kNN, kNN Regression dan Naive Bayes hasil terbaik ditunjukkan oleh kNN yaitu
dengan akurasi 1,5 meter.
Liang Chen, dkk [16], mereka menggunakan parameter RSSI yang
digunakan pada metode fingerprint. Bayesian Fusion (BF) digunakan untuk
menghitung data statistik yang diperoleh dari pengukuran RSSI. Hasil yang
ditunjukkan dari algoritme BF adalah akurasi rata-rata hingga 4,7 meter pada
posisi horisontal. Hasil ini adalah perbaikan dari algoritme Bayes Static
Estimation (BSE) dan Point Kalman Filter (PKF), yaitu antara 6% hingga 7%.
Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa para peneliti
menggunakan beberapa parameter seperti RSSI, Tx dan Rx Power Level yang
diperoleh dari bluetooth klasik yang merupakan generasi bluetooth di bawah 3
untuk keperluan positioning. Dengan cara tertentu parameter-parameter tersebut
diubah dalam satuan jarak atau distance yang kemudian digunakan untuk mencari
estimasi posisi. Sedangkan pada penelitian ini teknologi yang digunakan adalah
iBeacon yang merupakan bagian dari teknologi bluetoth BLE, generasi setelah
bluetooth klasik yaitu bluetooth generasi 4 yang belum pernah digunakan
sebelumnya oleh para peneliti. Parameter yang digunakan adalah distance yang
langsung bisa diukur melalui smartphone, sehingga tidak perlu adanya konversi
seperti ketika menggunakan parameter lain. Dengan menggunakan perhitungan
trilaterasi maka akan diketahui posisi objek/pengguna smartphone dalam bentuk
koordinat. Lokasi yang digunakan adalah ruang kuliah teori lantai 4 di Politeknik
Pratama Mulia (Politama) Surakarta yang sebelumnya telah dipetakan dalam
7
bentuk koordinat. Selain tujuan akhir yang akan dicapai dalam penelitian ini,
kontribusi yang bisa diberikan dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang
iBeacon mengenai jangkauan efektif iBeacon serta aplikasi yang paling tepat yang
bisa diterapkan pada iBeacon.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Mengembangkan teknik menentukan posisi objek dalam gedung
menggunakan BLE iBeacon.
b. Mengukur dan menghitung akurasi menggunakan Trilaterasi
berdasarkan pada jarak (distance) yang terukur.
c. Mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi akurasi pengukuran
jarak (distance) dari iBeacon terhadap smartphone.
1.5 Manfaat Penelitian
Selain menampilkan cara atau metode yang berbeda dari penelitian
sebelumnya, manfaat secara teknis bisa diterapkan dalam layanan yang
sesungguhnya, sebagai contoh layanan untuk mencari keberadaan dosen dalam
gedung kampus. Sehingga tentu saja hal ini memerlukan pengembangan aplikasi,
mengingat pada penelitian ini hanya menyajikan informasi berupa parameter-
parameter yang dijadikan acuan dalam positioning.
Manfaat lain adalah mengetahui beberapa macam teknik positioning yang
pernah diterapkan pada teknologi Bluetooth oleh para peneliti sebelumnya,
sehingga bisa diketahui metode seperti apakah yang paling mudah, cepat, dan
akurat yang bisa diterapkan untuk mencapai tujuan yaitu penentuan lokasi atau
posisi suatu objek.
8
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Positioning
Positioning adalah menentukan posisi suatu objek berdasar pada referensi
tertentu yaitu adanya keterlibatan komponen lain dalam menentukan atau
mengetahui posisi suatu objek. Misalnya jika kita ingin mengetahui posisi
pengguna Wi-Fi dalam satu gedung kampus, maka salah satu komponen yang bisa
dijadikan referensi adalah Access Point (AP). AP yang terpasang di beberapa
lokasi mempunyai alamat dan nama yang berbeda-beda, sehingga dapat
digunakan untuk melokalisasi siapa saja pengguna yang sedang mengakses.
Dalam wilayahnya, positioning dibagi dalam dua bagian yaitu wilayah
outdoor dan indoor. Wilayah outdoor berarti mempunyai cakupan wilayah yang
luas atau global, misalnya posisi yang dinyatakan dalam lintang, bujur, derajad,
jam, menit dan detik atau posisi secara geografis. Positioning dalam wilayah
outdoor akan melibatkan beberapa infrastruktur yang kompleks dan
membutuhkan biaya tinggi, sebagai contoh untuk mengetahui posisi sebuah
pesawat harus membutuhkan peran serta satelit. Untuk wilayah indoor cakupan
wilayah terbatas pada ruang tertutup atau di dalam gedung. Dari segi infrastruktur
yang digunakan tentu saja tidak memakan biaya yang tinggi dan tidak sama
kompleksnya pada positioning wilayah outdoor.
Perbedaan wilayah positioning juga membedakan teknologi dan metode
yang digunakan, walaupun pada akhirnya teknik dan metode dalam penentuan
posisi terdapat beberapa kesamaan. Kesamaan teknik dan metode yang digunakan
tidak lantas memberikan hasil yang sama pula. Menurut survey yang telah
dilakukan dalam [17] terdapat beberapa teknologi dan metode yang digunakan
untuk keperluan positioning, ditunjukkan pada Gambar 2.1. Beberapa teknologi
yang digunakan untuk keperluan positioning adalah GPS, WLAN, Bluetooth,
RFID dan GSM. Dalam positioning beberapa teknologi tersebut bisa digunakan
9
secara individu atau dengan menggabungan beberapa teknologi, seperti riset yang
telah dilakukan dalam [18] yaitu teknologi WLAN digabungkan dengan teknologi
GPS untuk memperoleh akurasi posisi.
Diantara teknologi wireless indoor yang mempunyai wilayah jangkauan
terluas adalah WLAN atau Wi-Fi. Dijelaskan dalam [19], bahwa Bluetooth
merupakan teknologi paling ideal untuk keperluan deteksi objek dalam gedung.
Walaupun dengan jangkauan terbatas Bluetooth bisa digunakan untuk keperluan
transfer data dan suara dengan konsumsi daya yang rendah [20], yang bisa
menjadi solusi pengganti GPS [14] yang mempunyai kelemahan di area indoor.
Sebagai penguat bahwa Bluetooth merupakan pilihan yang terbaik disebutkan
dalam referensi [19] yaitu perangkat IrDa (infra red) mempunyai keterbatasan
dalam jarak komunikasinya, selain itu dalam komunikasinya IrDa tidak boleh ada
penghalang (line of sight), maka dengan kelemahan ini IrDa tidak cocok untuk
keperluan positioning. Selanjutnya, Wi-Fi mempunyai kelebihan dalam jarak kerja
yang lebih jauh dengan kecepatan tinggi, sehingga cocok sekali digunakan untuk
keperluan positioning, tetapi Wi-Fi memerlukan konsumsi daya yang tinggi dan
tentu saja dengan biaya yang mahal. Sedangkan teknologi RFID memberikan
hasil yang tidak memuaskan dalam positioning.
Gambar 2.1 Klasifikasi Teknologi dan Metode Positioning [17]
10
Menurut [18], informasi posisi secara geografis yang berbentuk sebuah
alamat, nama, perpotongan, letak koordinat, suatu deskripsi dan jarak
dikategorikan ke dalam tiga lokasi yaitu: lokasi absolut, lokasi relatif dan lokasi
secara simbolik. Lokasi absolut yaitu berupa koordinat yang merupakan titik
tengah bumi yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan lokasi di
permukaan. Lokasi relatif yaitu koordinat yang menerangkan lokasi suatu tempat,
gedung atau bangunan yang merupakan wilayah secara lokal yang digunakan
untuk mengetahui lokasi objek dengan area yang terbatas. Lokasi secara simbolik
yaitu lokasi yang dapat dengan mudah dipahami oleh pengguna, seperti nama dan
alamat.
Dalam hal penentuan posisi diperlukan beberapa parameter yang
digunakan sebagai acuan. Pada teknologi wireless terdapat beberapa parameter
yang bisa digunakan dalam penentuan posisi di lingkungan tertutup, yaitu Tx/Rx
power level, RSSI dan distance. Parameter Tx/Rx power level dan RSSI terdapat
pada teknologi Wi-Fi dan Bluetooth, sedangkan parameter distance dimiliki oleh
teknologi Bluetooth dan RFID. Tetapi parameter distance yang terukur pada
Bluetooth atau teknologi yang lain mengacu pada nilai RSSI yang terukur dan
telah mengalami proses konversi perhitungan tertentu. Hal ini menunjukkan
bahwa RSSI adalah parameter yang paling umum digunakan sebagai acuan dalam
hal positioning. Penentuan posisi menggunakan RSSI ditunjukkan dalam
[10][12][15][16] sedangkan penentuan posisi menggunakan Rx power level
ditunjukkan dalam [11][13][14]. Jika parameter yang digunakan adalah distance
yang terukur, maka sensor yang digunakan adalah proximity. Proximity
menunjukkan posisi secara relatif dan tidak menunjukkan informasi posisi secara
pasti [17], yaitu berupa keterangan sangat dekat, dekat atau jauh. Sensor proximity
digunakan pada RFID, infra red radiation (IR), Cell ID dan Cell of Origin (COO).
Diantara beberapa parameter yang dipilih sebagai acuan dalam penentuan
posisi, tidak bisa secara langsung digunakan untuk memberitahukan letak posisi
suatu objek, karena terlebih dahulu harus melalui proses lain seperti perhitungan
dengan teknik-teknik tertentu. Untuk mendapatkan posisi suatu objek maka
11
beberapa parameter seperti RSSI, Tx/Rx power level terlebih dahulu diubah dalam
bentuk distance. Sedangkan parameter distance yang langsung terukur bisa
digunakan dalam perhitungan positioning. Menurut [11] dan [12], untuk
mengubah besaran RSSI dan Tx level power ke dalam bentuk distance digunakan
model radio propagasi. Sedangkan menurut [21], hubungan antara RSSI dan Rx
level power untuk mencari jarak dilakukan dengan menggunakan persamaan Friis.
Selain model radio propagasi dan Friis, terdapat beberapa cara lain untuk
mengetahui distance antara transmitter dengan receiver yaitu Time of Arrival
(TOA) [17], Time Difference of Arrival (TDOA) [14][17][21], Roundtrip Time of
Flight (RTOF) [17], Receive Signal Phase Method (RSPM) [17] dan Angle of
Arrival (AOA) [17][21].
Berdasarkan pada nilai distance, estimasi posisi suatu objek dapat
dilakukan dengan cara-cara terentu berupa algoritme perhitungan. Teknik
perhitungan yang diterapkan pada positioning lingkungan outdoor bisa digunakan
pada lingkungan indoor. Dalam penelitian oleh [22], metode Triangulasi
digunakan untuk memperoleh estimasi posisi. Menurut survey [17], beberapa
algoritme yang digunakan untuk menghitung estimasi posisi antara lain
Probabilistic Methods, k-Nearest Neighbors (kNN), Neural Networks, Support
Vector Machine (SVM) dan Smallest M-vertex Pollygon (SMP). Dalam [14],
disebutkan dua algoritme penentuan posisi yaitu Kalman Filter (KF) dan
Extended Kalman Filter (EKF). Dalam penelitian [23], menggunakan algoritme
EKF untuk keperluan penentuan posisi.
Beberapa penelitian positioning menggunakan teknologi Bluetooth telah
disebutkan pada bab 1, diantaranya: Bruno dan Delmastro [10] dalam
penelitiannya yang berjudul “Design and analysis of a Bluetooth-based indoor
localization system” dimana teknologi Bluetooth dipilih untuk menggantikan
teknologi-teknologi sebelumnya yaitu infra merah, ultrasonik dan radio sensor
yang dirasa cukup memakan banyak biaya dan membutuhkan infrastruktur yang
kompleks untuk keperluan positioning. Mereka berpendapat bahwa Bluetooth
mempunyai beberapa keunggulan yaitu ketangguhan, kompleksitas yang
12
sederhana, konsumsi sumberdaya yang rendah dan mempunyai jangkauan yang
pendek (kurang dari 10m) sehingga cocok digunakan di dalam ruang tertutup.
Dalam penelitiannya mereka membuat sistem dengan nama Bluetooth Indoor
Positioning System (BIPS). Terdapat beberapa Bluetooth Access Point (BAP) yang
terpasang dalam satu ruangan tertutup. Masing-masing BAP mempunyai jarak 10
meter, yang saling terhubung menggunakan kabel jaringan (LAN). BAP
dikendalikan oleh satu buah komputer server sekaligus menjadi titik pusat dari
BAP tersebut. Terdapat dua fase dalam BIPS yaitu inquiry dan page. Pada fase
inquiry terjadi pencarian identitas Bluetooth yang masuk pada wilayah BAP,
sedangkan fase page terjadi proses pairing yang akan sekaligus menyamakan
waktu diantara keduanya. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pairing
kemudian digunakan untuk menghitung jarak antara perangkat Bluetooth dengan
BAP menggunakan metode Time Division Duplex (TDD) dan selanjutnya
digunakan untuk mencari estimasi posisi.
Referensi [11], Kotanen dkk dalam penelitiannya “Experiments on local
positioning with Bluetooth” melakukan penelitian positioning menggunakan
teknologi Bluetooth dengan memanfaatkan daya sinyal yang diterima (Rx power
level). Nilai Rx power level diperoleh dari perhitungan konversi nilai RSSI yang
terukur. Sistem yang dibuat dalam penelitian ini adalah Bluetooth Local
Positioning Application (BLPA). Estimasi posisi yang dihasilkan dalam bentuk
3D (tiga dimensi) dengan cara merubah nilai Rx power level dalam bentuk satuan
jarak menggunakan model radio propagasi sederhana. Metode yang digunakan
untuk mencari estimasi posisi adalah Extended Kalman Filter (EKF) dengan
tingkat kesalahan 3,76 meter. Jika keakuratan pengukuran RSSI dapat diperoleh
maka tingkat kesalahan yang dihasilkan dapat diperkecil.
Referensi [12], Zou dan Pollard dalam judulnya “Position measurement
using Bluetooth” mengembangkan sistem penentuan posisi menggunakan
teknologi Bluetooth yang didasarkan pada pengukuran RSSI. Aplikasi yang
dikembangkan dinamakan Radio Frequency Command Line Interface (RFCLI).
Salah satu fungsinya yaitu untuk mempertahankan nilai pengukuran RSSI antara
13
transmitter dengan receiver selalu berada dalam range GRPR (Golden Receiver
Power Range). Model yang digunakan adalah single cell dengan kondisi Line of
Sight (LOS). Untuk mengkonversi nilai RSSI ke dalam satuan jarak, peneliti
menggunakan model radio propagasi. Akurasi kesalahan dari estimasi posisi
adalah 1,2 meter. Dalam penelitian ini disampaikan beberapa faktor yang
mempengaruhi akurasi penentuan posisi berdasar pengukuran RSSI, diantaranya:
akurasi indikator daya yang diterima (RSS), ketepatan dalam memilih faktor
attenuation (n) dan gain antena (G) yang digunakan dalam model propagasi,
terakhir adalah mitigasi dari efek interferensi multipath.
Referensi [14], Subhan dkk dalam penelitiannya yang berjudul “Indoor
positioning in Bluetooth networks using fingerprinting and lateration approach”
yang menggunakan parameter Rx power level untuk keperluan penentuan posisi.
Peneliti menggunakan model radio propagasi untuk memperoleh konversi dalam
jarak. Dalam penentuan posisi peneliti mengemukakan dua macam metode,
pertama dengan metode Trilaterasi. Hasil yang diperoleh adalah akurasi sebesar
5,87 meter. Dikatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi hasil estimasi
adalah temperatur, pantulan, adanya hambatan, tubuh manusia dan pengaruh
sinyal lain, maka diperlukan cara untuk mengurangi atau menyaring adanya
gangguan-gangguan (noise) tersebut. Sehingga peneliti menampilkan cara yang
kedua yaitu dengan metode Gradien Filter. Akurasi dengan metode Trilaterasi
dapat diperbaiki menggunakan metode Gradien Filter, yaitu menjadi 2,67 meter
atau dapat diperkecil hingga 45%.
Referensi [15], Bekkelien dalam tesisnya yang berjudul “Bluetooth Indoor
Positioning” mengembangkan penelitian penentuan posisi dalam ruang tertutup
menggunakan parameter RSSI dan metode fingerprint menggunakan aplikasi
GPM (Global Positioning Module). Bentuk informasi posisi yang ditampilkan
adalah dalam bentuk lintang dan bujur. Menurut Bekkelien terdapat dua metode
penentuan posisi dalam gedung menggunakan Bluetooth, yaitu triangulasi dan
fingerprinting. Metode fingerprint dipilih karena memberikan hasil yang lebih
akurat dibandingkan dengan triangulasi. Fingerprint juga menunjukkan korelasi
14
langsung antara RSSI dengan jarak (distance). Dalam penelitiannya digunakan
beberapa metode untuk mencari estimasi posisi, yaitu k-NN, k-NN Regression dan
Naive Bayes. Diantara ketiga metode tersebut k-NN menunjukkan hasil yang
terbaik yaitu akurasi hingga 1,5 meter.
Referensi [16], Chen dkk dalam judul “Bayesian fusion for indoor
positioning using bluetooth fingerprints” menyajikan penelitian penentuan posisi
dengan Bluetooth yang memanfaatkan pengukuran RSSI. Seperti halnya pada
referensi [15] pemetaan ruangan dilakukan dengan metode fingerprint, sedangkan
cara perhitungan estimasi posisi menggunakan algoritma Bayes Fusion (BF).
Dalam penelitiannya terdapat 13 bluetooth access point yang terpasang untuk dua
lantai. Terdapat dua data uji yang didapatkan yaitu estimasi berdasarkan
pengukuran RSSI dan estimasi yang diperoleh dari model motion. BF digunakan
untuk mengkombinasikan kedua data uji tersebut untuk mencari metode yang
paling efektif. Data uji tersebut masih dibandingkan dengan metode lain yaitu,
Bayes Static Estimation (BSE) dan Point Kalman Filter (PKF). Hasil terbaik
ditunjukkan pada algoritme BF dengan akurasi rata-rata 4,7 meter pada posisi
horisontal. Hasil ini merupakan perbaikan dari algoritme BSE dan PKF antara 6
sampai 7%.
Beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas menggunakan teknologi
bluetooth sebelum generasi 4 dalam menentukan posisi objek, sedangkan
parameter yang digunakan adalah RSSI dan Rx/Tx power level. Metode dan
algoritma yang digunakan untuk mencari estimasi posisi yaitu fingerprint, radio
propagasi, trilaterasi, single cell, gradien filter, k-NN, Naive Bayes, BF, KF, EKF,
BSE dan PKF. Yang membedakan antara penelitan sebelumnya dengan penelitian
yang dikerjakan ini terletak pada teknologi yang digunakan yaitu Bluetooth Low
Energy (BLE). BLE merupakan bluetooth generasi 4, generasi setelah bluetooth
klasik. Bentuk teknologi BLE yang digunakan berupa sebuah peripheral dengan
nama iBeacon. Teknik yang digunakan untuk mencari estimasi posisi adalah
trilaterasi. Walaupun telah ada peneliti yang menggunakan teknik ini, yang
membedakan adalah cara memperoleh variabel yang digunakan dalam metode
15
trilaterasi ini. Jika pada penelitian sebelumnya memerlukan konversi parameter
tertentu ke dalam satuan jarak, misalnya dari RSSI menjadi distance
menggunakan model radio propagasi, maka pada iBeacon tidak memerlukan
konversi karena variabel distance bisa diketahui secara langsung dari pegukuran
menggunakan aplikasi.
2.2 Landasan Teori
Di bawah ini diuraikan teori-teori dasar kaitannya dengan penelitian
mengenai penentuan lokasi menggunakan Bluetooth Low Energy (BLE) iBeacon
yang secara umum telah diuraikan pada kajian pustaka, baik itu teori secara umum
sebagai referensi atau teori teknis yang digunakan dalam penelitian.
2.2.1 Teknologi dalam Positioning
2.2.1.1 GPS
Global Positioning System (GPS) adalah teknik yang cukup populer untuk
menentukan atau mengetahui posisi objek/lokasi pada wilayah outdoor. Informasi
yang bisa diperoleh dari GPS berupa posisi, kecepatan, percepatan dan waktu.
GPS memanfaatkan satelit dalam keperluan positioning, sehingga receiver dapat
mengetahui posisi dimana berada dengan memanfaatkan waktu tempuh sinyal dari
transmitter menuju receiver. Metode pendekatan untuk mencari distance ini
kemudian dikenal dengan Time of Arrivel (TOA) dan Time Difference of Arrival
(TDOA). Positioning menggunakan GPS minimal membutuhkan 3 satelit sebagai
titik referensi, kemudian koordinat receiver dapat dihitung dengan teknik
triangulasi [2].
Positioning berbasis teknologi GPS mempunyai kelemahan ketika
digunakan dalam wilayah yang tertutup (indoor). GPS yang melibatkan satelit
dalam kinerjanya membutuhkan hantaran yang bebas hambatan atau line of sight
[3] antara transmitter dengan receiver. Dalam [2] disebutkan, akurasi posisi yang
diperoleh adalah 5m-40m untuk kondisi yang bebas hambatan. Kelemahan GPS
pada lingkungan indoor tersebut telah digantikan dengan beberapa teknologi
wireless lain seperti Bluetooth, WLAN, RFID, ZigBee [4], Wi-Fi, UWB [5] dan
IrDa [19].
16
Pemanfaatan teknologi GPS dapat ditemui pada layanan navigasi
lalulintas. Dengan mudah pengguna jalan raya dapat memilih jalur lalulintas yang
tidak padat lalulintasnya sehingga memudahkan pengguna jalan raya untuk tiba
sampai tujuan tanpa kendala kemacetan lalulintas. Contoh lain adalah wisatawan
yang ingin mencari lokasi wisata, dengan teknologi GPS maka wisatawan dengan
mudah dapat menemukan jalur menuju lokasi tujuannya.
2.2.1.2 WLAN
Wireless Local Area Network (WLAN) atau sering disebut dalam standar
IEEE yaitu 802.11 adalah teknologi nirkabel yang memungkinkan beberapa
perangkat komputer dan mobile device bisa saling berkomunikasi satu dengan
yang lain dan saling menggunakan sumberdaya yang dimilikinya. WLAN
mempunyai beberapa varian diantaranya seri 802.11b yang mempunyai
kemampuan transfer data hingga 11Mbps. Kemudian dalam perkembangannya
muncul seri 802.11g dengan kemampuan transfer data hingga 54Mbps.
Teknologi WLAN bisa digunakan untuk keperluan positioning. Jangkauan
area yang terbatas pada lingkungan tertutup membuat WLAN tidak cocok
digunakan dalam area yang terbuka seperti GPS sehingga sulit untuk
mendapatkan akurasi posisi [2]. Positioning menggunakan WLAN membutuhkan
referensi berupa access point yang terpasang pada beberapa titik. Titik yang
dimaksud adalah lokasi-lokasi yang membutuhkan adanya koneksi internet.
Referensi yang merupakan transmitter akan memancarkan sinyal kepada receiver
dalam bentuk kuat sinyal yang disebut dengan Received Signal Strenght Indicator
(RSSI). Dalam [18] disebutkan bahwa beberapa riset mengenai positioning
berbasis WLAN menggunakan teknik dan metode yang sama yaitu trilaterasi dan
fingerprint berdasarkan pada RSSI yang diterima.
2.2.1.3 Bluetooth
Dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Bluetooth mempunyai 3 kelas
menurut wilayah jangkauannya (range), yaitu kelas 1 dengan range 100m, kelas 2
17
dengan range 10m dan kelas 3 dengan range 5m [7] yang menggunakan spektrum
berlisensi 2,4GHz [6][24]. Bluetooth berupa chip kecil yang di dalamnya bisa
terdiri dari bermacam-macam sumber daya seperti processor. Dalam
hubungannya dengan perangkat Bluetooth yang lain, bentuk komunikasi yang
terjadi pada perangkat Bluetooth dinamakan dengan jaringan ad-hoc [24], yaitu
jaringan yang terbentuk ketika dibutuhkan dan tidak membutuhkan infrastruktur
yang kompleks. Beberapa penelitian yang menggunakan teknologi Bluetooth
ditunjukkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Positioning menggunakan Bluetooth
Peneliti Parameter Teknik/Algoritma Akurasi Keterangan
R. Bruno dan F.
Delmastro
RSSI TDD (Time Division
Duplex) - BIPS
A. Kotanen, dkk Rx power
level Radio Propagasi, EKF 3,76 m BLPA
K. Thapa dan S.
Case
RSSI Radio Propagasi -
Sheng Zhou dan J.
K. Pollard
RSSI Single Cell, Radio
Propagasi 1,2 m Line of Sight
A. K. M. M.
Hossain dan Wee
Seng Soh
Rx power
level - -
F. Subhan, dkk Rx power
level
Trilaterasi, Gradien
Filter 2,76 m
A. Bekkelien RSSI Fingerprint, k-NN 1,5 m GPM
Liang Chen, dkk RSSI Fingerprint, Bayes
Fusion 4,7 m
Hingga saat ini perkembangan Bluetooth telah mencapai generasi 4 [8],
yang dikenal dengan Bluetooth Low Energy (BLE). Nama lain dari BLE adalah
Bluetooth Smart, yaitu Bluetooth yang dalam kinerjanya tidak membutuhkan daya
yang tinggi [9] seperti teknologi Wi-Fi. Menurut [25] BLE merupakan teknologi
wireless Personal Area Network (PAN) yang memancarkan data dengan
jangkauan yang pendek. Sumberdaya yang dibutuhkan dalam kinerjanya bisa
dipenuhi oleh sebuah baterai berbentuk koin (seperti baterai BIOS) yang bisa
bertahan hingga 3 tahun [25]. Perangkat mobile yang telah memenuhi syarat
Bluetooth generasi 4 merupakan perangkat telah memiliki teknologi BLE. Jika
BLE lebih mengacu pada segi teknologi, maka terdapat sebuah modul yang
18
merupakan implementasi dari BLE yang dikembangkan oleh Apple dengan nama
iBeacon. iBeacon diperuntukkan pada keperluan layanan berbasis lokasi, karena
data yang dikirimkan oleh iBeacon bisa berupa informasi tertentu. Misalnya jika
iBeacon digunakan pada sebuah department store maka informasi barang-barang
yang diperjualkan dapat dimasukkan sebagai data iBeacon yang bisa diakses oleh
pembeli.
2.2.1.4 RFID
RFID atau Radio Frequency Identification merupakan teknologi
komunikasi wireless yang memungkinkan identifikasi objek berdasar lokasi atau
posisi. Dalam komunikasinya untuk melakukan transfer data, RFID tidak
membutuhkan adanya interferensi secara manual atau sistem komunikasi yang
terjadi adalah secara contactless. Terdapat dua bagian penting dalam RFID yaitu
tag dan reader (atau interrogator) [26]. Sebuah tag mempunyai kode unik yang
bisa dibaca oleh reader. Untuk bisa mengolah data dari tag maka reader akan
dipasang dalam sebuah sistem komputer. Ketika terdapat satu atau lebih tag yang
terbaca oleh reader maka kode unik yang dimiliki oleh tag akan diterima oleh
reader. RFID bekerja pada empat frekuensi yaitu: Low Frequency (LF) 125 KHz,
High Frequency (HF) 13,56 MHz, Ultra High Frequency (UHF) 433 MHz, 868-
915 MHz dan Microwave 2,45 GHz dan 5,8 GHz [17].
Terdapat dua jenis RFID dalam sistem kerjanya yaitu aktif dan pasif. RFID
aktif berarti transponder dalam kinerjanya membutuhkan suplai tegangan dari
baterai, sedangkan tipe pasif adalah transponder yang kinerjanya tidak tergantung
dari suplai tegangan baterai melainkan dari sinyal (pulsa) yang diperoleh dari
reader [26]. Perbedaan kedua tipe RFID tersebut adalah dalam hal jangkauan
sinyal. RFID aktif lebih memiliki jangkauan yang jauh dibanding RFID pasif.
Pada RFID pasif jangkauan sinyal berkisar antara 1-2 meter sedangkan pada
RFID aktif jangkauan bisa mencapai 10 meter [17]. Selain kedua tipe tersebut
masih terdapat tipe RFID yang merupakan gabungan dari kedua tipe, yaitu tipe
RFID semi-pasif. Pada tipe ini, tag RFID mempunyai baterai internal sebagai
19
sumberdaya untuk chip yang ada di dalamnya. Akan tetapi tag tidak akan
memberikan informasi kode unik kepada reader sebelum reader memberikan
respon kepada tag.
Positioning menggunakan RFID memanfaatkan kekuatan sinyal yang
dipancarkan atau RSSI. Tag merupakan titik-titik referensi, sedangkan reader
bertindak sebagai objek yang dicari posisinya. Positioning menggunakan RFID
ditunjukkan pada [27] yang digabungkan dengan teknik visual berupa gambar dan
video.
2.2.2 BLE iBeacon
BLE iBeacon bisa dimasukkan ke dalam kategori teknologi untuk
keperluan positioning walaupun termasuk bagian dari teknologi Bluetooth.
iBeacon adalah sebuah modul perangkat keras yang tersusun dari beberapa
komponen seperti chip processor yang berukuran kecil dengan baterai sebagai
sumberdayanya. Teknologi yang mendasari modul iBeacon ini adalah BLE yang
dikembangkan pada Juni 2010 [9]. Sebuah iBeacon bisa dibaca oleh perangkat
mobile yang mempunyai Bluetooth generasi 4. Perangkat mobile yang bisa
mendeteksi iBeacon ini sekaligus dapat mengetahui nilai proximity [28]. Tetapi
syarat itu saja tidak cukup untuk bisa mendeteksi iBeacon, karena perangkat
mobile juga harus mempunyai syarat sistem operasi tertentu. Dalam [9]
disebutkan, jika perangkat yang digunakan sebagai receiver merupakan produk
dari Apple maka iBeacon hanya bisa dibaca oleh device dengan iOS versi 7 atau
versi di atasnya. Beberapa contoh produk Apple yang bisa digunakan untuk
mendeteksi iBeacon adalah iPhone 4S atau di atasnya, iPod Touch (generasi ke-5),
iPad generasi ke-3 atau di atasnya dan iPad mini [29]. Perangkat berbasis Android
dengan Bluetooth generasi ke-4 yang didukung oleh OS versi 4.3 (Jelly Bean)
atau di atasnya juga bisa digunakan untuk mendeteksi modul iBeacon.
Menurut [30] dalam video presentasinya disebutkan bahwa terdapat 3
wilayah jangkauan sebuah iBeacon, diantaranya: immediate (sangat dekat) yaitu
antara iBeacon dengan receiver mempunyai jarak beberapa centimeter, near
(dekat) mempunyai jarak akurasi antara 1-3 meter, far (jauh) yaitu iBeacon bisa
20
terdeteksi oleh receiver tetapi akurasi lemah dan unknown (tidak diketahui) yaitu
jarak atau sinyal iBeacon tidak bisa terbaca oleh receiver. Nilai proximity yang
terbaca oleh receiver tersebut berdasar pada nilai RSSI (Received Signal
Parameter Indicator) yang terukur. Gambar 2.2 di bawah ini adalah bentuk dari
modul iBeacon Kontakt. Dalam satu kit iBeacon terdapat satu buah board sirkuit
dan baterai sebagai sumberdaya yang kemudian dimasukkan dalam casing, ada
pula iBeacon yang tidak dibungkus dengan casing. Sedangkan baterai yang
digunakan pada iBeacon Kontakt adalah CR2477T dengan tegangan 3 volt.
Gambar 2.2 Kit iBeacon Kontakt
Sebuah modul iBeacon dapat diaktifkan dengan sebuah baterai berbentuk
koin atau juga bisa diberi sumberdaya tegangan dari luar untuk memperoleh umur
pemakaian yang lebih lama. Pada penelitian ini modul yang digunakan adalah
produk dari Kontakt dengan nama Kontakt iBeacon seperti yang terlihat pada
Gambar 2.2. Selain beberapa parameter yang dimiliki oleh sebuah iBeacon, juga
mempunyai beberapa informasi yang bisa diketahui melalui receiver, seperti
terlihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Informasi dalam iBeacon [29]
Nama Ukuran Keterangan
UUID 16 bytes Universally Unique Identifier, identitas yang
menunjukkan hardware beacon
Major 2 bytes Menunjukkan spesifikasi dari iBeacon
Minor 2 bytes Keterangan dari spesifikasi iBeacon atau keterangan
dari Major
21
UUID yang dimiliki oleh beberapa iBeacon dengan brand yang sama akan
memberikan nilai yang sama pula. Yang membedakan adalah keterangan yang
berada dalam iBeacon tersebut sesuai dengan pengelolaan nilai dari Major dan
Minor. Gambar 2.3 menunjukkan gambaran hubungan antara UUID, Major dan
Minor.
Gambar 2.3 Hubungan antara UUID Major dan Minor
Analogi hubungan antara UUID, major dan minor dapat digambarkan
sebagai berikut: suatu perguruan tinggi misalnya UGM adalah alamat UUID,
beberapa fakultas yang ada di dalamnya adalah nilai major dan fakultas
mempunyai beberapa program studi adalah nilai minor. Sesuai dengan fungsi
iBeacon yaitu untuk keperluan location based service, informasi tersebut dapat
digunakan untuk membuat beberapa kombinasi isi layanan yang akan diberikan
dalam sebuah iBeacon. Jadi ketika terdapat lebih dari satu iBeacon dengan jenis
yang sama, maka iBeacon tersebut akan mempunyai UUID yang sama, sedangkan
yang membedakan adalah nilai dari major dan minor.
2.2.3 Mengukur Distance dalam iBeacon
iBeacon yang berbasis Bluetooth mempunyai beberapa parameter yang
bisa diukur melalui receiver, diantaranya RSSI, Tx Power dan distance. Untuk
mencari estimasi jarak antara iBeacon dengan receiver bisa menggunakan
parameter RSSI atau Tx Power, sedangkan untuk parameter distance yang bisa
langsung terbaca oleh receiver tidak lagi memerlukan perhitungan konversi.
UUID
iBeacon Brand A
Major 2
iBeacon Brand A
Minor 2-2
iBeacon Brand A
Major n
iBeacon Brand A Major 1
iBeacon Brand A
Minor 2-2
iBeacon Brand A
Minor 2-n
iBeacon Brand A
22
Berikut ini adalah beberapa cara untuk mencari estimasi jarak antara iBeacon
dengan receiver seperti yang telah diterapkan pada beberapa teknologi
sebelumnya:
2.2.3.1 Received Signal Strenght Indicator (RSSI)
RSSI merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mencari jarak
atau distance (d) antara transmitter (Tx) dengan receiver (Rx). RSSI tidak hanya
ditemukan pada Bluetooth saja, teknologi WLAN atau Wi-Fi juga mempunyai
nilai RSSI saat digunakan untuk keperluan positioning. Nilai RSSI yang diterima
oleh antena penerima menunjukkan kuat daya sinyal (Rx power) yang dinyatakan
dalam dB (desibel). Untuk bisa membaca nilai RSSI dibutuhkan aplikasi yang
diinstal pada receiver, aplikasi bisa dibuat sendiri menggunakan sistem operasi
pada PC (Windows, MacOS, Unix) atau smartphone (android, iOS) atau cukup
dengan mengunduh aplikasi gratis yang disediakan oleh internet.
Dalam [11] dijelaskan, terdapat dua nilai RSSI yang bisa diterima oleh
receiver yaitu RSSI dengan nilai positif dan negatif. Saat nilai RSSI bernilai
positif maka nilai yang terukur berada di atas GRPR (Golden Receiver Power
Range) dan sebaliknya jika di bawah GRPR maka RSSI akan bernilai negatif.
Hubungan antara RSSI dan GRPR diperlihatkan dalam Gambar 2.4 [11]. Jika
batas atas dari RSSI (upper threshold) dan batas bawah (lower threshold)
diketahui, maka RSSI bisa dikonversi dalam bentuk daya sinyal yang diterima (Rx
power level) menggunakan model radio propagasi [11]. Pengukuran RSSI sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti benda-benda di sekitar transmitter dan
receiver yang bisa menjadi penghalang atau faktor lain yaitu pengaruh
(interferensi) sinyal lain yang berada di sekitar tempat pengukuran. Namun
demikian beberapa penelitian dalam [10][12][15][16] menunjukkan bahwa RSSI
merupakan salah satu parameter yang banyak dipilih oleh para peneliti sebagai
variabel dalam positioning. Dijelaskan dalam [31] bahwa secara teoretis hubungan
antara RSSI dengan jarak dapat diperhitungkan secara matematis dan mempunyai
hubungan yang liniear. Akan tetapi beberapa faktor seperti multipath akan
23
membuat perolehan hasil perhitungan yang presisi tidak mungkin didapatkan.
Gambar 2.4 Hubungan antara RSSI dengan GRPR
2.2.3.2 Radio Propagasi
Model radio propagasi merupakan cara untuk mendapatkan distance (d)
dari pengukuran RSSI dan Tx power level. Menurut [21] berdasar pada [11] dan
[12] bahwa estimasi dapat dihitung dengan menggunakan persaaan Friis, seperti
tertulis pada Persamaan (2-1) berikut ini:
𝑃𝑅𝑥 = 𝑃𝑇𝑥 . 𝐺𝑇 . 𝐺𝑅 . 𝑑2
4𝜋𝑑 2 (2-1)
Dengan fungsi logaritmik pada kedua sisi pada Persamaan (2-1) maka jarak atau
distance (d) dapat dicari dengan Persamaan (2-2).
𝑑 = 10 𝑃𝑇𝑋 −𝑅𝑥 𝑖 +𝐺−20𝐿𝑜𝑔
𝑐4𝜋𝑓
10𝑛
(2-2)
Dimana:
PRx = daya yang diterima oleh receiver dalam dB
PTx = daya yang dipancarkan oleh transmitter dalam dB
GT = penguatan antena transmitter dalam dBi
GR = penguatan antena receiver dalam dBi
d = jarak atau distance dalam meter (m)
c = kecepatan cahaya 3x108 m/s
f = frekuensi 2,44 GHz
n = faktor rintangan (n = 1,5 untuk free space)
24
2.2.3.3 Time of Arrival (TOA)
TOA (Time of Arrival) atau TOF (Time of Flight) adalah cara untuk
mengetahui jarak antara pemancar/transmitter (Rx) dan penerima/ receiver (Tx)
berdasarkan lamanya waktu yang ditempuh oleh sinyal radio dari transmitter
kepada receiver. Selain digunakan pada pengukuran sinyal wireless, teknik ini
dapat diterapkan pada pengukuran sinyal lain seperti Direct Squence Spread
Spectrum (DSSS) dan Ultra Wide Band (UWB) [17]. Dalam [17] juga disebutkan
bahwa pengukuran menggunakan teknik TOA sedikitnya harus ada 3 titik
referensi yang berfungsi sebagai transmitter, seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar 2.5. Titik A, B dan C adalah Acces Point sebagai transmitter, titik P
adalah receiver yang mejadi target penentuan posisi, dan R adalah jarak antara
transmitter dengan receiver.
Kelemahan yang terdapat pada teknik pengukuran TOA adalah pertama,
harus ada sinkronisasi waktu antara transmitter dengan receiver secara presisi
[17], sinkronisasi waktu yang tidak sama akan menimbulkan kesalahan
perhitungan jarak [32]. Kedua, harus ada penandaan atau label waktu (time stamp)
pada transmitter kapan sinyal tersebut dikirimkan kepada receiver [17], kemudian
akan dikurangkan dengan waktu kapan tiba pada receiver. Jika dua hal ini
terpenuhi maka lama waktu sinyal yang datang dari transmitter menuju receiver
dapat diketahui. Beberapa algoritme yang bisa digunakan untuk mencari estimasi
posisi berpedoman pada TOA adalah least-square, closest neighbor (CN) dan
residual weighting (RWGH) [17].
Gambar 2.5 Pengukuran dengan TOA
25
2.2.3.4 Time Difference of Arrival (TDOA)
TDOA merupakan teknik menentukan jarak antara pemancar dan penerima
dengan membandingkan perbedaan waktu sinyal yang diterima dari beberapa
transmitter oleh receiver. Dalam TDOA tidak memerlukan sinkronisasi antar
receiver, yang perlu adanya sinkronisasi waktu adalah di bagian transmitter [33].
Untuk memperoleh estimasi posisi yang akurat dibutuhkan sinkronisasi waktu
antar transmitter secara presisi. Jarak dapat dicari dengan mengalikan kecepatan
dengan waktu [14]. Skenario pengukuran dengan TDOA juga bisa menggunakan
model TOA pada Gambar 2.5 dimana titik A, B dan C harus sudah terjadi
sinkronisasi waktu satu dengan yang lain. Algoritme yang bisa digunakan untuk
mencari estimasi distance pada TDOA adalah Triangulasi atau Trilaterasi [14].
2.2.3.5 Angle of Arrival (AOA)
AOA juga disebut dengan Directional of Arrival (DOA) adalah cara untuk
menentukan posisi dengan mencari titik persimpangan antara dua atau lebih sinyal
yang dipancarkan dari transmitter yang membentuk sudut tertentu, seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.6. Sudut diketahui berdasar pada garis yang ditarik
antara transmitter dengan receiver [17][33]. Dalam [17] disebutkan beberapa
keuntungan dan kerugian dari AOA, keuntungannya adalah AOA dapat digunakan
untuk menentukan posisi dalam dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D),
keuntungan yang lain adalah tidak memerlukan sinkronisasi waktu. Sedangkan
kerugiannya adalah memerlukan hardware yang kompleks dan pergerakan dari
receiver mempunyai pengaruh yang besar terhadap akurasi.
Gambar 2.6 Penentuan Posisi dengan AOA [17]
26
2.2.4 Aplikasi iLoggy (Beacon Logger)
Terdapat beberapa aplikasi yang bisa digunakan untuk membaca nilai
distance. Nilai distance yang ditunjukkan melalui aplikasi ini didasarkan pada
pembacaan RSSI yaitu dengan mengikuti salah satu cara konversi RSSI ke dalam
satuan jarak. Sebuah iBeacon dapat dideteksi baik smartphone berbasis Android
atau iOS. Pada penelitian ini media yang digunakan adalah smartphone berbasis
iOS yaitu iPhone 5. Beberapa aplikasi untuk keperluan pembacaan distance bisa
diunduh secara gratis atau berbayar melalui App Store atau iTunes Store. Aplikasi
yang digunakan pada penelitian ini adalah Beacon Logger (iLoggy) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Tampilan Menu Utama iLoggy Beacon Logger
Fungsi dari aplikasi Beacon Logger adalah untuk mendeteksi iBeacon
yang masuk dalam wilayahnya dan menampilkan parameter RSSI dan distance.
Hasil pengukuran dapat direkam untuk beberapa waktu tergantung kebutuhan dan
disimpan dalam format txt atau notepad. Data hasil record tersebut kemudian bisa
diambil melalui PC atau laptop, dengan bantuan software iTunes yang telah
terinstal di dalamnya.
Untuk mengetahui apakah iBeacon yang akan diukur terdapat dalam daftar
aplikasi tersebut, maka daftar iBeacon bisa dilihat pada menu Popular UUID’s
pada Gambar 2.7. Jika iBeacon yang digunakan tidak ada di dalam daftar maka
perlu menambahkan secara manual pada kolom di bawah menu Popular UUID’s.
27
Alamat UUID sebuah iBeacon bisa diperoleh dengan menanyakan kepada
pembuatnya atau dengan aplikasi pembaca iBeacon yang lain seperti iBeacon
Scanner, iBeacon Scan, Locate Beacon, Dartle.io dan lain-lain yang bisa diperoleh
melalui App Store atau Play Store. iBeacon yang pernah diukur dengan aplikasi
iLoggy Beacon Logger ini akan ditampilkan dalam menu Recent Items.
Menu Go digunakan untuk memulai memindai iBeacon yang sedang aktif
memancarkan sinyalnya. Data yang bisa di-record dengan aplikasi ini adalah time
stamp, proximity (kategori 1, 2, 3 yaitu immediate, near dan far), RSSI dan
distance. Dalam me-record data-data iBeacon, aplikasi ini tidak bisa sekaligus
me-record data lebih dari satu iBeacon yang terdeteksi, melainkan harus
dilakukan satu persatu. Gambar 2.8 dan Gambar 2.9 menunjukkan beberapa
tampilan aplikasi Beacon Logger.
(a) (b)
Gambar 2.8 (a) iBeacon Terpindai (b) Salah satu iBeacon siap record
(a) (b)
Gambar 2.9 (a) Menu menampilkan data record (b) Proses record
28
Beberapa aplikasi pembaca iBeacon tidak selalu menampilkan seluruh
parameter yang terdapat di dalamnya, seperti aplikasi iLoggy Beacon Logger
tidak menampilkan parameter Tx power. Dengan menggunakan aplikasi iLoggy
Beacon Logger karakteristik dari iBeacon bisa diketahui yaitu mengenai
jangkauan sinyal yang dipancarkan terhadap jarak.
2.2.5 Teknik Positioning
Setelah nilai distance diketahui maka dibutuhkan algoritme untuk mencari
estimasi posisi smartphone terhadap iBeacon. Menurut [22] algoritme untuk
menentukan posisi dengan teknologi wireless dibagi menjadi 3 yaitu: Cell ID
tracking, triangulation dan signal strenght probability. Dalam penelitian ini
algoritma yang digunakan adalah Trilaterasi.
2.2.5.1 Triangulasi dan Trilaterasi
Metode triangulasi dan trilaterasi mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama
mendasarkan pada titik referensi untuk menentukan posisi objek. Triangulasi
merupakan metode untuk menentukan posisi objek yang didasarkan pada distance
antara transmitter dengan receiver [22] menggunakan pendekatan geometri atau
pengukuran sudut. Sedangkan trilaterasi menggunakan pendekatan secara
trigonometri yang medasarkan pada pengukuran RSSI [14]. Dalam metode
trilaterasi titik referensi atau transmitter sudah ditentukan sebelumnya dalam
koordinat x dan y dengan jumlah minimal 3 titik referensi, sedangkan pada
triangulasi bisa hanya menggunakan 2 titik referensi. Estimasi posisi dengan
trilaterasi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5, iBeacon B1, B2, dan B3 sebagai
transmitter akan mengirimkan sinyal kepada receiver M, titik perpotongan ketiga
transmitter menunjukkan posisi receiver.
29
Gambar 2.10 Estimasi Posisi 2-D dengan Trilaterasi
Hasil pengukuran radius atau distance oleh receiver menggunakan sebuah
aplikasi tertentu, kemudian digunakan untuk menghitung estimasi menggunakan
algoritma trilaterasi, seperti simulasi pada Gambar 2.10. Jika koordinat 3
transmitter adalah B1(x1,y1), B2(x2,y2) dan B3(x3,y3), koordinat receiver adalah
M(x,y) dengan distance d1, d2 dan d3 maka dengan Persamaan (2-3) [22] dapat
dicari letak koordinat receiver berada.
Hubungan antara distance dam koordinat:
𝑑12 = 𝑥 − 𝑥1 2 + 𝑦 − 𝑦1
2
𝑑22 = 𝑥 − 𝑥2 2 + 𝑦 − 𝑦2 2
𝑑32 = 𝑥 − 𝑥3 2 + 𝑦 − 𝑦3 2
(2-3)
Dimana:
xi yi = koordinat titik transmitter
xy = koordinat titik receiver
di = jarak transmitter dengan receiver
Persamaan (2-3) dapat dijabarkan menjadi:
𝑑12 = 𝑥2 − 2𝑥𝑥1 + 𝑥1
2 + 𝑦2 − 2𝑦𝑦1 + 𝑦12 (2-4)
𝑑22 = 𝑥2 − 2𝑥𝑥2 + 𝑥2
2 + 𝑦2 − 2𝑦𝑦2 + 𝑦22 (2-5)
𝑑32 = 𝑥2 − 2𝑥𝑥3 + 𝑥3
2 + 𝑦2 − 2𝑦𝑦3 + 𝑦32 (2-6)
30
Kemudian untuk mencari koordinat x dan y Persamaan (2-4), (2-5) dan (2-6)
saling disubstitusikan, yaitu Persamaan (2-4) dengan (2-5) dan Persamaan (2-4)
dengan (2-6), sehingga menghasilkan persamaan baru yaitu:
2 𝑥2 − 𝑥1 𝑥 + 2 𝑦2 − 𝑦1 𝑦
= 𝑑12 − 𝑑2
2 − 𝑥12 − 𝑥2
2 − 𝑦12 − 𝑦2
2 (2-7)
2 𝑥3 − 𝑥1 𝑥 + 2 𝑦3 − 𝑦1 𝑦
= 𝑑12 − 𝑑3
2 − 𝑥12 − 𝑥3
2 − 𝑦12 − 𝑦3
2 (2-8)
Dengan menggunakan perhitungan cramer, dapat dicari koordinat titik Mx adalah:
𝑀𝑥 ′ =
𝑑1
2 − 𝑑22 − 𝑥1
2 − 𝑥22 − 𝑦1
2 − 𝑦22 2 𝑦2 − 𝑦1
𝑑12 − 𝑑3
2 − 𝑥12 − 𝑥3
2 − 𝑦12 − 𝑦3
2 2 𝑦3 − 𝑦1
2 𝑥2 − 𝑥1 2 𝑦2 − 𝑦1
2 𝑥3 − 𝑥1 2 𝑦3 − 𝑦1
(2-9)
Dan koordinat titik My adalah:
𝑀𝑦 ′ =
2 𝑥2 − 𝑥1 𝑑1
2 − 𝑑22 − 𝑥1
2 − 𝑥22 − 𝑦1
2 − 𝑦22
2 𝑥3 − 𝑥1 𝑑12 − 𝑑3
2 − 𝑥12 − 𝑥3
2 − 𝑦12 − 𝑦3
2
2 𝑥2 − 𝑥1 2 𝑦2 − 𝑦1
2 𝑥3 − 𝑥1 2 𝑦3 − 𝑦1
(2-10)
2.2.5.2 Fingerprint
Fingerprint merupakan metode yang digunakan untuk memetakan lokasi
berdasar sinyal RSSI yang ditangkap oleh receiver [17]. Menurut [14], fingerprint
merupakan metode yang akurat dan sangat cocok untuk pelacakan objek pada
lingkungan tertutup (indoor). Dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa pengukuran
RSSI sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu halangan yang
berada di lokasi pengukuran. Perubahan kondisi ruang misalnya pengurangan atau
penambahan infrastruktur atau perubahan tata letak benda dalam lokasi
pengukuran akan mempengaruhi hasil pengukuran RSSI. Jika terjadi perubahan
31
ini maka harus dilakukan pengukuran ulang terhadap RSSI. Hal tersebut menjadi
salah satu kelemahan dalam pengukuran RSSI.
Dalam [14] disebutkan, terdapat dua tahap dalam pengkuruan RSSI yaitu
fase off-line dan on-line. Fase off-line adalah cara memetakan ruangan ruangan
dilakukan dengan mengumpulkan informasi RSSI yang ada di setiap titik ruangan
tersebut. Titik ruangan tersebut dibagi dalam wilayah-wilayah kecil atau grid.
Nilai pengukuran RSSI pada setiap grid akan mempunyai besar yang berbeda-
beda karena dalam pengukuran tersebut tidak hanya terdapat satu titik referensi
atau access point saja. Gambar 2.11 menunjukkan contoh pengukuran RSSI untuk
memetakan satu ruangan sesuai dengan grid-nya. Setiap grid mempunyai nilai
RSSI lebih dari satu pengukuran sesuai dengan jumlah access point yang
terpasang. Hasil pengukuran tersebut kemudian dijadikan data utama sebagai
referensi untuk menjadi pembanding pada fase on-line.
Gambar 2.11 Pengukuran RSSI dalam Fase off-line
Fase on-line adalah melakukan pengukuran secara acak atau bebas pada
lokasi yang telah dipetakan sebelumnya. Selanjutnya hasil pengukuran tersebut
dibandingkan dengan data utama dari fase off-line untuk mendapatkan prediksi
dimanakah posisi grid-nya. Menurut [14], akurasi yang didapatkan dengan teknik
fingerprint berdasar RSSI lebih baik dibanding dengan teknik lain, akan tetapi
teknik ini membutuhkan waktu yang sangat lama atau panjang.
32
2.3 Hipotesis
iBeacon merupakan peripheral yang bekerja baik di dalam lingkungan
tertutup. Jika kondisi line of sight di dalam lokasi penelitian terpenuhi maka
akurasi posisi smartphone dengan iBeacon sebagai titik referensinya akan
didapatkan. Sehingga kesalahan atau error antara hasil pengukuran dengan
algoritma trilaterasi mempunyai persentase kesalahan yang kecil.
33
3 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian berupa beberapa perangkat keras
dan beberapa perangkat lunak aplikasi, diantaranya:
1. iBeacon Kontakt
iBeacon yang digunakan merupakan produk dari Kontakt.io sebanyak 3 buah
yang nantinya digunakan sebagai referensi/transmitter/access point yang
terpasang di dalam lokasi penelitian.
2. iPhone 5
Perangkat mobile smartphone yang digunakan adalah iPhone 5 dengan syarat
sistem operasi yang terinstal adalah iOS versi 7 atau versi di atasnya.
Beberapa aplikasi yang diinstal dalam penelitian ini yaitu:
a. Aplikasi iLoggy Beacon Logger
Merupakan aplikasi utama yang digunakan untuk mengukur dan merekam
data pengukuran dari iBeacon Kontakt, yang bisa diperoleh melalui iTune
Store atau App Store.
b. Aplikasi pendukung
Aplikasi pendukung adalah aplikasi selain iLoggy Beacon Logger yang
digunakan untuk mendeteksi iBeacon. Dalam aplikasi iLoggy Beacon
Logger tidak dicantumkan informasi UUID dari iBeacon Kontakt (UUID
iBeacon Kontakt tidak ada di dalam list iLoggy Beacon Logger) maka
perlu dituliskan secara manual. Sehingga dibutuhkan aplikasi lain yang
bisa digunakan untuk mengetahui informasi UUID dari iBeacon Kontakt.
Aplikasi pendukung yang digunakan adalah Dartle.io, yang juga bisa
diperoleh melalui iTunes Store atau App Store. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk mengetahui informasi UUID ini bisa dilakukan pada
smartphone berbasis Android.
34
3. Komputer/Laptop
Komputer atau laptop yang digunakan mempunyai sistem operasi Windows 8
dan tidak mengharuskan spesifikasi yang tinggi. Selain itu windows yang
digunakan tidak harus menggunakan Windows 8, bisa menggunakan versi
Windows yang lain. Karena komputer atau laptop hanya digunakan untuk
melakukan pengolahan data menggunakan aplikasi sederhana. Beberapa
aplikasi yang digunakan pada komputer atau laptop, diantaranya:
a. Software iTunes (Windows) atau aplikasi alternatifnya adalah Syncios.
Perangkat lunak aplikasi ini berfungsi sebagai perantara antara iPhone
dengan PC untuk mengambil data ukur melalui aplikasi iLoggy Beacon
Logger yang tersimpan pada iPhone.
b. Microsoft Excel 2007
Data-data yang terekam melalui aplikasi iLoggy Beacon Logger
berekstensi text pada notepad. Untuk bisa diolah data hasil rekamannya
maka dibutuhkan aplikasi Microsoft Excel. Aplikasi ini kemudian
digunakan untuk mengolah data pengukuran berupa pencarian nilai rata-
rata, membuat grafik, perhitungan algoritma posisi dan mencari error dari
data pengukuran.
3.1.2 Bahan
Beberapa bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Lokasi penelitian
Lokasi yang digunakan adalah Ruang Kuliah Teori lantai 4 Politeknik
Pratama Mulia (Politama) Surakarta yang dipetakan dalam bentuk koordinat.
2. Hasil pengukuran karakteristik iBeacon Kontakt
Hasil pengukuran karakteristik digunakan sebagai dasar peletakan titik-titik
referensi pada lokasi penelitian.
3. Hasil pengukuran
Hasil pengukuran titik-titik referensi-referensi melalui receiver (smartphone)
sebagai data primer.
35
3.2 Jalannya Penelitian
Secara garis besar jalannya penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1,
sedangkan teknis pelaksanaan penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.1 Diagram alir jalannya penelitian
Setelah menentukan tema penelitian, langkah pokok yang dikerjakan
adalah melakukan review beberapa literatur, baik jurnal atau penelitian yang telah
ada. Dari review tersebut diketahui hal-hal yang terkait dengan tema penelitian,
yaitu mengenai indoor positioning. Beberapa hal yang dihasilkan dari review
literatur adalah mengenai teknologi yang digunakan, metode dan algoritme
penyelesaiannya dalam indoor positioning. Review literatur tersebut juga
dimaksudkan untuk menemukan kebaruan yang bisa diangkat menjadi tema
penelitian. Dengan kebaruan atau state of the art tersebut maka dapat dirumuskan
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian yang akan dilakukan. Hasil review
Mulai
Menentukan Tema
Penelitian
“indoor positioning”
Merumuskan tujuan
Penelitian
Melakukan review
literatur
Melakukan percobaan
Penelitian
Menarik kesimpulan
dari hasil penelitian
Selesai
36
menunjukkan bahwa terdapat pengembangan teknologi indoor positioning
berbasis bluetooth yang bisa diangkat menjadi tema penelitian yaitu teknologi
bluetooth BLE (Bluetooth Low Energy) dengan sebuah peripheral yang
merupakan implementasi dari BLE dengan nama iBeacon. Sedangkan metode
perhitungan yang digunakan adalah Trilaterasi.
Gambar 3.2 Diagram alir Percobaan
Mulai
Menentukan lokasi dan
memetakan dalam
koordinat
Mencari Karakteristik
iBeacon
Menempatkan 3
iBeacon pada lokasi
penelitian (referensi)
Mengukur 3 referensi
dari smartphone
Melakukan perhitungan
trilaterasi
Mencari error
pengukuran
Selesai
Menempatkan
smartphone pada
beberapa koordinat
Estimasi posisi
smartphone
37
3.2.1 Mengukur Karakteristik iBeacon Kontakt
Langkah pertama adalah mencari karakteristik dari ke-3 iBeacon.
Karakteristik yang dimaksud adalah hasil pengukuran distance iBeacon terhadap
jarak yang sesungguhnya (riil). Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu
dicari informasi dari ke-3 iBeacon mengenai alamat UUID, Major dan Minor
yang ditunjukkan pada Tabel 3.1. Ketiga iBeacon mempunyai nilai UUID yang
sama, dengan nilai Major dan Minor yang berbeda-beda. Hal ini dibutuhkan saat
menggunakan aplikasi iLoggy Beacon Logger ketika mengukur ketiga iBeacon,
baik saat mengukur karakteristik maupun saat pengukuran posisi. Untuk
mengetahui informasi-informasi tersebut dilakukan menggunakan aplikasi lain,
yaitu Dartle.io yang ditunjukkan pada Gambar 3.3. Model pengukuran
karakteristik iBeacon ditunjukkan pada Gambar 3.4. Pengukuran yang dilakukan
menggunakan aplikasi iLoggy Beacon Logger seperti ditunjukkan pada Gambar
2.7 s/d Gambar 2.9. Dalam melakukan pengukuran karakteristik dibutuhkan
kondisi yang bebas halangan atau line of sight (LOS). Pengukuran dilakukan
setiap 1 meter hingga 10 meter, hal ini mengingat bahwa rencana ruang penelitian
yang digunakan berukuran panjang di bawah 10 meter. Untuk mengetahui nilai
pengukuran stabil maka setiap satu titik pengukuran dilakukan selama 3 menit
dengan jumlah data pengukuran 180 data. Data yang terukur kemudian diambil
nilai rata-ratanya sebagai nilai karakteristiknya. Selain itu posisi iBeacon sebagai
transmitter terhadap smartphone sebagai receiver juga akan mempengaruhi
akurasi hasil pengukuran, yaitu posisi antena transmitter yang langsung mengarah
kepada smartphone akan lebih memberikan akurasi yang lebih baik. Pada
pengkuruan karakteristik ini posisi transmitter dengan receiver diusahakan selalu
berhadapan atau direct. Dengan cara seperti ini maka akan diketahui range terbaik
maksimal yang bisa dijangkau oleh iBeacon Kontakt, dan selanjutnya digunakan
sebagai acuan karakteristik dari iBeacon tersebut.
38
Gambar 3.3 Tampilan aplikasi Dartle.io
Tabel 3.1 Informasi UUID, Major dan Minor dari iBeacon Kontakt
Penomoran
iBeacon UUID Major Minor
B1
F7826DA6-4E98-8024-BC5B71E0893E
42179 10686
B2 41228 3480
B3 40342 60843
Gambar 3.4 Model pengukuran Karakteristik iBeacon Kontakt
3.2.2 Lokasi Penelitian
Langkah ke-2 adalah menentukan lokasi yang akan menjadi tempat
penelitian. Lokasi yang digunakan adalah ruang kuliah teori lantai 4 Politama
Surakarta dengan ukuran ± 9,7 x 5,81 m2. Lokasi penelitian yang telah ditentukan
kemudian dipetakan dalam bentuk koordinat. Koordinat yang dibentuk didasarkan
pada jumlah lantai ubin persegi yang terpasang dalam ruang tersebut.
Pengkoordinatan berfungsi untuk memudahkan dalam menentukan dimana titik
referensi iBeacon dan smartphone ditempatkan. Di dalam ruang tersebut hanya
terdapat 3 infrastruktur yaitu meja dosen, loker (almari) dan kursi dosen. Denah
lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.5.
39
ALMARIMEJA
20
51
82
113
144
175
206
237
268
299
330
361
392
423
454
485
516
547
578
609
640
702
733
764
795
826
857
888
919
970
54 85 116 147 178 209 240 271 302 333 364 395 426 457 488 519 550 58120
671
950
9,7
m
5,81m
PINTU
Gambar 3.5 Denah Ruang Penelitian
40
3.2.3 Menempatkan Titik Referensi dan Smartphone
Referensi dalam hal ini adalah iBeacon yang difungsikan sebagai
transmitter. Jumlah titik referensi yang diletakkan adalah 3 buah iBeacon dengan
koordinat tertentu. Setelah diketahui luas lokasi penelitian pada Gambar 3.5 dan
hasil ukur karakteristik dari iBeacon pada Gambar 3.4, maka penentuan koordinat
dalam meletakkan titik-titik referensi didasarkan pada dua faktor tersebut.
Tujuannya adalah untuk mencari titik-titik dimana sebagian besar lokasi dalam
ruangan tersebut dapat dijangkau oleh sinyal iBeacon walaupun tidak seluruhnya
dapat terpenuhi. Selanjutnya adalah menempatkan smartphone pada beberapa
koordinat, tujuan dari penempatan ini adalah untuk memperoleh data pengukuran
yang nantinya akan diuji akurasinya terhadap koordinat riilnya dengan
perhitungan trilaterasi.
Untuk mempermudah dalam pengukuran, diberikan notasi pada ketiga
iBeacon. Nama yang diberikan adalah B1, B2 dan B3 dengan koordinat masing-
masing adalah (x1,y1) untuk B1, (x2,y2) untuk B2 dan (x3,y3) untuk B3. Sedangkan
untuk koordinat smartphone diberi notasi M (x,y). Model penentuan 3 titik
referensi dan smartphone ditunjukkan pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Model peletakan Koordinat iBeacon dan Smartphone
41
Terdapat empat model dalam menempatkan iBeacon sebagai transmitter
serta cara pengukurannya menggunakan smartphone. Keempat model tersebut
adalah All on The Ground (AOTG), Upper Beacon and Smartphone (UBS),
Upper Beacon Lower Smartphone (UBLS) dan Lower Beacon Upper smartphone
(LBUS). AOTG adalah model penempatan iBeacon dan smartphone yang
keduanya menempel di atas lantai. UBS adalah model penempatan iBeacon dan
smartphone berada di atas lantai dengan ketinggian (h) tertentu. UBLS adalah
model penempatan iBeacon di atas lantai pada ketinggian tertentu dan smartphone
berada di lantai. LBUS adalah model penempatan iBeacon menempel pada lantai
dan smartphone di atas lanatai dengan ketinggian tertentu. Keempat model
tersebut dibuat untuk mendapatkan posisi terbaik dan mendapatkan hasil
pengukuran dengan tingkat kesalahan yang paling kecil antara iBeacon sebagai
transmitter dengan smartphone sebagai receiver.
3.2.4 Mengukur 3 titik Referensi
Perlu digaris bawahi bahwa koordinat iBeacon merupakan titik referensi
yang telah ditetapkan sebelumnya sedangkan koordinat smartphone merupakan
koordinat yang bersifat fleksibel. Dari koordinat smartphone yang telah
ditentukan sebelumnya, diukur distance dari ketiga iBeacon melalui smartphone.
Untuk model AOTG dan UBS besaran pengukuran distance yang dimiliki oleh
masing-masing iBeacon B1, B2, dan B3 dinotasikan dengan d1, d2 dan d3.
Sedangkan untuk model UBLS dan LBUS besaran pengukuran distance pada
masing-masing iBeacon dinotasikan dengan dr1, dr2 dan dr3. Contoh pengukuran
distance dengan model AOTG dan UBS pada salah satu koordinat smartphone
ditunjukkan pada Gambar 3.7 dan untuk model UBLS dan LBUS ditunjukkan
pada Gambar 3.9 dan Gambar 3.10. Pengukuran dilakukan menggunakan aplikasi
iLoggy Beacon Logger yang bisa mendeteksi secara langsung ketiga iBeacon
Kontakt. Sedangkan untuk merekam data pada masing-masing iBeacon harus
dilakukan satu persatu. Contoh rekaman data untuk satu iBeacon ditunjukkan
pada Gambar 2.9(b). Data pengukuran untuk setiap iBeacon dilakukan selama
minimal 20 detik (n=20) atau sampai ditunjukkan pengukuran dengan nilai yang
42
stabil, karena aplikasi iLoggy Beacon Logger mampu memberikan data
pengukuran setiap satu detik.
Gambar 3.7 Model umum pengukuran 3 iBeacon dari 1 lokasi smartphone
Pengukuran pada Gambar 3.7 dapat diterapkan pada model AOTG dan
UBS karena posisi antara iBeacon dengan smartphone sejajar, sedangkan pada
model UBLS dan LBUS sedikit berbeda dalam hal perhitungannya karena
terdapat satu variabel berupa sisi miring yang dibentuk antara iBeacon dengan
smartphone. Pada Gambar 3.8 ditunjukkan variabel sisi miring yang dibentuk
dinotasikan dengan dr.
Gambar 3.8 Sisi miring pada model UBLS dan LBUS
43
Gambar 3.9 Model Pengukuran UBLS
Gambar 3.10 Model Pengukuran LBUS
3.2.5 Perhitungan Trilaterasi dan mencari Error
Data pengukuran yang diperoleh pada langkah 3.2.4 kemudian dicari nilai
rata-ratanya untuk setiap koordinat smartphone. Hasil pengukuran distance (d1,
d2, d3) untuk AOTG dan UBS serta pengukuran distance (dr1, dr2, dr3) untuk
UBLS dan LBUS pada tahap tersebut kemudian digunakan untuk mencari
koordinat smartphone menggunakan perhitungan trilaterasi dengan persamaan
(2-9) dan (2-10). Notasi koordinat smartphone hasil perhitungan berdasarkan
pengukuran distance ditulis dengan M’ (x’,y’)
Hasil perhitungan koordinat M’(x’,y’) dari hasil pengukuran distance
kemudian dibandingkan dengan koordinat smartphone M(x,y) yang ditentukan
sebelumnya yaitu dengan saling mengurangkan variabel x dan y melalui
44
perhitungan pythagoras. Pergeseran yang terjadi dari perhitungan pythagoras
merupakan nilai error.
3.3 Skenario Pengujian
Skenario pertama sistem yang dijalankan adalah sebagai berikut: 3
iBeacon terpasang pada koordinat tetap di dalam lokasi penelitian. Skenario
pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.6 yang diterapkan pada keempat model
penempatan yaitu AOTG, UBS, UBLS dan LBUS. Untuk menguji akurasi
iBeacon dan algoritme trilaterasi maka koordinat smartphone M (x,y) telah
ditentukan sebelumnya pada beberapa titik. Selanjutnya pengukuran distance ke-3
iBeacon dilakukan menggunakan smartphone. Hasil pengukuran tersebut
kemudian digunakan untuk menghitung koordinat smartphone M’(x’,y’). Akurasi
dari estimasi posisi diperoleh dengan cara membandingkan antara koordinat
smarphone M(x,y) dengan koordinat smarphone M’ (x’,y’) hasil perhitungan dari
pengukuran distance.
Skenario kedua adalah uji secara realtime, yaitu dengan membuat sebuah
rute yang beraturan. Uji coba dilakukan dengan cara mengikuti rute yang telah
ditentukan sebelumnya. Sedangkan model penempatan iBeacon menggunakan
salah satu keempat model yang memberikan hasil akurasi yang paling baik. Gerak
langkah kaki dilakukan setiap satu detik dengan lebar 1 langkah kaki adalah 1
ubin lantai. Hasil uji secara realtime kemudian dihitung melalui perhitungan
trilaterasi dan dibandingkan dengan koordinat rute yang telah ditentukan
sebelumnya. Yang membedakan antara skenario kedua dengan skenario pertama
adalah data yang diambil pada skenario kedua merupakan data yang terekam pada
setiap detiknya tanpa ada jeda waktu untuk berhenti dari langkah/pergerakan atau
bukan berdasar pada rata-rata pengukuran dari sejumlah data. Model pengukuran
secara realtime ditunjukkan pada Gambar 3.11.
45
Gambar 3.11 Model Rute uji secara Realtime
3.4 Cara Analisis
3.4.1 Analisis perhitungan Trilaterasi
Untuk memahami perhitungan trilaterasi dan error hasil pengukuran, dapat
dilihat melalui contoh pengukuran yang ditunjukkan pada Tabel 3.2 untuk model
AOTG dan UBS dan Tabel 3.3 untuk model UBLS dan LBUS. Koordinat
smartphone hasil perhitungan melalui trilaterasi dicari berdasarkan pengukuran
distance.
Tabel 3.2 Contoh Pengukuran Distance model AOTG dan UBS
Data
Ukur
ke
Koordinat iBecon Koordinat
Smartphone
(M)
Pengukuran
distance
Hitung
Koord
Smartphone
(M’) B1 B2 B3
x1 y1 x2 y2 x3 y3 x y d1 d2 d3 x’ y’
1 3,41 1,24 0,93 1,24 2,17 3,72 2,17 2,17 8,26 8,65 7,91 3,5 4,0
Koordinat iBeacon dan smartphone ditentukan sesuai dengan skenario
pertama, contoh pada Tabel 3.2 yaitu B1(3.41,1.24), B2(0.93,1.24), B3(2.17,3.72)
dan koordinat smartphone M(2.17,2.17). Kemudian pengukuran nilai d1, d2 dan
d3 dilakukan dari smartphone menggunakan aplikasi iLoggy Beacon Logger dan
46
memberikan hasil pengukuran d1=8,26m; d2=8,65m dan d3=7.91m. Maka dengan
menggunakan persamaan (2-9) dan (2-10) koordinat smartphone M’ dari hasil
pengukuran distance dapat diketahui, yaitu:
𝑀𝑥 ′ =
𝑑1
2 − 𝑑22 − 𝑥1
2 − 𝑥22 − 𝑦1
2 − 𝑦22 2 𝑦2 − 𝑦1
𝑑12 − 𝑑3
2 − 𝑥12 − 𝑥3
2 − 𝑦12 − 𝑦3
2 2 𝑦3 − 𝑦1
2 𝑥2 − 𝑥1 2 𝑦2 − 𝑦1
2 𝑥3 − 𝑥1 2 𝑦3 − 𝑦1
𝑀𝑥 ′ = −17,39 011,01 4,96
−4,96 0−2,48 4,96
= 3,5
𝑀𝑦 ′ =
2 𝑥2 − 𝑥1 𝑑1
2 − 𝑑22 − 𝑥1
2 − 𝑥22 − 𝑦1
2 − 𝑦22
2 𝑥3 − 𝑥1 𝑑12 − 𝑑3
2 − 𝑥12 − 𝑥3
2 − 𝑦12 − 𝑦3
2
2 𝑥2 − 𝑥1 2 𝑦2 − 𝑦1
2 𝑥3 − 𝑥1 2 𝑦3 − 𝑦1
𝑀𝑦 ′ = −4,96 −17,39−2,48 11,01
−4,96 0−2,48 4,96
= 4,0
Sehingga koordinat M’ hasil perhitungan adalah (31/2 , 4).
Tabel 3.3 Contoh pengukuran Distance (dr) model UBLS dan LBUS
T
P
Koordinat iBecon Koordinat
Smartphone
Tinggi
Smart
phone
(h)
Pengukuran
distance
Hitung
Koord
Smartphone B1 B2 B3
x1 y1 x2 y2 x3 y3 x y dr1 dr2 dr3 x' y'
1 3,41 1,24 0,93 1,24 2,17 3,72 2,17 2,17 1,28 2,04 1,99 1,82 2,1 2,3
Berbeda dengan model AOTG dan UBS bahwa untuk contoh pada Tabel 3.3
terdapat tambahan variabel berupa tinggi (h) untuk iBeacon atau smartphone.
Dengan cara perhitungan yang sama maka koordinat titik M’ hasil perhitungan
berdasar pengukuran dr adalah (21/10 , 2
3/10).
47
3.4.2 Mencari Nilai Error
Pengujian akurasi dari algoritme trilaterasi pada skenario pertama
dibuktikan dengan mencari error pengukuran. Untuk mencari nilai kesalahan
tersebut digunakan perhitungan pythagoras. Model pythagoras untuk mencari
error ditunjukkan pada Gambar 3.12.
Gambar 3.12 Model pythagoras untuk mencari Error
Perhitungan nilai error untuk keempat model penempatan menggunakan cara
yang sama, hanya saja untuk model UBLS dan LBUS terletak di atas lantai
dengan ketinggian h. Nilai error dapat dicari menggunakan persamaan (3-1).
𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = (𝑥′ − 𝑥)2 + (𝑦′ − 𝑦)2 (3-1)
Berdasarkan pada contoh Tabel 3.2 yaitu koordinat riil smartphone M (2.17, 2.17)
dan koordinat smartphone hasil perhitungan trilaterasi M’ (3.5 , 4.0), maka melalui
persamaan (3-1) error yang dihasilkan adalah 2,2 meter bergeser dari koordinat
sebenarnya.
𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = (3,5 − 2,17)2 + (4 − 2,17)2
𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = 2,2 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
3.4.3 Analisis pengukuran Realtime
Pengukuran secara realtime didasarkan pada skenario kedua yaitu dengan
menetapkan rute yang menjadi titik-titik pengukuran, seperti dicontohkan pada
Gambar 3.11. Pengukuran distance berdasarkan rute tersebut dilakukan setiap satu
langkah dimana satu langkah kaki dihitung dalam satu detik. Untuk
48
mempermudah berapa lebar satu langkah kaki, maka satu langkah kaki
disesuaikan dengan pemetaan yang telah dilakukan sebelumnya yaitu satu langkah
kaki diwakili oleh satu ukuran ubin.
Data pengukuran yang berhasil direkam dalam satu rute tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam perhitungan trilaterasi untuk mendapatkan beberapa
koordinat titik M’, sesuai dengan jumlah data pengukuran yang diperoleh. Untuk
mengetahui tingkat error yang terjadi maka koordinat hasil pengukuran tersebut
divisualisasikan dalam bentuk koordinat kartesius. Dijelaskan sebelumnya bahwa
perbedaan yang mencolok antara skenario pertama dengan skenario kedua adalah
jumlah data pengukuran yang digunakan untuk mencari koordinat titik M’. Jika
pada skenario pertama, satu titik pengukuran diwakili oleh rata-rata dari minimal
20 data pengukuran, sedangkan pada skenario kedua satu titik pengukuran
diwakili oleh 1 data pengukuran, dikarenakan pengukuran realtime dilakukan
dengan cara berjalan.
Berdasarkan kedua hasil pengujian skenario pertama dan kedua akan
diketahui apakah akurasi yang diperoleh dari salah satu model penempatan
menggunakan skenerio pertama juga akan didapatkan pada skenario kedua, atau
justru menunjukkan hasil akurasi yang jauh berbeda. Jika dengan cara realtime
tidak didapatkan akurasi yang baik maka tentu saja terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhinya.
49
4 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik iBeacon Kontakt
Sebelum iBeacon digunakan sebagai referensi dalam penentuan posisi,
terlebih dahulu perlu diketahui karakteristik dari iBeacon tersebut mengenai hasil
pengukuran distance terhadap jarak sesungguhnya dan bagaimana posisi iBeacon
terhadap smartphone, mengingat bahwa iBeacon tidak mempunyai antena
ekstensi yang digunakan untuk memancarkan sinyalnya. Nilai karakteristik ini
nantinya akan digunakan sebagai acuan dalam menentukan titik-titik referensi
iBeacon dalam lokasi penelitian, misalnya seberapa jauh wilayah lokasi penelitian
dapat dijangkau oleh iBeacon. Selain itu akan mempermudah nantinya dalam
menganalisa hasil pengukuran sesungguhnya sesuai dengan skenario yang telah
dirancang sebelumnya. Cara mengukur karakteristik iBeacon Kontakt dilakukan
sesuai dengan Gambar 3.4. Hasil pengukuran karakteristik iBeacon Kontakt
ditunjukkan pada Tabel 4.1 dan grafik karakteristiknya pada Gambar 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik iBeacon Kontakt berdasarkan Jarak ukur (n=120)
Jarak
Riil (m) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pengukuran
(m) 0,004 1,068 2,084 3,072 4,049 4,971 5,514 5,807 3,345 6,975 8,208
RSSI (dBm) -34 -78 -83 -86 -88 -90 -91 -91 -87 -89 -87
Proximity 1 2 2/3 3 3 3 3 3 3 3 3
Gambar 4.1 Grafik Karakteristik iBeacon Kontakt berdasarkan Jarak ukur
50
Berdasarkan pada Tabel 4.1 atau Gambar 4.1 bahwa iBeacon Kontakt
mempunyai akurasi pengukuran yang baik di bawah 6 meter pada kondisi yang
bebas halangan (LOS). Hal ini menunjukkan bahwa iBeacon mempunyai jarak
jangkauan atau range yang pendek. Pada jarak di atas 6 meter, kekuatan sinyal
yang diterima semakin menurun sehingga mengakibatkan akurasi distance yang
terukur semakin lemah. Namun demikian, masih terdapat parameter lain yaitu
RSSI yang bisa terdeteksi oleh smartphone di atas jarak 10 meter dengan
beberapa halangan yang mungkin berada di sekitarnya. Nilai proximity 1, 2 dan 3
adalah kategori yang diberikan oleh aplikasi iLoggy Beacon Logger. Nilai 1
berarti menunjukkan range sangat dekat (immediate), nilai 2 berarti dekat (near)
dan nilai 3 berarti jauh (far).
Karakteristik lain yang ditunjukkan dalam pengukuran ini adalah bahwa
sinyal yang diterima oleh smartphone tergantung pada posisi sumber sinyal
iBeacon. Tidak terdapat ekstensi antena yang terpasang pada board iBeacon,
sehingga untuk mendapatkan akurasi pengukuran distance yang baik maka
diperlukan posisi yang direct antara iBeacon dengan smartphone saat sinyal
dipancarkan oleh iBeacon dan diterima oleh smartphone. Ditunjukkan pada Tabel
4.1 bahwa dalam jarak riil 0 meter atau antara iBeacon dengan smartphone dalam
keadaan menempel, hasil pengukuran tidak menunjukkan angka 0 meter seperti
jarak riilnya, masih terdapat nilai error-nya. Begitu juga untuk jarak riil yang lain,
terdapat error yang dihasilkan.
Hasil pengukuran RSSI pada Tabel 4.1 bisa digunakan sebagai pedoman
konversi nilai RSSI terukur dalam satuan jarak. Tentu saja dengan syarat utama
yang harus dipenuhi yaitu kondisi LOS dan sifat direct antara iBeacon dengan
smartphone. Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 4.1 maka nilai pendekatan
konversi antara nilai RSSI terukur terhadap jarak riil ditunjukkan pada Tabel 4.2.
51
Tabel 4.2 Konversi nilai RSSI terhadap distance pada jarak 5 meter
Jarak Riil (m) 0 - 0,9 1 – 1,9 2 – 2,9 3 – 3,9 4 -4,9 5 -5,9
RSSI (dBm) -34≤ d ≤-77 -78≤ d ≤-82 -83≤ d ≤-85 -86≤ d ≤-87 -88≤ d ≤-89 -90≤ d ≤-91
4.2 Pemetaan Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini, hasil yang diperoleh juga tergantung pada lokasi yang
digunakan. Selain faktor infrastrukur yang terdapat di dalamnya, pemetaan ruang
juga merupakan hal yang penting. Mengingat pada penelitian ini menggunakan 3
buah iBeacon yang dipasang secara permanen pada koordinat tertentu. Bagaimana
koordinat bisa dikatakan valid atau pada posisi yang tepat tergantung pada
bagaimana cara memetakan ruangan tersebut. Pemetaan ruangan yang dilakukan
tentu saja akan mempunyai nilai yang tidak sempurna, karena beberapa hal yang
mempengaruhinya seperti kesalahan manusia ketika melakukan pemetaan secara
manual menggunakan alat bantu lain seperti rol meter atau sejenisnya.
Untuk meminimalisir kesalahan tersebut maka pemetaan lokasi penelitian
didasarkan pada ukuran dan jumlah ubin persegi yang terpasang di dalamnya.
Sesuai dengan Gambar 3.5, bahwa lokasi penelitian mempunyai ukuran lebar 581
cm dan panjang 970 cm atau sama dengan 5,81 x 9,7 m2. Lokasi dipetakan dalam
koordinat (x,y), dimana x menunjukkan arah horisontal atau lebar dan y
menunjukkan arah vertikal atau panjang. Untuk arah horisontal, tersusun atas 20
ubin persegi (1 ubin ukuran 20cm, 17 ubin ukuran 30cm, 2 ubin ukuran 15cm dan
19 jarak antar ubin atau nut ukuran 1cm). Untuk arah vertikal, tersusun atas 32
ubin persegi (2 ubin ukuran 20cm, 30 ubin ukuran 30cm dan 31 nut ukuran 1cm).
Koordinat titik 0 (nol) dimulai dari kiri-bawah, kemudian untuk nut
dijumlahkan dengan ukuran ubin di sebelah kirinya untuk arah horisontal (x) dan
dijumlahkan dengan ukuran ubin di bawahnya untuk arah vertikal (y). Hal ini
untuk memudahkan dalam menentukan dan mencari titik koordinat, sehingga
pemetaan berdasarkan ukuran ubin akan memberikan nilai yang sedikit kompleks
seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5.
52
4.3 Koordinat iBeacon dan Koordinat Titik-titik Pengukuran
Baik skenario pertama maupun kedua, 3 titik referensi iBeacon
mempunyai letak koordinat yang sama seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Koordinat ditunjukkan dalam satuan meter (m), dengan notasi B1 (x1,y1), B2
(x2,y2) dan B3 (x3,y3), dimana B1, B2 dan B3 mempunyai informasi seperti yang
disajikan dalam Tabel 3.1. Sedangkan untuk koordinat smartphone yang menjadi
titik pengukuran pada beberapa posisi dalam lokasi penelitian tersebut terdapat 17
titik pengukuran yang ditunjukkan pada Tabel 4.4.
Sesuai dengan karakteristik iBeacon Kontakt pada Tabel 4.1 maka lokasi
penelitian dengan ukuran 9,7 x 5,81 m2
tidak semua digunakan, karena tidak
semua wilayah dalam lokasi penelitian tersebut dapat dijangkau oleh iBeacon.
Sehingga terdapat perubahan peletakan koordinat titik (0,0) pada lokasi penelitian.
Area yang digunakan dalam meletakkan 3 titik referensi iBeacon dan 17 titik
pengukuran tersebut mempunyai cakupan wilayah dengan luas 4,34 x 4,34 m2.
Penempatan titik referensi dan beberapa titik pengukuran ditunjukkan pada
Gambar 4.2.
Tabel 4.3 Titik Referensi 3 iBeacon
Koordinat B1 B2 B3
xi 3,41 0,93 2,17
yi 1,24 1, 24 3,72
Tabel 4.4 Koordinat Smartphone sebagai Titik-titik Pengukuran
Titik
Ukur ke-
Koordinat Smartphone (M)
x y
1 0,93 0,62
2 2,17 0,31
3 3,41 0,62
4 3,10 1,24
5 2,17 1,24
6 1,24 1,24
7 4,03 2,17
53
8 3,10 2,17
9 2,17 2,17
10 1,24 2,17
11 0,31 2,17
12 3,10 3,10
13 2,17 3,10
14 1,24 3,10
15 3,41 3,72
16 2,17 4,03
17 0,93 3,72
1
2
456
10 9 8
121314
17 15B3
B2 B1
3
711
16
0 31 62 93 124 155 186 217 248 279 310 341 372 403 434
31
62
93
124
155
186
217
248
279
310
341
372
403
434
Gambar 4.2 Letak titik referensi iBeacon dan 17 titik pengukuran
4.4 Rute Pengujian Skenario Kedua
Pengujian pada skenario kedua yaitu pengujian secara realtime seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Model penempatan iBeacon didasarkan pada
54
hasil pengujian dari keempat model, model yang menunjukkan akurasi terbaik
digunakan dalam pengujian realtime.
B3
B2 B1
0 31 62 93 124 155 186 217 248 279 310 341 372 403 434
31
62
93
124
155
186
217
248
279
310
341
372
403
434
Start/Finish
Gambar 4.3 Rute pengujian secara realtime
Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa titik dimulai dan diakhirinya pengujian secara
realtime terletak pada koordinat (403,62) dalam centimeter. Terdapat 3 titik belok
yaitu titik belok pertama pada koordinat (403,434), titik belok kedua pada
koordinat (31,434) dan titik belok ketiga pada koordinat (31,62). Lebar satu
langkah ditandai dengan lebar satu ubin. Sesuai dengan jumlah lantai ubin maka
rute pengujian realtime akan mempunyai jumlah data pengukuran sebanyak 49
data uji. Selama proses pengukuran diusahakan posisi smartphone dalam keadaan
tetap dan berada pada ketinggian ± 100 cm dengan cara dipegang. Hasil
pengukuran kemudian dimasukkan dalam perhitungan trilaterasi untuk
mengetahui koordinat hasil pengukuran sebagai rute realtime.
55
4.5 Hasil Pengukuran
4.5.1 Pengukuran Skenario Pertama
Penggujian pada skenario pertama dilakukan untuk keempat model, yaitu
AOTG, UBS, UBLS dan LBUS. Tujuannya adalah mencari hasil pengujian yang
menunjukkan akurasi yang paling baik.
4.5.1.1 Pengukuran Model AOTG
Dengan model AOTG berarti iBeacon dan smartphone diletakkan di atas
lantai (h=0). Hasil pengukuran model AOTG pada Lampiran 1a ditunjukkan oleh
Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Model AOTG
TP
Koordinat
Smartphone Pengukuran distance
Hitung
Koord
Smartphone Error
(meter)
x y d1 d2 d3 x' y'
1 0,93 0,62 8,002 2,704 13,68 -9,3 -28,4 30,70
2 2,17 0,31 10,762 8,885 15,43 -5,3 -26,2 27,50
3 3,41 0,62 5,508 13,12 12,08 30,8 -6,8 28,40
4 3,10 1,24 2,288 15,1 8,66 47,1 10,6 44,90
5 2,17 1,24 10,691 8,735 9,838 -5,5 1,9 7,70
6 1,24 1,24 10,901 1,666 13,94 -21,2 -24,7 34,40
7 4,03 2,17 6,924 10,58 13,49 15,1 -18,4 23,40
8 3,10 2,17 5,254 9,08 12,09 13,2 -16,2 21,00
9 2,17 2,17 8,261 8,653 7,913 3,5 4,0 2,20
10 1,24 2,17 11,255 8,005 NA NA NA NA
11 0,31 2,17 14,678 6,856 11,4 -31,8 2,4 32,10
12 3,10 3,10 8,938 9,59 7,999 4,6 6,6 3,80
13 2,17 3,10 10,35 11,23 5,916 6,0 18,6 16,00
14 1,24 3,10 12,316 11,58 12,11 -1,4 1,4 3,10
15 3,41 3,72 11 12,5 8,283 9,3 16,3 13,90
16 2,17 4,03 10,234 12,33 4,622 11,7 23,7 21,90
17 0,93 3,72 11,345 11,47 6,822 2,7 19,0 15,40
Rata-rata error 20,4
56
Berdasar tabel di atas terdapat hasil pengukuran yang menunjukkan nilai “NA”,
kondisi dimana sinyal dari iBeacon tidak bisa dibaca oleh smartphone. Salah satu
faktor yang menyebabkan terjadi hal demikian adalah posisi iBeacon dengan
smartphone yang sejajar di atas lantai, sedangkan posisi sumber sinyal
menghadap ke atas. Selanjutnya adalah error yang dihasilkan dari ke-17 titik
pengukuran mempunyai rata-rata error 20,4 meter, sebuah nilai error yang sangat
besar. Pengukuran distance (d) bisa memperoleh kesalahan yang tinggi dapat
dilihat pada ilustrasi Gambar 4.7. Dengan demikian model AOTG tidak cocok
digunakan sebagai model penempatan titik referensi iBeacon dalam positioning.
4.5.1.2 Pengukuran Model UBS
Model UBS berarti menempatkan iBeacon dan smartphone sejajar di atas
lantai dengan ketinggian tertentu (h=145cm) seperti ditunjukkan pada Lampiran
1b. Hasil pengukuran pada model UBS ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Model UBS
TP
Koord.
Smartphone Pengukuran distance
Hitung Koord
Smartphone Error
(m) x y d1 d2 d3 x’ y’
1 0,93 0,62 3,963 0,572 8,472 -0,9 -10,7 11,50
2 2,17 0,31 1,025 1,675 7,057 2,5 -7,5 7,80
3 3,41 0,62 0,998 4,11 6,213 5,4 -3,8 4,80
4 3,10 1,24 0,415 4,508 5,89 6,2 -2,8 5,10
5 2,17 1,24 2,482 2,324 2,871 2,0 1,7 0,50
6 1,24 1,24 6,562 0,554 5,577 -6,4 0,3 7,80
7 4,03 2,17 1,062 3,657 6,205 4,6 -4,1 6,30
8 3,10 2,17 1,88 2,853 2,438 3,1 2,1 0,00
9 2,17 2,17 3,377 3,457 3,922 2,3 1,4 0,80
10 1,24 2,17 4,23 0,703 4,78 -1,3 -0,6 3,80
11 0,31 2,17 1,939 2,238 5,009 2,4 -2,0 4,70
12 3,10 3,10 6,116 3,379 1,064 -3,1 6,9 7,20
13 2,17 3,10 3,296 4,861 1,795 4,7 5,0 3,20
14 1,24 3,10 5,596 3,067 5,504 -2,2 0,2 4,60
15 3,41 3,72 2,914 6,19 0,93 8,2 6,7 5,60
57
16 2,17 4,03 5,593 5,946 0,385 3,0 8,9 4,90
17 0,93 3,72 7,368 1,706 4,19 -8,2 4,4 9,10
Rata-rata error 5,15
Pada ilustrasi Gambar 4.9 jika iBeacon diposisikan pada ketinggian (h) sama
dengan smartphone maka pantulan yang dihasilkan dari perjalanan sinyal iBeacon
menuju smartphone lebih pendek dibanding dengan model AOTG yang kedua
device berada di atas lantai. Sehingga menghasilkan pengukuran distance (d) yang
lebih baik dibanding model AOTG. Hasil pengukuran dengan error yang lebih
baik dibanding model AOTG ditunjukkan pada model UBS, yaitu dengan rata-rata
error 5,16 meter. Walaupun lebih kecil error-nya akan tetapi model UBS tidak
cocok sebagai model penempatan referensi iBeacon.
4.5.1.3 Pengukuran Model UBLS
Model UBLS adalah dengan cara menempatkan iBeacon di atas lantai
dengan ketinggian tertentu (h=145cm) dan smartphone tepat di atas lantai, seperti
ditunjukkan pada Lampiran 1c. Pada model UBLS sumber sinyal iBeacon
dihadapkan ke arah bawah. Ilustrasi pengukuran pada model UBLS ditunjukkan
pada Gambar 3.9. Hasil pengukuran model ini ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran UBLS
TP
Koord
Smartphone
Tinggi
iBeacon
(h)
dalam
meter
Pengukuran distance
(dr)
Hitung Koord
Smartphone Error
(meter)
dr1 dr2 dr3 x’ y’
1 0,93 0,62 1,45 5,068 5,413 6,061 2,9 0,3 1,99
2 2,17 0,31 1,45 2,872 1,872 9,104 1,2 -13,4 13,7
3 3,41 0,62 1,45 3,523 2,334 10,91 0,8 -20,0 20,81
4 3,10 1,24 1,45 1,293 1,673 11,56 2,4 -24,3 25,59
5 2,17 1,24 1,45 3,174 1,254 4,64 0,5 -1,0 2,82
6 1,24 1,24 1,45 7,699 0,989 8,08 -9,6 -4,9 12,45
7 4,03 2,17 1,45 0,956 4,834 4,332 6,7 0,8 2,98
8 3,10 2,17 1,45 0,956 4,834 4,332 6,7 0,8 3,84
9 2,17 2,17 1,45 2,406 2,383 2,383 2,1 2,2 0,02
10 1,24 2,17 1,45 5,309 2,6 2,327 -2,1 4,6 4,17
58
11 0,31 2,17 1,45 11,2 2,768 7,415 -21,6 4,5 22,02
12 3,10 3,10 1,45 1,451 6,359 2,184 9,9 5,5 7,21
13 2,17 3,10 1,45 3,152 7,956 0,971 12,9 9,4 12,45
14 1,24 3,10 1,45 4,865 5,531 1,182 3,6 7,4 4,85
15 3,41 3,72 1,45 2,025 6,264 1,514 9,3 6,1 6,3
16 2,17 4,03 1,45 3,828 5,344 1,127 5,0 6,3 3,59
17 0,93 3,72 1,45 5,146 8,302 1,845 10,7 11,1 12,27
Rata-rata error 9,24
Pada ujicoba model UBLS terdapat satu titik pengukuran yang arah
sumber sinyal dibuat direct dengan smartphone, yaitu pada titik pengukuran 9
sehingga menghasilkan error sebesar 0,02 meter. Sedang titik-titik yang lain
mengabaikan sifat direct antara iBeacon dengan smartphone, maka error yang
dihasilkanpun cukup besar. Dengan satu sampel data tersebut dapat disimpulkan
bahwa arah sumber sinyal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
akurasi dalam pengukuran.
4.5.1.4 Pengukuran Model LBUS
Model LBUS merupakan kebalikan dari model UBLS, yaitu menempatkan
iBeacon tepat di atas lantai dan smartphone di atas lantai dengan ketinggian
tertentu (h=128cm) seperti ditunjukkan pada Lampiran 1d. Dengan mengambil
simpulan pada uji UBLS (pada titik pengukuran nomor 9), maka pada uji model
LBUS diterapkan sifat direct antara iBeacon dengan smartphone pada setiap titik
pengukuran. Hasil yang diperoleh pada pengukuran model LBUS ditunjukkan
pada Tabel 4.8 dan grafik pada Gambar 4.4 yang menggambarkan pergeseran
koordinat hasil pengukuran dari koordinat riilnya.
Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Model LBUS
TP
Koordinat
Smartphone
Tinggi
Smartphone
(h) dalam
meter
Pengukuran
distance
Perhitungan
Koord
Smartphone Error
(meter)
x y dr1 dr2 dr3 x' y'
1 0,93 0,62 1,28 2,956 1,38 3,827 0,8 0,3 0,358
2 2,17 0,31 1,28 2,362 2,393 3,904 2,2 0,2 0,079
59
3 3,41 0,62 1,28 1,505 3,109 3,749 3,7 0,5 0,265
4 3,10 1,24 1,28 1,297 2,474 2,876 3,1 1,3 0,060
5 2,17 1,24 1,28 1,856 1,879 2,765 2,2 1,3 0,093
6 1,24 1,24 1,28 2,543 1,327 2,953 1,2 1,2 0,019
7 4,03 2,17 1,28 1,724 3,534 2,727 4,1 2,2 0,083
8 3,10 2,17 1,28 1,632 2,785 2,18 3,2 2,3 0,134
9 2,17 2,17 1,28 2,043 1,99 1,822 2,1 2,3 0,157
10 1,24 2,17 1,28 2,55 1,54 1,947 1,3 2,3 0,163
11 0,31 2,17 1,28 3,569 1,593 2,78 0,1 2,2 0,197
12 3,10 3,10 1,28 2,175 3,022 1,858 3,1 2,9 0,232
13 2,17 3,10 1,28 2,622 2,618 1,387 2,2 3,2 0,066
14 1,24 3,10 1,28 3,068 2,283 1,404 1,3 3,2 0,169
15 3,41 3,72 1,28 2,548 3,748 1,623 3,7 3,7 0,283
16 2,17 4,03 1,28 3,209 3,245 1,242 2,2 4,0 0,085
17 0,93 3,72 1,28 3,595 2,781 1,683 1,1 3,7 0,197
Rata-rata error 0,155
Gambar 4.4 Pergeseran koordinat hasil pengukuran terhadap Koordinat Riil
Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 4.8 dengan 17 titik pengukuran
didapatkan rata-rata error yang dihasilkan adalah 0,155 meter atau ± 16
centimeter dengan jangkauan terjauh ± 4 meter. Akurasi dengan tingkat error yang
kecil ini diperoleh dengan syarat bahwa sinyal yang dipancarkan oleh iBeacon
kepada smartphone harus dalam keadaan line of sight atau sinyal yang
dipancarkan harus secara direct atau dihadapkan kepada smartphone. Dengan kata
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 170.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
Koord. Riil
Koord. Pengukuran
Titik Pengukuran
60
lain posisi antena pemancar dari iBeacon terhadap penerima yaitu smartphone
sangat mempengaruhi hasil pengukuran baik RSSI maupun distance.
Dengan demikian dari keempat model yang diuji, model LBUS merupakan
model yang paling baik sebagai model untuk menempatkan iBeacon sebagai titik
referensi dengan syarat kondisi LOS (Line of Sight) dan sifat direct antara iBeacon
dengan smartphone terpenuhi. Dengan alasan ini maka masih perlu diadakan
penelitian pada model yang mirip dengan LBUS yaitu UBLS, dengan cara
menempatkan iBeacon pada langit-langit ruangan dan menambahkan antena
eksternal. Dengan tujuan bahwa syarat seperti LOS dan sifat direct pada model
LBUS dapat terpenuhi. Hal ini bisa dianalogikan sebagai sebuah lampu ruangan
yang terpasang pada langit-langit ruangan, sehingga cahaya yang dipancarkan
dapat menyebar keseluruh ruangan.
Dari keempat hasil pengujian, model dengan hasil akurasi yang baik akan
mempunyai keragaman pengukuran yang kecil. Sedangkan model dengan akurasi
yang buruk akan mempunyai keragaman hasil pengukuran yang tinggi. Pada Tabel
4.9 dan Gambar 4.5 ditunjukkan perbandingan hasil pengukuran keempat model
dengan standar keragamannya (standar deviasi).
Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Pengujian keempat Model
AOTG UBS UBLS LBUS
Rata-rata Error 20,4 5,16 9,239 0,155
Standar deviasi 12,3 3,05 7,71 0,09
Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian keempat Model
61
4.5.2 Pengukuran Skenario Kedua (realtime)
Telah dijelaskan pada sub-bab 3.3 bahwa pengujian secara realtime
dilakukan dengan cara berjalan. Dari hasil pengujian skenario pertama dengan
model LBUS menghasilkan kesalahan rata-rata 0,16 meter dengan syarat posisi
antena atau sumber sinyal iBeacon bersifat direct terhadap smartphone.
Sedangkan pada pengujian skenario kedua (realtime) bersifat undirect, yaitu
dengan mengabaikan posisi antara iBeacon dengan smartphone dalam keadaan
direct atau tidak. Sehingga terdapat beberapa titik pengukuran yang bersifat direct
dan terdapat beberapa titik yang tidak bersifat direct (indirect). Dengan rute sesuai
Gambar 4.3 hasil pengujian secara realtime ditunjukkan pada Tabel 4.10. Baris
pada tabel yang ditandai dengan warna adalah titik-titik pengukuran yang
merupakan titik-titik belok.
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Realtime
Step
Koordinat
Rute
Smartphone
(M)
Pengukuran
distance (meter)
Perhitungan
Koord M'
dengan
Trilaterasi
Error
(meter)
x y d1 d2 d3 x' y'
1 4,03 0,62 3,42 2,993 8,003 2,5 -6,0 9,59
2 4,03 0,93 3,527 3,017 8,196 2,3 -6,5 10,44
3 4,03 1,24 3,451 2,865 8,072 2,3 -6,3 10,51
4 4,03 1,55 2,336 2,754 8,048 3,4 -6,9 11,22
5 4,03 1,86 1,82 2,902 8,214 4,1 -7,6 12,14
6 4,03 2,17 1,782 2,809 8,337 4,0 -8,0 12,93
7 4,03 2,48 2,107 2,48 8,165 3,4 -7,5 12,77
8 4,03 2,79 2,479 2,33 8,001 2,9 -6,9 12,52
9 4,03 3,10 2,795 2,474 7,848 2,7 -6,2 12,14
10 4,03 3,41 3,194 2,662 7,256 2,4 -4,0 10,41
11 4,03 3,72 3,678 2,945 6,439 2,0 -1,3 8,18
12 4,03 4,03 4,142 3,37 5,301 1,9 2,1 5,55
13 4,03 4,34 4,421 3,835 4,7 2,0 3,8 4,25
14 3,72 4,34 4,826 4,282 3,685 2,0 6,3 2,65
15 4,41 4,34 5,274 4,699 3,069 1,9 8,0 2,58
16 3,10 4,34 5,5 5,08 2,661 2,1 9,1 2,75
62
17 2,79 4,34 5,795 5,585 2,38 2,5 10,2 3,40
18 2,48 4,34 5,559 5,653 2,256 3,2 10,2 3,14
19 2,17 4,34 5,241 5,709 2,012 4,1 10,1 3,24
20 1,86 4,34 4,564 5,974 1,621 6,0 10,0 4,46
21 1,55 4,34 4,243 6,098 1,333 6,9 10,1 5,42
22 1,24 4,34 4,113 6,316 0,993 7,7 10,4 6,50
23 0,93 4,34 3,903 6,614 0,869 8,8 10,6 7,87
24 0,62 4,34 3,743 6,361 0,794 8,4 10,2 7,59
25 0,31 4,34 3,883 6,014 0,823 7,3 9,9 6,75
26 0,31 4,03 4,006 5,442 0,915 5,8 9,3 5,27
27 0,31 3,72 4,273 4,884 0,983 4,1 8,9 3,90
28 0,31 4,41 4,923 5,036 1,032 3,2 9,6 4,11
29 0,31 3,10 5,351 5,074 1,148 2,4 10,1 4,47
30 0,31 2,79 5,562 4,997 1,28 1,8 10,2 4,73
31 0,31 2,48 5,743 4,826 1,428 1,1 10,1 4,95
32 0,31 2,17 5,784 4,596 1,592 0,5 9,8 5,03
33 0,31 1,86 5,557 4,43 1,904 0,8 9,2 4,69
34 0,31 1,55 5,098 4,538 2,349 1,9 8,4 4,27
35 0,31 1,24 4,897 4,129 2,862 1,6 7,3 3,45
36 0,31 0,93 4,852 4,206 3,436 1,8 6,6 3,09
37 0,31 0,62 4,919 3,029 3,973 0,0 5,0 2,09
38 0,62 0,62 4,869 2,421 4,602 -0,6 3,6 2,06
39 0,93 0,62 4,934 1,964 5,155 -1,1 2,3 3,05
40 1,24 0,62 4,639 1,533 5,674 -0,8 0,8 3,88
41 1,55 0,62 4,292 1,13 6,325 -0,4 -1,2 5,34
42 1,86 0,62 3,79 0,944 6,853 0,3 -3,1 6,82
43 2,17 0,62 3,207 0,843 7,154 1,1 -4,4 7,90
44 2,48 0,62 2,726 0,806 6,918 1,7 -4,0 7,47
45 2,79 0,62 2,224 0,835 7,176 2,2 -5,0 8,39
46 3,10 0,62 1,837 0,873 7,114 2,5 -4,9 8,36
47 3,41 0,62 1,486 0,931 6,745 2,7 -4,0 7,47
48 3,72 0,62 1,301 1,051 6,467 2,9 -3,3 6,81
49 4,03 0,62 1,151 1,194 6,098 3,0 -2,4 5,96
Rata-rata error 6,38
63
Pengujian secara realtime tidak menghasilkan pengukuran distance yang
baik sehingga error yang dihasilkan juga cukup besar. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya bahwa posisi direct antara sumber sinyal iBeacon dengan
smartphone akan sangat berpengaruh terhadap hasil ukur distance. Selain itu
untuk mendapatkan pengukuran yang stabil pada satu titik pengukuran dibutuhkan
beberapa detik dalam keadaan diam pada titik pengukuran tersebut, hal ini
berdasar pada hasil pegujian skenario pertama yaitu setiap titik pengukuran
membutuhkan minimal 20 detik untuk mencapai nilai pengukuran yang stabil.
Langkah atau step pada Tabel 4.10 adalah satu detik pengukuran, sehingga dengan
pengukuran satu detik tersebut tidak mewakili nilai stabil dari iBeacon.
Pergerakan dari smartphone juga menjadi faktor yang mempengaruhi hasil
pengukuran, baik pada skenario pertama atau kedua.
4.6 Hasil Pengamatan
4.6.1 Beberapa hal tentang iBeacon Kontakt
Berdasar pada hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
kaitannya iBeacon Kontakt yang digunakan dalam positioning, maka terdapat
beberapa hasil pengamatan mengenai iBeacon Kontakt sebagai berikut:
a. Bentuk kemasan iBeacon Kontakt dari fabrikannya menyebabkan penyebaran
sinyal tidak merata. Dengan adanya lubang sebagai sumber sinyal,
menyebabkan hanya pada kondisi tertentu saja sinyal dapat diterima dengan
baik oleh receiver.
b. Kuat sinyal dari iBeacon yang diterima oleh receiver dipengaruhi oleh
kondisi di dalam ruangan, berupa infrastruktur bergerak atau diam.
c. iBeacon Kontakt mempunyai jangkauan sinyal yang pendek. Dengan
memperbanyak jumlah dan memperkecil jarak antar iBeacon sebagai titik
referensi maka akurasi posisi objek akan semakin baik.
d. iBeacon tidak cocok digunakan untuk tracking objek yang bergerak, karena
dalam pemancaran sinyalnya, receiver membutuhkan beberapa waktu untuk
mendapatkan nilai pengukuran yang stabil dari iBeacon.
64
e. Dengan memanfaatkan parameter RSSI, iBeacon cocok digunakan dalam
deteksi objek, tempat atau ruang yang sifatnya diam. Sehingga keterangan
yang diberikan berupa nilai proximity sangat dekat, dekat dan jauh yang tidak
membutuhkan adanya informasi jarak.
4.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akurasi Pengukuran
Sinyal dalam perambatannya (propagasi sinyal) dari pemancar (Tx)
menuju penerima (Rx) akan mengalami beberapa gangguan sehingga kuat sinyal
yang dikirimkan akan mengalami pelemahan atau attenuation. Gangguan bisa
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu suhu, interferensi gelombang lain, halangan
berbentuk fisik seperti tubuh manusia, tembok dan lain sebagainya, seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.6. Dalam [34] terdapat 3 mekanisme yang bisa saja
terjadi saat proses propagasi sinyal, yaitu reflection, diffraction dan scattering.
Refleksi (reflection) merupakan gejala pantulan gelombang pada permukaan
benda padat yang halus yang dimensinya lebih besar daripada panjang gelombang
sinyalnya. Difraksi (difraction) merupakan pantulan gelombang pada permukaan
benda padat yang memiliki permukaan kasar yang dimensinya lebih besar dari
panjang gelombangnya. Hamburan (scattering) merupakan pancaran gelombang
ke segala arah karena adanya permukaan benda yang dimensinya sama besar
dengan panjang gelombang. Jika ketiga mekanisme ini tidak dialami maka
dikatakan bahwa sinyal dari Tx menuju Rx tidak mengalami adanya pantulan atau
sinyal merambat melalui jalur yang bebas halangan (free space), sehingga sinyal
diterima langsung oleh penerima, disebut dengan kondisi line of sight.
Diantara beberapa mekanisme yang terjadi pada proses propagasi sinyal,
pada penelitian ini salah satu faktor yang mempengaruhi adanya pelemahan sinyal
yang diterima oleh smartphone adalah pada mekanisme reflection. Hal ini
dikarenakan benda padat yang menjadi media pantul berupa dinding, langit-langit
dan lantai yang memiliki permukaan halus dan mempunyai dimensi yang besar.
Mekanisme ini diilustrasikan pada Gambar 4.7 yaitu proses sinyal dari iBeacon
yang diterima oleh smartphone pada jalur a-b-c-d. Dalam ilustrasi tersebut
digambarkan antara iBeacon dan smartphone pada posisi sejajar dengan jarak
65
sesungguhnya yaitu d-riil. Akan tetapi tidak menunjukkan hasil pengukuran
distance sama dengan d-riil, hal ini dikarenakan bungkus (casing) dari iBeacon
yang menjadi penghalang antara iBeacon dan smartphone saat dalam kondisi
sejajar di atas lantai. Dalam [29] disebutkan bahwa ketika suatu objek
menghalangi lintasan sinyal dari iBeacon dengan penerima maka akan
menyebabkan lemahnya kuat sinyal yang diterima oleh smartphone. Objek yang
dimaksud bisa berupa material tertentu atau tubuh manusia, seperti ditunjukkan
pada Gambar 4.8.
Gambar 4.6 Model Propagasi sinyal di dalam ruang tertutup [35]
Gambar 4.7 Ilustrasi sinyal yang diterima karena proses pantulan
66
Gambar 4.8 Objek yang bisa memblokir sinyal iBeacon [29]
Pelemahan sinyal yang terjadi akibat dari adanya proses pantulan akan
bisa dikurangi jika proses perambatan sinyal melalui lintasan yang bebas
halangan. Jika antara iBeacon dan smartphone terdapat suatu kondisi yang
memiliki lintasan yang bebas halangan (free space) maka akurasi pengukuran
akan bisa dicapai. Kondisi yang bebas halangan tersebut diilustrasikan pada
Gambar 4.9 dan Gambar 4.10. Diterangkan dalam [36], perambatan sinyal akan
mempunyai dua jalur, jalur pertama dengan cara refleksi karena permukaan suatu
benda atau objek dan jalur kedua secara langsung.
Gambar 4.9 Ilustrasi sinyal diterima secara direct oleh smartphone
Gambar 4.10 Ilustrasi dua jalur proses perambatan sinyal [36]
67
Gambar 4.11 iBeacon dengan antena ekstensi
Menurut sifat pancaran sinyal dari iBeacon yang menyebar dan kondisi
ruangan yang memiliki beberapa objek di dalamnya, maka cara penempatan
iBeacon sebagai titik referensi juga merupakan faktor yang mempengaruhi akurasi
hasil pengukuran. Untuk mendapatkan jalur perambatan sinyal yang bebas
halangan, maka jika dimungkinkan dengan menambah antena eksternal pada
iBeacon, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.11. Dengan ilustrasi tersebut maka
kesalahan pengukuran bisa semakin diminimalisir.
68
5 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
a. Informasi jarak (distance) yang terukur antara iBeacon dan smartphone
digunakan sebagai variable utama dalam menentukan estimasi posisi
menggunakan teknik Trilaterasi yang diterapkan dalam 4 macam model
yaitu AOTG, UBS, UBLS dan LBUS.
b. Hasil pengukuran dan perhitungan terbaik menggunakan teknik Trilaterasi
ditunjukkan pada model LBUS, yaitu dengan tingkat error sebesar ± 0,16
meter pada jarak terjauh ± 4 meter, sedangkan error terbesar ditunjukkan
pada model AOTG dengan nilai ± 20,4 meter.
c. Akurasi pengukuran jarak (distance) dipengaruhi oleh Faktor halangan.
Untuk mendapatkan pengukuran yang akurat membutuhkan kondisi yang
bebas halangan (line of sight) sehingga jalur pancaran sinyal dari iBeacon
kepada smartphone akan bersifat langsung (direct).
d. Pada frekuensi 1Hz saat iBeacon memancarkan sinyalnya, dibutuhkan
waktu ± 5 detik untuk bisa memberikan pancaran sinyal yang stabil kepada
penerima (smartphone). Sehingga hal ini memberikan hasil yang tidak
akurat ketika digunakan pada pengujian secara realtime.
5.2 Saran
Beberapa saran pengembangan yang bisa dilakukan untuk penelitian
berikutnya adalah:
a. Penelitian bisa dikembangkan untuk model UBLS (Upper Beacon Lower
Smartphone) yaitu dengan menambahkan antena ekstensi sehingga sinyal
yang dipancarkan bersifat divergen atau merata.
69
b. Penelitian lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan memperbanyak
jumlah iBeacon sebagai titik referensi, yang bertujuan untuk memperoleh
akurasi posisi yang lebih baik.
c. Memanfaatkan parameter RSSI pada iBeacon sebagai variabel utama
dalam positioning.
d. Mengembangkan aplikasi berbasis Android sebagai pengganti aplikasi
sebelumnya yang berbasis iOS.
70
DAFTAR PUSTAKA
[1] H. Chen, T. Finin, and A. Joshi, “An ontology for context-aware pervasive
computing environments,” Knowl. Eng. Rev., vol. 18, no. 03, pp. 197–207,
2003.
[2] Sheng-Cheng Yeh, Wu-Hsiao Hsu, Ming-Yang Su, Ching-Hui Chen, and Ko-
Hung Liu, “A study on outdoor positioning technology using GPS and WiFi
networks,” presented at the Networking, Sensing and Control, 2009. ICNSC
’09. International Conference on, 2009, pp. 597–601.
[3] G. Deak, K. Curran, and J. Condell, “A survey of active and passive indoor
localisation systems,” Comput. Commun., vol. 35, no. 16, pp. 1939–1954,
2012.
[4] M. Rodríguez-Damián, X. Vila Sobrino, and L. Rodríguez-Liñares, “Indoor
Tracking Persons Using Bluetooth: A Real Experiment with Different
Fingerprinting-Based Algorithms,” in Ambient Intelligence - Software and
Applications, vol. 219, A. van Berlo, K. Hallenborg, J. M. C. Rodríguez, D.
I. Tapia, and P. Novais, Eds. Springer International Publishing, 2013, pp. 25–
32.
[5] Jin-Shyan Lee, Yu-Wei Su, and Chung-Chou Shen, “A Comparative Study of
Wireless Protocols: Bluetooth, UWB, ZigBee, and Wi-Fi,” presented at the
Industrial Electronics Society, 2007. IECON 2007. 33rd Annual Conference
of the IEEE, 2007, pp. 46–51.
[6] F. Subhan and H. B. Hasbullah, “Minimizing discovery time in bluetooth
networks using localization techniques,” presented at the Information
Technology (ITSim), 2010 International Symposium in, 2010, vol. 2, pp.
648–653.
[7] S. . Li, B. . Liu, B. . Chen, and Y. . Lou, “Neural network based mobile
phone localization using Bluetooth connectivity,” Neural Comput. Appl., vol.
23, no. 3–4, pp. 667–675, 2013.
[8] Jia Liu, Canfeng Chen, Yan Ma, and Ying Xu, “Energy Analysis of Device
Discovery for Bluetooth Low Energy,” presented at the Vehicular
Technology Conference (VTC Fall), 2013 IEEE 78th, 2013, pp. 1–5.
[9] “Bluetooth Low Energy, Beacons and Retail - A VeriFone White Paper,” 9.
[10] R. Bruno and F. Delmastro, Design and analysis of a Bluetooth-based indoor
localization system, vol. 2775. 2003.
[11] A. Kotanen, M. Hannikainen, H. Leppakoski, and T. D. Hamalainen,
“Experiments on local positioning with Bluetooth,” presented at the
Information Technology: Coding and Computing [Computers and
Communications], 2003. Proceedings. ITCC 2003. International Conference
on, 2003, pp. 297–303.
71
[12] Sheng Zhou and J. K. Pollard, “Position measurement using Bluetooth,”
Consum. Electron. IEEE Trans., vol. 52, no. 2, pp. 555–558, May 2006.
[13] A. K. M. M. Hossain and Wee-Seng Soh, “A Comprehensive Study of
Bluetooth Signal Parameters for Localization,” presented at the Personal,
Indoor and Mobile Radio Communications, 2007. PIMRC 2007. IEEE 18th
International Symposium on, 2007, pp. 1–5.
[14] F. Subhan, H. Hasbullah, A. Rozyyev, and S. T. Bakhsh, “Indoor positioning
in Bluetooth networks using fingerprinting and lateration approach,”
presented at the Information Science and Applications (ICISA), 2011
International Conference on, 2011, pp. 1–9.
[15] A. Bekkelien, “Bluetooth Indoor Positioning,” Thesis, University of Geneva,
2012.
[16] L. . b Chen, L. . b Pei, H. . b Kuusniemi, Y. . b Chen, T. . b Kröger, and R. . b
Chen, “Bayesian fusion for indoor positioning using bluetooth fingerprints,”
Wirel. Pers. Commun., vol. 70, no. 4, pp. 1735–1745, 2013.
[17] H. Liu, H. Darabi, P. Banerjee, and J. Liu, “Survey of wireless indoor
positioning techniques and systems,” IEEE Trans. Syst. Man Cybern. Part C
Appl. Rev., vol. 37, no. 6, pp. 1067–1080, 2007.
[18] L. . Reyero and G. . Delisle, “A pervasive indoor-outdoor positioning
system,” J. Networks, vol. 3, no. 8, pp. 70–83, 2008.
[19] J. Symonds, Emerging Pervasive and Ubiquitous Aspects of Information
Systems: Cross-Disciplinary Advancements. Idea Group Inc (IGI), 2011.
[20] Liang Chen, H. Kuusniemi, Yuwei Chen, Ling Pei, T. Kroger, and Ruizhi
Chen, “Information filter with speed detection for indoor Bluetooth
positioning,” presented at the Localization and GNSS (ICL-GNSS), 2011
International Conference on, 2011, pp. 47–52.
[21] F. Subhan, H. Hasbullah, A. Rozyyev, and S. T. Bakhsh, “Handover in
bluetooth networks using signal parameters,” Inf. Technol. J., vol. 10, no. 5,
pp. 965–973, 2011.
[22] Yapeng Wang, Xu Yang, Yutian Zhao, Yue Liu, and L. Cuthbert, “Bluetooth
positioning using RSSI and triangulation methods,” presented at the
Consumer Communications and Networking Conference (CCNC), 2013
IEEE, 2013, pp. 837–842.
[23] J. Yim, S. Jeong, K. Gwon, and J. Joo, “Improvement of Kalman filters for
WLAN based indoor tracking,” Expert Syst. Appl., vol. 37, no. 1, pp. 426–
433, Jan. 2010.
[24] C. Dethe, D. Wakde, and C. Jaybhaye, “Bluetooth Based Sensor Networks
Issues and Techniques,” presented at the Modelling & Simulation, 2007.
AMS ’07. First Asia International Conference on, 27, pp. 145–147.
[25] “What is iBeacon? A Guide to iBeacons,” iBeacon.com Insider. .
72
[26] K. Finkenzeller, RFID Handbook - Fundamentals and Applications in
Conctactless Smart Card and Identification. England: Carl Hanser Verlag,
Munich/FRG, 2003.
[27] Ching-Sheng Wang and Li-Chieh Cheng, “RFID & vision based indoor
positioning and identification system,” presented at the Communication
Software and Networks (ICCSN), 2011 IEEE 3rd International Conference
on, 2011, pp. 506–510.
[28] C. Hocking, “The Beacon Experiments: Low-Energy Bluetooth Devices in
Action,” Shine Technologies, Feb-2014. .
[29] “Getting Started with iBeacon,” Jun. 2014.
[30] Proximity Marketing with iBeacon. 2014.
[31] K. Thapa and S. Case, “An indoor positioning service for bluetooth ad hoc
networks,” in Midwest Instruction and Computing Symposium, MICS, 2003.
[32] K. Stone and T. Camp, “A survey of distance-based wireless sensor network
localization techniques,” Int. J. Pervasive Comput. Commun., vol. 8, no. 2,
pp. 158–183, 2012.
[33] A. Roxin, J. Gaber, M. Wack, and A. Nait-Sidi-Moh, “Survey of Wireless
Geolocation Techniques,” presented at the Globecom Workshops, 2007
IEEE, 26, pp. 1–9.
[34] T. K. Sarkar, Zhong Ji, Kyungjung Kim, A. Medouri, and M. Salazar-Palma,
“A survey of various propagation models for mobile communication,”
Antennas Propag. Mag. IEEE, vol. 45, no. 3, pp. 51–82, Jun. 2003.
[35] H. Hashemi, “The indoor radio propagation channel,” Proc. IEEE, vol. 81,
no. 7, pp. 943–968, Jul. 1993.
[36] I. F. Akyildiz, Z. Sun, and M. C. Vuran, “Signal Propagation Techniques for
Wireless Underground Communication Networks,” Phys. Commun. J.
Elsevier, vol. 2, pp. 167–183, Sep. 2009.
L73
LAMPIRAN
L74
Lampiran 1a – Model AOTG (all on the ground)
Lampiran 1b – Model UBS (upper beacon and smartphone)
B1 B2
B3
smartphone
B2
B1 B3
smartphone
L75
Lampiran 1c – Model UBLS (lower beacon upper smartphone)
Lampiran 1d – Model LBUS (lower beacon upper smartphone)
B1
B2 B3
smartphone
smartphone
B1
B2
B3